1
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kulit merupakan organ terluar yang membatasi manusia dan lingkungannya. Kulit mudah dilihat dan diraba serta berperan dalam menjamin kelangsungan hidup (Wasitaatmadja, 2010). Fungsi utama kulit adalah melindungi, absorpsi, ekskresi, persepsi, regulasi suhu tubuh, pembentukan vitamin D, dan keratinisasi. Begitu pentingnya kulit, selain menjamin kelangsungan hidup juga mempunyai fungsi lain yaitu estetik (menyokong penampilan), ras, indikator sistemik, dan sarana komunikasi nonverbal antar individu (Wasitaatmadja, 2010). Kulit manusia rentan terhadap hama. Kulit yang steril hanya didapatkan pada waktu yang singkat yaitu setelah lahir. Hal ini disebabkan permukaan kulit banyak mengandung nutrisi untuk pertumbuhan organisme, antara lain lemak, bahanbahan yang mengandung nitrogen, mineral, dan lain-lain yang merupakan hasil ekstra dari proses keratinisasi atau merupakan hasil apendiks kulit (Wiryadi, 2010). Menurut Nairn (2007), hanya sedikit mikroorganisme yang mampu menembus kulit intak, tetapi banyak yang dapat memasuki kelenjar keringat (kelenjar sebasea) dan folikel rambut serta menetap disana. Daya tahan kulit manusia bervariasi sesuai usia. Anak-anak sangat rentan infeksi kurap. Setelah pubertas, daya tahan terhadap penyakit kulit ini meningkat jelas seiring meningkatnya kandungan asam lemak jenuh dalam sekret sebasea. Data Profil Kesehatan Indonesia 2008 menunjukkan bahwa distribusi pasien rawat jalan menurut International Classification of Diseases - 10 (ICD-10) di rumah sakit di Indonesia tahun 2008 dengan golongan sebab sakit “Penyakit Kulit dan Jaringan Subkutan” terdapat sebanyak 64.557 pasien baru (Depkes, 2009). Penyakit kulit semakin berkembang, hal ini dibuktikan dari data Profil Kesehatan Indonesia 2010 yang menunjukkan bahwa penyakit kulit dan jaringan subkutan menjadi peringkat ketiga dari 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan di
Universitas Sumatera Utara
2
rumah sakit se-Indonesia berdasarkan jumlah kunjungan yaitu sebanyak 192.414 kunjungan dan 122.076 kunjungan diantaranya merupakan kasus baru (Kemenkes,2011). Hal ini menunjukkan bahwa penyakit kulit masih sangat dominan terjadi di Indonesia. Penyakit kulit yang disebabkan infeksi jamur atau dermatomikosis merupakan penyakit yang sering dijumpai di negara tropis yang disebabkan udara yang lembab yang mendukung berkembangnya penyakit jamur (Putra, 2008). Penelitian Rusetianti (2004) menunjukkan bahwa dermatomikosis selalu menjadi 10 besar penyakit terbanyak di poliklinik rawat jalan dan menjadi peringkat pertama pada tahun 1999 serta peringkat ketiga pada tahun 2003. Hasil penelitian Mulyani (2011) juga menunjukkan bahwa penyakit dermatomikosis menjadi urutan pertama dibandingkan dengan penyakit kulit lainnya di RSUD Kajen Kabupaten Pekalongan pada bulan Juli – September 2010 dengan pasien sebanyak 140 orang serta kunjungan rata-rata pasien perhari 40% dari penyakit lainnya. Menurut Budimulja (2010), penyakit akibat infeksi jamur (mikosis) terbagi atas mikosis superfisialis dan mikosis profunda. Klasifikasi lain menurut Jain (2012), infeksi jamur dibagi menjadi infeksi superficial (menginvasi stratum korneum, rambut, dan kuku), subcutaneous (biasanya karena implantasi), dan deep (sistemik). Menurut Utama (2004) dalam Mulyani (2011), penyakit Dermatomikosis Superfisialis (mikosis superfisialis) menjadi penyakit yang paling banyak dijumpai di semua lapisan masyarakat yang terjadi pada kulit, rambut, kuku, dan selaput lendir. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian Samuel, Adekunle, dan Ogundipe (2013) tentang dermatomikosis yang menunjukkan bahwa jamur golongan dermatofit, penyebab dermatofitosis yang merupakan bagian dari infeksi superfisial, mendominasi hasil isolasi jamur yang mereka lakukan yaitu sebanyak 188 temuan sedangkan jamur penyebab infeksi sistemik hanya sebanyak 26 temuan.
Universitas Sumatera Utara
3
Penjabaran lebih spesifik dari penelitian lain berdasarkan data kunjungan rawat jalan Penyakit Kulit dan Kelamin RS Dr Sardjito tahun 1999 dan 2003 menunjukkan bahwa tinea kruris merupakan penyakit dermatofitosis terbanyak dijumpai dengan kunjungan penderita baru dan lama berjumlah 641 pada tahun 1999 dan kunjungan penderita baru dan lama berjumlah 291 orang pada tahun 2003 (Rusetianti, 2004). Sementara itu hasil penelitian lain yang dilakukan Panjaitan (2008) menunjukkan tinea imbrikata yang menjadi dominan terjadi di Kabupaten Waringin Timur dengan prevalensi 2,45 % dari populasi di dua Kecamatan, namun di beberapa desa dengan tingkat sosial ekonomi yang rendah menunjukkan prevalensi tinea imbrikata jauh lebih tinggi yaitu berkisar 17% 20%. Hal yang berbeda diungkapkan dalam hasil penelitian K et al (2012) di Ahmedabad yang memperlihatkan bahwa pada umumnya paling banyak kejadian penyakit yang diakibatkan tinea korporis dengan insidensi sebesar 52,78% yang selanjutnya tinea kruris sebesar 15,65%, pitiriasis versikolor sebesar 12,47%. Venugopal dan Venugopal (1992) di dalam Gopichand, Babulal, dan Madhukar (2013) menyatakan bahwa tinea kapitis dan tinea korporis lebih cenderung terjadi pada anak-anak sedangkan tinea unguium, tinea pedis, dan pitiriasis versikolor lebih umum terjadi pada orang dewasa. Hal yang tidak jauh berbeda diungkapkan Gautam, Dekate, dan Padhye (2011), pitiriasis versikolor pada umumnya terjadi pada orang dewasa yang terjadi di sekitar tubuh. Uraian di atas telah menunjukkan pentingnya penelitian seperti ini untuk dilakukan. Namun penelitian lain mengenai infeksi jamur semakin sangat spesifik yang memungkinkan adanya subjek yang terlewatkan sehingga peneliti berniat melakukan penelitian ini.
1.2. Rumusan Masalah Dalam penelitian ini, yang menjadi rumusan masalah yaitu: Bagaimana pola penyakit kulit akibat infeksi jamur superfisial di Departemen Ilmu Kesehatan
Universitas Sumatera Utara
4
Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan periode Januari 2009 – Desember 2012.
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Mengetahui pola penyakit kulit akibat infeksi jamur superfisial di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan periode Januari 2009 – Desember 2012. 1.3.2. Tujuan Khusus Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah: 1. Mengetahui jenis kelamin dan kelompok usia yang paling banyak menderita penyakit kulit akibat infeksi jamur superfisial. 2. Mengetahui perkembangan penyakit
kulit
akibat
infeksi jamur
superfisial dalam 4 tahun terakhir. 3. Mengetahui jenis penyakit kulit akibat infeksi jamur superfisial yang memiliki jumlah kasus terbanyak berdasarkan jenis kelamin dan kelompok usia. 4. Mengetahui distribusi daerah asal penderita penyakit kulit akibat infeksi jamur superfisial di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan 2009-2012.
1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat untuk: 1. Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan serta institusi kesehatan pemerintah maupun swasta lainnya sebagai rujukan tambahan dalam penetapan kebijakan mengenai penyakit kulit akibat infeksi jamur superfisial.
Universitas Sumatera Utara
5
2. Peneliti dalam peningkatan pengetahuan mengenai penyakit kulit akibat infeksi jamur superfisial. 3. Masyarakat sebagai rujukan bagi yang ingin melakukan penelitian yang berkaitan dengan judul ini dan meningkatkan kewaspadaan terhadap penyakit kulit akibat infeksi jamur superfisial.
Universitas Sumatera Utara