KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
Adaptasi Perubahan Iklim dan Ketangguhan (APIK)
CATATAN PERJALANAN
SATU TAHUN PROYEK
USAID APIK DARI PEMBELAJARAN MENUJU PERCEPATAN AKSI ADAPTASI
Foto sampul: Reruntuhan Benteng Nieuw Zeelandia di Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah, yang dibangun pada 1626 dan merupakan cagar budaya. Reruntuhan benteng ini menjadi pertanda mundurnya garis pantai dan abrasi laut. © Oscar Siagian/USAID APIK
CATATAN PERJALANAN
SATU TAHUN PROYEK
USAID APIK DARI PEMBELAJARAN MENUJU PERCEPATAN AKSI ADAPTASI
Ditulis: Ari Mochamad, Putra Dwitama, Diana Chaidir, Herry Susanto, Desy Patty
PENDAHULUAN
Masalah utama dari perubahan iklim adalah akibat negatif yang berdampak pada kerugian ekonomi, sosial dan lingkungan seperti rusaknya infrastruktur dan kerusakan fisik dan lingkungan lainnya, risiko bencana iklim yang semakin tinggi, pendapatan ekonomi yang menurun, hingga pada konflik sosial. Semakin lambat beradaptasi, maka semakin besar potensi biaya yang harus dikeluarkan untuk merespon dan ‘pulih’ dari bencana yang ditimbulkannya. Akar masalah yang menjadi tantangan dan memperlambat upaya adaptasi diantaranya adalah tata kelola pemerintahan (partisipasi-transparansi-akuntabilitas dan data dalam perencanaan serta pelaksanaan), sumber daya manusia, aspek pendanaan, ketersediaan dan kemampuan menjalankan teknologi, kemiskinan dan pendidikan, prioritas-sistem anggaran-investasi, inovasi dan pengetahuan lokal. Laporan singkat ini menyampaikan kegiatan pada tingkat nasional dan tiga lokasi USAID Adaptasi Perubahan Iklim dan Ketangguhan (APIK) bekerja, khususnya yang dilakukan oleh komponen Tata Kelola dan Penguatan Institusi yang terdapat di Task 1 dan Task 2. Struktur publikasi ini adalah kerangka kerja, perkembangan kegiatan, peluang dan tantangan. Dari tantangan yang dihadapi, dirumuskan rekomendasi langkah dan upaya perbaikan. Publikasi ini ditujukan untuk memberikan perspektif kepada seluruh tim teknis, karena pada hakikatnya, elemen atau komponen lain adalah potongan kegiatan dari satu gambaran besar Program USAID APIK.
PENDAPATAN MENURUN RISIKO BENCANA YANG TINGGI
KONFLIK SOSIAL
AKIBATNYA RUSAKNYA INFRASTRUKTUR
KERUSAKAN FISIK LINGKUNGAN
MASALAH UTAMA Kerugian ekonomi, sosial dan lingkungan yang semakin besar
TATA KELOLA PEMERINTAHAN Partisipasi, transportasi, akuntabilitas, data, dll
SUMBER DAYA MANUSIA Kemiskinan, pendidikan, dll
PENDANAAN
TEKNOLOGI
Prioritas, sistem anggaran, inovasi, dll
Inovasi, kearifan, tradisional, dll
AKAR MASALAH
Gambar 1: Potret kerentanan wilayah akibat beberapa persoalan yang mengakar, berdampak kepada kerugian dan kerusakan yang berpengaruh kepada ekonomi, sosial dan lingkungan.
5
KERANGKA KERJA
Arsitektur Program USAID APIK merepresentasikan pola kerja dalam struktur yang terintegrasi antar level (nasional-daerah), termasuk dengan komunitas pada tingkat tapak. Untuk menerjemahkan kepada program, rencana kerja dan kegiatan, basis kebijakan nasional yang menjadi referensi rencana kerja USAID APIK, diantaranya yang paling penting adalah rencana adaptasi perubahan iklim yang tertuang dalam Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim (RAN API)1 dan kebijakan lainnya yang diterbitkan oleh sektor kunci seperti tata ruang, pengurangan risiko bencana, Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang bergiat pada kegiatan adaptasi perubahan iklim dan ketangguhan. Pada tingkat daerah di level provinsi, kabupaten dan kota umumnya mengacu kepada Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang diterjemahkan lebih konkret oleh setiap Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD). Korelasi dan struktur di atas, menempatkan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dan Kementerian Dalam Negeri serta tim teknis lainnya seperti Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR), Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Informasi dan Geospasial (BIG) sebagai mitra utama program USAID APIK 2. Peran yang dijalankan oleh Bappenas adalah fungsi koordinasi antar kementerian dan lembaga, serta memastikan berjalannya kegiatan adaptasi dibeberapa lokasi yang menjadi pilot proyek (yang telah didahului dengan kajian kerentanan dan kesiapan kelembagaan). Pada konteks aksi adaptasi, Bappenas menyiapkan 1 Dalam perspektif global, dinamika konsep dan pendekatan adaptasi mengarah kepada komitmen para pihak untuk menyusunan National Adaptation Plan (NAP) ‘Rencana Adaptasi Nasional’ dengan memperhatikan prinsip-prinsip yang ada didalamnya. Pada periode tertentu, kerangka kerja Indonesia untuk adaptasi perubahan iklim (dan ketangguhan) sepatutnya diwadahi oleh NAP. 2 Dalam dokumen Technical Arrangement—pada tataran implementasi program, Bappenas merupakan Executing Agency (EA) dan KLHK sebagai Technical Counterpart Agency (TCA). Keduanya ditempatkan sebagai Chair dan Co-Chair pada struktur tim teknis.
6
Salah satu anggota Kewang (lembaga adat yang mengatur pemanfaatan dan perlindungan sumber daya alam) di Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah yang tanpa lelah berjuang memperbaiki kondisi lingkungan. Sebagai pulau kecil, Pulau Haruku sangat rentan dengan perubahan iklim. Paulus bercerita mengenai mundurnya garis pantai sejauh beberapa meter. Secara swadaya dan mandiri, ia bersama beberapa warga lainnya melakukan pembibitan dan penanaman bakau. Kearifan lokal serta upaya yang dilakukan Paulus patut dicontoh dan direplikasi di daerah pesisir lainnya sebagai salah satu bentuk aksi adaptasi. © Oscar Siagian/USAID APIK
7
sistem dan mekanisme pemantauan dan evaluasi. Salah satu pekerjaan ‘besar’ untuk mengukur keberhasilan aksi adaptasi adalah membangun indikator ketahanan berdasarkan ekonomi (yang terbagi ke dalam sub ketahanan pangan dan energi), sistem kehidupan (yang terbagi dalam sub-bidang kesehatan, permukiman dan infrastruktur), ekosistem dan wilayah khusus, seperti perkotaan dan pesisir pulau-pulau kecil (sasaran bidang RAN API). PEMERINTAHAN PUSAT
RAN API
Renstra K/L
Renja K/L
RKA K/L
Rincian APBN
RPJMN
RKP
RAPBN
APBN
RPJMD
RKP
RAPBD
APBD
Renstra SKPD
Renja Daerah
RKA SKPD
Rincian APBD
PEMERINTAHAN DAERAH
berketahanan iklim yang memberikan arahan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) setiap tahunnya sebagai masukan utama perencanaan Kementerian/ L e m b a g a 3, d a n a c u a n b a g i Pemerintah Daerah. Berdasarkan skema, semestinya keterpaduan perencanaan adaptasi perubahan iklim akan memudahkan pengukuran pencapaian target pembangunan nasional yang ditentukan sebelumnya berdasarkan sasaran bidang RAN API. Sebagai institusi yang memiliki portofolio adaptasi perubahan iklim, KLHK memiliki mandat tugas u n tu k m e r u m u s ka n ke b i j a ka n Adaptasi Perubahan Iklim (API) dan merancang atau mengembangkan
Bekerja dalam struktur yang terintegrasi antar level (nasio nal-daerah), termasuk dengan komunitas
Bappenas dalam kewenangannya merumuskan perencanaan pembangunan, mengkoordinir Sekretariat RAN API sebagai upaya mewujudkan p e n y e l e n g g a r a a n pembangunan yang berkelanjutan dan memiliki ketahanan tinggi terhadap dampak perubahan iklim. RAN API merupakan arahan yang lebih spesifik dan lintas sektor dalam mempersiapkan rencana pembangunan yang
Antar bidang/sektor untuk jangka pendek dan panjang dan juga memberikan arahan adaptasi untuk jangka panjang
RAN API
Bappenas
NASIONAL
KLHK
APIK
BNPB
SUB-NASIONAL • Merumuskan kebijakan API • Merancang/ mengembang kan pedoman/ standar/tools
• Koordinasi antar kementerian koordinasi dengan lokasi Pilot Adaptasi • Knowledge Management • Monev
Memadu-padan kan skenario perubahan iklim dan pilihan adaptasi ke dalam peta risiko bencana
Kemendagri Memfasilitasi pelaksanaan pengarus-utamaan API di pemerintahan daerah
3 Sebagai acuan perencanaan bagi K/L, USAID APIK membantu Sekretariat RAN API dalam penyusunan Panduan Penandaan Tematik Adaptasi Perubahan Ikim pada Rencana Kerja (Renja) K/L.
8
pedoman atau standar atau alat untuk membantu operasionalisasi kebijakan 4. Agenda adaptasi perubahan iklim memiliki cakupan dan kompleksitas yang luas. Dimensi kebijakan dan teknis antar bidang atau sektor membutuhkan pendekatan yang terintegrasi. Sedangkan BNPB memadu-padankan skenario perubahan iklim dan pilihan adaptasi ke dalam peta risiko bencana. Memastikan agar kegiatan pengarusutamaan adaptasi perubahan iklim dan ketangguhan berjalan di daerah/regional, keterlibatan aktif dari Kemendagri menjadi krusial. Perubahan organ pemerintahan di daerah berimplikasi kepada kinerja untuk merealisasikan rencana dan program yang telah dirumuskan dalam rencana unit kerja atau rencana pembangunan daerah. Dari perspektif dan analisis power ‘kekuatan’ dan interest ‘kepentingan’, terdapat satu kementerian yang tidak tercakup dalam ranah kemitraan secara langsung dalam merealisasikan strategi Program USAID APIK, yaitu Kementerian Keuangan sebagai institusi yang cukup berpengaruh terhadap implementasi pendanaan sebagai elemen dari aksi adaptasi yang telah disiapkan (direncanakan) oleh sektor atau bidang yang khususnya merepresentasikan kepentingan untuk mewujudkan pendekatan bentang lahan di tiga wilayah program USAID APIK). Rangka pikir dari korelasi dan struktur ini dibangun untuk mempercepat implementasi program dan kebijakan adaptasi perubahan iklim di Indonesia yang tertuang dalam dokumen kerja APIK selama 5 tahun-, khususnya dalam lingkup kerja Task 1.
Mendukung implementasi RAN API di level nasional dan integrasi ke dalam rencana kerja tahunan
Memperkuat koordinator nasional API PRB
Membagun alat, panduan, dan analisis di level
K B EE TA N G G U H A NN N TA N G LA H A
ANGGUHA KETIAL-EKONO N S MI SO
ORMASI IKLI INFDAN CUACA M
ANGGUHAN K ET INSTITUSI
Gambar 2: Dukungan te r h a d a p i m p l e m e n ta s i RAN API dan instrumen operasionalnya ditujukan untuk memperkuat adaptasi perubahan iklim dan pengurangan risiko bencana (lingkaran dalam). Strategi APIK dicerminkan melalui 4 (empat) langkah utama (lingkaran luar).
Pada tingkat daerah, posisi dan kepentingan instansi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) menjadi kunci untuk memastikan strategi dan aksi adaptasi perubahan iklim dan 4 Perumusan dan pelaksanaan kebijakan adaptasi, penyusunan norma, standar, prosedur, kriteria dibidang penyelenggaraan adaptasi, koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan (Perpres 16/2015 tentang KLHK).
9
ketangguhan masuk ke dalam rencana pembangunan jangka pendek dan menengah. Untuk mendorong upaya pengarusutamaan ini, kehadiran kelompok kerja (gugus kerja) yang merepresentasikan para pemangku kepentingan menjadi sangat penting. Walau peran dari kelompok kerja ini umumnya adalah memberi masukan atau merekomendasikan kepada pimpinan daerah, namun sepatutnya diterima sebagai masukan atau usulan yang bersifat wajib karena isinya mencerminkan kepentingan dari para pemangku. Institusi teknis, seperti Badan Lingkungan Hidup (BLH), Badan Penanggulangan Bencana Daerah, Dinas Pertanian dan dinas teknis lainnya memiliki substansi strategi dan rencana aksi ke dalam perencanaan dan ketangguhan wilayah, khususnya dalam mengimplementasikan proyek-proyek percontohan adaptasi dan pengurangan risiko bencana pada tingkat masyarakat.
Percepatan Aksi Adaptasi Mengukur aksi adaptasi membutuhkan indikator ketangguhan dari investasi dan kegiatan adaptasi yang telah dilakukan. Namun indikator ketangguhan berkorelasi erat dengan indikator kerentanan, karena investasi dan kegiatan adaptasi seyogyanya mencerminkan kerentanan. Sayangnya, kedua indikator ini masih dalam tahap pengembangan. ‘Rumitnya’ pengembangan kedua indikator dipengaruhi oleh luas dan kompleksitas kegiatan adaptasi dan pengurangan risiko bencana. Rencana dan aksi adaptasi membutuhkan instrumen operasional, rentang waktu yang dilalui dalam pengarusutamaan adaptasi di Indonesia telah mengalokasikan anggaran negara (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) kepada sektor dan bantuan donor. Sejalan dengan waktu, kebutuhan untuk memverifikasi dan mengukur kegiatan adaptasi menjadi kebutuhan saat ini. Oleh karena itu, intervensi APIK ‘secara terbatas mengisi kebutuhan ragam instrumen yang sifatnya kebijakan seperti pendanaan publik dan swasta serta dorongan keterlibatan dunia usaha, dan lain-lain; serta teknis-mekanisme, tata cara, dan lain-lain.
Panduan Penandaan Anggaran
Sekretariat RAN API/ Bappenas
Pengembangan Indikator Ketahanan Penyusunan Naskah Akademis Kepmen tentang SIDIK
ICA+Planas PRB
10
Modul Pengarusutamaan API dalam Perencanaan Daerah
Review RAN API
Perbaikan SIDIK
Mendorong model agribisnis skala kecil yang berkelanjutan untuk di area pedesaan Indonesia
Indikator Ketahanan Bidang Ekosistem dan Perkotaan
KLHK Gambar 3: Ragam intervensi APIK untuk mendukung implementasi rencana aksi adaptasi
Penjelasan kegiatan dari gambar 3 di atas adalah: 1. Budget Tagging ‘Penandaan Anggaran’ Adaptasi Perubahan Iklim Tujuan utama penandaan Rencana Kerja K/L berdasarkan RAN API adalah melakukan penandaan program dan kegiatan K/L yang terkait dengan RAN API, sekaligus penajaman sasaran, target, lokasi dan indikasi pendanaan serta menjamin konsistensi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015–2019 dan Rencana Strategis (Renstra) K/L 2015–2019 dengan RKP dan Renja K/L (terutama pada program lintas bidang adaptasi perubahan iklim). Manfaat penandaan tematik ini adalah: • Pemantauan, pengendalian, evaluasi dan pelaporan program/kegiatan K/L dan RAN API pada tahun berjalan. • Input untuk penyempurnaan rancangan awal RKP terkait prioritas lintas bidang perubahan iklim pada tahun berikutnya. • Input penyusunan rancangan Renja K/L terkait program/kegiatan adaptasi perubahan iklim pada tahun berikutnya. 2. Modul pengarusutamaan API dalam perencanaan pembangunan. Modul-modul pelatihan ini dibuat sebagai bagian dari pelatihan Green Economic di Pusat Pembinaan, Pendidikan, dan Pelatihan Perencana (Pusbindiklatren) Bappenas5. Tujuan materi ini adalah untuk mengenalkan peserta pelatihan pada konsep Adaptasi terhadap Perubahan Iklim (API) dan bagaimana pengarusutamaannya dalam perencanaan pembangunan daerah. 3. Identifikasi Indikator Kerentanan untuk pengembangan dan pemanfaatan Sistem Informasi Data Indeks Kerentanan (SIDIK). Terbitnya status kerentanan secara nasional tiap sektor/bidang atau tiap daerah serta tiap hazard ‘bahaya’. Penguatan sistem ini dirancang melalui Peraturan Menteri KLHK yang isinya mengatur secara teknis dan kelembagaan sistem SIDIK. 4. Strategic Framework ‘Rencana Strategis’ Adaptasi dan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) oleh anggota dari Asosiasi Pemerintahan Kota Seluruh Indonesia (APEKSI). Terdapat 3 fokus program utama, yaitu: Forum Manajemen Pengetahuan, Peningkatan Kapasitas dan Dialog Nasional. 5. Peta jalan adaptasi perubahan iklim dan pengurangan risiko bencana untuk 4 tahun ke depan dalam perspektif organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Indonesia Climate Alliance (ICA) dan Platform Nasional untuk Pengurangan Risiko Bencana (Planas PRB). Pengembangan model bisnis yang sensitif terhadap perubahan iklim pada sektor pertanian dan pembuatan indikator Ketahanan pada Bidang Ekosistem (hutan, pesisir dan laut, perairan terbuka/tertutup (danau, Dearah Aliran Sungai, sungai dan karst), dan perkotaan. 6. Membangun komitmen Asosiasi Pemerintahan Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) dalam mendorong kabupaten terutama area kerja dampingan APIK dalam pengarusutamaan dan aksi adaptasi dan pengurangan risiko bencana. Inisiasi kegiatan community-based adaptation ‘adaptasi berbasis masyarakat’ di salah satu atau beberapa kabupaten.
5 Target pelatihan adalah para aparat fungsional perencana di Provinsi dan Kabupaten/Kota, yaitu mereka yang bekerja dalam fungsi perencana program di Bappeda maupun di biro perencanaan SKPD. Dengan menggunakan modul pelatihan ini diharapkan peserta mampu: 1) memahami konsep konsep dasar perubahan iklim dan bagaiman melakukan adaptasi yang benar; 2) membuat analisa kerentanan dan risiko perubahan iklim; 3) memfasilitasi proses penyusunan strategi adaptasi; 4) mengintegrasikan API dalam perencanaan RPJMD, Renstra SKPD dan RKPD; 5) melakukan monitoring dan evaluasi terhadap kegiatan adaptasi.
11
“Kami harus antre untuk ambil air di sumber mata air. Kalau untuk mereka yang mampu ya beli air. Harganya Rp 50.000 itu hanya cukup untuk tiga hari. Saya bahkan sampai jual sapi untuk menutupi kebutuhan air,” kata ibu salah satu anggota forum adaptasi perubahan iklim dan pengurangan risiko bencana Desa Gajahrejo, Kabupaten Malang. © Oscar Siagian/USAID APIK
7. Analisis biaya dan manfaat untuk pilihan adaptasi pada tingkat nasional dan daerah, khususnya di wilayah DAS Brantas. Kegiatan ini akan disinergikan dengan kegiatan pilihan adaptasi sebagai tindak lanjut kajian kerentanan yang dilaksanakan oleh USAID APIK.
Rencana 2017: 1. Dalam praktik perencanaan dan penganggaran adapatasi perubahan iklim—dan perencanaan pada umumnya—pekerjaan rumah yang besar dalam pengintegrasian dan menjamin konsistensi dua proses tersebut, mengingat saat ini dijalankan oleh dua instansi yang berbeda, yaitu Bappenas dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) juga peran Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang sangat sentral yang berkaitan dengan pembangunan daerah. Penguatan pengarusutamaan adapatasi perubahan iklim pada setiap level perencanaan dan penganggaran juga harus memperhatikan keterpaduan sistem yang digawangi oleh instansi yang berbeda, yaitu antara lain: a. Sistem Arsitektur Data dan Informasi Keuangan (ADIK)—Kementerian Keuangan Merupakan sistem penandaan pada perencanaan program/kegiatan tahunan K/L, sistem memfasilitasi templet pengisian yang dilakukan oleh setiap K/L dengan kriteria tertentu yang terlebih dahulu telah ditetapkan oleh Kementerian Keuangan. b. Sistem Perencanaan—Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Perencanaan anggaran program/kegiatan tahunan yang diajukan ke Kementerian Keuangan harus disetujui lebih dulu oleh Bappenas dengan didasarkan atas pengaturan prioritas nasional dan indikator kinerja. Idealnya, kinerja yang dihasilkan akan tercapai jika didukung
12
oleh ketersediaan anggaran, tetapi saat ini Bappenas tidak bisa memastikan pencapaian tujuan pembangunan karena adanya keterbatasan informasi ketersediaan anggaran atau karena tidak sinkronnya dengan sistem ADIK. c. Sistem Perencanaan dan Evaluasi Daerah—Kementerian Dalam Negeri Peraturan yang digawangi Kemendagri ini implementasinya sangat lemah koordinasi dengan implementasi perencanaan dan evaluasi di tingkat nasional sehingga sangat sulit menyingkronkan pembangunan daerah dan nasional. d. Sistem Pemantauan dan Evaluasi Pembangunan Nasional (e-Monev)—Kementerian PPN/ Bappenas Sistem e-Monev dikembangkan untuk memantau kinerja pembangunan K/L dalam realisasi anggaran dan pencapaian sasarannya. Hal ini cukup rumit karena perencanaan anggarannya sendiri dilakukan melalui Sistem ADIK Kemenkeu yang strukturnya tidak sesuai dengan sistem e-Monev, terutama perbedaaan dalam tingkatan indikator yang diukur. 2. Ulasan RAN API Ulasan RAN API diperlukan untuk menemukan grips adaptasi dengan konteks ekoregion dan sektor prioritas pembangunan di Indonesia, bersamaan dengan penentuan measurement ‘penentuan alat ukur’ adaptasi di tingkat nasional. Ulasan RAN API merupakan sebuah langkah awal bagi Indonesia dalam penyusunan Rencana Adaptasi Nasional, sejatinya akan menjadi dokumen bersama bagi semua sektor dan pihak daam melakukan intervensi adaptasi dalam pengurangan kerentanan maupun peningkatan ketahanan. 3. Penyusunan Naskah Akademis dan Drafting Peraturan Menteri mengenai Indikator Kerentanan untuk penguatan sistem SIDIK. Peningkatan layanan yang diberikan oleh SIDIK akan mempercepat kepemilikan data dan informasi dan peta kerentanan terhadap perubahan iklim. Berdasarkan alasan, terdapat keperluan untuk: • Perumusan naskah akademis dan penyusunan Peraturan Menteri. • Mengembangkan indikator kerentanan menjadi mutlak diperlukan, untuk menunjukkan bahwa kegiatan penilaian kerentanan secara ilmiah dalam proses pembuatan kebijakan, strategi dan rencana aksi. Akhir dari proses dan upaya untuk memperbaiki sistem ini adalah untuk membangun infrastruktur yang mampu berfungsi dengan pengelolaan satu data. 4. Pengembangan Modul untuk Pelaku Usaha dalam Pengembangan Bisnis Pertanian Skala Kecil yang Berkelanjutan Merumuskan strategi pengembangan model bisnis pertanian pangan lahan sempit yang berkelanjutan dengan menerapkan prinsip-prinsip pengurangan risiko bencana dan adaptasi perubahan iklim. Strategi ini akan menjadi pengumpan untuk mempertajam aktualisasi konvergensi adaptasi perubahan iklim dan pengurangan risiko bencana pada tingkat yang lebih praktis. 5. Analisis Biaya dan Manfaat Pilihan Adaptasi Perubahan Iklim pada Sektor Prioritas pada Tingkat Nasional dan Jawa Timur, khususnya kawasan DAS Brantas. Analisis adaptasi berbasis komunitas akan mencakup biaya sosial dan ekonomi dan manfaat yang terkait dengan pilihan API dan PRB. Untuk melakukan hal ini, sangat penting untuk terlibat dengan para pemangku kepentingan terkait dan memahami persepsi mereka tentang biaya dan manfaat dari pilihan selama periode waktu, opsi dan penetuan prioritas, serta preferensi mereka tentang pilihan yang diberikan, yang disesuaikan dengan keterbatasan sumber daya.
13
PEMBELAJARAN DARI REGIONAL
JAWA TIMUR
Dengan pertimbangan beragam persoalan seperti:
14
Bentang alam Desa Ngabab, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Bencana longsor yang sering terjadi di desa ini setiap hujan deras mengguyur menyebabkan sawah gagal panen dan akses transportasi tertutup. Di desa ini, Program USAID APIK bekerja sama dengan PATTIRO meningkatkan kesadaran dan kapasitas masyarakat desa mengenai adaptasi perubahan iklim (API) dan pengurangan risiko bencana (PRB). Forum API PRB di tingkat desa sudah dibentuk dan mulai bekerja di enam desa di Kabupaten Malang. © Oscar Siagian/USAID APIK
1. Ketersediaan dan menurunnya kualitas sumber air baku dibeberapa daerah, khususnya di wilayah Blitar, Jombang, Batu, Sidoarjo. Pengaturan dan pengendalian terhadap tata ruang sesuai dengan peruntukan. 2. Rendahnya kesadaran masyarakat terhadap kelangkaan sumberdaya alam dan lingkungan. 3. Minimnya sistem informasi bagi usaha masyarakat yang rentan terhadap kondisi perubahan iklim (petani, nelayan, usaha peternakan, tambak, dan lain-lain). 4. Rendahnya kualitas hidup dan peran perempuan dan anak di berbagai bidang/sektor seperti pertanian, ketahanan pangan, dan kesehatan. 5. Penyediaan kebijakan daerah yang masih terbatas dalam penguatan sistem perencanaan dan penganggaran daerah untuk upaya adaptasi perubahan iklim, dari perencanaan pembangunan tingkat daerah sampai di desa. 6. Terbatasnya sumber dana yang dapat dimobilisasi oleh pemerintah untuk memenuhi infrasrtuktur di tingkat komunitas (penyediaan air bersih, embung, waduk, bak penyimpan air, saluran irigasi). 7. Meningkatnya kasus pencemaran lingkungan, perubahan gaya hidup dengan mobilisasi yang konsumtif, laju pertumbuhan penduduk.
15
Untuk menjawab persoalan tersebut, intervensi kegiatan yang dirancang ddan dilaksanakan dalam satu tahun terakhir dan ke depan adalah: 1. Penyiapan dan ulasan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) berbasis API • Melatih aparat desa (uji coba di10 Desa) terkait penyiapan usulan perencanaan pembangunan desa yang fokus ke pengelolaan lingkungan (Permendes Nomor 22 Tahun 2016 Tentang Penetapan Prioritas Pembangunan Dana Desa Tahun 2017). • Pendampingan penyusunan RPJMD hasil Pilkada 2017 (Kota Batu) sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah. 2. Penguatan Regulasi dan kebijakan daerah • Penyiapan kebijakan terkait pengelolaan sumber mata air di Kota Batu. • Optimalisasi pengelolaan daerah aliran DAS Brantas. • Mengulas regulasi penanganan bencana hidrometereologi. 3. Penguatan media lokal dan kampanye API • Menyediakan informasi yang relevan mengenai kondisi iklim dan bencana. • Membangun jejaring dan pengembangan sistem untuk berbagi informasi melalui media arus utama dan media sosial lainnya. 4. Advokasi terhadap sistem perencanaan dan penganggaran daerah (Satuan Kerja Perangkat Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) • Penyiapan dan fasilitasi penyusunan Rencana Kegiatan Pemerintah Daerah untuk dukungan kegiatan adaptasi perubahan iklim. • Penguatan penyusunan penganggaran daerah yang berbasis kinerja untuk kegiatan adaptasi perubahan iklim sesuai bidang/sektor terpilih. 5. Konsultasi teknis dan peningkatan kapasitas aparat daerah dan desa • Optimalisasi forum API PRB untuk tingkat komunitas (desa uji coba). • Penguatan dan kerjasama para pemangku kepentingan desa menuju masyarakat tangguh terhadap perubahan iklim. • Penyiapan kebijakan desa (peraturan desa/peraturan kepala desa) untuk perlindungan sumber mata air, sungai, embung, dan lain-lain. 6. Sinergi dengan Forum Corporate Social Responsibility (CSR) tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota • Penguatan pola kerjasama dengan Forum CSR tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota.
16
SULAWESI TENGGARA
Harus disadari, adaptasi perubahan iklim dan pengurangan risiko bencana merupakan urusan bersama. Urusan ini tidak hanya dibebankan kepada pemerintahan, tapi juga menjadi urusan atau kewajiban pelaku bisnis dan masyarakat sendiri. Pertemuan dan serangkaian diskusi bersama para pemangku kepentingan yaitu pemerintah, pihak swasta, universitas lokal, lembaga penelitian, tokoh masyarakat, dosen dan peneliti serta lembaga swadaya masyarakat (LSM) lokal dalam rangka menginisiasi dan mendorong terbentuknya Kelompok Kerja Adaptasi Perubahan Iklim dan Pengurangan Resiko Bencana (POKJA API PRB) di level Provinsi Sulawesi Tenggara, Kota Kendari dan Kabupaten Konawe Selatan. Di Kota Kendari pembentukan Pokja API PRB berdasarkan pada Surat Keputusan Walikota No. 999/2016 sementara untuk Pokja di Sulawesi Tenggara, diharapkan pada awal atau pertengahan tahun 2017 sudah terbentuk. Pokja API PRB diharapkan dapat berkontribusi dalam pengurangan risiko bencana melalui advokasi, pengawasan, fasilitasi dan konsultasi yang mendorong terjadinya pengarusutamaan pengurangan risiko bencana bagi semua pemangku kepentingan menuju komunitas yang tanggap dan tahan bencana. Serangkaian pertemuan dan diskusi juga dilakukan untuk menyiapkan finalisasi Nota Kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) dan Perjanjian Kerjasama (PKS) atau Cooperation Agreement antara Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara dan Program USAID APIK yang telah ditandatangani pada awal tahun 2017 ini. Hal yang sama juga dilakukan di level Pemerintah Kota Kendari dan Kabupaten Konawe Selatan. MoU dan PKS ini mengatur tujuan kerjasama, prinsip-prinsip, lingkup kerjasama, serta tanggung jawab masing-masing pihak. 17
Dalam rangka mengidentifikasi jenis permasalahan terkait dampak perubahan iklim dan resiko bencana yang ditimbulkan serta kebutuhan prioritas daerah dan rencana dan aksi adaptasi perubahan iklim dan meningkatkan ketangguhan pemerintah dan masyarakatnya, tim Program USAID APIK di Sulawesi Tenggara telah mempersiapkan beberapa kajian, yakni Kajian Sistem Informasi Cuaca dan Iklim, Penilaian Ketangguhan Kabupaten/Kota dengan menggunakan alat Kaji 71 Indikator dan Scorecard, serta beberapa survei dan pengumpulan data yang dilakukan oleh tim Program USAID APIK Sulawesi Tenggara. Tujuan dari rangkaian kegiatan tersebut adalah untuk: 1. Mengidentifikasi tingkat kerentanan daerah Provinsi Sulawesi Tenggara dan selanjutnya mengidentifikasi prioritas-prioritas investasi API PRB yang perlu dilaksanakan untuk meningkatkan ketangguhan dan memasukkan prioritas ini ke dalam proses musrenbang daerah untuk dipertimbangkan sebagai isu kunci dalam semua sektor pembangunan. RAD Ren c RPJMD 2. M e m ba n g u n p e m a h a m a n RAN API, A ana Ad ksi a RPJMN Da ptasi d a n p e n ge r t i a n b e rs a m a era h dari multi pihak tentang kondisi daerah, peran dan keterlibatan tiap aktor INSTRUMEN dalam sistem perencanaan KEBIJAKAN dan strategi pelaksanaan DAN TEKNIS/ RENCANA OPERASIONAL AKSI kegiatan pembangunan. ADAPTASI 3. Mengidentifikasi kebijakan publik dan jenis intervensi KLHS, SIDIK, potensial untuk meningkatkan Pedoman Tata Ruang Tangguh/ ketangguhan Provinsi kota tangguh/ Sulawesi Tenggara. desa dan pesisir tangguh, dll 4. Mengidentifikasi jenis-jenis penguatan kapasitas yang dibutuhkan oleh pemerintah, masyarakat dan para pemangku kepentingan lainnya dalam menyusun rencana pembangunan dan program-program aktual daerah berbasis lingkungan dan adaptasi perubahan iklim dan ketangguhan bencana. 5. Melahirkan rangkaian rekomendasi bagi Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara dan pemangku kepentingan lainnya yang dapat menjadi petunjuk dalam menentukan arah investasi pembangunan berperspektif pengurangan risiko bencana. Hal ini selanjutnya akan melahirkan program-program pembangunan yang secara aktual dilaksanakan dan diharapkan dapat mewujudkan pembangunan yang aman dan berkelanjutan. Serangkaian proses yang akan dilaksanakan oleh APIK diarahkan untuk mencapai 3 tujuan utama, yaitu: 1. Penguatan kapasitas lembaga/institusi pemerintah dan pihak swasta. 2. Peningkatan kapasitas sumber daya manusia.
18
Melalui skema Dana Ketangguhan, Prorgam USAID APIK bekerja sama dengan Universitas Halu Oleo untuk memberdayakan masyarakat lokal dengan pendekatan adaptasi perubahan iklim di Teluk Starring, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Ibu-ibu kelompok kerja masyarakat sedang membuat instalasi bio-reeftech yang diharapkan dapat tumbuh menjadi terumbu karang dan rumah bagi ikan. Pada akhirnya diharapkan aplikasi teknologi ini dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan ketangguhan mereka dengan adanya sumber mata pencaharian. © Oscar Siagian/USAID APIK
3. Mendorong lahirnya kebijakan-kebijakan yang berpihak pada isu lingkungan, adaptasi perubahan iklim dan pengurangan resiko bencana dalam tata kelola pemerintahan dan perencanaan pembangunan. Pembelajaran Program USAID APIK di Sulawesi Tenggara senantiasa merespon momentum pembangunan yang terjadi di daerah, misalnya: 1. Memanfaatkan momen tahun perencanaan pembangunan Kabupaten Konawe Selatan, RPJMD 2016–2021 dalam mengintegrasikan agenda API PRB, serta berkesempatan memanfaatkan momentum revisi RPJMDes terhadap RPJMD. 2. Integrasi agenda API PRB ke dalam Rencana Kerja (RENJA) empat SKPD yaitu Dinas Kelautan dan Perikanan, BPBD, Badan Lingkungan Hidup Daerah, dan Dinas Pertanian di Konawe Selatan; RENJA 2017 dan BPBD Kota Kendari dan Rencana Kontigensi Banjir Kota Kendari. Capaian ini berkontribusi berupa jumlah dokumen perencanaan pemerintah yang merefleksikan agenda API PRB. 3. Membangun sistem dan jaringan komunikasi yang baik dan lebih luas dengan beberapa staf senior sebagai staf kunci di beberapa institusi pemerintah dan SKPD terkait. Hal ini dalam usaha mengoptimalkan koordinasi yang cepat dan efektif antara BAPPEDA Provinsi Sultra, dan juga beberapa SKPD kunci seperti BLHD, BPBD, Pertanian dan DKP, BMKG, Biro Perencanaan dan Hukum Pemerintah, Sekretariat Daerah.
19
4. Di Kabupaten Konawe Selatan, upaya pengintegrasian agenda API PRB juga telah diimplementasikan sampai ke tingkat desa. Sebanyak delapan desa di Konawe Selatan telah melaksanakan hal ini melalui penyelarasan agenda API PRB ke dalam dokumen RPJMDes. 5. Memfasilitasi proses administrasi dan persuratan serta mengkoordinasikan kegiatan ke level pengambil kebijakan. Selain itu, pemerintah juga berperan dalam memfasilitasi ruang-ruang pertemuan, dan sarana pendukung lainnya. Tantangan Dinamika perpolitikan seperti masa transisi pemerintahan dan restrukturisasi Organisasi Perangkat Daerah (OPD) melalui Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 2016 tentang Pembentukan, Jenis dan Kriteria Tipelogi Perangkat Daerah sebagai turunan dari Undang-Undang No 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah mempengaruhi posisi/rotasi/mutasi pejabat teknis di lingkup Pemerintah Daerah. Dalam perjalanan satu tahun program USAID APIK di Sulawesi Tenggara, tampak bahwa pimpinan SKPD dan kepala daerah terkait dengan isu-isu API-PRB masih memiliki perhatian dan pemahaman yang terbatas. Beberapa permasalahan yang terjadi di Sulawesi Tenggara yang menjadi tantangan dalam rencana pembangunan antara lain: 1. Pemahaman mengenai API PRB di kalangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan beberapa instansi potensial lainnya sangat terbatas. Hal ini mempengaruhi proses-proses pengintegrasian agenda APIK ke dalam agenda pembangunan daerah, sementara sesi-sesi khusus untuk peningkatan pengetahuan/kapasitas belum banyak dilakukan. 2. Minimnya kapasitas aparatur perencana daerah dalam memahami dan mengimplementasikan beberapa regulasi tentang penganggaran pembangunan di daerah. Para perencana di daerah tidak fleksibel dalam menerjemahkan regulasi dari pusat untuk disesuaikan dengan kebutuhan daerah. 3. Pengendalian tata ruang dan peruntukkannya serta sistem koordinasi antar daerah. 4. Minimnya kebijakan daerah yang berorientasi pada lingkungan termasuk sistem perencanaan dan penganggaran daerah yang berorientasi pada upaya adaptasi perubahan iklim, dari perencanaan pembangunan tingkat daerah sampai di desa. 5. Rendahnya pengetahuan masyarakat tentang pentingnya menjaga lingkungan, informasi tentang perubahan iklim dan resiko bencana yang ditimbulkan. 6. Terbatasnya sistem informasi cuaca dan iklim bagi masyarakat yang sangat rentan dan bergantung pada informasi tersebut, antara lain petani, nelayan, peternak dan pelaku usaha kecil lainnya. 7. Minimnya keterlibatan sektor swasta dalam isu-isu lingkungan dan perubahan iklim. 8. Minimnya sistem pengawasan dan evaluasi secara berkala, transparan dan akuntabel terhadap pelaksanaan perencanaan maupun pelaksanaan kebijakan yang ditetapkan. Rencana Strategi Untuk mengoptimalkan pembelajaran dan merespon tantangan, strategi yang telah disiapkan adalah: 1. Meningkatkan pengetahuan/pemahaman tentang adaptasi perubahan iklim dan pengurangan risiko bencana di kalangan pemangku kepentingan (termasuk masyarakat) di Sulawesi Tenggara melalui kegiatan kampanye, dengan juga memasukkan isu tata ruang dan peruntukkannya. 2. Membangun mekanisme/sistem koordinasi antar daerah di level pemerintah.
20
3. Berkontribusi pada penguatan regulasi dan kebijakan daerah yang berorientasi pada lingkungan dan upaya adaptasi perubahan iklim, dari perencanaan pembangunan tingkat daerah sampai di desa. 4. Membangun sistem informasi cuaca dan iklim bagi masyarakat yang sangat rentan dan bergantung pada informasi tersebut, antara lain petani, nelayan, peternak dan pelaku usaha kecil lainnya. 5. Mendorong keterlibatan sektor swasta secara aktif dalam program-program pelestarian lingkungan dan isu-isu adaptasi perubahan iklim. 6. Penguatan Pokja API PRB (yang diharapkan dapat berkontribusi secara aktif ) dalam proses-proses perencanaan pembangunan daerah. Kegiatan 2017 Strategi program USAID APIK di Sulawesi Tenggara dituangkan melalui beberapa kegiatan yaitu: 1. Legalisasi pembentukan Pokja API PRB Provinsi Sulawesi Tenggara dan Kabupaten Konawe Selatan, yang dilanjutkan dengan menyiapkan serangkaian kegiatan penguatan kapasitas bagi anggota Pokja dan staf SKPD. 2. Legalisasi Nota Kesepahaman dan Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara, Kota Kendari dan Kabupaten Konawe Selatan dengan Program USAID APIK. 3. Meningkatkan kemampuan personil SKPD dan Pokja dan penyiapan forum diskusi tentang risiko bencana dengan mempertimbangkan risiko lintas batas (level bentang lahan) dalam rangka menggalang kerjasama antara wilayah/daerah. 4. Menyiapkan dan mengulas RPJMD dan RPJMDes berbasis API PRB dengan melatih aparat desa intervensi Program USAID APIK terkait penyiapan usulan perencanaan pembangunan desa berbasis pengelolaan lingkungan (Permendes Nomor 22 Tahun 2016 dan Tentang Penetapan Prioritas Pembangunan Dana Desa Tahun 2017). 5. Mendampingi penyusunan RPJMD hasil Pemilu Kepala Daerah 2017 Kota Kendari sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah. 6. Mengkaji dan memperkuat regulasi dan kebijakan Kabupaten Konawe Selatan tentang penanganan bencana hidrometereologi. 7. Penguatan kapasitas Pokja dan staf Pemerintah Daerah dalam melaksanakan kajian kebijakan publik terkait isu-isu lingkungan. 8. Penguatan media lokal dan kampanye API PRB dengan menyediakan informasi yang relevan mengenai kondisi iklim dan bencana serta membangun jejaring dan pengembangan sistem untuk berbagi informasi melalui media. 9. Merancang pertemuan dan diskusi yang melibatkan anggota DPRD, sektor swasta/pelaku bisnis dan tokoh masyarakat lainnya untuk memberikan gambaran tentang kondisi lingkungan Sulawesi Tenggara, perubahan iklim dan resiko bencana. 10. Kolaborasi rencana kegiatan dengan para spesialis lainnya dalam hal penguatan sistem informasi cuaca dan iklim bagi masyarakat yang rentan, serta kegiatan-kegiatan lainnya dalam hal pengutan kapasitas sumber daya manusia dan institusi di wilayah Sulawesi Tenggara.
21
MALUKU
Selama satu tahun perjalanan Program USAID APIK di Maluku, pembelajaran dan peluang yang ditemukan hampir sama dengan yang dihadapi di Jawa Timur dan Sulawesi Tenggara namun terdapat pula karakteristik persoalan, peluang dan tantangan dalam pelaksanaan kegiatan API PRB. Contoh peluang yang ada misalnya keterlibatan gereja dalam melakukan advokasi terkait lingkungan maupun kebencanaan, dan mengoptimalkan tim/kelompok bencana yang sudah ada/ terbentuk. Secara umum tantangan yang dihadapi adalah: 1. Rendahnya kesadaran masyarakat terhadap pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan. 2. Minimnya sistem informasi bagi pelaku usaha yang rentan terhadap kondisi perubahan iklim seperti petani dan nelayan. 3. Terbatasnya kebijakan daerah yang terkait dengan upaya adaptasi perubahan iklim dari level Pemerintah Kabupaten/Kota sampai level desa. 4. Pelaksanaan kegiatan API PRB masih dipandang sebagai kewenangan penuh dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah atau Bappedda saja. 5. Belum tersedianya dana di semua SKPD khusus untung kegiatan API PRB. 6. Rendahnya kerjasama pemerintah dan pihak swasta dalam menyikapi permasalahan perubahan iklim, yang diakibatkan oleh terbatasnya pemahaman pengetahuan dan kepentingan. 7. Rendahnya penegakan hukum, khususnya dalam pengendalian dan pengelolaan lingkungan hidup dan tata ruang.
22
Samuel Hetharion, biasa dipanggil Sammy merupakan salah satu contoh masyarakat yang turut berpartisipasi dan ikut andil dalam praktik adaptasi. Sammy, pemilik pembibitan sekaligus Ketua Kelompok Petani Spirit di Negeri Lilibooi, Kabupaten Maluku Tengah dapat menjadi contoh bagaimana mata pencahariannya berkontribusi dalam upaya reforestasi yang penting untuk mengurangi risiko bencana. © Oscar Siagian/USAID APIK
Rencana Strategi Dari tantangan yang ada diatas, maka APIK di Maluku memiliki strategi, diantaranya adalah: 1. Komunikasi intensif dengan multi stakeholders (Diskusi & sharing). 2. Advokasi terhadap semua stakeholder, termasuk diantaranya mengenai: • Penyiapan dukungan partisipasi masyarakat untuk ruang terbuka hijau. • Penguatan Pokja Kabupaten/Kota dan dukungan terhadap forum API. • Meningkatkan kemampuan personil SKPD dan penyiapan dokumen kajian risiko bencana dengan mempertimbangkan risiko lintas batas (level bentang lahan) untuk menggalang kerjasama antar daerah. • Inisiasi dan penguatan forum API di daerah untuk strategi keberlanjutan kegiatan.
23
KESIMPULAN
Ruang intervensi APIK pada level nasional dan daerah dibatasi oleh lingkup tujuan dan capaian yang telah dirumuskan dokumen rencana kerja. Untuk menerjemahkannya ke dalam tata kelola pemerintahan untuk Adaptasi Perubahan Iklim (API) dan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) mengharuskan pemerintah untuk mengambil peran aktif dalam mewujudkan pergeseran persepsi dari pemangku-kepentingan lainnya. Langkah-langkah untuk membantu efek perubahan meliputi: 1. Membangun koalisi untuk perubahan 2. Meyakinkan dan mengajak pihak yang menentang 3. Menciptakan dan mendorong aktifitas ekonomi baru, terutama melalui peran dunia usaha 4. Menciptakan atau mendayagunakan aktor/kelembagaan yang telah ada atau yang baru 5. Merealisasikan gagasan ke dalam kegiatan yang lebih dapat dirasakan manfaatnya 6. Mengembangkan dan menyebarkan teknologi yang sifatnya lokal dan memunculkan cara-cara baru dalam melakukan sesuatu. Peluang dan tantangan serta strategi untuk merespon tantangan merupakan jalan untuk memastikan kegiatan program USAID APIK dapat diterima oleh semua pemangku kepentingan.
24
Bakau di Desa Puasana, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Bakau yang sehat di pesisir pantai merupakan tanggul alami yang baik sebagai penahan abrasi dan banjir rob. Area pesisir merupakan salah satu fokus kerja Program USAID APIK yang bekerja di Kendari dan Konawe Selatan di Sulawesi Tenggara serta Maluku. © Oscar Siagian/USAID APIK
25
BIOGRAFI PENULIS Ari Mochamad Ari Mochamad memulai aktifitas kegiatan adaptasi perubahan iklim pada 2007 saat bekerja di WWF Indonesia. Pengalaman bekerja Dewan Nasional Perubahan Iklim (2010–2015), memperkaya informasi dan pengetahuan di bidang adaptasi perubahan iklim pada level nasional dan internasional. Gelar Doktornya diraih pada Program Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia tahun 2015, dengan Disertasi Model Modal Sosial dalam Membangun Kebijakan Perubahan Iklim; Mewujudkan Rencana Aksi Adaptasi Perubahan Iklim di Indonesia. Di program USAID APIK saat ini sebagai Penasihat Spesialis Tata Kelola/ Pengembangan Institusi.
Putra Dwitama Saat ini bekerja sebagai Executing Agency Liaison Officer di Program USAID Adaptasi Perubahan Iklim dan Ketangguhan (APIK) dan “ditugaskan” sebagai Manajer Program di Sekretariat RAN API Bappenas. Dengan latar belakang Politik dan Ekonomi Perencanaan Kebijakan Publik, sejak tahun 2012 aktif menggeluti isu pembangunan, perencanaan pembangunan dan penganggaran, terutama dalam mendorong pengarusutamaan dan penyediaan perangkat kebijakan dan peraturan terkait adaptasi perubahan iklim dan pembangunan berkelanjutan. Sebelum bergabung bersama APIK, tercatat sebagai Tenaga Ahli Monev Pembangunan di Bappenas dan National Partnership Coordinator pada Program Asian Cities Climate Change Resilience Network (ACCCRN) Mercy Corps Indonesia yang didanai oleh Rockefeller Foundation untuk 5 (lima) negara, yaitu Indonesia, Thailand, Vietnam, India dan Bangladesh.
Herry Susanto Saat ini selaku Spesialis Tata Kelola/Pengembangan Institusi untuk Program USAID APIK di Provinsi Jawa Timur. Pernah bergabung pada beberapa program USAID seperti Local Governance Support Program (LGSP), KINERJA, dan PERFORM. Kekuatannya dalam berjejaring dengan para pemangku kepentingan daerah merupakan kunci dalam pembelajaran untuk program adaptasi perubahan iklim.
Dianna Chaidir Waode Anna Dianna Sastri Chaidir (Diana Chaidir), meraih gelar master Pengelolaan dan Pembangunan Urban dari Institute for Housing and Urban Development Studies di Universitas Erasmus, Belanda. Diana telah bekerja lebih dari 20 tahun di bidang pembangunan ekonomi lokal dan pemberdayaan masyarakat, serta program lingkungan dan adaptasi perubahan iklim. Saat ini Diana bekerja di Program USAID Adaptasi Perubahan Iklim dan Ketangguhan (APIK) sebagai Spesialis Tata Kelola/ Pengembangan Institusi di Sulawesi Tenggara.
Desi Patty Desi Patty, lulusan dari Politeknik Negeri Ambon jurusan Teknik Sipil. Bekerja sejak tahun 2002 pada kegiatan-kegiatan kemanusiaan bersama masyarakat. Berpengalaman membangun kemitraan yang baik dengan pemerintah. Saat ini bekerja di Program USAID Adaptasi Perubahan Iklim dan Ketangguhan sebagai Spesialis Tata Kelola Pemerintah/Pengembangan Institusi di Maluku. 26