UPAYA PENGAMANAN DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL

UPAYA PENGAMANAN DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL (Studi Literatur Terhadap Tiga Kawasan Taman Nasional : Yellowstone di Amerika, Royal Chitwan di Nepal dan Gunung Gede Pangrango di Indonesia) Mohammad Ismatullah Kriminologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia [email protected]

Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan bentuk-bentuk gangguan keamanan serta upaya-upaya pengamanan yang dilakukan pada tiga kawasan taman nasional, yaitu Taman Nasional Yellowstone di Amerika Serikat, Taman Nasional Royal Chitwan di Nepal, dan Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang dilakukan melalui studi literatur terhadap ketiga kawasan taman nasional. Bentuk-bentuk gangguan keamanan yang terjadi pada ketiga kawasan taman nasional antara lain: perambahan, pemukiman liar, perburuan liar, pencurian hasil hutan berupa kayu dan non-kayu, serta pembakaran hutan. Adapun upaya pengamanan pada ketiga taman nasional tersebut terbagi atas upaya pre-emtif, preventif, represif, dan partisipatif. Upaya-upaya pengamanan yang diterapkan pada ketiga kawasan tentunya memiliki persamaan dan perbedaan. Hal tersebut tidak terlepas dari pendekatan pengelolaan dari masing-masing kawasan taman nasional

Pacification Efforts within National Park Area (Study of Literature towards Yellowstone National Park in United States, Royal Chitwan in Nepal, and Mount Gede-Pangrango National Park in Indonesia) Abstrack The objectives of the current research are to describe disruption types of security and the pacification efforts that applied in three national parks; Yellowstone National Park in United States, Royal Chitwan National Park in Nepal, and Mount Gede-Pangrango National Park in Indonesia. This research is a qualitative one, carried out using study of literature towards the three national parks. It is found that the types of security disruption that happened in these three areas generally consisted of illegal logging, illegal hunting, illegal housing, timber and non-timber looting, and The pacification efforts in those three national park areas are divided into three categories; pre-emptive, preventive, repressive, and participative. The efforts applied in the three areas have differences and

Upaya Pengamanan ..., Mohammad Ismatullah, FISIP UI, 2013

similarities that surely related to management approach in each national park area. Keywords: National park, security disruption, pacification effort.

Konsep konservasi alam yang ada saat ini adalah pemeliharaan dan pemanfaatan sumber daya bumi secara bijaksana. Konsep ini pada hakekatnya adalah gabungan dua prinsip kuno yang telah lama ada: Pertama ialah kebutuhan untuk merencanakan pengelolaan sumberdaya yang didasarkan pada invetarisasi yang akurat. Kedua, kebutuhan untuk melakukan tindakan perlindungan untuk menjamin agar sumberdaya tidak habis (Mackinnon, 1990). Kawasan konservasi alam dengan konsep taman nasional menjadi populer di seluruh dunia karena selain sebagai kawasan pelestarian alam tetapi juga menjadi kawasam rekreasi alam bagi masyarakat. Hingga saat ini berdasarkan data IUCN telah terdapat sekitar 2.406 taman nasional, yang terdapat di seluruh dunia dari 116 negara di dunia. Namun, pengelolaan taman nasional yang terdapat di seluruh dunia tidak luput dari gangguan-gangguan keamanan yang mengancam eksistensi dari taman nasional itu sendiri serta berlawanan dengan tujuan dari konservasi alam. Gangguan keamanan dalam kawasan hutan saat ini dilakukan dengan lebih berani, nekat, dan secara berkelompok, bahkan dibeberapa tempat terjadi pengkaplingan kawasan dan penjarahan hasil hutan yang dilakukan secara masal oleh ratusan orang. Disamping itu pelaku pelanggaran sudah tidak takut kepada petugas bahkan berani melakukan penganiayaan dan pengrusakan.Lebih memprihatinkan lagi, gangguan hutan yang terus meningkat tersebut tidak hanya terjadi di kawasan hutan produksi tetapi juga terjadi di kawasan konservasi, khususnya Taman Nasional yang upaya perlindungan dan pengamanannya dilakukan lebih baik (Mackinnon, 1990). Oleh karena itu, penulis mencoba memahami lebih jauh mengenai gangguan keamanan dan upaya-upaya pengamanan yang terdapat di kawasan taman nasional, dengan melakukan studi literatur terhadap tiga kawasan taman nasional yaitu Taman Nasional Yellowstone (TNY) di Amerika, Taman Nasional Royal Chitwan (TNRC) di Nepal dan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) di Indonesia. Ketiga taman nasional tersebut merupakan role model bagi taman nasional lain yang terdapat di negaranya masing-masing. \ Sosial Masyarakat pada Ketiga Kawasan Taman Nasional Sebagai kawasan yang dilindungi kawasan taman nasional tidak hanya terdapat keanekaragaman hayati alam yang terdapat didalamnya, tetapi juga terdapat kelompok-kelompok sosial masyarakat yang tinggal serta menjalankan kehidupannya sehari-hari di sekitar kawasan taman nasional sejak lama sebelum kawasan tersebut dijadikan kawasan taman nasional.


Tabel 9. Kelompok Masyarakat Pada Ketiga Kawasan Taman Nasional Taman Nasional Kelompok Masyarakat Taman Nasional yellowstone, Amerika 26 Suku Indian Amerika Taman Nasional Royal Chitwan, Nepal 30 Desa Penyangga Taman Nasional Gunung Gede 66 Desa Penyangga Pangrango, Indonesia Sumber : Diolah oleh peneliti dari Agustin, B., & Kubena, J. (2010);Dokumen Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. (2012); Fisher, R. J. (1995). Sebelum TNY dijadikan kawasan taman nasional, sudah sejak 3.000 tahun lamanya kawasan tersebut ditinggali oleh suku Indian Amerika. Suku Indian Amerika memenuhi kebutuhan hidupnya dengan mengambil hasil hutan dengan berburu serta memotong kayu yang terdapat di kawasan tersebut. Hal tersebut telah dilakukan selama ribuan tahun oleh masyarakat Indian dengan tetap senantiasa memelihara kekayaan alam dan lingkungan sekitarnya (Agustin & Kubena, 2010). Seperti yang terjadi pada kawasan TNY di Amerika, kawasan TNRC di Nepal juga sebelumnya telah ditempati oleh masyarakat lokal. Karena kawasan tersebut di aliri oleh sungai Rapti dan Narayani maka terdapat beberapa desa di sepanjang aliran tersebut. Sudah sejak lama masyarakat lokal yang bertempat tinggal disekitar sungai tersebut memenuhi kebutuhan sehari-harinya dengan berkebun serta berburu hewan yang terdapat di kawasan tersebut (Gurung, 1983). Pada kawasan TNGGP terdapat 60 desa penyangga yang terbagi dari 3 wilayah administratif yaitu Bogor, Sukabumi dan Cianjur. Mayoritas masyarakat yang terdapat di desa-desa penyangga kawasan TNGGP memilliki mata pencaharian bertani dan berternak. Perluasan wilayah TNGGP yang sebelumnya memiliki luas hanya 18.000 Ha bertambah menjadi 22.850 Ha telah mengancam kehidupan sehari-hari masyarakat sekitar yang sebelumnya telah menggunakan sebagian wilayah yang di perluas sebagai tempat mereka mencari mata pencaharian dengan bercocok tanam (Ekawati, 2000). Manajemen Pengelolaan Kawasan yang Dilindungi Keseimbangan yang tepat dalam penggunaan lahan untuk meningkatkan human well-being dalam area yang dilindungi untuk mempertahankan ekosistem telah menjadi inti perdebatan dalam masyarakat antara konservasi dan pembangunan (W.M.Adams, et al., 2004). Oleh karena itu, dibutuhkan langkahlangkah manajemen alternatif untuk mengenali kebutuhan manusia dalam menggunakan lahan yang tidak terlindungi dan kebutuhan akan konservasi memelihara fungsi ekologi dalam area-area yang dilindungi. Idealnya, manajemen penggunaan lahan dapat menjadi solusi yang berimbang (win-win solution) yang


dapat memuaskan kebutuhan manusia akan pemeliharaan fungsi ekologi. Contohnya adalah hasil dari konservasi tersebut dapat memberikan keuntungan secara langsung (M.Rosenzweig, 2003). Efektivitas dari strategi manajemen tergantung pada penyuluhan pemahaman ekologis, dari berkurangnya habitat tertentu akibat dari tekanan/keegoisan manusia dan implikasinya pada populasi margasatwa. Dalam dekade belakangan ini, banyak area yang dilindungi di dunia ini seperti layaknya peningkatan tekanan tergantung pada penggunaan lahan dan dinamika sosial-ekonomi dari wilayah tempat mereka tinggal. Daerah lain yang dilindungi adalah daerah padat penduduk dimana kemiskinan dan pegawai rendahan hanya bergantung pada sumber daya lokal untuk memenuhi kebutuhan makan dan energi semata (R.Defries, Folye.j, & G.P.Asner, 2004).

Wacana Kriminal Terhadap Masyarakat

Ketiga kawasan taman nasional tersebut memiliki kesamaan mengenai bentuk-bentuk gangguan keamanan yang terjadi di wilayahnya, antara lain perambahan, perburuan liar, pencurian hasil hutan non-kayu dan illegal logging. Dari bentuk-bentuk gangguan keamanan yang terjadi dilatarbelakangi oleh dua hal yaitu wacana kriminal yang terhadap masyarakat di sekitar kawasan taman nasional dan kepentingan korporasi dalam mengambil keuntungan dari sumber daya alam yan terdapat di kawasan taman nasional tersebut. Penetapan suatu kawasan menjadi kawasan yang dilindungi dihadapkan pada dua sisi mata uang, dimana di satu sisi penetapan kawasan yang dilindungi menjadi hal positif bagi pelestarian dan pengawaten sumberdaya alam baik flora maupun fauna. Namun di sisi lain hal tersebut sangatlah merugikan dan mengancam kelangsungan hidup bagi masyarakat lokal yang telah lebih lama bertempat tinggal di kawasan tersebut. Hal tersebut terkait dengan ketiga wacana pengelolaan sumber daya alam yaitu conservationist, Eco populist dan Developmentalist menampilkan posisi pendukung masing-masing menurut tiaptiap wacananya dalam mengkonstruksikan konsepsi kejahatan menurut kepentingan masing-masing (Runturambi, 2008). Sebagai contoh, conservationist memposisikan tindakan sebagai kriminal bila merusak dan mengganggu kawasan dilindungi serta satwa dan fauna yang terancam punah. Eco populist.mendefinisikan pelanggaran bila terkait dengan pengabaian atau intimidasi terhadap hak-hak indigenous masyarakat sekitar. Developmentalist mengaitkan pelanggaran bila menghalangi atau membatasi implementasi program-program kemiskinan dalam kawasan dilindungi. Berbagai wacana ini berperan besar dalam menetapkan gambaran sosok kriminal dan perbuatan kriminal dalam konservasi alam (Wittmer & Regia, 2005).


Justifikasi sebagai pelaku kriminal juga terjadi kepada masyarakat lokal yang telah lebih dahulu bertempat tinggal di sekitar tiga kawasan taman nasional ini. Pada kawasan TNY, Suku Indian Amerika di cap sebagai pemukim liar oleh pengelola Kawasan taman Nasional Yellowstone padahal pada kenyataannya Suku Indian Amerika telah bertempat tinggal di kawasan tersebut selama ribuan tahun lamanya sebelum kawasan tersebut ditetapkan sebagai kawasan yang dilindungi (Agustin & Kubena, 2010). Suku Indian Amerika yang telah lama hidup dengan kebudayaan lokalnya harus berhadapan dengan para rangers TNY karena dianggap sebagai pemukim liar (Jacoby, 2001). Begitu juga yang di alami oleh masyarakat lokal di sekitar TNY dan TNGGP. Penetapan wilayah Chitwan sebagai kawasan taman nasional mengancam keberlangsungan hidup dari masyarakat di sekitarnya yang terbiasa memenuhi kebutuhan hidupnya dengan mengambil hasil hutan maupun dengan cara berburu di wilayah tersebut Invalid source specified.. Hal tersebut juga terjadi pada masyarakat lokal sekitar kawasan TNGGP, masyarakat lokal di sekitar Gunung Gede Pangrango terkena dampaknya dari perluasan wilayah taman nasional hingga ke wilayah-wilayah yang sebelumnya digunakan oleh masyarakat untuk bercocok tanam. Hingga akhirnya masyarakat lokal yang menggantungkan nasibnya dari hasil bercocok tanam tersebut harus rela di label sebagai perambah hutan oleh pengelolan kawasan TNGGP (Diantoro, 2010).

Kepentingan Korporasi Kawasan taman nasional sebagai kawasan pelestarian alam menyimpan kekayaan alam berupa hasil hutan maupun berbagai jenis hewan yang semakin langka. Kebutuhan industri akan bahan baku alami yang berasal dari hutan mengundang daya tarik bagi korporasi untuk dapat mengambil keuntungan dengan mengambil hasil hutan terutama kayu pada kawasan yang dilindungi khususnya kawasan taman nasional (Mackinnon, 1990). Kasus pencurian kayu atau biasa dikenal dengan Illegal logging pada kawasan taman nasional marak terjadi dikarenakan pengawasan yang minim dan pembiaran yang dilakukan oleh petugas taman nasional yang ingin mengambil keuntungan (Gilmour & Fisher, 1991). Hal tersebut marak terjadi pada kawasan TNRC dikarenakan lokasinya yang merupakan hutan dataran rendah. Berbeda halnya dengan kawasan TNRC dan TNGGP kasus pencurian kayu merupakan kasus yang jarang terjadi disebabkan bentangan alam yang sulit. Selain pencurian kayu, perburuan liar atas hewan-hewan yang dilindungi merupakan akibat dari nilai yang cukup besar di pasaran atas hasil dari perburuan hewan yan dilindungi. Perburuan liar tidak terlepas dari adanya kepentingan korporasi atas kebutuhan kulit hewan atau hal-


hal unik seperti tanduk/cula untuk di jual ke pasaran (Mackinnon, 1990). Perburuan liar marak terjadi pada kawasan TNRC dan TNY. Kawasan TNRC yang menjadi habitat dari spesies langka menjadi tempat yang diminati bagi pemburu liar (Jachman & Billiouw, 1997).

Upaya Pengamanan Kawasan Perlindungan kawasan pada prakteknya harus disertai oleh upaya-upaya pengamanan yang dilakukan untuk mencegah dan menindak segala kegiatankegiatan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip konservasi di kawasan yang dilindungi. Pada setiap kawasan taman nasional selalu dilakukan upaya-upaya pengamanan dalam melindungi kawasan taman nasional dari kegiatan-kegiatan illegal dan dapat dikenakan sanksi hukum. Upaya-upaya atau strategi pengamanan di setiap kawasan taman nasional tidak lah sama persis dikarenakan prioritas dan kuantitas gangguan-gangguan keamanan yang terjadi di setiap taman nasional berbeda satu dengan yang lainnnya. Upaya pengamanan pada kawasan taman nasional juga tidak terlepas dari metode atau pendekatan pengelolaan kawasan taman nasional tersebut. Pengelolaan pada setiap kawasan taman nasional di berbagai negara walaupun memeliliki beberapa kesamaan namun terdapat perbedaan antara satu sama yang lainnya. Hal tersebut dikarenakan tantangan serta ancaman yang dihadapi pada setiap kawasan taman nasional berbeda satu dengan yang lainnya. Sebagai taman nasional pertama di dunia, pengelolaan kawasan TNY dilakukan dengan security approach (pendekatan pengamanan). Hal tersebut dikarenakan kebutuhan untuk menghadapi konflik dengan penduduk suku Indian Amerika yang sebenarnya sudah terlebiuh dahulu bertempat tinggal di kawasan tersebut (Merchant, 2002). pendekatan pengamanan yang dilakukan pada kawasan TNY tercemin pada kebijakan awal pengelolaan kawasan TNY di serahkan kepada pihak militer Amerika (U.S Army) sebelum di bentuknya national park service. Pada saat ini peran pengamanan tersebut di lakukan oleh rangers (polisi hutan) di kawasan TNY (National Parks Conservation Association, 2012). Pengelolaan dengan pendekatan pengamanan tersebut juga menjadi rujukan bagi pengelolaan di kawasan taman nasional berbagai negara. Pembentukan pasukan pengamanan khusus sebagai bagian dari pengelolaan kawasan taman nasional juga terdapat di kawasan TNRC dan TNGGP. Di TNRC pasukan pengamanan khusus dinamakan Royal Nepal Army (Fisher, 1995)dan di Indonesia khususnya TNGGP dinamakan Jagawana. Pengelolaan kawasan taman nasional di TNGGP hampir sama dengan kawasan TNY Invalid source specified. . TNY dengan pendekatan pengamanan yang dilakukan dengan berbasiskan kepada resort-resort yang terdapat pada kawasan tersebut. Sedangkan di TNRC


pengelolaan kawaan taman nasional lebih menekankan kepada pembangunan komunitas walaupun tetap terdapat pasukan pengamanan khusus. Hal tersebut lebih dikenal dengan Community Based Development (CBD) yang menjadi basis pengelolaan hampir di seluruh kawasan taman nasional yang terdapat di Nepal (Fisher, 1995) . Dalam hal lembaga pengelola kawasan taman nasional di Amerika Serikat lebih maju daripada di Nepal maupun di Indonesia. Lembaga pengelolan seluruh kawasan taman nasional mempunyai badan khusus yang di namakan National Park Service (NPS) yang mengatur regulasi serta kebijakan pengelolaan di seluruh kawasan taman nasional yang terdapat di Amerika Serikat (Secret Yellowstone, 2013). Sedangkan di Nepal dan Indonesia pengelolaan kawasan taman nasional masih terdapat di bawah departemen atau kementrian yang juga membawahi bidang-bidang lainnya. untuk di Nepal khususnya TNRC berada dibawah tanggung jawab Departemen taman nasional dan konservasi (DNPWC) serta juga sebagian wilayah lainnya yang memiliki hutan menjadi tanggung jawab departemen kehutanan (Metha dan Kellert, 1997). Sedangkan di Indonesia pengelolaan kawasan taman nasional khususnya yang daratan masih dibawah tanggung jawab kementrian kehutanan Invalid source specified. .

Upaya Pengamanan Pre-emtif Upaya pengamanan Pre-emtif yang merupakan salah satu betuk pengamanan, baik fungsional maupun gabungan, yang dilaksanakan melalui pembinaan dan penyuluhan terhadap masyarakat pengguna kawasan. Pengamanan pre-emtif ini juga dilakukan di ketiga kawasan taman nasional yang diteliti. Pada kawasan TNY upaya pengamanan prt-emtif dilakukan melalui Yellowstone Rangers Program, program ini dilakukan secara rutin bagi pengguna kawasan yang dilakukan di setiap distrik yang terdapat di TNY. Program yang dilakukan pada setiap distrik berbeda satu dengan yang lain tergantung bentangan alam dan keanekagaraman yang terdapat pada setiap distrik. Program ini bertujuan untuk memperkenalkan kawasan TNY beserta keanekaragaman hayati yang terdapat di dalamnya sehingga pengguna kawasan dapat saling menjaga dan melindungi kawasan tersebut Invalid source specified.. Pada kawasan TNRC pengamanan pre-emtif dilakukan dengan melakukan penyuluhan kepada pengguna serta masyarakat yang dilakukan oleh DNPWC (Metha dan Kellert, 1997).. Sedangkan di kawasan TNGGP pengamanan pre-emtif dilakukan melalui anjang sana dan anjang karya, pelaksanaan kegiatannya dilakukan oleh petugas taman nasional, volunteer, kader konservasi maupun tokoh agama dan masyarakat. Anjangsana ke tokoh-tokoh agama dan masyarakat sangat diperlukan agar mereka mendukung upaya konservasi di TNGGP. Demikian halnya kunjungan ke tempat-tempat


usaha (anjang karya) masih diperlukan agar mereka meningkat dalam usahanya tanpa merusak hutan resort Invalid source specified...

Upaya Pengamanan Preventif Upaya pengamanan preventif pada ketiga kawasan taman nasional relatif sama yaitu dengan mengadakan patroli rutin setiap harinya yang dilakukan oleh pasukan pengamanan kawasan. Untuk kawasan TNY dan TNGGP terdapat dua jenis patroli rutin yaitu patroli rutin yang dilakukan oleh masinng-masing distrik atau resort dan patroli rutin gabungan yang melibatkan keseluruhan pasukan pengamanan dilakukan lintas distrik dan resort (Secret Yellowstone, 2013). Pada kawasan TNRC seperti yang terdapat pada literatur yang ada patroli rutin dilakukan pada setiap pos jaga(Chaudhary. 2000). Karena tidak terdapat pembagian wilayah dengan sistem distrik atau resort seperti yang terdapat pada TNY dan TNGGP . Upaya Pengamanan Represif Upaya pengamanan represif yang merupakan upaya penindakan atas kegiatan-kegiatan yang di anggap mengganggu pada kawasan taman nasional dilakukan dengan mengadakan operasi khusus ke wilayah yang yang menjadi lokasi kegiatan-kegiatan illegal tersebut. Perbedaan pengamanan represif pada ketiga kawasan taman nasional yang di teliti terletak kepada fasilitas dan peralatan pendukung dalam operasi pengamanan khusus. Pada kawasan TNY dalam operasi khusus terdapat pasukan pendukung dibawah deputy chief ranger support operation yang membawahi beberapa bidang khusus pendukung seperti komunikasi, medis, SAR, pemadam kebakaran, hingga pasukan berkuda. Untuk operasi khusus pada kawasan TNRC dan TNY dilakukan bersama-sama dengan pihak kepolisian untuk mendukung operasi tersebut (Secret Yellowstone, 2013). Dalam pengamanan represif organisasi pengamanan TNY lebih siap dalam melakukan penindakan terhadap kegiatan-kegiatan illegal yang terjadi di dalam kawasan taman nasional (Jacoby, 2001) . Upaya Pengamanan Partisipatif Selain upaya pengamanan yang dilakukan oleh pasukan pengamanan yang terdapat pada setiap kawasan taman nasional, terdapat pula metode pengamanan partisipatif yang melibatkan masyarakat sekitar dalam pengelolaan serta pengamanan kawasan taman nasional. Pada kawasan TNY tidak ditemukan pengamanan partisipatif yang melibatkan masyarakat sekitar, hal tersebut dikarenakan memang pengelolaan kawasan taman nasional di fokuskan kepada kebijakan-kebijakan atau regulasi yang telah di buat dan pasukan pengamanan


yang bersifat represif untuk melindungi kawasan taman nasional. berbeda halnya dengan kawasan TNRC dimana pengamanan partisipatif menjadi fokus utama dalam pengelolaan kawasan taman nasionalnya melalui pendekatan pengelolaan community based development (CBD) (Nepal & Weber, 1995). Dalam pengamanan partisipatif, CBD dijalankan melalui program commnuty forest. Pada kawasan TNRC upaya pengamanan lebih memprioritaskan dengan melakukan langkah-langkah partisipatif seperti program community forest. Upaya-upaya partisipatif ini dilakukan agar dapat meredam konflik antara masyarakat dengan pihak taman nasional serta melibatkan masyarakat dalam upaya melindungi kawasan taman nasional. program hutan komunitas adalah pemberian hak pengelolaan pada sebagian kawasan taman nasional yang terletak di zona penyangga kepada masyarakat . Sehingga masyarakat mendapatkan manfaat secara langsung dari kawasan taman nasional. upaya pengamanan dengan pendekatan kemasyarakatan ini dianggap sangat baik untuk di contoh dalam melengkapi pendekatan pengamanan yang sudah dikenal terlebih dahulu (Fisher, 1995). Oleh karena itu, sudah terdapat 30 Village Development Commite (CDV) di daerah penyangga kawasan TNRC yang mengelola kawasn hutan di daerah penyangga serta ikut membantu mengawasi kegiatan-kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan TNRC. Program community forest sendiri berhasil mengurangi gangguan keamanan seperti perambahan dan pencurian hasil hutan oleh masyarakat sekitar. Kawasan TNGP sendiri memiliki program dalam pengamanan partisipatif seperti pembentukan pam swakarsa, yaitu pelibatan masyarakat sekitar untuk dapat menjadi pasukan pengamanan, serta adopsi pohon yang dimulai pada tahun 2008. Program adopsi pohon sendiri bertujuan untuk melibatkan kelompok masyarakat untuk menghutankan kembali daerah yang dahulunya dirambah denngan dibantu oleh pihak swasta sebagai donatur (Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, 2012). Namun program terseut hingga saat ini, belum berjalan maksimal dan menyeluruh. Pengamanan kawasan taman nasional merupakan salah satu bagian dalam peneggakkan hukum pada kawasan taman nasional. setiap kegiatan-kegiatan illegal yang melanggar peraturan yang berlaku akan di proses dalam sistem peradilan pidana. Pada kawasan TNY, memiliki kewenangan eksklusif bahwa kegiatan-kegiatan illegal yang dilakukan pada kawasan TNY dapat langsung diproses hingga ke pengadilan yang terdapat pada kawasan TNY (U.S Departement of the Interior, 2003). Kewenangan ini tidak dimiliki oleh kedua taman nasional lainnya baik itu TNRC maupun TNGGP.


UPAYA PENGAMANAN DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL

Recommend Documents