BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Sistem Pendinginan Absorpsi Prinsip pendinginan absorpsi telah di kenal sejak awal tahun 1800-an.
Misalnya proses pendinginan absorpsi yang dilaporkan oleh John Leslie pada tahun 1810. Tetapi mesin pending sistem absorpsi yang pertama direalisasikan dan dipatenkan adalah karya seorang engineer Francis, Ferdinand P.E. Carre pada tahun 1860. Mesin sistem absorpsi pertama ini bekerja secara intermittent (tidak kontiniu) dengan menggunakan pasangan amoniak dengan air, yang dapat menghasilkan es dalam jumlah kecil. Pada saat itu Carre telah melakukan pengembangan beberapa kali terhadap mesinnya dan hasil terbaik yang pernah dilaporkannya adalah dapat memproduksi es sampai 100 kg/jam (pada mesin generasi ke 5). Perbedaan utama kedua siklus tersebut adalah gaya yang menyebabkan terjadinya perbedaan tekanan antara tekanan penguapan dan tekanan kondensasi serta cara perpindahan uap dari wilayah bertekanan rendah ke wilayah bertekanan tinggi. Pada sistem pendingin kompresi uap digunakan kompresor, sedangkan pada sistem pendingin absorpsi
digunakan absorber dan generator. Uap
bertekanan rendah diserap di absorber, tekanan ditingkatkan dengan pompa dan pemberian panas di generator sehingga absorber dan generator dapat menggantikan fungsi kompresor secara mutlak.
Untuk melakukan proses
kompresi tersebut, sistem pendingin kompresi uap memerlukan masukan kerja mekanik sedangkan sistem pendingin absorpsi
memerlukan masukan energi
panas. Oleh sebab itu, siklus kompresi uap sering disebut sebagai siklus yang digerakkan dengan kerja (work operated) dan siklus absorpsi disebut sebagai siklus yang digerakkan dengan panas (Heat operated). Salah satu keistimewaan siklus ini adalah panas yang digunakan untuk menjalankan siklus dapat berupa sumber panas yang temperaturnya kurang dari 200 oC (Cengel, 1989). Sumber panas seperti ini adalah mudah untuk didapatkan secara gratis di sekitar kita seperti, panas buang dari knalpot dan bahkan energi matahari. Sumber energi untuk mesin siklus absorpsi dapat berupa :
Universitas Sumatera Utara
•
Pembakaran dengan bahan bakar (direct-fired), dimana bahan bakar yang digunakan dapat berupa minyak bumi dan gas. Pada sistem pembakaran langsung diperlukan peralatan burner untuk pembakaran bahan bakarnya.
•
Uap (steam-fired), tenaga yang dihasilkan berasal dari uap panas (steam) yang biasanya dihasilkan oleh steam boiler.
•
Air panas (hot water-fired) sumber air panas.
•
Panas buang (exaust), baik kendaraan maupun pabrik.
2.1.1 Prinsip Kerja Siklus Absorpsi Dasar siklus absorpsi
disajikan pada gambar 2.1
Pada gambar
ditunjukkan adanya dua tingkat tekanan yang bekerja pada sistem, yaitu tekanan rendah yang meliputi proses penguapan (di evaporator) dan penyerapan (di absorber), dan tekanan tinggi yang meliputi proses pembentukan uap (di generator) dan pengembunan (di kondensor). Siklus absorpsi juga menggunakan dua jenis zat yang umumnya berbeda, zat pertama disebut penyerap sedangkan yang kedua disebut refrijeran. Selanjutnya, efek pendinginan yang terjadi merupakan akibat dari kombinasi proses pengembunan dan penguapan kedua zat pada kedua tingkat tekanan tersebut. Proses yang terjadi di evaporator dan kondensor sama dengan pada siklus kompresi uap
Gambar 2.1 Sistem refrigrasi absorpsi sederhana (Sumber : Miller, 2006; Moran, 1998; Shan, 1991)
Universitas Sumatera Utara
Kerja siklus secara keseluruhan adalah sebagai berikut : Proses 1-2/1-3 : Larutan encer campuran zat penyerap dengan refrijeran
(konsentrasi zat penyerap rendah) masuk ke generator pada tekanan tinggi. Di generator panas dari sumber bersuhu tinggi ditambahkan untuk menguapkan dan memisahkan refrijeran dari zat penyerap, sehingga terdapat uap refrijeran dan larutan pekat zat penyerap. Larutan pekat campuran zat penyerap mengalir ke absorber dan uap refrijeran mengalir ke kondensor. Proses 2-7 : Larutan pekat campuran zat penyerap dengan refrijeran
(konsentrasi zat penyerap tinggi) kembali ke absorber melalui katup cekik. Penggunaan katup cekik bertujuan untuk mempertahankan perbedaan tekanan antara generator dan absorber. Proses 3-4 : Di kondensor, uap refrijeran bertekanan dan bersuhu tinggi
diembunkan, panas dilepas ke lingkungan dengan menggunakan kipas angin, dan terjadi perubahan fase refrijeran dari uap ke cair. Dari kondensor dihasilkan refrijeran cair bertekanan tinggi dan bersuhu rendah. Proses 4-5 : Tekanan tinggi refrijeran cair diturunkan dengan menggunakan katup cekik (katup ekspansi) dan dihasilkan refrijeran cair bertekanan dan bersuhu rendah yang selanjutnya dialirkan ke evaporator. Proses 5-6 : Di evaporator, refrijeran cair mengambil panas dari lingkungan
yang akan didinginkan dan menguap sehingga terjadi uap refrijeran bertekanan rendah. Proses 6-8/7-8 : Uap refrijeran dari evaporator diserap oleh larutan pekat zat
penyerap di absorber dan membentuk larutan encer zat penyerap. Jika proses penyerapan tersebut terjadi secara adiabatik, terjadi peningkatan suhu campuran larutan yang pada gilirannya akan menyebabkan proses penyerapan uap terhenti. Agar proses penyerapan berlangsung terus-menerus, absorber didinginkan dengan air yang mengambil dan melepaskan panas tersebut ke lingkungan. Proses 8-1 : Pompa menerima larutan cair bertekanan rendah dari absorber,
meningkatkan tekanannya, dan mengalirkannya ke generator sehingga proses berulang secara terus menerus
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2 Diagram p-h siklus kompresi uap dan siklus absorpsi (Sumber : Miler, 2006; Moran, 1998)
Pada siklus pertama,setelah refrijeran menguap dari evaporator di titik 1. Uap ini akan masuk ke siklus kedua dan keluar ke titik 2 pada kondisi uap kering (super heat) dan tekanan tinggi. Setelah di titik 2, uap refrijeran masuk masuk ke kondensor dan melepas panas ke lingkungan. Proses pelepasan panas ini terjadi secara isobarik, dan akhirnya refrijeran berubah menjadi cair di titik 3. Kemudian terjadi penurunan tekanan secara adiabatik. Pada saat tekanan tekanan turun temperatur juga akan turun dan sebagian cairan akan berubah menjadi uap di titik 4. Selanjutnya refrijeran akan melakukan fungsi refrigerasi di evaporator dan akhirnya menguap, kembali ke titik 1, dan siklus akan berulang (Moran, 1998). Sebagai catatan siklus absorpsi akan sama dengan siklus kompresi uap, pada siklus dari titik 2-3-4-1. Perbedaannya adalah bagaimana memindahkan refrijeran dari kondisi titik 1 ke kondisi titik 2. Pada siklus kompresi uap tugas ini dilakukan oleh kompresor dengan menggunakan energi mekanik, sementara pada siklus absorpsi
tugas ini dilakukan oleh generator dan absorber dengan
menggunakan panas sebagai energi masukan utama dan sebagian kecil kerja melalui pompa. Pada siklus kedua, uap refrijeran yang selesai melakukan tugasnya dari siklus pertama akan masuk ke absorber. Uap ini akan diikat oleh larutan yang pekat (absorben konsentrasi tinggi), di titik 5. Proses ikatan kimia ini akan melepas sejumlah panas ke lingkungan. Sebagai hasilnya akan dihasilkan larutan
Universitas Sumatera Utara
yang lebih encer di titik 6. Larutan ini kemudian akan dipompakan ke generator oleh pompa sehingga tekanannya akan naik. Sebagai catatan, untuk membuat proses ini dapat terjadi rasio tekanan pada generator atau kondensor dan absorber atau evaporator harus diatur cukup tinggi. 2.1.2. Komponen Siklus Absorpsi Mesin pendingin absorpsi bekerja secara siklus dimana terdapat beberapa komponen yang saling berhubungan satu sama lain diantaranya sebgai berikut : •
Generator Pada sikus absorpsi generator berperan untuk menaikkan tekanan serta memberikan kalor terhadap larutan amonia-air sehingga uap amonia terpisah dari absorbent. Generator akan menghasilkan uap amonia bertekanan tinggi yang selanjutnya masuk ke kondensor (Cengel, 1989).
•
Absorber Absorber merupakan wadah untuk proses pelarutan uap amonia dengan absorbent sekaligus sebagai alat penukar kalor untuk membuang panas yang dihasilkan selama proses absorpsi . Absorber memiliki dua sumber masukan yaitu uap amonia dari evaporator dan larutan konsentrasi lemah dari generator, larutan yang dihasilkan dari absorber adalah larutan amonia konsentrasi tinggi yang akan di pompakan ke generator (Miller, 2006).
•
Kondensor Tugas kondensor pada siklus absorpsi sama halnya pada siklus kompresi uap yaitu membuang panas ke lingkungan dengan media pendingin udara yang di alirkan oleh kipas ke sisi pipa kondensor. Pada kondensor terjadi perubahan fasa yaitu dari fasa uap menjadi fasa cair, refrijeran cair dengan tekanan tinggi selanjutnya masuk menuju katup ekspansi (Miller, 2006).
•
Evaporator Evaporator bertugas untuk menyerap panas dari lingkungan yang akan di dinginkan,proses di evaporator merupakan kebalikan dari kondensor, pada evaporator terjadi perubahan fasa dari refrijeran dimana akibat proses penyerapan kalor dari lingkungan, refrijeran akan berubah dari cair menjadi uap dengan tekanan yang sama. Uap refrijeran ini selanjutnya masuk menuju absorber (Miller, 2006).
Universitas Sumatera Utara
•
Katup ekspansi Katup ekspansi adalah komponen siklus absorpsi yang berfungsi untuk menurunkan tekanan dari refrijeran setelah keluar dari kondensor akibat dari penurunan tekan ini temperatur dari refrijeran juga akan menurun sesuai dengan penurunan tekanan (Miller, 2006).
2.1.3 Perbedaan Sistem Absorpsi dengan Sistem Kompresi Uap (SKU) Siklus absorpsi hampir sama dalam beberapa hal dengan siklus kompresi uap. Siklus refrigerasi beroperasi dengan peralatan seperti kondensor, katup ekspansi, dan evaporator. Perbedaan yang mendasar hanyalah pada cara menaikkan uap tekanan rendah dari evaporator menjadi uap tekanan tinggi dan dialirkan ke kondensor. Sistem kompresi uap menggunakan kompresor untuk keperluan tersebut. Sedangkan pada sistem refrigerasi absorpsi menggunakan absorber-generator untuk mengganti peran kompresor pada SKU (Moran, 1998). Prinsip sederhana sistem absorpsi yaitu: pertama- tama, sistem absorpsi menyerap uap tekanan rendah ke dalam suatu zat cair penyerap (absorben) yang cocok dan merupakan pasangan biner dari refrijeran yang digunakan. Proses ini terjadinya sepenuhnya di absorber. Yang terkandung di dalam proses absorpsi yaitu konversi (perubahan) dari uap menjadi cair, Karena proses ini sama dengan kondensasi maka selama proses berjalan,kalor dilepaskan. Tahap berikutnya yaitu menaikkan tekanan zat cair dengan pompa ke generator. Dan tahap akhir adalah memanaskan zat cair penyerap dengan cara pemberian kalor sehingga uap tersebut memiliki tekanan yang tinggi dan siap untuk dialirkan ke kondensor. 2.2
Kombinasi Refrijeran – Absorber pada Sistem Pendinginan Absorpsi Terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi oleh kombinasi refrijeran
dengan zat penyerap untuk layak digunakan pada mesin pendingin absorpsi . Diantaranya adalah : a. Zat penyerap harus mempunyai nilai afinitas (pertalian) yang kuat dengan uap refrijeran, dan keduanya harus mempunyai daya larut yang baik pada kisaran suhu kerja yang diinginkan. b. Kedua cairan tersebut, baik masing-masing maupun hasil campurannya, harus aman, stabil, dan tidak korosif.
Universitas Sumatera Utara
c. Secara ideal, kemampuan penguapan zat penyerap harus lebih rendah dari refrijeran sehingga refrijeran yang meninggalkan generator tidak mengandung zat penyerap d. Refrijeran harus mempunyai panas laten penguapan yang cukup tinggi sehingga laju aliran refrijeran yang harus dicapai tidak terlalu tinggi e. Tekanan kerja kedua zat harus cukup rendah (mendekati tekanan atmosfir) untuk mengurangi berat alat dan menghindari kebocoran ke lingkungannya Saat ini, terdapat dua kombinasi refrijeran-zat penyerap yang umum digunakan, yaitu air-litium bromida (H2O-LiBr) dan amonia-air (NH3-H2O). Pada kombinasi pertama, air bertindak sebagai refrijeran dan litium bromida sebagai zat penyerap, sedang pada kombinasi kedua, amonia bertindak sebagai refrijeran dan air sebagai zat penyerap. 1)
Sistem Litium Bromida – Air Sistem litium bromida-air banyak digunakan untuk pengkondisian
udara dimana suhu evaporasi berada di atas 0 ºC. Litium Bromida (LiBr) adalah suatu kristal garam padat, yang dapat menyerap uap air. Larutan cair yang terjadi memberi tekanan uap yang merupakan fungsi suhu dan konsentrasi larutan. Hubungan antara entalpi dengan persentase Litium-Bromida dalam larutan LiBr pada berbagai suhu larutan. Proses terjadi kristalisasi larutan LiBr-H2O, yaitu pada keadaan yang mana larutan mengalami pemadatan. Proses yang terjadi pada wilayah melewati batas kristalisasi akan mengakibatkan pembentukan lumpur padat dan penyumbatan sehingga mengganggu aliran di dalam pipa. 2)
Sistem Air – Amonia Sistem amonia-air digunakan secara luas untuk mesin pendingin
berskala kecil (perumahan) maupun industri, yang mana suhu evaporasi yang dibutuhkan mendekati atau di bawah 0 ºC. Sistem amonia-air mempunyai hampir seluruh kriteria yang diperlukan di atas, kecuali bahwa zat-zat tersebut dapat bersifat korosif terhadap tembaga dan alloynya, serta
Universitas Sumatera Utara
sifat amonia yang sedikit beracun sehingga membatasi penggunaannya untuk pengkondisian udara. Kelemahan sistem amonia-air yang paling utama adalah air yang juga mudah menguap sehingga amonia yang berfungsi sebagai refrijeran masih mengandung uap air pada saat keluar dari generator dan masuk ke evaporator melalui kondensor. Keadaan ini dapat menyebabkan uap air meninggalkan panas di evaporator dan meningkatkan suhunya sehingga menurunkan efek pendinginan. pendingin absorpsi
Untuk menghindari hal itu, mesin
dengan sistem amonia-air umumnya dilengkapi
dengan rectifier dan analyzer. Amonia yang masih mengandung uap air dari generator melalui rectifier, suatu mekanisme yang bekerja seperti kondensor akibat adanya arus balik uap air dari analyzer. Di sini, uap air yang mempunyai suhu jenuh yang lebih tinggi diembunkan dan dikembalikan ke generator. Selanjutnya amonia dan sejumlah kecil uap air diteruskan ke analyzer, dimana uap air dan sebagian kecil amonia diembunkan dan dikembalikan ke generator melalui rectifier, sedangkan amonia diteruskan ke kondensor. Analyzer pada prinsipnya adalah suatu kolom distilasi, yang umumnya menggunakan air pendingin dari kondensor sebagai media pendingin. Untuk dapat menghitung penampilan panas di dalam siklus pendinginan absorpsi
maka diperlukan data entalpi tiap kombinasi
refrijeran-zat penyerap yang digunakan. Perlu diperhatikan bahwa pada diagram tersebut konsentrasi yang ditunjukkan adalah konsentrasi NH3 di dalam larutan NH3-H2O, meskipun dalam hal ini amonia berfungsi sebagai refrijeran dan air sebagai zat penyerap. 2.2.1 Absorben Absorben adalah cairan yang dapat melarutkan bahan yang akan diabsorpsi
pada permukaannya,baik secara fisik atau dengan reaksi kimia.
Absorben harus memenuhi persyaratan yang sangat beragam yaitu : •
Memiliki daya melarutkan bahan yang akan diabsorpsi
yang sebesar
mungkin (kebuthan akan cairan lebih sedikit, volume alat lebih kecil)
Universitas Sumatera Utara
2.3
•
Sedapat mungkin sangat reaktif
•
Memiliki tekanan uap yang tinggi
•
Mempunyai viskositas yang rendah
•
Stabil secara termis dan murah Refrijeran Refrijeran adalah zat yang mengalir dalam mesin pendingin (refrigerasi)
atau mesin pengkondisian udara. Zat ini berfungsi untuk menyerap panas dari benda atau udara yang didinginkan dan membawanya kemudian membuangnya ke udara sekeliling di luar benda (Shan, 1991). Berdasarkan jenis senyawanya, refrijeran dapat dikelompokkan menjadi 7 kelompok yaitu sebagai berikut : 1. Kelompok refrijeran senyawa halocarbon. Kelompok refrijeran senyawa halocarbon diturunkan dari hidrokarbon (HC) yaitu metana (CH4), etana (C2H6), atau dari propane (C3H8) dengan mengganti atom-atom hydrogen dengan unsur-unsur halogen seperti khlor (Cl), fluor (F), atau brom (Br). Jika seluruh atom hydrogen tergantikan oleh atom Cl dan F maka refrijeran yang dihasilkan akan terdiri dari atom khlor,
fluor,
dan
karbon.
Refrijeran
ini
disebut
refrijeran
chlorofluorocarbon (CFC). Jika hanya sebagian saja atom hydrogen yang digantikan oleh Cl dan atau F maka refrijeran yang terbentuk disebut hydrochlorofluorocarbon (HCFC). Refrijeran halocarbon yang tidak mengandung atom khlor disebut hydrofluorocarbon (HFC). 2. Kelompok refrijeran senyawa organik cyclic. Kelompok refrijeran ini diturunkan dari butana. Aturan penulisan nomor refrijeran adalah sama dengan cara penulisan refrijeran halocarbon tetapi ditambahkan huruf C sebelum nomor. Contoh dari kelompok refrijeran ini adalah: 1) R-C316
C4Cl2 F6
1,2-dichlorohexafluorocyclobutane
2) R-C317
C4ClF7
chloroheptafluorocyclobutane
3) R-318
C4F8
octafluorocyclobutane
Universitas Sumatera Utara
3. Kelompok refrijeran campuran zeotropik. Kelompok refrijeran ini merupakan refrijeran campuran yang bias terdiri dari campuran refrijeran CFC, HCFC, HFC, dan HC. Refrijeran yang terbentuk merupakan campuran tak bereaksi yang masih dapat dipisahkan dengan cara destilasi. 4. Kelompok refrijeran campuran Azeotropik. Kelompok refrijeran ini adalah refrijeran campuran tak bereaksi yang tidak dapat dipisahkan dengan destilasi. Refrijeran ini pada konsentrasi, tekanan dan temperatur tertentu bersifat azeotropik, yaitu mengembun dan menguap pada temperatur yang sama, sehingga mirip dengan refrijeran tunggal. Namun demikian pada kondisi (konsentrasi, temperatur atau tekanan) yang lain refrijeran ini bisa saja menjadi bersifat zeotropik. 5. Kelompok refrijeran senyawa organik biasa. Kelompok refrijeran ini sebenarnya terdiri dari unsur C, H dan lainnya. Namun demikian cara penulisan nomornya tidak dapat mengikuti cara penomoran refrijeran halocarbon karena jumlah atom H nya jika ditambah dengan 1 lebih dari 10 sehingga angka kedua pada nomor refrijeran menjadi dua digit. Sebagai contoh butane (C4H10), jika dipaksakan dituliskan sesuai dengan cara penomoran refrijeran halocarbon, maka refrijeran ini akan bernomor R-3110, sehingga akan menimbulkan kerancuan. 6. Kelompok refrijeran senyawa anorganik. Kelompok refrijeran ini diberi nomor yang dimulai dengan angka 7 dan digit selanjutnya menyatakan berat molekul dari senyawanya. Contoh dari refrijeran ini adalah: 1) R-702 : hydrogen 2) R-704 : helium 3) R-717 : amonia 4) R-718 : air 5) R-744 : oksigen
Universitas Sumatera Utara
7. Kelompok refrijeran senyawa organik tak jenuh Kelompok refrijeran ini mempunyai nomor 4 digit, dengan menambahkan angka keempat yang menunjukkan jumlah ikatan rangkap di depan ketiga angka yang sudah dibahas dalam sistem penomoran refrijeran halocarbon. 2.3.1 Amonia Amonia adalah senyawa kimia dengan rumus NH3. Biasanya senyawa ini didapati berupa gas dengan bau tajam yang khas I (disebut bau amonia). Sifat amonia dapat dilihat seperti tabel di bawah ini. Tabel 2.1 Sifat Amonia Sifat Amonia Massa jenis
682 kg/m3, cair
Titik lebur
-77,7 oC
Titik didih
-33.3 oC
Keasaman
9,25
Panas Laten Penguapan (Le)
1357 kJ/kg
Kelarutan dalam air
89,9g/100ml pada 00c
(Sumber : Chang, 2003)
Walaupun amonia memberi sumbangan penting bagi keberadaan nutrisi di bumi, amonia sendiri adalah senyawa kaustik dan dapat merusak kesehatan. Kontak dengan gas amonia berkonsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan paru-paru dan bahkan kematian. Sekalipun amonia diatur sebagai gas tak mudah terbakar, amonia masih digolongkan sebagai bahan beracun jika terhirup. 2.4
Alat Penukar Kalor Alat
penukar kalor adalah alat
yang
memungkinkan terjadinya
perpindahan panas diantara dua fluida yang memiliki temperatur yang berbeda tanpa mencampurkan kedua fluida tersebut. Alat penukar kalor biasanya digunakan secara praktis didalam aplikasi yang luas, seperti dalam kasus pemanasan dan sistem pengkondisian udara, proses-proses kimia dan proses pembangkitan tenaga. Alat penukar kalor berbeda dengan ruangan pencampuran
Universitas Sumatera Utara
yakni alat penukar kalor tidak memperbolehkan kedua fluida bercampur. Sebagai contoh, pada radiator mobil, panas dipindahkan dari air panas yang mengalir melalui pipa yang terdapat pada radiator yang ditambahkan plat pada jarak yang kecil dengan melewatkan udara diantaranya. Perpindahan panas pada alat penukar kalor biasanya terdiri dari konveksi di setiap fluida dan konduksi pada dinding yang memisahkan kedua fluida. Pada saat menganalisa alat penukar kalor, sangat diperlukan untuk menggunakan koefisien perpindahan panas menyeluruh U yang memungkinkan untuk menghitung seluruh efek dari perpindahan panas. Laju perpindahan panas diantara kedua fluida terletak pada alat penukar kalor yang bergantung pada perbedaan temperatur pada suatu titik, yang bervariasi sepanjang alat penukar kalor. Pada saat menganalisis alat penukar kalor, biasanya bekerja dengan menggunakan logarithmic mean temperatur difference LMTD, yang sebanding dengan perbedaan temperatur rata-rata diantara kedua fluida sepanjang alat penukar kalor. Ketika dua temperatur tidak diketahui kita dapat menganalisisnya dengan metode keefektifan-NTU.
2.4.1
Jenis Alat Penukar Kalor Secara umum, alat penukar kalor dapat dibagi berdasarkan fungsinya
yakni : a. Chiller, alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan fluida sampai pada temperatur yang rendah. Temperatur fluida hasil pendinginan didalam chiller yang lebih rendah bila dibandingkan
dengan fluida
pendinginan yang dilakukan dengan pendingin air. Untuk chiller ini media pendingin biasanya digunakan amonia atau Freon. b. Kondensor, alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan uap atau campuran uap, sehingga berubah fasa dari uap menjadi cairan. Media pendingin yang dipakai biasanya air atau udara. Uap atau campuran uap akan melepaskan panas latent kepada pendingin, misalnya pada pembangkit listrik
tenaga
uap
yang
mempergunakan
condensing
turbin, maka uap bekas dari turbin akan dimasukkan kedalam kondensor, lalu diembunkan menjadi kondensat.
Universitas Sumatera Utara
c. Cooler, alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan cairan atau gas dengan mempergunakan air sebagai media pendingin. Disini tidak terjadi perubahan fasa, dengan perkembangan teknologi dewasa ini maka pendingin coler mempergunakan media pendingin berupa udara dengan bantuan fan (kipas). d. Evaporator, alat penukar kalor ini digunakan untuk penguapan cairan menjadi uap. Dimana pada alat ini menjadi proses evaporasi (penguapan) suatu zat dari fasa cair menjadi uap. Yang dimanfaatkan alat ini adalah panas latent dan zat yang digunakan adalah air atau refrijeran cair. e. Reboiler, alat penukar kalor ini berfungsi mendidihkan kembali (reboil) serta menguapkan sebagian cairan yang diproses. Adapun media pemanas yang sering digunakan adalah uap atau zat panas yang sedang diproses itu sendiri. f. Heat Exchanger, alat penukar kalor ini bertujuan untuk memanfaatkan panas suatu aliran fluida yang lain. Maka akan terjadi dua fungsi sekaligus, yaitu: •
Memanaskan fluida
•
Mendinginkan fluida yang panas
Suhu yang masuk dan keluar kedua jenis fluida diatur sesuai dengan kebutuhannya (Sitompul, 1993).
2.5
Kondensor Kondensor merupakan bagian dari mesin pendingin yang berfungsi untuk
membuang panas dari uap refrijeran. Proses pembuangan panas dari kondensor terjadi karena adanya penurunan refrijeran dari kondisi superheated menuju ke uap jenuh, kemudian terjadi proses perubahan fasa refrijeran yaitu dari fasa uap menjadi fasa cair. Untuk mencairkan uap refrijeran yang bertekanan dan bertemperatur tinggi, diperlukan usaha melepaskan panas sebanyak panas laten (pengembunan) dengan cara mendinginkan uap refrijeran oleh media pendingin. Jumlah panas yang dilepas di dalam kondensor sama dengan jumlah panas yang
Universitas Sumatera Utara
diserap refrijeran di dalam kondensor dan panas ekuivalen dengan energi yang diperlukan untuk melakukan kerja kompresi. Uap refrijeran yang bertekanan dan bertemperatur tinggi pada akhir kompresi dengan mudah dicairkan dengan menggunakan fluida pendingin seperti udara atau air. Dengan kata lain, uap refrijeran melepaskan kalor laten pengembunan kepada fluida pendingin sehingga refrijeran tadi mengembun dan menjadi cair. Pada siklus ideal tidak terjadi penurunan tekanan dan temperatur dikondensor. Sedangkan pada siklus aktual terjadi penurunan tekanan yang diikuti penurunan temperatur yang terjadi karena gesekan antara refrijeran dengan pipa kondensor. 2.5.1 Jenis-Jenis Kondensor 1. Kondensor Tabung dan Pipa Horisontal Kondensor tabung dan pipa banyak digunakan pada unit kondensor berukuran kecil sampai besar, unit pendingin air dan penyegar udara paket baik untuk amonia maupun untuk freon. Seperti pada gambar 2.3 di dalam kondensor tabung dan pipa terdapat banyak pipa pendingin, dimana air pendingin mengalir dalm pipa tersebut. Ujung dan pangkal pipa tersebut terkait dengan plat pipa, sedangkan diantara plat pipa dan tutup tabung dipsang sekat-sekat, untuk membagi aliran yang melewati pipa-pipa tersebut tetapi juga untuk mengatur agar kecepatannya cukup tinggi 1 sampai 2 m/detik (Arismunandar, 2002).
Gambar 2.3 Kondensor tabung dan pipa bersirip horisontal (Sumber : Hendragani, 2005)
Universitas Sumatera Utara
Keterangan : 1. Saluran air pendingin keluar
6. Pengukur muka cairan
2. Saluran air pendingin masuk
7. Saluran masuk refrijeran
3. Pelat pipa
8. Tabung keluar refrijeran
4. Pelat distribusi
9. Tabung
5. Pipa bersirip Air pendingin masuk kondensor dari bagian bawah, kemudian masuk ke dalam pipa pendingin dan keluar pada bagian atas. Jumlah saluran air yang terbentuk oleh sekat-sekat itu dinamai jumlah saluran. Jumlah saluran maksimum yang dipakai adalah 12. Tahanan aliaran air pendingin dalam pipa bertambah besar dengan banyaknya jumlah saluran. Ciri-ciri kondensor tabung dan pipa adalah sebagai berikut: 1. Dapat dibuat dengan pipa pendingin bersirip, sehingga relatif berukuran lebih kecil dan ringan. 2. Pipa air dapat dibuat dengan lebih mudah. 3. Bentuknya sederhana (horisontal) dan mudah pemasangannya. 4. Pipa pendingin mudah dibersihkan.
2. Kondensor Tabung dan Koil
Gambar 2.4 Kondensor tabung dan koil (Sumber : Hendragani, 2005)
Universitas Sumatera Utara
Kondensor tabung dan koil banyak digunakan pada unit dengan freon sebagai refrijeran berkapasitas relatif kecil, misalnya pada penyegar udara jenis paket, pendinigin air dan sebagainya, pada gambar 2.4 digambarkan kondensor tabung dan koil dengan koil pipa pendingin didalam tabung yang dipasang pada posisi vertikal koil pipa pendingin tersebut biasanya terbuat dari tembaga, tanpa sirip atau dengan sirip, pipa tersebut mudah dibuat dan murah harganya. Pada kondensor tabung dan koil, air mengalir di dalam pipa pendingin. Endapan dan kerak yang terbentuk di dalam pipa harus dibersihkan dengan menggunakan zat kimia (deterjen). Ciri-ciri kondensor tabung dan koil adalah sebagai berikut : 1. Harganya murah karena mudah pembuatannya. 2. Kompak karena posisi yang vertikal dan pemasangannnya yang mudah. 3. Boleh dikatakan tidak mungkin diganti pipa pendingin, sedangkan pembersihannya harus dihilangkan dengan deterjen. 3. Kondensor dengan Pendingin Udara Kondensor pendingin udara terdiri dari koil pipa pendingin bersirip pelat (pipa tembaga dan sirip aluminium atau pipa tembaga dengan sirip tembaga). Udara mengalir dengan arah yang tegak lurus dengan pada bidang
pendingin. Gas refrijeran yang bertemperatur tinggi masuk ke
bagian atas dari koil dan secara berangsur-angsur mencair dalam aliran ke bagian bawah koil.
Gambar 2.5 Kondensor dengan pendingin udara (Sumber : Hendragani, 2005)
Universitas Sumatera Utara
Ciri-ciri kondensor pendingin udara adalah sebagai berikut: 1. Tidak memerlukan pipa air pendingin, pompa air dan penampung air, karena tidak menggunakan air. 2. Dapat dipasang dimana saja asal terdapat udara bebas. 3. Tidak mudah terjadi korosi karena permukaan koil kering. 4. Memerlukan pipa refrijeran tekanan tinggi yang panjang karena kondensor biasanya diletakan diluar rumah. 5. Pada musim dingin, tekanan pengembunan perlu dikontrol untuk mengatasi gangguan yang dapat terjadi karena turunnya tekanan pengembunan yang terlalu besar, yang disebabkan oleh temperatur udara atmosfir yang rendah (Hendragani, 2005). 2.6
Perpindahan Panas pada Kondensor Perpindahan panas adalah ilmu yang mempelajari tentang perpindahan
energi (dalam bentuk panas) yang terjadi karena adanya perbedaan suhu diantara kedua benda atau material. Ilmu perpindahan kalor melengkapi hukum pertama dan kedua termodinamika (Incropera, 1996), sebagai contoh pada peristiwa pendinginan yang berlangsung pada suatu batangan baja panas yang dicelupkan kedalam air. Dengan termodinamika kita dapat menentukan suhu keseimbangan akhir dari suatu batangan baja, namun termodinamika tidak akan dapat menunjukkan kepada kita berapa lama waktu yang diperlukan untuk mencapai keseimbangan itu atau berapa suhu batangan itu pada saat sebelum tercapainya keseimbangan, sebaliknya ilmu perpindahan kalor dapat membantu kita untuk menentukan suhu batangan baja sebagai fungsi waktu. Jenis-jenis perpindahan panas yang terjadi pada kondensor yaitu : -
Konduksi (hantaran)
-
Konveksi (aliran)
Universitas Sumatera Utara
2.6.1 Perpindahan Panas Konduksi Perpindahan kalor secara konduksi adalah proses perpindahan kalor dimana kalor mengalir dari daerah yang bersuhu tinggi ke daerah yang bersuhu rendah dalam suatu medium padat atau medium - medium yang berlainan yang bersinggungan secara langsung. Secara umum (Cengel, 1989) laju aliran kalor secara konduksi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
𝑞𝑞 = −𝑘𝑘𝑘𝑘
𝛿𝛿𝛿𝛿 𝛿𝛿𝛿𝛿
……………………………………………...…(2.1) (Sumber : Cengel, 1989)
Keterangan : q
= laju aliran kalor (watt)
k
= konduktifitas termal bahan (W/(m2.0C)
𝛿𝛿𝛿𝛿
= gradient suhu kearah perpindahn kalor (0C/m)
𝛿𝛿𝛿𝛿
A
= luas penampang (m2)
Tanda minus diselipkan agar memenuhi hukum ke 2 termodinamika yaitu kalor mengalir ke temperatur yang lebih rendah. Arah aliran energi kalor adalah dari titik bersuhu tinggi ke titik bersuhu rendah. Sudah diketahui bahwa tidak semua bahan dapat menghantar kalor sama sempurnanya. Dengan demikian, umpamanya seorang tukang hembus kaca dapat memegang suatu barang kaca, yang beberapa cm lebih jauh dari tempat pegangan itu adalah demikian panasnya, sehingga bentuknya dapat berubah. Akan tetapi seorang pandai tempa harus memegang benda yang akan ditempa dengan sebuah tang. Bahan yang dapat menghantar kalor dengan baik dinamakan konduktor. Penghantar yang buruk disebut isolator. Sifat bahan yang digunakan untuk menyatakan bahwa bahan tersebut merupakan suatu isolator atau konduktor ialah koefisien konduksi termal.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.6 Perpindahan panas secara konduksi (Sumber : Cengel, 1989)
Apabila nilai koefisien ini tinggi, maka bahan mempunyai kemampuan mengalirkan kalor dengan cepat, untuk bahan isolator koefisien ini bernilai kecil. Gambar diatas adalah proses perpindahan panas secara konduksi. Pada umumnya, bahan yang dapat menghantar arus listrik dengan sempurna (logam) merupakan penghantar yang baik juga untuk kalor dan sebaliknya. Selanjutnya bila diandaikan sebatang besi atau sembarang jenis logam dan salah satu ujungnya diulurkan ke dalam nyala api dapat diperhatikan bagaimana kalor dipindahkan dari ujung yang panas ke ujung yang dingin. Apabila ujung batang logam tadi menerima energi kalor dari api, energi ini akan memindahkan sebagian energi kepada molekul dan elektron yang membangun bahan tersebut. Molekul dan elektron merupakan alat pengangkut kalor di dalam bahan menurut proses perpindahan panas konduksi. Dengan demikian dalam proses pengankutan kalor di dalam bahan, aliran elektron akan memainkan peranan penting. Persoalan yang patut diajukan pada pengamatan ini ialah mengapa kadar alir energi kalor adalah berbeda. Hal ini disebabkan susunan molekul dan juga atom di dalam setiap bahan adalah berbeda. Untuk satu bahan berfasa padat molekulnya tersusun rapat, berbeda dengan satu bahan berfasa gas seperti udara dimana molekul udaranya sangat renggang sekali. Tetapi dibandingkan dengan bahan padat seperti kayu, dan besi, maka molekul besi adalah lebih rapat susunannya daripada molekul kayu (Kreith, 1991). Pada alat penukar kalor dalam hal ini kondensor perpindahan konduksi terjadi pada bagian pipa,tahanan termal yang terjadi pada pipa adalah seperti pada gambar 2.7
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.7 Mode perambatan panas (Sumber : Cengel, 1989)
2.6.2 Perpindahan Panas Konveksi Untuk perancangan kondensor yang digunakan untuk mencari perpindahan kalor adalah secara konveksi, yaitu konveksi paksa aliran dalam dan aliran luar. Konveksi adalah proses transfer panas dengan melibatkan perpindahan massa molekul molekul fluida dari satu tempat ke tempat lainnya. Pada permasalahan kondensor perpindahan panas konveksi terdapat pada dua sisi yaitu : a) Sisi aliran udara (Aliran Luar)
Gambar 2.8 Aliran luar (Sumber : Incopera, 1996)
Pada persoalan aliran luar tersebut lapisan batas aliran berkembang secara bebas, tanpa batasan yang disebabkan oleh permukaan yang berada di dekatnya. Sehubungan dengan itu akan selalu ada daerah lapisan batas yang berada di sisi luar aliran dimana gradien kecepatan temperatur dapat di abaikan. Sebagai contoh meliputi pergerakan fluida diatas plat datar dimana laju perpindahan panasnya :
Universitas Sumatera Utara
𝑞𝑞 = ℎ𝑜𝑜 . 𝐴𝐴𝑠𝑠 . (𝑇𝑇𝑠𝑠 − 𝑇𝑇∞ )……………………………………………(2.2)
Dimana ℎ𝑜𝑜 . 𝐴𝐴𝑠𝑠 . (𝑇𝑇𝑠𝑠 − 𝑇𝑇∞ ) = 𝑚𝑚 . 𝐶𝐶𝑝𝑝 . ∆𝑇𝑇
(Sumber : Cengel, 1989)
Dimana : ho
= Koefisien perpindahan pans konveksi aliran udara (luar)
As
= Luas permukaan perpindahan kalor
Ts
= Suhu pada plat
T∞
= Suhu larutan amonia
q
= Laju perpindahan panas
b) Sisi Aliran Dalam (uap amonia)
Gambar 2.9 Aliran dalam (Sumber : Cengel, 1989)
Berbeda dengan aliran luar yang tanpa ada batasan luar,pada aliran dalam seperti halnya yang terjadi didalam pipa adalah sesuatu dimana fluida dibatasi oleh permukaan sehingga lapisan batas tidak dapat berkembang secara bebas seperti halnya pada luar. Laju perpindahan panas aliran dalam :
𝑞𝑞 = ℎ𝑖𝑖 . 𝐴𝐴𝑠𝑠 . (𝑇𝑇𝑠𝑠 − 𝑇𝑇∞ ) …………………….……(2.3) (Sumber : Cengel, 1989)
hi
= Koefisien perpindahan pans konveksi aliran refrijeran
As
= Luas permukaan perpindahan kalor
2.6.3 Sifat - Sifat Termodinamika Fluida a) Temperatur rata-rata refrigran 𝑇𝑇𝑇𝑇,𝑟𝑟 =
𝑇𝑇 𝑟𝑟,𝑖𝑖 +𝑇𝑇𝑟𝑟 ,𝑜𝑜 2
……………………………………...………………(2.4)
Universitas Sumatera Utara
Dimana :
Temperatur inlet (Tr,i) Temperatur outlet (Tr,o)
b) Mencari Temperatur rata-rata udara 𝑇𝑇𝑇𝑇,𝑢𝑢 =
𝑇𝑇𝑢𝑢 ,𝑜𝑜 +𝑇𝑇 𝑢𝑢 ,𝑖𝑖
Dimana :
2
……………………………………………….….(2.5)
Temperatur inlet (Tu,i) Temperatur outlet (Tu,o)
2.6.4 Sifat Aliran Fluida Di alam ini terdapat dua jenis aliran fluida. Pertama dikenal dengan aliran laminar dimana sifatnya tenang, kecepatanya rendah, semua partikel partikelnya mempunyai sifat aliran yang seragam. Kedua adalah aliran turbulen pada aliran ini masing masing partikelnya mempunyai arah kecepatan yang berlainan dan tidak seragam sehingga setiap partikelnya mempunyai arah kecepatan yang berlainan dan tidak seragam sehingga setiap partikelnya mempunyai kesempatan yang sama untuk menyentuh permukaan atau dinding saluran, dengan demikian kesempatan fluida menerima atau mentransfer panas pada dinding pipa menjadi lebih besar. Dalam alat penukar kalor selalu diinginkan agar alirannya turbulen sehingga kapasitas perpindahan panasnya meningkat. Aliran turbulen dapat diperoleh dengan pemasangan baffle atau dengan membuat permukaan dinding saluaran kasar. Jenis aliran turbulen atau laminar dapat ditentukan oleh perhitungan bilangan reynold. Bilangan reynold untuk aliran luar dan dalam pipa dapat didefinisikan dengan menggunakan rumus : Aliran dalam pipa rumus mencari Re adalah : 𝑅𝑅𝑅𝑅 =
𝐷𝐷𝑖𝑖.𝑚𝑚 𝑟𝑟
𝑅𝑅𝑒𝑒 =
𝜌𝜌 .𝐷𝐷 .𝑉𝑉
µ.𝐴𝐴𝑖𝑖
…………………………….………………..…..……(2.6)
Untuk aliran luar menggunakan rumus : µ
……………….………………………….…………..(2.7) (Sumber : Cengel, 1989)
Keterangan : ρ = massa jenis (kg/m3) V = kecepatan aliran (m/s) D = diameter pipa (m) µ = viskositas dinamik (kg/m.s)
Universitas Sumatera Utara
Bilangan Reynolds digunakan sebagai kriteria untuk menunjukkan sifat aliran fluida, apakah aliran termasuk aliran laminar, transisi atau turbulen. Untuk Re < 2000 biasanya termasuk jenis aliran laminar sedangkan untuk 2000 < Re <4000 adalah jenis aliran transisi dan untuk Re> 4000 adalah jenis aliran turbulen. Bilangan nusselt untuk aliran laminar biasanya ditentukan oleh bentuk penampang dari pipa nilainya dibuat dalam bentuk tabel, berikut ketetapan untuk beberapa bilangan nusselt sesuai dengan besar bilangan Reynolds dan bentuk penamapang. -
Untuk konveksi aliran dalam perhitungan bilangan Nusselt adalah : 1
𝑁𝑁𝑁𝑁𝑖𝑖 = 0,023 (𝑅𝑅𝑅𝑅)0,8 �𝑃𝑃𝑃𝑃 3 �……………………………………………(2.8) Dengan ketentuan (0,7 ≤ Pr ≥ 160) -
Untuk konveksi aliran luar perhitungan bilangan Nusselt aliran menyilang yaitu : 1
𝑁𝑁𝑁𝑁𝑜𝑜 = 0,683 (𝑅𝑅𝑅𝑅)0,466 (𝑃𝑃𝑃𝑃 3 ) …………………………………….(2.9) (Sumber : Cengel, 1989)
2.7
Laju Perpindahan Kalor pada Kondensor Pada dasarnya laju perpindahan kalor pada kondensor dalam hal ini
kondensor dipengaruhi oleh adanya tiga (3) hal, yaitu : 1. Koefisien perpindahan kalor menyeluruh (U) Koefisien perpindahan panas yang terjadi pada kondensor adalah konveksi paksa yang terjadi di dalam dan di luar tube serta konduksi pada tubenya.koefisien perpindahan panas total yang terjadi merupakan kombinsi dari ketiganya. Harga koefisien perpindahan panas menyeluruh ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut: 𝑈𝑈 =
𝑑𝑑 𝑜𝑜
𝑑𝑑 + 𝑜𝑜 ℎ′ 𝑜𝑜 . 𝑑𝑑 𝑖𝑖 2.𝑘𝑘
1
𝑑𝑑 1 .ln� 𝑜𝑜 �+ 𝑑𝑑 𝑖𝑖
ℎ′ 𝑖𝑖
…………………………………………….(2-10) (Sumber : Cengel, 1989)
Dengan: U
= Koefisien pepindahan panas menyeluruh (W/m2 oC)
hi
= Koefisien perpindahan panas sisi refrijeran (W/m2 oC)
ho
= Koefisien perpindahan panas sisi udara (W/m2 oC)
Universitas Sumatera Utara
Do
= Diameter luar pipa (m)
Di
= Diameter dalam pipa (m)
l
= Tebal pipa (m)
k
= Konduktifitas termal pipa (W/m oC)
Rfo
= Faktor pengotoran sisi luar (m2 oC/W)
Rfi
= Faktor pengotoran sisi dalam (m2 oC/W)
Koefisien perpindahan kalor pada masing masing proses perpindahan kalor dapat dijabarkan sebagai berikut : •
Menghitung nilai koefisien perpindahan panas konveksi bagian dalam (hi). Berdasarkan perhitungan perubahan fasa pada kondensasi digunakan rumus persamaan Cato yaitu : 𝑔𝑔.𝜌𝜌 𝑙𝑙 (𝜌𝜌 𝑙𝑙 −𝜌𝜌 𝑣𝑣 )𝑘𝑘 𝑙𝑙3
ℎ𝑖𝑖 = 0,555 � Keterangan : hi
µ(𝑇𝑇𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 − 𝑇𝑇𝑠𝑠 )
�ℎ𝑓𝑓𝑓𝑓 +
3 8
0,25
𝐶𝐶𝑝𝑝𝑝𝑝 (𝑇𝑇𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 − 𝑇𝑇𝑠𝑠 ��
.……..……(2.11)
= Koefisien perpindahan panas konveksi bagian dalam (W/m2K)
•
kl,r
= Konduktifitas thermal cair refrijeran (W/m2 K)
g
= Gaya grafitasi (m/s2)
ρl,r
= Massa jenis cair refrijeran (kg/m3)
ρv,r
= Massa jenis uap refrijeran (kg/m3)
µl,r
= Viskositas dinamik cair refrijeran ( kg/m.s)
Tsat
= Temperatur saturasi (K)
Ts
= Temperatur dinding (K)
hfg
= Kalor laten (kJ/kg)
Cpl,r
= Spesifik thermal cair refrijeran
Menghitung nilai koefisien perpindahan panas konveksi bagian luar (ho) ℎ𝑜𝑜 =
𝑘𝑘
𝐷𝐷𝑜𝑜
𝑁𝑁𝑁𝑁𝑜𝑜 …………………………………………………….….(2.12)
Keterangan :
ho = koefisien perpindahan panas konveksi bagian luar (W/m2 K) k = Kondukt ifitas thermal (W/m2 0C) Do= Diameter luar (m)
Universitas Sumatera Utara
•
Menghitung Faktor Pengotoran Koefisien Perpindahan Panas Setelah dipakai beberapa lama, permukaan perpindahan kolar penukar
kalor mungkin dilapisi oleh endapan yang biasa terdapat dalam aliran, atau permukaan itu mungkin mengalami korosi sebagai akibat interaksi antara fluida dengan bahan yang digunakan dalam kontruksi penukar kalor. Dari kedua hal tersebut, lapisan itu memberikan tahanan termal tambahan terhadap aliran kalor, dan hal ini menyebabkan menurunnya kemampuan kerja alat itu. Pengaruh menyeluruh daripada hal tersebut diatas dinyatakan dengan faktor pengotoran, tahanan pengotoran (Rf). Beberapa besaran faktor pengotoran hasil pengujian dan penelitian sebagai berikut 𝑅𝑅𝑓𝑓 = Keterangan :
𝑅𝑅𝑓𝑓 =
1
ℎ′ 𝑖𝑖 1
ℎ′ 𝑜𝑜
−
−
1
ℎ 𝑖𝑖
1
ℎ 𝑜𝑜
…………………………………….. (2.13) ……………………………………………(2.14)
ℎ′𝑖𝑖 = Koefisien konveksi internal total (W/m2 K)
ℎ′𝑜𝑜 = Koefisien konveksi eksternal total (W/m2 K)
Tabel 2.2 Faktor pengotoran beberapa fluida
𝑅𝑅𝑟𝑟 , 𝑚𝑚2 , ⁰𝐶𝐶/𝑊𝑊
Fluida Air
laut,
air
sungai,
mendidih, air suling o
Dibawah 50 C
air 0,0001 0,0002
Diatas 50 oC Bahan bakar
0,0009
Uap air (bebas minyak)
0,0001
Refrijeran (cair)
0,0002
Refrijeran (gas)
0,0004
Alkohol (gas)
0,0001
Udara
0,0004
(Sumber : Janna, 2000)
2. Luas perpindahan panas (A) •
Menghitung luas perpindahan panas (A)
Universitas Sumatera Utara
Luas permukaan perpindahan panas permukaan dalam pipa (Ai) 𝐴𝐴𝑖𝑖 =
π 4
𝐷𝐷𝑖𝑖2 ………………………………………………………..….(2.15)
Luas permukaan perpindahan panas permukaan luar pipa (Ao)
𝐴𝐴𝑜𝑜 = 𝜋𝜋 . 𝐷𝐷𝑜𝑜 . 𝐿𝐿 …………………………………………………….(2.16)
Luas permukaan penukar kalor total dapat juga dihitung berdasarkan
persamaan : •
Luas permukaan penukar panas (Atotal) 𝑄𝑄𝑄𝑄 = 𝑈𝑈 . 𝐴𝐴𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 . 𝛥𝛥𝛥𝛥𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿 …………………….……………..……(2.17) 𝐴𝐴𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 =
Keterangan :
𝑄𝑄𝑄𝑄
𝑈𝑈𝑜𝑜 . 𝛥𝛥𝛥𝛥𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿
………………….…………...……….(2.18)
Ao
= Luas permukaan total,dalam (m2)
Ai
= Luas permukaan total,luar (m2)
L
= Panjang pipa (m)
U
= Koefisien perpindahan panas menyeluruh (W/m2K)
ΔT LMTD
= Beda suhu rata-rata log (Sumber : Cengel, 1989)
3. Beda suhu rata-rata log atau Logarithmic Mean Temperatur Difference (ΔT LMTD) Di dalam kondensor, banyaknya perpindahan kalor dihitung berdasarkan perbedaan temperatur logaritmik. Hal tersebut dilukiskan pada gambar 2.10. Makin besar perbedaan temperatur rata-rata, makin kecil ukuran penukar kalor (luas bidang perpindahan kalor) yang bersangkutan.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.10 Selisih perbedaan temperatur rata-rata logaritmik kondensor 𝛥𝛥𝛥𝛥1 = 𝑇𝑇𝑟𝑟,𝑜𝑜 − 𝑇𝑇𝑢𝑢,𝑖𝑖 ……………………………………...……………..(2.19) 𝛥𝛥𝛥𝛥2 = 𝑇𝑇𝑟𝑟,𝑖𝑖 − 𝑇𝑇𝑢𝑢,𝑜𝑜 ………………………………….….……………..(2.20) 𝛥𝛥𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿 =
𝛥𝛥𝛥𝛥2 −𝛥𝛥𝛥𝛥1 𝐿𝐿𝐿𝐿
Keterangan :
𝛥𝛥𝛥𝛥 2 𝛥𝛥𝛥𝛥 1
………………………………………...…………..(2.21)
Tr,i
= Temperatur refrijeran masuk (oC)
Tr,o
= Temperatur refrijeran keluar (oC)
Tu,i
= Temperatur udara masuk (oC)
Tu,o
= Temperatur udara keluar (oC)
Dimana LMTD ini disebut beda suhu rata-rata log atau beda suhu pada satu ujung kalor dikurangi beda suhu pada ujung lainnya dibagi dengan logaritma alamiah daripada perbandingan kedua beda suhu pada ujung lainnya. Konfigurasi aliran alternative adalah alat penukar panas dimana fluida bergerak dalam arah aliran melintang (cross flow) atau dengan sudut tegak lurus satu sama lainya melalui alat penukar panas tersebut, jika suatu penukar kalor yang bukan jenis pipa ganda digunakan, perpindahan kalor dihitung dengan menerapkan faktor koreksi terhadap LMTD untuk pipa susunan ganda aliran lawan arah dengan suhu fluida panas dan dingin yang sama, maka persamaan perpindahan panas menjadi Q = U.A.ΔTLMTD (Cengel, 1989). 2.8
Aliran dan Distribusi Temperatur pada Kondensor Untuk dapat menggambarkan aliran dan distribusi temperature pada
kondensor itu, maka harus diketahui proses apa yang terjadi dalam kondensor itu. Dalam kondensor terjadi perubahan fase uap menjadi fase cair. Ini terjadi karena uap basah (saturated steam) itu memberikan panas yang dikandung ( latent heat ) kepada udara pendingin. Temperatur udara pendingin biasanya sama dengan temperatur lingkungan. Diagram distribusi temperature panjang atau luas tube dapat digambarkan pada gambar 2.11 sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.11 (a) distribusi temperatur – panjang (luas) tube pada kondensor aliran paralel, (b) distribusi temperatur – panjang (luas) tube pada kondensor aliran berlawanan arah (Sumber : Sitompul, 1993)
Universitas Sumatera Utara