TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka SRI mengembangkan praktek pengelolaan padi yang memperhatikan kondisi pertumbuhan tanaman yang lebih baik, terutama di zona perakaran, dibandingkan dengan teknik budidaya cara tradisional. SRI dikembangkan di Madagaskar awal tahun 1980 oleh Henri de Lauline, seorang pastor Jesuit yang lebih dari 30 tahun hidup bersama petani-petani di sana. Tahun 1990 dibentuk Association Tefy Saina (ATS), sebuah LSM Malagasy untuk memperkenalkan SRI. Empat tahun kemudian, Cornell International Institution for Food, Agriculture and Development (CIIFAD), mulai bekerja sama dengan Tefy Saina untuk memperkenalkan SRI di sekitar Ranomafana National Park di Madagaskar Timur, didukung oleh US Agency for International Development. SRI telah diuji di Cina, India, Indonesia, Filipina, Sri Langka dan Bangladesh dengan hasil yang positif (Berkalaar, 2001). Mulanya, praktek penerapan SRI tampak “melawan arus”. SRI menentang asumsi dan praktek yang selama ratusan bahkan ribuan tahun telah dilakukan. Kebanyakan petani padi menanam bibit yang telah matang (umur 20-30 hari), dalam bentuk rumpun, secara serentak, dengan penggenangan air di sawah seoptimal mungkin di sepanjang musim. Mengapa? Praktek ini seolah-olah mengurangi resiko kegagalan bibit mati.
Masuk akal bahwa tanaman yang lebih matang seharusnya mampu
bertahan lebih baik; penanaman dalam bentuk rumpun akan menjamin beberapa
Universitas Sumatera Utara
tanaman tetap hidup saat pindah tanam (transplanting); dan penanaman dalam air yang menggenang menjamin kecukupan air dan gulma sulit tumbuh (Berkalaar,2001). Terlepas dari alasan di atas, para petani yang menerapkan metode SRI belum menemukan resiko yang lebih besar daripada metode tradisional. Beberapa kunci penerapan SRI adalah: Bibit dipindah lapang (transplantasi) lebih awal Bibit padi ditransplantasi saat dua daun telah muncul pada batang muda, biasanya saat berumur 8-15 hari. Benih harus disemai dalam petakan khusus dengan menjaga tanah tetap lembab dan tidak tergenang air. Saat transplantasi dari petak semaian, perlu kehati-hatian dan sebaiknya dengan memakai cethok, serta dijaga tetap lembab. Jangan bibit dibiarkan mengering.
Sekam (sisa benih yang telah berkecambah)
biarkan tetap menempel dengan akar tunas, karena memberikan energi yang penting bagi bibit muda. Bibit harus ditranplantasikan secepat mungkin setelah dipindahkan dari persemaian sekitar ½ jam, bahkan lebih baik 15 menit. Saat menanam bibit di lapangan, benamkan benih dalam posisi horisontal agar ujung-ujung akar tidak menghadap ke atas (ini terjadi bila bibit ditanam vertikal ke dalam tanah). Ujung akar membutuhkan keleluasaan untuk tumbuh ke bawah. Tranplantasi saat bibit masih muda secara hati-hati dapat mengurangi guncangan dan meningkatkan kemampuan tanaman dalam memproduksi batang dan akar selama tahap pertumbuhan vegetatif. Bulir padi dapat muncul pada malai (misalnya “kuping” bulir terbentuk di atas cabang, yang dihasilkan oleh batang yang subur). Lebih banyak batang yang muncul
Universitas Sumatera Utara
dalam satu rumpun, dan dengan metode SRI, lebih banyak bulir padi yang dihasilkan oleh malai. Bibit ditanam satu-satu daripada secara berumpun Bibit ditranplantasi satu-satu daripada secara berumpun, yang terdiri dari dua atau tiga tanaman. Ini dimaksudkan agar tanaman memiliki ruang untuk menyebar dan memperdalam perakaran. Sehingga tanaman tidak bersaing terlalu ketat untuk memperoleh ruang tumbuh, cahaya, atau nutrisi dalam tanah. Jarak tanam yang lebar Dibandingkan dengan baris yang sempit, bibit lebih baik ditanam dalam pola luasan yang cukup lebar dari segala arah. Biasanya jarak minimalnya adalah 25 cm x 25 cm. Sebaiknya petani berani mencoba berbagai jarak tanam dalam berbagai variasi, karena jarak tanam yang optimum (yang mampu menghasilkan rumpun subur tertinggi per m2) tergantung kepada struktur, nutrisi, suhu, kelembaban dan kondisi tanah yang lain. Pada prinsipnya tanaman harus mendapat ruang cukup untuk tumbuh. Mungkin anda pernah juga menggunakan metode lain selain SRI, namun jarang yang jarak tanam terbaiknya dibawah 20 cm x 20 cm. Hasil panen maksimum diperoleh pada sawah subur dengan jarak tanam 50 x 50 cm, sehingga hanya 4 tanaman per m2. Untuk membuat jarak tanam yang tepat (untuk memudahkan pendangiran), petani dapat meletakkan tongkat-tongkat dipinggir sawah, lalu diantaranya diikatkan tali melintas sawah. Tali harus diberi tanda interval yang sama, sehingga dapat menanam dalam pola segi empat. Dengan jarak tanam yang lebar ini, memberi kemungkinan lebih besar kepada akar untuk tumbuh leluasa, tanaman juga
Universitas Sumatera Utara
akan menyerap lebih banyak sinar matahari, udara dan nutrisi. Hasilnya akar dan batang akan tumbuh lebih baik (juga penyerapan nutrisi). Pola segi empat juga memberi kemudahan untuk pendangiran. Jika petani sudah lebih berpengalaman, mereka dapat menghemat waktu dengan hanya menandai titik persilangan tali di petak sawah dengan lidi atau alat lain. Dalam metode SRI kebutuhan benih jauh lebih sedikit dibandingkan metode tradisional, salah satu evaluasi SRI menunjukkan bahwa kebutuhan benih hanya 7 kg/ha, dibanding dengan metode tradisional yang mencapai 107 kg/ha. Belum lagi hasil panen yang diperoleh berlipat ganda karena setiap tanaman memproduksi lebih banyak padi. Kondisi tanah tetap lembab tapi tidak tergenang air Secara tradisional penanaman padi biasanya selalu digenangi air. Memang benar, bahwa padi mampu bertahan dalam air yang tergenang. Namun, sebenarnya air yang menggenang membuat sawah menjadi hypoxic (kekurangan oksigen) bagi akar dan tidak ideal untuk pertumbuhan. Akar padi akan mengalami penurunan bila sawah digenangi air, hingga mencapai ¾ total akar saat tanaman mencapai masa berbunga. Saat itu akar mengalami die back (akar hidup tapi bagian atas mati). Keadaan ini disebut juga “senescence”, yang merupakan proses alami, tapi menunjukkan tanaman sulit bernafas, sehingga menghambat fungsi dan pertumbuhan tanaman. Dengan SRI, petani hanya memakai kurang dari ½ kebutuhan air pada sistem tradisional yang biasa menggenangi tanaman padi. Tanah cukup dijaga tetap lembab
Universitas Sumatera Utara
selama tahap vegetatif, untuk memungkinkan lebih banyak oksigen bagi pertumbuhan akar. Sesekali (mungkin seminggu sekali) tanah harus dikeringkan sampai retak. Ini dimaksudkan agar oksigen dari udara mampu masuk kedalam tanah dan mendorong akar untuk “mencari” air. Sebaliknya, jika sawah terus digenangi, akar akan sulit tumbuh dan menyebar, serta kekurangan oksigen untuk dapat tumbuh dengan subur. Kondisi tidak tergenang, yang dikombinasi dengan pendangiran mekanis, akan menghasilkan lebih banyak udara masuk kedalam tanah dan akar berkembang lebih besar sehingga dapat menyerap nutrisi lebih banyak. Pada sawah yang tergenang air, di akar padi akan terbentuk kantung udara (aerenchyma) yang berfungsi untuk menyalurkan oksigen. Namun, karena kantung udara ini mengambil 30-40% korteks akar, maka dapat berpotensi menghentikan penyaluran nutrisi dari akar keseluruh bagian tanaman.
Penggenangan dapat dilakukan sebelum pendangiran untuk
mempermudah pendangiran. Selain itu, penggenangan air paling baik dilakukan pada sore hari (bila pada hari itu tidak hujan), sehingga air yang berada di permukaan mulai mengering keesokan harinya. Perlakuan ini membuat sawah mampu untuk menyerap udara dan tetap hangat sepanjang hari; sebaliknya sawah yang digenangi air justru akan memantulkan kembali radiasi matahari yang berguna, dan hanya menyerap sedikit panas yang diperlukan dalam pertumbuhan tanaman. Dengan SRI, kondisi tak tergenangi hanya dipertahankan selama pertumbuhan vegetatif. Selanjutnya, setelah pembungaan, sawah digenangi air 1-3 cm seperti yang diterapkan di praktek tradisional. Petak sawah diairi secara tuntas mulai 25 hari sebelum panen.
Universitas Sumatera Utara
Pendangiran Pendangiran (membersihkan gulma dan rumput) dapat dilakukan dengan tangan atau alat sederhana.
Para petani di Madagaskar beruntung setelah menggunakan alat
pendangiran yang dikembangkan International Rice Research Institute sejak tahun 1960-an, yang mampu mengurangi tenaga kerja dan meningkatkan hasil panen. Alat ini mempunyai roda putar bergerigi yang berfungsi untuk mengaduk tanah saat ditekan ke bawah dan tidak merusak tanaman karena ada jarak diantara roda. Pendangiran ini membutuhkan banyak tenaga ---bisa mencapai 25 hari kerja untuk 1 ha tapi hal ini tidak sia-sia karena hasil panen yang diperoleh sangat tinggi. Pendangiran pertama dilakukan 10 atau 12 hari setelah tranplantasi, dan pendangiran kedua setelah 14 hari. Minimal disarankan 2-3 kali pendangiran, namun jika ditambah sekali atau dua kali lagi akan mampu meningkatkan hasil hingga satu atau dua ton per ha. Yang lebih penting dari praktek ini bukan sekedar untuk membersihkan gulma, tetapi pengadukan tanah ini dapat memperbaiki struktur dan meningkatkan aerasi tanah. Asupan Organik Awalnya SRI dikembangkan dengan menggunakan pupuk kimia untuk meningkatkan hasil panen pada tanah-tanah tandus di Madagaskar.
Tetapi saat subsidi pupuk
dicabut pada akhir tahun 1980-an, petani disarankan untuk menggunakan kompos, dan ternyata hasilnya lebih bagus. Kompos dapat dibuat dari macam-macam sisa tanaman (seperti jerami, serasah tanaman, dan bahan dari tanaman lainnya), dengan tambahan pupuk kandang bila ada. Daun pisang bisa menambah unsur potasium,
Universitas Sumatera Utara
daun-daun taaman kacang-kacangan dapat menambah unsur N, dan tanaman lain seperti Tithonia dan Afromomum angustifolium, memberikan tamabahan unsur P. Kompos menambah nutrisi tanah secara perlahan-lahan dan dapat memperbaiki struktur tanah. Di tanah yang miskin jika tidak di pupuk kimia, secara otomatis perlu diberikan masukan nutrisi lain. Kegiatan penyuluhan pertanian merupakan salah satu dari sekian banyak variabel yang menyebabkan terjadinya perubahan perilaku pada petani dan perubahan yang terjadi menjadi tujuan akhir dari penyuluhan pertanian (Mardikanto, 1993). Latar belakang sosial ekonomi dan budaya ataupun politik mempengaruhi cepat atau lambatnya suatu inovasi diterima oleh sasaran seperti : umur, tingkat pendidikan, keberanian mengambil resiko, pola hubungan masyarakat dengan dunia luar dan sikap terhadap perubahan. Pemahaman sistem sosial budaya juga bermanfaat untuk mengetahui nilai hidup, norma sosial, serta pandangan hidup masyarakat yang sangat besar pengaruhnya terhadap pengambilan keputusan oleh petani untuk mengadopsi suatu inovasi (Mosher, 1997). Karakteristik sosial ekonomi petani : 1. Umur Petani yang berusia lanjut berumur sekitar 50 tahun keatas, biasanya fanatik terhadap tradisi dan sulit untuk diberikan pengertian pengertian yang dapat mengubah cara berpikir, cara kerja, dan cara hidupnya. Mereka ini bersikap apatis terhadap adanya
Universitas Sumatera Utara
teknologi baru. Kondisi seperti ini dipandang sangat menghambat proses pengambilan keputusan atas inovasi yang ditawarkan (Kartasapoetra, 1993). Makin muda petani biasanya lebih semangat untuk ingin tahu apa yang belum mereka ketahui, sehingga mereka berusaha untuk lebih cepat melakukan adopsi inovasi (Negara, 2000). Umur petani adalah salah satu faktor yang berkaitan erat dengan kemampuan kerja dalam melaksanakan kegiatan usahatani, umur dapat dijadikan sebagai tolak ukur dalam melihat aktivitas seseorang dalam bekerja dimana dengan kondisi umur yang masih produktif maka kemungkinan besar seseorang dapat bekerja dengan baik dan maksimal (Hasyim, 2006). 2. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan manusia umumnya menunjukkan daya kreativitas manusia dalam berpikir dan bertindak. Pendidikan rendah mengakibatkan berkurangnya pengetahuan dalam memanfaatkan sumber sumber daya alam yang tersedia. Usaha usaha penduduk berakibat hanya mampu menghasilkan pendapatan rendah (Kartasapoetra, 2001). Tinggi rendahnya pendidikan petani akan menanamkan sikap menuju penggunaan praktek pertanian yang lebih modern. Mereka yang berpendidikan tinggi relatif lebih cepat dalam melakukan anjuran penyuluh. Tingkat pendidikan yang rendah pada umumnya kurang menyenangi inovasi sehingga sikap mental untuk menambah ilmu pengetahuan khususunya ilmu pertanian kurang (Kesuma, 2006). 3. Pengalaman bertani
Universitas Sumatera Utara
Petani yang sudah lebih lama bertani akan lebih mudah untuk menerapkan anjuran (inovasi) penyuluh dan mudah menerapkan teknologi daripada petani pemula, dikarenakan pengalaman yang lebih banyak sehingga sudah dapat membuat perbandingan dalam mengambil keputusan yang tepat dan benar
(Soekartawi,
1988). Lamanya pengalaman bertani untuk setiap orang berbeda-beda, karena itu lamanya pengalaman bertani dapat dijadikan bahan pertimbangan agar tidak melakukan kesalahan yang sama sehingga dapat melakukan hal-hal yang baik untuk waktuwaktu berikutnya (Hasyim, 2006). 4. Luas lahan petani Petani yang mempunyai luas lahan yang lebih luas akan lebih mudah menerapkan inovasi dibandingkan dengan petani berlahan sempit. Hal ini dikarenakan keefektifan dan efisiensi dalam penggunaan sarana produksi. Besarnya luas wilayah usahatani menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat petani, dengan semakin luasnya lahan sehingga semakin tinggi produksi dan pendapatan yang diterima. Semakin luas lahan yang dimiliki petani akan mengurangi keengganan sikap petani pada resiko atau dengan kata lain petani semakin berani menanggung resiko (Soekartawi, 1993). Landasan Teori Penyuluhan dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku (pengetahuan, sikap dan keterampilan) di kalangan masyarakat agar mereka tahu, mau dan mampu melaksanakan perubahan-perubahan demi tercapainya peningkatan produksi,
Universitas Sumatera Utara
pendapatan atau keuntungan dan perbaikan kesejahteraan keluarga atau masyarakat yang ingin dicapai melalui pembangunan pertanian (Huda, 2002). Peran penyuluh yaitu membantu petani untuk memecahkan permasalahannya sendiri dengan kemampuan yang dimiliki sendiri, sehingga petani dapat menjadi lebih baik. Penyuluh juga memiliki peran untuk menyampaikan program-program pemerintah dan menyampaikan teknologi baru dalam peningkatan produksi pada bidang pertanian. Program memiliki peran yang penting dalam suksesnya penyuluhan (Priyono, 2009). Kelompok Tani adalah sekumpulan orang-orang tani atau petani yang terdiri atas petani dewasa pria dan wanita yang terikat secara informal dalam suatu wilayah kelompok atas dasar keserasian dan kebutuhan bersama serta berada di lingkungan pengaruh dan pimpinan kontak tani (Departemen Pertanian, 2009). SRI (System Of Rice Intensification) merupakan salah satu pendekatan dalam praktek budidaya padi yang menekankan pada manajemen pengelolaan tanah, tanaman dan air melalui pemberdayaan kelompok dan kearifan lokal yang berbasis pada kegiatan ramah lingkungan. Hal ini akan sangat mendukung terhadap pemulihan kesehatan tanah dan kesehatan
pengguna produknya.
Gagasan SRI pada mulanya
dikembangkan di Madagaskar antara tahun 1983-1984. Pertanian organik pada prinsipnya menitik beratkan prinsip daur ulang hara melalui panen dengan cara mengembalikan sebagian biomasa ke dalam tanah, dan konservasi air, mampu memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode konvensional. Di
Universitas Sumatera Utara
Indonesia gagasan SRI telah di uji coba dan diterapkan di beberapa kabupaten di Jawa, Sumatera, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan, Sulawesi serta Papua. Penerapan gagasan SRI berdasarkan pada enam komponen penting : transplantasi bibit muda, bibit ditanam satu batang, jarak tanam lebar, kondisi tanah lembab (irigasi berselang), hanya menggunakan bahan organic (kompos), dan melakukan pendangiran/penyiangan. Hasil penerapan metode SRI menunjukkan bahwa budidaya padi metode SRI telah mampu : (1) meningkatkan hasil dibanding budidaya padi sistem konvensional, (2) Meningkatkan pendapatan, (3) Terjadi efisiensi produksi dan efisiensi usahatani secara finansial, (4) Pangsa harga pasar produk lebih tinggi sebagai beras organik. Dengan meningkatnya harga pupuk dan pestisida kimia serta semakin rusaknya lingkungan sumber daya akibat pemakaian bahan kimia telah mendorong petani dibeberapa tempat mempraktekkan sistem budidaya padi metode SRI. Peluang pengembangan SRI ke depan juga didukung oleh tuntutan globalisasi dan kebutuhan yang makin meningkat terhadap budidaya padi ekologis ramah lingkungan, kemudian dengan sistem penyuluhan yang mudah dimengerti, juga terkait dengan kondisi peningkatan semua input produksi serta kebutuhan produk organic (Santoso, 2010). Kerangka Pemikiran Penilaian program SRI (System of Rice Intensification) dari suatu kelompok tani tidak lepas dari karakteristik anggotanya (umur, tingkat pendidikan, pengalaman berorganisasi, jumlah tanggungan, dan luas lahan) anggota yang umurnya relative muda dan memiliki pendidikan yang lebih tinggi akan lebih efektif dalam
Universitas Sumatera Utara
menjalankan program tersebut dibandingkan petani yang lebih tua yang tidak memiliki pendidikan, tetapi petani yang lebih tua memiliki banyak pengalaman dalam hal bertani. Untuk menilai sampai sejauh mana metode SRI ini dapat diterima oleh kelompok petani yang pemula dan kelompok tani yang berpengalaman adalah dengan mengetahui sampai sejauh mana mereka melaksanakan anjuran yang telah disampaikan oleh penyuluh pertanian. Dalam pelaksanaan metode SRI ini tentu saja petani memiliki masalah dimasing masing pihak. Masalah tersebut seperti berupa metodenya yang terlalu sulit dari pada metode yang lama, diperlukan waktu yang banyak untuk selalu memperhatikan dan mengawasi perkembangan padi sawah metode SRI dibanding dengan metode konvensional lainnya, dan banyak masalah lainnya yang selalu meliputi dipikiran petani. Tapi tentu saja masalah masalah tersebut dapat terselesaikan bila ada usaha yang dilakukan oleh petani untuk menyelesaikannya. Petani bekerjasama untuk dapat menyelesaikannya sehingga masalah tadi dapat terselesaikan dengan baik. Lalu dari penilaian petani mengenai program metode SRI ini bisa ditarik kesimpulan, apakah metode ini berhasil bagi petani atau tidak. Petani yang dapat melaksanakan metode SRI ini dengan baik dapat dikatakan berhasil dalam menerapkan metode yang dianjurkan oleh penyuluh pertanian. Tetapi ada juga petani yang dalam melaksanakan metode SRI ini tidak dapat melakukannya sesuai dengan anjuran sehingga dapat dikatakan metode SRI ini tidak berhasil dengannya.
Universitas Sumatera Utara
Secara skematis, kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut: Karakteristik Kelompok Tani - Umur - Lama berusahatani - Jumlah tanggungan - Tingkat pendidikan - Frekuensi mengikuti penyuluhan
Petani pemula yang menerapkan program SR I
Petani berpengalaman yang menerapkan program SRI
Pelaksanaan Program SRI ( Sytem Rice Of Intensification)
Masalah yang dihadapi
Berhasil
Upaya yang dilakukan
Tidak Berhasil
Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran
Keterangan : : Menyatakan pengaruh : Menyatakan hubungan
Universitas Sumatera Utara
Hipotesis Penelitian Hipotesis yang diajukan dalam penelitian skripsi ini, yaitu : 1. Pelaksanaan program SRI di Desa Aras berhasil. 2. Terdapat hubungan karakteristik petani (umur, lama bertani, jumlah tanggungan, tingkat pendidikan, frekuensi mengikuti penyuluhan) terhadap keberhasilan pelaksanaan program SRI di Desa Aras. 3. Ada masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan program SRI di Desa Aras. 4. Ada upaya yang dilakukan dalam pelaksanaan program SRI di Desa Aras.
Universitas Sumatera Utara