20
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Remaja 2.1.1. Definisi Remaja didefinisikan sebagai suatu periode perkembangan antara awal pubertas dan kedewasaan yaitu antara umur 10 hingga 21 tahun. Ia bisa dibahagikan menjadi 3 peringkat yaitu awal remaja (10 - 14 tahun), remaja tengah (15 - 17 tahun), dan remaja akhir (18 - 21 tahun). Pada periode ini, individu tersebut mengalami perkembangan kognitif, psikoseksual, psikososial, dan fisik (Robert, 2006). Menurut Novak (2004), remaja adalah suatu periode antara masa pubertas sampai berakhirnya pertumbuhan fisik seseorang yaitu sekitar usia 11 hingga 19 tahun (Novak, 2004). 2.2. Infeksi Menular Seksual (IMS) 2.2.1. Definisi Infeksi Menular Seksual (IMS) adalah penyakit yang penularannya terutama melalui hubungan seksual. Cara hubungan kelamin tidak hanya terbatas secara genito-genital saja, tetapi dapat juga secara oro-genital atau ano-genital sehingga kelainan yang timbul akibat penyakit kelamin ini tidak terbatas hanya pada daerah genital sahaja, tetapi dapat juga pada daerah-daerah ekstra genital. Meskipun demikian, tidak berarti semuanya harus melalui hubungan kelamin, ada juga yang dapat ditularkan melalui kontak langsung dengan alat-alat seperti handuk, termometer dan sebagainya (Daili, 2003). 2.2.2. Faktor-faktor Penyebab Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan salah satu penyebab utama penyakit infeksi di dunia dan bertahan sebagai epidemik di pelbagai masyarakat dunia. Dengan nilai statistik yang terus meningkat, ia kini menjadi masalah di seluruh dunia. Penderita IMS yang terbanyak adalah terdiri dari golongan muda, laki-laki homoseksual dan biseksual, orang Afrika, dan populasi etnik minoritas. Salah satu faktor yang berperan pada hal ini ialah perilaku seksual yang beresiko, seperti
Universitas Sumatera Utara
21
homoseksual dan pekerja seks komersil. Selain itu, penggunaan kondom yang tidak benar dan tidak konsisten serta sering berganti-ganti pasangan seksual juga menjadi antara faktor utama. Seringnya melancong ke dalam dan luar negari juga meningkatkan resiko untuk terkena IMS. Kebanyakan pasien yang datang amat khawatir tentang kerahasiaan keadaannya. Oleh sebab itu, dokter harus menyadari dan peka terhadap isu ini. 2.2.3. Klasifikasi Berdasarkan Gambaran Klinis Menurut gambaran klinisnya, IMS bisa dibagi menjadi 3 kelompok yaitu, keluarnya sekret, kutil, dan lesi di alat genital. Tabel 2.1 Penyebab sekret pada vagina.
Infektif
Non-infektif
Candida albicans
Cervical polyps
Trichomonas vaginalis
Neoplasma
Bacterial vaginosis
Iritasi kimia
Neisseria gonorrhoeae
Bahan yang kekal(seperti tampon)
Chlamydia trachomatis Herpes simplex virus
(P. Kumar, 2009)
Universitas Sumatera Utara
22
Tabel 2.2 Penyebab sekret di uretra.
Infektif
Non-infektif
Neisseria gonorrhoeae
Trauma fisik atau kimia
Chlamydia trachomatis
Penyempitan uretra
Mycoplasma genitilium
Tidak spesifik( etiologi tidak diketahui)
Ureaplasma urealyticum Trichomonas vaginalis Herpes simplex virus Urinary tract infection Treponema pallidum
(P. Kumar, 2009) Tabel 2.3 Penyebab Kutil Kelamin
Infektif Human papillomavirus
(P. Kumar, 2009)
Universitas Sumatera Utara
23
Tabel 2.4 Penyebab Lesi Genital
Infektif
Non-infektif
Syphilis :
Behcet’s syndrome
- Primary chancre
Toxic epidermal necrolysis
- Secondary mucous patches
Stevens-Johnson syndrome
- Tertiary gumma
Karsinoma
Chancroid
Trauma
Lymphogranuloma venereum Donovanosis Herpes simplex: - Primary - Recurrent Herpes zoster
(P. Kumar, 2009) 2.2.4. Gambaran Klinis Berdasarkan Mikroorganisme Penyebab 2.2.4.1. Sifilis Infeksi Sifilis mempunyai beberapa stadium yaitu: a) Stadium awal yaitu gejala klinis yang timbul dan periode laten yang berikutnya yang terjadi dalam 2 tahun pertama pasca infeksi. Terdapat 3 tipe pada stadium ini yaitu: - Sifilis primer; yaitu kira-kira 3 - 8 minggu pasca infeksi primer, gejala inflamasi timbul pada tempat inokulasi dan nodul limfa yang regional. - Sifilis sekunder; yaitu kira-kira 9 minggu pasca infeksi, mengalami bakteremia, general exanthem, tanda dan gejala sistemik dan terbentuknya antibodi. Stadium ini jarang sekali berkelanjutan disebabkan oleh pemilihan antibiotik yang tepat.
Universitas Sumatera Utara
24
- Sifilis laten; yaitu periode bebas gejala yang diikuti oleh sifilis sekunder; hanya dikenal pasti melalui hasil uji serologi yang positif. Dapat disebabkan oleh dosis subkuratif antibiotik yang diberikan untuk infeksi yang lain jika infeksi sifilisnya tidak dikenal pasti. Dalam mendiagnosis harus berhati-hati agar tidak keliru dengan sifilis laten (yang merupakan sifilis yang tidak dirawat dengan benar) dengan seroreaksi positif pada pasien yang dirawat dengan baik. b) Stadium lanjut yaitu sifilis yang terjadi lebih dari 2 tahun setelah infeksi primer. Terdapatnya inflamasi yang granulomatosa dengan beberapa organisme dan terdapat respon imun selluler yang menyebabkan berbagai masalah. Organ yang sering terlibat ialah kulit, tulang, sistem kardiovaskular dan sistem saraf pusat. c) Sifilis kongenital yaitu dikenal juga sebgai connata syphilis . Ia merupakan transmisi transplasenta Treponema pallidum. Tabel 2.5 Gambaran Klinis pada Sifilis Tipe Didapat
Stadium awal a) Primer
Mempunyai luka (chancre) yang keras, tidak nyeri, dan mempunyai limfadenopati regional. Secara umum mengalami demam, malaise, arthralgia, sakit
b) Sekunder
tenggorokan dan limpadenopati general. Pada kulit pula kelihatan makulopapular merah atau coklat yang tidak gatal, kadang-kadang bisa terdapat ruam yang bersisik. Pada membran mukosa terdapat mucous patches, ulkus di orofaring dan di alat kelamin.
Stadium Lanjut a) Tersier
Lanjutan dari gejala Sifilis ialah gummas yaitu tumor yang
Universitas Sumatera Utara
25
berperekat dan lembut. Bisa terjadi aortitis dan regurgitasi aorta yang merupakan gejala pada kardiovaskular. Bisa juga melibatkan meningovaskular, General Paralysis of the Insane (GPI) yaitu ganguan mental dan kelemahan yang merupakan gejala yang khas pada Sifilis tersier.
(Barankin, 2006) Tabel 2.6 Gambaran Klinis pada Sifilis Tipe Kongenital
Stadium awal
Terdapat infeksi hidung dengan cairan. Lesi kulit dan membran mukosa sama seperti Sifilis sekunder.
Stadium lanjut
Hutchinson’s teeth yaitu anomali pada gigi taring, lesi, kelainan pada tulang panjang, keratitis, uveitis, facial’s gummas dan penyakit Sistem Saraf Pusat (SSP).
(Barankin, 2006) Pengobatan diberikan berdasarkan stadium. Pada stadium awal, diberikan penisillin seperti procaine benzylpenicillin 600mg intramuskular setiap hari selama 10 hari sedangkan pada stadium lanjut, pengobatan dilanjutkan selama seminggu di samping mengobati gejala-gejala penyerta yang lain, seperti neurologis dan kardiovaskular (Barankin, 2006).
Universitas Sumatera Utara
26
2.2.4.2. Kutu Kelamin Gejala klinis yang paling sering ditemukan pada pasien kutu kelamin ialah gatal-gatal dan kemerahan di sekitar alat kelamin. Infeksi ini juga tergantung pada tingkat kebersihan individu tersebut. Tingkat kebersihan yang buruk dapat memperparahkan infeksi tersebut. Dalam mengobati infeksi ini, kutu dewasa dan telurnya harus dibunuh dengan 0,5% malation, 1% permethrin atau 0,5% carbaryl. Bahan tersebut harus dioles pada alat kelamin dan dicuci setelah 12 jam. Pasangan seksual pasien juga harus diobati untuk menghindari ping-pong phenomena (Freiman, 2006). 2.2.4.3. Herpes simplex virus (HSV) Herpes simplex virus (HSV) mempunyai dua tipe yaitu tipe 1 dan 2. Tipe 1 memberikan gambaran klinis dari pinggang ke atas, sedangkan tipe 2 dari pinggang ke bawah. Oleh sebab itu, HSV tipe 2 yang menyebabkan infeksi pada alat kelamin. Namun bisa juga ditemukan tipe 1 di bagian kelamin jika pasien melakukan oral seks bersama pasangan yang menghidap HSV tipe 1. Gejala klinis HSV tipe 1 ialah terdapatnya gejala di permukaan mucocutaneous oral, mengalami gingivostomatitis primer, demam, malaise, limfoadenopati, dan erosi mukosa oral. Bisa terjadinya kekambuhan yang dipicu oleh stress, demam, sinar UV, trauma, dan menstruasi. Pasien merasakan seperti terbakar, gatal, timbulnya kelompok vesikel yang mengalami umbilikasi pada dasar yang eritem, susunan herpetiform, biasanya terdapat pada batas merah tua di bibir dan wajah. Pada HSV tipe 2 terdapat gejala di mukosa genital dan gejala di mukokutaneous oral lebih sering terjadi. Pada episode primer, gejala yang timbul lebih berat, erossive balanitis yang sangat nyeri, vulvinitis atau vaginitis, sedangkan pada episode rekurent, gejala lebih ringan.
Universitas Sumatera Utara
27
Tidak ada obat yang bisa menyembuhkan herpes. Pengobatan yang diberikan adalah bersifat simptomatik seperti pemberian analgesia dan antipiretik. Jika salah satu pasangan yang terinfeksi, yang lain harus dengan diperiksa oleh seorang dokter (Freiman, 2006). 2.2.4.4. Trikomoniasis Gejala klinis pada infeksi ini ialah terdapat keputihan yang banyak dan berwarna kuning kehijauan serta rasa sakit ketika buang air kecil atau saat berhubungan seksual. Gejala tersebut sering timbul pada pasien perempuan. Selain itu, terdapat kemerahan, gatal dan rasa terbakar di daerah genital. Pada pasien lakilaki, gejala berupa rasa terbakar saat membuang air kecil atau ketika ejakulasi. Untuk pengobatan, pemberian metronidazole adalah pilihan utama, bisa diberikan 2g secara oral sebagai dosis tunggal atau 400mg 2kali per hari selama 7 hari. Akan tetapi, beberapa penelitian menyebutkan bahwa metronidazole telah resisten dan nimorazole dikatakan lebih efektif dalam keadaan ini. Pasangan laki-laki harus juga diobati karena gejala lebih sering asimtomatik dan lebih sukar untuk dideteksi (P. Kumar, 2009). 2.2.4.5. Klamidia Gejala klinis pada pasien perempuan bisa asimtomatik atau terdapat nyeri ketika membuang air kecil, gatal-gatal di sekitar vagina, keluarnya sekret berwarna kuning, perdarahan di antara waktu datang bulan, atau nyeri di abdomen bagian bawah. Pada pasien laki-laki, terdapat rasa terbakar saat buang air kecil dan keluarnya sekret berwarna kecoklatan dari penis. Jika tidak diobati, klamidia bisa menyebabkan kemandulan dan masalah lain pada pasien perempuan serta pembengkakan skrotum pada pria.
Antibiotik
yang
sering
diberikan
untuk
mengobati
Klamidia
ialah
tetracyclines atau macrolide tetapi tetracyclines adalah kontraindikasi untuk wanita hamil. Doxycycline 100mg setiap 12 jam untuk 7 hari atau pemberian azithromycin
Universitas Sumatera Utara
28
1g sebagai dosis tunggal juga efektif untuk infeksi yang tidak mempunyai komplikasi. Selain itu, bisa juga diberikan erythromycin 500mg 4kali per hari. Pasangan seksual juga harus diobati kerana sering menimbulkan gejala yang asimtomatik (P. Kumar, 2009). 2.2.4.6. HIV / AIDS Human
Immunodeficiency
Virus
(HIV)
adalah
penyebab
Acquired
Immunodeficiency Syndrome (AIDS). Penyakit ini dapat ditularkan secara kontak seksual, perinatal, transfusi darah dan penggunaan jarum yang tidak steril. Penyakit ini akan membuat sistem kekebalan tubuh lemah sehingga tidak dapat melawan penyakit. Gejala dapat berlangsung bertahun-tahun untuk berkembang, dan termasuklah sering terinfeksi, merasa lelah tanpa alasan, dan berkeringat di malam hari. Penyakit ini masih belum dapat disembuhkan secara total. Pengobatan yang tersedia hanya untuk mengkontrol progresi gejala klinis yang timbul, di samping untuk merawat efek dari lemahnya kekebalan tubuh. Terdapat beberapa agen terapi yang tersedia yaitu: a) Fusion inhibitors : menghalang kemasukan HIV ke dalam sel. b) Reverse transcriptase inhibitors (RTI) : menghambat proses translasi virus RNA kepada DNA. Terdapat 3 subtipe yaitu nucleoside analogs (NRTI), satu nucleotide analog (NtRTI), dan nonnucleoside inhibitors (NNRTI). c) Protease inhibitors (PI) : menghambat proses pematangan dan sekresi partikel virus yang baru.
Universitas Sumatera Utara
29
Tabel 2.7 Terapi Antiretroviral
Tipe Obat
Contoh
Reverse transcriptase inhibitors a)Nucleoside analogues (NRTI)
Zidovudine, stavudine, didanosine, emtricitabine, lamivudine, abacavir, zalcitabine. Kombinasi: Zidovudine + lamivudine,
b) Nucleotide analog (NtRTI)
zidovudine +lamivudine +abacavir.
c) Nonnucleotide reverse
Tenofovir.
transcriptase inhibitors (NNRTI)
Nevirapine, efavirenz, delavirdine.
Protease inhibitors
Saquinavir, indinavir, ritonavir, atazanavir, saquinavir, nelfinavir, amprenavir, fosamprenavir. Kombinasi: Lopinavir+ ritonavir.
Fusion inhibitor
T20.
(P. Kumar, 2009) Pengobatan dimulai dengan 2NRTI dikombinasi dengan NNRTI atau PI. Respon efektif ditandai dengan berkurangnya 10 - 100 kali jumlah virus dalam 2 - 4 minggu pertama. Infeksi opportunistik dirawat berdasarkan indikasi (P. Kumar, 2009). 2.2.4.7. Gonorrhea (GO) Infeksi GO memberikan gambaran asimtomatik sekitar 50% pada perempuan dan 10% pada lelaki. Periode inkubasi adalah selama 2 - 14 hari dengan kebanyakan gejala timbul di antara hari ke-3 dan ke-4.
Universitas Sumatera Utara
30
Pada pasien laki-laki, sindrom yang tersering ialah urethritis anterior yang menyebabkan disuria dan/atau sekret pada uretra. Komplikasi bisa menyebabkan infeksi ascending yang melibatkan epididimis atau prostat yang akan menyebabkan infeksi akut atau kronik. Pada pasien perempuan, kawasan utama yang terinfeksi ialah kanal endoservik. Gejala yang timbul berupa sekret vagina yang abnormal, nyeri pelvis, disuria, dan perdarahan intermenstrual. Komplikasi yang dapat terjadi adalah abses kalenjar Bartholin, infertilitas, dan penyebaran infeksi ke daerah anal. Antibiotik yang diberikan untuk pengobatan ialah pemberian cefixime 400mg per oral dosis tunggal, ceftriaxone 250mg secara intramuskular atau spectinomisin 2g secara intramuskular. Selain itu bisa juga diberikan amoxisillin 3g secara oral dosis tunggal ditambah dengan probenesid 1g, ciprofloxacin 500mg atau ofloxacin 400mg pada kawasan yang tingkat resistensinya rendah. Pasangan seksual pasien harus juga diperiksa dan diobati jika perlu (P. Kumar, 2009). 2.2.4.8. Human papillomavirus / Genital warts Human papillomavirus (HPV) dapat menyebabkan kutil di dalam atau di sekitar vagina, penis atau dubur. Pada pasien perempuan, kutil bisa berada pada tubuh serviks atau vagina sehingga pasien tidak dapat melihatnya atau bisa juga kutil itu berada di luar tubuh, tetapi mungkin terlalu kecil untuk dilihat. Kutil biasanya tidak sakit. Kegagalan pengobatan dan kekambuhan sering terjadi dalam penatalaksanaan kasus HPV ini. Agen lokal, termasuklah ekstrak podohyllin (15-25% solution, 1 – 2 kali per minggu), podopyllotoxin (0,5% solution atau 1,5% krim) dan asam trikloroasetat, dikatakan sangat efektif untuk lesi non-keratin. Lesi yang berkeratin memberikan respon yang baik jika menggunakan terapi fisik seperti cryotherapy, electrocautery, atau ablasi laser. Pasangan seksual juga harus menjalani pemeriksaan dan terapi jika turut mempunyai gejala. Virus ini bisa menyebabkan karsinoma serviks, oleh karena itu pasangan yang mengalami kutil kelamin harus melakukan
Universitas Sumatera Utara
31
pemeriksaan saringan setiap 3 tahun. Namun wanita usia lanjut disarankan melakukan tes saringan 2 kali setahun. Beberapa jenis HPV dapat dicegah. Ada vaksin yang dapat mencegah 4 jenis HPV pada wanita muda. Target vaksin ini adalah untuk tipe HPV yang menyebabkan hingga 70% dari semua kasus kanker serviks dan sekitar 90% dari semua kasus kutil kelamin. Centers for Disease Control and Prevention's (CDC) Advisory Committee on Immunization Practices (ACIP) menyarankan anak perempuan berusia 11 dan 12 tahun untuk menerima vaksin. Vaksin ini juga telah dipersetujui cocok untuk laki-laki dan perempuan antara usia 9 tahun dan 26 tahun (P. Kumar, 2009). 2.2.5. Rekomendasi untuk Tes Saringan IMS Tabel 2.8 Tes Saringan untuk Pasien Asimptomatik Pria
Gonorrhoea
heteroseksual
(GC)
Klamidia
Tes serologi
Kultur uretra atau
Uretra NAAT
Sifilis: EIA atau TPPA
urin NAAT(jika
dan/atau urin
atau tes kardiolipin dan
positif, harus
NAAT
TPHA
diulang) jika tidak
HIV: EIA untuk
ada swab uretra
antibodi(virus hepatitis jika terdapat indikasi)
Pria yang melakukan seks bersama pria
Kultur uretra,
Uretra dan urin
Sifilis: EIA atau TPPA
rektum dan
NAAT
atau tes kardiolipin dan
orofaring, urin
TPHA
NAAT jika
Hepatitis B: EIA untuk
spesimen uretra
HBsAg, HBcAb dan
tidak diperolehi
HBsAb HIV: EIA untuk antibodi (HAV, HCV
Universitas Sumatera Utara
32
jika diindikasikan) Perempuan
Serviks: dikultur,
Serviks: NAAT
Sifilis: EIA atau TPPA
urin NAAT
Vagina: tampon
atau tes kardiolipin dan
yang dilakukan
TPHA
sendiri atau swab,
HIV: EIA untuk
vulva-introital-
antibodi (virus Hepatitis
posterior forniks
jika diindikasikan)
NAAT Urin: NAAT jika uretra spesimen tidak diperolehi
(P. Kumar, 2009) Tabel 2.9 Tes Saringan untuk Pasien Simptomatik
Pria (sekret
Swab uretra:
Urin: Untuk
Swab rektum
Serologi
genital)
Mikroskopi,
NAAT bagi
dan orofaring
untuk
kultur GC,
Klamidia dan
untuk GC dan
Sifilis.
Klamidia
GC jika swab
kultur
HIV: EIA
NAAT
uretra tidak
Klamidia harus
(virus
diperolehi
dilakukan jika
Hepatiits
terdapat
jika
indikasi
terdapat
berdasarkan
indikasi)
riwayat atau gejala klinis Perempuan
Swab servikal:
Urin untuk
(sekret genital)
mikroskopi dan Klamidia.
Swab vagina:
Serologi
mikroskopi
untuk
Universitas Sumatera Utara
33
kultur untuk
NAAT jika
dan kultur
Sifilis.
GC dan
spesimen
untuk Candida,
HIV: EIA
Klamidia
servikal/vagina
Trikomonas
(virus
NAAT
tidak diperolehi
dan bakterial
Hepatitis
vaginosis.
jika tedapat
NAAT untuk
indikasi)
Klamidia dan GC jika tidak memperolehi apa-apa bahan spesimen. Swab rektum dan orofaring untuk kultur GC dan Klamidia harus dilakukan jika terdapat indikasi Pemeriksaan
Bahan dari
Tes darah
tambahan pada
ulkus:
Sifilis: EIA (IgM & IgG) dan TPPA dan tes
pria dan
mikroskopi
kardiolipin untuk Sifilis
perempuan
untuk diagnosis Herpes simplex virus: IgG dengan tipe-spesifik
dengan ulkus
Sifilis
genital
peringkat awal( Tes komplemen fiksasi untuk LGV
EIA, Immunoblot atau Western blot.
dark ground microscopy), Donovanosis,
Universitas Sumatera Utara
34
chancroid atau teknik PCR yang ada. Kultur untuk Herpes simplex virus, Haemophilus ducreyi Pemeriksaan lain tergantung pada kondisi klinis. Ini termasuklah: Sitologi serviks Tes pregnansi Pemeriksaan tinja untuk Giardia, Shigella atau Salmonella bagi mereka yang mempraktikkan seks oral/anal. Swab dan smear dari area subreputial pada pria yang mengalami balanoosthitis( inflamasi pada glans penis dan preputium) untuk candidiasis. Urin porsi tengah untuk mikroskopi, kultur dan sensitiviti. EIA: enzyme immunoassay; LGV: lymphogranuloma venereum, NAAT: nuclei acid amplification test, TPHA: Treponema pallidum haemagglution, TPPA: Treponema pallidum particle agglutination assay (P. Kumar, 2009). 2.2.6. Langkah-langkah Pencegahan IMS Pencegahan lebih baik dari pengobatan. Oleh sebab itu, antara langkah pencegahan yang bisa dilakukan ialah memberikan pendidikan dan informasi mengenai IMS pada semua tingkat umur, termasuk dari pelajar sekolah hingga orang dewasa. Selain itu, pada peringkat nasional, bisa juga dilakukan kampanye kesehatan terutama bagi kelompok beresiko seperti pekerja seks komersil dan homoseksual. Di Inggris telah dilakukan ujian saringan bergerak untuk Klamidia. Cara ini dapat meningkatkan lagi kesadaran masyarakat di samping dapat memberikan kemudahan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
35
Dalam melakukan aktivitas seksual, seseorang itu haruslah tidak bertukartukar pasangan dan sebaikya mengadakan hubungan seksual setelah bernikah. Penggunaan kondom dengan benar dan baik juga dapat mengurangkan resiko terkenanya IMS. Jika seseorang mendapati pasangan seksualnya mempunyai gejala IMS, maka jangan teruskan aktivitas seksual tersebut dan konsultasikan ke dokter terlebih dahulu. Pemeriksaan kesehatan secara teratur yaitu sekurang-kurangnya 3 bulan sekali perlu dilakukan pada mereka yang sering bertukar-tukar pasangan. Namun sebaiknya, setialah pada satu pasangan seksual sahaja. Jika terdapat gejala IMS pada diri sendiri, segera periksakan diri ke dokter untuk mendapatkan perawatan agar bisa mengelakkan dari mengalami komplikasi IMS yang antaranya adalah kanker serviks (P. Kumar, 2009).
Universitas Sumatera Utara