TINJAUAN PUSTAKA
Limbah Cair Industri Tempe Limbah cair industri pangan merupakan salah satu sumber pencemaran lingkungan jika tidak dikelola dengan benar. Namun jika dimanfaatkan secara optimal dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman seperti halnya limbah cair industri tempe. Hasil analisis menunjukkan limbah cair tempe mengandung karbon (C) sebesar 7,1% dan nitrogen (N) sebesar 3,3% sudah mencukupi untuk adanya pertumbuhan mikroba, karena dari pasokan makanan yang mencukupi, mikroba akan berjalan cepat dan mereduksi oksigen terlarut yang ada dalam air (Rosalina,2008). Hasil analisis kandungan limbah cair pabrik tempe oleh Wiryani (2006) adalah sebagai berikut : Tabel 1. Kandungan limbah cair industri tempe No.
Parameter
Satuan
Baku Mutu Air Limbah (Gol. 1V)
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Suhu TDS (Total Dissolve Solid) TSS (Total Suspended Solid) pH NH3N (Amoniak bebas) NO3N (Nitrat) DO (Dissolve Oxygen) BOD (Biological Oxygen Demand) COD (Chemical Oxygen Demand)
0C mg / mg /L mg / L mg /L mg /L mg /L mg /L
45 l 5.000 500 5–9 20 50 300 600
Limbah Cair Dari Rebusan Kedelai (Rata rata)
Limbah Cair Dari Rendaman Kedelai (Rata rata)
75 25.060 4.012 6 16,5 12,52 ttd 1.302,03 4.188,27
32 25.254 4.551 4,16 26,7 14,08 ttd 31.380,87 35.398,87
Besar kandungan unsur hara N, P, K dan pH yang terdapat dalam limbah cair tahu adalah N sebesar 164,9 ppm, P sebesar 15,66 ppm, K sebesar 625 ppm dan pH sebesar 3,9. Kandungan tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal oleh kangkung pada konsentrasi 100% (penyiraman 2 kali), melon pada konsentrasi 50%
Universitas Sumatera Utara
(penyiraman 3 kali) dan cabai pada konsentrasi 50% (penyiraman 1 kali) (Rahmah, 2011). Menurut Pebriani, dkk (2011) menyatakan bahwa perendaman kacang kedelai selama 24 jam pada air biasa yang sering dilakukan para pengrajin tempe. Selama direndam di air biasa pH air nya turun dari pH awal 7,0 - 6,5 menjadi pH 5, namun penurunan ini membutuhkan waktu yang cukup lama yakni 24 jam. Frekuensi penyiraman air limbah tempe memberikan pengaruh terhadap parameter jumlah daun, luas daun, berat kering bagian atas dan akar tanaman, kadar N tanah dan berat buah tanaman tomat. Frekuensi yang dapat digunakan yaitu 2 hari sekali, 1 minggu sekali dan 2 minggu sekali. Pengaruh interaksi antara konsentrasi dan frekuensi terbaik terdapat pada parameter berat buah dan kadar N tanah dengan konsentrasi 100% pada frekuensi 2 hari dan 2 minggu sekali (Rosalina,2008). Menurut hasil penelitian Novita (2009) menunjukkan bahwa penyiraman dengan air limbah pembuatan tahu terhadap pertumbuhan tanaman sawi (Brassica juncea L.) berbeda nyata atau berpengaruh pada semua parameter pertumbuhan vegetatif yang diamati, yaitu tinggi tanaman, jumlah daun, berat basah, kadar klorofil,dan luas daun pada umur 50 HST (saat panen). Dalam penelitian ini, konsentrasi air limbah tahu yang efektif untuk pertumbuhan tanaman sawi adalah konsentrasi 25% dan penyiraman terbaik adalah 1 minggu sekali. Menurut Rahmah (2011) menyatakan bahwa berdasarkan T-Test yang membandingkan tiap dua tanaman dengan konsentrasi
berbeda
serta
uji
ANOVA,
variasi
konsentrasi
limbah
tahu
mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Konsentrasi terbaik untuk kangkung adalah konsentrasi 100% dan melon 50% dengan satu kali penyiraman limbah. Khusus untuk tanaman cabai, konsentrasi terbaik yaitu konsentrasi 50% dan penyiraman limbah sebanyak hanya satu kali.
Universitas Sumatera Utara
Pengaruh konsentrasi air limbah tempe terhadap kadar nitrogen didalam tanah dari penelitian Rosalina (2008) dapat telihat pada tabel sebagai berikut. Tabel 2.Pengaruh konsentrasi air limbah tempe sebagai pupuk organik terhadap kadar N tanah. Konsentrasi Kadar N tanah Perlakuan (%) 0% 1.52 a 20% 1.61 b 40% 1.70 c 60% 1.76 cd 80% 1.79 d 100% 1.83 d Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan 5% Pada Tabel 2. terlihat bahwa pengaruh konsentrasi limbah cair tempe terhadap kadar N tanah dimana dengan konsentrasi 100% (limbah cair industri tempe + 0 mL air) yang diaplikasikan sebanyak 100 mL setiap 2 hari dan 2 minggu sekali selama 65 hari (>2 bulan) dapat meningkatkan dengan nyata kadar N tanah yaitu sebesar 0,31% N (Rosalina, 2008). Larutan hasil fermentasi kombinasi kotoran sapi dan limbah tahu dapat digunakan sebagai pupuk sekaligus dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman jagung (Zea mays. L), dan konsentrasi pupuk hasil fermentasi kombinasi kotoran sapi dan limbah tahu yang memberikan hasil pertumbuhan paling baik adalah konsentrasi 3% (Daka, 2008). Pemupukan N, P, K dan ampas tahu berpengaruh nyata pada komponen pertumbuhan tanaman jagung yang meliputi: tinggi tanaman, luas daun, bobot kering total tanaman, dan indeks luas daun. Pemupukan N, P, K dan ampas tahu juga berpengaruh nyata pada komponen hasil yang meliputi : bobot kering tongkol, bobot
Universitas Sumatera Utara
-1
kering pipilan, bobot 100 biji, indeks panen dan hasil t ha . Pengunaan ampas tahu dapat mengurangi penggunaan pupuk N,P,K pada budidaya tanaman jagung. -1
Perlakuan dosis 75% pupuk N,P,K dengan penambahan ampas tahu 15 t ha pada tanaman jagung memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan kontrol (Kusumaningrum,2011). Pemberian limbah cair tahu dengan dosis yang berbeda memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap laju pertumbuhan relatif populasi Spirullina. Perlakuan terbaik adalah pemberian limbah cair tahu dosis 31 mL / L H2O (Handajani,2006). Ekstrak sari kedelai dan air cucian beras (leri) mengandung zat-zat mineral, salah satunya fosfat. fosfat berperan bagi tanaman karena untuk membantu pertumbuhan tanaman. Kekurangan fosfat maka pertumbuhan tanaman akan terhambat (Lestari,2010). Mikoriza. Mikoriza, suatu bentuk asosiasi mutualistis antara cendawan dengan akar tumbuhan tingkat tinggi memiliki spektrum yang sangat luas baik dari segi tanaman inang, jenis cendawan mekanisme asosiasi, efektivitas, mikrohabitat maupun penyebarannya. Dalam fenomena ini jamur menginfeksi dan mengkoloni akar tanpa menimbulkan nekrosis sebagaimana biasa terjadi infeksi jamur patogen, dan mendapatkan nutrisi secara teratur dari tanaman. Dalam hal ini cendawan tidak merusak atau membunuh tanaman inangnya menerima hara mineral, sedangkan cendawan memperoleh senyawa karbon dari hasil fotosintesis tanaman inangnya (Hanafiah, dkk ,2009).
Universitas Sumatera Utara
Hubungan timbal balik antara cendawan mikoriza dengan tanaman inangnya mendapatkan manfaat positif bagi keduanya (simbiosis mutualistis). Karenanya inokulasi cendawan mikoriza dapat dikatakan sebagai “biofertilization”, baik untuk tanaman pangan, perkebunan, kehutanan maupun tanaman penghijauan. Bagi tanaman inang, adanya asosiasi ini, dapat memberikan manfaat yang sangat besar bagi pertumbuhannya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung, cendawan mikoriza berperan dalam memperbaiki struktur tanah, meningkatkan kelarutan hara dan proses pelapukan bahan induk (Hanum, 2011). Menurut Bucking and Hill (2005) menyatakan bahwa penyerapan P terjadi oleh miselium extra radikal (ERM = extraradical mycelium ) dari mikoriza dan di translokasikan ke akar yang dirangsang oleh mikoriza, yang kemudian di distribusikan oleh metabolisme tanaman. Penyerapan P oleh jamur mikoriza dan penyaluran P untuk tanaman yang diinfeksi oleh mikoriza dirangsang oleh transfer karbon yang terjadi diseluruh permukaan infeksi mikoriza. Pemberian Mikoriza Vesikular Arbuskular 10 gram/polibag (M1) merupakan perlakuan yang paling baik untuk diaplikasikan. Hal ini ditunjukkan pada parameter tinggi tanaman umur 2 MST, 4 MST dan saat berbunga, jumlah daun umur 4 MST, dan 6 mst, bobot kering brangkasan, bobot segar akar, bobot malai, bobot biji per tanaman, kadar gula total dan serapan P pada batang (Jayanegara, 2011). Jenis dan dosis mikoriza memberikan pengaruh dan interaksi nyata terhadap kandungan P pada tanaman cabai . Pemberian jenis mikoriza pada dosis 0 ; 5 dan 10 g tidak nyata pengaruhnya terhadap kandungan P tanaman cabai selain pemberian jenis mikoriza secara bersamaan. Pada dosis 15 g dari masing-masing jenis mikoriza memperlihatkan pengaruh yang nyata. Kandungan P pada tanaman cabai yang lebih
Universitas Sumatera Utara
tinggi ditemukan pada pemberian dosis 15 g dari jenis Gigaspora sp. (0.48%) (Halis, dkk, 2008). Pemberian fungi mikoriza arbuskular (FMA) berpengaruh menaikkan pertumbuhan dan produksi tanaman jagung, perbedaan waktu tanam juga berpengaruh menaikkan pertumbuhan dan produksi tanaman jagung.
Pemberian
fungi mikoriza arbuskular (FMA) berpengaruh nyata terhadap Luas daun, bobot kering tajuk, dan bobot kering akar. Perbedaan waktu tanam berpengaruh nyata terhadap umur berbunga, umur panen dan bobot kering tajuk. Interaksi antara pemberian fungi mikoriza arbuskular (FMA) dan perbedaan waktu tanam tidak berpengaruh nyata terhadap semua parameter pengamatan, kecuali bobot kering akar (Handayani, 2008). Nitrogen (N) Jaringan tanaman terdiri dari C,H,O,N,S,P dan sejumlah unsur lainnya. Ionion inorganik membentuk kandungan abu yang kadang – kadang mencapai sampai 10% dari berat kering jaringan. Bagian organik dari jaringan tanaman terdiri dari sejumlah besar senyawa organik, tetapi hanya sedikit yang ditemukan dalam tanah dalam jumlah tersidik, setelah pelapukan. Senyawa - senyawa organik tersebut terutama adalah karbohidrat, asam amino dan protein, lipid, asam nukleat, lignin dan humus (Tan, 1998). Selain air, karbon dan energi, nitrogen (N) merupakan unsur essensial bagi seluruh makhluk hidup. Nitrogen disebut sebagai unsur kunci untuk produksi, dan sangat sering menjadi unsur pembatas bagi pertumbuhan dan produksi tanaman di ekosistem tanah. Nitrogen dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang banyak. Unsur hara ini merupakan penyusun protein dan asam nukleat (purine dan pyrimidine),
Universitas Sumatera Utara
komponen dinding sel bakteri dan berperan dalam sintesis dan transfer energi. Tanaman mengandung sekitar 1 – 5% N dari bobot kering. Dalam kondisi air mencukupi, nitrogen dapat menjadi faktor pembatas utama pertumbuhan tanaman. ( Hanafiah, dkk, 2009) Nitrogen di dalam tanah berada dalam dua bentuk yaitu bentuk N-organik dan N-anorganik. Perubahan dari nitrogen merupakan yang terbesar yakni berada dalam ikatan – ikatan senyawa organik misalnya bahan – bahan organik yang berasal dari hasil pelapukan tumbuhan dan hewan. Bentuk – bentuk anorganik terdapat sebagai bentuk amonium, nitrat, N2O, NO dan gas N2 yang hanya dapat digunakan bakteri rhizobium (Damanik, dkk, 2011). Konversi N2 dari udara menjadi amonia dimediasi (dibantu) oleh enzim nitrogenase. Banyaknya N2 yang dikonversi menjadi amonia sangat tergantung pada kondisi fisik, kimia dan biologi tanah. Ketersediaan sumber energi (C-organik) di lingkungan rhizosfir merupakan faktor utama yang menentukan banyaknya nitrogen yang dihasilkan (Alexander, 1977 and Zuberer, 1998 dalam Simanungkalit, dkk, 2006) Nitrogen diserap tanaman dalam bentuk NO3- dan NH4+. Nitrogen dalam bentuk anorganik dijumpai dalam bentuk ion –ion yang berada di dalam larutan tanah, yang berada di komplek adsorpsi, atau dalam bentuk ion amonium yang terfiksasi pada kisi mineral liat. Metabolisme nitrogen mencakup tahap – tahap sirkulasi dan ekskresi nitrogen dalam organisme maupun proses-proses biologis siklus nitrogen di alam yang meliputi siklus urea, jalur penting ekskresi nitrogen dalam bentuk urea, fiksasi nitrogen biologis, asimilasi nitrogen, nitrifikasi dan denitrifikasi (Hanafiah, dkk, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Fosfat (P) Fosfat di dalam tanah secara alami terdapat dalam bentuk organik dan anorganik. Kedua macam bentuk tersebut merupakan bentuk fosfat yang tidak larut atau sedikit larut, sehingga ketersediaannya bagi biota tanah sangat terbatas. Mineral fosfat anorganik pada umumnya terikat sebagai AlPO4.2H2O (variscite) dan FePO4.2H2O (strengite) pada tanah masam dan sebagai Ca3(PO4)2 (trikalsium fosfat) pada tanah basa. Asam - asam organik sangat berperan dalam pelarutan fosfat karena asam organik tersebut relatif kaya akan gugus-gugus fungsional karboksil (-COO−) dan hidroksil (-O−) yang bermuatan negatif sehingga memungkinkan untuk membentuk senyawa komplek dengan ion (kation) logam yang biasa disebut chelate (Wagner & Wolf, 1998 dalam Santosa, 2007). Sejumlah besar fosfat tanah berupa senyawa organik diserang oleh mikroorganisme, senyawa fosfat organik dimineralisasi, diubah menjadi senyawa organik. Seperti diketahui bentuk khusus tertentu tergantung dari lingkungan dan keasaman tanah. Bila pH terletak antara 5,5 dan 5,7 fosfat yang berubah dari H2PO4menjadi HPO4=. Kedua bentuk ini tersedia untuk tanaman tingkat tinggi. Karena sejumlah kecil fosfat terikat dalam senyawa kompleks mineral tanah yang umunya tersedia sangat lambat, sumber organik tersebut di atas menjadi sangat penting (Buckman dan Brady, 1982) Fungsi P dalam tanaman berperan sebagai komponen enzim dan protein tertentu, adenosin trifosfat (ATP), asam ribo nukleat (RNA), asam deoksiribo nukleat (DNA) dan fitin. Berperan dalam reaksi tranfer energi, dan menurunkan sifat keturunan lewat DNA dan RNA. Gejala kekurangan P yaitu pertumbuhan lambat,
Universitas Sumatera Utara
lemah dan kerdil. Fosfat diperlukan terutama untuk pembentukan akar baru (Nurjaya, dkk, 2009) Meningkatnya P tersedia tanah dan memanjangnya akar tanaman maka kontak secara difusi antara akar tanaman dengan P yang ada di dalam tanah menjadi lebih besar sehingga lebih banyak P yang dapat diserap oleh tanaman (Isrun, 2009) Tanaman Jagung ( Zea mays L. ) Jagung merupakan tanaman komoditas utama yang memiliki arti yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Pada saat ini petani belum melakukan pemupukan secara rasional sehingga perlu adanya pengelolaan hara yang spesifik lokasi yang merupakan suatu pendekatan untuk mencukupi atau menyediakan unsur hara bagi tanaman sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan pada waktu yang tepat berdasarkan lokasi dan musim tertentu (Girsang dan Marbun, 2010). Tanaman jagung berasal dari daerah tropis yang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan di luar daerah tersebut. Jagung tidak menuntut persyaratan lingkungan yang terlalu ketat, dapat tumbuh pada berbagai macam tanah bahkan pada kondisi tanah yang agak kering. Tetapi untuk pertumbuhan optimalnya, jagung menghendaki beberapa persyaratan ( Prihatman, 2000 ). Iklim yang dikehendaki oleh sebagian besar tanaman jagung adalah daerah daerah beriklim sedang hingga daerah beriklim sub-tropis / tropis yang basah. Jagung dapat tumbuh di daerah yang terletak antara 0 - 50o LU hingga 0 - 40o LS. Pada lahan yang tidak beririgasi, pertumbuhan tanaman ini memerlukan curah hujan ideal sekitar 85 - 200 mm / bulan dan harus merata. Pada fase pembungaan dan pengisian biji tanaman jagung perlu mendapatkan cukup air. Sebaiknya jagung ditanam diawal musim hujan, dan menjelang musim kemarau. Pertumbuhan tanaman jagung sangat
Universitas Sumatera Utara
membutuhkan sinar matahari. Tanaman jagung yang ternaungi, pertumbuhannya akan terhambat/ merana, dan memberikan hasil biji yang kurang baik bahkan tidak dapat membentuk buah. Suhu yang dikehendaki tanaman jagung antara 21-34oC, akan tetapi bagi pertumbuhan tanaman yang ideal memerlukan suhu optimum antara 23-27oC. Pada proses perkecambahan benih jagung memerlukan suhu yang cocok sekitar 30 derajat C. Saat panen jagung yang jatuh pada musim kemarau akan lebih baik daripada musim hujan, karena berpengaruh terhadap waktu pemasakan biji dan pengeringan hasil ( Prihatman, 2000). Media tanam jagung tidak memerlukan persyaratan tanah yang khusus. Agar supaya dapat tumbuh optimal tanah harus gembur, subur dan kaya humus. Jenis tanah yang dapat ditanami jagung antara lain: andosol (berasal dari gunung berapi), latosol, grumosol, tanah berpasir. Pada tanah-tanah dengan tekstur berat (grumosol) masih dapat ditanami jagung dengan hasil yang baik dengan pengolahan tanah secara baik. Sedangkan untuk tanah dengan tekstur lempung / liat (latosol) berdebu adalah yang terbaik untuk pertumbuhannya. Keasaman tanah erat hubungannya dengan ketersediaan unsur-unsur hara tanaman. Keasaman tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman jagung adalah pH antara 5,6 - 7,5. Tanaman jagung membutuhkan tanah dengan aerasi dan ketersediaan air dalam kondisi baik. ( Prihatman, 2000). Inseptisol Inseptisol tersebar luas di Indonesia dengan luas 40.879.687 ha dari total lahan kering masam di Indonesia yaitu 102.817.113 ha dengan penyebarannya dominan terdapat di Sumatera (13.412.422 ha), Kalimantan (10.968.100 ha) dan
Universitas Sumatera Utara
Papua (9.928.395 ha) sedangkan luasnya di Jawa, Bali dan Sulawesi berturut-turut adalah 2.124.623 ha, 38.884 ha dan 4.407.263 ha (Mulyani, dkk., 2009). Inceptisol
adalah
tanah
yang
belum
matang
(immature)
dengan
perkembangan profil yang lebih lemah dibanding dengan tanah matang dan masih banyak menyerupai sifat bahan induknya. Banyak Inceptisol terdapat dalam keseimbangan dengan lingkungan dan tidak akan matang bila lingkungan tidak berubah. Pada tanah ini tidak ada proses pedogenik yang dominan kecuali leaching, meskipun mungkin semua proses pedogenetik adalah aktif (Hardjowigeno, 2003). Karakteristik sifat tanah inseptisol biasanya memiliki solum dalam, mengalami pencucian dan pelapukan lanjut, berbatas horizon baur, kandungan mineral primer dan unsur hara rendah, konsistensi gembur dengan stabilitas agregat kuat dan terjadi penumpukan relatif seskuioksida di dalam tanah sebagai akibat pencucian silikat. Ciri-ciri dari tanah inseptisol adalah adanya horizon kambik, dimana terdapat horizon penumpukan liat < 20% dari horizon diatasnya , mencakup tanah sulfat masam (Sulfaquept) yang mengandung horison sulfurik yang sangat masam, tanah sawah (aquept) dan tanah latosol. Sifat - sifat lain dari tanah ini adalah mempunyai warna tanah merah, coklat kemerahan, coklat, coklat kekuningan atau kuning tergantung bahan induk, warna batuan, iklim dan letak ketinggian. Perkembangan tanah akibat pengaruh iklim yang lemah, letusan vulkan atau topografi yang terlalu miring atau bergelombang (Munir, 1995). Pemanfaatan Inceptisol pada masa yang akan datang secara maksimal perlu ditinggkatkan. Sehingga secara keseluruhan prospek pemanfaatan Inceptisol di Indonesia masih dapat dikembangkan dengan budidaya yang tepat sesuai dengan kemampuan lahan tersebut (Munir, 1995).
Universitas Sumatera Utara