INFO SOSIAL EKONOMI Vol. 2 No.1 (2001) pp. 29 – 35
UPAYA PENYELAMATAN TAMAN NASIONAL KUTAI Oleh: Subarudi RINGKASAN Taman Nasional (TN) Kutai merupakan salah satu TN di Indonesia yang kondisinya semakin hari semakin parah akibat perambahan, pembabatan dan penjarahan kayu di dalam arealnya serta kurangnya perhatian dan kesadaran dari Pemerintah Daerah setempat. Banyak permasalah yang dihadapi dalam pengelolaan TN Kutai diantaranya; (i) pembukaan dan pelebaran Jalan Samarinda Bontang, (ii) penyerobotan dan perambahan kawasan, (iii) penetapan Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA), penebangan liar dan pencurian kayu, dan (iv) keberadaan perusahaan penambangan batu bara. Oleh karena itu, langkah-langkah yang perlu diambil baik oleh Pemerintah Pusat dan Daerah adalah: (a) melakukan reevaluasi kondisi TN Kutai, (b) merubah pola pengelolaan TN Kutai, (c) melaksanakan pengawasan dan pengamanan TN Kutai, dan (d) memberikan sanksi yang tegas dan keras. Kata Kunci: Upaya penyelamatan dan Taman Nasional Kutai.
I. PENDAHULUAN Akhir-akhir ini pembabatan dan penjarahan kayu di Taman Nasional (TN) seluruh wilayah Indonesia sudah mencapai ambang kehancuran, seperti terjadi di TN Gunung Palung di Pontianak, TN Tanjung Putting di Kalimantan Tengah, TN Gunung Leuseur di Aceh, TN Way Kambas di Lampung dan TN Kutai di Kalimantan Timur. TN Kutai yang lokasinya di wilayah Bontang, Kalimantan Timur keadaannya sudah rusak parah sehingga Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) International, European Wildlife Preservation Coalition (EWPC), menyatakan keprihatinannya atas sikap Pemerintah Daerah (Pemda) Kalimantan Timur yang acuh tak acuh atas kejadian pembabatan dan perambahan di TN tersebut, Keadaan ini diperparah lagi dengan adanya usulan dari Bupati Kutai Timur agar 15.000 ha arael TN dilepas untuk masyarakat. Berkaitan dengan hal tersebut EWPC memberikan ancaman apabila keadaan ini tidak dapat ditangani dengan baik oleh Pemda Kalimantan Timur, maka mereka akan melakukan kampanye boikot besar-besaran terhadap hasil bumi dan produk dari Kalimantan Timur yang diperdagangkan di Eropa, Amerika Serikat dan Jepang (Kompas, 22/01/2000). Sebenarnya aksi perambahan di TN Kutai sudah dimulai sejak tahun 1993 saat terjadinya pro dan kontra terhadap pembuatan jalan yang membelah areal TN Kutai, dimana akhirnya Pemda Kalimantan Timur saat itu berhasil mempertunjukkan gigi
29
I N F O
volume 2 no. 1 (2001)
nya dengan membuat jalan Bontang Sangatta untuk mempermudah akses bagi investor yang akan masuk. Dampak dari pembukaan jalan ditengah areal TN Kutai sudah dapat diterka bahwa tekanan terhadap keberadaan TN semakin hari semakin besar. Kesewenang-wenangan Pemda Kaltim semakin bertambah dengan memindahkan Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) yang berada di pinggiran Jalan Samarinda-Bontang ke dalam areal TN Kutai. Kejadian ini merupakan sejarah baru yang patut dicatat dalam pola pengelolaan TN di Indonesia bahkan di dunia, dimana arael TN dijadikan areal yang terpadu dengan tempat pembuangan sampah atau limbah rumah tangga. Tulisan ini mencoba mengkaji lebih detail tentang sejarah TN Kutai, beberapa permasalahan yang muncul di dalam pengelolaannnya serta tindakan pemecahannya dalam upaya menyelamatkan keberadaan TN Kutai di masa datang. II. SEJARAH TAMAN NASIONAL KUTAI Sebagaimana tercantum dalam booklet tentang Taman Nasional Kutai (TNK) tahun 1987 dinyatakan bahwa TNK merupakan upaya peningkatan status pengelolaan dari Suaka Margasatwa (SM) Kutai yang ditetapkan berdasarkan SK Pemerintah Hindia Belanda (GB) No: 3843/AZ, tanggal 7 Mei 1934 dan SK Pemerintah Kerajaan Kutai (ZB) No: 80/22-ZB/1936, tanggal 10 Juli 1936 dengan luas 306.000 ha. Terakhir dengan SK Menteri Pertanian Nomor: 736/Mentan/X/1982 tanggal 14 Oktober 1982 telah mengubah status kawasan hutan ini menjadi Taman Nasional bersamaan dengan hasil Kongres Taman Nasional Se Dunia ke 2 di Bali. Adapun perubahan status SM menjadi TN karena: (i) luas kawasan hutannya cukup luas sekitar 200. 000 ha; (ii) memiliki sumber daya alam yang khas dan unik berupa flora dan fauna, ekosistem maupun gejala alam yang masih utuh; (iii) satu atau beberapa ekosistem yang terdapat didalamnya secara materi tidak diubah oleh eksploitasi dan pendudukan manusia, dan (iv) adanya kemungkinan pengembangan pariwisata untuk umum (tujuan rekreaksi, edukasi dan kulturisasi), Keempat fator yang disebutkan diatas telah memenuhi ketentuan International Union for Conservation of Nature (IUCN) bagi persayaratan pembangunan taman nasional. Disamping itu TNK terletak di dataran rendah dengan ketinggian antara 0 - 4000 dpl dan bentuknya melebar sepanjang garis Katulistiwa mulai dari garis pantai Selat Makasar ke arah barat sejauh lebih kurang 60 Km. Diharapkan dengan keberadaan TNK dapat melindungi dan melestarikan tipetipe ekosistem, jenis flora dan fauna didalamnya serta terwujudnya pemanfaatan yang terkendali bagi kesejahteraan masyarakat baik langsung mapun tidak langsung. III.
PERMASALAHAN YANG DIHADAPI
A. Pembukaan Jalan Bontang-Sangatta Awal kehancuran TNK adalah pada saat ditetapkan untuk membangun jalan Bontang -Sangatta sepanjang kurang lebih 60 km. Jalan ini sangat unik karena di
30
Upaya penyelamatan taman……..(Subarudi)
"design" dengan membelah areal TNK sehingga memakan luas areal sebesar 48 ha yang terkena pelebaran jalan berikut isinya. Dampak yang tidak pernah diperkirakan adalah banyaknya masyarakat yang datang untuk hidup bertani dan berkebun di areal TNK mengingat infrastruktur sudah tersedia sehingga mobilitas didalam TNK menjadi sangat tinggi. B. Penyerobotan dan Perambahan Kawasan TNK Penyerobotan dan perambahan lahan milik TNK dipicu dengan adanya infrastruktur yang memudahkan aksesibilitas masyarakat untuk berkebun di dalam areal TNK. Keberadaan masyarakat diperkirakan lebih dari 2.660 kepala keluarga (KK) atau 17.000 jiwa yang tersebar diberbagai wilayah dengan luas tanah garapan sebagaimana tercantum dalam Tabel 1. Tabel 1. Jumlah Kepala Keluarga dan Luas Tanah Garapan yang menduduki areal TNK No. 1. 2. 3. 4. 5.
Wilayah
Jumlah KK
Jumlah Jiwa
Luas Garapan (ha)
Sangatta Teluk Pandan Loak Tuan Sangkima HL Bontang
1.009 500 677 881 602
6.232 3.500 2.167 3.585 2.639
1.355 1.276 501 300 1.145
Jumlah
3.669
18.123
4.577
Sumber: Kompas (19/07/1999).
Berdasarkan Tabel diatas terlihat bahwa setiap kepala keluarga telah membuka dan memiliki lahan seluas 1,25 ha yang dijadikan kebun. Hasil kebun yang dikelola perambah berupa kemiri, pisang, kakao dan tanaman lainnya. Disamping itu pembukaan lahan juga dimaksudkan untuk pembuatan kapling dan penguasaan tanah baik oleh masyarakat kecil maupun oleh orang yang bermodal. Hasil tanaman seperti kacang panjang dalam luasan 900 m² dihasilkan 2.000 ikat dengan tingkat keuntungan sebesar Rp.1,14 juta dan cabe kriting per 1.800 m² dapat menghasilkan 1.550 kg dengan keuntungan Rp.6,3 juta. Sedangkan keuntungan dari kebun pisang diperoleh sebesar Rp. 2 juta per bulan per warga (Kompas, 19/7/1999). C. Pengawasan dan Sanksi Hukum Pengawasan keamanan areal TNK dilakukan oleh Polsus Kehutanan atau Jagawana yang jumlahnya sekitar 35 orang dengan melakukan patroli khusus dan rutin. Sanksi hukum sebenarnya sudah jelas sesuai dengan peraturan yang berlaku akan tetapi dalam pelaksanaannya seringkali mengalami hambatan dan peluang terjadinya diskriminasi. Sebagai contoh PT. Indominco, perusahaan yang bergerak dalam penambangan batu bara, yang beroperasi di dalam areal TNK dapat leluasa membuka dan memperluas areal galiannya tetapi masyarakat kecil harus menjalani proses hukum dan berakhir dengan hukuman di penjara hanya karena membuka lahan 10x10 meter.
31
I N F O
volume 2 no. 1 (2001)
Di sebagian wilayah TNK yang telah diduduki masyarakat, petugas jawagana tidak berani memasuki atau melakukan patroli karena masyarakat berani bertarung dan bertaruh nyawa dengan para petugas. Di sini kehadiran Jagawana sudah tidak dihiraukan lagi karena adanya diskriminasi yang nyata-nyata dihadapan mereka sendiri. Kelemahan dan kelengahan petugas Jagawana kadangkala dimanfaatkan dengan menyelundupkan kayu yang ditimbuni oleh pisang atau hasil kebun lainnya. Kadangkala pengangkutan kayu liar terus berlangsung karena dukungan aktif dari aparat keamanan atau menggunakan pas angkutan khusus dari aparat kelurahan dengan alasan untuk dipakai sendiri dengan volume kayu sebesar 4.57 m3 karena kalau membawa kayu 5 m3 akan diharuskan melengkapinya dengan Surat Angkutan Kayu Olahan. D. Pembebasan Areal TNK Rencana usulan pembebasan areal TNK seluas 15.000 ha yang dihuni masyarakat dan diajukan oleh Pelaksana harian Bupati Kutai Timur merupakan tindakan populis dalam rangka "mencari nama" dimata masyarakat sejalan dengan upaya kampanye menjelang pemilihan Bupati Kutai Timur yang definitif. Tindakan politik cari muka tidak dapat dibiarkan begitu saja karena ancaman boikot yang dikeluarkan oleh LSM EWPC tidaklah sebanding dengan perolehan kursi Bupati dan jika hal ini terjadi berapa banyak biaya yang harus dikeluarkan untuk melakukan counter attack terdapat kampanye mereka yang belum tentu membawa hasil. E. Penunjukan Lokasi TPA Dimanapun rasanya sulit ditemukan dalam pengelolaan TN dimana tempat pembuangan sampah akhir berada di dalam areal TNK. Hal ini menunjukkan bahwa sebelum otonomi daerah dilaksanakan, Pemda Kota Adminstratif (Kotib) Bontang telah berani memindahkan TPA yang selama ini berada di jalan Samarinda -Bontang ke dalam areal TNK dengan alasan TPA yang ada menganggu dan merusak pemandangan bagi para pengemudi kendaraan. Pemindahaan TPA ini menambah kusamnya wajah TNK sehingga muncul sinyalemen kalau penunjukkan TPA ini berbau Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) ataukah memang sudah mendapat persetujuan dari Departemen Kehutanan khususnya Direktorat Jenderal Perlindungan dan Konservasi Alam (PKA). F. Penebangan Liar dan Pencurian Kayu Penebangan liar dan pencurian kayu tidak saja dilakukan oleh masyarakat tetapi juga didalangi oleh oknum TNI sehingga kegiatan penebangan tersebut dapat berjalan lancar sesuai dengan skenario yang telah ada. Komandan Polisi Militer Kodam VI/Tanjung Pura, Kolonel Sulaeman AB, menyatakan bahwa di daerah Bungalon dan Sangatta benar-benar telah terjadi pencurian kayu besar-besaran dan berlangsung cukup lama serta dibeckingi oleh
32
Upaya penyelamatan taman……..(Subarudi)
oknum petugas baik dari ABRI maupun instansi terkait lainnya (Harian Manungtung, 14/5/1998). Modus operandinya dilakukan pada malam hari, dimana kayu diangkut dan dikawal oleh petugas berpakaian preman dengan pistol dipinggang sehingga petugas jagawana yang bertugas di Pos-Pos pengamanan hanya dapat berkeluh kesah tentang tingkah laku oknum aparat keamanan yang telah menyalah gunakan jabatan dan kewenangannya.
IV. TINDAKAN PENYELAMATAN Dalam upaya mengurangi dan menjaga keutuhan TNK maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dan menjadi PR bagi Pemda Kalimantan Timur apabila ingin produk SDA mereka tidak ingin diboikot oleh negara-negara lain. A. Reevaluasi Kondisi TNK Melihat kondisi saat ini yang demikian memprihatinkan maka reevaluasi kondisi TNK menjadi sangat perlu dan menjadi prioritas yang harus dilakukan oleh Departemen Kehutanan sesuai dengan wewenang yang dimiliknya sebagaimana disebutkan dalam PP. Nomor 25 Tahun 2000. Dari hasil reevaluasi ini barulah dapat diambil kesimpulan apakah masih layak untuk mempertahankan kondisi TNK sebagai Taman Nasional atau dilepas keberadaannya. Keputusan yang dilematis dan serba sulit akan tetapi keputusan tetap harus diambil dalam kondisi apapun dengan mempertimbangkan segi-segi rasionalitas, profesionalitas dan proporsional terhadap alternatif-alternatif pemecahan yang ada. Besar kemungkinan TNK masih tetap dipertahankan baik oleh Departemen Kehutanan maupun oleh Pemda Kalimantan Timur yang takut atas kampanye boikot walaupun dalam setiap cakrawala berpikir pejabat Pemda masih bersemayam paradigma "otonomi daerah adalah kekuasaan mutlak ada ditangan Pemda Kabupaten". B. Pola Pengelolaan TNK Apabila keputusan yang muncul adalah tetap mempertahankan kondisi TNK, maka hal ini perlu dilanjutkan dengan perubahan sistem pengelolaan TNK dimana perlu dilakukan semacam kerjasama pengelolaan antara Pemda setempat dengan pihak Departemen Kehutanan yang perlu dituangkan dalan nota kesepahaman (MOU) yang jelas. Jika dipandang perlu dapat saja keberadaan jalan Bontang-Sangatta ditinjau ulang, apakah masih perlu dipertahankan karena pada dasarnya pembukaan jalan adalah untuk memudahkan aksesibilitas PT. Kaltim Prima Coal (KPC) sehingga perlu dilakukan evaluasi apakah sumbangan PT. KPC kepada masyarakat sekitar dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kalimantan Timur sebanding dengan kerusakan yang telah ditimbulkannya, paling tidak mempunyai konstribusi yang cukup.
33
I N F O
volume 2 no. 1 (2001)
Dalam menentukan sistem pengelolaan TNK yang tepat sebaiknya dilibatkan pihak-pihak terkait (stakeholders) seperti masyarakat sekitar, LSM, Balai TNK, Pemda setempat, dan perusahaan-perusahaan yang berlokasi di Bontang karena merekalah yang terkait langsung atas keberadaan TNK. Dalam pertemuan dengan stakeholders hendaknya juga dibahas bagaimana penyusunan dan pengadaan anggaran untuk pengelolaan TNK sehingga stakeholders merasa memiliki TNK dan merencanakan pemanfaatan yang optimal dari keberadaan TNK. Bila dananya memungkinkan dapat saja TNK dibuatkan semacam Taman Safari atau Kebun Binatang atau dikelola seperti TN Cibodas, mengingat Kalimantan Timur hingga saat ini belum mempunyai tempat reakreasi yang memadai dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat Kalimantan Timur sebagai tempat rekreasi alam untuk menghilangkan penat dan stress setelah bekerja keras selama 5 hari dalam seminggu. Dalam pengelolaan hendaknya juga melibatkan masyarakat sekitarTNK sehingga terlihat jelas konsep terpadu antara pihak pengelolaan TNK dengan masyarakat dapat berjalan seiring dan seirama dengan nafas kehidupan di dalam TNK sendiri. C. Pengawasan dan Pengamanan TNK Secara garis besar sistem pengawasan dan pengamana dapat dilakukan secara terpadu antara Jagawana dengan masyarakat yang hidup di dalam dan sekitar TNK dengan catatan rencana induk pengelolaan TNK merupakan hasil perencanaan bersama dengan stakeholders. Jika perlu dapat saja dibuatkan mekanisme pelaporan bagaimana cara masyarakat harus melaporkan kasus-kasus pencurian kayu atau non kayu dari areal TNK yang ditemuinya di lapangan. Dalam hal ini petugas Jagawanan atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang dimiliki TNK harus dapat bekerja lebih profesional dan transparan dalam menangani kasus-kasus yang muncul di TNK dari mulai diserahkannya berkas-berkas kasus tersebut ke Kejaksaaan hingga keluarnya vonis hakim di Pengadilan. Sebaiknya pihak TNK harus membuat papan pengumuman yang dapat dibaca oleh masyarakat luas tentang kegiatan TNK dan Kasus-kasus yang telah, akan dan belum diselesaikan oleh Kejaksaaan dan pengadilan sehingga kegiatan ini sangat penting dalam rangka mewujudkan public accountability dari pihak pengelola TNK dan juga dalam rangka menciptakan iklim yang kondusif bagi kegiatan pengawasan oleh masyarakat. D. Sanksi Tegas dan Keras Didalam menangani kasus-kasus pencurian kayu dan non kayu hendaknya bukan hanya pelaku dan barang curiannya saja yang disita seperti yang terjadi hingga saat ini tetapi hendaknya juga alat angkut dan sopirnya perlu dilakukan proses hukum sehingga akan membuat jera sopir-sopir angkutan untuk membawa kayu-kayu curian yang tidak dilengkapi dokumen yang sah. Disamping itu pengenaan sanksi harus tegas, keras dan tanpa diskriminatif apakah pelaku yang terlibat adalah aparat TNK sendiri, oknum-oknum TNI, Jaksa atau Hakim perlu dilakukan proses hukumnya karena dimata hukum setiap warga
34
Upaya penyelamatan taman……..(Subarudi)
negara sama apalagi kita sudah mulai memberlakukan hukum koneksitas dimana anggota TNI dapat saja diadili di Pengadilan Sipil apabila terlibat dalam kasuskasus kriminal.
V. KESIMPULAN Taman Nasional Kutai semakin hari semakin berkurang luasnya dan semakin parah kondisi keanekaragaman hayati yang dimilikinya karena kegiatan perambahan dan pencurian kayu yang terjadi di arealnya serta kurangnya kesadaran dari Pemerintah daerah setempat. Nasib TN Kutai sangat tergantung kepada “political will” dari Pemerintah baik Pusat maupun Daerah karena TN Kutai bukan saja merupakan asset berharga secara nasional, tetapi juga dihargai sebagai asset milik internasional. Adapun langkah yang perlu dilakukan untuk penyelamatan TN Kutai adalah melakukan reevaluasi terhadap kondisinya saat ini, melakukan perubahan dalam pengelolaannya, melakukan pengawasan dan pengamanan serta memberlakukan sanksi yang tegas dan keras bagi pihak manapun juga yang melanggar peraturan dan undang-undang yang berlaku.
DAFTAR PUSTAKA. Anonim, 1987. Mengenal Taman Nasional Kutai. Taman Nasional Kutai, Bontang Samarinda. Kompas, 1999. Perambahan Taman Nasional Kutai Semakin Serius. Harian Kompas, tanggal 19 Juli 1999. Kompas. 2000. Taman Nasional Kutai Seluas 15.000 ha diminta untuk dilepaskan. Harian Kompas, tanggal 22 Januari 2000. Manuntung. 1998. Aparat Keamanan Melindungan Penebangan Liat di TNK. Harian Manuntung, tanggal 14 Mei 1998.
35