KONSEP IMPLEMENTASI ADAPTASI SEKTORAL PERUBAHAN IKLIM
Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas udara Deputi Bidang Klimatologi BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA 2014 Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
3
KONSEP IMPLEMENTASI ADAPTASI SEKTORAL PERUBAHAN IKLIM Penulis: Antoyo Setyadi Pratikto, Mugni Hadi Hariadi, Edvin Aldrian, Dede Tarmana, Anton Siswadi, Mamenun, Budi Suhardi, Roni Kurniawan & Mia Khusnul Khotimah, Mamat H.S, Reni Mayasari, Maslan Lamria dkk, Ann Natalia Umar & Athena Anwar, Syofyan Hasan, Yetti Rusli & Machfudz, E.K.S. Harini Muntasib, Sabungan H. Hutapea Dewan editor dan reviewer:
Prof. Dr. Edvin Aldrian, B.Eng, M.Sc, APU, Dr. Ir. Dodo Gunawan, DEA, Drs. Budi Suhardi, DEA, Hadi Suyono, M.Si, Mugni Hadi Hariadi, S.Si, Mamenun, M.Si, Helvianna Surbakti, S.Kom
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) KONSEP IMPLEMENTASI ADAPTASI SEKTORAL PERUBAHAN IKLIM vi + 322 halaman, 20 cm x 26 cm ISBN: 978-602-19508-8-3
Diterbitkan oleh : Pusat Penelitian dan Pengembangan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Jl. Angkasa 1 No.2, Kemayoran, Jakarta Pusat - Indonesia. Telp. +62-21-4246321. Fax : (+6221) 4246703 Terdaftar sebagai anggota IKAPI No. 464/DKI/IX/2013
© Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara Deputi Bidang Klimatologi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, 2014 Hak cipta dilindungi undang-undang, dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit.
4
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR
D
Dengan mengucap syukur kepada Allah –SWT – Yang TuhanMaha YangKuasa, Mahabuku Kuasa, engan mengucap rasa rasa syukur kepada Allah SWT Tuhan buku hasil hasil kegiatan kegiatan”Konsep ”KonsepImplementasi ImplementasiAdaptasi AdaptasiSektoral SektoralPerubahan PerubahanIklim” Iklim” telah telah terbit.terbit. Kegiatan ini merupakan salahsalah satu upaya untukuntuk menjembatani kepentingan Badan Kegiatan ini merupakan satu upaya menjembatani kepentingan Badan Meteorologi, Klimatologi, danGeofisika Geofisika (BMKG) (BMKG) sebagai institusi Meteorologi, Klimatologi, dan institusipemerintah pemerintahyang yang mempunyai tugas dandan tanggung jawab dalam memberikan informasi cuaca dan iklim, mempunyai tugas tanggung jawab dalam memberikan informasi cuaca dan iklim, dengan masyarakat sebagai pengguna informasi dalam upaya mitigasi dan adaptasi dengan masyarakat sebagai pengguna informasi dalam upaya mitigasi dan adaptasi menghadapi perubahan iklim di berbagai sektor, seperti sektor pertanian, kehutanan, menghadapi perubahan iklim di berbagai sektor, seperti sektor pertanian, kehutanan, infrastruktur, kesehatan, perikanan, sumber dayadaya air, energi, dandan pariwisata. infrastruktur, kesehatan, perikanan, sumber air, energi, pariwisata. KegiatanKegiatan yang diprakarsai oleh Pusatoleh Perubahan Iklim dan Kualitas Udara ini merupakan yang diprakarsai Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara ini kegiatan lanjutankegiatan (follow-up) dari serangkaian internasional perubahan iklim merupakan lanjutan (follow-up) workshop dari serangkaian workshop internasional yang telah dilaksanakan Kegiatan ini diselenggarakan bentuk Forum perubahan iklim yang sebelumnya. telah dilaksanakan sebelumnya. Kegiatan inidalam diselenggarakan dalam Group Discussion (FGD)Discussion dengan (FGD) melibatkan sektor terkait. Adapun bentuk Forum Group dengandelapan melibatkan delapan sektor terkait.tujuan Adapun kegiatan ini adalah untuk merangkum informasi tentang kebutuhan informasi cuaca, iklim tujuan kegiatan ini adalah untuk merangkum informasi tentang kebutuhan informasi dancuaca, perubahan iklim,perubahan melengkapi informasi dan masukan yangpengguna belum iklim dan iklim, melengkapi informasidari danpengguna masukan dari tertampung, dan membuat dokumentasi informasi secara lengkap dari 8 sektor terkait yang belum tertampung, dan membuat dokumentasi informasi secara lengkap dari 8 untuk mendukung kegiatan implementasi adaptasi perubahan iklim. sektor terkait untuk mendukung kegiatan implementasi adaptasi perubahan iklim. Melalui kegiatan ini diharapkan BMKG dapat memperoleh masukan tentang informasi Melalui kegiatan ini diharapkan BMKG dapat memperoleh masukan tentang yang dibutuhkan oleh sektor, sehingga informasi yang diberikan tepat sasaran. Selain informasi yang dibutuhkan oleh sektor, sehingga informasi yang diberikan tepat sasaran. itu, kegiatan ini juga menjadi ajang diseminasi produk informasi yang telah dihasilkan Selain itu, kegiatan ini juga menjadi ajang diseminasi produk informasi yang telah terutama oleh Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara. dihasilkan terutama oleh Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara. Akhir kata, saya mengucapkan terima kasih kepada semua anggota tim yang telah Akhir kata, saya mengucapkan terima kasih kepada semua anggota tim yang telah menyelenggarakan kegiatan dengan baik, serta kepada perwakilan dari semua sektor menyelenggarakan kegiatan dengan baik, serta kepada perwakilan dari semua sektor yang telah turut berpartisipasi dan memberikan masukan membangun. yang telah turut berpartisipasi dan memberikan masukan membangun. Jakarta, Juni 2014 Jakarta, Juni 2014 Deputi Bidang Klimatologi Deputi Bidang Klimatologi
Dr. Sulistya,DEA DEA Dr. Widada Widada Sulistya,
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
i 5
iii
SEKAPUR SIRIH
P
ertama-tama marilah kita panjatkan puji dan puja serta syukur kita ke hadirat Allah SWT atas rahmatnya sehingga pembuatan buku Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim ini dapat diselesaikan. Buku ini disusun setelah melalui perjalanan panjang Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dalam melakukan dialog dengan sektoral dalam hal layanan cuaca dan iklim yang selama ini dilakukan. Secara tradisional layanan cuaca dan iklim BMKG menyangkut masalah transportasi dan pertanian. Pada perkembangan selanjutnya kebutuhan layanan cuaca dan iklim meluas ke berbagai sektor atau bidang kehidupan lainnya. Pada dasarnya hampir seluruh aspek kehidupan tidak dapat lepas dari kebutuhan layanan informasi cuaca dan iklim. Sejak tahun 2009 hingga tahun 2013 BMKG telah melaksanakan rangkaian internasional workshop layanan informasi cuaca dan iklim sektoral dengan memilih dua sektor per tahun. Secara berturut turut sektor yang ditangani sejak tahun 2009 adalah sumber daya air dan energi, 2010 adalah kesehatan dan infrastruktur, 2011 adalah pertanian dan kehutanan dan 2012 transportasi dan pariwisata. Pada masing-masing workshop ditampilkan pembicara baik dari BMKG sebagai penyedia informasi, instansi pengguna, masyarakat atau akademisi dan expert internasional. Secara global kebutuhan layanan informasi cuaca dan iklim semakin mendesak karena adanya permasalahan global seperti perubahan iklim, kerusakan lingkungan, bencana, pembangunan berkelanjutan dan ketahanan pangan dan energi. Optimalisasi kegiatan dan aktivitas diperlukan terlebih atas desakan demografi yaitu tingkat populasi dunia yang sedemikian tinggi yang membutuhkan perencanaan yang tepat guna sehingga mengurangi kerugian material dan keterlambatan proses. Fungsi dari informasi cuaca dan iklim pada masing masing sektor akan sangat beragam dan memerlukan penyesuaian yang cukup berarti. Dalam pengelolaan pertanian dan perikanan dikenal istilah smart farming dan smart fishing dimana kebutuhan akan pemanfaatan informasi cuaca dan iklim sudah tidak bisa dielakkan lagi. Dalam hal ketahanan pangan dan energi maka informasi cuaca dan iklim menjadi sangat relevan terutama dalam melihat secara kacamata regional dan global dalam pengaturan perdangangan pangan dan aliran energi sehingga didapat perencanaan yang lebih matang. Perencanaan kalender tanam dapat dilakukan secara dinamis dan sinkron dengan perubahan cuaca iklim terkini yang dapat menghadirkan optimalisasi di dunia pertanian.
6ii
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
SEKAPUR SIRIH
Sektor energi membutuhkan sumber informasi cuaca dan iklim terutama bagi sektor energi baru dan terbarukan dimana sebagian besar sumber energi tersebut berhubungan dengan informasi cuaca dan iklim. Sektor kesehatan mendambakan sumber informasi cuaca dan iklim yang embedded di layanan informasi kesehatan sebagai upaya preventif dampak epidemi penyakit. Sektor infrastruktur sangat membutuhkan informasi cuaca dan iklim dalam pola pembangunan jangka panjang dengan melihat faktor perubahan pola cuaca dan iklim. Sektor pariwisata merupakan sektor yang mau tidak mau sangat bergantung pada pola cuaca dan iklim demi kenyamanan wisatawan. Pada tataran global telah terjadi perkembangan layanan informasi iklim terlebih dalam pembentukan Kerangka Kerja Layanan Iklim Global (Global Framework for Climate Services). Pembentukan GFCS dilakukan oleh Badan Meteorologi Dunia (World Meteorological Organization) dalam acara World Climate Conference 3 pada tahun 2009. Pada pembentukan GFCS disadari untuk menjalankan 5 pilar pelaksanaan GFCS yaitu Observation and Monitoring, Research Modeling and Prediction, User Interface, Climate Service Information, dan Capacity Building. Sedangkan fokus area pelaksanaan GFCS saat ini ada pada 4 bidang yaitu sumber daya air, pertanian, kesehatan dan kebencanaan. Dalam kasus lain melihat perkembangan permasalahan perubahan iklim global dimana juga disadari bahwa informasi cuaca dan iklim semakin dibutuhkan dalam hal adaptasi dan mitigasi. Disadari pula tidak ada sektor kehidupan manusia yang tidak tersentuh dengan persoalan perubahan iklim sehingga diperlukan persiapan layanan informasi iklim yang memadai. Meskipun secara sederhana informasi perubahan iklim dibutuhkan tetapi masih belum dimengerti jenis informasi seperti apa sebenarnya yang khusus dibutuhkan pada masing masing sektor. Untuk hal tersebut diperlukan adanya dialog secara terbuka bagaimana kebutuhan sektor yang dapat disediakan dan bagaimana kapasitas yang ada selama ini. Dalam hal layanan perubahan iklim sektoral maka posisi BMKG lebih kepada penyedia informasi sektor di wilayah hulu. Informasi BMKG akan dipakai sebagai masukan sektor untuk melakukan aksi adaptasi dan mitigasi sektoral. Karena kebutuhan sektoral tidak serupa maka perlu dilakukan spesifikasi sektoral yang berbeda satu sama lainnya. Apabila melihat perkembangan global yang terjadi tersebut maka pada tataran nasional sistem layanan iklim sektoral harus juga disiapkan. Dalam hal ini peran BMKG menjadi sangat
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
iii 7
SEKAPUR SIRIH
sentral yaitu sebagai penyedia data dan informasi layanan iklim. Dalam hal ini BMKG perlu melakukan penyesuaian dan belajar untuk beradaptasi terhadap keperluan sektoral akan jenis informasi seperti apa yang sebenarnya dibutuhkan dari sektor dan bagaimana kondisi gap yang saat ini terjadi antara kebutuhan dan kapasitas yang disediakan oleh BMKG. Setelah mengetahui kondisi ini maka akan dibuat produk produk layanan yang disesuaikan dengan kebutuhan tersebut. Jenis informasi dapat berupa layanan data, layanan informasi sederhana, layanan informasi dinamis dan layanan yang sudah disesuaikan (tailored made). Guna menjawab semua permasalahan diatas maka buku ini dihadirkan untuk dapat memberikan tantangan tersebut. Buku ini dibagi dalam dua bagian utama yaitu bagian kapasitas (capacity) dan bagian kebutuhan (need). Bagian kapasitas akan memberikan gambaran kemampuan layanan BMKG yang saat ini tersedia dan masih dalam perencanaan. Sedangkan untuk bagian kebutuhan akan memberikan gambaran kebutuhan informasi yang diperlukan dari BMKG oleh sektoral. Dari kedua bagian tersebut akan terlihat bagaimana perbedaan atau gap yang ada untuk kemudian dilakukan penyesuaian dalam hal layanan BMKG. Pendekatan yang dilakukan ini dapat memberikan gambaran nyata akan kualitas layanan BMKG selama ini yang sudah diterima oleh pihak user. Gambaran yang diberikan oleh buku ini juga dapat memberikan arah pembangunan layanan informasi iklim yang seharusnya disediakan oleh BMKG pada masa mendatang. User atau pembaca dari buku ini diharapkan adalah kalangan internal BMKG, kalangan user pengguna informasi BMKG, akademisi, dan pihak yang terlibat dalam hal interaksi data cuaca dan iklim bagi keperluan adaptasi dan mitigasi sektoral. Terbuka juga kemungkinan user pengguna buku dari kalangan pemerhati lingkungan, praktisi dan manajerial yang aktivitasnya berhubungan dengan kebutuhan informasi cuaca dan iklim. Masih terbuka juga beberapa sektor lain yang belum tersentuh oleh penulisan buku ini. Harapan dari penulis buku bahwa buku ini dapat merupakan buku yang dinamis dimana dapat terjadi perbaikan pada substansi isi pada masa mendatang dengan semakin tingginya kebutuhan akan informasi cuaca dan iklim di masa mendatang. Dengan demikian maka terdapat sinergi antara kebutuhan dan kapasitas yang menjadikan interaksi yang dinamis sehingga dapat dihasilkan suatu layanan cuaca dan iklim yang lebih berdaya guna. Beberapa contoh perbaikan yang mungkin diperlukan adalah kebutuhan akan analisa dampak atau sosial ekonomi yang mungkin belum dirasakan manfaatnya saat ini tetapi mungkin di masa mendatang.
iv 8
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
SEKAPUR SIRIH
Buku ini diharapkan berguna sebagai pedoman dasar bagaimana suatu tindakan aksi adaptasi dan mitigasi sektoral dapat dilaksanakan dengan berdasar kepada ketersediaan data dan informasi yang didapat. Proses aksi adaptasi dan mitigasi dapat dilakukan dengan lebih cepat dan berdaya guna apabila diketahui kebutuhan informasi yang diperlukan dan kemudian dapat disediakan bagaimana selanjutnya disediakan analisa dan pengolahan yang diperlukan. Pada akhirnya kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah melakukan partisipasi aktif selama kegiatan internasional workshop tahunan yang sebelumnya dilakukan dan juga pada kegiatan Forum Group Discussion dalam penyiapan materi dari berbagai sektor dalam pembuatan buku ini. Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak dengan cakupan yang seluas mungkin dan menjadi acuan yang baik untuk aksi adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim dan kegiatan operasional sehari- hari dari sektor. Januari 2014
Prof. Dr. Edvin Aldrian Kepala Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara BMKG Periode Mei 2009 – Februari 2014
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
v 9
DAFTAR ISI i ii vi
KATA PENGANTAR SEKAPUR SIRIH DAFTAR ISI KAPASITAS INFORMASI IKLIM
2
Sektor Pertanian. Antoyo Setyadi Pratikto
25
Sektor Sumber Daya Air. Mugni Hadi Hariadi
45
Sektor Energi. Edvin Aldrian
64
Sektor Kesehatan. Dede Tarmana
84
Sektor Infrastruktur. Anton Siswadi
99
Sektor Kehutanan. Mamenun
120
Sektor Pariwisata. Budi Suhardi
134
Sektor Transportasi. Roni Kurniawan & Mia Khusnul Khotimah Foto Kegiatan : Pembahasan Kegiatan Penyusunan Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Sektor Transportasi Dan Energi KEBUTUHAN INFORMASI IKLIM
vi 10
154
Sektor Pertanian. Mamat H.S
167
Sektor Sumber Daya Air. Reni Mayasari
184
Sektor Energi. Maslan Lamria dkk
196
Sektor Kesehatan. Athena Anwar
212
Sektor Infrastruktur. Syofyan Hasan
223
Sektor Kehutanan. Yetti Rusli & Machfudz
251
Sektor Pariwisata. E.K.S. Harini Muntasib
272
Sektor Transportasi. Sabungan H. Hutapea
292
MATRIKS KEBUTUHAN SEKTORAL
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
KAPASITAS INFORMASI IKLIM DAN CUACA BMKG
PERANAN INFORMASI IKLIM DAN PERUBAHAN IKLIM DALAM UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI PERTANIAN Oleh: Antoyo Setyadipratikto (Advisor Klimatologi, GIZ DATACLIM-BMKG)
2
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
PERANAN INFORMASI IKLIM DAN PERUBAHAN IKLIM DALAM UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI PERTANIAN
Oleh: Antoyo Setyadipratikto (Advisor Klimatologi, GIZ DATACLIM-BMKG)
I.
PENDAHULUAN
Iklim merupakan salah satu elemen dasar untuk memahami fenomena alam dan perkembangan peradaban sepanjang sejarah. Perubahan iklim menentukan sebagian besar modifikasi alam dan budaya manusia, karena umat manusia harus beradaptasi dengan perubahan kondisi yang kadang menjadi elemen penting yang dapat meningkatkan atau mengancam eksistensinya. Serangkaian perubahan dalam struktur dan komposisi bumi sudah terjadi sejak pembentukannya sebagai salah satu planet dalam tata surya sampai saat ini. Perubahan ini mempengaruhi seluruh bagian utamanya yakni atmosfer, hidrosfer, geosfer dan biosfer. Perbedaan geografis dalam radiasi matahari, yang jauh lebih tinggi di ekuator daripada di kutub, menghasilkan gerakan masa udara. Masa udara yang dipanaskan di daerah ekuator menyebabkan hujan badai hebat saat udara panas naik. Variasi iklim menjadi faktor utama dalam keanekaragaman dan kemunculan spesies-spesies baru. Sejak zaman dahulu iklim dianggap sebagai faktor terpenting dalam pengaturan budaya manusia, karena manusia harus beradaptasi dengan lingkungan tempat tinggalnya yang sebagian besar merupakan hasil aksi faktor iklim yang beragam di seluruh lingkungan. Perubahan menjadi begitu besar dengan munculnya apa yang disebut dengan Revolusi Industri. Masa ini dicirikan dengan temuan dan perkembangan mesin uap serta pengenalan bahan bakar fosil (mula-mula batu bara, kemudian minyak bumi) sebagai sumber energi utama menggantikan kayu bakar dari hutan yang semakin langka. Banyak protes mulai bermunculan terhadap modifikasi alam yang berlebihan selama bertahun-tahun, manusia telah berlaku kasar terhadap planet ini karena kebutuhan dan teknik yang digunakan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Sepanjang periode sejarah, terutama selama revolusi industri dan seterusnya, kemampuan manusia berdampak besar pada lingkungan, sehingga kita mulai memiliki data yang jelas tentang efek merugikan bagi lingkungan dan bagi diri sendiri, yang merupakan bagian yang tak terpisahkan diantaranya adalah perubahan iklim. Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
3 1
Perubahan iklim terjadi secara
tetapi dampak yang dirasakan be
secara lokal. Indikasi dari perubah
tersebut yakni adanya perubahan p
intensitas berbagai parameter ikli suhu
udara,
curah
hujan,
kelembaban, tutupan awan dan pen Adanya
perubahan
iklim
mempengaruhi aktivitas manusia dib kegiatan,
diantaranya
adalah
kegiatan petani. Gambar 1. Tren suhu udara global di permukaan lapisan tropopause Gambar 1. Tren suhu udaradan global di permukaan dan lapisan tropopause (Sumber: BMKG-ICCTF-IPCC). (Sumber: BMKG-ICCTF-IPCC).
Pergeseran musim dan pergeseran puncak hujan sertasecara perubahan panjang Perubahan iklim terjadi secara global tetapi dampak yang dirasakan bervariasi sangat mengganggu tanam danperubahan produktivitas disektor pertanian, sehingga dip lokal. Indikasi dari perubahan iklim tersebutpola yakni adanya pola dan intensitas upaya-upaya adaptasi manusia terhadaptutupan lingkungan disekitarn berbagai parameter iklim yaitu suhu udara, yang curah dilakukan hujan, angin, kelembaban, pengaturan iklim lingkungan yang lebih nyaman. Seluruh masyarakat awan dan penguapan.perlunya Adanya perubahan akan mempengaruhi aktivitas manusia diberbagai kegiatan, diantaranya siklus kegiatan petani. profesinya, adalah sebenarnya dapat berkontribusi dalam usaha adaptasi perubaha
diberbagai sektor termasuk disektor pertanian. Semakin serius kita melakukan
Pergeseran musim dan pergeseran puncak hujan serta perubahan panjang musim adaptasi, kian terasa nyaman dalam menghadapi perubahan iklim. Bagi petan sangat mengganggu pola tanam dan produktivitas disektor pertanian, sehingga melakukan terhadap manusia perubahanterhadap iklim diantaranya diperlukan upaya-upaya adaptasiadaptasi yang dilakukan lingkunganadalah menin pengetahuan dan informasi yang tentang perubahan iklim antara lain melalui Sekolah disekitarnya dan perlunya pengaturan lingkungan lebih nyaman. Seluruh masyarakat Iklim, Sistem Peringatan Dini dandalam Sistemusaha Jaringan Informasi Iklim, disamping menye apapun profesinya, sebenarnya dapat berkontribusi adaptasi perubahan kalender tanam dan jenis komoditas yang akan ditanam. Di Indonesia pemerintah iklim diberbagai sektor termasuk disektor pertanian. Semakin serius kita melakukan upaya adaptasi, kian terasa nyaman dalam menghadapi perubahan iklim. Bagidipetani Kementerian Pertanian, melakukan upaya-upaya adaptasi sektor pertanian ant upaya melakukan adaptasi terhadap perubahan iklimvarietas diantaranya meningkatkan dengan menciptakan berbagai ungguladalah adaptif, menerapkan teknologi peng pengetahuan dan informasi tentang perubahan iklim antara melalui Sekolah sumber daya air dan mengaplikasikan teknologilain pengelolaan sumber daya lahan. Lapang Iklim, Sistem Peringatan Dini dan Sistem Jaringan Informasi Iklim, disamping menyesuaikan kalender tanam dan jenis komoditas yang akan ditanam. Di Indonesia II. DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP SEKTOR pemerintah melalui Kementerian Pertanian, melakukan upaya-upaya adaptasi di sektor Perubahan iklim yang terjadi di masa lalu bisa dideteksi oleh perubahan yan pertanian antara lain dengan menciptakan berbagai varietas unggul adaptif, menerapkan dengan pola sebaran populasi dan pertanian. Perubahan iklim yang drastis, cepat da teknologi pengelolaan sumber daya air dan mengaplikasikan teknologi pengelolaan menyebabkan kerusakan pada tanaman. Tanaman akan mati dengan cepat sehing sumber daya lahan. kondisi tertentu lahan dapat menjadi gundul. Akibatnya pelepasan CO2 ke atmosfer
4 2
tinggi dan terjadilah peningkatan konsentrasi gas-gas rumah kaca (GRK) yang menim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
II.
DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP SEKTOR
Perubahan iklim yang terjadi di masa lalu bisa dideteksi oleh perubahan yang terkait dengan pola sebaran populasi dan pertanian. Perubahan iklim yang drastis, cepat dan besar menyebabkan kerusakan pada tanaman. Tanaman akan mati dengan cepat sehingga pada kondisi tertentu lahan dapat menjadi gundul. Akibatnya pelepasan CO2 pemanasan global. Pemanasan global telah terjadi dalam skala luas, termasuk di Indonesia ke atmosfer menjadi tinggi dan terjadilah peningkatan konsentrasi gas-gas rumah kaca yang ditandai dengan berbagai indikator. Seperti diketahui bahwa ada 4 (empat) indikator (GRK) yang menimbulkan pemanasan global. Pemanasan global telah terjadi dalam skala utama terjadinya pemanasan global, yakni peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK), luas, termasuk di Indonesia yang ditandai dengan berbagai indikator. Seperti diketahui peningkatan permukaan bumi, peningkatan paras muka laut dan berkurangnya tutupan bahwa ada suhu 4 (empat) indikator utama terjadinya pemanasan global, yakni peningkatan salju di daratan. tersebut bisa ditemukan di Indonesiabumi, meskipun ada yang konsentrasi gasSemua rumahindikator kaca (GRK), peningkatan suhu permukaan peningkatan paras muka laut dan berkurangnya tutupan salju di daratan. indikator tersebut nyata/pasti seperti kenaikan konsentrasi gas rumah kaca (GRK)Semua dan yang tidak pasti yakni bisa ditemukan Indonesia meskipun peningkatan parasdimuka air laut (MSL). ada yang nyata/pasti seperti kenaikan konsentrasi gas rumah kaca yang tidak pastikonsekuensi yakni peningkatan paras muka laut (MSL). Kenaikan suhu(GRK) mukadan bumi membawa pada naiknya parasairmuka air laut, kenaikan ini dipicu molekul air di laut akibat suhuparas yangmuka lebihairtinggi Kenaikan suhu oleh mukamemuainya bumi membawa konsekuensi pada naiknya laut, di permukaan selain penambahan air dari lelehan salju suhu didaratan. Di Indonesia kenaikan ini dipicuadanya oleh memuainya molekul air di laut akibat yang lebih tinggi
di permukaan selain adanya oleh penambahan air dari(BIG, lelehan salju Informasi didaratan. Geospasial) Di Indonesia di pengukuran yang dilakukan Bakosurtanal Badan pengukuran yang dilakukan oleh Bakosurtanal (BIG, Badan Informasi Geospasial) di Jakarta, Semarang, Batam, Kupang, Sorong dan Biak diketahui bahwa laju rata-rata
Jakarta, Semarang, Batam, Kupang, Sorong dan Biak diketahui bahwa laju rata-rata kenaikan paras muka laut adalah 5 - 10 mm per tahun. Rata-rata tahunan level muka laut kenaikan paras muka laut adalah 5 - 10 mm per tahun. Rata-rata tahunan level muka laut global pada masa lampau sampai kini (1880-2010) cenderung mengalami kenaikan (IPCC global pada masa lampau sampai kini (1880-2010) cenderung mengalami kenaikan (IPCC WG I AR-4, 2007). WG I AR-4, 2007).
Gambar 2. 2. Proses Proses pemanasan pemanasan global gas rumah Gambar global akibat akibat efek efek gas rumah kaca kaca (GRK). (GRK).
Salah satu dampak perubahan iklim yang dirasakan dan dialami adalah terjadinya hujan Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
yang tidak menentu, awal musim yang sudah bergeser serta panjang musim 5yang Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
menyimpang dari kebiasaannya (normalnya).
3
Salah satu dampak perubahan iklim yang dirasakan dan dialami adalah terjadinya hujan yang tidak menentu, awal musim yang sudah bergeser serta panjang musim yang menyimpang dari kebiasaannya (normalnya). Hal ini sangat berpengaruh di sektor pertanian dimana petani sering berspekulasi dalam menentukan waktu tanam yang berakibat sering mengalami kerugian karena pendapatan petani semakin berkurang. Dampak perubahan iklim telah dirasakan diberbagai penjuru dunia, termasuk di Indonesia dan bervariasi tergantung dari letak wilayahnya.
Gambar 3. Tren suhu udara (a), tinggi muka laut (b) dan tutupan salju di Kutub Utara (c). Gambar 3. Tren suhu udara (a), tinggi muka laut (b) IPCC). dan tutupan salju di Kutub Utara (c). (Sumber: BMKG-ICCTF, (Sumber: BMKG-ICCTF, IPCC).
Sebagai contoh di Negara Thailand, banjir besar yang terjadi di Bangkok pada akhir Oktober tahun 2011 bencanabanjir terburuk yang belum pernah terjadi dipada negara Sebagai contoh di merupakan Negara Thailand, besar yang terjadi di Bangkok akhir tersebuttahun dan banjir merupakan dampakterburuk fisik yang langsung pengaruhnya Oktober 2011 ini merupakan bencana yang belum dirasakan pernah terjadi di negara terhadap aktivitas manusia. Disadari atau tidak, dampak perubahan iklim di Indonesia tersebut dan banjir ini merupakan dampak fisik yang langsung dirasakan pengaruhnya juga telah dirasakan baik secara langsung (fisik) maupun tidak langsung (non fisik). terhadap aktivitas manusia. Disadari atau tidak, dampak perubahan iklim di Indonesia juga Anomali iklim dan musim pada tahun 2010 adalah salah satu contohnya, sepanjang telah dirasakan baik secara langsung (fisik) maupun tidak langsung (non fisik). Anomali iklim tahun hujan terus mengguyur diseluruh wilayah Indonesia sekalipun daerah tersebut dan musim pada tahun 2010 (musim adalah kemarau salah satu contohnya, sepanjang tahun hujan terus mengalami musim kemarau basah). mengguyur diseluruh wilayah Indonesia sekalipun daerah tersebut mengalami musim Sementara data yang diperoleh dari daerah Jawa Timur sejak tahun 1995 sampai 2008 kemarau (musim kemarau basah). (14 tahun), menunjukkan adanya kecenderungan (trend) panjang musim kemarau makin Sementara data yang diperoleh dari daerah Jawa Timur sejak tahun 1995 sampai 2008 (14 tahun), menunjukkan adanya kecenderungan (trend) panjang musim kemarau makin
6
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
meningkat sedangkan panjang musim hujan semakin pendek. Ini artinya memberikan 4 Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
informasi bahwa di daerah Jawa Timur periode kemarau dimasa mendatang akan lebih
meningkat sedangkan panjang musim hujan semakin pendek. Ini artinya memberikan informasi bahwa di daerah Jawa Timur periode kemarau dimasa mendatang akan lebih panjang dari pada musim penghujannya, dan sangat berpengaruh pada kegiatan pola tanam padi. Dimana daerah yang dahulu mempunyai pola tanam padi-padi-jagung akan berubah menjadi padi-jagung-beras. Di daerah Bengkulu telah terjadi penurunan jumlah curah hujan selama 28 tahun terkahir (data tahun 1968 s/d 1996). Adanya peningkatan penguapan yang tinggi menyebabkan daerah tropis menjadi jenuh, maka lapisan troposfer di daerah tropis akan meningkat. Akibatnya, wilayah tropis semakin meluas dan menciptakan wilayah tropis baru di daerah subtropis. Hal ini akan mengakibatkan terjadi perubahan ketahanan dari berbagai komoditas pertanian khas tropis. Hama dan penyakit tanaman yang selama ini hanya menyerang di daerah tropis akan menjalar ke daerah subtropis.
FLUKTUASI PANJANG MUSIM KEMARAU PADA 36 ZOM DI PROPINSI JAWA TIMUR
FLUKTUASI PANJANG MUSIM HUJAN PADA 36 ZOM DI PROPINSI JAWA TIMUR
30
24 22
26 24
JMLH DAS
JMLH DAS
28
22 20 18 16 14
20
y = -0,3022x + 17,885
18 16 14
y = 0,2176x + 18,44
12
12 10
10 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
95/96 96/97 97/98 98/99 99/00 00/01 01/02 02/03 03/04 04/05 05/06 06/07 07/08
TAHUN
TAHUN
7000
Bengkulu Linear (Bengkulu)
6000 mm/year
5000 4000 3000 2000
1996
1994
1992
1990
1988
1986
1984
1982
1980
1978
1976
1974
1972
y = -71.79x + 5450.71
1968
0
1970
1000
Gambar 4. Perubahan/tren panjang musim kemarau dan musim hujan di Jawa Timur (atas) dan tren curah hujan tahunan di Bengkulu (bawah). (Sumber: Antoyo, Dhenok, Sutamsi, Stasiun Klimatologi Karangploso Malang 2009).
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
7 5
Selain perubahan siklus air dan perluasan wilayah tropis, dampak perubahan iklim lainnya adalah terjadinya anomali iklim dan musim, perubahan frekuensi el niño dan la niña (ENSO), kebakaran hutan, meningkatnya kejadian angin puting beliung, kejadian iklim ekstrem, hujan asam dan pengasaman di laut, rob dan gelombang tinggi di laut. Dampak perubahan iklim secara non fisik tejadi akibat hubungan tidak langsung yang pada akhirnya mengganggu aktivitas kehidupan manusia. Akibat adanya perubahan iklim beberapa sektor cukup sensitif terhadap dampak perubahan iklim antara lain pertanian, kesehatan, sumber daya air, energi, infrastruktur, kelautan dan perikanan, kehutanan, transportasi dan wisata. Pada sektor pertanian, dampak dari perubahan iklim yang cukup signifikan antara lain adalah: a. Pergeseran musim hujan dan musim kemarau dapat mempengaruhi pola masa tanam (kalender tanam) dan perubahan pola tanam; b. Perubahan suhu dan kelembaban udara dapat menyebabkan peningkatan serangan hama penyakit atau organisme pengganggu tanaman (OPT); c. Perubahan pola angin dapat menyebabkan penyebaran hama semakin intensif, terganggunya penyerbukan dan pembuahan; d. Perubahan pola hujan dapat menyebabkan kegagalan pembuahan dan penyerbukan serta penurunan produktivitas, mutu hasil, efisiensi dan lain-lain. karena banjir maupun kekeringan; e. Peningkatan tinggi muka laut dapat menyebabkan masuknya air asin ke areal persawahan di wilayah pesisir, dan dapat terjadi penyusutan dan degradasi lahan.
III. KAPASITAS LAYANAN INFORMASI PERUBAHAN IKLIM Sesuai dengan tugas dan fungsinya Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyediakan layanan data dan informasi perubahan iklim dari hasil pengamatan atau historis yang berasal dari stasiun pengamatan yang dimilikinya. Saat ini BMKG memiliki 21 stasiun klimatologi, lebih dari 120 stasiun meteorologi dan 31 stasiun geofisika yang memberikan pasokan data iklim dan sekitar 5000 pos kerjasama (pos hujan, pos penguapan, pos iklim dan stasiun meteorologi pertanian khusus/SMPK). Disamping itu BMKG juga melakukan pengamatan kualitas udara di 47 stasiun atau unit kerja (5 diantaranya ada di wilayah DKI Jakarta) yakni melakukan pengamatan konsentrasi debu SPM (Suspended Particle Matter) serta tingkat keasaman, konduktivitas dan komposisi kimia air hujan, dan satu stasiun pemantau atmosfer global (Stasiun GAW, Global Atmosphere Watch) di Bukit Kototabang, Sumatera Barat. Pada tahun 2013 telah
8 6
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
dibangun satu stasiun baru GAW di Palu Sulawesi Tengah, dan rencana tahun 2014 akan dibangun satu lagi di Sorong Papua Barat. Penambahan stasiun GAW tersebut adalah dalam rangka peningkatan pelayanan informasi kualitas udara khsususnya komponen gas rumah kaca (GRK) kepada masyarakat luas baik di dalam maupun diluar negeri dan sekaligus lokasi tersebut akan menjadi tempat penelitian terkait dengan perubahan iklim baik dalam skala mikro maupun makro.
Gambar 5. Jaringan Stasiun Klimatologi dan Stasiun GAW (Global Atmospheric Watch) BMKG.
Selain data dan informasi perubahan iklim berdasarkan hasil observasi/pengamatan, BMKG juga menyajikan hasil kajian iklim dan perubahan iklim dimasa mendatang berdasarkan hasil pemodelan iklim dan pemodelan iklim ini dilakukan berdasarkan berbagai skenario yang telah ditetapkan oleh IPCC. Selain data primer iklim, BMKG juga melakukan menawarkan jasa layanan skenario adaptasi perubahan iklim berdasarkan hasil kajian informasi perubahan iklim lokal dan karakteristik daerah dan perhitungan dasar dari besaran emisi gas rumah kaca (GRK) di daerah. Layanan jasa lainnya adalah sosialisasi proses, dampak, dan informasi perubahan iklim di wilayah Indonesia. Hasil observasi unsur cuaca-iklim dari seluruh stasiun (meteorologi, klimatologi dan geofisika) yang dimiliki oleh BMKG maupun dari stasiun kerjasama, dikumpulkan dalam satu database, lalu dianalisis untuk menghasilkan informasi dalam bentuk gambar/peta/ grafik agar mudah dipahami oleh masyarakat pengguna. Beberapa informasi perubahan iklim dan kualitas udara antara lain adalah: 1.
Informasi peta kerentanan perubahan iklim yang ditekankan pada peta informasi trend (kecenderungan) dan potensi bencana iklim berdasarkan data curah hujan;
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
9 7
2.
Informasi tren curah hujan dengan derivatif: curah hujan (harian, bulanan dan tahunan); peta dry spell (hari tanpa hujan berturut-turut) dan peta wet spell (hari hujan berturut-turut); 3. Informasi tren suhu udara dengan derivatif: suhu (maksimum, minimum dan ratarata); malam panas, malam dingin, siang panas, siang dingin, beda suhu maksimum dan minimum, dan tren suhu udara atas; 4. Informasi tren kelembaban permukaan dan udara atas; 5. Informasi tren tekanan udara permukaan; 6. Informasi tren arah dan kecepatan angin permukaan dan udara atas; 7. Informasi potensi energi matahari dan angin; 8. Informasi gas rumah kaca (GRK) dan kualitas udara; 9. Informasi hujan asam; 10. Informasi asap dan emisi kebakaran hutan.
Data hasil simulasi skenario iklim di masa mendatang dilakukan pembesaran atau proyeksi pada skala lokal hingga skala kabupaten dengan teknik downscaling secara statistik atau dinamis. Seluruh kajian, studi dan analisa iklim saat ini dapat ditransformasi untuk dilakukan hal serupa pada iklim mendatang. Apabila kajian dilakukan pada iklim terkini dengan memakai data hasil observasi terkini, maka data observasi digantikan oleh data keluaran simulasi dari model. Hasil kajian iklim mendatang sifatnya adalah potensi perubahan dan tidak dapat diambil kesimpulan secara pasti. Dalam hal ini penyajian dilakukan dalam satuan probalistik statistik berdasarkan populasi data yang dibandingkan atas situasi mendatang dibandingkan dengan situasi saat ini.
10 8
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
Gambar 6. Hasil pemodelan skenario perubahan iklim parameter suhu udara permukaan (kiri) dan curah hujan (kanan) di Indonesia untuk tahun 2100. (Sumber: Presentasi Pusat Perubahan Iklim & Kualitas Udara BMKG, di Bali 21 Oktober 2013).
Berbagai informasi perubahan iklim skenario mendatang yang dibuat dengan bahasa dan gambar yang mudah dipahami oleh masyarakat antara lain berupa: • Pola iklim mendatang meliputi pola hujan, suhu, angin dan tingkat kelembaban; • Pola kesesuaian iklim mendatang untuk tanaman komoditas berdasarkan perubahan pola parameter iklim; • Pola ketersediaan air mendatang berdasarkan pola curah hujan hasil proyeksi simulasi model, dapat juga melakukan prediksi perubahan potensi sumber daya listrik dan tenaga air; • Pola iklim ekstrem mendatang berdasarkan potensi terjadinya iklim ekstrem yang berdasarkan pada parameter iklim utama seperti suhu udara dan curah hujan; • Pola waktu tanam mendatang berdasarkan perubahan pola suhu dan curah hujan hasil proyeksi; • Pola penyebaran penyakit manusia dan tanaman yang erat terkait pada parameter iklim berdasarkan perubahan pola parameter iklim; • Pola kerentanan iklim mendatang yang dibuat berdasarkan berbagai perubahan pola parameter iklim yang ada.
Dalam adaptasi dan mitigasi perubahan iklim BMKG berperan dalam berbagai kegiatan antara lain: Penyediaan database perubahan iklim berdasarkan parameter iklim hasil observasi BMKG, meliputi semua parameter dasar atau unsur iklim;
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
11
9
Penyediaan informasi perubahan iklim meliputi trend (kecenderungan) perubahan ekstrem, baik unsur iklim dasar, hasil analisa untuk iklim lampau, maupun berdasarkan
Penyediaan informasi perubahan iklim meliputi trend (kecenderungan) perubahan ekstrem, baik unsur iklim dasar, hasil analisa untuk iklim lampau, maupun berdasarkan Penyediaan peta kerawanan perubahan iklim untuk iklim lampau dan hasil hasil simulasi skenario iklimbencana mendatang; Penyediaan peta kerawanan bencana perubahan iklim untuk iklim lampau dan hasil skenario iklim mendatang; skenario iklim mendatang; Penyediaan peta kerentanan perubahan iklim berdasarkan peta kerawanan bencana Penyediaan peta kerentanan perubahan iklim berdasarkan peta kerawanan bencana iklim untuk lampau dandan hasil simulasi iklim mendatang; mendatang; iklim iklim untukmasa iklim masa lampau hasil simulasiskenario skenario iklim Penyediaan perangkat bantu adaptasi atauuntuk untukupaya upaya adaptasi Penyediaan perangkat bantu adaptasi atau adaptasisektoral. sektoral.
hasil simulasi skenario iklim mendatang;
Gambar 7. 7. Kecenderungan hujanlebat lebat Pulau Jawa. Gambar Kecenderungan frekuensi frekuensi hujan di di Pulau Jawa. dengan masalah adaptasi,BMKG BMKG sedang menyusun petapeta kerentanan perubahan Terkait Terkait dengan masalah adaptasi, sedang menyusun kerentanan perubahan
iklim di masing-masing daerah/wilayah, karena tingkat perubahan iklim dan dampaknya tidak sama disetiap daerah. Beberapa jenis informasi cuaca-iklim yang digunakan untuk tidak sama disetiap daerah. Beberapa cuaca-iklim digunakan untuk keperluan adaptasi perubahan iklim dijenis sektorinformasi pertanian adalah sebagaiyang berikut:
iklim di masing-masing daerah/wilayah, karena tingkat perubahan iklim dan dampaknya
keperluan adaptasi perubahan iklim di sektor pertanian adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4.
1. Prakiraan musim hujan (awal musim, maju-mundur awal musim terhadap Prakiraan musimsifat hujan (awal musim, maju-mundur awal musim terhadap normalnya, normalnya, hujan selama periode musim); Prakiraan musim kemarau (awal musim, maju-mundur awal musim terhadap sifat2.hujan selama periode musim); normalnya, sifat hujan selama periode musim); Prakiraan musim kemarau (awal musim, maju-mundur awal musim terhadap 3. Prakiraan hujan bulanan sampai 3 bulan kedepan ( jumlah curah hujan, sifat curah normalnya, hujan selama periode musim); hujan sifat terhadap normalnya); 4. Prakiraan banjir bulanan3 sampai bulan kedepan; Prakiraan hujanpotensi bulanan sampai bulan 3kedepan (jumlah curah hujan, sifat curah 5. Prakiraan tinggi gelombang laut harian; hujan terhadap normalnya); 6. Penyediaan atlas potensi agroklimat; Prakiraan potensipeta banjir bulanan sampai 3 bulan kedepan; 7. Penyediaan rawan kekeringan;
5. Prakiraan tinggi gelombang laut harian; 6. Penyediaan atlas potensi agroklimat; 7. Penyediaan peta rawan kekeringan; Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim 12 8. 10Penyediaan frekuensi suhu dan kelembaban udara lebih dari nilai tertentu; Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
8. 9. 10. 11.
Penyediaan frekuensi suhu dan kelembaban udara lebih dari nilai tertentu; Penyediaan frekuensi kecepatan angin lebih dari nilai tertentu; Informasi cuaca ekstrem (curah hujan dan suhu udara); Informasi konsentrasi gas rumah kaca (GRK).
Gambar 8. Periode ulang curah hujan maksium80 80 tahunan tahunan di Kendal Jawa Tengah. Gambar 8. Periode ulang curah hujan maksium diKabupaten Kabupaten Kendal Jawa Tengah.
Pembuatan peta kerentanan perubahan iklim difokuskan pada pada penyusunan penyusunan data Pembuatan peta kerentanan perubahan iklim difokuskan data dari
dari parameter iklim seperti tren serta ekstrem yang terjadi pada curah hujan, suhu dan kelembaban udara, angin, penguapan dan tutupan awan. Informasi tersebut di overlay kelembaban udara, angin, penguapan dan tutupan tersebut di overlay (digabung/sinkronisasi) dengan informasi kapasitas awan. adaptasiInformasi yang bersifat non iklim untuk disusun menjadi sebuah peta kerentanan, informasi yang yang disusun baik masa lampau (digabung/sinkronisasi) dengan informasi kapasitas adaptasi bersifat non iklim untuk yang akan datang hasil pemodelan skenarioyang iklim. Peta informasi disusun maupun menjadi sebuah petadari kerentanan, informasi disusun baikperubahan masa lampau iklim yang disiapkan oleh BMKG dibuat sampai tingkat/skala provinsi untuk beberapa maupun yang akan datang dari hasil pemodelan skenario iklim. Peta informasi perubahan sektor yang sensitif terhadap iklim dan perubahannya seperti pertanian, sumber daya air, iklim yang disiapkan olehkehutanan, BMKG dibuat sampai tingkat/skala provinsi untuk beberapa sektor kesehatan, energi, infrastruktur, pesisir kelautan dan transportasi.
parameter iklim seperti tren serta ekstrem yang terjadi pada curah hujan, suhu dan
yang sensitif terhadap iklim dan perubahannya seperti pertanian, sumber daya air, Selain adaptasi, BMKG juga berperan dalam melakukan kegiatan mitigasi perubahan kesehatan, kehutanan, infrastruktur, pesisir kelautan dan transportasi. iklim,energi, antara lain:
Selain adaptasi, BMKG juga berperan dalam melakukan kegiatan mitigasi perubahan Penguatan data GRK Nasional dengan pengukuran konsentrasi GRK ambient di Stasiun
iklim, antara lain: GAW di Bukit Kototabang Sumatera Barat dan di Lore Lindu Palu Sulawesi Tengah;
Penguatan data GRK Nasional dengan pengukuran konsentrasi GRK ambient di Stasiun GAWImplementasi di Bukit Adaptasi Kototabang Sumatera Konsep Sektoral Perubahan Iklim Barat
dan di Lore Lindu Palu Sulawesi Tengah; 13 11 Penguatan data GRK provinsi denganAdaptasi informasi ambient dari sampel udara di Konsep Implementasi Sektoral GRK Perubahan Iklim
Penguatan data GRK provinsi dengan informasi GRK ambient dari sampel udara di provinsi masing-masing; Sistem informasi Iklim dan GRK dalam mendukung Indonesian Carbon Accounting System; Sistem informasi fire danger rating system untuk pencegahan kebakaran hutan; Sistem informasi peringatan dini iklim ekstrem (climate early warning system) untuk pencegahan bencana seperti kebakaran hutan akibat kemarau panjang, manajemen sumber daya air bagi energi dan pengurangan risiko kecelakaan transportasi; Sistem informasi kualitas udara nasional seperti informasi deposisi hujan asam dan deteksi partikulat asap kebakaran hutan (online); Sistem informasi emisi kebakaran hutan Indonesia; Penyusunan peta energi terbarukan bersumber dari tenaga angin dan matahari.
Untuk mempermudah akses masyarakat pengguna (user) mendapatkan informasiinformasi tersebut, BMKG telah menyiapkan pula sarana dan prasarana dengan menggunakan teknologi informasi yakni membangun website khusus terkait dengan informasi perubahan iklim untuk berbagai sektor yang sensitif terhadap iklim dan perubahannya.
IV. KEBUTUHAN SEKTOR TERHADAP INFORMASI PERUBAHAN IKLIM Identifikasi dampak perubahan iklim pada sektor pertanian menemukan dan mengenali tanda-tanda, gejala atau kejadian pertanian yang diakibatkan fenomena perubahan iklim global akibatnya terhadap kegiatan dan usaha pertanian di wilayah perubahan iklim yang dapat diidentifikasi antara lain adalah:
adalah upaya untuk pada suatu wilayah dan pengaruh atau tersebut. Fenomena
Perubahan pola hujan yang ekstrem dan pergeseran musim secara signifikan yang berakibat banjir ataupun kekeringan, perubahan suhu (lebih panas), perubahan pola angin; Munculnya hama penyakit baru, atau peningkatan populasi hama tertentu; Sistem pranata mangsa yang tidak bisa lagi dijadikan patokan seutuhnya untuk menentukan awal musim tanam.
14 12
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
Sedangkan manfaat dari kegiatan identifikasi dampak perubahan iklim adalah: mengetahui gejala perubahan iklim yang sedang terjadi, mengidentifikasi dampak dan mengestimasi potensi kerugian yang bisa ditimbulkan, dan menentukan langkah atau strategi yang dapat dilakukan agar petani mampu beradaptasi terhadap kondisi perubahan iklim. Pemanfaatan informasi iklim dan perubahannya pada sektor pertanian adalah sebagai bahan pertimbangan dalam membuat rencana atau pola kegiatan pertanian, baik dalam jangka menengah maupun jangka panjang misalnya perencanaan tataguna lahan, perencanaan pola tanam, penentuan komoditas/varietas yang akan dibudidayakan dan langkah-langkah antisipasi seperti penyiapan teknologi adaptasi yang meliputi teknologi pengelolaan sumber daya lahan/pertanian dan teknologi benih. Untuk dapat memanfaatkan informasi tentang iklim dan informasi perubahan iklim pada perencanaan pertanian dengan baik, maka diperlukan pemahaman yang baik pula terkait dengan kondisi sumber daya (terutama air dan lahan) di suatu wilayah, teknologi pertanian (pengelolaan sumber daya, budidaya dan varietas), serta memahami dengan baik pengaruh iklim terhadap kondisi sumber daya lahan dan air serta dampaknya terhadap pertumbuhan dan hasil dari suatu komoditas. Berdasarkan informasi yang dibuat oleh BMKG (misal: prediksi awal musim dan curah hujan), maka pihak Kementerian Pertanian melalui Badan Litbang Pertanian telah menyiapkan informasi kepada penyuluh dan petani kalender tanam (KATAM) yang disesuaikan dengan berbagai kondisi iklim (atas normal, normal dan bawah normal) sehingga akan memudahkan bagi petani untuk melakukan adaptasi perubahan iklim di wilayahnya masing-masing (tiap provinsi).
Gambar 9. Pembuatan embung dan sumur-sumur di lahan masyarakat petani, upaya mitigasi dampak perubahan iklim di sektor pertanian dengan memanfaatkan potensi iklim yang ada.
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
15 13
Salah satu persoalan yang sangat penting dalam masalah negara adalah penyediaan pangan bagi rakyatnya. Untuk mengatasinya telah banyak upaya dengan meningkatkan teknologi pertanian, namun sejauh peningkatan teknologi tersebut masih ada kendala yang tidak mudah diatasi dengan teknologi, yakni masalah cuaca, iklim dan perubahannya. Tanaman masih belum dapat dipisahkan dari faktor iklim/cuaca. Kegagalan panen masih banyak terjadi karena ketidakcukupan iklim yang diperlukan bagi tanaman, apalagi pada dasawarsa terakhir ini telah terjadi adanya perubahan iklim yang membuat petani menjadi semakin tidak pasti dan gamang dalam mengelola kegiatan budidaya pertanian. Oleh karena itu upaya yang bijaksana dalam meningkatkan keberhasilan usaha produksi pertanian yang maksimal adalah menyesuaikan kegiatan usahanya dengan perilaku cuaca/iklim dan perubahannya yang ada. Kebutuhan akan adanya informasi cuaca-iklim dan perubahan iklim menjadi mutlak bagi pelaku kegiatan disektor pertanian secara menyeluruh. Informasi dari tiap-tiap unsur iklim untuk kegiatan operasional hampir semua diperlukan, namun tidak semuanya digunakan untuk perencanaan dan strategi pengelolaan pertanian. Informasi perubahan iklim dari curah hujan, suhu dan kelembaban udara serta arah dan kecepatan angin adalah parameter iklim yang sangat diperlukan oleh sektor pertanian mengingat dampak dari perubahan iklim tersebut sangat besar. Berikut adalah matriks hasil forum diskusi grup di sektor pertanian terkait dengan kebutuhan informasi perubahan iklim dari masing-masing parameter iklim. Tabel 1. Matriks kebutuhan informasi perubahan iklim sektor pertanian. Jenis Informasi
Mekanisme Diseminasi
Kegunaan/Manfaat
Lokasi
Sea Level Rise (SLR)
- Grafik dan tabel rata-rata 10 harian/1 bulanan
- Website BMKG - Data digital
- Perencanaan dan pengelolaan lahan pertanian pasang surut dan lahan pantai (coastal area), informasi rawan salinitas pada lahan pantai
Indonesia
Sea Surface Temperature (SST)
- Peta dan tabel tren kenaikan rata-rata bulanan
- Website BMKG - Data digital
- Prediksi kondisi iklim regional Indonesia untuk 1-3 bulan ke depan
Indonesia
16 14
Bentuk Informasi
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
Jenis Informasi
Bentuk Informasi
Mekanisme Diseminasi
Kegunaan/Manfaat
Lokasi
Suhu
- Peta, tren, dan tabel suhu ratarata maksimum dan minimum - Peta, tren dan tabel suhu harian, 10 harian, dan bulanan
- Website BMKG - Dokumen (buku) - Data digital
- Prediksi kerawanan dan serangan OPT pada tanaman - Analisis kualitas produksi tanaman hortikultura (sayuran dan buahbuahan) - Analisis kerawanan penyakit ternak
Kelembaban Udara
- Peta, tren, dan tabel kelembaban rata-rata maksimum dan minimum - Peta, tren dan tabel kelembaban harian, 10 harian, dan bulanan
- Website BMKG - Dokumen (buku) - Data digital
Curah Hujan
- Peta dan tabel tren curah hujan ekstrem - Peta dan tabel tren pergeseran awal musim - Peta dan tabel tren panjang musim - Peta dan tabel tren dry spell dan wet spell
- Website BMKG - Dokumen (buku) - Data digital
- Analisis resiko kegagalan pertanian - Analisis asuransi pertanian - Analisis potensi waktu berbuah - Analisis waktu tutup tanam - Analisis distribusi waktu panen - Analisis potensi hijauan/ pakan ternak - Analisis potensi produksi minyak atsiri
Indonesia
Radiasi Matahari
- Tabel tren lama penyinaran matahari 10 harian
- Website BMKG - Dokumen (buku) - Data digital
- Analisis kualitas produksi tanaman pangan dan hortikultura - Analisis kebutuhan air evapotranspirasi
Sentra Pertanian
Angin
- Tabel tren kecepatan angin maksimum 10 harian
- Website BMKG - Dokumen (buku) - Data digital
- Analisis potensi bencana pada tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan
Sentra Pertanian
Sentra pertanian
Sentra pertanian
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
17
15
Jenis Informasi
Bentuk Informasi
Mekanisme Diseminasi
Evaporasi
- Peta dan tabel tren penguapan rata-rata 10 harian
Lain-lain
- Kandungan debu (spm)
V.
Kegunaan/Manfaat
Lokasi
- Website BMKG - Dokumen (buku) - Data digital
- Analisis kebutuhan air tanaman - Monitoring kekeringan
Sentra Pertanian
- Website BMKG - Dokumen (buku) - Data digital
- Kasus insidentil jika terjadi gunung meletus dan dampaknya terhadap komoditas pertanian
Kawasan perkotaan atau dekat industri
GAP KAPASITAS DAN KEBUTUHAN SEKTOR
Produk informasi yang telah disiapkan oleh BMKG sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya adalah untuk membantu masyarakat dalam berbagai kegiatan dibeberapa sektor seperti pertanian, kehutanan, sumber daya air, infrastruktur, energi, transportasi, kelautan dan pesisir, kesehatan serta pariwisata. Secara garis besar, jenis informasi yang disajikan ada 2 (dua) yakni dalam bentuk prakiraan/prediksi/skenario (termasuk peringatan dini) baik jangka pendek maupun jangka panjang dan analisis data (termasuk hasil kajian/penelitian) dari paramater unsur-unsur iklim hasil observasi di stasiun/pos kerjasama yang tersebar di wilayah Indonesia. Adanya pemanasan global yang berdampak pada terjadinya perubahan iklim, menjadikan masalah yang cukup serius bagi berbagai kegiatan manusia dipermukaan bumi ini, sehingga informasi yang diinginkan oleh masyarakat tidak hanya prakiraan dan analisis cuaca dan iklim akan tetapi juga informasi tentang terjadinya perubahan iklim di wilayah masing-masing. Strategi menghadapi perubahan iklim, secara garis besar ada 2 (dua) yakni strategi adaptasi dan strategi mitigasi. Strategi adaptasi adalah upaya menyesuaikan kondisi dan teknologi dengan kejadian perubahan iklim, sedangkan strategi mitigasi adalah upaya untuk mengendalikan dan mengurangi dampak dari perubahan iklim. BMKG selaku pemberi informasi di bidang cuaca-iklim dan perubahannya telah menyiapkan beberapa kegiatan terkait dengan strategi adaptasi dan mitigasi dari perubahan iklim yakni menyajikan informasi-informasi yang telah dibahas pada bab sebelumnya (Bab III). Hasil pertemuan diskusi grup (FGD) di sektor pertanian melalui kegiatan Penyusunan Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim telah diidentifikasi beberapa jenis informasi iklim dan perubahan iklim yang diperlukan oleh sektor khususnya sektor
16
18
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
pertanian. Kebutuhan informasi tersebut telah dibahas pada bab sebelumnya (Bab IV) melalui pembuatan matrik kebutuhan sektor akan informasi perubahan iklim yang dibuat oleh BMKG, namun tidak semua keinginan sektor dapat dipenuhi oleh BMKG karena ada beberapa parameter yang memang bukan tupoksi (tugas pokok dan fungsi) BMKG melainkan ada di tupoksi instansi/lembaga lain. Selain ada beberapa parameter yang bukan diproduksi oleh BMKG karena merupakan tupoksi dari lembaga lain ada juga parameter dari unsur iklim yang belum dibuat atau belum disiapkan oleh BMKG. Dengan demikian ada kesenjangan antara permintaan (user) dan pembuat (producer) informasi iklim dan informasi perubahan iklim tersebut. Berikut adalah tabel yang menggambarkan kondisi/status dari kesenjangan atau gap antara BMKG selaku pembuat/pemberi informasi dan pengguna untuk sektor pertanian: Tabel 2. Informasi yang diperlukan sektor pertanian dan ketersediaan di BMKG
Jenis Informasi
Informasi yang diperlukan sektor Pertanian
Informasi di BMKG
Sea Level Rise (SLR)
- Grafik dan tabel rata-rata 10 harian/ 1 bulanan
- Tidak ada (bukan tupoksi BMKG) - Informasi yang setara adalah tinggi gelombang laut sekitar stasiun/ pantai.
Sea Surface Temperature (SST)
- Peta dan tabel tren kenaikan rata-rata bulanan
- Tabel tersedia, tetapi peta tren belum dibuat.
Suhu
- Peta, tren, dan tabel suhu rata-rata maksimum dan minimum - Peta, Tren dan tabel suhu harian, 10 harian, dan bulanan
- Tabel tersedia (bulanan & tahunan), untuk 10 harian belum ada. - Peta tren belum dibuat, beberapa stasiun sudah ada untuk bulanan.
Kelembaban Udara
- Peta, tren, dan tabel kelembaban ratarata maksimum dan minimum - Peta, tren dan tabel kelembaban harian, 10 harian, dan bulanan
- Tabel tersedia bulanan & tahunan, untuk 10 harian belum ada. - Peta tren belum dibuat, beberapa stasiun sudah ada tren untuk bulanan.
Curah Hujan
- Peta dan tabel tren curah hujan ekstrem - Peta dan tabel tren pergeseran awal musim - Peta dan tabel tren panjang musim - Peta dan tabel tren dry spell dan wet spell
- Sudah tersedia, untuk hujan ekstrem sedang dalam proses.
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
19 17
Jenis Informasi
Informasi yang diperlukan sektor Pertanian
Informasi di BMKG
Radiasi Matahari
- Tabel tren lama penyinaran matahari 10 harian
- Belum tersedia/belum dibuat, sedang dalam proses.
Angin
- Tabel tren kecepatan angin maksimum 10 harian
- Belum tersedia/belum dibuat, sedang dalam proses.
Evaporasi
- Peta dan tabel tren penguapan ratarata 10 harian
- Belum tersedia/belum dibuat.
Lain-lain
- Kandungan debu (spm)
- Tersedia, bila lokasi gunung dekat dengan alat ukur/stasiun BMKG.
Dari tabel diatas tampak adanya beberapa kesenjangan yang ada antara pembuat informasi iklim/perubahan iklim (BMKG) dengan permintaan pengguna di sektor pertanian khususnya pembuat kebijakan. Meskipun demikian masih ada beberapa informasi yang sudah tersedia namun masih belum maksimal; maka diperlukan langkah-langkah yang koordinatif dan kooperatif dengan berbagai pengguna infomasi iklim/perubahan iklim yang akan memberikan hasil yang menguntungkan untuk semua pihak. VI. PERENCANAAN KE DEPAN BMKG DAN SEKTOR (ADAPTASI & MITIGASI) Adanya kesenjangan antara pembuat informasi iklim dan perubahannya dalam hal ini adalah BMKG dan pemakai/pengguna informasi tersebut pada beberapa sektor perlu dicarikan jalan keluar/solusi yang terbaik. Secara nasional BMKG mempunyai tugas pokok dan fungsi pelayanan kepada masyarakat sesuai amanat yang ada di UndangUndang Republik Indonesia No. 31/2009 tentang Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. Cukup banyak informasi yang dipublikasi oleh BMKG memang sudah sesuai dan sangat bermanfaat untuk berbagai kegiatan masyarakat Indonesia pada umumnya antar lain sektor pertanian dan sumber daya air, namun masih banyak pula informasi (perubahan iklim) yang belum dapat dibuat maupun disajikan sesuai dengan permintaan pengguna terutama di bidang yang cukup strategis pada skala nasional. Ada beberapa kendala yang menyebabkan masih kurangnya informasi yang dibuat oleh BMKG tidak maksimal, salah satu diantaranya adalah infrastruktur yakni jaringan stasiun pengamatan iklim yang ada belum ideal (sesuai dengan luasan wilayah, minimal tiap provinsi ada satu stasiun
18
20
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
klimatologi) karena saat ini baru 21 provinsi yang ada stasiun klimatologi BMKG; selain itu terdapat keterbatasan perangkat pengolahan/processing dan analisis data (hardware dan software) untuk membuat model analisis, prakiraan/prediksi iklim dan perubahan iklim. Masalah lain adalah kurangnya sosialisasi tentang informasi iklim dan perubahan iklim kepada masyarakat khususnya di tingkat kabupaten dan kecamatan, meskipun BMKG telah menyiapkan semua informasi dengan menyediakan website (situs) khusus untuk masyarakat luas agar bisa mengakses secara cepat dan mudah. Untuk memenuhi kebutuhan pengguna diberbagai sektor terkait dengan informasi perubahan iklim hasil dari pertemuan/diskusi grup dengan sektoral, BMKG melalui Pusat Perubahan Iklim Kedeputian Bidang Klimatologi perlu meningkatkan sarana dan prasarana baik infrastruktur (fisik) maupun non fisik termasuk kapasitas dan kompetensi sumber daya manusia (SDM) di bidang iklim secara professional. Beberapa rencana kegiatan untuk mendukung peningkatan infrastruktur tersebut dapat dilaksanakan dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dalam jangka pendek kegiatan yang dapat dilakukan antara lain dengan menambah jenis informasi yang sudah ada dengan menggunakan database cuaca-iklim yang tersedia baik di pusat maupun di daerah; meningkatkan kapasitas SDM dengan menambah pelatihan untuk staf operasional di bidang iklim baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Sedangkan dalam jangka panjang diperlukan pembangunan jaringan stasiun klimatologi dan pos iklim kerjasama sampai tingkat kabupaten, karena masih banyak di tingkat kabupaten tidak terdapat pos-pos iklim (SMPK) maupun pos hujan yang memadai sesuai dengan luas wilayah kabupaten tersebut; sebagai contoh saat ini di Indonesia baru terdapat sekitar 5000 pos hujan sedangkan idealnya adalah sekitar 7000-8000 pos hujan. Selain menambah jumlah pos dan stasiun iklim, revitalisasi peralatan observasi juga sangat diperlukan dari peralatan manual diganti dengan peralatan otomatis (Automatic Weather Station/AWS/AAWS dan Automatic Rain Gauge/ARG) dan ini merupakan sarana yang paling fundamental untuk dapat memberikan data dan informasi secara cepat, akurat dan tepat sasaran. Peningkatan peralatan observasi cuaca-iklim juga harus diikuti dengan peningkatan sarana penyimpan dan pengolah data melalui pengadaan hardware dan software yang handal, sehingga kesinambungan data dan informasi iklim/perubahan iklim tetap terjaga dan tidak terputus (discontinue) agar masyarakat pengguna jasa iklim dapat memanfaatkannya secara maksimal.
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
21 19
Gambar 10. Stasiun Klimatologi/Pos Iklim Kerjasama SMPK (kiri) dan Pemantau Kualitas Udara (kanan) untuk memonitor variabilitas iklim dan perubahan iklim di Indonesia.
Komponen lain yang tidak kalah penting adalah melakukan sinergi koordinasi antara BMKG dengan sektoral dengan cara berdiskusi dan bertemu secara berkala (misalnya tiap bulan sekali) terkait dengan kualitas dan kuantitas pelayanan yang disediakan oleh BMKG, karena dengan cara ini akan saling memberi masukan dan koreksi atas semua informasi yang diperlukan oleh sektor. Dapat juga berbagai instansi dan lembagalembaga baik di tingkat pusat maupun daerah (provinsi, kabupaten) melakukan kegiatan bersama (kerjasama lintas sektoral) di bidang iklim (kajian, supervise, dan lain-lain.) sehingga hasilnya dapat digunakan untuk peningkatan pelayanan informasi iklim maupun informasi perubahan iklim secara nasional. Perencanaan adaptasi perubahan iklim yang perlu disiapkan oleh BMKG antara lain adalah: • Penambahan jenis/ragam informasi iklim dan perubahan iklim untuk unsur-unsur iklim yang belum dibuat atau belum tersedia pada situs BMKG maupun dokumen yang ada, seperti tren anomali unsur-unsur iklim (curah hujan, suhu udara, kecepatan angin) untuk periode dasarian (10 harian); tren anomali awal musim hujan dan musim kemarau dalam skala kabupaten; • Peningkatan sarana pengolahan dan analisa data (hardware-software) baik di pusat maupun di daerah untuk membuat model prediksi/skenario iklim dan perubahan iklim sampai skala kabupaten dengan kualitas yang dapat memuaskan masyarakat pengguna;
20
22
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
Peningkatan sumber daya manusia (human resources) dalam kemampuan membuat informasi iklim dan perubahan iklim (skill forecast) di berbagai sektor khususnya pertanian; • Peningkatan pelayanan diseminasi informasi iklim dan perubahan iklim melalui sosialisasi yang efektif kepada pengguna (user) sampai tingkat kecamatan. Sedangkan kegiatan perencanaan mitigasi perubahan iklim antara lain: Penambahan jaringan stasiun klimatologi serta stasiun pos kerjasama khusus (SMPK) di tingkat provinsi maupun kabupaten; Penambahan alat observasi cuaca-iklim dan kualitas udara otomatis di tiap kabupaten antara lain AWS (Automatic weather Station); AAQM (Automatic Air Quality Monitoring) dan di kecamatan alat ukur hujan otomatis ARG (Automatic Rain Gauge) yang berbasis website (online) melalui v-sat atau sarana komunikasi satelit agar konsistensi data dapat berjalan dengan baik tanpa terganggu oleh lingkungan fisik (aktivitas manusia) dan non fisik (gangguan atmosfer, frekuensi, dan lain-lain); Peningkatan kerjasama lintas sektoral dengan instansi pemerintah maupun non pemerintah (NGO) dalam dan luar negeri pada kegiatan dalam bidang iklim dan perubahan iklim; Penguatan infrastruktur jaringan komunikasi pengumpulan dan pengiriman datainformasi, baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah (UPT-BMKG) kepada stakeholder sektoral, agar data dan informasi iklim-perubahan iklim dapat diakses lebih mudah dan lebih cepat sehingga risiko bencana anomali iklim dapat dikurangi sekecil mungkin. •
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
23 21
DAFTAR PUSTAKA
Aldrian, E., Mimin K., Budiman. 2011. Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim di Indonesia. Pusat Perubahan Iklim, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika-ICCTF. Jakarta.
Fayeldi, T., Syerif Nurhakim. 2012. Seri Jelajah Sain: Cuaca dan Iklim. Fenomena Perubahan Alam Global dari Kutub hingga Khatulistiwa. Bestari Kids. Jakarta.
Murdiyarso, Daniel. 2003. Sepuluh Tahun Perjalanan Negosiasi: Konvensi Perubahan Iklim. Kompas. Jakarta. Pearce, Fred. 2003. Essential Science: Pemanasan Global. Penerbit Erlangga. Jakarta. Tumiwa, Fabby. 2010. Strategi Pembangunan Indonesia Menghadapi Perubahan Iklim: Status dan Kebijakan Saat Ini. Friedrich-Naumann-Stiftung fur die Freiheit, Indonesia. Varela, Jose M.Vazquez., Manuel. A. F. Dominguez. 2011. Learning to Live: Climate Change. Nova Galicia Edicions, S.L. Vigopontevedra. Espana. Spain Wirjohamidjojo, S., Yunus S. 2007. Praktek Meteorologi Pertanian. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. Jakarta. ____. 2011. Modul Perubahan Iklim. Pelatihan bagi Pelatih (TOT) Penyuluh Pertanian. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika-ICCTF. Jakarta. ____. 2009. Pemanasan Global dan Perubahan Iklim. Dewan Nasional Perubahan Iklim dan Dana Mitra Lingkungan. Jakarta. ____.Perubahan Iklim. Edisi Spesial. National Geographic Indonesia.
24 22
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
LAYANAN INFORMASI PERUBAHAN IKLIM UNTUK MENUNJANG SEKTOR SUMBER DAYA AIR Oleh: Mugni Hadi Hariadi, S.Si (Peneliti Pertama di Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara, BMKG)
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
25
LAYANAN INFORMASI PERUBAHAN IKLIM UNTUK MENUNJANG SEKTOR SUMBER DAYA AIR
Oleh: Mugni Hadi Hariadi, S.Si (Peneliti Pertama di Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara, BMKG)
I. PENDAHULUAN Perubahan iklim global yang disebabkan oleh peningkatan gas rumah kaca (GRK) merupakan salah satu masalah lingkungan yang utama di abad 21. Emisi yang dihasilkan oleh aktivitas manusia meningkatkan konsentrasi GRK di atmosfer, ini mengakibatkan pemanasan permukaan bumi. Dalam kurun waktu 100 tahun terakhir suhu permukaan rata-rata global telah meningkat sekitar 0.6oC ± 0.2oC (IPCC, 2007). Nilai tersebut adalah 0.15oC lebih besar dari yang telah diestimasi pada SAR (second assessment report) untuk periode sampai dengan 1994. Nilai ini berdasarkan hasil berbagai pertimbangan termasuk efek urban heat island (IPCC, 2001). Pemanasan global membawa dampak pada keadaan permukaan bumi dan atmosfer. Di permukaan bumi, intensitas serta durasi kekeringan meningkat karena evaporasi yang terjadi saat ini lebih besar. Sedangkan di atmosfer, daya menahan air yang meningkat hingga 7% setiap pemanasan 1oC menyebabkan badai, hujan badai, hujan ekstra tropis, badai salju, atau siklon tropis. Selain itu, kelembaban udara di atsmosfer juga meningkat akibat pemanasan sehingga terjadi hujan yang lebih intensif dan berisiko banjir. Pemanasan global, yang menyebabkan terjadinya fenomena alam seperti El niño Southern Oscilation (ENSO) diprediksikan berdampak negatif pada sumber daya air dan pertanian di Asia dan Negara-negara berkembang (IPCC 2007). El niño-Southern Oscillation (ENSO) adalah variabilitas iklim global skala menengah yang memiliki periode 2 hingga 7 tahun. Fenomena yang teramati adalah meningkatnya suhu permukaan laut yang biasanya dingin. El niño terjadi apabila perairan yang lebih panas di Pasifik tengah dan timur meningkatkan suhu dan kelembaban pada atmosfer yang berada di atasnya. Hal ini mendorong terjadinya pembentukan awan sehingga meningkatkan curah hujan di sekitar kawasan tersebut. Bagian barat Samudra Pasifik tekanan udara meningkat sehingga terhambat pertumbuhan awan di atas lautan bagian timur Indonesia terhambat. Dampaknya adalah beberapa wilayah Indonesia terjadi penurunan curah hujan yang jauh dari normal.
26
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
23
Karakter dan kuatnya dampak pemanasan global dan perubahan iklim bergantung pada tiga komponen yaitu magnitude suatu kejadian ekstrem, exposure dan kerentanan (IPCC, 2012). Gambar 1 di bawah ini mengilustrasikan konsep dasar SREX (Special Report on Managing the Risk Extreme Events and Disasters to Advance Climate Change Adpation). Terlihat juga bahwa manajemen risiko bencana perubahan iklimnya memfokuskan pada penekanan exposure dan kerentanan dan meningkatkan ketahanan terhadap dampak iklim ekstrem.
Gambar 1. Ilustrasi konsep dasar SREX (IPCC, 2012).
Perubahan iklim berlangsung secara perlahan-lahan akan membawa kerugian bagi masyarakat, sebagai contoh terjadinya kenaikan tinggi muka laut dan intrusi air laut ke delta-delta sungai akan merusak ekosistem pesisir yang pada akhirnya menghancurkan mata pencaharian masyarakat. Ini semua mengakibatkan adanya korban jiwa, kemiskinan, gangguan pelayanan sosial dan paling mendasar kerugian harta benda serta kerusakan infrastruktur sehingga terjadi kemunduran dalam pertumbuhan ekonomi dan kerusakan lingkungan hidup. Oleh karena itu, yang jauh lebih penting adalah bahwa kita dapat beralih ke pengelolaan yang ‘cermat’, daripada berusaha merespon saat bencana terjadi, mestinya yang dituju adalah mengurangi risiko dan melakukan persiapan sebelum bencana itu terjadi Seluruh sektor kehidupan manusia terpengaruhi oleh fenomena perubahan iklim oleh karena diharapkan setiap sektor terkait dapat melakukan usaha mitigasi dan adaptasi. Mitigasi adalah usaha untuk mengurangi magnitude dari perubahan iklim dengan Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
24
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
27
penurunan emisi GRK, sedangkan adaptasi merupakan kegiatan peningkatan kapasitas dalam menghadapi perubahan iklim untuk meminimalisir dampak dari fenomena tersebut. Tulisan ini disusun sebagai referensi mengenai informasi-informasi perubahan iklim yang dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha adaptasi untuk sektor sumber daya air.
II. DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP SEKTOR SUMBER DAYA AIR Dalam siklus hidrologi, neraca energi pada permukaan bumi dan atmosfer memiliki peranan yang penting. Sedangkan pemanasan permukaan bumi dan atmosfer bawah diperkirakan akan memperkuat siklus air yang dipicu oleh kemampuan udara hangat untuk menyimpan dan mendistribusikan lebih banyak. Namun, meningkatnya siklus air global yang semakin intensif ini tidak seragam dengan adanya variasi regional yang sejalan dengan mekanisme “yang kaya akan bertambah kaya”. Daerah yang kering akan semakin kering (umumnya di subtropik) dan sebaliknya, yang basah akan semakin basah (umumnya di lintang menengah hingga tinggi). Pada beberapa tahun terakhir frekuensi kejadian iklim ekstrem semakin meningkat dan dampak yang ditimbulkannya menjadi lebih parah (Gambar 2.). Dalam kurun waktu tahun 1844 dan 1960 kemarau panjang terjadi rata-rata setiap empat tahun, tetapi antara tahun 1961 dan 2006 meningkat menjadi setiap tiga tahun. Banjir juga makin sering melanda. Dalam kurun waktu 2001–2004, telah dilaporkan sekitar 530 kali banjir, yang melanda hampir di seluruh provinsi. Tingkat kerusakannya juga meningkat. Kejadian el niño 19971998 adalah yang paling parah selama 50 tahun; tahun 1998 memang merupakan tahun terpanas dalam abad dua puluh ini (UNDP, 2007).
28
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
25
Gambar 2. Jumlah total kejadian bencana tahun 1993-2002 dan jumlah kejadian banjir dalam kurun waktu 2001-2004 (UNDP, 2007).
Sistem hidrologi sangat sensitif terhadap perubahan iklim (Arnell et al, 2002). Interaksi antara peningkatan konsentrasi GRK dan sistem hidrologi sangat kompleks dan dapat diilustrasikan pada gambar 2. Peningkatan suhu udara akan mengakibatkan perubahan evapotranspirasi, kelembaban tanah dan infiltrasi, dengan kata lain peningkatan konsentrasi GRK dapat merubah karakteristik curah hujan yang pada akhirnya akan mempengaruhi ketersediaan air di tanah, sungai dan danau. Hal ini akan berdampak pada ketersediaan air untuk domestik, industri, pertanian dan hydropower.
Gambar 3. Pengaruh kenaikan konsentrasi CO2 terhadap sumber daya air.
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
26
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
29
Keterkaitan sektor sumber daya air dengan sektor lainnya membuat sektor ini merupakan salah satu sektor penting dalam adaptasi perubahan iklim. Ketersediaan air untuk irigasi membuat sektor pertanian sangat bergantung terhadap sektor ini, penyediaan tenaga listrik bersumber pada teknologi hydropower yang merupakan salah satu penyedia listrik non emission membuat sektor energi sangat terkait dengan sektor ini dalam usaha adaptasi maupun mitigasinya. Selain itu terdapat sektor parawisata yang berhubungan dengan sektor sumber daya air dimana terdapat obyek wisata air yang bergantung pada ketersediaan air, serta sektor kesehatan yang terkait dengan sektor ini dalam hal penyediaan air bersih. Boer and Subbiah (2005) menyatakan bahwa baik variasi perubahan iklim baik skala regional maupun skala global berdampak pada pertanian. Skenario perubahan iklim mempredikisi bahwa di akhir abad ke-21 nanti, produksi beras di Asia dapat menurun salah satunya adalah akibat pengaruh thermal stress and air yang terbatas (Murdiyarso 2003). Di daerah tropis, pertanian sangat dipengaruhi oleh variasi curah hujan tahunan (annual) dan inter-annual. Pengelolaan air sebagai penyedia irigasi adalah salah satu faktor penting untuk produksi pertanian dan lebih lanjut lagi dalam rangka ketahanan pangan. Budidaya pertanian dalam rangka ketahanan pangan ini mutlak didukung oleh ketersediaan air di Daerah Aliran Sungai (DAS). Irigasi terbagi menjadi 4 jenis yaitu irigasi permukaan, irigasi tambak, irigasi air tanah dan irigasi pompa. Irigasi permukaan merupakan irigasi yang bersumber dari sumber-sumber air yang ada, dan ditampung dengan infrakstruktur kemudian dialirkan melalui saluran primer dan sekunder ke persawahan. Irigasi tambak merupakan sistem pengaturan pengelolaan air dari sistem drainase yang ada misalnya pengaturan distribusi air di daerah pesawahan. Irigasi air tanah merupakan irigasi yang bersumber dari air tanah yang dipompakan untuk kemudian didistribusikan ke areal-areal pertanian, ini biasanya dilakukan untuk tanaman-tanaman yang tidak membutuhkan genangan sawah seperti tanaman sayuran dan palawija selain itu karena dibutuhkan biaya untuk melakukan pemompaan maka biasanya ini dilakukan untuk tanaman-tanaman yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Sedangkan, irigasi pompa diutamakan untuk arealareal persawahan di dataran tinggi. Perubahan pola curah hujan juga menurunkan ketersediaan air untuk irigasi dan sumber air bersih. Di pulau Lombok dan Sumbawa antara tahun 1985 dan 2006, jumlah titik air menurun dari 580 menjadi hanya 180 titik. Sementara itu, kepulauan ini juga mengalami ‘jeda musim’kekeringan panjang selama musim penghujan – yang kini menjadi makin sering,menimbulkan gagal panen. Di seluruh negeri, kini makin banyak saja sungai yang makin dangkal seperti
30
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
27
Sungai Ular (Sumatra Utara), Tondano (Sulawesi Utara), Citarum (Jawa Barat), Brantas (Jawa Timur), Ciliwung-Katulampa (Jawa Barat), Barito-Muara Teweh (Kalimantan Tengah), serta Larona-Warau (Sulawesi Selatan). Di wilayah pesisir, berkurangnya air tanah disertai kenaikan muka air laut juga telah memicu intrusi air laut ke daratan – mencemari sumber-sumber air untuk keperluan air bersih dan irigasi (UNDP, 2007). Perubahan iklim dan perubahan tata guna lahan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap parameter-parameter hidrologi di suatu DAS (Li 2009). Namun, secara bersamasama, perubahan iklim dan konversi lahan akan mempengaruhi fluktuasi debit air sungai yang merupakan sumber utama produksi listrik PLTA. Untuk DAS Citarum dalam periode tahun 2000 dan 2025 diprediksi bahwa deforestasi akan menurunkan luas hutan sebesar 38%. Hal ini berdampak pada peningkatan fraksi hujan yang melimpas dan penurunan aliran dasar. Di sisi lain, perubahan iklim menyebabkan terhadinya perubahan curah hujan, baik secara musiman maupun secara spasial yang berdampak pada input debit untuk PLTA. Secara bersama-sama, perubahan iklim dan tata guna lahan meningkatkan risiko debit rendah untuk PLTA Saguling sehingga menyebabkan produksi listrik yang rendah. (Setiawan 2013). Ini akan memperngaruhi penyediaan tenaga listrik untuk daerah Jawa dan Bali yang selama ini bergantung pada PLTA Saguling. Selain sebagai salah satu strategi pengelolaan air, waduk berperan juga sebagai areal parawisata, selain itu danau-danau alami pun merupakan salah satu tujuan rekreasi. Ini membuat sektor sumber daya air ini cukup terkait dengan sektor parawisata. Hal lain yang merupakan dampak perubahan iklim adalah krisis air bersih, yang disebabkan oleh masa kekeringan berkepanjangan. Kondisi tersebut disebabkan oleh pergantian musim yang tidak stabil, sehingga daerah yang jarang air terancam mengalami krisis air. Sumber kebutuhan air tawar sepertiga penduduk dunia diperkirakan akan kering pada tahun 2100. Pada pertengahan abad ini, daerah subtropis dan tropis yang kering diprediksi akan mengalami kekurangan air sebanyak 10-30% sehingga terancam bencana kekeringan (Junaedy, 2008; LAPAN, 2009). Lebih lanjut dampak perubahan iklim akan mengganggu ketahanan dan stabilitas persediaan air baku, ini menggangu baik pada faktor kualitas, kuantitas dan kontinuitasnya. Sehingga pada saat ini perubahan pola musim dan frekuensi iklim ekstim akibat pemanasan global harus mulai dipertimbangkan dalam perencanaan pembangunan sumber daya air baku baik melalui re-evaluasi dan kapabilitas DAM (bendungan), sungai, danau maupun berbagai sumber air tanah dalam dan mata air yang telah ada sebelumnya (existing) maupun terhadap perencanaan dan desain yang tengah atau akan dibuat di masa yang
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
28
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
31
akan datang. Hal lain yang sangat perlu juga dilakukan adlah sosialisasi dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya menjaga kelestarian sumber daya air maupun melakukan penghematan penggunaan sumber daya air, baik berupa air tanah dalam maupun air permukaan. Perubahan pola curah hujan dapat berdampak pada berkurangnya ketersediaan air di permukaan dan penurunan kualitas air akibat pekatnya kandungan polutan di air permukaan yang menurunkan kualitasnya. Permasalahan sumber daya air menyangkut aliran air di permukaan dan aliran air di dalam tanah. Permasalahan utama sumber daya air di Indonesia adalah tidak meratanya distribusi musiman dari air yang tersedia. Dengan jumlah sekitar 2.300 mm pertahun sebenarnya Pulau Jawa memiliki kelebihan sumber daya air, tetapi sekitar 80% air yang tercurah tersebut jatuh pada musim hujan. Sisanya 20% tercurah pada musim kemarau. Dalam hal ini diperlukan manajemen sumber daya air yang mengacu pada prediksi iklim dan skenario perubahan iklim yang jitu untuk mendukung ketersediaan sumber daya air yang memadai dalam waktu yang panjang (Aldrian 2011). III. KEBUTUHAN SEKTOR TERHADAP INFORMASI PERUBAHAN IKLIM Sektor sumber daya air merupakan salah satu sektor yang akan sangat terpengaruhi oleh fenomena perubahan iklim. Kenaikan konsentrasi GRK yang menaikan suhu udara dan pada akhirnya memicu terjadinya perubahan iklim dimana salah satunya adalah karakteristik curah hujan, akan sangat mempengaruhi sektor sumber daya air yang bergantung pada curah hujan sebagai faktor utama input air. Perencanaan serta strategi pengelolaan air sangat bergantung pada kondisi iklim dan cuaca. Keadaan ekstrem dan frekuensi kejadiannya yang semakin meningkat akan menggangu ketahanan sumber daya air di Indonesia, dibutuhkan strategi yang tepat untuk dapat beradaptasi pada perubahan iklim. Berdasarkan hasil forum diskusi antara BMKG dan stakeholder sektor sumber daya air diperoleh masukan-masukan mengenai informasi perubahan iklim yang dibutuhkan dalam kegiatan adaptasi. Informasi curah hujan merupakan informasi utama yang dibutuhkan untuk sektor ini, bentuk informasi berupa info tren curah hujan, early warning system untuk curah hujan ekstrem, peta spasial curah hujan (musiman), peta rawan banjir/longsor, info harian curah hujan dan prakiraan curah hujan bulanan akan sangat dibutuhkan dalam perancanaan serta strategi pengelolaan dan operasional waduk untuk distribusi pengairan. Lebih lanjut kebutuhan informasi iklim untuk sektor sumber daya air dapat dilihat pada tabel 1.
32
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
29
Tabel 1. Matriks kebutuhan sektor sumber daya air. Jenis Informasi
Bentuk Informasi
Mekanisme Diseminasi
Kegunaan/ Manfaat
Suhu (Rata-rata, maksimum dan minimum)
- Info tren perubahan suhu - Informasi harian - Peta lokasi cuaca (suhu panas) ekstrem
- Website BMKG - Informasi disampaikan ke Perum Jasa Tirta II - Buku peta informasi
Energi Matahari (ratarata) dan Penyinaran matahari rata-rata (dalam satuan Langley/m2)
Informasi harian
- Website BMKG - Informasi disampaikan ke Perum Jasa Tirta II
Analisis kualitas air di waduk dalam perhitungan simulasi metabolisme biota air, dalam hal ini untuk pengendalian dan antisipasi pertumbuhan gulma air.
Waduk Ir. H. Djuanda
Curah Hujan
- Info tren curah hujan - Early warning system untuk curah hujan ekstrem - Peta spasial curah hujan (musiman) - Peta rawan banjir/ longsor - Info harian curah hujan - Prakiraan curah hujan bulanan. - Tren wet spell
- Website BMKG - Web link ke Perum Jasa Tirta II - Buku peta informasi
- Operasi waduk harian - Distribusi air - Perencanaan alokasi air - Perencanaan tanam - Perencanaaan penanggulangan rawan banjir dan longsor
- DAS Citarum dan DAS Ciliwung Cisadane. - Kabupaten Bekasi, Karawang, Purwakarta, Subang, Bandung, Indramayu, DKI Jakarta, Cianjur, Bogor.
- Perencanaan tanam padi - Perencanaan alokasi air
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
30
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
Lokasi Wilayah Sungai Citarum dan Sebagian Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (Kab. Bekasi, Karawang, Purwakarta, Subang, Bandung, Indramayu, DKI Jakarta)
33
Jenis Informasi
Bentuk Informasi
Mekanisme Diseminasi
Kegunaan/ Manfaat
Lokasi
Sea Surface Temperature (SST)
- Peta tematik - Tren SST - Prediksi - Proyeksi (s/d 5 tahun)
- Website BMKG - Dokumen (buku)
Petir
- Info tren frekuensi petir dan peta lokasi rawan petir - Informasi harian
- Website BMKG - Web link ke Perum Jasa Tirta II
- Untuk perencanaan dalam penanggulangan gangguan elektromagnetik pada sintelis (Sistem Telekomunikasi dan Listrik) PLTA Ir. H. Djuanda. - Pengamanan GPS dan radio komunikasi di Waduk Ir. H. Djuanda
Jatiluhur , Kab. Purwakarta
Draught (Kekeringan)
- Peta dry spell - Peta potensi kekeringan bulanan
- Website BMKG - Web link ke Perum Jasa Tirta II
- Peringatan kekeringan terhadap musim tanam padi. - Untuk analisa operasi pemberian air.
- DAS Citarum dan DAS Ciliwung Cisadane. - Kabupaten Bekasi, Karawang, Purwakarta, Subang, Bandung, Indramayu, DKI Jakarta, Cianjur, Bogor.
Kelembaban Udara
- Info tren kelembaban udara - Informasi harian
Website BMKG
Keperluan dalam perencanaan tanam padi.
- DAS Citarum dan DAS Ciliwung Cisadane. - Kabupaten Bekasi, Karawang, Purwakarta, Subang, Bandung, Indramayu, DKI Jakarta, Cianjur, Bogor.
34
Analisis operasi waduk dan distribusi air.
- DAS Citarum dan DAS Ciliwung Cisadane. - Kabupaten Bekasi, Karawang, Purwakarta, Subang, Bandung, Indramayu, DKI Jakarta, Cianjur, Bogor.
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
31
Jenis Informasi Evaporasi
Bentuk Informasi - Peta dan tabel tren penguapan rata-rata dasarian - Tabel dan tren bulanan
Mekanisme Diseminasi - Website BMKG - Dokumen (buku)
Kegunaan/ Manfaat Perencanaan tanam padi dan alokasi air
Lokasi - DAS Citarum dan DAS Ciliwung Cisadane. - Kabupaten Bekasi, Karawang, Purwakarta, Subang, Bandung, Indramayu, DKI Jakarta, Cianjur, Bogor.
III. KAPASITAS LAYANAN INFORMASI PERUBAHAN IKLIM BMKG Tindakan adaptasi adalah upaya untuk mengatasi dampak perubahan iklim sehingga mampu mengurangi dampak negatif dan mengambil manfaat positifnya. Dalam pengertian lain, adaptasi adalah upaya untuk mengelola hal yang dapat dihindari (Aldrian 2011). Oleh karena itu untuk menyusun rencana adaptasi yang tepat untuk setiap sektor dibutuhkan informasi perubahan iklim yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan spesifik sektor.
Gambar 4. Konsep informasi perubahan iklim dalam upaya adaptasi dan mitigasi. Gambar 4. Konsep informasi perubahan iklim dalam upaya adaptasi dan mitigasi.
BMKG merupakan lembaga pemerintah yang memiliki tugas menyediakan pelayanan data BMKG merupakan lembaga pemerintah yang memiliki tugas menyediakan pelayanan data dan informasi perubahan iklim. Informasi ini diperoleh dari hasil analisis data pengamatan dan informasi perubahan iklim. Informasi ini diperoleh dari hasil analisis data pengamatan 21 21 stasiun klimatologi, 120 stasiun meteorologi dan 31 stasiun geofisika, serta sekitar 5.000 stasiun klimatologi, 120 stasiun meteorologi dan 31 stasiun geofisika, serta sekitar 5.000 pos pos stasiun kerjasama. Dimana untuk pos stasiun kerjasama ini terdiri dari pos-pos hujan, stasiun pos stasiun stasiunmeteorologi kerjasama pertanian ini terdiri khusus. dari pos-pos hujan, stasiunkerjasama. penguapan,Dimana pos-posuntuk iklim dan
stasiun penguapan, pos-pos iklim dan stasiun meteorologi pertanian khusus. Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
35 Selain kajian data historis menggunakan data primer pengamatan iklim, BMKG melakukan 32 Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
pemodelan proyeksi iklim kedepan berdasarkan skenario yang telah ditetapkan oleh IPCC.
Selain kajian data historis menggunakan data primer pengamatan iklim, BMKG melakukan pemodelan proyeksi iklim kedepan berdasarkan skenario yang telah ditetapkan oleh IPCC. Analisis ini sangat baik digunakan untuk memberi gambaran keadaan iklim masa depan sebagai dasar perencanaan jangka panjang. Lebih lanjut layanan-layanan informasi iklim dan perubahan iklim terkait dengan sektor sumber daya air dipaparkan dibawah ini. 1. Climate Change Information System (CCIS) Sejak tahun 2011 Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara (PIKU) menjalin kerjasama dengan GIZ dalam pembentukan portal dan sistem informasi perubahan iklim. Kegiatan ini ditujukan untuk membangun sistem informasi perubahan iklim berbasis website.
Gambar 5. 5.Tampilan Tampilan portal portaldari dariPusat PusatPerubahan Perubahan Iklim Iklimdan danKualitas Kualitas Udara Udara Gambar sebagai front interface CCIS. sebagai front interface CCIS.
Climate Change Information System (CCIS) merupakan salah satu menu dalam web Climate Change Information System (CCIS) merupakan salah satu menu dalam web portal PIKU yang memiliki sistem database dan toolbox untuk menampilkan data indeks portal yang memiliki database dan toolbox untuk menampilkan datastasiun indeks iklimPIKU tahunan dan periodesistem tertentu, serta nilai tren dan ekstrem dari data historis iklim tahunan dan periode tertentu, serta nilai tren dan ekstrem dari data historis stasiun pengamatan BMKG. Dengan pembangunan CCIS diharapkan terbentuknya sistem Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
diseminasi informasi perubahan iklim yang berupa data-data indeks iklim tahunan beserta 36 trennya.
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
33
pengamatan BMKG. Dengan pembangunan CCIS diharapkan terbentuknya sistem diseminasi informasi perubahan iklim yang berupa data-data indeks iklim tahunan beserta trennya.
Gambar 6. Nilai suhu tertinggi pada tahun (tampilan Gambar 6. Nilai suhumaksimum maksimum tertinggi pada tahun 1992 1992 (tampilan CCIS). CCIS).
Gambar 7. Tren nilai suhu maksimum tertinggi tahunan periode 1990-2010 (tampilan CCIS). Gambar 7. Tren nilai suhu maksimum tertinggi tahunan periode 1990-2010 (tampilan CCIS).
2. Peta exposure iklim dan kerentanan perubahan iklim 2. Peta exposure iklim dan kerentanan perubahan iklim Kajian kerentanan perubahan iklim merupakan hasil kerjasama BMKG dengan JICA Kajian kerentanan perubahan iklim merupakan hasil kerjasama BMKG dengan JICA yang yang mengambil Pulau Bali sebagai pilot project. Terdapat tiga komponen penting untuk mengambil Pulau Bali sebagai pilot project. Terdapat tiga komponen penting untuk penilaian kerentanan yang telah dinilai secara terpisah sesuai dengan sifat dan ukurannya, tiga komponen tersebut yakni exposure, sensitivitas dan kapasitas adaptasi. Komponen exposure merupakan hasil dari analisis data iklim yang berupa tren iklim, indeks iklim dan kesesuaian lahan berdasarkan iklim. Selain itu dapat pula digunakan hasil dari skenario Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
34
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
31
37
penilaian kerentanan yang telah dinilai secara terpisah sesuai dengan sifat dan ukurannya, tiga komponen tersebut yakni exposure, sensitivitas dan kapasitas adaptasi. Komponen exposure merupakan hasil dari analisis data iklim yang berupa tren iklim, indeks iklim dan kesesuaian lahan berdasarkan iklim. Selain itu dapat pula digunakan hasil dari skenario proyeksi iklim berdasarkan pada global model yang telah divalidasi terlebih dahulu menggunakan data observasi sebagai salah satu faktornya.
38
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
35
Gambar 8. Tren jumlah hari tanpa hujan dan hari hujan berturut-turut di Pulau Bali.
Gambar 9. Peta indeks exposure iklim untuk Pulau Bali.
Komponen exposure merupakan salah satu komponen utama dalam analisa kerentanan perubahan iklim selain sensitivitas (sensitivity) dan kapasitas adaptasi (adaptive capacity), dimana secara garis besar kebutuhan data untuk analisis kerentanan perubahan iklim membutuhkan dua kategori data yaitu data non Iklim dan data iklim (Gambar 10.).
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
36
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
39
Gambar 10. Konsep penyusunan analisis kerentanan perubahan iklim.
Keunikan dan besarnya pengaruh lokal dalam sistem iklim di wilayah Indonesia membuat komponen exposure sulit untuk digambarkan hanya dengan analisa global model saja, sangat dibutuhkan juga analisa series data pengamatan untuk setiap daerahnya. BMKG sebagai lembaga pemerintah yang melakukan pengamatan dan analisis data iklim memiliki peranan yang sangat penting dalam analisis komponen exposure, dimana data pengamatan iklim digunakan dalam analisis data series selain itu digunakan pula dalam validasi model global dalam skenario proyeksi iklim. Komponen lain dalam analisa kerentanan perubahan iklim adalah komponen sensitivitas dan komponen kapasitas adaptasi. Komponen sensitivitas merupakan hasil dari analisis data sekunder dari lokal stakeholder, sedangkan komponen kapasitas adaptasi merupakan hasil analisis data survei lapangan dan data Badan Pusat Statistik (BPS). 3. Peta pergeseran awal musim dan panjang musim Periode musim hujan dan kemarau sangat penting dalam pengelolaan sumber daya air, oleh karena itu untuk menunjang perencanaan strategi pengelolaan air BMKG telah menyusun peta pergeseran awal dan panjang musim hujan dan kemarau. Salah satu bentuk informasi pergeseran musim adalah perbandingan rata-rata musim 2001-2007 terhadap periode normal 1971-2000 seperti pada gambar 11.
40
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
37
Gambar 11. Peta pergeseran musim hujan Pulau Jawa (BMKG, 2004) Gambar 11. Peta pergeseran musim hujan Pulau Jawa (BMKG, 2004)
Gambar 11. Peta pergeseran musim hujan Pulau Jawa (BMKG, 2004)
Gambar12. 12.Peta Petapergeseran pergeseran musim musim kemarau (BMKG, 2004). Gambar kemarauPulau PulauJawa Jawa (BMKG, 2004). Gambar 12. Peta pergeseran musim kemarau Pulau Jawa (BMKG, 2004).
4. Proyeksi iklim dengan menggunakan skenario IPCC 4. Proyeksi iklim dengan menggunakan skenario IPCCIPCC 4. Proyeksi iklim dengan menggunakan skenario SelainSelain analisa data historis pula proyeksi kedepan dengan analisa historisBMKG BMKG melakukan melakukan pula proyeksi iklim iklim kedepan Selain analisa data data historis BMKG melakukan pula proyeksi iklim dengan kedepan dengan menggunakan skenario ditetapkkan IPCC. Informasi ini berubah menggunakan skenarioyang yang telah telah ditetapkkan oleholeh IPCC. Informasi ini berubah sesuai sesuai menggunakan skenario yangIPCC telah ditetapkkan oleh IPCC. Informasi ini berubah sesuai dengan update skenarioIPCC yang baru baru yang dalamdalam annual annual report IPCC. dengan update skenario yang yangdigunakan digunakan report IPCC. dengan update skenario IPCC yang baru proyeksi yang iklim digunakan dalam annual IPCC. Gambar 13 merupakan salah satu informasi kedepan untuk sektor sumber Gambar 13 merupakan salah satu informasi proyeksi iklim kedepan untuk sektorreport sumber daya air dengan menggunakan skenario iklim IPCC. daya air menggunakan skenario iklim IPCC. Gambar 13dengan merupakan salah satu informasi proyeksi iklim kedepan untuk sektor sumber
daya air dengan menggunakan skenario iklim IPCC.
Gambar 13. 13. Informasi perubahan Gambar Informasiskenario skenario perubahan iklimiklim untukuntuk sumbersumber daya air. daya air. Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
38
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
34
41
IV.
GAP LAYANAN INFORMASI PERUBAHAN IKLIM
Kenaikan frekuensi kejadian ekstrem yang disebabkan oleh pemanasan global menyadarkan masyarakat dunia untuk melakukan berbagai upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Sektor-sektor yang berkaitan erat dengan sumber dan efek pemanasan global berupaya menyusun rencana adaptasi dan mitgasi dalam menghadapi fenomena ini. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memiliki peranan yang sangat sentral sebagai lembaga penyedia informasi iklim sebagai masukan untuk kebijakankebijakan sektor. Berdasarkan hasil dari FGD dengan sektor sumber daya pertanian diperoleh kebutuhankebutuhan informasi perubahan iklim yang dibutuhkan untuk upaya adaptasi sektor ini. Untuk saat ini beberapa kebutuhan informasi yang kaitan dengan curah hujan dan suhu udara telah tersedia dalam CCIS, yang pada saat ini masih dalam tahap pengembangan, informasi-informasi tren, deret hari kering dan basah, serta indeks tahunan tersedia dengan skala tahunan dan periodik. Selain informasi hujan dan suhu berdasarkan data historis, saat ini tim BMKG yang tergabung dengan CORDEX (Coordinated Regional Downscaling Experiment) Southeast Asia melakukan downscaling proyeksi iklim skenario IPCC sehingga dapat digunakan dalam resolusi tinggi. Sedangkan informasi yang masih belum tersedia dalam layanan BMKG pada umumnya merupakan bagian dari unsur-unsur iklim diluar dari suhu dan curah hujan. Kebutuhan informasi seperti evaporasi, kelembaban udara dan suhu muka laut (SST) yang sangat berguna dalam strategi pengelolaan sumber daya air masih belum tersedia dalam layanan BMKG. Untuk saat ini BMKG dmana untuk informasi ini merupakan Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara masih berkonsentrasi pada unsur hujan dan suhu udara tetapi diharapkan berjalan dengan pembangunan dan pengembangan sistem data dan informasi unsur-unsur lain dapat ikut dikembangkan bentuk informasinya untuk menjawab kebutuhan sektor. Berbeda dengan unsur-unsur diatas yang belum tersedia layanan informasinya, khusus untuk informasi energi matahari berkaitan dengan intensitas dan lama penyinaran, BMKG saat ini sedang bmengembangkan layanan informasi untuk unsur tersebut. Layanan informasi ini berkaitan dengan kegiatan BMKG mengenai potensi energi matahari sebagai energi terbarukan.
42
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
39
Daftar Pustaka
Aldrian E, Karmini M, Budiman. 2011. Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim di Indonesia. Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara - BMKG. Arnell N. 2002. Hydrology and Global Environmental Change. Harlow: Pearson Education Limited. Boer, R. and A.R. Subbiah. 2005. Agriculture drought in Indonesia. p. 330-344. In V. S. Boer R, Subbiah A, Tamkani K, Hardjanto H, dan Alimoeso S. 2006. Institutionalizing Climate Information Applications: Indonesian Case. Technical Bulletin WAOB-20061 and AGM-9,WMO/TD No.1277. pp: 189-198. Boken, A.P. Cracknell, and R.L. Heathcote (Eds.). Monitoring and Predicting Agricultural Drought: A global study. Oxford Univ. Press. IPCC, 2001: Climate Change 2001: The Scientific Basis. Contribution of Working Group I to the Third Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change [Houghton, J.T.,Y. Ding, D.J. Griggs, M. Noguer, P.J. van der Linden, X. Dai, K. Maskell, and C.A. Johnson (eds.)]. Cambridge University Press, Cambridge, United Kingdom and New York, NY, USA, 881pp. IPCC, 2007: Climate Change 2007: Impacts, Adaptation and Vulnerability. Contribution of Working Group II to the Fourth Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change, M.L. Parry, O.F. Canziani, J.P. Palutikof, P.J. van der Linden and C.E. Hanson, Eds., Cambridge University Press, Cambridge, UK, 976pp. IPCC, 2012. Managing the Risks of Extreme Events and Disasters to Advance Climate Change Adaptation. A Special Report of Working Groups I and II of the Intergovernmental Panel on Climate Change [Field, C.B., V. Barros, T.F. Stocker, D. Qin, D.J. Dokken, K.L. Ebi, M.D. Mastrandrea, K.J. Mach, G.-K. Plattner, S.K. Allen, M. Tignor, and P.M. Midgley (eds.)]. Cambridge University Press, Cambridge, UK, and New York, NY, USA, 582 pp.
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
40
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
43
Junaedy, E. (2008). Dampak Perubahan Iklim. Dana Mitra Lingkungan. http://www.dml. or.id/dml5/climate_change/dampak_perubahan_iklim.dml (diakses 3 Mei 2009) LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional). 2009. Dampak perubahan iklim. http://iklim.dirgantara-lapan.or.id/index.php?option=com_content (diakses 15 Januari 2010) Mudiarso, D. 2003. Sepuluh tahun perjalanan negosiasi konvensi perubahan iklim. Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2003, hlm. 11. UNDP Indonesia, 2007: Sisi Lain Perubahan Iklim – Mengapa Indonesia Harus Beradaptasi Untuk Melindungi Rakyat Miskinnya. 2007 UNDP Indonesia.
44
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
41
LAYANAN SEKTOR ENERGI BMKG TERKAIT PERUBAHAN IKLIM Oleh: Edvin Aldrian (Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG)
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
45
LAYANAN SEKTOR ENERGI BMKG TERKAIT PERUBAHAN IKLIM Oleh: Edvin Aldrian (Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG)
I. PENDAHULUAN Permasalahan pemanasan global yang membawa akibat terhadap perubahan iklim merupakan masalah energi. Kelebihan energi di atmosfer terjadi akibat efek rumah kaca dari terjadinya ketidakimbangan energi yang masuk dan keluar dari atmosfer. Sebagian besar energi gelombang pendek dari radiasi matahari tidak dapat keluar kembali ke ruang angkasa karena terperangkap oleh penyerapan dari gas rumah kaca. Dampak dari kelebihan energi dari akibat proses ini jelas terasa pada terjadinya dampak perubahan iklim dengan peningkatan panas permukaan, kejadian cuaca dan iklim ekstrem, kenaikan muka air laut dan penurunan tutupan lapisan es di permukaan bumi. Seluruh fenomena tersebut dapat dijelaskan dengan bantuan energi budget yang mengatur bagaimana iklim di muka bumi berproses. Sektor energi yang merupakan sektor yang terlibat langsung pada sebab akibat terjadinya pemanasan global haruslah dapat memanfaatkan kelimpahan energi ini bagi kepentingan pemanfaatannya dalam pengelolaan energi selanjutnya. Sektor energi merupakan salah satu sektor yang juga sensitif terhadap iklim sehingga diperlukan layanan iklim secara nyata. Layanan BMKG dalam hal energi merupakan layanan langsung dan tidak langsung. Layanan langsung adalah layanan dalam produksi energi dimana produksi energi akan sangat bergantung pada informasi yang diberikan oleh kegiatan operasional BMKG. Sedangkan layanan tidak langsung mengacu pada layanan yang memberikan dukungan secara terbatas kepada kegiatan produksi energi tetapi tidak merupakan layanan yang langsung terhadap proses menghasilkan energi tersebut. Dalam hal ini secara keseluruhan maka layanan BMKG diarahkan untuk mendukung ketahanan energi nasional. Sebagian besar layanan energi yang dapat diberikan BMKG merupakan layanan untuk sumber energi terbarukan (renewable). Energi terbarukan bukanlah energi yang bersumber dari fosil seperti gas alam, minyak bumi dan batu bara. Sumber energi terbarukan yang dapat dikembangkan dari layanan informasi yang disediakan BMKG adalah sebagai berikut:
46 42
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
-
sumber daya energi matahari; angin; arus laut; gelombang laut dan pasang surut; air di reservoir PLTA; beda suhu laut dan; kelimpahan biokimia lautan.
Dalam hal perubahan iklim dan memperhatikan aspek geografi dan geologi kewilayahan dari benua maritim Indonesia maka sebenarnya ada dua sumber daya energi yang cukup besar dan langgeng untuk kebutuhan energi nasional yaitu sumber daya energi gunung api atau geothermal dan sumber daya energi arus laut. Berikut ulasan ringkas mengenai potensi energi gunung api, sedangkan ulasan detail mengenai sumber daya arus laut akan disampaikan kemudian. BMKG sebenarnya juga memberikan jasa layanan kegunungapian dalam bentuk layanan sebaran debu letusan gunung api guna keperluan layanan penerbangan dan publik. Jasa layanan tersebut diberikan saat ada letusan gunung api guna keperluan evakuasi dan penanggulangan bencana. Jasa layanan gunung api yang terbatas tersebut juga yang menginsprirasi bahwa ada potensi besar dari gunung api karena Indonesia adalah negara dengan jumlah gunung api terbanyak di dunia yaitu sejumlah 127 gunung api. Gunung api tersebut tersebar di berbagai wilayah Indonesia dan hingga kini sumber energi tersebut belum dimanfaatkan secara maksimal. Selain dengan keberadaan 127 gunung api tersebut sebenarnya juga terdapat potensi dari gunung api yang tidak terlihat yaitu gunung api yang terdapat di bawah permukaan laut. Dalam konteks teori perubahan iklim dan pemanasan global maka sumber daya angin adalah sumber energi yang ideal karena konsep terjadinya perubahan iklim dikarenakan terdapatnya akumulasi energi di atmosfer akibat efek rumah kaca dari penumpukan gas rumah kaca di atmosfer. Penumpukan energi ini berlangsung dari waktu yang lama dan terus terjadi hingga saat ini. Dalam proses selanjutnya kelimpahan energi yang terkumpul di atmosfer ini akan terus berada di atmosfer kecuali jika terjadi penyerapan oleh laut atau oleh biota di darat atau di laut atau oleh proses biogeokimia lainnya. Sisa kelebihan energi di atmosfer akan bersifat kekal dan hanya berubah bentuk energi seperti energi kinetik dalam bentuk angin, energi kalor atau panas dalam bentuk menghangatnya permukaan bumi dan energi potensial dalam bentuk turunnya hujan yang sangat deras. Pengambilan energi angin langsung dari atmosfer dalam bentuk sumber daya angin merupakan jawaban langsung atas kelimpahan akumulasi energi yang terjadi selama ini. Yang menjadi Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
47 43
permasalahan selama ini akan sumber daya energi angin adalah lemahnya kondisi angin di daerah tropis benua maritim dan angin dominan yang sering berganti arah.
A. LAYANAN LANGSUNG SEKTOR ENERGI Berikut ini akan diberikan uraian detail mengenai berbagai layanan sumber daya energi terbarukan yang didapat dari berbagai layanan observasi dan monitoring yang ada di BMKG.
1. Sumber daya energi matahari Sebagai negara maritim tropis yang tepat dilalui garis khatulistiwa, maka Indonesia adalah negara yang ideal dalam hal pemanfaatan sumber daya energi matahari. Meskipun kaya atas sumber energi matahari tetapi perlu diperhatikan bahwa kondisi perawanan diwilayah Indonesia sangat tinggi. Hal ini dikarenakan tingginya proses konvektif yang terjadi dalam pembentukan awan dikarenakan besarnya wilayah lautan dan pulau-pulau kecil yang menjadi sumber heat island engine. Tingginya penguapan di wilayah Indonesia menjadikan wilayah benua maritim Indonesia adalah non cloud free area, dengan tutupan awan yang sangat tinggi. Meskipun demikian energi dari non direct radiation masih relatif cukup dalam menghasilkan energi yang berguna bagi keperluan sehari hari.
Gambar 1. Peralatan Campbell–Stokes untuk mengukur lama waktu penyinaran matahari.
48 44
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
at ini
ngan
Secara tradisional BMKG menyimpan data sunshine duration atau lama penyinaran matahari. Data yang didapat dari alat monitoring manual Campbell–Stokes, sebuah bola kaca yang membakar kertas dibawahnya akibat penyinaran matahari. Menurut WMO pada tahun 2003 telah menetapkan 120 watt/m2 sebagai syarat batas energi langsung radiasi matahari dalam menetapkan waktu lama penyinaran. Sehingga dianggap kertas pada Campbell-Stokes yang terbakar adalah akibat kekuatan energi sebesar tersebut. Pada perkembangan selanjutnya berbagai peralatan BMKG telah memakai sistem telemetry dan solar panel untuk energinya. Keberadaan sistem panel energi surya juga dapat dimanfaatkan untuk pembuatan informasi spasial potensi energi surya. Dengan semakin banyak peralatan BMKG yang memanfaatkan solar panel maka akan semakin banyak sumber lokasi yang dapat dipakai untuk memberikan informasi energi surya.
Gambar 2. Distribusi isoheat atau energi dari sumber daya energi matahari. Gambar 2. Distribusi isoheat atau energi dari sumber daya energi matahari.
Saat ini sudah dibuat peta potensi energi surya dengan memanfaatkan informasi dari jaringan solar panel tersebut. Informasi yang disediakan dapat memberikan data langsung jeda waktu sekitarsurya setiap 5 menit. Data yang sudah terkumpul informasi sudahenergi dibuat petadengan potensi energi dengan memanfaatkan tersebut dimasukkan ke dalam database yang dapat kemudian ditampilkan berbagai solar panel tersebut. yang disediakan dapat memberikan data en karakteristik kerja dari Informasi parameter potensi energinya.
gsung dengan jeda waktu sekitar setiap 5 menit. Data yang sudah terkumpul terse
asukkan ke dalam database yang dapat kemudian ditampilkan berbagai karakteri
a dari parameter potensi energinya.
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
45
49
kerja dari parameter potensi energinya.
3. Datamatahari energi matahari dari pengukuran AWS BMKG setiap yang telahtelah masuk Gambar 3.Gambar Data energi dari pengukuran AWS didiBMKG setiap5 5menit menit yang masuk ke database dan dapat ditampilkan dalam tampilan langsung.
ke database dan dapat ditampilkan dalam tampilan langsung. Data dari hasil pemetaan pengukuran peralatan AWS BMKG menunjukkan data yang sudah dimasukkan dalam database untuk dapat dilihat karakter jam jaman, diurnal sudah dimasukkan dapat dilihat karakter jam jaman, diurnal siang siang malam,dalam harian, database bulanan danuntuk tahunan. Pola tersebut dapat menjadi pijakan dasar dari pemanfaatan pada daerah disekitarnya. Peta potensi informasi malam, harian, bulananenergi dan matahari tahunan. Pola tersebut dapat menjadi pijakan ini dasar dari menampilkan data yang lebih baik dari pengukuran manual Campbel-Stokes karena pemanfaatan energi matahari pada daerah disekitarnya. Peta potensi informasi ini dapat memberikan data lebih akurat hingga skala waktu yang tinggi dan ketelitian menampilkan yang lebih baik dari pengukuran manual Campbel-Stokes karena energi data yang besar.
Data dari hasil pemetaan pengukuran peralatan AWS BMKG menunjukkan data yang
dapat memberikan data lebih akurat hingga skala waktu yang tinggi dan ketelitian energi Kedepannya peta potensi energi matahari dapat dikembangkan dengan memakai hasil pemantauan dari satelit yang dapat menutup secara spasial keseluruhan wilayah. yang besar. energi surya hingga 7 hari kedepan. Yang diharapkan dari data satelit adalah data
Dengan data dari pengamatan satelit maka dapat juga dilakukan peramalan kondisi Kedepannya peta potensi energi matahari dapat dikembangkan dengan memakai hasil
parameter Direct Irradiance. energi suryaNett hingga 7 hari kedepan. Yang diharapkan dari data satelit adalah data
pemantauan dari Direct satelit dapat menutup secara spasial keseluruhan wilayah. parameter Nettyang Irradiance. Dengan data dari pengamatan satelit maka dapat juga dilakukan peramalan kondisi
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
41
Gambar 4. Karakteristikenergi energiyang yang dihasilkan dihasilkan dalam jam-jaman, Gambar 4. Karakteristik dalamukuran ukuranstatistik statistik jam-jaman, harian dan bulanan. harian dan bulanan.
Pengembangan selanjutnya adalah sbb: 50 46
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
Memakai data satelit MTSAT untuk penghitungan Direct Nett Irradiation
engembangan selanjutnya adalah sbb: Pengembangan selanjutnya adalah sbb:
Memakai data satelit MTSAT untuk penghitungan Direct Nett Irradiation Memakai data satelit MTSAT untuk penghitungan Direct Nett Irradiation
Pengembangan sistem informasi prediksi energi surya Pengembangan sistem informasi prediksi energi surya
Pengembangan memakai jaringan pengamatan energi surya instansi lain Pengembangan memakai jaringan pengamatan energi surya instansi lain
2 Gambar 5. Snapshot dari besaran energi langsung yangyang terukurterukur dalam satuan Watt/m . Gambar 5. Snapshot dari besaran energi langsung dalam satuan Watt/m
2
Sumber daya energi angin umber daya2.energi angin
Untuk keperluan pengembangan sumber dayaangin angin diperlukan kondisi angin yang ntuk keperluan pengembangan sumber daya diperlukan kondisi angin yang d
dapat menggerakkan turbin dengan kecepatan diatas 5 m/s pada ketinggian kincir enggerakkan seperti turbin60 dengan diatas 5 m/s pada ketinggian kincir atau 100 mkecepatan dari permukaan. Dalam menentukan kecepatan angin pada ketinggian tersebut dapat dilakukan interpolasi dengan memakai data angin dari au 100 m dari permukaan. Dalam menentukan kecepatan angin pada beberapa ketinggian minimal pada 3 ketinggian yang berbeda. Cara yang dapat adalah dengan memasang antena dengan 3 anemometer terpasang pada dari sebut dapatdipakai dilakukan interpolasi dengan memakai data angin beberapa ketinggian. Cara lainnya dengan memakai teknologi Sodar atau WindCube.
seper
keting
bebe
tinggian minimal pada 3 ketinggian yang berbeda. Cara yang dapat dipakai ad
ngan
BMKG melakukan pengamatan angin dari berbagai level pengamatan yaitu dengan memasang antena anemometer pada beberapa automatic weather dengan station, pilot3balon, radio sonde danterpasang citra satelit. Untuk pengamatan permukaan dilakukan pengukuran angin pada ketinggian 2 m dan 10 m. Untuk
ara lainnya dengan memakai teknologi Sodar atau WindCube.
ep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
51 47
keting
BMKG melakukan pengamatan angin dari berbagai level pengamatan yaitu dengan automatic weather station, pilot balon, radio sonde dan citra satelit. Untuk pengamatan permukaan dilakukan pengukuran angin pada ketinggian 2 m dan 10 m. Untuk pengamatan cuaca permukaan synoptic maka data angin yang dikumpulkan BMKG juga pengamatan cuaca permukaan synoptic maka data angin yang dikumpulkan BMKG di share kedalam atau synoptic WMOWMO yaitu yaitu melalui sistem CMSS. juga di sharejaringan kedalam GTS jaringan GTS atau synoptic melalui sistem CMSS.
Gambar 6. Peta Potensi energi angin nasional berdasarkan data angin dari UPT BMKG
10 m. Diperlukan ketinggian lainberdasarkan untuk membuat yang lebih representatif. Gambarketinggian 6. Peta Potensi energi angin nasional datapeta angin dari UPT BMKG ketinggian 10 m. Diperlukan ketinggian lain untuk membuat peta yang lebih representatif.
synoptic makaBMKG BMKG juga juga memakai pengamatan anginangin dari satelit Selain Selain data data synoptic maka memakaidata data pengamatan dari satelit JASON ENVYsat sat yang yang menampilkan datadata anginangin permukaan. sepertiseperti JASON dandan ENVY menampilkanperkiraan perkiraan permukaan.
Pemanfaatan dari data satelit adalah sebagai masukan utama dari model gelombang yang setiap hari dikeluarkan oleh BMKG. Hasil simulasi gelombang menunjukkan yang setiap hari dikeluarkan oleh BMKG. Hasil menunjukkan korelasi korelasi langsung bahwa gelombang tinggisimulasi terjadi gelombang pada saat angin permukaan kencang. dapat dilihat bahwa datasaat pengamatan dari satelitkencang. untuk angin langsung bahwaSehingga gelombang tinggi terjadi pada angin permukaan Sehingga dapat dipakai secara langsung untuk untuk memberikan awaldapat daerahdipakai dapat permukaan dilihat bahwa data pengamatan dari satelit angin perkiraan permukaan mana yang berpotensi dalam pengembangan sumber daya angin.
Pemanfaatan dari data satelit adalah sebagai masukan utama dari model gelombang
secara langsung untuk memberikan perkiraan awal daerah mana yang berpotensi dalam Selain dari sumber hasil pengamatan, maka BMKG juga melakukan berbagai pemodelan baik pengembangan daya angin.
cuaca maupun iklim. Dengan hasil keluaran model yang menyangkut seluruh parameter cuaca dan iklim termasuk angin permukaan. Hasil dari pemodelan ini dapat mencapai cuaca resolusi maupunhingga iklim. 1km Dengan keluaran yang menyangkut seluruh parameter yang hasil dirasakan cukupmodel memberikan data bagaimana perkiraan yangtermasuk diterima dari wilayah yang ada. Hasil Dengan resolusi demikian cuaca energi dan iklim angin permukaan. dari pemodelan inimaka dapatcukup mencapai
Selain dari hasil pengamatan, maka BMKG juga melakukan berbagai pemodelan baik
resolusi hingga 1km yang dirasakan cukup memberikan data bagaimana perkiraan energi Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
yang52 diterima dari wilayah yang ada. Dengan resolusi demikian maka cukup dapat 48
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
dilakukan kajian pada pulau pulau kecil untuk potensi sumber daya angin. Hasil dari
dapat dilakukan kajian pada pulau pulau kecil untuk potensi sumber daya angin. Hasil dari pemodelan tersebut kemudian dapat dicari wilayah yang lebih akurat dimana dapat dilakukan pengamatan in situ guna keperluan mencari lokasi yang paling ideal dalam penempatan alat kincir udara. Dengan berbagai kombinasi tersebut yaitu pengamatan dari satelit, pemodelan cuaca dan pengamatan in situ, maka dapat diperoleh gambaran yang sangat detail bagaimana potensi sumber daya energi angin pada suatu daerah. Seluruh kemampuan tersebut sudah dimiliki oleh BMKG untuk melakukan kajian potensi sumber daya angin pada suatu daerah.
3. Sumber daya energi air (PLTA) Potensi sumber daya air merupakan sumber daya energi terbarukan yang sangat potensial di Indonesia. Dengan kombinasi curah hujan tinggi, pulau yang memiliki pegunungan dengan jumlah yang relatif banyak maka sumber daya air merupakan potensi yang menggiurkan dan dapat dijadikan sumber energi pelengkap dari sistem energi yang sudah ada selama ini. Jumlah waduk dan danau alami yang terdapat di berbagai wilayah Indonesia merupakan reservoir air yang dapat diberdayakan untuk pemanfaatannya bagi sumber daya energi air. Pembangkit listrik tenaga air atau PLTA memanfaatkan air yang tercurah dari hujan diatas daerah tangkapan atau daerah aliran sungai yang mengarah ke reservoir tersebut. Layanan informasi cuaca dan iklim ditujukan untuk menyediakan data prakiraan dan pola ketersediaan air waduk atau danau. Dengan kebutuhan tersebut maka informasi utama yang diharapkan adalah informasi curah hujan. Karena daerah layanan sudah dapat diketahui atau jelas dalam daerah tangkapan maka informasi dari curah hujan di daerah tangkapan dapat dipakai untuk layanan tersebut. Selanjutnya informasi yang didapat akan digabung dengan model hidrologi untuk kemudian dibuat simulasi bagaimana prediksi pola inflow air yang dapat masuk ke reservoir danau atau waduk. Hasil yang didapat kemudian akan menentukan bagaimana pola pembangkit listrik yang ada dengan memakai tabel ketinggian reservoir air dan nilai besaran energi yang dihasilkan. Dengan demikian sebuah layanan lengkap dari informasi cuaca dan iklim bagi sumber daya energi air merupakan layanan pemantauan curah hujan, pemodelan hidrologi dan prediksi potensi energi yang dapat dihasilkan. Pemantauan curah hujan dapat
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
53 49
dilakukan secara manual memakai penakar hujan atau automatic rain gauge atau automatic weather station. Untuk keperluan ini BMKG telah bekerja sama dengan pengelola waduk Kedung Ombo dan Mrican di Jawa Tengah dalam menerapkan pemantauan curah hujan dan pemanfaatan model hidrologi dalam menghitung pola inflow air ke dalam waduk. Potensi pengembangan sistem informsai serupa sangat besar karena tersedianya waduk dan dam di berbagai wilayah Indonesia. Hampir sebagian dari reservoir tersebut sebenarnya sudah memiliki pengamatan cuaca baik secara manual ataupun otomatis. Sebagian besar layanan dari reservoir diluar tenaga listrik adalah untuk kebutuhan air pertanian dan air baku perkotaan. Sehingga upaya layanan informasi ini akan sangat berguna untuk berbagai sektor lain yang juga memanfaatkan air dari reservoir tersebut. Sistem layanan informasi untuk mendukung pola pengoperasian PLTA akan sangat bermanfaat bagi adaptasi, pengelolaan dan manajemen pembangkit energi terhadap variabilitas iklim dan perubahan iklim yang dampaknya semakin nyata. Hal ini akan lebih nyata pada kasus iklim ekstrem seperti pada tahun el niño ekstrem. Dengan adanya pola pengaturan secara dinamis maka indikator terjadinya kondisi iklim ekstrem dapat dideteksi dari data informasi yang diterima sehingga dapat diambil berbagai langkah seperti memperbanyak storage dengan mengurangi outflow dan mengurangi produksi energi. Selain itu juga pada kondisi ekstrem basah akan dilakukan pengelolaan yang lebih efisien dengan pengelolaan yang optimal memanfaatkan kelebihan outflow dengan melalui jalur kanal air non PLTA.
54 50
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
Gambar 7. Model Gambar aplikasi cuaca danaplikasi iklim untuk dari penempatan ARG, model ARG, model hidrolo 7. Model cuacaDAS dan iklim untuk DAS dari penempatan hidrologi dan penghitungan energi PLTA. penghitungan energi PLTA.
4. Sumber daya energi arus laut Benua maritim Indonesia terletak diantara dua benua dan dua samudera. Dua samudera besar yang mengapit Indonesia adalah Samudera Pasifik di sebelah timur dan Samudera Hindia di sebelah barat. Dengan sistem arus laut yang terbentuk akibat rotasi bumi dan geostropik lempeng Adaptasi benua maka terdapat sistem Konsep Implementasi Sektoral Perubahan Iklimarus laut sabuk dunia atau the Great Ocean Conveyor Belt yang secara terus menerus mengalirkan air laut dari Samudera Pasifik menuju Samudera Hindia. Aliran masa air laut yang mengalir melintasi Indonesia dari bagian arus lintas dunia tersebut dikenal sebagai arus lintas Indonesia atau Arlindo (the Indonesian Throughtflow). Beberapa penyebab kenapa aliran tersebut tetap mengalir secara persistent adalah penumpukan masa air dan energi di daerah Pasifik Barat atau wilayah warmpool yang menyebabkan beda tekanan pada muka laut di wilayah warmpool terhadap Samudera Hindia. Proses selanjutnya adalah gaya geostropik yang menyebabkan arlindo. Karena sifat rotasi bumi maka arus yang mengalir ini hanya dari Samudera Pasifik menuju Samudera Hindia dan tidak bisa sebaliknya. BMKG melakukan kajian awal dari penerapan model iklim laut. Pemodelan iklim laut sangat dibutuhkan dalam mengerti proses iklim di benua maritim karena sebagian besar wilayah Indonesia adalah wilayah laut. Sebaiknya memang model iklim untuk atmosfer dipadu atau di couple dengan model laut untuk mendapatkan pola pertukaran masa dan energi yang memadai untuk masukan model iklim atmosfer. Jika hanya memanfaatkan data dari sumber global dengan resolusi terbatas maka tidak akan didapat perbaikan yang memadai. Ke depannya hasil dari pemodelan iklim laut BMKG dapat dipakai untuk mendapatkan aliran arus laut dengan resolusi spasial dan temporal yang memadai untuk kajian awal potensi energi arus laut.
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
55 51
5°N
Arus termoklin Pasifik Utara Arus termoklin Pasifik selatan Arus permukaan laut Jawa
Samudra Pasifik Mindanao Eddy
Sulawesi
Kalimantan
Halmahera Eddy
0°
Halm
8
5°S
Java
~n a Ni
Seram
Banda
Flores
Lomb ok
10°S Samudra Indonesia
1.5
i es law
sill ~680 m ang ak Dew Sill
Java
10
Su
ahe ra
La
Ma kas sar
Maluku
4.5
1.7
Tim
4.3
or
Timor
ITF
110°E
Australia
115°E
ARUS MASUK Makassar (8 - 9 Sv) Jalur timur (1 Sv?)
Lifamatola (1.5 Sv)
120°E
arus lapisan termoklin 680 m arus dalam
125°E
130°
135°E
KELUAR: Timor, Ombai, Lombok 7.3 - 10.7 Sv (rerata 9 Sv) Celah Makassar 1.8 - 2.3 Sv (rerata 2.1 Sv)
Gambar 8. Peta arus laut dalam dari Aliran Lintas Indonesia (Arlindo) di wilayah timur Indonesia dengan skala kecepatan arus sebesar Sv atau 1 km3/detik.
Potensi sumber daya arus laut terutama didapat pada selat atau celah sempit antar pulau. Dari gambaran hasil perhitungan pengamatan program INSTANT dan ARLINDO hasil kerjasama riset beberapa negara ditemukan potensi besar energi arus laut terutama pada wilayah timur Indonesia dimana terdapat potensi yang kontinyu. Sebagai contoh aliran air laut di Selat Lombok mengalirkan masa air sebesar 1,7 Sv atau 1,7 km3/detik. Sementara itu di Selat Timor sebesar 4,5 Sv, di Selat Arafura 4,3 Sv dan Selat Lifamatola 1,5 Sv. Untuk menampung energi yang demikian besar tersebut diperlukan turbin energi yang sangat kuat dan tertanam di dalam laut pada kedalaman tertentu. Untuk suatu wilayah tidak cukup hanya dengan pemasangan satu turbin tetapi bisa berlapis untuk mendapatkan hasil yang maksimum. Sumber energi arus laut bersama dengan sumber energi panas bumi merupakan sumber energi terbarukan yang sangat melimpah di bumi Indonesia. 5. Sumber daya energi gelombang laut BMKG menyediakan layanan harian hingga 7 hari kedepan peta potensi ketinggian gelombang laut berdasarkan data prediksi angin sehari hingga 7 hari kedepan. Layanan potensi ketinggian gelombang sangat berguna bagi pelayaran dan perikanan. Salah satu manfaat dari sektor energi secara tidak langsung adalah membantu perjalanan logistik antar pulau. Wilayah dengan sumber energi minyak gas bumi dan batubara
52
56
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
seperti Pulau Kalimantan akan berhubungan dengan jalur laut ke Pulau Jawa yang padat industri dan pemukiman. Peta potensi ketinggian gelombang tersebut sangat berguna dalam penentuan jadwal pengiriman energi untuk layanan logistik. Dalam beberapa kasus terjadi permasalahan akibat pasokan batubara tidak memadai dalam hal tingginya gelombang di laut. Walaupun hasil peta gelombang memakai model WINDWAVE-05 yang dikeluarkan BMKG lebih banyak valid untuk laut lepas akan tetapi dapat memberikan gambaran bagaimana kondisi pesisir yang ada di dekatnya. Dengan melihat peta serupa untuk waktu tertentu dalam jangka waktu yang lama maka akan didapat pola tahunan, musiman dan bulanan untuk wilayah mana yang berpotensi memiliki gelombang yang tinggi. Tentu saja hasil ini harus disesuaikan dengan syarat minimum bagi pemanfaatan potensi energi gelombang laut.
Gambar 9. Contoh peta potensi gelombang laut luaran BMKG.
Variasi ketinggian gelombang di pesisir juga sangat dipengaruhi oleh hubungan gaya gravitasi bumi bulan dan matahari. Kondisi ini dapat diprediksi dengan sangat tepat sehingga tidak memberikan variasi yang berarti dalam penghitungan potensi gelombang. Di pesisir kombinasi gelombang laut dan pasang surut dapat memberikan dinamika gambaran potensi energi yang tersedia. Hasil luaran sampingan yang dapat diperoleh dari peta gelombang laut adalah gambaran situasi angin permukaan yang terdapat di seantero bumi nusantara. Dari analisa rerata akan diperoleh gambaran umum bagaimana kondisi gelombang suatu wilayah yang merupakan gambaran angin permukaan. Hasil ini perlu diperkuat dengan model cuaca dan iklim resolusi tinggi yang kemudian dapat memberikan gambaran lebih detail tentang kondisi potensi angin permukaan.
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
57 53
6. Sumber daya energi perbedaan suhu laut Teknologi pemanfaatan kapasitas thermal laut yaitu Ocean Thermal Energy Conversion adalah salah satu bentuk energi terbarukan yang sangat prospektif dimasa depan. Teknologi ini memanfaatkan perbedaan antara suhu permukaan laut dengan suhu laut dalam dan perbedaan itu mengalirkan media fluida (cairan kondensor) yang akan memutarkan turbin pembangkit tenaga. Perbedaan thermal dapat di deteksi oleh data suhu muka laut. Dengan melihat perubahan suhu muka laut harian dapat dicari daerah yang memiliki kontras suhu laut tertinggi dan dalam tempo yang tersingkat. Untuk mencari daerah yang potensial maka dapat dilakukan kajian terhadap data suhu muka laut harian dengan resolusi yang paling tinggi. Permasalahan umumnya untuk wilayah Indonesia adalah tutupan awan yang biasanya menghalangi satelit inderaja suhu muka laut dalam melakukan pemantauan. Sehingga data pemantauan harian tidak dapat dilakukan karena data yang terkumpul biasanya dihitung secara rata rata untuk dilakukan interpolasi harian. Cara demikian tidak merubah kualitas data terlalu besar karena pada dasarnya perubahan yang terjadi di laut tidak terlalu cepat. Sumber energi jenis ini sangat berlimpah di wilayah Indonesia karena untuk daerah tropis maritim maka terdapat kelimpahan energi dari radiasi matahari. Sebagian besar radiasi tersebut akan diserap oleh laut dan kemudian menjadi sumber energi kalor di permukaan laut. Sementara untuk laut dalam yang berada di koridor luar terdapat perbedaan suhu yang relatif tinggi karena curamnya kedalaman di pesisir. Selain juga dibutuhkan dalam transfer kalor dingin ke permukaan maka air yang bersuhu lebih dingin tersebut dapat membantu sektor perikanan dalam memancing ikan dari laut dalam untuk berenang jauh lebih dekat dengan permukaan.
Gambar 10. Sistem kerja dari Ocean Thermal Energy Conversion (OTEC) yang memanfaatkan perbedaan suhu laut permukaan dan laut dalam.
58 54
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
Wilayah yang diduga dapat memberikan potensi besar pada pemanfaatan energi ini adalah pantai yang berdekatan dengan laut dalam. Daerah ini biasanya terdapat di selatan Pulau Jawa, barat Pulau Sumatera dan wilayah sekitar Laut Banda. Daerah yang sering terjadi upwelling dapat menggambarkan kondisi perbedaan antara permukaan dan laut dalam. Upwelling adalah fenomena lautan dimana terjadi kenaikan masa air laut ke permukaan pada wilayah pesisir. Sehingga informasi yang ditawarkan oleh BMKG merupakan hasil kajian pesisir untuk daerah yang memiliki kontras tertinggi dalam waktu yang tersingkat akibat terjadinya proses upwelling. Dengan panjangnya garis pantai wilayah Indonesia dan kombinasi laut dalam di pesisir maka potensi pemanfaatan sumber daya energi ini masih sangat besar. Terlebih dalam konteks pemanasan global dimana sebagian besar panas permukaan terserap oleh laut dan diubah menjadi energi kalor di dalam laut. Sehingga pemanfaatan potensi energi kalor ini menjadi salah satu alternatif yang memitigasi secara langsung perubahan iklim di laut.
Gambar 11. Gambar peta resolusi tinggi suhu muka laut sekitar Pulau Jawa.
7. Sumber daya energi kelimpahan biokimia laut Salah satu proses penyerapan kelimpahan energi di atmosfer ataupun kelimpahan konsentrasi gas rumah kaca adalah proses biokimia di laut. Jasad mikro berupa zooplankton dan pitoplankton bertanggung jawab dalam proses penyerapan ini secara biologi sedangkan proses kimiawi juga dapat terjadi di muka laut yang perlahan tapi pasti juga menyerap dari komposisi kimia gas rumah kaca di muka laut dan yang Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
59 55
terdapat di laut. Meski terjadi proses perpindahan secara biokimia di muka laut tetapi energi yang tersimpan dari keberadaan gas rumah kaca tetap ada. Salah satu hasil ekskresi dari biokimia dari jasad mikro tadi adalah buangan berupa biodiesel yang biasanya terlarut di air laut. Proses pembuatan biodiesel ini terjadi secara natural dan hasinya dapat dipanen. Proses pengolahan dari jasad mikro ini merupakan proses daur ulang energi bahan bakar fosil yang awalnya merupakan sumber energi dan termanfaatkan dalam proses pembakaran dan menjadi gas buang di atmosfer berupa gas rumah kaca. Proses serupa dapat dilakukan di darat dengan memanfaatkan jasad mikro berupa algae dan ditaruh dalam suatu tempat produksi biodiesel yaitu sebuah bioreaktor. Masukan utama dari bioreaktor adalah udara lepas di atmosfer yang dianggap sudah sarat dengan konsentrasi gas rumah kaca. Proses tersebut akan lebih efektif apabila dilakukan dengan memanfaatkan gas buang tercemar dari sumber tertentu seperti dari buangan pabrik atau sumber lain seperti genset. BMKG dalam hal ini melakukan pengamatan potensi kelimpahan biota laut yang bertanggung jawab akan hal kelimpahan mesin penghasil di bioreaktor tersebut. Satelit pengamat seperti Seawif dapat dimanfaatkan untuk memperlihatkan hasil dimana dapat dilakukan pemanenan yang dimaksud. Pada beberapa kasus kelimpahan algae dapat terlihat langsung seperti pada kasus red tide atau gelombang merah yang diakibatkan oleh kelimpahan jenis algae tertentu. Proses kelimpahan tersebut dikenal sebagai euthropication yang sering terjadi di muara sungai atau di reservoir akibat kelimpahan sumber polutan tertentu. Selain itu kelimpahan dapat terjadi apabila ada kejadian seperti kebakaran hutan atau letusan gunung berapi yang dapat berakibat pada kelimpahan spesies mikro tertentu.
Gambar 12. Contoh penerapan bioreactor memanfaatkan algae untuk menghasilkan biodiesel dan sebelah kanan contoh bangunan yang sumber energinya berasal seluruhnya dari bioreactor di hamburg Jerman.
60 56
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
Secara umum peran BMKG dalam eksplorasi sumber energi laut terbarukan adalah sebagai berikut: 1. Sumber energi PLTA, BMKG menyediakan model layanan informasi waduk dan danau. 2. Sumber energi arus laut, BMKG menyediakan peta selat berpotensi energi tidal M1, K1 dari hasil pemodelan. 3. Sumber energi pasang surut dan gelombang laut, BMKG menyediakan model gelombang pesisir. 4. Sumber energi angin, BMKG menyediakan interpretasi satelit EnvySat dan Jason, hasil pengamatan synoptic dan pemodelan cuaca dan iklim. 5. Sumber energi matahari, BMKG menyediakan peta potensi energi matahari dari berbagai peralatan telemetri yang memakai sumber daya matahari. 6. Sumber energi perbedaan suhu laut (OTEC), BMKG menyediakan peta daerah dengan perbedaan suhu upwelling kontras tertinggi. 7. Biodisel dari biokimia laut, BMKG menyediakan data satelit Seawif untuk pemetaan daerah limpahan algae.
B. LAYANAN TIDAK LANGSUNG SEKTOR ENERGI Berbagai informasi cuaca, iklim dan geofisika keluaran BMKG dapat dipergunakan untuk memberikan dukungan secara tidak langsung dalam proses produksi energi. Informasi yang diberikan tidak serta merta berhubungan langsung dengan produksi energi tetapi membantu agar proses produksi energi dapat terus berlangsung secara terus menerus. Beberapa kondisi yang membutuhkan layanan BMKG seperti untuk ketersediaan layanan prediksi cuaca ekstrem guna keberlangsungan produksi di tambang. Selain itu layanan prediksi cuaca ekstrem juga dibutuhkan untuk layanan logistik pengangkutan energi dari sumber energi ke pemakai energi. Layanan iklim jangka panjang dibutuhkan untuk desain sebuah pembangkit, pertambangan dan jalur logistik beserta pelabuhan penyalur distribusi. Untuk keperluan desain proyek pertambangan maka BMKG juga memberikan informasi kondisi cuaca ekstrem lokal dan juga return period dari cuaca ekstrem yang dapat Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
61 57
dijadikan acuan dalam pembangunan proyek tambang. Pemanfaatan lainnya dari data return period BMKG dapat dipakai desain dalam daya tahan bangunan. Data gelombang laut harian juga dapat dipergunakan untuk mendukung oil platform di lepas pantai yang memerlukan data gelombang untuk operasional sehari hari. Sebaiknya di masing masing oil platform tersebut juga dipasang AWS yang dapat memantau secara rutin kondisi cuaca dan iklim yang kemudian dapat dipakai untuk memberikan peramalan cuaca harian hingga 7 hari kedepan.
Kesimpulan Permasalahan pemanasan global dan perubahan iklim adalah permasalahan kesetimbangan energi. Sebaliknya, sektor energi merupakan sektor yang sensitif terhadap iklim. Layanan cuaca dan iklim BMKG dapat memenuhi secara langsung dan tidak langsung produksi bidang energi. Dalam konteks perubahan iklim maka layanan sektor energi ditujukan untuk produksi energi yang terbarukan. Tulisan ini menyampaikan bahwa ada 7 jenis energi terbarukan yang mungkin dapat dilayani oleh informasi luaran BMKG. Pemanfaatan sumber energi terbarukan dapat menjadi alternatif yang menarik bagi masa depan sumber energi Indonesia terutama karena beberapa diantaranya dapat dipanen secara terus menerus. Manfaat lain dari pemanfaatan energi terbarukan adalah untuk mitigasi perubahan iklim dan solusi bagi permasalahan pemanasan global.
62 58
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
DAFTAR PUSTAKA Badan Geologi. 2011. Data Dasar Gunung Api Indonesia ed. Kedua. Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Chiles, J, 2009. “The Other Renewable Energy”. Invention and Technology 23 (4): 24–35. Good Energy. Wind Turbine FAQs. http://www.goodenergy.co.uk/generate/choosingyour-technology/home-generation/wind-turbines/wind-turbine-faqs Gordon, A., Sprintall, J., Van Aken, H. M., Susanto, D., Wijffels, S., Molcard, R., Ffield, A., Pranowo, W., and Wirasantosa, S., 2010. The Indonesian throughflow during 2004– 2006 as observed by the INSTANT program. Dynamics of Atmospheres and Oceans 50 (2), 115-128. Molcard, R., Fieux, M., Ilahude, A.G., 1996. The Indo-Pacific throughflow in the Timor Passage. J. Geophys. Res. 101 (C5), 12,411–12,420. Molcard, R., Fieux, M., Syamsudin, F., 2001. The throughflow within Ombai Strait. Deep Sea Res., Part I 48, 1237-1253. Murray, S.P., Arief, D., 1988. Throughflow into the Indian Ocean through the Lombok Strait, January 1985–January 1986. Nature 333, 444–447 Rackard, Nicky. 2013 “World’s First Algae Bioreactor Facade Nears Completion” 04 Mar 2013. ArchDaily. http://www.archdaily.com/339451/worlds-first-algae-bioreactorfacade-nears-completion Van Aken, H.M., Punjanan, J., Saimima, S., 1988. Physical aspects of the flushing of the East Indonesian basins. Neth. J. Sea Res. 22, 315–339. World Meteorological Organization. 2008. Guide to Meteorological Instruments and Methods of Observation: (CIMO guide). WMONo. 8. Secretariat of the WMO, Geneva.
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
63 59
KAPASITAS LAYANAN INFORMASI PERUBAHAN IKLIM BMKG UNTUK SEKTOR KESEHATAN Oleh: Dede Tarmana (PMG Pelaksana Lanjutan Sub Bidang Bina Operasi Pusat Perubahan Iklim)
64
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
KAPASITAS LAYANAN INFORMASI PERUBAHAN IKLIM BMKG UNTUK SEKTOR KESEHATAN Oleh: Dede Tarmana (PMG Pelaksana Lanjutan Sub Bidang Bina Operasi Pusat Perubahan Iklim)
1. PENDAHULUAN Isu pemanasan global yang di iringi dengan perubahan iklim merupakan topik utama yang menjadi perhatian berbagai negara di seluruh dunia. Secara khusus PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) melalui WMO (World Meteorology Organization) dan UNEP (United Nations Environment Programme) membentuk IPCC (Intergovernmental Panel for Climate Change) sebagai institusi dunia yang khusus menangani masalah perubahan iklim. Para ahli perubahan iklim dan sektor terkait yang berada dalam organisasi IPCC bekerja keras untuk selalu menghasilkan produk yang dapat memberikan informasi tentang fenomena pemanasan global dan perubahan iklim. Diantara hasil kajian-kajiannya pada tahun 2007 IPCC melaporkan (SRES AR4) bahwa peningkatan suhu permukaan secara global berkisar 0,74 ± 0,320C selama abad ke-20. Informasi ini menjadi acuan negara-negara diseluruh dunia untuk mempersiapkan langkah mitigasi dan adaptasi dampak yang akan ditimbulkan. Secara khusus juga masih dalam laporan IPCC tahun 2007 menjelaskan tentang dampak perubahan iklim terhadap sektor kesehatan. Secara umum untuk skala global, keseriusan perhatian terhadap perubahan iklim dari sisi teknik telah jelas ditangani oleh organisasi khusus yaitu IPCC. Untuk skala regional dan nasional tentu diperlukan institusi serupa yang khusus bertugas menangani perubahan iklim dan hal-hal yang terkaitnya. Indonesia sebagai bagian dari negara-negara dunia berperan aktif dalam berbagai level dan aktivitas yang berhubungan dengan penanganan perubahan iklim, refresentatif Indonesia untuk perubahan iklim secara teknis ada pada Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) yang merupakan institusi untuk menangani dan memberikan layanan informasi perubahan iklim di Indonesia. Berdasarkan laporan-laporan kajian dari berbagai institusi terkait potensi dampak perubahan iklim terhadap kehidupan manusia, menimbulkan kekhawatiran pada berbagai pihak sehingga perlu dan harus diambil langkah nyata untuk mengatasinya, baik dalam kerangka mitigasi maupun adaptasi. Gambar 1 yang dirilis IPCC menunjukan potensi dampak perubahan iklim terhadap beberapa sektor. Untuk tingkat nasional, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional menjadi koordinator untuk membuat Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim (RAN-API), BMKG menjadi pendukung kegiatan
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
60
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
65
dapat membantu komponen agar mampu terhadap dampak ini dengan seluruh memberikan layananmasyarakat informasi perubahan iklimberadaptasi dari sisi teknis. Aksi ini diharapkan dapat membantu komponen masyarakat agar mampu beradaptasi perubahan iklim khususnya sektorseluruh kesehatan. terhadap dampak perubahan iklim khususnya sektor kesehatan.
Gambar 1. Potensi dampak perubahan iklim terhadap sektor.
Gambar 1. Potensi dampak perubahan iklim terhadap sektor. Di tinjau dari sektor kesehatan, menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) wilayah wilayah endemik beberapa penyakit yaitu cholera, Di Indonesia tinjau darimerupakan sektor kesehatan, menurutterhadap organisasi kesehatan dunia (WHO) wilayah demam berdarah, wilayah dan malaria. Sehingga denganbeberapa kondisi ini masyarakat Indonesia harus Indonesia merupakan endemik terhadap penyakit yaitu cholera, demam selalu waspada terhadap ancaman beberapa vektor penyakit di atas, terlebih dengan berdarah, dan malaria. Sehingga dengan kondisi ini masyarakat Indonesia harus selalu adanya perubahan iklim. Secara teoritis negara-negara yang beriklim tropis mempunyai waspada terhadap ancaman beberapa vektor penyakit di atas, dengan adanya temperatur yang hangat dengan variabilitas curah hujan tinggi terlebih sebagai lingkungan nyaman untuk kehidupan seperti nyamuk Aedes tropis Aegypti.mempunyai Tarmana dalam perubahan iklim. Secara teoritis vektor negara-negara yang beriklim temperatur penelitiannya di Jakarta menyebutkan bahwa puncak kejadian demam berdarah terjadi yang hangat dengan variabilitas curah hujan tinggi sebagai lingkungan nyaman untuk pada interval temperatur 27 - 29oC. kehidupan vektor seperti nyamuk Aedes Aegypti. Tarmana dalam penelitiannya di Jakarta Penanganan demam berdarah secara simultan terus dilakukan dengan berbagai menyebutkan puncak kejadian demamfaktor-faktor berdarah terjadi pada interval temperatur strategi, bahwa termasuk desiminasi informasi penyebabnya. Dalam rangka 27 29oC. memberikan kemudahan dan penyederhanaan informasi tentang kasus demam berdarah dengue (DBD), Kementerian Kesehatan mengklasifikasikan kasus DBD ke dalam 3 (tiga) Penanganan demam berdarah secara simultan terus dilakukan dengan berbagai tingkatan risiko seperti tampak pada gambar 2, yaitu: risiko tinggi (kasus DBD>55), strategi, termasuk desiminasi informasi faktor-faktor penyebabnya. Dalam rangka risiko menengah (20
55), risiko nyamuk, maka Jakarta rentan dalam kategori wilayah dengan risiko tinggi DBD.
menengah (20
iklim serta 66 lingkungan yang mempunyai kesesuaian untuk pertumbuhan nyamuk, maka Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
Jakarta rentan dalam kategori wilayah dengan risiko tinggi DBD.
61
Gambar 2. Distribusi kasus DBD tingkat provinsi di Indonesia.
Gambar 2. Distribusi kasuskasus DBDDBD tingkat provinsi Gambar 2. Distribusi tingkat provinsidi di Indonesia. Indonesia.
2.
2. DAMPAK PERUBAHAN SEKTOR KESEHATAN 2. PERUBAHAN DAMPAK PERUBAHAN IKLIMTERHADAP TERHADAP SEKTOR KESEHATAN DAMPAK IKLIMIKLIM TERHADAP SEKTOR KESEHATAN
Perubahan Iklim Perubahan Iklim Perubahan merupakan berubahnyaparameter parameter statistik statistik unsur Perubahan iklimiklim merupakan berubahnya unsuriklim iklimdalam dalaminterval interval Perubahan iklim merupakan berubahnya parameter statistik unsur iklim dalam interval 10 tahunan (dekade),hal hal ini tidaktidak langsung dari pemanasan global waktuwaktu 10 tahunan (dekade), ini sebagai sebagaidampak dampak langsung dari pemanasan waktu 10 tahunan (dekade), hal ini sebagai dampak tidak langsung daritertahan pemanasan global yang lebihnya energi matahari di di atmosfer karena oleh gas global yangterjadi terjadiakibat akibat lebihnya energi matahari atmosfer karena tertahan oleh gas hidrokarbon dari berbagai aktivitas di permukaan bumi. Sumber-sumber hidrokarbon dari gas hidrokarbon berbagai aktivitas di permukaan bumi. Sumber-sumber hidrokarbon yang terjadi akibatdari lebihnya energi matahari di atmosfer karena tertahan oleh permukaan bumi antara gas bermotor, dari permukaan bumiaktivitas antara lain lain berasal dari dari Industri, Industri, gas buang buang kendaraan kendaraan bermotor, hidrokarbon dari berbagai di berasal permukaan bumi. Sumber-sumber hidrokarbon dari pembukaan lahan dengan cara pembakaran,pembakaran pembakaran sampah sampah dan pembukaan lahan dengan cara pembakaran, danlain-lain. lain-lain.Dengan Dengan permukaan bumi antara lain berasal dari Industri, gas buang kendaraan bermotor, adanya fenomena pemanasan global yang dibuktikandengan dengan peningkatan peningkatan suhu adanya fenomena pemanasan global yang dibuktikan suhurata-rata rata-rata pembukaan lahan dengan cara pembakaran, pembakaran sampah dan lain-lain. Dengan permukaan seperti yang telah diuraikanpada pada sub sub bab bab sebelumnya, sebelumnya, maka permukaan bumibumi seperti yang telah diuraikan makaberakibat berakibat pada terjadinya longsoran atau lelehan batuanes esdidibeberapa beberapa peningkatan lokasi seperti adanya pada fenomena pemanasan global yangbatuan dibuktikan dengan suhu kutub, rata-rata terjadinya longsoran atau lelehan lokasi sepertidaerah daerah kutub, Greenland, puncak-puncak gunung, Indonesia terjadibab di Jayawijaya (Indonesia). Greenland, puncak-puncak gunung, didiIndonesia di Puncak Puncak Jayawijaya (Indonesia). permukaan bumi seperti yang telah diuraikan pada terjadi sub sebelumnya, maka berakibat Dampak lebih jauhnya adalah perubahan iklim secara nyata dimana pola hujan yang Dampak lebih jauhnya adalah perubahan iklim secara nyata dimana pola hujantidak pada terjadinya longsoran atau lelehan batuan es di beberapa lokasi seperti daerah yang kutub, teratur, iklim ekstrem semakin seringsering (kekeringan & banjir) bukti tidak teratur,kejadian-kejadian kejadian-kejadian iklim ekstrem semakin (kekeringan & dan banjir) dan Greenland, puncak-puncak gunung, di Indonesia terjadi di Puncak Jayawijaya (Indonesia). perubahan iklim lainnya. bukti perubahan iklim lainnya.
Perubahan Iklim
Dampak lebih jauhnya adalah perubahan iklim secara nyata dimana pola hujan yang tidak teratur, kejadian-kejadian iklim ekstrem semakin sering (kekeringan & banjir) dan bukti perubahan iklim lainnya.
Gambar 3. Tren kenaikan temperatur Jakarta. Gambar 3. Tren kenaikan temperatur udara udara didiJakarta. Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
62
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
56
67
Informasi yang diperoleh dari hasil penelitian menunjukan bahwa hal terpenting dari perubahan iklim adalah bagaimana pengaruh dampaknya terhadap kehidupan, sehingga perlu dipersiapkan langkah antisipasi, adaptasi dan mitigasi untuk menghadapinya. Semua sektor akan mengalami kesulitan bila penanganan perubahan iklim tidak dilakukan, sektor-sektor yang rentan terkena dampaknya antara lain sektor pertanian akibat dari tidak teraturnya pola hujan maka akan sulit untuk menentukan waktu tanam, sektor kesehatan akibat semakin cepatnya masa reproduksi nyamuk maka penyakit yang disebabkan oleh vektor ini menjadi semakin besar peluang kejadiannya, kekurangan gizi sebagai dampak dari kekeringan yang berkepanjangan, penyakit leptospirosis dari kotoran tikus pada saat terjadinya bajir. Beberapa Dampak Perubahan Iklim pada Sektor Kesehatan Hasil kajian-kajian dampak perubahan iklim terhadap sektor kesehatan menunjukan bahwa sektor ini merupakan sektor yang sangat rentan, hal ini sesuai dengan apa yang di laporkan IPCC perihal potensi dampak perubahan iklim terhadap sektor. Masingmasing wilayah punya tingkat kerentanan berbeda, tergantung pada kondisi lingkungan dan aktivitas interaksi di dalamnya. Dimana dua kondisi ini akan memberikan gambaran sebagai faktor penentu seberapa besar dampak yang di akibatkan dan sejauh mana kapasitas untuk menghadapinya. Mengacu interaksi lingkungan dan kesehatan, maka dampak perubahan iklim terhadap kesehatan ada yang sifatnya langsung dan tidak langsung. Tabel.1 menunjukan beberapa penyakit yang di pengaruhi oleh dampak perubahan iklim, untuk penyakit yang tidak langsung di pengaruhi dampak perubahan iklim adalah penyakit-penyakit yang di sebabkan oleh vektor, dimana vektor ini berkaitan erat dengan perubahan iklim. Tabel 1. Beberapa penyakit terkait dengan parameter iklim
68
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
63
Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa ada keterkaitan spesifik antara unsur iklim dengan beberapa jenis penyakit. Untuk unsur iklim suhu udara, adanya peningkatan suhu akan menyebabkan percepatan perkembangan-biakan bakteri/vektor dan meningkatkan daya tahan hidup bakteri. Penyakit yang disebabkan oleh vektor/bakteri antara lain DBD dan diare, adanya percepatan perkembangbiakan vektor nyamuk aedes aedypti akan meningkatkan risiko penduduk terjangkit DBD, peningkatan resistensi bakteri penyebab diare akan meningkatkan risiko seseorang untuk terkena penyakit diare dan diperlukan obat yang bisa mematikan bakteri yang daya tahan hidupnya sudah meningkat. Perubahan intensitas pada curah hujan akan berdampak terciptanya lingkungan untuk perkembangbiakan bibit penyakit, pada saat curah hujan meningkat maka potensi untuk terjadinya banjir dan genangan tempat pertumbuhan bibit penyakit semakin tinggi, ketika bencana banjir terjadi ancaman bahaya penyakit dari kotoran tikus yaitu leptospirosis akan tinggi, begitupun juga pada saat tercipta genangan-genangan air hujan bersih menjadi lahan yang baik untuk perkembangan vektor nyamuk aedes aedypti dan meningkatkan risiko terjangkitnya demam berdarah. Berbeda dengan kondisi pada saat intensitas curah hujan meningkat, ketika terjadi penurunan curah hujan disertai kemarau berkepanjangan, maka akan berdampak pada kurangnya ketersediaan air bersih dan melemahnya ketahanan pangan, dengan kondisi seperti ini ancaman bahaya diare, gizi buruk, TBC dan kelaparan menjadi lebih tinggi. Terkait penyakit yang disebabkan oleh polusi udara, pertumbuhan industri dan volume kendaraan berbanding lurus dengan peningkatan kadar polutan diudara. Kondisi polutan udara akan lebih parah pada saat tidak terjadi hujan/kemarau dan angin bersifat calm, karena secara positif curah hujan yang turun ke permukaan bumi ini juga berperan sebagai pencuci udara sedangkan angin sebagai pengurai untuk pendistribusian pergerakan polutan, sehingga pada saat kemarau berkepanjangan dan angin tidak bertiup kadar polutan akan terakumulasi di udara. Ancaman serius dari polusi udara ini terutama pada penyakit yang berhubungan dengan saluran pernapasan, antara lain: ISPA, asma, batuk dan lain-lain. 3. LAYANAN PRODUK PERUBAHAN IKLIM BMKG BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika) sebagai institusi yang secara organisasi mempunyai tupoksi untuk memberikan pelayanan informasi klimatologi, tergambar dengan adanya pejabat setingkat eselon I di bidang klimatologi. Dimana didalamnya terdapat layanan informasi iklim dan perubahan iklim (Gambar 4.). Khusus tentang layanan informasi perubahan iklim berada pada Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara (PIKU-BMKG) yang baru terbentuk pada tahun 2009. Menghadapi tuntutan Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
64
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
69
dan harapan besar akan adanya informasi perubahan iklim yang mudah dipahami untuk berbagai sektor, Pusat PIKU bekerja keras meningkatkan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) agar mampu memberikan hasil terbaik berupa produk layanan informasi perubahan iklim dan kualitas udara. Secara bertahap dari tahun 2009 Pusat PIKU berperan aktif untuk mengikutsertakan SDM-nya ke berbagai acara antara lain: training/pelatihan, workshop, seminar, short course, pendidikan formal S2, program kerjasama dengan instansi lain baik dalam maupun luar negeri, guna menciptakan SDM yang handal dalam bidang perubahan iklim dan kualitas udara. Hasil dari berbagai cara yang telah ditempuh untuk peningkatan kemampuan SDM, saat ini Pusat PIKU telah cukup mampu dengan kapasitas yang ada untuk dapat memberikan layanan informasi perubahan iklim yang baik sesuai standar kebutuhan berbagai sektor.
Gambar 4. Struktur organisasi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika.
Berbicara kapasitas BMKG dalam usaha memberikan layanan informasi perubahan iklim, tidak hanya tertuju pada faktor kapasitas SDM semata, tetapi faktor lain seperti pemenuhan akan kebutuhan infrastruktur yang layak dan sarana pendukung lainnya. Untuk infrastruktur dan peralatan, secara umum BMKG telah didukung oleh sarana dan prasasana yang modern dengan tingkat keakuratan dan kecepatan pengukuran yang baik, peralatan modern ini ditempatkan tidak hanya di tingkat Pusat tetapi juga di Unit Pelayanan Teknis (UPT) daerah yang jumlahnya ada 183 UPT tersebar diseluruh Indonesia (Gambar. 5a). Dari 183 UPT tersebut terdiri dari 120 stasiun meteorologi, 31 stasiun geofisika, 21 stasiun klimatologi dan 1 stasiun Global Atmospheric Watch (GAW) Bukit
70
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
65
(UPT) daerah yang jumlahnya ada 183 UPT tersebar diseluruh Indonesia (Gambar. 5a). Dari 183 UPT tersebut terdiri dari 120 stasiun meteorologi, 31 stasiun geofisika, 21 stasiun klimatologi dan 1 stasiun Global Atmospheric Watch (GAW) Bukit Kototabang, serta 2 stasiun GAW lainnya proses yang berlokasi di Palu-Sulawesi Tengah Kototabang, serta 2masih stasiun GAW pembangunan lainnya masih proses pembangunan yang berlokasi di Tengah dan Sorong-Papua (Gambar. 5b). danPalu-Sulawesi Sorong-Papua (Gambar. 5b).
a
a
b b
Gambar 5. a. Sebaran stasiun/UPT BMKG di seluruh Indonesia, b. Sebaran stasiun GAW. Gambar 5. a. Sebaran stasiun/UPT BMKG di seluruh Indonesia, b. Sebaran stasiun GAW.
Ditinjau dari segi kapasitas layanan informasi perubahan iklim yang telah dihasilkan, maka Ditinjau segi kapasitas layanan informasi perubahan iklim yang telah maka BMKGdari telah membuat produk-produk informasi perubahan iklim yang bila dihasilkan, dikelompokan BMKG telah membuat produk-produk informasi perubahan terbagi menjadi 4 kelompok/karakteristik layanan informasi, iklim yaitu:yang bila dikelompokan
terbagi menjadi 4 kelompok/karakteristik layanan informasi, yaitu: 1. Proyeksi perubahan iklim (proyeksi curah hujan, temperatur, kelembaban dll); Perubahan-perubahan unsurhujan, iklim (berdasarkan ukuran statistik); 1. 2. Proyeksi perubahan iklim parameter (proyeksi curah temperatur, kelembaban dll); 3. Perkembangan kecenderungan (naik/turun) parameter unsur iklim; 2. Perubahan-perubahan parameter unsur iklim (berdasarkan ukuran statistik); 4. Analisis khusus terkait kejadian-kejadian yang diduga akibat dari adanya 3. Perkembangan kecenderungan (naik/turun) parameter unsur iklim; fenomena perubahan iklim, antara lain: analisis perbandingan kejadian iklim 4. Analisis khusus terkait kejadian-kejadian diduga akibat dari adanya fenomena ekstrem terhadap kejadian serupa padayang berbagai periode waktu; perubahan antara lain: analisis perbandingan kejadian iklim ekstrem terhadap 5. Informasiiklim, kualitas udara. kejadian serupa pada berbagai periode waktu; 5. 3.1 Informasi kualitas udara.Iklim Proyeksi Perubahan Proyeksi perubahan iklim merupakan suatu metode untuk menggambarkan keadaan iklim dimasa yang akan datang berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi 3.1 Proyeksi Perubahan Iklim terjadinya perubahan. Gambar 6a menunjukan proses-proses interaksi alam, lingkungan perubahan iklim merupakan metode untuk menggambarkan keadaan dan Proyeksi aktivitas manusia yang berdampak padasuatu terjadinya perubahan iklim, dimana terdapat
iklim dimasa berdasarkan faktor-faktor yang terjadinya dua sistem yang besar akan yang datang saling berinteraksi yaitu sistem alam dan mempengaruhi sistem kehidupan. IPCC dalam laporannya memberikan gambaran iklim masa yang akan datang berdasarkan Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim 60 skenario perubahan iklim yang terbagi kedalam beberapa skenario. Tahun 2007 laporan IPCC yang dikenal dengan AR4 (Assessment Report 4) memberikan gambaran hasil proyeksi perubahan iklim berdasarkan 4 (empat) indeks skenario.
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
66
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
71
perubahan iklim yang terbagi kedalam beberapa skenario. Tahun 2007 laporan IPCC yang dikenal dengan AR4 (Assessment Report 4) memberikan gambaran hasil proyeksi perubahan iklim berdasarkan 4 (empat) indeks skenario.
a
b
a b Gambar6.6.a.a.Skema Skemainteraksi interaksi proses-proses faktor penyebab dampak dari perubahan respon perubahan Gambar proses-proses faktor penyebab dampak dari respon iklim b. Indeks skenarioiklim perubahan iklim. b. Indeks skenario perubahan iklim. Indeks-indeks skenario perubahan iklim yang menjadi dasar untuk memberikan
Indeks-indeks perubahan iklim yang menjadi dasar untuk memberikan gambaran kondisi iklimskenario dimasa yang akan datang seperti pada gambar 6b mempunyai
gambaran iklim masing-masing dimasa yang akan datangberikut seperti pada gambar 6b skenario mempunyai penekanan kondisi khusus pada indeksnya, penjelasan 4 indeks penekanan khusus pada masing-masing indeksnya, berikut penjelasan 4 indeks skenario perubahan iklim: perubahan iklim: Indeks A1
Indeks A1-
Indeks A2 Indeks A2 ---
Pertumbuhan ekonomi sangat cepat
Pertumbuhan ekonomi sangat cepat Puncak populasi sekitar tahun 2050 dan menurun setelahnya Penggunaan teknologi baru yang efisien Penggunaan teknologi baru yang efisien Puncak populasi sekitar tahun 2050 dan menurun setelahnya
Pertumbuhan populasi tinggi Pertumbuhan populasi tinggi Perubahan/penggunaan teknologi berjalan lambat dan dan lebihlebih beragam Perubahan/penggunaan teknologi berjalan lambat beragam
dibanding skenario dibanding skenario lain lain Terjadipertumbuhan pertumbuhan ekonomi per kapita - - Terjadi ekonomi per kapita Indeks B1 Indeks B1
- Pertumbuhan populasi rendah populasi rendah - Pertumbuhan Pertumbuhan ekonomi cepat Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim dan efektif 61 - Penggunaan teknologi yang bersih Indeks B2 - Pertumbuhan populasi sedang - Pertumbuhan ekonomi sedang - Penggunaan teknologi yang lebih beragam tetapi tidak secepat pada skenario A1 dan B1 -
72
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
67
Proyeksi perubahan iklim yang dihasilkan oleh IPCC masih bersifat global, sehingga untuk mendapatkan gambaran dalam skala lokal/spesifik wilayah tertentu misal: negara atau pulau perlu dilakukan downscaling, yaitu suatu metode penurunan skala lebih besar ke cakupan yang lebih kecil dengan tidak mengurangi informasi dari asal sumbernya (Gambar 7.). Teknik downscaling menjadi suatu kendala bagi institusi-institusi yang sifatnya hanya sebagai pengguna, karena kemampuan downscaling ini memerlukan individu yang mempunyai kualifikasi khusus, tidak sembarang individu bisa melakukannya tanpa punya keahlian/kepakaran downscaling, penguasaan software, hardware yang cukup dan keikliman.
Gambar 7. Skema downscale dari global hingga lokal.
Terdapat 2 (dua) teknik downscaling yaitu Dynamical Downscaling dan Statistical Downscaling. Sumber daya manusia yang ada di Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara BMKG telah mampu untuk mengerjakan kedua teknik tersebut sehingga dapat menghasilkan proyeksi perubahan iklim untuk skala negara dan spesifik wilayah tertentu. Unsur iklim utama yang dominan diperlukan oleh pengguna informasi iklim/sektor penerima manfaat informasi iklim dan perubahan iklim adalah curah hujan dan suhu udara. Untuk itu Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara BMKG telah berhasil membuat proyeksi curah hujan dan suhu udara untuk skala wilayah Indonesia. Sebagai contoh hasil proyeksi berikut dibawah ini hasil downscaling proyeksi perubahan iklim untuk skenario A1B curah hujan dan suhu udara bulan Oktober periode 2014-2038 Provinsi Jawa Timur dan Kalimantan Tengah (Gambar 8a-8d).
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
68
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
73
hujan dan suhu udara bulan Oktober periode 2014-2038 Provinsi Jawa Timur dan Kalimantan Tengah (Gambar 8a-8d).
a
b
a
b
b
a c
c
dd
Gambar a. Proyeksi Oktober 2014-2038 Prov.Timur, Jawa Timur, Gambar 8. a.8.Proyeksi curahcurah hujanhujan bulan bulan Oktober PeriodePeriode 2014-2038 di Prov.di Jawa b. Proyeksi curah hujan bulan Oktober Periode 2014-2038 di Prov. Kalteng, c. Proyeksi suhu udara bulan Oktober Periode 2014-2038 di Prov. Jawa Timur, c. Proyeksi suhu udara bulan Oktober Periode 2014-2038 di Prov. Jawa Timur, d. Proyeksi suhu udara bulan Oktober Periode 2014-2038 di Prov. Kalteng. b. Proyeksi curah hujan bulan Oktober Periode 2014-2038 di Prov. Kalteng,
d. Proyeksi suhu udara bulan Oktober Periode 2014-2038 di Prov. Kalteng.
Dari gambar 8 diatas dapat dijelaskan secara spasial informasi curah hujan dan suhu udara bulan Oktober di masa yang akan datang untuk periode waktu 2014-2038. Dengan udara bulan Oktober di masa yang akan datang untuk periode waktu 2014-2038. Dengan melihat batas administrasi, maka sektor yang operasional kerjanya terbatas pada wilayah melihat batas administrasi, maka sektor kerjanya terbatas wilayah administrasi tertentu seperti halnyayang Dinasoperasional Kesehatan/Kemenkes dapatpada melihat interval administrasi tertentu seperti halnya Dinas Kesehatan/Kemenkes dapat melihat interval curah curah hujan dan suhu udara yang terjadi untuk periode 2014-2038, dengan kondisi hujan dan suhu udara yang terjadi periode 2014-2038, kondisi demikian demikian sektor kesehatan akanuntuk mampu melakukan kajiandengan yang akan terjadi terhadap kesehatan masyarakat, sehingga dapat diambil langkah-langkah apa saja yang harus Konsep Implementasi Sektoral Perubahan Iklim kepada masyarakat secara optimal. 63 dilakukan untuk Adaptasi memberikan pelayanan kesehatan Dari gambar 8 diatas dapat dijelaskan secara spasial informasi curah hujan dan suhu
74
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
69
masyarakat, sehingga dapat diambil langkah-langkah apa saja yang harus dilakukan untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat secara optimal. Untuk lebih mempermudah dalam mendapatkan gambaran proyeksi kedepan, maka lebih mempermudah dalamsaat mendapatkan gambaran proyeksi dibuat Untuk perbandingan antara kondisi ini dengan proyeksi akan kedepan, datang, maka sehingga dibuat perbandingan antara kondisi saat ini dengan proyeksi akan datang, sehingga informasinya dapat lebih informatif dan mudah dipahami oleh sektor/masyarakat umum informasinya dapat lebih informatif dan mudah dipahami oleh sektor/masyarakat umum (Gambar 9.). (Gambar 9.).
Gambar 10. a. Perubahan curah hujan periode 2014-2038 terhadap normalnya bulan Oktober Gambar 10. a. Perubahan curah hujan periode 2014-2038 terhadap normalnya bulan Oktober di di Prov. Jawa Timur, b. Perubahan suhu udara periode 2014-2038 terhadap normalnya di Prov. Prov. Jawa Timur, b. Perubahan suhu udara periode 2014-2038 terhadap normalnya di Prov. Kalteng, c. Perubahan curah hujan periode 2014-2038 terhadap normalnya di Prov. Jawa Timur, Kalteng,d.c.Perubahan Perubahan curah hujan periode 2014-2038 terhadap normalnya di Prov. Jawa Timur, suhu udara periode 2014-2038 terhadap normalnya di Prov. Kalteng. d. Perubahan suhu udara periode 2014-2038 terhadap normalnya di Prov. Kalteng.
Dari hasil perbandingan antara periode normal dengan proyeksi akan datang 2014-2038, maka dapat antara diketahui apakah keadaan dimasa yangakan akandatang datang2014-2038, lebih Dari hasil perbandingan periode normal dengan proyeksi tinggi ataudiketahui lebih rendah daripada keadaan normalnya, baikdatang untuk unsur curah hujan maka dapat apakah keadaan dimasa yang akan lebih tinggi atau lebih maupun suhu udara. Dengan informasi seperti ini, sektor kesehatan dapat memberikan rendah daripada keadaan normalnya, baik untuk unsur curah hujan maupun suhu udara. interpretasi terkait kondisi yang akan terjadi, apakah vektor penyakit akan semakin Dengan informasi seperti ini, sektor kesehatan dapat memberikan interpretasi terkait kondisi resistant, pertumbuhan semakin cepat atau sebaran vektor akan semakin meluas cakupan yang akan terjadi, apakah vektor penyakit akan semakin resistant, pertumbuhan semakin
cepat atau sebaran vektor akan semakin meluas cakupan ataupun waktunya. Selain itu Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan IklimPerubahan Iklim 70 Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral
75
64
ataupun waktunya. Selain itu sektor kesehatan pun dapat membuat perencanaan dalam mengambil langkah kebijakan untuk menghadapi kondisi perubahan iklim (curah hujan dan suhu udara), karena dengan proyeksi ini bisa dipergunakan juga sebagai peringatan dini terkait penyakit-penyakit yang berhubungan dengan iklim dan perubahan iklim. 3.2 Perubahan-Perubahan Parameter Unsur Iklim Dua unsur utama iklim yang menjadi perhatian dan paling dirasakan oleh masyarakat adalah curah hujan dan suhu udara. Mengacu pada definisi perubahan iklim yaitu berubahnya parameter-parameter iklim secara statistik dalam interval waktu dekade (sepuluh tahunan). Perubahan pada parameter iklim ini ditunjukan oleh adanya pergeseran nilai rataan (ukuran pemusatan dan penyebaran statistik) pada sebaran interval waktu sepuluh tahunan atau lebih (Gambar 10.). Informasi pergeseran ini hampir serupa dengan informasi perbandingan antara proyeksi dengan kondisi normalnya.
Gambar 10. Kurva pergeseran normal curah hujan Cipanas (Jawa Barat) dan Tanjung Pandan (Sumatera).
Informasi pergeseran normal dari unsur iklim ini merupakan salah satu bukti terjadinya perubahan iklim. Untuk sektor kesehatan dengan adanya informasi pergeseran normal iklim dapat menjadi referensi/acuan guna melihat kondisi atau penyakit yang berhubungan dengan iklim secara langsung ataupun tidak langsung. Sektor kesehatan dapat membuat analisis serupa dengan periode normal iklim untuk melihat pola penyakit pada periode normal yang telah mengalami pergeseran, apakah data penyakit pun mengalami pergeseran atau tidak. 3.3 Perkembangan Kecenderungan (Naik/Turun) Parameter Unsur Iklim Informasi perubahan iklim berusaha untuk memberikan gambaran pola data series waktu yang panjang, terutama untuk mengetahui kecenderungan pola data dinamakan
76
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
71
dengan informasi tren perubahan iklim. Dari informasi tren ini dapat dilihat apakah data series waktu iklim (misal: curah hujan & suhu udara) mempunyai kecenderungan untuk meningkat, menurun atau monoton mendatar. Dengan tiga kemungkinan kecenderungan tersebut, maka sektor kesehatan dapat melihat/mempelajari pola penyakit-penyakit yang berhubungan secara teoritik dan logika dengan unsur iklim atau mempunyai korelasi yang signifikan secara statistik. Tentu untuk mengetahui kondisi ini perlu ada kajiankajian yang melibatkan kepakaran iklim, perubahan iklim dan kesehatan. Gambar 11 menunjukan adanya tren kenaikan suhu udara di beberapa kota di Indonesia. Dua kota sebagai contoh yaitu Malang dan Medan menunjukan range rataan suhu yang berbeda, dimana medan mempunyai rataan suhu udara lebih tinggi/panas dibandingkan Malang, ini menunjukan bahwa karakteristik geografi dan topografi wilayah mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap suhu udara. Bila melihat tren kenaikan suhu, kota Malang mengalami kenaikan sedikit lebih tinggi di bandingkan kota Medan, berdasarkan data suhu 1991-2008 tren kenaikan suhu udara kota Malang sebesar 0,04oC per tahun, sedangkan kota Medan berdasarkan data suhu 1977-2008 menunjukan tren kenaikan suhu 0,02oC per tahun. Sejalan dengan parameter suhu udara, kasus demam berdarah pun mengalami tren kenaikan berdasarkan data skala nasional. Secara linear Gambar 11c menunjukan kasus demam berdarah tingkat nasional naik sekitar 95.300 kasus setiap tahun. Senada dengan kesamaan pola tren kasus demam berdarah dan iklim, Kementerian Kesehatan pada tahun 2007 menyebutkan bahwa adanya tren kenaikan suhu udara (indikator perubahan iklim) akan berdampak pada sektor kesehatan, khususnya terhadap percepatan perkembangbiakan vektor (misal: nyamuk aedes aegypti) dan penyebaran lebih luas lingkungan hidup baru bagi vektor/bibit penyakit. Selain itu adanya perbedaan derajat perubahan iklim setiap lokal wilayah memerlukan teknik khusus dalam memetakan wilayah-wilayah yang rentan terhadap perubahan parameter iklim. Hal ini berguna sebagai panduan perencanaan bagi sektor kesehatan untuk mengantispasi hal yang akan terjadi. Dengan adanya peta kerentanan, akan membuat langkah-langkah yang harus diambil oleh sektor kesehatan lebih fokus dan tepat sasaran, sehingga akan tercipta efektif efisien dalam tindakan dan pembiayaan.
b
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
72
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
77
b
Sumber: Kemenkes RI Gambar 11. Kecenderungan suhu udara danKemenkes kasus.RI Sumber:Kemenkes Sumber: RI Gambar 11. Kecenderungan suhu udara dan kasus.
Gambar 11. Kecenderungan suhu udara dan kasus.
3.3 Integrasi Analisis Perubahan Iklim & Sektor Kesehatan 3.3 Integrasi Analisis Perubahan Iklimbidang & Sektor Kesehatan Kajian bersama yang melibatkan perubahan iklim dan kualitas udara 3.3 Integrasi Analisis Perubahan Iklim &iklim, Sektor Kesehatan Kajian bersama yang melibatkan bidangsuatu iklim, perubahan iklim kualitassehingga udara dengan sektor kesehatan merupakan langkah yangdantepat, akan Kajian bersama yang melibatkan bidang iklim, perubahan iklim dan kualitas dengan sektor kesehatan merupakan suatu langkah yang tepat, sehingga akan udara dengan sektor kesehatan yang merupakan suatu langkah yang tepat, menghasilkan output/informasi menggambarkan keterkaitan keduasehingga sektor iniakan atau menghasilkan output/informasi yang menggambarkan keterkaitan kedua sektor ini atau menghasilkan output/informasi yang menggambarkan keduaSelain sektormelibatkan ini atau secara institusi dapat disebut sebagai kerjasama BMKGketerkaitan dan Kemenkes. secara institusi dapat disebut sebagai kerjasama BMKG dan Kemenkes. Selain melibatkan secara institusi untuk dapatintegrasi disebut sebagai kerjasama BMKG dansektor Kemenkes. Selain melibatkan dua institusi, analisis perubahan iklim dan kesehatan diperlukan juga dua institusi, untuk integrasi analisis perubahan iklim dan sektor kesehatan diperlukan juga dua institusi, untuk integrasi analisis perubahan iklim dan sektor kesehatan diperlukan keterlibatan institusi akademik (akademisi), sedangkan untuk alternatif pendanaan keterlibatan institusi akademik (akademisi), sedangkan untuk alternatif sumber sumber pendanaan juga keterlibatan institusi akademik (akademisi), sedangkan untuk alternatif sumber dapat melibatkanorganisasi organisasi donor negeri atau dalam dapat melibatkan donor luar luar negeri atau dalam negeri.negeri. pendanaan dapat melibatkan organisasi donor luar negeri atau dalam negeri.
a
b
a
bb
a
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
67
67
c c
78
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
Gambar 12. a. Korelasi antara curah hujan rata-rata bulanan dengan kasus demam berdarah (DBD)
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
bulanan dalam beberapa beda waktu, b. Korelasi antara suhu udara rata-rata bulanan dengan kasus demam berdarah (DBD) bulanan dalam beberapa beda waktu, c. Proyeksi peluang demam berdarah
73
Gambar 12. a. Korelasi antara curah hujan rata-rata bulanan dengan kasus demam berdarah (DBD) bulanan dalam beberapa beda waktu, b. Korelasi antara suhu udara rata-rata bulanan dengan kasus demam berdarah (DBD) bulanan dalam beberapa beda waktu, c. Proyeksi peluang demam berdarah 2014-2038 berdasarkan proyeksi suhu udara dan curah hujan 2014-2038.
Gambar 12a dan 12b menunjukan hubungan antara kejadian demam berdarah dengan unsur iklim curah hujan dan suhu udara di 6 (enam) provinsi Pulau Jawa dalam periode bulanan. Tampak masing-masing lokasi mempunyai karakteristik berbeda, secara klimatologi diantara ke enam lokasi tersebut sebenarnya iklim tidak terbatas oleh administrasi, namun untuk kasus demam berdarah pengelolaan dan kebijakan penanganan setiap wilayah terhadap penyakit demam berdarah berperan penting dalam menekan fluktuasi jumlah kasus yang terjadi. Dari sisi beda waktu, korelasi tertinggi antara kasus demam berdarah dengan curah hujan terjadi pada beda waktu 1 dan 2 bulan (r = 0,4 dan 0,6). Hal ini berarti bahwa informasi curah hujan 1 atau 2 bulan sebelumnya bisa menjadi referensi/peringatan awal akan terjadinya kasus demam berdarah bulan berjalan, apakah angka kasusnya akan tinggi, sedang atau rendah. Untuk korelasi tertinggi antara suhu udara dengan kasus demam berdarah terjadi pada beda waktu 0 dan 2 bulan yaitu r = -0,4 dan 0,4, senada dengan teoritik siklus hidup nyamuk aedes aegypti bahwa masa inkubasinya berkisar pada waktu 14 hari. Dengan demikian peran informasi iklim dan perubahan iklim kedepan menjadi penting dalam menekan laju perkembangan kasus demam berdarah.
a
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
74
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
79
b Gambar 13. a. Kurva kesesuaian antara curah hujan rata-rata bulanan dengan kurva demam berdarah (DBD) bulanan Provinsi Jawa Barat, b. Kurva kesesuaian antara suhu udara rata-rata bulanan dengan kurva demam berdarah (DBD) bulanan Provinsi Jawa Barat
Kesesuaian data iklim dengan kasus demam berdarah tergambar pada kemiripan pola diantara kedua data tersebut. Gambar 13a menunjukan kedekatan pola data bulanan antara curah hujan dan kasus demam berdarah di Provinsi Jawa Barat, puncak curah hujan datang lebih awal 2 bulan kemudian disusul dengan kasus demam berdarah. Bila dilihat kesesuaiannya, maka tampak bahwa kasus demam berdarah optimum pada interval curah hujan 100-300 mm yang terjadi pada bulan Februari – April setiap tahun. Untuk kesesuaian demam berdarah dengan suhu udara, di Provinsi Jawa Barat kasus demam berdarah optimum terjadi pada interval suhu 24-27oC. Berdasarkan paparan tentang curah hujan, suhu udara dan demam berdarah, maka jelas bagaimana kedua unsur iklim tersebut (curah hujan dan suhu udara) mempunyai pengaruh signifikan terhadap perkembangan nyamuk aedes aegypti sebagai vektor yang menyebabkan penyakit demam berdarah. 4.
STRATEGI ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM PADA SEKTOR KESEHATAN Dari uraian-uraian perubahan iklim dan kesehatan, terdapat informasi yang jelas antara perubahan iklim dan sektor kesehatan mempunyai hubungan cukup kuat. Kejelasan hubungan tersebut menjadi tidak bermakna apabila diantara kedua sektor ini belum mempunyai konsep kerja sama yang baik. Detail konsep kerjasama ini merupakan penjelasan yang menyeluruh setelah adanya perjanjian kerjasama yang mengatur hak dan kewajiban kedua sektor dalam rangka meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat.
80
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
75
Gambar 14. Konsep layanan informasi PIKU-BMKG untuk sektor kesehatan.
Dengan adanya konsep layanan informasi PIKU– BMKG terhadap sektor kesehatan, maka secara khusus langkah adaptasi dan mitigasi perubahan iklim akan mengikuti alurnya dengan konsep bersama yang akan dijalankan. Hal terpenting dari pelayanan informasi terhadap masyarakat/pengguna adalah bagaimana informasi tersebut benar secara subtansi dan kebutuhan, tepat waktu dan mudah dipahami. Untuk itu dalam meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap informasi yang dihasilkan, perlu adanya langkah sosialisasi, training serta advokasi, sehingga dengan demikian masyarakat akan mudah menerima informasi yang diterimanya.
Konsep Perubahan Iklim 76Implementasi Adaptasi Sektoral Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
81
DAFTAR PUSTAKA
Agresti and Allan, 1996. An Introduction to Categorical Data Analysis. New York: John Wiley and Sons. Aldrian E.,Karmini M., Budiman. 2011. Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim di Indonesia. Jakarta: Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara BMKG. BMKG-ICCTF Reports, 2011. Public Awareness, Training And Education Programme on Climate Change Issue for All Level of Societies, Mitigation and Adaptation. JakartaIndonesia. BMKG Reports. 2010. Seasonal Prediction: Wet and Dry Season Prediction. Jakarta: Pusat Iklim Agriklimat dan Iklim Maritim BMKG. Ditjen P2PL, 2008. Impact of Global Warming, Dengue cases Increase. Jakarta: Tempo Interaktif 13 April 2008. Githeko, A. Dan Woodward, A., 2003. International Concensus on The Science of Climate Change. The IPCC Third Assessment Report. Giorgi, Filippo. 2008. Regionalization of climate change information for impact assessment and adaptation, http://www.wmo.int/wcc3/bulletin/57_2_en/giorgi_en.html Hales, S., Edwards, S.J., Kovats, R.S., 2003. Impacts on Health of climate Change. Geneva: WHO-WMO-UNEP. Hosmer, D.W. and S. Lemeshow, 1989. Applied Logistic Regression. New York: John Wiley and Sons. IPCC working group II. 2007. Regional Vulnerable Impacts, adaptation and Vulneability. IPCC fourth assessment reports. Kaiser, H.F., 1970. A Second Generation Little Jiffy. Psychometrika, 35, 401-405. Kelley, T.L., 1942. The reliability coefficient. Psychometrika, 7, 75– 85. Linacre, J.M., 2008. Winsteps Rasch measurement (Version 3.63.2). Chicago, IL: MESA Press.
82
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
77
M. J. Greenacre, 1993. Correspondence Analysis in Practice. Academic Press, Harcourt, Brace & Company. Tarmana, D., 2011. Potential Impact of Climate Change on Dengue Hermologic Fever (DHF) Disease in Indonesia. South Korea: Annual APCC Report 2012. Tarmana, D., dan Nuraidi, 2010. Identifikasi Potensi Dampak Perubahan Iklim terhadap Kesehatan (DBD) di Jakarta. Thesis: Institut Pertanian Bogor. Team Bulletin data surveilance, 2010. Window of Epidemologi: Dengue Fever Cases. Jakarta: Ministry of Health. T.W. Anderson, 1984. An Introduction to Multivariate Statistical Analysis. Second Edition. John Wiley & Sons. Wigena, A.H., 2006. Pemodelan Statistical Downscaling dengan Regresi Projection Pursuit untuk Peramalan Curah Hujan Bulanan. Disertasi. IPB. WMO dan WHO, 2012. Atlas of Health and Climate: Realizing the Potential to Improve Health Outcomes Through the Use of Climate Services. Switzerland: WHO Press.
78
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
83
KONSEP IMPLEMENTASI ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM SEKTOR INFRASTRUKTUR PESISIR DAN LAUT Oleh: Anton Siswadi (Kepala Sub Bidang Analisa dan Informasi Kualitas Udara)
84
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
KONSEP IMPLEMENTASI ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM SEKTOR INFRASTRUKTUR PESISIR DAN LAUT Oleh: Anton Siswadi (Kepala Sub Bidang Analisa dan Informasi Kualitas Udara)
I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Bagi Indonesia dalam menyikapi fenomena perubahan iklim sama halnya seperti permasalahan lingkungan yang terjadi di tingkat lokal, semakin lambat mengambil tindakan semakin mahal biaya yang diperlukan. Fenomena perubahan iklim tidak hanya dipandang sebagai bentuk ancaman dan kerugian namun kita juga perlu juga mencari dan memanfaatkan potensi peluang yang dapat diperoleh. Berbagai hal dapat dilakukan di tingkat lokal, baik untuk mengurangi emisi GRK maupun meningkatkan ketahanan terhadap dampak perubahan iklim. Tindakan yang kita lakukan sekarang akan menentukan kehidupan saat ini dan juga generasi yang akan datang. Sebagai upaya untuk meningkatkan pemahaman dan pengertian adaptasi perubahan iklim diperlukan kumpulan informasi mengenai kegiatan yang dapat meningkatkan ketahanan terhadap dampak perubahan iklim sebagai upaya adaptasi. Dari berbagai informasi tersebut, maka dapat dipahami bahwa kegiatan adaptasi perubahan iklim bukan sesuatu hal yang baru. Kegiatan pengelolaan lingkungan yang telah dilaksanakan selama ini harus diperkuat dan dilaksanakan secara terintegrasi, sehingga dapat meminimalkan risiko iklim yang timbul.
I.2 Tujuan dan Sasaran 1)
2)
3)
Mengidentifikasi, dan memfasilitasi dalam bentuk formulasi strategi adaptasi yang sesuai untuk diterapkan di Indonesia dengan kondisi wilayah serta ketersediaan data; Memperoleh informasi tentang bahaya, kerentanan dan risiko sektor infrastruktur di wilayah pesisir dan laut terhadap perubahan iklim dan strategi adaptasi yang diperlukan untuk meminimalkan kerentanan dan risiko tersebut; Selanjutnya, pengalaman ini merupakan suatu pembelajaran yang dapat Didokumentasikan secara baik dan sistematis, sehingga diharapkan menjadi
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
85 79
4)
acuan yang dapat digunakan oleh masyarakat umum sebagai masukan pada basis data informasi perubahan iklim pada sektor infrastruktur di wilayah pesisir dan strategi adaptasinya; Tersedianya manual yang menyajikan petunjuk dan langkah-langkah untuk melakukan kajian risiko terhadap dampak perubahan iklim bagi Pemerintah Daerah (Pemda).
Dengan periode, skenario proyeksi dan pendekatan yang digunakan sebagai implementasi adaptasi perubahan iklim pada sektor infrastruktur khususnya di wilayah pesisr dan laut seperti yang telah disebutkan di atas, maka sasaran ini adalah: 1) Merumuskan suatu model konsep atau alur pikir, metode pengumpulan data dan seleksi data, serta metode analisis kajian dan risiko di wilayah pesisir terhadap perubahan iklim dalam kerangka kerja adaptasi bencana dengan pendekatan meso-level untuk kondisi wilayah dan ketersediaan data dan produk informasi perubahan iklim yang ada di BMKG; 2) Mengenali bahaya-bahaya terhadap sektor infrastruktur khususnya yang ada di wilayah pesisir dan laut akibat perubahan iklim dan komponen kerentanan dan risiko akibat bahaya-bahaya tersebut; 3) Mengetahui kerentanan dan risiko terhadap bahaya kenaikan muka laut, ENSO, badai pasang dan iklim ektrim umumnya akibat perubahan iklim; 4) Mengidentifikasi strategi adaptasi yang diperlukan untuk meminimalkan risiko akibat perubahan iklim terhadap sektor infrastruktur wilayah pesisir dan laut. I.3 Luaran Dengan periode historikal data, skenario proyeksi, pendekatan dan metode yang digunakan seperti yang telah disebutkan sebelumnya, keluaran ini adalah: 1) Model konsep, metode analisis, dan alur kajian serta pemilihan data yang digunakan dalam implementasi adaptasi perubahan iklim sektoral khususnya pada sektor infrastruktur wilayah pesisir akibat perubahan iklim; 2) Kondisi saat ini (baseline) sektor wilayah pesisir dan laut, meliputi:kondisi geomorfologi pesisir, demografi, tata ruang, kesesuaian lahan. I.4 Lingkup Kegiatan 1)
86 80
Menyamakan persepsi tentang peran masing masing sektor dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim; Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
2)
Inventarisasi kebutuhan infomasi perubahan iklim sektoral dalam mitigasi dan adaptasi.
II. TEORI, PERMASALAHAN DAN KHUSUSNYA DI WILAYAH PESISIR
TANTANGAN SEKTOR INFRASTRUKTUR
II.1 Fenomena Perubahan Iklim Berbagai hasil kajian ilmiah menunjukkan bahwa fenomena perubahan iklim tidak hanya memberikan fluktuasi (naik-turun) yang signifikan tetapi juga perubahan (tren) yang sangat cepat yang mengindikasikan pemanasan permukaan bumi, atmosfer dan laut yang terjadi secara global. Bukti-bukti tentang hal itu telah dilaporkan secara sistematis oleh sumber-sumber resmi, diantaranya: Intergovermental Panel on Climate Change (IPCC) dan The United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) Sebagai contoh laporan dari IPCC (2007) menyimpulkan bahwa “Adanya bukti yang baru dan lebih kuat bahwa pemanasan global yang terjadi 50 tahun terakhir adalah akibat dari kegiatan manusia“. Kesimpulan di atas diambil dari sejumlah pendekatan dan disiplin yang berbeda yang memperlihatkan bahwa bumi semakin memanas lebih cepat dibandingkan dengan tenggang waktu selama 1000 tahun yang lalu (Gambar 1. dan 2.).
Gambar 1. Global issue tentang terjadinya dan dampak climate change.
Hal ini seiring dengan peningkatan gas rumah kaca yang sangat cepat. Permukaan laut juga telah meningkat sejak awal sampai pertengahan tahun 1800-an. Dimasa datang, peningkatan muka laut diperkirakan akan semakin cepat. Walaupun masih
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
87 81
ada ketidakpastian yang terjadi dalam memprediksi perubahan ini, namun secara keseluruhan pada prediksi yang paling minimum saja yaitu dalam 100 tahun ke depan perubahan akan semakin cepat dibandingkan dengan variasi alamiahnya selama 10.000 tahun.
Gambar 2. Proyeksi perubahan temperatur rata-rata global dibandingkan dengan tahun 1990 dihitung hingga 2100.
Perubahan pada parameter iklim hanya dapat diestimasi. arah perubahan dari beberapa parameter seperti temperatur dan muka air laut dapat terlihat, namun besar perubahannya sangat kecil. Perubahan parameter juga dapat bervariasi terhadap wilayah. Pada parameter yang lain seperti gelombang dan arus laut hanya ada sedikit pemahaman tentang bagaimana perubahan iklim dapat mempengaruhi arah dan besarnya parameter-parameter tersebut.
1.2. Perubahan Iklim dan Kondisi Bahaya-Bahaya di Wilayah Pesisir b. Perubahan iklim dan pengaruhnya pada muka air laut Terjadinya pemanasan global menyebabkan suhu muka laut menjadi lebih hangat dan meningkatkan level muka laut. Hal ini diperkirakan terus meningkat di masa datang. Tinggi muka laut dapat berubah dari tahun ke tahun selama waktu jangka panjang, tergantung kepada ENSO dan siklus IPO yang terjadi secara musiman. IPCC memperkirakan bahwa level muka laut akan
88 82
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
terus meningkat untuk beberapa abad ke depan bahkan jika emisi gas rumah kaca telah stabil hal ini dikarenakan oleh waktu respon laut yang cukup lama. Pencairan es diperkirakan akan menyebabkan kenaikan level muka laut dalam orde beberapa meter selama beberapa abad sampai milenium ke depan. Bahkan untuk skenario perubahan iklim yang paling minimal (lihat Guideline for Climate Change Effects and Impacts Assessment). c. Perubahan iklim dan pengaruhnya terhadap kejadian badai Beberapa studi memperlihatkan adanya kenaikan intensitas badai di belahan bumi utara (BBU) akibat perubahan iklim, hal yang sama juga terjadi di belahan bumi selatan (BBS), meskipun belum jelas mekanisme dan dinamika dari pengaruh tersebut. Namun bila intensitas kejadian bertambah banyak maka pengaruhnya terhadap pantai akan lebih besar. d. Perubahan iklim mempengaruhi arus, angin, gelombang dan pasut Perubahan iklim akan mempengaruhi distribusi tekanan dan pola angin, yang selanjutnya mempengaruhi angin dan arus laut. Hubungan ini merupakan hubungan timbal balik dimana arus laut akan mempengaruhi iklim dan pola badai yang terjadi. Dengan adanya perubahan arus hangat atau perubahan arus dingin menyebabkan perubahan pola angin yang mempengaruhi frekuensi seas (ombak) dan swell (gelombang alun) di sepanjang pantai dan kemungkinan gelombang ekstrem yang lebih tinggi selama kejadian siklon tropis yang lebih intensif. Pasang surut di laut dalam tidak akan terpengaruh langsung oleh perubahan iklim tetapi tenggang pasut di perairan dangkal seperti: teluk, estuari, muara sungai dan pelabuhan dapat dipengaruhi oleh perubahan iklim melalui mekanisme penguatan angin, gelombang, arus di pesisir, debit sungai akibat perubahan curah hujan dan sedimentasi di muara. e. Perubahan Iklim mempengaruhi suplai sedimen di pantai Perubahan iklim akan mempengaruhi struktur dan faktor-faktor pembangun suplai sedimen ke pantai, beberapa faktor dapat memberikan tambahan dan yang lain memberikan pengurangan suplai sedimen. Dampak perubahan iklim terhadap suplai sedimen di masa datang belum diteliti secara saksama. Oleh sebab itu, untuk daerah-daerah yang rentan terhadap suplai sedimen perlu dilakukan penyelidikan yang lebih rinci termasuk suplai sedimen dari sungai dan daerah tangkapannya (catchment area), serta angkutan sedimen sejajar pantai. Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
89 83
f. Efek perubahan iklim pada tsunami Penyebab geologis tsunami tidak akan dipengaruhi langsung oleh perubahan iklim. Tetapi efek tsunami di pesisir akan berubah oleh kenaikan muka laut, yang tentu saja meningkatkan risiko rendaman tsunami. Faktor yang lebih penting dalam kajian risiko yaitu tinggi pasut pada saat tsunami mencapai pantai
1.3. Permasalahan dan Ancaman Pada Ekosistem Wilayah Pesisir dan Laut Salah satu sektor yang secara langsung terancam terhadap bahaya kenaikan muka air laut akibat perubahan iklim adalah sektor pesisir dan laut. Manusia dan ekosistem wilayah pesisir dan laut menghadapi bahaya akibat kenaikan muka air laut serta perubahan parameter-parameter laut lainnya yang disebabkan perubahan iklim seperti badai pasut (rob), gelombang badai, ENSO terhadap wilayah pesisir, menyebabkan perubahan lingkungan (Gambar 3.) berupa:
Gambar 3. Ekosistem pesisir yang terancam akibat perubahan iklim.
a. Penggenangan lahan basah dan dataran rendah serta hilangnya pulau-pulau b. c. d. e. f.
90 84
kecil; Erosi pantai dan pengurangan lahan pesisir; Perubahan kisaran pasut di teluk dan di muara sungai; Keruskan ekosistem pesisir (mangrove, terumbu karang, padang lamun, dan estuari); Intrusi air asin dan penurunan kualitas air; Banjir dan suplai sedimen ke wilayah pesisir akibat perubahan curah hujan dan
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
limpasan permukaan; g. Meningkatkan frekuensi over toping pada bangunan pantai; h. Perubahan pola arus, baik secara horizontal maupun vertikal (upwelling dan downwelling).
Potensi dampak yang timbul oleh ancaman ini sangat tergantung pada tingkat bahaya serta tingkat kerentanan di suatu wilayah, yang mana hal ini, sangat terkait dengan kondisi pemanfaatan wilayah pesisir, fisiografi, morfologi, demografi dan sosial-ekonominya, termasuk kemampuan manusia untuk beradaptasi terhadap bahaya tersebut. Untuk mengetahui seberapa besar potensi dampak yang akan timbul akibat ancaman tersebut, maka penting kiranya untuk mengkaji seberapa besar tingkat kerentanan wilayah tersebut. Setelah diketahui tingkat kerentanan dan potensi dampak yang ditimbulkannya, maka perlu dilakukan langkah-langkah strategi adaptasi untuk menghadapi ancaman-ancaman tersebut. Mengingat kondisi geografis Indonesia yang berbentuk kepulauan dengan kondisi alam yang sangat dipengaruhi oleh laut, dan aktivitas penduduk umumnya berada di wilayah pesisir, ditandai dengan banyaknya kota-kota besar berada di pinggir pantai dan di muara sungai, maka terlihat bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sangat rentan terhadap bahaya kenaikan muka laut dan bahaya-bahaya lainnya yang dipicu oleh perubahan iklim. 1.4. Tantangan Sektor Infrastruktur Khususnya Di Wilayah Pesisir dan Laut Dengan mempertimbangkan berbagai potensi dampak perubahan iklim seperti yang telah diuraikan di atas maka perlu disusun suatu strategi jangka panjang untuk mengantisipasinya. Pada sektor pesisir dan laut, bentuk antisipasi tersebut banyak diwujudkan berupa adaptasi yang disertai dengan mitigasi. Adaptasi perubahan iklim merujuk pada upaya intervensi sebagai respon pada perubahan iklim yang sedang dan akan terjadi yang didesain untuk mengurangi risiko atau potensi dampak pada komunitas dan ekosistem, atau justru mengeksploitasi peluang yang dapat menguntungkan yang diakibatkan oleh berubahnya iklim. Upaya yang dilakukan dalam adaptasi perubahan iklim adalah tindakan penyesuaian individu atau kelompok manusia baik yang bersifat reaktif, antisipatif, dan adaptif untuk menghadapi potensi dampak dari perubahan iklim. Diposaptono dkk (2009) mengajukan suatu kerangka kerja untuk menyusun konsep adaptasi yang disertai dengan mitigasi seperti pada gambar 4 dibawah ini. Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
91 85
Gambar 4. Kerangka kerja adaptasi yang disertai dengan mitigasi perubahan iklim (Diposaptono dkk, 2009).
III. PEMBAHASAN KEBUTUHAN SEKTOR INFRASTRUKTUR Arahan-arahan strategi adaptasi pada sektor infrastruktur khususnya di wilayah pesisir dan laut itu pada dasarnya berupa adaptasi fisik wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yaitu pengelolaan fisik wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil terpadu serta rekayasa fisik berwawasan lingkungan. Disamping itu strategi adaptasi untuk sektor infrastruktur wilayah pesisir dan laut juga memperhatikan pengelolaan sosial kependudukan, pengelolaan infrastruktur dan fasilitas, pengelolaan potensi sumber daya pesisir kelautan, dan perikanan, pengelolaan dan pemasaran perikanan tangkap dan perikanan budidaya, pengelolaan sumber daya air, pengelolaan sumber daya pertahanan dan keamanan (pulau-pulau kecil strategis yang terletak di perbatasan dengan negara tetangga), pengelolaan ekosistem wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil terpadu dan penyusunan regulasi dan kebijakan adaptasi perubahan iklim serta inventarisasi data dan riset serta pengembangan sumber daya manusia. Dari beberapa arahan mengenai strategi adaptasi tersebut diatas, maka BMKG mencoba menginventarisasi kebutuhan infomasi perubahan iklim sektoral dalam mitigasi dan adaptasi khususnya pada sektor infrastruktur di wilayah pesisir dan laut, seperti terlihat pada tabel 1 dibawah ini.
86
92
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
Tabel. 1. Matriks kebutuhan sektor infrastruktur Jenis Informasi Sea Level Rise
Mekanisme Diseminasi
Bentuk - Info tren (5, 15, 25 tahun) - Informasi harian
Curah Hujan
- Peta dan tabel tren curah hujan ekstrem - Dry & wet spell
Kegunaan/Manfaat
-
Website BMKG Web link ke KKP
Perencanaan program pembangunan infrastruktur pesisir
Kawasan pesisir Indonesia
-
Website BMKG Web link ke KKP
-
Perubahan pola musim hujan (kapan waktu awal musim hujan dan awal musim kemarau) Tren panjang musim hujan dan kemarau
Seluruh Indonesia
Website BMKG Web link ke KKP SMS ke nelayan
Informasi waktu yang tepat untuk melaut bagi nelayan
Kawasan pesisir Indonesia
-
Gelombang Laut
-
-
Informasi harian Detail tinggi gelombang (maksimum dan minimum), mingguan Peta informasi lokasi tinggi gelombang ekstrem
Lokasi
-
Kelembaban Udara
- Peta, tren, dan tabel kelembaban ratarata maksimum dan minimum harian, bulanan
-
Website BMKG Web link ke KKP
Penentuan waktu optimum tanam garam
Kawasan pesisir Indonesia
Evaporasi
- Peta dan tabel tren penguapan rata-rata dasarian - Tabel dan tren bulanan
-
Website BMKG Web link ke KKP
Penentuan waktu optimum tanam garam
Kawasan pesisir Indonesia
Kimia Air Hujan
- Informasi harian, bulanan - Prediksi 10 tahun
-
Website BMKG Web link ke KKP
Informasi tingkat keasaman air hujan terkait coral bleaching
Seluruh Indonesia
Pada dasarnya kebutuhan jenis informasi perubahan iklim yang dikeluarkan oleh BMKG adalah merupakan tugas pokok dan fungsinya, dimana BMKG berperan dalam hal adaptasi dan mitigasi perubahan iklim yang meliputi: 1. Penyediaan database tentang perubahan iklim berdasarkan parameter iklim baik parameter dasar maupun unsur iklim dan penyediaan informasi perubahan iklim meliputi tren perubahan ekstrem dari unsur iklim dasar, hasil analisa untuk iklim lampau maupun berdasarkan hasil simulasi skenario iklim mendatang; Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
93 87
2. Penyediaan peta rawan bencana perubahan iklim baik untuk iklim lampau dan hasil simulasi skenario iklim mendatang; 3. Penyediaan peta kerentanan perubahan iklim berdasarkan peta kerawanan bencana iklim di masing-masing wilayah. Hal ini sangat diperlukan karena tingkat perubahan iklim dan dampaknya tidak sama disetiap daerah. Sebagai contoh jenis informasi perubahan iklim yang dibutuhkan oleh sektor infrastuktur di wilayah pesisir dan laut yang telah dikeluarkan oleh BMKG seperti:
a. Klimatologi Gelombang Laut DiDiIndonesia a. Klimatologi Gelombang Laut Indonesia 1.
Klimatologi gelombang laut bulan Januari 1.
3.
2.
Klimatologi gelombang laut bulan Januari
Klimatologi gelombang laut bulan Maret
Klimatologi gelombang laut bulan Februari 2.
4.
Klimatologi gelombang laut bulan Februari
Klimatologi gelombang laut bulan April
3.
Klimatologi gelombang laut bulan Maret
4.
Klimatologi gelombang laut bulan April
5.
Klimatologi gelombang laut bulan Mei
6.
Klimatologi gelombang laut bulan Juni
94 88
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
5.
Klimatologi gelombang laut bulan 5. Klimatologi gelombang lautMei bulan Mei
7.
Klimatologi gelombang laut bulan Juli 7.
Klimatologi gelombang laut bulan Juli
6.
8.
Klimatologi gelombang laut 6. Klimatologi gelombang lautbulan bulanJuni Juni
Klimatologi gelombang laut bulan Agustus
8.
Klimatologi gelombang laut bulan Agustus
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
9.
9.
Klimatologi gelombang laut bulan September
Klimatologi gelombang laut bulan September
11. Klimatologi gelombang laut bulan Nopember
82
10. Klimatologi gelombang laut bulan Oktober
10. Klimatologi gelombang laut bulan Oktober
12. Klimatologi gelombang laut bulan Desember
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
95
89
11. Klimatologi gelombang laut bulan Nopember
11. Klimatologi gelombang laut bulan Nopember
12. Klimatologi gelombang laut bulan Desember
12. Klimatologi gelombang laut bulan Desember
Gambar 5. Klimatologi gelombang laut selama setahun. Gambar 5. Klimatologi gelombang laut selama setahun.
b. Kimia Air Hujan berupa pH air Hujan di Indonesia b. Kimia Air Hujan berupa pH air Hujan di Indonesia
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim pH air hujan bulan Januari
pH air hujan bulan Januari
pH air hujan bulan Maret
83 pH air hujan bulan Februari
pH air hujan bulan Februari
pH air hujan bulan April
Gambar 6. Tingkat keasaman (pH) Air Hujan tahun 2010 di Indonesia. pH air hujan bulan Maret pH air hujan bulan April
Gambar 6. Tingkat keasaman (pH) Air Hujan tahun 2010 di Indonesia.
96
90
IV. PENUTUP
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
IV. PENUTUP Adaptasi perubahan iklim bukan suatu hal yang baru, tetapi merupakan kegiatan ataupun tata cara dan teknologi yang sudah berkembang luas dan dilakukan oleh masyarakat, baik secara turun temurun sebagai sebuah budaya atau kebiasaan dalam masyarakat. Dalam kaitannya dengan pengelolaan lingkungan, proses perubahan iklim dapat di integrasikan ke dalam program pengelolaan lingkungan, tanpa perlu menyusun atau membuat program baru yang tentunya akan memakan waktu dan biaya. Strategi adaptasi perubahan iklim terhadap sektor infrastruktur untuk mengantisipasi dampak perubahan iklim pada bangunan atau infrastruktur dapat dilakukan antara lain:
a. Desain bangunan yang adaptif yaitu mengembangkan desain arsitektur bangunan yang dapat mengurangi dampak banjir, tahan terhadap ancaman topan/badai/angin Puting Beliung misalnya rumah panggung di daerah-daerah rawan banjir maupun di daerah pesisir.
b. Membangun infrastruktur pada lingkungan yang tidak rentan yaitu pada kawasan yang tidak rentan terhadap dampak banjir, kenaikan muka air laut dan bencana iklim lainnya seperti adanya perubahan iklim lainnya sesuai rencana tata ruang wilayah. Dengan adanya konsep implementasi adaptasi perubahan iklim sektoral khususnya pada sektor infrastruktur di wilayah pesisir dan laut, maka akan di dapat solusi informasi perubahan iklim yang diperlukan, bentuk informasi perubahan iklim yang diinginkan dan mekanisme desiminasi informasi perubahan iklim yang diharapkan.
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
97 91
DAFTAR PUSTAKA
Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana (2007). Panduan Pengenalan Karakteristik Bencana dan Upaya Mitigasinya di Indonesia. Editor: Triutomo, Sugeng, Widjaja, B. Wisnu , Amri, M.Robi, Jakarta. Diposaptono, Subandono (2005). Bencana Alam (Penekanan Pada Bencana Air). [Online] Available at: www.ppk.itb.ac.id (diakses pada 28 September 2009). Diposaptono, Subandono dkk (2009). Menyiasati Perubahan Iklim di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Buku Ilmiah Populer, Bogor. Harmoni, Ati (2005). Dampak Sosial Ekonomi Perubahan Iklim. [Online] Available at: www. journal.gunadarma.ac.id (diakses pada 24 Agustus 2005). Manurung, Parluhutan (2008). Ancaman Global Warming Kian Nyata. [Online] Available at: www.ristek.go.id (diakses pada 5 Agustus 2008). Musianto, Lukas S. “Perbedaan Pendekatan Kuantitatif dengan Pendekatan Kualitatif dalam Metode Penelitian”. Jurnal Manajemen & Kewirausahaan Vol. 4, No. 2, September 2002: 123-136. Available at: http://puslit.petra.ac.id/journals/manage/ (diakses pada 7 Januari 2002). Undang-Undang No. 24 Tahun 2007, Penanggulangan Bencana, Departemen Dalam Negeri, Jakarta. Undang-Undang No. 27 Tahun 2007. Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Departemen Dalam Negeri. Jakarta. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (2006). Potret Kerusakan Lingkungan Pesisir Jawa. [Online] Available at: www.unfccc.int (diakses pada 4 April 2006). Williams, D.C. 1988. Naturalistic Inquiry Materials, FPS IKIP Bandung.
98 92
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
IMPLEMENTASI ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM PADA SEKTOR KEHUTANAN Oleh: Mamenun (Peneliti Muda Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara BMKG)
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
99
IMPLEMENTASI ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM PADA SEKTOR KEHUTANAN IMPLEMENTASI ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM PADA SEKTOR KEHUTANAN
Oleh: Mamenun (Peneliti Muda Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara BMKG) Oleh: Mamenun (Peneliti Muda Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara BMKG)
PENDAHULUAN Perubahan iklim merupakan fenomena berubahnya parameter iklim sebagai dampak dari I. PENDAHULUAN Perubahan iklim merupakan fenomena berubahnya parameter sebagai adanya peningkatan suhu secara global (pemanasan global).iklim Sejak era dampak industri atau dari adanyaabad peningkatan suhuterjadi secarapeningkatan global (pemanasan global). Sejak era industri atau pertengahan ke-19, telah suhu bumi akibat meningkatnya kegiatan pertengahan abad ke-19, telah terjadi peningkatan suhu bumi akibat meningkatnya industri yang menghasilkan emisi gas rumah kaca. Menurut laporan IPCC tahun 2007, suhu kegiatan industri yang menghasilkan emisi gas rumah kaca. Menurut laporan IPCC tahun pertengahan abad ke-20 permukaan global meningkat sebesar 0.74 ± 0.32oC. Sejak 2007, suhu permukaan global meningkat sebesar 0.74 ± 0.32oC. Sejak pertengahan abad konsentrasi gas rumah kacakaca (GRK) tajamakibat akibat aktivitas manusia ke-20 konsentrasi gas rumah (GRK)meningkat meningkat tajam aktivitas manusia sepertiseperti pembakaran dan deforestasi. deforestasi.Selain Selain perubahan semakin pembakaranbahan bahanbakar bakar fosil fosil dan perubahan suhusuhu yangyang semakin meningkat, pemanasanglobal global jugamenyebabkan menyebabkankenaikan kenaikan muka muka laut laut dan dan mencairnya mencairnya es di meningkat, pemanasan juga es di wilayah kutub utara (Gambar 1.) wilayah kutub utara (Gambar 1.)
(a)
(b)
Gambar 1. Perubahan Perubahansuhu, suhu,kenaikan kenaikan muka laut dan penutupan eskutub di kutub utara Gambar 1. muka laut dan penutupan es di utara (Sumber:IPCC IPCC 2007). (Sumber: 2007).
Dalam konteks perubahan iklim, CO2 termasuk dalam kelompok gas rumah kaca Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim (Methane/CH 4, Nitrous Oxide/N2O, Hydrofluorocarbon-23/CHF3, Sulphur Hexafluoride/SF6, 100 Konsep Implementasi Sektoralpeningkatan Perubahan Iklim pemanasan global 93dan pemicu Adaptasi terjadinya PFC-14/CF4) yang menjadi
Dalam konteks perubahan iklim, CO2 termasuk dalam kelompok gas rumah kaca (Methane/CH4, Nitrous Oxide/N2O, Hydrofluorocarbon-23/CHF3, Sulphur Hexafluoride/ SF6, PFC-14/CF4) yang menjadi pemicu terjadinya peningkatan pemanasan global dan menyebabkan unsur-unsur iklim mengalami perubahan secara global. Hutan mempunyai peran yang cukup besar dalam proses penyimpanan karbon (CO2) di alam. Hutan merupakan sumber penyimpanan karbon tertinggi berbentuk padat bila dibandingkan dengan sistem penggunaan lahan pertanian dimana keragaman pohon di dalam hutan cukup tinggi dengan tumbuhan bawah dan seresah di permukaan tanah yang banyak (Hairiah & Subekti 2007). Penyimpanan karbon di dalam tanaman hutan merupakan hasil dari kegiatan fotosintesis, dimana tanaman menyerap gas asam arang (CO2) di udara yang diubah menjadi karbohidrat. Karbohidrat tersebut kemudian disebar ke seluruh tanaman dan disimpan dalam tubuh tanaman yang terdiri dari daun, batang, ranting, bunga dan buah. Jumlah karbon yang disimpan dalam tubuh tanaman hidup (biomassa) pada suatu lahan dapat menggambarkan banyaknya CO2 di atmosfer yang diserap oleh tanaman. Sedangkan pengukuran karbon yang masih tersimpan dalam bagian tumbuhan yang telah mati (nekromassa) secara tidak langsung menggambarkan CO2 yang tidak dilepaskan ke udara lewat pembakaran (Hairiah & Subekti 2007). Gambaran siklus karbon di tingkat lahan dan tanaman dapat ditunjukkan pada gambar 2.
Gambar 2. Siklus karbon di tingkat lahan (Hairiah 2008 dalam Rochmayanto 2012).
Secara total, hutan di dunia saat ini menyimpan lebih dari satu milyar ton karbon atau sekitar dua kali jumlahnya dari karbon yang ada di atmosfer secara bebas (FAO 2006). Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
94
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
101
Hal ini menyebabkan hutan menjadi salah satu bagian penting dalam siklus pertukaran karbon di udara. Di sisi lain, hutan juga melepaskan CO2 ke udara melalui proses respirasi dan dekomposisi seresah, namun pelepasannya terjadi secara bertahap dan tidak sebesar bila terjadi pembakaran atau penebangan hutan secara besar-besaran (Hairiah & Subekti 2007). Pelepasan karbon ke udara tersebut menyebabkan konsentrasi karbon, dalam hal ini CO2, semakin meningkat (FAO 2006). Maraknya penebangan hutan ilegal secara besarbesaran pada hutan saat ini menjadi salah satu penyebab meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca di udara secara global. Peningkatan gas rumah kaca termasuk CO2 ini menyebabkan terjadinya perubahan pada unsur-unsur iklim seperti curah hujan, suhu, kelembaban, angin, dan seterusnya. Terjadinya perubahan iklim mempunyai dampak baik secara langsung maupun tidak langsung pada sektor kehutanan. Salah satu pengaruh adanya perubahan iklim adalah meningkatnya kejadian bencana kekeringan akibat rendahnya intensitas hujan dan lamanya musim kemarau. Meningkatnya intensitas bencana kekeringan tersebut memicu terjadinya kebakaran hutan di wilayah Indonesia. Sebagai contoh, kebakaran hutan terbesar yang terjadi di Indonesia adalah pada tahun 1997/1998. Berdasarkan data hasil analisis BAPPENAS-ADB, total hutan terbakar di Indonesia pada tahun terjadinya el niño (ENSO) tahun 1997/1998 adalah sekitar 11.7 juta ha, bahkan mencapai 25 juta ha di seluruh dunia (FAO 2001 dalam Tacconi 2003). Kerugian ekonomi Indonesia akibat degradasi hutan dan deforestasi sekitar 1.62-2.7 miliar dollar, akibat pencemaran kabut asap sekitar 674 – 799 juta dollar, dan kemungkinan biaya yang terkait emisi karbon kemungkinan mencapai 2.8 miliar dollar (Tacconi 2003). II. DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP SEKTOR KEHUTANAN Walaupun sebagai salah satu penyumbang emisi CO2 apabila dilakukan penebangan atau penggundulan secara besar-besaran, hutan juga mengalami dampak adanya perubahan iklim. Dampak perubahan iklim pada sektor kehutanan yaitu sebagai berikut: 1.
2.
102
Perubahan iklim menyebabkan naiknya muka laut. Kenaikan muka laut (sea level rise) dimana diketahui bahwa kenaikan muka laut antara lain karena mencairnya es di wilayah kutub akibat kenaikan suhu udara secara global. Kenaikan muka laut ini menimbulkan kerusakan hutan mangrove, hilangnya pulau-pulau kecil, dan banjir di sekitar wilayah pantai. Kenaikan suhu muka laut (sea surface temperature); Kenaikan suhu muka laut akibat perubahan iklim menimbulkan gangguan pada ekosistem laut dan pantai termasuk pada hutan mangrove. Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
95
3.
Perubahan iklim juga menimbulkan frekuensi kejadian cuaca ekstrem (curah hujan, suhu, kelembaban, angin, musim). Akibat dari adanya peningkatan kejadian cuaca ekstrem ini dirinci sebagai berikut: a. Bencana banjir Kejadian banjir di wilayah Indonesia, selain disebabkan karena daya dukung lingkungan yang rusak, juga disebabkan karena adanya curah hujan ekstrem dan peningkatan frekuensi kejadian la niña di kawasan Pasifik yang menimbulkan meningkatnya intensitas curah hujan. Pada sektor kehutanan, bencana banjir menimbulkan kerusakan ekosistem dan lingkungan di wilayah pantai/pesisir, termasuk hutan mangrove. b. Bencana kekeringan dan kebakaran hutan Bencana kekeringan dipicu oleh kondisi hujan yang sangat rendah sehingga ketersediaan air di lahan menurun drastis. Bencana kekeringan ini juga berkaitan dengan fenomena ENSO dimana peningkatan frekuensi kejadian el niño di kawasan Pasifik berdampak pada penurunan curah hujan di wilayah Indonesia. Bencana kekeringan menimbulkan terjadinya peningkatan terjadinya hotspot/ titik api di hutan yang memicu peningkatan kejadian kebakaran hutan. Kebakaran hutan tersebut menyebabkan pelepasan karbon yang cukup besar, dan pada akhirnya konsentrasi CO2 di udara menjadi semakin meningkat. Selain itu, kebakaran hutan juga berdampak pada kerusakan ekosistem hutan, keragaman hayati dan lingkungan hutan, pengurangan lahan gambut, pencemaran kabut asap, gangguan kesehatan akibat terserang ISPA, hilangnya mata pencaharian penduduk lokal dan rusaknya kawasan penyerapan air. c. Dampak perubahan suhu, kelembaban, angin dan musim. Pada sektor kehutanan, perubahan parameter iklim dan cuaca juga berdampak secara langsung maupun tidak langsung. Untuk parameter suhu, peningkatan suhu udara dapat menimbulkan peningkatan risiko kebakaran hutan dan punahnya beberapa spesies sehingga mengganggu keanekaragaman hayati hutan (Aldrian et al. 2011). Pengaruh perubahan kelembaban udara antara lain yaitu peningkatan cendawan dan penyakit pohon. Perubahan parameter angin juga berpengaruh terhadap perluasan wilayah kebakaran hutan dan penanganan kebakaran hutan semakin sulit ditangani. Sedangkan pergeseran musim hujan dan musim kemarau berpengaruh terhadap kegagalan pembungaan dan perkembangbiakan tanaman hutan.
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
96
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
103
III. KAPASITAS LAYANAN PRODUK INFORMASI PERUBAHAN IKLIM BMKG Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2008, bahwa Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika merupakan LPNK (Lembaga Pemerintah Non Kementerian) yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang meteorologi, klimatologi, kualitas udara dan geofisika (MKKuG) sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini juga tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 31 Tahun 2009 dimana BMKG sebagai lembaga pemerintah non kementerian mempunyai tugas dan fungsi dalam memberikan pelayanan informasi MKKuG. Tugas dan fungsi BMKG antara lain yaitu: Merumuskan kebijakan nasional yang umum dan teknis; Melaksanakan koordinasi kebijakan, perencanaan dan program; Pembinaan dan pengendalian observasi, pengolahan data dan informasi; Penyampaian informasi kepada instansi dan pihak terkait serta masyarakat berkenaan dengan perubahan iklim; Penyampaian informasi peringatan dini kepada instansi serta masyarakat berkenaan dengan bencana; Melaksanakan kerjasama internasional di bidang MKKUG; Melaksanakan penelitian, pengkajian dan pengembangan.
Dalam rangka pemenuhan kebutuhan layanan informasi MKKuG untuk masyarakat, BMKG mempunyai jaringan stasiun pengamatan cuaca, iklim dan geofisika baik melakukan pengamatan observasi maupun pemberian hasil analisa dan informasi MKKuG. Saat ini, BMKG mempunyai 21 stasiun klimatologi (pengamatan iklim), 120 stasiun meteorologi (pengamatan cuaca), 31 stasiun geofisika (pengamatan geofisika), lebih dari 5000 pos kerjasama (pos hujan, pos penguapan, pos iklim dan stasiun meteorologi pertanian khusus/SMPK), 47 stasiun/pos pengamatan kualitas udara, dan satu stasiun pemantau atmosfer global (GAW/Global Atmospheric Watch) di Bukit Kototabang, Sumatera Barat. Stasiun klimatologi melakukan pengamatan cuaca dan iklim, stasiun meteorologi melakukan pengamatan cuaca termasuk untuk cuaca penerbangan dan maritim, stasiun pos kerjasama melakukan pengamatan hujan bekerjasama dengan instansi atau perorangan di luar BMKG. Untuk stasiun geofisika melakukan pengamatan gempa bumi dan tsunami, stasiun kualitas udara melakukan pengamatan kualitas udara diantaranya tingkat keasaman, komposisi kimia air hujan, ozon, dispersi asap, sebaran debu vulkanik, dan konsentrasi debu SPM (Suspended Particular Matter), serta stasiun GAW melakukan pengamatan GRK. Karena adanya peningkatan kebutuhan data GRK, maka pada tahun
104
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
97
2012 dilakukan pembangunan stasiun GAW di Palu, Sulawesi Tengah dan selanjutnya akan dibangun stasiun GAW di Sorong. Untuk memenuhi kebutuhan layanan informasi perubahan iklim dan kualitas udara bagi user/pengguna dari berbagai sektor termasuk sektor kehutanan, BMKG mempunyai produk dan informasi perubahan iklim dan kualitas udara, baik yang berupa hasil kajian maupun informasi yang sudah rutin. Hasil kajian/analisis dan informasi perubahan iklim dan kualitas udara tersebut disajikan dalam bentuk peta/atlas, buku informasi, website Perubahan Iklim (CCIS/Climate Change Information System). Contoh yaitu tampilan BMKG (www.bmkg.go.id) maupun dalam sistem yang masih dikembangkan SistemCCIS Informasi Perubahan ditunjukkan pada gambar Iklim 3. (CCIS/Climate Change Information System). Contoh tampilan CCIS ditunjukkan pada gambar 3.
Gambar 3. Contoh tampilan CCIS.
Gambar 3. Contoh tampilan CCIS.
Informasi perubahan iklim yang tersedia di dalam website BMKG dan sistem CCIS tersebut Informasi perubahan iklim yang tersedia di dalam website BMKG dan sistem CCIS tersebut adalah sebagai berikut:
adalah sebagai berikut:
1. Informasi tren
1. Informasi tren
Informasi tren tren terdiri darisangat tren hari sangat panas, hari tren panas, tren hari hujan Informasi tren terdiri dari hari panas, hari panas, hari hujan lebat, tren
spell, tren wet spell, tren suhu minimum, suhu maksimum, suhu dry spell, trenlebat, wet tren spell,dry tren suhu minimum, suhu maksimum, suhu rata-rata untuk periode rata-rata untuk periode 10 tahun, 20 tahun, 30 tahun, dan 40 tahun. Informasi tren tersebut juga disajikan dalam bentuk atlas. Contoh tampilan untuk informasi bentuk atlas. tren Contoh tampilan untuk informasi tren hari hari basah ditunjukkan pada gambar 4. basah ditunjukkan pada gambar 4.
10 tahun, 20 tahun, 30 tahun, dan 40 tahun. Informasi tren tersebut juga disajikan dalam
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
98
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
105
10 tahun, 20 tahun, 30 tahun, dan 40 tahun. Informasi tren tersebut juga disajikan dalam bentuk atlas. Contoh tampilan untuk informasi tren hari basah ditunjukkan pada gambar 4.
Gambar 4. Contoh informasi trentren harihari basah. Gambar 4. Contoh informasi basah.
2. Informasi indeks iklim ekstrem tahunan Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim indeks iklim ekstrem tahunan terdiri dari suhu maksimum, suhu 2. InformasiInformasi indeks iklim ekstrem tahunan minimum, hujantahunan 20 mm/hari, 50 mm/hari, intensitas Informasi indeksintensitas iklim ekstrem terdiri intensitas dari suhu hujan maksimum, suhu minimum, hari hujan maksimum dan intensitashujan hujan100 20 mm/hari, mm/hari, jumlah intensitas hujan 50berturut-turut mm/hari, intensitas hujan per 100tahun, mm/hari, jumlah hari kering berturut-turut tampilan informasi jumlah hari hujan berturut-turut maksimummaksimum per tahun, per dantahun. jumlahContoh hari kering berturut-turut indeks iklim tahunan untuk hari hujan berturut-turut tahun 2010 ditunjukkan maksimum per tahun. Contoh tampilan informasi indeks iklim tahunan untuk hari hujan pada gambar 5.
92
berturut-turut tahun 2010 ditunjukkan pada gambar 5.
Gambar 5. Contoh informasi hari hujan berturut-turut untuk tahun 2010. Gambar 5. Contoh informasi hari hujan berturut-turut untuk tahun 2010.
3. Indeks iklim tahunan Informasi indeks iklim tahunan yang tersedia yaitu parameter iklim antara lain suhu 99 Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim minimum 106 terendah, suhu minimum tertinggi, suhu maksimum terendah, suhu minimum tertinggi, hari hujan lebat dan sangat lebat, hari panas, hari sangat panas. Contoh tampilan
Gambar 5. Contoh informasi hari hujan berturut-turut untuk tahun 2010.
3. Indeks3.iklim tahunan Indeks iklim tahunan Informasi indeks iklim tahunan yang tersedia yaitu parameter iklim antara lain suhu Informasi indeks iklim tahunan yang tersedia yaitu parameter iklim antara lain
minimum terendah, suhu minimum tertinggi, suhu maksimum terendah, suhu minimum suhu minimum terendah, suhu minimum tertinggi, suhu maksimum terendah, tertinggi, hari suhu hujanminimum lebat dantertinggi, sangat hari lebat,hujan hari lebat panas, hari sangat panas. tampilan dan sangat lebat, hari Contoh panas, hari sangat panas. untuk Contohsuhu tampilan peta indeks iklim tahunan untuk suhuditunjukkan maksimum pada peta indeks iklim tahunan maksimum tertinggi pada tahun 2002
gambar 6.
tertinggi pada tahun 2002 ditunjukkan pada gambar 6.
Gambar 6. 6.Contoh maksimumtertinggi tertinggi tahun 2002. Gambar Contohtampilan tampilan peta peta suhu suhu maksimum tahun 2002. 4. Peta kerentanan perubahan iklim
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
Hasil kajian untuk pembuatan peta kerentanan perubahan iklim dilakukan di provinsi Bali sebagai pilot project. Peta kerentanan perubahan iklim dibangun berdasarkan tiga komponen, yaitu sebagai fungsi dari exsposure, sensitivitas dan kapasitas adaptasi. Exsposure merupakan derajat dimana sistem terpapar (diekspos) terhadap keragaman iklim yang signifikan. Komponen exsposure menggunakan informasi tingkat kesesuaian agroklimat, komponen sensitivitas merupakan densitas luasan tanaman padi terhadap luasan kecamatan, dan komponen kapasitas adaptasi terdiri atas komponen sosial ekonomi yang meliputi pola tanam, pola penghidupan di dataran rendah, varietas, penggunaan pupuk, kerjasama, training, dan kepemilikan. Hasil peta kerentanan perubahan iklim di provinsi berdasarkan zona penghidupan ditunjukkan pada gambar 7.
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
100
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
107
93
Gambar 7. Peta kerentanan perubahan iklim di Pulau Bali.
5. Peta potensi angin Peta potensi angin merupakan salah satu produk informasi perubahan iklim yang masih dikembangkan. Peta potensi angin ini dimaksudkan untuk pengembangan energi terbarukan di waktu mendatang sebagai salah satu bentuk mitigasi perubahan iklim. Peta potensi angin dapat dilakukan untuk pengamatan angin vertikal hingga ketinggian 450 m. Prioritas pertama akan dibuat peta potensi angin hingga ketinggian 150 m. 6. Peta potensi energi matahari Peta potensi energi matahari juga termasuk produk peta atau informasi yang masih dikembangkan sebagai salah satu upaya mitigasi perubahan iklim dengan penekanan pada potensi energi terbarukan. 7. Peta pergeseran awal musim dan panjang musim. Peta pergeseran awal musim dan panjang musim hujan dan kemarau merupakan informasi dampak perubahan iklim. Sebagai contoh adalah peta pergeseran awal musim hujan dan musim kemarau hasil kajian BMKG yang dilakukan tahun 2004 yang ditunjukkan pada gambar 8 dan gambar 9.
108
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
101
7. Peta pergeseran awal musim dan panjang musim. Peta pergeseran awal musim dan panjang musim hujan dan kemarau merupakan informasi dampak perubahan iklim. Sebagai contoh adalah peta pergeseran awal musim hujan dan musim kemarau hasil kajian BMKG yang dilakukan tahun 2004 yang ditunjukkan pada gambar 8 dan gambar 9.
Gambar 8. Peta pergeseran musim hujan pulau jawa (BMKG, 2009).
Gambar 8. Peta pergeseran musim hujan pulau jawa (BMKG, 2009).
Gambar 9. Peta pergeseran musim kemarau pulau jawa (BMKG, 2009). Gambar 9. Peta pergeseran musim kemarau pulau jawa (BMKG, 2009).
Informasipergeseran pergeseranawal awalmusim musimhujan hujandan dankemarau, kemarau,serta sertapanjang panjangmusim musimhujan hujan Informasi dankemarau kemarau saat saat ini titik stasiun BMKG yangyang di update setiapsetiap tahun. dan inijuga jugadikembangkan dikembangkanper per titik stasiun BMKG di update Contoh tampilan peregeseran awal dan musim ditunjukkan padapada gambar 10. 10. tahun. Contoh tampilan peregeseran awalpanjang dan panjang musim ditunjukkan gambar
Gambar 10. Contoh tampilan analisis pergeseran awal dan panjang musim. Gambar 10. Contoh tampilan analisis pergeseran awal dan panjang musim. Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
102 Konsep Implementasi Adaptasi Perubahan Konsep Sektoral Implementasi Adaptasi Iklim Sektoral Perubahan Iklim
109 95
8. Proyeksi iklim wilayah Indonesia untuk masa depan menggunakan skenario IPCC dan 8. Proyeksi iklim wilayah Indonesia untuk masa depan menggunakan skenario IPCC dan model iklim regional untuk parameter perubahan iklim seperti curah hujan, suhu ratamodel iklim regional untuk parameter perubahan iklim seperti curah hujan, suhu ratarata, suhu maksimum, suhu minimum, kelembaban, angin, dan seterusnya (masih rata, suhu maksimum, suhu minimum, kelembaban, angin, dan seterusnya (masih dalam dalam tahap pengerjaan). tahap pengerjaan).
Gambar 11. Hasil kajian proyeksicurah curah hujan Indonesia untukuntuk tahun 2075-2099 Gambar 11. Hasil kajian proyeksi hujanwilayah wilayah Indonesia tahun 2075-2099 (Sumber: BMKG, 2009). (Sumber: BMKG, 2009).
9.9. 10.
Tren suhu suhu muka muka laut HIndia dan Samudera Tren laut wilayah wilayahperairan perairanIndonesia, Indonesia,Samudera Samudera HIndia dan Samudera Pasifik. Pasifik. Informasi kualitas udara.
10. Informasi kualitas udara.
Informasi kualitas udara meliputi informasi Sulfurdioxide (SO2), Nitrogendioxide (NO2), Informasi kualitas udara meliputi informasi Sulfurdioxide (SO2), Nitrogendioxide (NO2), SPM SPM (Suspended Particular Matter), KAH (Kimia Air Hujan, termasuk pH, daya hantar (Suspended Particular Matter), KAH (Kimia Air Hujan, termasuk pH, daya hantar listrik, listrik, anion dan kation, acidity/alkalinity), Ozone, Green House Gases, ozone, sebaran anion dan kation, acidity/alkalinity), Ozone, Green House Gases, ozone, sebaran debu debu vulkanik, dan dispersi asap. Informasi tingkat keasaman (pH) air hujan di Indonesia vulkanik, dan dispersi asap. Informasi tingkat keasaman (pH) air hujan di Indonesia bulan bulan Oktober 2013 dapat dilihat pada gambar 12. Oktober 2013 dapat dilihat pada gambar 12.
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
110
96
103 Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
Gambar 12. Informasi tingkat keasaman air hujan. Gambar 12. Informasi tingkat keasaman air hujan.
Selain itu, untuk mendukung analisis dampak perubahan iklim pada sektor kehutanan, BMKG mempunyai informasi danperubahan iklim yangiklim dapat diakses website Selain itu, untuk layanan mendukung analisiscuaca dampak pada sektor melalui kehutanan, BMKG (www.bmkg.go.id). Informasi terdiri informasi iklim, dan BMKG mempunyai layanan informasiini cuaca dandari ikliminformasi yang dapatcuaca, diakses melalui website informasi Informasi cuaca ini yang tersedia yaitu prakiraan cuaca iklim, harian untuk BMKG geofisika. (www.bmkg.go.id). Informasi terdiri dari informasi cuaca, informasi dan seluruh wilayah Indonesia, prospek cuacatersedia harianyaitu danprakiraan mingguan, satelit informasi geofisika. Informasi cuaca yang cuacaradar hariandan untuk cuaca, prakiraan potensi banjir maitim/cuaca pelayaran, siklon tropis, seluruh wilayah angin, Indonesia, prospek cuacaJakarta, harian dan mingguan, radar dan satelit cuaca, kebakaran cuaca penerbangan. Informasipelayaran, iklim tersedia prakiraan prakiraanhutan angin,dan potensi banjir Jakarta, maitim/cuaca siklon terdiri tropis, dari kebakaran iklimhutan (informasi hujan bulanan, Informasi prakiraaniklim hujan bulanan, prakiran iklim musim hujan dan dan cuaca penerbangan. tersedia terdiri dan dari prakiraan (informasi kemarau), neracaprakiraan air, dinamika atmosfer niño dan la hujan niña),dan Analisa kejadian hujan bulanan, hujan bulanan, dan(elprakiran musim kemarau), neracaiklim air, dinamika atmosfer (el dan niña), Analisa kejadian iklim ekstrem, ekstrem, informasi/prediksi suhuniño muka laut,la dan infomasi indeks kekeringan. Sedangkan informasi/prediksi muka dan infomasi indeks kekeringan. informasi informasi geofisika suhu terdiri darilaut, informasi gempa bumi, tsunami,Sedangkan tanda waktu, magnet geofisika terdiri dari informasi gempa bumi, tsunami, tanda waktu, magnet bumi, petir bumi, petir Jabodetabek, dan seismologi teknik. Jabodetabek, dan seismologi teknik.
IV. KEBUTUHAN SEKTOR KEHUTANAN TERHADAP KEBUTUHAN INFORMASI KEBUTUHAN KEHUTANAN TERHADAP KEBUTUHAN INFORMASI PERUBAHAN SEKTOR IKLIM PERUBAHAN IKLIM
Kebutuhan adanya informasi perubahan iklim dan dampaknya pada sektor kehutanan Kebutuhan adanyasebagai informasilangkah perubahan iklim dan dampaknya sektor kehutanan sangat diperlukan adaptasi dan mitigasi pada perubahan iklim. Untuk sangat diperlukan sebagai langkah adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. mengetahui kebutuhan tersebut diperlukan adanya proses identifikasi gejala, atauUntuk kejadian mengetahui kebutuhan tersebut diperlukan adanya proses identifikasi gejala, atau kejadian dampak perubahan iklim pada sektor kehutanan, baik untuk hutan-hutan di wilayah daratan dampak perubahan iklim pada sektorpantai kehutanan, baik untuk hutan-hutan di wilayah maupun hutan di sepanjang wilayah (mangrove). Hal ini dilakukan untukdaratan mengenali maupun hutan di sepanjang wilayah pantai (mangrove). Hal ini dilakukan untuk mengenali gejala dan dampak perubahan iklim yang telah, sedang dan mungkin terjadi, menghitung gejalakerugian dan dampak iklim yang telah, dan mungkin terjadi,langkah-langkah menghitung potensi yangperubahan dapat ditimbulkan, dansedang melakukan identifikasi strategis yang dapat diambil untuk mengurangi kerugian yang lebih banyak. Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim 97 Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
111
Dalam rangka identifikasi dampak perubahan iklim pada sektor kehutanan dan informasi perubahan iklim yang dibutuhkan, termasuk bentuk informasi yang dibutuhkan oleh sektor dan manfaat yang diperoleh dengan adanya informasi perubahan iklim, maka disusunlah matriks kebutuhan informasi perubahan iklim untuk sektor kehutanan sebagaimana ditunjukkan pada tabel 1. Matriks ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan baik oleh BMKG sebagai lembaga penyedia informasi perubahan iklim maupun Kementerian Kehutanan sebagai lembaga sektoral serta lembaga-lembaga non pemerintah yang bergerak di bidang kehutanan. Tabel 1. Matriks kebutuhan informasi perubahan iklim sektor kehutanan Jenis Informasi
Bentuk Informasi
Mekanisme Desiminasi
Kegunaan/Manfaat
Lokasi
Sea Level Rise
- Peta tematik, tabel, tren relative mean sea level, frequency, elevation of extreme high water event, wave actions at shore line. - Proyeksi (5, 10, 25, 50 Th).
- Website BMKG - Link website Kemenhut, DNPI, RAN-GRK, global mangrove database (Glomis) - Dokumen (buku)
- Penentuan wilayah penanaman mangrove - Penentuan waktu penanaman mangrove - Pengelolaan hutan mangrove yang lestari - Perencanaan penggunaan lahan (pengaturan tata ruang) - Perencanaan infrastruktur - Monitoring - Delinieasi zona ecosystem
Pantaipantai di Indonesia
Sea Surface Temperature (SST) (rata-rata, maksimum, minimum)
- Peta tematik - Tren SST at shore line - Prediksi - Proyeksi (s/d 50 tahun)
- Website BMKG - Link website Kemenhut, DNPI, RAN-GRK, global mangrove database (Glomis) - Dokumen (buku)
- Penentuan jenis pohon/ tanaman yang sesuai - Penentuan waktu penanaman mangrove - Pengelolaan hutan mangrove - Monitoring - Delineasi zona ecosystem
Pantaipantai di Indonesia
Gelombang Pantai
- Peta intertidal / littoral, range of tide (harian, bulanan, tahunan) - Tren - Prediksi - Proyeksi
- Website BMKG - Link website Kemenhut, DNPI, RAN-GRK, global mangrove database (Glomis) - Dokumen (buku)
- Penentuan waktu penanaman mangrove - Penentuan jenis pohon/ tanaman yang sesuai - Pengelolaan hutan mangrove - Monitoring - Delineasi zona ecosystem
Pantaipantai di Indonesia
112
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan 105 Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
Jenis Informasi Sea Water Salinity/ Chemistry
Suhu udara (Rata-rata, maksimum dan minimum)
106
Mekanisme Desiminasi
Bentuk Informasi Peta , tabel (level kandungan garam)
Peta, tren, dan tabel suhu jam, harian, bulanan dan ratarata maksimum dan minimum, musiman (seasonal)
Kegunaan/Manfaat
Lokasi
- Website BMKG - Link website Kemenhut, DNPI, RAN-GRK, global mangrove database (Glomis) - Dokumen (buku)
- Penentuan jenis pohon/ tanaman yang sesuai - Pengelolaan hutan mangrove - Monitoring - Delineasi zona ecosystem
Pantaipantai di Indonesia
- Website BMKG - SMS - Link website Kemenhut, DNPI, RAN-GRK, global mangrove database (Glomis) - Dokumen (buku)
- Pemilihan jenis tanaman mangrove yang sesuai - Pengelolaan hutan mangrove - Pengelolaan pembenihan/ pembibitan - Pengelolaan hutan lahan kering - Pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan (Forest fire control) - Monitoring - Ecosystem zonation
Pantaipantai di Indonesia Seluruh dataran di Indonesia
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
113
Jenis Informasi Curah hujan
Arah dan Kecepatan Angin
114
Bentuk Informasi
Mekanisme Desiminasi
Kegunaan/Manfaat
Lokasi
- Peta curah hujan (rata-rata, bulanan), musim - Tren dan prediksi pergeseran awal musim (mingguan) - Tren dan prediksi panjang musim (mingguan) - Tren curah hujan ekstrem (mingguan) - Peta dan tabel tren curah hujan ekstrem
- Website BMKG - Link website Kemenhut, DNPI, RAN-GRK, global mangrove database (Glomis) - Dokumen (buku)
- Pemilihan jenis tanaman/pohon - Penentuan waktu penanaman seedling dan tanaman tumpang sari - Pembuatan strategi penyediaan air minum untuk satwa - Penentuan spesies yang sesuai untuk ditanam - Perencanaan penebangan dan pengangkutan hasil hutan - Pengelolaan hutan mangrove - Monitoring - Ecosystem zonation
Pantaipantai di Indonesia
- Peta arah dan kecepatan angin (rata-rata, bulanan, musiman) - Tren dan prediksi arah dan kecepatan angin (Harian, khusus musim kemarau) - Tabel dan tren arah angin (Jangka pendek dan panjang) - Tabel dan tren kecepatan angin ( jangka pendek dan panjang) - Prediksi (dasarian dan bulanan)
- Website BMKG - Link website Kemenhut, DNPI, RAN-GRK, global mangrove database (Glomis) - Dokumen (buku)
- Pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan - Pemilihan jenis tanaman/pohon - Penentuan waktu pengumpulan benih, penanaman seedling dan tanaman tumpang sari - Penentuan spesies yang sesuai untuk ditanam - Perencanaan penebangan dan pengangkutan hasil hutan - Pengelolaan hutan mangrove - Monitoring - Ecosystem zonation
Pantaipantai di Indonesia
Seluruh dataran di Indonesia
Seluruh dataran di Indonesia
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
107
Jenis Informasi Penyinaran matahari
Kelembaban Udara
Mekanisme Desiminasi
Bentuk Informasi
Kegunaan/Manfaat
- Tabel (weekly, monthly) - Tabel dan tren lama penyinaran dan intensitas radiasi matahari dasarian
- Website BMKG - Link website Kemenhut, DNPI, RAN-GRK, global mangrove database (Glomis) - Dokumen (buku)
- Pengelolaan pembibitan/ pembenihan tanaman - Pemilihan jenis tanaman/poho - Penentuan waktu penanaman seedling dan tanaman tumpang sari - Pembuatan strategi penyediaan air minum untuk satwa - Penentuan spesies yang sesuai untuk ditanam - Perencanaan penebangan dan pengangkutan hasil hutan - Pengelolaan hutan mangrove - Monitoring - Ecosystem zonation
Pantaipantai di Indonesia
Peta, tabel kelembaban rata-rata dasarian, bulanan
- Website BMKG - Link website Kemenhut, DNPI, RAN-GRK, global mangrove database (Glomis) - Dokumen (buku)
- Pengelolaan pembibitan/ pembenihan tanaman - Penentuan waktu penanaman seedling dan tanaman tumpang sari - Penentuan spesies yang sesuai untuk ditanam - Pengelolaan hutan mangrove - Monitoring - Ecosystem zonation
Pantaipantai di Indonesia
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
108
Lokasi
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
Seluruh dataran di Indonesia
Seluruh wilayah Indonesia
115
Jenis Informasi
Bentuk Informasi
Mekanisme Desiminasi
Kegunaan/Manfaat
Lokasi
Evaporasi
- Peta dan tabel, tren penguapan ratarata dasarian - Tabel dan tren bulanan
- Website BMKG - Link website Kemenhut, DNPI, RAN-GRK, global mangrove database (Glomis) - Dokumen (buku)
- Pengelolaan pembibitan/ pembenihan tanaman - Pemilihan jenis tanaman/pohon - Penentuan waktu penanaman seedling dan tanaman tumpang sari - Pembuatan strategi penyediaan air minum untuk satwa - Penentuan spesies yang sesuai untuk ditanam - Pengelolaan hutan mangrove - Monitoring - Ecosystem zonation
Pantaipantai di Indonesia
Sedimentasi daerah pantai
Peta, tabel (kandungan sedimen, lumpur, jenis sedimen)
- Website BMKG - Link website Kemenhut, DNPI, RAN-GRK, global mangrove database (Glomis) - Dokumen (buku)
- Pengelolaan pembibitan/ pembenihan tanaman - Pemilihan jenis tanaman/pohon - Penentuan waktu penanaman seedling dan tanaman tumpang sari - Penentuan spesies yang sesuai untuk ditanam - Perencanaan penebangan dan pengangkutan hasil hutan mangrove - Pengelolaan hutan mangrove - Monitoring - Ecosystem zonation
Pantaipantai di Indonesia
Lain-lain: - Stasiun pengukuran unsur iklim dalam kawasan hutan -
Pembuatan jaringan kerja antara BMKG dan sektor kehutanan
V. GAP KAPASITAS DAN KEBUTUHAN Dalam pemenuhan kebutuhan informasi perubahan iklim, BMKG telah memiliki infomasi perubahan iklim, termasuk cuaca dan iklim yang telah dipaparkan secara rinci pada Bab Kapasitas Layanan Informasi Perubahan Iklim. Selain itu, kebutuhan sektor kehutanan terhadap informasi perubahan iklim tersebut juga telah diidentifikasi secara rinci informasi
116
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
109
apa saja yang dibutuhkan sektor termasuk bentuk dan mekanisme diseminasi infomasi yang disampaikan, hingga ke manfaat dan lokasi yang membutuhkan layanan informasi perubahan iklim tersebut. Berdasarkan kedua hal tersebut, dapat diketahui adanya gap (kesenjangan) antara informasi perubahan iklim yang telah tersedia di BMKG dengan informasi perubahan iklim yang dibutuhkan oleh sektor kehutanan. Adanya gap tersebut dapat ditunjukkan pada tabel 2 berikut. Tabel 2. Gap antara kapasitas layanan informasi dan kebutuhan informasi perubahan iklim sektor kehutanan. Jenis layanan informasi
Kebutuhan sektor kehutanan
Ketersediaan informasi di BMKG - Tidak ada, karena sea level rise bukan tupoksi BMKG - Dapat dimanfaatkan informasi prakiraan tinggi gelombang di wilayah laut Indonesia
Sea Level Rise
- Peta tematik, tabel, tren relative mean sea level, frequency, elevation of extreme high water event, wave actions at shore line. - Proyeksi (5, 10, 25, 50 tahun).
Sea Surface Temperature
-
Gelombang Pantai
- Peta intertidal / littoral, range of tide (harian, bulanan, tahunan) - Tren - Prediksi - Proyeksi
- Tersedia peta tinggi gelompang laut di Indonesia - Belum tersedia tren, prediksi dan proyeksi
Sea Water Salinity/ Chemistry
- Peta - Tabel (level kandungan garam)
- Tidak ada, bukan tupoksi BMKG - Informasi setara terdapat informasi kimia air hujan termasuk di dalamnya tingkat keasaman air hujan (pH), acidity/alkalinity.
Suhu Udara (Rata-rata, maksimum dan minimum) Curah Hujan
Peta tematik Tren SST at shore line Prediksi Proyeksi (s/d 50 tahun)
- Tersedia untuk prediksi - Belum tersedia untuk proyeksinya.
Peta, tren, dan tabel suhu jam, harian, bulanan dan rata-rata maksimum dan minimum, musiman (seasonal)
Tersedia, baik dalam bentuk peta maupun tabel
- Peta curah hujan (rata-rata, bulanan), musim - Tren dan prediksi pergeseran awal musim (mingguan) - Tren dan prediksi panjang musim (mingguan) - Tren curah hujan ekstrem (mingguan) - Peta dan tabel tren curah hujan ekstrem
Tersedia, baik dalam bentuk peta maupun tabel
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
110
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
117
Jenis layanan informasi
Kebutuhan sektor kehutanan
Ketersediaan informasi di BMKG
Arah dan Kecepatan Angin
- Peta arah dan kecepatan angin (rata-rata, bulanan, musiman) - Tren dan prediksi arah dan kecepatan angin (harian, khusus musim kemarau) - Tabel dan tren arah angin ( jangka pendek dan panjang) - Tabel dan tren kecepatan angin ( jangka pendek dan panjang) - Prediksi (dasarian dan bulanan)
- Tersedia, peta prediksi arah dan kecepatan angin harian - Belum tersedia, tren prediksi arah dan kecepatan angin jangka panjang - Sedang dikembangkan informasi peta potensi angin
Penyinaran Matahari
- Tabel (mingguan, bulanan) - Tabel dan tren lama penyinaran dan intensitas radiasi matahari dasarian
- Belum tersedia informasinya, - Sedang dikembangkan peta potensi energi matahari
Kelembaban Udara Evaporasi
Sedimentasi Daerah Pantai Lain-lain: - Stasiun pengukuran unsur iklim dalam kawasan hutan -
118
Pembuatan jaringan kerja antara BMKG dan sektor kehutanan
Peta, tabel kelembaban rata-rata dasarian, bulanan
Tersedia prediksi kelembaban udara harian,
- Peta dan tabel tren penguapan rata-rata dasarian - Tabel dan tren bulanan
Belum tersedia informasinya, namun data tersedia
Peta, tabel (kandungan sedimen, lumpur, jenis sedimen)
Tidak ada, bukan tupoksi - Belum ada, stasiun pengukuran di dalam hutan - Terdapat pos-pos hujan kerjasama dengan instansi lain seperti pertanian, PU, dll - Ada sistem kebakaran hutan kerjasama dengan Kementerian Kehutanan - Masih dimungkinkan untuk pembangunan stasiun di dalam hutan dan pembangunan jaringan kerjasama dengan Kementerian Kehutanan maupun dengan instansi/lembaga non pemerintah lainnya dalam bidang kehutanan.
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
111
DAFTAR PUSTAKA
Aldrian, E., Karmini, M., dan Budiman. 2011. Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim di Indonesia. Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara. Jakarta. BMKG. ISBN 978-60219508-0-7. FAO.
2006. Forest and Climate Change, http://www.fao.org/newsroom/en/ focus/2006/1000247/index.html (diakses tanggal 20 Desember 2013).
FAO, 2007. Forest and Climate Change Working Paper 5. Definitional issues Related to Reducing Emissions from Deforestation in Developing Countries. Hairiah, K dan Subekti, R. 2007. Pengukuran ‘Karbon Tersimpan’ di Berbagai Macam Penggunaan Lahan. World Agroforestry Centre. IPCC. 2007. Climate Change 2007. Fourth Assessment Report (RA4), www.ipcc.ch Prihartanti, S. 2006. Analisis Potensi Mitigasi di Sektor Kehutanan dan Tata Guna Lahan di Kalimantan Barat. Skripsi. Departemen Biologi. FMIPA – IPB. Bogor. Rochmayanto, Y. 2012. Peran Hutan Rakyat dalam Mitigasi Perubahan Iklim Sektor Kehutanan. Makalah Pada Alih Teknologi Pusat Litbang Perubahan Iklim dan Kebijakan. Semarang, 2013. Tacconi, L. 2003. Kebakaran Hutan di Indonesia: Penyebab, Biaya dan Implikasi Kebijakan. CIFOR Occasional Paper No. 38(i). Center for International Forestry Research. BogorIndonesia.
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim 112 Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
119
KAPASITAS LAYANAN INFORMASI PERUBAHAN IKLIM DI SEKTOR PARIWISATA Oleh: Budi Suhardi (Kepala Bidang Bina Operasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara)
120
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
KAPASITAS LAYANAN INFORMASI PERUBAHAN IKLIM DI SEKTOR PARIWISATA Oleh: Budi Suhardi (Kepala Bidang Bina Operasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara)
I.
PENDAHULUAN
Secara global pariwisata menyumbang pertumbuhan ekonomi signifikan. Sepanjang tahun 2012, menurut data World Travel and Tourism Council, kontribusi sektor pariwisata mencapai USD 6,6 triliun terhadap perekonomian dunia. Diprediksi sektor pariwisata gobal akan mengalami pertumbuhan 3 - 4% pada tahun 2013 (SNI Valuasi, 2013). Dengan aktivitas yang begitu tinggi, sektor pariwisata membutuhkan perlindungan dan jaminan baik menyangkut berlangsungnya persaingan yang sehat, keamanan dan keselamatan wisatawan selaku pelanggan yang menggunakan berbagai jasa wisata, serta keberlanjutan lingkungan yang menjadi tujuan wisata. Pemanfaatan informasi cuaca dan iklim dalam bidang pariwisata terus meningkat, namun masih terbuka kesempatan untuk memperluas pembuatan keputusan dalam sektor tersebut dengan adanya informasi cuaca/iklim dan dengan pengembangan produk tren, proyeksi dan kerentanan. Pentingnya memanfaatkan informasi cuaca dan iklim yang tersedia akan meningkat di era perubahan iklim. Peningkatan pemanfaatan informasi cuaca dan iklim di sektor pariwisata merupakan tantangan yang akan membutuhkan kolaborasi antara komunitas riset iklim dan pariwisata, jasa meteorologi/klimatologi nasional, otoritas pariwisata, dan industri pariwisata. Kerjasama baru-baru ini antara WMO (World Meteorological Organization) dan UNWTO (United Nation World Tourism Organization) untuk membentuk tim ahli di bidang iklim dan pariwisata merupakan awal yang penting untuk memfasilitasi kerjasama tersebut pada tingkat internasional. Dan lagi, mekanisme seperti Regional Climate Outlook Forums (RCOFs) memberikan kesempatan untuk memperluas pelatihan multidisiplin dan pembangunan pengetahuan di tingkat regional dan nasional. IPCC (Intergovernmental Panel for Climate Change) telah memproyeksikan bahwa perubahan iklim akan terus berlangsung selama abad 21, bahkan meski pengurangan gas rumah kaca dalam skala besar terjadi untuk beberapa dekade ke depan. Manifestasi perubahan iklim regional seperti dijelaskan di atas sangat relevan untuk pariwisata. IPCC Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
121 113
AR4 (Assestment Report 4) memberikan bukti bahwa ada indikasi iklim global berubah. Temperatur permukaan global mengalami kenaikan dua kali lipat sejak tahun 1850. Berkurangnya tutupan es di kutub dan pemanasan suhu permukaan laut menyebabkan naiknya muka air laut. Sebagian besar penelitian menunjukkan bahwa suhu rata-rata global sejak pertengahan abad 20 oleh meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca hasil dari kegiatan manusia (probabilitas >90%). Setelah beberapa dekade terakhir, kemajuan yang signifikan dalam ilmu pengetahuan perubahan iklim global dan implikasinya terhadap sistem alam dan manusia telah dibuat. Tulisan ini menjelaskan mengenai perhatian tentang konsekuensi perubahan iklim terhadap pariwisata yang telah berkembang selama 30 tahun terakhir, pentingnya analisis iklim skala lokal-regional untuk pariwisata, gambaran singkat kemajuan dalam pemahaman perubahan iklim global dan keadaan ilmu pengetahuan perubahan iklim seperti yang telah diuraikan dalam IPCC AR4.
II. DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP SEKTOR PARIWISATA Iklim dan cuaca mempengaruhi aktivitas pariwisata. Beberapa kegiatan pariwisata juga sangat tergantung pada iklim tertentu seperti wisata pantai, olahraga musim dingin, dsb. Kondisi iklim dan kesesuaiannya terhadap pariwisata antara satu tempat dengan tempat lain bisa sangat berbeda, bahkan pada skala mikro, contoh: perbedaan iklim dalam radius beberapa kilometer saja yang disebabkan oleh perbedaan ketinggian tempat. Penelitian baru-baru ini lebih fokus pada peran cuaca dan iklim pada motivasi untuk berwisata, tujuan wisata dan kepuasan wisatawan, juga pemanfaatan informasi cuaca dan iklim oleh operator pariwisata maupun stakeholder lain (investor, pemerintah). Cuaca dapat diperkirakan untuk satu minggu atau 10 hari kedepan. Perkembangan dalam prakiraan cuaca dan pembuatan sistem peringatan dini sangat dibutuhkan oleh sektor pariwisata. Pembuatan prakiraan cuaca sangat berguna dalam pembuatan keputusan jangka pendek terkait rencana wisata (contoh: tujuan wisata, waktu kedatangan) serta aktivitas berwisata. Sistem peringatan dini dapat mengurangi risiko terkait kejadian ekstrem seperti badai, siklon, longsor, dan sebagainya. Prakiraan cuaca yang tidak tepat dapat mempengaruhi tingkat kepuasan wisatawan sehingga berpengaruh terhadap jumlah wisatawan yang datang. Prediksi iklim biasanya untuk periode waktu dari satu bulan sampai beberapa tahun ke depan. Tapi biasanya dalam periode 3 bulanan. Prediksi iklim ini terus berkembang seiring dengan berkembangnya pemahaman dan adanya pemodelan proses iklim.
122 114
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
Beberapa tahun terakhir telah dibangun kerjasama baru antara BMKG dengan stakeholder pariwisata. Kerjasama ini mencakup beberapa hal, dari prakiraan baru untuk tujuan pariwisata, pengadaan training dan kerjasama untuk mengirimkan prakiraan terkait wisata sampai kontrak khusus antara pelayanan meteorologi dan daerah tujuan wisata, operator wisata dan stakeholder lain. UNWTO dan WMO telah memulai kerjasama baru untuk memperbaiki ketersediaan informasi cuaca dan iklim dan pemanfaatannya dalam sektor pariwisata. Ketidakpastian prediksi iklim terkait dengan alat riset yang tersedia dan adanya perkembangan aktivitas manusia pada beberapa dekade terakhir (populasi, pertumbuhan ekonomi, perkembangan dan penerapan teknologi baru). Iklim yang hanya berupa statistik (tren, indikator keragaman, dan tingkat kepercayaan) membuatnya susah untuk menyampaikan pesan yang jelas pada masyarakat. Ada 2 tipe pendekatan yang dapat digunakan untuk menjelaskan potensi perubahan iklim di masa depan: 1. Skenario Merupakan metode utama untuk menggali iklim masa depan. Pertimbangan utama pada metode ini adalah emisi gas rumah kaca di masa depan. 2. Analogi Merupakan pendekatan dengan merujuk pada kondisi yang terjadi di masa lalu. Pendekatan ini mempermudah komunikasi dengan masyarakat. Penggunaan analogi iklim mengasumsikan bahwa proses iklim secara umum adalah tetap, ketika konsentrasi CO2 yang berasosiasi dengan tingginya emisi gas rumah kaca tidak terkontrol, maka akan memicu proses iklim baru dan tidak menentu. Perubahan iklim regional dan lokal: Kenapa downscaling sangat penting untuk pariwisata. Pariwisata sebagai salah satu sektor ekonomi sangat dipengaruhi oleh lingkungan setempat dan iklimnya. Selain itu, efek iklim pada pariwisata sangat dipengaruhi oleh persepsi wisatawan itu sendiri. Pembuatan keputusan dalam dunia pariwisata membutuhkan analisis dampak yang jelas dan dapat dipercaya. Untuk menjawab kebutuhan tersebut, riset dibidang pariwisata harus benar-benar menggambarkan perbedaan antara skenario perubahan iklim yang dihasilkan dari model iklim dengan skenario Downscale Global Climate Model pada tingkat regional dan lokal.
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
123 115
Proyeksi iklim masa depan pada skala lokal sangat sulit karena resolusi Global Climate Model (GCM) sangat kasar. Beberapa ahli model iklim dan ahli meteorologi menggunakan beberapa teknik untuk menghasilkan skenario iklim skala regional-lokal, termasuk Regional Climate Model (RCM) dan simulasi prakiraan cuaca. Regional Climate Model (RCM) mempunyai resolusi yang lebih tinggi dibandingkan dengan Global Climate Model (GCM). Dengan proses dowscaling ini, prediksi iklim dapat lebih spesifik, pada tempat yang spesifik dan skala waktu harian. III. KAPASITAS LAYANAN INFORMASI PERUBAHAN IKLIM UNTUK SEKTOR PARIWISATA Layanan setiap sektor berupa Informasi perubahan Iklim tentu saja berbeda-beda, karena sesuai dengan kegiatan serta tugas yang dijalankan oleh sektor tersebut. Beberapa kapasitas layanan yang dapat diberikan oleh BMKG adalah sebagai berikut: a.
Layanan informasi indeks exposure perubahan iklim Layanan informasi secara spasial tentang tingkat kerentanan wilayah-wilayah terhadap perubahan iklim di seluruh Indonesia. Pembuatan peta kerentanan perubahan iklim diharapkan dapat memberi informasi kepada instansi terkait dan masyarakat luas sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan serta untuk menentukan keputusan-keputusan yang penting serta sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan strategi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Pembuatan peta ini adalah merupakan bahan analisis awal dalam pembuatan peta kerentanan perubahan iklim. Untuk mengidentifikasi wilayah yang rentan terhadap perubahan iklim membutuhkan suatu kerangka metode yang jelas. Menurut IPCC TAR (2001), kerentanan didefinisikan sebagai ukuran di mana suatu sistem peka, atau ketidak mampuan untuk mengatasi, pengaruh perubahan iklim yang merugikan, termasuk variabel iklim dan kejadian ekstrem yang mudah berubah. Kerentanan merupakan fungsi dari karakter, besaran (magnitude), laju (rate) variasi iklim terhadap suatu sistem tanpa perlindungan yaitu sensitivitas dan kapasitas adaptasi. Kerusakan akibat dampak perubahan iklim sudah terbukti di Indonesia. Dengan adanya tingkat kepadatan penduduk dan keanekaragaman hayati yang cukup tinggi, keberadaan pulau dengan jumlah lebih dari 17.000 dan garis pantai seluas puluhan ribu kilometer, menjadikan Indonesia salah satu negara yang paling
124 116
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
rentan terhadap dampak perubahan iklim. Bali, sebagai pulau kecil di Indonesia, sepertinya akan terpengaruh oleh perubahan iklim, yang berdampak pada berbagai aspek seperti naiknya permukaan air laut, kekeringan, banjir, serta ketahanan pangan. Sejak bulan September 2010, Pemerintah Indonesia dalam hal ini BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika) dan Lembaga Kerjasama Internasional Jepang (JICA) telah mengadakan kerja sama teknis dalam hal proyek Pengembangan Kapasitas Untuk Strategi Perubahan Iklim di Indonesia. Salah satu subproyek menyangkut pengkajian kerentanan perubahan iklim dan diharapkan akan menghasilkan penelitian dan peta kerentanan terhadap perubahan iklim di Bali. Sebagai contoh adalah peta indeks exposure perubahan iklim di Provinsi Bali di bawah ini (Gambar 1.)
Gambar 1. Peta indeks exposure perubahan iklim di Bali. Gambar 1. Peta indeks exposure perubahan iklim di Bali.
b. Layanan informasi Wet spell dan Dry Spell b. Layanan informasi Wet spell dan Dry Spell Wet spell dan dry spell adalah istilah yang dimaksud dengan hari di mana hujan Wet spell dan dry dengan hari di mana hujan berturut-turut (wet)spell danadalah hari diistilah manayang tidakdimaksud hujan berturut-turut (dry). Untuk berturut-turut (wet) dan hari di manabanyaknya tidak hujanhari berturut-turut (dry). Untuk meninjau bagaimana pengaruh hujan terhadap iklimmeninjau atau perubahan pengaruh iklim, maka di analisishari pula kejadian wet spell Indonesia selama bagaimana banyaknya hujan terhadap iklim di atau perubahan iklim, periode yang sama. spellwet merupakan jumlah hari terpanjang maka di analisis pula Wet kejadian spell di Indonesia selama periodeyang yangberturutsama. Wet spell merupakan jumlah hari terpanjang yang berturut-turut terjadi turun hujan Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
dengan curah hujan di atas 1 mm. Kebalikan dari wet spell adalah dry spell yang 125 117 Konsep Implementasi Adaptasiterpanjang Sektoral Perubahan merupakan jumlah hari berturut-turut yang Iklim tidak turun hujan. Jadi bila
turut terjadi turun hujan dengan curah hujan di atas 1 mm. Kebalikan dari wet spell adalah dry spell yang merupakan jumlah hari berturut-turut terpanjang yang tidak turun hujan. Jadi bila dalam 7 hari berturut-turut tidak turun hujan berarti dapat dinyatakan dry spell-nya adalah 7 hari. Beberapa contoh dari layanan informasi wet spell dan dry spell disajikan dalam gambar 2.
Gambar 2.2.Wilayah Indonesiapada padatahun tahun 2011. Gambar Wilayahwet wetspell spelldi di wilayah wilayah Indonesia 2011.
Gambar 3. Wilayah dry spell di wilayah Indonesia pada tahun 2011. Gambar 3. Wilayah dry spell di wilayah Indonesia pada tahun 2011.
c. Layanan informasi banjir rob 126 118
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
Konsepdan Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Informasi prakiraan sistem peringatan dini banjir rob Iklim saat ini sangat diperlukan
c.
Layanan informasi banjir rob Informasi prakiraan dan sistem peringatan dini banjir rob saat ini sangat diperlukan mengingat negara kita sebagai negara kepulauan dengan garis pantai yang panjang merupakan wilayah yang rawan bencana terutama dikaitkan dengan daerah pesisir (Andi E. Sakya, 2013). Ada sekitar 40 juta masyarakat Indonesia yang bermukim dalam jarak 10 m dari permukaan air laut rata-rata, yang berarti sangat rentan terhadap perubahan permukaan air laut. Wilayah pesisir menghadapi berbagai risiko yang berkaitan dengan perubahan iklim, dengan demikian informasi banjir rob baik prakiraannya maupun berupa peringatan dini perlu difasilitasi dalam menudukung penilaian risiko pesisir, kerentanan dan pemetaan risiko. Naiknya permukaan air laut disebabkan mencairnya es di kutub dan akan mengakibatkan daratan lebih menyempit sebab sebagian akan terendam air laut dan banyak pulau-pulau kecil akan tenggelam. Berdasarkan hasil kajian dari Aldrian (2007) naiknya frekuensi kejadian banjir rob yakni meluapnya air laut di beberapa tempat menandakan kecenderungan (trend) tersebut, contohnya di Muara Angke-Jakarta dan Semarang. Dari sumber National Geografi Indonesia (2012) kota Semarang identik dengan banjir rob (limpasan air laut). Kawasan yang paling sering dilimpas air rob terutama adalah yang berada di wilayah pesisir. Semakin menurunnya permukaan tanah (land subsidence) di Kota Semarang, membuat rob semakin tak terkendali, sehingga sangat mengganggu aktivitas warga. Setidaknya ada tujuh kelurahan di wilayah Semarang Utara yang selalu tergenang air rob bisa diibaratkan rob menjadi makanan sehari-hari warga yang bermukim di daerah tersebut. Dari tahun ke tahun kawasan Semarang bagian utara tidak pernah kering dari rendaman rob. Pada awal bulan Juni, ketinggian rob biasanya akan mencapai puncaknya. Akibat tingginya genangan rob tersebut, aktivitas warga menjadi terganggu, beberapa infrastruktur seperti jalan mudah rusak, saluran drainase tidak berfungsi, serta kawasan Kota Lama menjadi lebih kumuh dan semakin ditinggalkan. Selain menggenangi jalan dan beberapa gedung zaman Belanda, rob juga menggenangi kawasan Pasar Johar, Terminal Terboyo, Pelabuhan Tanjung Emas, dan Jalan Mpu Tantular yang merupakan salah satu akses jalan menuju ke kawasan
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
127 119
pelabuhan. Padahal tempat-tempat tersebut merupakan pintu keluar masuk ke dalam Kota Semarang.
Gambar 4. Banjir rob menggenangi jalan masuk ke Pelabuhan Tanjung Mas Semarang.
Hampir Seluruh Desa ngangkringan, Kecamatan Sriwulan, Kabupaten Demak terendam rob, dan dapat dikatakan bahwa desa tersebut sudah menjadi laut.
Gambar 5. Kejadian banjir rob di Kabupaten Demak.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika bersama instansi lainnya sedang membangun bersama-sama CIFDP-Indonesia (Coastal Inundation Forecasting Development Project) yang bertujuan untuk mengurangi kerentanan terhadap risiko yang berkaitan dengan perubahan iklim, khususnya melalui peningkatan peringatan dini. Proyek ini juga memberikan kontribusi terhadap pengelolaan wilayah pesisir dan infrastrukturnya.
128 120
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
d.
Sistem Peringatan Dini Banjir (Flood Early Warning System atau FEWS) Berbeda dengan kekeringan, peristiwa banjir berlangsung cepat dalam hitungan jam sampai beberapa hari. Oleh karena itu Flood Early Warning System menggunakan data meteorologi yaitu data observasi dan data prediksi dengan skala waktu jam sampai hari. Data observasi menggunakan data curah hujan dari AWS Online BMKG (data hujan jam-jaman), data radar (5 menitan) dan data TRMM 3 jam-an. Selain itu observasi data tinggi muka air (water level) dan debit (discharge) menggunakan data telemetri dari PusAir dan PU-DKI yang telah diintegrasikan ke dalam sistem. Data AWS online berasal dari dua jenis alat observasi yaitu AWS (Automatic Weather System) yang mengukur juga unsur cuaca lain selain hujan seperti suhu, kelembaban, kecepatan angin, dll) dan ARG (Automatic Rain Gauge) yang hanya mengukur curah hujan.
Gambar 6. Kejadian banjir yang menggenangi ibukota Jakarta.
Gambar 7. Wilayah covered awan dan daerah yang terkena banjir di wilayah Jakarta.
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
129 121
e.
Sistem Peringatan Dini Kekeringan (Drought Early Warning System/DEWS) Sistem peringatan dini kekeringan dibangun menggunakan data klimatologi karena kejadian kekeringan dideteksi menggunakan data curah hujan jangka panjang (bulanan sampai tahunan). Masukan (input) sistem peringatan dini kekeringan (DEWS) adalah data TRMM 3B42RT yang telah dikoreksi dan data observasi yang diimpor ke dalam sistem Delft-OMS. Dilakukan konfigurasi di dalam sistem Delft-OMS untuk menghasilkan beberapa output untuk sistem DEWS yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Curah hujan bulanan; Curah hujan tahunan; Curah hujan dasarian; Sifat hujan bulanan; Kejadian 7 hari tanpa hujan berturut-turut; Defisit curah hujan setiap bulan per DAS di Jawa; Defisit curah hujan setiap bulan per grid TRMM di seluruh Indonesia; Awal musim kemarau; Peta klasifikasi iklim Oldeman; Peta klasifikasi iklim Schmidt fergusson; Peta SPI 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan dan 12 bulan di wilayah Sungai Pemali Comal dari data observasi.
Gambar 8. Defisit curah hujan bulan Maret 2011 per grid di wilayah Indonesia.
130 122
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
f.
Layanan informasi proyeksi iklim Adanya perubahan siklus air di atmosfer akibat pemanasan global, dapat menyebabkan perubahan tipe iklim Oldeman di suatau wilayah. Di mana dimungkinkan suatu daerah akan semakin lebih basah atau sebaliknya akan semakin kering, sehingga diperlukan sebuah kajian proyeksi tentang tipe iklim Oldeman. Hal tersebut sangat penting, mengingat klasifikasi tipe Oldeman sangat relevan untuk pertanian, sehingga dengan mengetahui proyeksi tipe iklim Oldeman di masa mendatang maka dapat digunakan sebagai salah satu pertimbangan dalam pengambilan keputusan sektoral terlebih di sektor pertanian. Sebagai contoh disajikan proyeksi tipe iklim Oldeman periode 2046-2065 pada gambar 9.
Gambar 9. Peta tipe iklim Oldeman wilayah Indonesia berdasarkan data CSIRO-MK3.0 Gambar 9. Peta tipe iklim Oldeman wilayah Indonesia berdasarkan data CSIRO-MK3.0 Periode tahun 2046-2065.
Periode tahun 2046-2065.
g.
g.
Layanan informasi sebaran debu gunung berapi Layanan informasi sebaran debu gunung berapi Indonesia merupakan wilayah yang dikelilingi aktivitas vulkanik seperti Indonesia merupakan wilayah yang dikelilingi oleholeh aktivitas vulkanik seperti gunung gunung berapi. Letusan gunung api di wilayah Indonesia pada waktu tertentu berapi. Letusan gunung api di wilayah Indonesia pada waktu tertentu akan akan mengakibatkan kerugian moril maupun materi bagi masyarakat yang tinggal mengakibatkan kerugian moril maupun materi bagi masyarakat yang tinggal di
sekitar lokasi bencana. Sebagai contoh kejadian pada tahun 2012 ada beberapa
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
131
gunung berapi di wilayah Indonesia saat ini masih dalam status SIAGA (level123III) Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
ditandai dengan peningkatan intensif kegiatan seismik yang menunjukkan bahwa
di sekitar lokasi bencana. Sebagai contoh kejadian pada tahun 2012 ada beberapa gunung berapi di wilayah Indonesia saat ini masih dalam status SIAGA (level III) ditandai dengan peningkatan intensif kegiatan seismik yang menunjukkan bahwa aktivitas dapat segera berlanjut ke letusan atau menuju pada keadaan yang dapat menimbulkan bencana. Hingga saat ini Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara (PusPIKU) telah mengembangkan berbagai model terutama di dalam memantau rekam jejak (trajectory) dan pola sebaran (dispersi) debu gunung berapi di wilayah Indonesia. Model tersebut merupakan model operasional yang dikembangkan berdasarkan hasil kerja sama antara PusPIKU dengan lembaga penelitian antara lain model Hysplit (NOAA-AS). Model ini memiliki beberapa spesifikasi khusus, diantaranya berfungsi untuk mengetahui sebaran serta prediksi debu gunung berapi. PusPIKUmemberikan memberikan layanan layanan informasi sebaran debudebu gunung berapiberapi seperti seperti yang PusPIKU informasi sebaran gunung yang disajikan pada gambar 10.
disajikan pada gambar 10.
Gambar 10. Informasi trajectory debu Gunung Raung.
h.
h.
124
Gambar 10. Informasi trajectory debu Gunung Raung.
Layanan informasi kualitas udara informasi kualitas udara memberikan informasi berupa grafik dan LayananLayanan informasi kualitas udara pemetaan mengenai kadar polutan debu (partikulat) dan tingkat keasaman air Layananhujan informasi memberikan informasi berupa grafik dan pemetaan (pH airkualitas hujan) diudara Indonesia. UmumnyaKonsep kondisi kualitas udara ambien di Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim 132 suatu daerah dipengaruhi beberapa dan faktortingkat antara lain yaitu: sumber emisi, (pH air mengenai kadar polutan debuoleh (partikulat) keasaman air hujan Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim kondisi meteorologi dan karakteristik kekasaran permukaan (topografi). Sebagai
Gambar 10. Informasi trajectory debu Gunung Raung.
h.
Layanan informasi kualitas udara Layanan informasi kualitas udara memberikan informasi berupa grafik dan pemetaan mengenai kadar polutan debu (partikulat) dan tingkat keasaman air hujan (pH air hujan) di Indonesia. Umumnya kondisi kualitas udara ambien di suatu daerah dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain yaitu: sumber emisi, kondisi meteorologi dan karakteristik kekasaran permukaan (topografi). Sebagai contoh layanan informasi kualitas udara disajikan pada gambar 11.
. 125
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
. 11. Kadar debu (partikulat) pada bulan Maret 2012 di wilayah Indonesia. Gambar DAFTAR PUSTAKA Gambar 11. Kadar debu (partikulat) pada bulan Maret 2012 di wilayah Indonesia. DAFTAR PUSTAKA Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia, Edisi ke-6 BMKG, Juli 2013. Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia, Edisi ke-6 BMKG, Juli Laporan 2013.Kegiatan Internasional Workshop Iklim Maritim BMKG, dalam Stakeholder Workshop CIFDP Indonesia, Desember 2013. Laporan Kegiatan Internasional Workshop Iklim Maritim BMKG, dalam Stakeholder Majalah VENUE CIFDP edisi XV, Maret 2014. Workshop Indonesia, Desember 2013. Proceeding International Workshop, Majalah VENUE edisi XV, Maret 2014. Climate and Weather Information Services in Supporting Adaptation and Mitigation to Climate Change in Transportation and Proceeding International Workshop, Climate Tourism, BMKG, Jakarta, 15-16 May, 2012. and Weather Information Services in Supporting Adaptation and Mitigation to Climate Change in Transportation and Wall, Tourism, G. and Badke, (1994). 15-16 Tourism and2012. Climate Change: an international perspective. BMKG,CJakarta, May, Journal of Sustainable Tourism, 24, 193-203. Wall, G. and Badke, C (1994). Tourism and Climate Change: an international perspective. Journal of Sustainable Tourism, 24, 193-203.
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
133
KAPASITAS LAYANAN INFORMASI PERUBAHAN IKLIM BMKG DALAM MENDUKUNG SEKTOR TRANSPORTASI Oleh: Roni Kurniawan (Peneliti Muda di Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG) Mia Khusnul Khotimah (Pengamat Meteorologi Pertama di Pusat Meteorologi Publik BMKG)
134
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
KAPASITAS LAYANAN INFORMASI PERUBAHAN IKLIM BMKG DALAM MENDUKUNG SEKTOR TRANSPORTASI Oleh: Roni Kurniawan1 & Mia Khusnul Khotimah2
1. PENDAHULUAN Salah satu hal pokok dalam bidang transportasi adalah masalah mobilitas, yaitu, bagaimana transportasi itu bisa hemat, cepat, murah, dan mudah untuk mendukung pembangunan sosial dan ekonomi. Sebagai Negara kepulauan, Indonesia memiliki banyak pulau yang sangat diperlukan moda transportasi yang terkoneksi, akses dan infrastruktur yang baik. Akses dan infrastruktur transportasi darat, laut dan udara yang efisien dan efektif sangat penting dalam memastikan kelancaran proses mobilitas berbagai keperluan barang dan jasa. Jika kondisi infrastruktur transportasi buruk, maka berbagai keperluan pembangunan daerah, khususnya pedesaan dan pulau-pulau terpencil tentu akan terhambat. Berbagai konsep mobilitas terus dikembangkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan merangsang pertumbuhan pembangunan dengan terus memperluas jaringan transportasi dan infrastruktur. Di sisi lain, meningkatnya moda transportasi merupakan salah satu faktor yang secara sinifikan memberikan kontribusi terhadap penyebab terjadinya perubahan iklim. Sektor transportasi mengkonsumsi bahan bakar minyak (BBM) cukup besar di Indonesia. Ketergantungan sektor transportasi terhadap BBM telah menimbulkan kekhawatiran karena jumlah cadangan dan produksi minyak bumi Indonesia terbatas dan pembakaran BBM menimbulkan pencemaran berat di kota besar dan juga berdampak pada perubahan iklim. Sementara itu sebagai faktor yang memberikan dukungan terhadap hampir semua sektor lainnya, transportasi menjadi sangat penting bagi kegiatan ekonomi masyarakat. Transportasi saat ini menyumbang sekitar 21% dari CO2 emisi global. Bahkan dengan proyeksi pada tahun 2030 emisi dari transportasi akan meningkat menjadi 23% dari total CO2 dunia (IEA WEO 2009). Berdasarkan DNPI (2009) transportasi turut menyumbang emisi sebesar 6% dari total emisi di Indonesia (Gambar 1.). Sedangkan untuk pertumbuhan jumlah kapal (Tanker, Penumpang dan Kargo) meningkat tajam sejak tahun 2007 sampai 2009 (http://gis.dephub.go.id/). 1 2
Peneliti Muda di Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG Pengamat Meteorologi Pertama di Pusat Meteorologi Publik BMKG
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
135 127
Gambar 1. Emisi Gas Rumah Kaca Indonesia (Sumber: McKinsey, DNPI (Aug 2009)).
Perubahan iklim menurut pengertiannya sesuai dengan UU No. 31 tahun 2009 adalah berubahnya iklim yang diakibatkan, langsung atau tidak langsung oleh aktivitas manusia yang menyebabkan perubahan komposisi atmosfer secara global serta perubahan iklim alamiah yang teramati pada kurun waktu yang dapat dibandingkan. Indikasi terjadinya perubahan iklim dapat dilihat diantaranya adalah perubahan suhu daratan, peningkatan curah hujan ekstrem, maju mundurnya musim dan perubahan jumlah volume hujan (Edvin Aldrian, dkk. 2011). Perubahan iklim merupakan suatu fenomena yang telah terjadi dan dampaknya sudah dirasakan oleh berbagai pihak. Anomali iklim pada tahun 2010 adalah contohnya, dimana sepanjang tahun ini Indonesia hujan terus terjadi di wilayah Indonesia sekalipun daerah tersebut mengalami musim kemarau, kondisi ini tentunya akan memberikan dampak yang cukup besar terhadap pembangunan sosial ekonomi Indonesia. Untuk itu strategi mengutamakan isu perubahan iklim ke alam perencanaan pembangunan nasional termasuk koordinasi, sinergi, monitoring dan evaluasi merupakan tantangan dalam mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim. Dalam Panel Antar pemerintah untuk Perubahan Iklim (IPCC) ke-4 tahun 2007, menyebutkan bahwa aktivitas manusia yang paling banyak bertanggung jawab terjadinya perubahan iklim, khususnya suhu pemanasan dalam beberapa dekade terakhir, dan kebutuhan untuk adaptasi mulai dari saat ini yang sedang berlangsung adalah salah satu tindakan untuk mengurangi
128
136
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
dampak perubahan iklim di masa depan. Para ahli sekarang lebih yakin, dengan tingkat keyakinan 95-100%, bahwa perubahan iklim yang terjadi sejak 1950-an didominasi oleh aktivitas manusia. Keyakinan ini meningkat dari laporan IPCC di tahun 2007 (90-95%), dan meningkat drastis daripada laporan IPCC tahun 2001. Dalam beberapa penelitian emisi transportasi diperkirakan meningkat lebih besar pada masa depan, dibandingkan dengan emisi yang berasal dari sektor lain. Kondisi ini tidak mengherankan jika pertumbuhan transportasi di seluruh dunia terus berkembang seiring dengan peningkatan kebutuhan berbagai aktivitas manusia. Oleh karena itu, sektor transportasi sebagai salah satu penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar memerlukan upaya-upaya agar pencemaran dari sektor ini dapat ditekan dan tanpa mengurangi peranan sektor ini bagi pendukung kegiatan ekonomi. Upaya yang kuat diperlukan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) diantaranya solusi moda transportasi berkelanjutan yang mengarah pada penggunaan energi ramah lingkungan serta konsep transportasi massal yang dapat mengurangi penggunaan kendaraan pribadi.
2. DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP SEKTOR TRANSPORTASI Sejumlah studi telah dilakukan terkait dengan hubungan antara perubahan iklim dan sektor transportasi. Studi-studi ini banyak dilakukan terutama dari perspektif kontribusi transportasi terhadap pemanasan global melalui pembakaran bahan bakar fosil, yang melepaskan karbon dioksida (CO2) dan gas rumah kaca (GRK) ke atmosfer. Dampak perubahan iklim yang mungkin dan sudah terjadi diantaranya berupa peningkatan suhu udara, kenaikan permukaan air laut, perubahan curah hujan dan peningkatan frekuensi serta intensitas kejadian cuaca ekstrem atau anomali iklim seperti intensitas curah hujan yang sangat tinggi pada waktu singkat yang menyebabkan banjir dan longsor atau sebaliknya tidak ada hujan dalam waktu lama akan menyebabkan kekeringan atau bencana alam lainnya sehingga menghambat mobilitas transportasi. Potensi dampak perubahan iklim terhadap sektor transportasi yang perlu diwaspadai di Indonesia diantaranya adalah; kerusakan struktur badan jalan, peningkatan jumlah kejadian kecelakaan jalur darat, pelayaran, penerbangan akibat cuaca buruk, serta Jaringan rel, stasiun terendam banjir, Dermaga terendam banjir rob sehingga berakibat meningkatnya intensitas delay pesawat akibat cuaca. Ada juga kemungkinan akan banyak efek tidak langsung dari perubahan iklim yang berakibat pada berubahnya pola
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
137 129
transportasi, baik untuk transportasi darat, laut dan udara. Perubahan ini tentunya dapat mempengaruhi distribusi produksi dan konsumsi di sektor pertanian, sektor manufaktur, kehutanan, perikanan dan lain-lain di wilayah Indonesia khususnya di pedesaan dan pulau-pulau terpencil. 3. KAPASITAS LAYANAN INFORMASI PERUBAHAN IKLIM BMKG Membuat perencanaan dan desain sistem transportasi regional yang sedapat mungkin mengakomodasi perubahan iklim akan menghindarkan dari modifikasi yang mahal dan gangguan-gangguan operasional transportasi di masa datang (MacArthur, 2012). Itulah mengapa informasi perubahan iklim vital peranannya dalam kegiatan perencanaan dan desain sistem transportasi. Dan bukan sembarang informasi, namun tentunya informasi akan unsur yang tepat, dalam format yang tepat, yang sesuai dengan kebutuhan spesifik pengguna jasa, dalam hal ini dalam sektor transportasi. BMKG sebagai institusi yang salah satu tugasnya adalah memberikan informasi perubahan iklim telah menyediakan berbagai informasi yang sekiranya dapat bermanfaat bagi berbagai pengguna jasa di berbagai sektor. Khusus untuk informasi perubahan iklim ini telah dituangkan dalam Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia yang dikeluarkan oleh BMKG bulan November 2012. Berbagai produk yang tertuang dalam buku tersebut adalah sebagai berikut: a) b) c) d) e) f) g) h) i) j) k)
Peta wilayah wet spell dan dry spell di Indonesia; Peta wilayah curah hujan maksimum di Indonesia; Peta wilayah suhu udara maksimum absolute di Indonesia; Peta potensi energi radiasi matahari di Indonesia; Peta kerentanan perubahan iklim di Sumatera dan Bali; Peta proyeksi tipe iklim di Indonesia; Peta peringatan dini kekeringan dan banjir di Indonesia; Peta kadar kualitas udara (SO2, NO2, debu, dan konsentrasi ozon) di Indonesia; Peta prediksi sebaran debu gunung berapi; Grafik informasi gas rumah kaca di Indonesia; dan Grafik hasil analisis statistik SPM (debu) di beberapa wilayah di Indonesia.
Dari berbagai informasi perubahan iklim tersebut yang terutama bermanfaat untuk kegiatan sektor transportasi diantaranya adalah peta wilayah curah hujan maksimum di Indonesia, peta wilayah suhu udara absolut maupun maksimum di Indonesia, peta
138 130
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
peringatan dini banjir dan peta prediksi sebaran debu gunung berapi.
1. Peta wilayah curah hujan maksimum di Indonesia Peta curah hujan maksimum merupakan peta dengan informasi titik-titik pengamatan hujan di Indonesia, yang masing-masing titiknya menunjukkan curah hujan maksimum di titik tersebut. Peta ini dapat dimanfaatkan untuk perencanaan awal pembangunan atau penentuan lokasi sarana dan prasarana transportasi, seperti jalan raya, terminal, stasiun kereta api, bandara, jaringan rel, dan lain sebagainya, terutama jika digabungkan dengan peta hidrologi dan topografi wilayah setempat, dalam rangka untuk tindakan pencegahan dampak banjir. Jika digabungkan lagi dengan peta daerah rawan longsor akan dapat dimanfaatkan dalam perencanaan awal pembangunan atau penentuan lokasi sarana dan prasarana transportasi untuk menghidari wilayah/dampak longsor. 2. Peta wilayah suhu udara maksimum absolut di Indonesia Hampir sama dengan peta curah hujan maksimum, peta suhu udara maksimum absolute menunjukkan informasi suhu maksimum di lebih dari 150 titik pengamatan di seluruh Indonesia. Dengan mengacu pada suhu maksimum suatu wilayah, diharapkan akan dapat diidentifikasi material terbaik sebagai pelapis jalan raya yang tahan terhadap suhu maksimum tersebut. Pemilihan material yang tepat diharapkan akan mengurangi tingkat pengikisan material jalan raya yang disebabkan oleh suhu tinggi. Dengan demikian, frekuensi perbaikan jalan pun dapat dikurangi, yang akhirnya akan dapat menghemat biaya maintenance jalan raya tersebut. Peta ini juga dapat dimanfaatkan dalam bidang transportasi perkereta apian, dalam hal pemilihan komposisi material penyusun rel yang digunakan untuk rel kereta api. Demikian juga pada penentuan jarak sambungan rel peta suhu maksimum ini diperlukan untuk perhitungan jarak sambungan yang tepat untuk mengakomodasi susut-muai rel oleh suhu udara. 3. Peta peringatan dini banjir Peta peringatan dini banjir merupakan output dari sistem peringatan dini banjir (Flood Early Warning System FEWS) yang menggunakan berbagai data aktual dari radar cuaca, tinggi muka
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
139 131
air (water level) dari bebagai telemetri, dan penakar hujan otomatis yang tersebar di seluruh Indonesia. Dari sistem ini akan dihasilkan informasi peringatan dini banjir yang diharapkan dapat bermanfaat untuk berbagai kegiatan masyarakat termasuk kegiatan sektor transportasi. 4. Peta prediksi sebaran debu gunung berapi Debu gunung berapi yang meletus mengganggu kegiatan penerbangan terutama karena partikel debu yang tersebar di udara dapat mengganggu kinerja mesin pesawat dan mengurangi jarak pandang pilot. Jarak pandang sangat signifikan dalam kegiatan transportasi udara karena kurangnya jarak pandang akan berbahaya terutama dalam proses take off maupun landing pesawat. Peta prediksi sebaran debu gunung api ini untuk memberikan prediksi trajectory maupun wilayah sebaran debu vulkanik tersebut untuk beberapa hari ke depan.
4. KEBUTUHAN SEKTOR TRANSPORTASI AKAN INFORMASI PERUBAHAN IKLIM Perubahan iklim mempengaruhi sektor transportasi dalam berbagai cara, dalam bidang perencanaan, desain, konstruksi, kegiatan operasional hingga pemeliharaan sistem transportasi (Hanaoka and Regmi, 2009). Sebagai contoh, periode hujan dengan intensitas tinggi dan banjir yang disebabkannya akan menyebabkan bencana dan kerusakan jalan raya dan jembatan yang dibangun berdasarkan data hidrologis lama (MacArthur, 2012). Berbagai parameter transportasi rentan terhadap perubahan iklim. Pemilihan lokasi sarana-sarana transportasi harus memperhitungkan faktor-faktor perubahan iklim. Sarana transportasi ini bisa dalam bentuk terminal, pelabuhan, maupun bandara. Terminal rentan akan perubahan tren curah hujan yang semakin meningkat. Peningkatan curah hujan yang disertai oleh potensi banjir, dapat mengganggu kegiatan operasional di terminal. Operasional bus, kegiatan ticketing, arus penumpang tentu akan terganggu apabila banjir terjadi. Informasi tren peningkatan curah hujan, beserta perkiraan tren di masa datang, digabungkan dengan peta hidrologi dan peta daerah potensi banjir diharapkan dapat mengatasi permasalahan ini. Pelabuhan kapal laut terutama rentan terhadap perubahan kondisi tinggi muka air laut maupun tren ketinggian gelombang. Hal ini disebabkan karena kenaikan tinggi muka laut maupun tren peningkatan tinggi gelombang dalam waktu lama dapat menambah potensi inundasi di wilayah pelabuhan. Tentunya inundasi air laut dalam waktu tidak berapa lama akan segera mengikis material pelabuhan yang akhirnya berakibat pada terganggunya kegiatan operasional pelabuhan.
140 132
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
Lain halnya dengan bandara, yang selain rentan terhadap peningkatan curah hujan, juga rentan terhadap perubahan arah angin dominan maupun tren peningkatan kecepatan angin. Peningkatan curah hujan akan berakibat pada penggerusan material penyusun landasan serta potensi meningkatnya genangan di atas landasan. Tren perubahan arah angin dominan di atas landasan akan sangat berbahaya bagi pesawat yang take off maupun landing. Ini terjadi karena angin yang bertiup dari arah belakang maupun samping pesawat berbahaya bagi pesawat pada saat pesawat take off maupun landing. Itulah sebabnya mengapa kemudian arah angin dominan di lokasi bandara akan menentukan arah membujurnya landasan (Horonjeff, 1993). Sistem transportasi lain yang juga rentan terhadap perubahan iklim mencakup hampir semua sistem yang terdapat dalam sektor transportasi. Ini mencakup jalan raya, jembatan, jalur rel kereta api, bahkan hingga rambu lalu lintas. Semua kerentanan tersebut diharapkan akan dapat dikurangi dampaknya dengan penanganan dan perencanaan yang tepat. Dalam mendukung upaya itulah maka salah satunya dibutuhkan informasi cuaca, iklim dan perubahan iklim yang tepat. Dari Forum Group Discussion (FGD) yang telah dilaksanakan antara BMKG bersama pihak Kementerian Perhubungan, diperoleh informasi berharga mengenai informasi-informasi yang dibutuhkan oleh berbagai sektor transportasi akan informasi perubahan iklim, yang akan diperlukan bagi tindakan penanggulangan maupun perencanaan transportasi (Tabel 1.). Tabel 1. Kebutuhan sektor transportasi terhadap informasi perubahan iklim
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
141 133
No 1
Jenis Informasi Curah Hujan
2
142
134
Arah dan Kecepatan Angin
Bentuk Informasi
Mekanisme Diseminasi
- Info tren curah hujan - Early warning system untuk curah hujan ekstrem - Peta spasial curah hujan (musiman) - Peta overlay jalur KA dengan peta rawan banjir / longsor - Peta overlay rute jalan raya dengan peta rawan banjir/ longsor - Info mingguan curah hujan - Tren wet spell - Info tren arah dan kecepatan angin mingguan dan tahunan - Kondisi ekstrem (Puting Beliung) - Informasi harian - Detail kecepatan angin
Kegunaan/Manfaat
Lokasi
- Website BMKG - Web link ke Pusdatin Kemenhub - Informasi disampaikan ke Badan Litbang dan Pusdatin Perhubungan - Buku peta informasi
- Perencanaan dan pembangunan lokasi Dermaga, Pelabuhan, Terminal, stasiun, bandara, terminal, jembatan timbang, pengujian kendaraan bermotor dan rute jalan - Material aspal jalan dan jaringan rel - Material dan design jembatan - Perencanaaan penanggulangan jalur KA rawan longsor - Pengaktifan kembali jalur KA non aktif
Indonesia
- Website BMKG - Web link ke Pusdatin Kemenhub
- Perencanaan arah landasan bandara - Informasi take off dan landing pesawat udara - Perencanaan pembuatan rambu lalu lintas (pondasi, tinggi, bentuk, material) - Perencanaan jembatan untuk mengatasi ayunan jembatan oleh angin - Perencanaan perjalanan penumpang dan barang - Analisis stabilitas kapal - Mengetahui lokasi ekstrem terjadinya kecelakaan kapal - Pengendalian kecelakaan kapal - Analisis design kapal
-
Indonesia Lokasi ekstrem terjadinya rawan kecelakaan kapal
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
No
Jenis Informasi
Bentuk Informasi
Mekanisme Diseminasi
Kegunaan/Manfaat
3
Sea Level Rise
- Info tren sea level rise (5, 15, 25 tahun) - Informasi prediksi harian
- Website BMKG - Web link ke Pusdatin Kemenhub
- Perencanaan pembangunan pelabuhan (ketinggian platform pelabuhan), stasiun kereta api - Identifikasi & inventarisasi pelabuhan dan stasiun kereta api yang kenaikannya ekstrem - Perencanaan pembangunan prasarana transportasi jalan (terminal, PKB, jembatan timbang)
4
Gelombang Laut
- Peta informasi tinggi gelombang laut - Informasi gelombang ekstrem (misal: akibat badai tropis) - Informasi harian - Detail tinggi gelombang (maksimum dan minimum), mingguan - Peta informasi lokasi tinggi gelombang ekstrem
- Website BMKG - Web link ke Pusdatin Kemenhub - Buku peta informasi
- Mengatasi gangguan proses labuh/ sandar kapal oleh gelombang tinggi - Perencanaan rute/ alur pelayaran perdagangan & penyeberangan - Perencanaan perjalanan angkutan penumpang dan barang - Analisis kekuatan dan ketahanan kapal - Mengetahui lokasi ekstrem terjadinya kecelakaan kapal - Analisis design kapal sesuai kondisi perairan
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
Lokasi -
Indonesia Timur dan Kalimantan (Laut dan Sungai)
Indonesia
143
135
No 5
Jenis Informasi Suhu (Rata-rata, maksimum dan minimum)
Mekanisme Diseminasi
Kegunaan/Manfaat
Lokasi
- Info tren perubahan suhu - Informasi harian - Peta lokasi cuaca (suhu panas) ekstrem
- Website BMKG - Web link ke Pusdatin Kemenhub - Informasi disampaikan ke Badan Litbang Kemenhub - Buku peta informasi
- Perencanaan material yang digunakan untuk rel (berkaitan dengan muaisusut sambungan rel) - Perencanaan material aspal jalan dan jembatan - Perencanaan pemasangan sambungan rel
Indonesia
6
Draught (Kekeringan)
- Peta dry spell - Peta potensi kekeringan bulanan
- Website BMKG - Web link ke Pusdatin Kemenhub
- Peringatan kekeringan terhadap angkutan sungai di Kalimantan - Menyiapkan untuk pengalihan muatan barang ke angkutan jalan bagi lokasi yang sudah dibuka jalan - Informasi Pasang surut di jalur muara sungai - Informasi lamanya terjadi pasang surut jalur muara sungai
- Indonesia (Kalimantan)
7
Kelembaban Udara
- Info tren frekuensi petir dan peta lokasi rawan petir - Informasi harian
- Website BMKG
- Keperluan dalam pengoperasian Sintelis
- Indonesia (Jawa, Sumatra, Kalimatan dan Sulawesi)
8
Gas Rumah Kaca dan Polusi Udara
- Tren GRK dan polusi udara - Jumlah emisi di kota-kota besar - Peta lokasi pencemaran
- Website BMKG - Web link ke Pusdatin Kemenhub - Buku peta informasi
- Pengendalian emisi dari kendaraan bermotor - Mengetahui lokasi terdapatnya pencemaran dan emisi gas rumah kaca
- Indonesia (Kotakota besar, khususnya Jawa dan Sumatra)
144
136
Bentuk Informasi
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
No
Jenis Informasi
Bentuk Informasi
Mekanisme Diseminasi
Kegunaan/Manfaat
9
Petir
- Info tren frekuensi petir dan peta lokasi rawan petir - Informasi harian
- Website BMKG - Web link ke Pusdatin Kemenhub
- Untuk perencanaan dalam penanggulangan gangguan elektromagnetik pada sintelis perkeretaapian, telekomunikasi transportasi laut dan ASDP - Pengamanan GPS dan radio komunikasi perjalanan
10
Trajectory Asap dan Debu Gunung Berapi
- Peta sebaran asap/debu - Trajectory asap dan debu
- Website BMKG - E-mail
-
Operasional keselamatan penerbangan di bandar udara
Lokasi - Indonesia (Jawa, Sumatra, Kalimatan dan Sulawesi)
- Indonesia
Catatan: Lokasi transportasi ASDP 1. Pelabuhan penyeberangan Merak – Bakauheni 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Pelabuhan penyeberangan Ketapang – Gilimanuk Pelabuhan penyeberangan Padang Bai – Sumatera Barat Pelabuhan penyeberangan Ambon dan Maluku Utara Pelabuhan sungai di Kalimantan Tengah Pelabuhan sungai di Kalimantan Selatan Pelabuhan sungai di Papua (Sungai Membramo) Pelabuhan penyeberangan Palembang – Muntok Pelabuhan penyeberangan lintas Padang – Tua Pejak
5. GAP KAPASITAS DAN KEBUTUHAN Berbagai informasi yang disediakan, jika tidak sesuai dengan kebutuhan pengguna jasa tentunya tidak akan dapat dimanfaatkan secara maksimal. Untuk itulah diusahakan komunikasi dan koordinasi secara berkesinambungan antara BMKG dalam hal ini sebagai
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
145
137
penyedia informasi dan berbagai pengguna jasa dari berbagai sektor. Ini dilakukan demi tercapainya produk informasi dalam unsur yang tepat, dalam format yang tepat dan disampaikan kepada pengguna jasa yang tepat, sehingga optimalisasi produk informasi dapat tercapai, dan kebutuhan pengguna jasa dapat terpenuhi. Terkait dengan produk-produk informasi perubahan iklim dan kualitas udara, telah diketahui bahwa saat ini terdapat gap antara produk yang disediakan BMKG dan produkproduk informasi yang dibutuhkan oleh pengguna jasa. Beberapa hal yang perlu dicemati terkait gap ini adalah sebagai berikut: a) Peta curah hujan di Indonesia Peta curah hujan maksimum di Indonesia yang dikeluarkan oleh BMKG dapat lebih dikembangkan dengan pembuatan peta yang informasinya bukan hanya berupa informasi suhu maksimum di titik pengamatan, namun berupa peta sebaran, dan dengan resolusi yang lebih tinggi, dimana data yang digunakan tidak hanya dari data hasil pengamatan stasiun meteorologi BMKG namun juga menggunakan data dari pos-pos hujan, AWS, ARG maupun mesonetwork. Resolusi yang semakin tinggi tentunya akan semakin bermanfaat karena informasi yang didapat akan lebih detail. Selain itu peta ini dapat juga kemudian di overlay dengan peta jaringan jalan raya maupun jaringan rel kereta api. Hasilnya akan dapat dimanfaatkan lebih baik lagi untuk identifikasi jalur jalan raya yang rawan kecelakaan karena licin oleh hujan dan rawan kemacetan oleh pengendara sepeda motor yang sering berteduh. Peta curah hujan yang di-overlay dengan peta jaringan jalan/rel dan topografi wilayah kemudian akan dapat menghasilkan informasi daerah rawan banjir maupun rawan longsor. Peta curah hujan juga dapat dikembangkan menjadi peta tren peningkatan curah hujan dalam periode waktu yang cukup panjang. Dengan resolusi yang cukup dan ditambah dengan peta prakiraan tren curah hujan tahun-tahun ke depan, peta ini akan sangat bermanfaat dalam perencanaan pembangunan/penentuan lokasi/jalur berbagai sarana prasarana transportasi, misalnya pengembangan jalur jalan raya/jalur rel kereta api, stasiun, bandara, pelabuhan, perencanaan desain jembatan, dan rencana penanggulangan jalur jalan raya/kereta api rawan banjir maupun longsor. b) Peta suhu udara di Indonesia Peta suhu udara maksimum di Indonesia dapat dikembangkan lagi menjadi peta sebaran suhu maksimum absolut, peta sebaran suhu minimum absolut, peta tren peningkatan
146 138
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
suhu, dan proyeksi/perkiraan tren peningkatan suhu maksimum di Indonesia. Dengan resolusi yang cukup, peta-peta ini dapat bermanfaat lebih dalam mendukung perencanaan pemilihan/penyusunan material pelapis jalan raya maupun rel kereta api, dan menentukan jarak sambungan rel yang dapat mengakomodasi peningkatan suhu dalam skala waktu bertahun-tahun ke depan. c) Informasi tren arah dan kecepatan angin Pengembangan produk perubahan iklim dapat diarahkan pula kepada tren perubahan arah maupun kecepatan angin. Di bandara, arah maupun kecepatan angin ratarata setempat sangat krusial dalam kegiatan penerbangan, khususnya pada saat take off maupun landing pesawat. Arah angin rata-rata yang tegak lurus dengan arah run way bandara dalam kecepatan tertentu sangat berbahaya. Oleh karena itu informasi perubahan tren arah maupun kecepatan angin di titik-titik bandara di seluruh Indonesia dapat mengidentifikasi bandara-bandara mana yang perlu diadakan modifikasi arah run way, untuk mengantisipasi perubahan kondisi angin setempat. Perencanaan penempatan rambu lalu lintas maupun baliho juga perlu menggunakan informasi kondisi angin setempat. Dengan perencanaan penempatan maupun desain rambu, petunjuk arah, maupun baliho yang memperhitungkan tren kondisi angin akan dapat menghindarkan dari berbagai kecelakaan lalu lintas yang terjadi oleh rambu/ petunjuk arah/baliho yang ambruk tertiup angin kencang. Selain itu, informasi tren arah dan kecepatan angin pada lokasi-lokasi sepanjang aliran sungai maupun lokasi direncanakannya pembangunan jembatan, informasi tren kondisi angin dalam periode waktu yang panjang akan sangat bermanfaat dalam perencanaan desain maupun material jembatan untuk mendapatkan jembatan dengan daya ayun yang mengakomodasi kondisi angin setempat. Lebih lagi jika ditambah lagi dengan informasi prediksi tren tahun-tahun ke depan.
d) Peta tren frekuensi petir dan lokasi rawan Petir telah sering menjadi penyebab gangguan elektromagnetik Sintelis (sistem telekomunikasi dan listrik) perkeretaapian, transportasi laut maupun ASDP. Jika BMKG dapat mengembangkan lagi produknya dengan menyediakan peta tren frekuensi petir dan daerah lokasi rawan disertai dengan prakiraan tren tahun-tahun ke depan diharapkan dapat membantu kegiatan perencanaan penanggulangan gangguan tersebut.
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
147 139
e) Peta tren gelombang laut Peta klimatologi gelombang laut yang telah disediakan BMKG telah dapat memberikan gambaran kondisi rata-rata gelombang laut di seluruh wilayah perairan Indonesia. Peta ini dapat kemudian dikembangkan menjadi peta tren peningkatan kondisi gelombang dalam skala waktu tahunan, dan dengan disertai oleh prediksi tahun-tahun ke depan dapat lebih bermanfaat lagi terutama untuk analisis kekuatan dan ketahanan kapal, agar selanjutnya dapat melakukan perencanaan pemakaian kapal untuk perjalanan angkutan penumpang dan barang. Dengan analisis ketahanan kapal dan perencanaan pelayaran yang tepat diharapkan kemudian gangguan proses pelayaran, labuh maupun sandar kapal dapat lebih teratasi.
6. PERENCANAAN KE DEPAN BMKG DAN SEKTOR 1. Mitigasi Sektor Transportasi Bagi sebagian masyarakat, mitigasi perubahan iklim sebenarnya sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-harinya. Disadari atau tidak, mereka telah melakukan mitigasi dengan berbagai acara. Sebagai contoh sekelompok masyarakat yang lebih memilih menggunakan sepeda dibandingkan dengan menggunakan motor ataupun mobil menuju tempat kerjanya yang tidak jauh dari rumahnya, dengan menggunakan sepeda berarti ikut mencegah terjadinya perubahan iklim karena sepeda adalah kendaraan ramah lingkungan yang tidak mengeluarkan gas emisi ke udara, atau contoh lainnya ketika sekelompok masyarakat lebih memilih transportasi massal daripada menggunakan mobil pribadi, dan berbagai aktivitas masyrakat lainnya. Sedangkan program ruang terbuka hijau oleh pemerintah juga merupakan upaya untuk pencegahan terjadinya perubahan iklim. Tujuan mitigasi pada sektor transportasi adalah mengurangi sumber penyebab perubahan iklim, mengurangi produksi CO2, meningkatkan penyerapan CO2, (dengan pengendalian pada sumber emisi ari transportasi yang efisien dan efektif). Mitigasi perubahan iklim pada sektor transportasi khususnya untuk transportasi jalan raya dapat menggunakan prinsip Avoid, Shift, Improve (ASI) yang dikembangkan oleh GIZ, sedangkan untuk transportasi lainya seperti sungai, Kereta api, tranportasi laut dan udara akan disesuikan dengan prinsip tersebut (Gambar 2.). Avoid atau pencegahan diantaranya dapat dilakukan dengan mengurangi melakukan perjalanan, pembatasan penggunaan kendaraan pribadi. Shift atau perpindahan dapat dilakukan dengan pindah dari penggunaan kendaraan pribadi pada transportasi massal
148 140
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
atau kendaraan ramah lingkungan (misal: sepeda), serta pengembangan sistem moda transportasi yang baik dan terpadu oleh pemerintah. Improve difokuskan pada efisiensi bahan bakar kendaraan diantaranya adalah penggunaan energi/bahan bakar ramah lingkungan, serta optimasi sistem dan infrastruktur transportasi yang baik dan terpadu.
Gambar 2. GIZ’s Approach to Suistanable Mobility (GIZ).
2. Adaptasi Sektor Transportasi Upaya adaptasi yang dilakukan manusia terhadap lingkungan di sekitarnya bukanlah hal yang baru, pada musim dingin misalnya, masyarakat beradaptasi dengan mengenakan pakaian tebal agar tubuh merela tidak menggigil kedinginan, sebaliknya ketika musim panas, masyarakat menggunakan pakaian yang tipis agar dapat menyesuaikan dengan
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
149 141
kondisi lingkungan yang dapat mudah berkeringat. Tujuan adaptasi perubahan iklim untuk sektor transportasi adalah untuk perencanaan yang lebih baik dengan mempertimbangkan kondisi iklim (perubahan iklim) untuk mencapai transportasi berkelanjutan yang handal, efisien dan bersinergi. Seperti diketahui, bahwa perubahan iklim telah, sedang dan akan terus terjadi, sehingga perlu dilakukan upaya menyesuaikan diri terhadap kondisi tersebut, berbagai upaya sangat perlu untuk dilakukan agar dapat hidup nyaman dalam menghadapi terjadinya perubahan iklim. Dalam upaya adaptasi perubahan iklim untuk sektor transportasi baik darat, laut dan udara dapat dilakukan juga diperlukan sistem transportasi berkelanjutan yang Andal, Efisien dan Sinergi dalam menghadapi tantangan perubahan iklim global tersebut (Tabel 2.). Tabel 2. Sistem transportasi berkelanjutan
ANDAL
Kecepatan (waktu perjalanan). Ketepatan (minimasi angka keterlambatan). Keselamatan, misalnya jumlah korban/10.000 kendaraan menuju zero accident, zero congestion, zero pollution (Declaration of Bali). Termasuk andal/adaptif terhadap dampak perubahan iklim.
EFISIEN
Intensitas energi per penumpang atau per ton. Rendah karbon (ton CO2/penumpang /tahun atau ton CO2/ton barang/tahun). Tarif terjangkau.
SINERGI
150 142
Memudahkan pergantian antar moda transportasi, baik antar atau intra moda. Intra moda: bus - bus, k.a. - k.a. Antar moda: bus - k.a., k.a. – pesawat, k.a. – kapal, truk – kapal. Nonfisik: sinergi antar sistem (integrasi ticketing/smart card antara bus, kereta api dan pesawat/kapal); fasilitas sistem logistik.
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
DAFTAR PUSTAKA
BMKG (2012). Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia. Jakarta. BMKG. GIZ. Sustainable Urban Transport: Avoid-Shift-Improve (A-S-I), www.transport2020.org/ file/sutporg-asi-factsheet.pdf Hanaoka, Sinya and Regmi, Madan B. 2009. Impacts of Climate Change on Transport and Adaptation in Asia. Proceddings of the Eastern Asia Society for Transportation Studies, Vol 7, 2009. Horonjeff, R & F.X.McKelvey. 1993. Planning & Design of Airports. Fourth edition. United States of America: McGraw-Hill, Inc. IPCC (2013). Laporan AR-5 working group I Intergovernmental panel on climate Change (IPCC), http://www.iesr.or.id/wp-content/uploads/companion-Press-ReleaseIPCC-AR-5-small.pdf IEA, WEO. 2009. World Energy Outlook 2009, http://www.worldenergyoutlook.org/ media/weoWebsite /2009/WEO2009.pdf Kemenhub. http://gis.dephub.go.id/mapping/ Kementerian Lingkungan Hidup, 2002, Dari Krisis Menuju Keberlanjutan: Meniti Jalan Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia (Tinjauan Pelaksanaan Agenda 21), Jakarta: KLH. Ministry of National Development Planning (BAPPENAS), 1993. MacArthur, John, et al. 2012. Climate Change Impact Assessment for Surface Transportation in the Pacific Northwest and Alaska. Region X Northwest Transportation Consortium. January 2012. McKinsey, DNPI. 2009. Emisi Gas Rumah Kaca Indonesia, http://www.gcftaskforce. org/documents/May_Aceh/Side_Event_Presentations/Dewan%20Nasional%20 Perubahan%20Iklim,%20REDD.pdf
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
151 143
Pembahasan Kegiatan Penyusunan Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Sektor Transportasi Dan Energi
152
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
KEBUTUHAN INFORMASI IKLIM DAN CUACA DARI BMKG
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
153
PERANAN INFORMASI/ PREDIKSI IKLIM DALAM PERSPEKTIF PENINGKATAN PRODUKSI KOMODITAS PERTANIAN Oleh: Mamat H.S (Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Kementerian Pertanian)
154
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
PERANAN INFORMASI/PREDIKSI IKLIM DALAM PERSPEKTIF PENINGKATAN PRODUKSI KOMODITAS PERTANIAN
Oleh: Mamat H.S (Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Kementerian Pertanian)
1. PENDAHULUAN Peranan sektor pertanian meliputi: penyedia pangan 245 juta penduduk, penyedia bahan baku industri kecil dan menengah (87%), penyumbang PDB (14,72%), penghasil devisi $US 43,37 miliar, menyerap 33,32% tenaga kerja, sumber utama pendapatan (70%) rumah tangga pedesaan, berperan dalam upaya menurunkan emisi gas rumah kaca 8 juta ton (Perpres 61/2011) (Laporan Kementerian Pertanian dalam Sidang Kabinet, 6 Agustus 2012). Diantara 4 program utama sektor pertanian, yaitu: (1) peningkatan swasembada dan swasembada berkelanjutan, (2) peningkatan diversifikasi pangan, (3) peningkatan nilai tambah, daya saing dan ekspor dan (4) peningkatan kesejahteraan petani. Program pertama yaitu peningkatan swasembada dan swasembada berkelanjutan, implementasinya antara lain melalui upaya meningkatkan produksi beberapa komoditas pertanian utama. Program prioritas tersebut meliputi: surplus beras 10 juta ton, swasembada jagung, swasembada kedelai, swasembada gula dan swasembada daging sapi/kerbau, yang kesemuanya ditargetkan pada tahun 2014. Untuk mencapai target diatas, ditempuh melalui upaya intensifikasi (peningkatan produktivitas) dan ekstensifikasi melalui perluasan areal. Untuk perluasan areal padi ditargetkan seluas 130.000 ha, areal jagung ditargetkan meningkat minimal 5% pertahun, areal kedelai meningkat dari 700 ribu ha menjadi 2 juta ha dan gula meningkat 350 ribu ha. Permasalahannya adalah dimana target perluasan areal dimaksud. Untuk menjawab permasalahan tersebut, mengingat faktor penentu sektor pertanian adalah sumberdaya lahan dan air (Gatot, 2006), sehingga informasi iklim terkait dengan ketersediaan air menjadi sangat penting. Variabilitas iklim sangat berpengaruh terhadap produksi pertanian, dibutuhkan kemampuan adaptasi yang baik dan informasi yang tepat dan cepat untuk mengurangi dampak buruk dari variabilitas iklim. Lebih lanjut Surmaini dan Susanti (2009) mendapatkan bahwa fenomena el niño sangat berpengaruh terhadap luasan kegagalan panen, tahunKonsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
146
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
155
tahun seperti 1991, 1994, 1997, 2002 dan 2006 telah terjadi peningkatan signifikan terhadap luasan kegagalan panen yang disebabkan oleh fenomena el niño (Gambar 1.). Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) penurunan luas panen padi baik untuk padi lading maupun untuk padi sawah di Indonesia lebih diakibatkan oleh fenomena iklim el niño, ditunjukan oleh data bahwa tahun-tahun seperti tahun 1991, 1981, 1991 dan 1997 mengalami penurunan luas panen padi yang cukup tinggi (Gambar 2.).
Gambar 1. Luasan gagal panen akibat fenomena el niño (Sumaini dan Susanti, 2009).
Gambar 2. Anomali luas panen padi di Indonesia berdasarkan data Badan Pusat Statistik.
Intergovermental Panel on Climate Change (IPCC) menyatakan dalam KTT Bumi 3 -14 1992 di Brasil, bahwa iklim bumi telah berubah. Menurut IPCC (2001), perubahan iklim ini sangat peka terhadap beberapa hal dalam kehidupan manusia, dua diantaranya
156
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
147
adalah: tata air dan sumberdaya air, serta pertanian dan ketahanan pangan. Pengaruh perubahan ini telah dirasakan di Indonesia dengan adanya bencana banjir, kekeringan yang panjang dan pergeseran musim hujan. Permasalahan ketersediaan air ini tentunya semakin berdampak terhadap produktivitas lahan kering, terutama lahan yang tidak memiliki infrastruktur irigasi dan mengandalkan hujan, yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas lahan. Untuk meningkatkan dan menjaga stabilitas produktivitas lahan, salah satu yang bisa dilakukan adalah menjaga ketersediaan air atau memastikan air bahwa tersedia dengan cukup untuk tanaman setiap kali tanam. Hal ini membutuhkan informasi iklim dan upaya untuk mempergunakan air seefisien mungkin. Sejalan dengan upaya mencapai target sektor pertanian, anomali dan iklim ekstrem akibat meningkatnya gas rumah kaca di atmosfer secara bersamaan menjadi ancaman yang dihadapi sektor pertanian.
2. ANCAMAN FENOMENA PERUBAHAN IKLIM Berdasarkan data pengamatan BMKG telah terjadi kenaikan suhu udara rata-rata bulan Juli sebesar 0.28oC dan bulan Januari 0.18oC pertahun sejak tahun 1972 untuk wilayah Makassar (Gambar 3.). Pemanasan suhu udara ini diikuti pula dengan pergeseran awal musim, dimana awal musim kemarau bergeser sekitar 2 dasarian dari bulan April dasarian 2 menjadi bulan Mei dasarian 1, dan untuk awal musim hujan yang bergeser dari bulan Oktober dasarian 3 menjadi bulan November dasarian 1 (Gambar 2.). Kenaikan dan perubahan yang terjadi akan sangat berpengaruh terhadap produksi pertanian, informasi yang cepat dan tepat menjadi sangat penting dalam usaha mengurangi kerugian akibat dari perubahan iklim ini. 29
Jan Jul
28
Linear (Jan)
y = 0.028x + 25.32
Linear (Jul)
27 26 25
y = 0.018x + 25.56
24 23 1972
1982
1992
2002
Gambar 3. Tren suhu rata-rata dari tahun 1972 sampai dengan 2002 di Makassar (Sumber: BMKG). Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
148
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
157
Sektor pertanian merupakan salah satu yang terpengaruh langsung dari perubahan iklim. Dengan meningkatkan gas rumah kaca di atmosfer, beberapa hal berpengaruh langsung terhadap kegiatan pertanian, meliputi: (1) Terjadinya pemanasan global, mengakibatkan respirasi dan transpirasi meningkat sehingga konsumsi air untuk tanaman akan meningkat juga, disamping berpengaruh terhadap perkembang biakan organisme pengganggu tanaman. (2) Kenaikan permukaan air laut, mengakibatkan penciutan lahan pertanian di sepanjang pantai, salinitas (bergaram) tanah sekitar pantai. (3) Pergeseran pola curah hujan, mengakibatkan siklus air (hidrologi) berubah, bahkan kapasitas irigasi akan berubah dan kualitas tanah akan menurun. (4) Terjadinya iklim ekstrem dalam bentuk banjir dan kekeringan dalam waktu yang lama, mengakibatkan kerusakan tanam bahkan gagal panen terutama untuk tanaman pangan dan tanaman semusim, rusaknya infrastruktur irigasi, meningkatnya kelembaban sehingga berpengaruh terhadap perkembangbiakan organisme pengganggu tanaman. Akibat pengaruh langsung perubahan iklim diatas, maka akan menurunkan produksi dan produktivitas komoditas pertanian, pada akhirnya akan mengancam ketahanan pangan nasional dan menurunkan kesejahteraan petani.
Gambar 4. Pergeseran awal musim hujan dan kemarau di Makasar (Sumber: BMKG).
Anomali iklim baik el niño maupun la niña secara faktual cenderung meningkat intensitasnya, frekuensi maupun durasinya (Gatot, 2006). Peningkatan suhu udara akan mengakibatkan peningkatan pula pada nilai titik jenuh uap yang pada akhirnya mempersulit untuk terjadinya pembentukan awan pada umumnya, akan tetapi dilain
158
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
149
pihak kenaikan suhu udara ini meningkatkan konveksi diudara atau biasa disebut convection equilibrium yang pada akhirnya meningkatkan intensitas hujan pada tempattempat tertentu diwaktu tertentu pula. Fenomena tersebut yang akan mengakibatkan kecenderungan meningkatnya kejadian kondisi ekstrem, dimana diprediksi bahwa akan semakin luas wilayah yang mengalami kekeringan dan pada daerah-daerah tertentu akan terjadi peningkatan curah hujan ekstrem. Untuk Wilayah Jawa, Naylor et al (2007) memprediksi akan terjadi perubahan panjang musim untuk masa depan. Panjang musim hujan akan memendek tanpa diikuti oleh pengurangan total intensitas hujan, sehingga ini mendorong kenaikan frekuensi kenaikan curah hujan dengan intensitas tinggi untuk periode musim hujan. Selain itu pemendekan panjang musim hujan ini akan diikuti oleh semakin panjangnya musim kemarau yang akan menjadi pendorong terjadinya peningkatan dalan frekuensi fenomena kekeringan.
Gambar 4. Perubahan pola hujan Pulau Jawa (Naylor et al, 2007).
Ketersedian air akan menjadi hal yang sangat krusial terhadap pertanian oleh karena perubahan iklim. Dibutuhkan manajemen sumber daya air yang efektif dan tepat untuk dapat memanfaatkan sumberdaya air secara optimum. Oleh karena itu dibutuhkan informasi iklim yang tepat dalam pelaksanaan operasional pengelolaan air, selain itu dibutuhkan pula informasi perubahan iklim yang sesuai dalam usaha adaptasi sehingga terbentuk rencana pembangunan sistem pertanian dan sumberdaya air yang berkelanjutan. Rencana adaptasi yang tepat sangat diperlukan oleh sektor pertanian menghadapi ancaman fenomena perubahan iklim ini. Peningkatan produksi pertanian yang sangat dibutuhkan dalam rangka usaha ketahanan pangan menghadapi peningkatan populasi Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
150
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
159
penduduk dan penurunan luasan areal pertanian akan menghadapi tangtangan yang lebih berat dengan terjadinya perubahan iklim ini. Peningkatan konsentrasi CO2 dan radiasi matahari akan berakibat positif dalam proses fotosintesis, akan tetapi ini tidak tergambarkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Amin (2004, dalam PEACE, 2007) yang menyimpulkan bahwa pemanasan global menyebabkan penurunan hasil panen di Jawa Barat dan Jawa Timur. Boer et al (2007) menyatakan bahwa telah terjadi perubahan total curah hujan musim hujan dan kemarau. Wilayah selatan Sulawesi pada umumnya mengalami peningkatan curah hujan untuk musim hujan sekitar 18-22 mm per tahun, sedangkan untuk musim kemarau terjadi penurunan curah hujan di wilayah Jawa Tengah (Gambar 5.).
Gambar 5. Perubahan curah hujan musim hujan dan kemarau di Indonesia (Boer et al, 2007).
3. DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP TANAMAN Iklim memiliki pengaruh yang cukup kuat terhadap tanaman. Faktor-faktor iklim utama yang memiliki dampak signifikan terhadap tanaman adalah suhu, hujan, dan SST. Hal ini bisa dirasakan dari perubahannya, bila dibandingkan dengan beberapa puluh tahun yang lalu yaitu seperti; peningkatan suhu, perubahan pola hujan, kenaikan muka air laut, dan kejadian-kejadian ekstrem lainnya.
160
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
151
Peningkatan suhu dapat mengakibatkan udara yang terlalu panas sehingga tidak sesuai untuk pertumbuhan tanaman tertentu. Selain itu, suhu yang meningkat juga dapat mempengaruhi kemasaman dan dan salinitas. Perubahan pola hujan akan menjadi faktor yang sangat penting terhadap produksi pertanian, perubahan ini kan sangat mempengaruhi akan tanggal tanam atau dapat menggeser musim tanam yang biasa dilakukan oleh petani. Selain itu perubahan ini dapat mengakibatkan memendeknya musim tanam yang pada akhirnya mengurangi luas tanam per tahun. Banjir dan kekeringan akan menjadi fenomena yang sangat menurunkan produksi pertanian dibutuhkan informasi iklim dalam pengelolaan sumber daya air ini.
Gambar 6. Dampak variabilitas dan perubahan iklim terhadap tanaman (Sumber: Aris Pramudia, 2013).
Selain kenaikan suhu udara dan perubahan pola hujan, kenaikan muka air laut menjadi salah satu faktor yang pengaruhi produksi pertanain terkait dengan fenomena perubahan iklim. Kenaikan muka laut dapat berpengaruh terhadap salinitas dan keasaman tanah, selain itu dapat mengurangi luas tanam pertanian untuk daerah-daerah pesisir.
4. LANGKAH ANTISIPATIF Dengan kondisi diatas upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim menjadi hal yang sangat penting. Perubahan iklim merupakan tantangan dalam mewujudkan program peningkatan swasembada dan swasembada berkelanjutan, karena berimplikasi terhadap pergeseran awal musim tanam dan berujung pada penurunan produktivitas
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
152
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
161
tanaman akibat kekeringan, atau terendam banjir atau penggenangan dan peningkatan salinitas pada lahan pertanian sekitar pantai akibat meningkatnya permukaan air laut. Oleh karena itu perlu penyesuaian waktu tanam, pengembangan varietas unggul yang lebih adaptif, serta teknologi pengelolaan sumberdaya air yang lebih efisien. Kementerian Pertanian telah menetapkan berbagai strategi dan langkah antisipasi dalam menghadapi perubahan iklim, meliputi identifikasi dan mengembangkan teknologi adaptif, sebagai berikut: 1. Menyediakan varietas unggul tanaman pangan berumur genjah, varietas toleran salinitas, varietas toleran kekeringan, varietas toleran genangan, varietas tahan hama penyakit. Beberapa varietas tersebut, meliputi: • • • • • • •
Padi toleran salinitas: Way Apo Buru, Margasari, Lambur; Padi toleran kekeringan: Dodokan, Silugonggo; Kedelai toleran kekeringan: Argomulyo, Burangrang; Kacang tanah toleran kekeringan: Singa, Jerapah; Kacang hijau toleran kekeringan: Kutilang; Jagung toleran kekeringan: Bima 3 Bantimurung, Lamuru, Sukmaraga, Anoman; Padi toleran rendaman a.l: GH TR 1.
2. Mengembangkan teknologi pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya air, antara lain teknologi panen air (water harvesting), teknologi pemanfaatan air secara efisien melalui sistem irigasi tetes (JIDES dan JITUT). Teknologi tersebut meliputi: pembuatan embung, dam parit, sumur renteng, irigasi tetes, irigasi kapiler, irigasi macak-macak di lahan sawah, irigasi bergilir dan irigasi berselang. 3. Mengembangkan atlas kalender tanam untuk tujuan: mengantisipasi perubahan iklim yang tidak menentu, menentukan waktu dan pola tanam, menentukan rotasi tanaman. Langkah antisipatif sektor pertanian diatas, sangat tergantung pada informasi iklim terutama informasi prediksi iklim di sentra produksi komoditas pertanian utama dan di areal perluasan, berdasarkan data dan informasi dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Data dan informasi tersebut, meliputi: informasi dan prediksi curah dan hari hujan (April – Oktober atau Oktober – April), informasi akan terjadinya iklim ekstrem, informasi kenaikan permukaan air laut terutama di jalur pantura dan beberapa lokasi sentra produksi pertanian, prediksi kenaikan cuaca.
162
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
153
5. KEBUTUHAN INFORMASI PERUBAHAN IKLIM UNTUK SEKTOR PERTANIAN Produksi pertanian sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca dan iklim. Cuaca ekstrem sangat berpengaruh terhadap pertanian, kejadian ekstrem seperti banjir dan udara panas dapat sangat berpengaruh terhadap produksi. Lebih lanjut informasi cuaca terkait dengan suhu udara, curah hujan dan angin akan sangat berguna dalam penerapan strategi budidaya yang tepat.
Gambar 7. Kebutuhan data cuaca dan iklim untuk sektor pertanian (Sumber: Aris Pramudia 2013).
Perencanaan dibutuhkan dalam upaya adaptasi perubahan iklim, perubahan perwilayah tanaman, strategi budidaya dan pengelolaan air menjadi sangat penting untuk menghadapi perubahan iklim. Dibutuhkan informasi perubahan iklim yang sesuai dengan skala dan format waktu yang tepat untuk menyusun rencana adaptasi dalam sektor pertanian. Selain informasi tren unsur iklim berdasarkan data pengamatan dibutuhkan pula data-data model iklim untuk mendapatkan proyeksi iklim kedepan berdasarkan skenarioskenario yang IPCC gunakan. Informasi karakteristik curah hujan menjadi hal yang paling dibutuhkan. Bentuk informasi tren curah hujan ekstrem, tren deret hari kering dan hujan sangat berguna dalam perencanaan pengelolaan sumber daya air yang sangat berkaitan dengan sektor
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
154
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
163
pertanian. Selain itu informasi tren panjang musim dan pergeseran awal musim sangat berguna dalam perwilayahan kesesuaian tanaman dan perencanaan strategi budidaya tanaman. Disamping informasi mengenai karakteristik curah hujan, informasi perubahan iklim terkait dengan unsur-unsur iklim lainnya sangat dibutuhkan untuk diadaptasi disektor pertanian, selengkapnya kebutuhan informasi iklim untuk sektor pertanian dapat dilihat pada tabel 1. Sebagai salah satu langkah dasar adaptasi perubahan iklim untuk sektor pertanian adalah analisis kesesuaian lahan terhadap varietas pertanian, Terjadinya perubahan iklim yang diantaranya kenaikan suhu udara serta perubahan pola hujan dapat menyebabkan perubahan tingkat kesesuaian suatu wilayah terhadap tanaman tertentu sehingga analisis kesesuaian perlu dilakukan untuk memberikan gambaran perwilayahan kesesuaian tanaman untuk masa depan. Dalam analisis ini secara umum dibutuhkan analisis data curah hujan dan suhu udara dengan series yang panjang untuk memperoleh informasi perubahan karakteristik hujan yang telah terjadi, selain itu proyeksi iklim kedepan sangat dibutuhkan untuk memberikan informasi iklim masa depan. Penentuan varietas tanaman merupakan salah satu hal penting dalam budidaya pertanian. Pengembangan varietas tanaman pangan yang lebih tahan terhadap perubahan iklim merupakan salah satu upaya adaptasi, dalam hal ini dibutuhkan informasi iklim yang tepat. Selain faktor curah hujan dan suhu udara yang merupakan variabel utama untuk pertanian, dalam pengembangan varietas tanaman dibutuhkan pula informasi iklim berupa kelembaban, radiasi matahari serta evaporasi. Disamping itu informasi kelembaban udara sangat dibutuhkan dalam hal pengendalian hama penyakit tanaman yang perkembangannya dipengaruhi oleh unsur ini. Tabel 1. Kebutuhan informasi perubahan iklim untuk sektor pertanian Jenis Informasi
Bentuk Informasi
Mekanisme Diseminasi
Kegunaan/Manfaat
Lokasi
Sea Level Rise (SLR)
- Grafik dan tabel rata-rata 10 harian / 1 bulanan
- Website BMKG - Data digital
- Perencanaan dan pengelolaan lahan pertanian pasang surut dan lahan pantai (coastal area), informasi rawan salinitas pada lahan pantai
Indonesia
Sea Surface Temperature (SST)
- Peta dan tabel tren kenaikan rata-rata bulanan
- Website BMKG - Data digital
- Prediksi kondisi iklim regional Indonesia untuk 1-3 bulan ke depan
Indonesia
164
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
155
Jenis Informasi
Mekanisme Diseminasi
Bentuk Informasi
Kegunaan/Manfaat
Lokasi
- Prediksi kerawanan dan serangan OPT pada tanaman - Analisis kualitas produksi tanaman hortikultura (sayuran dan buah-buahan) - Analisis kerawanan penyakit ternak
Sentra pertanian
Suhu
- Peta, tren, dan tabel suhu ratarata maksimum dan minimum - Peta, tren dan tabel suhu harian, 10 harian, dan bulanan
- Website BMKG - Dokumen (buku) - Data digital
Kelembaban Udara
- Peta, tren, dan tabel kelembaban rata-rata maksimum dan minimum - Peta, tren dan tabel kelembaban harian, 10 harian, dan bulanan
- Website BMKG - Dokumen (buku) - Data digital
Curah Hujan
- Peta dan tabel tren curah hujan ekstrem - Peta dan tabel tren pergeseran awal musim - Peta dan tabel tren panjang musim - Peta dan tabel tren dry spell dan wet spell
- Website BMKG - Dokumen (buku) - Data digital
- Analisis risiko kegagalan pertanian - Analisis asuransi pertanian - Analisis potensi waktu berbuah - Analisis waktu tutup tanam - Analisis distribusi waktu panen - Analisis potensi hijauan/ pakan ternak - Analisis potensi produksi minyak atsiri
Indonesia
Radiasi Matahari
- Tabel tren lama penyinaran matahari 10 harian
- Website BMKG - Dokumen (buku) - Data digital
- Analisis kualitas produksi tanaman pangan dan hortikultura - Analisis kebutuhan air evapotranspirasi
Sentra Pertanian
Angin
- Tabel tren kecepatan angin maksimum 10 harian
- Website BMKG - Dokumen (buku) - Data digital
- Analisis potensi bencana pada tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan
Sentra Pertanian
Evaporasi
- Peta dan tabel tren penguapan ratarata 10 harian
- Website BMKG - Dokumen (buku) - Data digital
- Analisis kebutuhan air tanaman - Memonitor kekeringan
Sentra Pertanian
Lain-lain
- Kandungan debu (spm)
- Website BMKG - Dokumen (buku) - Data digital
- Kasus insidentil jika terjadi gunung meletus dan dampaknya terhadap komoditas pertanian
Kawasan perkotaan atau dekat industri
Sentra pertanian
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
156
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
165
6. PENUTUP Untuk memacu produksi dan produktivitas komoditas pertanian, tergantung pada dua komponen utama yaitu: (1) komponen luas panen (semula luas tanam, dalam hektar) dan (2) produktivitas perhektar komoditas pertanian. Luas panen ditentukan oleh luas areal existing dan luas areal perluasan, sedangkan produktivitas terutama ditentukan oleh teknologi budidaya dan kondisi serangan organisme pengganggu. Luas areal dan produktivitas sangat tergantung pada potensi lahan dan iklim. Pemanfaatan potensi lahan dan iklim sangat ditentukan oleh akurasi prediksi iklim, sehingga prediksi iklim ke depan menjadi kunci dalam upaya meningkatkan produktivitas komoditas pertanian.
DAFTAR PUSTAKA Aris Pramudia, 2013. Kebutuhan Layanan Informasi Perubahan Iklim di Sektor Pertanian, Bahan presentasi kegiatan FGD ‘Penyusunan Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim’. BMKG 28 Februari 2013. Gatot Irianto. 2006. Pengelolaan Sumberdaya Lahan dan Air: Strategi Pendekatan dan Pendayagunaannya. Jakarta, Papas Sinar Sinanti. Intergovermental Panel on Climate Change (IPCC). 2001. Climate Change: Impacts, Adaptations and Vulnerability. University Press. Cambridge. Kementerian Pertanian. Pelaksanaan Program Kerja Kementerian Pertanian 2012 dan Target 2014. Sidang Kabinet 6 Agustus. Mamat H.S, Irsal Las dan Trisna Subarna. 2012. Modernisasi Pertanian, Sudahkah Menjadi Prioritas? Dalam Aspek Sumberdaya Lahan. Makalah di Bappeda Jawa Barat.
166
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
157
KONSEP IMPLEMENTASI ADAPTASI SEKTOR SUMBER DAYA AIR TERHADAP PERUBAHAN IKLIM Oleh: Reni Mayasari (PERUM JASA TIRTA II)
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
167
KONSEP IMPLEMENTASI ADAPTASI SEKTOR SUMBER DAYA AIR TERHADAP PERUBAHAN IKLIM Oleh: Reni Mayasari (PERUM JASA TIRTA II)
1. PENDAHULUAN Air merupakan zat yang dikaruniakan Tuhan Yang Maha Esa. Air merupakan sumber kehidupan dan sumber penghidupan, yang bermakna bahwa air merupakan zat yang sangat diperlukan bagi kehidupan umat manusia dan seluruh makhluk hidup di muka bumi ini. Sebagai sumber penghidupan, air berfungsi untuk perikanan, air irigasi bagi pertanian, air baku bagi industri, sarana transportasi, sanitasi, energi serta rekreasi. Sebagai karunia Tuhan, air yang berada di alam bebas harus diperlakukan sebagai benda publik yang hak penguasaannya menurut Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, diserahkan oleh seluruh rakyat Indonesia kepada negara. Selanjutnya, dan pengaturan serta penggunaan air diserahkan oleh negara kepada Pemerintah Republik Indonesia. Berdasarkan hal ini, saat ini Pemerintah Pusat bersama Pemerintah Daerah melaksanakan pengelolaan atau manajemen sumber daya air yang biasa disebut dengan pengelolaan sumber daya air terpadu (integrated water resources management), meskipun hasilnya belum optimal (Mudjiadi, 2009). Air bukanlah komoditas yang bisa diciptakan manusia. Dengan teknologi, manusia hanya mampu mengendalikan jumlah dan arah alirannya. Air hujan yang jatuh ke permukaan bumi dapat diubah oleh manusia menjadi bahan baku untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup dan penghidupan yang sehat dan produktif. Jumlah air tawar di alam ini relatif tetap, tetapi rentang waktu ketersediaannya cenderung semakin tidak menentu baik karena ekosistem sumber daya air yang telah rusak parah dan faktor-faktor lokal lainnya, maupun karena pengaruh perubahan iklim global. Iklim global sangat dipengaruhi oleh pemanasan global, yaitu meningkatnya temperatur rata-rata atmosfer, laut dan daratan planet bumi. Pada saat ini, bumi menghadapi pemanasan yang cepat, yang oleh para ilmuwan dianggap disebabkan oleh aktivitas manusia agar hidupnya lebih enak. Penyebab utama pemanasan ini adalah pembakaran bahan bakar fosil, seperti batu bara, minyak bumi, dan gas alam, yang melepas karbondioksida dan gas-gas lainnya yang dikenal sebagai gas rumah kaca (GRK) ke atmosfer.
168
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
159
Diperkirakan, setiap tahun dilepaskan 18,35 miliar ton CO2 (Baskoro, 2009). Ketika atmosfer semakin kaya akan GRK ini, ia semakin menjadi insulator yang menahan lebih banyak panas dari matahari yang dipancarkan ke bumi. Inilah yang disebut dengan efek rumah kaca. Konsentrasi GRK di atmosfer sekarang berada sekitar 430 ppm CO2e (ekivalen), dibandingkan dengan hanya 280 ppm sebelum revolusi industri (Witoelar, 2008). Keberadaannya meningkat terus, sejalan dengan meningkatnya berbagai aktivitas manusia, termasuk pembangkitan energi dan perubahan penggunaan lahan. Secara umum dapat disimpulkan bahwa emisi GRK adalah akibat pembangunan ekonomi. Di lain pihak, emisi CO2 per kapita sangat erat terkait dengan GDP per kapita kapan pun
dan di mana pun. Amerika Utara dan Eropa telah menghasilkan sekitar 70% emisi CO2 dari produksi energi sejak 1850, sedangkan negara berkembang menyumbang kurang dari seperempat dari emisi kumulatif. Emisi tahunan GRK terus meningkat sejalan dengan waktu. Emisi karbondioksida, penyumbang GRK terbesar, tumbuh dengan rata-rata tahunan sekitar 2,5% antara tahun 1950 dan 2000. Pada tahun 2000, total emisi GRK sekitar 42 GtCO2e, dengan peningkatan laju konsentrasi kurang-lebih 2,7 ppm CO2e per tahun. Hal ini menyebabkan rata-rata temperatur permukaan Bumi yang berada di kisaran 15°C (59°F), selama seratus tahun terakhir ini, telah meningkat sebesar 0,6°C (1°F). Para ilmuwan memperkirakan pada tahun 2100 pemanasan akan mencapai 1,4°C - 5,8°C (2,5°F - 10,4°F). Pemanasan global mengakibatkan perubahan iklim dan kenaikan frekuensi maupun intensitas kejadian cuaca ekstrem. Hal ini memicu perubahan yang signifikan dalam sistem fisik dan biologis seperti peningkatan intensitas badai tropis, perubahan pola presipitasi, salinitas air laut, perubahan pola angin, masa reproduksi hewan dan tanaman, distribusi spesies dan ukuran populasi, frekuensi serangan hama dan wabah penyakit, serta mempengaruhi berbagai ekosistem yang terdapat di daerah dengan garis lintang yang tinggi (termasuk ekosistem di daerah Artik dan Antartika), lokasi yang tinggi, serta ekosistem-ekosistem pantai (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2007). Melihat luasnya dampak perubahan iklim global, berbagai pihak harus bekerja sama menanggulanginya dengan melakukan koordinasi lintas sektoral yang lebih efisien dan efektif. Sektor-sektor yang tercakup secara khusus adalah lingkungan hidup, energi, kelautan perikanan, sumber daya air, pertanian, infrastruktur, kesehatan, kehutanan, keanekaragaman hayati, serta penelitian dan pengembangan. Tulisan ini secara khusus hanya membahas tentang dampak perubahan iklim global terhadap penataan atau pengelolaan sumber daya air. (Pariatmono, 2010).
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
160
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
169
Kebutuhan akan berbagai macam data dan informasi untuk menunjang suatu penelitian atau pekerjaan baik yang dilakukan oleh instansi pemerintah atau swasta di dalam negeri maupun di luar negeri merupakan hal yang mutlak harus dipenuhi agar penelitan atau pekerjaan tersebut dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Keadaan saat ini menunjukkan masih sangat sulit dirasakan untuk mendapatkan data-data tersebut. Hal ini dikarenakan lamanya waktu yang diperlukan untuk mendapatkan data tersebut, rumitnya birokrasi, dan tidak adanya sentralisasi terhadap pusat pengelolaan data tersebut. Perkembangan teknologi sistem informasi di Indonesia pada saat ini, khususnya perkembangan teknologi jaringan komputer internet, dapat dimanfaatkan untuk membangun sebuah sistem informasi pengelolaan data yang tersentralisasi dan selalu online serta mempunyai level akses internasional. Sehingga data-data tersebut dapat diperoleh dengan mudah dalam waktu yang sangat singkat, dan dengan biaya yang murah. Layanan informasi khususnya dalam perubahan iklim sangat penting dan sangat diperlukan. Perubahan iklim merupakan perubahan jangka panjang dalam distribusi pola cuaca secara statistik sepanjang periode waktu mulai dasawarsa hingga jutaan tahun. Istilah ini bisa juga berarti perubahan keadaan cuaca rata-rata atau perubahan distribusi peristiwa cuaca rata-rata, contohnya, jumlah peristiwa cuaca ekstrem yang semakin banyak atau sedikit. Perubahan iklim terbatas hingga regional tertentu atau dapat terjadi di seluruh wilayah bumi. (Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, 2013).
2. DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP SEKTOR SUMBER DAYA AIR Perubahan iklim dapat memberikan efek yang signifikan terhadap sumber daya air di seluruh dunia karena hubungan yang erat antara iklim dan daur hidrologi. Peningkatan temperatur akan meningkatkan penguapan dan memicu peningkatan presipitasi. Secara keseluruhan akan terjadi peningkatan suplai air tawar dunia. Banjir dan kekeringan akan terjadi lebih sering di beberapa wilayah dalam waktu yang berbeda-beda, akan terjadi perubahan yang drastis pada hujan salju dan proses pelelehan salju di pegunungan akan meningkat. Temperatur yang meningkat juga akan memengaruhi kualitas air, namun belum dipahami dengan baik. Dampak yang paling mungkin adalah eutrofikasi, yaitu peningkatan populasi tumbuhan air (alga, eceng gondok, dan lain-lain) secara cepat. Perubahan iklim juga akan meningkatkan permintaan suplai air untuk irigasi, dan mungkin air untuk kolam renang.
170
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
161
Air bukan komoditas yang bisa diciptakan manusia. Dengan teknologi manusia hanya mampu mengendalikan jumlah, kualitas, dan arah alirannya. Air hujan yang jatuh ke permukaan bumi dapat diubah oleh manusia menjadi bahan baku untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup dan penghidupan yang sehat dan produktif. Jumlah air tawar di alam ini relatif tetap tetapi rentang waktu ketersediaannya cenderung semakin tidak menentu baik karena ekosistem sumber daya air yang telah rusak parah dan faktor-faktor lokal lainnya maupun karena pengaruh perubahan iklim global. Perubahan iklim dan cuaca ini juga mempengaruhi variabel utama siklus hidrologi yakni terutama curah hujan. Setelah sampai di permukaan tanah, air rentang waktu ketersediaannya cenderung semakin tidak menentu baik karena ekosistem sumber daya air yang telah rusak parah dan faktor-faktor lokal lainnya maupun karena pengaruh perubahan iklim global. Kenaikan suhu hingga 1ºC akan mengurangi persediaan air dan meningkatkan kekeringan di beberapa wilayah ekuator. Kenaikan suhu di atas 1ºC akan menimbulkan banjir, kekeringan, erosi, dan kualitas air yang semakin menurun. Naiknya air laut akan memperluas pengasinan air tanah sehingga menurunkan persediaan air tawar bagi daerah-daerah di pesisir pantai. Ratusan juta orang akan menghadapi kekurangan air. Para ahli memprediksi Indonesia akan mengalami kelangkaan air bersih pada tahun 2025. Diperkirakan Indonesia memiliki total volume air sebesar 308 juta m3. Berdasarkan data tersebut Indonesia merupakan negara yang kaya akan ketersediaan air. Namun, sangat disayangkan potensi ketersediaan air bersih dari tahun ke tahun cenderung menurun akibat pencemaran lingkungan dan kerusakan daerah tangkapan air. Kondisi diperburuk dengan perubahan iklim yang mulai terasa dampaknya sehingga membuat Indonesia mengalami banjir pada musim penghujan dan kekeringan pada musim kemarau. Padahal di lain pihak kecenderungan konsumsi air bersih justru naik secara eksponensial seiring pertambahan penduduk. Pada pertengahan abad ini, rata-rata aliran air sungai dan ketersediaan air di daerah subpolar serta daerah tropis basah diperkirakan akan meningkat sebanyak 1040%. Sementara di daerah subtropis dan daerah tropis yang kering, air akan berkurang sebanyak 10-30% sehingga daerah-daerah yang sekarang sering mengalami kekeringan akan semakin parah kondisinya. Identifikasi kondisi prasarana SDA harus mutlak harus dilakukan seiring dengan adanya fenomena perubahan iklim. Waduk/tanggul dan prasarana lain harus diperbaiki atau direhabilitasi untuk mengantisipasi kondisi ekstrem yang kemungkinan bisa terjadi.
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
162
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
171
Sumber daya air adalah sumber daya berupa air yang berguna atau potensial bagi manusia. Kegunaan air meliputi penggunaan di bidang pertanian, industri, rumah tangga, rekreasi, dan aktivitas lingkungan. Sangat jelas terlihat bahwa seluruh manusia membutuhkan air tawar. 97% air di bumi adalah air asin, dan hanya 3% berupa air tawar yang lebih dari dua per tiga bagiannya berada dalam bentuk es di glasier dan es kutub. Air tawar yang tidak membeku dapat ditemukan terutama di dalam tanah berupa air tanah, dan hanya sebagian kecil berada di atas permukaan tanah dan di udara. Air tawar adalah sumber daya terbarukan, meski suplai air bersih terus berkurang. Permintaan air telah melebihi suplai di beberapa bagian di dunia dan populasi dunia terus meningkat yang mengakibatkan peningkatan permintaan terhadap air bersih. Perhatian terhadap kepentingan global dalam mempertahankan air untuk pelayanan ekosistem telah bermunculan, terutama sejak dunia telah kehilangan lebih dari setengah lahan basah bersama dengan nilai pelayanan ekosistemnya. Ekosistem air tawar yang tinggi biodiversitasnya saat ini terus berkurang lebih cepat dibandingkan dengan ekosistem laut ataupun darat. Air permukaan adalah air yang terdapat di sungai, danau, atau rawa air tawar. Air permukaan secara alami dapat tergantikan dengan presipitasi dan secara alami menghilang akibat aliran menuju lautan, penguapan, dan penyerapan menuju ke bawah permukaan. Meski satu-satunya sumber alami bagi perairan permukaan hanya presipitasi dalam area tangkapan air, total kuantitas air dalam sistem dalam suatu waktu bergantung pada banyak faktor. Faktor-faktor tersebut termasuk kapasitas danau, rawa, dan reservoir buatan, permeabilitas tanah di bawah reservoir, karakteristik aliran pada area tangkapan air, ketepatan waktu presipitasi dan rata-rata evaporasi setempat. Semua faktor tersebut juga memengaruhi besarnya air yang menghilang dari aliran permukaan. Aktivitas manusia memiliki dampak yang besar dan kadang-kadang menghancurkan faktor-faktor tersebut. Manusia seringkali meningkatkan kapasitas reservoir total dengan melakukan pembangunan reservoir buatan, dan menguranginya dengan mengeringkan lahan basah. Manusia juga sering meningkakan kuantitas dan kecepatan aliran permukaan dengan pembuatan sauran-saluran untuk berbagai keperluan, misalnya irigasi.
172
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
163
Kuantitas total dari air yang tersedia pada suatu waktu adalah hal yang penting. Sebagian manusia membutuhkan air pada saat-saat tertentu saja. Misalnya petani membutuhkan banyak air ketika akan menanam padi dan membutuhkan lebih sedikit air ketika menanam palawija. Untuk mensuplai petani dengan air, sistem air permukaan membutuhkan kapasitas penyimpanan yang besar untuk mengumpulkan air sepanjang tahun dan melepaskannya pada suatu waktu tertentu. Sedangkan penggunaan air lainnya membutuhkan air sepanjang waktu, misalnya pembangkit listrik yang membutuhkan air untuk pendinginan, atau pembangkit listrik tenaga air. Untuk mensuplainya, sistem perairan permukaan harus terisi ketika aliran arus rata-rata lebih rendah dari kebutuhan pembangkit listrik. Perairan permukaan alami dapat ditambahkan dengan mengambil air permukaan dari area tangkapan hujan lainnya dengan kanal atau sistem perpipaan. Dapat juga ditambahkan secara buatan dengan cara lainnya, namun biasanya jumlahnya diabaikan karena terlalu kecil. Perubahan iklim merupakan sesuatu yang dampaknya sulit untuk dihindari terhadap berbagai segi kehidupan. Dampak ekstrem dari perubahan iklim adalah terjadinya kenaikan temperatur serta pergeseran musim. Perubahan iklim bukan lagi semata-mata wacana, namun sudah dapat kita rasakan dampaknya, seperti banjir, gelombang pasang, dan kekeringan. Kota-kota pesisir kita merupakan kawasan yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim ini. Di seluruh Indonesia, terdapat 60 kota yang rawan banjir dan terdapat 30 kota rawan tsunami. Berangkat dari fakta tersebut, penting untuk disiapkan upaya mitigasi dan adaptasi terhadap dampak perubahan iklim (Joessair Lubis, “Peduli Lingkungan, Peduli Tata Ruang”, 2011). Isu krisis air bersih sebagai salah satu dampak perubahan iklim telah lama didengungkan. Namun demikian, potret kondisi air kita semakin suram saja. Secara relatif, seiring meningkatnya populasi manusia, ketersediaan air bersih berkurang akibat semakin besarnya kebutuhan akan air. Hingga tak pelak nantinya akan terjadi “perang perebutan” untuk mendapatkan sumber daya ini. UNDP tahun 2006 pernah mengungkapkan bahwa ketersediaan air baku di 3 provinsi, yaitu DKI Jakarta, D.I. Yogyakarta dan Jawa Timur telah memasuki ambang kritis (<1000 m3/kapita/tahun). Indonesia yang berada di daerah tropis secara umum karakteristik utama dari iklim tropis adalah keseragaman dari suhu, radiasi matahari, kelembaban, kecepatan angin. Sedangkan parameter iklim utama yang bervariasi secara waktu dan ruang adalah curah hujan. Faktor yang mengendalikan curah hujan adalah (van der Weert, 1994):
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
164
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
173
musim hujan ganda ekuator (equatorial double rainy seasons), pancaroba (monsoons), dan pengaruh setempat (local influences). Gambar 1 menyajikan variasi regional dari curah hujan di Indonesia. Secara umum terlihat bahwa variasi musim sangat terlihat di Jawa, Nusa Tenggara, Timor Timur, dan Sulawesi Selatan dan Tenggara.
Gambar 1. Variasi regional dari musim hujan di Indonesia (Van der Weert,1994).
Aliran tahunan (annual run off) sangat tergantung dari curah hujan dan evapotranspirasi. Secara umum evapotranspirasi di daerah tangkapan hujan relatif kecil dibandingkan dengan curah hujan yang ada, sehingga tidaklah mengherankan apabila curah hujan tahunan sangat terkait erat dengan run off (Van der Weert, 1994). Komponen run off dibagi dalam aliran dasar (baseflow), aliran antara (interflow) dan aliran permukaan (surface run off). Penentuan aliran permukaan untuk daerah pertanian tanpa irigasi, kebun campuran, pemukiman, dan perkebunan merupakan korelasi antara jenis tanah, kemiringan dan panjang lereng serta praktek pengelolaan daerah aliran. Namun sayangnya tidak ada statistik data penggunaan lahan sebelum perang kemerdekaan yang dapat digunakan sebagai pembanding. Perubahan rezim hidrologi ini mencakup pula adanya kecenderungan loncatan musim, musim kering semakin panjang, waktu hujan semakin pendek dengan intensitas semakin besar sebagai salah satu indikasi adanya perubahan iklim (Gambar 2.).
Gambar 7. Kecenderungan pola curah hujan di Jawa dan Bali (Sumber: UNDP Indonesia, 2007).
174
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
165
Perubahan iklim menjadi salah satu faktor risiko dalam keberlanjutan operasi waduk sehingga harus dikelola sebaik-baiknya melalui pendalaman terhadap perubahan iklim dan dampaknya terhadap operasi waduk dan pengelolaan SDA secara keseluruhan. Perubahan iklim, yang dapat mengakibatkan perubahan rezim hidrologi dalam hal ini menurunnya aliran tahunan dapat mengakibatkan turunnya produksi pembangkitan listrik tenaga air. Telah disadari pula bahwa semakin hari nilai keekonomian air semakin meningkat, dan air tidak hanya dipandang sebagai barang sosial seperti halnya disebutkan pada prinsip pengelolaan SDA terpadu (GWP TAC, 2000). Pengelolaan SDA (operasi waduk kaskade Citarum) sangat unik mengingat sejarah dari pengelolaan waduk Jatiluhur didasarkan pada idealisme untuk menerapkan kemandirian dalam pengelolaan SDA secara keseluruhan, dimana pemanfaatan dari potensi SDA (air, sumber air dan daya air) dapat dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan operasi dan pemeliharaan prasarana SDA walaupun sangat terbatas. Tampungan air di waduk memberikan kontribusi sekitar 30% terhadap ketersediaan air di dunia. Jika ketidakteraturan akibat perubahan iklim yang mempengaruhi rezim hidrologi terus meningkat, maka akses terhadap air semakin menurun yang menyebabkan semakin tingginya tingkat kekurangan air di dunia (Berga, 2008). Adaptasi terhadap perubahan iklim berupa inisiatif dan perlakuan yang ditujukan untuk mengurangi kerentanan alam dan manusia dalam menghadapi pengaruh dari perubahan iklim tersebut. Terdapat beberapa potensi penanganan yang dapat dilakukan, yaitu yang berupa murni teknologi (a.l. infrastruktur, tampungan, pertahanan terhadap air laut, dan lain-lain), penanganan perilaku (a.l. penghematan air, produktivitas dan efisiensi air, perubahan pola pangan dan pariwisata), aspek pengelolaan (pengelolaan SDA terpadu, praktek pertanian alternatif) sampai dengan kebijakan (a.l. perencanaan peraturan). Pada sektor SDA, strategi adaptasi ini dapat berupa adanya penambahan terhadap tampungan air sampai panen hujan (rainwater harvesting), konservasi, penggunaan air kembali (water reuse), efisiensi air irigasi sampai dengan desalinisasi. Kapasitas adaptasi adalah kemampuan suatu sistem untuk beradaptasi terhadap perubahan iklim (termasuk pula variabilitas iklim dan perubahan rezim hidrologi) untuk mengurangi potensi kerusakan, untuk mengambil manfaat dari kesempatan yang ada atau untuk mengantisipasi akibatnya. Pada reservoir dengan kapasitas yang besar, perubahan ketersediaan air relatif lebih kecil dibandingkan pada sistem yang tidak ada tampungan atau pun tampungannya kecil. Oleh karena itu, operasi waduk pada sistem yang besar
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
166
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
175
menjadi lebih kuat terhadap perubahan ketersediaan air, lebih tahan terhadap pengaruh perubahan iklim, dan tampungan berlaku sebagai penyangga terhadap perubahan iklim. Tidak bisa dipungkiri lagi, krisis air bersih dirasakan masyarakat di banyak tempat, terlebih di perkotaan. Efisiensi pemanfaatan air tanah adalah hal mutlak yang harus dilakukan. Indonesia merupakan kawasan yang dikelilingi oleh daerah pegunungan di mana begitu banyak sungai mengalir di situ. Pada musim hujan, banyak air sungai yang mengalir begitu saja ke laut tanpa dimanfaatkan atau ditampung terlebih dahulu hingga pada saat kemarau sungai menjadi kering dan tak ada lagi air yang dapat diambil. Diperlukan gerakan massal menabung air guna menyiasati kekeringan. Menabung air dapat dilakukan dengan pembuatan sumur-sumur resapan, berupa sumur gali yang berfungsi menampung, meresapkan, dan mengalirkan air hujan yang jatuh di permukaan tanah, bangunan, juga atap rumah. Dengan adanya sumur resapan, air hujan bisa lebih efektif terserap ke dalam tanah. Diperlukan pula sumur-sumur resapan yang mampu memberikan dampak penampungan dan pengendalian secara cepat, misalnya pembangunan dan atau revitalisasi danau-danau besar, danau-danau kecil (embung), dam penahan, dam pengendali, selain juga kegiatan rehabilitasi dan reboisasi dari hutan yang ada. Dengan adanya embung-embung penampung air, kita dapat memanen air pada saat datang musim hujan, dan menyimpannya di embung tersebut untuk selanjutnya dapat dimanfaatkan pada musim kemarau/kering. Selain efisiensi, perlu juga pemanfaatan sumber daya air alternatif lainnya. Kita dapat memanfaatkan air laut melalui proses desalinasi dengan bantuan teknologi Reverse Osmosis (RO). Teknologi RO adalah teknologi yang bekerja dengan cara memindahkan zat (larutan) dari konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi melalui sebuah membran. Teknologi ini digunakan untuk pemurnian air dengan mengubah air laut menjadi air tawar hingga siap diminum.
3. PERUBAHAN IKLIM/CUACA YANG SEMAKIN EKSTREM Pemanasan global berimbas pada semakin ekstremnya perubahan cuaca dan iklim bumi. Pola curah hujan berubah-ubah tanpa dapat diprediksi sehingga menyebabkan banjir di satu tempat, tetapi kekeringan di tempat yang lain. Topan dan badai tropis baru akan bermunculan dengan kecenderungan semakin lama semakin kuat. Kita tentu menyadari betapa panasnya suhu di sekitar kita belakangan ini dan dapat melihat betapa tidak dapat diprediksinya kedatangan musim hujan ataupun kemarau yang mengakibatkan kerugian bagi petani karena musim tanam yang seharusnya dilakukan
176
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
167
pada musim kemarau ternyata malah hujan. Ladang tani, perkebunan yang biasanya menghasilkan akan musnah oleh banjir atau kekeringan. Penduduk akan di buat makin menderita karena stok bahan pangan dan kebutuhan pokok lainnya akan jauh berkurang dan harganya pasti akan melambung naik. Pemerintah juga membutuhkan biaya yang banyak untuk membangun kembali wilayah yang terkena bencana dan menanggulangi penyakit yang mewabah. Afrika, India, dan daerah-daerah kering lainnya bakal menderita kekeringan lebih parah. Air akan makin sulit di dapat dan tanah tak bisa ditanami apaapa lagi, hingga suplai makanan berkurang drastis. Ilmuwan memperkirakan hasil tani negara-negara Afrika akan menurun 50% di tahun 2020, dan tingkat kekeringan di dunia meningkat 66%. Tak terbayang kalau kekeringan ini sampai terjadi di bumi ini. Kita juga dapat mencermati kasus-kasus badai ekstrem yang belum pernah melanda wilayah-wilayah tertentu di Indonesia. Tahun-tahun belakangan ini kita makin sering dilanda badai-badai yang mengganggu jalannya pelayaran dan pengangkutan baik via laut maupun udara. Tidak ada satu benua pun di dunia ini yang luput dari perubahan iklim yang ekstrem ini. Cuaca ekstrem di Indonesia terbagi atas beberapa bagian, yaitu curah hujan yang tinggi (disertai petir dan angin kencang), naiknya gelombang air laut, terbatasnya jarak pandang, kecepatan angin kencang di atas rata-rata, adanya Puting Beliung, dan lain-lain. Efek yang paling dirasakan oleh Indonesia dari cuaca ekstrem adalah tingginya tingkat curah hujan, yang mengakibatkan timbulnya banjir di daerahdaerah tertentu.
4. KEBUTUHAN SEKTOR SUMBER DAYA AIR TERHADAP LAYANAN PERUABAHN IKLIM 1.1. Data Suhu (Rata-rata, maksimum dan minimum) a. Jenis Data - Info tren perubahan suhu; - Informasi harian; - Peta lokasi cuaca (suhu panas) ekstrem. b. Manfaat/Kegunaan - Perencanaan tanam padi; - Perencanaan alokasi Air. 1.2. Energi Matahari (rata-rata) dan Penyinaran matahari rata-rata (dalam satuan Langley/m2)
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
168
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
177
a. Jenis Data - Informasi harian b. Manfaat/Kegunaan - Analisis kualitas air di waduk dalam perhitungan simulasi metabolisme biota air, dalam hal ini untuk pengendalian dan antisipasi pertumbuhan gulma air. 1.3. Curah hujan a. Jenis Data - Info tren curah hujan; - Early warning system untuk curah hujan ekstrem; - Peta spasial curah hujan (musiman); - Peta rawan banjir/longsor; - Info harian curah hujan; - Prakiraan curah hujan bulanan; - Tren wet spell. b. Manfaat/Kegunaan - Operasi waduk harian; - Distribusi air; - Perencanaan alokasi air; - Perencanaan tanam; - Perencanaaan penanggulangan rawan banjir dan longsor. 1.4. Sea Surface Temperature (SST) a. Jenis Data - Peta tematik; - Tren SST; - Prediksi; - Proyeksi (s/d 5 tahun). b. Manfaat/Kegunaan Analisis operasi waduk dan distribusi air. 1.5. Petir a. Jenis Data - Info tren frekuensi petir dan peta lokasi rawan petir; - Informasi harian. b. Manfaat/Kegunaan - Untuk perencanaan dalam penanggulangan gangguan elektromagnetik pada Sintelis (Sistem telekomunikasi dan listrik) PLTA Ir. H. Djuanda;.
178
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
169
- Pengamanan GPS dan radio komunikasi di Waduk Ir. H. Djuanda; - Sistem telekomunikasi instrumentasi keselamatan bendungan. 1.6. Drought (Kekeringan) a. Jenis Data - Peta dry spell; - Peta potensi kekeringan bulanan. b. Manfaat/Kegunaan - Peringatan kekeringan terhadap musim tanam padi; - Untuk analisa operasi pemberian air. 1.7. Kelembaban Udara a. Jenis Data - Info tren kelembaban udara; - Informasi harian. b. Manfaat/Kegunaan - Keperluan dalam perencanaan tanam padi. 1.8. Evaporasi a. Jenis Data - Peta dan tabel tren penguapan rata-rata dasarian; - Tabel dan tren bulanan. b. Manfaat/Kegunaan - Perencanaan tanam padi dan alokasi air 5. PERENCANAAN KEDEPAN SEKTOR SUMBER DAYA AIR (ADAPTASI DAN MITIGASI) Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim Mitigasi dalam kamus John M. Echols dan Hassan Shadily atinya pengurangan. Sedangkan adaptation atau adaptasi artinya penyesuaian diri. Kedua istilah ini menjadi penting karena menyangkut strategi menghadapi perubahan alam. Melalui mitigasi, usaha yang dapat dilakukan adalah mengurangi sebab pemanasan global dari sumbernya. Gunanya agar laju pemanasan itu melambat. Dan pada saat bersamaan, dapat dilakukan persiapan diri untuk beradaptasi dengan perubahan yang ada. Sehingga diharapkan akan ditemukan suatu titik temu yang menjamin kelangsungan hidup manusia. Dalam skala kecil, mitigasi bisa berupa gerakan cinta lingkungan seperti pengelolaan sampah, bike to work, mengurangi penggunaan plastik, menggunakan AC yang non CFC, hemat energi dan lain sebagainya. Sedangkan Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
170
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
179
beradaptasi dapat dilakukan dengan melakukan penataan lansekap lingkungan, penghijauan, menjaga daerah resapan, re-use, recycling dan lain-lain. Salah satu persoalan kebutuhan manusia yang terpengaruh sebagai dampak pemanasan global tersebut adalah ketersedian air. Ketersediaan air merupakan permasalahan yang penting yang terkait dengan perubahan iklim. Vorosmarty et al. (2000) menunjukan bahwa masalah air terjadi karena adanya peningkatan penduduk bumi sehingga meningkatkan pula kebutuhan air. Kebutuhan yang meningkat akan semakin menekan pada sistem air global yang berkaitan dengan efek pemanasan global. Peningkatan jumlah penduduk dan ekonomi menjadi pendorong utama kebutuhan air, sementara itu ketersediaannya dipengaruhi oleh peningkatan evaporasi (penguapan) akibat peningkatan temperatur permukaan bumi. Hal ini berkorelasi pada kebutuhan akan adanya manajemen terintegrasi sumber daya air, yang bila tidak dilakukan akan berdampak pada pengrusakan sumber daya air secara fisik, institusional, dan selanjutnya berimplikasi pada sosioekonomi. Strategi pertama yang dilakukan dalam program meningkatkan pengelolaan sumber daya air dengan memperkuat koordinasi antar stakeholder. Pengelolaan sumber daya air secara terpadu adalah kunci mengantisipasi dampak perubahan iklim. Hal ini di lakukan dengan cara pengembangan infrastruktur sumber daya air yakni masih banyak diperlukan pembangunan bendungan, waduk, dan sistem jaringan irigasi yang handal untuk menunjang kebijakan ketahanan pangan pemerintah. Di samping itu untuk menjamin ketersediaan air baku, tetap perlu dilakukan normalisasi sungai dan pemeliharaan daerah aliran sungai yang ada di beberapa daerah. Pemeliharaan dan pengembangan sistem wilayah sungai tersebut didekati dengan suatu rencana terpadu dari hulu sampai hilir yang dikelola secara profesional. Untuk itu perlu dikembangkan teknologi rancang bangun bendungan besar, bendung karet, termasuk terowongan, teknologi sabo, sistem irigasi maupun rancang bangun pengendali banjir. Strategi kedua adalah budaya hemat air dan pencegahan kerusakan lingkungan sangat penting diperkenalkan pada masyarakat secara terus menerus. Apabila kegiatan manusia tidak memperhatikan mutu air akan menimbulkan masalah kehidupan manusia. Kegiatan utama seperti kegiatan yang dilakukan dalam bidang perindustrian dan pertanian. Kegiatan yang dikhawatirkan adalah kegiatan yang dapat menimbulkan kontaminasi air yang dapat mengancam terpenuhinya kebutuhan air yang berasal dari sumber air alami tanpa perlakuan dan pemurnian. Hal tersebut akan menyebabkan kesulitan mendapatkan air dalam jumlah banyak.
180
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
171
Hal-hal yang perlu dilakukan dalam rangka penghematan air adalah menghentikan pembuangan sampah dalam segala bentuknya. Artinya semua sampah harus didaur ulang untuk diambil manfaat sebanyak-banyaknya. Kita harus melakukan usaha penggunaan air lebih sedikit mungkin dimanapun berada dan untuk kegiatan apapun. Beberapa tindakan yang perlu dilakukan secara bersama-sama oleh pemerintah, swasta dan masyarakat umum adalah sebagai berikut: a.
b. c. d. e. f.
Mencegah terjadinya kerusakan kronis tempat sumber air melalui pencegahan polusi air terhadap bahan kimia dan bahan lain yang menimbulkan rusaknya kualitas air sungai dan mata air; Mencegah dan memerangi polusi akibat kecelakaan transportasi, kebakaran, ledakan, kerusakan pipa dan sebagainya; Menjaga dan mengawasi tempat pengolahan sumber air bersih; Memonitor sumber air secara berkala baik mutu maupun jumlah air di setiap sumber air; Mengatur sumber air dengan cara menjaga fasilitas umum, dan mengatur pemenuhan kebutuhan air untuk jangka waktu lama; Menghemat penggunaan air dengan cara mencegah hilangnya air pada saluran air dan memonitor penggunaan air PAM (ledeng).
Strategi mitigasi dilakukan dengan mengelola tata air pada lahan-lahan gambut guna mengurangi risiko kebakaran (pengendalian emisi gas rumah kaca), mengkonversi rawa melalui upaya penstabilan muka air tanah, dan mendukung program penghijauan DAS kritis dan kawasan hulu sungai. Strategi adaptasi dilakukan dengan meningkatkan daya dukung DAS sebagai daerah resapan air, membangun, mengelola, merehabilitasi bendungan dam, waduk dan reservoir yang mampu menampung air dalam kapasitas besar. Selain itu jaringan irigasi termasuk subak akan dilakukan hal yang sama untuk menjaga ketahanan pangan nasional. Membangun atau memelihara bangunan pantai yang ada untuk mencegah abrasi, erosi pantai dan intrusi air laut. Teknologi irigasi juga akan dikembangkan untuk intensifikasi pertanian. Mengembangkan disaster risk management untuk banjir dan longsor. Prasarana dan sarana pengendalian banjir untuk kota-kota yang rentan terhadap bencana seperti tanggul maupun saluran atau kanal. Menyelenggarakan kampanye hemat air. Adaptasi terhadap perubahan iklim terjadi baik di sistem manusia maupun alam. Tepatnya, adaptasi dalam sistem manusia adalah “proses adaptasi terhadap iklim dan dampaknya, baik yang telah berlangsung maupun yang diperkirakan akan terjadi, untuk mengurangi dampak yang mungkin terjadi atau menggali peluang yang bermanfaat.” Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
172
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
181
Sementara itu untuk sistem alam, adaptasi mengacu pada “proses adaptasi terhadap iklim dan dampaknya; peran manusia dapat memudahkan adaptasi untuk mencapai iklim yang diharapkan”. Dengan demikian, baik dalam konteks sistem manusia atau alam, adaptasi adalah proses, yang artinya ini bukan kegiatan bisa selesai dalam sekali jalan, namun merupakan langkah-langkah proaktif dan reaktif yang terus berulang dan semakin maju.
Tabel 1. Rencana aksi adaptasi jangka pendek. Program Aksi
Rencana Aksi
Proteksi Sumber Daya Air Tanah
Meningkatkan daya dukung daerah aliran sungai (DAS) kritis dan di kawasan hulu sungai
Memperbaiki Penyediaan Air
Pembangunan waduk untuk irigasi
Pendidikan dan Pencapaian Program Dalam Konservasi dan Manajemen Air dan Tanah
Pendidikan dan pelatihandalam konservasi dan manajemen air dan tanah
Tabel 2. Rencana aksi adaptasi jangka panjang. Program Aksi Memanfaatkan Air Daur Ulang
Rencana Aksi Pemetaan daerah resapan air dalam skala nasional
Memperbaiki sistem Manajemen Air
X
Pembuatan Taman/Kawasan Lindung dan Koridor Keanekaragaman Hayati
X
Memasukkan Faktor Sosial Ekonomi Dalam Kebijakan Pengelolaan Ekosistem Daratan
Mengelola tata air padalahan-lahan gambut dalam rangka mengurangi kerentanan kebakaran pada lahan gambut
182
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
173
DAFTAR PUSTAKA
Aldrian, E. 2007. Decreasing Trends in Annual Rainfall over Indonesia: A Threat for the National Water Resources Badan Meteorolog Dan Geofisika (Geophysics and Meteorology Agency), Jakarta, Indonesia Berga, Luis. 2008. The role of dams and reservoirs in adapting to climate change. The international journal on Hydropower and dams. Brewster, M., F. Ling, and M. Connarty. 2008. Climate change response from a renewable electricity business. The international journal on Hydropower and dams. Idrus, H and E. Murniati. 2009. Citarum hydropower operation in adapting to climate change. Proceeding on International Workshop on Climate Information Services in Supporting Mitigation and Adaptation to Climate Change in Energy and Water Sectors. Idrus, H and E. Murniati. 2008. Jatiluhur hydropower plant operation and maintenance under severe environmental conditions. The international journal on Hydropower and dams. Idrus, H., Tjahjono, Noor., Wisnu, I Gusti Ngurah., Murniati, E. 2009. Operasi waduk kaskade Citarum dalam upaya mengantisipasi dan mengurangi dampak perubahan iklim. Seminar Komite Nasional Indonesia untuk Bendungan Besar. Javornik, Luka and Z. Stojič. 2008. The role of renewable hydropower energy in the climate change perspective. The international journal on Hydropower and dams. Pariatmono. 2010. Penataan Sumber Daya Air Dalam Menghadapi Perubahan Iklim Global Guna Mendukung Ekonomi Nasional. Artikel Iptek. UNDP Indonesia. 2007. The other half of climate change. Why Indonesia must adapt to protect poorest people. Van Blommestein, Prof. Dr. Ir. W.J. 1949. Een federaal welvaartsplan. Voor het westelijk gedeelte van Java. De Ingenieur in Indonesie. 16 Jaargang Nummer 5. Jun 1949. Van der Weert, Rob. 1994. Hydrological conditions in Indonesia. Delft Hydraulics. Wikipedia Indonesia, 2013. Sumber Daya Air.
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
174
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
183
KEBUTUHAN SEKTOR ENERGI TERKAIT PERUBAHAN IKLIM Oleh: Maslan Lamria, Agus Riawan, Ridar Nuril, Dwipayana, Tody Fedrica (Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral)
184
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
KEBUTUHAN SEKTOR ENERGI TERKAIT PERUBAHAN IKLIM Oleh: Maslan Lamria, Agus Riawan, Ridar Nuril, Dwipayana, Tody Fedrica (Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral)
1.
PENDAHULUAN
Sektor energi di Indonesia saat ini merupakan penghasil emisi gas rumah kaca (GRK) terbesar kedua setelah sektor kehutanan. Namun, dalam jangka menengah dan panjang sektor energi diperkirakan akan menjadi penghasil emisi GRK terbesar, seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan konsumsi energi, serta pemulihan kawasan hutan yang akan terus meningkat. Emisi gas rumah kaca dihasilkan oleh penyediaan dan pemanfaatan energi, khususnya energi fosil, termasuk adanya gas-gas larian (Fugitive emission) dari proses eksploitasi dan produksi energi. Selain memiliki potensi besar dalam menghasilkan emisi GRK, sektor energi juga memiliki potensi besar dalam mengurangi emisi GRK. Upaya penurunan GRK dilakukan secara komprehensif pada sisi Pre Fossil Combustion, During fossil combustion, dan Post Fossil Combustion, dengan penjelasan sebagai berikut: • Pre Fossil Combustion, upaya pengurangan emisi gas rumah kaca dengan mencegah atau mengurangi penggunaan energi fosil melalui energi terbarukan atau konservasi energi dan efisiensi energi; • During fossil combustion, upaya penurunan emisi gas rumah kaca pada saat energi fosil digunakan dengan menggunakan teknologi energi bersih dan efisien (clean coal technology, combined heat and power (co generation), gas flaring reduction, dan lain-lain); • Post Fossil Combustion, menangani emisi gas rumah kaca setelah proses penyediaan dan pemanfaatan energi fosil telah berlangsung. Menyerap dan menyimpan emisi gas yang terbentuk, baik pada biosequestration (penyerapan emisi GRK oleh tanaman/ reforestasi)/geological formation yang dilakukan oleh teknologi Carbon Capture and Storage (CCS).
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
185 175
Ditinjau dari sisi teknologi, upaya pengurangan emisi GRK dapat digolongkan menjadi energi terbarukan, penerapan konservasi energi, dan efisiensi energi di sisi hulu dan hilir dan pelaksanaan fuel switching (coal coal to gas, oil to gas, waste to energy energy, dan lain-lain). Peningkatan emisi GRK di atmosfer dapat mengakibatkan berbagai fenomena perubahan iklim yang dapat mengganggu penyediaan energi, misalnya perubahan temperatur udara dan air, ketersediaan air, dan lain-lain. Untuk itu diperlukan berbagai upaya untuk meminimalkan emisi GRK (mitigasi) sekaligus meminimalkan dampak buruk peningkatan emisi GRK (adaptasi) oleh sektor energi. 2. DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP SEKTOR ENERGI Fenomena perubahan iklim terkait sektor energi antara lain sebagai berikut: -
Peningkatan temperatur udara dan air; Penurunan ketersediaan air; Peningkatan intensitas petir dan terjadinya badai petir; Peningkatan intensitas dan frekuensi banjir; Peningkatan level permukaan laut.
Berbagai fenomena perubahan iklim tersebut dapat mengganggu berbagai aspek pada sistem penyediaan energi nasional sebagaimana ditunjukkan pada gambar 1. KEGEOLOGIAN
PEMANFAATAN AKHIR
INDUSTRI PRIMER
Cadangan Batubara
Eksploitasi
Produk Energi
Bahan Bakar Batubara
Batubara Eksplorasi
Hasil :
Hilir (Mengolah menjadi produk mineral / produk energi)
Hulu (Mengangkat dari perut bumi)
Pengolahan
Pengangkutan/ Transmisi
Penyimpanan / Penimbunan
Niaga Dengan Aset
BBB
Niaga Tanpa Aset Bahan Bakar Minyak
Minyak Bumi Eksplorasi
Cadangan Minyak Bumi
Eksploitasi
Cadangan Gas Bumi
Eksploitasi
Geologi Sumber Daya
Pengangkutan/ Transmisi
Penyimpanan / Penimbunan
Niaga Dengan Aset
BBM
Niaga Tanpa Aset Bahan Bakar Gas
Gas Bumi Eksplorasi
Geologi Tata Lingkungan
Pengolahan
Pengolahan
Pengangkutan/ Transmisi
Penyimpanan / Penimbunan
Niaga Dengan Aset
Rumah Tangga BBG
Niaga Tanpa Aset
Transportasi
Energi Alternatif (Energi Baru Terbarukan (EBT) dan Efisiensi Pemanfaatan Energi)
Industri
Panas Bumi Eksplorasi
Cadangan Panas Bumi
Eksploitasi
Komersial
Pengolahan Geologi Kebencanaan
Pengangkutan/ Transmisi
Penyimpanan / Penimbunan
Niaga Dengan Aset
BBN
Niaga Tanpa Aset
Energi Surya dll Tenaga Listrik Sumber Bioenergi
Tenaga Air
Hidro
Pembangkitan Listrik
Transmisi
Distribusi Listrik
Penjualan
Tenaga Listrik
BBB : Bahan Bakar Batubara BBM : Bahan Bakar Minyak BBG : Bahan Bakar Gas
Gambar 1. Sistem penyediaan energi nasional.
186 176
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
Secara garis besar, sistem penyedian energi terdiri atas: - Eksplorasi; - Eksploitasi; - Pengolahan; - Pengangkutan/transmisi; - Penyimpanan/penimbunan; - Niaga/penjualan. Berikut adalah berbagai contoh dampak perubahan iklim terhadap berbagai aktivitas di sektor energi: 1.1 Eksplorasi dan produksi migas Proyeksi kondisi iklim dan dampaknya: - Penurunan ketersediaan air yang dapat mengakibatkan gangguan dalam pengeboran, produksi, dan pengilangan migas; - Peningkatan intensitas petir, kenaikan level permukaan laut, serta terjadinya badai petir yang dapat mengakibatkan peningkatan risiko kerusakan fisik dan gangguan terhadap fasilitas eksplorasi dan produksi migas di area pantai serta laut. 1.2 Transportasi bahan bakar Proyeksi kondisi iklim dan dampaknya: - Penurunan pada level sungai yang dapat mengakibatkan gangguan terhadap transportasi bahan bakar melalui perairan; - Peningkatan intensitas dan frekuensi banjir yang dapat mengakibatkan gangguan terhadap rel kereta api dan transportasi bahan bakar melalui perairan. 1.3 Pembangkitan listrik termoelektrik (batubara, gas bumi, panas bumi) Proyeksi kondisi iklim dan dampaknya: - Peningkatan temperatur udara yang dapat mengakibatkan penurunan efisiensi pembangkit listrik serta kapasitas pembangkitan yang tersedia; - Peningkatan temperatur air yang dapat mengakibatkan penurunan efisiensi pembangkit listrik serta kapasitas pembangkitan yang tersedia; peningkatan risiko penglepasan panas yang melebihi batas; - Penurunan ketersediaan air yang dapat mengakibatkan penurunan kapasitas pembangkitan yang tersedia; dampak terhadap rantai pasok batubara dan gas bumi; - Peningkatan intensitas petir, kenaikan level permukaan laut, dan terjadinya badai petir yang dapat mengakibatkan peningkatan risiko kerusakan fisik dan
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
187 177
-
gangguan pada fasilitas di area pantai; Peningkatan intensitas dan frekuensi banjir yang dapat mengakibatkan peningkatan risiko kerusakan fisik dan gangguan pada fasilitas di area pantai.
1.4 Energi hidro Proyeksi kondisi iklim dan dampaknya: - Peningkatan temperatur dan kehilangan air akibat penguapan yang dapat mengakibatkan penurunan debit air sehingga menyebabkan penurunan kapasitas pembangkitan yang tersedia dan perubahan operasi; - Perubahan presipitasi yang dapat mengakibatkan penurunan kapasitas pembangkitan yang tersedia dan perubahan operasi; - Peningkatan intensitas dan frekuensi banjir yang dapat mengakibatkan peningkatan risiko kerusakan fisik dan perubahan operasi. 1.5 Produksi bioenergi Proyeksi kondisi iklim dan dampaknya: - Peningkatan temperatur udara yang dapat mengakibatkan meningkatnya kebutuhan irigasi dan risiko kerusakan hasil panen akibat panas yang ekstrem; - Masa tumbuh yang lebih lama yang dapat mengakibatkan meningkatnya produksi. - Penurunan ketersediaan air yang dapat mengakibatkan menurunnya produksi; - Peningkatan level permukaan laut serta peningkatan intensitas dan frekuensi banjir yang dapat mengakibatkan meningkatnya risiko kerusakan hasil panen. Peluang teknologi adaptasi perubahan iklim terkait produksi bioenergi antara lain adalah: - Peningkatan efisiensi penggunaan air untuk bioenergi (misalnya melalui modifikasi praktik pertanian dan penggunaan sumber air alternatif); - Aplikasi varietas tanaman penghasil bioenergi yang tahan-kekeringan; - Proses yang lebih hemat air dalam mengkonversi biomassa menjadi bahan bakar nabati; - Peningkatan ketahanan terhadap iklim dan efisiensi air dalam produksi bioenergi; - Penggunaan bahan baku yang dapat mengurangi kompetisi dalam penggunaan air tawar, misalnya biomassa alga. 1.6 Energi angin Proyeksi kondisi iklim dan dampaknya: - Variasi pola angin yang dapat mengakibatkan ketidakpastian potensi sumber daya energi angin;
188 178
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
-
Perubahan pola curah hujan dan kejadian iklim ekstrem yang dapat mengakibatkan perubahan potensi PLTB dan peningkatan potensi kerusakan instalasi pada PLTB existing.
1.7 Energi surya Proyeksi kondisi iklim dampaknya: - Peningkatan temperatur udara yang dapat mengakibatkan penurunan kapasitas pembangkitan yang potensial; - Penurunan ketersediaan air yang dapat mengakibatkan penurunan kapasitas PLTS terpusat; - Perubahan pola curah hujan dan kejadian iklim ekstrem yang dapat mengakibatkan perubahan daya yang dihasilkan dari PLTS existing. 1.8 Jaringan listrik Proyeksi kondisi iklim dan dampaknya: - Peningkatan temperatur udara yang dapat mengakibatkan penurunan efisiensi transmisi dan kapasitas transmisi yang tersedia; - Terjadinya kilat yang lebih sering dan parah yang dapat mengakibatkan meningkatnya risiko kerusakan fisik dan menurunnya kapasitas transmisi; - Peningkatan intensitas petir yang dapat mengakibatkan meningkatnya risiko kerusakan fisik. 1.9 Kebutuhan/permintaan energi Proyeksi kondisi iklim dan dampaknya: - Peningkatan temperatur udara yang dapat mengakibatkan meningkatnya kebutuhan energi untuk proses pendinginan; menurunnya kebutuhan energi untuk proses pemanasan; - Peningkatan jangkauan dan frekuensi kejadian panas yang ekstrem yang dapat mengakibatkan meningkatnya kebutuhan listrik beban puncak. 3. KEBUTUHAN SEKTOR ENERGI TERHADAP LAYANAN PERUBAHAN IKLIM Data dan informasi prakiraan iklim dan cuaca (misalnya curah hujan, temperatur udara, kelembaban udara, karakteristik angin, petir, dan lain-lain) sangat bermanfaat dalam mendukung perencanaan dan pengoperasian infrastruktur energi. Berikut adalah tabel yang menjelaskan berbagai kebutuhan sektor energi terhadap layanan informasi perubahan iklim.
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
189 179
Tabel 1. Matriks kebutuhan sektor energi. Jenis Informasi Sea Level Rise (SLR)
Bentuk Informasi
Kegunaan/Manfaat
Lokasi
- Website BMKG - Dokumen (buku)
- Pengangkutan/ transmisi dan eksplorasi penyediaan energi - Analisis pemilihan lokasi untuk infrastruktur/fasilitas di sekitar pantai - Analisis pada produksi tanaman bioenergi (alga)
Seluruh Indonesia
- Website BMKG - Dokumen (buku)
- Analisis potensi energi dari gerakan dan perbedaan suhu lapisan laut
Seluruh Indonesia
Peta, tren, dan tabel suhu jam, harian, bulanan dan rata-rata maksimum dan minimum.
- Website BMKG - Dokumen (buku)
- Perencanaan pembangunan fasilitas penyediaan energi - Penyediaan varietas tanaman/bibit tanaman bioenergi - Analisis kebutuhan air untuk irigasi pada tanaman bioenergi serta antisipasi kerusakan hasil panen untuk bioenergi
Seluruh Indonesia
- Peta dan tabel tren curah hujan ekstrem; dry & wet spell:
- Website BMKG - Dokumen (buku)
- Informasi untuk pengeboran, produksi, dan pengilangan migas - Tranportasi bahan bakar - Potensi pembangunan PLTB serta pencegahan kerusakan instalasi pada PLTB existing. - Data potensi PLTS
Peta tematik, tren, dan tabel: - Prediksi jamharian - Proyeksi (s/d 50 tahun)
Sea Surface Temperature (SST)
Suhu
Curah Hujan
Peta tematik dan tren: - Prediksi - Proyeksi (s/d 50 tahun)
- Prediksi ( jam – tahunan) - Proyeksi (s/d 50 tahun)
190 180
Mekanisme Diseminasi
Seluruh Indonesia
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
Jenis Informasi
Bentuk Informasi
Mekanisme Diseminasi
Kegunaan/Manfaat
Lokasi
- Website BMKG - Dokumen (buku)
- Kesesuaian pemilihan varietas tanaman bioenergi - Informasi untuk penyediaan energi dari biogas (mempengaruhi kondisi digester biogas)
- Seluruh Indonesia - Terkait isu strategis keberadaan sumber daya berbasis sawit: Sumatera Utara, Aceh, Jambi, Lampung, Riau, Kalimantan Timur - Terkait program iconic island: Pulau Sumba
- Tabel dan tren lama penyinaran dan intensitas radiasi matahari 10 harian - Peta potensi energi matahari bulanan - Peta tematik inklimasi matahari - Proyeksi (s/d 50 tahun)
- Website BMKG - Dokumen (buku)
- Perencanaan dalam penyediaan energi dari PLTS - Pemilihan varietas tanaman bioenergi yang resisten terhadap radiasi matahari
- Seluruh Indonesia
Angin
- Tabel dan tren arah angin ( jangka pendek dan panjang) - Tabel dan tren kecepatan angin ( jangka pendek dan panjang) - Prediksi (dasarian dan bulanan) - Proyeksi (s/d 50 tahun) - Peta potensi energi angin
- Website BMKG - Dokumen (buku)
- Perencanaan pembangunan PLT Bayu - Pengangkutan/ transmisi dan eksplorasi penyediaan energi
- Seluruh Indonesia - Terkait program iconic island: Pulau Sumba
Evaporasi
- Peta dan tabel tren penguapan rata-rata 10 harian - Tabel dan tren bulanan
- Website BMKG - Dokumen (buku)
Perencanaan fasilitas penyediaan energi khususnya dalam hal ketersediaan air
Seluruh Indonesia
Kelembaban Udara
- Peta, tren, dan tabel kelembaban rata-rata maksimum, dan minimum: - Prediksi ( jam, harian, bulanan, tahunan) - Proyeksi (s/d 50 tahun)
Radiasi Matahari
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
- Terkait program iconic island: Pulau Sumba
191
181
Jenis Informasi
Bentuk Informasi
Mekanisme Diseminasi
Petir
- Frekuensi, intensitas petir - Peta rawan petir
- Website BMKG - Dokumen (buku)
- Perenanaan dalam eksplorasi dan produksi migas - Analisis dalam risiko yang terjadi pada pembangkitan listrik termoelektrik (batubara, gas bumi, panas bumi) - Analisis dalam risiko yang terjadi pada transmisi listrik
Seluruh Indonesia
Arus Laut
- Prediksi (dasarian dan bulanan) - Proyeksi potensi s/d 50 tahun
- Website BMKG - Dokumen (buku)
Pembangkit Energi Listrik
-
Gelombang Laut
- Prediksi (dasarian dan bulanan) - Proyeksi potensi s/d 50 tahu
- Website BMKG - Dokumen (buku)
Pembangkit Energi Listrik
- Seluruh Indonesia - Terkait program iconic island: Perairan sekitar Pulau Sumba
Kegunaan/Manfaat
Lokasi
NTT NTB Selat Sunda Selat Bali Terkait program iconic island: perairan sekitar Pulau Sumba
4. PERENCANAAN SEKTOR ENERGI 1.1
Mitigasi perubahan iklim
Sebagai tindak lanjut komitmen Presiden pada pertemuan G-20 di Pittsburgh dan COP 15 untuk menurunkan emisi GRK hingga tahun 2020, Indonesia telah menetapkan Rencana Aksi Nasional Penurunan GRK (RAN GRK) dalam bentuk Peraturan Presiden Nomor 61 tahun 2011 tentang RAN GRK (Gambar 2.). Perubahan Iklim dan penurunan emisi gas rumah kaca menjadi salah satu prioritas nasional •
Komitmen Presiden RI pada Pertemuan G-20 Pittsburgh dan COP15 untuk menurunkan emisi GRK pada tahun 2020
Upaya Sendiri
26% (767 mln Ton) Perpres No. 61/2011 RAN-GRK
Upaya sendiri dan Bantuan Internasional
41% (26%+15%) Perpres No. 71/2011 Inventarisasi GRK and MRV
Melalui pengembangan energi baru terbarukan dan konservasi energi di semua sektor
Gambar 2. Komitmen nasional pengurangan gas rumah kaca.
192
182
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
Sektor energi ditargetkan menurunkan emisi GRK sebesar 30 juta ton CO2e dengan upaya sendiri, atau meningkat menjadi 56 juta ton CO2e jika didukung bantuan internasional (Tabel 2). Tabel 2. Target penurunan emisi GRK nasional pada berbagai sektor. Indikator
Rencana Pengurangan Emisi (Giga ton CO2e)
Pelaksana
26 %
41 %
Forestry & Turf Area (Gambut)
0,672
1,039
Kemenhut, KLH, Kemen. PU, Kementan
Agriculture
0,008
0,011
Kementan, KLH, Kemen PU
Energy
0,030
Transportation
0,008
Industry
0,001
0,005
Kemenperin, KLH
Waste
0,048
0,078
Kemen. PU, KLH
Total
0,767
1,189
0,056
KESDM, KLH Kemenhub, Kemen. PU, KLH
Upaya penurunan emisi GRK di sektor energi secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi: -
Penerapan konservasi energi (manajemen energi dan penerapan peralatan rumah tangga yang hemat energi); Pengembangan energi terbarukan (Pengembangan listrik berbasis energi terbarukan dan pengembangan bahan bakar bioenergi); Fuel switching (peningkatan penggunaan gas untuk sektor pengguna energi) dan bio sequestration (reklamasi pasca tambang).
Daftar rencana aksi penurunan emisi GRK di dalam Perpres Nomor 61 tahun 2011 ditampilkan pada gambar 3. AKSI MITIGASI
TARGET PENURUNAN EMISI GRK
Mandatori manajemen energi di 400 industri padat energi (10,16 Jt ton CO2) Kemitraan konservasi energi di 1303 gedung & industri (2,11 Jt ton CO2) Efisiensi peralatan rumah tangga sebesar 21,43 GWh (10,02 Jt ton CO2) PLTMH 130,4 MW (0,61 Jt ton CO2) PLTM 692 MW (3,25 Jt ton CO2) PLTS 326,78MW (0,29 Jt ton CO2) PLTB 59,2 MW (0,06 Jt ton CO2) PLT Biomassa 16,9 MW (0,01 Jt ton CO2) DME 700 desa (0,18 Jt ton CO2) Biogas 31.400 unit (0,13 Jt ton CO2)
657.83 MMSCFD gas alam untuk transportasi publik di 9 kota dan 21.16 ton LGV/hari di 2 kota (3,07 Jt ton CO2) Pipanisasi gas bumi ke 94.500 RT di 24 lokasi (0,15 Jt ton CO2) Pembangunan kilang mini LPG 2,2 MMSCFD (0,03 Jt ton CO2)
MIGAS: 3,25 JUTA TON
Reklamasi lahan pasca tambang 72.500 ha (2,73 Jt ton CO2)
MINERBA: 2,73 JUTA TON
TOTAL
EBTKE: 26,82 JUTA TON
32,30 JUTA TON
Gambar 3. Daftar rencana aksi penurunan emisi GRK sektor energi. Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
193 183
1.2 Adaptasi perubahan iklim Dalam rangka melakukan upaya adaptasi terhadap perubahan iklim, saat ini sedang disusun Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim (RAN API) pada berbagai sektor. Adapun sasaran sub bidang kemandirian energi pada draf RAN API terdiri dari: - Pengembangan energi bersumber dari tenaga air (hydropower) dan panas bumi pada daerah dengan risiko iklim rendah dengan kondisi ekosistem yang mendukung; - Pengembangan tanaman untuk bioenergi (biomassa dan bahan bakar nabati) dengan produktivitas tinggi dan tahan cekaman iklim; - Optimalisasi pemanfaatan limbah organik untuk produksi energi dan gas, khususnya di wilayah padat penduduk untuk mengurangi tingkat pencemaran lingkungan dan meningkatkan selang toleransi wilayah terhadap kejadian hujan ekstrem tinggi. - Peningkatan pemanfaatan sumber energi terbarukan di desa-desa terpencil yang mendorong kelestarian ekosistem dan ketersediaan energi yang berkelanjutan. Beberapa data dan informasi terkait iklim dan cuaca yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan upaya adaptasi perubahan iklim tersebut antara lain adalah: - Peta daerah dengan risiko iklim rendah untuk pengembangan energi hidro, panas bumi, dan pengembangan tanaman bioenergi; - Peta daerah potensial untuk pengembangan energi dari sumber-sumber yang penyediaannya tidak terganggu oleh dampak perubahan iklim di seluruh Indonesia; - Data prakiraan iklim dan cuaca untuk mengantisipasi terjadinya gangguan pada fasilitas/infrastruktur energi akibat dampak perubahan iklim. 5. PENUTUP Kondisi iklim mempengaruhi produksi dan transportasi energi dan dapat menyebabkan gangguan suplai pada panjang dan magnitude beragam serta mempengaruhi infrastruktur dan operasi yang bergantung pada suplai energi; Risiko perubahan iklim dan cuaca ekstrem yang dihadapi sektor energi bervariasi, kompleks, dan sulit diproyeksikan dalam hal probabilitas, waktu, maupun tingkat keparahan; Untuk menciptakan sektor energi yang tahan terhadap cekaman iklim diperlukan peningkatan teknologi, informasi untuk mendukung pengambilan keputusan, keterlibatan para pemangku kepentingan secara efektif, dan kerangka kebijakan yang mendukung; Dalam mengamati, memperkirakan, dan menyikapi dampak potensial perubahan iklim dan cuaca ekstrem terhadap sektor energi, diperlukan pertimbangan bukan
194 184
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
hanya terhadap perubahan secara perlahan yang dapat diperkirakan, namun juga mempertimbangkan probabilitas yang rendah, skenario pemanasan yang lebih tinggi, dengan potensi dampak yang lebih parah; Untuk meningkatkan pemahaman dampak terhadap komponen-komponen sistem energi (misalnya produksi minyak dan gas atau pembangkitan listrik), diperlukan perhatian yang besar terhadap interdependensi antara komponen-komponen tersebut, juga antara sektor energi dengan sektor lainnya (misalnya perairan, transportasi, pertanian, kesehatan, dan komunikasi), demi meningkatkan kesiapan dan perencanaan untuk bencana dan gangguan non-iklim yang dapat mengancam sektor energi. Rekomendasi untuk BMKG: -
Perlu dilakukan penyebaran informasi untuk menyiapkan berbagai pemangku kepentingan di sektor energi terhadap bencana iklim;
-
Perlu penguatan kapasitas untuk penelitian (bersama lembaga litbang lainnya) dan memonitor perubahan iklim pada tingkatan lokal dan regional, termasuk mengembangkan model proyeksi perubahan iklim serta peta kerentanan.
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
195 185
KEBUTUHAN LAYANAN INFORMASI DI SEKTOR KESEHATAN TERKAIT PERUBAHAN IKLIM Oleh: Athena Anwar (Kementerian Kesehatan)
196
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
KEBUTUHAN LAYANAN INFORMASI DI SEKTOR KESEHATAN TERKAIT PERUBAHAN IKLIM Oleh: Athena Anwar (Kementerian Kesehatan)
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca/GRK (carbon dioxide/CO2, methane/ CH4, chlorofluorocarbon/CFC, sulfur oxide/SOx, dan nitrous oxide/NOx) di atmosfer merupakan salah satu penyebab terjadinya pemanasan global dan perubahan iklim. Dari sekian banyak GRK, CO2 (karbon dioksida) adalah kontributor utama yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil seperti batubara, minyak bumi dan gas dan akibat dari proses deforestasi (penebangan hutan). Menurut data historis dari Embassy of the United States of America, di Indonesia konsentrasi CO2 meningkat dari tahun ketahun, dan peningkatan secara drastis dimulai sejak di mulainya revolusi industri pada sekitar tahun 1900 (EUSAI, 2001). Tingginya konsentrasi GRK menyebabkan sinar matahari yang dipantulkan kembali oleh permukaan bumi sebagian besar akan terperangkap di dalam bumi sehingga meningkatkan rata-rata suhu permukaan bumi, yang dikenal dengan pemanasan global. Meningkatnya suhu permukaan bumi berpengaruh pada iklim bumi sehingga terjadi perubahan iklim secara global. Dalam terminologi Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC, 2007), perubahan iklim adalah efek gas rumah kaca yang mengakibatkan suhu bumi makin panas dari masa sebelumnya. Badan meteorologi dunia (WMO) telah dapat membuktikan terjadinya peningkatan suhu permukaan bumi di beberapa negara termasuk Indonesia. Hasil analisis Hulme dan Sheard tahun 1999, menunjukkan bahwa sejak tahun 1900 suhu udara di Indonesia mengalami peningkatan sebesar 0,30C yang terjadi sepanjang musim. Selain itu, terjadi perubahan cuaca dan musim yang ditandai oleh terjadinya peningkatan curah hujan disatu wilayah, sedangkan di wilayah lain terjadi penurunan (Hulme and Sheard, 1999). Walaupun para ahli masih memperdebatkan bahwa perubahan iklim telah benarbenar terjadi dan dampaknya telah dapat dirasakan, tetapi bukti-bukti telah mulai teridentifikasi. Para ahli telah mengidentifikasi potensi dampak perubahan iklim, dampak terhadap diduga pada seluruh aspek kehidupan, seperti terhadap pertanian, kehutanan, sumber daya air, kawasan pesisir, spesies dan kawasan alami; dan pada akhirnya akan
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
186
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
197
berpengaruh terhadap kesehatan manusia (IPCC, 2007). Mekanisme pengaruh terjadinya perubahan iklim terhadap kesehatan melalui berbagai jalur yang cukup kompleks, skala dan waktu yang berbeda; sehingga dampak yang ditimbulkan bersifat spesifik, bervariasi secara geografis sebagai fungsi dari kondisi lingkungan, topografi dan kerentanan penduduk setempat. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak di antara dua benua (Asia dan Australia) dan dua samudera (Pasifik dan Atlantik), dan berada dalam wilayah iklim tropis sehingga rentan terhadap dampak perubahan iklim. Dilihat dari posisinya, wilayah Indonesia mempunyai karakteristik khusus karena dipengaruhi pola monsoon, ekuatorial dan lokal sehingga tidak semua wilayah Indonesia mempunyai pola hujan, temperatur, maupun kelembaban yang sama, sehingga dampak perubahan iklim yang mungkin timbul cenderung berupa bencana dan penyakit-penyakit khas di wilayah tropis. Beberapa penyakit menular di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Insiden DBD dari tahun 2003 sampai tahun 2007 terus meningkat, yaitu dari 23,57 menjadi 71,78 per 100.000 penduduk. Mulai tahun 2008 angka insiden DBD mengalami penurunan menjadi 60,06 per 100.000 penduduk. Demikian juga malaria, diare, ISPA, dan penyakit lainnya, dalam kurun waktu 2000 sampai 2007 mengalami peningkatan dan setelah itu beberapa penyakit menurun secara gradual (Kementerian Kesehatan, 2010). Dalam roadmap sektor kesehatan yang dikeluarkan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, telah digambarkan secara rinci dampak perubahan iklim (baik langsung maupun tidak langsung) terhadap sektor kesehatan (Bappenas, 2010). Berdasarkan potensi dampak yang mungkin timbul, maka perlu adanya upaya antisipasi/mitigasi maupun adaptasi untuk menyiapkan masyarakat dalam mengatasi dampak tersebut. Kementerian Kesehatan telah mulai melakukan beberapa upaya, seperti membuat rencana aksi yang meliputi penguatan upaya pengendalian faktor risiko lingkungan, mengurangi faktor risiko indoor air pollution, peningkatan sistem kewaspadaan pangan dan gizi, peningkatan surveilans faktor risiko perubahan iklim dan pemetaan daerah rentan, dan penelitian pengembangan terkait perubahan iklim dan dampaknya terhadap kesehatan. Dalam melakukan upaya mitigasi dan adaptasi, kementerian kesehatan memerlukan dukungan dari sektor lain. Dukungan tersebut dapat berupa data, informasi, ataupun capacity building dari seluruh sektor terutama BMKG. Untuk mengetahui seluruh kebutuhan baik data, informasi, dan dukungan lainnya; maka perlu adanya identifikasi tentang hal tersebut secara rinci.
198
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
187
1.2. Tujuan Dokumen ini disusun untuk mengidentifikasi seluruh kebutuhan data dan informasi maupun kebutuhan lainnya terkait dengan variabilitas/perubahan iklim secara rinci khusus sektor kesehatan. 1.3. Manfaat Dengan tersusunnya dokumen ini, diharapkan dapat menjadi acuan bersama dalam rangka menilai kondisi kesehatan terkait perubahan iklim yang dapat digunakan sebagai dasar untuk melaksakan upaya mitigasi/adaptasi dampak dari terjadinya perubahan iklim.
II. DAMPAK VARIABILITAS PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KESEHATAN Pemanasan global dan perubahan iklim dapat berpengaruh terhadap seluruh aspek kehidupan termasuk kesehatan baik secara langsung maupun tidak langsung. Dampak langsung berupa gangguan jantung heat stroke sampai kematian karena gelombang panas, penyakit tidak menular seperti katarak dan kanker, dan dampak tidak langsung berupa penyakit yang timbul melalui faktor antara seperti banjir/kekeringan, pencemaran udara, gelombang panas atau heat waves, serta musim dingin yang sangat ekstrem (Mackenbach, 2002). Gelombang panas dapat membuat jantung bekerja lebih keras untuk mendinginkan badan (aliran darah sirkulasi darah tambah giat) kalau jantung terbatas bisa fatal. Hal ini lazim dikenal dengan istilah heat exhaustion. Tahun 1995 gelombang panas telah menyebabkan kematian 700 orang di Chicago. Tahun 2003 juga terjadi gelombang panas di Perancis (Mackenbach, 2006). Meskipun suhu hangat dapat mengurangi kematian terutama orang-orang jompo dimusim dingin, namun kematian akibat pemanasan global dua kali lebih besar tiap tahunnya. Manusia diperkirakan memilih suhu nyaman sekitar 20-250C. Dampak langsung akibat suhu panas lainnya adalah timbulnya peningkatan kasus asma, serta kanker kulit. Secara umum dampak dari perubahan iklim dapat digambarkan sebagai berikut:
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
188
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
199
Gambar 1. Perubahan iklim dan dampaknya terhadap kesehatan (modifikasi dari Patz, 2000).
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak di antara dua benua (Asia dan Australia) dan dua samudera (Pasifik dan Atlantik) dan berada dalam wilayah iklim tropis sehingga rentan terhadap dampak perubahan iklim. Dilihat dari posisinya, wilayah Indonesia mempunyai karakteristik khusus karena dipengaruhi pola monsunal, ekuatorial dan lokal sehingga tidak semua wilayah Indonesia mempunyai pola hujan, temperatur, maupun kelembaban yang sama. Dampak perubahan iklim yang mungkin timbul cenderung berupa bencana dan penyakit-penyakit khas di wilayah tropis. Dalam roadmap sektor kesehatan yang dikeluarkan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, telah digambarkan secara rinci dampak perubahan iklim (baik langsung maupun tidak langsung) terhadap kesehatan (Bappenas, 2010). Tabel 1. Potensi bahaya dan dampak kesehatan akibat terjadinya perubahan iklim (Bappenas, 2010). Perubahan Parameter Iklim 1. Kenaikan suhu permukaan bumi
200
Potensi Bahaya - Gelombang panas (heat waves) - Kenaikan evapotranspirasi bersama dengan perubahan curah hujan akan menurunkan aliran air permukaan yang menyebabkan: • Penurunan ketersediaan air • Kekeringan • Gangguan keseimbangan air
Bahaya Lebih Lanjut Perkembangbiakan, pertumbuhan, umur, dan distribusi vektor penyakit seperti vektor malaria, demam berdarah dengue (DBD), chikungunya, dan filariasis.
Dampak Kesehatan Peningkatan kasus (outbreak) malaria, demam berdarah dengue (DBD), chikungunya, dan filariasis
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
189
Perubahan Parameter Iklim
Potensi Bahaya
Bahaya Lebih Lanjut
Dampak Kesehatan
2. Perubahan pola curah hujan
Kenaikan aliran permukaan dan kelembaban tanah, menyebabkan : • Banjir • Gangguan keseimbangan air • Tanah longsor Bersama kenaikan temperatur akan menurunkan aliran permukaan, menyebabkan : • Penurunan ketersediaan air • Kekeringan
- Banjir dan gangguan keseimbangan air dapat berpengaruh terhadap kondisi sanitasi dan penyebaran penyakit bawaan air seperti diare. - Banjir dan gangguan keseimbangan air dapat berpengaruh terhadap gagal panen - Curah hujan berpengaruh terhadap tipe dan jumlah habitat perkembangbiakan vektor penyakit. - Perubahan curah hujan bersama dengan perubahan temperatur dan kelembaban dapat meningkatkan atau mengurangi kepadatan populasi vektor penyakit
- Peningkatan kasus diare - Peningkatan kasus gizi buruk - Perubahan genetika vektor penyakit - Penurunan kasus penyakit tular vektor
3. Kenaikan muka laut (SLR)
- Instrusi air laut yang mempengaruhi ketersediaan air - Pengaliran air di pesisir dapat terganggu sehingga dapat memperburuk sanitasi.
- Gangguan fungsi sanitas - Berubahnya ekosistem rawa dan mangrove - Pola penyebaran vektor penyakit di pantai dan pesisir dapat berubah
Peningkatan penyebaran penyakit karena air seperti diare dan kolera.
4. Kenaikan Frekuensi dan Intensitas iklim ekstrem
- Curah hujan diatas normal menyebabkan kenaikan aliran permukaan dan kelembaban tanah, sehingga menyebabkan banjir dan longsor. - Badai
- Bencana banjir, badai, dan longsor dapat menimbulkan kerusakan rumah tinggal sehingga terjadi pengungsian yang dapat menimbulkan banyak gangguan kesehatan. - Berpengaruh terhadap daya tahan tubuh
- Meningkatnya kecelakaan dan gangguan kesehatan bahkan kematian akibat bencana
Para ahli telah menemukan mekanisme pengaruh terjadinya perubahan iklim terhadap beberapa penyakit, diantaranya adalah: 1) Kanker dan penyakit akibat pajanan terhadap bahan berbahaya Perubahan iklim berpotensi menimbulkan pengaruh langsung terhadap meningkatnya risiko kanker sebagai akibat dari peningkatan durasi dan intensitas pajanan radiasi ultraviolet (UV) dan peningkatan paparan bahan kimia beracun yang dikenal atau dicurigai menyebabkan kanker. Meningkatnya suhu permukaan bumi memungkinkan terjadinya penguapan bahan kimia di lingkungan terutama yang tercemar, pada akhirnya Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
190
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
201
dapat terjadi pajanan terhadap manusia. Demikian juga curah hujan yang tinggi, berakibat pada larutnya bahan pencemar (leachate), yang dapat memberikan pencemaran terhadap manusia melalui sumber air dan bahan makanan. Dalam kasus curah hujan yang tinggi atau banjir, akan terjadi peningkatan leaching bahan kimia beracun dan logam berat dari mineralnya (tanah) dan menambah kontaminasi air limpasan yang pada akhirnya dapat mencemari sumber air minum. (The Interagency Working Group on Climate Change and Health/IWGCC, 2010 ) 2) Penyakit jantung dan darah tinggi/stroke Perubahan iklim diduga akan memperburuk penyakit jantung karena terjadinya gelombang panas. Dalam hidupnya, manusia memilih suhu nyaman sekitar 20oC hingga 25oC. Suhu tubuh akan selalu menyesuaikan dengan suhu udara di sekitarnya. Pajanan suhu ekstrem dapat menyebabkan kematian karena hipotermia dan hipertermia (Basu dan Samet 2002). Hipotermia akan terjadi pada seseorang dengan status sosial ekonomi kurang karena katerbatasan sumber daya yang mengakibatkan kurang terlindungi dari cuaca dingin. Pada sebagian orang yang mempunyai sistem pertahanan tubuh dan kedaan fisik yang lemah cuaca yang dingin akan berakibat secara langsung terhadap kesehatan, misal rasa sakit pada dada, sindrom koroner akut, disaritmatisme, dan alergi. Hal ini terjadi karena ketidaksanggupan tubuh untuk beradaptasi dengan lingkungan. Begitupun sebaliknya, hipertermia terjadi diantara orang-orang dengan kegiatan aktivitas fisik pada saat suhu tinggi, menyebabkan stress panas karena keterbatasan kapasitas adaptasinya. Kondisi cuaca yang panas juga dapat meningkatkan stress karena aliran/ sirkulasi darah akan bertambah cepat untuk menyesuaikannya (heat exhaustion). Hal tersebut berpengaruh terhadap sistem hormon yang akhirnya merangsang sistem saraf untuk memacu jantung agar berdetak lebih cepat dalam frekuensi yang cukup lama yang pada akhirnya akan meningkatkan risiko terjadinya penyakit jantung koroner stroke, dan hipertensi. Mekanisme lain, dengan suhu udara yang cukup panas akan meningkatkan kandungan partikel di udara. Hal ini dapat memicu terjadinya peradangan sistemik, koagulasi trombosit (penggumpalan komponen darah) yang menyebabkan terjadinya sumbatan pada pembuluh darah sehingga dapat menyebabkan stroke, dan kelainan pembuluh darah (kekakuan pembuluh darah) sehingga menyebabkan terganggunya peredaran darah oleh jantung, Hal inilah yang menyebabkan penyakit darah tinggi karena jantung harus lebih kuat dalam memompa darah. 3) Kesehatan mental terkait kecelakaan/bencana Perubahan iklim dapat mengakibatkan perpindahan geografis populasi, kerusakan properti, kehilangan orang yang dicintai, dan meningkatnya beberapa kejadian penyakit
202
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
191
menular maupun tidak menular, terjadinya iklim ekstrem maupun bencana. Hal ini akan menimbulkan rasa gelisah bagi masyarakat sehingga jika tidak ditangani akan menyebabkan timbulnya depresi yang akan berakibat pada gangguan mental. 4) Penyakit vectorborne dan zoonosis. Pemanasan global menyebabkan perubahan iklim secara global, yang menyebabkan sebagian wilayah menjadi lebih kering, dan sebagian lagi menjadi lebih basah. Kondisi tersebut dapat berpengaruh terhadap spesies hewan tertentu seperti nyamuk yang peka terhadap perubahan cuaca ekstrem. Terjadinya perubahan iklim secara tidak langsung dapat mempengaruhi distribusi, populasi, serta kemampuan nyamuk dalam menyesuaikan diri (Patz, 2006). Sebagai contoh, nyamuk aedes aegepty yang merupakan vektor penyakit DBD hanya berkembang biak di daerah tropis (dengan suhu lebih dari 16oC) dan pada ketinggian 1000 m di atas permukaann laut/dpl. Saat ini, nyamuk tersebut telah ditemukan di daerah yang lebih tinggi (sampai 2000 meter dpl). Menurut penelitian Patz, dengan terjadinya pemanasan global, suhu udara di beberapa wilayah bersuhu dingin mengalami peningkatan menjadi 24oC sampai 28oC. Rentang suhu tersebut merupakan suhu optimal untuk kehidupan nyamuk. Dengan meningkatnya suhu di dataran tinggi tersebut, penyebaran nyamuk lebih luas, dan pada akhirnya dapat meningkatkan risiko terjangkitnya penyakit DBD di wilayah yang sebelumnya tidak ditemukan kasus. Demikian juga, untuk penyakit tular vektor lainnya seperti malaria. Epidemi penyakit malaria terjadi di wilayah baru yang sebelumnya tidak ditemukan kasus. Selain dipengaruhi oleh peningkatan suhu permukaan bumi, curah hujan dapat berpengaruh terhadap meningkat/menurunnya kejadian malaria. Curah hujan dengan jumlah tertentu dapat meningkatkan habitat nyamuk, sehingga kepadatan populasi nyamuk meningkat juga atau sebaliknya .Peningkatan kelembaban dapat meningkatkan agresifitas dan kemampuan nyamuk dalam menghisap darah dan mempercepat perkembangbiakannya. Berubahnya pola musim dan meningkatnya suhu permukaan bumi akibat dari perubahan iklim, akan merubah transmisi penyakit tular vektor (Patz, 2000). Hal ini juga dibuktikan oleh Colwell dan kawan-kawan, yang telah mengembangkan model transmisi penyakit malaria terkait perubahan iklim global (Colwell 1996). 5) Pengaruh terhadap status gizi masyarakat Perubahan di bidang pertanian dan perikanan akibat terjadinya perubahan iklim dapat mempengaruhi ketersediaan pangan. Kondisi iklim menyebabkan kacaunya pola tanam dan aktivitas petani, meningkatnya ancaman kekeringan, banjir dan organisme pengganggu tanaman (OPT). Semuanya berdampak sangat nyata terhadap produksi Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
192
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
203
pertanian bahkan gagal panen terutama tanaman pangan dan hortikultura. Hal ini menyebabkan terjadi kasus kelaparan yang berimbas pada kekurangan gizi pada masyarakat yang dikenal dengan gizi buruk. 6) Penyakit yang ditularkan melalui air Penyakit diare dan kolera merupakan penyakit yang disebabkan oleh air dan makanan yang juga berhubungan dengan hygiene, sanitasi, dan keamanan pangan. Pemanasan dapat memperbesar wilayah geografis yang cocok untuk kelangsungan hidup organisme penyebab penyakit dan mempcepat penyebaran penyakit infeksi yang ditularkan melalui air, (Colwell 1996; Lipp et al. 2002).
Gambar 2. Model pengaruh perubahan iklim terhadap transmisi penyakit kolera (Sumber: Lipp dkk, 2002).
Terjadinya penyakit infeksi ditularkan melalui air juga telah dikaitkan dengan peristiwa cuaca ekstrem (Charron et al. 2004). Hasil studi di Peru menunjukkan bahwa setiap peningkatan suhu udara 1oC pada musim kemarau diikuti dengan peningkatan kasus diare sebesar 4%; sedangkan pada musim hujan, peningkatannya menjadi 12%. Hasil studi di Fiji, setiap peningkatan 1oC dapat meningkatkan kasus sebesar 3% (Singh, et al., 2001). Meningkatnya curah hujan menyebabkan banjir dapat berakibat pada epidemi penyakit, dan sebaliknya pada musim kemarau berdampak pada buruknya penyediaan air bersih dan sanitasi serta hygiene. 7) Penyakit yang ditularkan melalui udara Perubahan iklim berpotensi memperburuk kondisi pencemaran udara, baik secara langsung, melalui peningkatan produksi ozon di lapisan troposfer; atau secara tidak langsung, melalui peningkatan penggunaan energi yang dapat berakibat pada
204
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
193
peningkatan emisi khususnya gas rumah kaca. Pencemaran ozon diproyeksikan meningkat karena terjadinya peningkatan suhu (panas) (IPCC, 2007). Ozon merupakan polutan sekunder, yang dibentuk melalui reaksi fotokimia sinar matahari melibatkan prekusor hidrokarbon dan oksida nitrogen. Suhu yang lebih hangat dapat meningkatkan reaksi kimia yang menghasilkan ozon. Berdasarkan berbagai skenario, selama dua dekade akan terjadi kenaikan konsentrasi ozon beberapa ppma (Dentener et al. 2006) dan sampai akhir abad ini peningkatan terjadi dalam kisaran 10 sampai 30 ppm (Wilson et al. 2007). Peningkatan pembakaran bahan bakar fosil juga bisa memperburuk udara partikulat polusi, melampaui prediksi dari skenario perubahan iklim (Davis dan Kelompok Kerja Kesehatan Masyarakat dan Pembakaran Bahan Bakar Fosil, 1997, IPCC 2007). Perubahan iklim juga diperkirakan akan mengubah konsentrasi dan distribusi bahan pencemar seperti partikel di udara ambien termasuk aero allergen seperti spora, serbuksari, dan jamur. Bahan pencemar tersebut merupakan faktor risiko yang menyebabkan peningkatan insiden penyakit pernapasan, seperti obstruktif kronis penyakit paru (PPOK) (Gross 2002), asma dan bronkitis. Peningkatan suhu permukaan bumi dapat memicu kebakaran hutan yang menghasilkan pelepasan partikel dan gas hasil pembakaran biomasa, meningkatkan penguapan aero allergen maupun bahan pencemar lainnya. Faktor tersebut memberikan kontribusi terhadap meningkatnya gangguan pernapasan. Hubungan antara cuaca yang lebih hangat dan produksi serbuk sari meningkat telah didukung dari eksperimen biologi dan data pengamatan. Hasil studi eksperimental menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi karbon dioksida (CO2)
dari 300 ppm menjadi 600 ppm, mengakibatkan jumlah pollen artemisiifolia (semacam yang serbuk sari alergi) mengalami peningkatan hampir 4 kali lipat (Ziska, L.H. dan F.A. Caulfield, 2000; Wayne, P.; S. dkk. 2002).
III. KEBUTUHAN DATA IKLIM Dalam Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap disebutkan bahwa permasalahan sektor kesehatan terkait perubahan iklim di Indonesia akibat dampak langsung berupa meningkatnya kejadian iklim ekstrem yang menimbulkan bencana tanah longsor, banjir dan badai. Bencana ini menyebabkan penyakit dan kematian. Permasalahan akibat dampak tidak langsung yang dapat mempengaruhi lingkungan seperti kekeringan dan banjir yang dapat menyebabkan kegagalan panen dan malnutrisi, perubahan vektor penyakit yang dapat memperluas penyebaran penyakit menular, dan kualitas udara yang memburuk yang dapat menyebabkan berbagai penyakit. Permasalahan yang semakin
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
194
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
205
kompleks karena kapasitas adaptasi masyarakat Indonesia yang meliputi disparitas status kesehatan (perbedaan masyarakat kaya dan miskin) masih rendah, beban ganda penyakit (menderita penyakit menular dan penyakit tidak menular sekaligus), keterbatasan fasilitas dan pelayanan kesehatan, kondisi sarana air bersih dan sanitasi yang masih terbatas serta PHBS (Pola Hidup Bersih dan Sehat) yang juga masih rendah. Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, maka perlu adanya rencana upaya mitigasi maupun adaptasi yang berbasis bukti dan strategi bagaimana upaya-upaya tersebut dapat diimplementasikan oleh para pengambil kebijakan. Bukti-bukti dampak perubahan iklim terhadap kesehatan di Indonesia masih terbatas, sehingga kajian maupun penelitian untuk mendapatkan gambaran bagaimana kondisi kesehatan masyarakat, faktor-faktor kerentanan kesehatan, serta arah kebijakan program kesehatan terkait perubahan iklim masih perlu dilakukan. Dalam menilai dampak dan kerentanan terhadap perubahan iklim dibutuhkan data dan informasi baik penyakit,maupun iklim, serta data pendukung lainnya. Sejak tahun 2006 Kementerian Kesehatan dengan BMKG telah menndatangani nota kesapahaman tentang Sistem Pelayanan Data dan Informasi Meteorologi dan Geofisika Dalam Rangka Penanggulangan Krisis Kesehatan. Dengan munculnya isu perubahan iklim yang dapat diduga berdampak terhadap kesehatan akibat bencana tetapi dapat berupa peningkatan kejadian berbagai penyakit, maka kebutuhan data dan informasi mengenai meteorologi, klimatologi, dan geofisika di sektor kesehatan lebih beragam baik dari jenis maupun frekuensinya. Secara rinci kebutuhan data dan informasi terkait perubahan iklim di sektor kesehatan dapat dilihat pada matriks berikut ini: Tabel 2. Matriks kebutuhan sektor kesehatan. JENIS INFORMASI Sea Level Rise
206
BENTUK - Info tren sea level rise (5, 10, 15, 20, 25 tahun) - Informasi prediksi harian/mingguan - Luas wilayah dan populasi terkena dampak
MEKANISME DISEMINASI - Website BMKG - Web link ke Pusdatin Kementerian Kesehatan
KEGUNAAN/MANFAAT - Perencanaan dan strategi adaptasi dampak kesehatan (malaria, DBD, diare, leptosirosis) - Identifikasi & inventarisasi kejadian penyakit - Perencanaan program pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan
LOKASI Indonesia
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
195
JENIS INFORMASI
MEKANISME DISEMINASI
BENTUK
KEGUNAAN/MANFAAT
Suhu (Rata-rata, maksimum dan minimum)
- Info tren perubahan suhu - Informasi harian/ mingguan - Peta lokasi cuaca (suhu panas) ekstrem - Luas wilayah dan populasi terkena dampak - Peta overlay suhu dengan kejadian luar biasa penyakit tular vektor
- Website BMKG - Web link ke Kementerian Kesehatan - Informasi disampaikan ke Badan Litbangkes dan Sub Dit Surveilans - Buku peta informasi
- Sistem surveilans penyakit yang berkaitan dengan perubahan iklim guna kewaspadaandini dan respons cepat (EWARS) - Perencanaan program penyakit tular vektor (DBD, malaria)
Indonesia
Curah Hujan
- Info tren curah hujan - Early warning system untuk curah hujan ekstrem - Peta spasial curah hujan (musiman) - Peta overlay jalur curah hujan dengan kejadian penyakit tular vektor, tular air dan tular udara - Luas wilayah dan populasi terkena dampak - Informasi mingguan curah hujan
- Website BMKG - Web link ke ke Kementerian Kesehatan - Informasi disampaikan ke Badan Litbang Badan Litbangkes dan Sub Dit Surveilans dan Pusat Penanggulangan Krisis Kementerian Kesehatan - Buku peta informasi
- Surveilans penyakit yang berkaitan dengan perubahan iklim guna kewaspadaan dini dan respons cepat (EWARS) - Perencaan program penyakit tular vektor (DBD, malaria), tular air dan makanan(diare, kolera, typhus) dan tular udara (ISPA, pneumonia)
Indonesia
Arah dan Kecepatan Angin
- Info tren arah dan kecepatan angin mingguan dan tahunan - Kondisi ekstrem (Puting Beliung) - Luas wilayah dan populasi terkena dampak - Informasi setiap kejadian
- Website BMKG - Web link ke Pusdatin Kementerian Kesehatan - Informasi disampaikan ke Pusat Penanggulangan Krisis Kementerian Kesehatan
- Kewaspadaan dan perencanaan penanggulangan krisis (bencana, maupun KLB penyakit) - Informasi KLB penyakit - Mengetahui lokasi ekstrem terjadinya bencanadan KLB penyakit
- Indonesia - Lokasi ekstrem terjadinya rawan bencana
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
196
LOKASI
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
207
JENIS INFORMASI
BENTUK
MEKANISME DISEMINASI
KEGUNAAN/MANFAAT
LOKASI
Petir
- Info tren frekuensi petir dan peta lokasi rawan petir - Informasi setiap kejadian - Luas wilayah dan populasi terkena dampak
- Website BMKG - Web link ke Pusdatin Kementerian Kesehatan - Informasi disampaikan ke Pusat Penanggulangan Krisis Kementerian Kesehatan
Gelombang Laut
- Peta Informasi tinggi gelombang laut - Informasi gelombang ekstrem (misal: akibat badai tropis) - Informasi harian - Detail tinggi gelombang (maksimum dan minimum), mingguan - Peta informasi lokasi tinggi gelombang ekstrem - Luas wilayah dan populasi terkena dampak
- Website BMKG - Web link ke Pusdatin Kementerian Kesehatan - Buku peta informasi
- Kewaspadaan dan perencanaan penanggulangan krisis (bencana, maupun KLB penyakit) - Informasi KLB penyakit - Perencanaan jadwal distribusi dan monev petugas kesehatan - Mengetahui lokasi ekstrem terjadinya gangguan kesehatan/ kecelakaan akibat bencana
- Indonesia - Lokasi ekstrem terjadinya rawan bencana
Draught (Kekeringan)
- Peta potensi kekeringan bulanan tahunan dan 5 tahunan - Luas wilayah dan populasi terkena dampak
- Website BMKG - Web link ke Pusdatin Kemeterian Kesehatan
- Perencanaan penanggulangan penyakit akibat gagal panen (kurang gizi buruk) ataupun kekurangan air bersih/ air mium (penyakit diare, kolera, typhus) - Mengetahui lokasi ekstrem terjadinya gangguan kesehatan/ kecelakaan akibat kekeringan
- Lokasi ekstrem terjadinya rawan pangan - Lokasi ekstrem sulit air
208
Kewaspadaan dan perencanaan penanggulangan krisis dan gangguan kesehatan/kecelakaan
Indonesia
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
197
JENIS INFORMASI
MEKANISME DISEMINASI
BENTUK
KEGUNAAN/MANFAAT
LOKASI
Gas Rumah Kaca dan Polusi Udara
- Tren GRK dan polusi udara - Jumlah emisi di kota-kota besar - Peta lokasi pencemaran
- Website BMKG - Web link ke Pusdatin Kementerian Kesehatan - Buku peta informasi
- Perencanaan penanggulangan penyakit akibat pencemaran udara (saluran pernafasan, penyakit tidak menular: kulit dan katarak mata, gangguan jantung) - Mengetahui lokasi terdapatnya pencemaran dan emisi gas rumah kaca
Indonesia (Kota-kota besar, khususnya Jawa)
Kelembaban Udara
- Info tren kelembaban udara bulanan, tahunan dan 5 tahunan - Informasi harian/ mingguan
- Website BMKG - Web link ke Pusdatin Kementerian Kesehatan - Buku peta informasi
- Surveiilans penyakit yang berkaitan dengan perubahan iklim guna kewaspadaan dini dan respons cepat (EWARS) - Perencanaan program penyakit tular vektor (DBD, malaria), dan tular udara (ISPA, pneumonia)
Indonesia
Trajectory Asap dan Debu Gunung Berapi
-
- Website BMKG - Informasi disampaikan ke Badan Litbang Badan Litbangkes dan Pusat Penanggulangan Krisis Kementerian Kesehatan
- Perencanaan penanggulangan krisis (bencana, maupun KLB penyakit)
Indonesia
-
Peta sebaran asap/ debu Luas wilayah dan populasi terkena dampak
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
198
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
209
DAFTAR PUSTAKA
Bappenas, 2010. Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap. Jakarta.
Basu dan Samet 2002. Relation Between Elevated Ambient Temperature and Mortality: A Review of the Epidemiologic Evidence. Epidemiological Review 24 Vol 2. Hal 190-202. Charron dkk. 2004. Vulnerability of Waterborne Diseasses to Climate Change in Canada: A review. Journal Of Toxicology and Environmental Health. Bag A67 (20-22).Hal 1667 – 1677. Colwell. 1996. Global Climate and Infectious Diseases: The Cholera Paradigm. Science. No. 274 (5295). Hal 2025-2031. Dentener et al. 2006. Dentener dkk. 2006. The Global Atmospheric Environment for the Next Generation. Environmental Science and Technology No. 40 Vol. 11. Hal. 3586-3594. EHP and NIEHS. 2010. A Human Health PerspectiveOn Climate Change. Report Outlining the Research Needs on the Human Health Effects of Climate Change. EHP and NIEHS. USA. Hal 1-64. EUSAI, 2001. Petroleum Report Indonesia. Laporan. Embassy of the United States of America in Indonesia. Jakarta. Gross, J. 2002. The severe impact of climate change on developing countries. Medicine and Global Survival Vol. 7. No 2. Hal 96-100. Hulme and Sheard, 1999. Hulme and Sheard, 1999. Climate Change Scenarios for Indonesia. Leaflet CRU and WWF. Climatic Research Unit. UEA, Norwich, UK. IWGCCH. 2010. A Report Outlining the Research Needs on the Human Health Effects of Climate Change. Environmental Health Perspectives and the National Institute of Environmental Health Sciences. Hal 1-70. IPCC. 2007. Climate Change 2007: Impacts, Adaptation and Vulnerability. Laporan. Geneva. Kementerian Kesehatan, 2011. Profil Kesehatan 2010. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. Lipp, dkk. 2002. Effects of Global Climate on Infectious Disease: The Cholera Model. Clinical Microbiology Reviews. No. 14. Vol. 4. Hal 757-770.
210
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
199
Mackenbach, 2002. Widening socio-economic inequalities in mortality in six Western European Countries. International Journal of Epidemiology. 32:830-837. Patz, J.A.dkk. 2000. The potential health impacts of climate variability and change for the United States: executive summary of the report of the health sector of the U.S. National Assessment. Environmental Health Perspectives 108(4): 367-376. Singh, et al., 2002. The Influence Climate Variation and Change on Diarrhoeal Disease in the Pacific Island. Environmental Health Perspective. Vol 109. No 2 Hal. 155-159. Wayne, P.; S. dkk. 2002. Production of allergic pollen by ragweed (Ambrosia artemisiifolia L.) is increase in CO2-enriched atmospheres. Annals of Allergy, Asthma, and Immunology. Vol 88, hal. 279-282. Wilson et al. 2007 Wilson, S.R., K.R. Solomon, and X. Tang. 2007. Changes in Tropospheric Composition and Air Quality Due to Stratospheric Ozone Depletion and Climate Change. Photochemical and Photobiological Sciences Vol. 6. No 3. Hal. 301-310. Ziska ,L.H., dan F. A. Caunfield. 2000a. Rising CO2 and pollen production of common ragweed (Ambrosia artemisiifolia), a known allergy-inducing species: implications for public health. Australian Journal of Plant Physiology. Vol 27. Hal 893-898.
200
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
211
PENYUSUNAN KONSEP INFORMASI ADAPTASI SEKTORAL PERUBAHAN IKLIM SEKTOR INFRASTRUKTUR Oleh: Syofyan Hasan (Kementerian Kelautan dan Perikanan)
212
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
PENYUSUNAN KONSEP INFORMASI ADAPTASI SEKTORAL PERUBAHAN IKLIM SEKTOR INFRASTRUKTUR Oleh: Syofyan Hasan (Kementerian Kelautan dan Perikanan)
1. PENDAHULUAN Perubahan iklim yang ekstrem belakang ini telah memiliki dampak yang besar terhadap kehidupan masyarakat, khusunya mereka yang tinggal di wilayah pantai pesisir. Untuk itu perlu upaya yang sistematis dan terintegrasi dalam membantu masyarakat pesisir supaya dapat mengantisipasi dan mengatasi dampak buruk dari perubahan iklim ini. Pemerintah telah merespon isu ketahanan pangan tersebut melalui berbagai upaya adaptasi dan mitigasi mulai dari tahapan perencanaan sampai ketahapan implementasi yang dituangkan ke dalam Roadmap (Indonesia Climate Change Sector/ICCSR) yang menempatkan prioritas perubahan iklim di dalam perencanaan pembangunan nasional. Sektor kelautan dan perikanan merupakan salah satu sektor yang menjadi bagian dari sektor prioritas pertama baik melalui adaptasi maupun mitigasi terhadap dampak perubahan iklim. Antisipasi terhadap perubahan iklim pada sektor kelautan dan perikanan ini lebih difokuskan untuk menyiapkan kegiatan-kegiatan adaptasi sebagai upaya untuk mengurangi dampak negatif perubahan iklim dan mencari peluang untuk memanfaatkan dampak positif melalui berbagai upaya responsif dan terenacana terhadap aspek-aspek sosial budaya, ekonomi, potensi sumberdaya dan lingkungan fisik. Upaya-upaya tersebut dapat disertai dengan kegiatan-kegiatan mitigasi berupa tindakan intervensi manusia melalui IPTEK untuk mencegah atau memperlambat proses perubahan iklim melalui upaya penurunan emisi. Roadmap Perubahan Iklim Sektor Kelautan dan Perikanan yang telah disusun terbagi atas Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2010-2014 dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 2010-2030 merupakan bagian dari sistem perencanaan pembangunan nasional yang dapat dilihat pada gambar 1.
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
213 201
Gambar 1. Posisi Roadmap Perubahan Iklim di dalam sistem pembangunan sektor kelautan dan perikanan di tingkat nasional dan di tingkat daerah. (modifikasi Subandono (2009) dalam ICCSR (2010).
2.
DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP SEKTOR
Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, bahwa perubahan iklim sangat berdampak pada Sektor kelautan dan perikanan terutama ekosistem dan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil. Dimana wilayah pesisir memiliki kekhasan endemik yang tidak dijumpai di ekosistem daratan. Setidaknya tercatat beberapa ekosistem penting di kawasan pesisir antara lain: ekosistem mangrove, hutan pantai, hutan rawa pantai, estuaria, terumbu karang, padang lamun, pantai lumpur, pantai berbatu dan ekosistem pelagis dangkal. Kawasan pesisir selain menyimpan sumberdaya hayati yang tinggi juga menyediakan berbagai jasa lingkungan, seperti sebagai areal pelabuhan, jalur transportasi, kawasan industri, kawasan pariwisata dan rekreasi, kawasan tambak (kolam ikan berair payau) dan tempat pembuangan limbah. Akan tetapi potensi atau kekayaan alam tersebut sedang menghadapi risiko dampak perubahan iklim. Mengenai besarnya bahaya perubahan iklim masih belum dapat dipastikan, namun beberapa yang diperkirakan akan sangat signifikan seperti:
214
202
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
• Kenaikan temperatur yang tidak terlalu tinggi. Temperatur rata-rata tahunan di Indonesia telah mengalami kenaikan 0.3oC (pengamatan sejak 1990). Tahun 1998 merupakan tahun terpanas dalam abad ini, dengan kenaikan hampir 1°C (di atas ratarata dari tahun 1961-1990). Meningkatnya suhu air laut Indonesia sebesar 0.2 - 2.5oC. Hal ini akan menambah tekanan pada 50,000 km2 terumbu karang, yang sudah dalam keadaan darurat. Pemutihan terumbu karang diperkirakan akan meningkat secara konstan pada suhu air laut, seperti yang diamati pada saat terjadinya el niño. Dampak perubahan iklim dan lingkungan ini akan berpengaruh terhadap potensi perikanan di perairan Indonesia sebagai penyedia megabiodiversiti. • Curah hujan yang lebih tinggi. Diperkirakan, akibat perubahan iklim, Indonesia akan mengalami kenaikan curah hujan 2 - 3% per tahun, serta musim hujan yang lebih pendek (lebih sedikit jumlah hari hujan dalam setahun), yang menyebabkan risiko banjir meningkat secara signifikan. Hal ini akan merubah keseimbangan air di lingkungan dan mempengaruhi pembangkit listrik tenaga air dan suplai air minum; • Kenaikan permukaan air laut. Daerah berpopulasi padat akan sangat dipengaruhi oleh kenaikan permukaan air laut. Ada sekitar 40 juta masyarakat Indonesia yang bermukim dalam jarak 10 m dari permukaan air laut rata-rata, yang berarti sangat rentan terhadap perubahan permukaan air laut. Kenaikan permukaan air laut akan menggenangi tambak di pesisir, dan berpengaruh pada produksi ikan dan udang di seluruh negeri pada akhirnya akan mengganggu ketahanan pangan; • Pengaruh pada keanekaragaman hayati. Diperkirakan bahwa iklim yang berubah akan meningkatkan suhu air laut Indonesia sebesar 0.2 - 2.5oC. Hal ini akan menambah tekanan pada 50,000 km2 terumbu karang, yang sudah dalam keadaan darurat. Pemutihan terumbu karang diperkirakan akan meningkat secara konstan pada suhu air laut, seperti yang diamati pada saat terjadinya el niño. Dampak perubahan iklim dan lingkungan ini akan berpengaruh terhadap potensi perikanan di perairan Indonesia sebagai penyedia megabiodiversitas. Selain itu, perubahan iklim berdampak pada semua sektor kehidupan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil. Dampak perubahan iklim yang dirasakan masyarakat adalah suhu meningkat, bencana banjir dan kekeringan, muncul berbagai jenis penyakit yang disebabkan iklim, kelaparan akibat gagal panen, dan pengungsian masyarakat. Tidak hanya itu, beberapa pulau kecil dan keanekaragaman hayati serta budaya lokal hilang dikhawatirkan hilang karena kenaikan permukaan air laut, alih profesi masyarakat, konflik lahan dan sumber daya alam.
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
215 203
Dengan meningkatnya kerentanan terhadap masyarakat pesisir akibat dampak perubahan iklim, diperlukan perubahan sosial budaya guna meningkatkan ketahanan masyarakat pesisir atau meningkatkan upaya adaptasi terhadap perubahan iklim sehingga sistem sosial budaya yang ada dapat dikembangkan dan dipertahankan menjadi lebih baik untuk kesejahteraan masyarakat yang berkelanjutan. Masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil yang pada umumnya memiliki keterbatasan sumberdaya, sarana dan prasarana serta dan akses untuk evakuasi, berprofesi sebagai nelayan atau pembudidaya ikan, terbatas pendidikan dan pemahaman akan bencana akibat perubahan iklim, menjadikannya sebagai kelompok masyarakat paling terdampak bencana akibat perubahan iklim. Perubahan yang terjadi pada masyarakat disebut dengan perubahan sosial. Perubahan sosial tersebut antara lain mengenai pakaian, alat transportasi, pertambahan penduduk, ataupun tingkah laku. Pada beberapa pemikir terdapat tiga tipe perubahan yaitu: perubahan peradaban, perubahan budaya dan perubahan sosial. Perubahan peradaban biasanya dikaitkan dengan perubahan-perubahan elemen atau aspek yang lebih bersifat fisik, seperti transportasi, energi, persenjataan, jenis-jenis bibit unggul yang ditemukan, dan sebagainya. Perubahan budaya berhubungan dengan perubahan yang bersifat rohani seperti nilai, pengetahuan, ritual, apresiasi seni, dan sebagainya. Sedangkan perubahan sosial terbatas pada aspek-aspek hubungan sosial dan keseimbangannya. Meskipun begitu perlu disadari bahwa sesuatu perubahan di masyarakat selamanya memiliki mata rantai diantaranya elemen yang satu dan eleman yang lain dipengaruhi oleh elemen yang lainnya. Berikut adalah teori yang membahas tentang perubahan sosial Untuk itu, terlebih dahulu perlu dicatat bagaimana tingkat dan sifat peralihan dari perubahan itu sendiri di masyarakat. Pada masyarakat yang tergolong bersahaja relatif jarang dan lamban terjadinya perubahan-perubahan, termasuk beradaptasi terhadap perubahan iklim. Menurunnya kondisi lingkungan dan meningkatnya frekuensi dan kecenderungan bencana alam hanya mengambarkan bagian dari perhitungan persamaan risiko. Risiko adalah persamaan fungsi dari bencana dan populasi yang terpapar serta kapasitasnya untuk mengatur risiko (UN ISDR 2004) dan respon terhadap bencana. Diperkirakan 23% dari populasi seluruh dunia (1.2 miliar manusia) bertempat tinggal dalam wilayah sekitar 100 km dari pantai dan 100 m dari permukaan laut. Hampir seluruh populasi pesisir hidup dalam wilayah populasi pedesaan, perkotaan medium dan perkotaan tropis besar yang padat, dimana pelayanan dasar dan peringatan bencana dan mekanisme respon bencana sangat terbatas.
216 204
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
Dalam beradaptasi terhadap dampak perubahan iklim diperlukan keterlibatan gabungan intervensi secara reaktif dan proaktif oleh seluruh sektor terkait. Pemerintah telah memasukan beberapa pilihan adaptasi ke dalam Rencana Aksi Natisonal Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim Indonesia dan Roadmap Adaptasi Perubahan Iklim di sektor kelautan dan perikanan. Mengingat kebutuhan biaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim dan lingkungan yang sangat besar namun dapat dilakukan secara bersamaan, maka diperlukan proses pemilihan dan memprioritaskan opsi-opsi kegiatan. Beberapa prioritas atau opsi dalam meningkatkan kemampuan ideal yang diperlukan masyarakat maupun individu dalam menghadapi dan mengatasi berbagai bentuk dampak perubahan iklim pada sektor Kementerian Kelautan terutama di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah sebagai berikut: 1. Struktur fisik dengan metode perlindungan alami antara lain: a. Rehabilitasi mangrove; b. Terumbu karang; c. Penghijauan hutan pantai. 2. Sedangkan struktur fisik dengan metode perlindungan buatan antara lain: a. Breakwater (pemecah ombak); b. Tembok laut; c. Tanggul; d. Konstruksi pelindung pantai; e. Terumbu buatan; f. Rumah panggung sebagai antisipasi banjir rob. g. Budidaya mikroalgae sebagai bahan baku energi alternatif (terbarukan). 3. Upaya non fisik dapat dilakukan berupa; (i) pembuatan peta risiko, (ii) analisis tingkat kerentanan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (iii) peraturan perundangan dan hukum adat, (iv) pemindahan/relokasi pemukiman, (v) sepadan pantai dan sungai, (vi) informasi public dan penyuluhan, (vii) penegakan hukum, (viii) pengentasan kemiskinan dengan memberikan pelatihan mata pencaharian alternatif. 4. Sosial ekonomi mendorong keberlanjutan aktivitas ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir melalui : a. Mengembangkan aktivitas ekonomi yang berada di kawasan pesisir yang berisiko terkena dampak perubahan iklim; b. Fasilitasi dan bantuan pelatihan bagi aktivitas ekonomi di wilayah pesisir; c. Pemanfaatan kearifan lokal; d. Fasilitasi dan bantuan teknologi yang sesuai aktivitas ekonomi; e. Fasilitasi dan bantuan pemasaran aktivitas ekonomi. Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
217 205
5. Memperkuat dan membangun infrastruktur di wilyah pesisir dan pulau-pulau kecil: a. Pembangunan listrik tenaga surya di pulau-pulau kecil; b. Pembangunan desalinasi air bersih (kebutuhan air minum); c. Pengembangan Sistem Informasi Cuaca yang dikenal dengan nama “Si-MAIL”. 3. KEBUTUHAN SEKTOR TERHADAP INFORMASI PERUBAHAN IKLIM Dalam rangka melakukan strategi adaptasi perubuhan iklim terhadap ekosistem dan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil perlu dilakukan analisis kerentanan (Vulnerability Assessments), untuk mengetahui sejauh mana dampak dari perubahan iklim tersebut, sehingga dapat diketahui upaya dan langkah-langkah adaptasi terhadap dampak perubahan iklim. Untuk menyusunan analisis keretanan teersebut dibutuhkan ketersediaan data dan informasi yang lengkap dan aktual. Adapun jenis-jenis data dan informasi yang dibutuhkan, yaitu: Tabel 1.
Data dan informasi dalam penyusunan analisis kerentanan di wilayah pesisir dan pulau kecil.
No 1
Data Data Sosial Ekonomi dan Budaya
Variabel - Kependudukan - Sarana Prasarana Sosial - Demografi dan Tingkat Pendidikan - Kesehatan dan Sanitasi - Mata Pencaharian - Pendapatan per Kapita
2
Rencana Pembangunan Daerah
RTRW, RDTR, dan lain-lain
3
Data Infrastruktur
Jalan Bangunan
4
Data Hidrologi
Debit Aliran Sungai
5
Data Suhu Permukaan Laut
Sebaran Suhu Permukaan
6
Data Gelombang
Tinggi dan Periode
7
Data Suhu Atmosfer
Suhu Udara
8
Data Curah Hujan
Intensitas dan lama hujan
9
Data Angin
Kecepatan dan arah
218 206
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
No 10
Data Data Pasang Surut
Variabel Komponen Pasut Elevasi Muka Air Acuan
11
Profil Pantai dan Sedimentasi – Abrasi
Kemiringan Pantai, Sedimen
12
Sedimen
Ukuran Butir
13
Vegetasi Mangrove
Struktur Komunitas
14
Terumbu Karang
Kondisi terumbu karang
15
Data Infrastruktur
Bangunan – bangunan dan sarana – prasarana pendukung yang ada di daerah pesisir
16
Nilai Ekonomi Sumberdaya
Valuasi Total Ekonomi
Perubahan Iklim saat ini yang tidak menentu sangat berdampak terhadap kehidupan masyarakat yang sehari-harinya hidup dan mencari nafkah di wilayah pesisir dan laut. Cuaca buruk disertai dengan gelombang tinggi menjadi faktor pembatas terhadap mata pencaharian nelayan, tidak jarang nelayan menjadi korban dan kehilangan mata pencahariannya bahkan nyawa pun terkadang menjadi taruhannya (human security). Perubahan iklim yang tidak menentu menyebabkan nelayan menjadi sulit dan gamang dalam memprediksi pergantian antar musim dan pola angin, hal ini berdampak terhadap pola melaut yang semakin tidak menentu juga yang secara tidak langsung akan berdampak terhadap ketahanan pangan (food security). Informasi daerah potensi tangkapan ikan dan budidaya sangat diperlukan utnuk meningkatkan produktivitas nelayan yang pada akhirnya dapat tetap menjaga ketahanan pangan. Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa sulitnya akses informasi terhadap kondisi iklim, cuaca dan kebencanaan seringkali menyebabkan jatuhnya korban nelayan, masyarakat pesisir dan para wisatawan, sehingga diperlukan suatu sistem informasi yang secara terbuka dapat diakses oleh masyarakat. Kepastian terhadap informasi kondisi cuaca di laut diharapkan dapat memberikan informasi awal bagi nelayan sebelum melaut serta dapat memberikan rasa aman dan meminimalisir terjadinya kecelakaan dan korban. Selain itu pula informasi awal dalam hal kebencanaan dapat dijadikan sebagai suatu peringatan dini (early warning system) dapat meminimalisir dampak korban yang ditimbulkan, sehingga masyarakat dapat segera siaga dalam mengantisipasi terjadinya bencana. Sistem Informasi Mitigasi dan Adaptasi Iklim dan Lingkungan (SI-MAIL) adalah suatu sistem informasi berbasis data dan informasi terkait iklim dan kebencanaan yang disusun dalam suatu sistem informasi berbasis masyarakat yang disajikan dalam bentuk display teks berjalan (running text) atau pesan singkat (short message service) Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
219
207
yang dikirimkan dan disebarluaskan kepada masyarakat pesisir, khususnya bagi nelayan, kelompok nelayan, kelompok petambak (ikan dan garam), PPI dan TPI dan masyarakat yang berada di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Data dan informasi yang dibutuhkan dalam membangun sistem informasi ini sesuai tabel. 2 di bawah ini. Tabel 2. Data dan informasi dalam membangun Sistem Informasi Mitigasi dan Adaptasi Iklim dan Lingkungan (SI-MAIL). No
Data dan Informasi
1
Data Cuaca (Meteorologi)
2
Data Iklim (Klimatologi)
3
Data Peringatan Bahaya (Gempa/Tsunami)
4
Data Atmosfer
5
Data Daerah Penangkapan Ikan (upwelling)
6
Data Pasang Surut
7
Data Tinggi Gelombang
8
Peta Dasar
Catatan: kebutuhan data dan informasi skala kabupaten/kota
4. PERENCANAAN KE DEPAN BMKG DAN SEKTOR (BICARA ADAPTASI DAN MITIGASI) Kementerian Kelautan dan Perikanan cq Direktorat Jenderal Keluatan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dalam pengembangan sistem informasi secara nasional, diperlukan keterlibatan semua pihak. Dibutuhkan waktu yang tidak singkat untuk melaksanakannya, sehingga sistem yang dibangun akan terus dilakukan perbaikan dan modifikasi menjadi lebih baik dan mudah diaplikasikan oleh masyarakat nelayan, kelompok nelayan, kelompok petambak (ikan dan garam), PPI dan TPI serta kelompok wisata bahari. Akses informasi yang diberikan diharapakan dapat mengurangi tingkat kecelakaan dan kematian dalam melakukan aktivitas di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, sehingga masyarakat dapat semakin cerdas dalam menentukan waktu untuk melaut sekaligus tanggap terhadap bencana. Pada tahun 2013 pengembangan Sistem Informasi Mitigasi dan Adaptasi Iklim dan Lingkungan” (Si-MAIL) telah di launching dan dikembangkan di 14 lokasi, yaitu Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung, DKI Jakarta, Jawa
220 208
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Gorontalo, dan Papua. Konsep Si-MAIL dirancang untuk penyediaan data dan informasi secara nasional. Mengingat informasi pola ikilim dan cuaca berbeda-beda untuk setiap wilayah di Indonesia, maka diperlukan pembagian cakupan wilayah (coverage area) di seluruh wilayah. Sehingga diharapkan kedepan akan terbangun suatu sistem informasi yang terintegrasi secara nasional dari Sabang sampai Merauke. Pengelolaan informasI Si-MAIL akan dilaksanakan oleh dinas kelautan dan perikanan kabupaten/kota sebagai operator pengelola data dan informasi hingga siap disajikan dan sebarluaskan kepada nelayan dan masyarak pesisir dan pulau-pulau kecil (Gambar 2.).
Gambar 2. Skema Operasional Si-MAIL.
Kementerian Kelautan dan Perikanan selain mengembangkan sistem informasi tersebut, juga akan terus melakukan analisis kerentanan di wilayah pesisir dan pulaupulau kecil di seluruh Indonesia untuk strategi adaptasi terhadap dampak perubahan iklim, sehingga dalam implementasinya dapat lebih efektif dan tepat.
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
221 209
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Pesisir dan Lautan, 2010. Laporan Akhir Strategi Adaptasi Dan Mitigasi Bencana Pesisir Akibat Perubahan Iklim Terhadap Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil. Siregar R.R, Damayanti E, Maimunah S, 2011. Nelayan dan Ketidakpastian Iklim (Tanggapan Nelayan Atas Informasi Prakiraan Cuaca Dan Potensi Ikan), Civil Society Forum for Climate Justice. _____, 2009. Means of Adaptation dan Mitigation of Climate Change and Disaster at Coastal Areas and Small Island, Ministry of Marine Affairs and Fisheries in cooperation with JICA. _____, 2011. Modul Perubahan Iklim Pelatihan Bagi Pelatih (TOT) Penyuluh Kelautan & Perikanan, Kerjasama BMKG, ICCTF (BAPPENAS) dan MMAF.
222 210
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
KEBUTUHAN SEKTOR KEHUTANAN TERKAIT DENGAN LAYANAN INFORMASI PERUBAHAN IKLIM Oleh: Yetti Rusli (Staf Ahli Menteri Bidang Perubahan Iklim dan Lingkungan; Ketua Kelompok Kerja Perubahan Iklim, Kementerian Kehutanan) Machfudh (Sekretariat Kelompok Kerja Perubahan Iklim, Kementerian Kehutanan)
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
223
KEBUTUHAN SEKTOR KEHUTANAN TERKAIT DENGAN LAYANAN INFORMASI PERUBAHAN IKLIM Oleh: Yetti Rusli1 dan Machfudh2
A. PENDAHULUAN Hutan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia, baik manusia yang tinggal di dalam hutan, di sekitar hutan ataupun masyarakat secara keseluruhan. Menurut Bank Dunia lebih dari satu miliar orang sangat tergantung pada hutan sebagai sumber kehidupan mereka. Ratusan juta manusia juga bergantung pada bahan obat-obatan tradisional yang berasal dari tumbuhan hutan. Sebagian besar asupan protein yang dikonsumsi masyarakat pedesaan berasal dari berburu dan memancing di lahan hutan. Hutan juga sangat penting dipandang dari sudut komersial. Pada tahun 2003, sebagai contoh, perdagangan internasional untuk kayu gergajian, bubur kayu, kertas dan papan mencapai nilai $150 miliar—lebih dari 2% total perdagangan dunia (CIFOR 2010). Pengambilan hasil hutan untuk kepentingan ekonomi jangka pendek yang tidak terkontrol, walaupun tidak dengan sistem tebang habis, akan menyebabkan tidak tercapainya kelestarian pengelolaan hutan. Ini disebabkan karena pada umumnya hutan ditebang kembali sebelum tumbuh ulang secara penuh. Kondisi ini lambat laun akan menyebabkan terjadinya proses penggundulan hutan atau deforestasi. Ketika pohon-pohon hutan habis karena ditebang atau terbakar, alam akan kehilangan sumberdayanya yang secara terus menerus menyerap CO2 yang ada di
atmosfer. FAO (2007) melaporkan bahwa hutan dunia menyimpan C padat berupa biomasa dengan besaran dua kali lipat dibanding CO2 yang ada di udara (FAO, 2007). Penjelasan ini diperkuat oleh data dari CO2Now.org, Canada, dimana 91% CO2 berasal dari pembakaran bahan bakar fosil dan semen, dan 9% CO2 berasal dari perubahan lahan termasuk kebakaran, serta data sebaran CO2, bahwa 50% berada di amosfir, 26% ada di hutan dan lahan dalam bentuk C padat, dan 24% berada di lautan (Rusli, 2013). CIFOR (2010) melaporkan bahwa dari 32 miliar ton CO2 yang dihasilkan oleh aktivitas manusia
Staf Ahli Menteri Bidang Perubahan Iklim dan Lingkungan; Ketua Kelompok Kerja Perubahan Iklim, Kementerian Kehutanan 2 Sekretariat Kelompok Kerja Perubahan Iklim, Kementerian Kehutanan 1
224
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
211
per tahunnya, kurang lebih ada 5 miliar ton CO2 diserap oleh hutan. Ini berarti bahwa ketika hutan di suatu wilayah ditebang dan lahan menjadi gundul karena kehilangan vegetasi hutannya, kemampuan penyerapan CO2 oleh hutan di wilayah tersebut akan berkurang sehingga ini akan menyebabkan peningkatan konsentrasi GRK di atmosfer. Selain daripada itu, beberapa kawasan hutan melindungi sejumlah besar karbon yang tersimpan di bawah tanah. Sebagai contoh, ketika kebakaran terjadi di hutan gambut, maka emisi karbon yang dikeluarkan dari hutan tersebut tidak hanya terbatas dari vegetasi yang tumbuh di permukaan tanah tetapi bahan organik yang ada di dalam tanah juga akan ikut terurai dan mengeluarkan CO2. Padahal hutan lahan gambut memiliki lebih banyak karbon di bawah permukaan daripada di atasnya. (CIFOR 2010)
Peningkatan GRK, terutama karbondioksida (CO2), di atmosfer diketahui mempunyai peran utama terjadinya perubahan iklim global. Gejala perubahan iklim yang ditunjukkan dengan bergesernya periode, lama dan quantitas parameter iklim suatu musim, kini mengancam keberadaan kawasan hutan, baik hutan yang ada di daratan, di daerah pesisir, maupun yang berada di pulau-pulau kecil. Musim hujan yang berlebihandi beberapa dekade terakhir telah menyebabkan bencana banjir dan longsor yang parah di berbagai tempat di wilayah Indonesia. Ketidakteraturan bulan-bulan hujan juga telah mengganggu proses pengelolaan hutan, baik di kegiatan pembibitan, penanaman, maupun pemanenan hasil hutan. Demikian juga dengan musim kering yang bekepanjangan. Kebakaran hutan dalam skala luas, baik yang disebabkan oleh alam maupun karena ulah manusia dalam kegiatan land clearing banyak terjadi di musim ini. Kenaikan permukaan laut yang disertai dengan perobahan pola gelombang di daerah pantai telah banyak pula mempengaruhi keberadaan hutan di daerah pesisir, khususnya hutan-hutan jenis mangrove. Kerusakan hutan mangrove baik oleh manusia melalui kegiatan penebangannya sebagai kompensasi dalam pencarian pendapatan karena nelayan yang tidak bisa melaut, ataupun karena perubahan sifat alami tanah dan air laut di daerah pesisir yang sangat berpengaruh pada kehidupan vegetasi mangrove, telah menyebabkan berkurangnya stok karbon di kawasan tersebut. Ini berarti juga bahwa sequestrasi CO2 di wilayah pesisir oleh vegetasi hutan menjadi berkurang, dan banyak CO2 yang dilepas ke atmosfer. Penggundulan hutan pada umumnya dilakukan untuk diambil kayunya atau untuk dirobah peruntukkannya dari hutan menjadi perkebunan, menjadi tambak, pertambangan, pemukiman, ataupun lainnya. Mengalihgunakan hutan menjadi peruntukan lahan lain, tujuan utamanya adalah untuk mendapatkan keuntungan finansial secara cepat. Ini merupakan cara pandang ekonomi jangka pendek yang mana sangat mengganggu
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
212
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
225
tingkat kelestarian hutan, baik kelestarian produksi maupun kelestarian suplai sumberdaya. Ekonomi jangka pendek ini pada umumnya dinikmati oleh sebagian manusia saja. Berbeda dengan pembangunan ekonomi jangka panjang yang sangat memperhatikan kelestarian hasil maupun pengelolaan. Dalam pandangan ekonomi jangka panjang, setiap orang akan memperoleh manfaat dari hutan yang dikelola secara lestari. Ketika konsentrasi GRK, khususnya CO2 di atmosfer global meningkat, pemanasan
global akan terjadi dan tahap demi tahap iklim pun akan berubah. Oleh karena itu, jika sebagian besar kawasan hutan berpotensi untuk hilang selamanya, maka yang akan kita hadapi ke depan adalah sebuah siklus sebab-akibat yang berulang secara otomatis dan berlangsung terus-menerus. Akibatnya kekeringan dan kebakaran hutan akan lebih sering terjadi dan seterusnya hingga merusak keseimbangan ekosistem. Hutan yang mengalami kebakaran berkali-kali tidak dapat pulih kembali dan hutan pun akan tidak mampu lagi menyerap ataupun menyimpan karbon. Perubahan iklim yang terjadi secara pelan-pelan tapi pasti membuat vegetasi hutan dan manusia terpaksa harus membuat dirinya terbiasa (beradaptasi) dengan perubahan iklim ini. Hutan dan manusia juga akan lebih sering menghadapi berbagai kejadian yang berkaitan dengan kondisi cuaca ekstrem seperti musim kering panjang dan banjir. Dampak perobahan iklim ini telah mulai dirasakan di Indonesia sedangkan disatu pihak keberhasilan proses mitigasi iklim belum terlihat hasilnya. Strategi mitigasi dan adaptasi sangat diperlukan untuk menghadapi perobahan iklim ini. Untuk menyusun suatu strategi mitigasi dan adaptasi, input tentang komponenkomponen cuaca dan iklim sangat diperlukan seperti bagaimana estimasi kondisi musim kemarau, estimasi kondisi musim penghujan, bagaimana kondisi iklim makro dan mikro di masa mendatang, dan sebagainya. Informasi komponen cuaca dan iklim yang lengkap dan akurat sangat diperlukan baik dari segi data statistiknya maupun data spasialnya. Hal ini disebabkan ekosistem hutan di Indonesia sangat bervariasi dan sangat kompleks. Masing-masing komponen iklim akan mempunyai pengaruh yang berbeda ke setiap ekosistem atau ke setiap komponen ekosistem. B. DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP SEKTOR KEHUTANAN Secara konsep, perubahan satu atau lebih peubah iklim (seperti temperatur, kelembaban udara, intensitas sinar matahari, curah hujan, dan lain-lain) akan berdampak pada proses-proses yang ada di ekosistem hutan. Dampak dari perubahan iklim ini dapat dikelompokkan menjadi:
226
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
213
1. Dampak naiknya permukaan air laut. Naiknya permukaan laut telah memberikan dampak di sektor kehutanan antara lain berupa rusaknya hutan mangrove, hilangnya beberapa pulau kecil, berkurangnya produksi hasil tangkapan dan hasil laut lainnya, yang mana kesemuanya ini berdampak langsung terhadap sumber penghidupan masyarakat daerah pesisir. Nandini dan Narendra (2011) melaporkan dalam penelitiannya di ekosistem hutan bakau di Pulau Lombok bahwa gejala perubahan iklim diduga telah menurunkan kemampuan biofisik hutan dan mengakibatkan rusaknya ekosistem hutan bakau di sebagian pula tersebut. Di Lombok Tengah, tercatat kerusakan hutan bakau sebesar 37,8%, sementara di Lombok Barat tingkat kerusakan yang terjadi mencapai 27,7%. Analisa luasan hutan bakau di pulau Akar mangrove saat tersebut dilaporkan bahwa pada tahun 1999, luas tidak tergenang air laut hutan bakau di Lombok Barat tercatat 606,81 ha, dan menurun menjadi 438,54 ha (2007). Sedangkan di Lombok Tengah, luas hutan yang awalnya 325,79 har (1999) menjadi 202,68 ha (2006). Namun demikian, perubahan ekosistem bakau juga tidak lepas dari campur tangan manusia. Hutan bakau memiliki fungsi yang penting bagi ekosistem hutan, air dan alam. Secara fisik, hutan bakau berfungsi sebagai penahan abrasi, intrusi, menurunkan kandungan karbon dioksida di udara, serta beragam manfaat ekonomi bagi masyarakat. Kawasan yang mengalami kerusakan hutan bakau ditandai dengan kenaikan muka air laut yang menyebabkan abrasi mendalam. Abrasi ini tidak hanya merusak bakau tetapi juga tambak masyarakat di Lombok Tengah. Kerusakan ekosistem bakau di Lombok juga ditandai oleh semakin berkurangnya jenis pohon bakau yang tumbuh di lokasi tersebut, karena tidak mampu beradaptasi dengan kondisi biofisik yang menurun. Kerentanan daerah pesisir terhadap perubahan iklim dilaporkan juga oleh Syahrir et al (2012) dalam penelitiannya di daerah pesisir Kabupaten Takalar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 28 km daerah pesisir tersebut memiliki kerentanan rendah, 10km memiliki kerentanan sedang dan 18 km sisanya memiliki kerentanan sangat tinggi. Kontributor utama kerentanan tinggi dari daerah penelitian tersebut adalah penggunaan lahan yang sangat dekat dengan garis pantai, kenaikan permukaan laut, tinggi gelombang yang signifikan dan kemiringan pantai.
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
214
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
227
2. Dampak kenaikan temperatur dan perubahan cuaca lokal. Kenaikan temperatur dan perubahan cuaca lokal akan berdampak langsung terhadap kesehatan ekosistem hutan, interaksi mahluk hidup, dan timbulnya berbagai wabah penyakit baru. Sebagai contoh, suatu penelitian di hutan berdaun jarum di California dengan melalui suatu pemodelan terhadap distribusi, fungsi dan produktivitas hutan melaporkan bahwa perubahan iklim lokal akan menyebabkan pergeseran dominansi vegetasi hutan yaitu dari jenis vegetasi berdaun jarum ke vegetasi berdaun lebar. Pertumbuhan hutan konifer akan menurun. Produktivitas tegakan masak tebang (yang meliputi kira-kira 20% dari seluruh hutan di wilayah tersebut), akan mengalami penurunan kurang lebih 18 - 31% dalam satu abad. Mortalitas akan mengalami peningkatan sampai ke level moderat atau bahkan ke level catastrophic, khususnya pada hutan Abies concolor (kayu fir putih). Atas dasar hasil pemodelan ini, diproyeksikan bahwa dampak ekonomi akan dialami oleh pemilik hutan maupun pemerintah setempat yaitu berupa penurunan pendapatan, penurunan penyerapan tenaga kerja serta penurunan pajak pendapatan yang akan diperoleh pemerintah setempat (John et al, 2006). Hasil penelitian John et al (2006) ini selaras dengan hasil laporan IPCC pada April 2007 tentang dampak, kerentanan, dan adaptasi pada perubahan iklim. IPCC melaporkan bahwa kurang lebih 20 - 30% tumbuhan dan hewan diperkirakan akan meningkat risiko kepunahannya jika kenaikan temperatur global rata-rata terjadi di atas 1,5 - 2,50 C. Perubahan yang terjadi dalam proses-proses di ekosistem hutan dapat berdampak pada keanekaragaman hayati dan jasa ekosistem. Pengaruh langsung pada keanekaragaman hayati ini dapat dalam bentuk perubahan fenologi, perubahan kelimpahan dan distribusi spesies, perubahan komposisi komunitas, perubahan proses ekosistem dan hilangnya ruang misalnya pada penurunan muka air laut. Dampak perubahan iklim seperti ini terlihat lebih nyata pada hutan boreal dari pada di tipe hutan lainnya, namun berbagai faktor terkait dengan kerentanan hutan terhadap perubahan iklim lebih terlihat nyata di hutan tropis (Ayres et al., 2009). Hal ini terjadi pula pada ekosistem hutan tropis di Indonesia. Suhu yang lebih hangat akan menyebabkan pergeseran spesies vegetasi dan ekosistem. Daerah pegunungan akan kehilangan banyak spesies vegetasi aslinya dan digantikan oleh spesies vegetasi dataran rendah. Bersamaan dengan itu kondisi sumberdaya air yang berasal dari pegunungan juga akan mengalami gangguan. Selanjutnya stabilitas tanah di daerah pegunungan juga terganggu dan sulit mempertahankan keberadaan vegetasi aslinya. Perubahan vegetasi menyebabkan variasi karakteristik permukaan bumi. Sebagai contoh, albedo (kemampuan memantulkan) dan roughness (ketinggian vegetasi)
228
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
215
mempengaruhi keseimbangan energi permukaan bumi lewat gangguan evapotranspirasi. Selain itu, perubahan vegetasi juga dapat mempengaruhi suhu, laju presipitasi, dan curah hujan di suatu regional. Bencana alam yang dapat terjadi karena perubahan vegetasi di antaranya adalah banjir, munculnya heatstroke akibat gelombang panas yang tidak diserap karena hilangnya vegetasi alami, tsunami, kekeringan, dan lain-lain. Timbulnya dampak perubahan iklim yang cenderung bervariasi ini disebabkan karena perbedaan tingkat kerentanan ekosistem hutan. Salah satu contoh terkait dengan isu ini ditunjukkan oleh Haryadi et al (2010) melalui hasil penelitian struktur dan komposisi serta distribusi vegetasi serta pemetaan status kerentanan ekosistem hutan terhadap perubahan iklim di Taman Nasional Baluran. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa dalam kurun 11 tahun telah terjadi peningkatan status kerentanan TN Baluran dari sedang menjadi rentan sebesar 45.06%. pada tahun 1999 tingkat kerentanan TN Baluran tergolong tahan-rentan, sedangkan tahun 2010 tergolong sedang sangat rentan (Haryadi et al., 2010). 3. Dampak kekeringan. Dampak kekeringan yang sering dapat dilihat adalah terjadinya kebakaran hutan dan terancamnya neraca sumberdaya air di ekosistem hutan. Kedua contoh dampak perubahan iklim ini akan berdampak tidak langsung ke masyarakat. Proses pembakaran/kebakaran hutan adalah suatu proses kimia-fisika yaitu: C6H12O6 + O2 + Sumber Panas à CO2 + H2O+ Panas Proses ini merupakan kebalikan dari reaksi proses fotosintesa. Pada proses fotosintesa, energi terpusat secara perlahan-lahan, sedangkan pada proses pembakaran, energi (yang berupa panas) dilepaskan dengan cepat. Selain panas, proses pembakaran juga menghasilkan beberapa jenis gas dan partikel-partikel. Proses pembakaran/ kebakaran dapat berlangsung apabila ada tiga unsur yang bersatu yaitu bahan bakar, oksigen dan panas. Bila salah satu dari ketiga unsur ini tidak ada, maka tidak akan terjadi kebakaran. Bahan bakar dan oksigen tersedia di hutan dalam jumlah yang melimpah, sedangkan sumber panas penyalaan sangat tergantung pada kondisi alami suatu daerah dan kegiatan manusia. Selain ketiga faktor tersebut, ada faktor lain yang menunjang perilaku api kebakaran sehingga dapat menjadi besar atau menjadi kecil. Faktor utama yang mempengaruhi perilaku api adalah karakteristik bahan bakar (kadar air, jumlah, ukuran dan susunan bahan bakar), kondisi cuaca (suhu, curah hujan, kelembaban dan angin) serta topografi lapangan (Purbowaseno, 2004).
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
216
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
229
Faktor cuaca merupakan faktor penting kedua yang menyebabkan kebakaran hutan. Faktor cuaca disini meliputi angin, suhu, curah hujan, keadaan air tanah dan kelembaban relatif. Suhu udara merupakan faktor yang selalu berubah dan mempengaruhi suhu bahan bakar serta kemudahannya untuk terbakar (Chandler et. al. 1983). Suhu udara bergantung pada intensitas panas atau penyinaran matahari. Daerahdaerah dengan temperatur tinggi akan menyebabkan percepatan pengeringan bahan bakar dan memudahkan terjadinya kebakaran. Suhu udara secara konstan berpengaruh pada suhu bahan bakar dan kemudahan bahan bakar untuk terbakar (Dirjen PHPA, 1994). Suhu udara juga mempengaruhi besarnya curah hujan, laju evaporasi dan transpirasi. Suhu udara juga dianggap sebagai salah satu faktor yang dapat memprakirakan dan menjelaskan kejadian dan penyebaran air di muka bumi. Dengan demikian adalah penting untuk mengetahui bagaimana mengetahui atau memprediksi besarnya suhu udara di suatu wilayah hutan (Purbowaseso, 2004). Suhu udara tergantung dari intensitas panas/penyinaran matahari. Areal dengan intensitas penyinaran matahari yang tinggi akan menyebabkan bahan bakar cepat mengering, sehingga memudahkan terjadinya kebakaran. Suhu yang tinggi akan mengindikasikan bahwa daerah tersebut cuacanya kering sehingga rawan kebakaran (Purbowaseso, 2004).
Gambar 1. Asap kebakaran hutan PT. RAPP di Giam Siak. Perpaduan antara suhu, kondisi bahan bakar dan topograpfi yang menyebabkan kebakaran luas (Sumber foto: somniumes.wordpress.com).
230
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
217
Kelembaban udara dan curah hujan berhubungan erat dengan musim kebakaran karena berkaitannya dengan kemudahan terbakar dari bahan bakar dan berhubungannya dengan faktor cuaca lainnya. Pada bahan bakar mati seperti serasah, kadar airnya sangat ditentukan oleh kondisi kelembaban udara disekitarnya. Bahan bakar akan menyerap air dari udara yang lembab dan melepaskan uap air ke udara yang kering. Selama musim kemarau, kelembaban udara yang rendah juga mempengaruhi kadar air bahan bakar hidup. Uap air yang akhirnya turun sebagai hujan akan meningkatkan kadar air dari bahan bakar mati (Darwo, 2009). Walaupun Indonesia dalam kawasan tropis dengan curah hujan tinggi, namun hutanhutannya tidak luput dari ancaman kebakaran. Salah satu penyebab utamanya adalah adanya musim hujan dan musim kemarau. Pada musim kemarau, curah hujan dalam sebulan sering kurang dari 60 mm terlebih lagi pada daerah bertipe iklim C dan D, maka bahaya kebakaran hutan akan makin besar. Karena adanya siklus tahunan dalam curah hujan dan pertumbuhan vegetasi maka setiap daerah memiliki musim kebakaran yang tegas. Lamanya musim kebakaran ini berbeda-beda, ada yang setahun dua kali dan adakalanya sepanjang tahun. Angin adalah gerakan massa udara, yaitu gerakan atmosfer atau udara nisbi terhadap permukaan bumi. Parameter tentang angin yang biasanya di kaji adalah kecepatan angin. Kecepatan angin penting karena dapat menentukan besarnya kehilangan air melalui proses evapotranspirasi dan mempengaruhi kejadian-kejadian hujan. Angin menentukan arah menjalarnya api, menurut Suratmo (1985) dalam Darwo (2009) angin juga mempengaruhi kecepatan dan percepatan terjadinya kebakaran hutan. Angin menentukan arah dari menjalarnya api dan berkorelasi positif dengan menjalarnya api, selain itu api juga dapat mengurangi kadar air bahan bakar. Clar dan Chatten (1954) dalam Darwo (2009) menyatakan bahwa dengan adanya angin maka persediaan oksigen tercukupi dan memberikan tekanan untuk memindahkan panas dan api serta mengeringkan bahan bakar melalui penguapan. Akibat dari semua mekanisme ini, akan membuat kebakaran kecil menjadi kebakaran besar, menyebabkan api bergerak tidak terduga serta membahayakan dan menyulitkan usaha pemadaman. Kemiringan lereng dan ketinggian lokasi di atas permukaan laut menentukan cepat lambatnya api bereaksi, yaitu berpengaruh pada penjalaran dan kecepatan pembakaran. Pada lereng yang curam, api membakar dan menghabiskan dengan cepat tumbuhan yang dilaluinya dan api akan menjalar lebih cepat kearah menaiki
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
218
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
231
lereng. Sebaliknya api yang menjalar ke bawah lereng akan padam jika melalui daerah lembab yang memiliki kadar air tinggi (Clar dan Chatten, 1994). Sagala (1988) dalam Darwo (2009) menyatakan bahwa api akan menjalar lebih cepat apabila menaiki lereng dan akan lebih lambat jika menuruni lereng. Hal ini dikarenakan bahan bakar bagian atas lebih cepat panas. Di Indonesia, kebakaran hutan biasanya terjadi pada saat musim kemarau panjang dan kegiatan pembukaan lahan yang masih mengunakan api. Kedua kondisi tersebut akan menimbulkan kondisi ekstrem berupa akumulasi biomassa kering yang mudah terbakar terutama jika terjadi pada lahan bergambut. Pada kurun waktu 1997-1998, Indonesia mengalami kebakaran hutan yang sangat parah sebagai akibat berubahnya karakter gejala alam el niño yang menjadi lebih sering. Hasil penelitian Nanin dan Trisakti (2011) di Kalimantan Barat menunjukkan bahwa curah hujan berbanding terbalik dengan hotspot. Ketika curah hujan rendah, jumlah hotspot tinggi pada tahun 2004. Tetapi ketika jumlah curah hujan tinggi pada tahun 2008, jumlah hotspot rendah dan disitu terjadi penambahan luasan penutupan lahan. 4. Dampak bencana banjir, longsor, kerusakan hutan dan lahan. Dampak-dampak ini berimplikasi langsung kepada kerusakan lingkungan dan juga ke masyarakat. Kenaikan suhu udara akan menaikkan laju penguapan dari tanaman, tanah, permukaan air dan lautan. Ini dapat mempengaruhi karakteristik dan pola hidrometeorologi di berbagai tempat.Peningkatan laju penguapan ini akan menyebabkan suatu daerah menjadi lebih kering, terutama di musim kemarau. Hal tersebut pada akhirnya berdampak pula terhadap perubahan sistem tata air di suatu wilayah DAS. Fenomena ini telah ditunjukkan oleh hasil penelitian di DAS-DAS di Sulawesi Selatan. Komponen hidrometeorologi (terutama curah hujan dan limpasan) memegang peranan penting dalam struktur dan fungsi sistem tata air terutama dalam menentukan ketersediaan air bagi rumah tangga, pertanian, industri, pembangkit listrik, dan lain-lain. Selain itu, komponen hidrometeorologi juga mempengaruhi perubahan potensi terjadinya banjir atau kekeringan di suatu wilayah. Pengetahuan mengenai karakteristik dan dinamika temporal dari hidrometeorologi di suatu daerah aliran sungai sangat diperlukan untuk perencanaan penyimpanan air dan jaringan drainase yang optimal dan untuk pengelolaan kejadian cuaca ekstrem, seperti banjir dan kekeringan (Islam dan Sivakumar, 2002). Mekanisme fisis yang berkaitan dengan karakteristik dan dinamika hidrometeorologi sangat kompleks, baik dalam skala temporal maupun
232
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
219
spasial. Hidrometeorologi di suatu aliran sungai tidak hanya dipengaruhi perubahan iklim tetapi juga dipengaruhi oleh jenis dan kondisi dari daerah aliran sungai itu sendiri, seperti penutupan lahan bervegetasi, penggunaan lahan, dan lain-lain. Beberapa studi hidrometeorologi telah dilakukan dalam beberapa tahun terakhir di beberapa wilayah DAS, seperti penelitian mengenai karakteristik curah hujan di subdaerah aliran sungai Citarik, DAS Citarum (Apandi, 2003); pengaruh perubahan iklim dan penggunaan lahan terhadap kuantitas dan variabilitas aliran sungai (Santoso dan Warrick, 2003); dan penerapan model Indoclim untuk mengkaji pengaruh perubahan iklim dan penggunaan lahan terhadap kuantitas dan variabilitas aliran sungai di daerah aliran Sungai Citarum bagian hulu (Santoso dan Warrick, 2003).
C. KAPASITAS LAYANAN INFORMASI PERUBAHAN IKLIM Isu tentang perubahan iklim belakangan semakin mencuat seiring dengan semakin seringnya bencana karena faktor iklim. Perubahan iklim merupakan gejala alam yang telah terjadi di tingkat global, regional, maupun lokal. Dampak serius perubahan iklim telah banyak dibuktikan secara ilmiah maupun kasat mata. Dampak perubahan iklim ini telah dirasakan secara langsung oleh masyarakat. Indonesia sangat rentan terhadap perubahan iklim karena kegiatan ekonomi masyarakatnya sangat tergantung pada sumber daya alam, seperti pertanian, kehutanan, perikanan, perhubungan, dan lain-lainnya. Perubahan iklim merupakan ancaman serius bagi sektor kehutanan, khususnya terkait dengan kelestarian sumber daya hutan, pembangunan kehutanan yang berkelanjutan, dan upaya pengentasan kemiskinan. Kehutanan merupakan salah satu sektor yang termasuk sektor kritis terkena dampak. Oleh karena itu, sektor kehutanan perlu meningkatkan kemampuan beradaptasi terhadap dampak perubahan iklim maupun melakukan berbagai upaya mkitigasi perubahan iklim. Mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim oleh sektor kehutanan perlu dilakukan oleh setiap pelaku baik dari pengambil kebijakan, pelaku ekonomi ataupun pihak terkena dampak. Strategi mitigasi dan adaptasi sangat diperlukan untuk menghadapi perobahan iklim ini. Untuk menyusun suatu strategi mitigasi dan adaptasi, input tentang komponenkomponen iklim sangat diperlukan seperti bagaimana estimasi kondisi musim kemarau, estimasi kondisi musim penghujan, bagaimana kondisi iklim makro dan mikro di masa mendatang, dan sebagainya. Informasi komponen iklim yang lengkap dan akurat sangat diperlukan baik dari segi data statistiknya maupun data spasialnya. Hal ini disebabkan ekosistem hutan di Indonesia sangat bervariasi dan sangat komplek. Masing-masing Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
220
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
233
komponen iklim akan mempunyai pengaruh yang berbeda ke setiap ekosistem atau ke setiap komponen ekosistem.
Agar kegiatan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di sektor kehutanan dapat berjalan optimal, suatu layanan informasi terkait dengan perubahan iklim dari sektor kehutanan sangatlah diperlukan. Yang dimaksud dengan layanan Informasi di sini adalah penyampaian berbagai informasi kepada semua pihak agar mereka dapat mengolah dan memanfaatkan informasi tersebut demi kepentingan hidup dan perkembangannya. Dengan layanan informasi ini, setiap pihak akan mandiri yaitu memahami dan menerima diri dan lingkungan secara positif, objektif dan dinamis, mampu mengambil keputusan, mampu mengarahkan diri sesuai dengan kebutuhannya tersebut dan akhirnya dapat mengaktualisasikan dirinya. Sektor kehutanan merupakan sektor yang mempunyai kegiatan yang sangat komplek. Banyak isu yang perlu ditangani, termasuk di dalamnya masalah perubahan iklim. Hal yang sangat mendasar terkait dengan layanan informasi perubahan iklim di sektor kehutanan merupakan isu yang perlu segera diwujudkan. Sampai saat ini, layanan informasi perubahan iklim di sektor kehutanan dapat dikatakan masih sangat minim, baik layanan informasi yang dikelola oleh pemerintah misalnya kementerian kehutanan, ataupun oleh lembaga-lembaga lainnya. Minimnya layanan informasi ini tidak lain bisa diakibatkan dari terbatasnya kapasitas lembaga-lembaga yang bergerak di bidang kehutanan terhadap komponen-komponen meteorologi dan klimatologi. Komponen-komponen meteorologi dan klimatologi ini sangat erat kaitannya dengan proses-proses yang terjadi dalam ekosistem hutan dan pengelolaannya. Ada beberapa lembaga yang telah memberikan layanan informasi perubahan iklim terkait dengan sektor kehutanan. Kebanyakan dari layanan informasi yang disampaikan adalah isu yang terkait dengan kebakaran hutan. Layanan ini perlu ditingkatkan lagi agar setiap pihak mampu memahami, mengolah dan mengimplementasikan informasi perubahan iklim terkait sektor kehutanan untuk pengelolaan hutan yang lestari. Dalam hal isu meteorologi dan klimatologi, BMKG telah mengembangkan layanan informasi meteorologi dan klimatologi dengan memanfaatkan perkembangan teknologi yang ada misalnya melalui web, sms, email, dan lain234
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
221
lain. Dalam web BMKG, komponen-komponen meteorologi yang dapat diakses meliputi perkiraan cuaca, prospek cuaca, citra, prakiraan angin, potensi banjir harian Jakarta, maritim/cuaca pelayaran, siklon tropis, kebakaran hutan, dan cuaca penerbangan. Adapun komponen klimatologi yang dapat diakses di web tersebut meliputi prakiraan iklim, neraca air, dinamika atmosfer, potensi banjir, analisa kejadian iklim ekstrem, indeks presipitasi, info perubahan iklim, info prediksi suhu muka laut, dan kualitas udara. Untuk membantu mengoptimalkan peran para pihak di sektor kehutanan, BMKG sebagai institusi non kementerian yang memberikan pelayanan informasi perubahan iklim perlu meningkatkan layanan informasinya.
D. KEBUTUHAN SEKTOR KEHUTANAN TERHADAP INFORMASI PERUBAHAN IKLIM Data dan informasi perubahan iklim merupakan data dasar yang penting untuk merumuskan strategi mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim. Diantara data dan informasi yang diperlukan sebagai input penentuan strategi mitigasi dan adaptasi dapat dijelaskan sebagai berikut. 1. Jenis informasi Keberadaan hutan di Indonesia dimulai dari wilayah pesisir, masuk ke wilayah daratan sampai ke wilayah pegunungan. Hutan di wilayah pesisir mempunyai karakteristik yang berbeda dengan hutan di daratan. Oleh karena itu, ada beberapa jenis informasi komponen meteorologi dan klimatologi yang diperlukan untuk pengelolaan hutan di wilayah pesisir yang tidak diperlukan untuk pengelolaan hutan di daratan. a. Jenis informasi untuk ekosistem atau hutan di wilayah pesisir Ekosistem di wilayah pesisir dapat dibedakan menjadi: • Ekosistem hutan mangrove; • Terumbu karang; • Rumput laut; • Padang lamun. Dari keempat ekosistem tersebut, ekosistem mangrove adalah ekosistem yang mendominasi wilayah pesisir. Keberadaan ekosistem mangrove memiliki manfaat baik
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
222
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
235
bagi lingkungan maupun masyarakatnya, baik dilihat dari fungsi ekologi maupun ekonomi. Fungsi ekologis hutan mangrove antara lain:pelindung garis pantai, mencegah intrusi air laut, habitat (tempat tinggal), tempat mencari makan (feeding ground), tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground), tempat pemijahan (spawning ground) bagi aneka biota perairan, serta sebagai pengatur iklim mikro. Sedangkan fungsi ekonominya antara lain: penghasil keperluan rumah tangga, penghasil keperluan industri, dan penghasil bibit, penghasil bahan organik, tempat berlindung berbagai jenis binatang, tempat memijah berbagai jenis ikan dan udang, sebagai pelindung pantai, mempercepat pembentukan lahan baru, penghasil kayu bangunan, kayu bakar, kayu arang, dan tannin. Mangrove banyak dijumpai di wilayah pesisir yang terlindung dari gempuran ombak dan daerah yang landai di daerah tropis dan sub tropis (FAO, 2007). Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri lebih dari 17.508 buah pulau besar dan kecil memiliki panjang garis pantai sekitar 81.000 km dimana sebagian daerah pantai tersebut ditumbuhi hutan mangrove dengan lebar beberapa meter sampai beberapa kilometer. Mangrove Indonesia juga mempunyai struktur yang paling bervariasi didunia. Sebaran mangrove di Indonesia dapat ditemui terutama di wilayah pesisir Sumatera, Kalimantan dan Papua. Data hasil pemetaan Pusat Survei Sumber Daya Alam Laut (PSSDAL)-Bakosurtanal dengan menganalisis data citra Landsat ETM (akumulasi data citra tahun 2006-2009, 190 scenes), mengestimasi luas mangrove di Indonesia adalah 3.244.018,46 ha (Hartini et al., 2010). Sedangkan data FAO (2007) luas hutan mangrove di Indonesia pada tahun 2005 hanya mencapai 3,062,300 ha atau 19% dari luas hutan mangrove di dunia dan yang terbesar di dunia melebihi Australia (10%) dan Brazil (7%). Luasan tersebut setara dengan 2,5% kawasan hutan tropis. Walaupun luasnya hanya 2,5% kawasan hutan tropis, kerusakan ekosistem ini berdampak jauh lebih besar daripada kerusakan hutan konvensional. Menghancurkan 1 ha hutan mangrove, emisinya setara dengan menebang 3 - 5 ha hutan tropis (Theo, 2012). Kuantitas dan kualitas hutana mangrove di Indonesia dari tahun ke tahun menurun. Komposisi spesies dan karakteristik hutan mangrove tergantung pada faktor-faktor cuaca, bentuk lahan pesisir, jarak antar pasang surut air laut, ketersediaan air tawar, dan tipe tanah (IUCN, 1993). Jenis-jenis tumbuhan hutan mangrove ini bereaksi berbeda terhadap variasi-variasi lingkungan fisik di atas, sehingga memunculkan zona-zona vegetasi tertentu. Beberapa faktor lingkungan fisik tersebut adalah sebagai berikut:
236
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
223
Kenaikan permukaan air laut (sea level rise) Kenaikan permukaan air laut atau pasang yang terjadi di kawasan mangrove sangat menentukan zonasi tumbuhan dan komunitas hewan yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove. Kenaikan permukaan air laut merupakan gejala perobahan iklim utama yang berdampak pada vegetasi mangrove. Kenaikan permukaan air laut ini mempengaruhi kondisi penggenangan oleh air laut baik pada waktu pasang atau surut. Bagian luar hutan mangrove mengalami genangan air pasang yang paling lama dibandingkan bagian yang lainnya; bahkan kadang-kadang terus menerus terendam. Pada pihak lain, bagianbagian di pedalaman hutan mungkin hanya terendam air laut manakala terjadi pasang tertinggi sekali dua kali dalam sebulan. Secara rinci pengaruh pasang terhadap pertumbuhan mangrove dijelaskan sebagai berikut: Lama pasang Lama terjadinya pasang di kawasan mangrove dapat mempengaruhi perubahan salinitas air dimana salinitas akan meningkat pada saat pasang dan sebaliknya akan menurun pada saat air laut surut. Perubahan salinitas yang terjadi sebagai akibat lama terjadinya pasang merupakan faktor pembatas yang mempengaruhi distribusi spesies secara horizontal. Perpindahan massa air antara air tawar dengan air laut mempengaruhi distribusi vertikal organisme. Durasi pasang Struktur dan kesuburan mangrove di suatu kawasan yang memiliki jenis pasang diurnal, semi diurnal, dan campuran akan berbeda. Komposisi spesies dan distribusi areal yang digenangi berbeda menurut durasi pasang atau frekuensi penggenangan. Misalnya: penggenangan sepanjang waktu maka jenis yang dominan adalah Rhizophora mucronata dan jenis Bruguiera serta Xylocarpus kadang-kadang ada. Rentang pasang (tinggi pasang): Akar tunjang yang dimiliki Rhizophora mucronata menjadi lebih tinggi pada lokasi yang memiliki pasang yang tinggi dan sebaliknya. Pneumatophora
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
224
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
237
Sonneratia sp menjadi lebih kuat dan panjang pada lokasi yang memiliki pasang yang tinggi. Vegetasi hutan mangrove merupakan vegetasi yang sangat adaptive terhadap pasang surut air laut. Dalam merespon pasang surut air laut ini, ada beberapa tabiat dinamika pertumbuhan kelompok vegetasi seperti berikut: Tidak ada perubahan pasang surut air laut. Ketika tidak ada perobahan terkait dengan ketinggian permukaan laut, elevasi mangrove, kadar garam, frekuensi, periode dan kedalaman genangan, serta faktor-faktor lainnya, maka vegetasi mangrove akan tetap berada di lokasi yang sama dan luasannya akan relatif konstan; Ada penurunan permukaan air laut. Bila permukaan air laut menyusut drastis dibandingkan dengan permukaan vegetasi mangrove aslinya, maka kelompok vegetasi mangrove akan berkembang ke arah laut; dan; Peningkatan ketinggian permukaan laut. Bila permukaan air laut naik dibandingkan dengan permukaan vegetasi mangrove aslinya, maka jenis mangrove akan berkembang ke arah daratan untuk menyesuaikan kondisi lingkungannya. Luasan dan komposisi jenis vegetasi ada kemungkinan akan berubah, tergantung faktor fisik di daratan seperti kondisi tanah, sedimen, kadar lumpur, salinitas, dan lain-lain. Manfaat informasi dan data ketinggian permukaan air laut bagi strategi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim sektor kehutanan antara lain untuk pengelolaan hutan mangrove yang lestari, yang meliputi antara lain: Penentuan wilayah penanaman mangrove; Delinieasi zona ekosistem; Perencanaan penggunaan lahan (pengaturan tata ruang); Perencanaan infrastruktur untuk pengelolaan hutan mangrove; Penentuan waktu penanaman mangrove; Memonitor. Gelombang dan arus pesisir Gelombang dan arus pesisir dapat merubah struktur dan fungsi ekosistem mangrove. Pada lokasi-lokasi yang memiliki gelombang dan arus yang cukup besar biasanya hutan mangrove mengalami abrasi sehingga terjadi pengurangan luasan hutan.
238
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
225
Gelombang dan arus pesisir juga berpengaruh langsung terhadap distribusi spesies misalnya buah atau semai Rhizophora terbawa gelombang dan arus sampai menemukan substrat yang sesuai untuk menancap dan akhirnya tumbuh. Gelombang dan arus pantai berpengaruh tidak langsung terhadap sedimentasi pantai dan pembentukan padatan-padatan pasir di muara sungai. Terjadinya sedimentasi dan padatan-padatan pasir ini merupakan substrat yang baik untuk menunjang pertumbuhan mangrove. Gelombang dan arus pantai mempengaruhi daya tahan organisme akuatik melalui transportasi nutrien-nutrien penting dari mangrove ke laut. Nutriennutrien yang berasal dari hasil dekomposisi serasah maupun yang berasal dari run off daratan dan terjebak dihutan mangrove akan terbawa oleh arus dan gelombang ke laut pada saat surut. Manfaat informasi dan data ketinggian permukaan air laut bagi strategi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim sektor kehutanan antara lain untuk: Delineasi zona ekosistem; Penentuan jenis pohon/tanaman yang sesuai; Penentuan waktu penanaman mangrove; Pengelolaan hutan mangrove; Memonitor. Komponen iklim Komponen iklim sangat berpengaruh pada individu vegetasi mangrove. Mempengaruhi perkembangan tumbuhan dan perubahan faktor fisik (substrat dan air). Yang dimaksud dengan komponen iklim disini seperti cahaya, curah hujan, suhu, dan angin. Penjelasan mengenai faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut: Cahaya. Cahaya berpengaruh terhadap proses fotosintesis, respirasi, fisiologi, dan struktur fisik mangrove. Cahaya berpengaruh terhadap perbungaan dan germinasi dimana tumbuhan yang berada di luar kelompok (gerombol) akan menghasilkan lebih banyak bunga karena mendapat sinar matahari lebih banyak daripada tumbuhan yang berada di dalam gerombol.
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
226
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
239
Intensitas, kualitas, lama pencahayaan mempengaruhi pertumbuhan mangrove. Laju pertumbuhan tahunan mangrove yang berada di bawah naungan sinar matahari lebih kecil dan sedangkan laju kematian adalah sebaliknya. Perlu dicatat bahwa mangrove adalah tumbuhan long day plants yang membutuhkan intensitas cahaya yang tinggi sehingga sesuai untuk hidup di daerah tropis. Curah hujan Curah hujan yang terjadi mempengaruhi kondisi udara, suhu air, salinitas air dan tanah. Jumlah, lama, dan distribusi hujan mempengaruhi perkembangan tumbuhan mangrove. Curah hujan optimum pada suatu lokasi yang dapat mempengaruhi pertumbuhan mangrove adalah yang berada pada kisaran 1500 - 3000 mm/tahun Suhu udara Suhu berperan penting dalam proses fisiologis (fotosintesis dan respirasi). Produksi daun baru Avicennia marina terjadi pada suhu 18 - 20ºC dan jika suhu lebih tinggi maka produksi menjadi berkurang. Rhizophora stylosa, Ceriops, Excocaria, Lumnitzera tumbuh optimal pada suhu 26 28ºC. Bruguiera tumbuh optimal pada suhu 27ºC, dan Xylocarpus tumbuh optimal pada suhu 21 - 26ºC.
Salinitas Salinitas optimum yang dibutuhkan mangrove untuk tumbuh berkisar antara 10-30 ppt. Salinitas secara langsung dapat mempengaruhi laju pertumbuhan dan zonasi mangrove, hal ini terkait dengan frekuensi penggenangan. Salinitas air akan meningkat jika pada siang hari cuaca panas dan dalam keadaan pasang. Salinitas air tanah lebih rendah dari salinitas air. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut berperan penting dalam dekomposisi serasah karena bakteri dan fungsi yang bertindak sebagai dekomposer membutuhkan oksigen untuk kehidupannya. Oksigen terlarut juga penting dalam proses respirasi dan
240
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
227
fotosintesis. Oksigen terlarut berada dalam kondisi tertinggi pada siang hari dan kondisi terendah pada malam hari.
b.
Jenis informasi untuk hutan di wilayah daratan Berbeda dengan jenis informasi untuk wilayah pesisir, jenis informasi untuk hutanhutan di wilayah daratan diprioritaskan pada informasi yang sangat erat kaitannya dengan dampak terhadap keberadaan ekosistem hutan. Ekosistem hutan tersusun atas komponen biotik (organisme) dan abiotik (lingkungan fisik). Komponen biotik adalah semua jenis hewan, tumbuhan dan manusia yang ada di hutan. Komponen abiotik adalah komponen-komponen yang diperlukan oleh komponen biotik untuk hidup seperti udara, air dan tanah. Dalam suatu ekosistem, komponen biotik dan abiotik dalam kondisi seimbang sehingga ekosistem tersebut bisa bertahan lama. Dalam ekosistem, organisme dalam komunitas berkembang bersama-sama dengan lingkungan fisik sebagai suatu sistem. Organisme akan beradaptasi dengan lingkungan fisik (adaptasi), sebaliknya organisme juga memengaruhi lingkungan fisik untuk keperluan hidup (mitigasi) (Campbel and Rees, 2009). Untuk wilayah daratan, informasi perubahan iklim di sektor kehutanan diarahkan pada informasi yang diperlukan: •
Untuk mitigasi dan adaptasi di level ekosistem. Pada level ekosistem, kegiatan mitigasi dan adaptasi difokuskan terhadap proses-proses yang ekstrem sehingga berpotensi untuk hilangnya/rusaknya ekosistem yang ada. Salah satu contoh adalah proses kebakaran hutan. Komponen iklim yang sangat erat kaitannya dengan kebakaran hutan adalah: Suhu udara (rata-rata, maksimum dan minimum). Dalam pengelolaan ekosistem hutan, komponen iklim ini sangat bermanfaat untuk : Peringatan dini kebakaran; Persiapan pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan (Forest fire control); Memonitor. Curah hujan. Informasi yang diperlukan untuk level ekosistem hutan adalah informasi yang menyangkut awal musim hujan, lama musim hujan, awal
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
228
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
241
musim kemarau, dan lama musim kemarau. Informasi ini sangat bermanfaat untuk: Perencanaan pengendalian kebakaran Arah dan kecepatan angin. Arah dan kecepatan angin sangat berpengaruh terhadap besar kecilnya penjalaran api. Angin yang cepat akan memudahkan bahan-bahan di sekitar titik api menjadi mudah terbakar. Arah angin akan mempengaruhi kemana tendensi melebarnya kebakaran. Informasi ini sangat diperlukan dalam penanganan kebakaran hutan, khususnya untuk: Perencanaan pengendalian kebakaran; Persiapan pencegahan meluasnya kebakaran; Memonitor.
•
Untuk mitigasi dan adaptasi di level spesies. Pada level spesies, kegiatan mitigasi dan adaptasi difokuskan terhadap prosesproses yang berpotensi menyebabkan kepunahan suatu spesies baik karena mortalitas ataupun karena migrasi. Komponen iklim yang sangat erat kaitannya dengan kebakaran hutan adalah: Suhu udara (rata-rata, maksimum dan minimum). Informasi ini sangat bermanfaat untuk kegiatan-kegiatan yang menyangkut: Curah hujan (awal musim hujan, lama musim hujan, awal musim kemarau, dan lama musim kemarau). Informasi ini sangat bermanfaat untuk kegiatankegiatan yang menyangkut: Pengadaan dan pengelolaan pembenihan/pembibitan; Pengelolaan penanaman dan pemeliharaan tanaman; Pengangkutan sarana penanaman, pemeliharaan, pemanenan hasil. Arah dan kecepatan angin. Informasi ini sangat bermanfaat untuk kegiatan-kegiatan yang menyangkut: Proses penyerbukan; Pengadaan pembenihan.
242
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
229
Kelembaban udara Informasi ini sangat bermanfaat untuk kegiatan-kegiatan yang menyangkut: Penanganan benih (pengumpulan, penyimpanan) Evaporasi-transpirasi Informasi ini sangat bermanfaat untuk kegiatan-kegiatan yang menyangkut: Pemilihan jenis vegetasi yang akan ditanam agar sesuai dengan karakteristik neraca air setempat Intensitas penyinaran matahari Informasi ini sangat bermanfaat untuk kegiatan-kegiatan yang menyangkut: Penanganan benih (pengumpulan, penyimpanan); Pengelolaan dan pemeliharaan tanaman. Lama penyinaran matahari Informasi ini sangat bermanfaat untuk kegiatan-kegiatan yang menyangkut: Penanganan benih (pengumpulan, penyimpanan); Pengelolaan dan pemeliharaan tanaman.
•
Untuk mitigasi dan adaptasi bencana kekeringan, banjir, longsor, kerusakan hutan dan lahan. Mitigasi dan adaptasi terhadap bencana ini sangat erat kaitannya dengan proses produksi sektor kehutanan dimana proses produksi ini sangat erat kaitannya dengan perkembangan ekonomi setempat (masyarakat, pemerintah kabupaten) dan ekonomi nasional. Komponen iklim atau cuaca yang terkait adalah: Suhu udara (rata-rata, maksimum dan minimum); Curah hujan (awal musim hujan, lama musim hujan, awal musim kemarau, dan lama musim kemarau); Kelembaban udara; Kelembaban tanah;
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
230
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
243
Suhu tanah; Intensitas penyinaran matahari; Lama penyinaran matahari.
2.
Bentuk infomasi Data statistik berserta trennya merupakan salah satu bentuk informasi yang sangat diperlukan di sektor kehutanan. Dengan informasi yang diturunkan dari data statistik para pengambil kebijakan baik kebijakan teknis maupun umum dapat melakukan berbagai analisa dan perhitungan sehingga bisa diperoleh suatu kesimpulan. Penyajian dalam bentuk tabel-tabel maupun grafik akan memudahkan pengguna dalam mendalami data yang ada. Selain penyajian informasi dalam bentuk tabel statistik dan trennya, informasi tentang lokasi menjadi hal yang penting. Oleh karena itu, penyajian informasi dalam bentuk spasial (peta) menjadi hal yang penting. Penyajian peta-peta berdasarkan tema-tema khusus akan memudahkan penggunanya dalam menyerap informasi yang terkandung. Peta-peta ini juga dapat menyajikan informasi fakta ataupun hasil analisa tren dari fakta tersebut.
3.
Mekanisme diseminasi Seiring dengan perkembangan teknologi, ada berbagai cara untuk menyajikan data dan informasi ke publik. Cara penyajian ini dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar yaitu penyajian dalam bentuk hardprint dan dalam bentuk softprint. Penyajian melalui media cetak seperti pembuatan peta, buku, leaflet, brosur, dan sebagainya merupakan penyajian yang sudah umum dilakukan. Terlepas dari kelebihan dan kekurangannya, penyajian dalam bentuk barang cetakan (hardprint) masih berguna. Penyajian dalam bentuk softprint adalah penyajian data dan informasi yang memanfaatkan teknologi komunikasi masa kini. Contoh cara penyajian seperti ini adalah online web, short message system (sms), media jejaring sosial (facebook, twitter), dan lain-lainnya.
244
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
231
4.
Lokasi Kegiatan sektor kehutanan tersebar di seluruh penjuru tanah air. Akan tetapi, ada kegiatan-kegiatan tertentu yang berlokasi spesifik, seperti kawasan pesisir dengan ekosistem mangrove. Tidak semua lokasi mempunyai kawasan ekosistem mangrove. Oleh karena itu, penyajian data dan informasi dapat mencakup seluruh wilayah Indonesia dan dapat hanya di tempat-tempat tertentu saja.
E. GAP KAPASITAS DAN KEBUTUHAN 1.
Layanan meteorologi Layanan BMKG
Gap
1. Prakiraan cuaca: - Jabodetabek (pagi, sore, malam; hari ini, hari esok) - Provinsi (hari ini, hari esok, hujan, suhu, kelembaban, arah angin, kecepatan angin) - Indonesia (hari ini, hari esok, hujan, kelembaban, suhu) - Dunia (hari ini, hari esok, hujan, suhu)
Parameter sudah terpenuhi, tinggal cakupan wilayah perlu lebih detail untuk kawasan berhutan
Prakiraan cuaca untuk remote area (hari ini, hari esok, prakiran hujan, suhu, arah angin, kecepatan angin).
Parameter sudah terpenuhi, tinggal cakupan wilayah perlu lebih detail untuk kawasan berhutan
Prakiraan cuaca untuk remote area (potensi hujan lebat, peringatan dini).
3. Citra: - Satelit (suhu relatif, kelembaban, potensi hujan) - Radar (Indonesia, Jabodetabek, potensi intensitas hujan (ringan, sedang, lebat, sangat lebat), kotakota penting, gempa, animasi)
Parameter sudah terpenuhi, tinggal cakupan wilayah perlu lebih detail untuk kawasan berhutan
Citra satelit, radar
2. Prospek cuaca: - 3 harian (wilayah berpotensi hujan lebat, wilayah berpotensi hujan lebat disertai petir, Puting Beliung, dll) - Mingguan (prospek cuaca, peringatan dini, catatan)
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
232
Kebutuhan Sektor Kehutanan
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
245
Layanan BMKG
Kebutuhan Sektor Kehutanan
Gap
4.
Prakiraan angin
Parameter sudah terpenuhi, tinggal cakupan wilayah perlu lebih detail untuk kawasan berhutan
5.
Potensi banjir harian Jakarta
Parameter sudah terpenuhi, tinggal cakupan wilayah perlu lebih detail untuk kawasan berhutan
Arah angin, kecepatan angin
6. Maritim/cuaca pelayaran 7. Siklon tropis 8. Kebakaran Hutan (peringkat bahaya kebakaran hutan Indonesia, asia tenggara, fire weather index, prediksi hari ini, h+1, h+2, h+3, h+4, h+5, h+6; potensi kemudahan terjadinya kebakaran-indonesia) 9. Cuaca Penerbangan
2.
- Parameter sudah terpenuhi, tinggal cakupan wilayah perlu lebih detail untuk kawasan berhutan; - Hotspot - Potensi hotspot melebar dan luasannya
Cuaca ekstrem, peringatan dini, hotpots, potensi hotpots melebar jadi kebakaran
Layanan klimatologi Layanan BMKG
Kebutuhan Sektor Kehutanan
Gap
1. Prakiraan iklim: - Informasi hujan bulanan - Prakiraan hujan bulanan - Prakiraan musim
Parameter sudah terpenuhi, tinggal cakupan wilayah perlu lebih detail untuk kawasan berhutan;
Distribusi curah hujan bulanan, prakiraan hujan bulanan di remote area
2. Neraca air
Parameter sudah terpenuhi, tinggal cakupan wilayah perlu lebih detail untuk kawasan berhutan;
Ketersediaan air tanah, kelembaban tanah, lokasi remote area
3. Dinamika atmosfer
Parameter sudah terpenuhi, tinggal cakupan wilayah perlu lebih detail untuk kawasan berhutan
Perkiraan el niño, la niña
246
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
233
Layanan BMKG
Kebutuhan Sektor Kehutanan
Gap Parameter sudah terpenuhi, tinggal cakupan wilayah perlu lebih detail untuk kawasan berhutan;
Prakiraan potensi bulanbulan mendatang untuk wilayah remote berhutan
6. Indeks presipitasi terstandartisasi
Parameter sudah terpenuhi, tinggal cakupan wilayah perlu lebih detail untuk kawasan berhutan;
SPI untuk remote area
7. Informasi perubahan iklim
Parameter sudah terpenuhi, tinggal cakupan wilayah perlu lebih detail untuk kawasan berhutan;
Peta kerentanan remote area/kawasan berhutan
8.
Parameter sudah terpenuhi, tinggal cakupan wilayah perlu lebih detail untuk kawasan berhutan;
Info suhu muka laut di pantai-pantai yang landai (hutan mangrove)
Parameter sudah terpenuhi, tinggal cakupan wilayah perlu lebih detail untuk kawasan berhutan;
Hotspot, sebaran asap, harian, prakiraan, peringatan dini kebakaran
4. Potensi banjir
5.
3.
Analisa kejadian iklim ekstrem
Informasi prediksi suhu muka laut
9. Kualitas udara: - Informasi SO2 - Informasi NO2 - Informasi SPM - Informasi Kimia air hujan - Informasi Ozon (O3) - Informasi gas rumah kaca (GRK) - Informasi aerosol (PM 10) - Informasi sebaran debu gunung api - Informasi asap kebakaran hutan - Basis data kualitas udara
Peringatan dini
Layanan BMKG 1. Cuaca Ekstrem
Gap Parameter sudah terpenuhi, tinggal cakupan wilayah perlu lebih detail untuk kawasan berhutan;
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
234
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
Kebutuhan Sektor Kehutanan Suhu ekstrem, bulan kering ekstrem, bulan basah ekstrem
247
Layanan BMKG
Kebutuhan Sektor Kehutanan
Gap
2. Prakiraan Curah Hujan Jakarta
Parameter sudah terpenuhi, tinggal cakupan wilayah perlu lebih detail untuk kawasan berhutan;
3. Potensi Banjir Jakarta
Parameter sudah terpenuhi, tinggal cakupan wilayah perlu lebih detail untuk kawasan berhutan;
4. Kebakaran Hutan
Parameter sudah terpenuhi, tinggal cakupan wilayah perlu lebih detail untuk kawasan berhutan; sebaran hotspot, hotspot berpotensi menjadi kebakaran
Suhu, bulan kering, el niño
5. Siklon Tropis
F. PERENCANAAN KE DEPAN BMKG DAN SEKTOR 1.
Perlunya stasiun pengukuran unsur iklim dalam kawasan hutan Kegiatan di sektor kehutanan sangat erat kaitannya dengan situasi cuaca dan iklim diwilayah dimana kegiatan itu berada. Informasi parameter cuaca dan iklim sangat diperlukan untuk melakukan upaya-upaya baik itu upaya mitigasi maupun upaya adaptasi agar kegiatan sektor kehutanan di lapangan dapat berhasil. Untuk mendapatkan informasi tentang parameter cuaca dan iklim, para penggiat lapangan sektor kehutanan masih mengandalkan data iklim dari stasiun pengamat cuaca dan iklim terdekat. Hanya saja, stasiun pengamat cuaca dan iklim terdekat ini relatif sehingga kadang-kadang keakuratan datanya dapat digolongkan kasar sehingga prakiraan-prakiraan yang dibuat banyak yang meleset. Stasiun pengamat cuaca dan iklim biasanya berlokasi di daerah yang berpenduduk, sedangkan banyak kegiatan sektor kehutanan yang berada di remote area. Oleh karena itu, pendirian atau pemasangan stasiun pengamat cuaca dan iklim (termasuk pengamatan GRK) menjadi hal yang perlu segera diwujudkan.
2.
Pembuatan jaringan kerja antara BMKG dan sektor kehutanan BMKG mempunyai adalah sebuah Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND), yang mempunyai tugas: melaksanakan tugas pemerintahan di bidang Meteorologi, Klimatologi, Kualitas Udara dan Geofisika sesuai dengan ketentuan perundang-
248
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
235
undangan yang berlaku. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud diatas, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika menyelenggarakan fungsi-fungsi di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika yang mencakup koordinasi dan perumusan kebijakan nasional, jumum, teknis; melaksanakan observasi, pelayanan data dan informasi serta hal-hal lain yang terkait pengadaan, pengelolaan dan diseminasi data meteorologi, klimatologi dan geofisika. Sektor kehutanan merupakan salah satu sektor yang kegiatannya sangat banyak berkaitan dengan kondisi cuaca (meteorologi), serta iklim. Ada suatu hubungan yang berpotensi untuk saling mengisi antara BMKG dan sektor kehutanan. Stasiunstasiun pengamat cuaca, dan iklim BMKG yang di remote area sampai saat ini masih terbatas. Di satu sisi, sektor kehutanan sangat memerlukan data dan informasi cuaca serta iklim yang akurat dalam menjaga dan mengelola sumberdaya hutannya. Banyak tenaga sektor kehutanan yang di remote area. Sebagai lembaga yang mempunyai fungsi koordinasi di bidang meteorologi, klimatologi dan geofisika, kolaborasi dan sinergi kegiatan-kegiatan perikliman antara BMKG dan Kementerian Kehutanan berpeluang untuk menambah kekuatan kedua lembaga pemerintah ini dalam mensukseskan program-programnya yang sangat bermanfaat bagi masyarakat.
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
236
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
249
DAFTAR PUSTAKA Campbell NA, Reece JB. 2009. Biology. USA: Pearson Benjamin Cummings. Page. 415-419 FAO. 2007. The World’s Mangroves 1980–2005. Forest Resources Assessment Working Paper No. 153. Food and Agriculture Organization of The United Nations. Rome. Frieder Schurr,John LeBlanc, Gregory Biging, and Clara Simon, 2006. Climate Change Impact on Forest Resources. California Climate Change Center. Gunarto. 2004. Konservasi Mangrove Sebagai Pendukung Sumber Hayati Perikanan Pantai. Jurnal Litbang Pertanian, 23 (1). 15-21. Hartini, S., Guridno Bintar Saputro, M. Yulianto, Suprajaka. 2010. Assessing the Used of Remotely Sensed Data for Mapping Mangroves Indonesia. SELECTED TOPICS in POWER SYSTEMS and REMOTE SENSING. In 6th WSEAS International Conference on REMOTE SENSING (REMOTE ’10), Iwate Prefectural University, Japan. October 4-6, 2010; pp. 210-215. Haryadi, Benny; Arina Miardini; Gunawan; Bambang Dwi Atmoko; dan Aris Boediyono. 2010. ANALISIS KERENTANAN TUMBUHAN HUTAN AKIBAT PERUBAHAN IKLIM (VARIASI MUSIM & CUACA EKSTREM ). Laporan Hasil Penelitian. Unpublished. IUCN - The Word Conservation Union. 1993. Oil and Gas Exploration and Production in Mangrove Areas. IUCN. Gland, Switzerland. McLeod, E. and R.V. Salm. 2006. Managing Mangroves for Resilience to Climate Change. IUCN, Gland, Switzerland. 64p. Naning Anggraeni dan Bambang Trisaksi, 2011. Kajian dampak perubahan iklim terhadap kebakaran hutan dan deforestasi di provinsi Kalimantan Barat. Jurnal Penginderaan Jauh. Vol. 8, 2011: 11-20. Rusli, Y. 2013. Perubahan Iklim, Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca, Pohon dan Hutan: Peluang atau Bencana? Majalah Rimba Indonesia Vol 52, Oktober 2013. Ryke Nandini dan Budi Hadi Narendra, peneliti di Balai Penelitian Kehutanan Mataram dalam riset yang dirilis Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol 8 No 3 2011 Syahrir, E.W., Sakka, Arif S. ANALISIS KERENTANAN PANTAI DI KABUPATEN TAKALAR. Theo, Djoko. 2012. Pelestarian Hutan Mangrove dan Pemberdayaan Masyarakat. Kedeputian Bidang Kesra Setkab. http://www.setkab.go.id/artikel-6300-.html
250
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
237
KEBUTUHAN LAYANAN IKLIM DI SEKTOR PARIWISATA Oleh: E.K.S.Harini Muntasib (Guru Besar Dept Konservasi Sumberdaya Hutan & Ekowisata, Fak Kehutanan IPB Institut Pertanian Bogor)
*) Tulisan disampaikan dalam rangka Penyusunan Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim, BMKG
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
251
KEBUTUHAN LAYANAN IKLIM DI SEKTOR PARIWISATA3 Oleh: E.K.S.Harini Muntasib4
(Institut Pertanian Bogor)
A. PENDAHULUAN Indonesia dengan segala potensi keindahan, kekayaan alam dan budayanya sebenarnya mempunyai nilai yang tinggi dalam pasar pariwisata. Sehingga Indonesia sebagai destinasi pariwisata memiliki competitive advantage terutama untuk daya tarik wisata hayati dan fisik serta daya tarik wisata bawah air serta keunikan dan keanekaragaman budayanya yang tidak dimiliki oleh negara lain, seperti Thailand, Malaysia, Singapura dan Vietnam. Namun sampai saat ini Indonesia belum bisa menang dalam jumlah kunjungan wisatanya, karena citra Indonesia yang atraktif, aman dan nyaman relatif masih kurang. Disisi lain untuk menawarkan atau promosi wisata maka yang diperlukan oleh calon wisatawan adalah: Keamanan, Kepastian. Pencapaian, Kekhususan, Kemudahan, Kenyamanan dan Kelayakan Isu strategis dunia, salah satunya tentang lingkungan yang telah dimanfaatkan oleh sektor Pariwisata untuk mempromosikan sebagai Green Industry. Sejalan dengan upaya tersebut, berbagai pihak terkait harus ikut bertanggung jawab untuk mewujudkan ”Green Industry”. Sehingga semua Industri wisata dan tentu saja wisatawan juga berhak untuk mendapatkan informasi yang benar dan akurat tentang lingkungan yang didatanginya. Salah satu informasi saat ini yang sangat dibutuhkan adalah terkait dengan Iklim, mengingat perubahan yang sangat drastis dengan adanya perubahan lingkungan global pula Masyarakat yang bergerak di bidang wisata perlu untuk tahu serta meningkatkan pengetahuan, informasi tentang perubahan Iklim sebagai dasar langkah untuk melakukan adaptasi dan mitigasi. Sehingga penyelenggaraan wisata tetap dapat dilaksanakan dengan baik, wisatawan terpuaskan, dan pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, daerah ataupun negara. Tindakan adaptasi bagi penyelenggara wisata adalah upaya untuk mengatasi dampak perubahan Iklim sehingga mampu mengurangi 3 Tulisan disampaikan dalam rangka Penyusunan Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim, BMKG 4 Guru Besar Dept Konservasi Sumberdaya Hutan & Ekowisata, Fak Kehutanan IPB
252 238
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
dampak negatifnya terhadap penyelenggaraan wisata. Apabila penyelenggara wisata cukup jeli untuk dapat mengambil manfaat positif dari perubahan iklim, maka akan menjadi suatu produk wisata baru yang menarik. Mengingat perubahan Iklim merupakan suatu keniscayaan yang tidak dapat dihindari. Sedangkan tindakan mitigasi bagi penyelenggara wisata merupakan suatu upaya untuk mengatasi penyebab perubahan Iklim. Upaya tersebut juga dapat dijadikan produk wisata, misalnya dengan produk wisata menanam pohon. Tulisan ini akan menyampaikan tentang Kebutuhan Layanan Informasi Perubahan Iklim di Sektor Pariwisata.
B. DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP SEKTOR PARIWISATA Perubahan iklim yang sangat drastis membuat terjadinya perubahan yang sangat berdampak pada kelangsungan kehidupan di dalamnya. Musim kemarau yang panjang atau hujan yang terjadi terus menerus menjadi salah satu hal yang membuat calon wisatawan akan berpikir dua kali untuk datang ke suatu kawasan. Mereka sering merasa khawatir tidak bisa menikmati keindahan alam yang akan didatanginya karena kondisi cuaca yang mendadak berubah, atau tidak diketahui juga oleh travel agent yang mempromosikan paketnya. Para travel agent juga sering merasa khawatir dengan kondisi iklim yang tidak bisa diduga sebelumnya, apalagi mereka biasanya akan mempromosikan paket-paketnya jauh sebelumnya, biasanya satu tahun sebelum penjualan sudah dilakukan promosi untuk penjualan paketnya. Pada daerah-daerah yang sudah berkembang pariwisatanya juga biasanya sudah mengeluarkan calender event selama satu tahun. Keadaan ini juga sering menjadi kekhawatiran karena kalau dulu orang hanya berpegang pada “Musim hujan itu kirakira April-Oktober“ dan Kemarau “Oktober-April“ maka saat ini perkiraan musim-hujan dan kemarau tadi juga bisa sangat jauh dari perkiraan. Sehingga penentuan tata waktu kegiatan tahunan akan sangat berhasil apabila dilengkapi dengan ‘Perkiraan cuaca yang mendekati benar’. Apalagi jenis-jenis wisata yang memerlukan kepastian untuk kondisi Iklim dan cuaca yang akurat, misal surfing, diving, snorkeling atau berenang, memancing dan berperahu di laut. Demikian juga yang suka dengan lereng atau gunung seperti hiking,
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
253 239
mountenering, climbing. Kegiatan berwisata di sungai seperti rafting, canoing atau memancing dan susur sungai juga sangat memerlukan informasi kondisi cuaca yang terjadi saat itu. Pemanasan global dan perubahan iklim yang terjadi akan mempengaruhi sumberdaya alam hayati. Perubahan iklim menyebabkan beberapa gangguan iklim diantaranya terjadinya el niño dan la niña. El niño menyebabkan kemarau panjang yang yang dapat mengganggu ketersediaan air. Potensi terjadinya kebakaran hutan meningkat karena curah hujan rendah, suhu udara tinggi dan kelembaban rendah. Kondisi ini mengancam kehidupan satwa yang ada di dalamnya. Sebaliknya apabila terjadi la niña, menyebabkan intensitas curah hujan sangat tinggi sehingga dapat menyebabkan erosi dan banjir. Hal ini juga akan menyebabkan bencana yang tidak hanya menimpa manusia tetapi juga semua makhluk hidup yang tinggal di dalamnya. Selain itu, perubahan iklim dapat menyebabkan spesies-spesies yang rentan terhadap perubahan iklim tersebut sehingga dapat musnah karena tidak dapat beradaptasi dengan adanya perubahanperubahan tersebut.
Gambar 1. Banteng liar di Cidaun, Taman Nasional Ujung Kulon (Harini, 2000).
Aktivitas ekowisata sangat terkait dengan sumberdaya alam hayati. Oleh karena itu sangat penting mengetahui pengaruh perubahan iklim terhadap sumberdaya alam hayati sebagai daya tarik ekowisata, agar aktivitas ekowisata dapat berjalan dengan optimal, efisien dan efektif.
254 240
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
C. KEBUTUHAN SEKTOR PARIWISATA TERHADAP INFORMASI PERUBAHAN IKLIM Kebutuhan setiap sektor tentang Informasi perubahan Iklim tentu saja berbedabeda, karena sesuai dengan kegiatan serta tugas yang dijalankan oleh sektor tersebut. Berikut disampaikan matriks kebutuhan sektor pariwisata terhadap Informasi perubahan Iklim dan uraian penjelasannya. Tabel 1. Matriks kebutuhan sektor pariwisata terhadap perubahan iklim. Jenis Informasi
Mekanisme Diseminasi
Bentuk Informasi
Kegunaan/Manfaat
Lokasi
Sea Level Rise
- Info tren sea level rise (5, 15, 25 tahun) - Informasi prediksi harian
- Website BMKG - Web link ke Kemenparekraf dan Kementerian sumberdaya terkait wisata
- Kepastian untuk promosi dan penjualan wisata pantai dan laut - Kepastian saat yang tepat wisata dilaksanakan
Indonesia
Suhu (Rata-rata, maksimum dan minimum)
- Info tren perubahan suhu - Informasi harian - Peta lokasi cuaca (suhu panas) ekstrem
- Website BMKG - Web link ke Kemenparekraf, Kemenhut, Kemen KKP, Kemen EDSM - Informasi disampaikan ke bagian promosi Kemenparekraf - Buku peta informasi
- Promosi wisata - Kepastian penjualan paket wisata - Kepastian merancang event wisata
Indonesia
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
255 241
Jenis Informasi
Mekanisme Diseminasi
Kegunaan/Manfaat
Lokasi
Curah Hujan
- Info tren curah hujan - Early warning system untuk curah hujan ekstrem - Peta spasial curah hujan (musiman) - Peta overlay kawasan pariwisata nasional (KSPN) dan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) dengan peta rawan banjir/ longsor - Peta overlay rute jalan raya dengan peta rawan banjir/ longsor - Info mingguan curah hujan - Tren wet spell
- Website BMKG - Web link ke Pusdatin Kemenparekraf dan Kementerian terkait sumberdaya wisata (Kemenhut, Kemen KKP, Kemen ESDM) - Informasi disampaikan ke Badan Litbang dan Pusdatin Parekraf - Buku peta informasi
- Perencanaan dan pembangunan KSN dan KSPN - Menentukan Tourism Gold Period - Menentukan periode wisata terbatas - Perencanaaan penanggulangan bahaya
Indonesia
Arah dan Kecepatan Angin
- Info tren arah dan kecepatan angin mingguan dan tahunan - Kondisi ekstrem (Puting Beliung) - Informasi harian - Detail kecepatan angin
- Website BMKG - Web link ke Pusdatin Kemenparekraf dan Kementerian terkait sumberdaya wisata (Kemenhut, Kemen KKP, Kemen ESDM)
- Perencanaan jenis wisata yang memerlukan arah angin (misal paralayang dsb) arah landasan bandara - Informasi perjalanan yang melalui lokasilokasi ekstrem - Perencanaan perjalanan wisatawan - Memberikan informasi dini pada kondisi ekstrem
Indonesia
256
242
Bentuk Informasi
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
Jenis Informasi
Mekanisme Diseminasi
Bentuk Informasi
Kegunaan/Manfaat
Lokasi
Petir
- Info tren frekuensi petir dan peta lokasi rawan petir - Informasi harian
- Website BMKG - Web link ke Pusdatin Kemenparekraf dan Kementerian terkait sumberdaya wisata (Kemenhut, Kemen KKP, Kemen ESDM)
- Untuk perencanaan dalam penanggulangan lokasi-lokasi yang rawan petir - Untuk perencanaan pembangunan KSN dan KSPN terkait lokasi-lokasi yang rawan petir
Indonesia
Gelombang Laut
- Peta Informasi tinggi gelombang laut - Informasi gelombang ekstrem (mis: akibat badai tropis) - Informasi harian
- Website BMKG - Web link ke Pusdatin Kemenparekraf dan Kementerian terkait sumberdaya wisata (Kemenhut, Kemen KKP, Kemen ESDM) - Informasi disampaikan ke Badan Litbang dan Pusdatin Parekraf - Buku peta informasi
- Perencanaan jenisjenis wisata yang memanfaatkan gelombang - Perencanaan wisata laut dan pantai - Informasi perjalanan untuk gelombang ekstrem - Informasi untuk membuka atau menutup lokasi-lokasi wisata pantai dan laut
Indonesia
- Detail tinggi gelombang (maksimum dan minimum), mingguan - Peta informasi lokasi tinggi gelombang ekstrem
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
257
243
Jenis Informasi
Mekanisme Diseminasi
Kegunaan/Manfaat
Drought (Kekeringan)
- Peta dry spell - Peta potensi kekeringan bulanan
- Website BMKG - Web link ke Pusdatin Kemenparekraf dan Kementerian terkait sumberdaya wisata (Kemenhut, Kemen KKP, Kemen ESDM)
- Perencanaan jenisjenis wisata yang memerlukan kondisi kering (contoh melihat satwa liar di savanna) - Peringatan waktuwaktu kering bagi wisata sungai, danau atau semua yang terkait dengan kekeringan - Informasi wisata yang terkait dengan Pasang surut di jalur muara sungai - Informasi lamanya terjadi pasang surut jalur muara sungai
Gas Rumah Kaca dan Polusi Udara
- Tren GRK dan polusi udara - Jumlah emisi di kota-kota besar - Peta lokasi pencemaran
- Website BMKG - Web link ke Pusdatin Kemenparekraf dan Kementerian terkait sumberdaya wisata (Kemenhut, Kemen KKP, Kemen ESDM) - Informasi disampaikan ke Badan Litbang dan Pusdatin Parekraf - Buku peta informasi
- Peringatan dini terhadap para wisatawan kota besar - Perencanaan peralatan khusus wisatawan bagi lokasi-lokasi ekstrem
258
244
Bentuk Informasi
Lokasi
Kota-kota besar di Indonesia
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
Jenis Informasi
Mekanisme Diseminasi
Bentuk Informasi
Kegunaan/Manfaat
Lokasi Indonesia (pada lokasilokasi yang khusus)
Kelembaban Udara
- Peta lokasi dan dinamika kelembaban udara - Informasi harian
- Website BMKG - Web link ke Pusdatin Kemenparekraf dan Kementerian terkait sumberdaya wisata (Kemenhut, Kemen KKP, Kemen ESDM) - Informasi disampaikan ke Badan Litbang dan Pusdatin Parekraf - Buku peta informasi
- Perencanaan wisata minat khusus terhadap lokasi-lokasi yang mempunyai kelembaban tinggi hamper permanen (Hutan lumut, pakupakuan dsb) - Peringatan dini pada saat terjadinya perubahan kelembaban yang ekstrem
Trajectory Asap, Debu Gunung Berapi dan Radiasi Matahari
-
Peta sebaran asap/debu Trajectory asap dan debu
- Website BMKG - Web link ke Pusdatin Kemenparekraf dan Kementerian terkait sumberdaya wisata (Kemenhut, Kemen KKP, Kemen ESDM)
- Perencanaan wisata minat khusus ke gunung apian - Peringatan dini pada lokasi-lokasi dengan kejadian khusus
-
Indonesia (terutama pada GunungGunung berapi)
PENJELASAN MATRIKS Untuk sektor pariwisata, terdapat 11 jenis informasi yang dibutuhkan, mengingat wisata saat ini sudah mulai dipromosikan dan dijual jauh sebelum kegiatan wisata dilakukan, bisa sampai 1 tahun sebelum kegiatan, 6 bulan atau 3 bulan sebelumnya. Adapun 11 jenis informasi tadi adalah: 1. Sea Level Rise Informasi ini terutama dibutuhkan bagi wisatawan yang akan melakukan kegiatannya terkait dengan laut. Contoh kegiatannya adalah mulai naik kapal pesiar, menyeberang ke pulau-pulau kecil, bermain di laut (bermacam-macam bentuk kegiatannya), snorkeling, diving dan sebagianya untuk melihat keindahan bawah laut.
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
259
245
Gambar 2. Kondisi keindahan laut yang baru tenang di sekitar Pulau Komodo (Koes, 2011).
Adapun bentuk Informasi yang dibutuhkan adalah : a. Info tren sea level rise (5, 15, 25 tahun); b. Informasi prediksi harian. Untuk mendapatkan informasi tersebut maka mekanisme diseminasinya melalui : 1. Website BMKG; 2. Web link ke Kemenparekraf dan Kementerian sumberdaya terkait wisata (Kementerian Kehutanan, Kementerian Kelautan, Kementerian ESDM). Manfaat dari informasi terutama untuk : 1. Kepastian untuk promosi dan penjualan wisata pantai dan laut; 2. Kepastian saat yang tepat wisata dilaksanakan. 2. Suhu (Rata-rata, maksimum dan minimum) Informasi ini terutama dibutuhkan untuk semua pengelola wisata dan wisatawan mengingat suhu akan sangat berpengaruh terhadap kenyamanan berwisata. Hal itu juga terkait dengan pakaian serta sarana wisata yang akan disarankan oleh pengelola kegiatan kepada wisatawan
260
246
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
Adapun bentuk informasi yang dibutuhkan adalah: a. Info tren perubahan suhu Untuk mendapatkan informasi tersebut maka mekanisme diseminasinya melalui: 1. Informasi harian website BMKG; 2. Web link ke Kemenparekraf dan Kementerian sumberdaya terkait wisata; 3. Peta lokasi cuaca (suhu panas) ekstrem. Manfaat dari informasi terutama untuk : 1. Promosi wisata; 2. Kepastian penjualan paket wisata; 3. Kepastian merancang event wisata.
3. Curah Hujan Informasi ini sangat penting bagi pengelola wisata dan wisatawan, mengingat wisatawan umumnya menghindari hujan. Namun kalau memang terjadi, sudah harus disampaikan sebelumnya serta sudah ada persiapan. Apalagi dengan kondisi curah hujan ekstrem, maka pengelola wisata diharapkan sudah tahu lebih dulu, untuk tidak menawarkan kegiatan wisatanya. Atau kalau sampai ada wisatawan yang tetap akan melakukan wisata sudah mempunyai persiapan lebih dulu. Adapun bentuk informasi yang dibutuhkan adalah a. b. c. d.
Info tren curah hujan; Early warning system untuk curah hujan ekstrem; Peta spasial curah hujan (musiman); Peta overlay kawasan pariwisata nasional (KSPN) dan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) dengan peta rawan banjir/longsor; e. Peta overlay rute jalan raya dengan peta rawan banjir/longsor; f. Info mingguan curah hujan; g. Tren wet spell.
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
261 247
Untuk mendapatkan informasi tersebut maka mekanisme diseminasinya melalui: 1. Website BMKG; 2. Web link ke Pusdatin Kemenparekraf dan Kementerian terkait sumberdaya wisata (Kemenhut, Kemen KKP, Kemen ESDM); 3. Informasi disampaikan ke Badan Litbang dan Pusdatin Parekraf; 4. Buku peta informasi. Manfaat dari informasi terutama untuk: 1. Perencanaan dan pembangunan KSN dan KSPN; 2. Menentukan Tourism Gold Period; 3. Menentukan periode wisata terbatas; 4. Perencanaaan penanggulangan bahaya.
4. Arah dan Kecepatan Angin Informasi ini terutama diperlukan untuk pengelola wisata dan wisatawan yang memerlukan arah dan dan kecepatan angin. Selain itu juga untuk angin yang ekstrem sehingga dapat dilakukan penyelamatan atau menghindari dari terjadinya angin yang ekstrem. Adapun informasi yang dibutuhkan adalah : 1. 2. 3. 4.
Info tren arah dan kecepatan angin mingguan dan tahunan; Kondisi ekstrem (Puting Beliung); Informasi harian; Detail kecepatan angin.
Untuk mendapatkan informasi tersebut maka mekanisme diseminasinya melalui a. Website BMKG; b. Web link ke Pusdatin Kemenparekraf dan Kementerian terkait sumberdaya wisata (Kemenhut, Kemen KKP, Kemen ESDM). Manfaat dari informasi terutama untuk: 1. Perencanaan jenis wisata yang memerlukan arah angin (misal paralayang) arah landasan bandara; 2. Informasi perjalanan yang melalui lokasi2 ekstrem;
262 248
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
3. Perencanaan perjalanan wisatawan; 4. Memberikan informasi dini pada kondisi ekstrem. 5. Petir Informasi ini terutama pada lokasi-lokasi yang rawan petir. Mengingat pada daerahdaerah tertentu ada yang sangat rawan petir dan wisatawan yang berasal dari daerah yang sangat sedikit petir biasanya sangat takut apabila ada petir. Disisi pengelola pariwisata informasi ini juga sangat penting untuk menyusun perencanaan paket wisata pada waktu-waktu yang tepat. Selain itu juga diperlukan untuk menyusun perencanaan dan pengembangan kawasan strategis pariwisata nasional. Adapun informasi yang dibutuhkan adalah : 1. Info tren frekuensi petir dan peta lokasi rawan petir; 2. Informasi harian. Untuk mendapatkan informasi tersebut maka mekanisme diseminasinya melalui : a. Website BMKG; b. Web link ke Pusdatin Kemenparekraf dan Kementerian terkait sumberdaya wisata (Kemenhut, Kemen KKP, Kemen ESDM). Manfaat dari Informasi terutama untuk: 1. Untuk perencanaan dalam penanggulangan lokasi-lokasi yang rawan petir; 2. Untuk perencanaan pembangunan KSN dan KSPN terkait lokasi-lokasi yang rawan petir. 6. Gelombang Laut Informasi ini terutama untuk merencanakan wisata yang memanfaatkan gelombang pagi para perencana kegiatan. Juga bagi keselamatan wisatawan apabila terjadi gelombang ekstrem Adapun Informasi yang dibutuhkan adalah: 1. 2. 3. 4. 5.
Peta Informasi tinggi gelombang laut; Informasi gelombang ekstrem (mis: akibat badai tropis); Informasi harian; Detail tinggi gelombang (maksimum dan minimum), mingguan; Peta informasi lokasi tinggi gelombang ekstrem.
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
263 249
Untuk mendapatkan informasi tersebut maka mekanisme diseminasinya melalui: a. Website BMKG; b. Web link ke Pusdatin Kemenparekraf dan Kementerian terkait sumberdaya wisata (Kemenhut, Kemen KKP, Kemen ESDM); c. Informasi disampaikan ke Badan Litbang dan Pusdatin Parekraf; d. Buku peta informasi. Manfaat dari Informasi terutama untuk: 1. 2. 3. 4.
Perencanaan jenis-jenis wisata yang memanfaatkan gelombang; Perencanaan wisata laut dan pantai; Informasi perjalanan untuk gelombang ekstrem; Informasi untuk membuka atau menutup lokasi-lokasi wisata pantai dan laut.
7. Drought (Kekeringan) Informasi ini terutama digunakan untuk merencanakan wisata yang memerlukan kondisi kering, misal melihat satwa liar di savanna dan sebagainya. Namun sebaliknya juga untuk informasi bagi wisata yang kondisi kering itu menjadi masalah misal rafting, susur sungai dan sebagainya. Adapun informasi yang dibutuhkan adalah: 1. Peta dry spell; 2. Peta potensi kekeringan bulanan. Untuk mendapatkan informasi tersebut maka mekanisme diseminasinya melalui: a. Website BMKG; b. Web link ke Pusdatin Kemenparekraf dan Kementerian terkait sumberdaya wisata (Kemenhut, Kemen KKP, Kemen ESDM). Manfaat dari Informasi terutama untuk: 1. Perencanaan jenis-jenis wisata yang memerlukan kondisi kering (misal melihat satwa liar di savana);
264 250
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
Gambar 3. Padang Savana di Pulau Komodo, Koes, 2011).
2. Peringatan waktu-waktu kering bagi wisata sungai, danau atau semua yang terkait dengan kekeringan; 3. Informasi wisata yang terkait dengan pasang surut di jalur muara sungai; 4. Informasi lamanya terjadi pasang surut jalur muara sungai.
8. Gas Rumah Kaca dan Polusi Udara Saat ini kota-kota besar juga menjadi salah satu tujuan wisata yang sangat diminati, dari mulai wisata belanja, sampai museum serta berbagai tempat wisata permainan serta sejarah dan budaya. Maka Informasi tentang polusi udara dan gas rumah kaca sangat penting, mengingat polusi yang tinggi biasanya banyak terjadi di kota-kota besar. Adapun informasi yang dibutuhkan adalah: 1. Tren GRK dan polusi udara 2. Jumlah emisi di kota-kota besar 3. Peta lokasi pencemaran Untuk mendapatkan informasi tersebut maka mekanisme diseminasinya melalui: a. Website BMKG; b. Web link ke Pusdatin Kemenparekraf dan Kementerian terkait sumberdaya wisata (Kemenhut, Kemen KKP, Kemen ESDM);
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
265 251
c. Informasi disampaikan ke Badan Litbang dan Pusdatin Parekraf; d. Buku peta informasi. Manfaat dari informasi terutama untuk: 1. Peringatan dini terhadap para wisatawan kota besar; 2. Perencanaan peralatan khusus wisatawan bagi lokasi-lokasi ekstrem.
9. Kelembaban Udara Informasi ini dibutuhkan untuk merencanakan kegiatan wisata pada lokasi-lokasi yang memang mempunyai kelembaban tinggi, misal adanya hutan lumut di Kalimantan.
Gambar 4. Hutan lumut di Kalimantan (Ayu, 2009).
Namun sebaliknya juga diperlukan informasi pada lokasi-lokasi yang mengalami perubahan ekstrem kelembaban udaranya. Adapun informasi yang dibutuhkan adalah: 1. Peta lokasi dan dinamika kelembaban udara; 2. Informasi harian. Untuk mendapatkan informasi tersebut maka mekanisme diseminasinya melalui: a. Website BMKG; b. Web link ke Pusdatin Kemenparekraf dan Kementerian terkait sumberdaya wisata (Kemenhut, Kemen KKP, Kemen ESDM); c. Informasi disampaikan ke Badan Litbang dan Pusdatin Parekraf; d. Buku peta informasi.
266 252
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
Manfaat dari Informasi terutama untuk: 1. Perencanaan wisata minat khusus terhadap lokasi-lokasi yang mempunyai kelembaban tinggi hampir permanen (hutan lumut, paku-pakuan dan sebagainya); 2. Peringatan dini pada saat terjadinya perubahan kelembaban yang ekstrem.
10. Trajectory Asap, Debu Gunung Berapi dan Radiasi Matahari Informasi ini dibutuhkan terutama yang terkait dengan wisata kegunungapian. Para perencana wisata dapat menyampaikan kondisi dari lokasi gunung api yang akan didatangi.
Gambar 5. Wisata Gunung Api (Harini, 2008).
Adapun informasi yang dibutuhkan adalah: 1. Peta sebaran asap/debu dan radiasi matahari; 2. Trajectory asap dan debudan radiasi matahari. Untuk mendapatkan informasi tersebut maka mekanisme diseminasinya melalui: a. Website BMKG; b. Web link ke Pusdatin Kemenparekraf dan Kementerian terkait sumberdaya wisata (Kemenhut, Kemen KKP, Kemen ESDM).
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
267 253
Manfaat dari Informasi terutama untuk: 1. Perencanaan wisata minat khusus kegunungapian; 2. Peringatan dini pada lokasi-lokasi dengan kejadian khusus.
D. PERENCANAAN KE DEPAN BMKG DAN SEKTOR PARIWISATA ADAPTASI YANG AKAN DILAKUKAN KEMENTERIAN PARIWISATA 1. Sosialisasi terhadap para pelaku wisata untuk memanfaatkan informasi Iklim dan cuaca sehingga dapat dilakukan optimalisasi dalam menyusun calender event wisata baik nasional maupun di daerah-daerah serta untuk promosi wisata; 2. Melakukan program pengurangan risiko bencana dengan menyampaikan informasi seawal mungkin kepada daerah maupun para pelaku wisata apabila terjadi kondisi ekstrem; 3. Menjadi fasilitator bagi para pihak untuk memberikan konsultasi dalam pembangunan infrastruktur yang tidak berdampak mengakibatkan perubahan iklim; 4. Melakukan pengkajian ilmiah untuk akibat dari perubahan Iklim di kawasan strategis pariwisata; 5. Peningkatan kapasitas dari beberapa individu di Litbang pariwisata untuk intensif mencermati pengaruh perubahan Iklim terhadap kawasan strategis pariwisata; 6. Bekerjasama dengan BMKG untuk lebih intensif menyampaikan Informasi perubahan iklim dan cuaca; 7. Pengembangan sistem informasi wisata terkait dengan perubahan Iklim.
Kementerian Teknis Yang Terkait Sumberdaya Wisata 1. Sosialisasi terhadap para pengelola wisata di lingkup kementeriannya untuk memanfaatkan informasi iklim dan cuaca sehingga dapat dilakukan optimalisasi dalam mengelola sumberdaya yang menjadi tanggung jawabnya sekaligus sebagai daya tarik wisata; 2. Melakukan program pengurangan risiko bencana dengan menyampaikan informasi seawal mungkin kepada pengelola sumberdaya yang ada di lingkup kementeriannya apabila terjadi kondisi ekstrem;
268 254
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
3. Peningkatan kapasitas pengelola sumberdaya di lingkup kementeriannya untuk lebih intensif mencermati pengaruh perubahan iklim terhadap sumberdaya yang menjadi tanggung jawabnya sekaligus yang mempunyai daya tarik wisata.
Pengusaha Wisata 1. Memanfaatkan informasi iklim dan cuaca untuk menyusun perencanaan wisata yang akan dijual; 2. Mengemas berbagai kegiatan pengurangan risiko bencana terkait iklim seperti wisata menanam pohon dan lain-lain; 3. Secara intensif mempelajari perubahan yang terjadi pada daerah-daerah tujuan wisata yang dikembangkannya; 4. Menyiapkan SDM yang siap untuk memberikan pertolongan pertama pada lokasilokasi yang rawan akibat perubahan iklim; 5. Aktif memanfaatkan sistem informasi wisata terkait dengan perubahan Iklim.
Wisatawan 1. Lebih jeli untuk membaca penawaran wisata berdasarkan informasi yang lebih lengkap tentang iklim dan cuaca; 2. Lebih memilih paket wisata yang sudah dilengkapi dengan informasi tentang cuaca dan kondisi yang ekstrem; 3. Meningkatkan ketahanan tubuh untuk menghadapi kondisi yang ekstrem; 4. Meningkatkan pengetahuan dan informasi tentang perubahan iklim melalui jaringan.
Mitigasi Yang Akan Dilakukan Mitigasi yang akan dilakukan oleh sektor pariwisata yang merupakan tindakan aktif untuk mencegah atau memperlambat terjadinya perubahan Iklim atau pemanasan global melalui upaya penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) dan atau peningkatan penyerapan GRK.
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
269 255
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mengingat Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif bukan suatu kementerian yang menangani langsung sumberdaya wisata maka mitigasi yang akan dilakukan adalah: 1. Sosialisasi kepada para pengelola wisata untuk seefisien mungkin menggunakan sumberdaya (air, energi, dan sebagainya); 2. Mengkampanyekan kepada para pengelola wisata untuk meningkatkan paket-paket wisata yang merupakan tindakan aktif untuk mencegah dan memperlambat terjadinya perubahan iklim; 3. Memfasilitasi para pengelola wisata untuk meningkatkan kemampuan sumber daya manusianya untuk ikut mencegah atau memperlambat terjadinya perubahan iklim. 4. Sosialisasi kepada para pengelola wisata untuk memakai produk-produk dengan emisi rendah dalam pembuatan dan pemakaiannya; 5. Sosialisasi kepada para pengelola wisata untuk meningkatkan pemanfaatan sumber listrik tenaga non fosil dan menjadi kebanggaan bagi pengelola wisata tersebut.
Kementerian Teknis Yang Terkait Sumberdaya Wisata 1. Sosialisasi kepada para pengelola sumberdaya di lingkup kementeriannya untuk seefisien mungkin menggunakan sumberdaya (air, energi dan sebagainya); 2. Meningkatkan kegiatan untuk melestarikan keanekaragaman hayati yang juga sebagai daya tarik wisata; 3. Memfasilitasi pengelola sumberdaya di lingkup kementeriannya untuk meningkatkan kemampuan sumberdaya manusianya untuk ikut mencegah atau memperlambat terjadinya perubahan iklim; 4. Melakukan sosialisasi kepada para pengelola sumberdaya di lingkup kementeriannya untuk meningkatkan pemanfaatan sumber listrik tenaga non fosil; 5. Melakukan sosialisasi kepada para pengelola sumberdaya di lingkup kementeriannya untuk menggunakan produk-produk dengan emisi rendah dalam pembuatan dan pemakaiannya.
270 256
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
Pengelola Wisata 1.
Efisien dalam menggunakan energi (air, energi dan sebagainya);
2.
Mengembangkan program-program wisata menanam pohon, aktif melestarikan keanekaragaman hayati;
3.
Menggunakan sumber energi ramah lingkungan;
4.
Menggunakan sumber energi rendah emisi;
5.
Memakai produk dengan nilai emisi rendah dalam pembuatan dan pemakaiannya;
6.
Meningkatkan pemanfaatan moda transportasi yang memuat lebih banyak orang.
Wisatawan 1.
Memilih program-program wisata untuk menanam pohon dan melestarikan keaneka ragaman hayati;
2.
Memilih travel yang sudah memperhatikan (ada penjelasan) tentang penggunaan energi yang lebih hemat, menggunakan produk yang nilai emisinya rendah.
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
271 257
KAPASITAS LAYANAN INFORMASI PERUBAHAN IKLIM BMKG DALAM MENDUKUNG SEKTOR TRANSPORTASI Oleh: Sabungan H. Hutapea (Badan Puslitbang Kementerian Perhubungan)
272
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
KAPASITAS LAYANAN INFORMASI PERUBAHAN IKLIM BMKG DALAM MENDUKUNG SEKTOR TRANSPORTASI Oleh: Sabungan H. Hutapea (Badan Puslitbang Kementerian Perhubungan)
1.
PENDAHULUAN
Isu pemanasan global yang terjadi saat ini diakibatkan oleh adanya perubahan iklim seperti yang dilansir oleh IPCC (2007) mengindikasikan beberapa wilayah di dunia telah terjadi peningkatan atau kecenderungan (tren) kenaikan suhu udara. Begitu pula dengan yang terjadi pada skala regional atau lokal seperti di wilayah Indonesia, posisi geografis wilayah Indonesia yang dikenal sebagai benua maritim dengan dominasi pola curah hujan ekuatorial pada dasarnya sangat rentan terhadap perubahan pola intensitas curah hujan. Hal ini mengingat wilayah Indonesia cukup banyak menerima sinar radiasi matahari. Adanya sinar matahari yang berlimpah dapat digambarkan dengan suhu udara yang cukup tinggi dan konsisten sepanjang tahun di wilayah Indonesia (BMKG, 2013). Perubahan iklim global disebabkan oleh manusia yang terus menerus menggunakan bahan-bakar yang berasal dari fosil seperti batu-bara, minyak bumi dan gas bumi. Sebagian dari akibat pemanasan global ini, yaitu mencairnya tudung es di kutub, meningkatnya suhu lautan, kekeringan yang berkepanjangan, penyebaran wabah penyakit berbahaya, banjir besar-besaran, coral bleaching dan gelombang badai besar. Dampak paling besar dirasakan oleh negara pesisir pantai, negara kepulauan, dan negara berkembang seperti Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Sektor transportasi sangat memerlukan pelayanan cuaca/iklim dan khususnya perubahan iklim untuk kegiatan perencanaan dan operasionalnya seperti penerbangan untuk keselamatan waktu pesawat take off atau landing, pelayaran terkait dengan tinggi gelombang laut untuk keselamatan pelayaran. Berdasarkan studi oleh Puji Lestari, jumlah kendaraan darat di Indonesia mengalami kenaikan 10-15% per tahun, dimana kendaraan pribadi menyumbang gas polutan sebesar kurang lebih 22% terhadap udara di kota (Gambar 1.). Sedangkan untuk pertumbuhan jumlah kapal (tanker, penumpang dan kargo) meningkat tajam sejak tahun 2007 sampai 2009 (Gambar 2a.) dan tingkat laju pergerakan penerbangan di Indonesia juga terus meningkat (Gambar 2b.).
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
258
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
273
Gambar 1. Pertumbuhan Kendaraan di Indonesia 2000-2011 (BPS, 2012).
Gambar 2. Pertumbuhan Transportasi Laut (a) dan Udara (b) di Indonesia 2000-2009 (http://gis.dephub.go.id/).
2.
DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP SEKTOR TRANSPORTASI
Adapun dampak peningkatan GRK adalah pemanasan global yang antara lain mengakibatkan anomali cuaca, yaitu cuaca menjadi lebih sulit di prediksi dan lebih
274
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
259
ekstrem seperti curah hujan yang sangat tinggi dalam waktu singkat, angin kencang, badai, yang menyebabkan banjir, tanah longsor, gelombang laut yang besar; sehingga mengganggu aktivitas transportasi, merusak infrastruktur, dan juga tidak jarang menyebabkan kecelakaan Ada 3 faktor utama perubahan iklim yang mempengaruhi sistem transportasi yaitu: meningkatnya temperatur (increasing temperatures), meningkatnya curah hujan (Increasing precipitation), dan naiknya permukaan laut (Rising sea levels ) (Andrey, J. et al, 2003). 2. 1. Peningkatan Temperatur Meningkatnya temperatur akan berdampak terhadap kenyamanan pada jasa transportasi. Dilain pihak makin meningkat kesejaterahan masyarakat makin meningkat juga tuntutan atau kebutuhan termasuk kenyamanan. Transportasi harus mampu menyediakan transportasi yang nyaman, misalnya kereta api atau angkutan umum yang dilengkapi dengan penyejuk udara. Sehingga untuk menyiapkan sarana dan prasarana (terminal, stasiun) yang sejuk akan membutuhkan energi yang meningkat, yaitu kenaikkan konsumsi energi listrik untuk Air Conditioner (AC). Peningkatan temperatur berpotensi mempengaruhi berbagai moda transportasi, terutama mempengaruhi permukaan jalanan. Pengaruh yang disebutkan adalah kerusakan perkerasan jalan, melengkungnya rel (rail buckling), efesiensi bahan bakar berkurang, permukaan air dalam tanah makin rendah dan menurunnya penutup es (Hyman R., 2007). Peningkatan temperatur akan mempengaruhi perubahan tinggi muka air, kerusakan perkerasan, curah hujan mempengaruhi daya angkat dan efisiensi pesawat udara, membengkoknya bantalan dan rel, dan lain-lain. a. Kerusakan Perkerasan Kualitas perkerasan jalan raya diidentifikasi akan menurun sebagai suatu isu potensi karena perubahan temperatur iklim. Perkerasan jalan apakah itu aspal fleksibel atau aspal beton, akan mengalami kerusakan apabila terjadi peningkatan temperatur. Temperatur akan menyebabkan bahan perkerasan jalan memuai pada suhu yang sangat panas dan menyusut pada saat temperatur dingin. Perubahan ini mengakibatkan bahan jalan cepat lelah (fatigue) yang pada akhirnya membuat perkerasan sering lepas, terkelupas, menipis, pecah, retak, menggembung dan berlubang dan lain-lain. Pada temperatur dingin permukaan jalan licin dan pada musim panas aspal fleksibel mencair atau meleleh sehingga aspal fleksibel sering melekat pada roda kendaraan. Lambat laun lapisan perkerasan ini semakin menipis, sehingga untuk penyesuaian, jalan itu harus lebih sering mendapat pemeliharaan,
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
260
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
275
membongkar jalan retak dan menggantinya serta dilakukan pelapisan ulang jalan dengan bahan aspal dengan kekakuan tinggi yang tahan panas. b. Membengkoknya Bantalan dan Rel Jalan kereta terbuat dari bentangan baja yang dapat memuai ketika temperatur sangat panas. Pemuaian ini dapat melelahkan baja rel yang menurut hukum hook apabila bahan melewati batas elastisnya dapat menyebabkan baja mudah membengkok. Pembengkokan ini lebih sering terjadi apabila temperatur iklim sering berubahubah antara panas dan dingin. Pada temperatur sangat panas jalan rel kereta memuai dan pada saat dingin menyusut. Menurut Peterson (2006) bahwa jarak kereta api untuk dapat melakukan pengereman makin pendek dan kecepatan kereta api akan menurun apabila terjadi pembengkokan rel. Untuk mengatasi pembengkokan rel ini maka pengawasan temperatur rel makin sering dilakukan dan pada akhirnya akan meningkatkan biaya pemeliharaan jalur kereta. Selain itu karena rel sering mengalami pemuaian rel itu menjadi lelah dan mudah rusak sehingga rel harus diganti. c. Penurunan daya angkat dan efisiensi pesawat udara Perubahan iklim terutama temperatur dan tingkat curah hujan dapat mempengaruhi pesawat udara ketika meakukan take off ataupun landing. Pada saat pesawat udara take off diperlukan daya angkat pesawat udara ke udara. Apabila tekanan angin kencang maka diperlukan tambahan tenaga untuk bisa mengangkat pesawat. Akibatnya diperlukan runway yang lebih panjang. Selain itu diperlukan bahan bakar yang banyak untuk meningkatkan kemampuan angkat pesawat. d. Perubahan Tinggi Muka Air Perubahan tinggi muka air pada transportasi laut, danau dan sungai akan terjadi bila temperatur sangat panas karena besarnya penguapan yang terjadi. Apabila permukaan air menurun, kapal atau perahu sebagai alat angkutan air akan sulit membawa beban yang lebih berat dan akan sering mengalami kandas. Makin tinggi permukaan air maka makin tinggi kemamupuan kapal atau perahu mengangkut beban karena penambahan tinggi muka air tentunya akan meningkatkan daya pikul beban yang berada di atas permukaan.
2.2.
Meningkatnya Curah Hujan
Peningkatan durasi dan intensitas curah hujan yang terjadi tentu saja akan dapat mempengaruhi stabilitas konstruksi jalan raya, jalan kereta, trotoar dan lain-lain. Dari
276
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
261
beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa curah hujan dapat mempengaruhi kerusakan infrastruktur jalan. Menurut laporan Natural Resources Canada pada tahun 2004, kerusakan infrastruktur jalan akan lebih cepat terjadi apabila siklus antara hujan dan salju lebih sering terjadi terutama di daerah yang merupakan hujan asam. Curah hujan dapat menyebabkan terbawanya sedimen ke dalam sungai sehingga mempercepat pendangkalan sungai. Untuk jembatan, pondasi jembatan dapat bergerak dan merusak jembatan. Selain itu meningkatnya curah hujan sering menyebabkan banjir yang merusak prasarana transportasi jalan. Pada saat hujan sering sekali terjadi longsor. Bahan-bahan longsoran masuk ke badan jalan sehingga jalan terputus. Kejadiaan ini sering terjadi di jalan-jalan utama, akibatnya perjalanan terganggu. 2.3.
Naiknya Permukaan Laut
Naiknya permukaan laut dapat mempengaruhi wilayah pantai, yang selanjutnya mempengaruhi moda transportasi laut. Apabila permukaan air naik maka terjadi pasang. Pasang ini dapat merusak jalan yang dekat dengan pantai dan merusak prasarana jalan yang ada. Beberapa fasilitas angkutan utama di kota besar New York rawan terhadap efek peningkatan permukaan laut dan angin topan surges, mencakup Galangan Kapal Greenville, Galangan Kapal Harlem, Galangan Kapal Oak Island, dan Terminal Kereta Express. Secara keseluruhan, New York City yang berada pada 600 mil tepi laut, hampir semua dapat mengalami kerusakan akibat banjir dan angin topan. Pada subsektor perhubungan laut, banyak gangguan dikarenakan angin badai, ombak besar, yang menyebabkan transportasi penyeberangan dan pelayaran terganggu, bahkan tidak sedikit terjadi peristiwa yang menyebabkan jatuh korban, begitu pula kerusakan pada prasarana pelabuhannya. Sedangkan pada transportasi udara acapkali cuaca ekstrem menyebabkan penundaan penerbangan, bahkan dalam satu dua peristiwa terjadi kecelakaan pesawat yang serius. Potensi dampak perubahan iklim di sektor transportasi yang perlu diwaspadai di Indonesia telah disusun Badan Litbang Kementerian Perhubungan dalam upaya untuk kebutuhan adaptasi memahami dampak yang akan terjadi (Tabel 1.).
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
262
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
277
Tabel 1. Potensi dampak perubahan iklim di sektor transportasi. Kebijakan
Climate Change Type
Dampak Fisik
Dampak Transportasi
Transportasi Jalan Raya
1. Perbedaan suhu ekstrem 2. Curah hujan semakin intensif 3. Puting Beliung
1. Suhu tinggi dan atau banjir menyebabkan berkurangnya kekuatan perkerasan aspal 2. Batas muai dan susut struktur jembatan terlampaui 3. Ayunan pada jembatan akibat angin kencang
1. Kurangnya kapasitas sistem drainase dan banjir dari jaringan jalan raya 2. Kerusakan struktur (permukaan dan keseluruhan) 3. Penurunan muka tanah jalan raya 4. Pergeseran tanah 5. Erosi tanah dan tanggul 6. Kerusakan pohon dan akarnya 7. Peningkatan kejadian pohon tumbang
Transportasi ASDP
1. Gelombang tinggi semakin intensif 2. Puting Beliung
1. Perairan di dermaga tidak stabil / tenang sehingga mengganggu proses labuh dan sandar kapal. 2. Menyebabkan gangguan gelombang electromagnet
1. Peningkatan intensitas pembatalan pelayaran 2. Peningkatan jumlah kejadian kecelakaan pelayaran akibat cuaca 3. Gangguan navigasi 4. Dermaga terendam banjir rob
Transportasi Kereta Api
1. Curah hujan semakin intensif 2. Badai disertai halilintar 3. Perbedaan suhu ekstrem
1. Run-off pada jaringan rel 2. Gangguan elektromangnetik 3. Muai dan susut rel (rel melengkung)
1. Anjloknya rel kereta akibat longsor ( jika curah hujan yang tinggi disertai tidak terkontrolnya penggunaan lahan) 2. Gangguan persinyalan 3. Jaringan rel, stasiun terendam banjir
Transportasi Udara
1. Curah hujan semakin intensif 2. Kecepatan angin yang lebih kencang dan lebih banyak badai 3. Puting Beliung
1. Run-off pada runway mengganggu take-off dan landing pesawat 2. Cross-wind dan turbulensi yang mengganggu pesawat. 3. Menyebabkan gangguan gelombang elektromagnetik
1.
278
2. 3. 4.
Peningkatan intensitas delay pesawat akibat cuaca Peningkatan jumlah kejadian kecelakaan penerbangan akibat cuaca Runway terendam banjir rob Gangguan navigasi.
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
263
Kebijakan Transportasi Laut
3.
Climate Change Type 1. Gelombang tinggi semakin intensif 2. Puting Beliung
Dampak Fisik 1. Perairan di dermaga tidak stabil / tenang sehingga mengganggu proses labuh dan sandar kapal. 2. Menggangu alur pelayaran 3. Menyebabkan gangguan gelombang elektromagnet
Dampak Transportasi 1. Peningkatan intensitas pembatalan pelayaran 2. Peningkatan jumlah kejadian kecelakaan pelayaran akibat cuaca 3. Gangguan navigasi 4. Pelabuhan terendam banjir rob
LAYANAN INFORMASI PERUBAHAN IKLIM BMKG
Pelayanan berbagai informasi iklim sangatlah penting untuk sektor transportasi, hal ini dikarenakan sektor transportasi merupakan salah satu penyumbang emisi gas rumah kaca yang secara signifikan memberikan kontribusi terhadap terjadinya perubahan iklim. Dengan layanan informasi ini, setiap pihak-pihak yang terkait dalam sektor transportasi akan memahami dan mampu mengambil kebijakan-kebijakan dalam melakukan perencanaan-perencanaan dan desain sistem transportasi yang dapat mencegah terjadinya peribahan iklim. Layanan informasi yang diberikan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) disampaikan melalui website yang sangat diperlukan di sektor transportasi diantaranya adalah perkiraan cuaca, potensi banjir, prakiraan gelombang, siklon tropis, cuaca penerbangan, prakiraan iklim, kejadian iklim ekstrem, info perubahan iklim, dan kualitas udara. 4.
KEBUTUHAN SEKTOR TRANSPORTASI AKAN INFORMASI PERUBAHAN IKLIM
Kebutuhan data untuk adaptasi pada sektor transportasi terdiri dari data curah hujan, arah dan kecepatan angin, sea level rise, gelombang laut, suhu (rata-rata, maksimum dan minimum), draught (kekeringan), kelembaban udara, gas rumah kaca dan polusi udara, petir, trajectory asap dan debu gunung berapi. Ada pun jenis data dan pemanfaatan data tersebut akan diuraikan lebih lanjut sebagai berikut: 4. 1. Data Curah Hujan a. Jenis Data - Info tren curah hujan; - Early warning system untuk curah hujan ekstrem; - Peta spasial curah hujan (musiman);
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
264
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
279
- Peta overlay jalur KA dengan peta rawan banjir/longsor; - Peta overlay rute jalan raya dengan peta rawan banjir/longsor; - Info mingguan curah hujan; - Tren wet spell. b. Kegunaan/Manfaat - Perencanaan dan pembangunan lokasi dermaga, pelabuhan, terminal, stasiun, bandara, terminal, jembatan timbang, pengujian kendaraan bermotor dan rute jalan; - Material aspal jalan (komposisi campuran aspal dan pasir) dan jaringan rel (menentukan tingkat erosi akibat curah hujan yang lebat pada jalur rel serta longsor yang akan terjadi); - Material dan desain jembatan (apakah jembatan akan dibuat dari konstruksi beton atau konstruksi baja); - Dengan adanya peta spasial curah hujan (musiman) dapat dilakukan perencanaan inspeksi terhadap jalan raya atau jalur-jalur KA yang rawan longsor, sehingga dapat diketahui dan tindakan yang akan dilakukan untuk mencegah kecelakaan pada sektor transportasi; - Pada masa yang akan datang Kementerian Perhubungan akan melakukan reaktivasi jalur-jalu kereta api yang telah pernah ada pada masa penjajahan kolonial. Dalam rencana tersebut diperlukan data curah hujan. 4. 2. Data Arah dan Kecepatan Angin a. Jenis Data - Info tren arah dan kecepatan angin mingguan dan tahunan; - Kondisi ekstrem (Puting Beliung); - Informasi harian; - Detail kecepatan angin. b. Kegunaan/Manfaat - Perencanaan arah landasan bandara yang akan dibangun pada suatu wilayah - Untuk kegiatan operasional penerbangan (arah take off dan landing pesawat udara); - Perencanaan pembuatan rambu lalu lintas (pondasi, tinggi, bentuk, material); - Perencanaan konstruksi jembatan yang mampu menahan gaya ayunan jembatan yang diakibatkan tiupan angin; - Perencanaan perjalanan penumpang dan barang pada angkutan penyeberangan dan pelayaran kapal laut;
280
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
265
-
-
-
Analisis stabilitas kapal diperlukan oleh nakhoda dalam pelayaran, dengan mengarahkan kapal sejajar dengan arah angin, dan jangan sampai terjadi arah angin menerpa lambung sisi (kiri/kanan) kapal yang dapat mengakibatkan kecelakaan; Mengetahui lokasi dimana kecepatan angin yang ekstrem (berpotensi badai) nakhoda dapat menghindari atau menunda perjalanan kapal, sehingga terjadinya kecelakaan kapal dapat dihindari; Analisis desain kapal yang dapat menahan kecepatan angin yang ekstrem pada suatu wilayah.
4. 3. Sea level rise a. Jenis Data - info tren sea level rise (5, 15, 25 tahun) - informasi prediksi harian b. Kegunaan/Manfaat - Perencanaan pembangunan pelabuhan (ketinggian platform pelabuhan), terminal dan stasiun kereta api khususnya di daerah-daerah dimana rob sering terjadi, sehingga pada saat pembangunannya sudah memperhitungkan perubahan tinggi permukaan laut; - Identifikasi dan inventarisasi pelabuhan dan stasiun kereta api yang kenaikannya ekstrem; - Perencanaan pembangunan prasarana transportasi jalan (terminal, PKB, dan jembatan timbang). 4. 4. Gelombang laut a. Jenis Data - Peta Informasi tinggi gelombang laut; - Informasi gelombang ekstrem (misal: akibat badai tropis); - Informasi harian; - Detail tinggi gelombang (maksimum dan minimum), mingguan; - Peta informasi lokasi tinggi gelombang ekstrem. b. Kegunaan/Manfaat - Tinggi gelombang laut dapat mempengaruhi proses labuh/sandar kapal baik di dermaga penyeberangan maupun pelabuhan. Dengan mengetahui informasi tersebut dapat persiapkan alat bantu kelancaran proses operasional kapal. Misalnya untuk kapal penumpang akan dipersiapkan kapal kecil untuk
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
266
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
281
-
-
-
menjemput/mengatar penumapang; Perencanaan rute/alur pelayaran perdagangan dan penyeberangan, rute tersebut harus menghindari alur pelayaran yang memiliki tinggi gelombang yang besar; Perkiraan terjadinya gelombang laut yang tinggi bermanfaat untuk membantu perencanaan perjalanan angkutan penumpang dan barang, sehingga operator dapat terhindar dari kecelakaan; Analisis kekuatan dan ketahanan kapal; Mengetahui lokasi ekstrem terjadinya kecelakaan kapal; Analisis desain kapal yang dapat menahan gelombang yang ekstrem pada suatu wilayah perairan tertentu.
4. 5. Suhu (Rata-rata, maksimum dan minimum) a. Jenis Data - Info tren perubahan suhu; - Informasi harian; - Peta lokasi cuaca (suhu panas) ekstrem. b. Kegunaan/Manfaat - Perencanaan material yang digunakan dalam pembuatan rel; - Penentuan jarak maksimum dan minimum antara sambungan rel sesui dengan rata-rata temperatur wilayah dimana rel akan terpasang, sehingga tidak mengakibatkan kecelakaan perjalanan kereta api. Jarak sambungan yang besar dapat mengganggu kenyaman penumpang dan keselamatan perjalanan kereta api; - Perencanaan material aspal (komposisi campuran pasir, krikil dan aspal) pada jalan dan komposisi (semen, pasir) untuk konstruksi jembatan beton. 4. 6. Draught (Kekeringan) a. Jenis Data - Peta dry spell; - Peta potensi kekeringan bulanan. b. Kegunaan/Manfaat - Peringatan kekeringan terhadap angkutan sungai di Kalimantan; - Perencanaan jadwal angkutan barang/penumpang pada transportasi sungai dan mencari angkutan jalan sebagi alternatif yang efisien; - Menyiapkan untuk pengalihan muatan barang ke angkutan jalan bagi lokasi
282
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
267
-
4. 7.
yang sudah dibuka jalan; Informasi pasang/surut di jalur muara sungai sehingga pengelola angkutan dapat menyiapkan sarana penunjang; Informasi lamanya terjadi pasang-surut jalur muara sungai untuk merencanakan jadwal perjalanan/angkutan sungai.
Kelembaban Udara
a. Jenis Data - Info tren frekuensi petir dan peta lokasi rawan petir; - Informasi harian. b. Kegunaan/Manfaat - Keperluan dalam pengoperasian sintelis (sinyal telekomunikasi dan listrik) pada sistem perkeretaapian. Pada daerah-daerah kelembaban yang tinggi sering mengganggu sintelis atau umur pakainya/kehandalan, dan pada akhirnya dapat menimbulkan kecelakaan pada perjalanan kereta api. - Kelembaban udara yang tinggi juga mempengaruhi sistem rabu-rambu lalulintas (traffic light), sehingga informasi ini dapat digunakan untuk menetukan jadwal perawatan traffic light. 4. 8. Gas Rumah Kaca dan Polusi Udara a. Jenis Data - Tren GRK dan polusi udara; - Jumlah emisi di kota-kota besar; - Peta lokasi pencemaran. b. Kegunaan/Manfaat - Pengendalian emisi sarana transportasi (kendaraan bermotor, kereta api, kapal laut dan pesawat udara); - Mengetahui lokasi terdapatnya pencemaran udara dan emisi gas rumah kaca sehingga dapat diambil langkah-langkah untuk mengurangi dan mengendalikan polusi dan emisi tersebut. 4. 9. Petir a. Jenis Data - Info tren frekuensi petir dan peta lokasi rawan petir; - Informasi harian.
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
268
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
283
b. Kegunaan/Manfaat - Untuk perencanaan dalam penanggulangan gangguan elektromagnetik pada sintelis (sinyal telekomunikasi dan listrik) perkeretaapian, telekomunikasi transportasi laut dan ASDP; - Pengamanan GPS dan radio komunikasi perjalanan. 4. 10. Trajectory Asap dan Debu Gunung Berapi a. Jenis Data - Peta sebaran debu yang diakibatkan aktivitas vulkanik gunung berapi; - Peta sebaran asap yang diakibatkan aktivitas pembakaran hutan atau lahan gambut; - Trajectory asap atau debu. b. Kegunaan/Manfaat - Menentukan jadwal atau rute penerbangan pesawat udara; - Meningkatkan operasional keselamatan penerbangan di bandar udara 5.
GAP KAPASITAS DAN KEBUTUHAN Berbagai informasi yang disediakan oleh BMKG belum sepenuhnya dapat memenuhi kebutuhan informasi yang diperlukan pada sektor transportasi, diantaranya dapat dilihat pada tabel 2 berikut: Tabel 2. Kebutuhan informasi cuaca dan iklim untuk sektor transportasi. Jenis informasi
Bentuk informasi
Kegunaan/manfaat
Sea Level Rise
- info tren sea level rise - informasi harian
- Perencanaan pembangunan pelabuhan (ketinggian platform pelabuhan), stasiun kereta api - Identifikasi & inventarisasi pelabuhan dan stasiun kereta api yang kenaikannya ekstrem - Perencanaan pembangunan prasarana transportasi jalan (terminal, PKB, jembatan timbang)
Curah hujan – banjir – longsor
- Peta overlay jalur KA dengan peta rawan banjir / longsor - Peta overlay rute jalan raya dengan peta rawan banjir/longsor
- Perencanaan lokasi stasiun, bandara, terminal, jembatan timbang, pengujian kendaraan bermotor dan rute jalan - Material aspal jalan dan jaringan rel - Material dan design jembatan - Perencanaaan penanggulangan jalur KA rawan longsor - Pengaktifan kembali jalur KA non aktif
284
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
269
Jenis informasi
Bentuk informasi
Kegunaan/manfaat
Arah dan Kecepatan Angin
- Detail kecepatan angin pada lokasi ekstrem terjadinya rawan kecelakaan kapal
- Perencanaan arah landasan bandara - Informasi take off dan landing pesawat udara - Perencanaan pembuatan rambu lalu lintas (pondasi, tinggi, bentuk, material) - Perencanaan jembatan untuk mengatasi ayunan jembatan oleh angin - Perencanaan perjalanan penumpang dan barang - Analisis stabilitas kapal - Mengetahui lokasi ekstrem terjadinya kecelakaan kapal - Pengendalian kecelakaan kapal - Analisis design kapal
Petir
- Info tren frekuensi petir dan lokasi rawan - Informasi harian
- Untuk perencanaan dalam penanggulangan gangguan elektromagnetik pada sintelis perkeretaapian, telekomunikasi transportasi laut dan ASDP - Pengamanan GPS dan radio komunikasi perjalanan
Gelombang laut
- Informasi gelombang ekstrem (misal: akibat badai tropis) - Peta informasi lokasi tinggi gelombang ekstrem - Klimatologi gelombang laut
- Mengatasi gangguan proses labuh/sandar kapal oleh gelombang tinggi - Perencanaan rute/alur pelayaran perdagangan & penyeberangan - Perencanaan perjalanan angkutan penumpang dan barang - Analisis kekuatan dan ketahanan kapal - Mengetahui lokasi ekstrem terjadinya kecelakaan kapal - Analisis design kapal sesuai kondisi perairan
Draught
- Informasi pasang surut di jalur muara sungai - Informasi lamanya terjadi pasang surut jalur muara sungai
- Peringatan kekeringan terhadap angkutan sungai di Kalimantan - Menyiapkan untuk pengalihan muatan barang ke angkutan jalan bagi lokasi yang sudah dibuka jalan
Gas Emisi (CO2)
- Tren perubahan CO2 - Jumlah emisi di kotakota besar - Peta lokasi pencemaran
- Pengendalian emisi dari kendaraan bermotor - Mengetahui lokasi terdapatnya pencemaran dan emisi gas rumah kaca
TAFOR, SPECI, wind shear, jarak pandang, arah angin, dll sesuai kelas stasiun meteorologi yang melayani bandara
- Form - Tabel - Gambar
- Keselamatan penerbangan - Digunakan oleh ATC dalam memandu pesawat udara yang take off dan landing - Informasi untuk pilot agar mengetahui kondisi terakhir - Untuk NOTAM (Notice for Airman)
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
270
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
285
6.
PERENCANAAN KE DEPAN BMKG DAN SEKTOR
1.1.
Mitigasi Sektor Transportasi
Tujuan mitigasi pada sektor transportasi adalah mengurangi sumber penyebab perubahan iklim, mengurangi produksi CO2, meningkatkan penyerapan CO2, (dengan pengendalian pada sumber emisi ari transportasi yang efisien dan efektif). Tabel 3. Mitgasi perubahan iklim sektor transportasi. Mitigasi pada Jalan Raya Avoid
Kurangi melakukan perjalanan
• • •
Telecommuting (Manfaatkan internet dan handphone); Car free day; Pengaturan jam kerja dan jam sekolah.
Penataan Ruang
• •
Compact city, Kawasan CBD; Konsep TOD adalah retail, perkantoran, ruang terbuka dan fasilitas publik dengan menggunakan moda transit, berjalan kaki, sepeda, dan mobil; TOD dapat diartikan sebagai kawasan dengan peruntukan campuran yang dapat diakses oleh pejalan kaki dalam radius ±600 meter dari titik transit (halte/setasiun) angkutan massal dan pusat kegiatan komersial.
•
Shift
286
Pembatasan penggunaan kendaraan pribadi
• • • •
Road pricesing, kebijakan parker; Mengurangi subsidi BBM; Pajak kendaraan; Transit oriented development.
Intermoda shift
•
Shift/pindah kepada pemakaian transportasi massal;
Menyediakan angkutan umum yang baik (BRT, MRT, Kereta Api Komuter)
• • • • • •
Tarif terjangkau; Aman, Nyaman; Tepat waktu; Aksesibilitas; Kebijakan pembatasan penggunaan kendaraan pribadi.
Rekayasa lalu lintas & penerapan ITS
• • • •
Ketersediaan informasi; Ketepatan jadwal; Minimalisasi waktu tunggu; Mengurang tingkat kemacetan.
Integrasi Antar Moda
• • • •
Integrasi jadwal; Integrasi tiket; Integrasi pelayanan; Park and ride.
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
271
Mitigasi pada Jalan Raya Improve
Gunakan bahan bakar yang baik
• • • •
Substitusi BBM dengan BBG; Bio-diesel; Bio-ethanol; Hydrogen fuel cell.
Meyediakan transportasi yg efisen dan efektif
• • • • • •
Elektrifikasi; Bahan material yang ringan; Perbaikan infrastruktur transportasi (elevasi); Lost Energy conversion minimal; Teknologi kendaraan; Rekayasa lalu lintas.
Maintenance rutin dan pengujian sarana transportasi
• • •
Pengendalian pada sumber (mesin kendaraan); Meningkatkan efisiensi dan performance mesin kendaraan; Perawatan mesin/ batasan umur.
Teknik Penggunaan Kendaraan
•
Perilaku pengendara (max kec 60/km)
Teknologi Kendaraan
• • • • • •
Sistem Injeksi bahan bakar; Transmisi otomatis 6-Speed; Sistem CVT (Continuously Variable Transmission); Tanpa Torque Converter; Kendaraan Hybrid tanpa Torque Converter; Modular, bahan yang ringan.
Rekayasa lalu lintas
1. Manajemen Lalu lintas • • •
Penerapan inteligent transport system; Menerapkan biaya kemacetan (Congestion Charge); Kebijakan parkir (parkir park and ride disubsidi, parkir dari pusatpusat kota tariff progressive.
2. Fasilitas Park and Ride • • • • •
6.2
Fasilitas keamanan; Aksesibilitas yang baik; Nomor kontak darurat; Fasilitas toilet yang bersih; Tarif parkir yang ringan.
Adaptasi Sektor Transportasi
Tujuan adaptasi perubahan iklim untuk sektor transportasi adalah untuk perencanaan yang lebih baik dengan mempertimbangkan kondisi iklim (perubahan iklim) untuk mencapai transportasi berkelanjutan yang handal, efisien dan bersinergi.
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
272
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
287
Seperti diketahui, bahwa perubahan iklim telah, sedang dan akan terus terjadi, sehingga perlu dilakukan upaya menyesuaikan diri terhadap kondisi tersebut, berbagai upaya sangat perlu untuk dilakukan agar dapat hidup nyaman dalam menghadapi terjadinya perubahan iklim (Tabel 4.). Tabel 4. Adaptasi sektor transportasi. 1
TRANSPORTASI JALAN 1. Sistem Informasi • Identifikasi dan invetarisasi daerah yg curah hujannya lebat, banjir dan longsor; • Early warning System. 2. Protection (buat konstruksi pelindung) • Pembangunan konstruksi pelindung terminal, jalan tol; • Penguatan safety factor transportasi darat. 3. Retrofiting (Perbaiki & Perkuat) • Perbaikan dan perawatan berkala, rambu dan marka; • Penguatan konstruksi jalan. 4. Redesign (Desain dan Bangun Baru) • Penyediaan green belt di sepanjang jalan; • Pembangunan jalan dan jembatan ramah lingkungan; 5. Relocation (pindah lokasi baru) • Relokasi rencana terminal, jalan tol yang melalui kawasan konservasi
2
TRANSPORTASI ASDP 6. Sistem Informasi • Identifikasi dan invetarisasi pelabuhan penyeberangan yang memiliki perbedaan permukaan air sungai/dermaga yang ekstrem; • Early warning System. 7. Protection (buat konstruksi pelindung) • Penguatan struktur bangunan dan konstruksi dermaga penyeberangan 8. Retrofiting (perbaiki & perkuat) • Perubahan jadwal; • Perbaikan dan perawatan berkala; • Pengelolaan dan penyelenggaraan kegiatan penyeberangan. 9. Redesign and Relocation • Design dermaga:pembangunan jembatan penyeberangan; • Relocation: Memindahkan lokasi dermaga yang akan tenggelam atau terkena banjir rob.
3
TRANSPORTASI KERETA API 10 Sistem Informasi : • Identifikasi dan invetarisasi daerah: banjir, longsor, terkena rob dan perbedaan suhu yang ekstrem; • Early warning System.
288
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
273
11. Protection • Pembangunan konstruksi pelindung jalur kereta api dan sintelis 12. Retrofiting (perbaiki & perkuat) • Perbaikan dan perawatan berkala prasarana dan sintelis; • Penguatan Konstruksi jalan rel, sintelis. 13. Redesign (desain dan bangun baru) • Relayouting stasiun; • Elevated jalur rel kereta api, stasiun. 14. Relocation (pindah lokasi baru) • Relokasi rencana rel kereta dan stasiun yang melalui kawasan konservasi 4
TRANSPORTASI LAUT 15. Sistem Informasi • Identifikasi dan invetarisasi pelabuhan yang memiliki perbedaan permukaan air laut ekstrem, ombak > 3 m, lintasan badai; • Early warning system. 16. Protection • Pembangunan Konstruksi Pelindung:break water; • Pengerukan kolam pelabuhan yang mengalami pendangkalan. 17. • • • •
Retrofiting (Perbaiki & Perkuat) Struktur bangunan dan konstruksi pelabuhan; Perbaikan dan perawatan berkala rambu dan alur pelabuhan; Pengaturan safety factor transportasi laut; Pengelolaan dan penyelenggaraan kegiatan di bidang perkapalan dan kenavigasian.
18. Redesign (design dan bangun baru pelabuhan) • Pembangunan eco-port 19. Relocation • Pelabuhan yang tenggelam atau terkena banjir rob 5
TRANSPORTASI UDARA 20. Sistem Informasi • Identifikasi dan invetarisasi bandar udara yang potensial banjir, atau rob, cuaca ekstrem (hujan, kabut, angin kencang); • Early warning system. 21. Protection (pembangunan konstruksi pelindung) • Penguatan struktur bangunan dan konstruksi kebandarudaraan 22. • • • •
Retrofiting (perbaiki & perkuat) Perbaikan jadwal; Perbaikan dan perawatan berkala; Pengaturan safety factor transportasi udara; Pengelolaan dan penyelenggaraan kegiatan di bidang kenavigasian.
23. Redesign (desain dan bangun baru) • Pembangunan eco-airport 24. Relocation (pindah lokasi baru) • Bandar udara yang tenggelam atau terkena banjir rob
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
274
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
289
DAFTAR PUSTAKA
Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), 2010, Laporan Tahunan tentang Perubahan Iklim di Indonesia Th.1983-2007. Bandung. Dewan Nasional Perubahan Iklim-Indonesia, 2009, In-donesia’s Greenhaouse Gas Abatement Cost Curve. Biodiversity Action Plan, Jakarta:Ministry of National Development Plan/National Development Planing management course supported by the Government of Japan, ISNAR and IBS. Glowka, L. 1996. Determining Access to Genetic Resources and Ensuring Benefit- sharing: legall and institutional considerations, IUCN Environmental Policy and Law Paper. Hartono, T.T., 2007, Membangun Komitmen Global untuk Sektor Kelautan dan Perikanan Indonesia, artikel opini. Kementerian Lingkungan Hidup, 1997, Agenda 21 Indonesia: A National Strategy for Sustainable Development, Jakarta, KLH dan UNDP. Kementerian Lingkungan Hidup, 2002, Dari Krisis Menuju Keberlanjutan: Meniti Jalan Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia (Tinjauan Pelaksanaan Agenda 21), Jakarta: KLH. Ministry of National Development Planning (BAPPENAS), 1993, Kementerian Perhubungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian, 2009, Studi Kebutuhan Energi Sub Sektor Perkeretaapian. Jakarta. Kementerian Perhubungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian, 2009, Tentang Rencana Strategis Kementrian Perhubungan tahun 2010-2014 Bidang Perkeretaapian, Keputusan Dirjen Perkeretaapian NO. PR.004/SK.86/DJKA/04/10. Kementerian Perhubungan Dirjen Perkeretaapian, 2010, Studi Penyusunan Kebijakan Perkeretaapian Terkait Perubahan Iklim Global, Jakarta Lembaga Antariksa Penerbangan Nasional (LAPAN), 2010, Laporan Tahunan tentang Perubahan Tutupan Lahan di Indonesia. Bandung Meiviana, A., D.R. Sulistiowati dan M.H. Soejachmoen. 2004. Bumi Makin Panas: Ancaman Perubahan Iklim di Indonesia. Yayasan Pelangi. Jakarta. Murdiyarso, D. 2003. Sepuluh Tahun Perjalanan Negosiasi Konvensi Perubahan Iklim. Kompas, Jakarta.
290
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
275
Murdiyarso, D. Tanpa Tahun. Strategi Nasional Antisipasi Dampak Perubahan Iklim dalam www.perpustakaanmenlh.or.id. Dikunjungi tanggal 22 November 2007. Numberi, F., 2009, Peran Pembangunan Kelautan Dalam Mengantisipasi Isu Perubahan Iklim, Paparan Makalah pada Seminar Nasional Perubahan Iklim dan Prospek Ketahanan Nasional Jangka Panjang, Jakarta Orbanus N., Global Warming dan World Ocean Conference, Available on line at:http:// www.lestari-m3.org, di akses tanggal 25 Nopember 2007 jam 9.00 WIB. Proceedings of the 2005 International Energy Program Evaluation Conference, August 17-19, 2005, Brooklyn, New York. Ridwan dan Nurul Chazanah. Penanganan Dampak Perubahan Iklim Global pada Bidang Perkeretaapian Melalui Pendekatan Mitigasi dan Adaptasi. Jurnal Teknik Sipil, Institut Teknologi Bandung. Vol. 20 No. 2 Agustus 2013. Jl. Ganesa 10 Bandung Sari, A.P., Sari, R.E,. Butar Butar. R,. 2007,. Indonesia dan Perubahan Iklim: Status Terkini dan Kebijakannya. Peace, DFID Indonesia Sari, A.P., M.Maulidya, R.N. Butarbutar, R.E. Sari dan W.Rusmantoro. 2007. Executive Summary Indonesia and Climate Change working Paper on Current Status and Policies. DFID-World Bank. www.peace.co.id. Sarwoko, A dan I. Anshori. 2003. Keterpaduan Pengelolaan Sumberdaya Air Untuk Pendayagunaan Yang Berkelanjutan dalam Prosiding Seminar Bappenas FAO Menggagas Pengelolaan Sumberdaya Air Berkelanjutan. FAO-Bappenas, Jakarta. Sekertariat Jenderal Departemen Perhubungan. 2009. Rencana Pembangunan Sarana dan Prasarana Transportasi terkait Perubahan Iklim (Climate Change). Jakarta. Sugandhy.A dan Hakim.R. 2007. Prinsip Dasar Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan Berwawasan Lingkungan. Bumi Aksara.Jakarta. Stiling. P.D. 1992. Ecology: Theory and Application. 2nd. Ed. Prentice Hall International Inc. New Jersey. Susanta.G. dan Sutjahjo.H. 2007. Akankah Indonesia Tenggelam Oleh Pemanasan Global. Penebar Swadaya. Jakarta.
276
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
291
MATRIKS KEBUTUHAN SEKTORAL
292
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
MATRIKS KEBUTUHAN SEKTORAL SEKTOR PERTANIAN JENIS INFORMASI Sea Level Rise (SLR)
BENTUK
MEKANISME DISEMINASI
KEGUNAAN/ MANFAAT
LOKASI
- Grafik dan tabel rata-rata 10 harian/1 bulanan
- Website BMKG - Data digital
- Perencanaan dan pengelolaan lahan pertanian pasang surut dan lahan pantai (coastal area), informasi rawan salinitas pada lahan pantai
Indonesia
Sea Surface Temperature (SST)
Peta dan tabel tren kenaikan rata-rata bulanan
- Website BMKG - Data digital
- Prediksi kondisi iklim regional Indonesia untuk 1-3 bulan ke depan
Indonesia
Suhu Udara
- Peta, tren, dan tabel suhu rata-rata maksimum dan minimum - Peta, tren dan tabel suhu harian, 10 harian, dan bulanan
- Website BMKG - Dokumen (buku) - Data digital
- Prediksi kerawanan dan serangan OPT pada tanaman - Analisis kualitas produksi tanaman hortikultura (sayuran dan buahbuahan) - Analisis kerawanan penyakit ternak
Sentra pertanian
Kelembaban Udara
- Peta, tren, dan tabel kelembaban rata-rata maksimum dan minimum - Peta, tren dan tabel kelembaban harian, 10 harian, dan bulanan
- Website BMKG - Dokumen (buku) - Data digital
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
Sentra pertanian
293
277
JENIS INFORMASI
BENTUK
MEKANISME DISEMINASI
KEGUNAAN/ MANFAAT
LOKASI
Curah Hujan
- Peta dan tabel tren curah hujan ekstrem - Peta dan tabel tren pergeseran awal musim - Peta dan tabel tren panjang musim - Peta dan tabel tren dry spell dan wet spell
- Website BMKG - Dokumen (buku) - Data digital
- Analisis resiko kegagalan pertanian - Analisis asuransi pertanian - Analisis potensi waktu berbuah - Analisis waktu tutup tanam - Analisis distribusi waktu panen - Analisis potensi hijauan/pakan ternak - Analisis potensi produksi minyak atsiri
Indonesia
Radiasi Matahari
- Tabel tren lama penyinaran matahari 10 harian
- Website BMKG - Dokumen (buku) - Data digital
- Analisis kualitas produksi tanaman pangan dan hortikultura - Analisis kebutuhan air evapotranspirasi
Sentra Pertanian
Angin
- Tabel tren kecepatan angin maksimum 10 harian
- Website BMKG - Dokumen (buku) - Data digital
- Analisis potensi bencana pada tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan
Sentra Pertanian
Evaporasi
- Peta dan tabel tren penguapan rata-rata 10 harian
- Website BMKG - Dokumen (buku) - Data digital
- Analisis kebutuhan air tanaman - Monitoring kekeringan
Sentra Pertanian
Lain-lain
- Kandungan debu (spm)
- Website BMKG - Dokumen (buku) - Data digital
- Kasus insidentil jika terjadi gunung meletus dan dampaknya terhadap komoditas pertanian
Kawasan perkotaan atau dekat industri
278
294
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
SEKTOR SUMBER DAYA AIR JENIS INFORMASI Suhu (Rata-rata, maksimum dan minimum)
MEKANISME DISEMINASI
BENTUK -
Energi Matahari (ratarata) dan Penyinaran matahari rata-rata (dalam satuan Langley/m2)
-
Curah Hujan
-
-
Info tren perubahan suhu Informasi harian peta lokasi cuaca (suhu panas) ekstrem
-
Informasi harian
-
Info tren curah hujan Early warning system untuk curah hujan ekstrem Peta spasial curah hujan (musiman) Peta rawan banjir/ longsor Info harian curah hujan Prakiraan curah hujan bulanan. Tren wet spell
-
-
-
-
-
KEGUNAAN/ MANFAAT
Website BMKG Informasi disampaikan ke Perum Jasa Tirta II Buku peta informasi
-
Website BMKG Informasi disampaikan ke Perum Jasa Tirta II
Website BMKG Web Link ke Perum Jasa Tirta II Buku peta informasi
LOKASI
Perencanaan tanam padi Perencanaan Alokasi Air
-
Wilayah Sungai Citarum dan Sebagian Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (Kab. Bekasi, Karawang, Purwakarta, Subang, Bandung, Indramayu, DKI Jakarta)
-
Analisis kualitas air di waduk dalam perhitungan simulasi metabolisme biota air, dalam hal ini untuk pengendalian dan antisipasi pertumbuhan gulma air.
-
Waduk Ir. H. Djuanda
-
Operasi waduk harian Distribusi air Perencanaan alokasi air Perencanaan tanam Perencanaaan penanggulangan rawan banjir dan longsor
-
DAS Citarum dan DAS Ciliwung Cisadane. Kabupaten Bekasi, Karawang, Purwakarta, Subang, Bandung, Indramayu, DKI Jakarta, Cianjur, Bogor.
-
-
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
-
295
279
JENIS INFORMASI
MEKANISME DISEMINASI
BENTUK
Sea Surface Temperature (SST)
-
Peta tematik Tren SST Prediksi Proyeksi (s/d 5 tahun)
Petir
-
Info tren frekuensi petir dan peta lokasi rawan petir Informasi harian
-
KEGUNAAN/ MANFAAT
- Website BMKG - Dokumen (buku)
-
Website BMKG Web Link ke Perum Jasa Tirta II .
- Analisis operasi waduk dan distribusi air.
-
-
Draught (Kekeringan)
280
296
-
Peta dry spell Peta potensi kekeringan bulanan
-
Website BMKG Web Link ke Perum Jasa Tirta II .
-
-
LOKASI -
DAS Citarum dan DAS Ciliwung Cisadane. - Kabupaten Bekasi, Karawang, Purwakarta, Subang, Bandung, Indramayu, DKI Jakarta, Cianjur, Bogor.
Untuk perencanaan dalam penanggulangan gangguan elektromagnetik pada sintelis (Sistem Telekomunikasi dan Listrik) PLTA Ir. H. Djuanda. Pengamanan GPS dan radio komunikasi di Waduk Ir. H. Djuanda
-
Jatiluhur , Kab. Purwakarta
Peringatan kekeringan terhadap musim tanam padi. Untuk analisa operasi pemberian air.
-
DAS Citarum dan DAS Ciliwung Cisadane. Kabupaten Bekasi, Karawang, Purwakarta, Subang, Bandung, Indramayu, DKI Jakarta, Cianjur, Bogor.
-
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
JENIS INFORMASI Kelembaban Udara
-
Evaporasi
MEKANISME DISEMINASI
BENTUK Info tren kelembaban udara Informasi harian
- Peta dan tabel tren penguapan rata-rata dasarian - Tabel dan tren bulanan
-
Website BMKG
KEGUNAAN/ MANFAAT -
Keperluan dalam perencanaan tanam padi.
LOKASI -
-
- Website BMKG - Dokumen (buku)
- Perencanaan tanam padi dan alokasi air
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
-
-
DAS Citarum dan DAS Ciliwung Cisadane. Kabupaten Bekasi, Karawang, Purwakarta, Subang, Bandung, Indramayu, DKI Jakarta, Cianjur, Bogor. DAS Citarum dan DAS Ciliwung Cisadane. Kabupaten Bekasi, Karawang, Purwakarta, Subang, Bandung, Indramayu, DKI Jakarta, Cianjur, Bogor.
281
297
SEKTOR ENERGI JENIS INFORMASI
MEKANISME DISEMINASI
KEGUNAAN/MANFAAT
LOKASI
Sea Level Rise (SLR)
- Peta tematik, tren, dan tabel - Prediksi jamharian - Proyeksi (s/d 50 tahun)
- Website BMKG - Dokumen (buku)
- Pengangkutan/ transmisi dan eksplorasi penyediaan energi - Analisis pemilihan lokasi untuk infrastruktur/fasilitas di sekitar pantai - Analisis pada produksi tanaman bioenergi (alga)
Seluruh Indonesia
Sea Surface Temperature (SST)
-
Peta tematik Tren SST Prediksi Proyeksi (s/d 50 tahun)
- Website BMKG - Dokumen (buku)
- Analisis potensi energi dari gerakan dan perbedaan suhu lapisan laut
Seluruh Indonesia
Suhu Udara
- Peta, tren, dan tabel suhu jam, harian, bulanan dan rata-rata maksimum dan minimum.
- Website BMKG - Dokumen (buku)
- Perencanaan pembangunan fasilitas penyediaan energi - Penyediaan varietas tanaman/bibit tanaman bioenergi - Analisis kebutuhan air untuk irigasi pada tanaman bioenergi serta antisipasi kerusakan hasil panen untuk bioenergi
Seluruh Indonesia
Curah Hujan
- Peta dan tabel tren curah hujan ekstrem - Dry & wet spell - Prediksi ( jam – tahunan) - Proyeksi (s/d 50 tahun)
- Website BMKG - Dokumen (buku)
- Informasi untuk pengeboran, produksi, dan pengilangan migas - Tranportasi bahan bakar - potensi pembangunan PLTB serta pencegahan kerusakan instalasi pada PLTB eksisting. - Data potensi PLTS
Seluruh Indonesia
298
282
BENTUK
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
JENIS INFORMASI
BENTUK
MEKANISME DISEMINASI
KEGUNAAN/MANFAAT
LOKASI
Kelembaban Udara
- Peta, tren, dan tabel kelembaban rata-rata maksimum dan minimum harian, bulanan - Prediksi ( jam – tahunan) - Proyeksi (s/d 50 tahun)
- Website BMKG - Dokumen (buku)
- Kesesuaian pemilihan varietas tanaman bioenergi - Informasi untuk penyediaan energi dari biogas (mempengaruhi kondisi digester biogas)
- Seluruh Indonesia - Terkait isu strategis keberadaan sumber daya berbasis sawit : Sumut, Aceh, Jambi, Lampung, Riau, Kaltim, - Terkait iconic island : Pulau Sumba
Radiasi Matahari
- Tabel dan tren lama penyinaran dan intensitas radiasi matahari dasarian - Peta potensi energi matahari bulanan - Peta tematik inklimasi matahari - Proyeksi (s/d 50 tahun)
- Website BMKG - Dokumen (buku)
- Perencanaan dalam penyediaan energi dari PLTS - Pemilihan varietas tanaman bioenergi yang resisten terhadap radiasi matahari
- Seluruh Indonesia - Terkait iconic island : Pulau Sumba
Angin
- Tabel dan tren arah angin (jangka pendek dan panjang) - Tabel dan tren kecepatan angin ( jangka pendek dan panjang) - Prediksi (dasarian dan bulanan) - Proyeksi (s/d 50 tahun) - Peta Potensi energi angin
- Website BMKG - Dokumen (buku)
- Perencanaan pembangunan PLTB - Pengangkutan/ transmisi dan eksplorasi penyediaan energi
- Seluruh Indonesia - Terkait iconic island : Pulau Sumba
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
299
283
JENIS INFORMASI
MEKANISME DISEMINASI
KEGUNAAN/MANFAAT
LOKASI
Evaporasi
- Peta dan tabel tren penguapan rata-rata dasarian - Tabel dan tren bulanan
- Website BMKG - Dokumen (buku)
- Perencanaan fasilitas penyediaan energi khususnya dalam hal ketersediaan air
Seluruh Indonesia
Petir
- Frequensi, intensitas petir - Peta lokasi rawan petir
- Website BMKG - Dokumen (buku)
- Perenanaan dalam eksplorasi dan produksi migas - Analisis dalam resiko yang terjadi pada pembangkitan listrik termoelektrik (batubara, gas bumi, panas bumi) - Analisis dalam resiko yang terjadi pada transmisi listrik
Seluruh Indonesia
Arus Laut (NTT, NTB, Selat Sunda, Selat Bali)
- Prediksi (dasarian dan bulanan) - Proyeksi potensi s/d 50 tahun
- Website BMKG - Dokumen (buku)
- Pembangkit Energi Listrik
- Seluruh Indonesia - Terkait iconic island : Perairan sekitar Pulau Sumba
Gelombang Laut
- Prediksi (dasarian dan bulanan) - Proyeksi potensi s/d 50 tahun
- Website BMKG - Dokumen (buku)
- Pembangkit Energi Listrik
- Seluruh Indonesia - Terkait iconic island : Perairan sekitar Pulau Sumba
300
284
BENTUK
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
SEKTOR KESEHATAN JENIS INFORMASI Sea Level Rise
-
-
-
Suhu (Rata-rata, maksimum dan minimum)
MEKANISME DISEMINASI
BENTUK
-
-
-
Info tren sea level rise (5, 10, 15, 20, 25 tahun) Informasi prediksi harian/ mingguan Luas wilayah dan populasi terkena dampak
-
Info tren perubahan suhu Informasi harian/ mingguan peta lokasi cuaca (suhu panas) ekstrem Luas wilayah dan populasi terkena dampak Peta overlay suhu dengan kejadian luar biasa penyakit tular vektor
-
Website BMKG Web link ke Pusdatin Kemenkes
KEGUNAAN/ MANFAAT -
-
-
-
-
Website BMKG Web link ke Kemenkes Informasi disampaikan ke Badan Litbangkes dan Sub Dit Surveilans Buku peta informasi
-
-
LOKASI
Perencanaan dan strategi adaptasi dampak kesehatan (malaria, DBD, diare, leptosirosis) Identifikasi & inventarisasi kejadian penyakit Perencanaan program pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan
Indonesia
Sistem surveilans penyakit yang berkaitan dengan perubahan iklim guna kewaspadaan dini dan respons cepat (EWARS) Perencaan program penyakit tular vektor (DBD, malaria)
Indonesia
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
301
285
JENIS INFORMASI Curah Hujan
-
-
-
-
286
302
MEKANISME DISEMINASI
BENTUK Info tren curah hujan Early warning system untuk curah hujan ekstrem Peta spasial curah hujan (musiman) Peta overlay jalur curah hujan dengan kejadian penyakit tular vektor, tular air dan tular udara Luas wilayah dan populasi terkena dampak Informasi mingguan curah hujan
-
-
Website BMKG Web link ke ke Kementerian Kesehatan Informasi disampaikan ke Badan Litbangkes dan Sub Dit Surveilans dan Pusat Penanggulangan Krisis Kementerian Kesehatan Buku peta informasi
KEGUNAAN/ MANFAAT -
-
Surveilans penyakit yang berkaitan dengan perubahan iklim guna kewaspadaan dini dan respons cepat (EWARS) Perencanaan program penyakit tular vektor (DBD, malaria), tular air dan makanan (diare, kolera, typhus) dan tular udara (ISPA, pneumonia)
LOKASI Indonesia
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
JENIS INFORMASI Arah dan Kecepatan Angin
-
-
-
-
Petir
MEKANISME DISEMINASI
BENTUK Info tren arah dan kecepatan angin mingguan dan tahunan Kondisi ekstrem (Puting Beliung) Luas wilayah dan populasi terkena dampak Informasi setiap kejadian
Info tren frekuensi petir dan peta lokasi rawan petir Informasi setiap kejadian - Luas wilayah dan populasi terkena dampak -
-
-
KEGUNAAN/ MANFAAT
Website BMKG Web link ke Pusdatin Kemenkes Informasi disampaikan ke Pusat Penanggulangan Krisis Kementerian Kesehatan
-
Website BMKG Web link ke Pusdatin Kemenkes Informasi disampaikan ke Pusat Penanggulangan Krisis Kementerian Kesehatan
-
-
Kewaspadaan dan perencanaan penanggulangan krisis (bencana, maupun KLB penyakit) Informasi KLB penyakit Mengetahui lokasi ekstrem terjadinya bencana dan KLB penyakit
Kewaspadaan dan perencanaan penanggulangan krisis dan gangguan kesehatan/ kecelakaan
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
LOKASI -
Indonesia Lokasi ekstrem terjadinya rawan bencana
Indonesia
303
287
JENIS INFORMASI Gelombang Laut
-
-
-
-
-
304
288
MEKANISME DISEMINASI
BENTUK Peta informasi tinggi gelombang laut Informasi gelombang ekstrem (mis: akibat badai tropis) Informasi harian Detail tinggi gelombang (maksimum dan minimum), mingguan Peta informasi lokasi tinggi gelombang ekstrem Luas wilayah dan populasi terkena dampak
-
Website BMKG Web link ke Pusdatin Kemenkes Buku peta informasi
KEGUNAAN/ MANFAAT -
-
-
Kewaspadaan dan perencanaan penanggulangan krisis (bencana, maupun KLB penyakit) Informasi KLB penyakit Perencanaan jadwal distribusi dan monev petugas kesehatan Mengetahui lokasi ekstrem terjadinya gangguan kesehatan/ kecelakaan akibat bencana
LOKASI -
Indonesia Lokasi ekstrem terjadinya rawan bencana
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
JENIS INFORMASI Draught (Kekeringan)
MEKANISME DISEMINASI
BENTUK -
-
Peta Potensi Kekeringan bulanan tahunan dan 5 tahunan Luas wilayah dan populasi terkena dampak
-
Website BMKG Web Llnk ke Pusdatin Kemenkes
KEGUNAAN/ MANFAAT -
-
Gas Rumah Kaca dan Polusi Udara
-
-
Tren GRK dan polusi udara Jumlah emisi di kota-kota besar Peta lokasi pencemaran
-
Website BMKG Web link ke Pusdatin Kemenkes Buku peta informasi
-
-
Perencanaan penanggulangan penyakit akibat gagal panen (kurang gizi buruk) ataupun kekurangan air bersih/air minum (penyakit diare, kolera, typhus) Mengetahui lokasi ekstrem terjadinya gangguan kesehatan/ kecelakaan akibat kekeringan Perencanaan penanggulangan penyakit akibat pencemaran udara (saluran pernafasan, penyakit tidak menular: kulit dan katarak mata, gangguan jantung) Mengetahui lokasi terdapatnya pencemaran dan emisi gas rumah kaca
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
LOKASI Lokasi ekstrem terjadinya rawan pangan - Lokasi ekstrem sulit air -
Indonesia (Kota-kota besar, khususnya Jawa)
305
289
JENIS INFORMASI Kelembaban Udara
-
-
Trajectory Asap dan Debu Gunung Berapi
306
290
MEKANISME DISEMINASI
BENTUK
-
Info tren kelembaban udara bulanan, tahunan dan 5 tahunan Informasi harian/ mingguan
-
Peta sebaran asap/debu Luas wilayah dan populasi terkena dampak
-
-
Website BMKG Web link ke Pusdatin Kemenkes Buku peta informasi
KEGUNAAN/ MANFAAT -
-
Website BMKG Informasi disampaikan ke Badan Litbangkes dan Pusat Penanggulangan Krisis Kementerian Kesehatan
-
LOKASI
Surveilans penyakit yang berkaitan dengan perubahan iklim guna kewaspadaan dini dan respons cepat (EWARS) Perencaan program penyakit tular vektor (DBD, malaria), dan tular udara (ISPA, pneumonia)
Indonesia
Perencanaan penanggulangan krisis (bencana, maupun KLB penyakit)
Indonesia
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
SEKTOR INFRASTRUKTUR JENIS INFORMASI Sea Level Rise
MEKANISME DISEMINASI
BENTUK -
Curah Hujan
Info tren (5, 15, 25 tahun) Informasi harian
-
- Peta dan tabel tren curah hujan ekstrem - Dry & wet spell
-
-
KEGUNAAN/ MANFAAT
Website BMKG Web link ke KKP
Perencanaan program pembangunan infrastruktur pesisir
Website BMKG Web link ke KKP
-
-
Gelombang Laut
Informasi harian - Detail tinggi gelombang (maksimum dan minimum), mingguan Peta informasi lokasi tinggi gelombang ekstrem
-
Kelembaban Udara
- Peta, tren, dan tabel kelembaban rata-rata maksimum dan minimum harian, bulanan
-
Evaporasi
- Peta dan tabel tren penguapan rata-rata dasarian - Tabel dan tren bulanan
-
- Informasi harian, bulanan - Prediksi 10 tahun
-
Kimia Air Hujan
-
-
-
-
-
Perubahan pola musim hujan (kapan waktu awal musim hujan dan awal musim kemarau) Tren panjang musim hujan dan kemarau
LOKASI Kawasan pesisir Indonesia
Seluruh Indonesia
Website BMKG Web link ke KKP SMS ke nelayan
Informasi waktu yang tepat untuk melaut bagi nelayan
Kawasan pesisir Indonesia
Website BMKG Web link ke KKP
Penentuan waktu optimum tanam garam
Kawasan pesisir Indonesia
Website BMKG Web link ke KKP
Penentuan waktu optimum tanam garam
Kawasan pesisir Indonesia
Website BMKG Web link ke KKP
Informasi tingkat keasaman air hujan terkait coral bleaching
Seluruh Indonesia
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
307
291
SEKTOR KEHUTANAN JENIS INFORMASI Sea Level Rise
BENTUK - Peta tematik, tabel, tren relative mean sea level, frequency, elevation of extreme high water event, wave actions at shore line. - Proyeksi (5, 10, 25, 50 th).
MEKANISME DISEMINASI - Website BMKG - Link website Kemenhut, DNPI, RANGRK, global mangrove database (Glomis) - Dokumen (buku)
KEGUNAAN/ MANFAAT -
-
-
-
Sea Surface Temperature (SST) (rata-rata, maksimum, minimum)
- Peta tematik - Tren SST at shore line - Prediksi - Proyeksi (s/d 50 tahun)
- Website BMKG - Link website Kemenhut, DNPI, RANGRK, global mangrove database (Glomis) - Dokumen (buku)
-
-
308
292
LOKASI
Penentuan wilayah penanaman mangrove Penentuan waktu penanaman mangrove Pengelolaan hutan mangrove yang lestari Perencanaan penggunaan lahan (pengaturan tata ruang) Perencanaan infrastructur Monitoring Delinieasi zona ecosystem
Pantai-pantai di Indonesia
Penentuan jenis pohon/tanaman yang sesuai Penentuan waktu penanaman mangrove Pengelolaan hutan mangrove Monitoring Delineasi zona ecosystem
Pantai-pantai di Indonesia
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
JENIS INFORMASI Gelombang Pantai
BENTUK - Peta intertidal/ littoral, range of tide (harian, bulanan, tahunan) - Tren - Prediksi - Proyeksi
MEKANISME DISEMINASI - Website BMKG - Link website Kemenhut, DNPI, RANGRK, global mangrove database (Glomis) - Dokumen (buku)
KEGUNAAN/ MANFAAT -
-
Sea Water Salinity/ Chemistry
Suhu Udara (Rata-rata, maksimum dan minimum)
- Peta, tabel (level kandungan garam)
- Peta, Tren, dan Tabel suhu jam, harian, bulanan dan rata-rata maksimum dan minimum, musiman (seasonal)
- Website BMKG - Link website Kemenhut, DNPI, RANGRK, global mangrove database (Glomis) - Dokumen (buku)
-
- Website BMKG - sms - Link website Kemenhut, DNPI, RANGRK, global mangrove database (Glomis) - Dokumen (buku)
-
-
-
-
LOKASI
Penentuan waktu penanaman mangrove Penentuan jenis pohon/tanaman yang sesuai Pengelolaan hutan mangrove Monitoring Delineasi zona ecosystem
Pantai-pantai di Indonesia
Penentuan jenis pohon/tanaman yang sesuai Pengelolaan hutan mangrove Monitoring Delineasi zona ecosystem
Pantai-pantai di Indonesia
Pemilihan jenis tanaman mangrove yang sesuai Pengelolaan hutan mangrove Pengelolaan pembenihan/ pembibitan Pengelolaan hutan lahan kering Pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan (Forest fire control) Monitoring Ecosystem zonation
-
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
-
Pantaipantai di Indonesia, Seluruh dataran di Indonesia
309
293
JENIS INFORMASI Curah Hujan
BENTUK - Peta curah hujan (ratarata, bulanan), musim - Tren dan prediksi pergeseran awal musim (mingguan) - Tren dan prediksi panjang musim (mingguan) - Tren curah hujan ekstrem (mingguan) - Peta dan tabel tren curah hujan ekstrem
MEKANISME DISEMINASI - Website BMKG - Link website Kemenhut, DNPI, RANGRK, global mangrove database (Glomis) - Dokumen (buku)
KEGUNAAN/ MANFAAT -
-
-
-
-
294
310
Pemilihan jenis tanaman/pohon Penentuan waktu penanaman seedling dan tanaman tumpang sari Pembuatan strategi penyediaan air minum untuk satwa Penentuan spesies yang sesuai untuk ditanam Perencanaan penebangan dan pengangkutan hasil hutan Pengelolaan hutan mangrove Monitoring Ecosystem zonation
LOKASI -
Pantaipantai di Indonesia Seluruh dataran di Indonesia
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
JENIS INFORMASI Arah dan Kecepatan Angin
BENTUK Peta arah dan kecepatan angin (ratarata, bulanan, musiman) Tren dan prediksi arah dan kecepatan angin (Harian, khusus musim kemarau) - Tabel dan tren arah angin (jangka pendek dan panjang) - Tabel dan tren kecepatan angin (jangka pendek dan panjang) - Prediksi (dasarian dan bulanan)
MEKANISME DISEMINASI - Website BMKG - Link website Kemenhut, DNPI, RANGRK, global mangrove database (Glomis) - Dokumen (buku)
KEGUNAAN/ MANFAAT -
-
-
-
-
Pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan Pemilihan jenis tanaman/pohon Penentuan waktu pengumpulan benih, penanaman seedling dan tanaman tumpang sari Penentuan spesies yang sesuai untuk ditanam Perencanaan penebangan dan pengangkutan hasil hutan Pengelolaan hutan mangrove Monitoring Ecosystem zonation
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
LOKASI -
Pantaipantai di Indonesia Seluruh dataran di Indonesia
311
295
JENIS INFORMASI Penyinaran matahari
BENTUK - Tabel (weekly, monthly) - Tabel dan tren lama penyinaran dan intensitas radiasi matahari dasarian
MEKANISME DISEMINASI - Website BMKG - Link website Kemenhut, DNPI, RANGRK, global mangrove database (Glomis) - Dokumen (buku)
KEGUNAAN/ MANFAAT -
-
-
-
-
-
296
312
Pengelolaan pembibitan/ pembenihan tanaman Pemilihan jenis tanaman/pohon Penentuan waktu penanaman seedling dan tanaman tumpang sari Pembuatan strategi penyediaan air minum untuk satwa Penentuan spesies yang sesuai untuk ditanam Perencanaan penebangan dan pengangkutan hasil hutan Pengelolaan hutan mangrove Monitoring Ecosystem zonation
LOKASI -
Pantaipantai di Indonesia Seluruh dataran di Indonesia
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
JENIS INFORMASI Kelembaban Udara
BENTUK Peta, tabel kelembaban rata-rata dasarian, bulanan
MEKANISME DISEMINASI - Website BMKG - Link website Kemenhut, DNPI, RANGRK, global mangrove database (Glomis) - Dokumen (buku)
KEGUNAAN/ MANFAAT -
-
-
Evaporasi
- Peta dan tabel tren penguapan rata-rata dasarian Tabel dan tren bulanan
- Website BMKG - Link website Kemenhut, DNPI, RANGRK, global mangrove database (Glomis) - Dokumen (buku)
-
-
-
-
-
LOKASI Pantaipantai di Indonesia Seluruh dataran di Indonesia
Pengelolaan pembibitan/ pembenihan tanaman Penentuan waktu penanaman seedling dan tanaman tumpang sari Penentuan spesies yang sesuai untuk ditanam Pengelolaan hutan mangrove Monitoring Ecosystem zonation
-
Pengelolaan pembibitan/ pembenihan tanaman Pemilihan jenis tanaman/pohon Penentuan waktu penanaman seedling dan tanaman tumpang sari Pembuatan strategi penyediaan air minum untuk satwa Penentuan spesies yang sesuai untuk ditanam Pengelolaan hutan mangrove Monitoring Ecosystem zonation
Pantai-pantai di Indonesia
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
-
313
297
JENIS INFORMASI Sedimentasi Daerah Pantai
BENTUK Peta, tabel (kandungan sedimen, lumpur, jenis sedimen)
MEKANISME DISEMINASI - Website BMKG - Link website Kemenhut, DNPI, RANGRK, global mangrove database (Glomis) Dokumen (buku)
KEGUNAAN/ MANFAAT -
-
-
-
-
Pengelolaan pembibitan/ pembenihan tanaman Pemilihan jenis tanaman/pohon Penentuan waktu penanaman seedling dan tanaman tumpang sari Penentuan spesies yang sesuai untuk ditanam Perencanaan penebangan dan pengangkutan hasil hutan mangrove Pengelolaan hutan mangrove Monitoring Ecosystem zonation
LOKASI Pantai-pantai di Indonesia
Lain-lain: - Stasiun pengukuran unsur iklim dalam kawasan hutan -
314
298
Pembuatan jaringan kerja antara BMKG dan sektor kehutanan
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
SEKTOR PARIWISATA JENIS INFORMASI Sea Level Rise
-
Suhu (Rata-rata, maksimum dan minimum)
-
Curah Hujan
MEKANISME DISEMINASI
BENTUK
-
-
-
Arah dan Kecepatan Angin
-
Gelombang Laut
-
-
-
KEGUNAAN/ MANFAAT
LOKASI
Informasi harian Info tren jangka pendek & panjang
-
Website BMKG Web link ke Kemenparekraf, KemenKKP
- Keamanan daerah selancar air - Merancang calendar event
Indonesia
Info tren perubahan suhu Informasi harian Peta lokasi cuaca (suhu panas) ekstrem
-
Website BMKG Web link ke Kemenparekraf, Kemenhut , KemenKKP, Kemen EDSM Buku peta informasi
-
Promosi wisata Kepastian penjualan paket wisata Kepastian merancang event wisata
Indonesia
Informasi harian Info tren jangka pendek & panjang
-
Website BMKG Web link ke Kemenparekraf Buku peta informasi
- Mengetahui daerah mana yang rawan banjir & longsor - Merancang calendar event
Indonesia
Informasi harian Info tren jangka pendek & panjang
-
Website BMKG Web link ke Kemenparekraf Buku peta informasi
-
Untuk wisata paragliding
Indonesia
Informasi harian Info tren jangka pendek & panjang
-
Website BMKG Web link ke Kemenparekraf Buku peta informasi
- Keamanan daerah selancar air
Indonesia
-
-
-
-
-
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
315
299
JENIS INFORMASI Gas Rumah Kaca dan Polusi Udara
-
Trajectory Asap dan Debu Gunung Berapi
-
300
316
MEKANISME DISEMINASI
BENTUK
-
-
Informasi harian Info tren jangka pendek & panjang
-
Informasi harian Info tren jangka pendek & panjang
-
-
-
KEGUNAAN/ MANFAAT
Website BMKG Web link ke Kemenparekraf Buku peta informasi Website BMKG Web link ke Kemenparekraf Buku peta informasi
LOKASI Indonesia
-
Mengetahui daerah rawan sebaran debu
Indonesia
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
SEKTOR TRANSPORTASI JENIS INFORMASI Sea Level Rise
MEKANISME DISEMINASI
BENTUK -
Info tren (5, 15, 25 tahun) Informasi harian
-
Website BMKG Web link ke Pusdatin Kemenhub
KEGUNAAN/ MANFAAT -
-
-
Suhu (Rata-rata, maksimum dan minimum)
-
Info tren perubahan suhu Informasi harian Peta lokasi cuaca (suhu panas) ekstrem
-
-
Website BMKG Web link ke Pusdatin Kemenhub Informasi disampaikan ke Badan Litbang Kemenhub Buku peta informasi
-
-
-
LOKASI
Perencanaan pembangunan pelabuhan (ketinggian platform pelabuhan), stasiun kereta api Identifikasi & inventarisasi pelabuhan dan stasiun kereta api yang kenaikannya ekstrem Perencanaan pembangunan prasarana transportasi jalan (terminal, PKB, jembatan timbang)
-
Indonesia Timur dan Kalimantan (Laut dan Sungai)
Perencanaan material yang digunakan untuk rel (berkaitan dengan muai-susut sambungan rel) Perencaan material aspal jalan dan jembatan Perencaan pemasangan sambungan rel
-
Indonesia
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
317
301
JENIS INFORMASI Curah Hujan
-
-
-
-
302
318
MEKANISME DISEMINASI
BENTUK Info tren curah hujan Early warning system untuk curah hujan ekstrem Peta spasial curah hujan (musiman) Peta overlay jalur KA dengan peta rawan banjir/ longsor Peta overlay rute jalan raya dengan peta rawan banjir/ longsor Info mingguan curah hujan Tren wet spell
-
-
Website BMKG Web link ke Pusdatin Kemenhub Informasi disampaikan ke Badan Litbang dan Pusdatin Perhubungan Buku peta informasi
KEGUNAAN/ MANFAAT -
-
-
Perencanaan dan pembangunan lokasi Dermaga, Pelabuhan, Terminal, stasiun, bandara, terminal, jembatan timbang, pengujian kendaraan bermotor dan rute jalan Material aspal jalan dan jaringan rel Material dan desain jembatan Perencanaaan penanggulangan jalur KA rawan longsor Pengaktifan kembali jalur KA non aktif
LOKASI -
Indonesia
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
JENIS INFORMASI Arah dan Kecepatan Angin
MEKANISME DISEMINASI
BENTUK -
-
-
Info tren arah dan kecepatan angin mingguan dan tahunan Kondisi ekstrem (Puting Beliung) Informasi harian Detail kecepatan angin
-
Website BMKG Web link ke Pusdatin Kemenhub
KEGUNAAN/ MANFAAT -
-
-
-
-
Perencanaan arah landasan bandara Informasi take off dan landing pesawat udara Perencanaan pembuatan rambu lalu lintas (pondasi, tinggi, bentuk, material) Perencanaan jembatan untuk mengatasi ayunan jembatan oleh angin Perencanaan perjalanan penumpang dan barang Analisis stabilitas kapal Mengetahui lokasi ekstrem terjadinya kecelakaan kapal Pengendalian kecelakaan kapal Analisis desain kapal
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
LOKASI -
Indonesia Lokasi ekstrem terjadinya rawan kecelakaan kapal
319
303
JENIS INFORMASI Petir
MEKANISME DISEMINASI
BENTUK -
-
Info tren frekuensi petir dan peta lokasi rawan petir Informasi harian
-
Website BMKG Web link ke Pusdatin Kemenhub
KEGUNAAN/ MANFAAT -
-
Gelombang Laut
-
-
-
-
Peta Informasi tinggi gelombang laut Informasi gelombang ekstrem (mis: akibat badai tropis) Informasi harian Detail tinggi gelombang (maksimum dan minimum), mingguan Peta informasi lokasi tinggi gelombang ekstrem
-
Website BMKG Web link ke Pusdatin Kemenhub Buku peta informasi
-
-
-
-
-
304
320
LOKASI
Untuk perencanaan dalam penanggulangan gangguan elektromagnetik pada sintelis (Sistem Telekomunikasi dan Listrik) perkeretaapian, telekomunikasi transportasi laut dan ASDP Pengamanan GPS dan radio komunikasi perjalanan
-
Indonesia (Jawa, Sumatra, Kalimatan dan Sulawesi)
Mengatasi gangguan proses labuh/ sandar kapal oleh gelombang tinggi Perencanaan rute/alur pelayaran perdagangan & penyeberangan Perencanaan perjalanan angkutan penumpang dan barang Analisis kekuatan dan ketahanan kapal Mengetahui lokasi ekstrem terjadinya kecelakaan kapal Analisis desain kapal sesuai kondisi perairan
-
Indonesia
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
JENIS INFORMASI Draught (Kekeringan)
MEKANISME DISEMINASI
BENTUK -
Peta dry spell Peta potensi kekeringan bulanan
Website BMKG Web link ke Pusdatin Kemenhub
-
KEGUNAAN/ MANFAAT -
-
-
-
Gas Rumah Kaca dan Polusi Udara
-
JENIS INFORMASI Kelembaban Udara
-
-
Website BMKG Web link ke Pusdatin Kemenhub Buku peta informasi
-
-
-
MEKANISME DISEMINASI
BENTUK
-
Trajectory Asap dan debu Gunung Berapi
Tren GRK dan polusi udara Jumlah emisi di kota-kota besar Peta lokasi pencemaran
LOKASI
Peringatan kekeringan terhadap angkutan sungai di kalimantan Menyiapkan untuk pengalihan muatan barang ke angkutan jalan bagi lokasi yang sudah dibuka jalan Informasi Pasang surut di jalur muara sungai Informasi lamanya terjadi pasang surut jalur muara sungai
-
Indonesia (Kalimantan)
Pengendalian emisi dari kendaraan bermotor Mengetahui lokasi terdapatnya pencemaran dan emisi gas rumah kaca KEGUNAAN/ MANFAAT
-
Indonesia (Kotakota besar, khususnya Jawa dan Sumatra)
LOKASI
Info tren frekuensi petir dan peta lokasi rawan petir Informasi harian
-
Website BMKG
-
Keperluan dalam pengoperasian Sintelis
-
Indonesia (Jawa, Sumatra, Kalimatan dan Sulawesi)
Peta sebaran asap/debu Trajectory asap dan debu
-
Website BMKG E-mail
-
Operasional keselamatan penerbangan di bandar udara
-
Indonesia
-
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim
321
305
322
Konsep Implementasi Adaptasi Sektoral Perubahan Iklim