UPAYA PONDOK PESANTREN HIDAYATUL MUBTADIIEN DALAM PEMBINAAN AKHLAK MASYARAKAT KALIBENING KECAMATAN TINGKIR KOTA SALATIGA TAHUN 2013
SKRIPSI Diajukan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata I Pendidikan Agama Islam
Oleh :
Oleh RAHMAWATI PURWANDARI 111 09 110
JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA 2013
1
2
3
KEMENTERIAN AGAMA RI SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) Jl. Stadion 03 telp. (0298) 323706, 323433 Salatiga 50721 Website :www.stainsalatiga.ac.id E-mail:
[email protected]
Prof. Dr. H.Mansur M.Ag DOSEN STAIN SALATIGA NOTA PEMBIMBING Lamp : 4 eksemplar Hal
: Naskah skripsi Saudari Rahmawati Purwandari Kepada Yth. Ketua STAIN Salatiga Di Salatiga Asssalamu‟alaikum Wr. Wb. Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka bersama ini, kami kirimkan naskah skripsi saudari: Nama
: Rahmawati Purwandari
NIM
: 111 09 110
Jurusan/progdi : TARBIYAH/PAI Judul
: UPAYA
PONDOK
PESANTREN
HIDAYATUL
MUBTADIIEN DALAM PEMBINAAN AKHLAK MASYARAKAT
KALIBENING
KECAMATAN
TINGKIR KOTA SALATIGA Dengan ini kami mohon skripsi saudari tersebut di atas supaya segera di munaqosyahkan. Demikian agar menjadi perhatian. Wassalamu‟alaikum Wr. Wb. Salatiga, 19 Agustus 2013 Pembimbing
Prof. Dr. H. Mansur M.Ag NIP 19680613 199403 1 004
4
KEMENTERIAN AGAMA RI SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) Jl. Stadion 03 telp. (0298) 323706, 323433 Salatiga 50721 Website : www.stainsalatiga.ac.id E-mail:
[email protected]
SKRIPSI UPAYA PONDOK PESANTREN HIDAYATUL MUBTADIIEN DALAM PEMBINAAN AKHLAK MASYARAKAT KALIBENING KECAMATAN TINGKIR KOTA SALATIGA TAHUN 2013 DISUSUN OLEH RAHMAWATI PURWANDARI NIM: 11109110 Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Tarbiyah Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI) Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga, pada tanggal 6 September 2013 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana S1 Pendidikan Islam (S. Pd. I) Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji
: Benny Ridwan, M.Hum
Sekretaris Penguji
: Drs. Sumarno Widjadipa, M.Pd
Penguji I
: Siti Rukhayati, M.Ag
Penguji II
: Fathurrohman, M.Pd
Penguji III
: Dra. Siti Asdiqoh M.Si
Salatiga, 16 September 2013 Ketua STAIN Salatiga
Dr. Imam Sutomo, M.Ag NIP. 19580827 198303 1002
5
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
: Rahmawati Purwandari
NIM
: 111 09 110
Fakultas
: Tarbiyah
Program Studi : Pendidikan Agama Islam Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan karya saya sendiri, bukan hasil mengkopi (jiplak) dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiyah.
Salatiga, 19 Agustus 2013 Yang menyatakan,
Rahmawati Purwandari
6
MOTTO
Muslim sejati adalah yang tidak pernah menggunakan lisan dan tangannya untuk menyakiti sesama muslim (H.R. Bukhori dan Muslim)
7
PERSEMBAHAN
Dengan ketulusan hati dan segenap rasa syukur, skripsi ini saya persembahkan kepada: 1. Ibu dan bapak tercinta yang selalu memberikan restu, dukungan baik moril maupun materil. 2. Bapak Prof. Dr. H. Mansur M.Ag yang telah sabar dalam mengarahkan dan memberikan masukan-masukan dalam menyusun skripsi ini. 3. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen serta karyawan STAIN Salatiga, yang dengan ikhlas membimbing dan mengarahkan penulis. 4. Saudara-saudaraku yang telah mendukungku. 5. Hamba Allah yang selalu mendukung, membantu dan memberi semangat selama penulisan skripsi ini. 6. Teman-teman PAI D 2009 yang tidak dapat penulis sebutkan satu per-satu.
8
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah yang maha pemurah, segala puji bagi-Nya yang senantiasa melimpahkan rahmat dan nikmat-Nya. Sholawat salam selalu tercurahkan pada pangkuan Nabi Muhammad SAW, yang telah menyampaikan dan membimbing umat pada jalan yang diridhoi Allah, dengan semangat dalam menebarkan ilmunya dan nur kemulyaanya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “UPAYA PONDOK PESANTREN HIDAYATUL MUBTADIIEN
DALAM
PEMBINAAN
AKHLAK
MASYARAKAT
KALIBENING KECAMATAN TINGKIR KOTA SALATIGA. Selanjutnya pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada : 1. Bapak Dr. Imam Sutomo, M.Ag selaku ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. 2. Ibu Dra. Siti Asdiqoh M.Si selaku ketua program studi Pendidikan Agama Islam (PAI) STAIN Salatiga. 3. Ibu Muna Erawati M.Si selaku dosen pembimbing akademik. 4. Bapak Prof. DR. H. Mansur M.Ag yang telah membimbing dam memberi pengarahan sampai selesai dalam penulisan skripsi ini. 5. Semua bapak dan ibu dosen serta karyawan STAIN salatiga yang telah memberi bekal pengetahan dan pelayanan kepada penulis. 6. Semua masyarakat PPHM khususnya pengasuh, ustadz, pengurus dan santri. 7. Bapak dan ibuku serta keluarga yang telah memberi motivasi dan do‟a dalam menyelesaikan skripsi ini. 8. Semua teman seperjuangan PAI-D 2009. 9. Semua pihak yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
9
Semoga amal dan budi baik yang telah mereka berikan kepada penulis menjadi catatan amal kebaikan di sisi Allah SWT. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan bagi masyarakat pecinta ilmu dan pesantren.
Salatiga, 19 Agustus 2013
Penulis
10
ABSTRAK Purwandari, Rahmawati. 2013. Upaya Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien dalam Pembinaan Akhlak Masyarakat Kalibening Kecamatan Tingkir Kota Salatiga. Skripsi. Jurusan Tarbiyah. Program Studi Pendidikan Agama Islam. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing Prof. Dr. H. Mansur, M.Ag Kata kunci
: pondok pesantren dan akhlak masyarakat
Pada era transisi yang dialami masyarakat Indonesia saat ini dari masyarakat agraris menuju modern. Pesantren yang mempunyai ciri khas di bidang keagamaan memiliki peran sangat signifikan pada moral masyarakat. Pesantren dianggap sebagai “benteng” nilai-nilai dasar di masyarakat terhadap pengaruh budaya asing. Pertanyaan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah (1) bagaimana upaya Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien dalam pembinaan akhlak masyarakat Kalibening?, (2) bagaimana hambatan yang dialami pengurus Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien dalam pembinaan akhlak masyarakat Kalibening?, dan (3) bagaimana motivasi yang diberikan pengurus Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien dalam pembinaan akhlak masyarakat Kalibening?. Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian ini menggunakan pendekatan lapangan (field research) dengan metode deskriptif kualitatif. Peneliti melakukanj penelitian sejak tanggal 17 Juni 2013 di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien Desa Kalibening Kecamatan Tingkir Kota Salatiga. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa Pesantren Hidayatul Mubtadiien melaksanakan beberapa program kegiatan dalam membina akhlak masyarakat Kalibening. Diantaranya adalah : a. Penyiaran dan tabligh, b.Pendidikan dan Pengajaran, dan c. pembinaan kesejahteraan. Namun ada beberapa hambatan yang dialami pengurus Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien dalam membina akhlak masyarakat Kalibening, diantaranya adalah: a. masyarakat belum sadar sepenuhnya untuk menyekolahkan anak di madrasah Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien, b. bagi anak yang sudah mengikuti sekolah formal masih merasa malu untuk belajar lagi di pesantren karena merasa sudah besar dan tidak pantas untuk belajar lagi, c. kurang tenaga pengajar, d. kurangnya pengalaman santri dalam berkomunikasi dengan masyarakat dan e. sulitnya menguasai masyarakat yang bandel. Untuk mengatasi hambatan yang dialami, pengurus Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien melakukan berbagai cara, yaitu: a. memberikan teladan yang baik secara langsung, b. semua pemuda yang mempunyai kompetensi belajar bisa menyalurkan pengetahuannya itu di madrasah, dan bagi santri madrasah yang banyak hafal dalam pengahafalannya maka pada akhirusanah akan ditampilkan.
11
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................
i
HALAMAN LOGA STAIN......................................................................
ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................
iii
HALAMAN PENGESAHAN KELULUSAN ..........................................
iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ...........................
v
HALAMAN MOTTO ...............................................................................
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN................................................................
vii
HALAMAN KATA PENGANTAR ........................................................
viii
HALAMAN ABSTRAK ...........................................................................
x
HALAMAN DAFTAR ISI........................................................................
xi
HALAMAN DAFTAR TABEL................................................................
xv
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang ....................................................................
1
B. Fokus masalah .....................................................................
6
C. Tujuan penelitian .................................................................
6
D. Kegunaan penelitian.......................................................... ...
6
E. Penegasan istilah ..................................................................
7
F. Metodologi Penelitian .........................................................
9
1. Pendekatan dan jenis penelitian ....................................
9
2. Kehadiaran peneliti/waktu penelitian .............................
9
3. Lokasi penelitian ............................................................
10
12
4. Sumber data ...................................................................
10
5. Prosedur pengumpulan data ...........................................
11
6. Analisis data …… ..........................................................
12
7. Pengecekan keabsahan data...................... .....................
13
8. Tahap-tahap penelitian ...................................................
14
G. Sistematika Penulisan Skripsi ..............................................
16
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pondok Pesantren .................................................................
18
1. Pengertian Pondok Pesantren ..........................................
18
2. Sejarah Pesantren di Indonesia ........................................
19
3. Tipologi Pondok Pesantren .............................................
22
4. Elmen-Elmen Pondok Pesantren ... .................................
25
5. PeranKelembagaan Pondok Pesantren... .........................
32
6. Permasalahan Umum yang Dihadapi Pondok Pesantren
35
B. Pembinaan Akhlak ...............................................................
37
1. Pengertian Akhlak ............................................................
37
2. Fungsi Akhlak ..................................................................
38
3. Macam-macam Akhlak … ...............................................
41
4. Penyebab Kemerosotan Akhlak… ...................................
51
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A. Gambaran Umum Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien 1. Sejarah
Berdirinya
Pondok
Pesantren
55
Hidayatul
Mubtadiien .......................................................................
55
2. Visi dan Misi Pesantren .... ..............................................
56
13
3. Letak Geografis Pesantren ...............................................
58
4. Sarana dan Prasarana ........................................................
60
5. Keadaan Santri dan Ustadz ..............................................
61
6. Struktur Organisasi ...........................................................
64
7. Bentuk-bentuk Kegiatan ...................................................
66
8. Kurikulum ........................................................................
68
B. Gambaran Umum Desa Kalibening .....................................
74
1.
Letak Geografis Desa Kalibening ...................................
74
2.
Keadaan Penduduk ..........................................................
74
C. Temuan Penelitian ................................................................
77
1.
Profil Informan ................................................................
2.
Upaya Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien dalam Pembinaan akhlak masyarakat Kalibening .....................
3.
Mubtadiien
dalam
Pembinaan
akhlak
Masyarakat Kalibening ...................................................
85
Motivasi yang Diberikan Pengurus Pondok Pesantren Dalam Pembinaan akhlak masyarakat Kalibening ..........
BAB IV
81
Hambatan yang Dialami Pengurus Pondok Pesantren Hidayatul
4.
77
88
PEMBAHASAN A. Kontribusi PPHM dalam Membina Akhlak Masyarakat Kalibening……………………………………………...
90
B. Hambatan yang Dihadapi PPHM dalam Membina Akhlak Masyarakat Kalibening.......................................
99
14
C. Motivasi yang Diberikan PPHM dalam Membina Akhlak MasyarakatKalibening ........................................ BAB V
104
PENUTUP A. Kesimpulan .......................................................................
107
B. Saran-saran ........................................................................
109
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
15
DAFTAR TABEL
Tabel I
Gambaran-Gambaran dan Lokasi PPHM .................................
59
Tabel II
Data Sarana dan Prasarana PPHM ...........................................
50
Tabel III
Data Jumlah Santri Madrasah PPHM .......................................
62
Tabel IV
Keadaan Guru/Ustadz PPHM ...................................................
62
Tabel V
Susunan Pengurus Madrasah PPHM ........................................
65
Tabel VI
Jadwal kegiatan Harian PPHM .................................................
66
Tabel VI
Jadwal Kegiatan Mingguan PPHM ..........................................
67
Tabel VIII Jadwal Kegiatan Bulanan PPHM .............................................
68
Tabel IX
Jadwal Kegiatan Tahunan PPHM .............................................
68
Tabel X
Jadwal Pelajaran Madrasah Ibtida‟iyah PPHM ........................
69
Tabel XI
Jadwal Pelajaran Madrasah Tsanawiyah PPHM ......................
71
Tabel XII
Jadwal Pelajaran Madrasah Aliyah PPHM...............................
72
Jumlah Penduduk Kalibening Menurut Umur dan Jenis Kelamin ..................................................................................
74
Tabel XI V Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan .........................
75
Tabel XV Mata Pencaharian Masyarakat Kalibening ...............................
76
Tabel XIII
16
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pesantren adalah lembaga pendidikan tradisional Islam untuk memepelajari, memahami, mendalami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari (Rofiq, 2005: 1). Pondok pesantren didirikan untuk memberikan pendidikan dan pengajaran kepada umat baik lahir maupun batin yang berkualitas imani, akhlaki ilmu dan amalnya. Tujuan pendidikan Islam (pesantren) adalah merealisasikan ubudiyah kepada Allah di dalam kehidupan manusia, baik individu maupun masyarakat (Busyro, 1998: 189). Selain itu pondok pesantren juga bertujuan untuk mempersiapkan anak didik menjadi anak sholeh yang bertaqwa menurut norma-norma agama Islam, sehingga membekali para santrinya dengan pengetahuan agama, umum dan ketrampilan yang dipersiapkan untuk menghadapi kehidupan dalam masyarakat yang sesungguhnya. Pesantren telah memberikan kontribusi yang sangat besar sebagai lembaga pendidikan, lembaga penyiaran agama dan juga gerakan sosial keagamaan kepada masyarakat (Rofiq, 2005: 2). Menurut Prof DR. HA. Mukti Ali yang dikutip oleh Nasir bahwa pondok pesantren adalah tempat untuk menseleksi calon-calon ulama dan kyai (Nasir, 2005: 83). Para santri yang bercita-cita untuk menjadi ulama,
17
mengembangkan keahliannya dalam bahasa Arab melalui sistem sorogan dalam pengajian sebelum mereka pergi ke pesantren untuk mengikuti sistem bandongan (Dhoefier, 1984: 50). Sejak awal pertumbuhannya, tujuan utama pondok pesantren adalah: (1). Menyiapkan santri mendalami ilmu agama Islam dan menguasai ilmu agama Islam atau lebih dikenal dengan tafaqquh fid-din, yang diharapkan dapat mencetak kader-kader utama dan turut mencerdaskan masyarakat Indonesia, kemudian diikuti dengan tugas; (2). Da‟wah menyebarkan agama Islam; (3). Benteng pertahanan umat dalam bidang akhlak (Departemen Agama RI, 2003: 9). Pondok pesantren adalah wadah untuk mewujudkan manusia dan masyarakat Islam Indonesia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT. Saat ini masyarakat Indonesia sedang mengalami transisi dari masyarakat agraris menuju masyarakat modern (Wahid, 2007: 201). Arus globalisasi dan modernisasi merupakan proses transformasi yang tak mungkin bisa dihindari, maka semua kelompok masyarakat termasuk masyarakat pesantren harus siap menghadapinya dan perlu menanggapi dampak-dampaknya secara terbuka dan secara kritis. Karena pesantren memiliki ciri khas yang kuat pada jiwa masyarakatnya serta dasar-dasar keagamaan dan tradisi menjadikan pesantren memiliki kekuatan terhadap pengaruh-pengaruh budaya dari luar. Keberadaan pesantren menjadi semakin penting dengan membaurnya arus kebudayaan asing yang tidak dapat dielakkan karena pesatnya kemajuan di bidang teknologi, terutama teknologi komunikasi dan transportasi. Dalam
18
kondisi yang demikian, jika seseorang tidak dibekali dengan agama atau akhlak yang kuat bukan tidak mungkin orang tadi akan terjerumus ke dalam pergaulan bebas yang sekilas tampak menyenangkan atau “modern”, akan sesungguhnya mencelakakan, bukan hanya bagi dirinya, tetapi juga keluarganya, masyarakat dan negaranya (Galba, 2004: 72). Sebagai sumber nilai, ajaran agama yang ditekuni pesantren adalah terutama berfungsi dalam pengembangan tugas moral (Madjid, 1997: 106). Pesantren dianggap sebagai “benteng” nilai-nilai dasar di masyarakat terhadap pengaruh budaya asing. Dari sinilah pentingnya keterkaitan pesantren dengan masyarakatnya yang tercermin dalam ikatan tradisi dan budaya yang kuat dan membentuk pola hubungan dan saling mengisi antara keduanya. Interaksi sosial-budaya yang mendalam antara pesantren dan masyarakat di sekitarnya itu terlihat dalam hal keagamaan, pendidikan, kegiatan sosial dan perekonomian. Oleh karena itu pesantren membutuhkan gerakan pembaharuan yang progresif terhadap segala bidang, terutama dalam menghadapi permasalahan sosial-kemasyarakatan. Peran aktual agama dan kelembagaan dalam mengarahkan perubahan nilai-nilai pada saat ini semakin sangat mendesak dan urgen dilakukan. Hal ini mengingat perubahan nilai-nilai adalah sebuah fenomena yang tidak dapat dihindari meskipun dimensi dan ruang lingkup perubahan nilai dalam satu komunitas dan komunitas lain cukup bervariatif (Zubaedi, 2007: 276). Perumusan nilai-nilai tradisi pesantren tersebut dalam keseluruhan proses pendidikan diharapkan dapat menumbuhkan moralitas universal yang
19
bernilai Islami. Pada gilirannya hal tersebut diharapkan akan menumbuhkan kemampuan untuk mengembangkan hal-hal baru yang lebih baik. Dengan demikian paradigma pesantren “mempertahankan tradisi lama yang masih relevan dan mengambil pemikiran baru yang lebih baik” benar-benar akan berlabuh di dunia pendidikan pesantren (A‟la, 2006: 39). Pesantren dan sistem-sistemnya memang dihadapkan pada tantangan zaman yang cukup berat. Jika tidak mampu memberi responsasi yang tepat maka pesantren akan hilang relevansinya dan akar-akarnya dalam masyarakat akan tercabut dengan sendirinya, dengan segala kerugian yang bakal ditanggung (Madjid, 1997: 100). Kedudukan akhlak dalam Islam sangat terhormat. Konsep akhlak pun tidak semata-mata hanya mengatur hubungan sesama manusia saja namun juga hubungan manusia kepada Allah SWT, hubungan manusia kepada sesamanya serta hubungan manusia kepada makhluk lainnya. Oleh sebab itu Allah SWT mengutus Rasulallah SAW untuk menyempurnakan akhlak manusia. Dalam kehidupan bermasyarakat banyak sekali dijumpai berbagai hal dari yang sangat baik sampai yang kurang baik. Dalam bermasyarakatlah adanya saling tolong menolong saat mengalami kesulitan. Namun terkadang dalam masyarakat juga adanya sifat saling iri, dengki bahkan kecurigaankecurigaan. Rasululloh SAW telah memberikan contoh yang baik dalam hidup bermasyarakat. Bahkan beliaupun saat dihina bahkan disakiti oleh masyarakat di sekitar tempat beliau tinggal ia tidak pernah membalas kejahatan itu dengan kejahatan pula, tetapi beliau menyikapinya dengan penuh kesabaran dan kebijaksanaan.
20
Q.S Al-Ahzab: 21
Artinya: Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah (Departemen Agama RI, 2005: 420).
Al-Qur‟an sebagai sumber pokok ajaran Islam mengajarkan tentang akhlakul karimah secara utuh dan keseluruhan isi kandungannya itulah yang menjadi akhlak Rasululloh SAW. Maka demikian mutlaknya kedudukan akhlak dalam Islam. Sehingga tepatlah apabila dikatakan bahwa akhlak adalah tiang agama Islam. Siapa yang berakhlak sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Al-Qur‟an, dialah orang yang menegakkan agama dan dia pulalah orang yang berakhlakul karimah. Sebaliknya, siapa yang akhlaknya menyimpang dari apa yang diajarkan oleh Al-Qur‟an, maka dialah orang yang merobohkan agama dan dia pulalah orang yang berakhlakul madzmumah (Halim, 2000:25). Pesantren memiliki basis sosial yang jelas, karena keberadaannya menyatu dengan masyarakat. Pada umumnya, pesantren hidup dari, oleh, dan untuk masyarakat. Pesantren mempunyai andil dalam membina akhlak masyarakat sehingga masyarakat di sekitar dapat berakhlakul karimah sesuai dengan visi dan misi pesantren. Oleh sebab itu penulis tertarik untuk mengambil judul skripsi “Upaya Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien dalam Pembinaan Akhlak Masyarakat Kalibening Kecamatan Tingkir Kota Salatiga”.
21
B. Fokus Masalah Dari latar belakang di atas, dapat ditarik beberapa rumusan masalah. Diantaranya adalah: 1. Apa upaya Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien dalam pembinaan akhlak masyarakat Kalibening? 2. Apa hambatan yang dialami pengurus Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien dalam pembinaan akhlak masyarakat Kalibening? 3. Bagaimana motivasi yang diberikan pengurus Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien dalam pembinaan akhlak masyarakat Kalibening?
C. Tujuan Penelitian 1.
Mengetahui upaya Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien dalam pembinaan akhlak masyarakat Kalibening.
2.
Mengetahui hambatan yang dialami pengurus Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien dalam pembinaan akhlak masyarakat Kalibening.
3.
Mengetahui motivasi yang diberikan pengurus Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien dalam pembinaan akhlak masyarakat Kalibening.
D. Kegunaan Penelitian Sesuai dengan tujuan penelitian yang telah disebutkan di atas, penulis membagi manfaat penelitian ini menjadi tiga poin, yaitu:
22
1. Bagi Peneliti a. Menambah pengetahuan tentang permasalahan pesantren terutama dalam membina akhlak masyarakat. b. Memberi gambaran langsung mengenai bagaimana upaya pesantren dalam meningkatkan akhlak masyarakat yang berada di sekitar pesantren. c. Sebagai sarana pengembangan pola pikir peneliti dalam bidang ilmu pengetahuan. 2. Bagi Lembaga a. Sebagai sarana kajian dalam ilmu pengetahuan. b. Memberi masukan kepada pengasuh pesantren, para ustadz, dan para pengurus bahwasanya pembinaan akhlak sangat penting bagi masyarakat. c. Sebagai sarana kajian pertimbangan bagi lembaga formal maupun non formal. 3. Bagi ilmu Pengetahuan Dapat memberi manfaat secara teoritis tentang upaya pesantren dalam pembinaan akhlak masyarakat Kalibening.
E. Penegasan Istilah 1.
Upaya Pondok Pesantren Upaya berarti usaha atau cara. Pondok adalah bangunan untuk tempat tinggal sementara atau bangunan yang berpetak-petak berdinding
23
bilik beratap rumbai. Pesantren adalah lembaga pendidikan keagamaan yang mempunyai kekhasan tersendiri dan berbeda dengan lembaga pendidikan lainnya. Jadi, upaya pondok pesantren adalah usaha lembaga pendidikan keagamaan. 2. Pembinaan Akhlak Pembinaan berasal dari kata bina yang mendapat imbuhan pe-an. Kata bina berarti membangun atau mengusahakan agar mempunyai kemajuan lebih. Imbuhan pe-an berarti melakukan kegiatan atau hal. Menurut Abdul Karim Zaidan yang dikutip oleh Ilyas akhlak adalah nilainilai dan sifat-sifat yang tertanam di dalam jiwa, yang dengan sorotan dan timbangannya seseorang dapat menilai perbuatannya baik atau buruk untuk kemudian memilih melakukan atau meninggalkan (Ilyas, 2007: 2). Jadi pembinaan akhlak ialah suatu usaha menanamkan nilai-nilai dalam jiwa agar seseorang dapat menilai perbuatan baik atau buruk yang kemudian dapat memilih melakukan perbuatan itu atau meninggalkannya. 3. Masyarakat Kata masyarakat berasal dari kata musyarak (Arab), yang artinya bersama-sama, kemudian berubah menjadi masyarakat, yang artinya berkumpul bersama hidup bersama dengan saling berhubungan dan saling mempengaruhi (Abdulsyani, 2007: 30). Masyarakat yang dimaksud di sini adalah objek penelitian di sekitar Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien Kalibening dalam pembinaan akhlak.
24
F. Metode Penelitian Dalam suatu penelitian, metode mutlak diperlukan karena merupakan cara yang teratur dan berfikir secara kritis untuk mencapai suatu tujuan yang dimaksud. Metode ini diperlukan guna mencapai tujuan yang sempurna dan memperoleh hasil secara optimal. 1. Pendekatan dan jenis penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan lapangan (field research), dimaksudkan untuk mengetahui data responden secara langsung di lapangan, yakni suatu penelitian yang bertujuan mengenai studi yang mendalam mengenai suatu unit sosial sedemikian rupa sehingga menghasilkan gambaran yang terorganisir dengan baik mengenai unit sosial tersebut. Adapun jenis penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Metode kualitatif merupakan suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Dengan demikian, laporan peneliti akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut mungkin berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, foto, videotape, dokumen pribadi, catatan atau memo, dan dokumen resmi lainnya (Moleong, 2009: 11). 2. Kehadiran peneliti/waktu penelitian Untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan dalam penelitian maka peneliti hadir langsung di lokasi penelitian sampai memperoleh data-
25
data yang diperlukan sejak tanggal 17 Juni 2013 sampai selesainya penelitian. 3. Lokasi penelitian Penelitian ini dilakukan di lembaga pendidikan, yaitu Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien Desa Kalibening Kec. Tingkir Kota Salatiga. Adapun alasan pemilihan lokasi adalah Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin merupakan salah satu pesantren yang menarik. Dalam melaksanakan kegiatan baik dalam pelaksanaan pembelajaran, kegiatan sosial-keagamaan tidak hanya dilaksanakan masyarakat pesantren saja tetapi masyarakat sekitar juga ikut berperan serta dalam kegiatan pesantren. Hal ini dapat dijadikan contoh untuk lembaga pendidikan lainnya sehingga keberadaan pesantren dapat dirasakan penuh oleh masyarakat di sekitarnya. 4. Sumber data Data yang dikumpulkan meliputi berbagai macam data yang berhubungan dengan pelaksanaan pembinaan akhlak masyarakat. Secara umum data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan sekunder. a. Data primer Data primer dan jenis data primer penelitian ini adalah kata-kata dan tindakan subjek serta gambaran ekspresi, sikap dan pemahaman dari subjek yang diteliti sebagai dasar utama melakukan interpretasi data. Data atau informasi tersebut diperoleh secara langsung dari orang-orang yang dipandang mengetahui masalah yang akan dikaji dan bersedia memberi data atau informasi yang diperlukan. Orang-orang tersebut yaitu
26
pengasuh, asatidz, pengurus Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien serta warga Desa Kalibening. Sedangkan untuk pengambilan data dilakukan dengan bantuan catatan lapangan, dan dengan bantuan rekaman suara handphone. Sementara itu observasi dilakukan dengan melakukan pengamatan secara langsung segala aktivitas di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien. b. Data sekunder Data sekunder adalah data atau informasi yang diperoleh dari sumber-sumber lain selain data primer. Diantaranya buku-buku literatur yang berhubungan dengan pesantren, internet, dokumen pribadi, dan dokumen yang terkait dengan penelitian ini. 5. Prosedur pengumpulan data Dalam rangka untuk memperoleh data, penulis menggunakan metode pengumpulan data dalam memudahkan jalannya penelitian. Adapun macam untuk mengumpulkan data adalah sebagai berikut: a. Metode observasi Observasi adalah pengamatan dan pencatatan suatu objek dengan sistematika fenomena yang diselidiki. Observasi dapat dilakukan sesaat atau berulang (Sukandarrumidi, 2004: 69). Metode ini penulis gunakan sebagai alat bantu dalam penelitian. Penulis mengadakan observasi ke Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien Kalibening, selanjutnya penulis mencatat hasil observasi dengan sistematik. Adapun observasi yang penulis lakukan ialah observasi non partisipan. Yaitu dengan cara
27
peneliti hanya mengamati segala aktivitas
di Pondok Pesantren
Hidayatul Mubtadiien tanpa menjadi bagian dari pesantren itu. Metode ini juga digunakan oleh penulis untuk mengumpulkan data mengenai pembinaan akhlak. b. Wawancara Metode wawancara adalah komunikasi dua arah antara pewawancara dan terwawancara secara langsung (Yunus, 2010: 357). Wawancara mendalam digunakan dalam rangka untuk mengetahui pembinaan akhlak Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien terhadap masyarakat Kalibening. Dalam wawancara tersebut penulis rekam dan ditulis ulang pada transkip wawancara. Sedangkan yang menjadi objek interview ini adalah kyai (pimpinan pondok) dan para ustadz-ustadzah, pengurus pondok pesantren, dan masyarakat sekitar. c. Dokumentasi Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk lisan, gambar atau karya-karya monumental dari seseorang (Sugiono, 2009: 240). Metode ini penulis gunakan untuk memperoleh data yang sudah tertulis dan terwujud dokumentasi. 6. Analisis data Dalam analisis data, penulis menggunakan teknik analisis data dengan menguraikan proses pelacakan dan pengaturan secara sistematis
28
transkip-transkip wawancara, catatan lapangan dan bahan-bahan lain agar dapat menyajikan hasil penelitian. 7. Pengecekan keabsahan data Pemeriksaan keabsahan data dilakukan atas kriteria-kriteria tertentu. Kriteria itu terdiri atas derajat kepercayaan (credibility), kebergantungan (dependability), dan kepastian (confirmability) (Moeloeng, 2009: 324). a.
Derajat kepercayaan (credibility) Kriteria
kredibilitas
ini
berfungsi
untuk
melaksanakan
penelaahan data secara akurat agar tingkat kepercayaan penemuan dapat dicapai. Adapun teknik dalam menentukan kredibilitas ini dapat dilakukan dengan perpanjangan keikutsertaan peneliti di lapangan, triangulasi, pemeriksaan sejawat melalui diskusi. b.
Kebergantungan (dependability) Konsep ini merupakan konsep pengganti dari konsep reability dalam penelitian kuantitatif. Reability tercapai bila alat ukur yang digunakan secara berulang-ulang dan hasilnya sama. Dalam penelitian kualitatif, alat ukur bukan benda melainkan manusia atau peneliti itu sendiri. Lain dari pada itu, rancangan penelitian terus berkembang. Yang dapat dilakukan dalam penelitian kualitatif adalah pengumpulan data sebanyak mungkin selama penelitian. Teknik yang digunakan untuk mengukur kebergantungan adalah auditing, yaitu pemeriksaan data yang sudah dipolakan.
29
c.
Kepastian (confirmability) Konsep
ini
merupakan
konsep
pengganti
dari
konsep
“objektivitas” pada penelitian kuantitatif, objektivitas itu diukur melalui orangnya atau penelitiannya. Diakui bahwa peneliti memiliki pengalaman subjektif. Namun apabila pengamatan tersebut dapat disepakai oleh beberapa orang, maka pengalaman peneliti itu bisa dipandang objektif. Jadi persoalan objektivitas dan subjektivitas dalam penelitian kualitatif sangat ditentukan oleh seseorang. 8. Tahap-tahap penelitian Tahap-tahap penelitian yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah berkenaan dengan proses pelaksanaan penelitian. Sebagaimana yang dikutip Moeloeng, penelitian kualitatif dibagi ke dalam tiga tahap, yaitu: tahap pra-lapangan, tahap pekerjaan lapangan, dan tahap analisis data (Moeloeng, 2009: 127) a. Tahap Pra-Lapangan Tahap pra-penelitian adalah sebelum berada di lapangan. Sebagaimana yang dikutip Moeloeng, ada enam kegiatan yang harus dilakukan oleh peneliti. Dalam tahap ini ditambah satu pertimbangan yang perlu dipahami yaitu etika penelitian lapangan. Kegiatan dan pertimbangan antara lain: pertama, menyusun rancangan penelitian, kedua, memilih lapangan penelitian, ketiga, mengurus perizinan, keempat, menjajaki dan menilai lapangan, kelima, memilih dan memanfaatkan informan, keenam, menyiapkan perlengkapan penelitian.
30
b. Tahap Pekerjaan Lapangan Pada tahap ini merupakan tahap penelitian yang sebenarnya. Tahap ini dibagi atas tiga bagian, yaitu: pertama, memahami latar penelitian dan persiapan diri, kedua, memasuki lapangan, ketiga, berperanserta sambil mengumpulkan data. c. Tahap Analisis Data Analisis data adalah tahap kegiatan sesudah kembali ke lapangan. Pada tahap ini analisis data yang sudah tersedia dari sumber yaitu dari wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen pribadi dan sebagainya. Dalam analisis data terdapat beberapa alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yaitu: 1) Pengumpulan Data Adalah kegiatan analisis yang mengantisipasi kegiatan atau dilakukan sebelum penelitian lapangan, ketika penelitian dirancang. 2) Reduksi Data Adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data bukanlah suatu hal yang terpisah dari analisis. Reduksi data merupakan bagian dari analisis. 3) Penyajian Data Adalah sekumpulan informasi tersusun
yang memberi
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dengan melihat data kita akan memahami apa yang sedang
31
terjadi dan apa yang harus dilakukan untuk lebih jauh menganalisis atau mengambil tindakan berdasarkan atas pemahaman yang didapat dari penyajian tersebut. 4) Kesimpulan atau Verifikasi Data Kegiatan analisis ketiga adalah menarik kesimpulan atau verifikasi. Dari permulaan pengumpulan data, seorang penganalisis kualitatif mencari makna, penjelasan, dan sebab akibat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pertahapan dalam penelitian ini adalah bentuk urutan atau berjenjang yakni dimulai dari tahap pra-penelitian, tahap pekerjaan lapangan, dan tahap pasca penelitian. Namun walau demikian, sifat dari kegiatan yang dilakukan pada masing-masing tahap tersebut tidaklah bersifat ketat, melainkan sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada.
G. Sistematika Penulisan Dalam menyusun skripsi ini penulis membagi ke dalam beberapa bab dan masing-masing bab mencakup beberapa sub bab yang berisi sebagai berikut: BAB I:
Pendahuluan yang meliputi latar belakang, fokus masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, metode penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II:
Kajian pustaka yang mengulas beberapa teori yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan antara lain pondok pesantren di Indonesia yang meliputi pengertian pondok pesantran, sejarah
32
pondok pesantren, tipologi pondok pesantren, elemen-elemen pondok pesantren, peran pondok pesantren dan permasalahan umum yang dihadapi pondok pesantren. Pembinaan akhlak yang meliputi pengertian akhlak, fungsi akhlak , macam-macam akhlak dan penyebab kemerosotan akhlak. BAB III:
Hasil penelitian yang terdiri dari gambaran umum objek penelitian yang terdiri dari sejarah singkat pesantren, visi dan misi pesantren, letak geografis pesantren, keadaan sarana dan prasarana, keadaan santri dan ustad, struktur organisasi, bentukbentuk kegiatan dan kurikulum. Gambaran umum Desa Kalibening yang meliputi letak geografis Desa Kalibening, keadaan penduduk Desa Kalibening, dan hasil penelitian di Desa Kalibening.
BAB IV:
Pembahasan pokok permasalahan dari data hasil temuan-temuan.
BAB V :
Bab ini merupakan bab penutup atau bab akhir dari penyusunan skripsi yang penulis susun. Dalam bab ini penulis mengemukakan kesimpulan dari seluruh hasil penelitian, saran-saran ataupun rekomendasi dalam rangka meningkatkan pembinaan akhlak masyarakat Kalibening oleh Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien.
33
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kontribusi Pondok Pesantren 1. Pengertian Pondok Pesantren Yang dimaksud dengan pesantren pada dasarnya adalah sebuah asrama pendidikan Islam tradisional dimana para siswanya tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan seseorang (atau lebih) guru yang lebih dikenal dengan sebutan “kyai” (Dhofier, tt: 11). Perkataan pesantren berasal dari kata santri, yang dengan awalan “pe” di depan dan akhiran “an” berarti tempat tinggal para santri (Yasmadi, 2002: 61). Menurut Arifin yang dikutip oleh Muhaimin dan Mujib pondok pesantren yaitu suatu lembaga pendidikan Islam yang di dalamnya terdapat seorang Kyai (pendidik) yang mengajar dan mendidik para santri (anak didik) dengan sarana masjid yang digunakan untuk menyelenggarakan pendidikan tersebut, serta didukung adanya pondok sebagai tempat tinggal para santri (Muhaimin dan Abd. Mujib, 1993: 299). Dari beberapa pendapat tersebut penulis dapat menyimpulkan bahwa pondok pesantren adalah sebuah asrama pendidikan tradisional yang di dalamnya terdapat santri yang dibimbing oleh kyai yang mempunyai tempat serta program pendidikan sendiri dimana kyailah yang mempunyai otoritas dalam menjalankan pendidikan tersebut sesuai dengan kemampuan yang ia miliki.
18
34
2. Sejarah Pondok Pesantren di Indonesia Menelusuri
tumbuh
dan
berkembangnya
lembaga-lembaga
pendidikan keagamaan Islam di Indonesia, termasuk awal berdirinya pondok pesantren tidak terlepas dengan sejarah masuknya Islam di Indonesia. Pendidikan Islam di Indonesia bermula ketika orang-orang yang masuk Islam ingin mengetahui lebih banyak isi ajaran agama yang baru dipeluknya, baik mengenai tata cara beribadah, membaca Al-Qur‟an, dan pengetahuan Islam yang lebih luas dan mendalam. Mereka itu belajar di rumah, surau, langgar, atau masjid. Di tempat-tempat inilah orang-orang yang baru masuk Islam dan anak-anak mereka belajar membaca Al-Qur‟an dan ilmu-ilmu agama lainnya, secara individual dan langsung. Dalam perkembangannya, keinginan untuk lebih memperdalam ilmu-ilmu agama telah mendorong tumbuhnya pesantren yang merupakan tempat untuk melanjutkan belajar agama setelah tamat belajar di surau, langgar, atau masjid. Model pendidikan pesantren ini berkembang di seluruh Indonesia, dengan nama dan corak yang sangat bervariasi. Di Jawa disebut pondok atau pesantren, di Aceh dikenal rangkang, di Sumatra Barat dikenal surau. Nama yang sekarang diterima umum adalah pondok pesantren (Departemen Agama RI, 2003: 7). Pondok pesantren adalah salah satu pendidikan Islam di Indonesia yang mempunyai ciri khas tersendiri. Sejarah pendidikan di Indonesia mencatat, bahwa pondok pesantren adalah bentuk lembaga pendidikan pribumi tertua di Indonesia. Ada dua pendapat mengenai awal berdirinya
35
pondok pesantren di Indonesia. Pendapat pertama menyebutkan bahwa pondok pesantren berakar pada tradisi Islam sendiri dan pendapat kedua mengatakan bahwa sitem pendidikan model pondok pesantren adalah asli Indonesia. Dalam pendapat pertama ada dua versi, ada yang berpendapat bahwa pondok pesantren berawal sejak zaman Nabi masih hidup. Dalam awal-awal dakwahnya, Nabi melakukan dengan sembunyi-sembunyi dengan peserta sekelompok orang, dilakukan di rumah-rumah, seperti yang tercatat dalam sejarah salah satunya adalah rumah Arqam bin Abu Arqam. Sekelompok orang yang tergolong dalam As Sabiqunal Awwalun inilah yang kelak menjadi perintis dan pembuka jalan penyebaran agama Islam di Arab, Afrika, dan akhirnya menyebar ke seluruh dunia. Versi kedua menyebutkan bahwa pondok pesantren mempunyai kaitan yang erat dengan tempat pendidikan yang khas bagi kaum sufi. Pendapat ini berdasarkan fakta bahwa penyiaran Islam di Indonesia pada awalnya lebih banyak dikenal dalam bentuk kegiatan tarekat yang melaksanakan amalan-amalan dzikir dan wirid tertentu. Pemimpin tarekat itu disebut kyai, yang mewajibkan pengikutnya melaksanakan suluk selama 45 hari dalam satu tahun dengan cara tinggal bersama sesama anggota tarekat dalam sebuah masjid untuk melakukan ibadah-ibadah di bawah bimbingan kyai. Untuk keperluan suluk ini, para kyai menyediakan ruangan khusus untuk penginapan dan tempat memasak yang terdapat di kiri-kanan masjid.
36
Pendapat kedua mengatakan, pondok pesantren yang kita kenal sekarang ini pada mulanya merupakan pengambilalihan dari sistem pondok pesantren yang diadakan orang-orang Hindu di Nusantara. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa jauh sebelum datangnya Islam ke Indonesia, lembaga pondok pesantren pada masa itu dimaksudkan sebagai tempat mengajarkan ajaran-ajaran agama Hindu. Fakta lain yang menunjukkan bahwa pondok pesantren bukan berasal dari tradisi Islam adalah tidak ditemukannya lembaga pondok pesantren di negara-negara Islam lainnya. Pondok pesantren di Indonesia baru diketahui keberadaannya dan perkembangannya setelah abad ke-16. Karya-karya Jawa klasik seperti serat cabolek dan serat centini mengungkapkan dijumpai lembaga-lembaga yang mengajarkan berbagai kitab Islam klasik dalam bidang fiqih, tasawuf, dan menjadi pusat-pusat penyiaran Islam yaitu pondok pesantren . Pertumbuhan pondok pesantren di seluruh Indonesia cukup pesat. Hal ini tergambar dari jumlah pondok dan santri selama sekitar 25 tahun terakhir. Pada tahun 1975, di seluruh Indonesia tercatat 3.872 pondok dengan santri berjumlah 33.385 orang. Data tahun 2011 menunjukkan jumlah pondok pesantren 12.783 buah dengan santri sebanyak 2.974.626 orang (Departemen Agama RI, 2003: 10). Perkembangan ini terjadi karena santri yang telah mampu menguasai ilmu yang telah diberikan kyai, kembali ke daerah masing-masing atau pindah ke tempat lain untuk mendirikan pondok pesantren yang baru. Di daerah baru ini pada awalnya santri bertindak sebagai guru mengaji, terkumpul santri, kemudian
37
berkembang menjadi pondok pesantren (Departemen Agama RI, 2003: 11). Pada tahap selanjutnya, pondok pesantren mulai menampakkan eksistensinya sebagai lembaga pendidikan Islam yang memumpuni, yaitu di dalamnya didirikan sekolah baik secara formal maupun nonformal. Akhir-akhir
ini
pondok
pesantren
mempunyai
kecenderungan-
kecenderungan baru dalam rangka renovasi terhadap sistem yang selama ini dipergunakan (Muhaimin dan Abd. Mujib, 1993 :301). Sejak 20-30 tahun yang lalu, sebagai akibat tantangan yang semakin gencar dari berkembang dan kemajuan ilmu dan teknologi, maka kini menjadi pandangan sehari-hari bahwa di dalam pesantren telah diselenggarakan jenis pendidikan formal, yaitu madrasah dan sekolah umum yang mempelajari ilmu-ilmu umum (Anwar, 2007: 207). 3. Tipologi Pesantren Dari berbagai tingkat konsistensi dengan sistem lama dan keterpengaruhan oleh sistem modern, secara garis besar pondok pesantren dapat dikategorikan ke dalam tiga bentuk, yaitu (Departemen Agama RI, 2003: 28-31): a. Pondok Pesantren salafiyah Salaf artinya “lama”, “dahulu”, atau “tradisional”. Pondok pesantren salafiyah adalah pondok pesantren yang menyelenggarakan pembelajaran dengan pendekatan tradisional, sebagaimana yang berlangsung sejak awal pertumbuhannya. Pembelajaran ilmu-ilmu
38
agama Islam dilakukan secara individual atau kelompok dengan konsentrasi pada kitab-kitab klasik, berbahasa Arab. Penjenjangan tidak didasarkan pada satuan waktu, tetapi berdasarkan tamatnya kitab yang dipelajari. Dengan selesainya satu kitab tertentu, santri dapat naik jenjang dengan mempelajari kitab yang kesukarannya lebih tinggi. Demikian seterusnya. Pendekatan ini sejalan dengan prinsip pendidikan modern yang dikenal dengan sistem belajar tuntas. Dengan cara ini, santri dapat lebih intensif memepelajari suatu cabang ilmu. b. Pondok Pesantren Khalafiyah („Ashirah) Khalaf artinya “kemudian” atau “belakang”, sedangkan ashri artinya “sekarang” atau “modern”. Pondok pesantren khalafiyah adalah pondok pesantren yang menyelenggarakan kegiatan pendidikan dengan pendekatan modern, melalui satuan pendidikan formal, baik madrasah (MI, MTs, MA atau MAK), maupun sekolah (SD, SMP, SMU, dan SMK), atau nama lainnya, tetapi dengan pendekatan klasikal. Pembelajaran pondok pesantren khalafiyah dilakukan secara berjenjang dan berkesinambungan, dengan satuan program didasarkan pada satuan waktu, seperti catur wulan, semester, tahun/kelas, dan seterusnya. Pondok pesantren khilafiyah ”pondok” lebih banyak berfungsi sebagai asrama yang memberikan lingkungan kondusif untuk pendidikan agama (Departemen Agama RI, 2003: 30).
39
c. Pondok Pesantren Campuran/Kombinasi Pondok pesantren salafiyah dan khalafiyah dengan penjelasan di atas adalah salafiyah dan khalafiyah dalam bentuknya yang ekstrim. Barangkali, kenyataan di lapangan tidak ada atau sedikit sekali pondok pesantren salafiyah atau khalafiyah dengan pengertian tersebut. Sebagian besar yang ada sekarang adalah pondok pesantren yang berada di antara rentangan dua pengertian di atas. Sebagian besar pondok pesantren yang mengaku atau menamakan diri pesantren salafiyah, pada umumnya juga mengadakan pendidikan secara klasikal dan berjenjang, walaupun tidak dengan nama madrasah atau sekolah. Demikian
juga
pesantren
khalafiyah,
pada
umumnya
juga
menyelenggarakan pendidikan dengan pendekatan pengajian kitab klasik, karena sistem “ngaji kitab” itulah yang selama ini diakui sebagai salah satu identitas pondok pesantren. Tanpa penyelenggaraan pengajian kitab klasik, agak janggal disebut sebagai pondok pesantren. Di samping tipologi pesantren berdasarkan model pendekatan pendidikan yang dilakukan, apakah tradisional atau modern, juga ada tipologi berdasarkan konsentrasi ilmu-ilmu agama yang diajarkan. Di sini dikenal pesantren al-Qur‟an, mulai qira‟ah sampai tahfizh. Ada pesantren hadist, yang lebih berkonsentrasi pada pembelajaran hadits. Adapun pesantren fiqih, pesantren ushul fiqh, pesantren tasawuf, dan seterusnya.
40
Tipologi pondok pesantren tidak hanya didasarkan pada penyelenggaraan berdasarkan
pendidikan
agama.
penyelenggaraan
Ada
fungsinya
tipologi
lain
sebagai
dibuat lembaga
pengembangan masyarakat melalui program-program pengembangan usaha. Dari sini dikenal pesantren pertanian, pesantren kelautan, dan sebagainya.
Maksudnya
adalah
pesantren
yang
selain
menyelenggarakan pendidikan agama juga mengembangkan pertanian, atau
mengembangkan
jenis-jenis
keterampilan
tertentu,
atau
mengembangkan budidaya kelautan. 4. Elemen-elemen Pesantren Sebuah pondok pesantren setidaknya terdiri dari (Dhofier, tt: 4459). a. Pondok Sebuah pesantren pada dasarnya adalah sebuah asrama pendidikan Islam tradisional dimana para siswanya tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan seorang (atau lebih) guru yang telah dikenal dengan sebuatan “kyai”. Asrama untuk para siswa tersebut berada dalam lingkungan kompleks pesantren dimana kyai bertempat tinggal yang juga menyediakan sebuah masjid untuk beribadah, ruang untuk belajar dan kegiatan-kegiatan keagamaan yang lain. Komplek pesantren ini biasanya dikelilingi dengan tembok untuk dapat mengawasi keluar dan masuknya para santri sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pondok, asrama bagi para santri, merupakan ciri khas
41
tradisi pesantren, yang membedakannya dengan sistem pendidikan tradisional dengan masjid-masjid yang berkembang di kebanyakan wilayah Islam di negara ini. Ada tiga alasan utama kenapa pesantren harus menyediakan asrama bagi para santri. Pertama, kemasyhuran seorang kyai dan kedalaman pengetahuannya tentang Islam menarik santri-santri dari jauh. Untuk dapat menggali ilmu dari kyai tersebut secara teratur dan dalam waktu yang lama, para santri tersebut harus meninggalkan kampung halamannya dan menetap di dekat kediaman kyai. Kedua, hampir semua pesantren berada di desa-desa dimana tidak tersedia perumahan (akomodasi) yang cukup untuk dapat menampung santrisantri; dengan demikian perlulah adanya suatu asrama khusus bagi para santri. Ketiga, ada sikap timbal balik antara kyai dan santri, dimana para santri menganggap kyainya seolah-olah sebaik bapaknya sendiri, sementara kyai menganggap para santri sebagai titipan Tuhan yang harus senantiasa dilindungi. Sikap timbal balik ini menimbulkan keakraban dan kebutuhan untuk saling berdekatan terus-menerus. Pondok untuk tempat tinggal santri wanita biasanya dipisahkan dengan pondok untuk santri laki-laki, selain dipisah oleh rumah kyai dan keluarganya, juga oleh masjid dan ruang-ruang madrasah. Keadaan kamarnya tidak jauh berbeda dengan laki-laki.
42
b. Masjid Masjid merupakan elemen yang tak dapat dipisahkan dengan pesantren dan dianggap sebagai tempat yang paling tepat untuk mendidik para santri, terutama dalam praktek sembahyang lima waktu, khutbah dan sembahyang Jum‟ah, dan pengajaran kitab-kitab Islam klasik. Kedudukan masjid sebagai pusat pendidikan dalam tradisi pesantren merupakan universalisme dari sistem pendidikan Islam tradisional. Seorang kyai yang ingin mendirikan sebuah pesantren, biasanya pertama-tama akan mendirikan sebuah masjid di dekat rumahnya. Langkah ini biasanya diambil atas perintah gurunya yang telah menilai bahwa ia akan sanggup memimpin sebuah pesantren. c. Santri Menurut pengertian yang dipakai dalam lingkungan orang-orang pesantren, seorang alim hanya disebut sebagai kyai bilamana memiliki pesantren dan santri yang tinggal dalam pesantren tersebut untuk mempelajari kitab-kitab Islam klasik. Oleh karena itu santri merupakan elemen penting dalam suatu lembaga pesantren. Walaupun demikian, menurut tradisi pesantren, terdapat 2 kelompok santri: 1) Santri mukim yaitu murid-murid yang berasal dari daerah yang jauh dan menetap dalam kelompok pesantren. Santri mukmin yang paling lama tinggal di pesantren tersebut biasanya merupakan satu kelompok tersendiri yang memegang tanggungjawab mengurusi
43
kepentingan
pesantren
sehari-hari;
mereka
juga
memikul
tanggungjawab mengajar santri-santri muda tentang kitab-kitab dasar dan menengah. 2) Santri kalong yaitu murid-murid yang berasal dari desa-desa di sekeliling pesantren, yang biasanya tetap menetap di pesantren. Untuk mengikuti pelajaran di pesantren, mereka bolak-balik (nglajo) dari rumahnya sendiri. Seorang santri pergi dan menetap di suatu pesantren karena berbagai alasan: 1) Ia ingin mempelajari kitab-kitab lain yang membahas Islam secara lebih mendalam di bawah bimbingan kyai yang memimpin pesantren tersebut; 2) Ia ingin memperoleh pengalaman hidup pesantren, baik dalam bidang pengajaran, keorganisasian maupun hubungan dengan pesantren-pesantren yang terkenal; 3) Ia ingin memusatkan studinya di pesantren tanpa disibukkan oleh kewajiban sehari-hari di rumah keluarganya. Di samping itu, dengan tinggal di sebuah pesantren yang sangat jauh letaknya dari rumahnya sendiri ia tidak mudah pulang-balik meskipun kadang-kadang menginginkannya. Analisis potensi diri santri harus dipahami, bahwa para santri tersebut sering mempunyai potensi/bakat bawaan, seperti kemampuan membaca Al-Qur‟an, kaligrafi, pertukangan, dan lain sebagainya. Bakat
44
bawaan ini seharusnya selalu dipupuk dan dikembangkan. Karena itulah, ada baiknya bila di dalam pondok pesantren dilakukan penelusuran potensi/bakat dan minat santri, kemudian dibina dan dilatih (Halim, 2005: 226). d. Pengajaran kitab-kitab klasik Pada masa lalu, pengajaran kitab-kitab Islam klasik, terutama karangan-karangan para ulama yang menganut faham Syafi‟iyah, merupakan satu-satunya pengajaran formal yang diberikan dalam lingkungan pesantren. Tujuan utama pengajaran ini ialah untuk mendidik calon-calon ulama. Para santri yang tinggal di pesantren untuk jangka waktu pendek (misalnya kurang dari satu tahun) dan tidak bercita-cita menjadi ulama, mempunyai tujuan untuk mencari pengalaman dalam hal pendalaman perasaan keagamaan. Keseluruhan kitab-kitab klasik yang diajarkan di pesanten dapat digolongkan ke dalam 8 kelompok: 1. nahwu (syntax) dan saraf (morfologi); 2. fiqh; 3. usul fiqh; 4. hadis; 5. tafsir; 6. tauhid; 7. tasawuf; 8. cabang-cabang lain seperti tarikh dan balaghah. Di Jawa dikenal dengan teknik makna jrendhel atau makna gandhul. Di situ kata-kata dari teks asli suatu kitab diikuti dengan arti dalam bahasa Jawa dengan aksara Arab (pegon) yang diletakkan di bawahnya dan ditulis miring. Tanda-tanda dibuat berkaitan dengan fungsi kata dalam kalimat sesuai dengan gramatika Arab. Karena tanda-
45
tanda itu bisa mencakup kata perkata, maka sejak dini santri sudah mempelajari teks klasik secara detail (Nafi‟, 2007: 111). e. Kyai Pesantren sebenarnya sangat tergantung kepada pengasuh sebagai elemen yang paling esensial dan pemegang otoritas di pesantren. Karena itu pula, arah, kritik, strategi dan sistem dan organisasi pendidikan sangat dipengaruhi oleh pengasuhnya (Mahfudz, 1988: 104). Sudah sewajarnya bahwa pertumbuhan suatu pesantren semata-mata bergantung kepada kemampuan pribadi kyainya. Menurut Horokosh yang dikutip oleh Ahmad Tafsir bahwa kekuatan kyai atau ulama itu berakar pada (1) kredibilitas moral, (2) kemampuan mempertahankan pranata sosial yang diinginkan (Tafsir, 1994: 194). Menurut asal-usulnya, perkataan kyai dalam bahasa Jawa dipakai untuk tiga jenis gelar yang saling berbeda: 1) Sebagai gelar kehormatan bagi barang-barang yang dianggap keramat; umpamanya “Kyai Garuda Kencana” dipakai untuk sebutan Kereta Emas yang ada di Keraton Yogyakarta; 2) Gelar kehormatan untuk orang-orang tua pada umumnya; 3) Gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada seorang ahli agama Islam yang memiliki atau menjadi pimpinan pesantren dan mengajar kitab-kitab Islam klasik kepada para santrinya. Selain gelar kyai, ia sering juga disebut seorang alim (orang yang dalam pengetahuan Islamnya).
46
Perlu ditekankan di sini bahwa ahli-ahli pengetahuan Islam di kalangan umat Islam disebut ulama. Di Jawa Barat mereka disebut ajengan. Di Jawa Tengah dan Jawa Timur, ulama yang memimpin pesantren disebut kyai. Namun di zaman sekarang, banyak juga ulama yang berpengaruh di masyarakat juga mendapat gelar “kyai” walaupun mereka tidak memimpin pesantren. Dengan kaitan yang sangat kuat dengan tradisi
pesantren,
gelar
kyai
biasanya
dipakai
untuk
menunjukkan para ulama dari kelompok Islam tradisional. Masyarakat biasanya mengharapkan seorang kyai dapat menyelesaikan persoalan-persoalan keagamaan praktis sesuai dengan kedalaman pengetahuan yang dimilikinya. Semakin tinggi kitab-kitab yang ia ajarkan, ia akan semakin dikagumi. Ia juga diharapkan dapat menunjukkan kepemimpinannya, kepercayaannya kepada diri sendiri dan kemampuannya, karena banyak orang datang meminta nasehat dan bimbingan dalam banyak hal. Ia juga diharapkan untuk rendah hati, menghormati semua orang, tanpa melihat tinggi rendah kelas sosialnya, kekayaan dan pendidikannya, banyak prihatin dan penuh pengabdian kepada Tuhan dan tidak pernah berhenti memberikan kepemimpinan keagamaan seperti memimpin sembahyang lima waktu, memberikan khutbah Jum‟ah dan menerima undangan perkawinan, kematian dan lain-lain.
47
5. Peran Pondok Pesantren Perkembangan masyarakat dewasa ini menghendaki adanya pembinaan anak didik yang dilaksanakan secara seimbang antara nilai dan sikap,
pengetahuan,
kecerdasan
dan
keterampilan,
kemampuan
berkomunikasi dengan masyarakat secara luas, serta meningkatkan kesadaran terhadap alam lingkungannya. Asas pendidikan yang demikian itu
diharapkan
dapat
merupakan
upaya
pembudayaan
untuk
mempersiapkan warga guna untuk melakukan suatu pekerjaan yang menjadi mata pencahariannya dan berguna bagi masyarakatnya, serta mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Untuk memenuhi tuntutan dan pengembangan masyarakat berusaha mengerahkan segala sumber dan kemungkinan yang ada agar pendidikan secara keseluruhan dapat mengatasi berbagai problem yang dihadapi masyarakat dan bangsa (Departemen Agama RI, 2003: 9294). Kini masyarakat dan bangsa dihadapkan dengan berbagai masalah dan persoalan yang mendesak. Masalah-masalah yang paling menonjol ialah tekanan masalah penduduk, krisis ekonomi, pengangguran, arus urbanisasi dan lainnya. Sementara krisis nilai, terancamnya kepribadian bangsa, dekadensi moral semakin sering terdengar. Upaya mengerahkan segala sumber yang ada dalam bidang pendidikan untuk memecahkan berbagai masalah tersebut, maka eksistensi pondok pesantren akan lebih disorot. Karena masyarakat dan Pemerintah
48
mengharapkan pondok pesantren yang memiliki potensi yang besar dalam bidang pendidikan. Watak otentik pondok pesantren yang cenderung menolak pemusatan (sentralisasi), merdeka dan bahkan desentralisasi dan posisinya di tengah-tengah masyarakat, pondok pesantren sangat bisa diharapkan memainkan peranan pemberdayaan (enpowermen) dan transformasi masyarakat secara efektif, diantaranya: a. Peran Instrumental dan Fasilitator; Hadirnya pondok pesantren yang tidak hanya sebagai lembaga pendidikan
dan
keagamaan,
namun
juga
sebagai
lembaga
pemberdayaan umat merupakan petunjuk yang amat berarti. Bahwa pondok pesantren menjadi sarana bagi pengembangan potensi dan pemberdayaan umat, seperti halnya dalam pendidikan atau dakwah Islamiyah, sarana dalam pengembangan umat ini tentunya memerlukan sarana bagi pencapaian tujuan. Sehingga pondok pesantren yang mengembangkan hal demikian berarti pondok pesantren tersebut telah berperan sebagai alat atau instrumen pengembangan potensi dan pemberdayaan umat. b. Peranan Mobilisasi; Pondok pesantren merupakan lembaga yang berperan dalam memobilisasi masyarakat dalam perkembangan mereka. Peranan seperti ini jarang dimiliki oleh lembaga atau perguruan lainnya, dikarenakan hal ini dibangun atas dasar kepercayaan masyarakat bahwa pondok
49
pesantren adalah tempat yang tepat untuk menempa akhlak dan budi pekerti yang baik. Sehingga bagi masyarakat tertentu, terdapat kecenderungan yang memberikan kepercayaan pendidikan hanya kepada pondok pesantren. c. Peranan Sumberdaya Manusia; Dalam sistem pendidikan yang dikembangkan oleh pondok pesantren sebagai upaya mengoptimalkan potensi yang dimilikinya, pondok pesantren memberikan pelatihan khusus atau diberikan tugas magang di beberapa tempat yang sesuai dengan pengembangan yang akan dilakukan di pondok pesantren. Di sini peran pondok sebagai fasilitator dan instrumental sangat dominan. d. Sebagai Agen of Development; Pondok pesantren dilahirkan untuk memberikan respon terhadap situasi dan kondisi sosial suatu masyarakat yang tengah dihadapkan pada runtuhnya sendi-sendi moral, melalui transformasi nilai yang ditawarkan. Kehadirannya bisa disebut sebagai agen perubahan sosial (agent of social chage), yang selalu melakukan pembebasan pada masyarakat
dari
segala
keburukan
moral,
penindasan
politik,
pemiskinan ilmu pengetahuan, dan bahkan dari pemiskinan ekonomi. e. Sebagai Center of Excellence Institusi pondok pesantren berkembang sedemikian rupa akibat persentuhan-persentuhannya dengan kondisi dan situasi zaman yang selalu berubah. Sebagai upaya untuk menjawab tantangan zaman ini,
50
pondok pesantren kemudian mengembangkan peranannya dari sekedar lembaga keagamaan dan pendidikan menjadi lembaga pengembangan masyarakat. Pada tataran ini, pondok pesantren telah berfungsi sebagai pusat keagamaan, pendidikan dan pengembangan masyarakat (Center of Excellence) (Departemen Agama RI, 2003: 94). 6. Permasalahan Umum Yang Dihadapi Pesantren Adapun peran pesantren di masa lampau adalah terlalu banyak untuk diceritakan atau dibahas segi-segi positifnya. Maka biarkan hal itu menjadi suatu kesaksian sejarah yang mencatat tanpa salah kebijakan yang telah dibaktikan oleh para ulama kita. Kalau kita telusuri secara historis keberadaan pesantren ini, maka akan kita temukan kenyataan yang tak terbantah bahwa pesantren lahir pada zamannya yang tepat. Pada saat itu pesantren sangat fungsional memberi jawaban terhadap tantangan zaman, misalnya dalam menghadapi penetrasi asing kolonial, baik dalam bidang politik terlebih lagi dalam bidang sosial budaya. Tetapi peranan pesantren masa kini apalagi masa mendatang adalah peranan yang menjawab tantangan yang membuatnya berada di persimpangan jalan. Yaitu persimpangan antara meneruskan peranan yang telah diembannya selama ini atau menempuh jalan menyesuaikan diri dengan keadaan. Yang dimaksud dengan harus menyesuaikan diri dengan keadaan itu adalah keikutsertaan sepenuhnya dalam arus pengembangan ilmu pengetahuan (modern), termasuk di
51
dalamnya bagian yang merupakan ciri utama kehidupan abad ini, yaitu teknologi (Madjid, 1997: 106-107). Meskipun ilmu pengetahuan dan teknologi masih sedang dengan kuat berada dalam kekuatan dan genggaman orang-orang Barat, tetapi karena efeknya telah begitu keras menguasai kehidupan seluruh umat manusia, maka kita di Indonesia inipun selain sebagian nangkanya juga tak luput dari getahnya, yang berupa akses-akses negatif. Hal itu menyeret seluruh umat manusia, termasuk kita bangsa Indonesia ke dalam persoalan bagaimana menempatkan kembali ilmu pengetahuan dan teknologi itu dalam daerah pengawasan nilai agama atau moral dan etika. Begitu imperatifnya tantangan ini sehingga kegagalan dalam menjawabnya akan berarti membiarkan dunia dan umat manusia secara perlahan atau cepat meluncur ke dalam jurang kehancuran. Persoalan yang kita hadapi bisa dikategorikan menjadi dua, yaitu: Primer, yaitu persoalan bagaimana menyuguhkan kembali isi pesan moral yang diembannya itu kepada masyarakat abad ini begitu rupa sehingga tetap relevan dan mempunyai daya tarik. Tanpa relevansi dan mempunyai daya tarik itu keampuhan dan efektifitasnya tidak dapat diharapkan. Sekunder, yaitu bagaimana menguasai sesuatu yang kini berada di tangan orang lain. Maka dari itu, kemungkinan yang bisa dilakukan pesantren adalah dengan mengambil posisi sebagai pengembang amanat ganda (duo mission), yaitu amanat keagamaan atau moral dan amanat ilmu
52
pengetahuan. Dua amanat ini dilakukan dengan serentak sehingga tercapai keseimbangan yang diharapkan.
B. Pembinaan Akhlak 1. Pengertian akhlak Istilah akhlak adalah istilah bahasa Arab. Kata akhlak merupakan jamak dari bentuk tunggal khuluk, yang pengertian umumnya: perilaku, baik itu perilaku terpuji maupun tercela (Ahmadi, 2004: 13). Secara terminologis (istilahan) ada beberapa definisi tentang akhlak: a. Menurut Imam al-Ghazali yang dikutip oleh Djatnika
Artinya: Khuluq, perangai adalah sifat yang tetap pada jiwa, yang dari padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah dengan tidak membutuhkan kepada pikiran (Djatnika, 1996: 27). b. Menurut Ibrahim Anis yang dikutip oleh Ilyas
. Artinya: Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan (Ilyas, 2007: 2).
53
c. Menurut Abdul Karim Zaidan yang dikutip oleh Ilyas
. Artinya: Akhlak adalah nilai-nilai dan sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengan sorotan dan timbangannya seseorang dapat menilai perbuatannya baik atau buruk, untuk kemudian memilih melakukan atau meninggalkan (Ilyas, 2007: 2). Ketiga definisi yang dikutip di atas sepakat menyatakan bahwa akhlak atau khuluk itu adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia, sehingga dia akan muncul secara spontan bilamana diperlukan, tanpa memerlukan pemikiran atau pertimbanagn terlebih dahulu, serta tidak memerlukan dorongan dari luar (Ilyas, 2007: 2). 2. Fungsi akhlak Manfaat dan fungsi akhlak bagi seorang Muslim sangat banyak, diantaranya adalah (Ahmadi, 2004: 21-37): a. Akhlak bukti nyata keimanan Q.S: Al-Fath: 29
54
Artinya: Demikian sifat-sifat mereka dalam taurat dan sifat-sifat mereka dalam injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya: tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya… (Departemen Agama RI, 2005: 515).
Kandungan ayat ini sangat ilustratif, namun sudah ditangkap makananya. Yaitu bahwa sifat-sifat orang beriman seperti tanaman yang kuat. Setelah besar dan tumbuh perkasa, iapun berbuah ranum, maka para penanamnyapun bersuka ria. Itulah akhlak. Itulah perilaku yang dapat dirasakan manfaatnya oleh orang lain. Karenanya akhlak adalah buah dari keimanan. b. Akhlak hiasan orang beriman Akhlak yang Islami bagi seorang Muslim bisa diibaratkan hiasan yang memperindah penampilannya. Ketaatan kepada Allah dan Rosululloh yang tulus, jika tidak dibarengi dengan perilaku yang baik kepada orang lain, bisa diibaratkan sebuah benda yang tidak bermotif. c. Akhlak amalan yang paling berat timbangannya Perlu diketahui bahwa salah satu amal manusia yang paling mulia di hadapan Allah dan paling berat timbangannya di sisiNya adalah akhlak. Dan akhlak ini pula salah satu perilaku yang paling dicintai oleh Rosulullah SAW.
55
d. Akhlak mulia simbol segenap kebaikan Kebaikan itu bermacam-macam bentuknya, banyak sekali cara yang bisa dilakukan seseorang untuk berbuat baik. Memang ada kebaikan yang berbiaya mahal, namun ada pula beberapa di antaranya yang bahkan tanpa biaya. Maka akhlakul karimah tidak bisa dipungkiri merupakan simbol bagi sebuah kebaikan, bukan hanya bagi Allah tapi juga bagi manusia. e. Akhlak merupakan pilar bagi tegaknya masyarakat yang diidamidamkan Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia menempati tempat yang penting sekali, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat dan bangsa. Sebab jatuh bangunnya, jaya hancurnya, sejahtera-rusaknya suatu bangsa dan masyarakat, tergantung kepada bagaimana akhlaknya. Apabila akhlaknya baik (berakhlak), akan sejahteralah lahir batinnya, akan tetapi apabila akhlaknya buruk (tidak berakhlak), rusaklah lahirnya dan atau batinnya (Djatnika, 1996: 11). Dengan perilaku terpuji inilah maka hubungan antar individu di tengah masyarakat akan terjalin baik. Dengan ini pula maka beragam watak negatif yang hendak menghancurkan pilar-pilar masyarakat tidak mendapatkan tempat, sedangkan pahala Allah di akhirat nanti berupa surga telah menanti.
56
f. Akhlak adalah tujuan akhir diturunkannya Islam Kedudukan akhlak atau sikap hidup yang terpuji sangatlah mulia, apalagi jika sikap itu ada orang lain sesama Muslim dapat teringankan beban hidupnya. Bahkan dapat dikatakan bahwa sesungguhnya tujuan Islam diturunkan adalah untuk menciptakan perilaku manusia yang terpuji, bukan sekedar untuk menjadi ahli ibadah yang tidak mengenal hidup sosial di sekitarnya. Allah SWT memuji Rasululloh SAW karena beliau berhasil menampilkan perilaku yang terpuji dalam membimbing umatnya, selain tekun dalam menjalankan ibadah kepadaNya. 3. Macam-macam Akhlak Pada dasarnya akhlak terbagi menjadi dua macam, yaitu akhlak terpuji yang disebut dengan akhlaqul mahmudah dan akhlak tercela yang disebut dengan akhlaqul mazmumah (Tatapangarsa, 1991: 147). a. Akhlaqul mahmudah Akhlaqul mahmudah ialah akhlak yang baik, yang berupa semua akhlak yang baik-baik harus dianut dan dimiliki oleh setiap orang. Banyak sekali yang tergolong akhlaqul mahmudah beberapa diantaranya ialah: 1) Mengendalikan nafsu Nafsu adalah salah satu organ rohani manusia yang disamping akal, sangat besar pengaruhnya dan sangat banyak mengeluarkan instruki-instruksi kepada anggota jasmani untuk
57
berbuat atau bertindak. Ia dapat bermanfaat, tapi sebaliknya juga dapat berbahaya bagi manusia, dan ini banyak tergantung kepada bagaimana sikap manusia itu sendiri menghadapi gejolak nafsunya. Itulah sebabnya Al-Qur‟an melarang. Q.S. Shad: 26
Artinya: ….dan
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, Karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah…(Departemen Agama RI, 2005: 454).
Banyak sifat-sifat mazmumah (tercela) yang timbul karena tidak mampunya seseorang mengendalikan nafsunya, misalnya sifat-sifat rakus, tamak, berlebih-lebihan, marah, dendam kesumat, dan
sebagainya.
Tetapi
sebaliknya
banyak
juga
sifat-sifat
mahmudah (terpuji) timbul dari mampunya seseorang menguasai nafsunya, seperti sifat jujur, merasa cukup dengan apa adanya (qanaah), adil dan sebagainya. 2) Benar/jujur Benar atau jujur termasuk golongan akhlak mahmudah. Benar
artinya
sesuainya
sesuatu
dengan
kenyataan
yang
sesungguhnya, dan ini tidak hanya berupa perkataan tetapi juga perbuatan. Sifat benar atau jujur termasuk akhlak yang sangat penting semacam induk dari sifat-sifat baik yang lain yang membawa
orang
kepada
kebaikan.
Karena
itu
Rasulullah
58
menyebutkan benar atau jujur ini semacam “kunci” masuk surga (Tatapangarsa, 1991: 150). Sabda beliau:
. Artinya : Wajib kepadamu berlaku benar, karena sesungguhnya kebenaran itu membawa kepada kebaikan dan kebaikan membawa ke surga. Seseorang tiada hentihentinya berkata dan berlaku benar dan mengusahakan sungguh-sungguh akan kebenaran, sehingga dicatat ia di sisi Allah sebagai seorang siddiq (orang yang selalu benar) (Riwayat Bukhari). Kebenaran atau kejujuran adalah sendi yang terpenting bagi berdiri tegaknya masyarakat. Tanpa kebenaran akan hancurlah masyarakat, sebab hanya dengan kebenaran maka dapat tercipta adanya saling pengertian satu sama lain dalam masyarakat, dan tanpa adanya saling pengertian tidak mungkin terjadi tolongmenolong. 3) Ikhlas Arti ikhlas ialah murni atau bersih, tidak ada campuran. Maksud bersih di sini ialah bersihnya sesuatu pekerjaan dari campuran motif-motif yang selain Allah, seperti ingin dipuji orang, ingin mendapat nama, dan sebagainya. Jadi suatu pekerjaan dapat dikatakan ikhlas, jika pekerjaan itu dilakukan semata-mata karena Allah saja mengharap ridhaNya dan pahalaNya.
59
Orang yang beramal tetapi tidak ikhlas, sangatlah celaka dan rugi, sebab amalnya menjadi percuma, tidak akan diterima oleh Tuhan, dan yang dipegang oleh Tuhan ialah apa sesungguhnya yang menjadi niat hatinya dari amalnya itu (Tatapangarsa, 1991: 152). Rasululloh SAW bersabda:
. Artinya: Allah tidak menerima amal, kecuali amal yang dikerjakan dengan ikhlas karena Dia semata-mata dan dimaksudkan untuk mencari keridhoanNya (Ibnu Majah) (Tatapangarsa, 1991: 152). Itulah sebabnya hendaklah lakukan perbuatan dengan hanya mengharapkan ridha dariNya agar apa yang telah dilakukan tidak sia-sia. 4) Qanaah Qanaah artinya menerima dengan rela apa yang ada atau merasa
cukup dengan
apa
yang
dimiliki. Qanaah dalam
pengertiannya yang luas sebenarnya mengandung 5 perkara, yaitu: a) Menerima dengan rela apa yang ada. b) Memohon kepada Tuhan tambahan yang pantas, disertai dengan usaha atau ikhtiar. c) Menerima dengan sabar ketentuan Tuhan. d) Bertawakkal kepada Tuhan. e) Tidak tertarik oleh tipu daya dunia.
60
Jadi, qanaah itu bersangkutan dengan sikap hati (sikap mental) dalam menghadapi apa yang kita miliki atau dalam menghadapi apa yang menimpa kita. Tetapi kita tetap bekerja sebagaimana mestinya sambil tetap bertawakkal kepada Allah. Karen itu sungguh beruntung orang yang hatinya mencapai sifat qanaah. Rasululloh SAW bersabda:
. Artinya: Berbahagialah barang siapa yang mendapat petunjuk untuk masuk Islam, sedang keadaan hidupnya sederhana tetapi qanaah (riwayat Tirmidzi) (Tatapangarsa, 1991: 154). 5) Malu Malu artinya perasaan undur seseorang sewaktu lahir atau tampak dari dirinya sesuatu yang membawa ia tercela. Ada kalanya orang yang malu, ia malu kepada dirinya sendiri, atau kepada orang lain atau adakalanya juga malu pada Tuhan merupakan sendi keutamaan dan pokok dasar budi pekerti yang mulia, sebab dengan adanya rasa malu kepada Tuhan orang tidak akan berani durhaka kepada Tuhan dengan melanggar larangan atau mengabaikan perintahNya, baik sewaktu dilihat orang maupun tidak.
61
Rasulallah SAW bersabda:
Artinya: Malu dan iman itu dua hal yang digandengkan yang tak dapat berpisah. Bila salah satunya diambil, yang lain akan ikut terambil juga (Riwayat Al-Hakim dan AlBaihaqi) (Tatapangarsa, 1991: 156).
Jadi kalau malu masih ada, tandanya iman masih ada. Dan sebaliknya jika malu sudah tak ada itu tandanya iman juga sudah lenyap. Menurut Mustofa yang dikutip oleh Umiarso dan Haris, selain akhlak mahmudah di atas maka akhlak terbagi menjadi tiga (Umiarso dan Makmur, 2010: 111-112): 1) Akhlak terhadap Allah Akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan selain Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji demikian Agung sifat itu, yang jangankan manusia, malaikatpun tidak akan menjangkau hakikatnya. 2) Akhlak terhadap diri sendiri Akhlak yang baik terhadap diri sendiri dapat diartikan menghargai, menghormati, menyayangi dan menjaga diri sendiri dengan sebaik-baiknya, karena sadar bahwa dirinya itu sebagai ciptaan dan amanah Allah yang harus dipertanggungjawabkan dengan sebaik-baiknya. Contohnya menghindari minuman yang
62
beralkohol, menjaga kesucian jiwa, hidup sederhana serta jujur dan hindarkan perbuatan tercela. 3) Akhlak terhadap sesama manusia Manusia adalah makhluk sosial yang kelanjutan eksistensinya secara fungsional dan optimal banyak bergantung kepada orang lain, untuk itu ia perlu bekerjasama dan saling tolong menolong dengan orang lain. Islam menganjurkan berakhlak yang baik kepada saudara, karena ia berjasa dalam ikut serta pendewasaan kita, dan merupakan orang yang paling dekat dengan kita. Caranya dapat dilakukan dengan memuliakannya, memberikan bantuan, pertolongan dan menghargainya. b. Akhlaqul mazmumah Seperti yang telah dikemukakan bahwa akhlak mazmumah ialah akhlak yang buruk atau akhlak yang tercela. Ada berapa akhlak tercela diantaranya: 1) Bohong/dusta Dusta artinya menyatakan suatu hal yang tidak cocok dengan keadaan yang sesungguhnya baik itu perkataan ataupun perbuatan. Dalam pandangan agama, dusta adalah suatu hal yang sangat terkutuk dan tercela. Ia merupakan pokok induk dari bermacam-macam akhlak yang buruk, yang tidak saja merugikan masyarakat pada umumnya, melainkan juga merugikan orang yang berdusta itu sendiri.
63
Sabda Nabi:
. Artinya: … Peliharalah dirimu dari dusta, karena sesungguhnya dusta itu membawa kepada kecurangan dan kecurangan membawa kepada neraka….(Riwayat Bukhari) (Tatapangarsa, 1991: 159). 2) Takabur Takabur artinya merasa atau mengaku diri besar, tinggi atau mulia, melebihi orang lain. Orang yang takabur selalu menganggap dirinya lebih, sedang orang lain dipandang serba rendah. Ia tidak peduli apakah anggapan itu sesuai kenyataan atau tidak. Takabur ada tiga macam, yaitu takabur kepada Tuhan, takabur kepada RasulNya, dan takabur kepada sesama manusia. Takabur kepada Tuhan berupa sikap tidak mau memepedulikan ajaran-ajaran Tuhan, memandang enteng ancaman Tuhan, bahkan merasa diri paling rendah dan hina sekiranya mematuhi ajaranajaran Tuhan. Terhadap mereka yang takabur ini Allah SWT berfirman:
64
Q.S. Al-Mu‟min: 60
Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina (Departemen Agama RI, 2005: 474).
3) Dengki Dengki ialah rasa atau sikap tidak senang atas kenikmatan yang diperoleh orang lain, dan berusaha untuk menghilangkan kenikmatan itu dari orang lain tersebut, baik dengan maksud supaya kenikmatan itu berpindah ke tangan diri sendiri atau tidak. Tidak semua kedengkian itu buruk. Ada pula bentuk bentuk dengki itu yang baik. Contohnya ialah kalau kita merasa tidak senang atas sesuatu kenikmatan yang diperoleh orang lain, berhubung kenikmatan tersebut dipakai oleh pemiliknya untuk melakukan kezaliman atau kejahatan-kejahatan. Jadi kita dengki, tetapi dengki yang baik dan untuk kebaikan. 4) Bakhil Bakhil artinya kikir. Orang yang kikir ialah orang yang sangat hemat dengan apa yang jadi miliknya, tetapi hematnya demikian bersangatan sehingga sangat berat dan sukar baginya
65
mengurangi sebagian dari apa yang dimilikinya itu untuk diberikan kepada orang lain. Orang yang bakhil akan mengalamai banyak kerugian pada dirinya sendiri. Pertama orang yang bakhil dengan kebakhilan dirinya itu menginginkan supaya harta bendanya sedikitpun tidak berkurang atau terlepas dari genggaman tangannya, padahal sesungguhnya justru karena kebakhilannya itu maka harta bendanya akan mengalami kehancuran, cepat atau lambat. Hal itu karena Tuhan tidak merestui bahkan malaikatpun mendo‟akan supaya orang bakhil hancur harta bendanya. Kedua, orang yang bakhil itu dalam pergaulan dibenci orang, sukar mendapat kawan atau sahabat, dan orang segan menolong kepadanya sewaktu ia mangalami kesukaran. 5) Marah Salah satu akhlak mazmumah ialah marah. Menurut Imam Ghazali yang dikutip oleh Humaidi Tatapangarsa tenaga marah itu diciptakan Tuhan dari api, ditanamkan dan diadukkan ke dalam diri manusia. Ia bangkit dan menyala karena sebab-sebab tertentu, menggejolak menggelegak darah di jantung yang kemudian bertebaran ke seluruh urat-urat. Darah naik dari jantung ke bagian atas bagaikan naiknya air yang mendidih di dalam priuk. Karenanya darah menyembur ke muka, mata dan kulit, yang karena jernih dapat membayangkan merah darah (Tatapangarsa, 1991: 165).
66
4. Penyebab Kemerosotan Akhlak. Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab merosotnya akhlak umat Muslim (Mahmud, 2004: 61-69), di antaranya: a. Dekadensi moral Orang-orang Islam terlena mengikuti orang-orang Barat dengan melupakan agama dan hukum halal-haram yang ditetapkan oleh Islam. Mereka menganggap bahwa semua itu merupakan bagian dari kemajuan, pencerahan, kebebasan, dan pelepasan diri dari belenggu agama. Orang Muslim harus menghadapi badai gelombang dekadensi moral tersebut dengan berbagai cara disertai dengan keimanan yang kuat. Sehingga dengan demikian mereka dapat menyelamatkan diri, generasi, dan masyarakat mereka yang Muslim. Orang-orang Muslim harus terus berusaha sekuat tenaga memerangi dekadensi moral tersebut dan menyadarkan mereka yang telah terjerumus ke dalamnya hingga bertaubat kepada Allah SWT, kembali ke pangkuan agama dan menunaikan akhlak yang tiada bandingnya itu. b. Hilangnya loyalitas terhadap Islam Jika orang-orang Muslim tidak lagi mempunyai loyalitas terhadap agama, maka tidak ada lagi aqidah yang dapat menyatukan, mengarahkan visi, dan menggerakkan mereka untuk rela berkorban demi agama. Inilah biyang kelemahan dan perpecahan umat Islam.
67
Perpecahan dan kelemahan umat Islam baik dalam bidang politik, ekonomi, materi maupun non materi, marupakan tujuan musuh-musuh Islam. Orang-orang Muslim yang loyal terhadap aqidah Islam adalah orang-orang yang tahu bahwa loyalitas tersebut akan mambawa mereka ke puncak kemuliaan di dunia dan di akhirat, serta membuat mereka mampu menghadapi serangan dan tipu daya musuh. Hilangnya loyalitas terhadap agama adalah salah satu dari sekian bentuk kemerosotan akhlak yang sedang menjangkiti umat Islam di zaman modern ini. Oleh karena itu setiap Muslim wajib menanggulangi hal ini supaya agama Islam tetap terjaga dalam diri mereka, sehingga mereka dapat selamat di dunia dan akhirat. c. Merebaknya tuduhan terhadap Islam Dewasa ini tuduhan buruk terhadap Islam sedang menggejala dan mewabah. Hal ini dimaksudkan untuk membendung penyebaran Islam dan melemahkan gerakan kebangkitan dan pembaharuan dalam diri umat Islam. Tuduhan-tuduhan buruk itu juga bertujuan untuk menghilangkan rasa percaya umat Islam terhadap agama mereka. Serangan terhadap Islam dalam bentuk yang seperti ini pada mulanya dilakukan oleh orang-orang selain Islam yaitu golongan Yahudi dan Silibis. Akan tetapi dewasa ini banyak orang Islam yang telah terkecoh dan ikut menyebarkan tuduhantuduhan tersebut.
68
d. Fanatisme yang berlebihan Fanatisme di sini adalah fanatisme buta terhadap pendapat, madzhab, dan sebagainya yang didasrkan pada hawa nafsu. Fanatisme ini merupakan salah satu akibat dari kemerosotan moral umat Islam, karena fanatisme seperti ini menjadi pemicu terjadinya pertentangan dan terkotak-kotaknya umat. Kaidah umum yang berlaku adalah jika umat Islam berpegang teguh pada agama dan ajaran-ajaran akhlaknya, maka sifat fanatik mereka dapat terkendali. Sedangkan jika mereka jauh dari ajaran agama mereka, maka sifat fanatik itu akan menggelora dan membahayakan mereka sendiri. e. Terlalu ekstrim atau terlalu memudahkan ajaran agama Berkembangnya fenomena ini diakibatkan oleh jauhnya orangorang Muslim dari nilai-nilai akhlak yang diajarkan Islam, juga karena ketundukan mereka kepada hawa nafsu. Kedua hal ini sangatlah dibenci oleh Allah. Orang-orang yang memperhatikan fenomena ini dan berusaha mencari terapinya, akan melihat bahwa umat Islam telah terjangkit penyakit ini dalam segala aspek. Sebab-sebab fenomena ini antara lain: 1) Meremehkan nilai-nilai aqidah Islam. 2) Rendahnya rasa tanggungjawab kepada Allah dan manusia. 3) Kesalahan dalam mengambil sikap, sehingga condong kepada ekstrim atau sebaliknya. 4) Rusaknya hati. 5) Terbuai nafsu.
69
Demikian yang menjadi faktor merosotnya akhlak umat muslim. Oleh sebab itu kita sebagai muslim yang baik hendaknya lebih waspada agar kita dapat tetap mempertahankan akhlakul karimah sehingga kita menjadi muslim yang kaffah.
70
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
1. Gambaran Umum Pondok Pesantren 1. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien Keunikan pondok pesantren dibandingkan lembaga formal salah satunya dapat dilihat dari sejarah berdirinya, dimana pada waktu itu datang sejumlah santri untuk menyantri kepada kyai. Dalam proses perkembangannya, santri benar-benar merasa memiliki tali persaudaraan dan adanya ikatan emosional yang kuat antara santri dan kyai. Kita sering menjumpai bagaimana seorang santri alumni yang sering silaturahim kepada kyainya, sehingga pondok pesantren mempunyai jaringan yang luas di berbagai lapisan masyarakat. Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien sudah berdiri sejak tahun 1926 M di bawah naungan ulama besar yang bernama KH. Ismail, saat itu pesantren masih terbuat dari bambu. Pesantren tersebut bermula dari kelompok pengajian Al-Qur‟an yang santrinya adalah kalong yang berdatangan untuk mengaji dengan K.H. Ismail. Sepeninggal K.H. Ismail yaitu pada tahun 1940 kepemimpinan Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien diteruskan oleh putranya yaitu K.H. Abdul Halim. Pada masa kepemimpinan K.H. Abdul Halim Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien sudah mulai berkembang yaitu sistem pengajiannya tidak hanya AlQur‟an saja melainkan mempelajari kitab-kitab kuning yang sistem pengajiannya menggunakan sistem bandongan.
55
71
Setelah K.H. Abdul Halim wafat, yaitu pada tahun 1979 Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien mengalami masa fatroh (kekosongan) selama satu tahun. Kemudian pada tahun 1980 Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien tumbuh kembali dengan kepemimpinan KH. Abda‟ Abdul Malik yang letak perkembanganya tepat di sebuah perkampungan di Desa Kalibening Kec. Tingkir Kota Salatiga. Pondok Pesantren dan Madrasah Salafiyah "Hidayatul Mubtadiien" sampai sekarang mengajarkan kitab-kitab kuning, Falaqiyah, Faroid, ilmu Nahwu-Shorof mulai dari Al Imrithi sampai Jauharul Maknun dan lain-lainnya. Sistem pembelajaran itu berkembang di pesantren dan madrasah. Untuk madrasah dibagi menjadi tiga tahap yaitu tingkat TPA dan Ibtida'iyah, tingkat Tsanawiyah dan tingkat Aliyah. 2. Visi, Misi dan Tujuan a. Visi Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien Merupakan sub-sistem dalam Pendidikan Nasional di Indonesia, yang dikelola oleh Masyarakat secara otonom. Visi Pendidikan Pondok Pesantren mengarah pada pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia yang sekaligus dapat membentuk santri yang: 1) Menguasai ilmu-ilmu fiqih, tasawuf, nahwu sorof dan tauhid serta ilmuilmu bantu lainya. 2) Memiliki kepedulian yang tinggi terhadap pengembangan ahklak bangsa. 3) Berahklakul karimah dan Berkepribadian luhur. 4) Memahami dan Mengapresiasi ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). 5) Memiliki kepedulian yang tinggi terhadap masalah-masalah lingkungan hidup.
72
6) Berwawasan
kerakyatan
dan
peduli
terhadap
kemajuan
serta
kesejahteraan bangsa Indonesia. b. Misi Misi Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien antara lain (dokumen PPHM) : 1) Menggelorakan semangat pemurnian ajaran Islam, sesuai dengan ajaran “Ahlussunah Wal Jama‟ah” yang bersumber pada Al-Qur‟an dan Hadis serta Ijma‟ dan Qiyas. 2) Membina budaya kesholihan (Kesholihan Individual dan Kesholihan sosial) dan budaya kefakiran ( Asketisme Intelektual ) di kalangan santri dan masyarakat. 3) Mengembangkan Budaya Prestasi dan sikap Produktif di kalangan santri dan masyarakat. 4) Mendukung, Mengamalkan, dan melaksanakan Pembangunan Nasional di segala bidang secara proaktif, dinamis, ikhlas dan bertanggung jawab. c. Tujuan Adapun tujuan Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien adalah: 1) Berjiwa Islam, berwawasan kebangsaan dan berkepribadian utuh. 2) Bersikap terbuka dan tanggap terhadap perkembangan ilmu-ilmu bahasa Arab, Fiqih, ilmu-ilmu agama Islam, kemajuan IPTEK dan masalah yang dihadapi masyarakat. 3) Menerapkan pengetahuan dan ketrampilan yang dimilikinya sesuai dengan bidangnya dalam kegiatan produktif dan pelayanan kepada masyarakat.
73
4) Menguasai dasar-dasar ilmu agama Islam beserta metodologi bidang keahlian, sehingga mampu memahami, menjelaskan dan merumuskan cara penyelesaian masalah yang ada di kawasan keahliannya serta mampu berpikir, bersikap dan bertindak sebagai ilmuan Islam sekaligus sebagai ulama. 3. Letak Geografis Pondok Pesantren Hidatatul Mubtadiien Berada di Jl. Raden Fatah 20 Kalibening Kec. Tingkir Kota Saltiga, di tengah pemukiman penduduk yang beragama Islam 100%, samping Masjid Al-Muttaqin, yang memiliki luas tanah 520 M².
74
TABEL I GAMBARAN-GAMBARAN DAN LOKASI PONDOK PESANTREN HIDAYATUL MUBTADIIN TAHUN 2013
1.
Nama Pondok
PONDOK PESANTREN HIDAYATUL MUBTADIIN
Berdiri
Th. 1926
Pengelola
Yayasan Pesantren Hidayatul Mubtadiin Salatiga Jl. Raden Patah No. 20 Kalibening, RT/W. 06/01 Kec.
2.
3.
4.
Alamat
Tingkir, Kota Salatiga, Jawa Tengah
No.Telp
(0298) 311315
Pengasuh PPHM
KH Abda' Abdul Malik
Pendidikan
SMA
Lurah PPHM
Daman Huri
Pendidikan
Sarjana Pendidikan Islam
Kondisi Pondok a) Jumlah guru/ustadz
34 orang terdiri dari : ustadz dan ustadzah
b) Jumlah Santri
107 orang yang terdiri dari : 71 Putra dan 36 putri
c) Sarana dan Prasarana
1 masjid , 6 ruang kelas , 1 lokal aula pertemuan, 1 lokal ruang ustadz, 1 lokal kantor administrasi , 1 lokal perpustakaan mini, 9 kamar tidur, 1 kamar tamu, 1 gudang, 1 kantin, 9 kamar mandi/toilet, 1 kamar UKS. 3 unit computer, 2 unit TV, 2 unit mesin Jahit, dan 2 set alat Rebana
d) Fasilitas lain 5.
Kondisi Lingkungan
Lapangan Sepak bola, Sound System
75
a) Gedung Pon-pes
Sudah tidak menampung jumlah santri perlu ditambah ruang belajar
b)
Lokasi Pon-pes
Di tengah pemukiman penduduk, samping Masjid AlMuttaqin, luas tanah 520 M2
c)
Ekonomi Wali Santri
Rata-rata penghasilan per bulan 400.000,- - 800.000,-
d)
Potensi Santri
Ekonomi Santri di bawah rata-rata, kemampuan membayar living Cost Per anak Rp.13.000/bln
4. Sarana dan Prasarana Untuk memperlancar proses belajar mengajar di pesantren dan untuk memudahkan interaksi belajar mengajar serta untuk mencapai tujuan pengajaran yang diharapkan, maka adanya sarana dan prasarana sangatlah penting. Untuk dapat melaksanakan kegiatan belajar mengajar dengan baik, PP Hidayatul Mubtadiien memiliki sarana dan prasarana yang cukup memadai, yaitu (Dokumen PPHM): TABEL II DATA SARANA DAN PRASARANA
NAMA
JUMLAH
Gedung
12 Kompleks
Asrama putra
12 Kamar
Asrama Putri
5 Kamar
Kantor
2
Masjid
1
76
Kelas
8
Almari
4
Tape
2
Komputer
2
Telephone
1
Koperasi
2
Perpustakaan
1
Papan Tulis
8
Ruang Kelas
8
Ruang Tamu
1
Mesin Jahit
2
TV
2
5. Keadaan Santri Dan Ustadz a. Keadaan Santri Sampai dengan tanggal 17 Juni 2013 berjumlah 107 santri, dengan rincian 71 Santri putra dan 36 santri putri. Rata-rata santri yang mondok, berasal dari keluarga menengah ke bawah, penghasilan orang tuanya rata-rata per bulan Rp 400.000-Rp 800.000 (Dokumen PPHM). Ekonomi Santri di bawah rata-rata, kemampuan membayar living Cost per anak Rp.13.000/bln (Dokumen PPHM). Selain itu di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien juga mempunyai program pondok yang dinamakan madrasah. Program tersebut terdiri dari kelas TPA, Ibtidaiyah, Tsanawiyah, Aliyah. Jumlah keseluruhan santri madrasah ialah 236 santri. Santri yang belajar di madrasah tersebut tidak hanya terdiri dari santri yang tinggal di pesantren, tapi juga dari
77
masyarakat sekitar Kalibening. Adapun kurikulum yang dijalankan mengikuti kurikulum dari pesantren. TABEL III DATA JUMLAH SANTRI MADRASAH NO.
Tingkat Madrasah
Jumlah
1.
TPA
22
2.
Ibtida‟iayah
107
3.
Tsanawiyah
76
4.
Aliyah
31
b. Keadaan Ustadz Ustadz PP Hidayatul Mubtadiien ada dua golongan yaitu ustadz yang berasal dari warga Kalibening sendiri yang telah lulus belajar di suatu pesantren dan ustadz yang berasal dari luar warga Kalibening yaitu santri lulusan pondok ini dan yang masih menjabat sebagai pengurus pondok pesantren. Adapun jumlah ustadz ialah 34 orang, adapun perinciannya sebagai berikut (Dokumen PPHM): TABEL IV KEADAAN GURU/ USTADZ PONDOK PESANTREN HIDAYATUL MUBTADIIEN TAHUN 2013
No
Nama
Pendidikan Terahir
Jumlah Hari Pelajaran Mengajar
1.
KH Abda‟ Abdul Malik
MAN
2
1
2.
Abd Rohim
MTS
2
2
3.
Abd Roziq
SMA
2
3
78
No
Nama
Pendidikan
Jumlah Hari
Terahir
Mengajar
Pelajaran
4.
Achmad DJK
SMA
4
3
5.
Achmad Sahal Mufid
SMP
2
2
Agus HS
D II
3
2
7.
Ma‟shum AA
SMP
4
3
8.
Masykur Suyuthi
SMP
3
1
9.
Misri Basthoni
SMP
1
2
10.
Muhdi Aziz
SMP
1
2
11.
Muhyiddin CN
SMU
2
2
12.
Munadzir
SMP
2
2
13.
Mustaqiem
SMP
3
2
14.
Mutho‟un
SMP
3
2
15.
Ridwan
D II
1
2
16.
Sabiqun
SMP
2
3
17.
KH Zumroni
SMU
2
2
Thohir Ach
SMU
2
2
19.
Zahroni
SMP
2
2
20.
Achmad Saltuth
SMA
1
1
21.
F Mubarokah
SMP
2
2
22.
Su‟aidah
SMP
4
2
23.
Lisamah
MAN
4
2
24.
Abd Ghofur
SMEA
3
3
6.
18.
79
No
Nama
Pendidikan
Jumlah Hari
Terahir
Mengajar
Pelajaran
25.
Khoiruddin
SMP
4
4
26.
M Umar S
SMEA
5
3
27.
Nuryanto
MTS
4
3
28.
Syamsuddin
MTS
4
3
Zamroni
SD
3
3
30.
Ridwan, S.Ag
S1
1
1
31.
Mahfudhi
MAN
4
3
32.
Sukiman
SMA
3
3
33.
SN Fatihah
MTS
3
3
34.
Daman Huri S.Pd.I
S1
3
2
29.
6. Struktur Organisasi Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien memiliki 2 buah kepengurusan, yaitu kepengurusan putra dan putri. Selain itu ada juga kepengurusan untuk program madrasah. Dalam kepengurusan ini tidak semata-mata berdasarkan hasil voting, tetapi juga berdasarkan hasil musyawarah bersama dan disetujui oleh pengasuh.
80
TABEL V SUSUNAN PENGURUS MADRASAH PONDOK PESANTREN PUTRI HIDAYATUL MUBTADIIEN KALIBENING SALATIGA
PENGASUH
PERIODE 1428 / 1430 H. ( 2008 KH ABDA’ ABDUL MALIK
KETUA MASYKUR
SEKRETARIS
BENDAHARA
DAMANHURI
MA’SHUM AA
KABAG TPA IBTIDAIYAH ABD. GHOFUR
KABAG TSANAWIYAH
KABAG ALIYAH
AGUS HS
AHMAD DJK
KEAMANAN PENDIDIKAN
SEKSI MUHDI AZIZI
SAKIQIUN ABD. ROZIQ M. UMAR S
PERLENGKAPAN HUMAS SHOLIHIN SHOBARUDIN MUSTAQIM AMIRUDIN MUHLISIN
81
7. Bentuk-Bentuk Kegiatan a. Di bidang pendidikan: 1) Penyelenggaraan Pondok Pesantren. 2) Taman Pendidikan Al Qur‟an (TPQ). 3) Madrasah Diniyah (MADIN). 4) Madrasah Tsanawiyah. 5) Madrasah Aliyah. 6) Pengajian Kitab (Bandongan). b. Melaksanakan dakwah Islamiyah dan bekerja sama dengan pihak-pihak yang memiliki kesamaan tujuan dan misi dalam penanggulangan hal-hal negatif di masyarakat. c. Mengusahakan dan mengadakan majlis ta‟lim, pengajian-pengajian, ceramah dan diskusi agama Islam ke berbagai lapisan masyarakat. d. Menyalurkan dan/ atau mengusahakan santunan kepada anak-anak yatim, fakir miskin dan dhu‟afa‟ (orang lemah tidak mampu). TABEL VI KEGIATAN HARIAN PONDOK PESANTREN HIDAYATUL MUBTADIIE
NO
WAKTU
KEGIATAN
1
Sebelum Subuh
Mujahadah Al-Qur'an
2
Subuh Awal
Pengajihan Romo Yai
3.
Subuh Tsani
Pengajihan Ihya' Ulumudin
Pengajian Ahlaqul Banin
82
NO
WAKTU
KEGIATAN
4.
07.30 WIB
5.
Subuh Tsalits
Pengajihan kitab-kitab bandongan antar kelas
6.
Ba'da Dhuhur
Tartilul Qur'an Wa Ma'nan
7.
Ba'da Ashar
Piket
Pengajihan Tafsir Jalalain oleh KH. Abda‟ Abdul Malik 8.
16.30 Istiwa'
Musyawaroh
9.
Sebelum Magrib
11.
Ba'da Magrib
Dirosah MHM
12.
21.00 Istwa'
Pengajian Al-Qur'an
Mujahadah Al-Qur'an
TABEL VII KEGIATAN MINGGUAN PONDOK PESANTREN HIDAYATUL MUBTADIIEN
NO
WAKTU
KEGIATAN
1.
Kamis Sore
Ziaroh ke Maqom Malam Jum'at
Ba'da Magrib
I'tikaf di Masjid
Ba'da Magrib
Baca seni Al-Qur'an
19.30 Istiwa'
Jam'iyah Al-Barjanji
2.
83
NO
WAKTU
KEGIATAN Jum'at
Ba'da Subuh
Mujahadah Nariyah
06.30 WIB
Mukhafadhoh
09.00 WIB
Nadzoman
Malam Ahad
Ru'shoh nonton TV
3.
4.
Hari Ahad 5.
6.
08.00 WIB
Musyafakhah Kutubul Fiqh
10.00 WIB
Ru'shoh nonton TV
Malam Senin
Kithobiyah
TABEL VIII KEGIATAN BULANAN PONDOK PESANTREN HIDAYATUL MUBTADIIEN NO
WAKTU
KEGIATAN
1.
Malam Jum'at Kliwon
Sholat Tasbih
TABEL IX KEGIATAN TAHUNAN PONDOK PESANTREN HIDAYATUL MUBTADIIEN NO
WAKTU
KEGIATAN Pra haflah Muwada'ah Akhirussanah
1.
Sya'ban Haflah Muwada'ah Akhirussanah
84
Pendaftaran Santri Baru Ramadhon
2.
Pengajihan bandongan Ramadhon Takbir Keliling
Dzulhijjah
3.
Qorbanan
8. Kurikulum Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien Kurikulum Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien berkiblat pada Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien Lirboyo Jawa Timur dan Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien Ngunut Jawa Timur, yaitu menggunakan sistem klasik (sorogan dan bandongan). Adapun kitab-kitab yang dikaji adalah kitab klasik yang bermazhab Syafi‟iyah. Kitab-kitab hasil karya ulama klasik tersebut digolongkan ke dalam ilmu Nahwu, Shorof, Fiqih, Usul Fiqih, Hadits, Tafsir, Tauhid, dan Tarikh. Untuk lebih rinciannya kitab-kitab yang dianjurkan di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien adalah sebagai berikut (Dokumen PPHM): TABEL X JADWAL PELAJARAN TAHUN 2013 MADRASAH IBTIDAIYAH HIDAYATUL MUBTADIIEN HARI
KELAS
PELAJARAN
PENGAJAR
Kitabah
Nuryanto
Qiroati
Mar‟atus S
Senin
Tauhid
Mar‟atus S
Selasa
Do‟aiyah
Abd. Ghofur
Sabtu Minggu TPA
85
Rabu
Qiroati
Mar‟atus S
Kamis
Qiroati
Mar‟atus S
Sabtu
Pasholatan
Fina A S
Minggu
Qiroati
Fina A S
Kitabah
Nuryanto
Selasa
Qiroati
Fina A S
Rabu
Tauhid
Fina A S
Kamis
Do'aiyah
Muhlisin
Sabtu
Khot
Shobaruddin
Minggu
Tauhid
Shobaruddin
Pasolatan
Abd. Roziq
Selasa
Bhs Arab
Shobaruddin
Rabu
Al Qur‟an
Abd. Qodir
Kamis
Ala La
Shobaruddin
Sabtu
Aq-Awam
Sabiqun
Khot
Sholihin
Senin
Tarikh
Mahfudi
Selasa
K. Ghulam
Mahfudi
Rabu
Al Qur‟an
Mahfudi
Kamis
Bhs Arab
Mahfudi
Sabtu
Hadits
Damanhuri
Bhs. Arab
M Umar S
Senin
Matlab
Muhlisin
Selasa
K. Ghulam
Muhlisin
Rabu
Al-Qur‟an
Muhlisin
Kamis
H. Sibyan
KH Zumroni
Tanya jawab Nahwu
Agus HS
Senin I
Senin II
Minggu III
Minggu IV
M.Sabtu
V
86
M.Minggu
Tahlil
Abd. Ghofur
M.Senin
Tarikh
Shobaruddin
M.Selasa
Su‟bul Iman
Nuryanto
M.Rabu
Mabadi 1,2
Munadzir
M.Kamis
Mustolahut-Tajwid
Abd. Qodir
M.Sabtu
Jurumiyah
Ma‟shum AA
M.Minggu
Tuhfatul Mubtadi-ien
Khoiruddin
Tuhfatul Athfal
Sabiqun
M.Selasa
„Izzul Adab
Muthoun
M.Rabu
Risalatut-Tauhid
Thohir A
M.Kamis
Nurul Yakin
Munadzir
M.Senin VI
TABEL XI JADWAL PELAJARAN TAHUN 2013 MADRASAH TSANAWIYAH HIDAYATUL MUBTADIIEN HARI
KELAS
WAKTU
PELAJARAN
PENGAJAR
1
يختصرجذا
Khoiruddin
2
ايالء
Abd. Ghofur
1
وصاٌا
Abd. Qodir
2
قىاعذ االعالل
Khoiruddin
1
أتً سجاع
Muhyiddin
2
وصاٌا
Abd. Qodir
1
يختصرجذا
Khoiruddin
2
أتً سجاع
Muhyiddin
1
انخرٌذج انثهٍح
Muhdi Aziz
2
انخرٌذج انثهٍح
Muhdi Aziz
M. Sabtu
M. Minggu
M. Senin
I
M. Selasa
M. Rabu
87
1
ٍٍَىرانٍق
Thohir A
2
ٍٍَىرانٍق
Thohir A
1
ٌسهى انصثٍا
Sholihin
2
تحهٍح
Muhyiddin
1
ٌسهى انصثٍا
Sholihin
2
اإلعالل,تصرٌف
Abd. Ghofur
1
ٌسهى انصثٍا
Sholihin
2
جىاهرانكاليٍح
Agus HS
1
اإلعالل,تصرٌف
Abd. Ghofur
2
رسانح انًحٍط
Sukiman
1
فتح انقرٌة االول
Zahroni
2
فتح انقرٌة االول
Zahroni
1
قاعذج األونى
Muthoun
2
قاعذج األونى
Muthoun
WAKTU
PELAJARAN
PENGAJAR
1
ًانعًرٌط
Ach. Darojat
2
ٍٍ حذٌث أرتع+ٌتٍجا
Ma‟shum AA
1
اإلعالل,تصرٌف نغىي
Misri B
2
تعهٍى انًتعهّى
Ma‟shum AA
1
ًانعًرٌط
Ach. Darojat
2
قاعذج انثاٍَح
Abd. Ghofur
1
يقصىد
Sabiqun
2
ًانعًرٌط
Ach. Darojat
1
2 فتح انقر ٌة
Abd. Rohim
2
2 فتح انقر ٌة
Abd. Rohim
1
ًانعًرٌط
Ach. Darojat
2
قاعذج انثاٍَح
Abd. Ghofur
M. Kamis
M. Sabtu
M. Minggu
M. Senin II M. Selasa
M. Rabu
M. Kamis
HARI
KELAS
M. Sabtu
M. Minggu
M. Senin III M. Selasa
M. Rabu
M. Kamis
88
TABEL XII JADWAL PELAJARAN TAHUN 2013 MADRASAH ALIYAH HIDAYATUL MUBTADIIEN HARI
KELAS
WAKTU
PELAJARAN
PENGAJAR
1
1 ٍٍفتح انًع
M Umar S
2
1 انفٍه
Syukron H
M.
1
كفاٌح انعىاو
Sabiqun
Minggu
2
انجزرٌح
Mustaqim
1
1 ٍٍفتح انًع
M Umar S
2
قىاعذ اإلعراب
Nuryanto
M.
1
1 جىاهر انثخاري
Muhyiddin
Selasa
2
1 انفٍه
Syukron H
1
قىاعذ اإلعراب
Nuryanto
2
تفسٍر جز عى
Damanhuri
WAKTU
PELAJARAN
PENGAJAR
M.
1
1 ٍٍفتح انًع
M Umar S
Kamis
2
1 انفٍه
Syukron H
1
انىرقاخ
Drs. Ridwan
2
2 انفٍه
Damanhuri
M.
1
2 انفٍه
Damanhuri
Minggu
2
2 جىاهر انثخاري
Abd. Roziq
1
2ٍٍفتح انًع
Nuryanto
2
2 جىاهر انثخاري
Abd. Roziq
M.
1
فهكٍه
Sholihin
Selasa
2
2 ٍٍفتح انًع
Nuryanto
M. Rabu
1
عذج انفارض
Abd. Ghofur
M. Sabtu
M. Senin
I
M. Rabu
HARI
KELAS
M. Sabtu
II M. Senin
89
2
حجح اهم انسُح وانجًاعح
Abd. Roziq
M.
1
2 ٍٍفتح انًع
Nuryanto
Kamis
2
2 انفٍه
Damanhuri
1
ٌجىهرانًكُى
Mustaqim
2
انقىاعذ انفقهٍه
Sukiman
M.
1
ٌجىهرانًكُى
Mustaqim
Minggu
2
سهى انًُىرق
M Umar S
1
3 ٍٍفتح انًع
Abd. Ghofur
2
سهى انًُىرق
M Umar S
M.
1
حساب
Ach. Darojat
Selasa
2
ٍٍاو انثراه
Masykur S
1
ٌجىهرانًكُى
Mustaqim
2
ٍٍاو انثراه
Masykur S
M.
1
3ٍٍفتح انًع
Abd. Ghofur
Kamis
2
انقىاعذ انفقهٍه
Sukiman
M. Sabtu
M. Senin III
M. Rabu
Kurikulum yang dilaksanakan oleh Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien berjenjang menurut kemampuan santrinya. Dari pembelajaran yang sederhana sampai pengajian kitab yang sulit. 2. Gambaran Umum Desa Kalibening 1. Letak Geografis Desa Kalibening Desa Kalibening merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Tingkir Kota Salatiga dengan batas desa (Dokumen Desa Kalibening): a. Sebelah utara
: Desa Sidorejokidul Kec. Tingkir Kota Salatiga.
b. Sebelah timur
: Desa Kalilondo Kec. Tingkir Kota Salatiga.
c. Sebelah selatan
: Desa Tingkit lor Kec. Tingkir Kota Salatiga.
d. Sebelah barat
: Desa Ledok Kec. Argomulyo Kota Salatiga.
90
2. Keadaan Penduduk Desa Kalibening a. Jumlah penduduk menurut umur dan jenis kelamin Jumlah penduduk Desa Kalibening menurut umur dan jenis kelamin adalah (Dokumen Kelurahan Kalibening): TABEL XIII JUMLAH PENDUDUK MENURUT UMUR DAN JENIS KELAMIN Jumlah
Kelompok Umur (Thn)
Laki-laki
Perempuan
0-4
83
77
5-9
79
74
10-14
84
81
Kelompok Umur (Thn)
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
14-19
87
74
161
20-24
90
75
25-29
85
103
30-39
175
162
40-49
151
145
50-59
84
79
61-ke atas
64
93
Jumlah
982
963
160 153 165
165 188 337 296 163 157 1945
91
b. Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan Jumlah penduduk Desa Kalibening menurut tingkat pendidikan adalah (Dokumen Kelurahan Kalibening): TABEL XIV JUMLAH PENDUDUK MENURUT TINGKAT PENDIDIKAN No.
Keterangan
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
1.
Unknouwn
18
32
50
2.
Tidak/belum sekolah
141
148
289
3.
Belum tamat SD/sederajat
129
139
268
4.
Tamat SD/sederajat
183
216
399
5.
SLTP/sederajat
179
168
347
6.
SLTA/sederajat
262
196
458
7.
Diploma I/II
8
10
18
8.
Diploma III
17
11
28
9.
Diploma IV/strata I
43
41
84
10.
Strata II
2
2
4
11.
Strata III
0
0
0
982
963
1945
Jumlah
c. Mata Pencaharian Masyarakat Kalibening Mata pencaharian Masyarakat Kalibening adalah sebagai berikut (Dokumen Kelurahan Kalibening): TABEL XV MATA PENCAHARIAN MASYARAKAT KALIBENING No.
Keterangan
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
1.
Unknouwn
38
54
92
2.
Belum/tdk bekerja
173
167
340
3.
Mengurus rumah tangga
1
177
178
4.
Pelajar/mahasiswa
206
162
368
92
5.
Pensiunan
10
3
13
6.
PNS
24
14
38
7.
TNI
3
0
3
8.
POLRI
3
1
4
9.
Perdagangan
17
8
25
10.
Petani
66
35
101
11.
Peternak
2
0
2
12.
Industri
1
2
3
13.
Karyawan Swasta
108
96
204
14.
Karyawan BUMN
2
0
2
15.
Karyawan BUMD
2
0
2
16.
Karyawan Honorer
4
3
7
17.
Buruh Harian Lepas
113
70
183
18.
Buruh Tani
23
12
35
19.
Pembantu Rmh Tangga
0
9
9
20
Tukang Cukur
1
0
1
21.
Tukang Batu
4
0
4
Tukang Sol Spatu
1
0
1
Tukang Kayu
2
0
2
24.
Tukang Besi
5
0
5
25.
Tukang Jahit
8
0
8
26.
Penata Rias
0
20
20
27.
Mekanik
2
0
2
28.
Perancang Busana
0
1
1
29.
Ustadz/Mubaligh
1
1
2
30.
Dosen
1
0
1
31.
Perawat
0
1
1
22. 23.
93
32.
Guru
6
17
23
33.
Sopir
11
0
11
34.
Pedagang
22
25
47
35.
Wiraswasta
122
84
206
982
963
1945
Jumlah
3. Temuan Penelitian 1. Profil Informan a. AA merupakan pengasuh Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien sejak tahun 1980. AA yang mengurus, mengelola, membimbing,
mengarahkan dan
mendidik para pengurus serta santri di pondok. Selain itu AA merupakan sosok kyai yang sangat dihormati masyarakat terutama masyarakat Kalibening. Dalam bermasyarakat AA dianggap sebagai pemimpin. Setiap ada kegiatan seperti tahlilan, berjanjian atau kegiatan keagamaan lainnya AAlah yang ditunjuk sebagai imam. Apabila ada masyarakat yang mempunyai hajat AA juga sering di mintai untuk mengisi ceramah. Selain aktif di kegiatan pesantren AA juga aktif organisasi Islam lainnya. b. DM adalah lurah Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien. DM juga merupakan alumni STAIN Salatiga Progdi Pendidikan Bahasa Arab tahun 2002 yang sekarang juga melanjutkan pendidikan S2 di STAIN Salatiga. Selain sebagai pengurus sekaligus pengajar di PPHM ia juga disibukkan mengajar di MI Suruh. c. D juga sebagai pengurus putra di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien. Selain sebagai pengurus D juga mengajar di madrasah PPHM. Kegiatan seharihari D hanya mengurusi pondok tanpa ada kesibukan di luar.
94
d. N adalah pengurus putri semester 5 STAIN Salatiga yang mengambil Program Studi Pendidikan Agama Islam. Ia berasal dari Ungaran. Pada awalnya dia bukan santri PPHM namun setelah semester 2 dia menjadi bagian dari santri PPHM dan sekarang menjabat sebagai pengurus putri. e. M merupakan pengurus putri Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien. Berbeda dengan N, M sudah belajar di PPHM sejak masih sekolah. Dan sekarangpun selain sebagai Mahasiswa Program Studi Pendidikan Agama Islam STAIN Salatiga ia juga sebagai pengurus dan mengajar di madrasah PPHM. f. K adalah Ustadz di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien. Meskipun K hanya menempuh pendidikan SMP dalam jalur sekolah formal, namun K mempunyai kompetensi dalam pengetahuan agama sehingga K mengajar di Madrasah Tsanawiyah PPHM. Sama halnya dengan M, K juga merupakan santri yang sudah cukup lama belajar di PPHM. g. U adalah Pengurus sekaligus ustadz Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien yang berasal dari Tengaran. Dalam pendidikan formal, U masih menempuh pendidikan di Salatiga Program Studi Bahasa Arab semester akhir. Sebelum menjabat sebagai pengurus dan ustadz di PPHM, U juga telah lama menjadi santri di PPHM. h. SL merupakan salah satu ustadz di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien. Ia berasal dari Lamongan dan belajar di PPHM sejak 2002 sampai sekarang. Awalnya dia tidak berniat untuk menyantri di PPHM tapi setelah diajak oleh salah satu temannya ke PPHM dan betah akhirnya ia mencari ilmu di sini hingga sekarang. i. FZ juga merupakan pengurus Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien. Sekarang ia masih belajar di STAIN Salatiga Program Studi AHS semester 3.
95
j.
MS adalah ustadz yang juga mengajar di PPHM. MS merupakan ustadz yang menetap di dekat pesantren. Pada pendidikan jalur formal MS hanya dapat menyelesaikan sampai jenjang SMP. Meski demikian MS mempunyai pengetahuan yang cukup dalam mempelajari kitab-kitab klasik sehingga di pesantren MS mengajarkan berbagai kitab yang tingkat kesulitannya cukup sulit.
k.
R
merupakan ustadz yang bertempat tinggal tidak jauh dari pesantren. R
menyelesaikan pendidikan sampai D II. Untuk mengisi kesehariannya selain mengajar di PPHM R juga mengajar di Qoryah Toyibah Kalibening. l.
L adalah ustadzah yang mengajar di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien. L telah selesai melanjutkan sekolah sampai dengan MAN. Berbeda dengan informan lainnya bahwa L tidak mempunyai aktifitas selain mengajar di pesantren.
m.
I merupakan masyarakat Kalibening yang masih terbilang muda yaitu 23 tahun. Ia telah menyelesaikan pendidikan SMA pada jalur formal. I merupakan salah satu orang yang kurang beruntung untuk bisa melanjutkan pendidikan, padahal ia sangat ingin sekali untuk bisa kuliah namun kondisi ekonomi tidak memungkinkan
untuk bisa
melanjutkan
sekolah.
Kegiatan
U
dalam
kesehariannya bekerja di salah satu pabrik makanan di Salatiga. n.
SB adalah masyarakat Kalibening yang sudah berusia 43 tahun. Sejak kecil ia sudah tinggal di kalibening. Kegiatannya sehari-hari disibukkan dengan menjahit.
o.
H juga salah satu masyarakat yang tinggal di Kalibening. Ia adalah kepala keluarga dari 3 orang anak yang telah berusia 73 tahun. H bekerja sebagai karyawan di salah satu yayasan SD terpadu di Kalibening. H merupakan sosok
96
muslim yang mengedepankan agama, hal ini bisa dilihat dari pendidikan yang diberikan kepada putra-putrinya adalah sekolah yang bernafaskan islam yaitu pesantren. 2. Upaya Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien dalam Pembinaan Akhlak Masyarakat Kalibening Dari hasil wawancara peneliti kepada beberapa informan tentang upaya apa saja yang dilakukan Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien dalam pembinaan akhlak masyarakat Kalibening, peneliti menemukan berbagai jawaban. Berikut jawaban dari beberapa pertanyaan yang diberikan peneliti kepada para informan di waktu yang berbeda. a. Penyiaran dan tabligh 1) Rijalul anshar Rijalul anshor adalah sebuah ikatan pengajian pemuda Kalibening. Pada tanggal 24 Juli 2013 pukul 09.45 WIB U menjelaskan upaya Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien dalam pembinaan akhlak masyarakat sebagaiman yang telah diutarakannya sebagai berikut: “kami memberikan pembinaan dengan melibatkan masyarakat dalam kegiatan pondok. Memberikan pengajian di masyarakat seperti rijalul anshar yang dilaksanakan setiap Sabtu malam setelah shalat Isya...”. SL juga menjelaskan hal yang sama dengan U pada tanggal 8 September 2013 pukul 14.00 WIB bahwa: “....yang paling gampang untuk membina dengan memberikan tausiyah dan praktek secara langsung. Misalnya pada malam Minggu kami mengajak pemuda untuk datang pada pengajian anshor ”.
97
Pada tanggal 14 Juli 2013 pukul 17.15 WIB D juga memberikan keterangan sebagai berikut: “upaya yang yang kami lakukan untuk masyarakat adalah pengajian, misalnya pengajian rijalul anshor setiap malam Minggu. Tempatnya itu di mushola-mushola dan masjid secara bergantian. ….”.
2) Rabu pahing Para alumni santri PPHM mempunyai ikatan alumni yang dinamakan Rabu pahing. Setiap Rabu pahing para alumni mengadakan pertemuan sekaligus pengajian. Pada tanggal 25 Juni 2013 pukul 10.00 WIB N memberikan informasi kepada peneliti sebagai berikut: “keluarga besar PPHM mempunyai ikatan alumni di berbagai daerah. Untuk menjaga hubungan antar alumni maka kami mempunyai pertemuan yang juga merupakan suatu wadah untuk menambah ilmu. Setiap Rabu pahing merupakan pertemuan sekaligus pengajian untuk alumni dari berbagai daerah”.
Keterangan itu dijelaskan juga oleh M pada tanggal 21 Juli 2013 pukul 12. 05 WIB bahwa: “pengajian Rabu pahing untuk alumnimerupakn suatu komunikasi dari sesama santri untuk mempersiapkan diri dalam hidup bermasyarakat....”.
3) Akhirusanah Sebagian pondok pesantren biasanya mengadakan akhirusanah menjelang akhir tahun pembelajaran. Sama halnya dengan pesantren lainnya, PPHM juga mengadakan tabligh tersebut. Pada tanggal 21 Juli
98
2013 pukul 12. 05 M menjelaskan bentuk kegiatan pengajian lain yang dilaksanakn oleh PPHM bersama msyarakat. Ia mengatakan bahwa: “...dengan menyelenggarakan pengajian seperti akhirusanah para wali santri dapat menjalin silaturahim sekaligus menimba ilmu....”.
Hal ini diperkuat oleh keterangan dari R
pada tanggal 9
September 2013 pukul 17.00 WIB dan memberikan keterangan hampir sama dengan M bahwa upaya untuk membina akhlak masyarakat yaitu: “dengan melibatkan masyarakan dalam kegiatan pesantren. Misalnya di akhirusanah sehingga dakwah sampai kepada masyarakat secara langsung”.
b. Pendidikan dan pengajaran
1)
Madrasah Madrasah merupakan bagian pembelajaran di PPHM. Pada tanggal 8 September 2013 pukul 14.00 WIB peneliti bertanya tentang upaya PPHM dalam membina akhlak masyarakat Kalibening SL mengatakan: “ya..... dengan mengikutsertakan masyarakan dalam belajar mengajar di madrasah”.
K juga menguatkan keterangan SL pada tanggal 20 Juli 2013 pukul 20.00 WIB bahwa:
99
“....dengan ikut ngaji di pondok, ikut kegiatan-kegiatan di pondok. Santri di sini tidak semuanya dari santri pondok mbak, tapi juga dari masyarakat sekitar yang ikut ngaji....”.
Sedangkan menurut penjelasan N pada tanggal 25 Juni 2013 pukul 10.00 WIB hampir sama dengan SL dan K, ia mengatakan bahwa: “usaha kami yaitu dengan pengadaan madrasah yang santrinya juga dari masyarakat sekitar”.
2)
Kitab kilat Kitab kilat adalah pembelajaran suatu kitab yang dilakukan dalam waktu tertentu. Pada tanggal 21 Juli 2013 pukul 12. 05 WIB M menjelaskan kegiatan lain untuk membina akhlak masyarakat Kalibening. Ia memberi keterangan sebagai berikut: “....saat bulan Ramadhan seperti ini,banyak warga yang ikut mengaji. Bahkan ada santri dari masyarakat yang ikut nyantri dan tinggal di sini saat bulan Ramadhan saja.Kami mengadakan ngaji kitab yang khusus di bulan Ramadhan saja. Biasanya kami menyebut denga pengajian kitab kilat”.
3)
Tadarus TPA Tadarus
merupakan
kegiatan
membaca
Al-Qur‟an
baik
dilaksanakan secara pribadi maupun bersama-sama. Pada tanggal 24 Juli 2013 pukul 14.00 WIB saat ditanya upaya PPHM dalam pembinaan akhlak masyarakat, U mengatakan: “....mengadakan tadarus bersama setiap hari minggu pada bulan Ramadhan, seperti sekarang ini yang mengikuti yo…. anak-anak TPA”.
100
Sedangkan pada tanggal 21 Juli 2013 pukul 12. 05 M juga memberikan informasi yang sama dengan U bahwa: “......kami juga mengadakan tadarus bersama anak-anak TPA, karena TPAnya kalo bulan Ramadhan gini libur mbak. Untuk mengisi kegiatan mereka dari pada main maka pada hari Minggu jam 16.00 kami mengadakan tadarus anak-anak”.
4)
Membuat lingkungan menjadi baik Kehidupan masyarak memiliki berbagai warna. Dengan adanya Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien menambah warna dalam kehidupan masyarakat. Seperti yang diungkapkan oleh AA pada tanggal 17 Juli 2013 pukul 11.00 WIB. Beliau mengatakan: “dengan adanya pesantren ini secara tidak langsung kehidupan masyarakat juga menjadi semakin baik. Suasana lingkungan dihiasi kehidupan santri yang khas....”
c. Pembinaan kesejahteraan umat Pembinaan kesejahteraan umat merupakan upaya PPHM untuk kesejahteraan masyarakat, misalnya penyelenggaraan zakat dan kurban. Seperti yang dijelaskan FZ pada tanggal 9 September 2013 pukul 15.00 WIB mengatakan bahwa: “......kami melakukannya melalui pendekatan dengan masyarakat, supaya penyampaian apapun lebih gampang diterima masyarakat. Mengikutsertakan masyarakat dalam kegiatan pesantren seperti pengurusan zakat dan kurban” .
101
3. Hambatan yang Dialami Pengurus Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien dalam Pembinaan Akhlak Masyarakat Kalibening a. Masyarakat belum sadar sepenuhnya untuk menyekolahkan anak di madrasah PPHM Saat diwawancarai hambatan apa saja yang dialami pengurus PPHM untuk membina akhlak masyarakat, pada tanggal 14 Juli 2013 pukul 17.15 WIB D menyatakan bahwa: “ya……masyarakat kan punya sifat yang berbeda-beda. Masyarakat di sini belum sadar sepenuhnya menyekolahkan anaknya di madrasah pondok, masih ada anak-anak atau remaja yang tidak ikut kegiatan di pondok, bahkan ada masyarakat yang cuek dengan kegiatan pondok. Tapi kan itu hanya beberapa saja mbak”. K juga memberikan keterangan hampir sama dengan D pada tanggal 20 Juli 2013 pukul 20.00 WIB sebagai berikut: “salah satunya adalah belum semuanya masyarakat yang punya putra-putri mengikuti kegiatan madrasah di sini, meskipun memang sebagian santri madrasah yang berasal dari masyarakat sekitar sini”.
b. Bagi anak yang sudah mengikuti sekolah formal masih merasa malu untuk belajar lagi di pesantren karena merasa sudah besar Menurut informasi dari MS pada tanggal 24 Juli 2013 pukul 09.45 WIB yang menjadi hambatan dalam pembinaan akhlak masyarakat Kalibening seperti yang diutarakan MS sebagai berikut: “hampir tidak ada, tetapi ada juga anak-anak yang sudah ikut sekolah-sekolah SMA atau jalur formal begitu tidak mau lagi ngaji di sini dengan alasan malu sudah besar……”.
102
c. Kurang tenaga pengajar DM juga memberikan keterangan yang berbeda pada tanggal 16 Juli 2013 pukul 14.30 WIB. Ia mengatakan bahwa: “……kami juga mengalami kekurangan tenaga pengajar mbak karena terkadang sibuknya ustadz sehingga tidak bisa mengajar”. d. Kurangnya pengalaman santri dalam berkomunikasi dengan masyarakat Sedangkan FZ pada tanggal 9 September 2013 pukul 15.00 WIB mengkapkan: “apa ya….Mungkin karena santri di sini kurang pengalaman dalam bermasyarakat jadi tidak terlalu dekat lah begitu” Pendapat serupa juga diungkapkan oleh I pada tanggal 17 Juli 2013 pukul 10.00 WIB sebagai berikut: “…santri sekarang kurang dekat dengan masyarakat, tidak seperti santi-santri sebelumya”. e. Sulitnya menguasai masyarakat yang bandel Ketika DM pada tanggal 16 Juli 2013 14.30 ditanya mengenai hambatan pengurus PPHM dalam pembinaan akhlak masyarakat, ia menjelaskan: “....pasti ada mbak. Masyarakat tidak semuanya gampang untuk menerima. Ada masyarakat yang ngengkel gak mau diarahkan”.
Sedangkan N memberi keterangan pada tanggal 25 Juni 2013 pukul 10.00 WIB “Ada mbak. Masyarakat di sini bandel. Tapi kan Islam mengajarkan untuk berdakwah dengan cara yang halus terlebih dahulu. Nah dengan cara itulah yang cenderung kami laksanakan di sini”.
103
Begitupun M pada tanggal 21 Juli 2013 pukul 12.05 WIB mengatakan hal yang hamper sama bahwa: “Anak-anak di sini kan bandel-bandel jadi mengarahkan mereka agak mengalami kesulitan. Tapi mereka sebenarnya asik-asik dan ramahramah“. 4. Motivasi yang Diberikan Pengurus Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien dalam Pembinaan Akhlak Masyarakat Kalibening a. Memberikan teladan yang baik secara langsung Ketika DM ditanya upaya Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien dalam membina akhlak masyarakat pada tanggal 16 Juli 2013 pukul 14.30 WIB ia menjelaskan sebagai berikut: “yang paling mudah adalah menjadi contoh di masyarakat mbak. Jika kita melihat akhlak yang jelek dari masyarakat kita sebagai muslim yang baik pasti memberikan nasehat. Namun sebelum itu, para pengurus mendekatkan diri dengan pendekatan yang lebih khusus agar masyarakat dapat menerima dan melaksanakan apa yang kita sampaikan. Selain itu yang kami lakukan salah satunya yaitu dengan dakwah kepada masyarakat. Misalnya dengan melakukan pengajian kepada seluruh lapisan masyarakat”.
Sedangkan SL memberi keterangan pada tanggal 8 September 2013 pukul 14.00WIB bahwa: “kalo ada yang bandel kami memberikan contoh yang baik dan kami perhatikan kegiatan-kegiatannya sehari-hari agar kami bisa tau perkembangannya”.
b. Semua pemuda yang mempunyai kompetensi belajar bias menyalurkan pengetahuannya di madrasah
104
Berbeda dengan informan lainnya K 20 Juli 2013 pukul 20.00 WIB justru memberi keterangan sebagai berikut: “kami memberikan kesempatan kepada masyarakat yang mempunyai potensi akademik untuk ikut serta mengajar di sini. Ya meskipun dengan tak seberapa yang didapat dari sini, tapi saya yakin dengan modal keihklasan dan niat yang sungguh-sungguh Allah akan membalasnya di akhirat nanti”.
MS juga memeberi penjelasan yang mirip dengan K pada tanggal 9 September pukul 09.45 WIB, ia mengatakan bahwa: “dengan mengikutsertakan masyarakat menjadi bagian dari pondok. Misalnya ustadz-ustadz di sini juga banyak dari masyarakat juga jadi penyampaian dakwah mudah diterima masyarakat”.
c. Bagi santri madrasah yang banyak hafal dalam penghafalannya maka pada akhirusanah akan ditampilkan Setelah peneliti mewawancarai informan mengenai motivasi yang diberikan pengurus PPHM dalam membina akhlak masyarakat, D pada tanggal 14 Juli 2013 pukul 17.15 WIB mengatakan bahwa: “.....dengan adanya pentas-pentas seperti pentas seni sebelum haflah akirusanah. Jadi santri tertarik untuk ikut dan itu bisa jadi pemikat mereka”.
U juga pada tanggal 24 Juli 2013 pukul 09.45 WIB memperkuat argument D. Ia mengungkapkan sebagai berikut: “Ya..... acara di sini dibuat semenarik mungkin mbak, supaya mereka termotivasi dengan sendirinya untuk ikut. Tetapi terkadang juga karena teman ikut mereka juga ikut”.
105
Namun N menjelaskan pada tanggal 25 Juni 2013 pukul 10.00 WIB sebagai berikut: “Sebenarnya tidak ada trik khusus karena masyarakan sendiri kalau sudah tau bahwa di pondok akan melaksanakan kegiatan mereka ikut berkecimpung dalam kegiatan itu. Jiwa gotong royong masyarakat sekitar sangat kental”.
Banyak hal yang dapat penulis dapatkan dari wawancara dengan beberapa informan. Dalam
menyebarkan dakwah Islam, pesantren
mengalami berbagai lika-liku. Dan paparan di atas merupakan deskripsi dari hasil penelitian yang penulis lakukan.
106
BAB IV PEMBAHASAN
A. Upaya Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien dalam Pembinaan Akhlak Masyarakat Kalibening
Dari hasil wawancara peneliti kepada beberapa informan tentang upaya apa saja yang dilakukan Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien dalam pembinaan akhlak masyarakat Kalibening, peneliti menemukan berbagai jawaban. Berikut jawaban dari beberapa pertanyaan yang diberikan peneliti kepada para informan di waktu yang berbeda. d. Penyiaran dan tabligh a. Rijalul anshar Rijalul anshor adalah sebuah ikatan pengajian pemuda Kalibening. Pada tanggal 24 Juli 2013 pukul 09.45 WIB U menjelaskan upaya Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien dalam pembinaan akhlak masyarakat sebagaimana yang telah diutarakannya sebagai berikut: “kami memberikan pembinaan dengan melibatkan masyarakat dalam kegiatan pondok. Memberikan pengajian di masyarakat seperti rijalul anshar yang dilaksanakan setiap Sabtu malam setelah shalat Isya...”. SL juga menjelaskan hal yang sama dengan U pada tanggal 8 September 2013 pukul 14.00 WIB bahwa: “....yang paling gampang untuk membina dengan memberikan tausiyah dan praktek secara langsung. Misalnya pada malam Minggu kami mengajak pemuda untuk datang pada pengajian anshor ”. Pada tanggal 14 Juli 2013 pukul 17.15 WIB D juga memberikan keterangan sebagai berikut:
91
107
“upaya yang yang kami lakukan untuk masyarakat adalah pengajian, misalnya pengajian rijalul anshor setiap malam Minggu. Tempatnya itu di mushola-mushola dan masjid secara bergantian. ….”.
Pengajian ini merupakan bagian dari upaya pesantren untuk menyiapkan muslim yang sahaleh. Pemuda masa kini sangat membutuhkan pembinaan sebagai bekal dalam menjalani kehidupan. Kemajuan teknologi terutama teknologi informasi dan kominikasi banyak membawa dampak mulai dari yang baik hingga yang terburuk. Jika sesorang tidak mempunyai bekal yang kuat terutama dalam bidang keagamaan maka ia akan dengan mudahnya terjerumus dalam kesesatan. Dengan adanya pengajian ini menambah pengetahuan pemuda masyarakat Kalibening untuk menyikapi dampak dari globalisasi, sehingga para pemuda mendapat bekal dalam berakhlakuk karimah. b. Rabu pahing Para alumni santri PPHM mempunyai ikatan alumni yang dinamakan Rabu pahing. Setiap Rabu pahing para alumni mengadakan pertemuan sekaligus pengajian. Pada tanggal 25 Juni 2013 pukul 10.00 WIB N memberikan informasi kepada peneliti sebagai berikut: “keluarga besar PPHM mempunyai ikatan alumni di berbagai daerah. Untuk menjaga hubungan antar alumni maka kami mempunyai pertemuan yang juga merupakan suatu wadah untuk menambah ilmu. Setiap Rabu pahing merupakan pertemuan sekaligus pengajian untuk alumni dari berbagai daerah”. Keterangan itu dijelaskan juga oleh M pada tanggal 21 Juli 2013 pukul 12. 05 WIB bahwa: “pengajian Rabu pahing untuk alumni merupakan suatu komunikasi dari sesama santri untuk mempersiapkan diri dalam hidup bermasyarakat....”.
108
Kegiatan ini membawa dampak yang sangat positif karena dengan diadakannya kegiatan ini para alumni masih tetap bisa menambah ilmu meskipun sudah tidak belajar lagi di pesantren. Selain itu kegiatan ini bisa mempererat silaturahim semua alumni. Alumni ini tidak hanya dari masyarakat Kalibening itu sendiri tetapi juga dari daerah lain. Melalui wadah ikatan alumni ini merupakan suatu cara dimana para alumni bisa mempersiapkan diri dalam membina masyarakat terutama dalam bidang akhlak dimana mereka tinggal. Dan merekalah yang akan memberikan pengaruh besar terhadap masyarakat agar masyarakat dapat meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT. c. Akhirusanah Sebagian pondok pesantren biasanya mengadakan akhirusanah menjelang akhir tahun pelajaran. Sama halnya dengan pesantren lainnya, PPHM juga mengadakan tabligh tersebut. Pada tanggal 21 Juli 2013 pukul 12. 05 M menjelaskan bentuk kegiatan pengajian lain yang dilaksanakn oleh PPHM bersama masyarakat. Ia mengatakan bahwa: “...dengan menyelenggarakan pengajian seperti akhirusanah para wali santri dapat menjalin silaturahim sekaligus menimba ilmu....”.
Hal ini diperkuat oleh keterangan dari R pada tanggal 9 September 2013 pukul 17.00 WIB dan memberikan keterangan hampir sama dengan M bahwa upaya untuk membina akhlak masyarakat yaitu: “dengan melibatkan masyarakan dalam kegiatan pesantren. Misalnya di akhirusanah sehingga dakwah sampai kepada masyarakat secara langsung”.
109
Forum ini merupakan suatu sarana kegiatan keagamaan yang digunakan oleh Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien untuk mengadakan pembinaan keagamaan khususnya di bidang akhlak terhadap masyarakat Kalibening dan sekitarnya. Penyiaran dan tabligh ini dilaksanakan menjelang liburan para santri yang diikuti santri, wali santri dan masyarakat. Berdasarkan hasil observasi yang penulis lakukan bahwa acara ini dihadiri oleh lebih dari seribu jama‟ah mulai dari anak-anak sampai orang tua. Mereka begitu antusias mendengarkan mau‟idotul hasanah yang disampaikan oleh salah satu kyai yang sengaja diundang untuk mengisi pengajian tersebut.
e. Pendidikan dan pengajaran a. Madrasah Madrasah merupakan bagian pembelajaran di PPHM. Pada tanggal 8 September 2013 pukul 14.00 WIB peneliti bertanya tentang upaya PPHM dalam membina akhlak masyarakat Kalibening SL mengatakan: “ya..... dengan mengikutsertakan mengajar di madrasah”.
masyarakan
dalam
belajar
K juga menguatkan keterangan SL pada tanggal 20 Juli 2013 pukul 20.00 WIB bahwa: “....dengan ikut ngaji di pondok, ikut kegiatan-kegiatan di pondok. Santri di sini tidak semuanya dari santri pondok mbak, tapi juga dari masyarakat sekitar yang ikut ngaji....”.
Sedangkan menurut penjelasan N pada tanggal 25 Juni 2013 pukul 10.00 WIB hampir sama dengan SL dan K, ia mengatakan bahwa: “usaha kami yaitu dengan pengadaan madrasah yang santrinya juga dari masyarakat sekitar”.
110
Program madrasah ini mendapat sambutan yang baik dari masyarakat, sebab dengan adanya program madrasah ini di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien
masyarakat
setempat
merasa
mendapat
bantuan
dalam
mempersiapkan anak-anak mereka agar nantinya menjadi manusia yang berguna bagi agama, nusa dan bangsa. Dalam pelaksanaan madrasah sistem yang digunakan berjenjang seperti yang telah tercantum dalam bab III. Dalam penjenjangan ini, pembagian tingkatan bukan berdasarkan usia santri itu sendiri, melainkan berdasarkan tingkatan kitab yang sudah ia pelajari di madrasah itu. Kitab-kitab yang diajarkanpun berjenjang dari kitab yang rendah sampai kitab yang tinggi. Bagi santri yang belum memahami pelajaran yang sudah disampaikan. Berdasarkan hasil observasi peneliti, sebelum pembelajaran dilaksanakan di kelas, para santri membuat kelompok-kelompok kecil yang dipandu oleh salah satu dari tiap tingkatan tersebut di masjid dan saling bertanya atau berdiskusi seputar pelajaran yang sudah mereka pelajari. Untuk santri yang mengalami ketertinggalan pelajaran baik karena baru masuk maka ustadz bersedia untuk memberi tambahan waktu ngelesi santri tersebut di luar jam madrasah. Sehingga santri tidak merasa ketertinggalan pelajaran dalam mengikuti pengajian di madrasah. Seperti yang telah tercantum dalam bab III, untuk materi TPA hanya seputar pembelajaran membaca, menulis, dan do‟a. Namun santri-santri dibekali pengetahuan dan bimbingan akhlak sejak dini. Selain itu pada tingkat ibtidaiyah mata pelajaran yang diajarkan adalah kitab dasar sebagai pembentuk pola pikir dan prilaku seperti kitab-kitab akhlak yang dipelajari merupakan kitab Syarah Alala yang berisi akhlak yang baik kepada sesama
111
teman, kepada yang lebih tua, kepada Ibu dan Bapak serta kepada guru. Anakanak diajarkan materi itu sebagai modal awal untuk mempelajari kitab-kitab selanjutnya dan menanamkan kebiasaan mereka dalam bertingkah laku yang baik (akhlakuk karimah). Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan metode yang dipakai tergantung ustadz yang mengajarkan, santri yang menerima dan kesesuaian materi yang disampaikan. Jadi tidak selamanya metode yang digunakan adalah metode yang biasa digunakan pesantren pada umumnya meskipun madrasah adalah bagian program pengajaran dari pesantren. b. Kitab kilat Kitab kilat adalah pembelajaran suatu kitab yang dilakukan dalam waktu tertentu. Pada tanggal 21 Juli 2013 pukul 12. 05 WIB M menjelaskan kegiatan lain untuk membina akhlak masyarakat Kalibening. Ia memberi keterangan sebagai berikut: “....saat bulan Ramadhan seperti ini,banyak warga yang ikut mengaji. Bahkan ada santri dari masyarakat yang ikut nyantri dan tinggal di sini saat bulan Ramadhan saja.Kami mengadakan ngaji kitab yang khusus di bulan Ramadhan saja. Biasanya kami menyebut denga pengajian kitab kilat”.
Pengajian kitab kilat merupakan kegiatan yang dilaksanakan pada bulan Ramadhan. Adapun para jama‟ah adalah dari kalangan santri Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien dan masyarakat sekitar dengan menggunakan metode bandongan yang diisi oleh Ustadz Abdur Roziq, Masykur Suyuti, Agus Hamin Shodiq namun terkadang bapak K.H. Abda‟ sendiri. Dalam pelaksanaan model kilatan adalah seperti model bandongan, hanya saja dalam kilatan santri dituntut harus dikhatamkan (diselesaikan) pada waktu tertentu dan penerapanya juga hanya pada waktu tertentu.
112
c. Tadarus Tadarus merupakan kegiatan membaca Al-Qur‟an baik dilaksanakan secara pribadi maupun bersama-sama. Pada tanggal 24 Juli 2013 pukul 14.00 WIB saat ditanya upaya PPHM dalam pembinaan akhlak masyarakat, U mengatakan: “....mengadakan tadarus bersama setiap hari minggu pada bulan Ramadhan, seperti sekarang ini yang mengikuti yo…. anak-anak TPA”. Sedangkan pada tanggal 21 Juli 2013 pukul 12. 05 M juga memberikan informasi yang sama dengan U bahwa:
“......kami juga mengadakan tadarus bersama anak-anak TPA, karena TPAnya kalo bulan Ramadhan gini libur mbak. Untuk mengisi kegiatan mereka dari pada main maka pada hari Minggu jam 16.00 kami mengadakan tadarus anak-anak”.
Pada bulan Ramadhan TPA di desa Kalibening libur, sehingga anakanak pada sore hari tidak ada kegiatan. Untuk mengisi kekosongan itu, dengan mempertimbangkan bahwa dari pada anak-anak melakukan hal-hal yang kurang bermanfaat maka Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin mengadakan tadarus bersama anak-anak. Kegiatan ini dilaksanakan di Mushola AlMustasyfa pada hari Minggu jam 16.00 WIB. Anak-anak antusias mengikuti kegiatan ini, karena selain mereka mempunyai aktivitas yang posotif mereka juga merasa senang bertemu dengan teman-teman mereka. Selain itu kegiatan ini juga dapat mempercepat dan memperlancar anak didik dalam hal mengaji Al-Qur‟an.
113
d. Membuat lingkungan menjadi baik Kehidupan masyarak memiliki berbagai warna. Dengan adanya Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien menambah warna dalam kehidupan masyarakat. Seperti yang diungkapkan oleh AA pada tanggal 17 Juli 2013 pukul 11.00 WIB. Beliau mmengatakan: “dengan adanya pesantren ini secara tidak langsung kehidupan masyarakat juga menjadi semakin baik. Suasana lingkungan dihiasi kehidupan santri yang khas....”
Lingkungan dalam bermasyarakat mempunyai warna yang bermacammacam, dari yang baik sampai yang buruk. Dalam kehidupan bermasyarakat banyak pengaruh-pengaruh dari luar terutama adalah pengaruh kemajuan teknologi informasi yang membawa dampak negatif terutama bagi anak-anak dan remaja. Jika pengaruh itu tidak disikapi dengan bijak maka generasi bangsa akan hancur. Dengan adanya pesantren maka secara tidak langsung lingkungan akan menjadi baik, artinya lingkungan dapat diwarnai dengan kehidupan pesantren/nilai-nilai akhlakul karimah.
f.Pembinaan kesejahteraan umat Pembinaan kesejahteraan umat merupakan upaya PPHM untuk kesejahteraan masyarakat, misalnya penyelenggaraan zakat dan kurban. Seperti yang dijelaskan FZ pada tanggal 9 September 2013 pukul 15.00 WIB mengatakan bahwa: “......kami melakukannya melalui pendekatan dengan masyarakat, supaya penyampaian apapun lebih gampang diterima masyarakat. Mengikutsertakan masyarakat dalam kegiatan pesantren seperti pengurusan zakat dan kurban” .
114
Mengenai pembinaan kesejahteraan umat yang dimaksud penulis di sini yaitu segala sesuatu yang diusahakan Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien dalam kesejahteraan umat/masyarakat. Berdasarkan data yang diperoleh penulis dari usaha yang dilakukan Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien dalam peningkatan ajaran agama Islam di masyarakat Desa Kalibening dalam bidang pembinaan kesejahteraan umat antara lain dengan cara : a. Menyelenggarakan zakat b. Menyelenggarakan qurban Demikian usaha Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien dalam pembinaan ajaran Islam dalam rangka menumbuhkan dan melahirkan kesadaran untuk bermasyarakat yang sesuai dengan norma-norma akhlak (akhlakul karimah). B. Hambatan yang Dialami Pengurus Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien dalam Pembinaan Akhlak Masyarakat Kalibening 1. Masyarakat belum sadar sepenuhnya untuk menyekolahkan anak di madrasah PPHM Saat diwawancari hambatan apa saja yang dialami pengurus PPHM untuk membina akhlak masyarakat, pada tanggal 14 Juli 2013 pukul 17.15 WIB D menyatakan bahwa: “ya……masyarakat kan punya sifat yang berbeda-beda. Masyarakat di sini belum sadar sepenuhnya menyekolahkan anaknya di madrasah pondok, masih ada anak-anak atau remaja yang tidak ikut kegiatan di pondok, bahkan ada masyarakat yang cuek dengan kegiatan pondok. Tapi kan itu hanya beberapa saja mbak”.
115
K juga memberikan keterangan hampir sama dengan D pada tanggal 20 Juli 2013 pukul 20.00 WIB sebagai berikut: “salah satunya adalah belum semuanya masyarakat yang punya putraputri mengikuti kegiatan madrasah di sini, meskipun memang sebagian santri madrasah yang berasal dari masyarakat sekitar sini”.
Berdasarkan informasi yang peneliti temukan, meskipun di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien menyediakan madrasah, tidak semua masyarakat menyekolahkan putra putri mereka di madrasah PPHM. Masih ada masyarakat yang kurang menyadari akan kebutuhan anaknya dalam mendalami pengetahuan agama. Padahal pengetahuan agama merupakan modal utama dalam menyetir segala gerak gerik dan tingkah laku sehari-hari. Kurangnya pengetahuan maka akan memudahkan anak melakukan akhlak yang buruk. Hal ini merupakan tugas masyarakat pesantren untuk bisa memotivasi masyarakat agar mau menyekolahkan putra putrinya di madrasah PPHM. Namun lingkungan juga ikut mempengaruhi motivasi seseorang untuk belajar terutama belajar ilmu agama seperti di pesantren. 2. Bagi anak yang sudah mengikuti sekolah formal masih merasa malu untuk belajar lagi di pesantren karena merasa sudah besar Menurut informasi dari MS pada tanggal 24 Juli 2013 pukul 09.45 WIB yang menjadi hambatan dalam pembinaan akhlak masyarakat Kalibening seperti yang diutarakan MS sebagai berikut: “hampir tidak ada, tetapi ada juga anak-anak yang sudah ikut sekolahsekolah SMA atau jalur formal begitu tidak mau lagi ngaji di sini dengan alasan malu sudah besar……”.
116
Menuntut ilmu merupakan kewajiban setiap muslim. Dalam menuntut ilmu tidak ada batasan umur. Terkadang faktor usia menjadi penghalang seseorang untuk belajar. Seperti halnya yang dialami oleh sebagian remaja Desa Kalibening, karena merasa sudah besar mereka malu untuk mengikuti pembelajaran di madrasah. Hal ini menjadi tanggung jawab bersama baik orang tua maupun lingkungannya dan masyarakat pesantren sendiri agar dapat memotivasi remaja sehingga tidak malu untuk belajar di pondok pesantren. Remaja saat ini terutama anak-anak yang ikut sekolah formal memilih mengisi waktu luang untuk bermain dan hura-hura. Jika orang tua tidak memantau si anak maka anak tersebut bisa terbuai oleh kenikmatan seperti internet yang mempunyai banyak pengaruh negatif pada perkembangan anak. Jika anak tidak dibekali agama yang kuat dia akan terseret ombak dengan pergaulan bebas, hurahura, membolos saat sekolah dan tauran, bahkan meninggalkan kewajibannya seperti yang sering terlihat di layar televisi. Na‟uzubillah. 3. Kurang tenaga pengajar DM juga memberikan keterangan yang berbeda pada tanggal 16 Juli 2013 pukul 14.30 WIB. Ia mengatakan bahwa: “……kami juga mengalami kekurangan tenaga pengajar mbak karena terkadang sibuknya ustadz sehingga tidak bisa mengajar”.
Meskipun jumlah ustadz di pondok pesantren sudah banyak seperti yang tercantum dalam bab III, namun tenaga pengajar itu masih mengalami kekurangan. Karena untuk proses pembelajaran yang jumlah santrinya terlalu banyak seperti yang tercantum dalam tabel III, maka pembelajaran kurang efektif karena ustadz yang mengajar akan kesulitan untuk menguasai kelas. Tidak seluruhnya santri mau
117
mendengar dari awal pembelajaran sampai akhir pembelajaran dengan serius, ada sebagian santri yang tidak memperhatikan keterangan ustadz. Hal ini bisa diminimalisir jika jumlah ustadz lebih banyak sehingga penguasaan kelas akan lebih efektif karena jumlah santri dalam satu kelas tidak terlalu ramai. Selain itu para asatidz sering mengalami kesibukan di luar sehingga terkadang tidak sempat untuk mengajar. 4. Kurangnya pengalaman santri dalam berkomunikasi dengan masyarakat Sedangkan FZ pada tanggal 9 September 2013 pukul 15.00 WIB mengkapkan: “apa ya….Mungkin karena santri di sini kurang pengalaman dalam bermasyarakat jadi tidak terlalu dekat lah begitu”
Pendapat serupa juga diungkapkan oleh I pada tanggal 17 Juli 2013 pukul 10.00 WIB sebagai berikut: “…santri sekarang kurang dekat dengan masyarakat, tidak seperti santisantri sebelumya….”.
Dari keterangan informan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa kurangnya komunikasi antara santri dan masyarakat. Seperti yang telah disebutkan dalam bab II bahwa santri pada umumnya adalah sebutan bagi para pelajar yang menuntut ilmu di pesantren. Kata pelajar di atas dapat ditafsirkan bahwa ia merupakan sosok yang masih belajar dimana dalam belajar itu membutuhkan proses. Seperti wawancara yang telah penulis lakukan kepada salah satu pemudi di sekitar bahwa santri yang sekarang dirasa kurang dekat dibandingkan dengan
118
santri-santri yang dahulu. Masih ada jarak antara masyarakat dengan santri sehingga terkadang masyarakat kurang akrab dengan santri pondok pesantren. 5. Sulitnya menguasai masyarakat yang bandel Ketika DM pada tanggal 16 Juli 2013 14.30 ditanya mengenai hambatan pengurus PPHM dalam pembinaan akhlak masyarakat, ia menjelaskan: “....pasti ada mbak. Masyarakat tidak semuanya gampang untuk menerima. Ada masyarakat yang ngengkel gak mau diarahkan”.
Sedangkan N memberi keterangan pada tanggal 25 Juni 2013 pukul 10.00 WIB “Ada mbak. Masyarakat di sini bandel. Tapi kan Islam mengajarkan untuk berdakwah dengan cara yang halus terlebih dahulu. Nah dengan cara itulah yang cenderung kami laksanakan di sini”.
Begitupun M pada tanggal 21 Juli 2013 pukul 12.05 WIB mengatakan hal yang hampir sama bahwa: “Anak-anak di sini kan bandel-bandel jadi mengarahkan mereka agak mengalami kesulitan. Tapi mereka sebenarnya asik-asik dan ramahramah“.
Manusia mempunyai karakter yang beragam, begitupun masyarakat Kalibening yang kehidupannya sudah berbaur dengan lingkungan. Selain hambatan-hambatan di atas warga pesantren juga mengalami kesulitan menghadapi santri ataupun masyarakat yang bandel. Untuk mendekati santri yang seperti itu harus melalui pendekatan khusus yang bisa diterimanya. Sehingga masyarakat tadi lambat laun akan mudah menerima dakwah dari siapapun.
119
C. Motivasi yang Diberikan Pengurus Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien dalam Pembinaan Akhlak Masyarakat Kalibening 1. Memberikan teladan yang baik secara langsung Ketika DM ditanya upaya Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien dalam membina akhlak masyarakat pada tanggal 16 Juli 2013 pukul 14.30 WIB ia menjelaskan sebagai berikut: “yang paling mudah adalah menjadi contoh di masyarakat mbak. Jika kita melihat akhlak yang jelek dari masyarakat kita sebagai muslim yang baik pasti memberikan nasehat. Namun sebelum itu, para pengurus mendekatkan diri dengan pendekatan yang lebih khusus agar masyarakat dapat menerima dan melaksanakan apa yang kita sampaikan. Selain itu yang kami lakukan salah satunya yaitu dengan dakwah kepada masyarakat. Misalnya dengan melakukan pengajian kepada seluruh lapisan masyarakat”.
Sedangkan SL memberi keterangan pada tanggal 8 September 2013 pukul 14.00 WIB bahwa: “kalo ada yang bandel kami memberikan contoh yang baik dan kami perhatikan kegiatan-kegiatannya sehari-hari agar kami bisa tau perkembangannya”.
Teladan merupakan cara yang paling mudah dalam memberikan pembinaan akhlak terutama pada masyarakat sekitar. Begitupun cara dakwah yang telah diajarkan Rasululloh SAW dalam menyiarkan agama Islam. Apabila seorang figur sudah tidak dapat untuk dicontoh maka karisma figur tersebut akan sirna. Oleh sebab itu warga pesantren sebagai figur dalam masyarakat selalu memberikan teladan yang baik.
120
Kyai sebagai elemen yang paling vital dalam pondok pesantren memegang peranan yang sangat penting dalam memberikan contoh kepada santri dan masyarakat sekitar. Sehingga segala apa yang menjadi tutur dari sang kyai baik santri maupun masyarakat lebih mudah untuk menerimanya. Begitupun sebaliknya masyarakat pesantren yang lainpun perlu memberikan contoh yang baik kepada masyarakat sekitar agar nilai-nilai akhlakul karimah dapat dicontoh masyarakat Kalibening. 2. Semua pemuda yang mempunyai kompetensi belajar bisa menyalurkan pengetahuannya di madrasah Berbeda dengan informan lainnya K 20 Juli 2013 pukul 20.00 WIB justru memberi keterangan sebagai berikut: “kami memberikan kesempatan kepada masyarakat yang mempunyai potensi akademik untuk ikut serta mengajar di sini. Ya meskipun dengan tak seberapa yang didapat dari sini, tapi saya yakin dengan modal keihklasan dan niat yang sungguh-sungguh Allah akan membalasnya di akhirat nanti”.
MS juga memeberi penjelasan yang mirip dengan K pada tanggal 9 September pukul 09.45 WIB, ia mengatakan bahwa: “dengan mengikutsertakan masyarakat menjadi bagian dari pondok. Misalnya ustadz-ustadz di sini juga banyak dari masyarakat juga jadi penyampaian dakwah mudah diterima masyarakat”.
Asatidz yang mengajar di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien tidak semuanya berasal dari pesantren itu sendiri. Sebagian dari asatidz tersebut merupakan masyarakat sekitar pesantren bahkan dari luar Desa Kalibening. Jadi
121
masyarakat yang mempunyai kompetensi diberi kesempatan untuk mengajar di pesantren agar mereka dapat mentransfer ilmu yang mereka miliki. 3. Bagi santri madrasah yang banyak hafal dalam penghafalannya maka pada akhirusanah akan ditampilkan Setelah peneliti mewawancarai informan mengenai motivasi yang diberikan pengurus PPHM dalam membina akhlak masyarakat, D pada tanggal 14 Juli 2013 pukul 17.15 WIB mengatakan bahwa: “.....dengan adanya pentas-pentas seperti pentas seni sebelum haflah akirusanah. Jadi santri tertarik untuk ikut dan itu bisa jadi pemikat mereka”.
U juga pada tanggal 24 Juli 2013 pukul 09.45 WIB memperkuat argument D. Ia mengungkapkan sebagai berikut: “Ya..... acara di sini dibuat semenarik mungkin mbak, supaya mereka termotivasi dengan sendirinya untuk ikut. Tetapi terkadang juga karena teman ikut mereka juga ikut”. Namun N menjelaskan pada tanggal 25 Juni 2013 pukul 10.00 WIB sebagai berikut: “Sebenarnya tidak ada trik khusus karena masyarakan sendiri kalau sudah tau bahwa di pondok akan melaksanakan kegiatan mereka ikut berkecimpung dalam kegiatan itu. Jiwa gotong royong masyarakat sekitar sangat kental”. Seorang anak pasti ingin jadi kebanggaan orang tua. Oleh sebab itu semua santri ketika dalam proses pembelajaran banyak menghafal pada pelajaranpelajaran tertentu maka ia diberi kesempatan untuk menunjukkan kemampuannya di panggung. Tentu hal ini menjadi motivasi yang kuat bagi santri untuk lebih banyak belajar agar bisa menunjukkan kemampuan di depan khalayak ramai.
122
BAB V KESIMPULAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah peneliti lakukan, maka peneliti dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Upaya Pondok pesantren Hidayatul Mubtadiien dalam pembinaan akhlak masyarakat Kalibening Pesantren Hidayatul Mubtadiien melaksanakan beberapa upaya dalam membina akhlak. Diantaranya: a.
Penyiaran dan tabligh
1) Pengajian lapanan rijalul anshar yang diikuti oleh pemuda masyarakat sekitar. 2)
Pengajian Rabu pahing yang diikuti oleh para alumni pesantren.
3)
Haflah akhirusanah yang diikuti oleh seluruh lapisan masyarakat.
b.
Pendidikan dan Pengajaran
1) Pengadaan madrasah yang dimulai dari TPA sampai masrasah aliyah yang diikuti oleh santri dan masyarakat sekitar. 2) Pengajian kitab kilat pada bulan Ramadhan yang tidak hanya diikuti oleh santri tetapi juga masyarakat sekitar. 3) Mengadakan tadarus bersama pada hari Minggu sore yang diikuti oleh anak-anak TPA masyarakat Kalibening setiap bulan Ramadhan. 4) Membuat lingkungan menjadi baik. 107
123
c.
Pembinaan kesejahteraan umat
1) Menyelenggarakan zakat. 2) Menyelenggarakan qurban. 2. Hambatan yang dihapai pengurus Pondok pesantren Hidayatul Mubtadiien dalam pembinaan akhlak masyarakat Kalibening Ada beberapa hambatan yang dialami Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien dalam membina akhlak masyarakat, diantaranya adalah: a. Masyarakat belum sadar sepenuhnya untuk menyekolahkan anak di madrasah Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien. b. Bagi anak yang sudah mengikuti sekolah formal masih merasa malu untu belajar lagi di pesantren karena merasa sudah besar dan tidak pantas untuk belajar lagi. c. Kurang tenaga pengajar. d. Kurangnya
pengalaman
santri
dalam
berkomunikasi
dengan
masyarakat. e. Kesulitan dalam menangani masyarakat yang bandel. 3. Motivasi yang diberikan pengurus Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien dalam pembinaan akhlak masyarakat Kalibening Untuk mengatasi hambatan yang dialami, pengurus Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien melakukan cara: a. Memberikan teladan yang baik secara langsung. b. Semua pemuda yang mempunyai kompetensi belajar bisa menyalurkan pengetahuannya itu di madrasah.
124
c. Bagi santri madrasah yang banyak hafal dalam pengahafalannya maka pada akhirusanah akan ditampilkan. B. Saran-saran Berdasarkan hasil penelitian dan analisa peneliti terhadap pembinaan akhlak masyarakat, peneliti dapat memberikan saran-saran sebagai berikut: a.
Bagi pengasuh, pengurus dan Asatidz 1)
Agar pihak pendidik mempunyai trik-trik khusus yang bisa memikat masyarakat untuk ikut dalam pembinaan akhlak.
2) Agar pihak pesantren melakukan trobosan baru supaya kesadaran dan motivasi masyarakat bisa tumbuh kembali sehingga pesantren dapat melaksanakan pembinaan akhlak dengan maksimal. 3) Agar lebih maksimal dalam mencetak kader-kader baru di pesantren agar pesantren mempunyai asatidz yang cukup sehinggga pembinaan akhlak dapat terlaksanakan sepenuhnya. Bagi santri 1) Agar lebih banyak belajar lagi dalam bermasyarakat sehingga hubungan santri dengan masyarakat sekitar pondok pesantren lebih akrab. 2) Tunjukkanlah kepada masyarakat bahwa kalian adalah santri yang bisa dibanggakan.