BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Potensi Angin Energi merupakan suatu kekuatan yang dimiliki oleh suatu zat sehingga
zat tersebut mempunyai pengaruh pada keadaan sekitarnya. Menurut mediumnya dikenal banyak jenis energi. Salah satu dari berbagai jenis energi tersebut adalah energi angin. Perpindahan molekul udara memiliki energi kinetik, sehingga secara lokal jumlah molekul udara berpindah melalui luasan selama selang waktu tertentu menentukan besarnya daya. Pada dasarnya angin terjadi karena ada perbedaan suhu antara udara panas dan udara dingin. Di daerah katulistiwa, udaranya menjadi panas mengembang dan menjadi ringan, naik ke atas dan bergerak ke daerah yang lebih dingin. Sebaliknya daerah kutub yang dingin, udaranya menjadi dingin dan turun ke bawah.Dengan demikian terjadi suatu perputaran udara berupa perpindahan udara dari kutub utara ke garis katulistiwa menyusuri permukaan bumi dan sebaliknya suatu perpindahan udara dari garis katulistiwa kembali ke kutub utara, melalui lapisan udara yang lebih tinggi. Angin dapat bergerak secara horizontal maupun vertikal dengan kecepatan yang dinamis dan fluktuatif. Dalam sebuah presentasi yang diadakan sebuah perusahaan yang bernama WhyPgen dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) pada tanggal 14 Mei 2013 , Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki potensi untuk mengembangkan pembangkit listrik tenaga angin. Potensi tenaga angin yang tersedia di Indonesia mencapai 9.286 MW akan tetapi sampai saat ini energi angin yang telah digunakan lebih kurang sebesar 2 MW (BMKG, 2013).
6 Universitas Sumatera Utara
Berikut ini akan ditampilkan peta prakiraan aliran dan kecepatan angin diseluruh Indonesia.
Gambar 2.1 Aliran angin di Indonesia (Sumber: http://www.bmkg.go.id) Angin di wilayah Indonesia pada umumnya bergerak dari arah timur menuju arah barat daya dengan kecepatan angin antara 2.5 m/s sampai dengan 7.5 m/s. Kecepatan angin 7.5 m/s di Indonesia terdapat di daerah Samudera Hindia Selatan Jawa hingga Selatan Nusa Tenggara Timur, Laut Jawa, Laut Bali, Laut Banda, Laut Flores dan Perairan Selatan Merauke. Pada tabel dibawah ini ditunjukkan besarnya proyeksi energi yang akan didapat dari berbagai sumber energi yang terdapat di Indonesia. Potensi Energi Baru Terbarukan (EBT) masih relatif kecil jika dibandingkan dengan sumber energi lainnya. Berikut ini akan ditampilkan proyeksi energi Indonesia sampai tahun 2025 menurut skenario RIKEN.
7 Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Proyeksi Energi Primer Indonesia menurut Skenario RIKEN Dalam Juta SBM Jenis Energi 2005 2010 2015 2020 Minyak Bumi 524 550.7 578 605.8 Batubara 160.4 210.3 349.7 743.8 Gas Bumi 212.8 363.7 382.5 477.1 CBM 0 0 23 74.6 Tenaga Air 34 41.7 56.6 60.5 Panas Bumi 23.7 23.7 61.8 115.8 Nuklir 0 0 0 27.9 EBT lainnya 1.6 3.5 7.4 11.7 Biofuel 0 32.5 89 102.4 Bahan Bakar Batubara Cair 0 0 14.2 47.4 TOTAL 956.5 1226.1 1562.1 2266.9 (Sumber :Blueprint pengelolaan energi nasional 2005-2025)
2025 638.9 1099.4 832 127.8 65.8 167.5 55.8 17.4 166.9 80.5 3252.2
Kebutuhan akan energi di dunia setiap tahunnya mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Untuk memenuhi akan kebutuhan energi tersebut negara negara di dunia ini berusaha mencari sumber energi yang dapat dikembangkan. Sumber energi yang dapat di kembangkan ini adalah salah satunya energi angin. Berikut ini adalah sepuluh negara di dunia yang telah menggunakan turbin angin pada tahun 2012. Tabel.2.2 Sepuluh negara di dunia yang menggunakan turbin angin No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Negara Kapasitas total (MW) (akhir tahun 2012) China 75,564 United States 60,007 Germany 31,332 Spain 22,796 India 19,051 United Kingdom 8,445 Italy 8,144 France 7,196 Canada 6,200 Portugal 4,525 Lainnya 39,852 Total 282,482 (Sumber: Global Wind Statistic, 2012)
8 Universitas Sumatera Utara
2.2 Energi Angin Angin adalah udara yang bergerak dari tekanan udara yang lebih tinggi ke tekanan udara yang lebih rendah. Perbedaan tekanan udara disebabkan oleh adanya perbedaan suhu udara akibat terjadinya pemanasan atmosfir yang tidak merata oleh sinar matahari. Udara yang bergerak ini memiliki kecepatan tertentu, sehingga udara tersebut memiliki energi kinetik. Daya P0 yang dikandung oleh angin dengan massa m, dalam volum silinder yang mempunyai luas A, dalam waktu t, dengan kerapatan udara ρ, dan volume silinder Vo adalah merupakan energi kinetik (Ek) angin dibagi waktu, secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut: 1 mu0 Ek P0 2 t t
2
(2.1)
V0 A.L
m V0 . A.L Substitusi nilai massa m ke persamaan 2.1. Kecepatan angin, u0 = L/t, melalui luasan A selama waktu t, sehingga persamaan daya diperoleh :
E k 12 . A.L.u0 1 L 2 1 3 . A u0 . A.u0 t t 2 2 t 2
P0
(2.2)
Daya per satuan luas, sebagai potensi daya angin atau kerapatan daya angin (wind power density), yaitu :
P0
1 .u 0 3 2
(2.3)
u0
Gambar 2.2 Aliran angin melalui silinder dengan luas A (Sumber: Vaughn Nelson)
9 Universitas Sumatera Utara
2.3
Wind Shear Wind shear adalah perubahan arah atau kecepatan angin saat melalui jarak
tertentu. Wind shear dapat terjadi secara horizontal maupun vertical. Perubahan kecepatan angin terhadap ketinggian(horizontal wind shear)merupakan faktor utama dalam memperkirakan produksi energi melalui turbin angin. Telah dilakukan pengukuran perubahan kecepatan angin terhadap ketinggian yang disebabkan perbedaan kondisi atmosfer.
Gambar 2.3 Wind shear dan jenis-jenisnya (Sumber: Vaughn Nelson ) Metode umum yang memperkirakan kecepatan angin untuk ketinggian yang lebih tinggi dengan mengetahui kecepatan angin pada ketinggian yang lebih rendah disebut power law. Power law untuk wind shear adalah: H u u 0 H 0
(2.4)
Dimana : u0 = kecepatan angin yang telah diukur pada ketinggian tertentu H0 = ketinggian pada kecepatan angin u0 H = ketinggian. Eksponen wind shear α, berkisar 1/7 (0.14) untuk atmosfer dalam kondisi stabil. Bagaimanapun nilai α berubah – ubah tergantung pada daerah dan kondisi
10 Universitas Sumatera Utara
atmosfer. Dari persamaan (2.4) perubahan kecepatan angin terhadap ketinggian dapat diperkirakan seperti pada gambar 2.3, dengan catatan nilai α= 0,14.Dimana eksponen wind shear 0,14 merupakan standard dunia yang diukur pada ketinggian 10 m dan pada saat pengukuran kondisi cuaca stabil, sehingga dengan menggunakan data eksponen wind shear α pada ketinggian 10 m ini, kita dapat memperkirakan potensi daya angin sampai pada ketinggian 50 m.
Gambar 2.4 Wind shear, perubahan kecepatan angin terhadap ketinggian. Dihitung untuk kecepatan angin 10 m/s pada ketinggian 10 m, α= 0,14. (Sumber: Vaughn Nelson )
2.4
Pengertian Turbin Angin Turbin angin merupakan mesin konversi energi dengan sudu berputar
yang mengkonversikan energi kinetik angin menjadi energi mekanik. Energi mekanik digunakan langsung sebagai penggerak seperti pompa atau grinding stones, maka dalam hal ini (turbin) disebut windmill. Ekstraksi potensi angin pada mulanya digunakan untuk menggerakkan kapal dengan tenaga angin, dan grinding stone. Kini turbin angin lebih banyak digunakan untuk menyuplai kebutuhan listrik masyarakat dengan menggunakan prinsip konversi energi dan memanfaatkan sumber daya alam yang dapat diperbaharui yaitu angin.
11 Universitas Sumatera Utara
2.5
Jenis-Jenis Turbin Angin Turbin angin sebagai mesin konversi energi dapat digolongkan
berdasarkan prinsip aerodinamik yang dimanfaatkan rotornya. Berdasarkan prinsip aerodinamik, turbin angin dibagi menjadi dua bagian yaitu: 1.
Jenis drag yaitu prinsip konversi energi yang memanfaatkan selisih koefisien drag.
2.
Jenis lift yaitu prinsip konversi energi yang memanfaatkan gaya lift. Pengelompokan turbin angin berdasarkan prinsip aerodinamik pada rotor
yang dimaksud yaitu apakah rotor turbin angin mengekstrak energi angin memanfaatkan gaya drag dari aliran udara yang melalui sudu rotor atau rotor angin mengekstrak energi angin dengan memanfaatkan gaya lift yang dihasilkan aliran udara yang melalui profil aerodinamis sudu. Kedua prinsip aerodinamik yang dimanfaatkan turbin angin memiliki perbedaan putaran pada rotornya, dengan prinsip gaya drag memiliki putaran rotor relatif rendah dibandingkan turbin angin yang rotornya menggunakan prinsip gaya lift. Jika dilihat dari arah sumbu rotasi rotor, turbin angin dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu: 1. Turbin angin sumbu horizontal (TASH) 2. Turbin angin sumbu vertikal (TASV)
2.5.1 Turbin Angin Sumbu Horizontal (TASH) Turbin angin sumbu horizontal merupakan turbin angin yang sumbu rotasi rotornya paralel terhadap permukaan tanah. Turbin angin sumbu horizontal memiliki poros rotor utama dan generator listrik di puncak menara dan diarahkan menuju dari arah datangnya angin untuk dapat memanfaatkan energi angin. Rotor turbin angin kecil diarahkan menuju dari arah datangnya angin dengan pengaturan baling – baling angin sederhana sedangkan turbin angin besar umumnya menggunakan sensor angin dan motor yang mengubah rotor turbin mengarah pada angin. Berdasarkan prinsip aerodinamis, rotor turbin angin sumbu horizontal mengalami gaya lift dan gaya drag, namun gaya lift jauh lebih besar dari gaya drag sehingga rotor turbin ini lebih dikenal dengan rotor turbin tipe lift, seperti terlihat pada gambar 2.5.
12 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.5 Gaya aerodinamis rotor turbin angin ketika dilalui aliran udara. (Sumber: Eric Hau. 2006. Wind Turbine) Dilihat dari jumlah sudu, turbin angin sumbu horizontal terbagi menjadi: 1. Turbin angin satu sudu (single blade) 2. Turbin angin dua sudu (double blade) 3. Turbin angin tiga sudu (three blade) 4. Turbin angin banyak sudu (multi blade)
Gambar 2.6 Jenis turbin angin berdasarkan jumlah sudu (Sumber: Sathyajith Mathew , hal 17)
13 Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan letak rotor terhadap arah angin, turbin angin sumbu horizontal dibedakan menjadi dua macam yaitu: 1. Upwind 2. Downwind Turbin angin jenis upwind memiliki rotor yang menghadap arah datangnya angin sedangkan turbin angin jenis downwind memiliki rotor yang membelakangi/menurut arah angin.
Upwind
Downwind
Gambar 2.7 Turbin angin jenis upwind dan downwind (Sumber://http.www. google.com)
2.5.2
Turbin Angin Sumbu Vertikal (TASV)
Turbin angin poros vertikal atau yang lebih dikenal dengan vertical axis wind turbine (VAWT) memiliki ciri utama yaitu keberadaan poros tegak lurus terhadap arah aliran angin atau tegak lurus terhadap permukaan tanah. TASV terdiri dari beberapa tipe yang paling umum dijumpai yaitu: Savonius Rotor, Darrieus Rotor, Giromill, dan H-Rotor. a. Savonius Rotor Turbin angin ini mempunyai konstruksi sederhana yang ditemukan oleh sarjana Finlandia bernama Sigurd J. Savonius (1922). Turbin yang termasuk dalam kategori TASV ini memiliki rotor dengan bentuk dasar setengah silinder. Konsep turbin angin savonius cukup sederhana, prinsip kerjanya berdasarkan differential drag windmill. Pada perkembangan selanjutnya, savonius rotor tidak
14 Universitas Sumatera Utara
lagi berbentuk setengah silinder tetapi telah mengalami modifikasi guna peningkatan performance dan efisiensi.
Gambar 2.8 Savonius wind turbine (Sumber:// http.www. wikipedia.org) b. Darrieus Rotor Merupakan salah satu TASV dengan efisiensi terbaik serta mampu menghasilkan torsi cukup besar pada putaran dan kecepatan angin yang tinggi. Turbin angin Darrieus mengaplikasikan blade dengan bentuk dasar aerofoil NACA. Mengacu pada bentuk blade, prinsip kerja turbin angin Darrieus memanfaatkan gaya lift yang terjadi ketika permukaan airfoil NACA dikenai aliran angin. Kelemahan utama dari turbin angin Darrieus yaitu yakni memiliki torsi awal berputar yang sangat kecil hingga tidak dapat melakukan self start. Pada aplikasiya, Darrieus wind turbin selalu membutuhkan perangkat bantuan untuk melakukan putaran awal. Perangkat bantu yang digunakan berupa motor listrik atau umumnya lebih sering menggunakan gabungan turbin angin Savonius pada poros utama.
Gambar 2.9 Darrieus wind turbine (Sumber:// http.www. wikipedia.org)
15 Universitas Sumatera Utara
c. Giromill Bentuk pengembangan lanjut turbin angin Darrieus dengan latar belakang untuk meminimalisasi kekurangan. Turbin angin Giromill memiliki tiga konfigurasi bentuk blade, yaitu: straight, helical twisted V, atau curved bladed.
Gambar 2.10 Giromill wind turbin helical (Sumber://http.www. google.com) d. Turbin angin Darieuss H-Rotor Bentuk pengembangan lanjut dari turbin angin tipe Darrieus dengan keperluan produksi daya yang kecil. Turbin angin Darrieus memiliki torsi rotor yang relatif rendah tetapi putarannya lebih tinggi dibanding dengan turbin angin Savonius sehingga lebih diutamakan untuk menghasilkan energi listrik.
Gambar 2.11 Turbin angin Darieuss H-Rotor (Sumber : Dokumen penulis)
16 Universitas Sumatera Utara
2.6.Airfoil NACA NACA airfoil adalah bentuk airfoil sayap pesawat udara yang dikembangkan oleh National Advisory Committee for Aeronautics (NACA). Sampai sekitar Perang Dunia II, airfoil yang banyak digunakan adalah hasil riset Gottingen. Selama periode ini banyak pengujuan arifoil dilakukan diberbagai negara, namun hasil riset NACA lah yang paling terkemuka. Bentuk dari airfoil ditentukan oleh seri digit yang sesuai ketentuan NACA airfoil, parameter penomorannya dalam persamaan yang lebih tepat untuk perhitungan potongan melintang airfoil. 2.6.1 Airfoil NACA seri 4 digit Pada airfoil NACA seri empat digit, digit pertama menyatakan persen maksimum chamber terhadap chord. Digit kedua menyatakan persepuluh posisi maksimum chamber pada chord dari leading edge. Sedangkan dua digit terakhir menyatakan persen ketebalan airfoil terhadap chord. Contohnya air foil yang digunakan pada penelitian ini adalah airfoil NACA 4415. Airfoil NACA 4415 ini memiliki arti sebagai berikut: Maksimum chamber 4 %. Posisi maksimum chamber berada 40 % dari panjang chord diukur dari leading edge. Dan memiliki ketebalan maksimum 15 % dari panjang chord.
Gambar 2.12 Airfoil Naca 4415 (Sumber :http://www.accessscience.com)
17 Universitas Sumatera Utara
2.7 Sudut serang (angle of attack) dan sudut pitch Sudut serang pada turbin Darrieus-H merupakan sudut antara garis chord sudu dengan garis komponen kecepatan relatif. Pada turbin angin Darrieus-H ini, besarnya sudut serang dipengaruhi oleh beberapa hal seperti, tip speed ratio, sudut azimuth sudu, dan sudut pitch sudu. Semakin besar tip speed ratio maka sudut serang akan semakin kecil, hal ini dapat dilihat dari persamaan di bawah ini. α = arc tan [sinθ / (λ + cosθ)] dimana:
(2.5)
λ = tip speed ratio θ = sudut azimuth sudu (+) φ
(-) φ
Menuju pusat rotasi Menjauhi pusat rotasi ω R
Garis Chord
Gambar. 2.13 Arah sudut pitch (Sumber: Ekawira K Napitupulu) Untuk sudut pitch φ = 0, maka nilai sudut serang tidak berubah, tetapi jika sudut pitch φ > 0, maka sudut serang akan berubah sesuai dengan besarnya perubahan sudut pitch. -φ
00 > θ < 1800
α = {arc tan [sinθ / (λ + cosθ)]} + φ
1800 > θ < 3600
α = {arc tan [sinθ / (λ + cosθ)]}
18 Universitas Sumatera Utara
Pada sudut azimuth θ = 00 dan θ = 1800, nilai sudut serang sama dengan sudut pitch. α=φ
θ = 00, dan θ = 1800
Angin
α φ
α
α
φ φ
θ = 135 θ = 45 θ = 225
α θ = 315 φ
α φ
Garis Chord Komponen Kec angin dan Kec. Tangensial Komponen Kec. Relatif
Gambar. 2.14 Perubahan sudut serang sebagai fungsi tip speed ratio, sudut azimuth, dan sudut pitch (Sumber: Eka wira K Napitupulu)
19 Universitas Sumatera Utara
Berikut ini merupakan contoh perubahan sudut serang sebagai fungsi sudut azimuth sudu.
Angin
c
v’
u’ c
v’
α
c u’
v’
u’ 3 2
u’
ω
4
c
v’
v’
c θ
u’ 1
5
8
6
c
7
v’
v’
u’
c u’
v’
c u’
Gambar.2.15 Perubahan sudut serang (Sumber: Eka wira K Napitupulu)
20 Universitas Sumatera Utara
Kecepatan angin
v’ = 3.85 m/s
Putaran Turbin
n = 60 rpm
Radius Turbin
r = 0.75 m
Kecepatan Sudut
ω = 2πn/60 = 2π.60/60 = 6.284 rad/s
Kecepatan Tangensial u’ = ω.r = (6.284)(0.75) = 4.713 m/s Tip speed ratio
λ = ω.r/v = (6.284)(0.75)/3.85 = 1.224
c = v’{(λ + cosθ)2 + (sinθ)2}1/2 Untuk tiap titik diperoleh: 1. θ = 00
α = 00
c = 8.56 m/s
2. θ = 450
α = 20.110
c = 7.91 m/s
3. θ = 900
α = 39.240
c = 6.08 m/s
4. θ = 1350
α = 53.830
c = 3.37 m/s
5. θ = 1800
α = 00
c = 0.86 m/s
6. θ = 2250
α = -53.830
c = 3.37 m/s
7. θ = 2700
α = -39.240
c = 6.08 m/s
8. θ = 3150
α = -20.110
c = 7.91m/s
2.8 Gaya Aerodinamis pada sudu Gaya resultan aerodinamis yang bekerja pada sudu biasanya dibagi menjadi dua komponen, yaitu komponen gaya lift dan komponen gaya drag. Untuk analisis turbin Darrieus, resultan
komponen gaya lift dan gaya drag
diuraikan menjadi komponen gaya normal dan gaya tangensial pada garis chord sudu tersebut. Koefisien gaya untuk komponen ini adalah CN dan CT, masingmasing dapat dinyatakan sebagai: CN= CL.Cos α + CD. Sin α
(2.6)
CT = CL. Sin α – CD. Cos α
(2.7)
Namun, CN dan CT hanya berguna untuk menentukan torsi yang dihasilkan oleh sudu pada saat sudut pitch sudu itu pada posisi nol derajat. Ketika 21 Universitas Sumatera Utara
sudut pitch sudu tidak bernilai nol, CN dan CT relatif terhadap acuan kerangka sudu, di mana pada kondisi ini CN dan CT bukan komponen gaya tangensial dan radial (normal) sudu pada rotor. Resultan
gaya
aerodinamika
(CResultant)
perlu
diurai
untuk
memperhitungkan lokasi sudu relatif terhadap arah angin dan sudut pitchnya Pada kondisi ini, koefisien gaya radial (CRAD) dan koefisien gaya melingkar (CCirc) digunakan sebagai pengganti CN dan CT. Secara perumusan matematika dapat dituliskan sebagai berikut: CCirc = CT.Cos ϕ - CN. Sin ϕ
(2.8)
CRad = CT. Sin ϕ + CN. Cos ϕ Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini
Gambar 2.16 Koefisien gaya resultan aerodinamis pada sudu (Sumber : Dhruv Rathi, hal 20)
22 Universitas Sumatera Utara
Gambar.2.17 Gaya-gaya aerodinamik pada sudu turbin Keterangan gambar: L = gaya lift sudu (N) D = gaya drag sudu (N) ω = kecepatan sudut elemen sudu (rad/s) r = radius turbin (m) α = sudut serang sudu (0), c = kecepatan absolut elemen sudu (resultan vektor v’ dengan u’) c = v’{(λ + cosθ)2 + (sinθ)2}1/2
(2.9)
v’ = kecepatan angin (m/s) u’ = kecepatan tangensial elemen sudu (m/s) u’ = rω Catatan:
(2.10)
- gaya lift L tegak lurus terhadap komponen kecepatan c - gaya drag D paralel terhadap komponen kecepatan c
23 Universitas Sumatera Utara
2.9
Prinsip Konversi Energi Angin
2.9.1 Teori Momentum Betz Energi angin dilihat dari energi kecepatan aliran angin, dapat dituliskan dalam bentuk persamaan energi kinetik (Ek) :
1 Ek m.v 2 2 Dimana:
(2.11)
m
= massa angin yang mengalir (kg)
v
= kecepatan angin (m/s)
Energi kinetik angin inilah yang diekstrak sudu turbin angin untuk diubah menjadi energi mekanis. Dilihat dari pemodelan Betz’, kecepatan angin v, dan kerapatan ρ dengan luas sapuan rotor turbin A, daya angin yang dapat diekstrak turbin angin adalah:
1 PT C p . A1. .v 3 2
(2.12)
Dimana C p adalah faktor efisiensi disebut juga koefisien daya. Catatan bahwa daya PT adalah sebanding dengan luas penampang A dan kecepatan angin v pangkat tiga. Dengan demikian, dengan menggandakan luas penampang A menghasilkan daya dua kali, dan menggandakan kecepatan angin menghasilkan potensial daya delapan kali. Koefisien daya C p juga berubah dengan perubahan kecepatan angin. Saat distribusi kecepatan angin tidak merata, pada suatu waktu tertentu kemungkinan besar kecepatan angin lebih rendah dari pada kecepatan angin rata – rata. Oleh karena itu, harus didesain rotor dan generator yang optimal untuk mengekstrak pada kecepatan angin rendah. Untuk menganalisis seberapa besar energi yang dapat dimanfaatkan turbin angin, digunakan teori memontum elementer Betz’. Teori momentum Betz’ sederhana berdasarkan pemodelan aliran dua dimensi angin yang mengenai rotor menjelaskan prinsip konversi energi angin pada turbin angin terlihat seperti pada gambar 2.18. Berkurangnya kecepatan
24 Universitas Sumatera Utara
aliran udara disebabkan karena sebagian energi kinetik angin diekstrak oleh rotor turbin angin.
Gambar 2.18 Pemodelan Betz’ untuk aliran angin (Sumber : Eric Hau) Maka besarnya daya P yang dapat diekstrak oleh turbin adalah: P=
ṁ (v12 – v22)
(2.13)
Persamaan ini menunjukkan bahwa daya maksimum yang akan didapat adalah jika v2 bernilai nol yang berarti angin berhenti setelah melalui rotor turbin. Ini tidak akan mungkin terjadi karena tidak sesuai dengan hukum kontinuitas. Sehingga kita harus membutuhkan persamaan momentum untuk dapat mengetahui besarnya daya. F = ṁ (v1 – v2)
(2.14)
Dimana: F = Gaya (Newton) ṁ = laju aliran massa udara (kg/s) Berdasarkan prinsip hukum Newton ketiga bahwa gaya aksi akan sama dengan gaya reaksi yaitu dimana gaya yang diberikan oleh angin terhadap rotor turbin akan sama besarnya dengan gaya hambat yang dilakukan rotor dan menekan angin pada arah yang berlawanan. Akibat adanya perlawanan ini maka
25 Universitas Sumatera Utara
kecepatan angin v1 akan turun menjadi v’. Sehingga daya yang dibutuhkan adalah: P = F. v’ = ṁ(v1 – v2)v’
Watt
(2.15)
dimana: v’ = Kecepatan aliran udara pada rotor (m/s) Dengan demikian, daya mekanis yang diekstrak dari udara dapat diperoleh dari perubahan energi udara sebelum dan setelah melewati turbin. ½
̇ (v12 – v22) =
̇ (v1 – v2) v’
v’ = ½ (v1 + v2)
(m/s)
(2.16)
Dengan demikian, kecepatan aliran melalui turbin ekivalen dengan ratarata penjumlahan v1 dan v2 : v’ = (v1 + v2) /2
(m/s)
laju aliran udara menjadi: ̇ = ρAv’ = ½ ρA (v1 + v2)
(kg/s)
(2.17)
sehingga daya mekanis turbin dinyatakan dengan: P = ¼ ρA (v12 – v22) (v1 + v2)
(W)
(2.18)
Daya udara sebelum melewati turbin atau daya yang tersedia di dalam udara, Po = ½ ρAv3
(W)
(2.19)
maka diperoleh koefisien performansi turbin: (
)(
)
Cp = P/Po =
Cp = |
(2.20)
( ) ||
|
(2.21)
Koefisien performansi ini merupakan rasio antara energi yang terkandung di dalam udara dengan energi yang dapat diekstrak dari udara tersebut. Oleh karena itu, Cp bergantung pada rasio kecepatan udara sebelum dan sesudah melewati turbin. Gambar dibawah merupakan plot hasil iterasi Cp dengan memvariasikan rasio kecepatan udara sebelum dan sesudah meninggalkan turbin (v2/v1). Dari
26 Universitas Sumatera Utara
hasil plot tersebut diperoleh bahwa nilai koefisien performansi maksimum pada v2/v1 = 1/3 sehingga diperoleh: Cp = 16/27 = 0,593
Gambar.2.19 Koefisien performansi vs rasio kecepatan (Erich Hau, 2006)
Gambar.2.20 Profil kecepatan dan tekanan pada pemodelan Betz (Erich Hau, 2006) Gambar diatas menunjukan variasi kecepatan aliran dan tekanan statik. Saat udara mendekati turbin, udara terhambat sehingga kecepatannya berkurang sampai ke nilai minimum di belakang turbin. Betz merupakan orang pertama yang merumuskan ini, sehingga nilai ini disebut dengan Betz limit. Dengan mengetahui bahwa koefisien performansi ideal diperoleh pada rasio kecepatan v2/v1 = 1/3 maka kecepatan aliran tepat di depan turbin,
27 Universitas Sumatera Utara
v’ = 2/3 v1
(2.22)
dan kecepatan udara setelah melewati turbin, v2 = 1/3 v1
(2.23)
2.9.2 Tip Speed Ratio Tip speed ratio merupakan rasio kecepatan ujung rotor turbin terhadap kecepatan angin yang melalui rotor. Rasio kecepatan ujung rotor memiliki nilai nominal yang berubah – ubah terhadap perubahan kecepatan angin. Turbin angin tipe lift memiliki tip speed ratio yang lebih besar dibanding dengan turbin angin tipe drag. Tip speed ratio λ dihitung dengan persamaan :
u
.r u
2 .n.r 60.u
(2.24)
Dimana : n = putaran rotor (rpm) r = radius rotor (m) u = kecepatan angin (m/s)
28 Universitas Sumatera Utara
2.10 Generator Turbin angin yang digunakan untuk membangkitkan energi listrik tentu memerlukan generator yang berguna mengubah energi mekanik gerak rotasi rotor menjadi energi listrik. Terdapat beberapa jenis generator yang digunakan. Berdasarkan arah arus yang dikeluarkan, generator dibagi menjadi dua jenis yaitu: 1. Generator arus searah (Direct Current - DC) 2. Generator arus bolak – balik (Alternating Current - AC) Generator arus searah (DC) menghasilkan tegangan yang arahnya tetap dan jika dihubungkan dengan beban akan menghasilkan arus searah pula. Pada umumnya generator arus searah dapat menghasilkan energi listrik pada putaran tinggi.Untuk digunakan pada turbin angin, jenis generator ini memerlukan sistem transmisi untuk menaikkan putaran (speed increasing). Generator arus bolak – balik (AC) menghasilkan tegangan yang arahnya bolak – balik dan jika dihubungkan dengan beban akan menimbulkan arus bolak – balik pula. Generator AC dapat menghasilkan daya pada putaran yang bervariasi bergantung pada spesifikasi generator itu sendiri. Untuk putaran turbin yang memiliki putaran yang relatif rendah, digunakan jenis generator magnet permanen dengan variasi jumlah kutub, semakin banyak jumlah kutub generator maka putaran yang dibutuhkan semakin kecil untuk membangkitkan listrik dan sebaliknya.Untuk generator yang menggunakan magnet permanen sebagai penginduksi kumparannya disebut generator magnet permanen. Generator yang dipakai pada penelitian ini adalah permanent magnet generator tipe axial. Besar putaran minimal yang diperlukan generator AC untuk dapat menghasilkan energi listrik dan besar putaran kerja bergantung pada jumlah kutub dan kumparan dalam generator. n= dimana
(2.25)
n = putaran (rpm) p = jumlah kutub generator f = frekwensi (Hz)
29 Universitas Sumatera Utara