PERANAN GURU AKIDAH AKHLAK DALAM PEMBINAAN KARAKTER SANTRI DI PONDOK PESANTREN AL-WASHLIYAH GADING TANJUNGBALAI
Oleh
SITI AISYAH NIM 92214033360
Program Studi Pendidikan Islam
PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA MEDAN 2016
PERSETUJUAN Tesis Berjudul:
PERANAN GURU AKIDAH AKHLAK DALAM PEMBINAAN KARAKTER SANTRI DI PONDOK PESANTREN AL-WASLIYAH GADING TANJUNGBALAI
Oleh:
SITI AISYAH NIM. 92214033360 Program Studi Pendidikan Agama Islam Dapat Disetujui dan Disahkan Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan (M.Pd) pada Program Studi Pendidikan Islam Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan
Medan, Agustus 2016
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. Al-Rasyidin, M.Ag NIP. 19670120 199403 1 001
Dr. Achyar Zein, M.Ag NIP. 19670216 199703 1 001
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Siti Aisyah
NIM
: 92214033360
Tempat/Tgl. Lahir
: Pulau Buaya/14 Agustus 1967
Pekerjaan
: Guru MTs Al Badar Kota Tanjungbalai
Alamat
: Jl. Merak LK. IV Kelurahan Beting Kuala Kapias Keamatan Teluk Nibung Kota Tanjungbalai
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul “Peranan Guru Akidah Akhlak Dalam Pembinaan Karakter Santri Di Pondok Pesantren Al-Wasliyah Gading Tanjungbalai” benar karya asli saya, kecuali kutipan-kutipan yang disebutkan sumbernya. Apabila terdapat kesalahan dan kekeliruan di dalamnya, sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya. Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.
Medan,
Agustus 2016
Yang Membuat Pernyataan
Siti Aisyah NIM. 92214033360
ABSTRAK NAMA NIM Tempat/ Tangal lahir No. Alumni IPK Yudisium Judul Tesis
: SITI AISYAH : 92214033360 : Pulau Buaya, 14 Agustus 1967 : : : :Peranan Pendidikan Agama Islam Dalam Pembinaan Karakter Santri di Pondok Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjungbalai
Pembimbing
: 1. Prof. Dr. Al Rasyidin, M.Ag 2. Dr. Achyar Zein, M.Ag : Amran purba : Rahimah Lubis
Nama Ayah Nama Ibu
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keterlibatan guru Akidah Akhlak dalam pembinaan karakter santri, Program pembinaan karakter santri yang dilakukan oleh guru , Bentuk kegiatan yang dilakukan guru Akidah Akhlak dalam pembinaan karakter santri, Kendala yang dihadapi guru Akidah Akhlak dalam pembinaan karakter santri, dan Upaya guru Akidah Akhlak mengatasi kendala pembinaan karakter santri di Pondok Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjungbalai. Penelitian ini adalah menggunakan metode penelitian kualitatif dalam rangka mengungkapkan secara mendalam data dan fakta tentang peranan pendidikan Agama Islam dalam pembinaan karakter santri di Pondok Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjungbalai. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan wawancara, observasi, dan kajian dokumen. Kemudian data dianalisis dengan langkah reduksi data, pemaparan data, dan penarikan kesimpulan. Dalam hal ini data diperiksa dengan teknik kredibilitas, dependabilitas, kompirmabilitas, dan transperabilitas. Hasil penelitian ini adalah : pertama, guru Madrasah Tsanawiyah Pesantren AlWashliyah Gading Tanjungbalai, melakukan pembinaan yang dilakukan dengan memberikan pemahaman dan penegasan kepada santri agar santri benar-benar memahami dan mampu melaksanakan atau mengamalkan ajaran agama dalam kehidupannya seharihari. Kedua, upaya pembinaan karakter siswa melalui program pembinaan karakter santri di Madrasah Tsanawiyah Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjungbalai yaitu (a)dengan menanamkan nilai-nilai keimanan dalam diri santri, (b) membimbing santri di madrasah untuk dapat mengamalkan ibadah agama, (c) membiasakan santri untuk berperilaku baik sesuai mengamalkan ajaran agama, (d) memberikan pengawasan terhadap perilaku santri khususnya di lingkungan pesantren. Ketiga, bentuk kegiatan yang dilakukan oleh guru mata pelajaran Akidah Akhlak dalam pembinaan karakter santri di Madrasah Tsanawiyah Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjungbalai dengan melaksanakan tindakan yaitu: (a) memberikan contoh teladan yang baik pada santri, (b) memberikan nasehat pada santri ketika waktu-waktu tertentu (Kurikuler dan ekstrakurikuler maupun pada saat berlangsungnya penyampaian materi pelajaran Akidah Akhlak di kelas, dan (c) melakukan diskusi dengan santri. Keempat, kendala yang dihadapi dalam membina karakter santri adalah kurangnya kesadaran santri untuk melaksanakan perilaku pengamalan ajaran agama. Kelima, upaya yang lakukan untuk mengatasi kendala yaitu, memberi pemahaman kepada santri bahwa perilaku karakter yang baik tidak hanya kewajiban orang dewasa,
santri yang belum dewasa juga dilatih untuk melaksanakan berperilaku yang baik agar santri terbiasa untuk menjaga perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.
ABSTRACT NAME NIM Place, Date of Birth No. Alumni IPK Yudisium Thesis title
: SITI AISYAH : 92214033360 : Pulau Buaya, August 14th, 1967 : : : :Peranan Pendidikan Agama Islam Dalam Pembinaan Karakter Santri di Pondok Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjungbalai
Thesis Adviser
: 1. Prof. Dr. Al Rasyidin, M.Ag 2. Dr. Achyar Zein, M.Ag : Amran Purba : Rahimah Lubis
Father’s Name Mother’s Name
The purpose of this study was to determine the involvement of teachers Aqeedah Morals in character building of students, programs character building of students is done by teachers, form of activity that teachers do Aqeedah Morals in character building of students, constraints faced by teachers Aqeedah Morals in character building of students, and the efforts of teachers Aqeedah Morals overcome character building of students in Pondok Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjungbalai. This research is using qualitative research methods in order to reveal in-depth data and facts about the role of Islamic education in character building of students in Pondok Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjungbalai. The technique of collecting data using interviews, observation and document review. Then the data were analyzed with data reduction step, exposure data, and drawing conclusions. In this case the data is checked by the technical credibility, dependability, kompirmabilitas, and transperabilitas. The results of this study are: first, teachers MTs Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjungbalai, doing coaching is done by giving understanding and affirmation to students so that students truly understand and be able to implement or practice the teachings of religion in everyday life. Second, for enhancing the character of students through character building of students in MTs Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjungbalai is (a) to instill the values of faith in themselves students,(b) guiding students in madrassas to be able to practice religious worship, (c) familiarize students to behave in accordance the teachings of religion, (d) to provide oversight of the behavior of students, especially in boarding schools. Thirdly, the shape of the activities undertaken by the subject teachers Aqeedah Morals in character building of students in MTs Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjungbalai to implement the action are: (a) provide exemplary in students, (b) advising students when the time certain -time (curricular and extracurricular as well as at the time of the delivery of the subject matter Aqeedah Morals in the class, and (c) a discussion with the students. Fourth, the obstacles encountered in building the character of students is the lack of awareness of students to carry out the practice behavior of religious teachings. Fifth, efforts to do to overcome the obstacles, namely, to give understanding to students
that good character traits not only the obligation of adults, students who are minors are also trained to carry out the good behavior so that students are accustomed to keep his behavior in everyday life.
اﻟﻤﻠﺨﺺ
:ﺳﺘﻲ ﻋﺎﺋﺴﺔ
اﻹﺳﻢ
ﻣﻜﺎن وﺗﺎرﯾﺦ اﻟﻤﯿﻼد :ﻓﻮ ﻟﻮ ﺑﻮا ﯾﺎ ١۴ ,اﻏﺴﻄﻮس ١٩۶٧ طﺎﻟﺐ رﻗﻢ اﻟﮭﻮﯾﺔ ٩٢٢١۴٠٣٣٣۶٠ : ﺑﺮﻧﺎﻣﺞ اﻟﺪراﺳﺎت :اﻟﺘﺮﺑﯿﺔاﻹﺳﻼﻣﯿﺔ ﻋﻨﻮان اﻟﺮﺳﺎﻟﺔ
:دوراﻟﺘﺮﺑﯿﺔاﻹﺳﻼﻣﯿﺔﻓﻲ اﻟﻄﻼب اﻷﺣﺮﻓﺎﻟﺘﻨﻤﯿﺔﻓﻲ ﻣﻌﮭﺪاﻟﻮﺻﻞ ﻛﺎد ﻧﺞ ﺗﻨﺠﻨﺞ ﺑﺎﻟﻲ
اﻟﻤﺸﺮف اﻷول
:اﻟﺒﺮوﻓﯿﺴﻮراﻟﺪﻛﺘﻮراﻟﺮﺷﺪﯾﻦM.Ag .
اﻟﻤﺸﺮف اﻟﺜﺎﻧﻲ
:اﻟﺪﻛﺘﻮر اﺧﯿﺎر زﯾﻦM.Ag،
اب
:اﻣﺮان ﻓﻮرﺑﺎ
ام
:راﺣﯿﻤﮫ ﻟﻮ ﺑﺲ وﻛﺎن اﻟﻐﺮض ﻣﻦ ھﺬه اﻟﺪراﺳﺔ ھﻮ ﺗﺤﺪﯾﺪ إﺷﺮاك اﻟﻤﻌﻠﻤﯿﻦ اﻷﺧﻼق اﻟﻌﻘﯿﺪة
ﻓﻲ ﺑﻨﺎء ﺷﺨﺼﯿﺔ اﻟﻄﺎﻟﺐ ،وﯾﺘﻢ ذﻟﻚ ﺑﻨﺎء ﺑﺮاﻣﺞ ﺷﺨﺼﯿﺔ اﻟﻄﻼب ﻣﻦ ﻗﺒﻞ اﻟﻤﻌﻠﻤﯿﻦ ،ﺷﻜﻞ ﻣﻦ أﺷﻜﺎل اﻟﻨﺸﺎط اﻟﺬي ﯾﻔﻌﻞ اﻟﻤﺪرﺳﻮن اﻷﺧﻼق اﻟﻌﻘﯿﺪة ﻓﻲ ﺑﻨﺎء
ﺷﺨﺼﯿﺔ اﻟﻄﺎﻟﺐ ،واﻟﻘﯿﻮد ﻣﻦ ﻗﺒﻞ اﻟﻤﻌﻠﻤﯿﻦ اﻷﺧﻼق اﻟﻌﻘﯿﺪة اﻟﺘﻲ ﺗﻮاﺟﮭﮭﺎ ﻓﻲ ﺑﻨﺎء ﺷﺨﺼﯿﺔ اﻟﻄﺎﻟﺐ ،وﺟﮭﻮد اﻟﻤﻌﻠﻤﯿﻦ اﻷﺧﻼق اﻟﻌﻘﯿﺪة اﻟﺘﻐﻠﺐ ﻋﻠﻰ ﺑﻨﺎء ﺷﺨﺼﯿﺔ اﻟﻄﻼب ﻓﻲ ﻓﯿﻤﻌﮭﺪاﻟﻮﺻﻠﯿﺔ ﻛﺎدﻧﺞ ﺗﻨﺠﻨﺞ ﺑﺎﻟﻲ ھﺬا اﻟﺒﺤﺚ ﺑﺎﺳﺘﺨﺪام طﺮق اﻟﺒﺤﺚ اﻟﻨﻮﻋﻲ ﻣﻦ أﺟﻞ اﻟﻜﺸﻒ ﻋﻦ اﻟﺒﯿﺎﻧﺎت واﻟﺤﻘﺎﺋﻖ ﻣﺘﻌﻤﻘﺔ ﺣﻮل دور اﻟﺘﺮﺑﯿﺔ اﻹﺳﻼﻣﯿﺔ ﻓﻲ ﺑﻨﺎء ﺷﺨﺼﯿﺔ اﻟﻄﻼب ﻓﻲ ﻓﯿﻤﻌﮭﺪاﻟﻮﺻﻠﯿﺔﻛﺎدﻧﺞ ﺗﻨﺠﻨﺞ ﺑﺎﻟﻲ.أﺳﻠﻮب ﺟﻤﻊ اﻟﺒﯿﺎﻧﺎت ﺑﺎﺳﺘﺨﺪام اﻟﻤﻘﺎﺑﻼت واﻟﻤﻼﺣﻈﺔ وﻣﺮاﺟﻌﺔ اﻟﻤﺴﺘﻨﺪات .ﺛﻢ ﺗﻢ ﺗﺤﻠﯿﻞ اﻟﺒﯿﺎﻧﺎت ﻣﻊ ﺧﻄﻮة ﺗﺨﻔﯿﺾ اﻟﺒﯿﺎﻧﺎت ،واﻟﺘﻌﺮض ،واﺳﺘﺨﻼص اﻟﻨﺘﺎﺋﺞ .ﻓﻲ ھﺬه اﻟﺤﺎﻟﺔ ﯾﺘﻢ اﻟﺘﺤﻘﻖ ﻣﻦ اﻟﺒﯿﺎﻧﺎت اﻟﺘﻘﻨﯿﺔ اﻟﻤﺼﺪاﻗﯿﺔ واﻻﻋﺘﻤﺎدﯾﺔ. ﻧﺘﺎﺋﺞ ھﺬه اﻟﺪراﺳﺔ ھﻲ :أوﻻ ،ﯾﺘﻢ اﻟﻤﻌﻠﻤﯿﻦ اﻟﻨﻈﺎم اﻟﺘﺠﺎري اﻟﻤﺘﻌﺪد اﻷطﺮاف ﻓﯿﻤﻌﮭﺪاﻟﻮﺻﻠﯿﺔﻛﺎدﻧﺞ ﺗﻨﺠﻨﺞ ﺑﺎﻟﻲ اﻟﻘﯿﺎم اﻟﺘﺪرﯾﺐ ﻣﻦ ﺧﻼل إﻋﻄﺎء اﻟﺘﻔﺎھﻢ واﻟﺘﺄﻛﯿﺪ ﻋﻠﻰ اﻟﻄﻼب ﺑﺤﯿﺚ اﻟﻄﻼب ﻋﻠﻰ ﻓﮭﻢ ﺣﻘﺎ وﺗﻜﻮن ﻗﺎدرة ﻋﻠﻰ ﺗﻨﻔﯿﺬ أو ﻣﻤﺎرﺳﺔ ﺗﻌﺎﻟﯿﻢ اﻟﺪﯾﻦ ﻓﻲ اﻟﺤﯿﺎة اﻟﯿﻮﻣﯿﺔ .ﺛﺎﻧﯿﺎ ،ﻟﺘﻌﺰﯾﺰ اﻟﻄﺎﺑﻊ اﻟﻄﻼب ﻣﻦ ﺧﻼل ﺑﻨﺎء ﺷﺨﺼﯿﺔ اﻟﻄﻼب ﻓﻲ اﻟﻨﻈﺎم اﻟﺘﺠﺎري اﻟﻤﺘﻌﺪد اﻷطﺮاف ﻓﯿﻤﻌﮭﺪاﻟﻮﺻﻠﯿﺔ ﻛﺎدﻧﺞ ﺗﻨﺠﻨﺞ ﺑﺎﻟﻲ ھﻮ)ا( ﻏﺮس اﻟﻘﯿﻢ اﻹﯾﻤﺎﻧﯿﺔ ﻓﻲ ﺣﺪ ذاﺗﮭﺎ اﻟﻄﻼب)،ب( وﺗﻮﺟﯿﮫ اﻟﻄﻼب ﻓﻲ اﻟﻤﺪارس ﻟﺘﻜﻮن ﻗﺎدرة ﻋﻠﻰ ﻣﻤﺎرﺳﺔ اﻟﺸﻌﺎﺋﺮ اﻟﺪﯾﻨﯿﺔ) ،ج( ﺗﻌﺮﯾﻒ اﻟﻄﻼب ﻋﻠﻰ اﻟﺘﺼﺮف وﻓﻘﺎ ﺗﻌﺎﻟﯿﻢ اﻟﺪﯾﻦ) ،د( ﻟﺘﻮﻓﯿﺮ اﻹﺷﺮاف ﻋﻠﻰ ﺳﻠﻮك اﻟﻄﻼب ،وﺧﺎﺻﺔ ﻓﻲ اﻟﻤﺪارس اﻟﺪاﺧﻠﯿﺔ .ﺛﺎﻟﺜﺎ ،ﺷﻜﻞ اﻷﻧﺸﻄﺔ اﻟﺘﻲ ﺗﻀﻄﻠﻊ ﺑﮭﺎ ﻣﺪرﺳﻲ اﻟﻤﻮاد اﻟﻌﻘﯿﺪة اﻷﺧﻼق ﻓﻲ ﺑﻨﺎء ﺷﺨﺼﯿﺔ اﻟﻄﻼب ﻓﻲ اﻟﻨﻈﺎم اﻟﺘﺠﺎري اﻟﻤﺘﻌﺪد اﻷطﺮاف ﻓﯿﻤﻌﮭﺪاﻟﻮﺻﻠﯿﺔ ﻛﺎدﻧﺞ ﺗﻨﺠﻨﺞ ﺑﺎﻟﻲ ﻟﺘﻨﻔﯿﺬ اﻟﻌﻤﻞ ھﻲ) :أ( ﺗﻮﻓﯿﺮ ﻣﺜﺎﻻ ﯾﺤﺘﺬى ﺑﮫ ﻟﺪى اﻟﻄﻼب) ،ب( ﺗﻘﺪﯾﻢ اﻟﻤﺸﻮرة
ﻟﻠﻄﻼب ﻋﻨﺪﻣﺎ ﯾﺤﯿﻦ اﻟﻮﻗﺖ ﺑﻌﺾ ﻣﺘﻔﺮﻏﺎ )اﻟﻤﻨﺎھﺞ اﻟﺪراﺳﯿﺔ وﻛﺬﻟﻚ ﻓﻲ وﻗﺖ ﺗﻘﺪﯾﻢ ﻟﻠﻤﻮﺿﻮع اﻷﺧﻼق اﻟﻌﻘﯿﺪة ﻓﻲ اﻟﺼﻒ ،و )ج( ﻣﻨﺎﻗﺸﺔ ﻣﻊ اﻟﻄﻼب .اﻟﺮاﺑﻊ، واﻟﻌﻘﺒﺎت اﻟﺘﻲ واﺟﮭﺘﮭﺎ ﻓﻲ ﺑﻨﺎء ﺷﺨﺼﯿﺔ اﻟﻄﺎﻟﺐ ھﻮ ﻋﺪم وﺟﻮد وﻋﻲ اﻟﻄﻼب ﻟﺘﻨﻔﯿﺬ اﻟﺴﻠﻮك ﻣﻤﺎرﺳﺔ اﻟﺘﻌﺎﻟﯿﻢ اﻟﺪﯾﻨﯿﺔ .ﺧﺎﻣﺴﺎ ،ﺟﮭﻮد اﻟﻘﯿﺎم ﺑﮫ ﻟﺘﺬﻟﯿﻞ اﻟﻌﻘﺒﺎت، وھﻤﺎ ،ﻹﻋﻄﺎء اﻟﻔﮭﻢ ﻟﻠﻄﻼب أن اﻟﺼﻔﺎت اﻟﺸﺨﺼﯿﺔ ﺟﯿﺪة ﻟﯿﺲ ﻓﻘﻂ واﺟﺐ اﻟﻜﺒﺎر ،واﻟﻄﻼب اﻟﺬﯾﻦ ﺗﻢ ﺗﺪرﯾﺒﮭﻢ أﯾﻀﺎ ﻋﻠﻰ ﺗﻨﻔﯿﺬ اﻟﺴﻠﻮك اﻟﺠﯿﺪ اﻟﻘﺼﺮ ﺣﺘﻰ ﯾﺘﻤﻜﻦ اﻟﻄﻼب اﻋﺘﺎدوا ﻋﻠﻰ اﻻﺣﺘﻔﺎظ ﺳﻠﻮﻛﮫ ﻓﻲ اﻟﺤﯿﺎة اﻟﯿﻮﻣﯿﺔ.
KATA PENGANTAR
Tiada kata yang pantas penulis ucapkan selain puji dan syukur kehadirat Allah swt, atas segala karunia dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul : Peranan Guru Akidah Akhlak Dalam Pembinaan Karakter Santri Di Pondok Pesantren Al-Wasliyah Gading Tanjungbalai Penelitian dan penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat penyelesaian program Magister Pendidikan Agama Islam pada Program Pascasarjana UIN SU Medan. Penulis telah melakukan upaya maksimal dalam penelitian dan penulisan ini, namun masih ada berbagai kelemahan dan kendala. Berkat pertolongan Allah swt, dan dorongan dari berbagai pihak, kendala tersebut tidak menjadi penghambat yang berarti sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dan tesis ini. Atas dasar ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat yang setinggi-tingginya dan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada: 1. Bapak Prof. Dr. H. Saidurrahman, M.Ag selaku Rektor UIN Sumatera Utara, yang selalu mendukung terlaksananya program perkuliahan dengan baik. 2. Bapak Prof. Dr. H. Ramli Abdul Wahid, MA selaku Direktur Program Pascasarjana UIN Sumatera Utara Medan, yang selalu mendukung terlaksananya program perkuliahan dengan baik. 3. Bapak Prof. H. Saiful Akhyar Lubis, MA (Ketua Prodi Pendidikan Islam) pada Program Pascasarjana UIN Sumatera Utara yang telah mendukung mahasiswa PEDI untuk menyelesaikan tesis. 4. Bapak Prof. Dr. Al Rasyidin, M.Ag selaku Pembimbing I dan Bapak Dr. Achyar Zein, M.Ag selaku Pembimbing II yang banyak memberikan ilmu, serta selalu meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan kepada penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan. 5. Segenap dosen, pegawai serta Civitas Akademika Pascasarjana UIN Sumatera Utara Medan yang telah banyak memberikan bantuan fasilitas dan pelayanan mulai dari proses menjalani perkuliahan hingga penyelesaian tesis.
6. Kepala Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjungbalai yang telah mendukung dan memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian. 7. Bapak/Ibu guru dan seluruh santri Pesantren Al-Washliyah Gading yang telah membantu penyelesaian penelitian yang dilakukan. 8. Seluruh anggota keluarga tercinta yang turut memberikan bantuan moril dan materil, serta doa agar penulis dilancarkan dalam studi dan penyelesaian tesis ini. 9. Teman-teman seperjuangan pada Pascasarjana UIN Sumatera Utara Medan yang telah banyak memberikan kontribusi positif kepada penulis. 10. Semua pihak yang telah memberikan dukungan terhadap penyelesaian tesis ini. Penulis menyadari bahwa masih banyak kelemahan terhadap penmetodologi litian dan hasil penelitian ini, karena itu segala kritik dan saran diperlukan untuk perbaikan kesempurnaan tesis ini.
Medan, Penulis
Agustus 2016
Siti Aisyah NIM. 92214033360
PEDOMAN TRANSLITERASI A. Konsonan Fonem konsonan bahasa Arab, yang dalam tulisan Arab dilambangkan dengan huruf, dalam transliterasi ini sebagian dilambangkan dengan huruf dan sebagian dilambangkan dengan tanda, dan sebagian dengan huruf dan tanda sekaligus. Di bawah ini daftar huruf Arab dan transliterasinya.
B. Huruf Vokal Vokal bahasa Arab, seperti halnya bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal (monoftong) dan vokal rangkap (diftong). 1. Vokal Tunggal (monoftong): Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda dan harakat, transliterasinya adalah sebagai berikut:
C. Vokal Rangkap (diftong) Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara harakat dan huruf, transliterasinya adalah berupa gabungan huruf.
D. Vokal Panjang (Maddah) Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harakat dan huruf, transliterasinya berupa huruf dan tanda.
a
Dammah dan wau
E. Singkatan as
= ‘alaih as-salâm
h.
= halaman
H.
= tahun Hijriyah
M.
= tahun Masehi
Q.S.
= Alquran surat
ra.
= radiallah ‘anhu
saw.
= salla Alláh ‘alaih wa sallam
swt.
= subhanahu wu ta ‘ala
S.
= Surah
t.p.
= tanpa penerbit
t.t.
= tanpa tahun
t.t.p
= tanpa tempat penerbit
w.
= wafat
DAFTAR ISI Halaman SURAT PERNYATAAN ................................................................................. SURAT PERSETUJUAN ................................................................................ SURAT PENGESAHAN ................................................................................. ABSTRAKSI.................................................................................................... KATA PENGANTAR...................................................................................... PEDOMAN TRANSLITERASI ...................................................................... DAFTAR ISI ....................................................................................................
i
BAB I
1 1 14 14 15 15
: PENDAHULUAN ......................................................................... A. Latar Belakang Masalah............................................................. B. Fokus Masalah ........................................................................... C. Rumusan Masalah ...................................................................... D. Tujuan Penelitian ....................................................................... E. Manfaat Penelitian .....................................................................
BAB II : TELAAH TEORITIK TENTANG PENDIDIKAN AGAMA . ISLAM, PEMBINAAN KARAKTER, PONDOK PESANTREN DAN PENELITIAN TERDAHULU ........................................... A. Pendidikan Agama Islam ........................................................... 1. Pengertian Pendidikan Agama Islam ................................... 2. Tujuan,Fungsi dan Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam 3. Prinsip-prinsip Pembelajaran Pendidikan Agama Islam...... 4. Materi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam ................... B. Pembinaan Karakter................................................................... 1. Pengertian Karakter dan Pembinaan Karakter ..................... 2. Tujuan Pembinaan Karakter................................................. 3. Metode Pembinaan Karakter................................................ 4. Pembinaan Karakter Melalui Pendidikan Agama Islam ......
C. Pondok Pesantren....................................................................... 1. Pengertian Pondok Pesantren ............................................... 2. Tujuan Pondok Pesantren.....................................................
ii iii iv ix xi xv
18 18 18 24 30 31 33 33 37 41 44
46 46 50
3. Sistem Pembelajaran Pada Pondok Pesantren...................... 4. Pembinaan Karakter di Pondok Pesantren ........................... D. Kajian Terdahulu ....................................................................... BAB III : METODOLOGIPENELITIAN .................................................. A. Jenis Penelitian .......................................................................... B. Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................... C. Sumber Data .............................................................................. D. Teknik Pengumpulan Data ........................................................ E. Teknik Analisa Data .................................................................. F. Penyajian Data ........................................................................... G. Teknik Penjamin Keabsahan Data.............................................
52 61 64 67 67 68 70 72 74 75 76
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN........................... 79 A. Temuan Umum .......................................................................... 79 B. Temuan Khusus ......................................................................... 90 1.......................................................................................Keterlibatan Guru Akidah Akhlak Dalam pembinaan Karakter Santri Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjungbalai ......... 90 2.......................................................................................Upaya Guru Terhadap Pembinaan Karakter Santri Pesantren .................. Al-Washliyah Gading Tanjungbalai..................................... 95 3.......................................................................................Bentuk Kegiatan Pembinaan Karakter Santri Pesantren................... Al-Washliyah Gading Tanjungbalai..................................... 113 4.......................................................................................Kendala Pembinaan Karakter Santri................................................... 129 5.......................................................................................Upaya Mengatasi Kendala Pembinaan Karakter Santri................... 131 C. Pembahasan Hasil Penelitian..................................................... 134
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... A. Kesimpulan ................................................................................ B. Saran-saran ................................................................................
145 145 146
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
148
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masalah lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, anak kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Proses pembelajaran di dalam kelas diarahkan kepada kemampuan anak untuk menghafal informasi, otak anak dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi yang diingatnya itu untuk menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Akibatnya ketika anak didik kita lulus dari sekolah, mereka pintar secara teoritis, akan tetapi mereka miskin aplikasi.1 Berdasarkan peraturan pemerintah Nomor 19 tahun 2005 bab 1 pasal 1 ayat 6, standar proses pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan. Selain standar proses pendidikan ada beberapa standar lain yang diterapkan dalam standar nasional itu, yaitu standar kompetensi lulusan, standar isi, standar pendidik dan tenaga kependidikan, sttandar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian. Munculnya penetapan standar-standar tersebut di atas, tiada lain didorong untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pendidikan yang selama ini jauh tertinggal oleh Negara-negara lain. Dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan, standar proses pendidikan (SPP) memiliki peran yang sangat penting. Oleh sebab bagaimanapun idealnya standar isi dan standar lulusan serta standar-standar lainnya, tanpa didukung oleh standar proses yang memadai, maka standar-standar tersebut tidak memiliki nilai apa-apa. Dalam konteks itulah standar proses pendidikan merupakan hal yang harus mendapat perhatian bagi pemerintah. Dalam implementaasi standar proses pendidikan, guru merupakan komponen yang sangat penting. Sebab keberhasilan pelaksanaan proses pendidikan sangat bergantung pada guru sebagai ujung tombak. Oleh karena itulah upaya peningkatan kualitas pendidikan seharusnya dimulai dari pembenahan kemampuan guru. Salah satu kemampuan
1
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Estándar Proses Pendidikan. Cet.VII (Jakarta: Prenada Media Group, 2010), h. 1.
yang harus dimiliki guru adalah bagaimana merancang suatu strategi pembelajaran yang sesuai dengan tujuan atau kompetensi yang dicapai, karena kita yakin tidak semua tujuan bisa dicapai oleh hanya satu strategi tertentu. Hasil belajar dapat diartikan sebagai buah pencapaian peserta didik dalam mengerjakan tugas atau kegiatan pembelajaran, melalui penguasaan pengetahuan atau ketrampilan mata pelajaran di sekolah yang biasanya ditunjukkan dengan nilai test atau angka nilai yang diberikan oleh guru. Untuk lebih konkritnya dapat dirumuskan sebagai berikut: 1) hasil belajar adalah buah belajar yang dicapai oleh siswa ketika mengikuti dan mengerjakan tugas pembelajaran di sekolah, 2) hasil belajar adalah pencapaian nilai mata pelajaran berdasarkan kemampuan siswa dalam aspek pengetahuan, ingatan, aplikasi, sintesis dan evaluasi, 3) hasil belajar adalah nilai yang dicapai oleh siswa melaui ulangan atau ujian yang diberikan oleh guru. Dapat disimpulkan, hasil belajar adalah buah/output belajar atau nilai mata pelajaran yang dicapai oleh siswa melalui ulangan atau ujian yang diberikan oleh guru. Pencapaian hasil belajar siswa dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor dari dalam diri siswa (internal) maupun faktor dari luar (eksternal). Pertama, faktor yang ada pada diri individu itu sendiri atau disebut juga dengan faktor internal. Adanya pengaruh dari dalam diri siswa yang dapat memberikan perubahan. Perbuatan belajar adalah perubahan tingkahlaku individu yang diniati (dilandasi motivasi) dan disadarinya. Siswa harus merasakan adanya suatu kebutuhan untuk belajar dan berprestasi dan harus berusaha mengerahkan segala daya dan upaya untuk dapat mencapainya. Faktor yang datang dari dalam individu itu terdiri dari faktor fisiologis dan faktor psikologis. Faktor fisiologis meliputi kondisi fisik dan kondisi panca indera. Sedangkan faktor psikologis meliputi intelegensi/kecerdasan, perhatian, minat, bakat, sikap dan kebiasaan belajar, cara belajar dan motivasi belajar. Arifin berpendapat sebagaimana dikutip oleh Wina Sanjaya bahwa, dalam evaluasi intruksional hasil belajar bukan sesuatu yang berdiri sendiri. Artinya hasil/output belajar merupakan hasil akumulasi dari berbagai pengaruh yang mempengaruhi siswa. Pengaruh tersebut bisa datang dari luar (faktor eksternal) dan bisa datang dari dalam diri siswa itu sendiri (faktor internal).2
2
Ibid., h. 4.
Pondok Pesantren Al-Washliyah sebagai sebuah lembaga pendidikan dimaksudkan untuk mempertahankan nilai-nilai keislaman dengan titik berat pada pendidikan. Pondok Pesantren Al-Washliyah berusaha untuk mendidik para santri dan santriwati yang belajar pada pesantren tersebut diharapkan dapat menjadi orang-orang yang mendalami pengetahuan keislamannya. Kemudian mereka dapat mengajarkannya kepada masyarakat, dimana para santri dan santriwati kembali setelah selesai menamatkan pelajarannya di pesantren. Karena itu, Pondok pesantren al-washliyah mampu menghidupkan fungsi-fungsi sebagai berikut: 1. Pesantren sebagai lembaga pendidikan yang melakukan transfer ilmu-ilmu agama dan nilai-nilai Islam 2. Pesantren sebagai lembaga keagamaan yang melakukan kontrol sosial 3. Pesantren sebagai lembaga keagamaan yang melakukan rekayasa sosial atau perkembangan masyarakat. Semua itu, hanya bisa dilakukan jika Pondok Pesantren Al-Washliyah mampu melakukan proses perawatan tradisi-tradisi yang baik dan sekaligus mengadaptasi perkembangan keilmuan baru yang lebih baik, sehingga mampu memainkan peranan sebagai agent of change. Langkah ke arah tersebut tampaknya telah dilakukan pondok pesantren melalui sikap akomodatif terhadap perkembangan teknologi modern dengan tetap menjadikan kajian agama sebagai rujukan segalanya. Kemampuan adaptatif pesantren atas perkembangan zaman justru memperkuat eksistensinya sekaligus menunjukkan keunggulannya.3 Keunggulan tersebut terletak pada kemampuan Pondok Pesantren Al-Washliyah menggabungkan kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual. Dari pesantren sejatinya lahir manusia paripurna yang membawa masyarakat (Negara) ini mampu menapaki modernitas tanpa kehilangan akar spritualitasnya. Pesantren, jika dibandingkan dengan lembaga pendidikan yang pernah muncul di Indonesia, merupakan system pendidikan tertua saat ini dan dianggap sebagai produk budaya Indonesia yang Indigenous (Pribumi). Pendidikan ini semula merupakan pendidikan agama Islam yang dimulai sejak munculnya masyarakat Islam di Nusantara pada abad ke-13.
3
Ibid., h. 22.
Beberapa abad kemudian
dalam pelaksanaan pendidikan ini semakin teratur
dengan munculnya tempat-tempat pengajian. Bentuk ini kemudian berkembang dengan pendirian tempat-tempat menginap bagi para pelajar (santri/santriwati), yang kemudian disebut pesantren. Meskipun bentuknya masih sangat sederhana, pada waktu itu pendidikan pesantren merupakan satu-satunya lembaga pendidikan yang terstruktur, sehingga pendidikan ini dianggap bergengsi. Di lembaga inilah kaum muslimin Indonesia mendalami doktrin dasar Islam, khususnya menyangkut praktek kehidupan keagamaan. 4 Pengembangan model pendidikan formal di Pondok Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjungbalai mengadopsi pesantren seperti dari pesantren Usman Syarif, pesantren atTayyiban, pesantren Musthafawiyah dalam hal ini dalam bidang kajian kitab kuning. Kemudian
Pondok
Pesantren
Al-Washliyah
Gading
Tanjungbalai
juga
mengembangkan pendidikan modern yang tidak hanya sekadar menggunakan metode pembelajaran klasik dengan mengadopsi pendidikan modern seperti Gontor Ponorogo Indonesia daerah Jawa Timur, Pesantren Daar al-‘Arafah di daerah Deli Serdang dan Pesantren ar-Raudhatul Hasanah Paya Bundung Medan Selayang.5 Pondok Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjungbalai mempunyai berbagai garis struktural dalam menjalankan roda pendidikannya baik dalam kegiatan formal maupun kegiatan non formal dalam garis strukturalnya Pondok Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjungbalai mempunyai visi dan misi, yakni:
Visi
Pesantren Al Jami’atul Washliyah Kelurahan Gading Tanjungbalai Unggul Dalam Prestasi ,Terampil Dalam Ibadah
Misi 1. Menumbuhkembangkan lingkungan dan prilaku relegius sehingga siswa dapat mengamalkan dan menghayati agamanya secara nyata 2. Menumbuhkembangkan prilaku terpuji dan praktek secara nyata sehingga siswa dapat menjadi teladan bagi teman dan masyarakatnya 3. Menyelenggarakan
pengembangan
dirisehingga
siswa
dapat
berkembang sesuai dengan minat dan bakatnya
4
M.Sulton Masyhud dan M.Khusnurdilo, Manajemen Pondok Pesantren (Jakarta: Diva Pustaka, cet. II, 2003), h. 1. 5 Gustami, Pimpinan Pondok Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjungbalai, di ruangan solat pesantren, pada hari Jumat Tanggal 20 Nopember 2015.
4. Menyelenggarakan
pendidikan
secara
efektif
sehingga
siswa
berkembang secara maksimal. Dalam mengembangkan visinya, Pondok Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjungbalai pada setiap bulannya melaksanakan kajian-kajian ilmiah yang berkenaan dengan arus globalisasi modernitas di antaranya mengkaji hukum-hukum syar’i, hukumhukum mahdhah dan ghairu mahdhah, pendidikan agama dan keagamaan kemudian pada setiap dua bulan sekali mengadakan kajian tentang kitab-kitab Islam klasik dan isu-isu kontemporer yang berkembang. Kitab-kitab klasik ini atau biasa disebut dengan kitab kuning merupakan tulisan ulama-ulama Islam pada zaman pertengahan.6 Pendidikan agama Islam dalam membangun dan membina karakter santri di Pondok Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjungbalai terbagi dalam dua kurikulum, pertama
kurikulum wajib yang diterapkan oleh kementerian agama Republik Indonesia.
Kedua kurikulum wajib yang diterapkan melalui pendidikan kepondokpesantrenan. Untuk mata pelajaran pendidikan agama Islam dari kementerian agama meliputi mata pelajaran Alquran hadis, Akidah akhlak, fikih dan sejarah kebudayaan Islam. Untuk kurikulum dari kepesantrenan adalah nahwu, sharaf, balaghah, ma’ani, bayan, ilmu badi’, ilmu manthiq, fikih, mahfudzat, insya’, tamrinat, tafsir al-bayan dan al-khat. Kepintaran dan kemahiran seorang santri diukur dari kemampuannya membaca serta mensyarahkan (menjelaskan) isi kitab-kitab tersebut. Hal ini dilakukan untuk tahu dan merupakan program wajib membaca sebuah kitab dengan baik dan benar terhadap santri dan santriwati Pondok Pesantren AlWashliyah Gading Tanjungbalai dituntut untuk mahir dalam ilmu-ilmu kepesantrenan. Dengan demikian, maka Pondok Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjungbalai mengkader para lulusannya untuk menjadi ulama yang dapat menghadapi berbagai tantangan di zaman modernisasi saat ini. Dengan dibekali pelajaran agama dari berbagai macam kitab-kitab klasik, maka pola pikir yang dikembangkan nantinya bagi para lulusan Pondok Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjungbalai dapat diterima oleh masyarakat luas dan dapat menjadikan suri tauladan yang baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Dalam pengembangannya visi Pondok Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjungbalai mempunyai berbagai macam program, seperti :
6
Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam di Indonesia (Bandung: Citapustaka Media, cet.2, 2001), h.
71.
1. Kepramukaan 2. Muhadatsah (Percakapan bahasa Arab yang dilaksanakan setiap hari selasa pagi dan jum’at pagi) 3. Muhadoroh (Pidato bahasa Arab dan bahasa Inggris) 4. Silat 5. Olah raga, seperti badminton, tenis meja, voli dan lain sebagainya. 6. Conversation (Percakapan bahasa Inggris yang dilaksanakan setiap hari jum’at artinya minggu pertama bahasa Arab minggu kedua bahasa Inggris) Dengan
banyaknya
berbagai
macam
kegiatan
ekstrakurikuler
program
pengembangan Pondok Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjungbalai tetap menjalankan sistem pendidikan nasional yang diterapkan oleh Kementerian Agama Kotamadya Tanjungbalai, ini dilakukan agar upaya penempatan dan penilaian terhadap status Pondok Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjungbalai mendapat nama yang bisa disejajarkan dengan madrasah-madrasah negeri lainnya. Pondok Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjungbalai berdiri di atas dan untuk semua golongan.7 Pondok Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjungbalai tidak mengajarkan salafiyah atau modern semata, namun kolaborasi (perpaduan) di antara pengembangan kurikulum salafiyah dan modern seperti : a)
Pada malam Selasa para santri mengadakan
muzakaroh yang dibimbing ketua
organisasi kesiswaan atau disebut dengan OPPA (organisasi Pondok Pesantren AlWashliyah Gading Tanjungbalai) adapun sistem muzakaroh ini dilaksanakan setelah habis shalat Isya sampai dengan jam 21.30. Hasil muzakaroh yang telah dirangkum ke dalam intisari pembahasan selanjutnya akan di tashih (perbaiki) ulang oleh Ustaz dan Ustazahnya (guru-guru). Muzakaroh (diskusi umum) yang dibahas adalah mengenai kitab kuning seperti : 1. Ihya ulumuddin 7
Moto Pondok Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjungbalai, Moto Pesantren yang dipakai bercirikan perpaduan antara Pondok Pesantren Salafiyah dan Pesantren Modern. Adapun yang dimaksud demikian adalah: Pondok Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjungbalai tidak mengajarkan ke-Muhammadiyahan atau Nahdlatul Ulama dan lain sebagainya, yang diajarkan adalah pendidikan dan disiplin bukan yang diajarkan tentang ikut aliran Muhammadiyah atau Nahdlatul Ulama. Pondok Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjungbalai murni mengajarkan tentang kurikulum pendidikan kaderisasi ke Al-Washliyahan. Dengan demikian Pondok Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjungbalai tidak menganut salah satu paham/aliran. Demikian dikatakan “Pondok Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjungbalai adalah mencetak ulama yang berwawasan intelektual dan mengintelektualkan ulama”.
2. Tafsir al-Ahkam8 b) Pada malam Senin diadakan muhadoroh (pelatihan berpidato), ini dilakukan agar kiranya para santri dan santriwati tidak hanya handal dalam menulis namun juga handal dalam berbicara yang disampaikan melalui khotbah, ceramah agama, diskusi umum, tabligh akbar, perwiritan dan sebagainya. Para santri dan santriwati dididik secara terus-menerus, dengan demikian menjadikan momentum yang terindah bagi mereka bahwa selama ini mereka takut dengan adanya pelatihan berpidato kini mereka lebih menyukai dan cenderung untuk mensyiarkan ajaran agama melalui berbagai macam kegiatan dakwah nantinya. Kegiatan muhadoroh (Pelatihan Berpidato) ini dilaksanakan para santri dan santriwati dari kelas 1 sampai dengan kelas 5, adapun untuk kelas 6 mengadakan diskusi agama bersama para ustaz dan ustazah (guru-guru) yang telah ditunjuk oleh pimpinan Pondok Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjungbalai c)
Dwi bulanan diadakan pelatihan pengembangan kaligrafi yang dibimbing oleh Ust. Sofyan Pariruddin Pengembangan tilawatil Khat ini memadukan gagasan dari Drs.H.Sirajuddin Abbas, M.Ag (Pimpinan lembaga kaligrafi) yang berada di daerah jawa Barat tepatnya di daerah Garut dan Tasikmalaya. Perpaduan buku cetakan beliau dengan Pemenang lomba kaligrafi tingkat Provinsi Jawa Timur era tahun 1990-1993 yakni H.Misbahul Munir, S.Ag turut mendominasi dalam buku petunjuk dalam pengembangan cabang khat, baik itu kaligrafi Mushaf, Kaligrafi Dekorasi, Kolase, Kontemporer dan Kaligrafi Murni.
d) Kegiatan bedah kitab kuning yang diadakan setiap per tri wulan dalam satu semester yang diadakan pada awal bulannya juga termasuk kajian pembelajaran salafiyah, kajian pengembangan kitab kuning dalam metodologi sorogan dan wetonan diasuh oleh Ustazah Rusmah, S.Ag. beliau juga sebagai pengajar kitab tafsir tajwid, kegiatan ini dilaksanakan demi meningkatkan pemahaman serta penelaahan dari setiap pembahasan baik dari Bab Shalat sampai Bab Zakat para santri dan santri dituntut agar menghafal seluruh hadis-hadis yang berkenaan dengan Maddah (Pelajaran) tersebut. Dan untuk kitab ini merujuk kepada kitab Bidayatul Mujtahid (kitab yang mempelajari
8
Siti Habjiah, PKM Kurikulum dan Ibuk Asrama Putri Pondok Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjungbalai, di ruangan kantor PKM Kurikulum, Tanggal 24 Nopember 2015.
Ushul Fiqh) serta tidak lupa juga mengkaji tentang Mustholahatu al-Hadis. Dalam tafsir tajwid beliau juga mengajarkan tentang metode tafsir tajwid yang mengenalkan bacaan-bacaan (hukum qowaid qiro’atiyah) di antaranya adalah mar aridh lissukun, mad thab’I, mad lazim mukhaffaf kilmi, mad lazim harfi musyabba’ mad jaiz munfasil, idgham bighunnah, idgham bilaghunnah, idgham mutaqoribain, mad badal, ikhfa hakiki, ikhfa syafawi, iqlab, idzhar halqii. Peranan pendidikan agama Islam di Pondok Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjungbalai memiliki wadah atau sebagai tempat untuk menumbuhkembangkan kerangka berpikir yang matang. Pendidikan dan pembinaan karakter yang dibangun melalui pembelajaran pendidikan agama Islam seperti mata pelajaran Akidah akhlak merupakan cerminan untuk membangun dan membina karakter individual, salah satu untuk pembinaan karakter tersebut dalam peranannya adalah; 1.
Setiap santri memiliki sifat sopan santun terhadap para guru/ustaz dan ustazah (guruguru)
2.
Setiap santri membangun kerjasama antar teman dalam menumbuhkan semangat jiwa untuk belajar berkelompok
3.
Setiap santri memiliki daya tarik tersendiri dalam membangun jiwa yang bermandiri, berjiwa ikhlas dan sabar serta dapat menjalankan amanah yang dibebankan kepadanya melalui pengangkatan sebuah organisasi intra sekolah yang disingkat menjadi OSIS
4.
Setiap santri menggenarilisasikan pengembangan pembelajaran yang diorientasikan oleh guru-guru pendidikan agama Islam melalui kegiatan intra dan ekstra-kurikulernya Bila dilihat sekilas balik bahwa Pondok Pesantren Al-Washliyah Gading
Tanjungbalai menjadikan kader-kadernya sebagai seorang yang harus memiliki watak atau karakter yang baik (akhlak mahmudah). Keunikan yang terletak dalam peranan pendidikan agama Islam yang dikembangkan di Pondok Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjungbalai adalah : 1.
Pendidikan yang berorientasi kepada kader ke al-washliyahan.
2.
Pendidikan agama yang berasaskan pada aspek pengembangan syi’ar Islam
3.
Pendidikan yang berasumsikan pada pembentukan alumni yang bisa membawa masyarakat primitif menjadi masyarakat madani. Madani pada syari’ah dan madani pada tatanan ketauhidan
4.
Pendidikan
agama
dalam
pembentukan
tanggung
jawab,
kemandirian
dan
berkepribadian serta tangguh dalam keilmuan. 5.
Pendidikan agama yang mengembangkan sikap dan aspek pada visi dan misi Pondok Pesantren Al-Washliyah Gading di antaranya menumbuhkembangkan lingkungan dan prilaku religius sehingga para santri dapat mengamalkan dan menghayati agamanya secara nyata. Menumbuhkembangkan prilaku terpuji dan praktik secara nyata sehingga santri dan santriwati dapat menjadi teladan bagi teman dan masyarakatnya. Menyelenggarakan pengembangan diri sehingga santri dapat berkembang sesuai dengan minta dan bakatnya dan dengan menyelenggarakan pendidikan secara efektif sehingga santri dapat berkembang secara maksimal. Dalam perjalanannya santri dan santriwati dibekali ilmu agama dan terlatih dalam
kehidupan baik itu secara personalia maupun secara individual, dalam hal ini pengembangan tersebut dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan ekstra-kurikuler seperti mengadakan shalawat badar, shalawat nariyah. Dengan banyak melibatkan para santri dalam aktivitas atau kegiatan pengembangan dari adanya pembelajaran Pendidikan Agama Islam di kelas, maka terciptalah bahwa pengembangan tersebut adalah satu konsep untuk membina karakter santri yang lebih ekuivalen dan akuntabel. Peranan pendidikan agama Isam di sini sebagai tolok ukur dalam membangun sikap kemandirian para santri untuk mudah mendapatkan nilai-nilai kedudukan santri di depan masyarakat (dalam arti berbaur dengan masyarakat). Kegiatan pengembangan pendidikan agama Islam yang diatur
oleh Pondok
Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjungbalai yang pada inti dari visi dan misinya adalah: a. Tetap melaksanakan integritas penguatan zikir kepada Allah b. Mengedepankan kepada peningkatan budi daya membaca Alquran setiap hari, khususnya pada bulan Ramadhan. c. Melaksanakan praktik berpuasa setiap hari senin sebagai peningkatan dan pengembangan serta pemantapan sendi-sendi ruhaniyah dan spiritualitas individual Pada peringatan Isra’ mi’raj, Pondok Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjungbalai mengadakan perlombaan seminggu sebelum pelaksanaan atau peringatan tersebut, yakni : 1. Lomba azan 2. Busana Muslim
d. Hifzil quran untuk kategori golongan anak-anak 2 juz, dan golongan dewasa 25 juz. e. Khattil quran (kaligrafi)9 Pada bulan Muharram, kegiatan santri dan santriwati adalah mengadakan zikir akbar yang dilaksanakan di lingkungan pesantren dengan mengundang masyarakat setempat untuk dapat hadir. Hal-hal di atas merupakan pengembangan kegiatan pembelajaran ekstra-kurikuler yang didukung melalui kegiatan ko-kurikulernya. Kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan tersebut sebagai bagian dari pengaruh adanya pembelajaran pendidikan agama Islam. Dalam hal kegiatan, ko-kurikulernya, Pondok Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjungbalai diperbantukan oleh pembentukan kaderisasi dari organisasi otonomi khusus dari tingkat wilayah propinsi sumatera utara. Melalui anggota organisasi ke al-washliyahan serta forum pengembangan ke Al-Washliyahan, pendidikan agama Islam yang dibentuk di Pondok Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjungbalai benar-benar murni (dalam arti kependidikan dan pendidikannya berorientasi pada ortonom/organisasi otonomi khusus). Peranan pendidikan agama Islam yang diajarkan Pondok Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjungbalai kepada santri-santriwatinya adalah mengembangkan potensi untuk bisa mengembangkan atau eksplorasi dari adanya mata pelajaran akidah akhlak, karena esensi dari adanya mata pelajaran akidah akhlak ini adalah meningkatkan kompetensi karakter para santri dan santriwati dalam melaksanakan isi kandungan mata pelajaran akidah akhlak. Pondok Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjungbalai terus berupaya melakukan selebrasi pembinaan dan penyuluhan pembelajaran pendidikan agama Islamnya, hal ini tercantum pada aspek-aspek pengembangan pendidikan agama Islam di Pondok Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjungbalai, yakni: 1. Perencanaan pembelajaran pendidikan agama Islam yang dilaksanakan melalui kegiatan ekstra-kurikuler bertujuan mencapai peningkatan karakter santri dalam bermuhasabah (bertawasul/berteman) dengan sesama teman 2. Pelaksanaan pembelajaran pendidikan agama Islam diimplementasikan melalui misi pengembangan transfer of values, transfer of knowledge dan transfer of activities.
9
Sahbuddin, Dewan Majelis Guru dan Anggota Dewan Majelis Pengasuh Pondok Pesantren AlWashliyah Gading Tanjungbalai, di jalan menuju asram putra, Tanggal 25 Nopember 2015.
Artinya bahwa dalam implementasi tersebut, pendidikan agama Islam melalui materi ajar akidah akhlak dapat mengembangkan aspek-aspek (transfer of values, transfer of knowledge dan transfer of activities) dalam sisi transmisi ilmu dan keilmuan yang terkandung dalam pelajaran akidah akhlak 3. Penilaian/assessment pembelajaran pendidikan agama Islam terhadap pembinaan karakter santri berpola pada wawasan keilmuan mata rantai skeptis yang terjadi dalam lingkungan pondok pesantren, hal ini dimuat dalam kegiatan telaah/qiroatun kitab kuning sebagai nilai acuan dalam revisi pembelajaran akidah akhlak sebagaimana yang dijadikan acuan dasar dari kementerian agama Kota Tanjungbalai 4. Evaluasi sumatif dan formatif terhadap pembinaan karakter santri dilaksanakan sebagai upaya menimbulkan kecintaan santri terhadap mata pelajaran akidah akhlak, sehingga keterlibatan santri dalam mempelajari pendidikan agama Islam adalah mengungkapkan pola tingkah laku santri dalam menuntut ilmu Pembelajaran pendidikan agama Islam yang dilaksanakan di Pondok Pesantren AlWashliyah Gading Tanjungbalai dalam pembinaan karakter santri di sini adalah bersifat pembentukan dan pembinaan aspek kognisi tingkah laku santri terhadap guru-guru di pesantren. Dalam pembelajaran pendidikan agama Islam di Pondok pesantren al-washliyah Gading Tanjungbalai dalam pembinaan karakter santri dilaksanakan sebagai upaya untuk membendung nilai-nilai pendidikan Islam, karena identik Pondok Pesantren termasuk dalam konteks global adalah menciptakan santri dan santriwati yang siap untuk mengembangkan misi keislaman ke masyarakat, artinya bahwa akhlakul karimah santri merupakan satu asas pokok yang dipandang oleh masyarakat sebagai penguat dan perkokoh pembentukan agama Islam itu sendiri. Oleh karenanya dalam hal ini pembinaan akhlak yang diajarkan melalui pembelajaran pendidikan agama Islam terutama pada mata pelajaran akidah akhlak diperkuat oleh kegiatan pengembangan kurikulum di antaranya kajian kitab-kitab kuning, pelaksanaan pembelajaran pendidikan melalui kitab-kitab kuning ini mendudukkan nilainilai akhlak, seperti akhlak bersopan santun, akhlak saling tolong menolong, akhlak yang bersikap toleran, akhlak yang mampu mengemban amanah dengan demikian pembinaan akhlak santri tidak hanya sebatas melalui kurikulum wajib ajar dalam pembahasannya di kelas, tapi juga ada penguatan afektif, psikomotorik yang dicanangkan melalui penguatan
kitab-kitab kuning. Pembinaan akhlak santri dilaksanakan untuk membentuk santri yang mampu mengedepankan sifat tawadhu’ serta mampu mengembangkan tawadhu’ dalam kehidupan sehari-hari di Pondok pesantren terhadap aspek pembelajaran pendidikan agama Islam (intra-kurikuler) di setiap materi bahasan pokok.10 Pembinaan karakter santri dan santriwati dikembangkan untuk membiasakan santri dan santriwati melaksanakan ajaran pondok pesantren dalam persiapan menghadapi tantangan global peremajaan pada era global. Pembentukan dan pembinaan karakter santri dan santriwati sebagaimana yang telah diungkapkan pada sebelumnya adalah berupaya menciptakan kekondusifan sera menciptakan rasa kebersamaan dalam memahami perbedaan-perbedaan, baik itu perbedaan suku, budaya, ras, sifat, karena pada hakikatnya pondok pesantren al-washliyah itu sendiri menerima santri dan santriwati dari berbagai kalangan umat. Sehingga upaya untuk pengembangan dan pembinaan karakter santri dan santriwati tidak hanya berfokus pada penguatan kompetensi kurikulum umum, tapi juga kompetensi kurikulum agama. Beranjak dari catatan-catatan serta temuan awal studi peneliti dalam konteks keterlibatan serta efek adanya pendidikan agama Islam di Pondok Pesantren Al-Washliyah yang dikembangkan melalui orientasi dan nalar perkembangan, peneliti sangat berantusias penuh afektif mengangkat keunikan serta autobiokrasi dan autobiografi pendidikan dan kependidikan Islam yang dieksplorasikan oleh Pondok Pesantren Al-Washliyah dalam mencetak kader-kader Al-Washliyah serta masyarakat belajar setempat yang nantinya menjadi referensi atau rujukan utama dalam pengembangan dan peranan pendidikan agama Islam di Pondok Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjug Balai melalui sebuah judul : Peranan Pendidikan Agama Islam Dalam Pembinaan Karakter Santri Di Pondok Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjungbalai. B. Fokus Masalah Dari latar belakang masalah di atas, peneliti menemukan adanya permasalahan tentang peranan pendidikan agama Islam terhadap pembinaan karakter santri di Pondok Pesantren Al-Washliyah. Adapun fokus masalah yang dikaji dalam tesis ini adalah dikarenakan permasalahan-permasalahan yang berkaitan dalam pembinaan karakter santri
10
Gustami, Pimpinan Pondok Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjungbalai, di ruangan sholat pesantren, pada hari rabu Tanggal 20 Nopember 2015.
dipondok pesantren cukup luas maka penelitian ini hanya membatasi pada peranan PAI dalam
pembinaan karakter santri
di
Pondok Pesantren Al-Washliyah Gading
Tanjungbalai.Dalam konteks penelitian ini masalah tersebut difokuskan pada hal-hal berikut: 1.
Keikutsertaan dan keterlibatan guru-guru PAI dalam membina karakter santri dan santriwati melalui pendidikan agama Islam bidang akidah akhlak yang diajarkan, baik melalui
kegiatan
intra-kurikuler,
ekstra-kurikuler
dan
ko-kurikuler
dalam
pembelajaran pendidikan agama Islam melalui mata pelajaran akidah akhlak 2.
Kegiatan intra-kurikuler, ekstra-kurikuler dan ko-kurikuler pengembangan mata pelajaran akidah akhlak untuk pembinaan karakter yang diimplementasikan dalam kehidupan santri di lingkungan Pondok Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjungbalai.
3.
Metode-metode dan strategi pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam membina dan membangun karakter santri dan santriwati melalui pelajaran PAI Akidah Akhlak
4.
Evaluasi terhadap aktifitas pembinaan karakter santri untuk pembajaran PAI Akidah Akhlak di Pondok Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjungbalai.
C. Rumusan Masalah Masalah pokok penelitian ini adalah bagaimana peranan PAI dalam pembinaan karakter santri di Pondok Pesantren Al-Washliyah Gading.Kemudian secara khusus masalah tersebut dapat dirinci sebagai berikut: 1.
Bagaimana keterlibatan guru Akidah Akhlak dalam pembinaan karakter santri di Pondok Pesantren Al-Washliyah?
2.
Apa saja program yang diterapkan guru Akidah Akhlak dalam pembinaan karakter santri di Pondok Pesantren Al-Washliyah?
3.
Apa bentuk-bentuk kegiatan yang dilakukan guru Akidah Akhlak dalam pembinaan karakter santri di Pondok Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjungbalai?
4.
Apa kendala yang dihadapi guru Akidah Akhlak dalam pembinaan karakter santri di Pondok Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjungbalai?
5.
Apa upaya yang dilakukan guru Akidah Akhlak mengatasi kendala pembinaan karakter santri di Pondok Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjungbalai?
D. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian dalam tesis ini adalah untuk mengetahui: 1.
Keterlibatan guru Akidah Akhlak dalam pembinaan karakter santri di Pondok Pesantren Al-Washliyah.
2.
Program pembinaan karakter santri yang dilakukan oleh guru di Pondok Pesantren AlWashliyah.
3.
Bentuk kegiatan yang dilakukan guru Akidah Akhlak dalam pembinaan karakter santri di Pondok Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjungbalai.
4.
Kendala yang dihadapi guru Akidah Akhlak dalam pembinaan karakter santri di Pondok Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjungbalai.
5.
Upaya guru Akidah Akhlak mengatasi kendala pembinaan karakter santri di Pondok Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjungbalai.
E. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian dalam tesis ini adalah terbagi menjadi 1.
Secara Teoritis a. Dapat meningkatkan dalam pembinaan karakter santri dan santriwati terhadap Pondok Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjungbalai melalui mata pelajaran akidah akhlak b. Dapat meningkatkan kredibilitas santri dan santriwati dalam menjalankan atau mentransformasikan materi ajar yang diajarkan oleh guru-guru terutama melalui mata pelajaran akidah akhlak yang ditanamkan dalam kehidupan sehari-hari terutama pada konsep pembinaan karakter itu sendiri
2.
Secara Praktis a. Bagi Guru atau Ustaz dan Ustazah 1)
Dapat
memotivasi
ustaz
dan
ustazah
untuk
lebih
meningkatkan
profesionalitasnya dalam mengajar dan mendidik anak-anak santri dan santriwati terutama dalam pembinaan dan pembentukan karakter santri dan santriwati
2)
Dapat meningkatkan kompetensi guru dalam memberikan pembelajaran yang lebih
berintegritas
dan
berinovasi
secara
degriditas
melalui
misi
pengembangan kader terhadap pembentukan dan pembinaan karakter santri dan santriwati 3)
Dapat meningkatkan esensitas dan inklusifitas ustaz dan ustazah dalam mendudukkan nilai-nilai pembelajaran pendidikan agama Islam melalui proses pembentukan dan pembinaan karakter santri dan santriwati yang Islami
4)
Dapat mengintegralkan satuan pendidikan dan pembelajaran yang lebih kompetitif dan mampu menghadapi daya saing terutama bagi pembentukan dan pengembangan karakter santri dan santriwati melalui mata pelajaran akidah akhlak, baik itu dalam kegiatan intra-kurikuler, ekstra-kurikuler dan kokurikuler.
b. Bagi Santri dan Santriwati 1)
Dapat meningkatkan pembentukan kepribadian/karakter santri dan santriwati terhadap pengembangan ajaran ke Pondok Pesantrenan Al-Washliyah Gading Tanjungbalai, terutama terhadap masyarakat di lingkungan pondok pesantren
2)
Dapat memberikan pengaruh positif terhadap kognisi santri dan santriwati dalam memahami isi/materi yang terkandung dalam nilai-nilai subjektifitas pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada pembentukan dan pembinaan karakter
3)
Dapat menjadikan santri dan santriwati mampu untuk mengembangkan sikap rasionalitas pembelajaran pendidikan agama Islam melalui pembentukan dan pembinaan karakter
c. Bagi Pondok Pesantren 1)
Dapat meningkatkan kerjasama yang lebih kooperatif dan koofesien dalam futurology pendidikan terutama dalam pengembangan, pembentukan dan pembinaan karakter
2)
Dapat menjadikan Pondok Pesantren Al-Washliyah yang lebih unggul, karena memiliki ruh Islami dalam pengembangan dan pembentukan mata ajar yang berhubungan pembentukan dan pembinaan karakter santri dan santriwati
d. Bagi Peneliti 1)
Dapat mengembangkan strategi pengembangan ajar terutama yang berkenaan dengan pembentukan dan pembinaan karakter santri dan santriwati lainnya
2)
Dapat berguna bagi penulis lainnya dalam meningkatkan pembinaan serta penyuluhan pengembangan materi ajar yang berhubungan dengan materi pembentukan dan pembinaan karakter santri dan santriwati
BAB II TELAAH TEORITIK TENTANG PENDIDIKAN AGAMA ISLAM, PEMBINAAN KARAKTER, PONDOK PESANTREN DAN PENELITIAN TERDAHULU A. Pendidikan Agama Islam 1. Pengertian Pendidikan Agama Islam Rumusan final tentang pendidikan
agama Islam yang digunakan sebagai
nomenklatur di dalam berbagai peraturan perundangan, kurikulum dan lainnya saat ini, adalah pendidikan yang materi ajarnnya terdiri dari Alquran hadis, Akidah akhlak, fikih dan sejarah kebudayaan Islam.11 Rumusan tentang pendidikan agama Islam ini diduga karena dipengaruhi oleh berbagai literature yang ditulis oleh ulama di Indonesia dan luar Indonesia tentang Islam. Di dalam buku al-Islam Aqidah wa Syari’ah, karangan Mahmud Syaltout (Mantan Syaikh/Rektor Universitas al-Azhar/Kairo) yang terbit tahun 1966, terdapat pengertian agama Islam (tanpa kata pendidikan, yaitu;
م وَ َﻛﻠﱠﻔَﮫُ ﺑِﺘَ ْﺒﻠِ ْﯿ ِﻐ ِﮫ.ھُﻮَ ِدﯾْﻦُ ﷲِ اﻟﺬِي اوﺻﻲ ﺑِﺘَﻌَﺎﻟِ ِﻤ ِﮫ ﻓِﻲ اوﺻُﻮْ ﻟِ ِﮫ وَ ﺷَﺮَ ا ِﻋ ِﮫ اﻟَﻲ اﻟﻨﱠﺒِﻲ ﻣُﺤَ ﻤﱠﺪ ص س ﻛَﺎﻓﱠﺔً وَ َد ْﻋ َﻮﺗُﮭُ ْﻢ اِﻟَ ْﯿ ِﮫ ِ ﻟﻠﻨﱠﺎ Artinya: Islam adalah agama Allah yang diwasiatkan melalui ajarannya yang terdapat pada pokok-pokok dan syari’at-syari’atnya kepada Nabi Muhammad saw., dengan mewajibkan untuk menyampaikannya kepada segenap umat manusia, serta mengajaknya kepada Islam.12 Rumusan tentang (pendidikan) agama Islam ini mirip dengan yang diberikan oleh Harun Nasution dalam bukunya Isla ditinjau dari Berbagai Aspeky jilid I. dalam buku ini, Harun Nasution berpendapat; Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan oleh Tuhan kepada masyarakat manusia melalui Nabi Muhammad saw. Sebagai rasul. Islam pada hakikatnya membawa ajaran-ajaran yang bukan hanya mengenai satu segi, tetapi mengenai berbagai segi dari kehidupan manusia.13
11
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2007 dalam Bab I, Ketentuan Umum, Pasal 1 ayat (2); Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab di Madrasah, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Isla, Kementerian Agama Republik Indonesia, 2008), h. 5-6. 12 Muhammad Syaltout, Al-Islam Aqidah wa Syariah. Cet III. (Mesir; Dár al-Qalám, 1996), h. 9. 13 Harun Nasution, Islam ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid I (Jakarta: UI Press, 1979), h. 24.
Selanjutnya Hamka dalam karyanya Pelajaran Agama Islam, dengan singkat mengartikan (pendidikan) agama Islam adalah agama yang diturunkan Tuhan dengan perantaraan Rasul-rasul-Nya, ialah member pimpinan bagi manusia di dalam usahanya memberi nilai hidupnya sendiri. Pengertian ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Nasruddin Razak yang mengatakan, bahwa:” Islam, ialah aagama Allah yang diturunkan kepada Rasul-rasul-Nya, sejak Nabi Adam hingga Nabi terakahir Muhammad saw.14 Selanjutnya dalam Ensiklopedi Islam dikatakan, bahwa Islam adalah agama samawi (langit) yang diturunkan oleh Allah swt. melalui utusan-Nya, Muhammad saw.yang ajaranajarannya terdapat dalam kitab suci Alquran dan sunnah dalam bentuk perintah-perintah, larangan-larangan dan petunjuk-petunjuk guna kebaikan manusia, baik di dunia maupun di akhirat.15 Di dalam pendapat para ahli tersebut tidak ada satupun yang menyebut kata pendidikan. Mereka semuanya hanya menyebut Islam, tanpa kosakata pendidikan. Kosa kata pendidikan Islam secara eksplisit dijumpai pada buku pendidikan dalam alam Indonesia merdeka. Dalam buku kosakata “pendidikan” yang dihubungkan dengan kata agama, diarahkan kepada suatu pembentukan, sehingga pendidikan agama harus menghasilkan suatu sikap hidup yang sesuai dengan kehidupan orang beragama. Dan sikap yang demikian hanya dapat diperoleh dalam suatu lingkungan yang seluruhnya selalu bernafaskan keagamaan dalam lingkungan keluarga, dalam suatu asrama, pesantren, atau lingkungan yang sangat khusus.16 Adapun yang berkaitan dengan ruang lingkup materi pendidikan agama Islam; Alquran hadis, fikih, akidah akhlak, dan sejarah kebudayaan Islam, tampaknya dipengaruhi oleh pengertian Islam sebagaimana dikemukakan beberapa tokoh tersebut di atas. Yaitu adanya unsur yang menciptakan agama tersebut, yakni Allah swt. unsur yang membawanyan, yakni Nabi Muhammad saw. dari adanya unsur ini, berimplikasi adanya Alquran dan Alsunnah. Selanjutnya dari pendapat yang mengatakan adanya berbagai aspek dalam pendidikan Islam, terkait dengan adanya aspek muamalah sebagaimana diatur dalam fikih, aspek etika pergaulan sebagaimana diatur dalam akhlak, dan aspek sejarah sebagaimana diakomodir dalam mata pelajaran sejarah kebudayaan Islam. 14
Hamka, Pelajaran Agama Islam. Jilid I (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), h. 11. Ridwan Kafrawi, Ensiklopedi Islam jilid ke-2 FAS-KAL. Cet.IV (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoove, 1997), h. 246. 16 Soegarda Poerbakawatja, Pendidikan Dalam Alam Indonesia Merdeka (Jakarta: Gunung Agung, 1970), h. 145. 15
Pengembangan materi pendidikan agama Islam selanjutnya tampak dipengaruhi oleh buku-buku tentang keislaman yang beredar di masyarakat, yaitu selain buku-buku keislaman yang disebut di atasa, juga buku mintaujihat al-Islam.17 Pendidikan agama dalam pembinaan mental menurut Zakiha Daradjat, pendapat ahli tentang pendidikan agama menurutnya adalah; 18 Pertama, bahwa rumusan tentang pendidikan agama Islam tergolong baru. Ia muncul seiring dengan lahirnya kajian Islam dalam kaitannya dengan kehidupan keagamaan di Indonesia. Kajian ini mulai intensif dan mendapat perhatian dari kalangan para ahli dan ulama Islam, pada akhir abad kedua puluh, terutama saat masyarakat dunia pada umumnya, dan masyarakat Indonesia pada khususnya semakin membutuhkan agama. Dalam berbagai kajian, pendidikan agama Islam sering dipersamakan dengan pendidikan Islam. Yang benar adalah, bahwa pendidikan agama Islam adalah bagian atau salah satu aspek dari pendidikan Islam, yaitu aspek pendidikan Islam yang secara khusus dalam hubungannya dengan Tuhan, dengan sesama manusia dan segenap makhluk lainnya. Sedangkan pendidikan Islam, selain mencakup pendidikan agama Islam, juga mencakup pendidikan lainnya yang bersifat universal; ilmu pengetahuan, teknologi, keterampilan, seni, kebudayaan, peradaban dan lain sebagainya. Kedua, bahwa rumusan tentang pendidikan agama Islam mengisyaratkan, bahwa dari sejak awal, pendidikan agama Islam bukanlah pengajaran agama Islam yang tekanannya pada aspek kognitif semata. Pendidikan agama Islam mengemban misi utama menghasilkan suatu sikap hidup yang sesuai dengan kehidupan orang beragama, sebagaimana yang demikian itu ditekankan oleh Soegarda Poerwakatja, sebagaimana dikutip di atas, pengertian ini dapat digunakan sebagai acuan dalam menilai pendidikan agama yang berlangsung di lembaga pendidikan, baik formal maupun nonformal. Ketiga, bahwa rumusan tentang pendidikan agama Islam mengharuskan adanya lingkungan budaya yang religious , yaitu suatu lingkungan yang seluruhnya selalu 17
Buku Mintaujihat al-Islam karangan Mahmud Syaltout yang diterbitkan oleh Darul Qalam, setebal 581 halaman ini memuat tentang kebutuhan manusia terhadap agama, manusia di hadapan kebenaran, keberagaman menurut manusia, ciri-ciri keberagaman yang benar, Islam dan kemasyarakatan, kedudukan haji dalam masyarakat, jiwa yang terdidik, Islam agama akal dan ilmu, unsure kejiwaan dalam pendidikan, perilaku manusia, peperangan dalam Islam, akhlak, ibdah, pemikiran politik dan hukum dalam Islam. 18 Melalui buku Pendidikan Agama dalam pembinaan mental, setebal 136 halaman yang diterbitkan Bulan Bintang, Jakarta, Zakiah Daradjat menjelaskan fungsi agama dalam kehidupan manusia, pendidikan Nasional, peranan pendidikan agama dalam pembangunan mental, peranan wanita dalam pembinaan mental, isi Alquran mengandung pembinaan mental serta pendidikan agama di sekolah umum dan sekolah agama.
bernafaskan keagamaan dalam lingkungan keluarga, dalam suatu asrama, pesantren, atau lingkungan yang sangat khusus, sebagaimana yang juga ditekankan oleh Soegarda Poerwakatja. 19 Keempat. Bahwa di alam rumusan pendidikan agama Islam tersebut sudah terkandung nilai-nilai pendidikan multicultural yang amat kental. Hal ini dapat dilihat (1) dari segi pengertiannya, agama Islam yang diturunkan bukan hanya untuk orang Islam itu sendiri, melainkan untuk seluruh umat manusia, walaupun secara formal tidak menyebut dirinya sebagai muslim (2) substansinya, yaitu taat, patuh, berserah diri, damai, kasih saying, dan selamat atau keselamatan.20 Keterkaitan pengertian Islam dengan multicultural juga dapat dilihat dari misi utama ajaran Islam, yaitu memelihara agama, akal, jiwa, harta dan keturunan.21 (3) dari segi adanya kesamaan misi kerasulan yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. dengan misi yang dibawa oleh para Nabi sebelumnya, serta dengan adanya keharusan mengimani bukan saja kitab Alquran yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. melainkn juga kitab-kitab yang diturunkan kepada para nabi sebelumnya, yaitu kitab Taurat kepada Nabi Musa, Zabur kepada Nabi Daud, injil kepada Nabi Isa, Alquran kepada Muhammad (4) dari segi metode dan pendekatannya dalam mengajak manusia,yaitu lebih mengedepankaln asas suka rela, kerelaan, keikhlasan, tidak ada paksaan dan tutur kata yang benar.22 Proses belajar mengajar dalam pembelajaran pendidikan agama Islam adalah suatu kegiatan yang selalu memperhatikan pe-ngembangan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik yang diwujudkan dalam beberapa aktivitas belajar. Ketiga aspek tersebut menyatu dalam satu individu dan tampil dalam bentuk suatu kreativitas. Sedangkan pembinaan dan pengembangan kreativitas berarti mengaktifkan siswa dalam kegiatan belajar mengajar.
19
Abuddin Nata, Sosiologi Pendidikan Islam. Cet.I (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014), h. 137. Syamsu Rijal Hamid, Buku Pintar Agama Islam. Cet.XIII (Bogor; Penebar Salam, 2003), h. 2. 21 Sahid Hawa Al-Islam, Abdul Hayyie al-Kattani, dari Judul asli al-Islam (Jakarta: Gema Insani, 2004) h. 277-285. 22 Said Hawa al-Islam, (Terj). Abdul Hayyie al-Kattani, dari judul asli al-Islam (Jakarta: Gema Insani, 2004), h. 277-285. 20
Melakukan berbagai kegiatan belajar berarti membuat belajar lebih efektif. Kegiatan itu antara lain; mendengarkan, melihat mengerjakan atau berbentuk perbuatan lain sehingga memungkinkan pengalaman belajar yang diperoleh lebih baik. Sardiman 23, berpendapat bahwa, pemenuhan kebutuhan untuk bergaul dan mengenal siswa, guru dan orang lain merupakan salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan sosial siswa. Dalam hal ini sekolah harus dipandang sebagai lembaga tempat bergaul dan beradaptasi dengan lingkungan, guru harus dapat membangkitkan dan menciptakan suasana kerjasama, tolongmenolong dan seba-gainya, sehingga dapat melahirkan pengalaman belajar yang lebih baik, atau aktivitas ini lebih dikenal dengan aktivitas sosial. Sebagaimana firman Allah swt yang artinya;
ٓي و ََﻻ ٱﻟۡ ﻘَ ٰ ٓﻠَﺌِ َﺪ و ََﻻ َ ٰۡ ٓﯾَﺄَﯾﱡﮭَﺎ ٱﻟﱠﺬِﯾﻦَ ءَا َﻣﻨُﻮ ْا َﻻ ﺗُ ِﺤﻠﱡﻮ ْا َﺷ ٰ َٓﻌﺌِ َﺮ ٱ ﱠ ِ و ََﻻ ٱﻟﺸﱠﮭۡ َﺮ ٱﻟۡ َﺤﺮَا َم و ََﻻ ٱﻟۡ ﮭَﺪ ﺻﻄَﺎدُو ْۚا َو َﻻ ۡ ِﺿ َٰﻮﻧٗ ۚﺎ َوإِذَا َﺣﻠَﻠۡ ﺘُﻢۡ ﻓَﭑ ۡ َﻀ ٗﻼ ﻣﱢﻦ ﱠرﺑﱢﮭِﻢۡ َور ۡ َء ٓاﻣﱢﯿﻦَ ٱﻟۡ ﺒَﯿۡ ﺖَ ٱﻟۡ َﺤﺮَا َم ﯾَﺒۡ ﺘَﻐُﻮنَ ﻓ ﺻﺪﱡوﻛُﻢۡ َﻋ ِﻦ ٱﻟۡ ﻤَﺴۡ ِﺠ ِﺪ ٱﻟۡ َﺤﺮَامِ أَن ﺗَﻌۡ ﺘَﺪُو ۘ ْا َوﺗَﻌَﺎ َوﻧُﻮ ْا َﻋﻠَﻰ ٱﻟۡ ﺒِ ﱢﺮ َ ﯾ َۡﺠ ِﺮ َﻣﻨﱠﻜُﻢۡ َﺷﻨََٔﺎنُ ﻗ َۡﻮمٍ أَن ٢ب ِ َوٱﻟﺘﱠﻘۡ َﻮ ٰۖى و ََﻻ ﺗَﻌَﺎ َوﻧُﻮ ْا َﻋﻠَﻰ ٱ ۡ ِﻹﺛۡ ﻢِ َوٱﻟۡ ﻌُﺪۡ َٰو ِۚن َوٱﺗﱠﻘُﻮ ْا ٱ ﱠ ۖ َ إِنﱠ ٱ ﱠ َ َﺷﺪِﯾ ُﺪ ٱﻟۡ ِﻌﻘَﺎ Artinya :“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-nya dan binatang-binatang qalaa-id dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya dan apabila kamu Telah menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum Karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”. (QS. 5: 2)”.24 Dalam pembentukan akhlak, peran guru dan keterlibatan siswa adalah faktor penting yang harus diperhatikan. Keterlibatan antara guru dengan murid merupakan cerminan dalam pembentukan akhlak, pembentukan karakter/sikap kepribadian yang baik. Bakti sosial yang dibentuk dalam proses kehidupan bermula dari adanya interaksi yang 23
Sardiman A. M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar Pedoman Bagi Guru.Cet.II (Jakarta: Rajawali,1998), h. 109. 24 Departemen Agama Republik Indonesia, Tafsir al-Qur’an dan Terjemahannya. Cet.II (Semarang: Toha Putra, 1995), h. 104.
baik, bila baik interaksi tersebut maka baiklah hasilnya. Proses adaptasi yang diajarkan melalui pendidikan agama oleh guru adalah untuk membentuk satu kepribadian yang sholeh. Karena tujuan pendidikan agama itu sendiri adalah menciptakan manusia/anak didik yang bertauhid, tentunya hal itu juga berkenaan dengan karakter anak baik itu terhadap bentuk vertikal kepada Allah (hablum min Allah) atau horizontal kepada manusia (hablum min an-naas).25
2. Tujuan, Fungsi dan Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam Pendidikan agama Islam bertujuan menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketakwaan kepada Allah SWT serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.26 Tujuan tersebut mengandung pengertian bahwa proses Pendidikan Agama Islam di sekolah yang dilalui dan dialami peserta didik mulai dari tahap kognitif, yaitu pengetahuan dan pemahaman peserta didik terhadap ajaran dan nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran Islam, untuk selanjutnya menuju ketahap afeksi, yakni terjadinya internalisasi ajaran dan nilai agama ke dalam diri peserta didik melalui meyakini dan menghayatinya. Setelah tahapan afeksi, peserta didik diharapkan ajaran dan nilai Islam dapat tumbuh dalam diri peserta didik dan dipraktekkan untuk mengamalkan dan menaati ajaran Islam (aspek psikomotor) yang telah diinternalisasikan dalam dirinya. Dengan demikian, terbentuk manusia muslim yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia.27 Dalam upaya merealisasikan tujuan pendidikan agama Islam sebagai bagian dari ilmu pendidikan Islam, terdapat kompetensi dasar, yaitu sekumpulan kemampuan minimal yang harus dikuasai peserta didik selama menempuh pendidikan. Kemampuan ini
25
Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Anshori al-Qurtubi. Al-Jami’ Li Ahkam Al-Quran Jilid I (Kairo: Daru ‘Ulumi al-Quran, tt), h. 943. 26 Ali Mudlofir, Aplikasi Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan Materi ajar Dalam Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Rajawali Pers, 2012), h. 239. 27 Heri Gunawan, Kurikulum dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Bandung:Alfabeta, 2013), h. 206.
berorientasi pada perilaku afektif dan psikomotorik dengan dukungan pengetahuan kognitif dalam rangka memperkuat keimanan dan ketakwaan kepada Allah swt. Kemampuan yang tercantum dalam komponen kemampuan dasar ini merupakan penjabaran dari kemampuan dasar umum yang harus dicapai, yaitu: a) Beriman kepada Allah swt dan lima rukun iman yang lain dengan mengetahui fungsi serta terefleksi dalam sikap, perilaku, dan akhlak. b) Dapat membaca Alquran surat-surat pilihan sesuai dengan tajwidnya, menyalin dan mengartikannya. c) Mampu beribadah dengan baik dan benar sesuai dengan tuntunan syariat Islam, baik ibadah wajib maupun ibadah sunnah d) Dapat meneladani sifat, sikap, dan kepribadian Rasulullah serta Khulafaur Rasyidin. e) Mampu mengamalkan sistem muamalat Islam dalam tata kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.28 Selain memiliki kompetensi dasar, harus ada pula kompetensi standar pendidikan agama Islam yang terdiri atas sebagai berikut : a) Kompetensi Rumpun Peserta didik beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (Allah swt), berakhlak mulia (berbudi pekerti luhur) yang tercermin dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran agamanya, serta mampu menghormati agama lain dalam kerangka kerukunan antarumat beragama. b) Kompetensi Spesifik Pendidikan Agama Islam Dengan landasan Alquran dan Sunnah Nabi Muhammad saw, berakhlak mulia (berbudi pekerti luhur) yang tercermin dalam perilaku sehari-hari dalam hubungannya dengan Allah, sesama manusia, dan alam sekitar; mampu membaca dan memahami Al-quran, mampu beribadah dan bermuamalah dengan baik dan benar; serta mampu menjaga kerukunan intern antarumat beragama. c) Kompetensi Umum Pendidikan Agama Islam Kompetensi umum dalam Pendidikan Agama Islam meliputi :
28
Ibid., h. 240
1) Hafalan surat-surat pilihan, mampu membaca, menulis, mengartikan, dan memahami ayat-ayat Alquran, serta mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. 2) Beriman dengan mengenal, memahami dan menghayati rukun iman serta berperilaku sebagai orang yang beriman. 3) Terbiasa berperilaku dengan sifat yang terpuji, menghindari sifat-sifat yang tercela, dan bertata karma dalam kehidupan sehari-hari. 4) Mengenal, memahami, menghayati, mampu, dan mau mengamalkan ajaran Islam tentang ibadah dan muamalah. 5) Memahami, menghayati, dan mampu mengambil manfaat tarikh Islam serta mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. d) Kompetensi Persatuan Jenjang Pendidikan Sekolah Dasar Kompetensi ini terdiri dari : 1) Mampu membaca Alquran dengan benar. 2) Beriman kepada Allah swt, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasulNya, hari kiamat, qadha dan qadar. 3) Terbiasa berperilaku dengan sifat-sifat terpuji, menghindari sifat-sifat tercela, dan bertata krama dalam kehidupan sehari-hari. 4) Mengenal rukun Islam dan mampu melaksanakan ibadah shalat, puasa, zakat fitrah, dan zikir serta doa setelah shalat.29 Terkait dengan fungsi Pendidikan Agama Islam, Mulyasa, menegaskan beberapa fungsi dalam kurikulum Pendidikan Agama Islam tersebut sebagai berikut : a. Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta didik kepada Allah swt yang telah ditanamkan dalam lingkungan keluarga. Pada dasarnya, kewajiban menanamkan keimanan dan ketakwaan dilakukan oleh setiap orang tua dalam keluarga. Sekolah berfungsi untuk menumbuhkembangkan lebih lanjut dalam diri anak melalui bimbingan, pengajaran, dan pelatihan agar keimanan dan ketakwaan tersebut dapat berkembang secara optimal sesuai dengan tingkat perkembangannya. b. Penanaman nilai sebagai pedoman hidup untuk mencari kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. 29
Ibid. h. 241
c. Penyesuaian mental, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial dan dapat mengubah lingkungannya sesuai dengan ajaran agama Islam. d. Perbaikan, yaitu untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan, kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan peserta didik dalam keyakinan, pemahaman dan pengalaman ajaran dalam kehidupan sehari-hari. e. Pencegahan, yaitu untuk menangkalkan hal-hal negatif dari lingkungannya atau dari budaya lain yang dapat membahayakan dirinya dan menghambat perkembangannya menuju manusia Indonesia seutuhnya. f. Pengajaran tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara umum (alam nyata dan nirnyata), sistem dan fungsionalnya. g. Penyaluran, yaitu untuk menyalurkan anak-anak yang memiliki bakat khusus di bidang Agama Islam agar bakat tersebut dapat berkembang secara optimal sehingga dapat dimanfaatkan untuk dirinya sendiri dan bagi orang lain.30 Selanjutnya ditegaskan fungsi Pendidikan Agama Islam diantaranya : a. Menanamkan nilai ajaran Islam sebagai pedoman mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. b. Mengembangkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah swt, serta akhlak mulia peserta didik seoptimal mungkin, yang telah ditanamkan lebih dahulu dalam lingkungan keluarga c. Menyesuaikan mental peserta didik terhadap lingkungan fisik dan sosial melalui pendidikan agama Islam d. Memperbaiki kesalahan, kelemahan peserta didik dalam keyakinan, pengamalan ajaran agama Islam dalam kehidupan sehari-hari e. Mencegah peserta didik dari hal-hal negatif budaya asing yang dihadapinya sehari-hari f. Mengajarkan ilmu pengetahuan keagamaan secara umum (alam nyata dan non nyata), sistem dan fungsionalnya g. Menyalurkan peserta didik untuk mendalami pendidikan agama ke lembaga pendidikan yang lebih tinggi.
30
Ibid., h. 138.
Adapun fungsi Pendidikan Agama Islam bagi sekolah/madrasah yang bersangkutan : a. Sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan agama Islam yang diinginkan atau istilah KBK disebut standar kompetensi PAI, meliputi fungsi dan tujuan pendidikan nasional, kompetensi lintas kurikulum, kompetensi tamatan/lulusan, kompetensi bahan kajian PAI, kompetensi mata pelajaran PAI (TK, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA), kompetensi mata pelajaran kelas (Kelas I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, XI, XII) b. Pedoman
untuk
mengatur
kegiatan-kegiatan
pendidikan
agama
Islam
di
sekolah/madrasah. Fungsi Pendidikan Agama Islam bagi masyarakat diantaranya: 1) Masyarakat sebagai pengguna lulusan (users), sehingga sekolah/madrasah harus mengetahui hal-hal yang menjadi kebutuhan masyarakat dalam konteks pengembangan PAI 2) Adanya kerja sama yang harmonis dalam hal pembenahan dan pengembangan.31 Terkait dengan ruang lingkup pendidikan Pendidikan Agama Islam, maka terbagi tiga materi pokok yaitu : 1. Tarbiyah Aqliyah (IQ Learning) Tarbiyah aqiliyah atau sering dikenal dengan istilah intellegence question learning merupakan pendidikan yang mengedepankan kecerdasan akal. Tujuan yang diinginkan dalam pendidikan itu adalah mendorong anak agar bisa berfikir secara logis terhadap apa yang dilihat oleh indera mereka, input, proses, dan output pendidikan anak diorientasikan pada orientasi akal yakni bagaimana anak membuat analisis, penalaran, dan bahkan sintesis atau memecahkan masalah. 2. Tarbiyah Jismiyah (Physical Learning) Tarbiyah jismiyah yaitu segala perbuatan yang bersifat fisik untuk mengembangkan fisik tingkat daya tubuh anak sehingga mampu untuk melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya baik individu ataupun sosial nantinya, dengan keyakinan bahwa dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat. 3. Tarbiyah Khuluqiyah (SQ Learning)
31
Ibid., h. 141.
Tarbiyatul khuluqiyah diartikan sebagai keyakinan setiap individu memegang nilai kebaikan dalam situasi dan kondisi apapun. Keyakinan tersebut seperti berusaha selalu senantiasa jujur, ikhlas, mengalah, senang bekerja, bersih, berani dalam membela yang benar, percaya pada diri sendiri. Oleh sebab itu maka pendidikan akhlak tidak dapat dijalankan dengan hanya menghafalkan saja tentang hal-hal baik dan hal-hal buruk, namun yang terpenting adalah bagaimana cara menjalankannya sesuai dengan nilainilainya. 4. Tarbiyah adabiyah Yaitu segala praktek maupun teori yang wujudnya meningkatkan budi dan meningkatkan perangai. Tarbiyah adabiyah atau pendidikan budi pekerti/akhlak dalam ajaran Islam merupakan salah satu ajaran pokok yang harus diajarkan agar umatnya memiliki/melaksanakan akhlak yang mulia yang telah dicontohkan oleh Rasulullah Saw.32
3. Prinsip-prinsip Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Muhaimin mengkategorikan prinsip pembelajaran agama Islam menjadi 6 (enam) yaitu kesiapan, motivasi, perhatian, persepsi, retensi dan transfer. 33 Selanjutnya masingmasing prinsip tersebut dikemukakan perjelasan sebagai berikut : a) Prinsip kesiapan, proses belajar sangat dipengaruhi oleh kesiapan individu sebagai subyek yang melakukan kegiatan belajar. Kesiapan belajar adalah kondisi fisik-psikis individu yang memungkinkan subyek dapat melakukan belajar. b) Prinsip motivasi, motivasi dapat diartikan sebagai tenaga pendorong atau penarik yang menyebabkan adanya tingkah laku ke arah suatu tujuan tertentu. Dalam pengembangan pendidikan
agama
Islam
perlu
diupayakan
bagaimana
caranya
agar
dapat
mempengaruhi dan menimbulkan motivasi intrinsik melalui strategi pembelajaran yang dapat mendorong tumbuhnya motivasi belajar dalam diri peserta didik. Sedangkan untuk menumbuhkan motivasi ekstrinsik dapat diciptakan suasana lingkungan yang religius sehingga tumbuh motivasi untuk mencapai tujuan pendidikan agama Islam sebagaimana yang ditetapkan. 32
E. Mulyasa, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), h. 134. 33 Muhaimin, Paradigma Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Kalamulya, 2005), cet IV. h. 23
c) Prinsip perhatian, dalam proses pembelajaran, perhatian merupakan faktor yang besar pengaruhnya, kalau peserta didik mempunyai perhatian yang besar dengan apa yang disajikan atau dipelajari, peserta didik dapat menerima dan memilih stimuli yang relevan untuk diproses lebih lanjut diantara sekian banyak stimuli yang datang dari luar. d) Prinsip persepsi, persepsi adalah suatu proses yang bersifat kompleks yang menyebabkan orang dapat menerima dan meringkas informasi yang diperoleh dari lingkungannya. e) Prinsip retensi, retensi adalah apa yang tertinggal dapat diingat kembali setelah seseorang mempelajari sesuatu. Dengan retensi membuat apa yang dipelajari dapat bertahan atau tertinggal lebih lama dalam struktur kognitif dan dapat diingat kembali jika dibutuhkan. f) Prinsip transfer, transfer adalah pengaitan pengetahuan yang sudah dipelajari dengan pengetahuan yang baru dipelajari. Berarti transfer belajar adalah pemindahan pengetahuan, ketrampilan, kebiasaan, sikap atau respon-respon lain dari suatu situasi kedalam siuasi lain. 4. Materi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Materi ajar dalam Pendidikan Agama Islam memiliki kaitan erat dengan rumusan tujuan Pendidikan Agama Islam. Untuk mencapai tujuan tersebut maka ruang lingkup materi ajar pada dasarnya mencakup tujuh unsur pokok, yaitu Alquran-Hadits, keimanan, syariah, ibadah, muamalah, akhlak, dan tarikh (sejarah Islam) yang menekankan pada perkembangan politik. Al- Qur’an-Hadits merupakan sumber utama ajaran Islam, dalam arti sumber akidah (keimanan), syariah, ibadah, muamalah, dan akhlak sehingga kajiannya berada dalam setiap unsur tersebut. Akidah (keimanan) merupakan akar atau pokok agama. Ibadah, muamalah, dan akhlak bertitik tolak dari akidah, dalam arti sebagai manifestasi dan konsekuensi dari akidah (keimanan dan keyakinan hidup). Syariah merupakan sistem norma yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, dengan sesama manusia, dan dengan makhluk lainnya. Dalam hubungannya dengan Allah diatur dalam ibadah, misalnya thaharah, salat, zakat, puasa, dan haji. Dalam hubungannya dengan sesama manusia dan lainnya diatur dalam muamalah dalam arti luas.
Akhlak merupakan aspek sikap hidup atau kepribadian manusia, bagaimana sistem norma yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, manusia dengan manusia dan lainnya itu menjadi sikap hidup dan kepribadian manusia dalam menjalankan sistem kehidupannya yang dilandasi dengan akidah yang kokoh. Sedangkan tarikh adalah perkembangan perjalanan hidup manusia muslim dari masa ke masa dalam usaha bersyariah (beribadah dan bermuamalah) dan berakhlak serta dalam mengembangkan sistem kehidupannya yang dilandasi oleh akidah.34 Dalam penyusunan materi ajar Pendidikan Agama Islam, terdapat beberapa kualifikasi, diantaranya : 1) Materi yang tersusun tidak menyalahi fitrah manusia, serta bertujuan untuk menyucikan manusia, memelihara dari penyimpangan, dan menjaga keselamatan fitrah manusia. 2) Adanya relevansi dengan tujuan Pendidikan Agama Islam, yaitu upaya mendekatkan dan ibadah kepada Allah swt. 3) Disesuaikan dengan tingkatan pendidikan baik dalam hal karakteristik, tingkat pemahaman, jenis kelamin serta tugas-tugas kemasyarakatan yang telah dirancang dalam kurikulum. 4) Perlunya membawa peserta didik kepada objek empiris, praktik langsung, dan memiliki fungsi pragmatis, sehingga mereka mempunyai ketrampilan-ketrampilan yang rill 5) Penyusunan kurikulum bersifat integral, terorganisasi, dan terlepas dari segala kontradiksi antara materi satu dengan materi lainnya 6) Materi yang disusun mempunyai relevansinya dengan masalah-masalah yang mutakhir, yang sedang dibicarakan, dan relevan dengan tujuan pendidikan nasional. 7) Adanya metode yang mampu menghantarkan tercapainya materi ajar dengan memperhatikan masing-masing individu. 8) Materi ajar yang disusun mempunyai relevansi dengan tingkat perkembangan peserta didik. 9) Memperhatikan aspek-aspek sosial, misalnya dakwah Islamiyah.
34
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarta, 2004), h. 80.
10) Materi ajar yang disusun mempunyai pengaruh positif terhadap jiwa peserta didik, sehingga menjadi kesempurnaan jiwanya. 11) Memperhatikan kepuasan pembawaan fitrah, seperti pemberian waktu istirahat dan refresing untuk menikmati kesenian. 12) Tidak bertentangan dengan konsep-konsep Islam, mengacu pada kesatuan Islam, dan selaras dengan integrasi psikologis yang Allah ciptakan untuk manusia serta selaras dengan kesatuan pengalaman yang hendak diberikan kepada peserta didik, baik hubungannya dengan sunnah, kaidah, sistem, maupun realitas alam, sehingga terjalin hubungan yang harmonis antara berbagai bidang ilmu. 13) Harus realistis sehingga dapat diterapkan selaras dengan kesanggupan Negara yang hendak menerapkannya dan sesuai dengan tuntutan dan kondisi Negara. 14) Harus memilih metode yang realistis sehingga dapat diadaptasikan ke dalam berbagai kondisi, lingkungan, dan keadaan tempat tinggal. 15) Adanya ilmu alat untuk mempelajari materi ajar.35
B. Pembinaan Karakter 1. Pengertian Karakter dan Pembinaan Karakter Kata karakter berasal dari kata Yunani, charassein yang berarti mengukir sehingga terbentuk sebuah pola. Sedangkan dalam istilah bahasa Arab karakter ini mirip dengan akhlak, yang berarti tabiat atau kebiasaan melakukan hal yang baik. Menurut Al-ghazali akhlak adalah tingkah laku seseorang yang berasal dari hati yang baik. Mempunyai akhlak mulia adalah tidak secara otomatis dimilki oleh setiap manusia begitu ia dilahirkan, tetapi memerlukan proses panjang melalui pengasuhan dan pendidikan.36
35
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Islam Berbasis Kompetensi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), h. 80. 36 Megawangi, Ratna, Pendidikan Karakter Solusi yang Tepat untuk Membangun Bangsa. (Jakarta: BPMGAS, 2004), h. 25.
Rutland mengemukakan karakter berasal dari akar kata Latin yang berarti dipahat. Sebuah kehidupan, seperti sebuah blok granit yang dengan hati-hati dipahat ataupun dipukul secara sembarangan yang pada akhirnya menjadi sebuah mahakarya atau puingpuing yang rusak. Karakter gabungan dari kebajikan dan nilai-nilai yang dipahat di dalam batu hidup tersebut, menyatakan nilai yang sebenarnya.37. Karakter adalah sebuah pola, baik itu pikiran, sikap, maupun tindakan, yang melekat pada diri seseorang dengan sangat kuat dan sulit dihilangkan.38 Karakter juga menjadi ciri khas yang dimiliki oleh suatu benda atau individu. Ciri khas tersebut adalah asli dan mengakar pada kepribadian benda atau individu tersebut, dan merupakan mesin yang mendorong bagaimana seseorang bertindak, bersikap, berujar, dan merespon sesuatu. Ciri khas ini pun yang diingat oleh orang lain tentang orang tersebut, dan menentukan suka atau tidak sukanya mereka terhadap sang individu. Karakter memungkinkan individu untuk mencapai pertumbuhan yang berkesinambungan, karena karakter memberikan konsistensi, integritas, dan energi. Orang yang memiliki karakter yang kuat, memiliki momentum untuk mencapai tujuan. Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang, yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain.39 Karakter berkaitan dengan jumlah seluruh ciri pribadi yang meliputi hal-hal seperti perilaku, kebiasaan, kesukaan, ketidaksukaan, kemampuan, kecenderungan, potensi, nilainilai, dan pola-pola pemikiran. Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang dibuat. 37
Furqon, Hidayatullah, Pendidikan Karakter Membangun Peradaban Bangsa. (Surakarta: Yuma Pustaka, 2010), h. 12. 38 Abdullah Munir, Pendidikan Karakter Membangun Karakter anak sejak dari Rumah. (Yogyakarta: Pedagogia, 2010), h. 3. 39 Puskur Balitbang Kemdiknas, Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa (Jakarta : Balitbang, 2010), h.3
Selanjutnya Prayitno mengemukakan bahwa karakter adalah sifat pribadi yang relatif stabil pada diri individu yang menjadi landasan bagi penampilan perilaku dalam standar nilai dan norma yang tinggi. Relatif stabil yaitu suatu kondisi yang apabila telah terbentuk sulit untuk diubah. Landasan yaitu kekuatan yang pengaruhnya sangat besar/dominan dan menyeluruh terhadap hal-hal yang terkait langsung dengan kekuatan dimaksud.40 Karakter dapat dianggap sebagai nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, adat istiadat, dan estetika. Karakter adalah perilaku yang tampak dalam kehidupan sehari-hari dalam bersikap maupun dalam bertindak.41 Penampilan perilaku adalah aktivitas individu atau kelompok dalam bidang dan wilayah (setting) kehidupan. Standar nilai/norma merupakan kondisi yang mengacu pada kaidah-kaidah agama, ilmu dan teknologi, hukum, adat, dan kebiasaan, yang tercermin dalam perilaku sehari-hari, dengan indikator: iman dan takwa, demokratis, sopan santun, membela kebenaran dan kepatuhan, taat pada peraturan, disiplin, jujur, kerja keras dan ulet, loyal, sikap kebersamaan, demokratis, tertib, damai, anti kekerasan, hemat dan konsisten. Dari beberapa pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa karakter adalah kualitas atau kekuatan mental atau moral, akhlak atau budi pekerti individu yang merupakan kepribadian khusus yang menjadi pendorong dan pennggerak, serta yang membedakan dengan individu lain. Pembinaan merupakan terjemahan dari kata traning yang berarti latihan, pendidikan, pembinaan. Pembinaan menekankan pada pengembangan sikap, kemampuan, dan kecakapan. Unsur dari pembinaan adalah mendapatkan sikap (attitude), dan kecakapan (skill).42 Pembinaan adalah suatu proses belajar dengan melepaskan hal-hal yang yang sudah dimiliki dengan tujuan membantu orang yang menjalaninya, untuk membentuk dan 40
Prayitno dan Belferik Manullang, Pendidikan Karakter dalam Pembangunan Bangsa. (Medan : Lembaga Penerbit Universitas Negeri Medan, 2010), h. 38. 41 Muchlas Samani & Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), hal. 41-42 42 A. Mangunhardjana, Pembinaan, Arti dan Metodenya (Yogyakarta: Kanisius, 2006), h.17
mengembangkan pengetahuan dan kecakapan baru untuk mencapai tujuan hidup dan bekerja yang sedang dijalani dengan efektif. Pembinaaan merupakan model upaya untuk memberikan didikan dan bimbingan pada anak didik untuk dapat lebih meningkatkan unsur-unsur kebaikan dalam dirinya baik aspek rohani/jasmani yang telah ada padanya untuk lebih dikembangkan menuju tujuan yang baik. Pembinaan dapat dilakukan oleh dan dimanapun berada. Pembinaan tidak hanya dilakukan dalam keluarga dan disekolah saja, tetapi diluar keduanya juga dapat dilakukan suatu pembinaan. Menurut Mangunhardjana, untuk melakukan pembinaan ada beberapa pendekatan yang harus diperhatikan oleh seorang pembina. a) Pendekatan informatif (informative approach), yaitu cara menjalankan program dengan menyampaikan informasi kepada peserta didik. Dimana dalam pendekatan ini peserta didik dianggap belum tahu dan tidak punya pengalaman. b) Pendekatan partisipatif (partisipative approach), pada pendekatan ini peserta didik sebagai sumber utama, pengalaman dan pengetahuan dari peserta didik dimanfaatkan, sehingga lebih kesituasi belajar bersama. c) Pendekatan eksperiensial (experienciel approach), dalam pendekatan ini menempatkan bahwa peserta didik langsung terlibat didalam pembinaan. Pembinaan ini disebut sebagai belajar yang sejati, karena pengalaman pribadi dan langsung terlibat dalam situasi tersebut.43 Pembinaan karakter berarti berbagai upaya yang dilakukan dalam rangka pembentukan karakter siswa. Istilah yang identik dengan pembinaan adalah pembentukan atau pembangunan. pembinaan karakter terdiri dari dua kata yaitu pembinaan dan karakter. Kata pembinaaan mempunyai arti pembaharuan atau penyempurnaan dan usaha, tindakan,dan kegiatan yang dilakukan secara efektif dan efisien untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Hidayat Soetopo dan Westy Soemanto yang dikutip oleh I.L. Pasaribu dan Simanjutak, menegaskan bahwa pembinaan adalah menunjuk kepada suatu kegiatan yang mempertahankan dan menyempurnakan apa yang telah ada.44
43
Ibid., h. 18. I.L. Pasaribu dan Simanjutak, Membina dan Mengembangkan Generasi Muda, (Bandung : Tarsito, 1990), h. 2. 44
Sejalan dengan pengertian pembinaan tersebut di atas, menurut B. Simanjutak, beliau memaparkan tentang hakekat pembinaan karakter yang pada dasarnya adalah upaya pendidikan, baik formal maupun nonformal yang dilaksanakan secara sadar, berencana, terarah, teratur, dan bertanggung jawab dalam rangka memperkenalkan, menumbuhkan membimbing, dan mengembangkan suatu dasar kepribadian yang seimbang, utuh dan selaras antara pengetahuan dan ketrampilan sesuai dengan bakat, kecenderungan, dan keinginan serta kemampuan-kemampuannya sebagai bekal untuk selanjutnya atas prakasa sendiri, menambah, meningkatkan dan mengembangkan dirinya, sesamanya maupun lingkungannya kearah tercapainya martabat, mutu dan kemampuan manusiawi yang optimal dan pribadi yang mandiri.45 Dari uraian di atas dapat dikemukakan kesimpulan bahwa pembinaan karakter dapat dilakukan tidak hanya pada jalur-jalur pendidikan formal saja, tetapi juga dapat dilakukan melalui jalur-jalur informal dan nonformal. Melihat begitu strategisnya kedudukan pembinaan karakter, maka dari itu sudah selayaknya pembinaan karakter digencarkan melalui saluran-saluran pendidikan baik formal, non formal, maupun informal agar lebih efektif dan efisien.
2. Tujuan Pembinaan Karakter Pembinaan karakter merupakan sebuah pendekatan langsung dimana
diajarkan
mengenai moral dasar yang mencegah mereka untuk melakukan perilaku yang tidak bermoral serta membantu untuk memperjelas hal-hal yang penting bagi mereka, apa yang layak untuk dikerjakan, tujuan hidup seperti apa yang sebaiknya berusaha diraih. Simanjuntak, memaparkan bahwa ada empat tujuan pokok pembinaan karakter, tujuan-tujuan tersebut dapat diurut sebagai berikut.46 (a) Menambah pengetahuan dan ketrampilan secara maksimal dan berguna bagi kehidupannya. (b) Membina mental dan watak agar lebih optimal serta kemampuankemampuannya sebagai bekal untuk selanjutnya atas prakasa sendiri, menambah, meningkatkan dan
45
Ibid., h. 6 I.L. Pasaribu dan Simanjutak,, Membina dan Mengembangkan Generasi Muda.,.h. 89
46
mengembangkan dirinya maupun lingkungannya kearah tercapainya martabat, mutu, dan kemampuan manusiawi yang optimal dan pribadi yang mandiri. (c) Dalam upaya pembinaan karakter adalah mengambangkan potensi, bakat, dan kepribadian. Hal ini sejalan dengan uraian mengenai tujuan pembinaan karakter yang termuat dalam lembaran direktorat pembinaan generasi Muda
yang menerangkan
bahwa, pembinaan karakter adalah upaya mendidik, melatih, dan mengembangkan potensi yang ada dalam diri seseorang serta mengarahkan segala kecenderungan mereka pada hal-hal yang baik, konstruktif, dan produktif. (d) Menyeimbangkan antara dimensi akal dan spiritual. Hal ini sesuai dengan uraian tujuan pembinaan karakter yang termuat dalam Peraturan Pemerintahan Republik Indonesia No. 31 tahun 1999 tentang hakekat pembinaan karakter, “pembinaan karakter pada hakekatnya adalah kegiatan yang bertujuan meningkatkan kwalitas ketaqwaaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, meningkatkan kecerdasan intelektual, sikap dan perilaku potensial, kesehatan jasmani dan rohani. Tujuan pokok pembinaan karater tersebut di atas menjadi target setiap proses pembinaan karakter. Apapun jenis, bentuk, model, maupun pendekatan yang digunakan dalam pembinaan karakter pada dasarnya memiliki tujuan yang sama, yaitu merubah suatu keadaan terntentu kepada keadaan yang baru dan lebih baik. Terdapat empat jenis karakter yang selama ini dikenal dan dilaksanakan dalam proses pendidikan yaitu pendidikan karakter berbasis nilai religious, berbasis nilai budaya, berbasis lingkungan dan berbasis potensi diri. Lebih jelasnya Khan menegaskan pembagian jenis pembinaan melalui pendidikan karakter sebagai berikut : 1) Pendidikan karakter berbasis nilai religious, yang merupakan kebenaran wahyu Tuhan (Konversi Moral) 2) Pendidikan karakter berbasis nilai budaya, antara lain yang berbasis budi pekerti, pancasila, apresiasi sastra, keteladanan tokoh-tokoh sejarah dan para pemimpin bangsa (konservasi kebudayaan) 3)
Pendidikan karakter berbasis lingkungan (konservasi lingkungan) 4) Pendidikan karakter berbasis potensi diri, yaitu sikap pribadi, hasil proses kesadaran
pemberdayaan potensi diri yang diarahkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan (konservasi humanis).47 Berdasarkan kepada beberapa jenis pembinaan karakter di atas, maka karakter lebih berkualitas jika dibentuk dan dibina sejak usia dini yang merupakan masa kritis bagi pembentukan karakter seseorang. Ada 18 nilai-nilai dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa yang dibuat oleh Kemdikbud. Mulai Tahun Ajaran 2011, seluruh tingkat pendidikan di Indonesia harus menyisipkan pendidikan berkarakter tersebut dalam proses pendidikannya. Adapun 18 nilai dalam pendidikan karakter bangsa tersebut adalah:48 1)
Religius. Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
2)
Jujur. Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
3)
Toleransi. Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
4)
Disiplin. Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
5)
Kerja Keras. Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
6)
Kreatif. Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
7)
Mandiri. Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
8)
Demokratis. Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
9)
Rasa Ingin Tahu. Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar. 47
D.Yahya Khan, Pendidikan Karakter Berbasis Potensi Diri, (Yogyakarta : Pelangi Publising, 2010), h. 2. 48 Menkokesra, 18 Nilai Pendidikan Karakter Bangsa Sebagai Salah Satu Antisipasi Tawuran Pelajar, http://www.menkokesra.go.id/content/18-nilai-pendidikan-karakter-bangsasebagai- salah-satuantisipasi-tawuran-pelajar diunduh pada tanggal 3 Mei 2016
10) Semangat Kebangsaan. Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. 11) Cinta Tanah Air. Cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, dan kebudayaan tanah air Indonesia. 12) Menghargai Prestasi. Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain. 13) Bersahabat/Komunikatif. Sikap suka bersahabat dan berkomunikatif yaitu tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain. 14) Cinta Damai. Yaitu sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya. 15) Gemar Membaca. Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya. 16) Peduli Lingkungan. Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi. 17) Peduli Sosial. Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. 18) Tanggung Jawab. Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
3. Metode Pembinaan Karakter Pembinaan Karakter sangat penting dalam membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang kuat. Pembinaan karakter merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan. Oleh karena itu melalui pendidikan karakter harus menyertai semua aspek kehidupan termasuk di lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan, khususnya sekolah dipandang sebagai tempat yang strategis untuk membentuk karakter siswa. Hal ini
dimaksudkan agar peserta didik dalam segala ucapan, sikap, dan perilakunya mencerminkan karakter yang baik dan kuat. Menurut Mangunhardjana untuk melakukan pembinaan ada beberapa pendekatan yang harus diperhatikan oleh seorang Pembina, antara lain: a) Pendekatan informative (informative approach), yaitu cara menjalankan program dengan menyampaikan informasi kepada peserta didik. Peserta didik dalam pendekatan ini dianggap belum tahu dan tidak punya pengalaman. b) Pendekatan partisipasif (participative approach), dimana dalam pendekatan ini peserta didik dimanfaatkan sehingga lebih ke situasi belajar bersama. c) Pendekatan eksperiansial (Experienciel approach), dalam pendekatan ini menempatkan bahwa peserta didik langsung terlibat di dalam pembinaan, ini disebut sebagai belajar yang sejati karena pengalaman pribadi dan langsung terlibat dalam situasi tersebut.49 Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pembinaan adalah suatu proses belajar dalam upaya mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang bertujuan untuk lebih meningkatkan kemampuan seseorang atau kelompok dalam menyelesaikan suatu tugas atau pekerjaan secara teratur dan terencana sehingga penyelesaian tugas atau pekerjaan tersebut dapat dilakukan secara efisien dan efektif. Karakter adalah gambaran bathin yang tercermin dalam perbuatan. Menurut Imam Ghazali seperti dikutip Fathiyah Hasan berpendapat .sekiranya tabiat manusia tidak mungkin dapat dirubah, tentu nasehat dan bimbingan tidak ada gunanya. Beliau menegaskan.sekiranya karakter anak melalui pembinaan dan pendidikan akhlak itu tidak dapat menerima perubahan niscaya fatwa, nasehat dan pendidikan itu adalah hampa50 Dalam kamus umum bahasa Indonesia, metode atau pola yang dapat diartikan di sini juga dengan cara yang teratur dan terpikirkan baik-baik untuk mencapai suatu maksud. Adapun metode pembinaan karakter adalah: a. Pola atau metode keteladanan Pola keteladanan biasanya dapat dilakukan melalui bentuk-bentuk pemberian atau melakukan hal-hal yang berhubungan dengan bantuan kepada orang lain. Keteladanan ditimbulkan karena sangat bermanfaat bagi orang lain, sehingga orang lain 49
A. Mangunhardjana, Pembinaan, Arti dan Metodenya, h. 7 Fathiyah Hasan Sulaiman, Sistem Pendidikan Versi al-Ghazali. Cet.VII (Bandung: alMa.arif,2008), h. 66. 50
menganggapnya sebagai bentuk atau bukti untuk dapat diikuti. Bentuk tersebut dapat dikatakan sebagai bentuk keteladanan sosial, baik kepada pribadi maupun kepada orang lain secara umum b. Pola atau metode pembiasaan Pola berikutnya adalah pembiasaan, menurut buku yang ditulis oleh M.D Dahlan seperti dikutip oleh Hery Noer, bahwa pola atau metode di sini yang dimaksud merupakan .proses penanaman kebiasaan. Sedangkan kebiasaan (habit) biasanya ialah cara-cara bertindak yang persistent, uniform, conduct, habit, nature hampir otomatis (hampir tidak disadari oleh pelakunya).51 c. Pola atau metode memberi nasihat Dalam pola memberi nasihat ini pendidik mempunyai kesempatan yang luas untuk mengarahkan peserta didik kepada berbagai kebaikan dan kemaslahatan umat. Di antaranya dengan menggunakan kisah-kisah Qur.ani, baik kisah Nabawi maupun umat terdahulu yang banyak mengandung pelajaran yang dapat dipetik. Abdurrahman alNahlawi sebagaimana dikutip oleh Hery Noer Aly mengatakan bahwa yang dimaksud dengan nasihat adalah .penjelasan kebenaran dan kemaslahatan dengan tujuan menghindarkan orang yang dinasihati dari bahaya serta menunjukkannya ke jalan yang mendatangkan kebahagiaan dan manfaat. d. Pola atau metode motivasi dan intimidasi Penggunaan pola atau metode motivasi sejalan dengan apa yang ada dalam psikologi belajar disebut sebagai law of happines atau prinsip yang mengutamakan suasana menyenangkan dalam belajar.52 Metode motivasi dan intimidasi dalam dalam bahasa arab disebut dengan uslub al-targhib wa al-tarhib atau metode targhib dan tarhib. Targhib berasal dari kata kerja raggaba yang berarti menyenangi, menyukai dan mencintai. Kemudian kata itu diubah menjadi kata benda targhib yang mengandung makna suatu harapan untuk memperoleh kesenangan, kecintaan dan kebahagiaan yang mendorong seseorang sehingga timbul harapan dan semangat untuk memperolehnya.53
51
Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam Cet.IV Edisi Revisi Ke-2 (Bandung: Mizan, 2009), h. 134. Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, h. 197. 53 Syahidin, Metode Pendidikan Qurani Teori dan Aplikasi Cet.V (Jakarta: CV Misaka Galiza,2009), 52
h. 121.
Pola ini sangat efektif apabila dalam penyampaiannya menggunakan bahasa yang menarik, dalam artian bahwa penyampaian bahasa itu juga harus lebih jelas dan tidak terpaut oleh keadaan, dengan demikian dapat meyakinkan pihak yang mendengar. Oleh hendaknya pendidik/guru seharusnya juga bisa meyakinkan peserta didiiknya ketika menggunakan metode ini. Namun sebaliknya apabila bahasa yang digunakan kurang meyakinkan maka membuat murid tersebut malas memperhatikannya. Sedangkan tarhib berasal dari rahhaba yang berarti menakut-nakuti atau mengancam. Menakut nakuti dan mengancamya sebagai akibat melakukan dosa atau kesalahan yang dilarang Allah atau akibat lengah dalam menjalankan kewajiban yang diperintahkan Allah. e. Pola atau metode kisah Pola ini sangat digemari khususnya oleh anak kecil, bahkan sering kali digunakan oleh seorang ibu ketika anak tersebut tidur. Apalagi metode ini disampaikan oleh orang yang pandai bercerita, menjadi daya tarik tersendiri. Namun perlu diingat bahwa kemampuan setiap murid dalam menerima pesan yang disampaikan sangat dipengaruhi oleh tingkat kesulitan bahasa yang digunakan. Oleh karena itu, hendaknya setiap pendidik bisa memilih bahasa yang mudah dipahami oleh setiap anak. Metode kisah merupakan salah satu upaya untuk mendidik murid agar mengambil pelajaran dari kejadian di masa lampau. Apabila kejadian tersebut merupakan kejadian yang baik, maka harus diikutinya, sebaliknya apabila kejadian tersebut kejadian yang bertentangan dengan agama Islam maka harus dihindari. Lebih lanjut anNahlawi menegaskan bahwa dampak penting pendidikan melalui kisah adalah kisah dapat mengaktifkan dan membangkitkan kesadaran pembaca tanpa cerminan kesantaian dan keterlambatan sehingga dengan kisah, setiap pembaca senantiasa merenungkan makna dan mengikuti berbagai situasi kisah tersebut sehingga pembaca terpengaruh oleh tokoh dan topik kisah tersebut. Interaksi kisah Qurani dan Nabawi dengan diri manusia dalam keutuhan realitasnya tercermin dalam pola terpenting yang hendak ditonjolkan oleh Alquran kepada manusia di dunia dan hendak mengarahkan perhatian pada setiap pola yang selaras dengan kepentinganya.
4. Pembinaan Karekater Melalui Pendidikan Agama Islam
Karakter
memungkinkan
individu
untuk
mencapai
pertumbuhan
yang
berkesinambungan karena karakter memberikan konsistensi, integritas, dan energi. Orang yang memiliki karakter yang kuat, memiliki momentum untuk mencapai tujuan. Di sisi lain, mereka yang karakternya mudah goyah, lebih lambat untuk bergerak dan tidak bisa menarik orang lain untuk bekerja sama dengannya. UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Pasal 3 menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.54 Tujuan tiap pendidikan yang murni adalah menyusun harga diri yang kukuh-kuat dalam jiwa pelajar, supaya mereka kelak dapat bertahan dalam masyarakat. Selain itu, pendidikan juga bertugas mengembangkan potensi individu semaksimal mungkin dalam batas-batas kemampuannya, sehingga terbentuk manusia yang pandai, terampil, jujur, tahu kemampuan dan batas kemampuannya, serta mempunyai kehormatan diri. Dengan demikian, pembinaan watak merupakan tugas utama pendidikan. Dalam kehidupan manusia kejujuran adalah merupakan sesuatu yang sangat penting dalam membentuk karakter manusia. Mengingat pentingnya karakter dalam membangun sumber daya manusia (SDM) yang kuat, maka perlunya pendidikan karakter yang dilakukan dengan tepat. Dapat dikatakan bahwa pembentukan karakter merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan. Oleh karena itu, pendidikan karakter harus menyertai semua aspek kehidupan termasuk di lembaga pendidikan. Idealnya pembentukan atau pendidikan karakter di integrasikan ke seluruh aspek kehidupan sekolah Lembaga pendidikan, khususnya sekolah dipandang sebagai tempat yang strategis untuk membentuk karakter siswa. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik dalam segala ucapan, siikap, dan perilakunya mencerminkan karakter yang baik dan kuat. Pendidikan karakter dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan dan dapat berupa berbagai kegiatan yang dapat dilakukan secara intrakurikuler maupun ekstrakurikuler. 54
Furqon Hidayatullah, Pendidikan Karakter: Membangun Peradaban Bangsa, h. 17
Kegiatan intrakurikuler terintegrasi ke dalam mata pelajaran, sedangkan kegiatan intrakurikuler dilakukan di luar jam pelajaran. a) Kegiatan intrakurikuler merupakan kegiatan yang dilakukan oleh siswa, yang diintegrasikan ke dalam mata pelajaran yang relevan seperti pendidikan agama dan pendidikan kewarganegaraan. Pendidikan karakter dapat disalurkan melalui kegiatan ini. Hal ini dimaksudkan agar siswa-siswi mempunyai karakter yang baik sehingga terbentuk kepribadian yang baik pula. b) Kegiatan ekstrakurikuler yang selama ini diselenggarakan sekolah merupakan salah satu media yang potensial untuk pembinaan karakter dan Kegiatan ekstrakurikuler yang selama ini diselenggarakan sekolah merupakan salah satu media yang potensial untuk pembinaan karakter dan peningkatan mutu akademik peserta didik. Kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah. Melalui kegiatan ekstrakurikuler diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial, serta potensi dan prestasi peserta didik Untuk itu, pendidikan karakter harus dilakukan secara eksplisit (terencana), terfokus dan komprehensif, agar pembentukan masyarakat yang berkarakter dapat terwujud, karena membangun masyarakat yang bermoral adalah tanggung jawab semua pihak. Hal ini merupakan tantangan yang luar biasa besarnya, maka perlu adanya suatu kesadaran dari seluruh anak bahwa pendidikan karakter adalah hal yang vital untuk dilakukan.
C. Pondok Pesantren 1. Pengertian Pondok Pesantren Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang mempunyai sejarah panjang dan unik. Secara historis, pasantren termasuk pendidikan Islam yang paling awal dan masih bertahan sampai sekarang. Berbeda dengan lembagalembaga pendidikan yang muncul kemudian, pesantren telah sangat berjasa dalam mencetak kader-kader ulama, dan
kemudian berperan aktif dalam penyebaran agama Islam dan transfer ilmu pengetahuan. Namun, dalam perkembangannya pesantren telah mengalami transformasi yang memungkinkannya kehilangan identitas jika nilai-nilai tradisionalnya tidak dilestarikan. Sesuatu yang unik pada dunia pesantren ialah begitu banyak variasi antara satu pesantren dengan pesantren lainnya. Namun dalam berbagai aspek juga ditemukan kesamaankesamaan umum seperti bentuk kepemimpinan, organisasi pengurus, dewan kiai atau dewan guru, susunan rencana pelajaran, kelompok santri, dan bagian-bagian yang lain.55 Kehadiran pesantren tidak dapat dipisahkan dari tuntunan umat. Karena itu, pesantren sebagai lembaga pendidika selalu menjaga hubungan yang harmonis dengan masyarakat di sekitarnya sehingga keberadaanya di tengah-tengah masyarakat tidak menjadi terasing. Dalam waktu yang sama segala aktivitasnya pun mendapat dukungan dan apresiasi dari masyarakat sekitarnya. Karena keunikannya itu maka pesantren hadir dalam berbagai situasi dan kondisi dan hampir dapat dipastikan bahwa lembaga ini meskipun dalaam keadaan yang sangat sederhana dan karakteristik yang beragam tidak pernah mati. Demikian seluruh komponen di dalamnya seperti kyai atau ustad serta para santri senantiasa mengabdikan diri mereka demi kelangsungan pesantren. Dari segi historis, pesantren tidak hanya identik dengan makna ke Islaman, tetapi juga mengandung makna keaslian Indonesia. Sebab, lembaga serupa pesantren sebenarnya sudah ada sejak masa Hindu Budha.56 Pondok memang merupakan tempat penampungan sederhana bagi para pelajar yang jauh dari asalnya. Hal ini merupakan tempat tinggal kyai bersama santrinya dan bekerja sama untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Pada awal pertumbuhan dan perkembangannya, pondok bukanlah semata- mata dimaksudkan sebagai tempat tinggal atau asrama. Para santri untuk mengikuti dengan baik pelajaran yang diberikan oleh kyai melainkan juga sebagai tempat training atau latihan bagi santri agar mampu hidup mandiri dalam masyarakat. Hubungan kyai dan santri pada umumnya merupakan hubungan ketaatan tanpa batas, begitu pula kepada guru-guru bantu.57 Rasa persamaan dan persaudaraan sangat 55
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren Studi tentang Pandangan Hidup Kyai (Jakarta: LP3S,1982), h. 34. 56 Nurcholis Madjid, Bilik-BIlik Pesanten, Sebuah Potret Perjalanan. Cet.I, (Jakarta: Paramadina, 1997), h. 28. 57 Karel A.Steenbrink, Pesantren Madrasah Sekolah lih. Wahjoetomo Dalam Buku Terjemahannya. Cet.II, (Jakarta: LP3S, 1994), h. 20.
terasa. Menurut asal katanya pesantren berasal dari kata santri yang mendapat imbuhan awalan pe dan akhiran an yang menunjukan tempat. Dengan demikian pesantren artinya “tempat para santri”. Selain itu, asal kata pesantren terkadang dianggap gabungan dari kata sant (manusia baik) dengan suku kata tra (suka menolong) sehingga kata pesantren dapat berarti “tempat pendidikan manusia baik-baik”.58 Lebih jelas lagi Nurcholish mengupas asal usul perkataan santri, dan juga tentang kyai karena kedua perkataan tersebut tidak dapat dipisahkan ketika dibicarakan tentang pesantren. Ia berpendapat: “santri asal kata sastrei (sangsekerta) yang berarti melek huruf, dikonotasikan santri adalah kelas literary, pengetahuan agama dibaca dari kitab berbahasa Arab dan diasumsikan bahwa santri berarti juga orang yang tau tentang agama (melalui kitab-kitab). Dan paling tidak santri dapat membaca Alquran, sehingga membawa kepada sikap lebih serius dalam memandang agama. Perkataan santri juga berasal dari bagasa jawa (cantrik) yang berarti orang yang selalu mengikuti seorang guru kemanapun belajra dari guru mengenai sesuatu keahlian.59 Sedangkan menurut Zamaksyari Dhofier, Pesantren sendiri pada dasarnya adalah tempat belajar para santri, sedangkan pondok berarti rumah atau tempat tinggal sederhana yang terbuat dari bambu. Disamping itu, kata pondok mungkin berasal dari bahasa Arab “Funduq” yang berarti “hotel atau asrama”.60 Perkataan kyai (laki-laki), dan nyai (wanita) mempunyai arti orang tua, kedua arti tersebut terkandung rasa pensucian pada yang tua, sehingga kyai tidak saja berarti yang tua, tetapi juga yang berarti sakral, keramat, dan sakti. Dilihat dari sudut keberadaan pesantren berbeda dengan pendapat dari kalangan peneliti. Sementara ada yang berpendapat pada umumnya berdirinya suatu pesntren diawali dari pengakuan masyarakat keunggulan dan ketinggalan ilmu seorang guru atau kyai. Karena keinginan menuntut dan memperoleh ilmu dari kyai atau guru tersebut maka masyarakat sekitar bhkan dari luar daerah datang kepadanya untuk belajar. Mereka lalu membangun tempat tinggal yang sederhana disekitar tempat tinggal guru atau kyai tersebut.61
58
Wahjoetomo, Perguruan TInggi Pesanten.Cet.II, (Jakarta: Gema Insani Press, 1997), h. 21. Nurcholis Madjid, Bilik-BIlik Pesanten, Sebuah Potret Perjalanan. Cet.I, (Jakarta: Paramadina, 1997), h. 30. 60 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren (Jakarta: LP3ES, 1983), h. 18. 61 Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Cet.I, (Jakarta: Raja Grafindo Persada. 1996), h. 138. 59
Tidak jelas dan tidak banyak referensi yang menjelaskan kapan pesantren pertama berdiri. Pada awal
rintisannya, pesantren bukan hnaya menekankan misi pendidikan,
melainkan juga dakwah, justru Lembaga pendidikan ini pada awalnya selalu mencari lokasi yang dapat menyalurkan dakwah, sehingga berbenturan antara nilai-nilai yang dibawanya dengan nilainilai yang telah mengakar di masyarakat setempat. Sehingga menghadapi kerawanan-kerawanan sosial dan keagamaan pada awal perjuangannya. Terkadang pesantren juga menghadapi penyerangan penguasa yang merasa tersaingi kewibawaanya. Sebagai contoh, Raden Paku (Sunan Giri) sewaktu merintis pondok pesantren di kedaton pernah terancam rencana pembunuhan atas perintah raja Majapahit (Prabu Brawijaya).62 Pesantren tidak pernah memulai konfrontasi sebab orientasi utamanya adalah melaksanakan dakwah dan menanamkan pendidikan. Pada tahap berikutnya, pesantren diterima masyarakat sebagai upaya mencerdaskan bangsa. Dan menjadi kebanggaan masyarakat sekitar, terutama bagi mereka yang muslim. Kemudian selanjutnya, dimasa kolonial belanda yang menguasai Indonesia selama 3,5 abad lamaya, selain menguasai politik, ekonomi, dan militer juga mengemban misi penyebaran agama Kristen. Bagi Belanda, pesantren merupakan lembaga yang anti terhadap gerakan kristenisasi dan upaya pembodohan masyarakat. Anggapan ini ialah argumen bagi belanda untuk menekan pertumbuhan pesantren. Hadimulyo menuturkan bahwa penjajah malah menghalanghalangi perkembangan agama Islam sehingga pondok pesantren tidak dapat berkembang secara normal.63 Bahkan pada 1882 Belanda membentuk “Pristeranden” yang bertugas mengawasi pengajaran agama di pesantren-pesantren. Kemudian pada awal penjajahan Jepang, pesantren berkonfrontasi dengan imperialisme baru, ini disebabkan karena penolakan Kyai Hasyim Asy’ari, dan kyai-kyai pesantren lainnya terhadap saikere (penghormatan terhadap Kaisar Jepang Tenno Haika sebagai keturunan dewa Amaterasu) dengan cara membungkukan badan 90 drajat menghadap Tokyo setiap pagi pukul 07.00, sehingga mereka ditangkap dan dipenjara Jepang. Wahjoetomo mengatakan bahwa pesantren yang berdiri ditanah air, khususnya di Jawa dimulai dan dibawa oleh wali songo, sehingga mungkin juga dapat dikatakan 62
Hasbullah, Sejarah , h. 139. Hadimulyo, Dua Pesantren Dua Wajah Budaya: Dalam Rahardjo (ed), Pergulatan Dunia Pesantren Membangun Dari Bawah, Cet.I, (Jakarta:P3M, 1985), h. 110. 63
pesantren yang pertama didirikan adalah “Pondok Pesantren yang pertama didirikan oleh Syekh Maulana Malik Ibrahim atau terkenal sebutan Sunan Gresik. (wafat tanggal 12 Rabiul Awal 882 H atau tanggal 8 April 1419 di Gresik).64
2. Tujuan Pondok Pesantren Pesantren mempunyai tujuan keagamaan, sesuai dengan pribadi dari kyai sendiri. Kebiasaan mendirikan lembaga pendidikan pesantren dipengaruhi oleh pengalaman pribadi kyai semasa belajar di pesantren. Tujuan pendidikan di pesantren sarat dengan muatanmuatan keagamaan, bahkan seorang kyai pernahmenjelaskan bahwa berdirinya pesantren adalah sebagai amal ibadah untuk kehidupan akhirat. 65 Tujuan-tujuan pendidikan di pesantren yang tidak dirumuskan secara tertulis dalam sebuah buku atau papan statistik tersebut dimaksudkan sebagai upaya secara diam-diam untuk menghindari sikap ria, yaitu memamerkan perbuatanperbuatan baik. Secara psikologis, kyai memiliki keyakinan keagamaan, bahwa perbuatan baik yang sering diikuti dengan sikap ria, tidak mendapatkan pahala dari Tuhan, sekalipun perbuatan itu dilakukan dengan jerih payah atas usaha sendiri.66 Tujuan pembelajaran di pesantren lebih mengutamakan niat untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat daripada mengejar hal-hal yang bersifat material. Seseorang yang mengaji/mesantren disarankan agar memantapkan niatnya dan mengikuti pengajian itu semata-mata untuk menghilangkan kebodohan yang ada pada dirinya. Karena itu, di dalam setiap pengajaran di pesantren, kyai selalu mangajak para santri untuk mengawalinya dengan membaca surat al-Fâtihah yang ditujukan kepada pengarang kitab yang dikaji, dan selanjutnya diakhiri dengan pembacaan doa oleh kyai. Kebiasaan ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan kepada pengarang kitab dan sekaligus sebagai rasa tunduk kepadanya, yaitu perbuatan yang dilakukan komunitas pesantren untuk memperoleh kebaikan atau keberkahan dari seseorang yang telah diketahui ketinggian ilmunya dan juga sifat-sifat mulia yang disandangnya.67 64
Lih. Imron Arifin, Kepemimpinan Kiyai Kasus Pondok Tebuireng (Malang:Kalimasahada Press, 1993), h. 79. 65 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1989), h. 41 66 Ibid., h. 141 67 Manfred Oepen dan Wolfgang Karcher, Dinamika Dunia Pesantren, (Jakarta : P3M, 1988), cet. ke-1, h. 2
Mengingat pesantren merupakan lembaga yang awal berdirinya melibatkan peran serta masyarakat sekitarnya, maka tujuan pendidikan di pesantren juga tidak lepas dari harapan masyarakat. Berbagai anggota masyarakat datang ke kyai menitipkan anaknya dengan maksud supaya dididik menjadi orang baik-baik, mengerti ilmu agama, menghormati kedua orang tua dan gurunya.68 Dalam kaitannya dengan pendidikan pesantren, maka pemahaman tujuannya hendaknya didasarkan terlebih dahulu pada tujuan hidup manusia menurut Islam. Artinya, tujuan pendidikan pesantren harus sejalan dengan tujuan hidup manusia menurut konsepsi dan nilai-nilai Islam. Maka dalam perumusannya, tujuan pendidikan pesantren yang memiliki tingkat kesamaan dengan pendidikan Islam itu seyogyanya memiliki keterpaduan, yaitu berorientasi kepada hakikat pendidikan, yang memiliki beberapa aspek sebagai berikut: 1) Tujuan hidup manusia yang berlandaskan misi keseimbangan hidup yang mengapresiasi kehidupan dunia dan akhirat. Manusia hidup bukan karena kebetulan, tanpa arah tujuan yang jelas. Ia diciptakan dengan membawa amanah dalam mengemban tugas dan tujuan hidup tertentu. 2) Memperhatikan tuntunan dan tatanan sosial masyarakat, baik berupa pelestarian nilai budaya, maupun pemenuhan tuntutan dan kebutuhan hidupnya dalam mengantisipasi perkembanngan dan tuntutan perubahan zaman,seperti terciptanya masyarakat etik (etical society) yang berkarakter pada sifat-sifat sosial yang tinggi seperti: (a) nilai religiusitas, artinya mendambakan model dan karakter masyarakat yang beretika religi, tidak sekuler; (b) nilai egalitaliun, yaitu watak yang mendambakan keadilan, membarikan kesempatan luas kepada masyarakat luas kepada masyarakat untuk tumbuh maju dan berkembang bersama-sama; (c) mengindahkan nilai demokrasi dan penegakan hukum; dan (d) memberikan penghargaan terhadap manusia (human digniti), menerima dengan segala kesadaran terhadap pluralisme dan multikulturalisme dalam berbangsa.
68
Ibid., h. 3
3)
Memperhatikan watak-watak dasar (nature) manusia seperti kecendrungan beragama (fitrah) yang mendambakan kebenaran, kebutuhan individual dan keluarga sesuai batas dan tingkat kesanggupan.69 Berdasarkan kriteria-kriteria dari tujuan dari tujuan pendidikan pesantren seperti
tersebut di atas, maka tujuan pesantren terpenting adalah dari pembelajaran di pesantren harus berorientasi pada kemanfaatan terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam proses pembelajaran dan pendirian pesantren itu sendiri, seperti kyai, santri dan masyarakat sekitarnya. Dengan kata lain, tujuan pembelajaran di pesantren dapat dirasakan manfaatnya bagi diri kyai dan keluarganya, para santri /pelajar, dan bagi masyarakat yang berada di sekitar pesantren.
3. Sistem Pembelajaran Pada Pondok Pesantren Untuk mengetahui karakteristik pendidikan pesantren, maka dapat di cari dari berbagai segi yang meliputi keseluruhan sistem pendidikan: materi pelajaran dan metode pengajaran, prinsip-prinsip pendidikan, sarana dan tujuan pendidikan pesantren, kehidupan kyai dan santri serta hubungan keduanya. Materi Pelajaran dan Metode Pengajaran sebagai lembaga pendidikan Islam, maka pesantren pada dasarnya hanya mengajarkan agama, sedangkan sumber kajian atau mata pelajarannya ialah kitab-kitab dalam bahasa Arab. Pelajara agama yang dikaji ialah Al-Qur’an dengan tajwidnya dan tafsirnya, fiqh dan usul fiqh, hadis dengan mushtahalah hadis, bahasa Arab dengan ilmu alatnya seperti nahwu, Sharaf. Kitab-kitab yang dikaji di pesantren umumnya kitab-kitab yang ditulis dalam abad pertengahan, yaitu antara abad ke-12 sampai dengan abad ke-15 atau yang sering disebut dengan “Kitab Kuning”. Namun di saat sekarang ini banyak pesantren-pesantren yang sudah memasukan sistem pendidikan yang modern dengan sistem pendidikan yang telah ditetapkan di Indonesia, seperti pengetahuan umum yang telah di ajarkan disekolahsekolah umum.70 Umumnya, suatu pondok pesantren berawal dari adanya seorang kyai di suatu tempat, kemudian datang santri yang ingin belajar agama kepadanya. Setelah semakin hari semakin banyak santri yang datang, timbullah inisiatif untuk mendirikan pondok atau 69
Pupuh Fathurrahman, Keunggulan Pendidikan Pesantren: Alternatif Sistem Pendidikan Terpadu Abad XXI, (Bandung : Paramartha, 2000), cet. ke-1, h. 155-157 70 Imron Arifin, Kepemimpinan, h. 80
asrama di samping rumah kyai. Pada zaman dahulu kyai tidak merencanakan bagaimana membangun pondoknya itu, namun yang terpikir hanyalah bagaimana mengajarkan ilmu agama supaya dapat dipahami dan dimengerti oleh santri. Kyai saat itu belum memberikan perhatian terhadap tempat-tempat yang didiami oleh para santri, yang umumnya sangat kecil dan sederhana. Mereka menempati sebuah gedung atau rumah kecil yang mereka dirikan sendiri di sekitar rumah kyai. Semakin banyak jumlah santri, semakin bertambah pula gubug yang didirikan. Para santri selanjutnya memopulerkan keberadaan pondok pesantren tersebut, sehingga menjadi terkenal ke mana-mana, contohnya seperti pada pondok-pondok yang timbul pada zaman Walisongo.71 Pondok Pesantren di Indonesia memiliki peran yang sangat besar, baik bagi kemajuan Islam itu sendiri maupun bagi bangsa Indonesia secara keseluruhan. Berdasarkan catatan yang ada, kegiatan pendidikan agama di Nusantara telah dimulai sejak tahun 1596. Kegiatan agama inilah yang kemudian dikenal dengan nama Pondok Pesantren. Bahkan dalam catatan Howard M. Federspiel- salah seorang pengkaji keislaman di Indonesia, menjelang abad ke-12 pusat-pusat studi di Aceh (pesantren disebut dengan nama Dayah di Aceh) dan Palembang (Sumatera), di Jawa Timur dan di Gowa (Sulawesi) telah menghasilkan tulisan-tulisan penting dan telah menarik santri untuk belajar.72. Kata santri berasal dari kata Cantrik (bahasa Sansakerta, atau mungkin Jawa) yang berarti orang yang selalu mengikuti guru, yang kemudian dikembangkan oleh Perguruan Taman Siswa dalam sistem asrama yang disebut Pawiyatan. Istilah santri juga dalam ada dalam bahasa Tamil, yang berarti guru mengaji, sedang C.C Berg berpendapat bahwa istilah tersebut berasal dari istilah shastri, yang dalam bahasa India berarti orang yang tahu buku-buku suci agama Hindu atau seorang sarjana ahli kitab suci agama Hindu. Terkadang juga dianggap sebagai gabungan kata saint (manusia baik) dengan suku kata tra (suka menolong), sehingga kata pesantren dapat berarti tempat pendidikan manusia baik-baik. 73 Elemen dasar pesantren adalah Sebuah pondok yang pada dasarnya merupakan sebuah asrama pendidikan Islam tradisional di mana para siswanya (santri) tinggal bersama 71
Rochidin Wahab Rochidin, Sejarah Pendidiikan Islam di Indonesia (Bandung: Alfabeta CV, 2004), h. 153-154. 72 Dalam buku terjemahan Hielmy Irfan, Wacana Islam (Ciamis: Pusat Informasi Pesantren, 2000), h. 120. 73 Fatah, Rohadi Abdul, Taufik, M Tata, Bisri, Abdul Mukti, Rekontruksi Pesantren Masa Depan (Jakarta Utara: PT. Listafariska Putra, 2005), h. 11.
di bawah bimbingan seorang atau lebih guru yang lebih dikenal dengan Kyai. 74 Dengan istilah pondok pesantren dimaksudkan sebagai suatu bentuk pendidikan keislaman yang melembaga di Indonesia. Pondok atau asrama merupakan tempat yang sudah disediakan untuk kegiatan bagi para santri. Adanya pondok ini banyak menunjang segala kegiatan yang ada. Hal ini didasarkan jarak pondok dengan sarana pondok yang lain biasanya berdekatan sehingga memudahkan untuk komunikasi antara Kyai dan santri, dan antara satu santri dengan santri yang lain. Dengan demikian tercipta situasi yang komunikatif di samping adanya hubungan timbal balik antara Kyai dan santri, dan antara santri dengan santri. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Zamakhsari Dhofir, bahwa adanya sikap timbal balik antara Kyai dan santri di mana para santri menganggap Kyai seolah-olah menjadi bapaknya sendiri, sedangkan santri dianggap Kyai sebagai titipan Allah yang harus senantiasa dilindungi 75 Sikap timbal balik tersebut menimbulkan rasa kekeluargaan dan saling menyayangi satu sama lain, sehingga mudah bagi Kyai dan ustaz untuk membimbing dan mengawasi anak didiknya atau santri. Segala sesuatu yang dihadapi oleh santri dapat dimonitor langsung oleh Kyai dan ustaz, sehingga dapat membantu memberikan pemecahan ataupun pengarahan yang cepat terhadap santri, mengurai masalah yang dihadapi para santri. 76 Keadaan pondok pada masa kolonial sangat berbeda dengan keberadaan pondok sekarang. Hurgronje menggambarkan keadaan pondok pada masa kolonial (dalam bukunya Imron Arifin, Kepemimpinan Kyai) yaitu: “Pondok terdiri dari sebuah gedung berbentuk persegi, biasanya dibangun dari bambu, tetapi di desa-desa yang agak makmur tiangnya terdiri dari kayu dan batangnya juga terbuat dari kayu. Tangga pondok dihubungkan ke sumur oleh sederet batu-batu titian, sehingga santri yang kebanyakan tidak bersepatu itu dapat mencuci kakinya sebelum naik ke pondoknya. Pondok yang sederhana hanya terdiri dari ruangan yang besar yang didiami bersama. Terdapat juga pondok yang agaknya sempurna di mana didapati sebuah gang (lorong) yang dihubungkan oleh pintu-pintu. Di sebelah kiri kanan gang terdapat kamar kecil-kecil dengan pintunya yang sempit, sehingga sewaktu memasuki kamar itu orang-
74
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren Studi tentang Pandangan Hidup Kyai (Jakarta: LP3S,1982), h. 49. 75 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi, h. 49. 76 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi, h. 50.
orang terpaksa harus membungkuk, jendelanya kecil-kecil dan memakai terali. Perabot di dalamnya sangat sederhana. Di depan jendela yang kecil itu terdapat tikar pandan atau rotan dan sebuah meja pendek dari bambu atau dari kayu, di atasnya terletak beberapa buah kitab.77” Dewasa ini keberadaan pondok pesantren sudah mengalami perkembangan sedemikian rupa sehingga komponen-komponen yang dimaksudkan makin lama makin bertambah dan dilengkapi sarana dan prasarananya. Dalam sejarah pertumbuhannya, pondok pesantren telah mengalami beberapa fase perkembangan, termasuk dibukanya pondok khusus perempuan. Dengan perkembangan tersebut, terdapat pondok perempuan dan pondok laki-laki. Sehingga pesantren yang tergolong besar dapat menerima santri lakilaki dan santri perempuan, dengan memilahkan pondok-pondok berdasarkan jenis kelamin dengan peraturan yang ketat.
Masjid di pondok pesantren merupakan elemen yang tak dapat dipisahkan dengan pesantren dan dianggap sebagai tempat yang paling tepat untuk mendidik para santri, terutama dalam praktik ibadah lima waktu, khotbah dan salat Jumat dan pengajaran kitabkitab Islam klasik. Sebagaimana pula Zamakhsyari Dhofir berpendapat bahwa: “Kedudukan masjid sebagai sebagai pusat pendidikan dalam tradisi pesantren merupakan manifestasi universalisme dari sistem pendidikan Islam tradisional. Dengan kata lain kesinambungan sistem pendidikan Islam yang berpusat di masjid sejak masjid Quba’ didirikan di dekat Madinah pada masa Nabi Muhammad saw tetap terpancar dalam sistem pesantren. Sejak zaman Nabi, masjid telah menjadi pusat pendidikan Islam”.78 Lembaga-lembaga pesantren di Jawa memelihara terus tradisi tersebut, bahkan pada zaman sekarang di daerah umat Islam begitu terpengaruh oleh kehidupan Barat, masih ditemui beberapa ulama dengan penuh pengabdian mengajar kepada para santri di masjid-masjid serta memberi wejangan dan anjuran kepada murid-muridnya. Di Jawa biasanya seorang Kyai yang mengembangkan sebuah pesantren pertama-tama dengan mendirikan masjid di dekat rumahnya. Langkah ini pun biasanya diambil atas perintah Kyainya yang telah menilai bahwa ia sanggup memimpin sebuah pesantren. Selanjutnya
77 78
Imron Arifin, Kepemimpinan, h. 6. Zamaksyari Dhofier, Tradisi, h. 49.
Kyai tersebut mengajar murid-muridnya (para santri) di masjid, sehingga masjid merupakan elemen yang sangat penting dari pesantren. Sejak tumbuhnya pesantren, pengajaran kitab-kitab klasik diberikan sebagai upaya untuk meneruskan tujuan utama pesantren yaitu mendidik calon-calon ulama yang setia terhadap paham Islam tradisional. Karena itu kitab-kitab Islam klasik merupakan bagian integral dari nilai dan paham pesantren yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Penyebutan kitab-kitab Islam klasik di dunia pesantren lebih populer dengan sebutan “kitab kuning”, tetapi asal-usul istilah ini belum diketahui secara pasti. Mungkin penyebutan istilah tersebut guna membatasi dengan tahun karangan atau disebabkan warna kertas dari kitab tersebut berwarna kuning, tetapi argumentasi ini kurang tepat sebab pada saat ini kitabkitab Islam klasik sudah banyak dicetak dengan kertas putih. Pengajaran kitab-kitab Islam klasik oleh pengasuh pondok (Kyai) atau ustaz biasanya dengan menggunakan sistem sorogan, wetonan, dan bandongan. Adapun kitabkitab Islam klasik yang diajarkan di pesantren menurut Zamakhsyari Dhofir dapat digolongkan ke dalam 8 kelompok, yaitu: (1) Nahwu (syntax) dan Sharaf (morfologi), (2) Fiqih (hukum), (3) Ushul Fiqh (yurispundensi), (4) Hadits, (5) Tafsir, (6) Tauhid (theologi), (7) Tasawuf dan Etika, (8) Cabang-cabang lain seperti Tarikh (sejarah) dan Balaghah”.79 Kitab-kitab Islam klasik adalah kepustakaan dan pegangan para Kyai di pesantren. Keberadaannya tidaklah dapat dipisahkan dengan Kyai di pesantren. Kitab-kitab Islam klasik merupakan modifikasi nilai-nilai ajaran Islam, sedangkan Kyai merupakan personifikasi dari nilai-nilai itu. Di sisi lain keharusan Kyai di samping tumbuh disebabkan kekuatan-kekuatan mistik yang juga karena kemampuannya menguasai kitab-kitab Islam klasik. Sehubungan dengan hal ini, Moh. Hasyim Munif mengatakan bahwa: “Ajaranajaran yang terkandung dalam kitab kuning tetap merupakan pedoman hidup dan kehidupan yang sah dan relevan. Sah artinya ajaran itu diyakini bersumber pada kitab Allah Alquran dan sunnah Rasulullah (Al-Hadits), dan relevan artinya ajaran-ajaran itu masih tetap cocok dan berguna kini atau nanti”80
79
Zamaksyari Dhofier, Tradisi, h. 50. Moh.Hasyim Munif, Pondok Pesantren Sebagai Tempat Berdakwah. Cet. I, (Bandung: Rineka Media Cipta Press, 2006), h. 78. 80
Dengan demikian, pengajaran kitab-kitab Islam klasik merupakan hal utama di pesantren guna mencetak alumnus yang menguasai pengetahuan tentang Islam bahkan diharapkan di antaranya dapat menjadi Kyai. Santri merupakan sebutan bagi para siswa yang belajar mendalami agama di pesantren. Biasanya para santri ini tinggal di pondok atau asrama pesantren yang telah disediakan, namun ada pula santri yang tidak tinggal di tempat yang telah disediakan tersebut yang biasa disebut dengan santri kalong sebagaimana yang telah penulis kemukakan pada pembahasan di depan. Menurut Zamakhsyari Dhofir berpendapat bahwa: “Santri yaitu murid-murid yang tinggal di dalam pesantren untuk mengikuti pelajaran kitab-kitab kuning atau kitab-kitab Islam klasik yang pada umumnya terdiri dari dua kelompok santri yaitu: - Santri Mukim yaitu santri atau murid-murid yang berasal dari jauh yang tinggal atau menetap di lingkungan pesantren. Santri Kalong yaitu santri yang berasal dari desa-desa sekitar pesantren yang mereka tidak menetap di lingkungan kompleks peantren tetapi setelah mengikuti pelajaran mereka pulang.81 Dalam menjalani kehidupan di pesantren, pada umumnya mereka mengurus sendiri keperluan sehari-hari dan mereka mendapat fasilitas yang sama antara santri yang satu dengan lainnya. Santri diwajibkan menaati peraturan yang ditetapkan di dalam pesantren tersebut dan apabila ada pelanggaran dikenakan sanksi sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan. Istilah Kyai bukan berasal dari bahasa Arab, melainkan dari bahasa Jawa. 82 Kata Kyai mempunyai makna yang agung, keramat, dan dituahkan. Selain gelar Kyai diberikan kepada seorang laki-laki yang lanjut usia, arif, dan dihormati di Jawa. Gelar Kyai juga diberikan untuk benda-benda yang keramat dan dituahkan, seperti keris dan tombak. Namun demikian pengertian paling luas di Indonesia, sebutan Kyai dimaksudkan untuk para pendiri dan pemimpin pesantren, yang sebagai muslim terhormat telah membaktikan hidupnya untuk Allah swt serta menyebarluaskan dan memperdalam ajaranajaran serta pandangan Islam melalui pendidikan. Kyai berkedudukan sebagai tokoh sentral dalam tata kehidupan pesantren, sekaligus sebagai pemimpin pesantren. Dalam kedudukan ini nilai kepesantrenannya banyak tergantung pada kepribadian Kyai sebagai suri teladan dan sekaligus pemegang
81 82
Zamaksyhari Dhofier, Tradisi, h. 51. Zamaksyhari Dhofier, Tradisi, h. 1.
kebijaksanaan mutlak dalam tata nilai pesantren. Dalam hal ini M. Habib Chirzin mengatakan bahwa peran kyai sangat besar sekali dalam bidang penanganan iman, bimbingan amaliyah, penyebaran dan pewarisan ilmu, pembinaan akhlak, pendidikan beramal, dan memimpin serta menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh santri dan masyarakat.
Dan dalam hal pemikiran kyai lebih banyak berupa terbentuknya pola berpikir, sikap, jiwa, serta orientasi tertentu untuk memimpin sesuai dengan latar belakang kepribadian kyai.83 Dari pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa peran Kyai sangat menentukan keberhasilan pesantren yang diasuhnya. Demikianlah beberapa uraian tentang elemen-elemen umum pesantren, yang pada dasarnya merupakan syarat dan gambaran kelengkapan elemen sebuah pondok pesantren yang terklasifikasi asli meskipun tidak menutup kemungkinan berkembang atau bertambah seiring dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat. Pesantren pada mulanya merupakan pusat penggemblengan nilai-nilai dan penyiaran agama Islam. Namun, dalam perkembangannya, lembaga
ini
semakin
memperlebar
wilayah
garapannya
yang
tidak
melulu
mengakselerasikan mobilitas vertikal (dengan penjejalan materi-materi keagamaan), tetapi juga mobilitas horisontal (kesadaran sosial). Pesantren kini tidak lagi berkutat pada kurikulum yang berbasis keagamaan (regional-based curriculum) dan cenderung melangit, tetapi juga kurikulum yang menyentuh persoalan kikian masyarakat (society-based curriculum). Dengan demikian, pesantren tidak bisa lagi didakwa semata-mata sebagai lembaga keagamaan murni, tetapi juga (seharusnya) menjadi lembaga sosial yang hidup yang terus merespons carut marut persoalan masyarakat di sekitarnya.84 Pondok Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam tertua yang merupakan produk budaya Indonesia. Keberadaan Pesantren di Indonesia dimulai sejak Islam masuk negeri ini dengan mengadopsi sistem pendidikan keagamaan yang sebenarnya telah lama berkembang sebelum kedatangan Islam. Sebagai lembaga pendidikan yang telah lama
83 84
M.Habib Chirzin, Tradisi Pesantren Masa kini (Jakarta: Alfabeta, 1996), h. 130. HS, Mastuki, El-sha, M. Ishom, Intelektualisme Pesantren (Jakarta: Diva Pustaka, 2006), h. 1.
berurat akar di negeri ini, pondok pesantren diakui memiliki andil yang sangat besar terhadap perjalanan sejarah bangsa. Banyak pesantren di Indonesia hanya membebankan para santrinya dengan biaya yang rendah, meskipun beberapa pesantren modern membebani dengan biaya yang lebih tinggi. Meski begitu, jika dibandingkan dengan beberapa institusi pendidikan lainnya yang sejenis, pesantren modern jauh lebih murah. Organisasi massa (ormas) Islam yang paling banyak memiliki pesantren adalah Nahdlatul Ulama (NU). Ormas Islam lainnya yang juga memiliki banyak pesantren adalah Al-Washliyah dan Hidayatullah. Pesantren yang hanya mengajarkan ilmu agama Islam saja umumnya disebut pesantren salaf. Pola tradisional yang diterapkan dalam pesantren salafi adalah para santri bekerja untuk kyai mereka bisa dengan mencangkul sawah, mengurusi empang (kolam ikan), dan lain sebagainya dan sebagai balasannya mereka diajari ilmu agama oleh kyai mereka tersebut. sebagian besar pesantren salafi menyediakan asrama sebagai tempat tinggal para santrinya dengan membebankan biaya yang rendah atau bahkan tanpa biaya sama sekali. Para santri, pada umumnya menghabiskan hingga 20 jam waktu sehari dengan penuh dengan kegiatan, dimulai dari salat shubuh di waktu pagi hingga mereka tidur kembali di waktu malam. Pada waktu siang, para santri pergi ke sekolah umum untuk belajar ilmu formal, pada waktu sore mereka menghadiri pengajian dengan kyai atau ustaz mereka untuk memperdalam pelajaran agama dan Alquran.85 Ada pula pesantren yang mengajarkan pendidikan umum, di mana persentase ajarannya lebih banyak ilmu-ilmu pendidikan agama Islam daripada ilmu umum (matematika, fisika, dan lainnya). Ini sering disebut dengan istilah pondok pesantren modern, dan umumnya tetap menekankan nilai-nilai dari kesederhanaan, keikhlasan, kemandirian, dan pengendalian diri. Pada pesantren dengan materi ajar campuran antara pendidikan ilmu formal dan ilmu agama Islam, para santri belajar seperti di sekolah umum atau madrasah. Pesantren campuran untuk tingkat SMP kadang-kadang juga dikenal dengan
nama Madrasah
Tsanawiyah,
sedangkan
untuk
tingkat SMA dengan
namaMadrasah Aliyah. Namun, perbedaan pesantren dan madrasah terletak pada sistemnya.
85
Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam Di Indonesia (Jakarta: Kencana Pranada Media Group, 2007), h. 27.
Pesantren memasukkan santrinya ke dalam asrama, sementara dalam madrasah tidak. Ada juga jenis pesantren semimodern yang masih mempertahankan kesalafannya dan memasukkan kurikulum modern di pesantren tersebut.86 Sebab-sebab terjadinya modernisasi Pesantren di antaranya: Pertama, munculnya wancana penolakan taqlid dengan “kembali kepada Alquran dan sunah” sebagai isu sentral yang mulai ditadaruskan sejak tahun 1900. Maka sejak saat itu perdebatan antara kaum tua dengan kaum muda, atau kalangan reformis dengan kalangan ortodoks/konservatif, mulai mengemuka sebagai wancana publik. Kedua, kian mengemukakan wacana perlawanan nasional atas kolonialisme belanda. Ketiga, terbitnya kesadaran kalangan Muslim untuk memperbaharui organisasi keislaman mereka yang berkonsentrasi dalam aspek sosial ekonomi. Keempat, dorongan kaum Muslim untuk memperbaharui sistem pendidikan Islam. Salah satu dari keempat faktor tersebut dalam pandangan Karel A. Steenbrink, yang sejatinya selalu menjadi sumber inspirasi para pembaharu Islam untuk melakukan perubahan Islam di Indonesia. 87
4.
Pembinaan Karakter di Pondok Pesantren Tantangan pendidikan dewasa ini untuk menghasilkan SDM yang berkualitas dan
tangguh semakin berat pendidikan tidak cukup hanya berhenti pada memberikan pengetahuan yang paling mutakhir, namun juga harus mampu membentuk dan membangun sistem keyakinan karakter kuat setiap peserta didik, sehingga mampu mengembangkan potensi diri dan menemukan tujuan hidupnya. Pendidikan di sekolah tidak lagi cukup hanya dengan mengajar peserta didik membaca, menulis, dan berhitung, kemudian lulus ujian, dan nantinya mendapatkan pekerjaan yang baik. Tetapi sekolah harus mampu mendidik peserta didik untuk mampu memutuskan apa yang benar dan apa yang salah. Sekolah juga perlu membantu orang tua untuk menemukan tujuan hidup setiap peserta didik. Perkembangan dunia yang begitu cepat dan semakin kompleks dan canggih, prinsip pendidikan untuk membangun etika dan karakter peserta didik tetap harus dipegang.
86 87
Haedari, H.Amin, Transformasi Pesantren (Jakarta: Media Nusantara,2007), h. 3. Karel A.Steenbirk, The Madrasah (Boulder: The University of Colorado Press, 1984), h. 73.
Pembangunan etika dan karakter perserta didik dilakukan dengan cara yang berbeda atau kreatif sehingga mampu mengimbangi perubahan kehidupan. Pendidik juga harus mampu menyiapkan peserta didik untuk bisa menangkap peluang dan kemajuan IPTEK. Pembinaan Karakter sangat penting dalam membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang kuat. Pembinaan karakter merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan. Oleh karena itu melalui pendidikan karakter harus menyertai semua aspek kehidupan termasuk di lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan, khususnya sekolah dipandang sebagai tempat yang strategis untuk membentuk karakter siswa. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik dalam segala ucapan, sikap, dan perilakunya mencerminkan karakter yang baik dan kuat. Lembaga pendidikan pondok pesantren sebagai lembaga penyiaran dan penyebaran agama dan sosial keagamaan memiliki banyak peran serta dapat membentuk kepribadian seseorang siswa-siswi. Bahkan seiring dengan terus berkembangnya berbagai fenomena pendidikan akhir-akhir ini, sebagai akibat globalisasi yang kian merambah dalam berbagai dimensi kehidupan, kehadiran pondok pesantren diharapkan mampu memberi solusi terhadap berbagai persoalan tersebut termasuk di dalamnya Pondok Pesantren Modern Terpadu Daár al-Mursyíd. Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia, setelah rumah tangga.88 Pesantren sendiri menurut pengertian dasarnya adalah tempat belajar para santri.89 Sebagai suatu lembaga pendidikan Islam, pesantren dari sudut historis kultural dapat dikatakan sebagai “training center” yang otomatis menjadi “cultural center” Islam yang disahkan atau dilembagakan oleh masyarakat, setidak-tidaknya oleh masyarakat Islam sendiri yang secara defacto tidak dapat diabaikan oleh pemerintah.90 Kehadiran pesantren di tengah-tengah masyarakat sangat diharapkan dapat memberikan angin segar terhadap masyarakat. Kemudian pesantren dengan pengaruhnya yang cukup luas berkembang pesat hampir di seluruh daerah di Indonesia. Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat, memadukan nilai-nilai pendidikan Islam dan umum yang bertujuan untuk
88
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam Cet.II, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994), h. 191. 89 Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam Cet. 1, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), h. 40. 90 Hasbullah, Kapita, h. 40.
menuntut ilmu serta memperdalam ilmu pengetahuan agama di samping penyebaran ilmu agama sehingga mewujudkan masyarakat yang memiliki keimanan dan keislaman dalam mencapai kebahagiaan hidup baik di dunia maupun di akhirat nantinya. Tugas dan tanggung jawab seseorang guru di pondok pesantren, tentu tidak terlepas dari guru yang memiliki kemampuan, keahlian, pembekalan bahkan kharisma yang cukup sehingga sedikit banyaknya diteladani masyarakat disekelilingnya maupun masyarakat yang menimba ilmu di dalamnya. Sistem pendidikan pondok pesantren mencakup seluruh aspek yakni kognitif, afektif maupun psikomotorik. Hal ini memberikan keyakinan bahwa guru agama harus dapat menampilkan sosok pribadi yang baik dan berakhlakul karimah yang di dasarkan pada komitmen keislamannya serta harus memiliki kemampuan profesional di tengahtengah masyarakat agar masyarakat mencontoh segala gerak-gerik guru-guru maupun santri yang telah mengecap studi di pesantren. Dengan demikian indikator kemampuan, keahlian bahkan keprofesionalan sebagaimana dikemukakan di atas harus dimiliki setiap guru agama Islam bahkan dilengkapi nilai-nilai kepribadian yang utama. Penyelenggaraan pembinaan karakter di pondok pesantren dilakukan secara terpadu melalui 3 jalur, yaitu: (1) pembelajaran, (2) manajemen, dan (3) ekstrakurikuler. Pendidikan karakter secara terintegrasi di dalam proses pembelajaran adalah pengenalan nilai-nilai, fasilitasi diperolehnya kesadaran pentingnya nilai-nilai, dan penginternalisasian nilai- nilai ke dalam tingkah laku peserta didik sehari-hari melalui proses pembelajaran baik yang berlangsung di dalam maupun di luar kelas pada semua mata pelajaran. Pada dasarnya kegiatan pembelajaran, selain untuk menjadikan peserta didik menguasai kompetensi (materi) yang ditargetkan, juga dirancang dan dilakukan untuk menjadikan peserta didik mengenal, menyadari/peduli, dan menginternalisasi nilai-nilai dan menjadikannya perilaku. Integrasi pembinaan karakter di dalam proses pembelajaran dilaksanakan melalui 3 tahap, yaitu: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, dan (3) evaluasi pembelajaran pada semua mata pelajaran. Bila tidak dibarengi dengan nilai-nilai kepribadian utama, segala usaha tersebut hanya memiliki hasil sebatas mengajarkan pengetahuan kepada subjek didik atau dalam arti kata pemindahan ilmu pengetahuan saja. Aspek moralnya tidak tersentuh, atau dalam
bahasa Sikun Pribadi, harus memiliki aspek kognitif, afektif dan psikomotorik di samping aspek konatif (motivasi).91 Keberadaan pesantren yang demikian sangat diharapkan dapat membina dan meningkatkan pelaksanaan keagamaan pada masyarakat sekitarnya terutama dalam pembinaan karakter.
D. Kajian Terdahulu/Penelitian yang Relevan Adapun untuk kajian terdahulu atau penelitian yang relevan dengan tesis ini walaupun pada hakikatnya kemiripan hampir sama, namun pada hakikatnya implementasi serta telaahnya yang berbeda di antaranya: 1. Tolip Sagala. Tesis Alumni Pascasarjana UIN-SU Medan Tahun 2013 dengan Judul “Budaya Organisasi Pesantren At-Taufiqurrahman Kecamatan Kualuh Selatan Kabupaten Labuhan Batu Utara” berkesimpulan bahwa : a. Bentuk budaya pesantren at-Taufiqurrahman adalah budaya disiplin, bertanggung jawab, berjiwa sederhana, berjiwa ikhlas, berpikiran bebas, berpengetahuan luas, jujur, berani mengedepankan yang benar, ukhuwah Islamiyah. Dengan adanya budaya organisasi tersebut berasal dan berbentuk dari adanya budaya organisasi secara garis struktural, yakni : (1) bagian keamanan pusat, (2) bagian bahasa, (3) bagian dapur, (4) bagian kepramukaan, (5) bagian ibadah dan (6) bagian pengajaran. b. Alasan dibentuknya organisasi tersebut adalah: (1) menjaga kedisiplinan pesantren, (2) membantu pimpinan dan guru dalam menjalankan roda kehidupan pesantren, (3) meningkatkan rasa tanggung jawab dan kemandirian tinggi dalam melaksanakan tugas pembelajaran baik di kelas maupun di luar kelas, (4) meningkatkan pemahaman para santri dan santriwati terhadap pendidikan belajar-mengajar dan bagaimana pola berorganisasi yang baik dan benar, (5) menumbuhkan rasa patriotisme dalam menggapai dan meraih cita-cita yang tidak luput dari berdisiplin. c. Kendala yang dihadapi pesantren adalah: (1)kurangnya wawasan serta kemandirian para santri dan santriwati untuk tetap berdikari yang tinggi, disiplin yang ditegakkan tidak membuat para santri dan santriwati untuk terus berbenah diri dalam mengadapi disiplin yang dibuat, (2) masih banyaknya setengah hati, artinya para santri dan santriwati yang belajar di pesantren at-Taufiqurrahman bukan kemauan sendiri, tapi 91
Sikun Pribadi, Mutiara-mutiara Pendidikan Cet. 1, (Jakarta: Erlangga, 1987), h. 99.
dari paksaan orang tua, tentunya hal ini menjadikan problem bagi pesantren atTaufiqurrahman dalam menegakkan disiplin, (3) masih banyaknya para santri dan santriwati kurang menjiwai dalam berorganisasi, pada intinya berorganisasi yang dikembangkan pesantren adalah menjadikan para santri dan santriwati dapat bertanggung jawab, berdikari, sopan, patuh terhadap pimpinan dan guru, (4) kurangnya pengawasan yang dilakukan para guru terutama dalam hal ibadah, karena sebagian ustaz ada juga yang tidak melaksanakan ibadah bersama-sama dengan para santri dan santriwati pada setiap 5 waktu. Sehingga lemahanya pengawasan dari para guru membuat/menjadikan kedisiplinan santri/santriwati menjadi tidak terkendali. Solusi yang dikembangkan untuk mengatasi kendala-kendala tersebut adalah: (1) berupaya semaksimal mungkin menanamkan budaya organisasi berdisiplin melalui diskusi umum, ceramah agama, sosialisasi, seminar, (2) menanamkan moto Pesantren dan Panca jiwa Pesantren melalui aktifitas-aktifitas sehari-hari.
2.
Miftahulhaq Aldin,Tesis Alumni Pascasarjana Universitas Indonesia Jakarta tahun 2005 dengan judul “Kepemimpinan Pesantren Daarul al-Haramain di pedukuhan Mertosanan Wetan, Bantul, Yogyakarta): a. Kepemimpinan yang bercorakkan kepada bentuk kesederhanaan, kedisiplinan membuahkan pengembangan dan pendekatan kepada santri dan santriwati dalam meniti karir pengkaderan dan pengelolaan pesantren daarul al-haramain b. Kepemimpinan pesantren Daarul al-haramain membentuk pengembangan yang bercorakkan kepada salafiyah c. Kepemimpinan pesantren daarul al-haramaian memiliki karakter wawasan intelektual yang tinggi dalam mengedepankan program kader muslim di masyarakat
3.
Abdul Gani Panjaitan, Tesis Alumni Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri Sumatera Utara Medan tahun 2012 dengan judul “ Gaya kepemimpinan pesantren ar-Raudhatul Hasanah Medan” berkesimpulan bahwa: a. Kepemimpinan yang diembang merupakan kepemimpinan yang memiliki karakter atau memiliki moto pondok dan panca jiwa seperti keikhlasan, berdikari, mandiri, sederhana
b. Kepemimpinan pesantren berasaskan waqaf, artinya hasil dari pesantren tidak dihibahkan kepada pimpinan, namun pimpinan mencari penghasilan dari luar pesantren c. Kepemimpinan pesantren lebih mengedepankan sikap rasional mengenai kaderisasi umat d. Kepemimpinan pesantren tidak memiliki sikap untuk menguasai omset atau kekayaan yang ada di pesantren tersebut.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan oleh peneliti dalam hal ini adalah penelitian kualitatif. Boglan dan Biklen mengungkapkan bahwa karakteristik pendekatan kualitatif meliputi ; (a) sumber data langsung dalam situasi yang wajar; (b) bersifat deskriptif; (c) mengutamakan proses daripada produk atau hasil; (d) analisis data secara induktif; (e) mengutamakan makna.92 Penelitian ini terkait dengan aktivitas peneliti mengadakan kajian tentang seberapa besarnya peranan atau keterlibatan pendidikan agama Islam dalam membina karakter santri dan santriwati yang berkembang di Pondok Pesantren AlWashliyah Gading Tanjungbalai sebagai bagian dari pengembangan mata pelajaran akidah akhlak yang diimplementasikan kedalam kegiatan intra-kurikuler dan ekstra-kurikuler. Penelitian kualitatif menurut Lexy J Moleong bahwa penelitian kualitatif itu untuk mencari dan menemukan pengertian atau pemahaman tentang fenomena dalam suatu latar yang berkonteks khusus. Pengertian ini hanya mempersoalkan dua aspek yaitu pendekatan penelitian yang digunakan adalah naturalistik sedang upaya dan tujuannya adalah memahami suatu fenomena dalam suatu konteks khusus. Hal itu berarti bahwa tidak seluruh konteks dapatlah diteliti tetapi penelitian kualitatif itu harus dilakukan dalam suatu konteks yang khusus.93 Selama pelaksanaan penelitian kualitatif ini maka aktivitas yang dilakukan adalah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya, mendekati atau berinteraksi dengan orang-orang yang berhubungan dengan fokus penelitian dengan tujuan mencoba memahami, menggali pandangan dan pengalaman mereka untuk mendapatkan informasi atau data yang diperlukan.94 Peran peneliti dalam penelitian kualitatif adalah sebagai instrumen kunci dalam mengumpulkan data, dan menafsirkan data. Alat pengumpulan data biasanya menggunakan pengamatan langsung, wawancara, studi
92
Bogdan and Biklen, Qualitative Research for Education ; An Introduction to Theory and Methods. Boston ; Allyn and Bacon : Inc, 1982,h.27-30 93 Lexy, J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi.Cet.XXIV (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), h. 6. 94 Ibid, h. 51.
dokumen, sedangkan kesahihan dan keterandalan data menggunakan triangulasi dengan menggunakan metode induktif. Penelitian ini sesuai menggunakan pendekatan penelitian kualitatif karena memenuhi
karakteristik
penelitian
kualitatif,
terutama
jika
dilakukan
dengan
pengungkapan data secara mendalam melalui teknik wawancara, observasi dan kajian dokumen terhadap apa yang dilakukan para informan, bagaimana mereka melakukan kegiatan, untuk apa kegiatan-kegiatan dilakukan, dan mengamati peranan atau keterlibatan pendidikan agama Islam dalam membina karakter santri dan santriwati di Pondok Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjungbalai. B.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini berlokasi di Pondok Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjungbalai.
Adapun lokasi yang dipilih merupakan lokasi yang strategis, selain bisa mendapat informasi yang akurat, peneliti juga merupakan masyarakat setempat dan bukan termasuk ke dalam anggota komite sekolah dan untuk penelitian ini dimulai pada studi awal tanggal 09 Juni 2016. Penelitian ini melakukan wawancara dengan: 1. Kepala Madrasah pada: a. Tanggal 20 Nopember 2015 penelitian awal (pendahukuan) b. Tanggal 13 Juni 2016 penelitian lanjutan 2.
Wakil Kepala Madraah/ PKM I bidang kurikulum pada : a. Tanggal 24 Nopember 2015 penelitian awal (pendahuluan) b. Tanggal 15 Juni 2016 penelitian lanjutan
3.
Guru Pendidikan Agama Islam di antaranya: a. Ustadz
Sahbuddin
pada
tanggal
25
Nopember
2016
(penelitian
awal/pendahuluan) b. Syamsidar, S.Pd.I Tanggal 20 Juni 2016 c. Ahmadsyah, BA Tanggal 23 Juni 2016 4.
Santri, yakni tanggal 25 s/d 27 Juli 2016 Namun demikian demi kesempurnaan tesis ini, peneliti mengadakan re-
observasi/research awal yang dimulai pada tanggal 25 Januari 2015 s/d 29 April 2016
Jadwal penelitian ini dilakukan pada hari Senin Selasa,Kamis,Jumat dan Sabtu untuk masing-masing kelas (khususnya kepada santri dan santriwati), yakni:
Tabel 3.1 : Jadwal Observasi Awal Penelitian di MTs Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjungbalai Hari
Kelas
Keterangan
1. Senin
VII MTs
25 Januari 2016
2. Jumat
IX MTs
12 Februari 2016
3. Selasa
VIII MTs
20 Februari 2016
4. Jumat
VII MTs
26 Februari 2016
5. Jumat
VIII MTs
11 Maret 2016
6. Sabtu
IX MTs
12 Maret 2016
7. Kamis
VIII Mts
17 Maret 2016
8. Selasa
VIII MTs
5 April 2016
9. Kamis
VII MTs
14 April 2016
10. Selasa
IX MTs
26 April 2016
Tabel 3.2 : Pelaksanaan Penelitian di Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjungbalai
BULAN-THN 2015/2016 No
Kegiatan Okt
Nop
xx
xx
Des
Jan
1
Pembuatan proposal
2
Pembuatan Instrumen
3
Setudi Awal
X
3
Seminar Proposal
X
4
Kelapangan
X
5
Menulis Data
6
Membuat laporan dan Penelitian hasil
Mei
Juni
Juli
xxx
xxx
Xxx
x
x
xx
C. Sumber Data Perolehan data dalam penelitian ini diambil dari dua sumber yakni sumber utama atau sumber primer yang dalam hal ini bisa melalui 1. Kepala Madrasah Yang dimaksud dengan kepala madrasah disini adalah selaku penanggung jawab penuh terhadap kegiatan pembinaan karakter yang dilakukan oleh guru-guru mata pelajaran agama khususnya pada bidang akidah akhlak terhadap para santri dan santriwatinya. Penelitian yang dilakukan berdasarkan wawancara terhadap kepala madrasah sebagai penguat terhadap bukti bahwa pembinaan karakter di pondok pesantren ini dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan sikap kepribadian santri dan santriwati yang berakhlakul karimah, sopan santun serta dapat mengembangkan aspek kognitif, psikomotorik dan afektif
2. PKM 1 Bidang Kurikulum Yang dimaksud dengan PKM 1 bidang kurikulum di sini adalah sebagai wakil kepala madrasah yang ikut bertanggung jawab penuh terhadap regulasi/kebijakan yang berkembang dalam metode atau cara ajar guru pembelajaran pendidikan agama Islam yang kaitannya dengan pembinaan karakter santri dan santriwati
3. Guru Bidang Studi Kajian tentang guru bidang studi melalui observasi dan interview merupakan landasan utama bagi peneliti untuk mencari kegiatan-kegiatan pengembangan yang dilakukan guru terhadap santri dan santriwatinya, hal ini sangat berkaitan erat dengan pembinaan yang dilakukan pada kegiatan intra-kurikuler dan ekstra-kurikuler sehingga melahirkan satu temuan khusus dalam pelengkap data-data dokumentasi seputar peranan pendidikan agama Islam yang diimplementasikan ke dalam bentuk mata pelajaran akidah akhlak. Pengembangan interview terhadap guru bidang studi ini diperkuat oleh hasil wawancara peneliti dengannya merupakan satu dokumentasi pribadi penting bagi peneliti untuk menyimpulkan proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru-guru pendidikan agama Islam terhadap santri dan santriwati
4. Wali Kelas Yang dimaksud dengan wali kelas ini adalah sebagai guru yang selalu berdampingan erat dengan santri dan santriwatinya. Maka peneliti dalam hal ini menganalisis, mengobservasi hasil yang didapatkan dalam temuan bersama untuk membahas seberapa besar kompetensi, seberapa besar etos kerja, dan seberapa besar perhatian wali kelas dalam meningatkan karakter santri dan santriwati dalam kegiatan intra-kurikuler dan ekstra-kurikuler sebagai bagian dari pembelajaran pendidikan agama Islam 5. Santri dan santriwati Adapun yang dibangun dalam komunikasi ini adalah untuk melihat seberapa jauh pemahaman peserta didik dalam menghadapi materi pelajaran agama, baik itu secara otodidak, belajar sendiri. Atau metodenya bersifat kualitatif. Yakni dengan wawancara, observasi dan interview (wawancara) hal ini dibangun melalui upaya pendekatan kepada santri dan santriwati dalam keikutsertaan mereka dalam seluruh kegiatan kepondok
pesantrenan
khususnya
pada
aspek
pembinaan,
pembentukan,
pembelajaran,
peningkatan karakter santri dan santriwati itu sendiri. Dalam penelitian kualitatif, sumber dara yang utama dicatat melalui catatan tertulis, casset recorder untuk merekam, atau kamera untuk pengambilan foto, yang kesemuanya itu untuk mendukung penelitian. Sumber kedua berupa aturan tertulis, data, tabel, gambar dan sebagainya yang kita kategorikan sebagai sumber atau data sekunder yang berfungsi untuk mendukung data primer.
D. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan teknik yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi di lapangan penelitian. Di antaranya adalah dengan teknik wawancara, observasi dan dokumentasi. Penjelasan dari ketiga teknik ini adalah : 1) Wawancara Wawancara, dalam wawancara ini juga diistilahkan dengan interview. Hal ini adalah suatu metode klasik untuk mengumpulkan data dalam hubungan dengan suatu masalah, di antaranya dalam bidang pendidikan atau ilmu jiwa yang sedang dibahas atau harus dipecahkan95 atau Tanya jawab dengan seseorang yang dimintai keterangan atau pendapat, Tanya jawab peneliti dengan obyek sebagai manusia sumber data. 96 Maksudnya adalah peneliti dalam hal ini menggunakan obyek keterangan manusia sebagai sumber data di antaranya adalah para santri dan santriwati serta para guru pendidik dan tenaga kependidikan dalam kegiatan intra-kurikuler dan ekstra-kurikuler kurikulum wajib belajar terutama yang berkenaan dengan mata pelajaran akidah akhlak, hal ini sebagai bentuk pembinaan karakter santri dan santriwati dalam mengarahkan sikap atau aspek dasar kepribadian mereka untuk menjadi santri dan santriwati yang taat dan beriman kepada Allah swt. dalam hal ini juga peneliti melakukan praktik wawancara secara intensif terhadap guru-guru atau pendidik dan tenaga kependidikan seputar aktivitas, proses, sistem, aplikasi, serta evaluasi sumatif
95 96
Soeganda Poerbakawatja, Ensiklopedi Pendidikan (Jakarta: Gunung Agung, cet. I, 1981), h. 147. Tim reality, Kamus Bahasa Indonesia (Surabaya: Reality Publisher, 2008), h. 673.
dan formatif yang dilaksanakan oleh guru terhadap para santri dan santriwati pada setiap harinya (terutama dalam pembinaan karakter) 2) Observasi Observasi adalah suatu teknik atau metode yang mencatat tingkah laku dan reaksireaksi dari si anak setiap kali terjadi untuk dipergunakan sebagai bahan dalam mempelajari dan menganalisa masalah-masalah si anak97 atau boleh juga dikatakan sebagai peninjauan secara cermat, pengamatan.98 Hasil observasi ini diperlukan untuk memperoleh data sekaligus dapat mendukung dan memberikan gambaran secara rinci tentang obyek penelitian di lapangan. Peneliti melakukan pengamatan terhadap semua kegiatan belajar mengajar di lingkungan pesantren terutama yang berhubungan peranan/keterlibatan atau tanggung jawab proses pembelajaran pendidikan agama Islam dalam meningkatkan kegiatan ekstra-kurikuler dan intra-kurikuler, khususnya pada kegiatan pembinaan karakter santri dan santriwati di Pondok Pesantren AlWashliyah Gading Tanjungbalai. 3) Dokumentasi Dokumentasi adalah pengumpulan, pengolahan dan penyimpanan informasi di bidang pengetahuan. Dokumen ini nantinya adalah dilakukan melalui bahan tertulis ataupun rekaman biografi dan synopsis (kegiatan utama dalam documenter). Dokumen biasanya dibagi atas dua jenis yakni dokumen pribadi dan dokumen resmi. Adapun yang dimaksud dengan dokumen pribadi di sini adalah dokumen yang berkenaan langsung terhadap para guru/pendidik dan tenaga kependidikan secara personality melalui bentuk pemberian materi ajar yang diberikan mereka secara langsung kepada para santri dan santriwati, baik itu melalui kegiatan intra-kurikuler maupun kegiatan ekstra-kurikuler. Sedangkan yang dimaksud dengan dokumen resmi di sini adalah dokumen yang memuat tentang file-file yang berkenaan dengan proses belajarmengajar secara umum, terkhusus bagi para guru/pendidik yang secara eksklusif maupun inklusif memberikan materi ajar, yakni materi ajar akidah akhlak pada sub pokok bahasan pendidikan,pembinaan, pembentukan karakter seseorang dalam agama.
97 98
Soeganda Poerbakawatja, , Ensiklopedi Pendidikan. h. 233. Soeganda Poerbawatja, , Ensiklopedi Pendidikan , h. 472.
E. Teknik Analisis Data Setelah data yang diperlukan terkumpul dengan menggunakan teknik pengumpulan data atau instrument yang ditetapkan, maka kegiatan selanjutnya adalah melakukan analisis data. Data yang dikumpulkan bukanlah secara random atau mekanik, tetapi dikuasai oleh pengembangan hipotesis. Apa yang ditemukan pada suatu saat adalah satu pedoman yang langsung terdapat apa yang dikumpulkan melalui wawancara, observasi dan dokumentasi. Setelah data dan informasi yang diperlukan terkumpul selanjutnya dianalisis dalam rangka menemukan makna temuan. Menurut Lexy J, Moleong, bahwa analisis data ialah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. Selanjutnya dikemukakan bahwa analisis data merupakan proses yang terus menerus dilakukan di dalam riset observasi partisipan. Data atau informasi yang diperoleh dari lokasi penelitian dianalisis secara kontinu setelah dibuat catatan lapangan untuk menemukan tema budaya atau makna perilaku subjek penelitian. Menurut Faisal,99 bahwa analisis data dalam penelitian kualitatif bergerak secara induktif yaitu data/fakta yang dikategorikan menuju ke tingkat abstraksi yang lebih tinggi, melakukan sintesis dan mengembangkan teori bila diperlukan. Setelah data dikumpulkan dari lokasi penelitian melalui wawancara, observasi dan dokumen maka dilakukan pengelompokan dan pengurangan yang tidak penting, setelah itu dilakukan analisis penguraian dan penarikan kesimpulan tentang makna perilaku subjek penelitian dalam latar serta fokus pada penelitian. Bogdan dan Biklen,100 menjelaskan bahwa analisis data ialah proses mencari dan mengatur secara sistematis transkip wawancara, catatan lapangan dan bahan-bahan lain yang telah dikumpulkan untuk menambah pemahaman sendiri mengenai bahan-bahan tersebut sehingga memungkinkan temuan tersebut di laporkan kepada pihak lain. Lebih jauh dijelaskan bahwa analisis data mencakup kegiatan mengerjakan data, menatanya, membagi menjadi satuan-satuan yang dapat dikelola, mensintesisnya, mencari 99
Faisal, Penelitian Kualitatif, h. 45. Bogdan, Robert dan Stephen J Taylor, Introduction to Qualitative Research Methodes ( New York, John Wiley and Sons, 1985), h. 103. 100
pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dilaporkan. Adapun hasil akhir dari penelitian ini adalah berupa laporan akhir yang dilaksanakan secara terencana melalui tindakan. Dengan analisis data, maka data tersusun dengan baik dan teratur sehingga dapat diketahui makna dari temuan sesuai fokus penelitian. Analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Analisis data di dalam penelitian kualitatif dilakukan dalam proses.101
F. Penyajian Data Yaitu proses pemberian informasi yang memungkinkan penarikan kesimpulan. Penyajian data merupakan proses pemberian sekumpulan informasi yang sudah disusun sehingga memungkinkan penarikan kesimpulan dan merupakan gambaran keseluruhan dari kelompok data yang diperoleh agar mudah dibaca secara keseluruhan. Keberadaan data awal baik berupa kata-kata, tulisan-tulisan maupun tingkah laku sosial para aktor (Kepala Madrasah, PKM 1 Bidang Kurikulum, Guru Mata Pelajaran serta santri dan santriwati), yang diperoleh melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Penyajian data dalam penelitian kualitatif memang harus dilakukan terus menerus sehingga data yang ditemukan dinyatakan lengkap, sebab ini adalah salah satu jalan mendapatkan hasil penelitian yang sahih. Menurut Bogdan dan Biklen,102 penyajian data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja melalui pengecekan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensistesiskannya, mencari data dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang diceritakan kepada orang lain. Penyajian data kualitatif prosesnya dapat dilakukan sebagai berikut: 1.
Mencatat yang menghasilkan temuan lapangan, dengan hal itu diberi kode agar sumber datanya tetap dapat ditelusuri
2.
Mengumpulkan, memilah-milah, mengklasifikasikan, mensintesiskan, membuat ikhtisar, dan membuat indeksnya.
101
Matthew B,Miles dan A.Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif, Terj. Cecep Rohendi Rohidi ( Jakarta: UI-Press, 1992), h. 16. 102 Lih. Masganti, Metode Penelitian Pendidikan Islam (Medan: IAIN Press, cet.I, 2011), h. 202.
3.
Berpikir dengan membuat agar kategori data itu mempunyai makna, mencari dan menemukan pola dan hubungan-hubungan, dan membuat temuan-temuan umum. Dari beberapa definisi di atas dapatlah dipahami bahwa penyajian data dalam
metode penelitian kualitatif terdiri dari proses dan komponen-komponen dalam penyajian data kualitatif.
G. Teknik Penjamin Keabsahan Data Untuk memberikan dukungan terhadap hasil temuan dan keautentikan penelitian, maka penelitian mengacu pada penggunaan standar keabsahan data, , yang dapat dilakukan dengan cara: 1. Kepercayaan Dalam kepercayaan dapat melakukan cara: a.
Memperpanjang waktu pengumpulan data. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menyediakan waktu yang dirasa cukup untuk menguji informasi-informasi yang mungkin salah akibat dari gangguan-gangguan lain atau kesalahan informan, sehingga kebenaran data dapat terbangun.
b.
Ketekunan pengamatan, tujuannya adalah untuk mengidentifikasi karakteristik serta unsur-unsur dalam situasi yang dialami yang sesuai dengan isu-isu atau masalah – masalah yang sedang digali dan ditelaah dengan tujuan untuk mempertajam fokus.
c.
Melakukan triangulasi data, yaitu mengecek kembali kebenaran data dengan cara membandingkan dengan data dan sumber data lain. Pengecekan ini dilakukan secara vertical dan horizontal. Upaya yagn dilakukan dalam rangka triangulasi dapat dengan cara
membandingkan
hasil
wawancara
dengan
hasil
pengaktualisasiannya,
memperbanyak sumber data untuk setiap fokus penelitian tertentu. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh informasi dari beberapa sumber untuk diperiksa silang, misalnya antara data wawancara dengan pengamatan dan dokumen, antara informan dengan informan lainnya d.
Mendiskusikan dengan teman sepengajaran, maksudnya semakin banyak guru yang membahasnya, maka semakin berkualitaslah data yang diperoleh tersebut.
e.
Melakukan analisis kasus negative, yaitu menganalisa dan mencari kasus atau keadaan yang menyanggah temuan penelitian sehingga tidak ada lagi bukti-bukti yang dapat dijadikan untuk menolak temuan penelitian.
2.
Keteralihan Yaitu agar pembaca mendapatkan gambaran yang jelas mengenai latar penelitian dengan maksud agar penelitian ini dapat diaplikasikan atau diberlakukan kepada konteks atau situasi yang sejenis. Kriteria ini disebut juga dengan validitas eksternal, yaitu sejauh mana hasil penelitiannya dapat diterapkan atau digunakan di tempat dan situasi yang berbeda. Dengan kata lain keteralihan ini disebut juga dengan generalisasi.
3.
Keandalan Keandalan atau dependabilitas merupakan salah satu kriteria kebenaran dalam penelitian kualitatif yang pengertiannya hampir sama dengan reliabilitas dalam penelitian kuantitatif, yaitu mengupas tentang konsistensi hasil penelitian. Artinya sebagai kriteria untuk menguji apakah penelitian ini dapat diulang di tempat lain dengan temuan hasil yang sama.
4.
Kepastian Kepastian berkaitan dengan objektivitas hasil penelitian. Pada hakikatnya suatu situasi sosial bersifat unik dan tidak dapat dikonstruksi sepenuhnya seperti semula. Untuk itu guna menjaga kebenaran dan objektivitas dari hasil penelitian perlu melakukan pemeriksaan kembali guna meyakinkan bahwa hasil-hasil yang dilaporkan dapat dipercaya dan sesuai dengan situasi yang nyata.
DAFTAR PUSTAKA
A.M., Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar Pedoman Bagi Guru.Cet.II, Jakarta: Rajawali,1998. Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Islam Berbasis Kompetensi, Remaja Rosdakarya, 2005.
Bandung:
Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Anshori al-Qurtubi. Al-Jami’ Li Ahkam AlQuran Jilid I (Kairo: Daru ‘Ulumi al-Quran, tt), h. 943. Adz-Dzahabi, al-Tafsir wa al-Mufassirun, Kairo: Daru al-Hadis, 2005. Al-Islam, Sahid Hawa, Abdul Hayyie al-Kattani, dari Judul asli al-Islam, Jakarta: Gema Insani, 2004. Aly, Hery Noer, Ilmu Pendidikan Islam Cet.IV Edisi Revisi Ke-2, Bandung: Mizan, 2009. Amin, Haedari, H., Transformasi Pesantren, Jakarta: Media Nusantara, 2007. Bogdan and Biklen, Qualitative Research for Education ; An Introduction to Theory and Methods. Boston ; Allyn and Bacon : Inc, 1982. Chirzin, M. Habib, Tradisi Pesantren Masa kini, Jakarta: Alfabeta, 1996. Daulay, Haidar Putra, Pendidikan Islam di Indonesia, Bandung: Citapustaka Media, cet.2, 2001), h. 71. Daulay, Haidar Putra, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam Di Indonesia, Jakarta: Kencana Pranada Media Group, 2007. Departemen Agama Republik Indonesia, Tafsir al-Qur’an dan Terjemahannya. Cet.II Semarang: Toha Putra, 1995. Dhofier, Zamakhsyari, Tradisi Pesantren Studi tentang Pandangan Hidup Kyai, Jakarta: LP3S,1982. Dhofier, Zamakhsyari, Tradisi Pesantren Studi tentang Pandangan Hidup Kyai =, Jakarta: LP3S,1982. Dofhier
Zamakhsyari, Tradisi Pesantren, Jakarta: LP3ES, 1983.
Fatah, Rohadi Abdul, Taufik, M Tata, Bisri, Abdul Mukti, Rekontruksi Pesantren Masa Depan, Jakarta Utara: PT. Listafariska Putra, 2005. 148
Gunawan, Heri, Kurikulum Bandung:Alfabeta, 2013.
dan
Pembelajaran
Pendidikan
Agama
Islam,
Hadimulyo, Dua Pesantren Dua Wajah Budaya: Dalam Rahardjo (ed), Pergulatan Dunia Pesantren Membangun Dari Bawah, Cet.I, Jakarta:P3M, 1985. Arifin, Lih. Imron, Kepemimpinan Kiyai Kasus Pondok Tebuireng, Malang:Kalimasahada Press, 1993. Hamid, Syamsu Rijal, Buku Pintar Agama Islam. Cet.XIII, Bogor; Penebar Salam, 2003. Hamka, Pelajaran Agama Islam. Jilid I, Jakarta: Bulan Bintang, 1978. Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam Cet. 1, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996. Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Cet.I, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996. Hidayatullah, Furqon, Pendidikan Karakter Membangun Peradaban Bangsa. Surakarta: Yuma Pustaka, 2010. HS, Mastuki, El-sha, M. Ishom, Intelektualisme Pesantren, Jakarta: Diva Pustaka, 2006. I.L. Pasaribu dan Simanjutak, Membina dan Mengembangkan Generasi Muda, Bandung : Tarsito, 1990. Kafrawi, Ridwan, Ensiklopedi Islam jilid ke-2 FAS-KAL. Cet.IV, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoove, 1997. Khan, D.Yahya, Pendidikan Karakter Berbasis Potensi Diri, Yogyakarta : Pelangi Publising, 2010. M. Sulton Masyhud dan M.Khusnurdilo, Manajemen Pondok Pesantren, Jakarta: Diva Pustaka, cet. II, 2003. Madjid, Nurcholis, Bilik-BIlik Pesanten, Sebuah Potret Perjalanan. Cet.I, Jakarta: Paramadina, 1997. Mangunhardjana, A., Pembinaan, Arti dan Metodenya, Yogyakarta: Kanisius, 2006. Masganti, Metode Penelitian Pendidikan Islam, Medan: IAIN Press, cet.I, 2011. Matthew B,Miles dan A.Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif, Terj. Cecep Rohendi Rohidi, Jakarta: UI-Press, 1992. Megawangi, Ratna, Pendidikan Karakter Solusi yang Tepat untuk Membangun Bangsa, Jakarta: BPMGAS, 2004.
Menkokesra, 18 Nilai Pendidikan Karakter Bangsa Sebagai Salah Satu Antisipasi Tawuran Pelajar, http://www.menkokesra.go.id/content/18-nilai-pendidikankarakter-bangsasebagai-salah-satu-antisipasi-tawuran-pelajar diunduh pada tanggal 3 Mei 2016. Moleong, Lexy, J., Metode Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi.Cet.XXIV Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010. Muchlas Samani & Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011. Mudlofir, Ali, Aplikasi Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan Materi ajar Dalam Pendidikan Agama Islam, Bandung: Rajawali Pers, 2012. Muhaimin, Paradigma Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Kalamulya, 2005. Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, Bandung: Remaja Rosdakarta, 2004. Mulyasa, E., Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005. Munif, Moh. Hasyim, Pondok Pesantren Sebagai Tempat Berdakwah. Cet. I, Bandung: Rineka Media Cipta Press, 2006. Munir, Abdullah, Pendidikan Karakter Membangun Karakter anak sejak dari Rumah, Yogyakarta: Pedagogia, 2010. Nasution, Harun, Islam ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, Jakarta: UI Press, 1979. Nata, Abuddin, Sosiologi Pendidikan Islam. Cet.I, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2007 dalam Bab I, Ketentuan Umum, Pasal 1 ayat (2); Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab di Madrasah, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Isla, Kementerian Agama Republik Indonesia, 2008), h. 5-6. Poerbakawatja, Soeganda, Ensiklopedi Pendidikan, Jakarta: Gunung Agung, cet. I, 1981. Poerbakawatja, Soegarda, Pendidikan Dalam Alam Indonesia Merdeka, Jakarta: Gunung Agung, 1970. Prayitno dan Belferik Manullang, Pendidikan Karakter dalam Pembangunan Bangsa, Medan : Lembaga Penerbit Universitas Negeri Medan, 2010. Pribadi, Sikun, Mutiara-mutiara Pendidikan Cet. 1, Jakarta: Erlangga, 1987.
Puskur Balitbang Kemdiknas, Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa, Jakarta : Balitbang, 2010. Rochidin Rochidin Wahab, Sejarah Pendidiikan Islam di Indonesia, Bandung: Alfabeta CV, 2004. Sanjaya, Wina, Strategi Pembelajaran Berorientasi Estándar Proses Pendidikan. Cet.VII, Jakarta: Prenada Media Group, 2010. Steenbirk Karel A., The Madrasah, Boulder: The University of Colorado Press, 1984. Steenbrink, Karel A., Pesantren Madrasah Sekolah lih. Wahjoetomo Dalam Buku Terjemahannya. Cet.II, Jakarta: LP3S, 1994. Sulaiman, Fathiyah Hasan, Sistem Pendidikan Versi al-Ghazali. Cet.VII Bandung: alMa.arif, 2008. Syahidin, Metode Pendidikan Qurani Teori dan Aplikasi Cet.V, Jakarta: CV Misaka Galiza, 2009. Syaltout, Muhammad, Al-Islam Aqidah wa Syariah. Cet III, Mesir; Dár al-Qalám, 1996. Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam Cet.II, Rosdakarya, 1994.
Bandung: Remaja
Tim reality, Kamus Bahasa Indonesia, Surabaya: Reality Publisher, 2008. Wahjoetomo, Perguruan Tinggi Pesanten.Cet.II, Jakarta: Gema Insani Press, 1997.
Responden Hari Tanggal Tempat Pukul
PEDOMAN WAWANCARA WAWANCARA DENGAN KEPALA MADRASAH : Kepala Madrasah : Senin : 13 Juli 2016 : Ruangan Kantor Kepala Madrasah : 10.00 WIB.
1. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Pondok Pesantren AlWashliyah Gading Tanjungbalai yang selama ini bapak kendalikan ? 2. Apa-apa saja bentuk dari aktivitas kegiatan Pendidikan Agama Islam di Pondok Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjungbalai? 3. Aspek-aspek apa saja yang dilaksanakan dalam kegiatan Pendidikan Agama Islam Pondok Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjungbalai? 4. Bagaimanakah hasil pengelolaan, peningkatan, pemanfaatan, penciptaan dari adanya kegiatan Pendidikan Agama Islam Pondok Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjungbalai? 5. Sistem apa sajakah yang dapat berkembang dalam pencapaian pelaksanaan kegiatan Pendidikan Agama Islam di Pondok Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjungbalai? 6. Bagaimanakah faktor penghambat dan faktor pendukung dalam hasil pengelolaan, peningkatan, pemanfaatan, penciptaan dari adanya kegiatan Pendidikan Agama Islam Pondok Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjungbalai? 7. Asas-asas apa sajakah yang berkembang dalam hasil pengelolaan, peningkatan, pemanfaatan, penciptaan dari adanya kegiatan Pendidikan Agama Islam di Pondok Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjungbalai sebagai pembinaan dan pembentukan karakter santri? 8. Nilai karakter apa saja yang didudukkan dalam pembentukan dan pembinaan karakter para siswa dan siswa di Pondok Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjungbalai? 9. Bagaimana hasil yang dicapai dari Nilai karakter yang didudukkan dalam pembentukan dan pembinaan karakter para santri di Pondok Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjungbalai? 10. Dalam nilai karakter yang didudukkan dalam kegiatan Pendidikan Agama Islam apakah hal tersebut ada kendala atau hambatan dalam menjalankan nilai-nilai karakter selama masa kegiatan? 11. Bagaimana sistem dan proses usaha-usaha yang dilakukan pihak guru dalam mendudukkan nilai-nilai karakter di Pondok Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjungbalai? 12. Bagaimanakah prinsip-prinsip yang dilakukan oleh guru melalui usaha peningkatan dan pembekalan orientasi terhadap seluruh santri? 13. Siapa sajakah yang terlibat dalam usaha-usaha pembinaan karakter melalui Pendidikan Agama Islam di Pondok Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjungbalai? 14. Apa saja jenis-jenis usaha yang dilakukan oleh guru dalam pembinaan karakter melalui kegiatan Pendidikan Agama Islam di Pondok Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjungbalai? 15. Bagaimana proses evaluasi pembinaan yang dilakukan dalam mendudukkan nilai-nilai karakter melalui Pendidikan Agama Islam di Pondok Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjungbalai? 16. Bagaimana standar evaluasi yang diterapkan dan atau dilaksanakan dalam mendudukkan nilai-nilai karakter melalui Pendidikan Agama Islam di Pondok Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjungbalai? 17. Bagaimana sistem evaluasi yang dilakukan dalam mendudukkan nilai-nilai karakter melalui Pendidikan Agama Islam di Pondok Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjungbalai?
18. Bagaimana hasil evaluasi yang telah dicapai dalam mendudukkan nilai-nilai karakter melalui Pendidikan Agama Islam di Pondok Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjungbalai?
Responden Hari Tanggal Tempat Pukul
WAWANCARA DENGAN PKM 1 BIDANG KURIKULUM : PK1 1 Kurikulum : Rabu : 15 Juli 2016 : Ruangan Kantor PKM 1 Bidang Kurikulum : 09.30 WIB
1. Bagaimana aktivitas kegiatan Pendidikan Agama Islam di Pondok Pesantren Al-Washliyah Gading Tanjungbalai ini yang selama ini bapak laksanakan bersama-sama dengan kepala Madrasah? Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama bahwa ? 2. Apa-apa saja bentuk dari aktivitas Pendidikan Agama Islam di kegiatan kepanduan gerakan kepramukaan? Bentuk aktivitas yang dilakukan oleh guru, apakah mereka melakukan semacam metode/strategi khusus belajar untuk menekankan pendidikan karakter kepada santri? 3. Sistem penilaian yang bagaimanakah yang bapak laksanakan dalam pencapaian hasil maksimal terhadap pembentukan dan pembinaan karakter siswa melalui kurikulum kepramukaan ini pak? 4. Faktor-faktor penghambat apa sajakah yang selama ini bapak alami selama menjabat PKM1 Bidang Kurikulum terutama yang berkaitan erat dengan kegiatan pembelajaran Pendidikan Agama Islam? 5. Faktor-faktor pendukung apa sajakah yang selama ini bapak alami selama menjabat PKM1 Bidang Kurikulum terutama yang berkaitan erat dengan kegiatan pembelajaran PAI? 6. Bagaimanakah cara sistem controlling yang bapak lakukan terhadap guru? Apakah dengan sistem controlling tersebut dapat memberikan efek yang signifikan terhadap kedudukan nilai-nilai pembinaan karakter kepada santri? 7. Bagaimanakah cara pengevaluasian yang bapak lakukan bagi guru yang masuk ke dalam kategori perlu revisi (karena tidak dapat mencapai hasil pembelajaran yang maksimal terhadap pembinaan karakter siswa dan santri)?
Responden Hari Tanggal Tempat Pukul
WAWANCARA DENGAN GURU : Guru Bidang Studi : Senin : 20 Juni 2016 : Ruangan Guru : 10.00 WIB
1. Bagaimana aktivitas Pendidikan Agama Islam yang bapak lakukan? Apakah dengan banyak melaksanakan pembelajaran dapat meningkatkan pemehaman dan keterampilan mengajar bapak? 2. Bagaimana cara sistem kerja bapak yang selama ini bapak lakukan terhadap santri melalui Pendidikan Agama Islam, apakah dengan banyak memberikan pelajaran dapat memberikan pengaruh yang cukup signifikan dalam pembentukan dan pembinaan karakter para santri? 3. Apakah dengan cara memberikan materi pelajaran dapat mencapai tujuan pendidikan dan pembinaan karakter bangsa juga termasuk dalam pembinaan karakter secara Islami pak? 4. Apakah dengan banyak memberikan procedural materi pelajaran ini dapat mencapai hasil maksimal dalam pembentukan dan pembinaan karakter santri, sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa pembentukan dan pembinaan karakter melalui kurikulum mata pelajaran akidah akhlak saja tidak cukup pak? 5. Bagaimana pola dan tata kerja yang bapak laksanakan dalam pembinaan dan pendidikan karakter bagi seluruh santri? 6. Mengapa dengan banyaknya kegiatan PAI saat-saat ini belum banyak menunjukkan signifikansi yang maksimal dalam pencapaian target pembentukan karakter pak? Hal ini sebagaimana yang telah saya ketahui bahwa pembelajaran PAI hanya dilihat sebatas formalitas saja, bukankah dengan semakin banyaknya kompetensi guru di kegiatan ini dapat sedikit banyaknya turut mempengaruhi karakter santri? 7. Faktor pendukung dan faktor penghambat yang bagaimanakah yang bapak lihat dan rasakan dalam kegiatan pembelajaran PAI? 8. Bagaimanakah nilai-nilai pendidikan pembinaan karakter yang bapak terapkan, yang bapak dudukkan bersama-sama dalam pencapaian peningkatan kompetensi siswa dalam mencapai pendidikan karakter (akhlak, moral, etika, sopan santunnya pak?
Responden Hari Tanggal Tempat Pukul
WAWANCARA DENGAN SANTRI : Siswa Melani/Iqbal : Senin : 25 Juli 2016 : Ruang Kelas : 10.00 WIB
1. Bagaimana tentang pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di Pondok Pesantren AlWashliyah Gading Tanjungbalai? Apakah kegiatan yang selama ini kamu ikuti dapat meningkatkan karakter? 2. Apakah anda melihat bahwa pembinaan karakter itu tidak mesti dilaksanakan melalui Pendidikan Agama Islam? 3. Apa yang anda rasakan selama mengikuti program Pendidikan Agama Islam di pesantren? 4. Apakah dengan keterlibatan anda di dalam kegiatan ini dapat memberikan efek atau juga dapat memberikan pengaruh yang signifikan bagi teman-teman anda yang belum memahami arti dan makna dari tujuan pendidikan Agama Islam? 5. Apakah dengan banyaknya keterlibatan anda dalam Pendidikan Agama Islam ini cukup memberikan hasil yang optimal bagi pembentukan dan pengembangan karakter anda? 6. Apakah anda selaku santri merasakan manfaat yang cukup optimal setelah belajar Pendidikan Agama Islam? 7. Bagaimana yang anda rasakan bila Pendidikan Agama Islam ini tidak memasukkan unsurunsur dinamis dalam global humanisme, agamais? 8. Bagaimana anda menjawab tantangan masa depan melalui Pendidikan Agama Islam yang anda peroleh? 9. Apakah dengan tidak mengikuti bentuk kegiatan Pendidikan Agama Islam dapat memberikan efek yang negatif bagi kehidupan anda nak? 10. Apakah ada perbedaan pada dirimu, setelah mengikuti Pendidikan Agama Islam dengan sebelumnya?