BAB II PENGELOLAAN KASUS A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan dengan Masalah Kebutuhan Dasar Rasa Nyaman Nyeri 1. Definisi Nyeri Rasa nyaman berupa terbebas dari rasa yang tidak menyenangkan adalah suatu kebutuhan individu. Nyeri merupakan perasaan yang tidak menyenangkan yang terkadang dialami individu. Kebutuhan terbebas dari rasa nyeri itu merupakan salah satu kebutuhan dasar yang merupakan tujuan diberikannya asuhan keperawatan pada seorang pasien di rumah sakit (Prasetyo, 2010). McCaffery (1980), menyatakan bahwa nyeri adalah segala sesuatu yang dikatakan seseorang tantang nyeri tersebut dan terjadi kapan saja saat seseorang mengatakan merasakan nyeri. Definisi ini menempatkan seseorang sebagai expert (ahli) di bidang nyeri, karena hanya pasienlah yang tahu tentang nyeri yang ia rasakan. Bahkan nyeri adalah sesuatu yang sangat subjektif, tidak ada ukuran yang objektif padanya, sehingga hanyalah orang yang merasakannya yang paling akurat dan tepat dalam mendefinisikan nyeri (Prasetyo, 2010). Nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman yang sangat subjektif dan hanya orang yang mengalaminya yang dapat menjelaskan dan mengevaluasi perasaan tersebut (Long, 1996). Secara umum, nyeri dapat didefenisikan sebagai keadaan dimana individu mengalami dan mengeluh adanya ketidaknyamanan berat atau sensasi ketidak nyamanan (Tucker, 1998). Nyeri diartikan berbeda-beda antarindividu, bergantung pada persepsinya. Walaupun demikian, ada satu kesamaan mengenai persepsi nyeri. Secara sederhana, nyeri dapat diartikan sebagai suatu sensasi yang tidak menyenangkan baik secara sensori maupun emosional yang berhubungan dengan adanya suatu kerusakan jaringan atau faktor lain, sehingga individu merasa tersiksa, menderita yang akhirnya akan mengganggu aktivitas sehari-hari, psikis, dan lain-lain (Asmadi, 2008).
2. Penyebab Nyeri Penyebab nyeri dapat diklasifikasikan kedalam dua golongan yaitu penyebab yang berhubungan dengan fisik dan berhubungan dengan psikis. Secara fisik misalnya, penyebab nyeri adalah trauma (baik trauma mekanik, termis, kimiawi, maupun elektrik),
Universitas Sumatera Utara
neoplasma, peradangan, gangguan sirkulasi darah, dan lain-lain. Secara psikis, penyebab nyeri dapat terjadi oleh karena adanya trauma psikologis (Asmadi, 2008). Neoplasma menyebabkan nyeri karena terjadinya tekanan atau kerusakan jaringan yang mengandung reseptor nyeri dan juga karena tarikan, jepitan, atau metastase. Nyeri pada peradangan terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf reseptor akibat adanya peradangan atau terjepit oleh pembengkakan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa nyeri yang disebabkan oleh faktor fisik berkaitan dengan tergantungnya serabut saraf reseptor nyeri. Serabut saraf ini terletak dan tersebar pada lapisan kulit dan pada jaringan-jaringan tertentu yang terletak lebih dalam (Asmadi, 2008). Nyeri yang disebabkan faktor psikologis merupakan nyeri yang dirasakan bukan karena penyebab organik, melainkan akibat trauma psikologis dan pengaruhnya terhadap fisik. Kasus ini dapat dijumpai pada kasus yang termasuk kategori psikosomatik. Nyeri karena faktor ini disebut pula psychogenic pain (Asmadi, 2008).
3. Klasifikasi Nyeri Penting bagi seorang perawat untuk mengetahui tentang macam-macam tipe nyeri. Dengan mengetahui macam-macam tipe nyeri diharapkan dapat menambah pengetahuan dan membantu perawat ketika memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan nyeri. Ada banyak jalan untuk memulai mendiskusikan tentang tipe-tipe nyeri, antara lain melihat nyeri dari segi durasi nyeri, tingkat keparahan dan intensitas, model transmisi, lokasi nyeri, dan kausatif dari penyebab nyeri itu sendiri (Prasetyo, 2010). Nyeri dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa golongan berdasarkan pada tempat, sifat, berat ringannya nyeri, dan waktu lamanya serangan. a. Nyeri berdasarkan waktu lamanya serangan : 1) Nyeri akut dapat dideskripsikan sebagai suatu pengalaman sensori, persepsi dan emosional yang tidak nyaman yang berlangsung dari beberapa detik hingga enam bulan, yang disebabkan oleh kerusakan jaringan dari suatu penyakit seperti pada luka yang diakibatkan oleh kecelakaan, operasi, atau oleh karena prosedur terapeutik (Lewis, 1983). Nyeri akut umumnya terjadi kurang dari enam bulan dan biasanya kurang dari satu bulan. Cedera atau penyakit yang menyebabkan nyeri akut dapat sembuh secara spontan atau memerlukan pengobatan (Brunner dan Suddarth, 2002).
Universitas Sumatera Utara
2) Nyeri kronik merupakan nyeri berulang yang menetap dan terus menerus yang berlangsung selama enam bulan atau lebih. Nyeri kronis dapat tidak mempunyai awitan yang ditetapkan dengan tepat dan sering sulit untuk diobati karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respons terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya (Brunner dan Suddarth, 2002). Tabel 2.1 Perbedaan antara Nyeri Akut dan Nyeri Kronis (Prasetyo, 2010) Karakteristik
Nyeri Akut Memperingatkan klien
Tujuan
terhadap adanya cedera/masalah
Nyeri Kronis Memberikan alasan pada klien untuk mencari informasi berkaitan dengan perawatan dirinya Terus menerus /
Awitan
Mendadak
Durasi
Durasi singkat (dari beberapa
Durasi lama (enam bulan
detik samapai enam bulan)
atau lebih)
Ringan sampai berat
Ringan sampai berat
Intensitas
intermittent
Frekuensi jantung meningkat Volume sekuncup meningkat
Respon otonom
Tekanan darah meningkat
Tidak terdapat respon
Dilatasi pupil meningkat
otonom
Tegangan otot meningkat
Vital sign dalam batas
Motilitas gastrointestinal
normal
menurun Aliran saliva menurun Depresi Respon psikologis
Ansietas
Keputusasaan Mudah tersinggung / marah Menarik diri
b. Nyeri berdasarkan tempatnya : 1. Pheriperal pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh misalnya pada kulit, mukosa. 2. Deep pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh yang lebih dalam atau pada organ-organ tubuh visceral.
Universitas Sumatera Utara
3. Refered pain, yaitu nyeri dalam yang disebabkan karena penyakit organ/struktur dalam tubuh yang ditransmisikan ke bagian tubuh di daerah yang berbeda, bukan daerah asal nyeri. 4. Central pain, yaitu nyeri yang terjadi karena perangsangan pada system saraf pusat, spinal cord, batang otak, thalamus, dan lain-lain. c. Nyeri berdasarkan sifatnya : 1. Incidental pain, yaitu nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu menghilang. 2. Steady pain, yaitu nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan dalam waktu yang lama. 3. Paroxysmal pain, yaitu nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan kuat sekali. Nyeri tersebut biasanya menetap ±10-15 menit, lalu menghilang, kemudian timbul lagi. d. Nyeri berdasarkan berat ringannya : 1. Nyeri ringan, yaitu nyeri dengan intensitas rendah. 2. Nyeri sedang, yaitu yang menimbulkan reaksi. 3. Nyeri berat, yaitu nyeri dengan intensitas yang tinggi.
4. Faktor yang Mempengaruhi Nyeri Nyeri merupakan suatu keadaan yang kompleks yang dipengaruhi oleh faktor fisiologi, spiritual, psikologis, dan budaya. Setiap individu mempunyai pengalaman yang berbeda tentang nyeri. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi nyeri adalah sebagai berikut: a. Faktor Fisiologi Faktor fisiologi yang mempengaruhi nyeri terdiri dari umur, jenis kelamin, kelelahan, gen dan fungsi neurologi. Umur mempengaruhi persepsi nyeri seseorang karena anak-anak dan orang tua mungkin lebih merasakan nyeri dibandingkan dengan orang dewasa muda karena mereka sering tidak dapat mengkomunikasikan apa yang mereka rasakan. Anak-anak belum mempunyai perbendaharaan kata yang cukup sehingga mereka sulit untuk mengungkapkan nyeri secara verbal dan sulit untuk mengekspresikannya kepada orang tua maupun perawat. Pada orang tua, nyeri yang mereka rasakan sangat kompleks, karena mereka umumnya memiliki berbagai macam penyakit dengan gejala yang sering sama sengan bagian tubuh yang lain. Oleh karena itu, perawat harus teliti melihat di mana sumber nyeri yang dirasakan pasien (Potter & Perry, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Jenis kelamin secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara signifikan dalam berespons terhadap nyeri. Hanya beberapa kebudayaan yang mempengaruhi jenis kelamin misalnya menganggap bahwa seorang anak laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis, sedangkan seorang anak perempuan boleh mengangis dalam situasi yang sama. Toleransi nyeri sejak lama telah menjadi subjek penelitian yang melibatkan pria dan wanita. Akan tetapi, toleransi terhadap nyeri dipengaruhi oleh faktor-faktor biokimia dan merupakan faktor yang unik bagi setiap individu, tanpa memperhatikan jenis kelamin (Prasetyo, 2010). Begitu juga dengan kelelahan, kelelahan meningkatkan persepsi nyeri. Rasa kelelahan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping. Hal ini dapat menjadi masalah umum pada setiap individu yang menderita penyakit dalam jangka waktu lama. Apabila keletihan disertai kesulitan tidur, maka persepsi nyeri bahkan dapat terasa lebih berat lagi. Nyeri seringkali lebih berkurang setelah individu mengalami suatu periode tidur yang lelap diabandingkan pada akhir hari yang melelahkan (Potter & Perry, 2006). Penelitian kesehatan mengungkapkan bahwa informasi genetik yang diturunkan oleh orang tua kemungkinan dapat meningkatkan atau menurunkan sensitifitas nyeri. Genetik mempunyai kemungkinan untuk dapat menentukan ambang batas nyeri seseorang atau toleransi seseorang terhadap nyeri (Potter & Perry, 2009). Fungsi neurologi juga dapat mempengaruhi pengalaman nyeri seseorang. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi normal dari nyeri (seperti cedera spinal cord, neuropati perifer, atau penyakit neurologi) sebagai efek kewaspadaan dan respons pasien (Potter & Perry, 2009). b. Faktor Sosial Faktor sosial yang mempengaruhi nyeri terdiri dari perhatian, pengalaman nyeri sebelumnya, dan keluarga dan dukungan keluarga. Peningkatan perhatian dihubungkan dengan peningkatan nyeri (Carrol & Seers, 1998 dalam Potter & Perry, 2009). Tingkat perhatian seseorang terhadap nyeri akan mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan respons nyeri yang menurun. Konsep ini merupakan salah satu konsep yang perawat terapkan diberbagai terapi untuk menghilangkan nyeri, seperti relaksasi, teknik imajinasi terbimbing (guided imagery), dan masase (Prasetyo, 2010).
Universitas Sumatera Utara
Pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu berarti bahwa individu tersebut akan menerima nyeri dengan lebih mudah pada masa yang akan datang. Apabila individu yang terbiasa merasakan nyeri akan lebih siap dan mudah mengantisipasi nyeri daripada individu yang mempunyai pengalaman sedikit tentang nyeri (Prasetyo, 2010). Seorang yang merasakan nyeri sering bergantung kepada anggota keluarga atau teman dekat untuk mendukung, menemani, atau melindunginya. Walaupun nyeri masih ada, kehadiran keluarga atau teman-teman dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan (Potter & Perry, 2009). c. Faktor Spiritual Spiritual membuat seseorang mencari tahu makna atau arti dari nyeri yang dirasakannya, seperti mengapa nyeri ini terjadi pada dirinya, apa yang telah dia lakukan selama ini, dan lain-lain (Potter & Perry, 2009). d. Faktor Psikologis Faktor psikologis yang mempengaruhi nyeri terdiri dari kecemasan dan koping individu. Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks. Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat menimbulkan suatu perasaan ansietas (Prasetyo, 2010). Individu yang sehat secara emosional, biasanya lebih mampu mentoleransi nyeri sedang hingga berat daripada individu yang memiliki status emosional yang kurang stabil. Klien yang mengalami cedera atau menderita penyakit kritis, seringkali mengalami kesulitan mengontrol lingkungan perawatan diri dapat menimbulkan tingkat ansietas yang tinggi. Nyeri yang tidak kunjung hilang sering kali menyebabkan psikosis dan gangguan kepribadian (Potter & Perry, 2006). Koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk memperlakukan nyeri. Seseorang yang mengontrol nyeri dengan lokus internal merasa bahwa diri mereka sendiri mempunyai kemampuan untuk mengatasi nyeri. Sebaliknya, seseorang yang mengontrol nyeri dengan lokus eksternal lebih merasa bahwa faktor-faktor lain di dalam hidupnya seperti perawat merupakan orang yang bertanggung jawab terhadap nyeri yang dirasakanya. Oleh karena itu, koping pasien sangat penting untuk diperhatikan (Potter & Perry, 2009). e. Faktor Budaya Faktor budaya yang mempengaruhi nyeri terdiri dari makna nyeri dan suku. Makna seseorang yang dikaitkan dengan nyeri mempengaruhi pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Hal ini juga dikaitkan secara dekat dengan
Universitas Sumatera Utara
latar belakang budaya individu tersebut. Individu akan mempersepsikan nyeri dengan berbeda-beda, apabila nyeri tersebut memberi kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman, dan tantangan. Misalnya seorang wanita yang sedang bersalin akan mempersepsikan nyeri berbeda dengan seorang wanita yang mengalami nyeri akibat cedera karena pukulan pasangannya. Derajat dan kualitas nyeri yang dipersepsikan klien berhubungan dengan makna nyeri (Potter & Perry, 2006). Begitu
juga
dengan
kebudayaan,
keyakinan
dan
nilai-nilai
budaya
mempengaruhi cara individu mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaimana bereaksi terhadap nyeri (Calvillo dan Flaskerud, 1991).
5. Penilaian Nyeri Penilaian nyeri merupakan elemen yang penting untuk menentukan terapi nyeri yang efektif. Skala penilaian nyeri dan keteranagan pasien digunakan untuk menilai derajat nyeri. Intensitas nyeri harus dinilai sedini mungkin selama pasien dapat berkomunikasi dan menunjukkan ekspresi nyeri yang dirasakan (Prasetyo, 2010). Hayward (1975), mengembangkan sebuah alat ukur nyeri (painometer) dengan skala longitudinal yang pada salah satu ujungnya tercantum nilai 0 (untuk keadaan tanpa nyeri) dan ujung lainnya nilai 10 (untuk kondisi nyeri paling hebat). Untuk mengukurnya, penderita memilih salah satu bilangan yang menurutnya paling menggambarkan pengalaman nyeri yang terakhir kali ia rasakan, dan nilai ini dapat dicatat pada sebuah grafik yang dibuat menurut waktu. Intensitas nyeri ini sifatnya subjektif dan dipengaruhi oleh banyak hal, seperti tingkat kesadaran, konsentrasi, jumlah distraksi, tingkat aktivitas, dan harapan keluarga. Intensitas nyeri dapat dijabarkan dalam sebuah skala nyeri dengan beberapa kategori (Prasetyo, 2010). Tabel 2.2 Skala Intensitas Nyeri Numerik Skala
Keterangan
0
Tidak nyeri
1-3
Nyeri ringan
4-6
Nyeri sedang
7-9
Sangat nyeri, tetapi masih dapat dikontrol dengan aktivitas yang biasa dilakukan
10
Sangat nyeri dan tidak bisa dikontrol
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan skala nyeri McGill (McGill scale) mengukur intensitas nyeri dengan menggunakan lima angka, yaitu: 0 = tidak nyeri 1 = Nyeri ringan 2 = Nyeri sedang 3 = Nyeri berat 4 = Nyeri sangat berat 5 = Nyeri hebat Selain kedua skala di atas, ada pula skala wajah, yakni Wong-Baker FACES Rating Scale yang ditujukan untuk klien tidak mampu menyatakan intensitas nyerinya melalui skala angka. Ini termasuk anak-anak yang tidak mampu berkomunikasi secara verbal dan lansia yang mengalami gangguan kognisi dan berkomunikasi.
Gambar 2.1 Skala Faces
6. Proses Keperawatan Nyeri a. Pengkajian Pengkajian nyeri yang faktual (terkini), lengkap dan akurat akan memudahkan perawat didalam menetapkan data dasar, dalam menegakkan diagnosa keperawatan yang tepat, merencanakan terapi pengobatan yang cocok, dan memudahkan perawat dalam mengevaluasi respon klien terhadap terapi yang diberikan. Tindakan perawat yang perlu dilakukan dalam mengkaji pasien selama nyeri akut adalah mengkaji perasaan klien (respon psikologis yang muncul), menetapkan respon fisiologis klien terhadap nyeri dan lokasi nyeri, dan mengkaji tingkat keparahan dan kualitas nyeri (Prasetyo, 2010). Terdapat beberapa komponen yang harus diperhatikan seorang perawat dalam memulai mengkaji respon nyeri yang dialami oleh klien. Donovan & Girton (1984), mengidentifikasi kompenen-komponen tersebut diantaranya:
Universitas Sumatera Utara
1) Penentuan ada tidaknya nyeri Dalam melakukan pengkajian terhadap nyeri, perawat harus mempercayai ketika pasien melaporkan adanya nyeri, walaupun dalam observasi perawat tidak menemukan adanya cedera atau luka. Setiap nyeri yang dilaporkan oleh klien adalah nyata. Sebaliknya, ada beberapa pasien yang terkadang justru menyembunyikan rasa nyerinya untuk menghindari pengobatan. 2) Karakteristik nyeri (Metode PQRST) a) Faktor pencetus (P : Provocate) Perawat mengkaji tentang penyebab atau stimulus-stimulus nyeri pada klien, dalam hal ini perawat juga dapat melakukan observasi bagian-bagian tubuh yang mengalami cedera. Apabila perawat mencurigai adanya nyeri psikogenik maka perawat harus dapat mengeksplore perasaan klien dan menanyakan perasaan-perasaan apa yang dapat mencetus nyeri. b) Kualitas (Q : Quality) Kualitas nyeri merupakan sesuatu yang subjektif yang diungkapkan oleh klien, seringkali klien mendeskripsikan nyeri dengan kalimat-kalimat tajam, tumpul, berdenyut, berpindah-pindah, seperti tertindih, perih, tertusuk, dan lain-lain, dimana tiap klien mungkin berbeda-beda dalam melaporkan kualitas nyeri yang dirasakan. c) Lokasi (R : Region) Untuk mengkaji lokasi nyeri maka perawat meminta klien untuk menunjukkan semua bagian/daerah yang dirasakan tidak nyaman oleh klien. Untuk melokalisasikan nyeri lebih spesifik, maka perawat dapat meminta klien untuk melacak daerah nyeri dari titik yang paling nyeri, kemungkinan hal ini akan sulit apabila nyeri yang dirasakan bersifat difus (menyebar). d) Keparahan (S : Severe) Tingkat keparahan pasien tentang nyeri merupakan karakteristik yang paling subjektif. Pada pengkajian ini klien diminta untuk menggambarkan nyeri yang dirasakan sebagai nyeri ringan, nyeri sedang atau berat. e) Durasi (T : Time) Perawat menanyakan pada pasien untuk menentukan awitan, durasi, dan rangkaian nyeri. Perawat dapat menanyakan: “Kapan nyeri mulai dirasakan?”, “Sudah berapa lama nyeri dirasakan?”, “Apakah nyeri yang
Universitas Sumatera Utara
dirasakan terjadi pada waktu yang sama setiap hari?”, “Seberapa sering nyeri kambuh?” atau dengan kata lain yang semakna. b. Analisa Data Penegakan diagnosa keperawatan yang akurat akan dapat dilaksanakan apabila analisa data yang dilakukan cermat dan akurat. Berikut ini contoh proses analisa data untuk menegakkan diagnosa keperawatan pada klien (Prasetyo, 2010). Data subjektif (Tucker, 1998): Komunikasi (verbal atau kode) tentang gambaran nyeri. Data objektif (Tucker, 1998): 1) Perilaku berhati-hati seperti melindungi daerah yang nyeri. 2) Memfokuskan pada diri sendiri. 3) Penyempitan fokus (perubahan persepsi waktu, menarik diri dari kontak sosial, kerusakan proses berpikir). 4) Perilaku distraksi (merintih, mengangis, mencari orang lain/aktivitas, gelisah). 5) Perubahan pada tonus otot (dapat direntang dari lesu sampai kaku). 6) Respon autonomik tidak tampak pada nyeri kronis, stabil (tekanan darah dan frekuensi nadi berubah, dilatasi pupil, peningkatan atau penurunan frekuensi nafas). Tabel 2.3 Contoh Analisa Data No. 1
Data DS :
Masalah
Diagnosa
Keperawatan
Keperawatan
Nyeri Akut
Nyeri akut
P : Klien menyatakan dua hari
berhubungan
yang lalu mengalami kecelakaan
dengan trauma
bermotor yang mengakibatkan
jaringan
luka kedua tangannya. Q : Klien menyatakan nyeri terasa panas dan tertusuk-tusuk R : Klien menyatakan nyeri dirasakan pada lengan kanan bawah dan telapak tangan kiri S : Klien menyatakan derajat nyeri pada angka 5 T : Klien menyatakan nyeri terasa
Universitas Sumatera Utara
ringan apabila daerah sekitar luka digosok DO : Respirasi: 24 x/i Tekanan darah: 130/80 mmHg Suhu : 37 °C Nadi : 80 x/i Klien terlihat meringis kesakitan terutama saat dilakukan perawatan luka Ekspresi wajah klien pucat Terlihat luka robek pada lengan
c. Rumusan Masalah Selain bisa ditetapkan sebagai label diagnosis, masalah gangguan rasa nyaman nyeri bisa pula dijadikan etiologi untuk diagnosis keperawatan yang lain. Menurut NANDA, label diagnosis untuk masalah gangguan rasa nyaman nyeri meliputi defisit perawatan diri : makan & minum. Sedangkan label diagnosis dengan masalah gangguan rasa nyaman nyeri sebagai etiologi bergantung pada area fungsi atau sistem yang dipengaruhi (Prasetyo, 2010). Contoh diagnosa keperawatan NANDA untuk klien dengan gangguan nyeri : 1. Ansietas berhubungan dengan nyeri kronis 2. Nyeri berhubungan dengan : − Cedera fisik/trauma − Penurunan suplai darah ke jaringan − Proses melahirkan 3. Nyeri kronik berhubungan dengan : − Control nyeri yang tidak adekuat − Jaringan parut − Kanker maligna 4. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan : − Nyeri muskuloskeletal − Nyeri insisi
Universitas Sumatera Utara
5. Gangguan pola tidur berhubunga dengan nyeri yang dirasakan
d. Perencanaan Perencanaan keperawatan yang dibuat untuk klien nyeri diharapkan berorientasi untuk memenuhi hal-hal berikut (Prasetyo, 2010): 1) Klien melaporkan adanya penurunan rasa nyeri 2) Klien melaporkan adanya peningkatan rasa nyaman 3) Klien mampu mempertahankan fungsi fisik dan psikologis yang dimiliki 4) Klien mampu menjelaskan faktor-faktor penyebab nyeri 5) Klien mampu menggunakan terapi yang diberikan untuk mengurangi rasa nyeri
Universitas Sumatera Utara
B. Asuhan Keperawatan Kasus I.
BIODATA IDENTITAS PASIEN
II.
Nama
: Ny.M
Jenis Kelamin
: Perempuan
Umur
: 46 tahun
Status Perkawinan
: Sudah menikah
Agama
: Islam
Pendidikan
: SLTA
Pekerjaan
: Wiraswasta
Alamat
: Jln. Bejo Gg. Sejahtera No. 249
Tanggal Masuk RS
: 02 Juni 2014
No. Register
: 00.92.77.86
Ruangan / Kamar
: Tulip 2 / kamar 602
Golongan Darah
:-
Tanggal Pengkajian
: 02 Juni 2014
Tanggal Operasi
:-
Diagnosa Medis
: Gastritis
KELUHAN UTAMA
:
Nyeri abdomen seperti ditusuk-tusuk selama ± 7 hari. III.
RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG A. Provocative / palliative 1. Apa penyebabnya
: Pasien
mengatakan
karena
kelelahan dan sering terlambat makan 2. Hal-hal yang memperbaiki keadaan : Pasien mengatakan setiap sakit timbul, pasien selalu diberikan minuman air kunyit dan telur oleh suaminya. B.
Quantity / quality 1. Bagaimana dirasakan
: Pasien merasakan sakit seperti ditusuk-tusuk
2. Bagaimana dilihat
: Pasien terlihat meringis ketika nyeri timbul
Universitas Sumatera Utara
C. Region 1. Dimana lokasinya
: Lokasinya di abdomen sebelah kiri (Lumbalis Sinistra)
2. Apakah menyebar
: Pasien mengatakan jika sakit timbul akan menyebar ke kaki sebelah kiri dan pinggang
D. Severity Pasien mengatakan merasa nyeri dengan intensitas berat sehingga mengganggu aktivitas pasien (skala nyeri = 7). E. Time Pasien mengatakan waktunya tidak tentu IV.
RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU A. Penyakit yang pernah dialami Pasien mengatakan tidak pernah mengalami penyakit serius sebelumnya B. Pengobatan / tindakan yang dilakukan Pasien jika sakit berobat ke puskesmas dekat rumah C. Pernah dirawat / dioperasi Pasien tidak pernah dirawat ataupun dioperasi D. Lama dirawat Pasien tidak pernah dirawat E. Alergi Pasien tidak ada riwayat alergi F. Imunisasi Imunisasi pasien tidak lengkap
V.
RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA A. Orang tua Pasien mengatakan orang tuanya hanya mengalami penyakit orang tua biasa. B. Saudara kandung Saudara kandung pasien tidak ada yang mengalami sakit yang mengharuskan dirawat di rumah sakit. C. Penyakit keturunan yang ada Keluarga pasien tidak ada mengalami penyakit keturunan D. Anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa Tidak ada keluarga pasien yang mengalami gangguan jiwa
Universitas Sumatera Utara
E. Anggota keluarga yang meninggal Orang tua pasien sudah meninggal F. Penyebab meninggal Pasien mengatakan orang tua pasien meninggal karena sudah tua VI.
RIWAYAT OBSTETRIK G:3
P:3
No
Umur
1
A:0
23 tahun
HPHT : -
TTP : -
Komplikasi / Masalah Nifas
Anak
Tidak ada
Normal,
Kehamilan Persalinan Tidak ada
Tidak ada
Kondisi
Penolong Bidan
tidak ada kelainan
VII.
2
20 tahun
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Normal
Bidan
3
15 tahun
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Normal
Bidan
RIWAYAT KEADAAN PSIKOSOSIAL (Pasien tidak ada riwayat mengalami gangguan jiwa) A. Persepsi pasien tentang penyakitnya Pasien mengatakan dia sakit karena kecapekan dan sering terlambat makan B. Keadaan Emosi
: Emosi pasien Stabil
C. Hubungan sosial : −
Orang yang berarti
: pasien mengatakan suami dan anaknya
−
Hubungan dengan keluarga
: Pasien mengatakan berhubungan baik
−
Hubungan dengan orang lain : Pasien mengatakan berhubungan baik dengan tetangga sekitar
−
Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain : Tidak ada hambatan dengan orang lain
D. Spiritual : −
Nilai dan keyakinan
: Pasien
mengatakan
bahwa
dia
beragama islam −
Kegiatan ibadah
: Pasien mengatakan sebelum dirawat pasien sholat 5 waktu.
Universitas Sumatera Utara
VIII.
PEMERIKSAAN FISIK A. Keadaan Umum Composmentis (E4, V5, M6) B. Tanda-tanda vital − Suhu tubuh
: 36,5 oC
− Tekanan darah
: 120/70 mmHg
− Nadi
: 84 x/i
− Pernafasan
: 20 x/i
− Skala nyeri
: 7 (jika nyeri timbul)
C. Pemeriksaan Head to toe Kepala dan rambut − Bentuk
: Simetris
− Ubun-ubun
: Simetris
− Kulit kepala
: Bersih, tidak ada lesi, tidak ada
benjolan Rambut − Penyebaran dan keadaan rambut
: Lebat dan merata
− Bau
: Tidak ada bau
− Warna kulit
: Hitam dan ikal
Wajah − Warna kulit
: Normal,
warna
kulit
sawo
matang − Struktur wajah
: Simetris
Mata − Kelengkapan dan kesimetrisan
: Simetris antara kanan dan kiri
− Palpebra
: Normal dan simetris
− Konjungtiva dan sklera
: Tidak terdapat anemis, normal
− Pupil
: Isokor
− Cornea dan iris
: Normal
Hidung − Tulang hidung dan posisi septum nasi : Simetris − Lubang hidung
: Bersih, tidak ada sekret
− Cuping hidung
: Tidak ada cuping hidung
Universitas Sumatera Utara
Telinga − Bentuk telinga
: Simetris
− Ukuran telinga
: Simetris
− Lubang telinga
: Bersih
− Ketajaman pendengaran : Normal, pendengaran pasien baik Mulut dan faring − Keadaan bibir
: Lembab
− Keadaan gusi dan gigi
: Gigi pasien lengkap, ada gigi berlubang pada gigi graham kanan, gusi berwarna pink
− Keadaan lidah
: Simetris, lembab, berwarna pink
− Orofaring
: Normal
Leher − Posisi trachea
: Simetris
− Thyroid
: Tidak ada pembesaran, tidak ada nyeri
− Suara
: Jelas
− Kelenjar Limfe
: Tidak terdapat pembesaran
− Vena jugularis
: Distensi (-)
− Denyut nadi karotis
: Teraba (+)
Pemeriksaan integumen − Kebersihan
: Bersih
− Kehangatan
: Hangat (36,5 oC)
− Warna
: Normal, warna sawo matang
− Turgor
: Baik / elastis, < 2 detik
− Kelembaban
: Lembab
− Kelainan pada kulit
: Tidak ikterik, tidak ada sianosis
Pemeriksaan abdomen − Inspeksi (bentuk, benjolan) : Sawo matang, tidak ikterik, bagian sebelah kiri terlihat lebih besar − Palpasi (tanda nyeri tekan, benjolan, ascites, hepar, lien) : Terdapat nyeri tekan, dan teraba ascites − Pada ibu nifas (involusi uteri ; TFU, lokasi uterus, kontraksi) : -
Universitas Sumatera Utara
Pemeriksaan musculoskeletal/ekstremitas (kesimetrisan, kekuatan otot, edema): (tidak dilakukan pemeriksaan) Pemeriksaan neurologi (Nervus cranialis): (tidak dilakukan pemeriksaan) Fungsi motorik: (tidak dilakukan pemeriksaan) Fungsi sensorik (identifikasi sentuhan, tes tajam tumpul, panas dingin, getaran): (tidak dilakukan pemeriksaan) Refleks (bisep, trisep, brachioradialis, patellar, tenson achiles, plantar): (tidak dilakukan pemeriksaan)
IX.
POLA KEBIASAAN SEHARI-HARI 1. Pola makan dan minum − Frekuensi makan/hari
: 3 kali/hari
− Nafsu / selera makan
: Berkurang
− Nyeri ulu hati
: Tidak ada
− Alergi
: Tidak ada
− Mual dan muntah
: Tidak ada
− Waktu pemberian makan
: 10.00 am, 12.00 am, 18.00 pm
− Jumlah dan jenis makanan : Makanan Biasa − Waktu pemberian cairan/minum : 6-8 gelas/hari, IVFD NaCl − Masalah makan dan minum (kesulitan menelan, mengunyah) : Tidak ada masalah makan dan minum pada pasien 2. Perawatan diri / personal hygiene − Kebersihan tubuh
: Mandi 1 x/hari
− Kebersihan gigi dan mulut
: Sikat gigi 1 x/hari
− Kebersihan kuku kaki dan tangan : Bersih, dipotong ketika panjang 3. Pola kegiatan / Aktivitas − Uraian aktivitas pasien untuk mandi makan, eliminasi, ganti pakaian, dilakukan secara mandiri, sebagian, atau total : aktivitas pasien dilakukan secara sebagian
Universitas Sumatera Utara
− Uraikan aktivitas ibadah pasien selama dirawat / sakit : Pasien tidak melakukan sholat seperti biasa ketka dirawat di rumah sakit. 4. Pola eliminasi 1. BAB − Pola BAB
: ± 1 x/hari
− Karakteristik
: Lunak, warna hitam
− Riwayat perdarahan
: Tidak ada
− BAB terakhir
: Tadi pagi
− Diare
: Pasien tidak mengalami diare
− Penggunaan laktasif
: Pasien tidak menggunakan laktasif
2. BAK − Pola BAK
: 5-6 x/hari
− Karakter urine
: Kuning cerah
− Nyeri / rasa terbakar / kesulitan kemih
: Pasien tidak ada rasa nyeri/rasa terbakar/ kesulitan kemih
− Riwayat penyakit ginjal/kandung kemih : Pasien tidak ada riwayat penyakit ginjal/kandung kemih − Penggunaan diuretik
: Pasien tidak menggunakan diuretik
− Upaya mengatasi masalah
: Tidak ada masalah
Universitas Sumatera Utara
X.
TERAPI OBAT-OBATAN Tabel 2.4 Terapi Obat-Obatan
Nama terapi/obat Ringer Laktat
Dosis
Fungsi
20 tetes/menit
Efek Samping
Untuk
Reaksi-reaksi yang mungkin
mengembalikan
terjadi karena larutannya atau
keseimbangan
cara pemberiannya, termasuk
elektrolit
timbulnya panas, infeksi pada tempat penyuntikan, thrombosis vena atau flebitis yang meluas dari
tempat
penyuntikan,
ekstravasasi Ranitidine
1 ampul/12 Tukak jam
lambung Diare, nyeri otot, pusing, timbul
dan usus 12 jari, ruam
pada
kulit,
malaise,
hipersekresi
eosinofila,
konstipasi,
patologik
penurunan jumlah sel darah
sehubungan
putih, sedikit peningkatan kadar
dengan syndrome serum kreatinin. zollinger-Ellison Ondansetron
8 jam
mg/
8 Penanggulangan
Sakit kepala, konstipasi, rasa
mual dan muntah panas karena
pada
kepala
dan
epigastrum, sedasi dan diare.
kemoterapi
dan
radioterapi
serta
operasi.
Universitas Sumatera Utara
ANALISA DATA Tabel 2.5 Analisa Data No. 1.
Data DS : − Klien mengatakan nyeri abdomen seperti ditusuk-tusuk. − Klien mengatakan nyerinya akan
Penyebab
Masalah Keperawatan
Stress fisik
Gangguan rasa nyaman
↓ Perfusi mukosa lambung terganggu ↓ Jumlah asam lambung
menyebar ke pinggang
meningkat
dan kaki sebelah kiri.
↓
DO : − Diagnosa medis klien adalah gastritis.
nyeri
Iritasi mukosa lambung ↓ Nyeri
− Skala nyeri 7 (0-10). − Nyeri tekan pada abdomen kiri. 2.
DS :
Nyeri
− Klien selalu bertanya
↓
tentang penyakitnya,
Kurangnya informasi
mengapa nyeri yang
tentang penyakit
dirasa menyebar. − Klien selalu
Ansietas ringan (Cemas)
↓ Pasien aktif bertanya
memberitahu apa yang
↓
dirasakannya berulang-
Ansietas (cemas)
ulang. −Klien selalu mengatakan ingin pulang dari pada di rumah sakit karena merasa tidak nyaman.
Universitas Sumatera Utara
DO : − Klien terlihat cemas dan tidak tahu penyakit apa yang dideritanya. − Gelisah − Pengulangan pertanyaan − Gerakan tidak tenang − Agak tidak nyaman
Universitas Sumatera Utara
MASALAH KEPERAWATAN 1. Gangguan rasa nyaman nyeri 2. Ansietas DIAGNOSA KEPERAWATAN (PRIORITAS) 1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa lambung ditandai dengan skala nyeri dan ada nyeri tekan pada daerah abdomen kiri. 2. Ansietas ringan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan/informasi klien tentang penyakit yang diderita ditandai dengan klien selalu bertanya tentang penyakitnya, mengapa nyeri yang dirasa menyebar, selalu memberitahu apa yang dirasakannya berulang-ulang.
Universitas Sumatera Utara
PERENCANAAN KEPERAWATAN DAN RASIONAL Tabel 2.6 Perencanaan Keperawatan dan Rasional Hari /
No.
Tanggal
Dx
Senin / 2
1
Juni 2014
Perencanaan Keperawatan Tujuan : Nyeri dapat hilang atau berkurang. Kriteria Hasil : − Klien tampak tenang − Nyeri abdomen terkontrol Ekspresi wajah rileks Rencana Tindakan
Rasional
a. Kembangkan hubungan saling
a. Membantu
percaya (anjurkan pasien untuk
mengurangi
membicarakan
ketegangan akibat
sendiri,
tentang
bersikap
diri
menjadi
nyeri dan menciptakan
pendengar yang baik, hindari
hubungan saling
pernyataan menilai, mengakui
percaya
nyeri sesuai yang dirasakan pasien, terangkan hubungan nyeri dengan proses penyakit) b. Kaji lokasi, karakteristik,
b. Berguna dalam
durasi, frekuensi, dan skala
pengawasan
nyeri.
keefektifan obat, dan kemajuan penyembuhan.
c. Kaji faktor resiko
c. Menghindari apa saja yang dapat menjadi pemicu terjadinya nyeri.
d. Kaji
keefektifan
penghilang nyeri
tindakan
d. Mengetahui apa saja tindakan yang dapat mengurangi rasa nyeri
Universitas Sumatera Utara
e. Ajarkan tehnik relaksasi nafas
e. Membantu
dalam, kompres dingin dan
menurunkan stress
hangat, pada saat nyeri
dan ketegangan otot
berlangsung.
klien dalam keadaan sakit.
f. Beri kesempatan klien untuk istirahat pada saat nyeri
f. Memulihkan kekuatan tubuh
berkurang.
Universitas Sumatera Utara
Hari /
No.
Tanggal
Dx
Selasa / 3
2
Juni 2014
Perencanaan Keperawatan Tujuan : Ansietas teratasi. Kriteria Hasil : − Klien mengetahui penyakit yang dideritanya. − Klien tidak bingung dengan apa yang dialaminya. Rencana Tindakan a. Perhatikan tanda peningkatan ansietas
Rasional a. Berguna dalam pengawasan peningkatan ansietas pasien.
b. Kaji tingkat pengetahuan
b. Dengan mengetahui
tentang penyakit, dan rencana
tingkat pengetahuan,
perawatan.
perawat lebih terarah dalam memberikan pendidikan sesuai dengan pengetahuan klien/keluarga secara efisien dan efektif.
c. Jelaskan mengenai penyebab nyeri kepada klien.
c. Klien perlu mengetahui penyebab nyeri yang dialaminya untuk mengurangi kecemasan.
d. Jelaskan tentang
d. Intervensi
penatalaksanaan nyeri
nonfarmakologis
nonfarmakologis dan
memberikan klien
farmakologis.
perasaan kontrol yang kian meningkat, mengurangi stres dan ansietas, memperbaiki mood dan mengurangi
Universitas Sumatera Utara
rasa nyeri. Farmakologis untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri. e. Berikan lingkungan yang
e. Memindahkan paien
tenang untuk beristirahat.
dari stressor luar dan meningkatkan relaksasi, juga dapat meningkatkan keterampilan koping.
f. Dorong orang terdekat tinggal dengan klien / pasien.
f. Membantu menurunkan takut dengan membuat klien tidak merasa sendiri.
Universitas Sumatera Utara
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI Tabel 2.7 Implementasi dan Evaluasi No. Dx 1
Hari / Tanggal Rabu / 4 Juni 2014
Implementasi Keperawatan
Evaluasi
a. Mengkaji nyeri, lokasi nyeri, S= Klien melaporkan karakteristik nyeri, skala nyeri klien.
nyerinya berkurang O= Tanda-tanda vital:
Lokasi : Lumbalis Sinistra
TD= 110/80mmHg
Karakteristik : intensitas
HR= 82x/menit
nyeri sedang
RR= 24x/menit
Skala nyeri : 5
T= 36,2 oC
b. Mengkaji tanda-tanda vital
Skala nyeri 5
klien.
Klien tampak lebih
TD= 110/80mmHg
tenang.
HR= 82x/menit
Wajah tidak pucat.
RR= 24x/menit T= 36,2 oC c. Mengajarkan tehnik
A= Masalah sebagian teratasi Nyeri berkurang
relaksasi nafas dalam,
Pasien sudah bisa
kompres hangat.
menggunakan
d. Mendengarkan klien menceritakan keluhannya.
kompres hangat P= Intervensi dilanjutkan Mengajarkan penggunaan teknik relaksasi dan kompres hangat. Kaji skala nyeri pasien.
2
Jumat / 6 Juni 2014
a. Mengkaji tingkat
S= Keluarga klien
pengetahuan tentang
mengatakan tidak tahu
penyakit, dan cara
penyebab penyakit
perawatannya.
pasien dan bagaimana
b. Melibatkan keluarga dalam
perawatan yang harus
Universitas Sumatera Utara
penerimaan informasi. c. Menjelaskan mengenai penyebab nyeri kepada klien d. Menjelaskan tentang
dilakukan dirumah. O= Keluarga mendengarkan dan memahami informasi
penatalaksanaan nyeri
yang diberikan
nonfarmakologis dan
perawat.
farmakologis.
A= Masalah teratasi,
Nonfarmakologis : relaksasi
pasien dijadwalkan
nafas dalam, kompres
pulang hari ini.
hangat
P= Intervensi dihentikan
Farmakologis : Ringer Laktat (20 tetes/menit), Ranitidine (1 ampul/12 jam), Ondansetron (8 mg/8 jam) e. Memberikan lingkungan yang tenang untuk beristirahat. f. Mendorong agar orang terdekat tinggal dengan klien / pasien.
Universitas Sumatera Utara