BAB II PENGELOLAAN KASUS A. Konsep Dasar Mobilisasi 1.
Defenisi Mobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak bebas, mudah,
teratur, mempunyai tujuan memenuhi kebutuhan hidup aktivitasnya guna mempertahankan kesehatannya (Hidayat, 2006). Gangguan mobilisasi mengacu pada kemampuan seseorang untuk bergerak dengan bebas, dan imobilisasi mengacu mengacu pada ketidakmampuan seseorang untuk bergerak dengan bebas. Mobilisasi dan imobilisasi berada pada suatu rentang dengan banyak tingkatan imobilisasi parsial di antaranya. Beberapa klien mengalami kemunduran dan selanjutnya berada di antara rentang mobilisasi-imobilisasi, tetapi pada klien lain, berada pada kondisi imobilisasi mutlak dan berlanjut sampai jangka waktu tidak terbatas (Potter dan Perry, 1994). 2.
Hal-hal Yang Harus Dikaji Dalam asuhan keperawatan mobilisasi menurut (Hidayat, 2006). sebagai berikut: a. Rentang gerak Rentang gerak merupakan jumlah maksimum gerakan yang mungkin dilakukan sendi pada salah satu dari tiga potongan tubuh: sagital, frontal, dan tranversal. Potongan sagital adalah garis yang melewati tubuh dari depan kebelakang, membagi tubuh menjadi bagian kiri dan kanan. Potongan prontal melewati tubuh dari sisi ke sisi dan membagi tubuh menjadi bagian depan dan belakang. Potongan trasversal adalah garis horizontal yang membagi tubuh menjadi bagian atas dan bawah. b. Gaya berjalan Istilah gaya berjalan digunakan untuk menggambarkan cara utama atau gaya ketika berjalan (Fish & Nielsen, 1993). Dengan mengkaji gaya berjalan klien memungkinkan perawat untuk membuat kesimpulan tentang keseimbangan, postur, keamanan, dan kemampuan berjalan tanpa bantuan. Mekanika gaya berjalan manusia mengikuti kesesuaian system skeletal, syaraf dan otot tubuh manusia (Fish & Nielsen, 1993) c. Latihan dan Toleransi Aktivitas Latihan adalah aktivitas fisik untuk membuat kondisi tubuh, meningjatkan kesehatan dan mempertahankan kesehatas jasmani. Sedangkan toleransi aktivitas 4 Universitas Sumatera Utara
adalah jenis dan jumlah latihan atau kerja yang dapat dilakukan seseorang. Prngkajian toleranssi aktivitas diperlukan jika ada perencanaan aktivitas seprti jalan, latihan rentang gerak, atau aktivitas sehari-hari dengan penyakit akut dan kronik. d. Kesejajaran Tubuh Pengkajian kesejajaran tubuh dapat dilakukan pada klien yang berdiri, duduk, atau berbaring. e. Berdiri Hal-hal yang harus dikaji berfakus pada kesejajaran tubuh klien yang berdiri antara lain: 1) Kepala tegak dan midline 2) Ketika dilihat dari arah posterior, bahu dan pinggul lurus dan sejajar 3) Ketika dilihat dari arah posterior tulang belakang lurus 4) Ketika klien dari arah lateral kepala tegak dan garis tulang belakang di garis dalam pola s terbalik. 5) Ketika dilihat dari arah lateral, perut berlipat ke bagian dalam dengan nyaman dan lutut dengan pergelangan kaki agak melengkung. 6) Lengan klien nyaman di samping 7) Kaki di tempatkan sedikit berjauhan untuk mendapatkan dasar penopang, dan jari-jari kaki menghadap ke depan. 8) Ketika klien dilihat dari arah anterior, pusat gravitasi berada di tengan tubuh, dan garis gravitasi mulai dari tengah kepala bagian depan sampai titik tengah antara kedua kaki. f. Duduk Perawat mengkaji kesejajjaran pada klien yang duduk dengan mengobservasi halhal sebagai berikut: 1) Kepala tegak, leher dan tulang belakang berada dalam kesejajaran yang lurus. 2) Berat badan terbagi rata pada bokong dan paha 3) Paha sejajar dan berada pada potongan horizontal 4) Kedua kaki ditopang dilantai. 5) Jarak 2-4 cm dipertahankan antara sudut tempat duduk dan ruang popliteal pada permukaan lutut bagian posterior. 6) Lengan bawah klien ditopang pada pegangan tangan, dipangkuan, atau diatas meja depan kursi. 5 Universitas Sumatera Utara
g. Berbaring Pada orang sadar mempunyai kontrol otot volunter dan persepsi normal terhadap tekan. Pengkajian kesejajaran tubuh ketika berbaring membutuhkan posisi lateral pada klein dengan menggunakan satu bantal dan semua penompagnya diangkat dari tempat tidur. 3.
Anatomi dan Fisiologi Apabila ada perubahan mobilisasi, maka setiap sistem tubuh beresiko terjadi gangguan. Tingkat keparahan dari gangguan tersebut tergantung pada umur klien, dan kondisi kesehatan secara keseluruhan, serta tingkat imobilisasi yang di alami. Misalnya, perkembangan pengaruh imobilisasi lansia berpenyakit kronik lebih cepat dibandingkan klien lebih muda (Perry dan Potter, 1994). a. Perubahan Metabolik Perubahan metabolik, sistem endokrin, merupakan produksi hormone-sekresi kelenjar, membantu mempertahankan dan mengatur fungsi vital seperti: respon terhadap stress dan cidera, pertumbuhan dan perkembangan, reproduksi, homeostatis ion, dan metabolism energi. Ketika cedera atau stress terjadi, sistem endokrin memicu serangkain respon yang bertujuan mempertahankan tekanan darah dan memelihara hidup. Sistem endokrin berperan dalam pengaturan lingkungan internal dengan memprtahankan keseimbangan nutrium, kalium, air dan keseimbangan asam-basa. Sehingga, sistem endokrin bekerja sebagai pengatur metabolisme energi. Hormon tiroid meningkatkan laju metabolik basal (basal metabolic rate, BMR), dan energi dibuat sehingga dapat dipakai sel-sel melalui integritas kerja antara hormone gastrointestinal dan pancreas (Price dan Wilson, 1992). b. Perubahan Sistem Kardiovaskuler Sistem kardiovaskuler juga dipengaruhi oleh imobilisasi. Ada tiga perubahan utama yaitu hipotensi ortotastik, peningkatan beban kerja jantung, dan pembentukan thrombus. Hipotensi ortostatik adalah penurunan tekanan darah sistolik 25 mmHg dan diastolik 10 mmHg ketika klien bangun dari posisi berbaring atau duduk ke posisi berdiri. Pada klien imobilisasi, terjadi penurunan sirkulasi volume cairan, pengumpulan darah pada ekstremitas bawah, dan penurunan aliran balik vena, diikuti oleh penurunan curah jantung yang terlihat pada penurunan tekanan darah (McCance and Huether, 1994). 6 Universitas Sumatera Utara
c. Perubahan Sistem Muskuluoskeletal Pengaruh imobilisasi pada sistem musculoskeletal meliputi gangguan mobilisasi permanen. Keterbatasan mobilisasi pengaruh otot klien melalui kehilangan daya tahan, penurunan massa otot, atrofi, dan penurunan stabilitas. Pengaruh lain dari keterbatasan mobilisasi yang mempengaruhi sistem skeletal adalah gangguan metabolisnme kalsium dan gangguan mobilisasi sensi (Kasper et al, 1993). d. Perubahan Sistem Integument Dekubitus terjadi akibat dan anoreksia jaringan. Jaringan yang tertekan, darah membengkok, dan konstriksi kuat pada pembuluh darah akibat tekanan persisten pada kulit dan struktur di bawah kulit, sehingga resoirasi selular terganggu, dan sel menjadi mati (ebersole dan Hess, 1994). Dekubitus adalah salah satu penyakit iatrogenic paling umum dalam perawatan kesehatan dimana berpengaruh terhadap populasi klien khusus-lansia dan yang imobilisasi (Alterescu, 1992). 4.
Masalah-masalah Kebutuhan Mobilisasi Perubahan dalam tingkat mobilisasi fisik dapata mengakibatkan instruksi pembatasan gerak dalam bentuk tirah baring, pembatasan gerak fisik selama penggunaan alat bantu eksternal (mis. Gips atau traksi rangka), pembatasan gerakan volunteer, atau kehilangan fungsi motorik. Pengaruh penurunan kondisi otot dikaitkan dengan penurunan aktivitas fisik akan terlihat jelas dalam beberapa hari. Pada individu normal dengan kondisi tirah baring akan mengalami kurangnya kekuatan otot dari tingkat dasarnya pada rata-rata 3% sehari. Tirah baring juga dikaitkan dengan perubahan pada kardiovaskuler, skelet, dan organ lainnya. Istilah antrofi disuse digunakan untuk menggambarkan pengukuran ukuran normal serat otot secara patologis setelah aktivitas yang lama akibat tirah baring, trauma, pemakaian gips, atau kerusakan saraf lokal (McCance dan Hueterher, 1994).
5.
Faktor yang Mempengaruhi a. Pengaruh Otot Akibat pemecahan protein, klien mengalami kehilangan massa tubuh, yang membentuk sebagian massa otot. Oleh karena itu, penurunan massa otot tidak mampu mempertahankan aktivitas tanpa peningkatan kelelahan. Massa otot menurun akibat metabolisme dan tidak digunakan.Penurunan mebilisasi dan gerakan mengakibatkan kerusakan muskuloskeletalyang besar, yang perubahan patofisiologi utamanya adalah atrofi. Atrofi adalah suatu keadaan yang dipandang 7 Universitas Sumatera Utara
secara luas sebagai respon terhadap penyakit dan penurunan aktivitas sehari-hari, seperti pada respon imobilisasi dan tirah baring (Kaspernet al, 1993). b. Pengaruh Skelet Imobilisasi menyebabkan dua perubahan terhadap skelet: gangguan metabolism kalsium dank kelainan sendi. Karena imobilisasi berakibat pada resorpsi tulang, sehingga jaringan tulang menjadi kurang padat, dan terjadi osteoporosis (Holm, 1989) c. Gaya Hidup Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi kemampuan mobilitas sseorang karena gaya hidup berdampak pada prilaku atau kebiasaan sehari-hari (Hidayat, 2006). d. Prosses penyakit/cedera Proses penyakit dapat mempengaruhi kemampuan mobilitas karena dapat mempengaruhi fungsi sistem tubuh (Hidayat, 2006). e. Kebudayaan Kemampuan melakukan mobilitas dapat juga di pengaruhi kebudayaan. Misalnya orang yang memiliki budaya sering berjalan jauh memiliki kemampuan mobilitas yang kuat (Hidayat, 2006). f. Tingkat Energi g. Energi adalah sumber untuk melakukan mobilitas. Agar seseorang dapat melakukan mobilitas dengan baik, dibutuhkan energi yang cukup. h. Usia dan Status Perkembangan (Hidayat, 2006). Terdapat perbedaan kemampuan mobilitas pada tingkat usia yang berbeda. Hal ini di kkarenakan kemampuan atau kematangan fungsi alat gerak sejalan dengan perkembangan usia (Hidayat, 2006).
6. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Berdasarkan hasil pengkajian praktek keperawatan di Ruang rawat RA4 kamar III2, RSUP H. Adam Malik Medan, masalah keperawatan yang di dapat, ketidaknyamanan nyeri dan yang menjadi prioritas masalah adalah gangguan mobilisasi. Maka penulis perlu membahas masalah gangguan mobilisasi.
8 Universitas Sumatera Utara
a. Pengkajian Menurut (Hidayat, 2006) pengkajian yang dilakukan pada gangguan mobilisasi adalah: 1) Riwayat Keperawatan Sekarang Pengkajian riwayat pasien dengan gangguan mobilisasi saat ini meliputi alasan pasien yang menyebabkan terjadi keluhan/gangguan dalam mobilitas dan imobilitas, seperti adanya nyeri, kelemahan otot, kelelahan, tingkat mobilitas dan imobilitas, daerah terganggunya mobilitas dan imobilitas, dan lama terjadinya gangguan mobilitas. 2) Riwayat Keperawatn Penyakit yang Pernah Diderita Pengkajian riwayat penyakit yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan mobilitas, misalnya adanya riwayat penyakit sistem neurologis, riwayat penyakit sistem kardiovaskulear, riwayat penyakit sistem muskuloskctal. 3) Kemampuan Fungsi Motorik Pengkajian fungsi motorik antara lain pada tangan kanan dan kiri, kakin kanan dan kiri untuk menilai ada atau tidaknya kelemahan, kekuatan, atau spastis. 4) Kemampuan Mobilitas Pengkajian kemampuan mobilitas dilakukan dengan tujuan untuk menilai kemampuan gerak posisi miring, duduk, berdiri, bangun, dan berpindah tanpa bantuan. 5) Kemampuan Rentang Gerak Pengkajian rentang gerak (range of mation-ROM) dilakukan pada daerah seperti bahu, siku, lengan, panggul, dan kaki. 6) Kekuatan Otot dan Gangguan Koordinasi Dalam mengkaji kekuatan otot dapat ditentukan kekuatan secara bilateral atau tidak. 7) Perubahan Psikologis Pengkajian perubahan psikologis yang disebabkan oleh adanya gangguan mobilitas dan imobilitas, antara lain perilaku, peningkatan emosi, perubhan dalam mekanisme koping, dan lain-lain. b. Analisa Data Klien tampak berbaring ditempat tidur, klien tidak dapat menggerakkan tangan kanan dan tungkai kanannya karena lemah tidak dapat di gerakkan akibat dri penyakit yang di deritanya (Hidayat, 2006). 9 Universitas Sumatera Utara
c.
Perencanaan Perawat membuat perencanaan intervensi terapeutik terhadap klien yang bermasalah kesejajaran tubuh dan mobilisasi yang aktual maupun beresiko. Perawat merencanakan terapi sesuia dengan derajat risiko klien dan perencanaan bersifat individu disesuaikan perkembangan klien, tingkat kesehatan dan gaya hidup (Hidayat, 2006). 1) Gangguan
mobilitas
fisik
berhubungan
dengan
kelemahan/kerusakan
neuromuskuler yang ditandai dengan tangan kanan dan kaki kanan pasien lemah. Tujuan
: pasien mampu melaksanakan aktifitas fisik sesuai dengan kemampuannya.
Kriteria Hasil : Gangguan
Mobilitas
Fisik
Teratasi,
Dan
Tonus
Otot
Meningkat. Menurut (Hidayat, 2006) intervensi dan rasional dari penkajian diatas adalah : Tabel 2.1 Intervensi dan Rasional No Intervensi 1 − Kaji kemampuan secara fungsional.
− −
− Ubah posisi minimal setiap 2 jam. − Ajarkan pasien latihan rentang gerak aktif dan pasif, libatkan keluarga dalam melakukan tindakan. − Buat jadwal latihan aktif diantara waktu makan dan mandi. − Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik pasien.
−
−
−
Rasional Mengidentifikasi atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, mencegah kontraktur. Menurunkan resiko terjadinya iskemia jaringan. Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah kontraktur. Hal ini mendukung frekuensi latihan pada sendi yang terkena dan mengurangi resiko perkembangan kontraktur. Peningkatan kemampuan dalam mobilsasi ekstremitas dapat ditingkatkan dengan latihan fisik dari tim fisioterapi.
d. Evaluasi Keperwatan Menurut (Hidayat, 2006) evaluasi yang diharapkan dari hasil tindakan keperawatan untuk mengatasi gangguan mobilitas adalah sebagai berikut: a. Peningkatan fungsi sistem tubuh b. Peningkatan kekuatan dan ketahanan sistem tubuh c. Peningkatan fleksibilitas sendi 10 Universitas Sumatera Utara
B. Asuhan Keperawatan Kasus 1. Biodata Seorang perempuan Ny.R, berusia 33 tahun dan telah menikah, agama Islam. Ny.R adalah seorang ibu rumah tangga dengan pendidikan terakhir adalah SMA, tinggal di simalungun kec.Huta Raja. Pada tanggal 15 Juni 2013 dirawat di ruangan RA4, kamar III-2, dengan nomor rekam medik 00.56.33.19. Dengan diagnosa stroke iskemik. 2. Keluhan Utama Pasien mengalami lemah lengan dan tungkai kanan, bibir sedikit miring ke kanan dan lidah juga sedikit kaku secara tiba-tiba 1 hari sebelum masuk rumah sakit pada saat istirahat. 3. Riwayat Kesehatan Sekarang Pasien mengalami lemah lengan dan tungakai kanan, bibir jatuh ke kanan dan liadah kaku secara tiba-tiba 1 (satu) hari sebelum masuk rumah sakit pada saat istirhat, klien mengatakan tidak ada yang bisa memperbaiki keadaanya, klien tidak merasakn nyeri apaun tetapi klien terlihat lemah namun masih sadar. 4. Riwayat Kesehatan Masa Lalu Penyakit yang pernah dialami pasien alah riwayat penyakit hipertensi kurang lebih 1 tahun yang lalu.klien mengatakan jika hipertensinya kambuh lagi, pasien Cuma meminum captropril. Klien tidak pernah dirawat di Rumah Sakit tidak ada didapati alergi pada pasien. 5. Riwayat Kesehatan Keluarga Saat melakukan pengkajian didapati tidak ada riwayat penyakit dari orangtua pasien, saudara kandung juga tidak ada yang pernah mengalami penyakit seperti yang di derita pasien dan tidak ada juga riwayat keturunan dari keluarga yang lain. 6. Pemeriksaan Fisik Secara umum didapati pasien sadar dan dapat diajak komunikasi dengan baik, dengan suhu tubuh 37 C, tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 88x/menit, pernafasan 24x/ menit, TB 160 cm dan BB 60 Kg. Dalam melakukan pengkajian dilakukan juga pemeriksaan Head to toe untuk memperoleh data pemeriksaan fisik lebih lengkap. Dalam pemeriksaan kepala dan rambut didapati bentuk kepala simetris, tidak ada benjolan pada ubun-ubun, kepala terlihat bersih, Rambut tumbuh merata.
11 Universitas Sumatera Utara
7. Pemeriksaan wajah warna kulit tampak kuning langsat dengan struktur wajah oval dan simetris. Mata lengkap dan simetris, palpebra merah, lembab, konjungtiva merah, sklera coklat muda, pupil merah dan coklat muda, kornea bulat merata, iris simetris berbatas jelas, ketajaman penglihatan baik tekanan bola mata baik. 8. Pemeriksaan hidung, tulang hidung tepat di tengah, posisi septum nasi simetris, lubang hidung normal, bersih dan tidak ada sumbatan, tidak ada pernafasa cuping hidung. Bentuk daun telingan normal, dan simetris, ukuran telinga simetris kiri dan kanan, lubang telinga paten dan bersih, ketajaman pendengaran baik. 9. Pemeriksaan mulut dan faring didapati bahwa bibir tidak kering, keadaan gusi baik, gigi sehat, keadaan lidah bersih tidak ada jamur, pita suara baik. Posisi trachea normal, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, suara normal. Tidak ada pembesaran kelenjar limfe, tidak ada distensi vena jugularis, denyut nadi karotis teraba. 10. Pemeriksaan integumen kebersihan integumen kurang terjaga dengan baik karena pasien tidak bisa mandi seperti biasa. Akral hangat, warna kulit normal, tidak ada cianosis, turgor kulit baik, CRT< 2 detik, kelembaban kulit baik, kelainan pada kulit
tidak ada kelainan pada kulit. Pada pemeriksaan thoraks/dada normal,
simetris, pernafasan (frekuensi, irama) 24kali/ menit dan tidak ada tanda kesulitan saat bernafas. Saat palpasi pemeriksaan paru gerak dada tampak normal,suara perkusi resonan dan saat auskultasi suara nafas vesikuler. 11. Pemeriksaan jantung tidak didapati cianosis, tampak denyut jangtung pada celah intercosta 4,5,6 sebelah kiri, pulsasi teraba, suara dullnes saat perkusi, bunyi jantung 1 dan 2 normal, tidak ada bunyi tambahan. Abdomen terlihat normal, simetris, tidak ditemukan benjolan, ada nyeri saat di tekan. 12. Pemeriksaan muskoloskeletal/ekstremitas (kesimetrisan, kekuatan otot, edema), otot tampak simetris, tidak ada edema, namun pasien mengalami penurunan kekuatan otot ekstremitas bawahdan atas kanan. 13. Pola Kebiasaan Sehari-hari Pasien biasa makan 3 kali sehari (pagi, siang, malam), namun sejak di rawat di rumah sakit pasien sering tidak selera makan, tidak terdapat nyeri ulu hati, tidak ada alergi makanan pasien, saat makan kadang terasa mual. Jumlah makanan satu piring setiap makan namun sering tidak dihabiskan, jenis makanan lembek. Biasanya pasien minum sekitar 3 sampai 4 liter tiap hari, namun pasien lebih banyak konsumsi teh manis dan air gula tiap hari. Tidak ada kesulitan menelan saat makan dan minum. 12 Universitas Sumatera Utara
14. Perawatan Diri/Personal Hygine Tubuh pasien tampak bersih, kebersihan gigi dan mulut juga terjaga, kuku, kaki dan tangan tampak bersih. 15. Pola Kegiatan/Aktivitas Pasien tidak dapat melakukan aktivitas mandiri dalam memenuhi kebutuhan dasar. Untuk mandi, makan, eliminasi, ganti pakaian, tidak bisa dilakukan secara mandiri namun dilakukan dengan bantuan keluarga dan perawat. Selama dirawat di rumah sakit pasien merasa kesulitan dalam melakukan aktivitas ibadah, namun pasien tetap mau berdoa, misalnya saat mau makan. 16. Pola Eliminasi Pasien BAB 1x/hari biasanya dipagi hari dengan menggunakan pispot. Pasien BAK dengan menguanakn pispot dengan karakteristik urine berwarna kuning dengan bau yang khas, tidak ada memiliki riwayat penyakit batu ginjal dan saliran kemih. C. Masalah Keperawatan Berdasarkan hasil pengkajian dari Ny.R maka dapat disimpulkan bahwa Ny.R mengalami masalah keperwatan yaitu: 1. Gangguan mobilitas fisik 2. Gangguan komunikasi verbal 3. Gangguan pemenuhan ADL
D. Diagnosa Keperawatan a. Gangguan
mobilitas
fisik
berhubungan
dengan
kelemahan/kerusakan
neuromuskuler yang ditandai dengan tangan kanan dan kaki kanan pasien lemah. b. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan fungsi nervus VII (nervus facialis) yang ditandai dengan kemampuan pasien berbicara terganggu dan kata-kata yang djelaskan kurang jelas c. Gangguan pemenuhan ADL berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler yang ditandai dengan kebutuhan ADL pasien dibantu oleh perawat dan keluarga.
13 Universitas Sumatera Utara
E. Perencanaan Keperawatan Dan Rasional Tabel 2.2 Perencanaa Keperawatan dan Rasional Hari/ Tanggal
No. Perencanaan Keperawatan Dx 1 Tujuan: Pasien mampu melaksanakan aktifitas fisik sesuai dengan kemampuannya. Kriteria Hasil: Gangguan mobilitas fisik teratasi, dan tonus otot meningkat. 2. Tujuan: Proses komunikasi pasien dapat berfungsi secara optimal Kriteria Hasil: Pasien mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal maupun isyarat. 3. Tujuan: Pemenuhan ADL terpenuhi. Kriteria Hasil: Pasien mampu melakukan ADL secara mandiri. Rencana Tindakan Rasional 1. a. Kaji kemampuan secara a. Mengidentifikasi atrofi fungsional. otot, mrningkatkan sirkulasi, mencegah kontraktur. b. Menurunkan resiko b. Ubah posisi minimal setiap 2 terjadinya iskemia jam. jaringan. c. Meminimalkan atrofi otot, c. Ajarkan pasien latihan rentang meningkatkan sirkulasi, gerak aktif dan pasif, libatkan membantu mencegah keluarga dalam melakukan kontraktur. tindakan. d. Hal ini mendukung d. Buat jadwal latihan aktif diantara frekuensi latihan pada waktu makan dan mandi. sendi yang terkena dan mengurangi resiko perkembangan kontraktur. e. Peningkatan kemampuan e. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi dalam mobilsasi untuk latihan fisik pasien. ekstremitas dapat ditingkatkan dengan latihan fisik dari tim fisioterapi. 2. a. Berikan metode alternatif a. Memenuhi kebutuhan komunikasi, missal dengan komunikasi sesuai dengan bahasa isyarat. kemampuan pasien. b. Antisipasi setiap kebutuhan pasien saat berkomunikasi. c. Bicaralah pada pasien secara
b. Mencegah rasa putus asa dan ketergantungan pada orang lain. c. Mengurangi kecemasan
14 Universitas Sumatera Utara
pelan.
3.
d. Anjurkan pada keluarga untuk tetap berkomunikasi pada pasien. e. Hargai kemampuan pasien dalam berkomunikasi.
d.
a. Kaji kemampuan ADL pasien.
a.
b. Libatkan keluarga dalam pemenuhan ADL pasien. c. Beri bantuan sesuai kebutuhan.
b.
d. Kaji kemampuan pasien untuk mengkomunikasikan kebutuhannya.
d.
e.
c.
e. e. Berikan pujian atas keberhasilan pasien dalam pemenuhan ADL
dan kebingungan pada saat komunikasi. Mengurangi isolasi sosial dan komukasi yang efektif. Memberi semangat kepada pasien agar lebih sering melakukan komunikasi. Membantu menentukan/merencanakan intervensi sesuai kebutuhan. Memandirikan pasien dan keluarga. Untuk mempertahankan harga diri dan meningkatkan pemulihan pasien. Mengetahui kebutuhan pasien yang belum terpenuhi. Memotivasi pasien untuk melakukan ADL secara mandiri.
F. Implementasi Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan yang dimulai setelah perawat
menyusun
rencana
keperawatan.
Implementasi
keperawatan
adalah
serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Gordon, 1994, dalam Potter & Perry, 1997). Berdasarkan perencanaan keperawatan maka implementasi yang dapat dilakukan pada pada setiap diagnosa di atas adalah: 1. Gangguan Mobilisasi Implementasi yang dilakukan adalah mengkaji status neorologi pada pasien, memberi injeksi citocolin 1mg/12 jam, merubah posisi pasien setian 2 jam, mengukur tanda-tanda vital, mengajarkan latihan ROM aktif. 2. Gangguan komunikasi verbal implementasinya merupakan berbicara dengan pasien secara perlahan, menganjurkan keluarga untuk tetap berkomunikasi dengan pasien, mengantisipasi setiap kebutuhan pasien saat berkomunikasi.
15 Universitas Sumatera Utara
3. Gangguan pemenuhan ADL implementasinya yaitu membantu pasien memenuhi ADL (BAB/BAK), membantu pasien mandi, melibatkan keluarga dalam memenuhi ADL.
16 Universitas Sumatera Utara