BAB 2 PENGELOLAAN KASUS 2.1 Proses dan Gangguan Eliminasi 2.1.1 Struktur dan Fungsi Sistem Gastrointestinal Sistem gastrointestinal (disebut juga sistem digestif atau sistem pencernaan) terdiri atas saluran gastrointestinal dan organ aksesori. Rongga mulut, faring, esophagus, lambung, usus halus, dan usus besar merupakan komponen saluran gastrointestinal. Organ aksesori terdiri atas gigi, lidah, serta beberapa kelenjar dan organ seperti kelenjar saliva, hati, dan prankeas yang menyuplai sekresi ke saluran pencernaan (Muttaqin & Sari, 2011). Sistem gastrointestinal mempunyai fungsi utama yaitu untuk menyuplai nutrisi bagi sel-sel tubuh. Kondisi ini dapat terlaksana dengan optimal melalui beberapa aktivitas, meliputi Ingesti proses material masuk ke saluran pencernaan melalui mulut, Digesti proses penguraian dengan melibatkan bahan kimia, Absorbsi proses penyerapan material oleh epitalium, dan Eliminasi proses pembuangan/ekskresi dari produk sisa tubuh (Muttaqin & Sari, 2011). Selain aktivitas fisiologis di atas, permukaan saluran pencernaan juga melakukan peran proteksi untuk melindungi jaringan terhadap 1) efek korosif dari asam dan enzim, 2) respons tekanan mekanik seperti abrasi, dan 3) agen bakteri yang ikut serta dalam material makanan. Epithelium saluran pencernaan menyediakan pertahanan non-spesifik dari bakteri. Bakteri yang bisa menembus jaringan kemudian akan dihancurkan oleh makrofag dan sel-sel dari sistem imun (Muttaqin & Sari, 2011). Saluran gastrointestinal merupakan suatu pipa dengan panjang sekitar 9 meter yang dimulai dari mulut sampai ke anus. Seluruh saluran berisi empat lapisan dari dalam ke luar yaitu: 1) mukosa, 2) submukosa, 3) otot, dan 4) serosa. Selain lapisan utama tersebut, terdapat selapis tipis serat-serat otot polos yaitu muskularis mukosa yang terletak di lapisan paling dalam dari mukosa. Fungsi motorik dari usus dikerjakan oleh berbagai lapisan otot polos ini (Muttaqin &Sari, 2011). Saluran gastrointestinal meliputi Rongga mulut yang berfungsi menganalisis material makanan sebelum menelan, proses mekanis dari gigi, lidah, dan permukaan palatum, lubrikasi oleh sekresi saliva, serta digesti pada beberapa material karbohidrat dan lemak. Lidah yang berfungsi sebagai proses mekanik dengan cara menekan, melunakkan,dan membagi material, melakukan manipulasi material makanan di dalam rongga mulut dan melakukan fungsi dalam proses menelan, analisis sensori terhadap 4 Universitas Sumatera Utara
karakteristik material, suhu, dan reseptor rasa, serta menyekresiakan mucus dan enzim. Kelenjar saliva yang berfungsi sebagai penyekresi air liur ke rongga mulut oleh kelenjar saliva sublingual dan submandibular bawah lidah, serta oleh kelenjar parotis yang mempunyai fungsi utama sebagai lubrikasi atau pelumas untuk memperhalus material, Saliva mengandung enzim amylase (ptyalin) yang menguraikan zat tepung menjadi maltose. Gigi yang berfungsi sebagai proses mekanik dalam menghancurkan makanan. Faring yang berfungsi sebagai jalan untuk material makanan, cairan, dan udara. Esophagus yang berfungsi membawa bolus makanan dan cairan menuju lambung. Lambung yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan, pencampuran, dan pengosongan cairan lambung (kimus/makanan yang bercampur dengan secret lambung) ke duodenum. Usus halus yang berfungsi sebagai transportasi dan pencernaan makanan, serta arbsorbsi cairan, elektrolit, dan unsur makanan. Kolon dan Rektum yang berfungsi menyerap air, vitamin, natrium, dan klorida, serta mengeluarkan kalium, bikarbonat, mucus, dan menyimpan feses dan mengeluarkannya. Selain itu, kolon merupakan tempat pencernaan karbohidrat dan protein tertentu, maka dapat menghasilkan lingkungan yang baik bagi bekteri untuk menghasilkan vitamin K (Muttaqin & Sari, 2011). Organ aksesori sistem gastrointestinal meliputi Pancreas yang berfungsi mempermudah penyimpanan makanan dengan mengeluarkan insulin setelah makan dan menyediakan mekanisme bagi mobilisasi makanan dengan mengeluarkan glucagon selama masa puasa. Hati yang berfungsi sebagai metabolisme glukosa, metabolisme lemak, metabolisme asam amino, pemindahan produk sisa, biotransformasi hormon, penyimpanan vitamin, penyimpanan mineral, inaktivasi obat, biotransformasi bilirubin, pembentukan protein plasma, pembentukan factor pembekuan, dan fungsi imunologis. Kandung empedu tidak mengandung enzim-enzim pencernaan, tetapi mengandung garam-garam empedu yang berfungsi untuk mengemulsifikasi lemak. Garam empedu bekerja sebagai deterjen untuk menguraikan lemak menjadi butiran-butiran yang sangat halus. Hanya dalam bentuk butiran-butiran halus inilah lemak dapat dicerna oleh enzimenzim pencernaan (Muttaqin & Sari, 2011). 2.1.2 Anatomi dan Fisiologi Eliminasi Alvi 1.
Saluran gastrointestinal bagian atas Makanan yang masuk akan dicerna secara mekanik dan kimiawi di mulut dan di
lambung dengan bantuan enzim, asam lambung, selanjutnya makanan yang sudah dalam bentuk chyme didorong ke usus halus (Tarwoto & Wartonah, 2006). 5 Universitas Sumatera Utara
2.
Saluran gastrointestinal bagian bawah Saluran gastrointestinal bawah meliputi usus halus dan usus besar. Usus halus
terdiri atas duodenum, jejenum, dan ileum yang panjangnya kira-kira 6 meter dan diameter 2,5 cm. usus besar terdiri atas cecum, colon, dan rectum yang kemudian bermuara pada anus. Panjang usus besar sekitar 1,5 meter dan diameternya kira-kira 6 cm. Usus menerima zat makanan yang sudah berbentuk chyme (setengah padat) dari lambung untuk mengarbsorbsi air, nutrient, dan elektrolit. Usus sendiri mensekresi mucus, potassium, bikarbonat, dan enzim (Tarwoto & Wartonah, 2006). Chyme bergerak karena adanya peristaltic usus dan akan berkumpul menjadi feses di usus besar. Dari makan sampai mencapai rectum normalnya diperlukan waktu 12 jam. Gerakan kolon terbagi menjadi tiga bagian, yaitu: Haustral Shuffing adalah gerakan mencampur chyme untuk membantu arbsorbsi air, Kontraksi Haustral adalah gerakan untuk mendorong materi cair dan semi padat sepanjang kolon, Gerakan Peristaltik adalah berupa gelombang, gerakan maju ke anus (Tarwoto & Wartonah, 2006). 2.1.3 Sistem Tubuh yang Berperan dalam Eliminasi Alvi Sistem tubuh yang memiliki peran dalam proses eliminasi alvi (buang air besar) adalah sistem gastrointestinal bawah yang meliputi usus halus dan usus besar.usus halus terdiri atas duodenum, jejunum, dan ileum dengan panjang kurang lebih 6 meter dan diameter 2,5 cm, serta berfungsi sebagai tempat arbsorbsi elektrolit Na, Cl, K, Mg, HCO3, dan kalsium. Usus besar dimulai dari rectum, kolon, hingga anus yang memiliki panjang kurang lebih 1,5 meter atau 50-60 inci dengan diameter 6 cm. Usus besar merupakan bagian bawah atau bagian ujung dari saluran pencernaan, dimulai dari katup ileum caecum sampai ke dubur (Hidayat, 2006). Batas antara usus besar dan ujung usus halus adalah katup ileocaecal. Katup ini biasanya mencegah zat yang masuk ke usus besar sebelum waktunya, dan mencegah produk buangan untuk kembali ke usus halus. Produk buangan yang memasuki usus besar adalah berupa cairan. Setiap hari saluran anus menyerap sekitar 800-1000 ml cairan. Penyerapan inilah yang menyebabkan feses mempunyai bentuk dan berwujud setengah padat. Jika penyerapan tidak baik, produk buangan cepat melalui usus besar, feses itu lunak dan berair. Jika feses terlalu lama dalam usus besar, maka akan terlalu banyak air yang diserap sehingga feses menjadi kering dan keras (Hidayat, 2006). Kolon sigmoid mengandung feses yang sudah siap untuk dibuang dan diteruskan ke dalam rectum. Panjang rectum adalah 12 cm (5 inci), 2,5 cm (1 inci) merupakan 6 Universitas Sumatera Utara
saluran anus. Dalam rectum terdapat tiga lapisan jaringan transversal. Segitiga lapisan tersebut merupakan rectum yang menahan feses untuk sementara. Setiap lipatan mempunyai arteri dan vena (Hidayat, 2006). Gerakan peristaltic yang kuat dapat mendorong feses ke depan. Gerakan ini terjadi 1-4 kali dalam waktu 24 jam. Peristaltic sering terjadi sesudah makan. Biasanya, 1 / 2-1 /3 dari produk buangan hasil makanan dicernakan dalam waktu 24 jam, dibuang dalam feses, dan sisanya sesudah 24-48 jam berikutnya (Hidayat, 2006). Makanan yang diterima oleh usus dari lambung dalam bentuk setengah padat, atau dikenal dengan nama chyme, baik berupa air, nutrient maupun elektrolit kemudian akan diarbsorbsi. Usus akan mansekresi mucus, kalium, bikarbonat, dan enzim. Secara umum, kolon berfungsi sebagai tempat absorbs, proteksi, sekresi, dan eliminasi. Proses perjalanan makanan, khususnya pada daerah kolon, memiliki beberapa gerakan, di antaranya Haustral Suffing atau dikenal dengan gerakan mencampur zat makanan dalam bentuk padat untuk mengabsorbsi air; Kontraksi Haustral atau gerakan mendorong zat makanan/air pada daerah kolon; dan gerakan Peristaltik, yaitu gerakan maju ke anus (Hidayat, 2006). Otot lingkar (sfingter) bagian dalam dan luar saluran anus menguasai pembuangan feses dan gas dari anus. Rangsangan motorik disalurkan oleh sistem simpatis dan rangsangan penghalang oleh sistem parasimpatis. Bagian dari sistem saraf otonom ini memiliki sistem kerja yang berlawanan dalam keseimbangan yang dinamis. Sfingter luar anus merupakan otot bergaris yang berada dibawah penguasaan parasimpatis. Baik diwaktu sakit maupun sehat dapat terjadi gangguan pada fungsi normal pembuangan oleh usus yang dipengaruhi oleh jumlah, sifat cairan, makanan yang masuk, taraf kegiatan, dan keadaan emosi (Hidayat, 2006). 2.1.4 Proses Defekasi Defekasi adalah proses pengosongan usus yang sering disebut dengan buang air besar. Terdapat dua pusat yang menguasai reflex untuk defekasi, yaitu terletak di medulla oblongata dan sumsum tulang belakang. Apabila terjadi rangsangan parasimpatis, sfingter anus bagian dalam akan mengendur dan usus besar akan menguncup. Reflex defekasi dirangsang untuk buang air besar kemudian sfingter anus bagian luar diawasi oleh sistem saraf parasimpatis, setiap waktu menguncup atau mengendur. Selama defekasi, berbagai otot lain membantu proses tersebut, seperti otototot dinding perut, diafragma, dan otot-otot dasar pelvis (Hidayat, 2006).
7 Universitas Sumatera Utara
Feses terdiri atas sisa makanan seperti selulose yang tidak direncanakan dan zat makanan lain yang seluruhnya tidak dipakai oleh tubuh, berbagai macam mikroorganisme, sekresi kelenjar usus, pigmen empedu, dan cairan tubuh. Feses yang normal terdiri atas masa padat dan berwarna coklat karena disebabkan oleh mobilitas sebagai hasil reduksi pigmen empedu dan usus kecil (Hidayat, 2006). Secara umum, terdapat dua macam refleks dalam membantu proses defekasi, yaitu refleks defekasi intrinsic yang dimulai dari adanya zat sisa makanan (feses) dalam rectum sehingga terjadi distensi, kemudian flexus mesenterikus merangsang gerakan peristaltic, dan akhirnya feses sampai di anus, di mana proses defekasi terjadi saat sfingter interna berelaksasi; refleks defekasi parasimpatis yang dimulai dari adanya feses dalam rectum yang merangsang saraf rectum, kemudian ke spinal cord, merangsang ke kolon desenden, ke sigmoid, lalu rectum dengan gerakan peristaltic, dan akhirnya terjadi proses defekasi saat sfingter interna berelaksasi (Hidayat, 2006). Dorongan feses juga dipengaruhi oleh kontraksi otot abdomen, tekanan diafragma, dan kontraksi otot elevator. Defekasi dipermudah oleh fleksi otot femur dan posisi jongkok. Gas yang dihasilkan dalam proses pencernaan normalnya 7-10 liter/24 jam. Jenis gas yang terbanyak adalah CO2, metana, H2S, O2, dan Nitrogen (Tarwoto & Wartonah, 2006). Feses terdiri atas 75% air dan 25% materi padat. Feses normal berwarna coklat karena pengaruh sterkobilin, mobilin, dan aktivitas bakteri. Bau khas karena pengaruh dari mikroorganisme. Konsistensi lembek namun berbentuk (Tarwoto & Wartonah, 2006). Faktor-faktor yang mempengaruhi proses defekasi yaitu usia, Pada usia bayi control defekasi belum berkembang, sedangkan pada usia lanjut control defekasi menurun. Diet, makanan berserat akan mempercepat produksi feses, banyaknya makanan yang masuk kedalam tubuh juga mempengaruhi proses defekasi. Intake cairan, intake cairan yang kurang akan menyebabkan feses menjadi lebih keras, disebabkan karena absorbsi cairan yang meningkat. Aktivitas, tonus otot abdomen, pelvis, dan diafragma akan sangat membantu proses defekasi, gerakan peristaltic akan memudahkan bahan feses bergerak sepanjang kolon. Fisiologis, keadaan cemas, takut, dan marah akan meningkatkan peristaltic, sehingga menyebabkan diare. Pengobatan, beberapa jenis obat dapat mengakibatkan diare dan konstipasi. Gaya hidup, kebiasaan untuk melatih pola buang air besar sejak kecil secara teratur, fasilitas buang air besar, dan kebiasaan menahan buang air besar. Prosedur diagnostic, klien yang akan dilakukan 8 Universitas Sumatera Utara
prosedur diagnostic biasanya dipuasakan atau dilakukan klisma dahulu agar tidak dapat buang air besar kecuali setelah makan. Penyakit, beberapa penyakit pencernaan dapat menimbulkan diare dan konstipasi. Anastesi dan pembedahan, anastesi umum dapat menghalangi inpuls parasimpatis sehingga kadang-kadang dapat menyebabkan ileus usus. Kondisi ini dapat berlangsung selama 24-48 jam. Nyeri, pengalaman nyeri waktu buang air besar seperti adanya hemoroid, fraktur ospubis, epesiotomiakan mengurangi keinginan untuk buang air besar. Kerusakan sensorik dan motorik, kerusakan spinal cord dan injuri kepala akan menimbulkan penurunan stimulus sensorik untuk defekasi (Tarwoto & Wartonah, 2006). 2.1.5 Gangguan Eliminasi: Konstipasi Konstipasi adalah penurunan frekuensi defekasi, yang diikuti oleh pengeluaran feses yang lama atau keras dan kering. Adanya upaya mengedan saat defekasi adalah suatu tanda yang terkait dengan konstipasi. Apabila motilitas usus halus melambat, masa feses lebih lama terpapar pada dinding usus dan sebagian besar kandungan air dalam feses diabsorbsi. Sejumlah kecil air ditinggalkan untuk melunakkan dan melumasi feses. Pengeluaran feses yang kering dan keras dapat menimbulkan nyeri pada rectum (Potter & Perry, 2005). Kebanyakan individu sedikitnya melakukan defekasi sekali dalam sehari. Rentang normal, adalah tiga kali defekasi dalam sehari atau kurang dalam seminggu. Pada individu yang mengalami konstipasi, defekasi terjadi secara tidak teratur, disertai feses yang keras. Beberapa orang yang mengalami konstipasi kadang-kadang menghasilkan feses cair sebagai akibat dari iritasi yang disebabkan oleh massa feses yang keras dan kering dalam kolon. Feses ini mengandung banyak sekali mucus, yang disekresi oleh kelenjardalam kolon dalam responsnya terhadap massa pengiritasi ini (Potter & Perry, 2005). Tanda klinis konstipasi antara lain adanya feses yang keras, defekasi kurang dari 3 kali seminggu, menurunnya bising usus, adanya keluhan pada rectum, nyeri saat mengejan dan defekasi, dan adanya perasaan masih ada sisa feses. (Hidayat, 2006) Kemungkinan penyebab konstipasi antara lain defek persarafan, kelemahan pelvis, imobilitas karena cedera serebrospinalis, CVA, pola defekasi yang tidak teratur, nyeri saat defekasi karena hemoroid, menurunnya peristaltic karena stress psikologis, penggunaan obat, seperti penggunaan antasida, laksatif, atau anastesi, proses penuaan (Hidayat, 2006).
9 Universitas Sumatera Utara
2.2 Proses Keperawatan 2.2.1 Pengkajian Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien, agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan pasien baik fisik, mental, sosial, dan lingkungan (Asmadi, 2008). Pengkajian yang sistematis dalam keperawatan dibagi dalam empat tahap kegiatan, yang meliputi: pengumpulan data, analisa data, sistematika data, dan penentuan masalah (Asmadi, 2008). Tujuan pengkajian adalah untuk mengumpulkan informasi dan membuat data dasar klien. Pengkajian dilakukan saat klien masuk instansi layanan kesehatan. Data yang diperoleh sangat berguna untuk menentukan tahap selanjutnya dala proses keperawatan. Data yang salah atau kurang tepat dapat mengakibatkan kesalahan dalam penetapan diagnosis yang tentunya akan berdampak pada langkah selanjutnya (Asmadi, 2008). Kegiatan utama dalam pengkajian ini adalah pengumpulan data, pengelompokan data, dan analisis data guna perumusan diagnosis keperawatan. Pengumpulan data merupakan aktivitas perawat dalam mengumpulkan informasi yang sistematik tentang klien. Pengumpulan data ditujukan untuk mengidentifikasi dan mendapatkan data yang penting dan akurat tentang klien (Asmadi, 2008) Proses pengkajian masalah eliminasi: konstipasi antara lain riwayat keperawatan yang meliputi perilaku defekasi: penggunaan laksatif, cara mempertahankan pola, deskripsi feses: warna, bau, dan tekstur, diet: makanan yang memengaruhi defekasi, makanan yang biasa dimakan, makanan yang dihindari, dan pola makan yang teratur atau tidak, cairan: jumlah dan jenis minuman/hari, aktivitas: kegiatan sehari-hari, penggunaan medikasi: obat-obatan yang memengaruhi defekasi, stress: stress berkepanjangan atau pendek, koping untuk menghadapi atau bagaimana menerima. Pemeriksaan fisik yang meliputi abdomen: distensi, simetris, gerakan peristaltic, adanya massa pada perut, tenderness, Rectum dan anus: tanda-tanda inflamasi, perubahan warna, lesi, fistula, hemorrhoid, adanya massa, tenderness. Keadaan feses yang meliputi konsistensi, bentuk, bau, warna, jumlah, unsur abnormal dalam feses (Tarwoto dan Wartonah, 2006).
10 Universitas Sumatera Utara
2.2.2 Analisa Data Analisa data adalah kemampuan mengkaitkan data dan menghubungkan data tersebut dengan konsep, teori dan prinsip yang relevan untuk membuat kesimpulan dalam menentukan masalah kesehatan dan keperawatan pasien (Asmadi, 2008). Pedoman analisa data meliputi menyusun kategorisasi data secara sistematis dan logis, identifikasi kesenjangan data, menetukan pola alternative pemecahan masalah, menerapkan teori, model, kerangka kerja, norma dan standar yang dibandingkan dengan data atau kesenjangan yang ditemukan, identifikasi kemampuan dan keadaan yang menunjang asuhan keperawatan pasien, membuat hubungan sebab akibat antara data dengan masalah yang timbul (Asmadi, 2008). Menurut Wilkinson dan Ahren (2011), menyatakan bahwabatasan karakteristik untuk diagnosa keperawatan gangguan eliminasi: konstipasi dibagi menjadi data subjektif dan data objektif. Data subjektif untuk gangguan eliminasi: konstipasi adalah nyeri abdomen, anoreksia, perasaan penuh atau tekanan pada rectum, kelelahan umum, peningkatan tekanan abdomen, sakit kepala, dan nyeri saat defekasi. Dan data objektif untuk gangguan eliminasi: konstipasi adalah perubahan pada pola defekasi, penurunan frekuensi, penurunan volume feses, distensi abdomen, feses yang kering, keras, dan padat, bising usus hipoaktif atau hiperaktif, mengejan saat defekasi, dan tidak mampu mengeluarkan feses (Wilkinson & Ahern, 2011). 2.2.3 Rumusan Masalah Bila masalah telah diidentifikasi, maka disusun daftar masalah yang ditemukan, kemudian diprioritaskan menurut tingkat kebutuhan dasar manusia berdasarkan hirarki Maslow. Hal ini dilakukan karena tidak mungkin semua masalah diatasi bersama-sama sekaligus. Jadi diputuskan masalah mana yang dapat diatasi terlebih dahulu berkaitan erat dengan kebutuhan dasar manusia (Asmadi, 2008). Untuk memudahkan penentuan prioritas, kita dapat membuat skala prioritas tertinggi sampai prioritas terendah. Ini dilakukan dengan mengurutkan diagnosis keperawatan yang dianggap paling mengancam kehidupan (mis, gangguan bersihan jalan napas) sampai diagnosis yang tidak terlalu mengancam kehidupan. Cara lainnya adalah dengan mengurutkan diagnosis keperawatan menurut hierarki kebutuhan dasar Maslow. Kebutuhan fisiologi menjadi kebutuhan utama manusia, kemudian diikuti oleh kebutuhan-kebutuhan
psikososial
seperti:
kebutuhan
rasa
aman,
kebutuhan
pengetahuan, kebutuhan dicintai dan dimiliki, kebutuhan harga diri, dan kebutuhan aktualisasi diri (Asmadi, 2008). 11 Universitas Sumatera Utara
Konstipasi adalah penurunan frekuensi normal defekasi yang disertai pengeluaran feses yang sulit atau tidak lampias atau pengeluaran feses yang sangat keras dan kering. Dan diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan pada gangguan eliminasi: konstipasi adalah Gangguan eliminasi alvi: konstipasi berhubungan dengan kerusakan neurologis ditandai dengan
penurunan peristaltic usus 3 kali permenit
(Asmadi, 2008). 2.2.4 Perencanaan Rencana asuhan keperawatan adalah catatan yang ada tentang intervensi rencana keperawatan (Hunt Jennifer & Mark). Tahap perencanaan dapat disebut sebagai inti atau pokok dari proses keperawatan sebab perencanaan merupakan keputusan awal yang memberi arah bagi tujuan yang ingin dicapai, hal yang akan dilakukan, termasuk bagaimana, kapan, dan siapa yang akan melakukan tindakan keperawatan. Karenanya, dalam menyusun rencana tindakan keperawatan untuk klien, keluarga dan orang terdekat perlu dilibatkan secara maksimal (Asmadi, 2008). Tahap perencanaan ini memiliki beberapa tujuan penting, di antaranya sebagai alat komunikasi antara sesama perawat dan tim kesehatan lainnya; meningkatkan kesinambungan asuhan keperawatan bagi klien; serta mendokumentasikan proses dan criteria hasil asuhan keperawatan yang ingin dicapai (Asmadi, 2008). Unsur terpenting dalam tahap perencanaan ini adalah membuat prioritas urutan diagnosis keperawatan, merumuskan tujuan, merumuskan criteria evaluasi, dan merumuskan intervensi keperawatan (Asmadi, 2008). Rancana asuhan keperawatan disusun dengan melibatkan pasien secara optimal agar dalam pelaksanaan asuhan keperawatan terjalin suatu kerjasama yang saling membantu dalam proses pencapaian tujuan keperawatan dalam memenuhi kebutuhan pasien (Asmadi, 2008). Tujuan dalam perencanaan gangguan eliminasi: konstipasi antara lain memahami arti eliminasi secara normal, mempertahankan asupan makanan dan minuman cukup, membantu latihan secara teratur, mempertahankan kebiasaan defekasi secara teratur, mempertahankan defekasi secara normal, mencegah gangguan integritas kulit (Hidayat,2006). Rencana tindakan pada gangguan eliminasi: konstipasi antara lain kaji perubahan factor yang memengaruhi masalah eliminasi alvi. Membiasakan pasien untuk buang air secara teratur, misalnya pergi ke kemar mandi satu jam setelah makan pagi dan tinggal disana sampai ada keinginan untuk buang air besar. Meningkatkan asupan 12 Universitas Sumatera Utara
cairan dengan banyak minum, diet yang seimbang dan makan bahan makanan yang banyak mengandung serat. Melakukan latihan fisik, misalnya melatih otot perut, mengatur posisi yang baik untuk buang air besar. Anjurkan untuk tidak memaksakan diri dalam buang air besar. Berikan obat laksatif, misalnya Dulcolax atau jenis obat supositoria. Lakukan enema (huknah). Jelaskan mengenai eliminasi yang normal kepada pasien. Pertahankan asupan makanan dan minuman. Bantu defekasi secara manual. Kaji pola eliminasi normal dan catat waktu ketika inkontinensia terjadi. Berikan obat pelunak feses (oral) setiap hari atau katartik supositoria setengah jam sebelum waktu defekasi ditentukan. Anjurkan pasien untuk minum air hangat atau jus buah (minuman yang merangsang peristaltic) sebelum waktu defekasi. Bantu pasien ke toilet. Jaga privasi pasien dan batasi waktu defekasi (15-20 menit). Instruksikan pasien untuk duduk di toilet, gunakan tangan untuk menekan perut terus ke bawah dan jangan mengedan untuk merangsang pengeluaran feses. Anjurkan makan secara teratur dengan asupan air dan serat yang adekuat. Pertahankan latihan secara teratur jika fisik pasien mampu (Hidayat, 2006).
13 Universitas Sumatera Utara
2.3 Asuhan Keperawatan Kasus 2.3.1 Pengkajian I. BIODATA IDENTITAS PASIEN Nama
: Ny. S
Jenis Kelamin
: Perempuan
Umur
: 66 tahun
Status Perkawinan
: Sudah Menikah
Agama
: Protestan
Pendidikan
: Tamat SLTA
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Alamat
: Jln. Meterologi Baru, Lau Dendang, Deli Serdang
Tanggal Masuk RS
: 29 Mei 2014
No. Register
: 00.92.73.10
Ruangan/Kamar
: E. Terpadu
Golongan Darah
:A
Tanggal Pengkajian
: 2 Juni 2014
Tanggal Operasi
: Klien belum pernah dioperasi
Diagnosa Medis
: DM
II. KELUHAN UTAMA
:
Klien mengatakan tidak dapat BAB semenjak kurang lebih 2 minggu yang lalu, merasa lelah, dan merasa penuh pada bagian perut. Klien juga mengeluh sakit pada bagian perut. Dan klien mengatakan susah untuk bernafas.
III. RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG A. Provocative/ Palliative 1. Apa penyebabnya
:
Proses penuaan dan menurunnya peristaltic usus (3 kali permenit) 2. Hal-hal yang memperbaiki keadaan : Klien merasa lebih nyaman dan berkurang sesaknya saat sedang duduk
14 Universitas Sumatera Utara
B. Quantity/Quality 1. Bagaimana dirasakan Klien merasakan susah untuk bernafas Klien mengeluh sakit dibagian perut 2. Bagaimana dilihat Klien meringis kesakitan Klien terlihat susah untuk bernafas C. Region 1. Dimana lokasinya Klien merasa nyeri di bagian perut 2. Apakah menyebar Rasa nyeri tidak menyebar selain diarea perut D. Severity Klien sangat menjaga area perutnya dari bahaya, skala nyeri 7 E. Time Nyeri abdomen yang dirasakan klien menetap
IV. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU A. Penyakit yang pernah dialami Klien mengatakan tidak pernah mengalami sakit, tetapi kadar gula darah pasien selalu tinggi. B. Pengobatan/tindakan yang dilakukan Klien hanya mengkonsumsi obat gula yang diberikan oleh dokter C. Pernah dirawat/dioperasi Klien mengatakan tidak pernah dirawat dan dioperasi sebelumnya D. Lama dirawat Klien mengatakan tidak pernah dirawat sebelumnya E. Alergi Klien mengatakan tidak ada riwayat alergi F. Imunisasi Klien tidak mengetahui imunisasinya lengkap atau tidak
15 Universitas Sumatera Utara
V. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA A. Orang Tua Klien mengatakan orang tuanya tidak ada penyakit apa-apa, namun sebelum meninggal orang tua wanita klien mengeluh sakit kepala. B. Saudara Kandung Klien mengatakan salah seorang saudara kandungnya meninggal tiba-tiba tanpa keluhan C. Penyakit Keturunan yang ada Klien mengatakan tidak ada penyakit keturunan yang dialami D. Anggota Keluarga yang Mengalami Gangguan Jiwa Klien mengatakan anggota keluarganya tidak ada yang mengalami gangguan jiwa. Namun sebelum meninggal ada salah satu anggota keluarga klien mengalami gangguan mental seperti berteriak-teriak sendiri. E. Anggota Keluarga yang Meninggal Klien mengatakan keluarga yang meninggal yaitu kedua orang tuanya dan empat orang saudara kandungnya. F. Penyebab Meninggal Klien mengatakan keluarganya meninggal secara tiba-tiba tanpa sebab yang pasti.
VI. RIWAYAT KEADAAN PSIKOSOSIAL A. Persepsi Pasien tentang penyakitnya Klien merasa sakitnya sebagai cobaan dari Tuhan kepada dirinya. B. Konsep Diri −
Gambaran diri
: klien
mengatakan
sedih
dengan
keadannya sekarang −
Ideal diri
: klien mengatakan dia akan dapat segera sembuh
−
Harga diri
: klien tidak merasa malu dengan dirinya sekarang
−
Peran diri
: klien adalah seorang ibu dari anakanaknya
16 Universitas Sumatera Utara
−
Identitas
: klien telah menjadi masyarakat yang baik
C. Keadaan emosi
: keadaan emosi klien masih dapat terkontrol
D. Hubungan sosial −
Orang yang berarti
: orang
yang
berklien
adalah
dengan
keluarga
keluarganya. −
Hubungan dengan keluarga
: hubungan
klien
berjalan harmonis. −
Hubungan dengan orang lain : klien dapat berinteraksi dengan baik.
−
Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain: klien tidak ada hambatan saat bersosialisasi dengan orang lain.
E. Spiritual −
Nilai dan keyakinan
: Ny. S memeluk agama protestan dan percaya pada tuhannya
−
Kegiatan ibadah
: selama berada dirumah sakit ny.s beribadah dengan cara berdoa kepada tuhannya
VII. PEMERIKSAAN FISIK A. Keadaan Umum Tingkat kesadaran klien compos mentis. Keadaan klien terlihat lemas, sesak dan kesakitan. B. Tanda-tanda Vital −
Suhu tubuh
: 37,2 0C
−
Tekanan darah
: 130/90 mmhg
−
Nadi
: 64 kali permenit
−
Pernafasan
: 32 kali permenit
−
Skala nyeri
:7
−
TB
: 153 cm
−
BB
: 67 kg
17 Universitas Sumatera Utara
C. Pemeriksaan
Head to toe
Kepala dan rambut −
Bentuk
: Simetris
−
Ubun-ubun
: Normal
−
Kulit kepala
: Kotor
Rambut −
Penyebaran dan keadaan rambut
: Keadaan rambut kotor
−
Bau
: Rambut sedikit berbau
−
Warna kulit
: Kuning langsat
Wajah −
Warna kulit
: Kuning Langsat
−
Struktur Wajah
: Lengkap dan Simetris
Mata −
Kelengkapan dan kesimetrisan
: Mata ada dua dan letaknya simetris
−
Palpebra
: Tidak ada kotoran di palpebra
−
Konjungtiva dan Sclera
: Konjungtiva merah muda dan sclera putih
−
Pupil
: Isokor, bulat, dan sama besar.
−
Cornea dan Iris
: Cornea tanpa arcus (suatu struktur seperti cincin)
−
Visus
: Tidak dilakukan pemeriksaan
−
Tekanan bola mata
: Tidak dilakukan pemeriksaan
Hidung −
Tulang hidung dan posisi septum nasi : Normal tidak ada kelainan
−
Lubang hidung
: Ada dua dan simetris
−
Cuping hidung
: tidak ada penggunaan cuping hidung saat bernafas
Telinga −
Bentuk telinga
: simetris
−
Ukuran telinga
: sama besar kiri dan kanan
−
Lubang telinga
: ada dua
18 Universitas Sumatera Utara
−
Ketajaman pendengaran
: kedua
telinga
dapat
mendengar dengan baik Mulut dan Faring −
Keadaan bibir
: bibir lembab
−
Keadaan gusi dan gigi
: gusi merah muda dan gigi terlihat kotor
−
Keadaan lidah
: lidah berwarna merah muda
−
Orofaring
: dalam keadaan normal
Leher −
Posisi trachea
: Letak trachea ditengah
−
Thyroid
: Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid
−
Suara
: Suara kecil
−
Kelenjar limfe
: Tidak ada kelainan
−
Vena jugularis
: tidak tampak pembesaran vena jugularis
−
Denyut nadi karotis
: denyut nadi karotis teraba jelas
Pemeriksaan integumen −
Kebersihan
: kulit bersih
−
Kehangatan
: 37,20C
−
Warna
: kuning langsat
−
Turgor
: kembali cepat < 2 detik
−
Kelembaban
: keadaan kulit lembab
−
Kelainan pada kulit
: tidak ada kelainan
Pemeriksaan thoraks/dada −
Inspeksi thoraks
: normal
−
Pernafasan
: frekuensi 32 kali permenit, irama cepat
−
Tanda kesulitan bernafas
: pasien terlihat megap-megap disaat bernafas
19 Universitas Sumatera Utara
Pemeriksaan paru −
Palpasi getaran suara
: getaran premitus sama kanan dan kiri
−
Perkusi
: resonan
−
Auskultasi
: suara nafas normal, auskultasi vesikuler
2/1,
auskultasi
bronchial
1/1,
auskultasi
bronchovasikuler 1/2 Pemeriksaan jantung −
Inspeksi
: tidak ada tonjolan atau masa pada area dada
−
Palpasi
: tidak teraba massa
−
Perkusi
: dullness
−
Auskultasi
: bunyi jantung S1 dan S2 normal,
tidak
ada
bunyi
jantung S3 dan S4 Pemeriksaan abdomen −
Inspeksi
: bentuk
tidak
normal
dan
abdomen terlihat membesar −
Auskultasi
: peristaltic 3 kali permenit, tidak ada suara tambahan
−
Palpasi
: nyeri tekan saat di palpasi
−
Perkusi
: suara
perkusi
di
bagian
abdomen thympani Pemeriksaan musculoskeletal Kekuatan otot normal, simetris kanan dan kiri, tidak ada oedem
VIII. POLA KEBIASAAN SEHARI-HARI I.
Pola makan dan minum −
Frekuensi makan/hari
: 3 kali / hari
−
Nafsu/selera makan
: pasien mengatakan sulit untuk makan
−
Nyeri ulu hati
: terdapat nyeri ulu hati 20 Universitas Sumatera Utara
−
Alergi
: tidak ada alergi makanan
−
mual dan muntah
: tidak ada mual dan muntah
−
Waktu pemberian makanan
: 08.00 wib, 14.00 wib, dan 20.00 wib
−
Jumlah dan jenis makanan
: nasi lebih kurang 50 gr, ikan 1 potong. Namun sering tidak habis.
−
Waktu pemberian cairan/minuman : pasien terpasang cairan infuse RL 20 tetes / menit, minum apabila haus
−
Masalah makan dan minum
: klien mengatakan susah untuk makan karena merasa penuh dibagian perut disaat makan.
II.
Perawatan diri/personal hygiene −
Kebersihan tubuh: pasien selama di rumah sakit Ny. S mengatakan tidak mandi sebersih biasanya karena di bantu oleh orang lain.
III.
−
Kebersihan gigi dan mulut: kurang bersih
−
Kebersihan kuku kaki dan tangan: kurang bersih
Pola kegiatan/aktivitas −
Uraian aktivitas pasien untuk mandi, makan, eliminasi, ganti pakaian dilakukan secara mandiri, sebahagian atau total :
Saat ini pasien dalam melakukan kegiatan membutuhkan bantuan −
Uraikan aktivitas ibadah pasien selama dirawat/sakit :
Untuk saat ini pasien tidak ada melakukan kegiatan ibadah IV.
Pola eliminasi 1.
BAB −
Pola BAB
: 2 hari sekali
−
Karakter feses
: Keras
−
Riwayat perdarahan
: tidak ada pendarahan
−
BAB terakhir
: kurang lebih 2 minggu yang lalu
−
Diare
: tidak ada diare
−
Penggunaan laksatif
: supositoria diberikan pada tanggal 6 juni 2014
21 Universitas Sumatera Utara
2.
V.
BAK −
Pola BAK
: 4-6 kali / hari
−
Karakter urine
: normal
−
nyeri/rasa terbakar/kesulitan BAK: tidak ada kesulitan BAK
−
Riwayat penyakit ginjal/kandung kemih: tidak ada
−
Penggunaan diuretic
−
Upaya mengatasi masalah : tidak ada
Mekanisme koping −
−
Adaptif −
Bicara dengan orang lain
−
Teknik relaksasi
Maladaptif o
IX.
: tidak ada penggunaan diuretik
Reaksi lambat/berlebihan
THERAPY : Dulcolac, supositoria
X.
PEMERIKSAAN PENUNJANG : KGD puasa: 235 mm/dl KGD random: 457 mm/dl
22 Universitas Sumatera Utara
2.3.2 Analisa Data No. 1.
Data DS :
Masalah
Penyebab
Keperawatan
Proses penuaan
Gangguan eliminasi:
− Klien mengatakan
Konstipasi
tidak dapat BAB semenjak kurang lebih
Kerusakan neurologis
2 minggu yang lalu − Klien merasa lelah − Klien mengatakan
Kelemahan otot abdomen
merasa penuh pada bagian perut penurunan peristaltik DO : − Penurunan frekuensi BAB
Konstipasi
− Abdomen terlihat membesar − Bising usus hipoaktif kali permenit 2.
DS :
Proses penuaan
Klien mengeluh sakit pada
Gangguan rasa nyaman: nyeri
bagian perut. Penurunan peristaltic DO : − Klien merasa lebih nyaman dan berkurang
Gangguan BAB
sakitnya saat sedang duduk − Klien mengeluh sakit
Distensi abdomen
dibagian perut − Klien terlihat meringis kesakitan
Nyeri abdomen 23 Universitas Sumatera Utara
− Skala nyeri 7 − Nyeri abdomen yang dirasakan klien menetap 3.
DS :
Penurunan peristaltik
klien mengatakan susah
Ketidakefektipan
untuk bernafas.
pola nafas Gangguan BAB
DO : − Klien terlihat sesak saat bernafas
Distensi abdomen
− Nafas dangkal − RR : 32 kali permenit Penurunan tekanan inspirasi-ekspirasi
Sesak nafas
2.3.3 Rumusan Masalah Masalah Keperawatan 1. Gangguan eliminasi alvi: Konstipasi 2. Gangguan rasa nyaman: Nyeri 3. Ketidakefektipan pola nafas Diagnosa Keperawatan (Prioritas) 1. Gangguan eliminasi alvi: konstipasi berhubungan dengan kerusakan neurologis ditandai dengan penurunan peristaltic usus (3 kali permenit). 2. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan abdomen ditandai dengan wajah meringis dan skala nyeri 7 3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen ditandai dengan RR: 32 kali permenit
24 Universitas Sumatera Utara
2.3.4 Perencanaan Keperawatan Dan Rasional Diagnosa
Perencanaan Keperawatan
Keperawatan Dx.1:
Tujuan NIC: konstipasi menurun, yang dibuktikan oleh defekasi
Gangguan
mendekati normal
eliminasi alvi:
Kriteria Hasil NOC:
konstipasi
a. Pola eliminasi (dalam rentang yang diharapkan) b. Feses lunak dan berbentuk c. Mengeluarkan feses tanpa bantuan d. Tidak ada darah di dalam feses e. Tidak ada nyeri saat defekasi Intervensi NIC 1. Kaji frekuensi, warna, dan konsistensi feses
Rasional 1. Pengkajian dasar untuk mengetahui adanya masalah bowel
2. Kaji ada atau tidak bising usus dan distensi abdomen
2. Deteksi dini penyebab konstipasi
pada keempat kuadran abdomen 3. Minta program dari dokter
3. Meningkatkan eliminasi
untuk memberikan bantuan eliminasi, seperti diet tinggi serat, pelunak feses, enema, dan laksatif 4. Anjurkan aktivitas
4. Meningkatkan pergerakan usus
optimal untuk merangsang eliminasi defekasi pasien 5. Berikan privasi dan
5. Kenyamanan saat defekasi
keamanan untuk pasien selama eliminasi defekasi 6. Identifikasi factor pengobatan, tirah baring,
6. Mengetahui factor penyebab konstipasi
25 Universitas Sumatera Utara
dan diet yang dapat menyebabkan atau berkontribusi terhadap konstipasi 7. Jelaskan etiologi masalah dan rasional tindakan
7. Membuat kondisi saling percaya
kepada pasien 8. Konsultasi dengan dokter tentang penurunan atau
8. Mengetahui tindakan medis yang tepat
peningkatan frekuensi peristaltic usus 9. Sarankan pasien untuk berkonsultasi dengan
9. Mengetahui keluhan-keluhan pasien
dokter tentang konstipasinya 10. Ajarkan kepada pasien
10. Menurunkan konstipasi
tentang efek diet cairan dan serat pada eliminasi 11. Konsultasi dengan ahli gizi
11. Menurunkan konstipasi
untuk meningkatkan serat dan cairan dalam diet
26 Universitas Sumatera Utara
2.3.5 Implementasi dan Evaluasi Hari/tanggal No. Dx
Implementasi Keperawatan
Selasa
a. Mengkaji aktivitas,
3 Juni 2014
1
Evaluasi (SOAP) S= Klien mengatakan
pengobatan, dan pola
belum bisa BAB
kebiasaan pasien
Klien mengatakan
b. Mengkaji bising usus dan
sedikit melekukan
distensi abdomen pada
aktivitas
keempat kuadran abdomen
Klien mengatakan
c. Mengidentifikasi factor
tidak terlampau sering
pengobatan, tirah baring,
makan makanan yang
dan diet yang dapat
berserat
menyebabkan atau berkontribusi terhadap konstipasi
O= Distensi abdomen Bising usus hipoaktif 3
d. Berkonsultasi dengan ahli
kali permenit
gizi untuk meningkatkan
Tanda-tanda vital
serat dan cairan dalam diet
-
TD: 130/90 mmhg
-
HR: 64 kali permenit
-
RR: 32 kali permenit
-
Temp: 37,20 C
-
Skala Nyeri: 7
A= masalah belum teratasi
P= intervensi dilanjutkan.
27 Universitas Sumatera Utara