BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Budaya Informasi Budaya informasi adalah mencakup perilaku dan kecenderungan seseorang dalam menggunakan dan memanfaatkan informasi untuk membantu seseorang maupun menyelesaikan pekerjaannya. Informasi yang digunakan merupakan transformasi dari data-data yang dihasilkan berdasarkan fakta. Data tersebut dikomunikasikan dan disebarluaskan kepada orang lain yang kemudian menjadi informasi. Informasi yang diterima oleh orang lain akan menjadi pengetahuan yang nantinya akan bermanfaat baginya untuk mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Menurut Koentjaraningrat (2001:72) yang dimaksud dengan budaya adalah, "Keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar". Dari paparan di atas dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan budaya merupakan segala tindakan dan aktivitas yang dilakukan manusia yang menjadi aktivitas rutin yang selalu dikerjakan manusia untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan definisi informasi itu sendiri harus dipahami dari karakteristik data dari sebuah peristiwa yang selanjutnya diteruskan menjadi pengetahuan. Informasi dapat disediakan sebagai data yang maknanya mudah dimengerti sehingga membantu dalam konteks penggunaannya. Ada beberapa pendapat yang menyatakan tentang definisi informasi yang di antaranya dikemukakan oleh Hasugian (2009:91) yaitu, "Informasi adalah susunan data dalam bentuk yang mudah dipahami dan informasi adalah data yang sudah diolah". Stevenson dalam Sulistyo-Basuki (2006:16) menyatakan bahwa "Informasi sebagai kata benda bermakna pengetahuan yang diberikan pada seseorang dalam bentuk yang dapat dipahami oleh orang lain". Ada juga definisi mengenai informasi yang dikemukan oleh Davis dalam Kadir (2003: 28) bahwa, "Informasi adalah data yang telah diolah menjadi sebuah bentuk yang berarti bagi penerimanya dan bermanfaat bagi pengambilan keputusan saat ini atau saat mendatang". Tidak jauh berbeda dengan pendapat di
Universitas Sumatera Utara
atas informasi juga dapat dideskripsikan sebagai kumpulan data yang diolah menjadi bentuk yang lebih berguna dan lebih berarti bagi yang menerima (Kristanto, 2003: 6). Dari uraian beberapa pendapat di atas dapat dipahami bahwa definisi informasi sangat bergantung kepada ilmu yang mengkajinya asalkan makna dari informasi itu sendiri dapat dengan mudah dimengerti yang mana dapat mewakili seluruh
fakta,
kesimpulan,
ide-ide
serta karya
intelektual yang
telah
dikomunikasikan secara formal maupun informal. Ada pendapat dari beberapa ahli yang menyatakan tentang definisi budaya informasi. "'Information culture can be broadly, defined as the cultural consideration of information" (Bauchspies, 2006). Ginman dalam Wang (2005:213) mendefinisikan budaya informasi sebagai: Transformation of intellectual resources is maintained alongside the transformation of material resources. The primary resources for this type of transformation are varying kinds of knowledge and information. The output achieved is a processed intellectual product which is necessary for the material activities to function and develop positively. Pengertian budaya informasi menurut Marchand dalam Suroso (1996:1) adalah mencakup nilai-nilai, sikap dan perilaku yang mempengaruhi orang dalam perusahaan
tersebut
di dalam
segenap
cara
pandang,
mengumpulkan,
mengorganisasi, memproses, menggunakan dan mengkomunikasikan informasi. Pendapat lain yang menjelaskan pengertian budaya informasi dikemukakan oleh Suroso (1996:2) yang menjelaskan definisi budaya informasi berdasarkan fungsi manajer untuk pembentukan strategi dan pengimplementasian perubahan : Budaya Fungsional
:Manajer menggunakan informasi sebagai cara untuk mempengaruhi orang lain. Budaya Berbagi :Manajer dan pegawai saling percaya untuk berbagi informasi dalam upaya peningkatan kinerja mereka. Budaya Mencari :Manajer dan pegawai menggunakan informasi untuk memahami masa depan dan menentukan bagaimana mereka dapat berubah untuk memenuhi tantangan masa depan. Budaya Menemukan :Manajer dan pegawai terbuka terhadap cara berpikir baru dalam menghadapi krisis dan siap melakukan perubahan radikal untuk pencapaian tujuan.
Universitas Sumatera Utara
Pendapat lain tentang budaya informasi menyatakan bahwa budaya informasi "the manifestation of an individual's or group's knowledge or information experience within the context of the person's or group's social, political, psychological, or intellectual milieu" (Jablonski, 2006:123). Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa budaya informasi merupakan transformasi intelektual dalam menggunakan informasi baik oleh perorangan maupun kelompok untuk membantu dalam pengambilan strategi dan implementasi perubahan.
2.1.1 Manfaat dan Tujuan Informasi Informasi merupakan fungsi penting untuk membantu mengurangi rasa cemas seseorang. Menurut Notoatmodjo (2008:34) bahwa semakin banyak informasi dapat mempengaruhi atau menambah pengetahuan seseorang dan dengan pengetahuan menimbulkan kesadaran yang akhirnya seseorang akan berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. Dari pendapat di atas dapat dilihat bahwa informasi bermanfaat untuk menambah pengetahuan seseorang yang nantinya akan membentuk cara pandang dan wawasannya. Ahli lain yakni Terry (1962:21) menjelaskan berguna atau tidaknya informasi tergantung pada beberapa aspek, yaitu: 1. Tujuan si penerima Apabila informasi itu tujuannya untuk memberikan bantuan maka informasi itu harus membantu si penerima dalam usahanya untuk mendapatkannya. 2. Ketelitian penyampaian dan pengolahan data Penyampaian dan mengolah data, inti dan pentingnya info harus dipertahankan. 3. Waktu Informasi yang disajikan harus sesuai dengan perkembangan informasi itu sendiri. 4. Ruang dan tempat Informasi yang didapat harus tersedia dalam ruangan atau tempat yang tepat agar penggunaannya lebih terarah bagi si pemakai. 5. Bentuk Dalam hubungannya bentuk informasi harus disadari oleh penggunaannya secara efektif, hubungan-hubungan yang diperlukan, kecenderungankecenderungan dan bidang-bidang yang memerlukan perhatian manjemen
Universitas Sumatera Utara
serta menekankan informasi tersebut ke situasi-situasi yang ada hubungannya. 6. Semantik Agar informasi efektif informasi harus ada hubungannya antara kata-kata dan arti yang cukup jelas dan menghindari kemungkinan salah tafsir. Dari paparan keenam aspek di atas dapat dilihat bahwa informasi bermanfaat untuk penerimanya, bila sesuai dengan pola penyampaian, waktu yang tepat, ruang dan tempat serta bentuk dan semantik dari informasi itu sendiri.
2.1.2 Manfaat Budaya Informasi Kini semakin banyak perusahaan yang menyadari betapa pentingnya melakukan transformasi perusahaan sesuai dengan perkembangan industri dan pasar. Oleh karena itu, banyak manajer yang sepakat bahwa budaya informasi merupakan suatu elemen yang penting dalam pembentukan strategi dan pengimplementasian perubahan (Suroso, 2005:3). Banyak manajer bersikap gegabah ketika perusahaan menghadapi krisis dan ancaman industri yang radikal, budaya informasi bermanfaat kepada perusahaan ketika manajer langsung mengembangkan rencana aksi sebelum benar-benar tahu apakah aksi-aksi ini akan memperburuk atau memperbaiki (Marchand, 1997:56). Dari kedua pendapat di atas dapat ditinjau bahwa ternyata budaya informasi tidak hanya bermanfaat dalam pembentukan strategi dan pengimplementasian perubahan, namun juga bermanfaat kepada perusahaan ketika dalam kondisi kritis karena digunakan sebagai pertimbangan.
2.1.3 Tujuan Budaya Informasi Budaya informasi memiliki arti dan tujuan yang jelas untuk membantu setiap individu ataupun organisasi untuk pengambilan kebijakan strategis dan implementasi perubahan. Suroso (1998:43) menjelaskan tujuan informasi ke dalam empat tantangan sebagai berikut: 1. Mereka harus memperlakukan informasi dan pengetahuan sebagai aset yang yang tampak (visible assets). Padahal selama ini informasi dianggap sebagai aset yang tak tampak (invisible assets). 2. Mereka tidak boleh menganggap bahwa infranstruktur teknologi informasi akan memecahkan masalah ini dalam budaya dan perilaku
Universitas Sumatera Utara
informasi yang ada. Meskipun, misalnya jaringan komputer dan komunikasi memberikan alat untuk menggunakan informasi dan pengetahuan untuk keunggulan kompetitif, bagaimana dan kenapa karyawan menggunakan informasi tersebut akan menjadi lebih penting. 3. Pekerja berpendidikan tinggi akan lebih bisa menyesuaikan diri terhadap sikap-sikap manajerial yang mempengaruhi bagaimana cara informasi dan pengetahuan digunakan. Mereka akan lebih mudah untuk mengenali perilaku informasi yang merusak atau perilaku informasi yang di luar nilai budaya dan tujuan bisnis perusahaan. 4. Perusahaan yang paling pertama dalam industrinya mengaitkan budaya informasi kepada strategi bisnis dan pasarnya akan mendapatkan keunggulan kompetitif. Dari paparan pendapat di atas dapat dilihat bahwa tujuan budaya informasi pada dasarnya memberikan dampak positif bagi pelakunya baik perorangan maupun organisasi. Dalam kaitannya pada perusahaan, budaya informasi memberikan kemajuan perusahaan yang lebih baik dalam bantuan untuk pengambilan keputusan strategis. Ada juga pendapat yang mengemukakan tentang tujuan budaya informasi. Salah satunya adalah Wang (2005:213) yang mendeskripsikan tujuan budaya informasi ke dalam empat pertanyaan: 1. How do they collect, organize, deliver and share information? 2. How do they apply information technology to facilitate their information flow? 3. To what extent are their personnel willing to share information? 4. How develoved are their information literacy skills? Dari empat pertanyaan di atas dapat dilihat bahwa tujuan budaya informasi memberikan kemampuan literasi informasi kepada seluruh pelaku informasi. 2.1.4 Objek Kajian Budaya informasi Budaya informasi kini dianggap sebagai salah satu elemen kritis yang perlu diperhatikan dalam transformasi perusahaan. Budaya informasi mempengaruhi cara orang menggunakan infromasi dan merefleksikan kepentingan pimpinan organisasi untuk menggunakan informasi dalam mencapai kesuksesan atau menghindari kegagalan. Objek kajian budaya informasi mencakup budaya fungsional (functional), budaya berbagi (sharing), budaya mencari (inquiring) dan budaya menemukan (discovering) (Marchand, 1997). Jadi, budaya informasi
Universitas Sumatera Utara
meliputi dari keseluruhan aktivitas kita mencakup fungsi, berbagi, mencari dan menemukan. Wang (2005.215) berpendapat bahwa objek kajian budaya informasi diklasifikasikan berdasarkan proses dalam organisasi dan mengintegrasikannya ke dalam beberapa bentuk data: 1. 2. 3. 4.
Public databases: governments statistical sources, industry information, bidding information. products details and the like: Domain knowledge data: research reports, periodical articles, marketing intelligence. and so forth-, News: web news sources, Online news databases, and suchlike; Information related to partners and rivals: the portals of competitors, suppliers, customers and similars. Objek kajian budaya informasi menurut paparan di atas menunjukkan
adanya bentuk-bentuk yang berbeda dari keseluruhan aspek kajian budaya informasi, khususnya pada perusahaan.
2.2 Manajemen Pengetahuan Konsep manajemen pengetahuan (knowledge management) berasal dan berkembang di dunia bisnis yang bertujuan untuk meningkatkan dan memperbaiki pengoperasian perusahaan dalam rangka meraih keuntungan organisasi dan meningkatkan keuntungan perusahaan. Manajemen pengetahuan berfungsi untuk memperbaiki komunikasi di antara manajer dengan para pekerja untuk memperbaiki dan meningkatkan proses kerja. Seiring dengan berkembangnya pemanfaatan internet pada tahun 1990-an, yang
menjadi
pendorong
utama
berkembangnya
penerapan
manajemen
pengetahuan. Saat ini definisi manajemen pengetahuan masih beragam di antara para peneliti. Perbedaan asumsi tersebut disebabkan oleh timbulnya kesulitan untuk membedakan secara tegas antara informasi dan pengetahuan. Pemahaman konsep pengetahuan dan informasi menimbulkan banyak perbedaan bagi para peneliti. Beberapa peneliti menyebutkan bahwa informasi adalah pengetahuan yang disajikan kepada seseorang dalam bentuk yang dapat dipahami, atau data yang telah diproses atau ditata untuk menyajikan fakta yang mengandung makna. Sedangkan pengetahuan berasal dari informasi yang sesuai yang kemudian dipadukan dalam pikiran seseorang. Jadi dapat dipahami bahwa
Universitas Sumatera Utara
pengetahuan berkaitan dengan apa yang diketahui dan dipahami oleh seseorang. Informasi adalah kenyataan, sedangkan pengetahuan adalah informasi yang diinterpretasikan dan diintegrasikan. Ada banyak ahli yang mengemukakan pendapatnya mengenai definisi dari manajemen
pengetahuan,
Koine
dalam
Siregar
(2005:7),
”manajemen
pengetahuan adalah suatu disiplin yang mempromosikan suatu pendekatan terintegrasi terhadap pengidentifikasian, pengelolaan dan pendistribusian semua aset informasi suatu organisasi”. Pendapat lain dijabarkan oleh Laudon (2002:192) yang menyatakan bahwa pada dasarnya, Manajemen pengetahuan berfungsi meningkatkan kemampuan organisasi untuk belajar dari lingkungannya dan menggabungkan pengetahuan dalam suatu organisasi untuk menciptakan, mengumpulkan, memelihara dan mendiseminasikan pengetahuan organisasi tersebut. Menurut Malhotra (1997:19), "Manajemen pengetahuan merupakan isu penting mengenai adopsi organisasi, kelangsungan hidup, dan kompetensi organisasi untuk menghadapi peningkatan perubahan lingkungan yang terputus". Menurut Siregar (2005:3), "Manajemen pengetahuan didefinisikan sebagai suatu disiplin
yang
mempromosikan
suatu
pendekatan
terintegrasi
terhadap
pengidentifikasian, pengelolaan dan pendistribusian semua aset informasi suatu organisasi". Dari beberapa paparan di atas dapat dilihat bahwa manajemen pengetahuan berbeda-beda tergantung siapa yang mendefinisikan dan dalam konteks apa definisi tersebut diterapkan.
2.2.1 Jenis Pengetahuan Pada umumnya pengetahuan dibagi menjadi beberapa jenis. Abdullah (2008:2) membagi jenis-jenis pengetahuan ke dalam enam jenis diantaranya: 1. Pengetahuan langsung (immediate); Pengetahuan immediate adalah pengetahuan langsung yang hadir dalam jiwa tanpa melalui proses penafsiran dan pikiran. Kaum realis (penganut paham Realisme) mendefinisikan pengetahuan seperti itu. Umumnya dibayangkan bahwa kita mengetahui sesuatu itu sebagaimana adanya, khususnya perasaan ini berkaitan dengan realitas-realitas yang telah dikenal sebelumnya seperti pengetahuan tentang pohon, rumah, binatang,
Universitas Sumatera Utara
2.
3.
4.
5.
6.
dan beberapa individu manusia. Namun, apakah perasaan ini juga berlaku pada realitas-realitas yang sama sekali belum pernah dikenal dimana, untuk sekali melihat kita langsung mengenalnya sebagaimana hakikatnya? Apabila kita sedikit mencermatinya, maka akan nampak dengan jelas bahwa hal itu tidaklah demikian adanya. Pengetahuan tak langsung (mediated); Pengetahuan mediated adalah hasil dari pengaruh interpretasi dan proses berpikir serta pengalaman-pengalaman yang lalu. Apa yang kita ketahui dari benda-benda eksternal banvak berhubungan dengan penafsiran dan pencerapan pikiran kita. Pengetahuan indrawi (perceptual) Pengetahuan indrawi adalah sesuatu yang dicapai dan diraih melalui indraindra lahiriah. Sebagai contoh, kita menyaksikan satu pohon, batu, atau kursi, dan objek-objek ini yang masuk ke alam pikiran melalui indra penglihatan akan membentuk pengetahuan kita. Tanpa diragukan bahwa hubungan kita dengan alam eksternal melalui media indra-indra lahiriah ini, akan tetapi pikiran kita tidak seperti klise foto, dimana gambar-gambar dari apa yang diketahui lewat indra-indra tersimpan didalamnya. Pada pengetahuan indrawi terdapat beberapa faktor yang berpengaruh, seperti adanya cahaya yang menerangi objek-objek eksternal, sehatnya anggotaangota indra badan (seperti mata, telinga, dan lain-lain), dan pikiran yang mengubah benda-benda partikular menjadi konsepsi universal, serta faktor-faktor sosial (seperti adat istiadat). Dengan faktor-faktor tersebut tidak bisa dikatakan bahwa pengetahuan indrawi hanva akan dihasilkan melalui indra-indra lahiriah. Pengetahuan konseptual (conceptual) Pengetahuan konseptual juga tidak terpisah dari pengetahuan indrawi. Pikiran manusia secara langsung tidak dapat membentuk suatu konsepsikonsepsi tentang objek-objek dan perkara-perkara eksternal tanpa berhubungan dengan alam eksternal. Alam luar dan konsepsi saling berpengaruh satu dengan lainnya dan pemisahan di antara keduanya merupakan aktivitas pikiran. Pengetahuan partikular (particular) Pengetahuan particular berkaitan dengan satu individu, objek-objek tertentu, atau realitas-realitas khusus. Misalnya ketika kita membicarakan satu kitab atau individu tertentu, maka hal ini berhubungan dengan pengetahuan partikular itu sendiri. Pengetahuan universal (universal) Pengetahuan universal mencakup individu-individu yang berbeda. Sebagai contoh, ketika kita membincangkan tentang manusia dimana meliputi seluruh individu (seperti Muhammad, Ali, Hasan, Husain, dan…), ilmuwan yang mencakup segala individunya (seperti ilmuwan fisika, kimia, atom, dan lain sebagainya), atau hewan yang meliputi semua individunya (seperti gajah, semut, kerbau, kambing, kelinci, burung, dan yang lainnya). Keenam tipe pengetahuan tersebut tidak bisa dipisahkan dari pengetahuan
individual dan pengetahuan organisasi, bahkan saling berinteraksi satu sama lain
Universitas Sumatera Utara
yang berfungsi bagi seorang individu dan organisasi yang menjalankan suatu perusahaan.
2.2.2 Sumber Pengetahuan Sumber-sumper pengetahuan dapat dibagi ke dalam beberapa kategori, menurut Short (2000:354-357) sumber pengetahuan dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu: 1. Modal pengetahuan (knowledge capital) Aset pengetahuan boieh jadi tersimpan. atau terletak pada pekerjaan rutin, proses dan prosedur, peran jabatan dan pertanggungjawaban, dan struktur organisasi. Pengetahuan yang tersimpan dalam sistem ini digunakan secara reguler untuk melaksanakan tugas atau langkah-langkah proses pekerjaan secara konsisten. 2. Modal Sosial (social capital) Memberikan definisi aset sosial sebagai sejumlah sumberdaya yang potensial dan aktual yang tersimpan dan diperoleh dari jaringan antar hubungan yang diproses oleh individu atau organisasi. Inti teori aset sosial adalah tersedianya jaringan antar hubungan yang menyediakan sumber untuk menjalankan kegiatan sosial, menyediakan koleksi aset pengetahuan yang dimiliki kepada anggota mereka. Studi ini bermaksud memperluas konsep social capital di perpustakaan, dari hanya sebagai penjamin (quarantor) akses ke kesediaan data/info exchange ke arah terbentuknya trust untuk menjalankan standar perpustakaan yang akan dibuat, dengan melibatkan agen dalam proses standarisasi. 3. Modal Infrastruktur (Infrastructure Capital) Telah dimaklumi secara bahwa kekuatan layanan informasi tergantung pada ketersediaan infrastruktur informasi yang dapat memenuhi meningkatnya permintaan akan pertukaran dan manipulasi informasi melalui jaringan kepada pengguna yang terpisah secara geografis. Infrastruktur kapital mencakup sumber-sumber pengetahuan. Suatu perusahaan, seperti jaringan LAN/WAN, file, server, network, intranet, PC, dan aplikasinya. Pendek kata, semua infrastruktur teknologi informasi dapat dikatakan sebagai bagian dari infrastructure capital Juga mencakup struktur organisasi, pembukuan atau pemberkasan, peran pertanggungjawaban, dan lokasi kantor secara geografis yang menyediakan sarana fisik dalam berbagai pasar. Sumberdaya ini secara rutin ditopang oleh perusahaan dengan tugas keseharian, baik administrasi maupun operasional. Secara ringkas, Prusak dalam Dewiyana (2009:28) menggambarkan sumber-sumber pengetahuan, social capital, dan infrastructure capital dalam tabel berikut:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1: Sumber-sumber pengetahuan Knowledge Resources Social Capital
Infrastructure
Explicit
Culture
Processes
Tacit
Trust
Resources
Formal
Knowledge Behavior
Technology
Informal
Human Capital Issues
Matric
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa agen yang menggunakan aset pengetahuan (customer capital) mampu masuk ke semua aspek.
2.2.3 Level Manajemen Pengetahuan Level manajemen pengetahuan terdiri dari beberapa tingkatan yang digambarkan dengan piramida gambar berikut, dimana masing-masing tingkatan menunjukkan proses yang saling terkait satu sama lain.
Judgement and values Experience and learning
Heuristic and rules
Processing
Wisdom Wisdom
Knowledge Knowledge
Information Information
Data Data
Knowledge analized and applied
Information analized and applied
Data analized and applied
Disparate data
Gambar 2.1 : Piramida Manajemen Pengetahuan Sumber: Diolah dari Outsell (2000:10), Bawden (1996:75); Partridge dan Hussain (1994:2), Rosenberg (2001:70) dalam Dewiyana (2009:24)
Universitas Sumatera Utara
Level 1: Data tersebar ditransformasikan oleh processing (pemrosesan data) ke informasi. Pada level ini biasanya disebut manajemen dokumen yaitu
mengelolah
isi
informasi
(content
management),
mengorganisasikan dan mendistribusikan informasi. Pemakai dapat melakukan akses dan temu kembali dokumen secara Online pada database. Level 2: Data dianalisis dan diterapkan sehingga menjadi informasi. Pemakai bisa menyumbangkan informasi ke sistem, menciptakan isi baru dan mengembangkan database pengetahuan. Pemakai bisa membaca dokumen Online, men-download, melengkapinya dan kemudian mengirimkannya ke tujuan yang dikehendaki. Dengan demikian informasi dapat secara terus menerus di-update. Level 3: Informasi dianalisis dan diterapkan sehingga menjadi pengetahuan. Hal ini memerlukan pemahaman tentang input dan output informasi untuk mendukung kegiatan organisasi. Pengetahuan dibangun
oleh
organisasi
melalui
proses
pemerolehan,
pendistribusian, kolaborasi dan komunikasi serta penciptaan pengetahuan baru. Level 4: Pengetahuan dianalisis dan diterapkan sehingga membuat orang bijaksana. Pada level ini enterprise intelligence dikembangkan dengan membangun jaringan pakar, interaksi dengan database operasional, dan performance support, dimana pengetahuan baru yang dihasilkan, ditambahkan pada sistem. Dari paparan di atas dapat dilihat bahwa level manajemen pengetahuan saling terkait antara level yang satu dengan yang lain.
2.3 Organisasi Perusahaan Pada organisasi berstruktur tradisional, manajer sering dikelompokkan menjadi manajer puncak, manajer tingkat menengah, dan manajer lini pertama (biasanya digambarkan dengan bentuk piramida, di mana jumlah karyawan lebih besar di bagian bawah daripada di puncak). Seperti tampak pada gambar piramida di bawah ini:
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2 Piramida Tingkatan Manajer
Menurut Leod tingkatan manajer mulai dari bawah ke atas adalah: 1. Manajemen lini pertama (first-line management), dikenal pula dengan istilah manajemen operasional, merupakan manajemen tingkatan paling rendah yang bertugas memimpin dan mengawasi karyawan nonmanajerial yang terlibat dalam proses produksi. Mereka sering disebut penyelia (supervisor), manajer shift, manajer area, manajer kantor, manajer departemen, atau mandor (foreman). 2. Manajemen tingkat menengah (middle management), mencakup semua manajemen yang berada di antara manajer lini pertama dan manajemen puncak dan bertugas sebagai penghubung antara. keduanya. Jabatan yang termasuk manajer menengah di antaranya kepala bagian, pemimpin proyek, manajer pabrik, atau manajer divisi. 3. Manajemen puncak (top management), dikenal pula dengan istilah executive officer. Bertugas merencanakan kegiatan dan strategi perusahaan secara umum dan mengarahkan jalannya perusahaan. Contoh top manajemen adalah CEO (Chief Executive Officer), CIO (Chief Information Officer), dan CFO (Chief Financial Officer) Dapat dilihat bahwa jenis tingkatan manajer menunjukkan adanya perbedaan kriteria dari masing-masing manajer lini, menengah dan puncak sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing. Seorang ahli riset ilmu manajemen mengemukakan bahwa ada sepuluh peran yang dimainkan oleh manajer di tempat kerjanya. la kemudian mengelompokkan kesepuluh peran itu ke dalam tiga kelompok, yaitu: 1. Peran antarpribadi Merupakan peran yang melibatkan orang dan kewajiban lain, yang bersifat seremonial dan simbolis. Peran ini meliputi peran sebagai figur untuk anak buah, pemimpin dan penghubung. 2. Peran informasional Meliputi peran manajer sebagai pemantau dan penyebar informasi, serta peran sebagai juru bicara. 3. Peran pengambilan keputusan
Universitas Sumatera Utara
Yang termasuk dalam kelompok ini adalah peran sebagai seorang wirausahawan, pemecah masalah, pembagi sumber daya, dan perunding(Mintzberg, 1970:169). Dari paparan peran manajer di atas dapat dilihat bahwa manajer memiliki peran antarpribadi, peran informasional dan peran pengambilan keputusan. Setiap manajer membutuhkan keterampilan dasar untuk memimpin sebuah perusahaan. Minimal tiga keterampilan dasar yang harus dimiliki oleh seorang manajer. Ketiga keterampilan tersebut adalah: 1. Keterampilan konseptual (conceptional skill) Manajer tingkat atas (top manager) harus memiliki keterampilan untuk membuat konsep, ide, dan gagasan demi kemajuan organisasi. Gagasan atau ide serta konsep tersebut kemudian haruslah dijabarkan menjadi suatu rencana kegiatan untuk mewujudkan gagasan atau konsepnya itu. Proses penjabaran ide menjadi suatu rencana kerja yang kongkret itu biasanya disebut sebagai proses perencanaan atau planning. Oleh karena itu, keterampilan konsepsional juga meruipakan keterampilan untuk membuat rencana kerja. 2. Keterampilan berhubungan dengan orang lain (humanity skill) Selain kemampuan konsepsional, manajer juga perlu dilengkapi dengan keterampilan berkomunikasi atau keterampilan berhubungan dengan orang lain, yang disebut juga keterampilan kemanusiaan. Komunikasi yang persuasif harus selalu diciptakan oleh manajer terhadap bawahan yang dipimpinnya. Dengan komunikasi yang persuasif, bersahabat, dan kebapakan akan membuat karyawan merasa dihargai dan kemudian mereka akan bersikap terbuka kepada atasan. Keterampilan berkomunikasi diperlukan, baik pada tingkatan manajemen atas, menengah, maupun bawah. 3. Keterampilan teknis (technical skill) Keterampilan ini pada umumnya merupakan bekal bagi manajer pads tingkat yang lebih rendah. Keterampilan teknis ini merupakan kemampuan untuk menjalankan suatu pekerjaan tertentu, misalnya menggunakan program komputer, memperbaiki mesin, membuat kursi, akuntansi dan lain-lain ( Kart, 1970:68). Selain tiga, keterampilan dasar di atas, Griffin (1995:35) menambahkan dua keterampilan dasar yang perlu dimiliki manajer, yaitu:
1. Keterampilan manajemen waktu Merupakan keterampilan yang merujuk pada kemampuan seorang manajer untuk menggunakan waktu yang Frankfort secara bijaksana. Griffin mengajukan contoh kasus Lew Frankfort dari Coach. Pada tahun 2004, sebagai manajer, Frankfort digaji $2.000.000 per tahun. Jika diasumsikan bahwa ia bekerja selama 50 jam per minggu dengan
Universitas Sumatera Utara
waktu cuti 2 minggu, maka gaji Frankfort setiap jamnya adalah $800 per jam—sekitar $13 per menit. Dari sana dapat kita lihat bahwa setiap menit yang terbuang akan sangat merugikan perusahaan. Kebanyakan manajer, tentu saja memiliki gaji yang jauh lebih kecil dari Frankfort. Namun demikian, waktu yang mereka miliki tetap merupakan aset berharga, dan menyianyiakannya berarti membuang-buang uang dan mengurangi produktivitas perusahaan. 2. Keterampilan membuat keputusan Merupakan kemampuan untuk mendefinisikan masalah dan menentukan cara terbaik dalam memecahkannya. Kemampuan membuat keputusan adalah yang paling utama bagi seorang manajer, terutama bagi kelompok manajer atas (top manager). Dapat dilihat dari paparan di atas bahwa setiap manajer memiliki keterampilan dalam memimpin sebuah perusahaan, mulai dari keterampilan konseptual, berhubungan dengan orang lain, keterampilan teknis, manajemen waktu dan pengambilan keputusan.
2.3.1 Struktur Organisasi Struktur organisasi menggambarkan dengan jelas pemisahan kegiatan pekerjaan antara yang satu dengan yang lain dan bagaimana hubungan aktivitas dan fungsi dibatasi. Dalam struktur organisasi yang baik harus menjelaskan hubungan
wewenang
siapa
melapor
kepada
siapa.
Miliken
(1987:35)
menyebutkan empat hal yang menjadi elemen struktur organisasi. Empat elemen dalam struktur organisasi yaitu : 1) 2) 3) 4)
Adanya spesialisasi kegiatan kerja Adanya standardisasi kegiatan kerja Adanya koordinasi kegiatan kerja Besaran seluruh organisasi. Dapat dilihat dari paparan di atas bahwa empat elemen struktur organisasi
adalah keseluruhan dari aktivitas organisasi yang terdiri dari spesialisasi, standardisasi, koordinasi dan besaran seluruh organisasi.
2.3.2 Sistem Informasi Manajemen Sistem informasi manajemen merupakan penerapan sistem informasi di dalam organisasi untuk mendukung informasi-informasi yang dibutuhkan oleh semua tingkatan manajemen dalam organisasi tersebut. Sistem informasi
Universitas Sumatera Utara
manajemen dapat didefinisikan sebagai "Kumpulan dari interaksi sistem-sistem informasi yang bertanggung jawab mengumpulkan dan mengolah data untuk menyediakan informasi yang berguna untuk semua tingkatan manajemen di dalam kegiatan perencanaan dan pengendalian”( Davis, 1998:231). Leod (1996:54) mengemukakan bahwa sistem informasi manajemen sebagai ”suatu sistem berbasis komputer yang menyediakan informasi bagi beberapa pemakai dengan kebutuhan serupa, Output informasi digunakan oleh manajer dalam perusahaan untuk membuat keputusan dalam memecahkan masalah”. Sedangkan menurut Komaruddin dalam Effendy (1989:111) sistem informasi manajemen adalah pendekatan yang terorganisir dan terencana untuk memberikan eksekutif bantuan informasi yang teat yang memberikan kemudahan bagi proses manajemen”. Dari ketiga paparan di atas tampak bahwa sistem informasi manajemen merupakan suatu sistem yang berkenaan dengan pengumpulan, pengolahan, pengorganisasian, penampilan dan pemanfaatan informasi yang diperlukan dalam sebuah organisasi.
2.4 Implementasi Manajemen Pengetahuan pada Perusahaan Teknologi informasi memainkan peranan penting dalam manajemen pengetahuan sebagai pemungkin proses bisnis yang bertujuan yang bertujuan untuk menciptakan, menyimpan, memelihara dan mendiseminasikan pengetahuan. Dari sisi pandang yang lebih kritis lagi, Birkinsaw (2001:42) mengidentifikasi 3 hal dalam manajemen pengetahuan yaitu: 1. Pengelolaan pengetahuan sudah berlangsung sejak awal berdirinya sebuah organisasi. Cara sebuah organisasi menentukan struktur dan hirarki anggota sudah merupakan upaya mengelola pengetahuan dan menempatkan orang-orang yang berpengetahuan sama di satu tempat. Kelompok-kelompok informal sudah sejak lama ada di berbagai organisasi, dan menjadi tempat bagi pertukaran informasi dan pengetahuan yang efektif, persoalannya sekarang adalah mengidentifikasi hal-hal tersebut dan membuatnya lebih efektif lagi. 2. Manajemen pengetahuan merupakan proses panjang dan lama, yang mencakup perubahan perilaku semua anggota sebuah organisasi. Upaya mengubah perilaku ini bukanlah kegiatan masa kini saja, persoalannya sekarang adalah mensinkronkan upaya perubahan ini dengan keseluruhan strategi pelaksanaan organisasi.
Universitas Sumatera Utara
3. Beberapa teknik manajemen pengetahuan sudah dilakukan sejak dulu. misalnya pengaktifan komunitas praktisi sudah sejak lama menjadi perhatian dari hubungan masyarakat internal (internal public relations) dan pangkalan data pengetahuan memperlihatkan ciri-ciri yang sama dengan pangkalan data dalam sebuah sistem informasi, persoalannya sekarang adalah bagaimana teknik-teknik manajemen pengetahuan ini yang mirip dengan teknik-teknik tradisional dan relevan dengan perubahan organisasi. Implementasi manajemen pengetahuan dapat dilihat dari paparan di atas bahwa pengelolaan pengetahuan diolah sejak berdirinya organisasi sesuai dengan cara dan ketentuan dan masing-masing organisasi. Griffin (1995:56) mengajukan tiga langkah dalam pembuatan keputusan. Yaitu, Pertama, seorang manajer harus mendefinisikan masalah dan mencari berbagai alternatif yang dapat diambil untuk menyelesaikannya. Kedua. manajer harus mengevaluasi setiap alternatif yang ada dan memilih sebuah alternatif yang dianggap paling baik. Dan terakhir, manajer harus mengimplementasikan alternatif yang telah ia pilih serta mengawasi dan mengevaluasinya agar tetap berada di jalur yang benar. Dari pendapat Griffin di atas dapat dilihat bahwa Pengambilan keputusan dilakukan oleh manajer yang bertanggung jawab terhadap seluruh anggota organisasi dan perusahaan.
Universitas Sumatera Utara