6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyakit Kulit Akibat Infeksi Jamur Superfisial 2.1.1. Klasifikasi Menurut
Budimulja
(2010),
mikosis
superfisialis
terbagi
atas
dermatofitosis dan nondermatofitosis. Penyakit jamur yang melibatkan jaringan berkeratin
dapat
disebabkan
jamur
dermatofit
(dermatofitosis),
jamur
nondermatofit (nondermatofitosis), atau keduanya (Patel et al., 2006). 2.1.2. Jenis-Jenis Penyakit 2.1.2.1. Tinea Kapitis Tinea kapitis adalah jenis dermatofitosis yang menyerang kulit kepala dan rambut sekitarnya. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai spesies dari genus Trichophyton dan Microsporum kecuali T. concentricum. Tabel 2.1
Sumber: Verma dan Heffernan, 2008 Beberapa tipe temuan klinis pada tinea kapitis yaitu: 1. Tipe inflamasi Inflamasi pada tinea kapitis merupakan hasil dari reaksi hipersensitifitas terhadap infeksi. Batas spektrum inflamasi mulai dari folikulitis berpustul sampai kerion. Lesi tersebut biasanya terasa gatal dan mungkin disertai nyeri,
Universitas Sumatera Utara
7
limfadenopati servikal posterior, demam, dan lesi tambahan pada kulit yang gundul. 2. Noninflamasi Rambut di daerah yang terinfeksi berubah warna menjadi abu-abu dan kurang bercahaya serta patah di level yg hanya sedikit di atas kulit kepala. Kerontokan rambut yang nyata jarang terjadi. Hiperkeratin yang melingkar dan area botak yang bersisik yang disebabkan patahnya rambut merupakan tanda yang mudah dikenali. Lesi biasanya terjadi di daerah oksiput. 3. Tipe “Black dot” Kerontokan rambut bisa terjadi dan bisa juga tidak terjadi. Jika terjadi kerontokan, kumpulan bintik hitam akan terlihat di kulit kepala yang botak. 4. Tipe Favus Tipe ini ditandai dengan krusta kuning yang tebal sampai folikel-folikel rambut yang mengarahkan terjadinya kebotakan berparut (Verma dan Heffernan, 2008). Hasil penelitian Nawal et al (2012) menunjukkan bahwa tinea kapitis cenderung diderita rentang usia sekolah (6-11 tahun) yaitu sebanyak 8 dari 14 kasus dan cenderung diderita laki-laki dengan rasio 2,5:1 (10 dari 14 kasus). Hal yang sama ditunjukkan oleh penelitian yang dilakukan K et al (2012) dimana penderita pada rentang usia sekolah (6-11 tahun) ada sebanyak 6 dari 10 kasus dan cenderung diderita laki-laki dengan rasio 1,5:1 (6 dari 10 kasus). Hasil yang mirip ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh Das, Basak, dan Ray (2009) yang menunjukkan bahwa tinea kapitis cenderung diderita anak-anak berusia di bawah 10 tahun yaitu sebanyak 7 dari 13 kasus dan lebih banyak diderita perempuan dengan rasio 2: 4,5 (9 dari 13 kasus).
Universitas Sumatera Utara
8
2.1.2.2. Tinea Barbae Tinea barbae hanya terjadi pada pria. Penyebaran besar-besaran di masa lalu disebabkan pisau cukur tukang cukur yang terkontaminasi. Tapi, sekarang penyebarannya lebih sering disebabkan paparan langsung dengan lembu, kuda, atau anjing yang umumnya terlihat di daerah pedesaan diantara para petani dan peternak.
Etiologi
yang
sering
menyebabkan
tinea
barbae
adalah
T.
mentagrophytes dan T. verrucosum. Temuan klinis yang umumnya ditemui berupa lesi yang khas unilateral dan lebih sering melibatkan area janggut daripada kulit atau bibir bagian atas. Ada dalam tiga tipe, yakni: 1. Tipe inflamasi Tinea barbae tipe ini terlihat analog dengan pembentukan kerion tinea kapitis. Lesinya berupa nodul dan terlihat seperti rawa disertai cairan seropurulen yang membentuk krusta. Rambut di area ini terlihat tidak bercahaya, rapuh, dan mudah dicabut untuk menunjukkan massa purulen sekitar akarnya. 2. Tipe Superfisial Tipe ini terlihat mendekati folikulitis bakterial yang mana terdapat eritema ringan yang menyebar dan ditemukan papul dan pustul perifolikular. 3. Tipe Sirsinata. Tipe ini sangat mirip dengan tinea sirsinata (tinea korporis) dari kulit gundul. Namun tipe ini tidak disertai pagar vesikulopustular yang aktif dan menyebar dengan pembentukan sisik sentral dan rambut yang relatif renggang (Verma dan Heffernan, 2008). Hasil penelitian Patel et al (2010) menunjukkan penderita tinea barbae berada dalam rentang usia 11-20 tahun dan 21-30 tahun. Rentang usia 11-20 tahun ditemukan 1 kasus dan rentang usia 21-30 tahun ditemukan 2 kasus.
Universitas Sumatera Utara
9
2.1.2.3. Tinea Korporis Tinea korporis merujuk kepada semua dermatofitosis kulit yang gundul kecuali telapak tangan, telapak kaki, dan selangkangan (Verma dan Heffernan, 2008). Temuan klinis dapat dilihat dalam tabel 2.2. Tabel 2.2
Sumber: Verma dan Heffernan, 2008
Tinea Imbrikata sudah menjadi bagian dari dermatofitosis tanpa menjadi varian dari tinea korporis menurut International Classification of Diseases - 10 (ICD-10). Penelitian yang dilakukan Nawal et al (2012) menunjukkan tinea korporis cenderung diderita rentang usia dewasa (19-59 tahun) yaitu sebanyak 44 dari 60 kasus dan penderita lebih banyak berjenis kelamin laki-laki dengan rasio 1,6:1 (37 dari 60 kasus). Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan K et al (2012) yang menunjukkan tinea korporis cenderung diderita rentang usia dewasa (19-59 tahun) yaitu 151 dari 199 kasus dan penderita pun lebih banyak berjenis kelamin laki-laki dengan rasio 2,3:1 (139 dari 199 kasus).
Universitas Sumatera Utara
10
2.1.2.4. Tinea Kruris Tinea kruris adalah dermatofitosis yang umum terjadi pada kulit selangkangan, genital, pubis, perineum, dan perianal. Temuan klinis yang dijumpai biasanya muncul sebagai papulovesikel eritema yang multiple dengan batas yang jelas dan semakin melebar. Rasa gatal adalah hal biasa, bahkan bisa terasa nyeri dengan infeksi sekunder (Verma dan Heffernan, 2008). Hasil penelitian yang dilakukan K et al (2012) menunjukkan tinea kruris cenderung diderita rentang usia dewasa (19-59 tahun) yaitu sebanyak 47 dari 59 kasus dan umumnya berjenis kelamin laki-laki dengan rasio 2,7:1 (43 dari 59 kasus). Nawal et al (2012) juga menemukan tinea kruris cenderung diderita rentang usia dewasa (19-59 tahun) yaitu sebanyak 27 dari 41 kasus dan umumnya berjenis kelamin laki-laki dengan rasio 2,7:1 (30 dari 41 kasus). Hasil yang ditemukan Das, Basak, dan Ray (2009) dengan klasifikasi umur yang berbeda menunjukkan rentang usia 11-20 tahun, 21-30 tahun, 41-50 tahun, dan di atas 51 tahun terdapat masing-masing 2 kasus tinea kruris dari total yang berjumlah 9 kasus. Penderita 1 kasus sisanya berada dalam rentang usia 31-40 tahun. Perbandingan jenis kelamin sangat siknifikan dalam penelitiannya ini dimana rasio laki-laki dibandingkan perempuan yaitu 8:1.
2.1.2.5. Tinea Pedis dan Tinea Manuum Tinea pedis adalah dermatofitosis yang menyerang kaki sementara tinea manuum menyerang telapak tangan dan sela jari tangan. Etiologi yang dominan adalah T. rubrum (paling sering), T. mentagrophytes, dan E. floccosum. Temuan klinis tinea pedis ada 4 macam atau kombinasi, diantaranya: 1. Tipe Intertriginosa Kronis. Ini merupakan tipe yang paling sering. Temuan klinis dimulai sebagai pembentukan sisik, erosi, dan eritema dari sela jari kaki dan kulit di bawah jari terutama sekali diantara 3 jari-jari lateral.
Universitas Sumatera Utara
11
2. Tipe Hiperkeratotik Kronik. Tipe ini biasanya dijumpai bilateral dengan pembentukan sisik kecil-kecil atau difus terbatas ke kulit tebal, telapak kaki, serta lateral dan medial sisi kaki. T. rubrum merupakan etiologi yang paling umum yang menghasilkan vesikel dalam waktu singkat. Unilateral Tinea manuum biasanya terjadi terkait tinea pedis hiperkeratin yang menghasilkan “sindrom dua kaki-satu tangan”. 3. Tipe Vesikulobulosa. Tipe ini khas disebabkan T. mentagrophytes, yang menghasilkan vesikel padat dengan diameter berukuran lebih dari 3mm, vesikulopustula, atau bula di kulit tipis telapak kaki dan area tepi kaki. 4. Tipe Ulseratif Akut. Tipe ini membentuk vesikulopustula dan luka bernanah area luas di permukaan telapak kaki (Verma dan Heffernan, 2008). K et al (2012) menemukan tinea manuum cenderung diderita rentang usia dewasa (19-59 tahun) yaitu sebanyak 7 dari 11 kasus dan penderita umumnya berjenis kelamin laki-laki dengan rasio 1,75: 1. Hal ini diperkuat oleh Nawal et al (2012) yang juga menemukan tinea manuum cenderung diderita rentang usia dewasa (19-59 tahun) yaitu sebanyak 5 dari 6 kasus dan 5 diantaranya adalah lakilaki. Penelitian Hapcioglu, Yegenoglu, dan Kaymakcalan (2006) mengenai tinea pedis pada anak Sekolah Dasar menunjukkan penderita didominasi oleh perempuan yaitu sebanyak 8 kasus sementara laki-laki hanya 3 kasus. Penelitian yang dilakukan Patel et al (2010) menunjukkan rentang usia 11-20 tahun merupakan rentang usia yang paling banyak menderita tinea pedis yaitu 4 dari 11 kasus walau rentang usia lainnya tidak menunjukkan selisih yang siknifikan.
Universitas Sumatera Utara
12
2.1.2.6. Tinea Unguium Tinea unguium adalah invasi dermatofit ke lempeng kuku. Tipe temuan klinis pada tinea unguium yaitu: 1. Distal Lateral Subungual Onychomycosis (DLSO) Ini tipe yang tersering. Tampak diskromia unguium (perubahan warna kuku), onikolisis (lepasnya lempeng kuku dari dasar kuku), hipertropia unguium (penebalan lempeng kuku) dan subungual hiperkeratosis/debris. 2. Superfisial White Onychomycosis (SWO) disebut juga Leuconychia Mycotica Permukaan lempeng kuku ada bercak batas jelas, pulau-pulau opak, putih (bila lama berwarna kuning), permukaan menjadi kasar, lunak seperti kapur dan mudah dikerok. Tipe ini biasanya terjadi pada kuku kaki namun pada pasien Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) dapat terjadi di kuku tangan. 3. Proximal Subungual Onychomycosis (PSO) Gejala klinis pada proximal kuku (Bagian SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, 2008). Penelitian K et al (2012) menunjukkan rentang usia dewasa (15-49 tahun) merupakan rentang usia yang paling dominan sebanyak 14 dari 17 kasus sementara selisih jumlah kasus berdasarkan jenis kelamin tidak terlalu siknifikan karena hanya selisih satu dimana laki-laki sebanyak 9 kasus dan perempuan sebanyak 8 kasus. Namun, penelitian yang dilakukan Das, Basak, dan Ray (2009) hanya menemukan 1 kasus. Penderita berusia dalam rentang 51 tahun ke atas dan berjenis kelamin perempuan.
2.1.2.7. Pitiriasis Versikolor Sinonim Pitiriasis Versikolor adalah tinea alba, dermatomycosis furfuracea, tinea flava, achromia parasitica, malasseziasis, liver spots (Patel et al, 2006).
Universitas Sumatera Utara
13
Menurut Bagian SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin (2008), pitiriasis versikolor adalah infeksi jamur superfisial kronik, asimtomatik menyerang lapisan stratum korneum dan disebabkan oleh Malassezia furfur. Temuan klinis pada pitiriasis versikolor antara lain: 1. Gatal bila berkeringat 2. Lokasi lesi pada umumnya terdapat pada badan (dada, punggung), leher, lengan atas, selangkang, dan bisa ditemukan pada daerah lain termasuk muka. 3. Terdapat 3 bentuk lesi: a. Makular: Soliter dan biasanya saling bertemu (koalesen) dan tertutup skuama b. Papuler: Bulat kecil-kecil perifolikuler, sekitar folikel rambut dan tertutup skuama c. Campuran lesi makular dan papular 4. Warna lesi bervariasi: putih (lesi dini), kemerahan, dan coklat (lesi lama). Bentuk kronis akan didapatkan bermacam warna. 5. Selesai terapi biasanya didapatkan depigmentasi residual tanpa skuama di atasnya yang akan menetap dalam beberapa bulan sebelum kembali normal. Penelitian yang dilakukan Das, Basak, dan Ray (2009) dan K et al (2012) menunjukkan pitiriasis versikolor cenderung diderita rentang usia dewasa (19-59 tahun) dan didominasi laki-laki. K et al (2012) menemukan rasio 2,4:1 dan Das, Basak, dan Ray (2009) menemukan rasio 1,4:1.
2.1.2.8. Tinea Nigra Sinonim Tinea Nigra Palmaris adalah Keratomikosis Nigrikans Palmaris, Kladosporiosis Epidemika, Pitiriasis Nigra, Mikrosporosis Nigra (Suyoso, 2001). Tinea nigra adalah infeksi jamur asimtomatis superfisial pada stratum korneum yang berbeda khas berupa makula tidak berskuama berwarna coklat sampai hitam. Permukaan palmar paling sering terkena, dapat juga mengenai
Universitas Sumatera Utara
14
plantar dari permukaan kulit lainnya. Penyebab tersering adalah jamur nondermatofit Phaeoannellomyces werneckii (dulu Exophiala werneckii) yang merupakan jamur dematiaceous (jamur kapang/mould/mold berwarna coklat). Bisa pula oleh Stenella araguata (Bagian SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, 2008).
2.1.2.9. Piedra Piedra terbagi 2, yaitu: 1. Black piedra (etiologi: Piedraia hortae) Tipe ini membuat kulit kepala menjadi bernodul-nodul keras dan terdengar suara gesekan metal ketika bersisir karena P. hortae sangat melekat erat ke rambut. 2. White piedra (etiologi: Trichosporon beigelii) Tipe ini membuat nodul berwarna coklat muda sampai putih di janggut, kumis, atau rambut pubis. T. beigelii tidak begitu lengket ke rambut (Bogle dan Larocco, 2007),
Universitas Sumatera Utara