UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT AVENTIS PHARMA JL. JEND. A. YANI, PULOMAS JAKARTA PERIODE 5 MARET – 30 APRIL 2014
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
VERIKA ASTRIANA KARTIKA, S. Farm 1306344362
ANGKATAN LXXVIII
PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK JUNI 2014
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT AVENTIS PHARMA JL. JEND. A. YANI, PULOMAS JAKARTA PERIODE 5 MARET – 30 APRIL 2014
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
VERIKA ASTRIANA KARTIKA, S. Farm 1306344362
ANGKATAN LXXVIII
PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK JUNI 2014 ii
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa skripsi yang saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang berlaku di Universitas Indonesia.
Jika dikemudian hari ternyata saya melakukan plagiarisme,saya akan bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Universitas Indonesia kepada saya.
Depok, 3 Juli 2014
Verika Astriana Kartika
iii Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Verika Astriana Kartika
NPM
: 1306344362
Tanda Tangan
:
Tanggal
: 3 Juli 2014
iv Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
v Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas anugerah-Nya sehingga saya dapat melaksanakan dan menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT Aventis Pharma periode 5 Maret – 30 April 2014. Penulisan laporan ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Apoteker pada Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, saya sangat sulit untuk menyelesaikan laporan ini. Oleh karena itu, saya hendak mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dan membimbing, yaitu kepada : 1. Bapak Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt, sebagai Dekan Fakultas Farmasi atas izin dankesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk melakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker. 2. Bapak Dr. Hayun, M.Si., Apt, sebagai Ketua Program Profesi Apoteker dan dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan bantuan selama penulis menempuh pendidikan Apoteker di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia serta kesempatan untuk melakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker. 3. Kurnia Sari Setio Putri M. Farm., Apt. selaku pembimbing yang telah dengan tulus dan sabar dalam membimbing, memberikan dukungan, memberikan perhatian, selama PKPA dan selama penulisan laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini. 4. Bapak Rajesh Kamat, sebagai Head of Industrial Affais PT Aventis Pharma atas izin dan kesempatan yang telah diberikan sehingga terlaksananya Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT Aventis Pharma. 5. Ibu Dra. Yeni Suciani, Apt, sebagai Head of Industrial Quality and Compliance (IQC) atas bimbingan, kesempatan, dan fasilitas yang telah diberikan untuk melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT Aventis Pharma.
vi Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
6. Seluruh karyawan di bagian Quality Assurance dan Quality Control (Kak Resty, Ibu Nurikah, Mba Asih, Mba Dyah, Kak Viden, Mba Wiwin, Mba Rosi, Pak Makmurani, Kak Dasep, Kak Hafid, Pak Yusuf, Yogi, Mas Bambang, Kak Syandi, Kak Cory) atas ilmu, arahan, bantuan, kerja sama, dan bimbingan yang telah diberikan selama pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini. 7. Seluruh staff dan karyawan PT Aventis Pharma Jakarta (IQC, TSD, HSE, Produksi, Warehouse) yang telah memberikan informasi yang sangat berguna sehingga laporan ini dapat terselesaikan. 8. Seluruh staff pengajar dan Tata Usaha Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi yang telah diberikan selama penulis menjalani pendidikan di Program Profesi Apoteker. 9. Keluarga penulis dan Steven Sastradi yang selalu memberikan dukungan, perhatian, doa, kasih sayang yang tak ternilai. 10. Seluruh rekan-rekan Apoteker Universitas Indonesia angkatan LXXVIII yang saling mendukung dan bekerjasama selama perkuliahan dan pelaksanaan PKPA. 11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu atassegala bantuan, baik secara langsung maupun tidak langsungkepadapenulis selama Praktek Kerja Profesi Apoteker dan penyusunan laporan.
Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan PKPA ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis dengan senang hati menerima segala kritik dan saran demi perbaikan di masa yang akan datang. Tidak ada yang penulis harapkan selain sebuah keinginan agar laporan PKPA ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu farmasi pada khususnya.
Penulis
2014
vii Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
: Verika Astriana Kartika
NPM
: 1306344362
Program Studi
: Apoteker
Fakultas
: Farmasi
Jenis Karya
: Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Free Right) atas laporan saya yang berjudul:
Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker di PT. Aventis Pharma, Jl. Jend. A. Yani Pulo Mas, Jakarta Periode 5 Maret – 30 April 2014
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan), dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif
ini
Universitas
Indonesia
berhak
menyimpan,
mengalih
media/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemiliki Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di
: Depok
Pada tanggal : 3 Juli 2014 Yang menyatakan
(Verika Astriana Kartika) viii Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama
: Verika Astriana Kartika
Program Studi : Profesi Apoteker Judul
: Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT Aventis Pharma Jl. Jend. A. Yani, Pulomas JakartaPeriode 5 Maret – 30 April 2014
Hidup layak dan sehat merupakan salah satu hak seluruh warga Negara Indonesia. Untuk memenuhi kebutuhan sehat tersebut maka diselenggarakan berbagai macam pelayanan kesehatan dengan cara memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit, serta memulihkan kesehatan masyarakat (Presiden Republik Indonesia, 2009). Semua obat-obatan yang beredar harus dapat dijamin keamanan, khasiat, kualitas dan harga yang terjangkau oleh masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan suatu pedoman yang meliputi seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu sehingga setiap obat yang dihasilkan selalu memenuhi ketentuan mutu yang telah ditetapkan yaitu Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Salah satu aspek dalam CPOB yaitu personalia, yang merupakan sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab itu, industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi, memiliki pengetahuan dan keterampilan yang cukup untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya di industri farmasi. Farmasis sebagai personil yang profesional harus memahami penerapan CPOB disamping adanya pengetahuan dan keterampilan, baik yang berhubungan dengan kefarmasian ataupun kepemimpinan. Dilatar belakangi oleh hal tersebut, maka seorang calon Apoteker harus memahami tanggung jawab profesinya serta dapat mengimplementasikan secara nyata. Oleh karena itu, Program Profesi Apoteker, Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia mengadakan kerjasama dengan PT Aventis Pharma dalam menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) agar dapat menjadi sarana pembelajaran di industri farmasi bagi para calon Apoteker. Praktek Kerja Profesi Apoteker ini dijalankan dari periode 5 Maret – 30 April 2014. PT Aventis Pharma Indonesia secara umum telah menerapkan CPOB dengan baik dan mengacu pada Aventis Global Standard untuk menjamin kualitas produk yang dihasilkan Kata Kunci
: Apoteker, Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), Praktik Kerja Profesi Apoteker, PT. Aventis Pharma. Halaman : xiv + 179 halaman (13 tables, 10 appendices) Daftar pustaka : 55 (2002-2014)
ix Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name
: Verika Astriana Kartika
Study Program: Apothecary Profession Title
: Apothecary Profession Internship at PT Aventis Pharma JL. Jend. A. Yani, Pulomas Jakarta on 5 March - 30 April 2014
Decent and healthy life is one of the rights of all citizens of Indonesia. To meet the health needs of the wide range of health services organized in a way to maintain and promote health, prevent and cure diseases, and restore the health of the community (the President of the Republic of Indonesia, 2009). All the drugs in circulation should be guaranteed safety, efficacy, quality and affordable price by the community. Therefore, we need a guideline that covers all aspects of production and quality control so that each drug produced always complied with the established quality of Good Manufacturing Practice (GMP). One of the aspects of the GMP is personnel, which is the human resource is very important in the formation and implementation of the quality assurance system that is satisfactory and correct drug manufacturing. Therefore, the pharmaceutical industry is responsible for providing qualified personnel, has sufficient knowledge and skills to carry out their duties and responsibilities in the pharmaceutical industry. Pharmacists as professional personnel must understand the application of GMP in addition to the knowledge and skills, both associated with the pharmacy or leadership. Background by this, then a candidate for Pharmacists must understand the responsibility of the profession as well as to implement in practice. Therefore, Pharmacist Professional Program, Faculty of Pharmacy, University of Indonesia entered into a collaboration with PT Aventis Pharma in organizing Practice Pharmacist in order to be a learning tool in the pharmaceutical industry for the prospective pharmacist. Pharmacist Professional Practice is run from the period March 5th to April 30th 2014 Indonesia PT Aventis Pharma has implemented GMP generally well and refer to Aventis Global Standard to ensure the quality of products produced
Key words
: Apothecary, Apothecary Profession Internship, Manufacturing Practice (GMP), PT. Aventis Pharma. Pages : xiv + 179 pages (13 tables, 10 appendices) Bibliography : 55 (2002-2014)
x Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
Good
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... ii SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ........................................ iii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .............................................. iv HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... v KATA PENGANTAR ...................................................................................... vi SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ............................. viii ABSTRAK ........................................................................................................ ix ABSTRACT ....................................................................................................... x DAFTAR ISI .................................................................................................... xi DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiv BAB 1. PENDAHULUAN .................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1 1.2 Tujuan ................................................................................................. 2 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 3 2.1 Industri Farmasi ..................................................................................... 3 2.1.1 Persyaratan Usaha Industri Farmasi ................................................. 4 2.1.2 Kewajiban Industri Farmasi yang Mendapatkan Izin Usaha Industri .......................................................................................... 4 2.1.3 Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi ......................................... 5 2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) ............................................. 5 2.2.1 Manajemen Mutu ........................................................................... 7 2.2.2 Personalia ...................................................................................... 8 2.2.3 Bangunan dan Fasilitas .................................................................. 9 2.2.4 Peralatan ...................................................................................... 10 2.2.5 Sanitasi dan Higiene .................................................................... 11 2.2.6 Produksi ...................................................................................... 12 2.2.7 Pengawasan Mutu ........................................................................ 16 2.2.8 Inspeksi Diri, Audit Mutu, dan Audit dan Persetujuan Pemasok ...................................................................................... 16 2.2.9 Penanganan Keluhan Terhadap Obat dan Penarikan Kembali Produk ......................................................................................... 17 2.2.10 Dokumentasi ............................................................................... 17 2.2.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak ............................ 18 2.2.12 Kualifikasi dan Validasi .............................................................. 19 BAB 3. TINJAUAN UMUM PT AVENTIS PHARMA ................................. 21 3.1 Sejarah PT Aventis Pharma ................................................................. 21 3.2 Visi dan Misi PT Aventis Pharma ....................................................... 22 3.2.1 Visi PT Aventis Pharma ............................................................... 22 3.2.2 Misi PT Aventis Pharma .............................................................. 22
xi Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
3.3 3.4 3.5 3.6
Lokasi dan Sarana Produksi ................................................................ 22 Karyawan Sanofi Group Indonesia ...................................................... 23 Struktur Sanofi Group Indonesia ......................................................... 24 Produk PT Aventis Pharma ................................................................. 24
BAB 4. TINJAUAN KHUSUS DIVISI INDUSTRIAL AFFAIRS ................. 27 4.1 Industrial Quality and Compliance Department .................................... 27 4.2 Production Department ....................................................................... 62 4.3 Technical Services Department ........................................................... 71 4.4 Health, Safety, and Environment Department ...................................... 79 4.5 Plant Logistics Department ................................................................. 90 4.6 Procurement Department .................................................................. 103 BAB 5. PEMBAHASAN ............................................................................... 105 BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 126 6.1 Kesimpulan ....................................................................................... 126 6.2 Saran .................................................................................................. 127 DAFTAR ACUAN ........................................................................................ 128
xii Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Klasifikasi ruangan PT Aventis Pharma ........................................... 131 Tabel 2. Spesifikasi pemeriksaan portable water, purified water dan purified water MilliQ plus ................................................................. 132 Tabel 3. Jenis – jenis Air Handling Unit......................................................... 133 Tabel 4. Tingkatan Occupational Exposure Band (OEB) ............................... 134 Tabel 5. Kategori produk PT Aventis Pharma berdasarkan OEB ................... 134 Tabel 6. Parameter baku mutu air kategori D................................................. 135 Tabel 7. Karakteristik yang berlaku untuk identifikasi, pengujian terhadap impuritas dan prosedur penetapan kadar ............................ 135
xiii Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Struktur organisasi Sanofi Group Indonesia ............................... 136 Lampiran 2. Struktur organisasi Industrial Affairs .......................................... 137 Lampiran 3. Struktur organisasi Departemen Industrial Quality and Compliance ............................................................................... 138 Lampiran 4. Diagram pengambilan keputusan terhadap hasil di luar spesifikasi .................................................................................. 139 Lampiran 5. Alur pemeriksaan bahan baku .................................................... 140 Lampiran 6. Persyaratan jumlah bakteri, total koliform, dan koliform tinja pada masing – masing jenis air .................................................. 141 Lampiran 7. Denah warehouse ....................................................................... 142 Lampiran 8. Perbedaan antara CPOB dengan implementasi di PT Aventis Pharma ...................................................................................... 143
xiv Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Hidup layak dan sehat merupakan salah satu hak seluruh warga Negara
Indonesia. Untuk memenuhi kebutuhan sehat tersebut maka diselenggarakan berbagai macam pelayanan kesehatan. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan dilakukan dengan memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit, serta memulihkan kesehatan masyarakat (Presiden Republik Indonesia, 2009). Penyediaan obat adalah kewajiban Pemerintah, institusi pelayanan kesehatan baik publik dan swasta. Semua obat-obatan yang beredar harus dapat dijamin keamanan, khasiat, kualitas dan harga yang terjangkau oleh masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan suatu pedoman yang meliputi seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu sehingga setiap obat yang dihasilkan selalu memenuhi ketentuan mutu yang telah ditetapkan. Pedoman dalam pembuatan obat bagi industri farmasi di Indonesia yang bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya adalah Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). CPOB menyangkut keseluruhan aspek produksi dan pengendalian mutu. Semua industri farmasi harus menerapkan CPOB dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan pembuatan obat (BadanPengawas ObatdanMakanan, 2012). Salah satu aspek dalam CPOB yaitu personalia, yang merupakan sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab itu, industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi, memiliki pengetahuan dan keterampilan yang cukup untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya di industri farmasi. Farmasis sebagai personil yang profesional harus memahami penerapan CPOB disamping adanya pengetahuan dan keterampilan, baik yang berhubungan dengan kefarmasian ataupun kepemimpinan. 1
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
2
Seorang apoteke rmerupakan kunci dalam penerapan segala aspek yang tercantum dalam CPOB. Berdasarkan CPOB, seorang Apoteker dibutuhkan dalam bidang produksi dan penjaminan mutu. Apoteker tidak hanya membutuhkan pengetahuan teoritis, tetapi juga pengalaman langsung di lapangan. Untuk mewujudkan hal tersebut dijalin kerjasama dengan industri farmasi untuk menyelenggarakan praktek kerja apoteker dengan perguruan tinggi dengan harapan lulusan apoteker memiliki pengalaman dan ketrampilan dasar di bidang industri farmasi. Dilatar belakangi oleh hal tersebut, maka seorang calon Apoteker harus memahami tanggung jawab profesinya serta dapat mengimplementasikan secara nyata. Pemahaman awal yang didapatkan dari teori sebelumnya dapat diperoleh melalui sebuah praktek kerja profesi di industri farmasi. Oleh karena itu, Program Profesi Apoteker, Fakultas Farmasi,
Universitas Indonesia mengadakan
kerjasama dengan PT Aventis Pharma dalam menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) agar dapat menjadi sarana pembelajaran di industri farmasi bagi para calon Apoteker. Praktek Kerja Profesi Apoteker ini dijalankan dari periode 5 Maret – 30 April 2014.
1.2.
Tujuan Tujuan dilaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT
Aventis Pharma sebagai berikut : a.
Membandingkan penerapan ketentuan CPOB dengan implementasi di Industri Farmasi, khususnyapada PT Aventis Pharma.
b.
Membekali
calon
apoteker
dengan
wawasan,
pengetahuan
dan
keterampilan, serta memahami tugas dan tanggung jawab apoteker di industri Farmasi mengenai seluruh aspek yang berhubungan dengan produksi, pemastian mutu dan pengawasan mutu sesuai pedoman CPOB, sehingga dapat menghasilkan calon-calon apoteker yang siap memasuki dunia kerja profesinya.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Industri farmasi Berdasarkan Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik, yang
tercantum pada peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.03.1.33.12.12.8195 tahun 2012, industri farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Obat didefinisikan sebagai bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi, yang digunakan untuk memengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan, dan kontrasepsi untuk manusia, sedangkan bahan obat adalah bahan baik yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat yang digunakan dalam pengolahan obat dengan standar dan mutu sebagai bahan baku farmasi (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012). Industri farmasi yang akan memproduksi obat wajib memiliki izin usaha dari Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Izin usaha industri farmasi diberikan kepada pemohon yang telah siap berproduksi sesuai dengan persyaratan CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik). Sebelum mendapatkan izin usaha industri farmasi, pemohon harus melalui tahap persetujuan prinsipyang diajukan kepada Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dengan tembusan kepada Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, jika pemohon izin industri farmasi dengan status Penanaman Modal Asing (PMA) atau Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang telah mendapatkan
surat
persetujuan
penanaman
modal
dari
instansi
yang
menyelenggarakan urusan penanaman modal, wajib mengajukan permohonan persetujuan prinsip sesuai dengan ketentuan. Persetujuan prinsip ini diberikan paling lama dalam waktu 14 hari kerja setelah permohonan. Persetujuan prinsip ini diberikan kepada industri farmasi untuk melakukan persiapan-persiapan dan usaha pembangunan, pengadaan, dan pemasangan instalasi peralatan. Persetujuan prinsip tersebut berlaku selama jangka waktu 3 tahun dan setiap tahun perusahaan 3
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
4
yang bersangkutan menyampaikan informasi kemajuan pembangunan proyeknya kepada Kepala Badan pengawas Obat dan Makanan. Bagi industri farmasi yang melakukan penambahan kapasitas produksi atau penambahan bentuk sediaan tidak memerlukan izin perluasan (Daris, A., 2012). Izinusaha industri farmasi yang diberikan dapat berlaku untuk seterusnya selama perusahaan industri farmasi yang bersangkutan berproduksi dan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan dalam surat keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 245/MENKES/SK/V/1990.
2.1.1 Persyaratan Usaha Industri Farmasi Usaha industri farmasi wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Berbadan usaha berupa Perseroan Terbatas (PT), b. Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat, c. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), d. Memiliki secara tetap paling sedikit tiga orang apoteker warga negara Indonesia (WNI) masing-masing sebagai penanggung jawab pemastian mutu,produksi, dan pengawasan mutu, e. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung ataupun tidak langsungdalam
pelanggaran
peraturan
perundang-undangan
di
bidang
kefarmasian (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).
2.1.2 Kewajiban Industri Farmasi yang Mendapatkan Izin Usaha Industri Industri farmasi yang telah mendapat izin usaha industri wajib : a. Menyampaikan laporan industri secara berkala mengenai kegiatan usahanya yaitu sekali dalam enam bulan, meliputi jumlah dan nilai produksi setiap obat atau bahan obat yang
dihasilkan serta sekali dalam satu tahun. Laporan
industri farmasi disampaikan kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementrian Kesehatan RI dengan tembusan kepada Kepala Badan. Laporan dapat dilaporkan secara elektronik. b. Melaksanakan upaya keseimbangan dan kelestarian sumber daya alam serta pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup akibat kegiatan industri farmasi yang dilakukannya. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
5
c. Melaksanakan upaya yang menyangkut keamanan dan keselamatan alat, bahan baku dan bahan penolong, proses serta hasil produksinya termasuk pengangkutannya dan keselamatan kerja. d. Melakukan Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang berlaku bagi jenis-jenis industri yang telah ditetapkan dan kewajiban untuk melakukannya setelah memperoleh Izin Usaha Industri Farmasi.
2.1.3 Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi Izin usaha industri farmasi dapat dicabut dengan alasan: a. Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasimelakukan pemindahtanganan hak milik Izin Usaha Industri Farmasi; dan atau b. Perluasan tanpa memiliki izin sesuai dengan ketentuan dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan; dan atau c. Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi tidak menyampaikan informasi industri farmasi secara berturut-turut tigakali atau dengan sengaja menyampaikan informasi yang tidak benar; dan atau d. Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi melakukan pemindahan lokasi usaha industri tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Menteri Kesehatan; dan atau e. Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi dengan sengaja memproduksi obat jadi atau bahan baku obat yang tidak memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku atau obat palsu; dan atau f. Tidak dipenuhinya ketentuan dalam Izin Usaha Industri Farmasi yang ditetapkan dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan.
2.2
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012) Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) adalah cara pembuatan obat
yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaan. CPOB dibuat bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
6
tujuan penggunaannya.
CPOB
mencakup
seluruh aspek
produksi dan
pengendalian mutu. CPOB merupakan pedoman yang bertujuan untuk memastikan agar sifat dan mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan yang dikehendaki. Bila perlu dapat dilakukan penyesuaian dengan syarat bahwa standar mutu obat yang telah ditentukan tetap dicapai. Selain itu, CPOB merupakan bagian dari sistem pemastian mutu yang mengatur dan memastikan obat diproduksi dan mutunya dikendalikan secara konsisten sehingga produk yang dihasilkan memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan sesuai tujuan penggunaan poduk disamping persyaratan lainnya. Industri Farmasi perlu menerapkan CPOB karena CPOB adalah bagian dari Pemastian Mutu yang memastikan bahwa obat dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaannya dan dipersyaratkan dalam izin edar dan spesifikasi produksi. Mutu merupakan hal yang terpenting dalam proses pembuatan obat. Mutu obat tergantung pada bahan awal, bahan pengemas, prosesproduksi, dan pengendalian mutu, bangunan, peralatan yang dipakai, dan personilyang terlibat dalam proses pembuatan obat. Pemastian mutu suatu obat tidak hanya mengandalkan pada pelaksanaan pengujian tertentu saja, tetapi obat dibuat dalam kondisi yang dikendalikan dan dipantau secara cermat. Ruang lingkup CPOB 2012 meliputi : 1. Manajemen mutu 2. Personalia 3. Bangunan dan Fasilitas 4. Peralatan 5. Sanitasi dan Higiene 6. Produksi 7. Pengawasan Mutu 8. Inspeksi Diri, Audit Mutu, dan Audit dan Persetujuan Pemasok 9. Penanganan Keluhan Terhadap Obat dan Penarikan Kembali Produk 10. Dokumentasi 11. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak 12. Kualifikasi dan Validasi Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
7
2.2.1 Manajemen Mutu Manajemen mutu (Quality Management) merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh industri farmasi untuk memastikan bahwa seluruh aspek yang berkenaan dengan produksi obat memenuhi pedoman yang berlaku, yaitu Cara Pembuatan Obat yang Baik agar produk obat yang dihasilkannya memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan efikasi secara reprodusibel dan konsisten. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan dibentuknya “Kebijakan Mutu” (Quality Policy) yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari seluruh jajaran di semua departemen dalam perusahaan, pemasok dan distributor. Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan sistem Pemastian Mutu yang
didesain
secara
menyeluruh dan
diterapkan
secara
benar
serta
menginkorporasi CPOB termasuk Pengawasan Mutu dan Manajemen Resiko Mutu (MRM). Unsur dasar manajemen mutu adalah: a. Suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi, prosedur, proses dan sumber daya; dan b. Tindakan sistematis yang diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat kepercayaan yang tinggi sehingga produk (atau jasa pelayanan) yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Keseluruhan tindakan tersebut disebut Pemastian Mutu. Pemastian mutu adalah suatu konsep luas yang mencakup semua hal baik secara tersendiri maupun secara kolektif, yang akan memengaruhi mutu dari obat yang dihasilkan. Pemastian mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Karena itu pemastian mutu mencakup CPOB ditambah dengan faktor lain di luar pedoman ini, seperti desain dan pengembangan produk. CPOB merupakan bagian dari pemastian mutu yang memastikan bahwa obat dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaan dan dipersyaratkan dalam izin edar dan spesifikasi produk. Sedangkan pengawasan mutu merupakan bagian dari CPOB yang berhubungan dengan pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, serta dengan organisasi, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
8
memastikan bahwa pengujian yang diperlukan dan relevan telah dilakukan dan bahwa bahan yang belum diluluskan tidak digunakan, serta produk yang belum diluluskan tidak dijual atau dipasok, sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat. Selain itu dalam manajemen mutu juga dijelaskan mengenai manajemen risiko mutu yang merupakan suatu proses sistematis untuk melakukan penilaian, pengendalian, dan pengkajian risiko terhadap mutu suatu produk. Hal ini dapat diaplikasikan secara proaktif maupun retrospektif (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012).
2.2.2 Personalia Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab itu, industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap personil hendaklah memahami tanggung jawab masing-masing dan dicatat. Seluruh personil hendaklah memahami prinsip CPOB serta memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higieneyang berkaitan dengan pekerjaannya. Industri farmasi hendaklah memiliki personil yang terkualifikasi dan berpengalaman praktis dalam jumlah yang memadai. Tiap personil hendaklah tidak dibebani tanggung jawab yang berlebihan untuk menghindarkan risiko terhadap mutu obat.Industri farmasi harus memiliki struktur organisasi. Tugas spesifik dan kewenangan dari personil pada posisi penanggung jawab hendaklah dicantumkan dalam uraian tugas tertulis. Tugas mereka boleh didelegasikan kepada wakil yang ditunjuk serta mempunyai tingkat kualifikasi yang memadai.Hendaklah aspek penerapan CPOB tidak ada yang terlewatkan ataupun tumpang tindih dalam tanggung jawab yang tercantum pada uraian tugas. Personil kunci dalam industri farmasi terdiri dari kepala bagian produksi,kepala bagian pengawas mutu, dan kepala bagian pemastian mutu. Posisi personil kunci dalam industri farmasi dirancang sedemikian rupa sehingga bagian produksi, bagian pengawasan mutu, maupun bagian pemastian mutu dipimpin oleh orang yang berlainan dan tidak saling bertanggung jawab satu terhadap yang Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
9
lain (independen). Masing-masing personil kunci hendaklah diberi wewenang penuh dan sarana cukup yang diperlukan untuk dapat melaksanakan tugasnya secara efektif. Personil kunci tidak boleh mempunyai kepentingan lain di luar organisasi pabrikyang dapat menghambat atau membatasi tanggung jawabnya atau yang dapat menimbulkan pertentangan kepentingan pribadi atau finansial. Kepala bagian produksi, pengawasan mutu, dan pemastian mutu hendaklah seorang apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai dalam bidang tersebut (produksi / pengawasan mutu / pemastian mutu), dan keterampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugasnya secara profesional.Masing-masing kepala bagian produksi, pengawasan mutu, dan pemastian mutu memiliki tanggung jawab bersama dalam menerapkan semua aspek yang berkaitan dengan mutu, yang berdasarkan peraturan Badan POM mencakup: a. Otorisasi prosedur tertulis dan dokumen lain, termasuk amandemen. b. Pemantauan dan pengendalian lingkungan pembuatan obat. c. Higiene pabrik. d. Validasi proses. e. Pelatihan. f. Persetujuan dan pemantauan terhadap pemasok bahan. g. Persetujuan dan pemantauan terhadap pembuat obat berdasarkan kontrak. h. Penetapan dan pemantauan kondisi penyimpanan bahan dan produk. i. Penyimpanan catatan. j. Pemantauan pemenuhan terhadap persyaratan CPOB. k. Inspeksi, penyelidikan, dan pengambilan sampeluntukpemantauan faktor yang mungkin berdampak terhadap mutu produk (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012).
2.2.3 Bangunan dan Fasilitas Bangunan
dan
fasilitas
untuk
pembuatan
obat
harus
memiliki
desain,konstruksi, dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
10
letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadi kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain, serta memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindarkan pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat. Letak bangunan hendaklah sedemikian rupa untuk menghindarkan pencemaran dari lingkungan sekelilingnya, seperti pencemaran dari udara, tanah dan air, serta dari kegiatan industri lain yang berdekatan. Apabila letak bangunan tidak sesuai, hendaklah diambil tindakan pencegahan yang efektif terhadap pencemaran tersebut. Bangunan dan fasilitas hendaklah didesain, dikonstruksi, dilengkapi, dan dirawat sedemikian rupa agar memperoleh perlindungan maksimal terhadap pengaruh cuaca, banjir, rembesan dari tanah, serta masuk dan bersarang serangga, burung, binatang pengerat, kutu atau hewan lain. Hendaklah tersedia prosedur untuk pengendalian binatang pengerat dan hama (pest control). Seluruh bangunan dan fasilitas termasuk area produksi, laboratorium, area penyimpanan, koridor, dan lingkungan sekeliling bangunan hendaklah dirawat dalam kondisi bersih dan rapi. Kondisi bangunan hendaklah ditinjau secara teratur dan diperbaiki bila perlu. Perbaikan dan perawatan bangunan dan fasilitas hendaklah dilakukan hati-hati agar kegiatan tersebut tidak memengaruhi mutu obat pasokan. Adapun kegiatan-kegiatan yang hendaknya dilakukan di area yang ditentukan antara lain penerimaan bahan, karantina barang masuk, penyimpanan bahan awal dan bahan pengemas, penimbangan dan penyerahan bahan atau produk, pengolahan, pencucian peralatan, penyimpanan peralatan, penyimpanan produk ruahan, pengemasan, karantina produk jadi sebelum memperoleh pelulusan akhir, pengiriman produk, dan laboratorium pengawasan mutu (Badan Pengawas Obat dan Makanan 2012).
2.2.4 Peralatan Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai, serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
11
tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari betskebets, dan untuk memudahkan pembersihan serta perawatan agar dapat mencegah kontaminasi silang, penumpukan debu atau kotoran, dan hal-hal yang umumnya berdampak buruk pada mutu produk. Pada prinsipnya pengadaan peralatan harus mempertimbangkan apakah sesuai dengan penggunaan di produksi atau pengujian obat dan apakah terbuat dari material yang memenuhi syarat dan aman dalam penggunaannya. Permukaanperalatan yang bersentuhan dengan bahan awal, produk antara, atau produk jadi tidak boleh menimbulkan reaksi, adisi, atau absorbsi yang dapat mempengaruhi identitas, mutu, atau kemurnian di luar batas yang ditentukan. Peralatan hendaklah didesain sedemikian rupa agar mudah dibersihkan. Peralatan tersebut hendaklah dibersihkan sesuai prosedur tertulis yang rinci serta disimpan dalam keadaan bersih dan kering. Peralatan pencucian dan pembersihan hendaklah dipilih dan digunakan agar tidak menjadi sumber pencemaran. Peralatan untuk mengukur, menimbang, mencatat, dan mengendalikan hendaklah dikalibrasi dan diperiksa pada interval waktu tertentu dengan metode yang ditetapkan. Catatan yang memadai dari pengujian tersebut hendaklah disimpan. Filter cairan yang digunakan untuk proses produksi hendaklah tidak melepaskan serat ke dalam produk. Filter yang mengandung asbes tidak boleh digunakan walaupun sesudahnya disaring kembali menggunakan filter khusus yang tidak melepaskan serat. Pipa air suling, air deionisasi, dan bila perlu pipa air lain untuk produksi hendaklah disanitasi sesuai prosedur tertulis. Prosedur tersebut hendaklah berisi rincian batas cemaran mikroba dan tindakan yang harus dilakukan (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012).
2.2.5 Sanitasi dan higiene Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personil, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, bahan pembersih dan desinfeksi, dan segala sesuatu yang dapat merupakan sumber Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
12
pencemaran produk. Sumber pencemaran potensial hendaklah dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu. Program higiene yang rinci hendaklah dibuat dan diadaptasikan terhadap berbagai kebutuhan di dalam area pembuatan. Program tersebut hendaklah mencakup prosedur yang berkaitan dengan kesehatan, praktik higiene, dan pakaian pelindung personil. Prosedur hendaklah dipahami dan dipatuhi secara ketat oleh setiap personil yang bertugas di area produksi dan pengawasan. Program higiene hendaklah dipromosikan oleh manajemen dan dibahas secara luas selama sesi pelatihan. Semua personil hendaklah menerapkan higiene perorangan yang baik. Hendaklah mereka dilatih mengenai penerapan higiene perorangan. Semua personil yang berhubungan dengan proses pembuatan hendaklah memerhatikan tingkat higiene perorangan yang tinggi. Bangunan yang digunakan untuk pembuatan obat hendaklah didesain dan dikonstruksi dengan tepat untuk memudahkan sanitasi yang baik.Hendaklah ada prosedur tertulis yang menunjukkan penanggung jawab untuk sanitasi serta menguraikan dengan cukup rinci mengenai jadwal, metode, peralatan dan bahan pembersih yang harus digunakan untuk pembersihan sarana dan bangunan. Prosedur tertulis terkait hendaklah dipatuhi. Segala praktek tidak higienis di area pembuatan atau area lain yang dapat berdampak merugikan terhadap mutu produk, hendaklah dilarang.Prosedur sanitasi dan higiene hendaklah divalidasi dan dievaluasi secara berkalaagar cukup efektif dan selalu memenuhi persyaratan (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012).
2.2.6 Produksi Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yangsenantiasa menjamin produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar. Adapun aspek produksi yang diatur pada CPOB meliputi: a.
Bahan awal Pembelian bahan awal hendaklah hanya dari pemasok yang telah disetujui
dan memenuhi spesifikasi yang relevan dan bila memungkinkan, langsung dari Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
13
produsen. Pada tiap penerimaan hendaklah dilakukan pemeriksaan visual tentang kondisi umum, keutuhan wadah dan segelnya, ceceran, dan kemungkinan adanya kerusakan bahan dan tentang kesesuaian catatan pengiriman dengan label dari pemasok. Bahan awal yang diterima hendaklah dikarantina sampai disetujui dan diluluskan untuk pemakaian oleh kepala bagian pengawasan mutu.Label yang menunjukkan status bahan awal hendaklah ditempelkan hanya oleh personil yang ditunjuk oleh kepala bagian pengawasan mutu. b.
Validasi proses Perubahan signifikan terhadap proses pembuatan termasuk perubahan
peralatan atau bahan yang dapat memengaruhi mutu produk dan atau reprodusibilitas proses hendaklah divalidasi. c.
Pencegahan pencemaran silang Risiko pencemaran silang ini dapat timbul akibat tidak terkendalinya debu,
gas, uap, percikan, atau organisme dari bahan atau produk yang sedang diproses, dari sisa yang tertinggal pada alat dan pakaian kerja operator. Tingkat risiko pencemaran ini tergantung dari jenis pencemar dan produk yang tercemar. Di antara pencemar yang paling berbahaya adalah bahan yang dapat menimbulkan sensitisasi kuat, preparat biologis yang mengandung mikroba hidup, hormon tertentu, bahan sitotoksik, dan bahan lain berpotensi tinggi. Produk yang paling terpengaruh oleh pencemaran adalah sediaan parenteral, sediaan yangdiberikan dalam dosis besar dan/atau sediaan yang diberikan dalam jangka waktu yang panjang. d.
Sistem penomoran bets/lot Hendaklah tersedia sistem yang menjelaskan secara rinci penomoran
bets/lot dengan tujuan untuk memastikan bahwa tiap bets/lot produk antara, produk ruahan, atau produk jadi dapat diidentifikasi. e.
Penimbangan dan penyerahan Penimbangan atau penghitungan dan penyerahan bahan awal, bahan
pengemas, produk antara dan produk ruahan dianggap sebagai bagian dari siklus produksi dan memerlukan dokumentasi serta rekonsiliasi yang lengkap.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
14
f.
Pengembalian Semua bahan awal, bahan pengemas, produk antara, dan produk ruahan
yang dikembalikan ke gudang penyimpanan hendaklah didokumentasikan dengan benar dan direkonsiliasi. g.
Operasi pengolahanproduk antara dan produk ruahan Semua kegiatan pengolahan hendaklah dilaksanakan mengikuti prosedur
tertulis. Tiap penyimpangan hendaklah dipertanggungjawabkan dan dilaporkan. h.
Bahan dan produk kering Untuk mengatasi masalah pengendalian debu dan pencemaran silang yang
terjadi pada saat penanganan bahan dan produk kering, perhatian khusus hendaklah diberikan pada desain, pemeliharaan, serta penggunaan sarana dan peralatan. Apabila layak, hendaklah dipakai sistem pembuatan tertutup atau metode lain yang sesuai. i.
Produk cair, krim, dan salep (nonsteril) Produk cair, krim, dan salep mudah terkena kontaminasi terutama terhadap
mikroba atau cemaran lain selama proses pembuatan. Oleh karena itu, tindakan khusus harus diambil untuk mencegah kontaminasi. Untuk melindungi produk terhadap kontaminasi disarankan memakai sistem tertutup untuk pengolahan dan transfer. j.
Bahan pengemas Pengadaan, penanganan, dan pengawasan bahan pengemas primer dan
bahan pengemas cetak serta bahan cetak lain hendaklah diberi perhatian yangsama seperti terhadap bahan awal. Tiap penerimaan atau tiap bets bahan pengemas primer hendaklah diberi nomor yang spesifik atau penandaan yang menunjukkan identitasnya. k.
Kegiatan pengemasan Kegiatan pengemasan berfungsi membagi dan mengemas produk ruahan
menjadi produk jadi. Pengemasan hendaklah dilaksanakan di bawah pengendalian yang ketat untuk menjaga identitas, keutuhan, dan mutu produk akhir yang dikemas.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
15
l.
Pengawasan selama proses Untuk memastikan keseragaman bets dan keutuhan obat, prosedur tertulis
yang menjelaskan pengambilan sampel, pengujian, atau pemeriksaan yang harus dilakukan selama proses dari tiap bets produk hendaklah dilaksanakan sesuai dengan metode yang telah disetujui oleh kepala bagian pemastian mutu (manajemen mutu) dan hasilnya dicatat. Pengawasan tersebut dimaksudkan untuk memantau hasil dan memvalidasi kinerja dari proses produksi yang mungkin menjadi penyebab variasi karakteristik produk dalamproses. m. Bahan dan produk yang ditolak, dipulihkan, dan dikembalikan Bahan dan produk yang ditolak hendaklah diberi penandaan yang jelas dan disimpan terpisah di “area terlarang” (restricted area). Bahan atau produk tersebut hendaklah dikembalikan kepada pemasoknya atau bila dianggap perlu, diolah ulang atau dimusnahkan. Langkah apa pun yang diambil hendaklah lebih dulu disetujui oleh kepala bagian pemastian mutu dan dicatat. n.
Karantina dan penyerahan produk jadi Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian sebelum
penyerahan ke gudang dan siap untuk didistribusikan. Sebelum diluluskan untuk diserahkan ke gudang, pengawasan yang ketat hendaklah dilaksanakan untuk memastikan produk dan catatan pengemasan bets memenuhi semua spesifikasi yang ditentukan. o.
Catatan pengendalian pengiriman obat Sistem distribusi hendaklah didesain sedemikian rupa untuk memastikan
produk yang pertama masuk didistribusikan lebih dahulu.Penyimpangan terhadap konsep first-in first-out (FIFO) atau first-expire first-out (FEFO) hendaklah hanya diperbolehkan untuk jangka waktu yang pendek dan hanya atas persetujuan manajemen yang bertanggung jawab. p.
Penyimpanan bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan, dan produk jadi Semua bahan dan produk hendaklah disimpan secara rapi dan teratur untuk
mencegah
risiko
kecampurbauran
atau
pencemaran
serta
memudahkan
pemeriksaan dan pemeliharaan. Bahan dan produk hendaklah disimpan dengan kondisi lingkungan yang sesuai. Penyimpanan yang memerlukan kondisi khusus Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
16
hendaklah disediakan.Kondisi penyimpanan obat dan bahan hendaklah sesuai dengan yang tertera pada penandaan berdasarkan hasil uji stabilitas (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012).
2.2.7 Pengawasan mutu Pengawasan mutu merupakan bagian yang esensial dari CPOB untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaannya. Pengawasan mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tetapi juga harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk. Pengawasan mutu hendaklah mencakup semua kegiatan analisis yang dilakukan di laboratorium, termasuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi. Kegiatan ini mencakup juga uji stabilitas, program pemantauan lingkungan, pengujian
yang
dilakukan
dalam
rangka
validasi,
menyusun
dan
memperbaharuispesifikasi bahan dan produk, serta metode pengujiannya (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012).
2.2.8 Inspeksi diri, audit mutu dan audit & persetujuan pemasok Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB. Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yangkompeten dari perusahaan yang dapat mengevaluasi penerapan CPOB secara objektif. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin. Di samping itu, pada situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi penolakan yang berulang, semua saran untuk tindakan perbaikan supaya dilaksanakan. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif. Audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri. Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem manajemen mutu Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
17
dengan tujuan spesifik untuk meningkatkannya. Audit mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar, independen, atau suatu tim yang dibentuk khusus, untuk hal ini oleh manajemen perusahaan. Kepala bagian pemastian mutu (manajemen mutu) hendaklah bertanggung jawab bersama bagian lain yang terkait untuk memberi persetujuan pemasok yang dapat diandalkan memasok bahan awal dan bahan pengemas yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan. Jika audit diperlukan, audit tersebut hendaklah menetapkan kemampuan pemasok dalam pemenuhan standar CPOB (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012).
2.2.9 Penanganan keluhan terhadap produk dan penarikan kembali produk Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi kerusakan obat harus dikaji dengan teliti, sesuai dengan prosedur tertulis. Untuk menangani semua kasus yang mendesak, hendaklah disusun suatu sistem, bila perlu mencakup penarikan kembali produk yang diketahui atau diduga cacat dari peredaran secara cepat dan efektif. Semua
keluhan
dan
laporan
keluhan
hendaklah
diteliti
dan
dievaluasidengan cermat, kemudian diambil tindak lanjut yang sesuai dan dibuatkan laporan. Tindakan penarikan kembali dilakukan segera setelah diketahui ada produk yang cacat mutu atau diterima laporan mengenai reaksi yang merugikan.Produk kembalian adalah obat jadi yang telah beredar, yang kemudian dikembalikan ke pabrik karena adanya keluhan, kerusakan, daluwarsa, masalah keabsahan, atau sebab lain mengenai kondisi obat, wadah, atau kemasan sehinggamenimbulkan keraguan akan keamanan, identitas, mutu, dan jumlah obat yang bersangkutan. Pabrik hendaklah membuat prosedur untuk menahan, menyelidiki, dan menganalisis obat yang dikembalikan serta menetapkan apakah obat tersebut dapat diproses kembali atau harus dimusnahkan (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012).
2.2.10 Dokumentasi Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
18
Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga memperkecil risiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi, Dokumen Produksi Induk/formula pembuatan, prosedur, metode dan instruksi, serta laporan dan catatan harus bebas dari kekeliruan dan tersedia secara tertulis. Keterbacaan dokumen adalah sangat penting. Dokumen hendaklah didesain, disiapkan, dikaji, dan didistribusikan dengan cermat. Dokumen hendaklah disetujui, ditandatangani, dan diberi tanggal oleh personil yang sesuai dan diberi wewenang. Dokumen hendaklah dikaji ulang secara berkala dan dijaga agar selalu mutakhir. Bila suatu dokumen direvisi, hendaklah dijalankansuatu sistem untuk menghindarkan penggunaan dokumen yang sudah tidak berlaku secara tidak sengaja (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012).
2.2.11 Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui, dan dikendalikan untuk menghindarkan kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara pemberi kontrak dan penerima kontrak harus dibuat secara jelas yang menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian pemastian mutu (manajemen mutu). Semua pengaturan untuk pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak termasuk usul perubahan dalam pengaturan teknis atau pengaturan lain hendaklah sesuai dengan izin edar untuk produk bersangkutan. Kontrak yang dibuat hendaknya mengizinkan pemberi kontrak untuk mengaudit sarana dari penerimakontrak. Dalam hal analisis berdasarkan kontrak, pelulusan akhir harus diberikanoleh kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu) pemberi kontrak (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012).
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
19
2.2.12 Kualifikasi dan validasi CPOB menguraikan prinsip kualifikasi dan validasi yang dilakukan di industri farmasi. CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang dapat mempengaruhi mutu produk divalidasi. Pendekatan dengan kajian risiko digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi. Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Unsur utama program validasi hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasikan di dalam Rencana Induk Validasi (RIV) atau dokumen setara. RIV hendaklah merupakan dokumen yang singkat, tepat dan jelas. RIV hendaklah mencakup sekurang-kurangnya data sebagai berikut: kebijakan validasi; struktur organisasi kegiatan validasi; ringkasan fasilitas, sistem, peralatan dan proses yang akan divalidasi; format dokumen; format protokol dan laporan validasi; perencanaan dan jadwal pelaksanaan; pengendalian perubahan; dan acuan dokumen yang digunakan. Protokol validasi hendaklah merinci langkah kritis dan kriteria penerimaan. Laporan harus dibuat mengacu pada protokol kualifikasi dan/atau protokol validasi dan memuat ringkasan hasil yang diperoleh, tanggapan terhadap penyimpangan yang terjadi, kesimpulan dan rekomendasi perbaikan. Tiap perubahan terhadap rencana yang ditetapkan dalam protokol hendaklah didokumentasikan dengan pertimbangan yang sesuai.Kualifikasi terdiri dari kualifikasi desain, kualifikasi instalasi, kualifikasi operasional, dan kualifikasi kinerja. Sedangkan validasi terdiri dari validasi proses, validasi pembersihan, validasi metode analisis, dan validasi ulang (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012).
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
BAB III TINJAUAN UMUM PT AVENTIS PHARMA
3.1
Sejarah PT Aventis Pharma Sebagai suatu perusahaan farmasi bertaraf global, PT Aventis Pharma
terbentuk karena hasil penggabungan/merger antara dua perusahaan besar kimiafarmasi yaitu PT Rhone Poulenc dengan PT Hoechst Marion Roussel Indonesia. PT Hoechst Marion Roussel Indonesia berasal dari Hoechst Indonesia yang berdiri pada tahun 1956 dan merupakan pendahulu dari PT Aventis Pharma. Kemudian, PT Hoechst Indonesia melakukan pengembangan menjadi PT Hoechst Pharmaceutical Indonesia pada tahun 1969. Kemudian tahun 1972, dilakukan produksi tablet Novalgin untuk pertama kalinya. Pada tahun 1996 Hoechst Pharmaceutical Indonesia mengakuisisi Marion Merrel Dow, yaitu suatu perusahaan farmasi Amerika Serikat dan bersamaan dengan itu Hoechst AG mendirikan perusahaan divisi farmasinya, yaitu Hoechst Marion Roussel Indonesia. Oleh karena perubahan tersebut, setahun kemudian PT HPI melakukan perubahan nama menjadi PT Hoechst Marion Roussel Indonesia. Akhir tahun1999, PT Hoechst Marion Roussel Indonesia bergabung dengan PT Rhone-Poulenc Rorer, suatu perusahaan kimia-farmasi asal Perancis, membentuk Aventis SA (Holdingcompany) yang ber kedudukan di Strassbourg, Perancis. Aventis SA mempunyai anak-anak perusahaan baru, antara lain Aventis Pharma AG yang berkedudukan di Frankfrut, Jerman. Di Indonesia, penggabungan antara PT Hoechst Marion Roussel Indonesia dengan PT RhonePoulenc Rorer diresmikan pada tahun 2001dengan nama PT Aventis Pharma. Pada bulan Mei tahun 2007, PT Aventis Pharma mendapatkan sertifikat ISO 14000 dan OHSAS 18001. Pada tahun 2007 dari bulan Januari sampai Maret 2010, PT Aventis Pharma mendapatkan sertifikasi TGA. Setelah bergabung dengan Sanofi Synthelabo di tahun 2004, nama perusahaan berubah menjadi Sanofi-Aventis, untuk kemudian berubah lagi menjadi Sanofi di tahun 2011. Sanofi Group Indonesia terdiri atas 2 (dua) badan hukum yaitu : PT Aventis Pharma dan PT Sanofi Indonesia.
21
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
22
3.2
Visi danMisiPT Aventis Pharma (Sanofi Aventis, 2012)
3.2.1 Visi PT Aventis Pharma Visi PT Aventis Pharma adalah menjadi perusahaan terkemuka yang didorong oleh inovasi, mampun memanfaatkan kesempatan-kesempatan dalam bidang ilmu kehidupan (LifeSciences) yang tengah berkembang pesat saat ini, bertekad untuk berperan utama dalam peningkatan kualitas kehidupan manusia dan turut bersumbangsih kepada pembangunan dunia, khususnya dengan mengatasi dan menangani berbagai penyakit melalui teknik diagnosa, terapi vaksin, dan cara pengobatan yang inovatif.
3.2.2 Misi PT Aventis Pharma Misi PT Aventis Pharma yaitu menjadi perusahaan farmasi global yang memiliki tekad untuk memberi arti bagi para pasien, pemilik saham, karyawan, dan masyarakat luas dengan menemukan, mengembangkan, dan memasarkan produk-produk farmasi inovatif yang dapat memenuhi kebutuhan medis yang belum teratasi serta menuju pelayanan kesehatan dengan biaya lebih rendah. Perusahaan juga mempunyai tekad untuk menjadi pemimpin dalam era ketika perubahan-perubahan terjadi dengan cepat diindustri ini.
Lokasi dan Sarana Produksi (Sanofi Aventis, 2012)
3.3
PT Aventis Pharma Site berlokasi di Jalan Jendral Ahmad Yani, Pulo Mas Jakarta, berdiri di atas tanah seluas 37.500 m2 atau 150 x 250 m, dan berupa lapangan rumput seluas 24.000 m2. Di kawasan ini terdapat beberapa gedung utama: 1. Factory buildingyang terbagi menjadi dua bagian yaitu bagian produksi (processing dan packaging) dan warehouse, seluas 3160 m2. Perluasan warehouse dibangun dan diperbaiki mengukuti synergi project factory upgrade (SPFU). Factory building terdiri dari dua lantai, yaitu: a. Ground flooryang digunakan untuk warehouse, solid processing, cream and ointment processing, primary and secondary packaging, dan aktivitas penunjang lainnya. Warehouse memiliki satu incoming airlock dan satu outgoing airlock. Antara warehouse dan area processing terdapat dua Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
23
airlock untuk transfer material. Di antara warehouse dan secondary packaging terdapat dua airlock, yaitu airlock untuk mentransfer secondarypackaging material dari warehouse ke secondary packaging area dan untuk mentransfer finished goods dari secondary packaging area ke warehouse. Layout dan design di ground floor diatur sedemikian rupa untuk myediakan alur kerja dan urutan lalu lintas bahan satu arah untuk menghindari resiko mixed up. b. First floor terutama digunakan untuk fasilitas-fasilitas seprti loker, ruang ganti pakaian, dan technical area. 2. Office building 1, seluas 540 m2 3. Office building 2, seluas 540 m2 4. Multi purpose building, digunakan untuk office, bagian quality operation seluas 450 m2 5. Energy building and workshop, seluas 485 m2
3.4
KaryawanSanofi Group Indonesia PT Aventis Pharma mempekerjakan lebih dari 110.000 pegawai karyawan
di 100 negara, serta lebih dari 700 orang karyawannya bekerja di PT Aventis Pharma Indonesia. Seluruh karyawan saling berprestasi, bersama mendukung dan membentuk PT Aventis Pharma menjadi salah satu perusahaan farmasi terkemuka di dunia. PT Aventis Pharma mengangkat calon-calon karyawan dari lulusanlulusan terbaik dan berbakat dari berbagai universitas terkemuka dan institusi pendidikan lain di Indonesia. Para pegawai kemudian mendapat kesempatan untuk memperoleh pelatihan mengenai berbagai disiplin industri, seperti teknik, kesehatan, keuangan, pemasaran, dan teknologi informasi. Perusahaan juga mendorong budaya kewirausahawan yang berorientasi pada pasar serta terinspirasi oleh fleksibilitas, kerjasama, dan pembuatan keputusan berdasarkan data, bukan tradisi. Kelangsungan kegiatan operasi merupakan hal utama di PT Aventis Pharma. Demikian juga dengan pengakuan terhadap kepentingan yang sejajar antara pelanggan dan kesejahteraan karyawan. Disamping mempertahankan hubungan yang baik dengan serikat pekerja, kesejahteraan karyawan juga dijamin Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
24
dengan berbagai program menarik, seperti penggantian biaya kesehatan karyawan, kompensasi yang kompetitif, bonus, serta paket tunjangan hari tua. Penghargaan diberikan berdasarkan keberhasilan individu dan tim. Semua ini menciptakan lingkungan
kerja
yang
menyajikan
tantangan
sekaligus
produktif
dan
membanggakan.
3.5
Struktur Organisasi Sanofi Group Indonesia (Sanofi Aventis, 2013) PT Aventis Pharma dipimpin oleh seorang Presiden Direktur yang
membawahi 13 Divisi,yaitu: a. National Sales b. Marketing c. Strategy Development and Diabetes d. Oncology Unit e. Communication and Public Affairs f. Finance and Accounting g. Business Development h. Human Resources i. Medical and Regulatory j. Senior Legal k. Industrial Affairs l. Vaccine m. Country Compliance Bagan struktur organisasi Sanofi Group Indonesia dapat dilihat pada Lampiran 1.
3.6
Produk PT Aventis Pharma PT
Aventis
Pharma
dikenal
sebagai
perusahaan
farmasi
yang
menghasilkan obat-obat sesuai dengan kebutuhan bidang kesehatan di Indonesia. Aventis Pharma Global akan mendukung dan mempertahankan predikat tersebut melalui penerapan teknologi tinggi dalam pengembangan solusi untuk menghadapi berbagai penyakit yang diderita oleh masyarakat Indonesia. Melalui penelitian di bidang
kardiovaskuler, penyakit infeksi, asma, alergi, diabetes,
radang sendi, kanker, serta dibidang vaksin dan protein terapetik (therapeutic Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
25
proteins), Aventis Pharma yakin bahwa produk-produk yang dihasilkan akan memainkan peranan penting dalam membantu masyarakat Indonesia mengatasi masalah kesehatan diIndonesia. Produk PT Aventis Pharma diperoleh dengan berbagai cara, antara lain dengan memproduksi obat tersebut menggunakan fasilitas produksi yang tersedia, kontrak dengan perusahaan farmasi lain (toll manufacturing), dan mengimpor baik produk ruahan untuk dikemas akhir (repack) maupun produk jadi yang telah dikemas tetapi masih memerlukan pelabelan (penempelan stiker). Produk PT Aventis Pharma secara garis besar dapat dibagi menjadi enam,yaitu: 1. Produk yang diproduksi sendiri di pabrik (Jakarta site) untuk keperluan lokal (dalam negeri) dan ekspor (luar negeri). 2. Produk impor dari Aventis Global yang dikemas ulang (repackaging) di pabrik (Jakarta site) 3. Produk impor yang berupa finished goods. 4. Produk yang bulk-nya diimpor dan dikemas dipabrik (Jakarta site) untuk keperluan lokal dan ekspor. 5. Produk toll manufacturing yang dibuat oleh PT Boehringer-Ingelheim Indonesia untuk PT Aventis Pharma. PT Aventis Pharma telah menghasilkan serangkaian obat-obat inovatif untuk pengobatan pasien yang menderita beranekaragam penyakit serius. Hal ini terlaksana berkat dukungan dari sumber daya yang profesional, manajemen dan pimpinan perusahaan yang penuh komitmen, serta
dengan research and
development dimana merupakan anggaran terbesar di industri farmasi. Upaya riset Aventis Pharma difokuskan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan medis yang belum teratasi dan diarahkan pada7 bidang utama,yaitu: 1. Antiinfeksi, dengan pengobatan infeksi yang disebabkan oleh bakteri dan jamur. 2. Radang
sendi/tulang,
dengan
pengobatan
untuk
radang
sendi,dan
osteoporosis. 3. Kardiologi/trombosis, untuk pengobatan infark jantung, penyakit jantung koroner, dan kelainan jantung lainnya. 4. Sistem saraf pusat, untuk pengobatan berbagai penyakit degeneratif otak dan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
26
tulang belakang . 5. Metabolisme, untuk pengobatan diabetes dan penyakit metabolisme lainnya. 6. Onkologi, untuk pengobatan tumor ganas. 7. Respiratori, untuk pengobatan asma dan alergi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
BAB 4 TINJAUAN KHUSUSDIVISI INDUSTRIAL AFFAIRS
Berdasarkan struktur organisasi, Divisi Industrial Affairs (Industrial Affairs/IA Division) berada langsung dibawah Presiden Direktur PT Aventis Pharma, yang dikepalai oleh Head of Industrial Affairs Division. Berikut adalah departemen yang dibawahi oleh IA Division : a. Industrial Quality and Compliance Department b. Production Department c. Technical Services Department (TSD) d. Health, Safety, and Environment Department (HSE Dept.) e. Plant Logistic Department f. Procurement Department Struktur organisasi Industrial Affairs Division dapat dilihat pada Lampiran 2.
4.1
Industrial Quality and Compliance Department (Aventis Pharma, 2013) Industrial Quality and Compliance (IQC) Department adalah salah satu
bagian dari IA Division yang bertanggungjawab dalam mengatur dan mengkoordinasikan pengembangan, penerbitan dan pemeliharaan panduan mutu. Memberikan dukungan yang sesuai kepada seluruh departemen yang terkait dengan panduan mutu atas interpretasi, implementasi dan pemenuhan panduan mutu. Pengendalian mutu menyeluruh dalam arti pengendalian mutu terhadap produk yang dihasilkan sejak bahan awal, produk setengah jadi (termasuk In Process Control/IPC), sampai dengan produk jadi yang siap digunakan, termasuk didalamnya penilaian terhadap pemasok dan distributor menjadi tanggung jawab IQC Department untuk menjamin mutu produk yang dihasilkan serta menjamin ketelitian pemeriksaan perlu dilakukan pengecekan, validasi, dan kalibrasi dari alat dan ruangan yang digunakan untuk memeriksa produk. IQC Department juga perlu melakukan pemeriksaan stabilitas untuk memonitor secara tidak langsung mutu obat yang telah beredar. Departemen ini dipimpin oleh seorang Head of IQC yang membawahi dua unit kerja, yaitu Quality Assurance Unit (QA Unit) dan Quality Control Unit (QC 27
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
28 Unit). Struktur organisasi dari IQC Department dapat dilihat pada Lampiran 3. Berikut ini penjelasan mengenai QA Unit dan QC Unit.
4.1.1. Quality AssuranceUnit (Unit Pemastian Mutu) Unit ini bertanggungjawab dalam menjamin mutu suatu produk mulai dari pemesanan bahan baku dan kemasan obat sampai obat siap dikonsumsi konsumen, termasuk didalamnya pemilihan pemasok dan distributor. Sistem mutu di PT Aventis Pharma ditetapkan berdasarkan CPOB, Aventis Global Quality Standard, dan Global IQC Directive. Pengendalian mutu dilakukan terhadap semua faktor yang dapat mempengaruhi mutu obat yaitu mulai dari bahan awal, bahan pengemas, proses pembuatan, bangunan, peralatan, dan personalia. Unit ini dipimpin oleh seorang QA Manager yang bertanggung jawab kepada Head of IQC. Aspek-aspek yang ditangani oleh unit ini adalah:
4.1.1.1 Penanganan personel Unit Pemastian Mutu bertanggungjawab terhadap koordinasi perencanaan dan penyelenggaraan pelatihan karyawan bidang operasional. Menurut CPOB, seluruh karyawan yang langsung ikut serta dalam kegiatan obat dan yang karena tugasnya mengharuskan mereka masuk ke daerah pembuatan obat hendaklah dilatih mengenai kegiatan tertentu yang sesuai dengan tugasnya maupun mengenai prinsip CPOB. Sejalan dengan hal itu, standar Health, Safety, and Environment juga mensyaratkan pelatihan yang memadai bagi seluruh karyawan di bidang HSE (HSE Department). Secara garis besar pelatihan dibedakan menjadi dua, yaitu: a. Pelatihan
dasar,
meliputi
teori
dan
praktek
CPOB,
pengenalan
mikroorganisme, keselamatan kerja, dan lain-lain. b. Pelatihan tambahan, misalnya keluar masuk di cold storage room yang ada di warehouse, pelatihan khusus tentang pengoperasian suatu alat/mesin. Tanggung jawab lain QA adalah memastikan bahwa program pelatihan yang disiapkan sesuai dengan aturan-aturan pemerintah maupun Global HSE Standard serta memonitor pelaksanaannya. Pelatihan dilakukan secara kontinu untuk menjamin personel terbiasa dengan persyaratan CPOB yang berkaitan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
29 dengan tugasnya dan untuk menjaga agar sistem yang telah ditetapkan berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Setiap awal tahun masing-masing departemen harus merencanakan program pelatihan untuk satu tahun mendatang untuk departemennya yang mencakup topik pelatihan, waktu pelaksanaan, peserta, serta instrukturnya. Pelatihan yang dilakukan diutamakan untuk prosedur tetap (protap) baru atau protap yang diubah atau direvisi karena suatu temuan pada saat inspeksi diri atau temuan pada suatu failure investigation (penyelidikan terhadap kegagalan), kecelakaan kerja, dan sebagainya. Khusus untuk karyawan baru selain mengikuti pelatihan dasar mengenai teori dan praktek dari CPOB atau HSE, mereka juga harus menerima pelatihan yang sesuai atau berkaitan dengan tugasnya baik umum maupun khusus. Untuk mengevaluasi efektifitas dari pelatihan, dilakukan dengan pelatihan pemahaman karyawan terhadap materi pelatihan dengan menggunakan metode scoring (berdasarkan hasil tertulis) maupun dengan pengamatan langsung terhadap karyawan dalam melaksanakan prosedur tetap tersebut. Contohnya: pada saat pelatihan pengunaan alat tertentu, karyawan langsung diminta untuk mendemonstrasikan cara menggunakan alat. Hal ini kemudian dinilai oleh pelatih. 4.1.1.2 Penanganan dan pengaturan sistem dokumentasi Sistem dokumentasi merupakan bagian dari aspek CPOB yang sangat penting dalam sistem penjaminan mutu. Dokumentasi dirancang dan digunakan untuk menentukan, memantau dan mencatat mutu dari seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu. Setiap proses produksi dilakukan terhadap bahan awal sampai diperoleh obat jadi, termasuk proses pengolahan, pengemasan dan pemeriksaan harus didokumentasikan dengan baik. Setiap dokumen yang ada harus disimpan sesuai dengan persyaratan CPOB serta peraturan di Sanofi Aventis Directives. Tugas QA Unit adalah menangani dokumen yang berlaku, baik dalam hal penyimpanannya, fotokopi dokumen induk, serta penanganan dokumen yang sudah tidak berlaku. Dokumen adalah segala sesuatu berupa catatan tertulis atau tercetak, seperti instruksi, raw data, formulir, panduan dan kebijakan yang berhubungan dengan proses pengembangan, pembuatan, pemeriksaan, distribusi obat, yang diperlukan untuk pemenuhan persyaratan CPOB, Sanofi Aventis Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
30 directives, dan peraturan pemerintah yang berhubungan yang digunakan di PT Aventis Pharma. Dokumennya antara lain adalah General Manufacturing Instruction, Test method (produk, bahan baku dan bahan pengemas), Test Method Validation, Stability Study, Global IQC Directive, Global HSE, Drug Surveillance Action Plan (DSAP), dan dokumen registrasi. Termasuk di dalamnya pula adalah dokumen pembuatan obat yang merupakan bagian manajemen sistem informasi yang meliputi spesifikasi, prosedur pembuatan, metode pemeriksaan, serta laporan lain yang diperlukan dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan evaluasi seluruh rangkaian kegiatan pembuatan obat atau seluruh dokumen yang dipersyaratkan dalam CPOB. Dokumen yang termasuk mencakup dokumen dalam bentuk hard copy dan dokumen elektronik, daftar, sistem database, email, mikrofilm, microfiche dan termasuk rekaman audio dan atau visual dan segala informasi yang dibuat, diterima dan digunakan dalam kegiatan Sanofi Aventis. Jenis dokumen ada 2 macam, yaitu: a. Batch related document Contohnya: PPI (Prosedur pengolahan atau pengemasan induk); catatan pengolahan/pengemasan bets; Spesifikasi dan catatan hasil pemeriksaan bahan baku, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan, obat jadi (termasuk kromatogramnya); raw data; test method, protap, catatan distribusi obat. b. Non batch related document Contohnya: kualifikasi dan validasi, penelitian terhadap kegagalan (Failure Investigation Report/ FIR), catatan pembersihan dan sanitasi, program stabilitas, pengendalian hama, audit, registrasi, change control, gambar tekhnik, pemeriksaan dan kalibrasi alat, penanganan keluhan dan obat kembalian, pemantauan lingkungan, log book, pelatihan pegawai, technical agreement, dan dokumen lainnya.
4.1.1.3 Menyusun dan mengendalikan prosedur tetap (protap) Menurut CPOB dan ketentuan dari Global IQCDirectives maupun Global Health Safety and Environment (HSE) untuk setiap kegiatan yang dilakukan hendaklah disiapkan suatu prosedur tertulis berupa Protap. Prosedur Tetap (Protap), atau yang juga dikenal sebagai Standard Operating Procedure (SOP), Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
31 adalah prosedur tertulis yang telah disahkan oleh pejabat berwenang dan berisi instruksi untuk pelaksanaan tugas yang tidak khusus berkaitan dengan suatu produk atau bahan tertentu, tetapi lebih bersifat umum, misalnya pengoperasian, pemeliharaan dan pembersihan mesin, kalibrasi, validasi, pembersihan gudang dan pengendalian kondisi lingkungan, pengambilan contoh (sampling), dan inspeksi diri. Protap dimaksudkan untuk: a. Memastikan bahwa semua proses setiap kali dilakukan dengan cara yang sama oleh petugas b. Memastikan bahwa proses dilakukan sesuai dengan ketentuan CPOB dan HSE c. Memudahkan pengendalian proses baru atau perubahan dari proses yang telah berlaku d. Membantu melatih karyawan baru Pada dasarnya tiap protap dibuat oleh departemen atau unit yang bersangkutan dengan bekerjasama dan berkonsultasi dengan IQC Department atau QA Unit dan departemen lain yang berhubungan. Personel yang membuat dan mengkaji protap haruslah menguasai bidang / kegiatan yang dijelaskan dalam protap tersebut dan dapat melatihkan pelaksanaannya dalam rangka memenuhi standar CPOB. IQC
Department
bertanggung
jawab
mengkoordinir
penyiapan,
penerbitan, dan implementasi semua protap yang ada. Protap dikaji ulang minimal setiap tiga tahun sekali atau bila ada perubahan. Secara umum protap harus diperiksa dan ditandatangani oleh Department Head pemilik protap dan atau departeman terkait oleh QA Supervisor serta disetujui oleh IQC Manager. Protap diperiksa oleh QA Manager, Department Manager yang bersangkutan, dan Department Manager yang berkaitan, serta disetujui oleh Head of IQC. Bila penerbitan protap dimaksudkan untuk mengganti protap yang telah ada, maka Department yang bersangkutan yang dapat menggantikan sedangkan penarikan dokumen lama dan salinannya dengan Formulir Penarikan Salinan Protap harus dilakukan dan disimpan oleh Quality Assurance Unit. Salinan protap kemudian dimusnahkan seluruhnya dengan membuat Berita Acara Pemusnahan Protap, sedangkan protap asli disimpan dalam dokumen khusus. Protap yang berhubungan dengan produk disimpan selama sepuluh tahun dan protap yang Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
32 tidak berhubungan dengan produk selama enam tahun atau dua edisi sebelumnya dan dimusnahkan setelah habis masa simpannya oleh QA Unit. Formulir Penarikan Salinan Protap dan Berita Acara Pemusnahan Protap dilampirkan pada protap asli yang berlaku.
4.1.1.4 Validasi CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Menurut CPOB, validasi berarti suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa setiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan, atau mekanisme yang digunakan dalam produksi, dan pengawasan akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan, dan proses yang dapat mempengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi.
a. Validasi proses Menurut Aventis Pharma, validasi proses adalah cara pemastian dan memberi pembuktian terdokumentasi bahwa proses berlangsung dalam parameter desain yang telah ditentukan mampu dan dapat dipercaya menghasilkan produk sesuai dengan kualitas yang diinginkan dan memiliki tingkat keterulangan yang tinggi. Setiap proses pembuatan dan pengemasan selalu melibatkan rangkaian faktor yang dapat mempengaruhi kualitas suatu produk. Dengan melakukan validasi pada proses tersebut maka faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kualitas produk dapat diramalkan. Validasi proses dilakukan dengan cara yang berbeda tergantung pada status produk, yaitu dapat dilakukan dengan cara: 1) Prospective Validasi yang dilakukan terhadap produk baru sebelum dipasarkan atau bila ada
perubahan (pada
pabrik
atau
proses
pembuatan)
yang
akan
mempengaruhi kualitas produk. Untuk validasi ini, minimal dilakukan terhadap 3 bets sebelum produk tersebut dipasarkan (bila memungkinkan). Biarpun produk baru, tetapi bila dalam 1 tahun jumlah bets kurang dari 3,
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
33 dapat dilakukan secara concurent, asalkan disertai dengan dokumen pengkajian resiko. 2) Concurrent Validasi ini hampir sama dengan validasi prospective kecuali pemasaran produk tidak menunggu proses validasi hingga selesai, validasi dilanjutkan selama produksi secara rutin. Validasi ini dilakukan bila terdapat perubahan yang direncanakan yang sedikit berpengaruh terhadap produk. Validasi concurent ini diperbolehkan jika jumlah bets yang diproduksi sedikit. 3) Retrospective Validasi yang didasarkan pada pengumpulan data yang diperoleh dalam proses produksi dan pemeriksaan pada produk yang sudah dipasarkan/dibuat. Validasi dari proses ini tetap memerlukan protokol yang memanfaatkan data historis sehingga bukti terdokumentasi. Jenis validasi ini tidak dianjurkan untuk digunakan. 4) Revalidasi Validasi yang dilakukan secara internal dalam bentuk evaluasi kembali (Reevaluation), unit produksi / pabrik, proses dan data pengujian dan data produk yang spesifik untuk suatu proses pembuatan yang tervalidasi, diperiksa untuk menilai kesesuaian terhadap persyaratan dan atau revalidasi aktif setelah terjadi suatu modifikasi. Revalidasi dapat dilakukan jika terjadi perubahan. Perubahan yang dimaksudkan adalah perubahan kecil dan perubahan besar. Protokol validasi lama dapat digunakan sebagai acuan untuk penyusunan protokol baru. Hasil kaji PQR (Product Quality Review) yang terdokumentasi dengan kesimpulan tertentu dapat digunakan sebagai pengganti validasi Retrospective dan baik seluruh parameter pada Protokol Validasi awal atau hanya parameter kiritisnya saja dapat dipakai sebagai acuan pada revalidasi.
Perubahan kecil (minor changes) adalah perubahan yang tidak memberikan dampak yang berarti pada kestabilan obat. Termasuk dalam perubahan kecil diantaranya :
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
34 a) Perubahan kecil pada sintesa bahan aktif. b) Perubahan junlah excipient (bahan penolong) sesuai dengan range yang telah dipersyaratkan. c) Perubahan supplierexcipient. d) Pengurangan “Colouring Agent” atau “Flavouring Agent” e) Pengurangan bahan penyalut atau perubahan dari berat kapsul kosong. f) Perubahan prosedur pemeriksaan tanpa mengubah spesifikasi. Perubahan besar wadah atau bentuk dasarnya. g) Perubahan dimensi tablet, kapsul, suppositoria dan sebagainya tanpa mengubah komposisi secara kuantitatif maupun berat masanya ( kecuali : perubahan bentuk dari sustained release product, termasuk perubahan besar) h) Perubahan besar batch, sampai sebesar 10 kali besar batch sebelumnya. i) Perubahan fasilitas produksi (tanpa mengubah batchrecord, peralatan dan protap) j) Perubahan peralatan yang sejenis baik design maupun cara kerjanya. Perubahan besar (Major changes) adalah perubahan yang secara potensial dapat memberikan dampak terhadap kestabilan obat. Yang termasuk kedalam perubahan besar antara lain : a) Setiap perubahan baik kualitatif maupun kuantitatif dari setiap excipient yang sedikit mengubah sifat efek obat. b) Perubahan Techical grade dari excipient. c) Perubahan supplier dari bahan aktif d) Perubahan besar terhadap sintesa bahan aktif e) Perubahan jumlah excipientrange dari obat yang mempunyai solubilitas dan permeabilitas rendah. f) Perubahan secara kualitatif dari bahan pengemas primer dan perubahan pemakaian bahan pengemas primer. g) Perubahan kondisi penyimpanan. h) Perubahan spesifikasi produk. i) Perubahan metode pemeriksaan yang berhubungan dengan perubahan spesifikasi j) Perubahan dimensi dari substained release produk / formulation. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
35 k) Perubahan cara dari pembuatan obat. l) Perubahan metode dari granulasi basah ke “cetak langsung” atau granulasi kering. m) Perubahan ruangan produksi pada pabrik atau berpindah pabrik n) Perubahan basar batch lebih besar dari 10 kali batch asal o) Perubahan peralatan yang mempunyai design dan cara pengoperasiannya yang berbeda. Data APR yang harus dikaji adalah : a. adanya perubahan Master Formula, metode, pabrik pembuat bahan baku b. kalibrasi alat dan preventive maintenance sesuai jadwal c. PROTAP diperbarui dan diikuti d. Program pembersihan dan sanitasi e. Perubahan tidak direncanakan atau pemeliharaan peralatan atau instrumen Validasi proses tidak ditujukan sebagai pengembangan/ optimalisasi produk/ proses. Laporan pengembangan proses & produk (termasuk scale-up) dan/atau Prosedur Pengolahan harus telah siap digunakan sebelum proses validasi dimulai. Proses validasi juga harus sedemikian rupa identik dan mudah terulang saat produksi rutin. Head of IQCbersama QA manager akan menetapkan prioritas produk yang akan divalidasi setelah sepakat dengan pihak yang berkaitan.Head of IQC akan membentuk Validation Steering Team yang terdiri dari Production manager, TS manager, HSE Manager, Head of plant Logistic dan QA Manager. Validation Steering Team yang telah dibentuk akan menyusun protokol validasi untuk produk yang akan divalidasi. Protokol validasi merupakan bagian dari validasi yang berupa panduan kerja dalam melakukan validasi. Parameter kritis dan kriteria penerimaannya harus ditetapkan sebelum proses validasi dan dipantau selama proses berlangsung. Protokol
validasi
dibuat
berdasarkan
data-data
dari
laporan
optimalisasi/pengembangan produk (jika ada) atau prosedur pengolahan, dengan harus memperhatikan aspek penting dari suatu validasi sebagai berikut: a) Karakteristik produk b) Spesifikasi produk Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
36 c) Desain pabrik dan keterbatasannya d) Desain proses, kemungkinan dan keterbatasannya e) Metoda analisis dan spesifikasi f) Mikrobiologi g) Pembersihan h) Quality Assurance Validation Steering Team menyusuntim validasi yang akan bekerja sama dengan departemen yang bersangkutan akan menyusun rincian kegiatan validasi mencakup
kualifikasi
peralatan
(Installation/Operational/Performance
Qualification), validasi metode analisis, dan pelatihan karyawan yang terlibat dalam kegiatan validasi. Kegiatan validasi akan dilakukan oleh departemen yang bersangkutan, dimonitor, dan didokumentasikan oleh tim validasi. Setiap perubahan atau penyimpangan dari prosedur yang telah ditentukan akan didokumentasikan dan diulas. Tim validasi akan menyusun laporan validasi berdasarkan hasil kegiatan validasi dan temuan yang diperoleh selama validasi. Setiap penyimpangan yang terjadi selama proses validasi harus diselesaikan investigasinya sebelum produk tersebut diputuskan tervalidasi atau diluluskan. Laporan validasi akan dikaji kembali untuk membuat rekomendasi dalam rangka pengawasan dan “in-proses control” untuk memproduksi produk secara rutin.
b. Validasi pembersihan untuk ruangan dan peralatan Ruangan setelah selesai digunakan untuk membuat atau mengemas produk akan segera dibersihkan. Untuk mendapatkan ruangan yang bersih dan memenuhi syarat yang sudah ditetapkan, maka cara pembersihan, deterjen, dan desinfektan yang digunakan, serta frekuensi desinfeksi harus sesuai dengan protap pembersihan dan sanitasi yang sudah ditetapkan. Untuk itu prosedur pembersihan dan sanitasi yang digunakan tersebut harus divalidasi. Validasi pembersihan ruangan dan peralatan bertujuan untuk memastikan dan membuktikan bahwa prosedur tersebut tepat/efektif untuk menghilangkan sisa produk sebelumnya dan menguragi jumlah cemaran mikroba sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan. Validasi pembersihan untuk tiap Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
37 ruangan ini minimal dilakukan 3 kali dimulai dengan ruangan yang digunakan untuk membuat/mengemas produk yang sukar larut dalam air, memiliki dosis rendah dan sering dibuat. Susun proses pembersihan dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut : a. Informasi ruangan mengenai bagian-bagiannya yang tidak dapat dilepas, bagian sulitdibersihkan dan lain-lain. b. Konsentrasi atau volume bahan pembersihan serta air yang digunakan (panas/dingin). c. Waktu perendaman. d. Waktu dan volume pembilasan. e. Kesesuaian bahan pembersih / air panas dengan produk atau alat. f. Suhu air / bahan pembersih selama pembersihan dan ruangan. g. Tekanan atau gaya mekanik yang digunakan selama pembersihan. h. Tentukan lama / waktu antara waktu akhir produksi dan mulai pembersihan dan antara tiap tahap pembersihan. i. Prosedur pengeringan. j. Persyaratan Pembuangan.
4.1.1.5 Mengadakan audit terhadap pemasok (Vendor Audit) Guna memastikan semua bahan awal yang dikirim oleh pemasok memenuhi persyaratan yang ditetapkan secara terus menerus harus dilakukan penilaian terhadap pemasok (vendor evaluation). Penilaian ini bertujuan untuk melihat sejauh mana kehandalan, kemampuan serta mutu yang dimiliki oleh pemasok dapat dipercaya.Pemasok yang diaudit meliputi pabrik pembuat, pemasok bahan yang mempunyai gudang, atau pemasok yang tidak mempunyai gudang (sale agent atau broker). Penilaian terhadap pemasok dilakukan oleh tim yang terdiri dari wakil–wakil Quality Assurance dan Purchasing, serta kepala tim adalah Quality Assurance Manager. Pada kasus tertentu anggota tim dapat diperluas dengan mengikutsertakan QC unit, Techinal Services Department dan Medical and Regulatory Affairs dan departemen lain yang terkait. Hal – hal yang perlu dinilai dari pemasok adalah proses pengadaan bahan baku, proses
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
38 pembuatan, perujukan dan pemeriksaan bahan baku dan produk jadi, penanganan sisa, dokumentasi, serta prosedur dan persyaratan. Sertifikasi pemasok dimulai dari urutan status “not approved”, “approved”, dan “certified”. Sertifikasi status “not approved” atau belum disetujui merupakan sertifikasi untuk pemasok yang baru yang akan dijadikan pemasok tetap. Sertifikasi status “approved” atau disetujui diberikan kepada pemasok yang telah memenuhi persyaratan menurut standar kualitas PT Aventis Pharma dan menjadi pemasok tetap. Sedangkan sertifikasi status “certified” atau tersertifikasi diberikan kepada pemasok tetap yang konsisten dalam hal kualitasnya. Pemasok dengan status belum disetujui, masih dalam tahap penilaian mengenai kualitas produk yang akan dipasok. Pada saat proses pre-approval, maka supplier harus menyerahkan minimum tiga bets material untuk diperiksa oleh Sanofi Aventis. Setelah pre-approval, status pemasok dapat meningkat menjadi approved supplieryang telah disetujui secara formal sebagai pemasok yang dapat memasok material atau servis tertentu. Untuk selanjutnya bahan awal hanya boleh didapatkan dari pemasok berstatus disetujui ini. Selanjutnya pemasok yang telah disetujui ini dimasukkan dalam Daftar Pemasok Disetujui atau List Approved Supplier. Apabila suatu pemasok yang disetujui menunjukkan kualitas serta kinerja yang konsisten, maka pemasok tersebut dapat ditingkatkan statusnya menjadi “pemasok tersertifikasi” atau “certified supplier”. Pemasok Tersertifikasi diputuskan melalui program evaluasi terhadap hasil analisa dan penerapan aspek kualitas, regulasi dan penilaian kinerja. Evaluasi tersebut dilakukan terhadap setiap pengiriman pemasok yang menggambarkan konsistensi pemasok untuk menghasilkan material yanng memenuhi syarat yang ditentukan. Penilaian ini dilakukan oleh divisi QA, QC, pembelian dan produksi. Pemasok yang dapat menjadi pemasok tersertifikasi adalah pemasok yang telah disetujui minimal selama dua tahun dan telah mengirimkan minimal sepuluh bets. Evaluasi konsistensi supplier dalam mengirimkan material yang memenuhi syarat. Evaluasi ini harus didasarkan pula pada kriteria kritis seperti out of specification atau penyimpangan kritis lainnya yang dilaporkan selama sepuluh bets pengiriman terakhir. Pada proses peningkatan status menjadi Pemasok Tersertifikasi, harus Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
39 dilakukan juga perbandingan antara metoda analisa pemasok dan Sanofi Aventis. Hasilnya harus menunjukkan bahwa supplier memiliki persamaan metoda analisa dengan PT Sanofi Aventis. Jika terdapat perbedaan, maka harus dilakukan validasi untuk membandingkan bahwa metoda tersebut dapat diterima oleh Sanofi Aventis. Hasil uji pemasok tersebut juga harus mendekati dengan hasil uji yang dilakukan oleh PT Sanofi Aventis.
4.1.1.6 Inspeksi diri (self inspection) Inspeksi diri adalah cara meninjau kembali seluruh tata kerja diri sendiri dari setiap segi yang mungkin berpengaruh terhadap produk. Tujuan dari inspeksi diri ini adalah untuk menilai secara teratur dan sistematis apakah seluruh aspek produksi dan pengawasan mutu selalu memenuhi CPOB. Dalam melaksanakan inspeksi diri tidak cukup hanya mengenali cacat dan kelemahan, melainkan harus pula dapat menetapkan cara yang efektif untuk mencegah dan memperbaikinya. Audit adalah pemeriksaan sistematik dan independen terhadap suatu sistem secara periodik untuk menilai kesesuaian sistem tersebut dan efektifitas pelaksanaannya terhadap prosedur yang telah ditetapkan. PT Aventis Pharma Indonesia mempunyai internal audit sistem (self inspection) untuk meyakinkan kesesuaian yang berhubungan dengan CPOB, GMP, regulatory requirement, dan Company Global Quality Standard. Inspeksi diri yang dilakukan meliputi: a. Inspeksi di bidang GMP 1. Inspeksi diri tri wulanan (quarterly GMP self inspection) Inspeksi ini dilakukan setiap 3 bulan sekali pada minggu kedua/ketiga bulan Januari, April, Juli, dan November. Tim ini terdiri dari Quality Assurance Manager (ketua tim), supervisor processing, supervisor packaging, supervisor Quality Control, supervisor TS & HSE, dan Quality Assurance inspector. Pada inspeksi ini dilakukan pemeriksaan terhadap lingkungan warehouse, production area (termasuk gowning) kelas 3 dan kelas 2, Technical System Departemen, dan Industrial Quality Compliance (Quality Assurance dan Quality Control).
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
40 2. Inspeksi diri Semester (IDS) Ruang Lingkup IDS yaitu aspek keselamatan kerja Aventis dengan mengacu pada GMP dan HSE Guideline. IDS dilakukan paling sedikit selama 3 hari. IDS dilakukan setiap 6 (enam) bulan pada bulan Juni dan Desember. Dalam pelaksanaan IDS terdapat anggota tetap dan anggota pendamping. Anggota tetap meliputi Head of IQC(sebagai ketua), QA Manager, HSE &TSD Manager, Production Manager, Plant Logistic Manager. Anggota pendamping
meliputi QC
supervisor,
TSD
supervisor,
processing
supervisor, packaging supervisor, dan warehouse supervisor. Pemeriksaan di lapangan dilakukan dengan urutan yaitu lingkungan pabrik, warehouse, processing, gowning area, packaging kelas 2 dan 3, technical services (purified water plant, AHU-areas, workshop, utilities dan sebagainya), purchasing, dan Information System. 3. Audit CPOB (GMP audit) Global quality / HSE audit mencakup seluruh aspek CPOB / HSE yang ada di seluruh site Jakarta. Tim inspeksi biasanya diketuai oleh Head of IQC untuk Global Quality Audit atau Supervisor HSE untuk Global HSE Audit, yang beranggotakan Kepala Divisi Industrial Affairs, Manager Produksi, Manager Plant Logistic, Manager TS/ HSE, dan Manager Quality Assurance. Laporan audit akan diterima maksimal dalam waktu 15 hari kerja. 4. Audit dari badan otoritas (Badan POM, Badan Sertifikasi ISO, dan lain-lain) Jadwal audit tergantung pada jadwal badan otoritas. Audit mencakup seluruh aspek CPOB atau aspek yang terkait serta hasil temuan sebelumnya dari badan otoritas yang bersangkutan. Anggota tim inspeksi badan otoritas didampingi oleh kepala departemen atau unit yang terkait.
b. Inspeksi di bidang HSE Inspeksi bidang HSE merupakan salah satu cara memastikan bahwa sistem HSE (ISO 14001 & OHSAS 18001) dilaksanakan sesuai dengan yang dipersyaratkan secara teratur dan sistematis. Perencanaan, penetapan, penerapan dan pemeliharaan program audit ini didasarkan pada hasil penlikaian dampak dan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
41 resiko dari kegiatan perusahaan, hasil audit sebelumnya dan faktor lain yang berkaitan, dan pertimbangan atas tingkat kepentingan berbagai operasi dari sisi Health and Safety. Audit ini dilaksanakan minimal 1 tahun sekali. Audit ini dilakukan dengan melihat langsung ke lapangan penyesuaian antara training HSE yang pernah dilakukan dan pelaksanaannya sehari-hari sebagai cara untuk menilai keberhasilan suatu training. Keluaran yang diharapkan adalah sebuah perbaikan yang terus menerus, sehingga yang tidak benar menjadi benar, dan yang sudah benar tetap dijaga agar pelaksanaannya selalu benar. Hasil inspeksi diri ini dicatat dan dilaporkan dalam pertemuan HSE Committee / P2K3 dan dalam rapat tinjauan manajemen. HSE juga mengadakan dan mengupayakan self inspection yang diadakan sewaktu-waktu, atau temuan yang ditemukan ketika sedang berkunjung ke lapangan (langsung diberitahukan kepada Manager).
4.1.1.7 Penolakan dan pelulusan terhadap obat jadi Obat jadi adalah bentuk sediaan obat yang telah selesai dikemas yang telah siap dipasarkan setelah lulus dari pemeriksaan. Pengambilan keputusan untuk meluluskan/menolak obat jadi dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan dan evaluasi yang meliputi hasil pemeriksaan selama proses pengolahan dan pengemasan, pemantauan lingkungan (jika ada), pemeriksaan produk ruahan, pemeriksaan kelengkapan bahan pengemas produk jadi, atau pemeriksaan dokumen catatan pengolahan dan pengemasan bets, serta dokumen-dokumen lain jika ada, seperti Failure Investigation Report atau Out of Specification (OOS). Pelulusan atau penolakan obat jadi dilakukan oleh QA Manager dan disetujui oleh Head of IQC. Pemeriksaan yang harus dilakukan sebelum memutuskan status produk adalah sebagai berikut: a. Penyerahan Catatan Hasil Pemeriksaan (CHP) produk jadi lokal maupun impor yang telah disahkan oleh QC Supervisor kepada QA Manager. b. Pemeriksaan kelengkapan dokumen yang terkait dengan pelulusan, yang terdiri dari : Catatan Pengemasan dan atau pengolahan, Catatan Hasil Pemeriksaan (CHP) selama proses IPC pengolahan dan atau pengemasan, Catatan Hasil Pemeriksaan (CHP) produk ruahan QC, dan dokumen pendukung lain (jika ada), seperti data mikrobiologi, hasil pemantauan lingkungan, dokumen Out of Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
42 Specification
(OOS),
Failure Investigation Report
(FIR),
dan hasil
pemeriksaan validasi proses. c. QA Manager akan mengkaji kelengkapan dokumen dari obat jadi tersebut. d. Hasil pemeriksaan terhadap produk jadi tersebut dicatat pada formulir “Daftar Pemeriksaan Pelulusan Produk Jadi”. QA Managerakan memutuskan apakah produk jadi tersebut diluluskan atau ditolak, lalu menandatangani catatan pemeriksaan
beserta
tanggal
pelulusan/penolakkan
produk
tersebut.
Pelulusan/penolakan obat jadi juga dilakukan pada sistem SAP (System Application Product). Untuk produk jadi dari Toll Manufacturer, proses pelulusan/ penolakannya dilakukan dengan memeriksa Catatan Pengolahan Bets, Catatan Pengolahan Bets, dan Catatan Hasil Pemeriksaan Produk yang bersangkutan. Untuk produk jadi yang di-Toll-kan di PT Aventis Pharma, proses pelulusan/ penolakannya dilakukan dengan memeriksa Catatan Pengolahan Bets, Catatan Pengemasan Bets, Catatan Hasil Pemeriksaan Produk yang bersangkutan dan GMP Conformance.
4.1.1.8 Penanganan hasil uji di luar spesifikasi (Out of Specification / OOS) Mutu suatu produk ditentukan oleh yang membuat produk tersebut dalam arti tahapan proses pembuatan suatu produk akan sangat mempengaruhi hasil akhir dari mutu produk. Untuk menguji apakah produk yang dibuat memenuhi persyaratan, perlu dilakukan pemeriksaan di laboratorium baik secara kimia, fisika, maupun mikrobiologi. Ada kalanya hasil pemeriksaan suatu produk tidak memenuhi persyaratan atau hasil pemeriksaan mendekati batas spesifikasi yang telah ditetapkan. Salah satu kemungkinan ketidaksesuaian tersebut diakibatkan oleh cara pemeriksaannya. Oleh karena itu, sebelum diambil keputusan akhir mengenai status produk yang bersangkutan perlu dilakukan penyelidikan yang seksama dimana ketidaksesuaian tersebut terjadi. Penyelidikan hasil di luar spesifikasi (Out of Specification/OOS) atau dapat juga dianggap sebagai atypical test result (Out of Trend / OOT) yang berlaku untuk hasil pemeriksaan kalibrasi alat dan pemeriksaan kalibrasi alat dan pemeriksaan stabilitas produk. Sumber ketidaksesuaian
hasil
harus
diteliti
secara
sistematis.
Apabila
terjadi
penyimpangan hasil di luar spesifikasi pada saat analisis maka hal yang harus Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
43 dilakukan
adalah
segera
menyiapkan
laporan
tertulis
mengenai
insiden/penyimpangan yang terjadi baik penyimpangan pemeriksaan secara kimia, fisika, atau mikrobiologi. Cara kerja pada saat mempersiapkan contoh untuk pemeriksaan, alat yang digunakan harus diperiksa kembali. Bila hasilnya masih menyimpang baik itu OOS dari pemeriksaan kimia, fisika, atau mikrobiologi maka dibuat laporan Failure Investigation Report (FIR). Tindak lanjut yang dapat diambil sesuai dengan hasil pemeriksaan yang didapat, antara lain: a. Dilakukan pemeriksaan ulang terhadap contoh yang sama dan produk yang sudah released. b. Dilakukan pemeriksaan ulang terhadap contoh yang sama oleh pemeriksa yang berbeda. c. Dilakukan pemeriksaan ulang terhadap contoh baru oleh pemeriksa yang pertama (bila perlu). d. Membandingkan hasil pemeriksaan ulang diatas dengan persyaratan test method dan farmakope (EP, USP, dan FI). e. Contoh untuk pemeriksaan ulang tersebut diambil sebanyak 2 kali dari pemeriksaan normal. Apabila dianggap perlu, dilakukan pemeriksaan terhadap prosedur pengolahan bets produk yang bersangkutan. Apabila diduga penyimpangan tersebut berasal dari test method atau sebab-sebab lain yang tidak diketahui dapat dikonsultasikan dengan mother plant. Perincian urutan pengambilan keputusan terhadap pemeriksaan di luar spesifikasi dapat dilihat pada Lampiran 4. Penyelidikan terhadap OOS harus diselesaikan maksimal 20 hari.
4.1.1.9 Penanganan Penyimpangan Penyimpangan adalah suatu kejadian atau pelanggaran yang tidak direncanakan terhadap suatu prosedur atau spesifikasi yang telah ditetapkan. Head of IQC dan QA Manager harus menilai dan memeriksa prosedur yang harus dilakukan menurut bidang dan tanggung jawabnya untuk memenuhi spesifikasi yang ditetapkan. Mereka yang bertanggung jawab agar proses penyelesaian berlangsung cepat dan kembali kepada pengirim untuk ditindak lanjuti. Menurut tingkat kekritisannya, penyimpangan dikategorikan menjadi: Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
44 a. Critical Deviation Critical deviation adalah kekurangan material, produk obat, alat kesehatan, sistem atau jasa yang dapat secara signifikan mempengaruhi kualitas, keamanan atau efikasi dari obat/alat kesehatan atau yang dapat menyebabkan kondisi yang mengancam jiwa. Pengertian lainnya adalah kekurangan apapun yang dapat menyebabkan produk obat/alat
kesehatan menjadi non compliant
atau
menyebabkan terjadinya situasi yang dapat dikategorikan sebagai critical oleh badan regulasi. Contoh: kesalahan / penyimpangan dalam melaksanakan suatu tahap proses pembuatan, kesalahan dalam pemakaianbahan/material, kesalahan dalam penimbangan atau tercampur dengan bahan lain, hasil uji stabilitas diluar spesifikasi.
b. Major Deviation Penyimpangan yang tidak termasuk kritikal, yang secara potensial dapat mempengaruhi kualitas, keamanan, efikasi atau pemenuhan persyaratan CPOB dari suatu produk obat atau alat kesehatan. Salah satu contoh major deviation adalah kesalahan dalam melaksanakan suatu protap misalnya protap sanitasi dan penyimpangan-penyimpangan yang tidak ditanggulangi secara sepihak tanpa mengikutsertakan atau memperoleh informasi tambahan dari depertemen lain seperti kesalahan pencetakan nomor bets, tanggal daluarsa, tapi produk belum diluluskan.
c. Minor Deviation Deviasi yang tidak termasuk kritikal atau major, yang secara potensial berdampak pada sistem GMP, utilities, peralatan, bahan, komponen, lingkungan atau dokumentasi, tetapi tidak mempengaruhi kualitas, keamanan atau efikasi dari produk obat atau alat kesehatan. Salah satu contoh minor deviation adalah batas penyimpanan maksimum produk terlampaui dan perekatan label tidak sempurna. Sedangkan menurut golongan, kegagalan atau penyimpangan dibagi menjadi dua yaitu:
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
45 a. General Failure Semua penyimpangan yang terjadi di Site dan hal tersebut tidak berhubungan secara
langsung
dengan suatu produk tertentu,
misalnya
penyimpangan pada persiapan produk, penyimpangan sistem pengolahan air dan sebagainya. b. Batch deviation Semua penyimpangan yang terjadi pada proses pembuatan atau pengemasan suatu produk, misalnya kegagalan salah satu tahapan proses, pengemasan dan sebagainya. Apabila terjadi kegagalan, tindakan yang pertama kali diambil adalah penghentian proses dan produk tersebut dikarantina. Kegagalan tersebut kemudian dilaporkan ke Manager bagian bersangkutan diteruskan ke Head of IQC yang akan memeriksa dan mengevaluasi serta mengambil keputusan tindakan yang harus dilakukan. Terhadap semua penyimpangan, baik besar maupun kecil, akan diambil langkah selanjutnya oleh IQC Department. Bila dianggap perlu, IQC Department akan mengundang departemen yang bersangkutan dan departemen lain yang terkait untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul. Hasil penilaian terhadap langkah yang telah atau yang akan dilakukan oleh departemen produksi, departemen IQC, atau departemen lainnya yang terkait akan dikirimkan kembali ke departemen yang bersangkutan. Apabila proses dapat dilanjutkan, maka departemen produksi harus segera mencatat tindakan yang diambil pada catatan pengolahan bets / catatan pengemasan bets dari produk yang bersangkutan. Apabila produk tersebut dapat diolah ulang, departemen produksi harus segera membuat prosedur pengolahan ulang atau apabila produk tersebut harus dihancurkan maka harus disiapkan proses penghancuran terhadap produk tersebut.
4.1.1.10 Pengkajian/penilaian tahunan terhadap produk (Product Quality Review/ PQR) Peninjauan dan penilaian tahunan terhadap produk (PQR) merupakan suatu bentuk komunikasi antara bagian produksi,quality dan regulatory. PQR dilaksanakan dengan tujuan untuk meninjau dan memastikan konsistensi dari suatu proses, mengevaluasi trend hasil produksi untuk akhirnya dapat Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
46 memutuskan perlu tidaknya dilakukan perbaikan suatu proses, perubahan spesifikasi dan kemungkinan revalidasi. Penilaian terhadap produk ini dilakukan dengan mengevaluasi data-data mengenai produk yang dihasilkan selama satu tahun, termasuk peralatan yang digunakan, proses produksi, cara dan hasil pemeriksaan
lalu
dibuat
kesimpulan
dan
saran
yang
berguna
untuk
syarat
beserta
mempertahankan atau memperbaiki mutu produk. Isi dari PQR adalah: a. Gambaran dari suatu produk yang dibuat ditest b. Parameter kritis dalam In Process Control (IPC) c. Evaluasi
dari
semua
batch
yang
tidak
memenuhi
investigasinya. d. Keluhan (Product Technical Complaint) e. Penarikan produk f. Produk kembalian g. Tren analisis dan data pelulusan beserta analisa data secara statistik h. Tren analisis dari data stabilitas i. Perubahan yang terjadi dari proses produksi, pengemasan, pemeriksaan dan lainnya (seperti supplier, peralatan, dan lain-lain) j. Status validasi yang dilakukan (validasi proses dan pengemasan) k. Rekomendasi dari hasi audit BPOM dan regulatory issue l. Formula m. Pengumpulan parameter kritis pada proses produksi n. Pengumpulan parameter kritis dari produk yang diperiksa di laboratorium o. Seluruh data yang akan dirangkum menjadi satu dalam raw data PQR, dibuat grafik tren analisa dan diolah secara statistik p. Evaluasi dari PQR berupa kesimpulan q. Tindakan selanjutnya yang direncanakan sebagai akibat dari evaluasi Penyiapan Product Quality Review dilakukan setiap tahun sekali. Tim kerja dari Production Department yaitu Procesing Supervisor dan Packaging Supervisor serta QC dan QA Managerbersama dengan Head of IQCbertanggung jawab untuk menyiapkan PQR dalam bentuk tes kimia fisika dan bioanalisis.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
47 Tindakan-tindakan selanjutnya yang direncanakan sebagai hasil evaluasi dapat berupa peningkatan proses produksi, perbaikan formulasi, perbaikan metode pemeriksaan, review spesifikasi semi finished/finished product, revalidasi, atau penarikan obat jadi. Laporan annual product review kemudian diperiksa dan ditandatangani oleh Quality Assurance Manager, Production Manager, dan disetujui oleh Head of IQC dan diketahui oleh Head of IADivision. Proses review dari PQR harus selesai dalam waktu 60 hari dari waktu akhir tahun penilaian, sedangkan semua proses harus selesai dalam waktu 90 hari dari waktu akhir tahun penilaian.
4.1.1.11 Penanganan Obat Kembalian Obat kembalian adalah obat jadi yang kembali setelah diserahterimakan dari PT Aventis Pharma ke pihak ketiga (distributor, ekspedisi) dan dikembalikan ke gudang PT Aventis Pharma dengan alasan : a. Masalah keabsahan maupun salah kirim b. Penarikan produk dan atau pack size dari pasaran c. Kerusakan obat atau pengemasnya (setelah keluar dari gudang PT Aventis Pharma selama pengiriman/ penyimpanan d. Kelainan dari segi kualitas (baik kualitas obat maupun kualitas bahan pengemas). Sedangkan obat yang sudah kadaluarsa di distributor dan dikembalikan ke PT Aventis Pharma tidak termasuk ke dalam penggolongan obat kembalian karena pada prinsipnya PT Aventis Pharma tidak menerima pengembalian obat yang sudah kadaluarsa. Untuk obat kembalian yang sudah kadaluarsa maka harus diberi label “Reject” dan bila tidak akan dijual / diditribusikan lagi maka harus dimusnahkan. Obat kembalian dapat berasal dari : a. Gudang yang diawasi oleh PT Aventis Pharma b. Gudang distributor yang diawasi oleh PT Aventis Pharma c. Gudang distributor yang tidak diawasi oleh PT Aventis Pharma termasuk lembaga lain : rumah sakit, apotek dll.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
48 Penerimaan obat kembalian dapat diberikan langsung ke IQC departemen jika dalam jumlah kecil (sampai satu master box). Jika dalam jumlah besar maka produk untuk sementara dapat dititipkan di gudang Aventis Pharma.
4.1.1.12 Penanganan Keluhan Setiap perusahaan farmasi bertanggung jawab utuk menjamin keamanan obat yang diproduksinya baik yang tekait dengan masalah efek samping obat atau masalah kualitas obat.. Keluhan terhadap suatu produk harus ditangani sesuai prosedur yang telah ditetapkan PT.Aventis Pharma dan harus diselidiki, dievaluasi serta diambil tindak lanjut yang sesuai guna mencari penyelesaian yang sebaik mungkin. Keluhan dapat dibagi menjadi dua, yaitu: a. Keluhan yang menyangkut Efek Samping Obat (ESO) b. Keluhan yang menyangkut Keluhan Teknis Kualitas Obat (KTKO). Untuk keluhan yang berhubungan dengan medis atau memberikan efek samping maka pelaporan ditujukan ke Medical and Regulatory Division sedangkan yang menyangkut pharmaceutical atau KTKO akan ditujukan ke IQC Department. Keluhan digolongkan menjadi: a. Kelas I Kerusakan pada produk yang dapat mengancam jiwa atau mengakibatkan resiko besar terhadap kesehatan. Misalnya kesalahan penempelan label dan tercampurnya satu produk dalam satu pengemas. b. Kelas II Kerusakan pada produk yang dapat menyebabkan sakit pada pasien dan menyebabkan kegagalan proses penyembuhannya. Misalnya kesalahan informasi pada leaflet, kontaminasi kimia maupun fisik. c. Kelas III Kerusakan pada produk yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan yang tidak major, hanya menimbulkan gangguan kesehatan minor pada pasien dalam hal penggunaan produk. Misalnya tidak rapatnya bahan pengemas, kesalahan penulisan expired date.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
49 d. Kelas IV Kerusakan pada produk yang tidak mengancam jiwa manusia namun hanya menyebabkan ketidaknyamanan pada pasien ketika menggunakan produk tersebut sehingga menyebabkan rusaknya nama baik perusahaan. Misalnya tablet pecah atau retak, hilangnya blister dalam folding box. Pemeriksaan keluhan terhadap obat dilakukan melalui retained sample (sampel pertinggal) sebagai pembanding. Pemeriksaan tersebut dilakukan oleh bagian Quality Control. Hasil penyelidikan mengenai asal keluhan, jenis keluhan, dan tindak lanjut dilaporkan ke Head of IQC atau Medical and Regulatory Division. Tindak lanjut yang dilakukan dapat berupa penggantian produk atau penarikan produk (recall). Penarikan obat jadi dapat dilakukan karena keinginan produsen (misalnya karena stabilitas obat tidak baik atau mau mengganti bahan pengemas) atau keinginan Badan POM. Produk kembalian yang ditarik akan disimpan di gudang. Penanganan selanjutnya dapat dihancurkan, dijadikan stok kembali (misalnya jika produk masih baik dan sudah diperiksa di QC), atau diolah kembali.
4.1.13 Penarikan Kembali Obat Jadi Penarikan kembali obat jadi biasanya disebabkan oleh : a. Adanya permasalahan kualitas, keamanan dan efikasi dari produk sanofi, misalnya terjadi deviasi, keluhan teknis kualitas obat, keluhan terkait reaksi obat yang tidak diinginkan, dll. b. Penyesuaian dengan kebijakan administratif dari pihak berwenang (pemerintah, Badan POM, dll). Penarikan kembali obat jadi harus dilakukan segera setelah evaluasi laporan dan bila perlu hasil pemeriksaan contoh per tinggal di Laboratorium Pengawasan Mutu selesai dilakukan. Selain cepat, penarikan obat jadi harus tuntas dalam arti semua obat yang telah terlanjur beredar di tingkat distributor, sub distributor maupun pengecer (Toko Obat, Apotek) dan dari pemakai langsung (Rumah Sakit, Dokter dsb) diusahakan untuk dapat ditarik kembali. Prosedur penarikan kembali obat jadi juga berlaku untuk vaksin, alat kesehatan, sampel
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
50 medis, dan produk investigasional. Untuk produk toll-in, prosedur penarikan kembali obat jadi dilakukan berdasarkan quality agreement. Penarikan kembali obat jadi (recall) diawali dengan peringatan pendahuluan yang berasal dari pihak internal atau eksternal (dapat berupa keluhan, deviasi, OOS, temuan audit dll). Apabila peringatan yang diterima memiliki potensi untuk dilakukannya penarikan kembali obat jadi, maka IQC departemen akan membentuk Alert Team bersama departemen lain yang terkait sesuai dengan jenis peringatan yang diterima, yaitu Quality Alert Team, Product Alert Team, dan atau Safety Alert Team. Alert team akan melakukan klarifikasi terhadap peringatan terkait, review terhadapinformasi yang ada, pencarian terhadap
informasi
tambahan
atau
pendapat
ahli
(jika
perlu),
dan
penetapan/penilaian resiko yang ada.Distributor utama dan distributor regional diperintahkan untuk memberikan informasi dalam waktu kurang dari 3 (tiga) jam kepada PL & MSC departemen PT Aventis Pharma mengenai jumlah obat yang diterima dari PT Aventis Pharma, persediaan yang belum terjual/ tersisa, jumalh yang terjual, dan tujuan produk yang telah terjual.
4.1.1.14 Pengendalian terhadap perubahan (Change Control) Perubahan yang dimaksud adalah segala sesuatu yang terjadi pada proses pembuatan atau pemeriksaan produk yang telah diproduksi,dapat meliputi tata cara pembuatan obat termasuk bahan bakunya, control test, protap, perubahan terhadap sistem pendukung seperti mesin, ruang, tata udara, dan sebagainya, serta mencakup juga bila terjadi perubahan supplierbaik untuk bahan baku maupun bahan pengemas. Sasaran dari pengendalian terhadap perubahan ini adalah untuk menjamin bahwa perubahan yang dilakukan terhadap proses produksi, jenis bahan baku yang digunakan, termasuk sistem pendukung (alat, ruangan, mesin-mesin, prosedur pemeriksaan, cara penyimpanan), maupun perubahan protap yang mendukung proses secara keseluruhan tidak akan menimbulkan dampak negatif terhadap mutu produk yang dihasilkan maupun terhadap kondisi HSE. Pengendalian terhadap perubahan menguraikan persiapan dan pelaksanaan dari suatu perubahan yang berkaitan dengan segala aspek pengolahan, pengemasan, pemeriksaan, penyimpanan atau distribusi yang mempengaruhi mutu Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
51 produk, GMP/CPOB termasuk kualifikasi/ validasi, HSE dan regulatori. Perubahan yang dimaksud juga meliputi bahan/ raw material (perubahan supplier, proses, spesifikasi dan lain – lain), proses, formula, spesifikasi dan test method dari komponen, bulk dan finished goods, primary packaging, penyimpanan dan pelabelan, alat kesehatan, peralatan, instrument, produk baru, utilitas dan fasilitas yang digunakan untuk mendukung dokumen GMP/ CPOB. Perubahan didokumentasikan dengan sistem manajemen perubahan (GIMC) yang merupakan suatu sistem komputerisasi yang akan digunakan untuk mengatur pembuatan perubahan. Sistem ini mengatur alur perubahan mulai dari pengajuan, evaluasi, hingga persetujuan perubahan. Rancangan perubahan dibuat oleh departemen yang bersangkutan yang akan mengadakan perubahan dan diinformasikan kepada IQC Department. IQC Department bersama-sama dengan departemen terkait akan merencanakan dan memutuskan tindakan apa yang harus dilakukan dalam menanggapi perubahan tersebut.
4.1.1.15 Penanganan obat di distributor Mutu produk obat jadi sangat dipengaruhi antara lain oleh cara penanganan mulai dari penerimaan, penyimpanan, dan penyerahan produk kepada konsumen. Penanganan obat di distributor meliputi masalah: a. Penerimaan obat jadi (disertai delivery note resmi) b. Penyimpanan obat jadi (harus sesuai kondisi yang dipersyaratkan) c. Pengiriman obat jadi (harus sesuai kondisi yang dipersyaratkan) d. Penanganan keluhan e. Penanganan bahan obat yang pecah atau tumpah f. Obat kembalian dan penarikan kembali obat jadi g. Penanganan Taxotere (penerimaan, pengiriman, dan penyimpanan) h. Pelatihan Audit pada distributor yang dilakukan secara berkala setiap 2 tahun sekali, kecuali jika dianggap segera perlu untuk dilakukan. Audit tersebut meliputi tata cara penerimaan, penyimpanan, dan pengiriman.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
52 4.1.16 Penanganan transfer proses pengolahan dan atau pengemasan Transfer proses produksi adalah suatu jenis proses alih teknologi dan pembuatan dan atau pengemasan produk dari suatu pabrik ke pabrik lainnya. Transfer proses pengolahan dan pengemasan tersebut meliputi: a. Golongan 1 Produk-produk Aventis Pharma yang sudah atau akan diproduksi dan telah dipasarkan, ditetapkan suatu produk Aventis Pharma sebagai produk induknya (mother plant). b. Golongan 2 Produk-produk Aventis Pharma yang ada saat ini diproduksi di beberapa negara/region, tetapi tidak mempunyai pabrik induk. Seperti Avil, Sofradex yang dilakukan antara Aventis Pharma ke Aventis Pharma lain, dari Aventis Pharma ke toll manufacturing Aventis Pharma, kontraktor ke kontraktor lain. c. Golongan 3 Produk yang hanya diproduksi atau dipasarkan oleh 1 pabrik Aventis Pharma di suatu negara/region. Transfer produk golongan 3 dikoordinasikan oleh regional manufacturing/ regional Quality Operations dan dilakukan antara Aventis Pharma ke Aventis Pharma, dari Aventis Pharma ke toll manufacturing Aventis Pharma, kontraktor ke kontraktor lain.
4.1.2 Quality Control Unit Quality Control Unit dikepalai oleh seorang Quality Control Supervisor. Unit ini bertanggung jawab kepada Head of IQC. QC Supervisor bertanggung jawab terhadap pelaksanaan dan pengendalian dalam kegiatan pengambilan contoh; pemeriksaan contoh bahan baku, bahan pengemas, produk ruahan, dan produk jadi; memberikan pelatihan yang berhubungan dengan QC; menyusun, merevisi, serta memuktahirkan protap di QC; memeriksa dan memastikan kebersihan ruangan dan peralatan yang digunakan; serta melakukan uji stabilitas. Untuk melaksanakan pemeriksaan, QC membuat prosedur analisis yang disebut test method. Test method untuk bahan baku berasal dari Farmakope Indonesia, Farmakope Eropa, USP, Farmakope Perancis dan prosedur dari mother site. Test method ditangani sama dengan prosedur tetap (protap) dan dibuat dalam Bahasa Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
53 Indonesia agar mudah dalam pengendalian, pengawasan, serta memudahkan penelusuran apabila terjadi kesalahan. Prosedur pemeriksaan yang digunakan harus sudah divalidasi. Untuk prosedur dari farmakope tidak perlu divalidasi, hanya perlu diverifikasi yaitu kesiapan penggunaan prosedur analisis tersebut sesuai dengan yang dipersyaratkan. Untuk prosedur yang berasal dari mother site walaupun sudah divalidasi tetapi perlu dilakukan validasi kembali. Dalam pelaksanaan tugasnya, QC Unit dibagi dalam 4 bagian, yaitu, Chemical and Physical Control (bahan baku, produk ruahan, produk jadi), Packaging
Material
and
Other
Material
Control
and
Calibration,
Microbiological Control dan Stability Study
4.1.2.1 Chemical and physical control (Pengawasan secara kimia dan fisika) Bagian ini bertugas untuk melakukan pemeriksaan bahan baku, produk ruahan, produk jadi secara kimia dan fisika sesuai dengan spesifikasinya. a. Bahan baku (raw material) Bahan baku adalah semua bahan, baik yang berkhasiat maupun tidak, yang berubah maupun tidak berubah, yang digunakan dalam pengolahan obat walaupun tidak semua bahan tersebut masih terdapat di dalam produk ruahan. Bahan baku sangat mempengaruhi mutu obat yang dihasilkan sehingga setiap bahan baku harus diperiksa sesuaidengan spesifikasi yang telah ditetapkan oleh "Mother Plant" atau sesuai dengan Farmakope yang telah ditetapkan. Pemeriksaan dilakukan secara analisis penuh (full analysis) atau terhadap identitas saja, tergantung pada ketentuan yang ditetapkan. Setiap bahan baku yang datang harus selalu disertai dengan sertifikat analisisnya. Sertifikat analisis tersebut penting karena dipakai sebagai acuan pada pemeriksaan bahan tersebut. Bahan baku yang baru datang akan diperiksa sesuai dengan spesifikasi. Setelah itu dibuat slip penerimaan barang (Good Receipt Slip / GRS) oleh bagian gudang. Bahan baku tersebut akan masuk ke gudang dengan status quarantine. Gudang akan mengirimkan GRS ke bagian QC. Berdasarkan GRS yang diterima, QC melakukan pengambilan contoh (sampling) terhadap bahan tersebut. Pengambilan contoh untuk semua bahan aktif dan bahan penolong harus disertai dengan lembar permintaan material (Material Request Form). Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
54 Pengambilan contoh bahan baku secara benar merupakan faktor/ langkah penting karena hanya dari contoh yang terjamin kebenarannya, informasi/ data pemeriksaan bahan baku dapat dipertanggungjawabkan. Pengambilan contoh dilakukan di bawah Laminar Air Flow (LAF) di ruang sampling yang berada di gudang pada suhu tidak lebih dari 25 oC, perbedaan tekanan diatas 7,5 Pa dankelembaban 30 - 60%. Wadah untuk contoh harus dilengkapi dengan data-data mengenai contoh yang diambil yang meliputi kode barang, nomor bets, tanggal kadaluarsa, dan tanggal pengambilan contoh. Wadah bahan baku yang telah diambil contohnya harus disegel kembali secara khusus dan diberi label kuning SAMPLE TAKEN. Setelah proses sampling selesai, semua alat-alat yang telah digunakan untuk sampling dibungkus dengan plastik dan tempelkan label kotor/merah pada alat yang sudah digunakan untuk memberitahu agar dibersihkan. Hasil pemeriksaan fisika, kimia, maupun mikrobiologi bahan-bahan ditulis dalam suatu Catatan Hasil Pemeriksaan (CHP) dan kemudian dibuatkan formulir rangkap tigayang menyatakan bahwa bahan baku yang diterima telah diluluskan (released) atau ditolak (rejected). CHP, formulir, dan label RELEASED atau REJECTED diserahkan ke QC untuk diperiksa dan disahkan. Setelah diperiksa dan disahkan oleh QC Supervisor, formulir tersebut didistribusikan ke QC, Warehouse, Factory, Plant Logistic Department. Sedangkan label RELEASED atau REJECTED diserahkan ke analis untuk ditempelkan pada wadah bahan baku yang telah diperiksa/diambil contohnya. Label RELEASED (warna hijau) ditempelkan menutupi label QUARANTINE pada wadah bahan baku yang diluluskan dan jika bahan baku tidak memenuhi persyaratan maka ditempel label REJECTED (warna merah) beserta label yang menyatakan penanganan selanjutnya. Bahan baku yang ditolak (rejected) akan ditempatkan pada area rejected
yang
ada
di gudang.
Label RELEASED,
SAMPLE
TAKEN,
QUARANTINE, dan REJECTED dapat dilihat pada Lampiran 5. Sebagian contoh bahan baku yang sudah dinyatakan lulus disimpan sebagai contoh pertinggal (retained sample) sebanyak yang diperlukan untuk pemeriksaan satu kali dan tiga kali pengulangan. Bahan baku yang tidak mencantumkan masa daluarsa dan masa simpannya tidak tertera di CA harus diperiksa ulang (retest) Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
55 setiap 6 bulan atau 2 tahun sekali. Untuk bahan baku yang mencantumkan waktu uji ulang/masa simpan pada CA, pengujian ulang dilakukan sesuai waktu uji ulang tersebut dan untuk bahan baku yang mempunyai masa daluarsa tercantum pada CA tidak dilakukan uji ulang karena masa pakainya sesuai dengan masa daluarsa tersebut. Pengujian kembali dilakukan terhadap semua produk yang tidak mempunyai waktu daluarsa untuk semua bahan-bahan yang telah jatuh tempo tanggal uji ulangnya yang tersimpan di gudang. Pengambilan contoh untuk pengujian kembali dilakukan sesuai dengan yang direkomendasikan pada “Daftar Daluarsa Bahan dan Obat Jadi” yang diterbitkan oleh QA setiap bulannya. Ketentuan yang harus diperhatikan dalam pengujian ulang yaitu: 1) Untuk bahan baku tanpa waktu daluwarsa dengan retest tiap 2 tahun sekali mempunyai masa pakai 8 tahun dengan kata lain pengujian kembali hanya dapat dilakukan maksimum 3 kali. 2) Untuk bahan baku tanpa waktu daluwarsa dengan retest tiap 6 bulan sekali mempunyai masa pakai 2 tahun dengan kata lain pengujian kembali hanya dapat dilakukan maksimum 3 kali. Pemeriksaan penuh (Full Analysis) diberlakukan untuk seluruh bahan baku yang akan diuji ulang baik yang berasal dari Mother Company maupun dari pemasok luar. Pada Form TT755 harus diberi catatan mengenai beberapa kali bahan baku tersebut telah diuji ulang sebagai informasi kepada bagian gudang – Plant Logistic. Jika dari hasil pengujian ulang tersebut dinyatakan lulus, maka dibuatkan sertifikat analisisnya dan bahan boleh digunakan untuk produksi. Jika tidak lulus maka bahan tersebut harus dimusnahkan. Alur pemeriksaan bahan baku dapat dilihat pada Lampiran 6.
b. Produk ruahan (semi finished goods) Produk ruahan adalah produk yang telah selesai diolah dan siap untuk dikemas. Terdapat 2 jenis produk ruahan di PT Aventis Pharma, yaitu produk ruahan hasil produksi PT Aventis Pharma sendiri dan produk ruahan impor. Pengambilan contoh dilakukan pada saat pembuatan berlangsung yaitu pada awal, tengah, dan akhir proses (oleh bagian produksi). Untuk semi finished goods impor, pengambilan contoh dilakukan di ruang sampling QC yang terdapat di gudang Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
56 oleh petugas QC. Cara pengambilan contoh (sampling) sama dengan yang dilakukan pada bahan baku. Produk ruahan harus segera diperiksa sesuai dengan spesifikasi masing-masing produk yang telah ditetapkan dan hasilnya dicatat dalam CHP. Jika dalam pemeriksaan ditemukan hasil yang menyimpang dari spesifikasi, maka dilakukan penyelidikan terhadap hasil di luar spesifikasi (Out of Spesification/OOS). Pada produk setengah jadi impor yang belum dikemas dalam kemasan primer dilakukan pemeriksaan sesuai dengan spesifikasi dan prosedur pemeriksaannya. Semua hasil pemeriksaan dicatat dalam CHP.
c. Produk jadi (finished goods) Produk jadi adalah produk yang telah melewati seluruh tahapan produksi, termasuk pengemasan, dan telah siap untuk didistribusikan. Terdapat dua macam produk jadi di PT Aventis Pharma yaitu produk jadi hasil produksi sendiri (lokal) dan produk jadi impor. Untuk produk jadi lokal, pengambilan contoh dilakukan pada proses pengemasan yaitu pada awal, tengah, dan akhir proses pengemasan. Terhadap produk jadi dilakukan pemeriksaan: 1) Tanggal penerimaan 2) Nomor batch lengkap 3) Jumlah contoh pertinggal 4) Waktu kadaluarsa 5) Informasi tentang produk, semi finished good, bahan pengemas 6) Kelengkapan kemasan (jumlah isi, cetakan, kode bets, dan tanggal kadaluarsa). Hasil pemeriksaan dicatat dalam CHP. Untuk obat jadi impor dilakukan pemeriksaan kelengkapan pengemas yang digunakan beserta sertifikat analisa (CoA) yang menyertainya. Penerbitan label released/rejected atau label penandaan lainnya untuk obat jadi impor harus diparaf oleh QC Supervisor.
4.1.2.2 Packaging Material and Other Material Control and Calibration Tugas dari bagian ini adalah mengambil contoh dan memeriksa bahan pengemas serta barang lain sesuai dengan spesifikasi dan prosedur yang telah Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
57 ditetapkan. Barang lain yang diperiksa adalah bahan-bahan pelengkap yang tidak terlibat langsung dalam proses produksi obat, seperti masker, sarung tangan, dan sebagainya. Bahan pengemas digolongkan dalam 2 jenis, berdasarkan kontak atau tidaknya dengan produk, yaitu: a. Bahan pengemas primer (Primary Packaging Materials), yaitu bahan pengemas yang berhubungan langsung dengan produk seperti PVC-foil untuk blister, alufoil untuk blister, cold forming foil, botol, dan tube aluminium. b. Bahan pengemas sekunder (Secondary Packaging Materials), yaitu bahan pengemas yang tidak bersentuhan langsung dengan produknya, seperti folding box, packing insert, label, dan lain-lain. Sebelum bahan dipesan, film untuk bahan pengemas tercetak disiapkan berdasarkan artwork yang disetujui. Setelah bahan pengemas dipesan, bagian ini akan melakukan sampling terhadap bahan pengemas yang datang. Pada waktu pengambilan contoh kemasan primer, dilakukan di ruang sampling di bawah LAF. Untuk kemasan sekunder pemeriksaannya dapat langsung dilakukan di gudang. Pengambilan contoh (sampling) kemasan dilakukan secara random sesuai dengan prosedur yang berlaku. Pemeriksaan packaging material meliputi pemeriksaan terhadap primary packaging material, packing insert, dan folding box. Hasil pemeriksaan dicatat di CHP dan proses selanjutnya sama dengan proses terhadap bahan baku. Sejumlah contoh bahan pengemas primer yang telah lulus disimpan sebagai contoh pertinggal sesuai dengan ketentuan lengkap dengan identitasnya.
4.1.2.3 Microbiological control Microbiological
control
bertanggung
jawab
dalam
mendukung
pengawasan mutu dalam hal mikrobiologi seperti permeriksaan mikrobiologi bahan baku, produk ruahan, dan produk jadi; pemeriksaan cemaran partikel dan mikroba di ruang produksi dan laboratorium mikrobiologi; serta pemeriksaan mutu air. Kegiatan yang dilakukan oleh bagian ini, antara lain: a. Pemeriksaan mikrobiologi bahan baku, produk ruahan, dan produk jadi Pemeriksaan bahan baku disini meliputi bahan baku yang berasal dari nabati (tepung jagung, sukrosa) serta bahan baku yang berasal dari hewani (gelatin). Bahan baku yang harus diuji mikrobiologinya, yaitu sugar crystal, maize Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
58 starch, lactose, gummi arabicum, avicel pH 102, Mg stearat, glucose anhydrous, gelatine, talcum, starch syrup, pregelatinized starch, carestar snowflake, kollidon. Uji batas cemaran mikroba dilakukan terhadap produk-produk non steril, termasuk bahan baku, bahan pengemas, produk ruahan, dan produk jadi yang tidak mensyaratkan steril. Produk-produk tersebut harus bebas dari beberapa jenis mikroba seperti Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, Salmonella sp., dan E. coli atau mikroba lain sesuai spesifikasi. b. Pemeriksaan cemaran partikel dan mikroba di ruang produksi dan laboratorium mikrobiologi Ruang produksi yang ada di PT Aventis Pharma adalah ruang produksi non steril. Ruang produksi ini diklasifikasikan menjadi ruang kelas 3, kelas 2, dan kelas 1. Setiap ruang memiliki persyaratan yang berbeda dalam hal jumlah partikel dan jumlah mikrobanya, seperti dapat dilihat pada Tabel 1. Pemeriksaan harus segera dilakukan jika terjadi hal-hal yang dapat menyebabkan kondisi ruangan berubah, misalnya perbaikan Air Handling Unit (AHU), perbaikan atau penggantian HEPA filter, dan lain-lain. Pemeriksaan cemaran yang dilakukan antara lain: 1) Pemeriksaan cemaran partikel Pemeriksaan cemaran partikel di udara dilakukan dengan menggunakan alat penghitung partikel yaitu particle counter HIAC-ROYCO 245A. Pemeriksaan tersebut dilakukan terhadap: a) Ruangan LAF dan ruangan-ruangan produksi b) HEPA filter 2) Pemeriksaan cemaran mikroba di udara Pemeriksaan cemaran mikroba di udara dilakukan secara: a) Passive settle plate (sedimentasi), dengan menggunakan lempeng agar yang dibiarkan 4 jam di ruangan. Tujuannya adalah untuk memonitor mikroba yang jatuh bebas dan mengendap di lantai. Media yang digunakan adalah TSA (Tryptone Soya Agar). Jumlah mikroba yang muncul merupakan indikasi kebersihan suatu ruangan. b) Active air sample dengan menggunakan alat MAS-100. MAS-100 digunakan untuk memantau jumlah mikroba yang ada di udara (per m3 Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
59 udara) dengan cara menghisap sejumlah udara tertentu dan dihembuskan ke permukaan media padat (TSA) pada cawan petri yang diletakkan dalam alat MAS. Penggunaan alat MAS di kawasan kelas 3 adalah selama 2 menit untuk 200 ml udara. 3) Pemeriksaan cemaran mikroba di permukaan Pemeriksaan cemaran mikroba di permukaan dilakukan secara apus (swab) dan atau secara tempel contact plate menggunakan swab test atau RODAC test. Pemeriksaan ini dilakukan pada permukaan lantai, meja, dinding, alat kerja, dan lain-lain. Hasil pemantauan jumlah mikroba dan partikel di ruangan produksi dicatat di lembar pemantauan bakteri dan partikel di udara area produksi; hasil pemantauan ruang mikrobiologi dicatat pada lembar pemantauan bakteri dan partikel di udara laboratorium mikrobiologi. Sedangkan hasil pemeriksaan masing-masing HEPA-filter dicatat pada lembar LAF vertikal ruang pengemasan, LAF horizontal laboratorium mikrobiologi, LAF untuk sampling. Hasil pemeriksaan yang sudah disahkan oleh Head of IQC disirkulasikan ke QA, TSD, dan departemen produksi sebagai informasi. Lembar hasil pemeriksaan tersebut kemudian disimpan sebagai arsip di laboratorium mikrobiologi. c. Pemeriksaan terhadap mutu air Dalam proses pembuatan obat, air merupakan salah satu bahan yang selalu digunakan dalam proses pengolahan, baik sebagai salah satu komponen produk maupun sebagai pencuci. Oleh sebab itu, air tersebut harus memenuhi syarat yang telah ditetapkan, antara lain standar terhadap kadar kimia, cemaran partikel dan mikroba. Pemeriksaan mutu air dilakukan terhadap semua jenis air yang digunakan meliputi air sumur, PAM, potable water, purified water, dan purified water yang berasal dari MiliQ-plus. Pemeriksaan ini bertujuan untuk meyakinkan bahwa air yang digunakan untuk proses pembuatan dan analisis obat sesuai dengan standar yang ditetapkan. Persyaratan pada masing-masing jenis air dapat dilihat pada Lampiran 7 dan Tabel 2. Jadwal pemeriksaan contoh air adalah: 1) Air PAM dilakukan sebulan sekali 2) Pemeriksaan air sumur dilakukan 6 bulan sekali
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
60 3) Pemeriksaan potable water seminggu sekali terhadap total cemaran mikrobanya dan sebulan sekali diperiksa secara kimia, total cemaran koliform, dan koliform tinja 4) Pemeriksaan terhadap purified water dilakukan setiap minggu secara kimia dan total cemaran mikroba Bila hasil pemeriksaan potable water, purified water melebihi alert dan action limit yang telah ditentukan, maka tindakan selanjutnya adalah menerbitkan OOS dan FIR, dengan melakukan evaluasi secara sistematis dan menyelidiki dimana, kapan, dan apa penyebab penyimpangan tersebut.
4.1.2.4 Stability Study Tujuan dilakukannya pemeriksaan stabilitas adalah untuk: a. Mengetahui perubahan dan penguraian bahan aktif sehingga dapat digunakan untuk menentukan batas waktu kadaluarsa atau batas waktu penyimpanannya. b. Memastikan bahwa produk yang dipasarkan stabil sampai tanggal daluarsa yang tercantum pada label. c. Memenuhi persyaratan registrasi obat jadi. d. Menentukan jenis kemasan yang tepat pada kondisi penyimpanan. e. Mengetahui apakah cara pembuatan dari setiap bets sama. Menurut Global Standar Aventis, dikenal 5 jenis pemeriksaan stabilitas, yaitu: 1) Tipe 0 : Bets preformulasi Tipe 0 adalah bets untuk merancang formulasi produk baru. Stability study ini dilakukan untuk memutuskan komposisi akhir dari formula tersebut. Sampel disimpan dalam kondisi dipercepat (accelerated testing condition) selama 3 bulan. 2) Tipe I: Bets skala laboratorium Pemeriksaan awal terhadap stabilitas dari bahan aktif dan produk atau campuran dari excipientdan bahan aktif. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan pada kondisi dipercepat (accelerated testing condition) atau under stress.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
61 3) Tipe II: Bets skala pilot Penyelidikan lanjutan atas stabilitas bahan aktif atau obat jadi setelah dilakukan scale up Production. 4) Tipe III: Bets komersial Pemeriksaan stabilitas dari bahan aktif atau obat jadi yang akan dipasarkan untuk mendapatkan atau mencari waktu daluarsanya. 5) Tipe IV: Post marketing studies Untuk pemeriksaan stabilitas rutin terhadap produk yang telah dipasarkan. Pemeriksaan dilakukan satu bets per tahun mulai dari 0 bulan kemudian setiap tahun hingga waktu kadaluarsa tercapai. 6) Tipe V: Follow up stability testing Yang dilakukan terhadap bahan aktif atau produk yang mengalami beberapa perubahan, misalnya perubahan bahan baku, perubahan proses, dan sebagainya. 7) Tipe khusus : Studi yang tidak termasuk dalam kategori di atas. Pada umumnya pemeriksaan stabilitas tipe 0, I, II, dan III dilakukan oleh mother plant, sedangkan tipe IV dan V dilakukan oleh Jakarta Site. Perubahan yang dimaksud pada uji stabilitas tipe V ada dua jenis yaitu minor changes dan major changes. Perubahan kecil (minor changes) merupakan perubahan yang tidak memberikan dampak berarti pada kestabilan obat, contohnya perubahan kecil pada sintesa bahan aktif, perubahan jumlah bahan pembantu sesuai dengan kisaran tertentu yang telah dipersyaratkan, perubahan pemasok bahan pembantu, dan lain sebagainya. Perubahan besar (major changes) merupakan perubahan yang secara potensial dapat memberikan dampak terhadap kestabilan obat, contohnya setiap perubahan baik kualitatif maupun kuantatif dari setiap bahan pembantu yang sedikit mengubah sifat obat, perubahan pemasok bahan aktif, dan lain sebagainya. Pembagian iklim, tipe pemeriksaan, kondisi penyimpanan dan waktu pemeriksaan pada uji stabilitas dapat dilihat pada Lampiran 8. Parameter pemeriksaan stabilitas yang dilakukan meliputi pemeriksaan wadah seperti keadaan botol, keutuhan segel, kondisi label, dan lain-lain; dan pemeriksaan sifat fisik dan kimia yang meliputi pemerian, berat rata-rata obat, waktu hancur, kekerasan, kadar air, keseragaman kadar, kemurnian, pH, dan lain-lain. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
62 4.2
Production Department (Prosedur Tetap Production, 2010) Secara umum, Production Department dibagi menjadi dua unit yaitu
Processing dan Packaging.
4.2.1 Processing Kegiatan di bagian Processing secara umum dibagi menjadi dua yaitu pengolahan untuk produk solid (tablet polos dan tablet salut selaput) dan pengolahan untuk produk semi solid (cream, ointment, suppositoria, dan ovule). Kegiatan ini berlangsung di kawasan kelas 3. Karyawan di kawasan kelas 3 memakai pakaian biru muda, penutup kepala putih, dan sepatu putih dan biru muda. Bangunan di bagian produksi PT Aventis Pharma Indonesia memiliki rancang bangun yang memudahkan pelaksanaan kerja, pembersihan, dan pemeliharaan, serta dilengkapi sarana kerja yang memadai sehingga dapat menghindari terjadinya kesalahan, pencemaran dan pencemaran silang yang mempengaruhi mutu obat, keselamatan, dan kesehatan kerja karyawan. Bangunan juga didesain untuk melindungi kegiatan maupun produk dari pengaruh cuaca, banjir, dan rembesan air tanah. PT Aventis Pharma Indonesia mengacu pada standar GMP tertinggi dari Amerika, Jepang, dan Eropa yang terdapat dalam standar GMP dari Aventis Pharma induk (Mother Company) yang dikenal sebagai Aventis Global Guidelines. Standar ini secara berkala selalu diperbaharui dan ditingkatkan dalam rangka meningkatkan kualitas proses dan produk yang dihasilkan oleh PT Aventis Pharma Indonesia. Bangunan PT Aventis Pharma Indonesia di ruang produksi, sebagian gudang, dan QC memiliki konstruksi sebagai berikut: a. Dinding: Hebel, yaitu batu bata putih ringan, anti api, diplester dengan campuran pasir dan semen dan cat dinding epoksi. b. Flavon/langit-langit: Eterpan board (anti api) dan cat acrylic paint. c. Lantai: beton bertulang dan cat epoksi mortar (anti gores, anti bakteri). Pada area kelas 3 dilapisi dengan cat epoksi sedangkan pada area kelas 2 dilapisi dengan cat acrylic paint. Lantai epoksi bangunan merupakan lantai kedap air yang digunakan untuk mencegah rembesan air tanah. Lantai tersebut harus dijaga supaya tidak tergores dan rusak karena dapat Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
63 mengurangi
fungsinya
dan
dapat
menjadi
tempat
akumulasi
debu/partikel. Upaya yang dilakukan untuk menghindari kerusakan pada lantai antara lain dengan penggunaan sepatu khusus yang beralaskan karet. Bentuk-bentuk sudut pada dinding, langit-langit, maupun lantai sebaiknya dihilangkan dengan mengganti bentuk lengkungan yang mencegah terjadinya akumulasi debu/partikel sehingga memudahkan pembersihan. Ruangan produksi dibagi menjadi 2 lantai yaitu: a. First floor digunakan untuk kegiatan-kegiatan sosial (social activites) yaitu loker sebagai ruangan untuk ganti pakaian dan sepatu sebagai persiapan sebelum masuk ke area kelas 3 dan kelas 2. Pada first floor terdapat 8 loker yang terdiri dari 4 loker menuju ke kelas 3 dan 4 loker menuju kelas 2. b. Ground floor digunakan sebagai area untuk Processing maupun Packaging. Persyaratan di ruang produksi meliputi kebersihan ruangan (jumlah partikel dan cemaran mikroba), suhu, RH, intensitas cahaya, serta perbedaan tekanan udara. Sebelum dipakai untuk kegiatan produksi ruangan harus bersih. Setiap ruangan yang telah dibersihkan diberi label “BERSIH” berwarna hijau, dan jika ruangan telah digunakan dipasang label “UNTUK DIBERSIHKAN” yang berwarna merah. Pada label tersebut juga dicantumkan masa berlaku label besih tersebut dan personil yang melakukan pembersihan. Ruangan tersebut maksimal harus sudah dibersihkan dalam waktu 1 minggu, tetapi biasanya setelah digunakan ruangan segera dibersihkan. Pembersihan ruangan dilakukan oleh cleaner, akan tetapi pembersihan alat, mesin, dan utilitasnya dibersihkan oleh operator yang menggunakannya, untuk kemudian kode bersih itu ditandatangani oleh yang membersihkan dan disetujui bersih oleh foreman atau supervisor di bidang masing-masing (solid dan semisolid). Masa berlaku kode bersih berlaku adalah 1 bulan. Jika waktu tersebut terlampaui, maka alat,mesin, dan utilitasnya perlu dibersihkan kembali. Setiap kegiatan yang berkaitan dengan produksi produk yang berhubungan dengan bets setiap produk baik itu Processing maupun Packaging harus selalu mengikuti pedoman yang disebut PPI (Prosedur Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
64 Pengolahan / Pengemasan Induk) yang selalu diperbaharui secara berkala untuk disesuaikan dengan standar GMP, disesuaikan dengan alat yang dipunyai (jika ada alat baru), dan untuk menjaga keseragaman serta kualitas produk yang dihasilkan dari waktu ke waktu. Setiap perubahan yang ada di PPI harus di input melalui change control
terlebih dahulu melalui sistem terkomputerisasi yang akan
terhubung dengan bagian IQC. Prosedur Pengolahan Induk berisi cara pembuatan atau pengolahan obat tahap demi tahap. PPI disusun oleh Supervisor perbagian (solid, semisolid, dan packaging) yang diperiksa oleh Production Manager dan QA Supervisor serta disetujui oleh Head of IQC. Selain PPI, ada juga pedoman yang disebut Protap yang juga harus dilaksanakan oleh pihak yang bersangkutan. Kedua pedoman ini harus dibuat sedemikian rupa sehingga mudah dipahami dan dilaksanakan oleh karyawan di bagian produksi. Sebelum digunakan, ruangan di Processing harus selalu dicek agar RH < 60%, temperatur < 25°C, dan perubahan tekanan (ΔP) minimal 7,5 Pa. Untuk memudahkan pemeriksaan kelengkapan dan kesiapan ruangan di masing-masing bagian produksi dibuatkan check list yang disebut juga Line Clearance dan Line Opening dan dijadikan 1 berkas dengan PPI produk yang akan dibuat. Pengecekan dilakukan oleh operator, dan ditandatangani / disetujui oleh foreman atau Supervisor bagian produksi. Selain itu, TSD juga melakukan pengecekan rutin setiap 1 jam untuk melihat trend atau fluktuasi dari temperatur, RH, dan kelembapan antara setting dan kondisi aktual. Setiap kali hendak melakukan produksi, maka dilakukan process order (PO) untuk memesan bahan yang diperlukan berdasarkan pada formula induk (bill of material/master recipe). PO yang diterbitkan diterima oleh warehouse yang akan menyiapkan material yang diperlukan. Material ini didatangkan dari warehouse melalui airlock dan disimpan sementara di material transit room. Warehouse merupakan ruangan kelas 1 sehingga airlock tersebut dilengkapi sistem interlock untuk meminimalkan kontaminasi ruangan produksi. Dalam material transit room, bahan baku yang diberikan dari gudang diperiksa jumlah, jenis, tanggal kadaluarsa, dan label released yang tertera. Selanjutnya dilakukan pengecekan bets. Setelah itu, dilakukan batch determination pada SAP, bahwa material sudah Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
65 diambil dari Bathyang dikirim. Stock adjustment dilakukan untuk memastikan jumlah bahan yang ada. Setelah batch determination selesai, maka PO direlease untuk kemudian dibuat Good Issue. Good Issue ini menggambarkan jumlah barang yang benar-benar digunakan. Setelah dihasilkan bulk product, dikeluarkan GRS untuk menginformasikan jumlah produk yang berhasil diproduksi. Pada tahap selanjutnya dilakukan konfirmasi working hour (labour hour dan machine hour) untuk memudahkan evaluasi terhadap produktivitas kegiatan produksi. Setelah proses produksi selesai, maka diberi keterangan TeCo (Technically Completed) pada sistem untuk menandai bahwa produksi produk tersebut telah diselesaikan.
4.2.2 Packaging Proses pengemasan berlangsung di kawasan kelas 3 dan kelas 2, yaitu kelas 3 untuk pengemasan primer dan kelas 2 untuk pengemasan sekunder. Karyawan di kawasan kelas 3 memakai pakaian biru muda, penutup kepala putih, sepatu putih dan biru muda. Karyawan di kawasan kelas 2, memakai pakaian biru tua dan penutup kepala putih serta sepatu biru. Loker bagi karyawan yang hendak ke area kelas 3 dan kelas 2 dibuat terpisah. Persiapan proses pengemasan perlu dilakukan dengan seksama agar tidak terjadi kekeliruan dalam penggunaan produk ruahan dan atau bahan pengemas, salah penandaan atau cross contamination antar produk maupun antar bets. Kegiatan pengemasan meliputi: a. Meminta konfirmasi pemeriksaan Catatan Pengemasan Bets ke Processing Supervisor b. Persiapan dokumen (Prosedur Pengemasan Induk) c. Permintaan bahan-bahan (Pengemas dan Produk Ruahan) d. Penanganan bahan pengemas dan produk ruahan e. Penanganan kunci lemari penyimpanan folding box dan packing insert f. Persiapan mesin dan peralatan g. Pemeriksaan jalur pengemasan h. Pengawasan dalam pengemasan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
66 4.2.2.1 Meminta konfirmasi pemeriksaan Catatan Pengemasan Bets ke Processing Supervisor Setiap catatan pengolahan bets dan produk ruahan yang akan dikemas harus dipastikan telah dicek dan disahkan oleh Supervisor Processing produk yang bersangkutan dan Production Manager atau wakilnya.
4.2.2.2 Persiapan dokumen (Prosedur Pengemasan Induk Pengemasan) Hal pertama yang harus dilakukan adalah menyiapkan Catatan Pengemasan Bets dari kopian prosedur pengemasan induk (PPI) untuk bets yang bersangkutan. Dalam Catatan Pengemasan Bets berisi tentang nama produk, jumlah bets, material yang dibutuhkan beserta jumlahnya, dan lain-lain. Pembuatan atau revisi dan sirkulasi Prosedur Pengemasan Induk dilakukan oleh bagian produksi. Penyimpanan Prosedur Pengemasan Induk asli disimpan di ruang QA Manager dan setiap peminjaman atau fotokopi harus dengan izin QA Manager. Penggunaan dokumen tersebut harus dicatat dalam buku Catatan Pemakaian Prosedur Pengemasan Induk. Prosedur Pengemasan Induk disusun oleh Packaging Supervisor, diperiksa oleh Production Manager dan QA Manager, serta disetujui oleh Head of IQC.
4.2.2.3 Permintaan bahan-bahan (Pengemas dan Produk Ruahan) Permintaan bahan-bahan ke gudang dilakukan dengan mencetak material list dari SAP yang mencantumkan nama bahan, nomor kode bahan dan jumlah, serta diberikan keterangan tambahan nomor bets produk jadi yang akan dibuat dan nomor PO.
4.2.2.4 Penanganan bahan pengemas dan produk ruahan a. Bahan pengemas primer Bahan-bahan pengemas primer seperti tube dipindahkan ke dalam keranjang aluminium di ruang transit antara gudang dan ruang pengemasan kelas 3. Alufoil, PVC foil, cold forming, dan rotoplast dikeluarkan dari kardusnya, diperiksa keutuhan core dan pembungkus plastiknya kemudian dibawa ke ruang penyimpanan bahan pengemas primer di kawasan kelas 3. Pembungkus plastik Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
67 harus dipastikan dalam kondisi tersegel sebelum digunakan dan segel tersebut hanya boleh dibuka apabila material akan digunakan. b. Bahan pengemas sekunder (cetakan) Tiap bahan pengemas yang diterima, diperiksa dan dipastikan telah diluluskan oleh bagian QC dengan penandaan label hijau “RELEASED”. Tiap bahan pengemas diperiksa dan dipastikan cetakan yang diterima telah dicocokkan dan sesuai dengan spesifikasi yang ada pada display bahan pengemas yang berlaku. Pada tahap ini juga dipastikan dan diperiksa bahwa jumlah setiap bahan sesuai dengan permintaan. Penerimaan bahan tersebut termasuk nomor betsnya dicatat dalam Catatan Pengemasan Bets. Bahan pengemas yang telah dikirimkan oleh bagian gudang diletakkan pada ruang Air Lock Secondary Packaging Material yang kemudian dipindahkan ke atas pallet plastik yang bersih (warna putih) dan diteruskan ke ruang persiapan untuk ditangani sesuai dengan instruksi Prosedur Pengemasan Induk. Hasil cetakan pertama yang sesuai dengan PPI (folding box dan master box) ditunjukkan pada Supervisor dan dimintakan paraf serta tanggal persetujuannya oleh operator. Untuk hasil cetakan selama setting yang mengalami bocor atau rusak tidak perlu disertakan dalam PPI. Pembuatan folding box mengacu kepada persyaratan global PT Aventis Pharma.
c. Produk ruahan Pada produk ruahan dilakukan pemeriksaan terhadap segel wadah. Wadah bagian terluar dibersihkan dan diperiksa batas waktu pengemasan yang tertera pada produk ruahan. Produk ruahan disimpan di bulk staging pada ruang kelas 1 sebelum dikemas.
4.2.2.5 Persiapan mesin dan peralatan Dilakukan pemeriksaan kebersihan alat dan mesin yang akan digunakan oleh Supervisor / Foreman.
4.2.2.6 Pemeriksaan jalur pengemasan Jalur pengemasan dibersihkan dari sisa produk ruahan, bahan pengemas, dan dokumen bets sebelumnya. Label “BERSIH” berwarna hijau yang melekat Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
68 pada mesin dan jalur diambil dan ditempelkan pada Catatan Pengemasan Bets yang bersangkutan. Pemeriksaan jalur pengemasan dilakukan untuk mencegah mix-up antar produk jadi dalam proses pengemasan dan juga untuk memeriksa kebenaran alat kontrol isi folding box.
4.2.2.7 Pengawasan dalam pengemasan Pengawasan dalam proses pengemasan bertujuan untuk mengontrol atau mencegah terjadinya kesalahan dalam setiap tahap dalam proses pengemasan. Hal-hal yang dilakukan dalam pengawasan tersebut meliputi: a. Pengawasan yang pertama kali dilakukan adalah pada saat ganti pakaian di ruang ganti. b. Pemeriksaan persiapan jalur pengemasan (Packaging line). Apabila dalam satu hari kerja jalur pengemasan dipakai untuk mengemas dua jenis produk berturut-turut, maka sebelum digunakan untuk produk kedua harus dilakukan pemeriksaan jalur pengemasannya. c. Pemeriksaan kesesuaian display dan catatan pengemasan produk yang meliputi nama produk, batch number, batch size, tanggal mulai pengemasan, tanggal kadaluarsa, tanggal pengambilan contoh, dan tanggal selesai pengemasan hingga dicek setiap kata untuk mencegah terjadinya kesalahan pengaturan.. d. Pemeriksaan dalam proses pengemasan dilakukan minimal 3 kali setiap hari kerja dan apabila terjadi penyimpangan proses segera dihentikan dan dilaporkan kepada Supervisor dan jika tidak dapat diselesaikan dilaporkan kepada Production Manager dan QC untuk diambil langkah selanjutnya. e. Pemeriksaan kebocoran blister atau rotoplast dengan menggunakan leakage tester instrumen oleh bagian pengemasan. f. Pengambilan contoh bahan pengemas (folding box dan packing insert yang telah dicap) dan produknya di awal, tengah, dan akhir pada setiap hari pengemasan dengan mencatat jumlah contoh, tanggal pengambilan, dan paraf pada catatan pengemasan bets yang bersangkutan. Petugas QC akan mengambil contoh tersebut setiap harinya. Bagian pengemasan primer dibagi menjadi 4 jalur (line) yaitu line 1, line 2, line 3, dan line 4 dan juga terdapat line semi solid serta suppository filling. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
69 a. Line 1 untuk pengemasan PVC – alu dan alu – alu blister Di kawasan kelas 3, dilakukan pengemasan primer menggunakan blister yang terbuat dari bahan PVC dan aluminium serta alumunium dan alumunium. Bagian atas blister yang datar disebut alupush terbuat dari aluminium dan bagian bawah (tempat tablet) disebut genotherm terbuat dari PVC atau cold forming foil terbuat dari aluminium. Mesin blister yang digunakan adalah “Marchesini LB421”. Mesin ini mempunyai sensor colour camera untuk memeriksa dan memastikan kebenaran serta kelengkapan blister. Sampah yang dihasilkan pada line ini ditimbang, diberi label dan dilaporkan. Sampah yang dihasilkan diberi label set-up waste untuk blister kosong yang telah dicetak; re-blister waste untuk blister yang telah sampai ke secondary packaging tetapi dikembalikan, kemudian isi diambil, dan dikemas kembali; running waste untuk sisa potongan blister pada tepian; dan reject waste untuk blister yang di-reject sebelum sampai ke secondary packaging. Pada kawasan kelas 2, tablet yang telah diblister dikemas dalam folding box
ditambahkan
packing
insert
dan
dimasukan
dalam
folding
box.
Selanjutnyafolding box dicetak no bets dan expired date pada inkjet print. Masingmasing folding box ditimbang menggunakan Checkweigher. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kekurangan blister atau packing insert. Kemudian folding box dimasukkan ke dalam master box dan disegel sebelum dikirim ke bagian gudang. Sebelum masuk gudang, masing-masing master box ditimbang dengan timbangan “Mettler Toledo” yang kapasitas maksimalnya 30 kg. Hasil penimbangan harus memenuhi batas yang telah ditentukan. Jika tidak memenuhi batas maka master box dibuka kembali untuk memeriksa jumlah folding box-nya. Jika ada sisa tablet dalam blister yang tidak penuh dan dimasukkan dalam folding box, maka sisa tablet ini dilaporkan dan kemudian dihancurkan. Sedangkan pada master box yang tidak penuh, pada sisi luar folding box ditulis (incomplete) jumlah isi sebenarnya.
b. Line 2 untuk pengemasan alu-alu blister Di kawasan kelas 3 dilakukan pengemasan primer yang semuanya terbuat dari aluminium. Bagian atas blister yang datar disebut alupush dan bagian bawah Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
70 (tempat tablet) disebut cold forming foil. Mesin yang digunakan pada line ini adalah “Uhlmann UPS 300/955”. Mesin ini mempunyai sensor mekanik yang dapat mendeteksi blister yang kosong. Mesin ini dapat digunakan untuk mengemas berbagai obat dengan mengganti spare parts yang sesuai. Obat-obat yang dikemas dengan menggunakan mesin ini adalah Telfast 60, Telfast 120, Telfast 180, Telfast plus, Amaryl 1, Amaryl 2, Amaryl 3, Amaryl 4, Triatec 10, Triatec 5, dan Triatec 2,5.
c. Line 3 untuk pengemasan PVC-alu blister Di kawasan kelas 3 dilakukan pengemasan pimer menggunakan bahan dari aluminium, PVC, atau tripleks. Bagian atas blister yang datar disebut alupush dan bagian bawah (tempat tablet) disebut cold forming foil. Mesin yang digunakan pada line ini adalah “Uhlmann B1240”. Mesin ini mempunyai kamera yang dapat mendeteksi blister yang kosong. Mesin ini dapat digunakan untuk mengemas berbagai obat dengan mengganti spare parts yang sesuai. Obat-obat yang dikemas dengan menggunakan mesin ini adalah Telfast 60, Telfast 120, Telfast 180, Telfast plus, Amaryl 1, Amaryl 2, Amaryl 3, Amaryl 4, Triatec 10, Triatec 5, dan Triatec 2,5.
d. Line 4 untuk pengemasan tablet dalam botol Pada line 4 terdapat mesin yang baru didatangkan dari Taiwan untuk pengemasan dalam botol (bottling) untuk produk baru PT. Aventis Pharma yaitu tablet multivitamin. Hingga bulan April 2014, mesin baru tersebut masih dalam proses kualifikasi operasional yang dilakukan oleh QA officer dengan bantuan staff dari TSD.
e. Line semi solid untuk pengisian krim ke dalam tube serta pengisian suppositoria/ovula ke dalam rotoplast Di kawasan kelas 3 dilakukan pengemasan pimer untuk krim. Mesin “Axomatic Optima 900” digunakan untuk mengisikan krim ke dalam tube, untuk melipat bagian ujung tube yang kosong dan untuk mencatat penandaan berupa nomor bets dan tanggal daluarsa pada lipatan tube. Mesin ini berada di bawah Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
71 LAF. Selain itu terdapat mesin filling suppositoria “Dott Bonapache” untuk pengisian sediaan suppositoria dan ovula ke dalam wadah yang dinamakan rotoplast. Mesin “Dott Bonapache” ini hanya berfungsi untuk pengisian, selebihnya untuk sealing atua penyegelan serta pencetakan nomor bets, daluarsa, dan HET menggunakan bantuan mesin lain diantaranya “Alphajet”.
4.3
Technical Services Department (TSD)(Prosedur Tetap TSD, 2009) Technical Services Department(TSD) di PT. Aventis Pharma dipimpin
oleh seorang manajer. Tanggung jawab dari TSDmencakup kualifikasi peralatan, fasilitas, dan sistem penunjang (utility); Air Handling Unit (AHU); Water Generation Plant (WGP); serta perawatan fasilitas, peralatan, dan sarana penunjang.
4.3.1 Kualifikasi Peralatan, Fasilitas dan Sistem Penunjang (Utility) Kualifikasi adalah pembuktian secara tertulis yang menunjukkan bahwa suatu alat, fasilitas, sistem penunjang, komputer, dan proses pengemasan secara otomatis bekerja sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan sehingga secara konsisten dapat menghasilkan produk dengan standar mutu yang ditetapkan. Kualifikasi hanya dilakukan sekali yaitu pada saat awal penggunaan alat, mesin, maupun sarana penunjang. Kualifikasi sendiri memiliki 4 cakupan, yaitu : a. Design Qualification (DQ) Dokumen Design Qualification berisi tinjauan tentang persyaratan spesifik yang diinginkan user menyangkut desain alat, spesifikasi, konstruksi, dan hasil yang akan dicapai alat bersangkutan. Dokumen ini disusun sebelum alat bersangkutan dibeli. DQ hanya dilakukan untuk Prospective Qualification yaitu untuk alat atau sistem baru dan harus disiapkan sebelum Installation Qualification (IQ), tidak dilakukan untuk mesin lama. Ada beberapa hal yang harus diuraikan dalam DQ, yaitu: 1) User Requirement Specification (URS) URS berisi deskripsi detail dari user mengenai hal-hal apa saja yang diperlukan dalam proyeknya. Selain itu URS mengandung informasi yang diperlukan oleh perancang guna memulai deskripsi teknis yang ditemukan pada Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
72 spesifikasi fungsional dan digunakan sebagai dasar untuk Performance Qualification (PQ). 2) Functional Specification (FS) FS berisi uraian teknis yang diperlukan untuk mencapai URS. FS diperlukan untuk menyiapkan Operation Qualification (OQ). 3) Technical Specification (TS). TS menjelaskan persyaratan yang harus dipenuhi dalam rangka mewujudkan FS, sehingga TS adalah FS yang lebih detail. TS memberi landasan dan daftar item yang harus diverifikasi saat IQ. Jika diperlukan, audit pemasok dilakukan untuk melengkapi DQ. DQ sendiri buat oleh tim TSD, unit IQC, dan pengguna alat tersebut. Setelah DQ terdefinisikan, dilakukan pengesahan DQ kemudian diikuti dengan FAT (Factory Acceptance Test). Dokumen FAT diperoleh dari pembuat alat tersebut. FAT adalah dokumen released dari produsen untuk meyakinkan bahwa alat/mesin/utilitas berjalan sebagaimana mestinya. Pada saat proses released tersebut, pihak pembeli, dalam hal ini PT Aventis Pharma Indonesia, diundang untuk datang. FAT dapat dilakukan perubahan/modifikasi sesuai dengan keinginan perusahaan. b. Installation Qualification (IQ) Installation Qualification adalah pembuktian secara tertulis bahwa peralatan bersangkutan dibuat dan dipasang dengan benar, semua komponen, serta sistemnya ada dan sesuai DQ. IQ menguji atribut statis dari suatu alat atau sistem. Dokumen IQ meliputi identifiers; engineering specification; utility and installation testing; instrument calibration; preventive maintenance; change parts, tooling and software; service documents; special procedures; serta final engineering drawings. Pemasangan instalasi dilakukan bersama dengan wakil/teknisi pemasok. Pada saat pemasangan mesin biasanya disertai dengan pelatihan
secara
langsung
dari
teknisi
pemasok
tentang
pemasangan,
pemeliharaan, dan perbaikan. c. Operation Qualification (OQ) Operation Qualification adalah pembuktian secara tertulis bahwa peralatan bersangkutan dapat beroperasi sesuai kriteria/desain yang telah ditentukan, yang kebenaran kerjanya dapat dibandingkan dari kriteria penerimaannya. OQ menguji Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
73 atribut dinamis dari suatu alat atau sistem. Mesin tersebut dikualifikasi dalam keadaan nyala/running untuk mengetahui apakah mesin beroperasi sesuai dengan fungsinya. d. Performance Qualification (PQ) Performance Qualification adalah pembuktian secara tertulis bahwa peralatan atau suatu product contact utility dapat secara konsisten memberikan kinerja yang baik. Hal ini dimaksudkan agar alat dapat menghasilkan produk sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan. Protokol PQ meliputi critical parameters,
acceptance
parameters
and
acceptable
ranges,
serta
test
methods/procedures to complete the test of critical parameters.
4.3.2 Air Handling Unit (AHU) Air Handling Unit (AHU) merupakan peralatan yang digunakan untuk mengkondisikan udara di dalam suatu ruangan. AHU digunakan agar semua parameter kritis dari kualitas udara dapat dikontrol sesuai dengan kelas ruangannya menurut Global Engineering Guideline. Parameter kritis dari kualitas suatu udara adalah suhu, tekanan, kelembaban (RH, air change per hour, jumlah partikel, dan jumlah mikroba. AHU hanya diterapkan di pabrik (Warehouse, Processing, dan Packaging) dan tidak di ruangan kantor. Sistem yang mengontrol AHU adalah Building Management System (BMS). BMS merupakan sistem yang menempatkan sensor pada tiap ruangan dan AHU itu sendiri. Dari sistem ini akan dikontrol baik kondisi udara yang terdapat pada AHU serta yang dihasilkan di ruangan. Ada 14 tipe AHU yang berada di area gudang dan di area produksi baik pengolahan (kawasan kelas 3) maupun pengemasan (kawasan kelas 3 dan kelas 2). Jenis-jenis AHU beserta ruang yang disuplai dapat dilihat pada Tabel 3. Setiap 6 bulan sekali dilakukan kualifikasi terhadap sistem AHU. Setiap ruangan mempunyai return line dan supply line yang berbeda sehingga selalu tersedia udara bersih dalam ruangan. Pada ruangan Processing dan Primary Packaging juga dilengkapi dengan exhauster yang berfungsi untuk membuang udara keluar (tidak mengalami resirkulasi). AHU yang ada merupakan AHU yang bertingkat dimana AHU yang pertama mengambil udara segar dari luar yang Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
74 disebut dengan AHU-FA (AHU-Fresh Air), kemudian udara tersebut akan dialirkan ke AHU. AHU bertingkat dimaksudkan untuk mengurangi beban kerja AHU dalam mendinginkan udara sehingga akan meningkatkan masa kerja dari AHU tersebut. Udara pada AHU mengalir dari intake module kemudian didinginkan oleh cooling coil di dalam coil module. Sistem pendinginan pada cooling coil ini berasal dari chilled water. Akan tetapi ada juga AHU yang sumber dinginnya berasal dari refrigerant, sering juga disebut dengan Direct Expantion AHU (DX AHU). Tujuan pendinginan ini adalah untuk menurunkan suhu dan menurunkan kelembaban dengan mengembunkan uap air yang ada di dalam udara. Sensor suhu (Pt 100) dipasang pada pipa suplai dan return chilled water, sehingga perubahan suhu pada chilled water dapat dipantau/ dimonitor setiap saat sesuai dengan kebutuhan. Udara dihisap melalui fan module, setelah didinginkan oleh cooling coil kemudian didorong oleh supply fan untuk masuk ke ruangan-ruangan yang disuplai. Sebelum keluar, udara disaring untuk mengurangi partikel dan bakteri yang ada menggunakan filter. Udara yang masuk ke AHU akan mengalami penyaringan berkali-kali. Ada 3 jenis filter dalam sistem AHU, yaitu pre filter (efisiensi 30%), medium filter (efisiensi 80-95%) dan HEPA filter (efisiensi 99,995%). Tidak semua AHU dilengkapi dengan HEPA filter. AHU yang memiliki HEPA filter, yaitu AHU-02, AHU-03, AHU-04, AHU-05A, AHU-05B, AHU-06, dan AHU-DX03. Untuk mengetahui besarnya perbedaan tekanan di filter dan mengetahui kondisi keabsahan filter tersebut maka digunakan alat Differential pressure dipasang pada medium filter dan HEPA filter.
4.3.3 Water Generation Plant (WGP) Dalam kegiatan industri yang dijalankan PT Aventis Pharma, terdapat berbagai macam tingkat air yang digunakan. Dalam proses produksi, pencucian, serta kegiatan lainnya yang tidak berhubungan langsung dengan uji laboratorium, PT Aventis Pharma menggunakan purified water. Untuk uji laboratorium (kimia dan mikrobiologi) digunakan ultra purified water, hasil pengolahan purified water diperoleh dari alat Milli Q-Plus. Sumber utama purified water adalah potable water (air PAM yang telah melewati sand filter dan mengalami klorinasi). Sumber Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
75 purified water dapat juga dari air sumur (well water) jika air PAM (drinking water) tidak mengalir. Purified water di area produksi disuplai dari water generation plant, sedangkan untuk laboratorium QC disuplai dari alat Milli RX 75. Pemeriksaan purified water dilakukan sekali dalam seminggu oleh analis QC. Dalam sistem Water Generation Plant, ada 3 bagian penting yang semuanya berlangsung dan dikontrol secara otomatis (computerized), yaitu: a. Osmotron berkapasitas 500 L/jam, yaitu sistem pengolahan air melalui reverse osmosis (RO) dan electro de ionization (EDI). b. Water tank, yaitu tempat penampungan purified water setelah melalui RO. c. Loopo, yaitu sistem sirkulasi dan distribusi purified water dari water tank ke pengguna (user point). Tahap-tahap pengolahan purified water dapat dilihat pada Lampiran 9 dengan penjelasan sebagai berikut: 1. Air mengalir dari sumber air ke WGP system (letaknya disamping ruang office di pharma factory dengan pintu khusus). Sumber air ada 2 yaitu air PAM/drinking water (akan diubah menjadi potable water) dan well water. Well water dipakai jika air PAM tidak mengalir. 2. Air akan menuju multimedia filter yang berfungsi untuk menyaring partikelpartikel besar. Filter ini memiliki mekanisme pembersihan secara otomatis (diprogram setiap jam 11 malam melalui metode backwashing). 3. Kemudian air akan disaring lagi dalam backwash filter (proses pembersihan diri terjadi secara otomatis dan kontinyu, diatur supaya air masuk dan kotoran langsung dibuang ke drain). 4. Air masuk ke dalam water softener yang di dalamnya terdapat resin. Di sini kesadahan air (water hardness) dikurangi dengan mekanisme pengikatan ion, sehingga kandungan ion dalam air berkurang (konduktivitas air belum diukur). Pada proses ini diinjeksikan NaCl sebagai pengikat ion, ion positif akan diikat oleh Na+ dan sebaliknya oleh Cl-. Terdapat 2 tanki softener pada proses ini, di dalamnya terdapat resin (mediator pengikat ion) yang perlu diregenerasi secara berkala. Dua tanki softener bertujuan untuk meringankan beban kerja (1 tanki sudah dapat memberikan kontribusi 100%, dengan adanya 2 tanki beban kerja itu dibagi). Ketika tanki 1 diregenerasi maka katup Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
76 pada tanki 1 tertutup dan proses softening dilakukan oleh tanki yang lain. Air selalu mengalir dari tanki 1 ke tanki 2 karenanya perbandingan regenerasi tanki 1 dan tanki 2 adalah 3:1. Regenerasi dilakukan dengan mencuci ion-ion yang ada pada resin (resin berumur kerja 5 tahun). Air yang telah melalui water softener kemudian dideteksi tingkat kesadahannya dengan residual hardness meter. Tingkat konduktivitas air sampai tahap ini adalah sekitar 1400 μS/cm. Konduktivitas air PAM berkisar antara 1600 μS/ cm. Air yang telah mengalami water softening disebut soft water. 5. Soft water akan mengalir ke filter 5 μm. Disini terjadi penginjeksian sodium bisulfit yang digunakan untuk mengikat kelebihan ion Cl maupun Cl bebas. 6. Soft water akan mengalami proses RO. Disini terjadi proses desalinasi untuk menghilangkan kandungan garam dari soft water. Hasil RO dari soft water disebut permeate, sedangkan sisanya (concentrate) akan dibuang. Pada osmotron terdapat water conversion factor (WCF) yang mengatur perbandingan soft water dan permeate menjadi 75%. Semua air buangan yang ditampung dalam drain diolah di WWTP. Permeate memiliki nilai konduktivitas sebesar 10 μS /cm. 7. Permeate akan mengalami electric de ionization (EDI) dalam septron. Pada proses EDI terjadi pertukaran ion dengan bantuan stimulasi listrik (dengan sengaja dialirkan listrik pada air, sehingga molekul akan pecah menjadi ionion yang reaktif, selanjutnya air terstimulasi ini digunakan untuk mencuci permeate). RO dan EDI bertujuan untuk menurunkan konduktivitas air. Hasil pengolahan permeate dalam septron disebut diluted purified water yang memiliki nilai konduktivitas sebesar 0,09 μS/cm3 (limit yang dipersyaratkan 1,3 μS/cm3), selanjutnya air akan ditampung dalam water tank. 8. Water tank dilengkapi dengan valve dan switch level. Jika water tank sudah penuh akan mengaktifkan switch level untuk menutup valve, sehingga purified water tidak masuk lagi ke dalam water tank. Air akan tersirkulasi kembali dan bergabung dengan soft water untuk diolah kembali (WCF yang tadinya 75% menjadi 90%). Mode operation system-nya berubah dari operation menjadi circulation dimana volume dan kecepatan pompa diatur
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
77 (computerized). Purified water harus selalu mengalir dan kecepatan alirannya dijaga untuk menghindari pertumbuhan bakteri. 9. Purified water kemudian didistribusikan ke user points dengan loopo distribution system. Pada sistem ini terdapat heat and cooling exchanger yang berguna untuk mengubah suhu air sehingga sesuai dengan parameter purified water. Suhu setelah keluar dari water tank adalah 30°C, setelah dilewatkan dalam exchanger dan terjadi penyeimbangan kalor (asas Black) suhu menjadi 25°C. Pendingin dalam exchanger berasal dari chilled water (5°C). 10.
Setelah beberapa waktu akan muncul lapisan biofilm di permukaan dalam
pipa, dibersihkan dengan loopo sanitation system. Air dari water tank dipanaskan sampai 85°C selama 90 menit dalam exchanger dengan menggunakan superheated water (120°C bertekanan 6 bar dan berwujud cair). Ketika sanitasi dilakukan water tank berisi 24%, valve tidak boleh dibuka, sehingga mode yang berjalan adalah sirkulasi seperti ketika water tank penuh, chilled water valve tertutup otomatis, sementara di user points tidak boleh ada karyawan untuk alasan HSE. Proses sanitasi di loopo system ini dilakukan 2 kali setahun. 11.
Pembersihan yang dilakukan di osmotron dilakukan dengan menggunakan
H2O2 (desinfektan) yang diinjeksikan selama 15 menit ke pipa sebelum tanki softener, setelah air dibiarkan dalam keadaan diam selama 3 jam (ada waktu kontak dengan permukaan pipa/wadah/RO membrane/EDI) agar proses desinfeksi efektif. Setelah proses pencucian otomatis, air sisa pembersihan dibuang. Pembersihan osmotron juga dilakukan 2 kali setahun (Juni dan Desember). 12.
Tanki NaOH 5% hanya diinjeksikan jika sumber air yang dipakai adalah
well water karena banyak mengandung logam berat dan bakteri. NaOH diinjeksikan ke pipa sebelum membran 5 μm secara otomatis dan terusmenerus selama well water dipakai. Dengan well water maka WCF yang dipakai pada proses RO adalah 50%.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
78 4.3.4 Perawatan Fasilitas, Peralatan, dan Sarana Penunjang (Utility) Semua fasilitas, peralatan, dan utility yang digunakan dalam kegiatan produksi perlu dirawat menurut sistem yang memadai. Sistem maintenance di PT Aventis
Pharma
dikontrol
secara
terkomputerasi
dengan
Maintenance
Management System (MMS). Aplikasi MMS dinilai perlu untuk dilakukan perubahan karena aplikasi MMS merupakan program aplikasi yang lama yang sudah tidak kompatibel dengan sistem windows yang baru. Selain itu, pemakaian aplikasi MMS juga tidak bisa diperbaharui lagi sehingga mesin – mesin terbaru tidak dapat dicantumkan informasi dan jadwal perawatannya. Hal lain yang dirasa kurang dari aplikasi MMS ini adalah adanya kekurangan dari versi MMS yang memiliki interval software yang masih dalam week basis. Interval ini menyebabkan tidak presisinya keterulangan schedule setelah beberapa lama. Untuk melengkapi kekurangan MMS, maka dikembangkan suatu sistem baru yang dapat menghasilkan hasil kerja yang lebih baik. Sistem ini dinamakan e-MMS adalah aplikasi web yang digunakan untuk melakukan penjadwalan maintenance terhadap mesin yang ada. Aplikasi ini sedang dikembangkan agar siap untuk digunakan di PT. Aventis Pharma. Untuk itu, perlu adanya suatu proses validasi yang meyakinkan bahwa aplikasi ini dapat digunakan dan menghasilkan kinerja sesuai yang diinginkan. Alasan dilakukan pemeliharaan terhadap alat-alat maupun utility agar: a. Alat maupun utility yang digunakan tidak membahayakan keselamatan kerja dari karyawan. b. Alat maupun utility yang digunakan tetap menghasilkan produk dengan kualitas terjamin. c. Masa/umur penggunaan alat dan utility berlangsung lama. Maintenance alat maupun utility di perusahaan ada 2 macam yaitu: 1. Preventive maintenance, bertujuan untuk mencegah terjadinya kerusakan sehingga mengurangi jumlah kerusakan alat maupun utility. 2. Break down maintenance, bertujuan untuk memperbaiki peralatan maupun utility yang rusak.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
79 4.4
Health, Safety, and Enviroment Department (HSE)(Prosedur Tetap HSE, 2011) Health, Safety, and Enviroment (HSE) PT Aventis Pharma Indonesia
berada di bawah Industrial Affairs Division yang bertanggung jawab menangani masalah kesehatan (health), keselamatan (safety), dan lingkungan (environment) di PT Aventis Pharma. HSE menjadi suatu aspek yang mendasari semua kegiatan di PT Aventis Pharma selain CPOB. Sebelumnya departemen ini bernama EHS (Environment, Health, and Safety), kemudian diubah menjadi HSE karena di suatu industri farmasi pengolahan, timbulnya gangguan kesehatan bagi personel yang terkait merupakan kemungkinan yang terbesar dibandingkan kedua aspek HSE lainnya. HSE dikepalai oleh seorang supervisoryang membawahi bagian yang menangani lingkungan hidup dan kesehatan dan bagian yang menangani keselamatan kerja. Tujuan HSE adalah: a. Untuk
menjamin
kesehatan
dan
keselamatan
kerja,
mencegah
dan
menanggulangi segala macam bahaya yang mengancam seluruh karyawan, kontraktor, dan tamu. b. Untuk meminimalkan pencemaran lingkungan selama proses produksi dari mulai penanganan bahan baku hingga setelah produk jadi dihasilkan. c. Mencegah kontaminasi selama proses produksi terhadap personel terkait. d. Meminimalkan kontaminasi produk sampingan terhadap lingkungan. e. Mencegah kontaminasi terhadap produk baik dari lingkungan maupun karyawan. Dasar yang digunakan oleh PT Aventis Pharma dalam melaksanakan HSE adalah Global HSE Standar, HSE guidelines, HSE key requirement, dan peraturan negara mengenai Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yang dikeluarkan oleh Departemen Tenaga Kerja (Depnaker), serta Upaya Kesehatan Kerja yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan (Depkes). K3 kemudian lebih dikenal sebagai LHK3 (Lingkungan Hidup, Kesehatan, dan Keselamatan Kerja). Berdasarkan global HSE, hierarki dokumen HSE dari tingkatan tertinggi sampai tingkatan terendah berturut-turut adalah sebagai berikut:
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
80 a) Kebijakan HSE (HSE Policy) b) Persyaratan Utama (Key requirements) c) Standard (Standard) d) Panduan (Guidelines) e) Prosedur Tetap (Standard Operating Procedures/SOP) Semua dokumen tersebut kecuali Prosedur Tetap (Protap) disusun oleh Aventis Global untuk dilaksanakan di seluruh Aventis site. Sementara itu, protap disusun di masing-masing Aventis site untuk dilaksanakan di site yang bersangkutan. Key requirements HSE merupakan elemen esensial minimum yang harus diterapkan di suatu site. Standar HSE menjelaskan hal-hal yang perlu dilakukan oleh site saat menerapkan Key requirements. Guidelines adalah dokumen yang umumnya berisi informasi teknis dalam bentuk protap. Sasaran kebijakan program HSE di PT Aventis Pharma berpedoman pada prinsip pengembangan yang berkesinambungan yaitu: a. Secara aktif berusaha mencegah dampak yang merugikan terhadap udara, air tanah, sumber daya alam, dan kesehatan manusia. b. Menghindarkan terjadinya cedera pada semua karyawan, kontraktor, dan masyarakat sekitar. c. Memberi perhatian pada aspek HSE dalam perancangan pabrik, perancangan dan pengembangan produk baru, serta mengelola resiko HSE dari semua produk. d. Mengatasi dampak lingkungan yang timbul. e. Mengukur kinerja dan menyampaikan hasilnya secara terbuka untuk membangkitkan keyakinan dan pengakuan pada semua pihak yang berkepentingan. Untuk menjamin realisasi tujuan HSE dan memastikan program-program HSE terselenggara, diperlukan sistem pengelolaan HSE yang komprehensif. Sistem managemen HSE mencakup pengembangan kebijakan, pengorganisasian, perencanaan dan implementasi, pengukuran kinerja, evaluasi kinerja, dan pengauditan. Proses sistem manajemen tersebut berlangsung secara berulang dan berkesinambungan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
81 4.4.1 Health (Kesehatan Kerja) Kebijakan yang dimiliki oleh PT Aventis Pharma dalam bidang kesehatan, yang menjadi tanggung jawab HSE adalah dalam pelaksanaan Industrial Hygiene (IH) dan Occupational Health (OH). Untuk melaksanakan IH, harus dilakukan terlebih dahulu identifikasi bahaya dan faktor yang dapat membahayakan keamanan pekerja dan alat kerja di tempat itu. Faktor resiko yang perlu diwaspadai adalah prosedur kerja, material, serta proses dan alat kerja yang dipakai. Upaya untuk melindungi pekerja terhadap bahaya kontaminasi produk adalah dengan exposure monitoring terutama terhadap bahan OEB level 3 dan 4. Tujuan exposure monitoring adalah untuk meyakinkan bahwa lingkungan kerja aman dan tidak mengganggu kesehatan, sehingga hak karyawan terhadap kesehatannya ketika tidak lagi bekerja di perusahaan ini dapat dijamin, serta terjadinya penyakit akibat kerja dan kontaminasi pada lingkungan oleh produk dapat dihindari. Langkah-langkah dalam exposure monitoring: a. Sampling, alat yang digunakan adalah sampling plump yang alirannya (flow) disesuaikan dengan wujud zat aktif yaitu high flow (2 L/menit) untuk dust, dan low flow (0,75 L/menit) untuk favour gas. Collecting media yang spesifik untuk menampung partikel bahan aktif dan filter untuk menyaring udara yang masuk sehingga udara bersih bisa dikeluarkan kembali. b. Hasil sampling dikirim ke Global Hygiene Laboratory di Bridgewater, Amerika Serikat. Selanjutnya, dilakukan program penanggulangan bahaya. Program ini harus jelas mencantumkan judul, tujuan, jadwal kegiatan, biaya, penanggung jawab, dan ukuran keberhasilannya (cara evaluasi). Setelah itu, program yang telah disusun tersebut dilaksanakan dengan memperhatikan aspek komunikasi (sosialisasi kepada karyawan) dan persyaratan administratif (meninjau kembali apakah persyaratan sertifikasi peralatan, kualifikasi operator, zoning daerah resiko tinggi, dan sebagainya telah dilaksanakan sesuai dengan standar yang berlaku). Pada akhir pelaksanaan program, dilakukan evaluasi yang mencakup aspek teknis dan mutu, biaya, serta waktu pelaksanaan. Penilaian terhadap suksesnya pelatihan dilakukan dengan diadakannya inspeksi diri sewaktu-waktu terhadap aspek HSE.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
82 Peningkatan self awareness karyawan terhadap HSE adalah dengan usaha safety talk, briefing, dan training. Dalam pemantauan kesehatan kerja perlu diperhatikan nilai ambang batas pemaparan yang lebih dikenal dengan istilah OEB (Occupational Exposure Band) dan OEL (Occupational Exposure Limit). Penggolongan OEB diperoleh dari OEL yang disederhanakan. Aventis mengkategorikannya berdasarkan konsentrasi paparan aktif yang dipercaya aman untuk kesehatan karyawan. OEB adalah paparan yang dapat diterima 8 jam kerja per hari atau 40 jam kerja seminggu. Dengan mengetahui nilai OEB suatu senyawa, kesehatan dan keamanan kerja karyawan dapat ditingkatkan. Tingkatan OEB dapat dilihat pada Tabel 4. Kategori produk PT Aventis Pharma berdasarkan OEB dapat dilihat pada Tabel 5. Nilai ambang batas pemaparan lain yang harus diperhatikan adalah kebisingan dan paparan gas. Batas pemaparan suara yang dapat menyebabkan kebisingan adalah 85 dB. Contohnya mesin GUK di bagian Packaging memiliki pemaparan suara 90 dB sehingga diperlukan usaha noise reduction dengan menggunakan earpug dan earmuf. Paparan gas beracun banyak terjadi di laboratorium dan usaha untuk mengatasinya adalah dengan pembuatan protap, pelatihan penggunaan lemari asam, dan pemisahan jenis limbah cair di laboratorium.
4.4.2 Safety (Keselamatan kerja) Tanggung jawab HSE dalam bidang keselamatan (safety) sangat besar dalam rangka menjamin keselamatan pekerja, tamu, dan kontraktor. Program yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan keselamatan kerja antara lain: a. Pelaksanaan inspeksi diri dan risk assesment di tempat kerja. b. Penerapan hasil risk assesment . c. Penggunaan tangga dan pintu darurat. d. Pengadaan sistem izin kerja dan izin penggunaan peralatan untuk semua pekerjaan yang dilakukan di lingkungan perusahaan. e. Sosialisasi program-program HSE dan pelatihan bagi karyawan. Tanggung jawab HSE diantaranya adalah menyiapkan fire protection untuk mengantisipasi terjadinya kebakaran, antisipasi banjir,
emergency
preparedness, dan training. Yang termasuk dalam fire protection adalah smoke Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
83 detector, fire extinguisher, hydrant, sprinkler, dan foam cart (untuk kebakaran yang disebabkan karena bahan kimia). Fasilitas lain adalah emergency exit di setiap ruangan untuk memudahkan orang keluar saat terjadi bahaya yang secara otomatis akan mengaktifkan alarm. Untuk mengantisipasi keluarnya air yang sudah terkontaminasi bahan berbahaya dan beracun (B3) dari gudang ke luar daerah gudang dipasang water barrier (Blobel Water Retention BL/BED-PM) di Warehouse. Pemasangan dilakukan di warehouse karena di tempat inilah sebagian besar inventory pabrik disimpan, sehingga jika terjadi kontaminasi pada daerah warehouse air tidak akan terbawa keluar area gudang. Emergency preparedness adalah suatu drill evakuasi (terhadap kebakaran dilakukan 3 bulan sekali) yang dilakukan sebagai latihan evakuasi jika suatu waktu tertentu terjadi hal-hal yang tidak diinginkan di pabrik, seperti banjir, kebakaran, gempa bumi, teror, atau sabotase, dan sebagainya. Untuk meningkatkan partisipasi seluruh departemen dalam menjaga keselamatan kerja, maka HSE mengadakan program LTI (Lost Time Injury) atau IWLT (Injury Without Lost Time). LTI adalah suatu cedera yang menyebabkan hilangnya hari kerja. Sedangkan IWLT adalah keadaan dimana cedera yang ditimbulkan tidak menyebabkan kehilangan hari kerja, walaupun membutuhkan medical treatment seperti dijahit, pingsan, dan lain-lain. Setiap departemen memiliki papan untuk mencantumkan jumlah hari yang telah dilewati tanpa terjadinya LTI dan jumlah hari tanpa IWLT. Sehingga bila ada bagian yang jumlah LTI atau IWLT-nya di atas rata-rata dapat langsung diketahui, dievaluasi, dan diambil langkah-langkah pencegahan yang paling sesuai. Training dilakukan untuk memperkenalkan aturan-aturan di pabrik sehingga dalam bekerja dapat terjamin keamanan dan keselamatan kerja. Training ini dilakukan terhadap karyawan baru dan kontraktor yang akan bekerja di pabrik. Kontraktor juga perlu diberi training (safety orientation) karena pada suatu waktu terjadi persentase kecelakaan kerja kontraktor lebih tinggi daripada karyawan (misal pada saat renovasi pabrik). Program HSE untuk karyawan baru adalah dengan memberikan booklet tentang HSE dan pelatihan yang diadakan di bawah departemen masingmasing.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
84 Dalam HSE dikenal adanya hierarchy of control (hierarki pengendalian), dimana upaya yang dilakukan dalam mengendalikan seluruh aspek yang berhubungan dengan HSE dilakukan menurut prioritas utama terlebih dahulu. Apabila prioritas utama tidak mungkin diterapkan, baru dipertimbangkan untuk mengambil langkah berikutnya. Misalnya untuk mengurangi paparan bahan aktif yang berlebihan dapat dicari solusi dengan menerapkan hierarki pengendalian sebagai berikut: a. Eliminasi Prosedur ini dilakukan dengan menghilangkan faktor yang menjadi sumber permasalahan, misalnya menghilangkan bahan atau alat yang berbahaya. b. Subtitusi Prosedur ini dilakukan dengan mengganti faktor yang menjadi sumber permasalahan dengan bahan lain yang lebih aman. c. Engineering control Cara ini dilakukan dengan mengatur variabel mesin/peralatan menjadi lebih aman untuk digunakan, misalnya mendesain dan memodifikasi alat, merancang sebuah bentuk alat, mesin, dan sarana penunjang apapun yang bersifat ergonomis (penyesuaian terhadap anatomi tubuh dan kebiasaan bersikap dalam bekerja) yang dapat memudahkan suatu pekerjaan untuk dilakukan sehingga karyawan merasa nyaman dalam bekerja dan tidak mudah merasa lelah. d. Administrative control Dilakukan dengan cara menerapkan SOP atau mengatur waktu paparan pekerja terhadap faktor yang membahayakan, misalnya dengan mengatur shift kerja karyawan. e. Penggunaan alat pelindung diri (APD) Langkah ini dilakukan sebagai upaya terakhir yang dilakukan untuk melindungi karyawan atau bisa juga diterapkan sebagai solusi sementara pada saat engineering approach masih didesain, misalnya penggunakan, earpug, masker, dan sarung tangan. Dalam rangka pengukuran kinerja HSE, pencegahan pengulangan kejadian setiap kecelakaan dan nyaris celaka harus diselidiki dan dilaporkan. Finding kecelakaan dibedakan menjadi 3 yaitu:
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
85 a) Critical (harus diselesaikan hari itu juga) b) Major (diberi waktu 2 hari dalam penyelesaiannya) c) Minor Keselamatan kerja dipengaruhi oleh 2 aspek yaitu perilaku yang tidak aman dan lingkungan kerja yang tidak aman. Finding dalam perilaku kerja harus diselesaikan saat itu juga, sedangkan untuk kondisi kerja diselesaikan dalam waktu 2 hari. Kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki berupa benturan antara dua massa/energi sehingga timbul kerusakan, cedera, dan kerugian. Near miss adalah suatu kejadian dimana dua massa/energi hampir bersentuhan sehingga tidak sampai menimbulkan kerugian fisik. Arti penting dari kejadian near miss adalah kecelakaan dapat terjadi dengan situasi dan kondisi yang sama dengan kejadian ini. Oleh karena itu dengan melakukan investigasi terhadap near miss dapat berguna untuk mencegah terjadi kecelakaan di kemudian hari. Prioritas kecelakaan yang perlu diinvestigasi adalah: 1. Jatuh dari ketinggian 2. Penanganan dan penggunaan bahan kimia, termasuk jika terjadi tumpahan bahan kimia. Tumpahan bahan kimia dapat tergolong keadaan darurat jika tumpahan bervolume 200 L atau lebih 3. Berhubungan dengan mesin dan alat kerja 4. Menyebabkan cedera berat 5. Kecelakaan berulang 6. Pelanggaran peraturan. Tim investigasi terdiri dari kepala unit/departemen tempat kejadian, staf HSE, Human Resource Administration, wakil serikat kerja, dan Technical Production/IQC sebagai pengkaji laporan. Laporan hasil investigasi dibuat paling lambat 2x24 jam setelah kejadian dan ditujukan kepada Depnaker dan Global/Regional Aventis. Laporan tersebut berupa: a. Immediate reporting untuk kecelakaan besar. b. Real time reporting untuk Lost Time Injuries dan Injury Without Lost Time. c. Monthly reporting untuk karyawan dan kontraktor.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
86 Tim investigasi melakukan investigasi dengan sistematika sebagai berikut: a. Melakukan evaluasi menyeluruh di tempat kejadian (situasi tempat kerja, mesin dan alat kerja yang dipakai, prosedur kerja, dan urutan kejadian). b. Mengambil gambar/foto sebelum tempat kejadian dibersihkan. c. Membuat sketsa dan ukuran situasi di tempat kejadian. d. Mencatat semua saksi dan melakukan wawancara untuk evaluasi.
Program lain dari HSE adalah: a. Menciptakan sistem pengumpulan Material Safety Data Sheet (MSDS) yang efektif dan efisien terhadap semua bahan kimia yang dipergunakan di kawasan Aventis Pharma b. Menetapkan sistem yang menjamin bahwa MSDS yang tersedia adalah valid dan MSDS yang berlaku tersebut tersimpan baik dan mudah ditemukan saat diperlukan oleh yang membutuhkan. Material Safety Data Sheet adalah suatu bentuk info tertulis yang pada umumnya memuat data mengenai identifikasi produk kimia dan perusahaan pembuat, identifikasi bahaya, pertolongan pertama pada kecelakaan, langkah penanganan bila terbuang ke lingkungan secara tidak sengaja, penanganan dan penyimpanannya, serta pengendalian pemaparan dan perlindungan dari personel. Selain itu MSDS juga berisi data mengenai sifat-sifat fisika dan kimia bahan, stabilitas dan reaktivitas, toksikologi, dan informasi lainnya. Alur pengumpulan dan penyimpanan MSDS bahan produk Aventis Pharma dapat dilihat pada Lampiran 10.
4.4.3 Environment (Lingkungan Hidup) Dalam bidang lingkungan, tanggung jawab HSE department dalam hal: a. Environmental Management System (EMS) Meliputi seluruh sistem pendokumentasian standar lingkungan yang berada di PT Aventis Pharma Indonesia. Laporan implementasi Rencana Kegiatan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan lingkungan (RPL) disusun oleh perusahaan untuk dilaporkan ke Badan Pemeriksa Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) tiap 3 bulan sekali. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
87 b. Environmental Risk Assessment (ERA) Environmental Risk Assessment (ERA) merupakan program yang mencakup analisis dampak lingkungan hidup bagi seluruh karyawan PT Aventis Pharma. Program ini mencakup segala kegiatan dan aspek-aspeknya, fasilitas, dan lingkungan yang dapat memberikan dampak bagi kesehatan dan keselamatan karyawan. c. Waste Management System Merupakan usaha dalam pengelolaan sampah, dengan melakukan waste minimizing maupun reduction dengan cara eliminasi/reduksi, daur ulang, dan disposal (insinerasi atau ditanam). Limbah yang dihasilkan ini harus dikelola agar tidak mencemari lingkungan di sekitarnya. Jenis limbah dari PT Aventis Pharma adalah limbah padat, limbah cair, limbah suara, dan limbah gas. Alur penanganan limbah dapat dilihat pada Lampiran 11.
Limbah padat ada dua macam, yaitu: 1. Limbah padat B3 Pengelolaan limbah padat B3 (misalnya hasil pemeriksaan laboratorium, produk expired, produk rejected, bahan padat yang kontak langsung dengan bahan obat maupun obat jadi, dan debu obat dari dust collector), dilakukan oleh PPLI (Prasadha Pamunah Limbah Industri). Limbah tersebut disimpan di waste storage, kemudian dibawa ke PPLI setelah 90 hari. 2. Limbah padat non B3 (bahan berbahaya dan beracun) Limbah padat non B3, misalnya sampah dari kantor, pengelolaannya adalah dengan dijual atau dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir oleh petugas seminggu 2 kali.
Limbah cair ada tiga macam, yaitu: 1. Limbah cair B3 Limbah cair B3 seperti limbah dari laboratorium berupa zat organik, anorganik, alkohol, asam, garam, juga dari TSD seperti NaOH untuk pembuatan purified water, air aki, dan sodium metabisulfit dikelola di PPLI. Limbah cair B3 disimpan dalam waste storage. Limbah cair B3 yang beratnya Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
88 <50 kg/hari boleh disimpan lebih dari 90 hari, tetapi jika beratnya >50 kg/hari tidak boleh disimpan lebih dari 90 hari. 2. Limbah cair non B3 Limbah cair non B3 seperti limbah cair domestik (air cucian, septic tank, kantin, dan kantor) dikelola melalui IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) atau waste water treatment plant (WWTP), karena menurut peraturan pemerintah limbah cair harus diolah dulu sebelum dibuang. 3. Limbah cair berupa oli Limbah cair berupa oli yang digunakan untuk perawatan kompresor dan genset disimpan dalam waste storage untuk kemudian dikirimkan ke pengolah limbah PT Nirmala Tipa. Pengolah limbah cair yang lain adalah PT Dongwoo, tapi PT Dongwoo juga mengirimkan limbah padat hasil olahannya ke PPLI sebagai satu-satunya pengolah limbah B3 maupun non B3 baik cair maupun padat. Menurut Keputusan Gubernur Kepala DKI Jakarta No. 582/1995 tentang Penetapan Peruntukan dan Baku Mutu Air Sungai/Baku Badan Air Serta Baku Mutu Limbah Cair di Wilayah DKI Jakarta dan Keputusan Gubernur DKI Jakarta N0.299/1996 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Peruntukan dan Baku Mutu Air Sungai/Badan Air Serta Baku Mutu Limbah Cair di Wilayah DKI Jakarta, maka ditetapkan buangan limbah cair PT Aventis Pharma Indonesia dibuang ke kali Sunter dimana peruntukannya adalah untuk pertanian dan usaha perkantoran. Buangan limbah cair tersebut sebelum dibuang harus diperiksa dan parameternya harus memenuhi persyaratan yang dapat dilihat pada Tabel 6. IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) atau WWTP (Waste Water Treatment Plant) digunakan untuk mengolah air (limbah cair non B3) sebelum dibuang ke lingkungan. Air yang berasal dari pabrik ini harus diolah terlebih dahulu karena masih mengandung zat-zat yang berbahaya yang dapat mencemari lingkungan. Bagan WWTP dapat dilihat pada Lampiran 12. Pada intinya, prinsip dari WWTP adalah sebagai berikut: 1) Limbah dari office building 1 dan 2 akan masuk ke dalam septic tank, kemudian airnya dialirkan masuk ke Collecting pit (CP) 1. Limbah dari Multi Purpose Building (MPB), Quality control (QC), dan Workshop akan masuk Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
89 septic tank, kemudian airnya dialirkan masuk CP 2. Limbah dari factory masuk ke dalam septic tank kemudian airnya dialirkan ke CP 3. Air dari CP 1, CP 2, dan CP 3 akan masuk dengan menggunakan switch level, jika tinggi permukaan cairan di masing-masing CP sudah mencapai batas maka pompa akan secara otomatis mengalirkan cairan ke equalization tank (di atasnya terdapat perforated screen/penyaring kotoran seperti daun, plastik, dan lainlain). 2) Di equalization tank, dimana air dengan berbagai konsentrasi dan kondisi dari ketiga collecting pit tersebut mengalami ekualisasi sehingga parameter variatif dapat disetarakan untuk meringankan beban aerasi. Kapasitas equalization tank adalah 50 m3 dan aliran yang terjadi per harinya adalah 100 m3, proses ini memakan waktu 8 jam, sementara total pengolahan air adalah 24 jam. 3) Selanjutnya, air masuk ke dalam aeration tank dengan menggunakan switch level dimana terjadi aerasi untuk memberikan udara (oksigen) yang cukup bagi bakteri pengurai (sebagai syarat aerasi) dan menghilangkan bau. Dalam proses aerasi ini digunakan proses biologik aerobik dengan menggunakan bakteri aerob (pembiakan bakteri sebesar 50 m3 yang dibiakkan dan dibiarkan selama kurang lebih 10 jam). 4) Selanjutnya aliran limbah menuju sedimentation tank. Bakteri yang mati, kotoran, tanah, partikel padat akan tersedimentasi (proses overflow tanpa pompa) menjadi sludge dan diendapkan dalam sedimentation tank yang berbentuk kerucut di dasar, sludge mengendap ke bawah sementara air bersih berada di atas. Dari sedimentation tank, air akan dialirkan ke clean water tank yang sebelumnya telah mengalami klorinasi dengan hipoklorit NaOCl 12% untuk membunuh sisa bakteri yang belum tersedimentasi (kecepatan tetesan diatur) kemudian dialirkan ke sungai. Sebelum air dibuang ke sungai, harus dilakukan pemeriksaan BOD, COD, pH, total nitrogen, TSS (Total Suspended Solid), KMnO4, antibiotika, dan kadar fenol terlebih dahulu setiap 24 jam sekali. Pemeriksaan dilakukan menggunakan instrumen dan reagen khusus sesuai protap.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
90 5) Sludge (lumpur) yang telah diendapkan dalam sedimentation tank akan masuk ke sludge tank dengan menggunakan pompa. Kemudian sludge dikeringkan dalam sludge drying bed. Sludge kering selanjutnya dibawa ke PPLI untuk proses lebih lanjut. 6) Khusus untuk limbah cair yang berasal dari sisa mencuci alat yang mengandung antibiotik dipisahkan, kemudian diproses terlebih dahulu dalam pre-treatment tank untuk merusak struktur molekul antibiotik sehingga tidak mengganggu proses aerasi karena antibiotik dapat membunuh bakteri yang ditumbuhkan dalam aeration tank.
4.5
Plant Logistic Department (Prosedur Tetap Plant Logistic, 2010) Plant Logistic Department ini terdiri dari 2 bagian, yaitu warehouse dan
planning. Planning membawahi Inter-company Section, Export Section, dan External Manufacturing Section. Plant Logistic Department di PT Aventis Pharma Indonesia ini dapat dipahami fungsinya sebagai departemen yang menjembatani komunikasi antara bagian produksi dan pemasaran. Plant Logistic Department bertugas untuk melakukan perencanaan pengadaan material yang akan dipakai pada proses produksi obat, penyusunan jadwal proses produksi di pabrik, dan mengendalikan persediaan bahan baku dan produk jadi yang ada di gudang. Tugas Plant Logistic adalah menerima forecast yang telah dibuat oleh bagian pemasaran untuk kemudian dianalisis dengan mempertimbangkan prioritas, Plant Cycle Time, dan Track Record dari pemasaran, kemudian bersama bagian produksi menyusun rencana produksi. Demikian pula dengan pengadaan barang di gudang dibuat dengan dasar perkiraan (forecast) terhadap penjualan obat jadi atau distribusi obat jadi ke supplier atau Pedagang Besar Farmasi (PBF). Rencana produksi disusun berdasarkan kebutuhan pasar akan barang-barang, stok barang di gudang, dan berdasarkan jadwal penggunaan mesin untuk produksi obat lain. Forecast dari pemasaran tidak diterima begitu saja oleh Plant Logistic, pemasaran harus memberikan presentasi dan argumen yang kuat berkaitan dengan forecast yang dibuatnya serta estimasi kemampuannya untuk memasarkan produk. Karena tidak selamanya forecast yang diberikan pemasaran disertai kemampuan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
91 untuk memasarkannya, perlu bagi Plant Logistic untuk menganalisis lebih lanjut. Jumlah permintaan berdasarkan forecasting sangat tergantung dari kegiatan pemasaran bulan itu misalnya sedang ada kegiatan sosial atau advertising dimana dimungkinkan jumlah penjualan besar yang harus ditunjang oleh produksi. Tetapi harus tetap dijaga untuk mencegah terjadinya over stock. Sosialisasi forecast dijabarkan dalam Sales and Operation Planning (S&OP) yang terbagi menjadi 2 level yaitu: a.
S&OP Level Satu, merupakan pertemuan dengan pemasaran yang mempertimbangkan pengaruh eksternal (pemasaran) 1.
S&OP level 1A Data permintaan atau forecast serta rencana penjualan didasarkan pada informasi stok dari distributor (ex distributor)
2.
S&OP level 1B Forecast didasarkan pada stok yang ada di factory (ex factory).
b.
S&OP Level Dua, merupakan pertemuan yang mempertimbangkan masalah internal secara umum, yang berkaitan dengan industrial pada bulan tertentu. Pertemuan ini bersifat strategik, yang dilakukan untuk mengoptimalkan faktor-faktor yang ada di produksi. S&OP level II merupakan meeting yang dihadiri oleh seluruh kepala dan Manager yang termasuk dalam Industrial Affairs dan dipimpin oleh Plant Logistic Department. Hasil pertemuan ini dibawa ke pertemuan mingguan dalam weekly
meeting, dihadiri oleh production department, technical service department, industrial quality and compliance. Pertemuan ini dipimpin oleh Plant Logistic untuk membahas penjabaran yang bersifat operasional untuk menetapkan weekly schedule. Plant Logistic memimpin pertemuan ini dengan membawa semua data yang dimiliki (posisi persediaan di gudang maupun di distributor, yang statusnya harus released) untuk kemudian membicarakan final forecasting yang harus dipenuhi oleh bagian produksi. Di sini juga dibicarakan isu-isu yang berkaitan dengan produksi, misalnya akan adanya mesin/alat baru atau renovasi yang dapat menyebabkan kegiatan produksi berhenti dan pabrik juga kosong, juga jika ada trial terhadap mesin atau kondisi baru di pabrik dan kapan pabrik bisa beroperasi
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
92 lagi. Jika ada masalah yang tidak bisa ditemukan solusinya, masalah dapat dibawa ke rapat S&OP.
4.5.1 Export Section, Inter-company Section 4.5.1.1 Export Section Seksi ini menangani produk-produk yang akan diekspor ke berapa negara seperti Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, dan Filipina. Tujuan ekspor adalah selalu interco Aventis di negara-negara yang dimaksud. Kinerja seksi ini dilihat dari Customer Service Level (CSL). Jika delivery date (yang telah disepakati antara PT Aventis Pharma Jakarta site dan interco tujuan) di salah satu negara tersebut tidak tepat/terlambat akan berakibat menurunnya nilai CSL (missed). Customer Service Level dari PT Aventis Pharma Indonesia diukur oleh Aventis Global berdasarkan delivery date within minus 7 dalam bulan yang sama (working days). Jika keterlambatan terus terjadi, dapat mengakibatkan site Jakarta tidak lagi dipercaya oleh interco di negara-negara tersebut yang kemudian dapat mengalihkan pesanannya ke site Aventis lain selain Indonesia.
4.5.1.2 Intercompany Section Seksi ini melakukan tugasnya dalam hal procurement receptionist, dan menangani produk-produk yang didatangkan dari Aventis site yang lain (intercompany atau sering disebut sebagai interco) mulai dari pemesanan sampai dengan barang datang. Produk-produk yang sering didatangkan dari interco adalah active materials. Interco yang dituju sebagai produsen active materials yang dimaksud, merupakan site rujukan yang telah ditetapkan oleh mother company dalam rangka menjamin konsistensi mutu dan kualitas produk yang dihasilkan. Untuk produk yang dibeli dari pihak luar (third party) ditangani oleh Purchasing Department. Intercompany PT Aventis Pharma Indonesia antara lain: a.
Aventis Limited India
b.
Aventis Pharma Deutschland GmbH
c.
Aventis Pharma Inc. Kansas City, USA
d.
Aventis Pharma SA
e.
Aventis Pharma Sp A, Scoppito Italia Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
93 f.
Aventis Pharma, Doma France
g.
Fison Pharmaceutical
h.
HMR Interphar
i.
Hoescht Procurement Int. Trading & Services (HPI, T&S)
j.
Nippon Aventis Service
4.5.2 Warehouse (Gudang) Gudang adalah tempat penerimaan, penyimpanan, dan distribusi barang berupa bahan baku, bahan pengemas, produk ruahan, obat jadi, dan bahan lain yang dibutuhkan untuk membantu kelancaran proses produksi maupun proses pengemasan, yang mempunyai nilai ekonomis, sehingga perlu ditangani secara khusus agar barang yang disimpan tersebut senantiasa sesuai secara kuantitatif antara stok secara fisik (aktual) dengan stok secara administratif (stok di SAP). Mutu suatu produk sangat dipengaruhi oleh cara penanganan bahan awal, mulai dari penerimaan, penyimpanan, dan distribusi ke bagian pengolahan maupun pengemasan. Alur keluar masuknya barang di Warehouse PT Aventis Pharma diatur sedemikian rupa sehingga berjalan satu arah. Barang masuk dan barang keluar melalui pintu yang berbeda dan begitu barang masuk akan langsung berada di area karantina. Setiap ada penerimaan barang dari supplier, selalu dilakukan pengecekan fisik barang dan dokumen yang menyertainya termasuk ada tidaknya label supplier pada master box. Demikian juga untuk distribusi barang, baik internal (Processing, Packaging, QC) maupun eksternal (distributor), harus diperiksa kelengkapan dokumennya (Material Request Note dan Sales Order). Denah warehouse PT Aventis Pharma dapat dilihat pada Lampiran 13. Gudang di PT Aventis Pharma menggunakan WMS (warehouse management system). Penerapan WMS (Warehouse Management System) dapat memberikan optimalisasi terhadap sistem warehouse di PT Aventis Pharma. Setiap tahapan, mulai dari kedatangan (incoming), penyimpanan (storage), hingga pengambilan barang (outgoing) direkam dan dikontrol menggunakan suatu sistem secara komputerisasi. Penyimpanan di warehouse PT Aventis Pharma dilakukan secara grouping atau pengelompokkan, bisa berdasarkan jenis barang (finished good; semi-finished good) termasuk packaging lalu disesuaikan dengan kondisi Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
94 penyimpanan yang tepat, misalnya daerah abu-abu (suhu < 25°) , daerah biru (suhu 2-8°) untuk produk pasteur. Setiap barang yang masuk akan melalui pintu incoming, dan terdapat ruang antara sebelum memasuki wilayah warehouse. Pihak warehouse akan mengidentifikasi barang tersebut dan mencatat segala hal/kondisi terkait barang tersebut, misal kondisi wadah, kesesuaian barang, nomor bets, tanggal kadaluarsa, dll. Data yang telah terkumpul kemudian akan dimasukkan ke dalam suatu sistem sehingga sistem akan menentukan lokasi penyimpanannya (koordinat) dan dihasilkan Good Reciept Slip dan print-out berupa label yang ditempelkan pada bagian luar unit barang. Label bersifatspesifik terhadap tiap unit barang dan terdapat barcode sebagai identitas tiap unit barang. PT Aventis Pharma tidak memiliki area khusus, misalnya area karantina untuk barang/produk yang belum dilakukan oleh pihak QC, karena telah menggunakan suatu sistem yang baik sehingga peletakan barang karantina dapat diletakkan dimanapun agar tidak ada space yang tidak terpakai sehingga meningkatkan optimalisasi penggunaan space pada warehouse. Barang yang telah diberikan label kemudian akan diantarkan ke area/lokasi sesuai dengan koordinat yang telah ditetapkan oleh sistem dengan menggunakan bantuan fork-lift. Barang tersebut tidak dapat diambil oleh pihak Produksi apabila produk tersebut belum dilakukan pengujian oleh QC. PT Aventis Pharma tidak lagi menggunakan label Rejected atau Released yang dikeluarkan oleh pihak QC karena penggunaan label tersebut hanya mengurangi efisiensi waktu. Oleh karena itu, sistem yang diterapkan dapat mempermudah pemberian status tersebut secara online oleh pihak QC. Sampling yang dilakukan oleh pihak QC pun juga tercatat secara online, misalnya jumlah yang digunakan untuk sampling dapat langsung didata oleh sistem, sehingga secara otomatis sistem akan memotong stok barang sesuai dengan jumlah setelah dilakukan sampling oleh QC. Gudang PT Aventis Pharma termasuk dalam area kelas 1 (setara dengan kelas E pada CPOB 2012) yang menurut suhunya dibagi menjadi tiga daerah yaitu:
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
95 4.5.2.1 Ruangan cold storage Ruangan ini mempunyai suhu antara 2-8°C. Ruangan ini digunakan untuk penyimpanan bahan-bahan yang tidak tahan terhadap suhu tinggi seperti vaksin (produk Aventis Pasteur). Jika pegawai masuk ke ruangan ini harus dilengkapi dengan pakaian khusus yang melindungi karyawan dari suhu ini. Ruangan ini dikunci dengan pengawasan khusus. Pada ruangan ini terdapat alat kontrol khusus, dimana jika suhu di bawah 2°C atau di atas 8°C maka alarm akan berbunyi secara otomatis.
4.5.2.2 Ruangan cool storage Ruangan ini merupakan ruangan dengan suhu terkendali yaitu antara 16°25°C. Ruangan dengan suhu ini terdapat dua area yaitu: a.
Starting material cool storage untuk menyimpan raw material (bahan baku dan bahan pengemas primer) dan semi finished goods.
b.
Finished material cool storage untuk menyimpan produk jadi.
4.5.2.3 Ruangan dengan suhu kamar (ambient temperature) Ruangan ini mempunyai suhu sesuai dengan kondisi ruangan tanpa adanya pengendalian suhu. Ruangan yang temasuk pada kategori ruangan dengan suhu kamar adalah: a.
Ruang penerimaan barang, dimana ruangan ini berfungsi untuk penerimaan barang dari distributor maupun supplier yang lain.
b.
Ruang pengeluaran barang, dimana ruangan ini berfungsi khusus untuk pengeluaran barang.
c.
Ruang khusus rejected material untuk menyimpan barang yang direject. Ruangan ini dibatasi dari ruangan lain dengan teralis besi dengan warna merah. Ruangan ini dikunci dengan pemegang kunci hanyalah orang-orang tertentu yang bertanggung jawab terhadap barang yang ada di dalamnya.
d.
Rak returned goods untuk menyimpan produk-produk kembalian yang dikarantina.
e.
Rak untuk pengemas sekunder, rak ini digunakan untuk menyimpan bahanbahan pengemas sekunder. Area ini dibagi menjadi area karantina dengan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
96 batas garis berwarna kuning dan area released dengan batas garis berwarna hijau. f.
Lemari terkunci untuk menyimpan packing insert. Packing insert ini dimasukkan dalam lemari terkunci agar tidak tertukar satu dengan yang lain.
g.
Ruang transit 1 untuk mengirim bahan baku dari gudang ke bagian pengolahan (kawasan kelas 3).
h.
Ruang transit 2 untuk mengirim produk ruahan dan pengemas primer dari gudang ke bagian pengemasan yang ada pada kawasan kelas 3.
i.
Ruang transit 3 untuk mengirim pengemas sekunder (folding box dan master box), packing insert, dan produk repacking dari gudang ke bagian pengemas di kawasan kelas 2.
j.
Ruang transit 4 untuk mengirim finished goods dari bagian pengemasan di kawasan kelas 2 ke bagian gudang untuk disimpan. Selain ruangan-ruangan tersebut masih ada ruang untuk pengambilan
contoh atau disebut ruang sampling. Ruangan ini merupakan ruangan dengan kategori kelas 3, dimana suhu, tekanan, dan kelembabannya diatur sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan untuk ruang kelas 3 dan dilengkapi dengan LAF. Ruang sampling digunakan oleh bagian QC untuk mengambil contoh bahan baku dan bahan pengemas primer. Sedangkan untuk bahan baku yang disimpan di gudang ruang cold storage, pengambilan contoh dilakukan di ruangan cold storage. Sedangkan untuk pengambilan contoh pengemas sekunder dilakukan pada ruang dengan suhu kamar. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan di gudang, antara lain: a.
Penerimaan barang
1.
Penerimaan barang dari pemasok Pada saat penerimaan barang dari pemasok, dilakukan pemeriksaan
kelengkapan dokumen, antara lain surat pengantar pemasok, invoice, CoA. Bahan yang tidak terdapat dalam Purchase Order (PO) dari PT Aventis Pharma hanya dapat diterima jika ada persetujuan dari Plant Logistic dan selanjutnya dibuatkan Goods Receipt Slip (GRS) ke dalam SAP setelah dibuatkan PO oleh purchasing. Bahan yang datang dicocokkan dengan PO, apakah sesuai dengan jumlah dan waktu pemesanan. Bahan yang datang diperiksa keutuhan kemasan dan kebenaran Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
97 label yang melekat pada wadahnya, antara lain nama bahan, nomor batch atau lot dari pabrik atau supplier, nama pembuat/pemasok, jumlah bahan, nomor PO, tanggal kadaluwarsa. Untuk memeriksa kuantitasnya, dilakukan pemeriksaan berat atau jumlah dengan menimbang atau menghitung. Apabila terdapat dokumen yang tidak lengkap, kemasan rusak, berat/jumlah tidak sesuai, harus memberitahukan ke Plant Logistic, IQC, dan purchasing, serta diinformasikan dalam GRS yang dibuat. Untuk bahan baku, produk ruahan, produk jadi impor, dan produk toll manufacturing diperiksa setiap wadahnya. Untuk bahan pengemas diperiksa sejumlah √n+1, dengan n adalah jumlah wadah yang diterima. Dalam penerimaan bahan aktif, bulk, semi finished goods, dan finished goods harus dilakukan pemeriksaan silang oleh foreman. Untuk produk yang disimpan dalam gudang dingin dimasukkan ke gudang dingin dan diperiksa di sana. Surat pengantar dari pemasok ditandatangani dan diberi stempel perusahaan. Barang pengantar yang sudah diperiksa diberi label karantina dengan ketentuan: a.
Untuk raw material, semi finished goods import dan packaging material siapkan label sesuai dengan jumlah wadah yang diterima.
b.
Untuk finished goods dan repacked semi finished goods, setiap pallet ditutup dengan penutup atau jaring kemudian diberi satu label per pallet. Tempatkan bahan pada area karantina atau rak karantina dengan
memperhatikan persyaratan penyimpanan. Untuk barang yang belum diberi label karantina tetapi harus masuk ruang karantina karena alasan tertentu, misalnya: karena barang datang pada malam hari maka dapat dimasukkan atau disimpan di area karantina dan diberi label karantina sementara. Kemudian alamat bahan dicatat pada buku penerimaan atau karantina.
2.
Penerimaan bahan dan produk jadi dari processing dan packaging Pemeriksaan dokumen yang menyertai penyerahan produk yaitu GRS. Produk
jadi yang diserahkan harus ditutup dengan jaring untuk menghindari terjatuh atau bercampur/tertukar dengan produk jadi yang lain. Dilakukan pemeriksaan penandaan label pada wadah yang mencakup nama produk, nomor bets, berat bersih/jumlah satuan kemasan, label ”SAMPLE TAKEN” dari QC, petunjuk Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
98 penyimpanan khusus. Produk yang diterima diperiksa dengan menghitung atau menimbang satu persatu kemudian disimpan di rak penyimpanan.
3.
Penerimaan obat kembalian Obat kembalian adalah obat jadi yang kembali setelah diserahterimakan dari
PT Aventis Pharma ke pihak ke tiga (distributor, ekspedisi) dan dikembalikan lagi ke gudang PT Aventis Pharma dengan alasan: a.
Masalah keabsahan atau salah kirim
b.
Penarikan produk dan/atau pack size dari pasaran
c.
Kerusakan obat dan pengemasnya (setelah keluar dari gudang PT Aventis Pharma) selama pengiriman atau penyimpanan
d.
Kelainan dari segi kualitas obat (kualitas obat/kualitas bahan pengemas)
PT Aventis Pharma menerima obat kembalian yang berasal dari gudang yang sudah diawasi oleh PT Aventis Pharma, gudang distributor yang sudah diawasi oleh PT Aventis Pharma, dan gudang distributor yang tidak diawasi oleh PT Aventis Pharma termasuk lembaga rumah sakit, apotek, dan lain-lain. Adapun prosedur dalam penanganan obat kembalian adalah: a.
Surat pengantar dari distributor ditandatangani sebagai bukti bahwa barang telah diterima di gudang.
b.
Data dimasukkan dalam SAP kemudian dilakukan posting goods issue untuk mencatat obat kembalian yang diterima ke dalam SAP, selanjutnya penyerahan surat jalan berupa GRS sebagai bukti penerimaan obat kembalian kepada QC setelah ditambahkan semua informasi yang diperlukan QC.
c.
Tempelkan label QUARANTINE pada produk yang bersangkutan dan disimpan pada area karantina, terpisah dari produk lain (dalam keranjang yang terkunci) sesuai dengan kondisi penyimpanan yang dipersyaratkan.
b.
Penyimpanan bahan dan produk jadi Sistem penyimpanan menggunakan zoning system, dimana material disimpan
dengan memperhatikan:
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
99 1.
Sebelum penyimpanan material, periksa petunjuk mengenai cara penyimpanan dengan melihat
status,
jenis
material,
dan suhu
penyimpanan. 2.
Tempatkan material pada rak penyimpanan sesuai jumlah yang diperlukan dan dilakukan pencatatan alamat rak bahan, nama produk, jumlah, nomor batch pada buku alamat (address card).
3.
Pisahkan pallet berisi bahan yang sedang ditahan (blocked) dan ditempatkan pada area karantina sambil menunggu penanganan lanjut sesuai disposisi dari IQC Departemen atau Purchasing Department.
c.
4.
Tempatkan bahan yang ditolak (rejected) pada material rejected area.
5.
Tempatkan debu produksi (garbage) pada waste area.
6.
Penyimpanan produk Toll-in diberi tanda pada rak.
Pengeluaran barang 1.
Pengeluaran bahan baku Warehouse pharmacist/foreman mencari dan menentukan bahan/bets
yang akan dikeluarkan dengan prebatch determination pada sistem SAP. Untuk bahan baku yang akan diproses dan bahan pengemas, harus ada label ”RELEASED” yang disahkan dengan adanya nomor CoA dan diparaf oleh QC Unit. Bahan yang lebih dulu waktu kadaluarsanya (First Expired First Out/FEFO) merupakan pilihan pertama yang lebih dulu dikeluarkan dan barang yang lebih dulu diterima (First In First Out/FIFO) merupakan pilihan kedua. Bilamana kedua hal di atas sama maka bahan dalam jumlah terkecil harus dikeluarkan lebih dahulu. Petugas mengambil bahan yang disimpan dengan mencari alamat di address card. Bahan-bahan dipisahkan sesuai dengan material list yang diterima dari bagian produksi (satu pallet diperuntukkan satu PO). Dari hasil catatan lakukan posting transfer dari warehouse oleh warehouse pharmacist atau wakilnya ke Production Supply Area (PSA). Penyerahan bahan hanya dapat dilakukan atas permintaan Supervisor atau foreman dengan menyertakan transfer slip yang telah ditandatangani oleh pelaksana dan mendapat paraf Supervisor dan foreman.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
100 2.
Pengeluaran produk ruahan dan bahan pengemas atas permintaan packaging/processing Warehouse pharmacist/foreman mencari dan menentukan bahan/bets
yang akan dikeluarkan dengan prebatch determination pada SAP. Untuk bahan baku yang akan diproses dan bahan pengemas, harus ada label ”RELEASED” yang disahkan dengan adanya nomor CoA dan diparaf oleh QC Unit. Bahan yang lebih dahulu waktu kadaluarsanya (FEFO) merupakan pilihan pertama yang lebih dulu dikeluarkan dan barang yang lebih dulu diterima (FIFO) merupakan pilihan kedua. Jika mana kedua hal di atas sama maka bahan dalam jumlah terkecil harus dikeluarkan lebih dahulu. Petugas mengambil bahan yang disimpan dengan mencari alamat di address card. Bahan-bahan dipisahkan sesuai dengan material list yang diterima dari bagian produksi (satu pallet diperuntukkan satu process order). Penyerahan bahan hanya dapat dilakukan atas permintaan Supervisor atau Foreman dengan menyertakan transfer slip yang telah ditandatangani oleh pelaksana dan mendapat paraf Supervisor dan Foreman. Produk ruahan ex-import hanya boleh dikirim ke bagian Packaging setelah diluluskan IQC departemen dan ditempelkan label ”RELEASED”. Produk ruahan ex-lokal boleh langsung dikirim tanpa menunggu label ”RELEASED” kecuali ada produk yang berlabel ”QUARANTINE”. 3. Pengeluaran produk jadi Pengeluaran produk jadi dapat terjadi untuk dijual, diserahkan ke bagian yang bertanggung jawab dalam distribusi, untuk diambil contohnya, dikembalikan ke bagian produksi untuk suatu proses tertentu, dan untuk dimusnahkan. Hanya yang berlabel released yang boleh dikeluarkan untuk dijual, diserahkan ke bagian yang bertanggung jawab dalam distribusi. Warehouse pharmacist atau wakilnya memerintahkan pengambilan produk jadi dengan mencatat Picking List yang dilengkapi alamat tempat penyimpanan produk. Bahan yang lebih dahulu waktu kadaluarsanya (FEFO) merupakan pilihan pertama yang lebih dahulu dikeluarkan dan barang yang lebih dahulu diterima (FIFO) merupakan pilihan kedua. Bilamana kedua hal di atas sama maka bahan dalam jumlah terkecil harus dikeluarkan lebih dahulu. Surat jalan dibuat dan diparaf oleh Warehouse
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
101 pharmacist atau wakilnya untuk menyerahkan produk jadi yang bersangkutan ke distributor. Di sini dilakukan pemeriksaan jumlah dan nomor betsnya. Pengiriman produk jadi ke distributor atau untuk ekspor selama perjalanannya harus memperhatikan kondisi penyimpanan yang dipersyaratkan. Untuk produk yang harus disimpan pada suhu 2°-8°C dikemas pada box dari styrofoam dan ditempatkan pada ice packed atau menggunakan sarana transportasi yang memiliki fasilitas pendingin sehingga persyaratan suhu terpenuhi. 4. Pengeluaran bahan di luar keperluan produksi dan penjualan Pengeluaran bahan untuk keperluan di luar produksi dan penjualan harus dibuat material request form yang disahkan oleh Supervisor atau kepala departemen dari departemen yang bersangkutan termasuk pengeluaran bahan Operating Supplies (OS) yang digunakan untuk keperluan produksi atau produk jadi untuk contoh pertinggal.
d.
Penanganan bahan yang tersimpan lama Bahan yang tersimpan lama di gudang dengan permintaan dari IQC untuk
diretesting akan dipindahkan ke area karantina. Label karantina disiapkan sesuai informasi yang tertera pada label released. Barang ini setelah diuji oleh QC dan memenuhi syarat maka akan menjadi bahan released kembali dan jika tidak memenuhi syarat maka akan menjadi bahan rejected.
e.
Penanganan bahan yang tidak digunakan lagi Plant Logistic Department menerbitkan scrap form yang menyebutkan nama
material, nomor material, dan jumlah material yang tidak digunakan lagi. Scrap form harus ditandatangani oleh Head of Industrial Affairs. Untuk bahan rusak selama penyimpanan di gudang, Plant Logistic Department akan membuat scrap form berdasarkan laporan dari gudang.
f.
Penanganan bahan yang kadaluarsa Setiap satu bulan sekali IQC Department akan memberikan daftar produk
yang
kadaluarsa
maupun produk-produk
yang
hampir
kadaluarsa
dan
didistribusikan ke gudang. Setelah menerima daftar tersebut, bagian gudang akan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
102 mengganti label bahan tersebut dengan label “QUARANTINE”. Selanjutnya dari QC akan melakukan test ulang terhadap produk-produk tersebut apakah masih bisa dipakai lagi atau tidak. Apabila bagian QC menyatakan produk-produk tersebut masih memenuhi syarat maka akan kembali digunakan dengan diberi label “RELEASED” lagi. Akan tetapi jika hasil retest menyatakan sudah tidak memenuhi syarat maka produk-produk tersebut akan diberi label “REJECTED”.
g.
Penanganan bahan yang ditolak (rejected) Bahan yang di-rejected dari IQC Department, pada setiap kemasan diberi
label “REJECTED” dan dipindahkan ke area rejected. Apabila bahan rejected merupakan tanggung jawab: 1) Perusahaan, maka bahan tersebut dikeluarkan dari stok dengan membuat scrap form. 2) Supplier/vendor, maka dilakukan proses return to vendor. 3) Packaging material yang di-rejected harus dihancurkan oleh PT Aventis Pharma.
h.
Penanganan bahan yang tumpah Penanganan
bahan
yang
tumpah
secara
umum
adalah
dengan
mengumpulkannya dengan vacuum cleaner yang dilengkapi dengan HEPA filter (untuk bahan padat kering) dan menggunakan lap kering atau chemical absorbent (untuk bahan cair). Isi vacuum cleaner dimasukkan ke dalam wadah yang diberi label yang mencakup nama isi (generik), jumlah, dan tandai dengan “untuk dikirim ke PPLI”. Penanganan untuk bahan berbahaya seperti Claforan dan Taxotere ditangani sesuai dengan sifat masing-masing material.
i.
Penanganan limbah Limbah pabrik diberi identitas dan status (untuk dimusnahkan) dan disimpan
di tempat penyimpanan limbah. Limbah dan rejected material hanya boleh disimpan di waste/rejected area maksimal 90 hari dan selanjutnya harus sudah dimusnahkan atau dikirim ke PPLI. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
103
j.
Inventory Stock Taking Stock Taking merupakan pengecekan jumlah dan jenis seluruh barang yang
ada digudang. Tujuannya adalah untuk mengetahui adanya penyimpangan atau perbedaan stock secara fisik dan administratif dan melakukan koreksi atas perbedaan stock tersebut, sehingga stock yang ada mencerminkan keadaan sebenarnya, serta untuk mencegah secara dini penyimpangan akibat salah guna dan dalam proses kerja. Kegiatan ini dilakukan minimal 1 tahun sekali. Jika terdapat perbedaan antara aktual dan SAP dilakukan adjustment yang dibuat oleh accounting Department dan didistribusikan ke Plant Logistic Department, warehouse unit.
k.
Pemeriksaan stock barang secara acak Pemeriksaan alamat bahan dan perhitungan stok barang secara acak minimal
5 item berbeda setiap hari untuk setiap Packaging material, raw material, dan finished good.
l.
Pelaksanakan program Health, Safety, and Environment (HSE) Ada beberapa hal yang harus diperhatikan ketika bekerja di Warehouse, yaitu
safety dan dilakukannya pemantauan lingkungan. Safety harus diperhatikan karena pekerjaan di warehouse selalu berhubungan dengan alat berat, untuk itu saat bekerja di warehouse harus memakai helm dan sepatu khusus. Selain itu, untuk proteksi dari suhu dingin, maka personel yang masuk ke cold storage harus memakai pakaian khusus. Untuk safety di warehouse sendiri, maka warehouse harus dilengkapi dengan hydrant, fire extinguisher, sprinkler (untuk mengatasi kemungkinan kebakaran), water barrier, dan emergency exit. Pemantauan lingkungan yang dilakukan adalah pemantauan suhu, kelembaban, dan tekanan.
4.6
Procurement Department Dalam PT Aventis Pharma, terdapat pula Procurement Department yang
terkait erat dengan divisi Industrial Affairs. Procurement department dipimpin oleh seorang manajer yang bertanggung jawab kepada Plant Director. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
104 Procurement department bertanggung jawab terhadap pembelian (barang dan layanan) dan memastikan bahwa proses pembelian sesuai dengan prinsip-prinsip kebijakan perusahaan.Procurement department bertindak sebagai pembeli yang menghubungkan antara pihak supplier dengan user yaitu pengguna barang tersebut. Barang-barang yang dibeli oleh procurementmeliputi: a.
Stock Items Industrial Affairs Stock item disebut juga inventory items atau COGS (cost of goods sold). Yang
termasuk kategori barang-barang ini adalah bahan-bahan yang akan digunakan dalam produksi obat di Aventis Jakarta, berupa bahan baku obat dan bahan pengemas. Disebut stock items IA (Industrial Affairs) karena bahan-bahan ini hanya dipergunakan di bagian Industrial Affairs (factory). Dalam pembelian bahan tersebut, Procurement Department juga bertanggung jawab dalam izin maupun surat impor yang diperlukan. Untuk barang-barang stock items ini proses pengadaannya melalui vendor evaluation dan audit yang dilakukan bersama dengan Quality Assurance. Pembelian barang-barang ini harus mengikuti daftar pemasok resmi yang dikeluarkan oleh Quality Assurance. b.
Non Stock Items Industrial Affairs Yang termasuk dalam kategori ini adalah barang atau jasa yang diperlukan
dalam Industrial Affairs namun bukan merupakan stock itemsnon COGS. Contohnya adalah technical and spare parts, project/ machinery, factory and laboratory supplies. c.
Non Stock Items Commercial Operations Barang dan jasa dalam kategori ini adalah barang yang diperlukan oleh bukan
hanya Industrial Affairs Division tetapi juga oleh semua divisi dalam PT Aventis Pharma. Yang termasuk dalam kategori ini adalah barang dan jasa seperti travel dan hotel, stationery, office equipment, motor, dan mobil. Supplier yang memasok barang kepada PT Aventis Pharma sebelumnya diseleksi terlebih dahulu. Pihak supplier terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari bagian procurement dan quality, kemudian supplier akan dilakukan audit berdasarkan proposal. Bila supplier telah melalui tahap tersebut, hubungan kerjasama dengan supplier disahkan dalam Supplier and Quality Agreement.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
BAB 5 PEMBAHASAN
PT Aventis Pharma merupakan suatu Perusahaan Modal Asing (PMA) dari Sanofi-Aventis Group hasil penggabungan / merger antara dua perusahaan besar kimia-farmasi yaitu PT Rhone Poulenc dengan PT Hoechst Marion Roussel Indonesia. PT Aventis Pharma telah beroperasi di Jakarta dan memproduksi produk-produk farmasi sejak Agustus 1972. PT Aventis Pharma berlokasi di Jalan Jendral Ahmad Yani, Pulo Mas Jakarta, menduduki lahan seluas 33.000 m2 bersama dalam satu lokasi dengan kantor pemasaran, administrasi dan fungsi pendukung lainnya. PT Aventis Pharma di Indonesia tidak memiliki divisi Research and Development, divisi tersebut terdapat pada perusahaan Sanofi yang berlokasi di Perancis. Hingga saat ini PT Aventis Pharma memiliki 34 formula dan 146 Stock Keeping Unit (SKU). Produk-produk yang dihasilkan oleh PT Aventis Pharma berfokus pada gangguan metabolisme, kardiovaskuler, diabetes, thrombosis, susunan saraf pusat, penyakit dalam, onkologi (kanker), tulang, alergi, dan vaksin. Produk PT Aventis Pharma secara garis besar dapat dibagi menjadi enam, yaitu produk yang diproduksi sendiri dipabrik (Jakarta site) untuk keperluan lokal (dalam negeri) dan ekspor (luar negeri), produk impor dari Aventis Global yang dikemas ulang (repackaging) di pabrik (Jakarta site), produk impor yang berupa finished goods, produk ruahan berupa bulk yang diimpor dan kemudian dikemas dipabrik (Jakarta site) untuk keperluan lokal dan ekspor, dan produk toll manufacturing yang dibuat oleh PT Boehringer-Ingelheim Indonesia untuk PT Aventis Pharma. PT Boehringer-Ingelheim Indonesia (BII) dipilih sebagai tujuan toll manufacturing dari PT Aventis Pharma Indonesia karena pabrik PT BoehringerIngelheim Indonesia merupakan pabrik eks milik PT Rhone-Poulenc Rorer (RPR), setelah PT RPR melakukan merger dengan PT Hoechst Marion Roussel Indonesia (HMRI) dibuatlah kebijakan untuk menjual pabrik tersebut ke pihak PT Boehringer-Ingelheim Indonesia, karena pertimbangan peralatan, biaya, efisiensi kerja, karyawan, pengelolaan dan pengawasan. Selain itu karena pabrik yang telah 105Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
106 menjadi PT Boehringer-Ingelheim Indonesia tersebut mampu memproduksi produk-produk Aventis dan memenuhi Standar Aventis Global. Pasar dari PT Aventis Pharma tersebar di berbagai negara, persentase pasar PT Aventis Pharma di Indonesia yaitu sebesar 43%, sedangkan untuk ekspor, negara dengan persentase terbesar adalah Australia dengan persentase sebesar 23%. PT Anugerah Pharmindo Lestari merupakan distributor untuk obat jadi yang diproduksi oleh PT Aventis Pharma. Penyimpanan dan penyaluran produk yang dilakukan telah mengikuti tata cara penyimpanan dan penyaluran produk yang baik. PT Aventis Pharma berkewajiban memenuhi ketentuan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI melalui Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 43/Menkes/SK/II/1988 tentang Pedoman CPOB dan ditindaklanjuti dengan ditetapkannya SK Dirjen POM No. 05411/A/SK/XII/1989 tentang penerapan CPOB pada industri farmasi. Hal ini bertujuan untuk memberikan jaminan bahwa produk obat yang dihasilkan selalu memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Dalam hal penerapan cara pembuatan obat yang baik menurut aturan dari BPOM, PT Aventis Pharma telah melakukan seluruh aspek dan rangkaian kegiatan pembuatan obat dengan baik. Aspek-aspek tersebut adalah :
5.1.
Manajemen Mutu Mutu suatu produk obat tidak ditentukan pada hasil akhirnya saja, tetapi
juga harus dilakukan pemantauan di setiap tahapan proses dari bahan awal, produk setengah jadi (termasuk In Process Control/IPC) sampai produk jadi sehingga sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam izin edar (registrasi), dan tidak menimbulkan risiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Dalam penerapan manajemen mutu dilakukan pemisahan tugas dan tanggung jawab yang jelas di dalam PT Aventis Pharma yang mencakup struktur organisasi, prosedur dan sumber daya untuk menjamin produk yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
107 PT Aventis Pharma Indonesia selalu berpedoman kepada Global Quality Standard yaitu standar mutu yang ditetapkan oleh induk perusahaannya secara global dan dikombinasikan dengan standar mutu negara masing-masing. Hirarki sistem dokumentasi mutu Sanofi-Aventis dibagi menjadi 6 tingkatan, yaitu: a. Kebijakan dan Panduan Mutu Global Dokumen ini menyajikan kebijakan mutu, organisasi mutu SanofiAventis secara umum di dalam Sanofi- Aventis dan juga struktr dari sistem manajemen mutu. Kebijakan mtu dan panduan mutu disahkan oleh Chief Quality Officer and by the Chief Executive Officer. b. Petunjuk Mutu Global Petunjuk mutu global menggambarkan persyaratan mutlak regulasi dan perusahaan untuk proses dan kegiatan secara global yang diterapkan di seluruh grup. Dengan mempertimbangkan konteks regulasi internasional dan praktek industrial terkini. Petunjuk mutu global dapat berlaku pada satu, beberapa atau keseluruhan jenis produ. Petunjuk mutu global disetujui oleh Chief Quality Officer. c. Standar Mutu Operasional Standar mutu operasional menjabarkan secara rinci persyaratan regulasi dan perusahaan serta praktek terkini, untuk proses dan kegiatan tertentu. Standar mutu operasional dapat belakuunuk satu atau beberapa jenis produk. Dokumen ini merupakan dokumen tingkat tinggi yang menjabarkan d. Pedoman Mutu Operasional Pedoman mutu operasional memberikan arahan dan rekomendasi unuk topic-topik spesifik yang perlu dijabarkan secara detail, agar dapat memberikan interpretasi dan penerapan yang tepat dari Standar Mutu Operasional. Pedoman mutu operasional dapat berlaku untuk satu atau beberapa jenis produk. Dokumen ini diterapkan untuk seluruh entitas Sanovi-Aventis yang terlibat dalam kegiatan yang dijabarkan. Pedoman mutu operasional disetujui oleh pimpinan Operasional Quality Units atau delegasinya. e. Prosedur Tetap Prosedur tetap (Protap) dbuat oleh Unit Operasional Sanofi-Aventis, site dan afiliasi untuk memberikan instruksi dalam melakukan kegiatan. Prosedur Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
108 tetap dibuat sedemikian rupa agar sesuai dengan Petunjuk Mutu Global, Standar Mutu Operasinal dan persyaratan regulasi. Ketika suatu protap melingkupi beberapa unit Operasional, site atau afiliasi, persyaratan mereka tidak perlu untuk direplikasi di prosedur setempat. Protap yang berdampak pada kegiatan yang diatur regulasi harus diseujui oleh Quality Management. f. Catatan dan Dokumen Mutu Dokumen dan catatan diasosiasikan dengan pengembangan, pembuatan, distribusi dan pemasaran dari produk-produk Sanofi-Aventis, termasuk catatan regulatori, harus diterbitkan, dikelola, dikendalakan dan disimpan secara benar.
Gambar 5.1. Hirarki Sistem Dokumentasi Mutu Sanofi-Aventis
Untuk memastikan bahwa mutu merupakan bagian proses dinamis dari perbaikan yang berkesinambungan, pengelolaan dan evolusi dari Manajemen Sistem Mutu Sanofi-Aventis dikoordinasi oleh Global Quality.Hal ini dicapai sejalan dengan ICH Q10 dan prinsip ISO serta sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam Global Quality Directive Manajemen Sistem Mutu. Penerapan manajemen mutu di PT Aventis Pharma terbukti dengan diperolehnya sertifikat OHSAS 18001 dan TGA. Selain itu, PT Aventis Pharma juga telah memiliki sertifikat CPOB. Untuk mengevaluasi kualitas produk, pada sistem manajemen mutu juga dilakukan pengkajian mutu produk (Annual Product Review/APR) yang dilakukan secara berkala dan didokumentasikan terhadap semua obat terdaftar untuk membuktikan kesesuaian dari spesifikasi bahan awal, bahan pengemas dan obat jadi; konsistensi proses; melihat analisis kecenderungan dan mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan untuk produk dan proses. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
109 5.2
Personalia Personalia
PT
Aventis
Pharma
sudah
memenuhi
persyaratan
yangditetapkan oleh CPOB dimana Personil Kunci yaitu Kepala Bagian Pengawasan Mutu, Kepala Bagian Manajemen Mutu, dan Kepala Bagian Produksi dipimpin oleh seorang Apoteker dan bersifat independen satu sama lain. Program pelatihan pada PT Aventis Pharma juga dilakukan secara rutin untuk meningkatkan kualitas dari personalia di PT Aventis Pharma. Pelatihan personil yang dilakukan oleh PT Aventis Pharma secara garis besar terdiri dari dua jenis, yaitu: a. Pelatihan umum CPOB Pelatihan ini mencakup teori dan praktek CPOB secara umum, pengenalan mikroorganisme, HSE, personel hygiene, safety awareness, dan prosedur. b. Pelatihan khusus CPOB Pelatihan ini diberikan sesuai dengan tugas spesifik yang diberikan pada personalia tersebut untuk dilaksanakan dalam area spesifik seperti area bersih, dan area steril, dll. QA Unit bertanggung jawab untuk memastikan bahwa program pelatihan yang disiapkan sesuai dengan persyaratan dari pemerintah ataupun Global Quality Standard. Frekuensi pelatihan tergantung pada setiap departemen. Departemen harus yakin bahwa setiap karyawan mengerti mengenai ketentuan-ketentuan CPOB. Apabila terdapat perubahan prosedur tetap atau adanya prosedur tetap baru, maka pelatihan tambahan harus diatur oleh departemen yang bersangkutan. Para partisipan yang terlibat dalam prosedur, dilatih oleh supervisor divisi yang bersangkutan. Bagi setiap personil yang bergabung di PT. Aventis Pharma sebelumnya telah dikualifikasi melalui tes dan wawancara awal penerimaan personil. Selama personil tersebut bergabung di PT. Aventis Pharma, setiap personil perlu meningkatkan kualitas dan kemampuannya baik pengetahuan umum maupun pengetahuan khusus CPOB dengan dilakukannya training secara rutin oleh bagian QA. Selain melalui tes penerimaan awal dan training rutin, perlu dilakukan pemeriksaan kesehatan (medical check-up) secara rutin untuk menunjang kinerja setiap personil. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
110 5.3
Bangunan dan Fasilitas Lokasi
bangunan
industri
farmasi
dipersyaratkan
untuk
menghindaripencemaran dari lingkungan sekelilingnya, seperti pencemaran dari udara, tanah dan air serta dari kegiatan industri lain yang berdekatan. PT Aventis Pharma telah memenuhi persyaratan tersebut, hal ini dibuktikan dengan diperolehnya sertifikat ISO 14001 yaitu suatu standar internasional untuk sistem manajemen lingkungan, serta telah memenuhi persyaratan CPOB. Lokasi PT Aventis Pharma terletak di kawasan industri Pulomas dengan bangunan pabrik utama berjarak sekitar 10 meter dari jalan raya utama. Di sekeliling bangunan terdapat pepohonan dan rumput sehingga kawasan PT Aventis Pharma bebas dari pencemaran udara. Desain dan tata letak ruang produksi dibangun dengan mengelompokkan kegiatan produksi sesuai jenis produk, sehingga dapat menghindari terjadinya kesalahan dan pencemaran silang yang mempengaruhi mutu obat, keselamatan dan kesehatan kerja, serta memastikan bahwa setiap produk dibuat atau disimpan sesuai dengan persyaratannya. Selain itu, ruangan produksi telah dilengkapi dengan sistem AHU (Air Handling Unit) untuk mengatur kondisi udara, suhu, tekanan, kelembaban dan sirkulasi udara agar sesuai untuk proses produksi yang telah dipersyaratkan dalam CPOB. Kegiatan produksi dapat berlangsung tanpa harus berhubungan dengan daerah di luar kegiatannya sehingga seluruh karyawan dan arus kerja dapat berjalan lancar dan dapat menghindari terjadinya mixed-up. Hal ini telah sesuai dengan ketentuan yang disyaratkan dalam CPOB. Gedung produksi dan gudang dibuat terpisah berdasarkan persyaratan kelas ruangannya. Untuk produksi terbagi menjadi 2 yaitu kelas 3 untuk area processing dan kelas 2 untuk area packaging. Sedangkan area gudang termasuk dalam kelas 1. Antara area processing dengan gudang dan area packaging dengan gudang terdapat ruang transit untuk memasukkan bahan baku atau bahan pengemas. Area penyimpanan barang di gudang dikelompokkan berdasarkan suhu penyimpanan. Ruangan gudang terdiri dari area penerimaan, pengeluaran, dan ruang administrasi. Gedung produksi dan gudang di PT. Aventis Pharma dibangun dan didesain untuk memudahkan alur produksi, alur karyawan dan alur material yaitu Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
111 dari warehouse (gudang) – processing (produksi) – packaging (pengemasan) – warehouse (gudang). Desain tata letak ruang pada bangunan ini memudahkan proses dari bahan baku datang melalui gudang, setelah lulus uji QC, dilakukan proses produksi di processing, kemudian finished product dikemas di packaging, dan terakhir produk akhir kembali ke gudang sebelum didistribusikan untuk dijual. Persyaratan ruang produksi meliputi kebersihan ruangan (terhadap partikel dan cemaran mikroba), suhu, kelembaban, intensitas cahaya, dan perbedaan tekanan udara. Pada ruang produksi PT Aventis Pharma, permukaan lantai, dinding, langit-langit dan pintu dibuat kedap air, tidak terdapat sambungan untuk mengurangi pelepasan atau pengumpulan partikel, dan mencegah pertumbuhan mikroba. Lantai tersebut dilapisi dengan cat epoksi agar mudah dibersihkan dan untuk mencegah terjadinya perembesan air tanah. Lantai harus dijaga agar tidak tergores dan rusak karena dapat mengurangi fungsinya dan dapat menjadi tempat akumulasi debu serta kotoran. Untuk menghindari kerusakan pada lantai, seluruh personalia yang berada di ruang tersebut harus menggunakan sepatu khusus atau safety shoes yang beralaskan karet dan bagian depan terbuat dari baja (untuk area processing). Bentuk-bentuk sud7kut pada dinding, langit-langit maupun lantai dihilangkan dan menggantinya menjadi bentuk lengkungan untuk mencegah akumulasi debu dan kotoran serta memudahkan pembersihan. Alur produksi juga diatur dengan baik untuk mengurangi kontaminasi. Alur barang di proses produksi masih melewati koridor. Oleh karena itu, koridor memiliki tekanan yang lebih postif dibandingkan dengan ruang lainnya. Koridor dijaga lebih bersih untuk menjaga lalu lalang barang agar tidak terjadi kontaminasi. Area di PT Aventis Pharma terbagi menjadi tiga kelas, yaitu ruang kelas 1, kelas 2, dan kelas 3. Pembagian kelas ini mengikuti aturan Global Quality Standard Sanofi Group yang penamaannya berbeda dengan klasifikasi area menurut CPOB. Ruang kelas 3 di PT Aventis Pharma lebih bersih dibanding ruang kelas 2, demikian pula ruang kelas 2 lebih bersih dibanding ruang kelas 1. Persyaratan jumlah partikel dan jumlah mikroba untuk masing-masing ruangan dapat dilihat pada Tabel 1. Ruang kelas 3 setara dengan kelas kebersihan E yang digunakan sebagai ruang produksi (processing) untuk produk non steril Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
112 dan pengemasan primer (primary packaging). Sementara itu, ruang kelas 2 yang setara dengan kelas kebersihan F merupakan ruang pengemasan sekunder (secondary packaging), dan ruang kelas 1 diperuntukkan untuk gudang. Pada seluruh ruangan yang berkaitan dengan proses pembuatan produk, terdapat airlock yang berfungsi untuk mencegah kontaminasi silang antar ruangan, sedangkan ruangan untuk pengemasan primer tidak terdapat airlock. Secara khusus, antara sediaan yang berasal dari kelas 3 menuju kelas 2 pada mesin pengemas tidak adanya airlock tetapi menggunakan sistem penghisapan udara di box perantara untuk menjaga kontaminasi antar kelas. Untuk proses pengolahan obat yang berbahaya, disediakan peralatan dan perlakuan khusus tersendiri. Contohnya adalah pada proses cetak tablet Rovamycine digunakan turret karena Rovamycine termasuk dalam kategori OEB (Occupational Exposure Band) 4. Selain itu, saat pengolahan Rovamycine, operator juga harus mengenakan pakaian khusus yang dapat melindungi dari pengaruh buruk Rovamycine yang sesuai dengan persyaratan HSE. Sebelum memasuki area kelas 3, personil terlebih dahulu memasuki gowning area untuk meminimalkan terjadinya pengotoran oleh partikel debu yang terbawa oleh karyawan. Di area produksi terdapat empat ruang transit, yaitu: a. Ruang transit 1 untuk mengirim bahan baku dari gudang ke bagian processing yang ada di area kelas 3. b. Ruang transit 2 untuk mengirim produk ruahan dan primary packaging material dari gudang ke bagian pengemasan primer yang ada di area kelas 3. c. Ruang transit 3 untuk mengirim secondary packaging material dari gudang ke bagian pengemasan sekunder di area kelas 2. d. Ruang transit 4 untuk mengirim finished product dari bagian packaging di area kelas 2 ke bagian gudang untuk disimpan. Seluruh bangunan PT Aventis Pharma terawat dengan baik, senantiasa dalam keadaan rapi dan bersih serta dilengkapi dengan peralatan dan utilitas untuk menunjang pelaksanaan kegiatan dengan memprioritaskan pada terciptanya sanitasi, higiene, keamanan dan keselamatan kerja serta kelestarian lingkungan sekitar. Selain itu, setiap bangunan PT Aventis Pharma dilengkapi dengan pintu Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
113 emergency untuk keadaan darurat. Pintu ini selalu ditutup rapat untuk mencegah pencemaran. Pintu emergency pada PT Aventis Pharma tidak dikunci dan tidak boleh ada barang-barang yang menghalangi pintu, sehingga pada keadaan darurat pintu ini dapat langsung dibuka. Untuk menjamin keamanan, maka pada setiap pintu emergency diberi alarm yang terhubung ke security, serta diberi segel berupa stiker, sehingga jika pintu pernah dibuka, segel akan rusak. Laboratorium pengawasan mutu PT Aventis Pharma terpisah dari area produksi dandibuat area tersendiri untuk laboratorium mikrobiologi. Di laboratorium QC juga telah tersedia lemari atau ruangan untuk sampel, standar, pelarut, dan reagen; acidchambers; ruang cuci peralatan laboratorium; dan emergency aid. Ruang untuk instrumen telah dibuat terpisah agar terlindung dari pengaruh getaran. Pada pembuangan limbah dilakukan secara baik dengan memisahkan limbah-limbah sesuai kategorinya.
5.4
Peralatan Seluruh
peralatan
yang
digunakan
oleh
PT
Aventis
Pharma
telahmemenuhi ketentuan yang tercantum dalam CPOB. Pada CPOB sendiri peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam. Peralatan yang dipilih harus dipastikan mudah dibersihkan untuk menghindari kontaminasi. Bahan yang digunakan juga diharuskan aman khususnya pada peralatan yang bersentuhan langsung dengan bahan awal, produk antara atau produk jadi memiliki keharusan sifat yang tidak menimbulkan reaksi, adisi, atau absorbsi. Seluruh peralatan di PT Aventis Pharma juga memiliki dokumen kualifikasi, identitas yang jelas, prosedur tetap untuk operasional, pembersihan dan pemeliharaan serta log book untuk kalibrasi dan pemakaian alat. Setiap peralatan diberikan nomor identifikasi pada catatan pengolahan dan pengemasan bets untuk mempermudah dokumentasi inventaris yang ada dan menunjukan kegunaan masing-masing dari peralatan tersebut. Seluruh peralatan utama dan kritis yang digunakan harus dikualifikasi terlebih dahulu meliputi kualifikasi instalasi, kualifikasi operasional, dan kualifikasi kinerja. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
114 Setiap peralatan memiliki cara operasionalnya masing-masing, oleh karena itu seluruhpersonel yang akan memakai alat tersebut, terlebih dahulu mendapatkan pelatihandalam menggunakan alat tersebut. Pembersihan setiap alat juga memiliki prosedur pembersihannya dan sebelum digunakan harus dipastikan terlebih dahulu validitaspembersihannya. Validitas pembersihan ini bertujuan untuk memastikan dan membuktikan bahwa prosedur untuk pembersihan yang dilakukan dapat menghilangkan residu bahan aktif dan deterjen serta mengurangi jumlah cemaran mikroba. Untuk menghindari kontaminasi produk oleh produk yang dibuat sebelumnya maka peralatan yang telah dibersihka akan diberi label “BERSIH”. Penempatan peralatan produksi diletakkan dalam ruangan yang terpisah berdasarkan tujuan dan fungsinya. Ruangan produksi pun cukup besar untuk menampung peralatan,mobilitas operator serta untuk proses pembersihannya. Setiap peralatan yang digunakan selalu dilengkapi dokumen yang menerangkan pemeliharaan, penggunaan, kalibrasi, dan perbaikan. Peralatan yang digunakan untuk menimbang,
mengukur,
menguji,
dan mencatat
selalu diperiksa
ketelitiannya secara teratur dan dikalibrasi berdasarkan jadwal dan prosedurnya. Kalibrasi setiap peralatan dilaksanakan untuk memastikan bahwa hasil yang diperoleh
dari
pengujian
menggunakan
peralatan
tersebut
dapat
dipertanggungjawabkan dan menunjukkan hasil yang sebenarnya.
5.5
Sanitasi dan Higiene Penerapan sanitasi dan higiene di PT Aventis Pharma sudah sesuai dengan
ketentuan yang tercantum dalam CPOB. Sanitasi dan higine yang dijaga dengan baik tidak hanya pada bangunan dan lingkungan tetapi pada cakupan personalia, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadanya, dan setiap hal yang dapat merupakan sumber pencemaran produk. Mutu produk harus dijaga agar terbebas dari kontaminasi akibat pengaruh lingkungan maupun karyawan. Oleh karena itu, penerapan sanitasi dan higiene karyawan mutlak diperlukan dalam proses pembuatan obat, yaitu dengan cara mengganti pakaian rumah dengan pakaian khusus produksi yang kebersihannya dijaga dengan baik serta wajiban untuk mencuci tangan sebelum memasuki ruang produksi, dan penerapan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
115 kebiasaan higienis seperti dilarang makan dan minum di ruang produksi, kecuali minum air putih di koridor ruang produksi. Program higiene personalia lainnya meliputi pemeriksaan kesehatan yang di uji setahun sekali. Selain itu, PT Aventis Pharma juga menyediakan klinik, sehingga karyawan PT Aventis Pharma yang mengalami gangguan kesehatan dapat memeriksakan kesehatan dirinya seharihari. Pada daerah produksi, terdapat
gowning
room pria maupun wanita
(berlokasi di lantai pertama) untuk personil yang akan menuju ke area processing dan packaging. Semua personil melepaskan pakaian dan sepatu yang dipakainya sejak dari rumah dan menyimpannya di dalam loker pakaian dan loker sepatu individual. Pada gowning room terdapat wastafel, dimana mereka diharuskan untuk mencuci tangan mereka. Bagi pengunjung yang tidak memiliki baju dan sepatu individual, disediakan baju disposable dan shoe cover yang dibuang setiap kali dipakai. Semua orang yang akan memasuki area processing dan packaging diharuskan memakai hair cover. Untuk menjamin keamanan karyawan dan untuk menjamin perlindungan terhadap produk dari pencemaran, maka karyawan menggunakan pakaian pelindung badan yang bersih, dan juga alat pelindung diri seperti masker, sarung tangan dan kacamata. Masker, sarung tangan, dan kaca mata yang digunakan memiliki spesifikasi yang berbeda-beda untuk setiap produk. Spesifikasi perlengkapan pelindung diri untuk setiap produk yang sedang diproduksi pada suatu rungan tertentu tercantum pada bendera produksi yang ditempel di depan ruang produksi produk tersebut. Personil yang bekerja pada bagian processing menggunakan pakaian seragam (biru muda) sedangkan personil yang bekerja diruang packaging mengenakan seragam kerja (biru tua). Perlengkapan inidikenakan di gowning room sebelum karyawan memasuki daerah produksi atau laboratorium.Kegiatan makan dan minum tidak boleh dilakukan di daerah produksi dan laboratorium. Bagi karyawan yang ingin makan dan minum dapat melakukan kegiatan makan dan minum di kantin. Personil yang hendak meninggalkan area pekerjaannya, seperti makan siang, mereka harus mengganti pakaiannya dengan pakaian yang mereka pakai dari rumah dengan mengikuti prosedur kebalikan dari prosedur di atas. Ruangan-ruangan dan lemari untuk menyimpan pakaian bekerja yang bersih termasuk sepatu diatur sesuai dengan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
116 prosedur tetap yang ada. Di PT Aventis Pharma, bangunan dilengkapi dengan toilet dan tempat cuci tangan dalam jumlah yang cukup dan letaknya terjangkau dari tempat kerja karyawan. Bagi karyawan yang hendak ke toilet, karyawan tersebut tidak boleh mengenakan pakaian dan sepatu pabrik. Tidak hanya kontaminasi terhadap produk tetapi PT Aventis Pharma juga menerapkan keselamatan kerja dalam pemaparan produk ke personalia. PT Aventis Pharma sangat memprioritaskan kesehatan dan keselamatan kerja karyawan dan lingkungannya agar terhindar dari paparan produk yang berbahaya. Untuk itu, PT Aventis Pharma melaksanakan seluruh kegiatannya menggunakan standar yang ditetapkan oleh HSE dengan berpedoman kepada Global HSE Standard, yaitu suatu standar yang bertujuan untuk meminimalkan bahaya paparan produk terhadap karyawan dan lingkungan. Tindakan yang dilakukan oleh HSE departemen adalah melakukan pelatihan menyangkut kesehatan, keselamatan kerja, dan lingkungan. Semua peralatan yang digunakan dibersihkan menurut prosedur yang telah ditetapkan serta dijaga dan disimpan dalam kondisi yang bersih. Sebelum dipakai, kebersihannya harus selalu diperiksa ulang. Catatan mengenai pelaksanaan pembersihan dan sanitasi disimpan dengan baik. Selain itu, prosedur sanitasi dan higiene dievaluasi secara berkala untuk memastikan bahwa hasil penerapan prosedur yang bersangkutan cukup efektif dan selalu memenuhi persyaratan
5.6
Produksi Proses produksi dilakukan dengan mengikuti prosedur yang telah
ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB agar dapat menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi). Mutu obat yang dihasilkan tidak hanya ditentukan pada hasil akhir analisa obat tetapi juga ditentukan sejak kedatangan material hingga proses produksi selesai, sehingga ada prosedur baku untuk tiap langkah proses beserta persyaratan yang harus diikuti seperti yang tercantum dalam prosedur pengolahan induk dan prosedur pengemasan induk terutama pada setiap tahapan kritis, sehingga mutu obat yang diproduksi dapat terjamin dan sesuai spesifikasi yang Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
117 telah ditentukan. Pembelian bahan awal hanya dari pemasok yang telah disetujui dan memenuhi spesifikasi yang relevan, dan bila memungkinkan, langsung dari produsen. Pada semua bahan awal yang telah dinyatakan lulus oleh QC maka dilakukan pemindahan barang dari area kelas 2 dan kelas 3 melewati ruang transit material menggunakan sistem air lock untuk menghindari pencemaran ke area produksi. Sebelum proses pengolahan, dilakukan check list terhadap suhu, kelembaban dan tekanan udara dan semua hasil pemeriksaan tersebut dicatat. Semua peralatan yang digunakan dalam proses produksi harus diperiksa sebelum digunakan. Semua catatan tersebut dituliskan ke dalam Line Clearance dan Line Opening yang kemudian dicek ulang oleh Senior Operator/Foreman/Supervisor. Selama proses produksi maupun pengemasan selalu dilakukan In Process Control (IPC) sebagai suatu bentuk pengawasan mutu produk. IPC dilaksanakan melalui kerjasama antara Production Department dengan QC Unit. Parameter yang diperiksa selama proses IPC pada setiap produk memiliki rentang hasil dan jenis pemeriksaan yang berbeda. Rentang hasil dan jenis pemeriksaan produk, tercantum dalam prosedur pengolahan induk yang bersangkutan. Selama proses IPC,
dilakukan evaluasi
parameter-parameter
kritis,
diantaranya
adalah
keseragaman bobot, kekerasan, keregasan, waktu hancur, dan lain-lain. Sampling dilakukan oleh Production Department, sedangkan pemeriksaannya dilakukan bersama-sama oleh Produksi dan QC. Production Department hanya melakukan pemeriksaan
keseragaman bobot, keregasan, kekerasan, dan waktu hancur,
sedangkan pemeriksaan kadar zat aktif tablet dan uji disolusi dilakukan oleh QC. Pemeriksaan oleh Production Department dilakukan di ruang IPC yang terletak di dalam pabrik dan dilakukan oleh operator yang sedang memproduksi produk tersebut. Setelah dilakukan pemeriksaaan IPC, maka operator akan menuliskan hasil pemeriksaannya pada prosedur pengolahan induk dan menempelkan printout mesin sebagai bukti bahwa operator telah melakukan pemeriksaan. Sedangkan pemeriksaan yang dilakukan oleh QC dilakukan pada laboratorium QC yang terletak di luar pabrik. Apabila pada suatu proses ditemukan adanya kelainan atau kegagalan, maka harus diselidiki, diatasi, dan didokumentasikan. Proses pengemasan dilakukan di dua kelas, yaitu pengemasan primer Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
118 dilakukan di area kelas 3, sedangkan pengemasan sekunder dilakukan di area kelas 2. Proses pengemasan dilaksanakan dengan pengawasan yang ketat untuk menjamin
identitas,
keutuhan, kelengkapan, dan kualitas produk yang telah
dikemas. Sebelum pengemasan dimulai, dipastikan bahwa peralatan dan ruangan atau jalur pengemasan dalam keadaan bersih dan bebas dari produk lain yang tidak diperlukan dalam pengemasan. Penandaan pada label, dus ataupun komponen lain dengan nomor bets, tanggal kadaluarsa, dan informasi lain diawasi secara ketat pada setiap tahap pengemasan. Bentuk pengawasan mutu dalam pengemasan ini adalah pemeriksaan kebocoran blister yang dilakukan pada awal, tengah, dan akhir proses pengemasan. Pemeriksaan kebocoran pengemas ini dilakukan dengan menggunakan alat vakum, dengan cara merendam produk yang telah dikemas dalam methylene blue dalam sebuah bejana yang menyerupai desikator. Selain itu pada mesin blistering terdapat sensor (fisik atau kamera) yang berfungsi untuk memeriksa kelengkapan tablet pada setiap blister. Jika terdapat blister dengan jumlah tablet yang kurang atau tidak sempurna maka blister tersebut akan direject secara otomatis. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memastikan bahwa produk obat tersebut tetap memenuhi spesifikasi yang ditentukan mulai dari pengemasan hingga dikonsumsi oleh konsumen. Sisa produk atau produk yang rusak selama pengemasan, dihitung, dicatat kemudian dihancurkan. Begitu pula dengan kemasan sekunder atau packing insert yang tersisa selama proses pengamasan. Selanjutnya, produk jadi dikirim ke gudang untuk dikarantina. Keputusan bahwa produk bersangkutan dapat dipasarkan atau tidak (released atau rejected) tergantung hasil pemeriksaan QC.
5.7
Pengawasan Mutu IQC (Industrial Quality and Compliance) Department merupakan
departemen yang melakukan pengawasan mutu di PT Aventis Pharma.IQC Department melakukan pengawasan mutu mulai dari bahan awal (baik bahan aktif ataupun eksipien), produk setengah jadi, produk jadi hingga menangani proses pengolahan limbah. Penilaian terhadap pemasok (suplier), baik bahan awal untuk eksipien dan zat aktif, hingga suplier bahan pengemas, baik pengemas primer maupun sekunder, dan jasa printing artworkuntuk label pada kemasan. IQC Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
119 Department membawahi dua unit kerja, yaitu Quality Assurance Unit (QA Unit) dan Quality Control Unit (QC Unit). QA Unit bertanggung jawab penuh terhadap mutu obat yang dihasilkan mulai dari bahan awal, proses produksi, environment monitoring,
dokumentasi,
validasi,
stabilitas,
kualifikasi
dan
kalibrasi,
penanganan penyimpangan dan hasil uji diluar spesifikasi, inspeksi diri dan audit internal, pengendalian terhadap perubahan, pelatihan personalia, audit pemasok, penanganan distribusi obat jadi, penangan keluhan dan penangan sample tertahan. Sedangkan QC Unit bertanggung jawab penuh pada pemeriksaan spesifikasi bahan awal, produk antara, produk jadi, hingga kemasan. IQC Department memiliki tiga buah laboratorium, yaitu laboratorium kimia, laboratorium instrumen, dan laboratorium mikrobiologi. Pada laboratorium kimia, setiap pereaksi, larutan pengencer disolusi, larutan fase gerak KCKT, dll. diberi label yang sesuai, seperti nama pereaksi, konsentrasi, waktu pembuatan, batas waktu penggunaan/kadaluwarsa dan tanda tangan analis pembuatlarutan tersebut dengan menggunakan tinta biru. Dengan demikian identitas seluruh pereaksi yang digunakan dapat diketahui dengan jelas guna menjamin kebenaran hasil pengujian. Sedangkan, terdapat pula baku pembanding atau standar yang disimpan secara rapi menurut kondisi penyimpanannya, seperti di dalam kulkas suhu 2-8°C, yang selalu dilakukan kalibrasi secara berkala dan suhu selalu tercatat oleh suatu alat yang dapat memberikan gambaran terkait perubahan suhu dari waktu ke waktu. Produk obat yang telah selesai diproduksi, akan dilakukan uji oleh QC untuk melihat apakah produk tersebut memenuhi persyaratan yang telah ditentukan oleh PT Aventis Pharma dan disiapkan pula sampel untuk uji stabilitas dan sampel yang akan disimpan dalam retained sample room (sampel tertinggal) yang dapat bermanfaat apabila terjadi OOS (out of specification), ataupun adanya complaint dari pihak eksternal maupun internal. Pemeriksaan dilakukan oleh analis, mengikuti prosedur tes (test method) yang sebelumnya telah dilakukan validasi metode analisis oleh pihak QC. Hasil pemeriksaan dicatat ke dalam Catatan Hasil Pemeriksaan (CHP) dan struk seperti penimbangan, pengukuran pH, pemeriksaan kadar air dengan alat Karl-Fischer, serta hasil analisis menggunakan instrument ikut dilampirkan dalam CHP tersebut. Analis kemudian Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
120 merangkum hasil keseluruhan uji dalam bentuk report yang ikut dilampirkan bersama dengan CHP yang selanjutnya akan diserahkan ke QC supervisor untuk diperiksa dan dilakukan. QA Unit harus dapat menjamin bahwa obat yang dibuat dan dipasarkan telah memenuhi persyaratan CPOB, HSE dan Global Quality Standard. Sisa-sisa hasil uji yang tidak terpakai , seperti tablet sisa, kemudian dibuat data dalam bentuk tabel mengenai nama produk dan jumlah blister yang tidak digunakan untuk dihancurkan agar tidak terjadi penyalahgunaan oleh pihak luar saat pembuangan. Penghancuran produk sisa uji dilakukan oleh pihak ketiga yang akan disaksikan oleh perwakilan PT Aventis Pharma dan kemudian akan dibuat berita acara pemusnahan produk tersebut. Mutu produk tidak hanya diperoleh dari serangkaian pengujian yang dilakukan terhadap produk akhir tetapi mutu harus dibentuk ke dalam produk sejak awal. Oleh karena itu, QA selalu mengontrol setiap langkah dalam proses produksi, melakukan analisis bila terjadi kegagalan, serta melakukan audit terhadap supplier dan semuaaspek yang mempengaruhi mutu produk.
5.8
Inspeksi Diri dan Audit Mutu Inspeksi diri merupakan suatu kegiatan penilaian untuk meninjau kembali
sarana dan prasana serta seluruh tata kerja pabrik dari setiap segi yang mungkin berpengaruh terhadap mutu produk. Inspeksi diri di PT Aventis Pharma mencakup aspek CPOB dan HSE yang mengacu padaGlobal Quality Document/ HSE Guideline,GMP Internasional, CPOB yang ada di Indonesia serta temuan-temuan sebelumnya. Dengan dilakukan inspeksi diri maka dapat dilakukan perbaikan terus menerus terhadap berbagai kelemahan yang mungkin timbul. Inspeksi diri dilakukan secara rutin. Pelaksanaan inspeksi diri dijadwalkan dalam jangka waktu tertentu untuk menjamin tercapainya kesesuaian secara kontinyu. Inspeksi diri di PT Aventis Pharma,dijadwakan setiap tiga bulan sekali (Inspeksi Diri Triwulan) dan enam bulan sekali (Inspkesi Diri Semester). Inspeksi yang menyeluruh terhadap aspek- aspek CPOB dilakukan setiap tahun sekali. Inspeksi harus dilakukan secara sistematis dimana terdapat langkah-langkah pengerjaan yang jelas dan daftar hal-hal yang harus diperiksa untuk mendapatkan standar inspeksi yang seragam. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
121 Agar diperoleh hasil yang objektif, inspeksi dilakukan oleh seseorang yang tidak terkait dengan departemen yang sedang diperiksa. Inspeksi diri harus dilakukan oleh suatu tim auditor yang kompeten serta memahami peraturan atau regulasi yang terkait secara teoritis maupun praktis.Inspeksi diri di PT Aventis Pharma dilakukan oleh tim inspeksi diri yang terdiri atas orang-orang yang berkompeten dalam perusahaan untuk menjaga standar mutu sesuai persyaratan perusahaan. Tim inspeksi diri diketuai oleh QA Manager dan beranggotakan manager atau supervisor departemen terkait. Pelaksanaan inspeksi dilakukan terhadap sistem manajemen mutu dan PROTAP serta dilakukan untuk melakukan verifikasi atau pemeriksaan kembali terhadap implementasi tindakan pencegahan atau perbaikan yang berasal dari hasil temuan audit sebelumnya maupun audit pihak lain. Semua prosedur, catatan, dan laporan inspeksi diri di PT Aventis didokumentasikan dan disimpan oleh QA Unit. Laporan inspeksi ini selanjutnya dilaporkan kepada IQC Manager. Laporan inspeksi diri yang mencakup hasil, penilaian, kesimpulan dan usulan tindakan perbaikan akan digunakan sebagai pertimbangan dalam menyusun kebijakan baru agar penyimpangan yang terjadi / tidak terulang dimasa mendatang (Corrective Action Plan). Laporan inspeksi selanjutnya juga dilaporkan kepada Aventis Pharma Global yang selanjutnya akan melakukan penilaian terhadap PT Aventis Pharma Indonesia.
5.9
Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Produk, dan Produk Kembalian Keluhan merupakan komunikasi tertulis, elektronik, atau verbal terkait
dengan ketidakpemenuhan syarat identitas, kualitas, stabilitas, keamanan, dan efektivitas dari obat. Terdapat dua jenis keluhan, yaitu keluhan mutu teknis yang berasal dari pihak ketiga mengenai obat yang telah beredar di pasaran (KTKO)dan keluhan medis mengenai cacat kualitas yang berhubungan dengan rekasi obat yang tidak diinginkan (ESO). Keluhan yang berhubungan dengan medis ditujukan ke Medical &Regulatory Division, sedangkan yang menyangkut KTKO ditujukan ke IQC Department. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
122 Keluhan terhadap obat dapat berasal dari dalam maupun luar perusahaan. Keluhan dari dalam perusahaan dapat berasal dari semua pihak yang berhubungan dengan kegiatan manufaktur. Sedangkan keluhan dari luar perusahaan dapat berasal dari distributor, dokter, pasien, apoteker, Rumah Sakit (RS) atau klinik, pemerintah (Badan POM), dan media massa. Keluhan di PT Aventis Pharma dapat diklasifikasikan menjadi 4 yaitu: a. Kelas I, yaitu kerusakan pada produk
yang dapat mengancam jiwa atau
mengakibatkan resiko besar terhadap kesehatan b. Kelas II, yaitu kerusakan pada produk yang dapatmenyebabkan sakit pada pasien atau kerusakanmenyebabkan kegagalan dalamproses penyembuhan c. Kelas III, yaitu kerusakan pada produk yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan yang tidak major melainkan hanya menimbulkan ketidaknyamanan pasien dalam hal penggunaan produk d. Kelas IV, yaitu kerusakan pada produk yangtidak mengancam jiwa manusia tetapidapat menyebabkan ketidaknyamanan pasien dalam menggunakan produk dan berdampak negatif terhadap nama baik perusahaan (komersial produk)
.
Bila terdapat keluhan terhadap obat produksi PT Aventis Pharma, maka sampel obat segera diperiksa dan diadakan diskusi dengan departemen terkait untuk dilakukan perbaikan. Pemeriksaan keluhan terhadap obat dilakukan melalui retained sample(sampel pertinggal) sebagai pembanding. Pemeriksaan tersebut dilakukan olehbagian Quality Control. Hasil pemeriksaan tersebut kemudian dianalisis dandievaluasi.Investigasi dan penyelesaian kasus harus diselesaikan dalam waktu satu bulan kemudian dibuat surat tanggapan atas keluhan kepada konsumen atau pelapor. Tindak lanjut dari keluhan tersebut dapat berupa penggantian produk atau penarikan produk. Penarikan Kembali Obat Jadi (PKOJ) adalah penarikan kembali satu atau lebih bets produktertentu dari peredaran karena kemungkinan terjadi reaksi yang merugikan terhadapkesehatan masyarakat atau adanya kemungkinan cacat mutu. Penyebab penarikan obat jadi adalah: 1. Keluhan kategori kelas I, II, atau III. 2. Ditemukan kegagalan pelaksanaan CPOB setelah obat didistribusikan. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
123 3. Hasil dari studi stabilitas setelah pemasaran dilakukan. 4. Perintah dari BPOM. 5. Hasil dari inspeksi. 6. Adanya pemalsuan. 7. Laporan reaksi obat yang tidak diinginkan yang berbahaya. PKOJ harus dilakukan segera setelah evaluasi laporan dan bila perlusetelah didapatkan hasil pemeriksaan contoh pertinggal (retained sample) di laboratorium QC.PKOJ diselidiki hingga tingkat mana produk tersebut ada pada jaringan distribusi. Tingkat PKOJ ditentukan berdasarkan luas dan jauhnya obat jadi tersebut beredar di pasaran, yakni: a. Tingkat I : bila obat baru mencapai distributor pusat. b .Tingkat II : bila obat sudah mencapai sub-distributor (di daerah). c. Tingkat III : bila obat sudah didistribusikan dan sudah mencapai sarana pelayanan obat seperti apotek, rumah sakit, poliklinik dan toko obat. d. Tingkat IV : bila obat sudah didistribusikan secara luas dan telah mencapai konsumen seperti dokter, serta pemakai akhir yaitu pasien. Untuk mempermudah pelaksanaan PKOJ, PT Aventis Pharma melakukan audit kepada distributor yang akan dipilih. Hal ini dilakukan untuk menjaga mutu produk PT Aventis Pharma agar setelah keluar dari pabrik dapat terjamin mutunya saat sampai ke konsumen. Salah satu penilaiannya adalah distributor harus mempunyai suatu sistem distribusi yang baik artinya mengetahui kemana saja produk tersebut didistribusikan. Obat kembalian adalah obat jadi yang kembali setelah diserahterimakan dari PT Aventis Pharma ke pihak ketiga (distributor, ekspedisi) dan dikembalikan ke gudang PT Aventis Pharma dengan alasan : a. Masalah keabsahan maupun salah kirim b. Penarikan produk dan atau pack size dari pasaran c. Kerusakan obat atau pengemasnya (setelah keluar dari gudang PT Aventis Pharma selama pengiriman/ penyimpanan d. Kelainan dari segi kualitas (baik kualitas obat maupun kualitas bahan pengemas). Obat yang sudah kadaluarsa di distributor dan dikembalikan ke PT Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
124 Aventis Pharma tidak termasuk dalam penggolongan obat kembalian karena pada prinsipnya PT Aventis Pharma tidak menerima pengembalian obat yang sudah kadaluarsa. Ada prosedur tetap dalam menyelidiki dan menganalisis obat yang dikembalikan serta menetapkan apakah obat tersebut dapat diolah kembali atau dimusnahkan. Obat kembalian disimpan di gudang pada tempat khusus dan menunggu keputusan QC, apakah akan dikemas ulang, di-rework, atau dimusnahkan. Obat kembalian yang tidak dapat diolah kembali akan dimusnahkan dan dibuat Berita Acara Pemusnahan.
5.10
Dokumentasi Dokumentasi yang jelas merupakan hal yang sangat penting untuk
memastikan bahwa tiap personil menerima deskripsi tugas yang relevan secara detail dan jelas sehingga dapat meminimalisir kemungkinan terjadinya salah tafsir dan kekeliruan karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Dokumentasi yang baik akan mempermudah penelusuran dan penyelidikan suatu bets atau lot produk. Di samping itu, sistem dokumentasi juga perlu diaplikasikan dalam pemantauan dan pengendalian kondisi lingkungan, perlengkapan, dan personalia. Di PT Aventis Pharma,semua kegiatan yang dilakukan oleh masingmasing departemen telah memiliki dokumentasi yang baik berkaitan dengan fungsi dan tugasnya. Semua dokumen disahkan oleh departemen terkait, atas persetujuan IQC Department. Untuk mempermudah penelusuran, setiap dokumen mempunyai sistem penomoran yang dijaga agar selalu aktual dengan dilakukannya peninjauan ulang secara berkala atau revisi jika diperlukann yang diatur dalam protap penanganan dokumen. Protap asli disimpan, didistribusikan dan dipantau jika sewaktu-waktu terjadi perubahan oleh QA Unit. Segala bentuk modifikasi terhadap dokumen dikendalikan melalui prosedur change control. Semua dokumen secara jelas mempunyai judul, tujuan dan isi, serta semua dokumen harus dijaga dan didistribusikan secara confidential. Untuk dokumentasi SOP, kini PT Aventis Pharma mulai menerapkan sistem yang dinamakan “Geode”. Sistem ini akan mempermudah supervisor maupun user lainnya untuk dapat mengakses PROTAP Produksi,Quality Assurance, Quality Control, HSE, dan departemen lainnya. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
125
5.11
Pembuatan Analisis Berdasarkan Kontrak Ada kalanya suatu produk tidak dapat diproduksi oleh pabrik milik PT
Aventis Pharma karena alasan tertentu, misalnya keterbatasan fasilitas yang dimiliki, sehingga produk tersebut dibuat oleh pabrik lain yang ditunjuk. Oleh sebab itu, semua kontraktor atau pabrik yang ditunjuk untuk membuat produk harus disetujui status GMP dan standar mutunya sebelum kontrak untuk memproduksi obat tersebut disetujui bersama. Ada beberapa kategori perjanjian kerjasama (kontrak), yaitu kontrak dasar dan quality agreement. Quality agreement mencakup perjanjian dasar dan pharmaceutical quality. Persetujuan tersebut harus mencerminkan implementasi aktivitas GMP pada proses pengolahan, pengemasan, analisa, penyimpanan, dan distribusinya. Ketentuan kontrak kerjasama antar dua pabrik ini diatur dalam prosedur tetap Contract manufacturer. Hingga saat ini, PT Aventis Pharma menjalin kontrak kerjasama dengan PT Boehringer-Ingelheim Indonesia (PT BII). Produk toll manufacturing yang dibuat oleh PT Boehringer-Ingelheim Indonesia untuk PT Aventis Pharma diantaranya yaitu Flagyl suppository dan Flagystatin ovule.
5.12
Kualifikasi dan Validasi Validasi dan kualifikasi terhadap aspek fasilitas, sistem, proses, dan
peralatan telah dilakukan oleh PT Aventis Pharma sesuai dengan standar yang ditetapkan dalam Global Quality Standard. PT Aventis Pharma melakukan validasi terhadap proses produksi (process validation) dan pembersihan (cleaning validation) baik untuk ruangan maupun peralatan, serta validasi metode analisis. Semua aktivitas kualifikasi dan validasi mengacu pada Validation Master Plan (VPM) yang harus dikaji ulang minimal setiap dua tahun sekali atau jika ada perubahan jadwal secara signifikan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1
Kesimpulan Berdasarkan kajian yang kami lakukan selama menjalankan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT Aventis Pharma Indonesia, dapat disimpulkan bahwa :
a. PT Aventis Pharma Indonesia secara umum telah menerapkan CPOB dengan baik dan mengacu pada Aventis Global Standard untuk menjamin kualitas produk yang dihasilkan. b. Dalam industri farmasi,Apoteker memiliki peran penting untuk menerapkan CPOB untuk menghasilkan kualitas dan mutu obat yang lebih baik lagi. Peran Apoteker harus dimaksimalkan terutama pada posisi kunci, yaitu di bagian
Production
Departement,Quality
Assurance,
dan
Quality
Control.Apoteker bertugas dan bertanggung jawab untuk memastikan dan mengawasi pelaksanaan CPOB di industri farmasi.Masing-masing kepala bagian produksi, pengawasan mutu dan manajemen mutu (pemastian mutu) memiliki tanggung jawab bersama dalam menerapkan semua aspek yang berkaitan dengan mutu,mencakup: 1.
Otorisasi prosedur tertulis dan dokumen lain, termasuk amandemen
2.
Pemantauan dan pengendalian lingkungan pembuatan obat
3.
Higiene pabrik
4.
Validasi proses
5.
Pelatihan
6.
Persetujuan dan pemantauan terhadap pemasok bahan
7.
Persetujuan dan pemantauan terhadap pembuat obat berdasarkan kontrak
8.
Penetapan dan pemantauan kondisi penyimpanan bahan dan produk
9.
Penyimpanan catatan
10. Pemantauan pemenuhan terhadap persyaratan CPOB 11. Inspeksi, penyelidikan, dan pengambilan sampeluntukpemantauan faktor yang mungkin berdampak terhadap mutu produk 126Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
127 6.2
Saran Walaupun aspek-aspek CPOB di PT Aventis Pharma telah berjalan baik,
namun tetap perlu dipertahankan dan ditingkatkan dalam penerapannya. Hal tersebut bertujuan untuk menjamin konsistensi dari mutu produk yang dihasilkan. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, misalnya peningkatan kesadaran karyawan dalam hal higienitas, yaitu dengan mencuci tangan terlebih dahulu sebelum memasuki ruangan produksi serta mengganti alas kaki dengan menggunakan sendal khusus toilet jika akan ke toilet. Meskipun hal-hal tersebut terdengar sepele, namun akan menjadi sangat penting untuk mencegah terjadinya pencemaran obat dan menjaga higiene, mengingat produk obat tersebut akan dikonsumsi langsung oleh manusia.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
DAFTAR ACUAN
Aventis Pharma. (2005). Prosedur Tetap Purchasing Department. Jakarta: Aventis Pharma. Aventis Pharma. (2009). Prosedur Tetap Technical Service Department. Jakarta: Aventis Pharma. Aventis Pharma. (2010). Prosedur Tetap Pengambilan Contoh Bahan Baku. Jakarta: Aventis Pharma. Aventis Pharma. (2010). Prosedur Tetap Penerimaan Barang di Gudang. Jakarta: Aventis Pharma. Aventis Pharma. (2010). Prosedur Tetap Plant Logistic Department. Jakarta: Aventis Pharma. Aventis Pharma. (2010). Prosedur Tetap Production Department : Processing and Packaging Unit. Jakarta Aventis Pharma. (2011). Prosedur Tetap HSE Department. Jakarta: Aventis Pharma. Aventis Pharma. (2011). Prosedur Tetap Inspeksi Diri dan Audit. Jakarta: Aventis Pharma. Aventis Pharma. (2011). Prosedur Tetap Internal Audit TS & HSE. Jakarta: Aventis Pharma. Aventis Pharma. (2011). Prosedur Tetap Pemeriksaan Cemaran Partikel dan Mikroba. Di ruang Produksi dan Lab. Mikrobiologi. Jakarta: Aventis Pharma. Aventis Pharma. (2011). Prosedur Tetap Pengambilan Contoh Produk Ruahan dan Obat jadi. Jakarta: Aventis Pharma. Aventis Pharma. (2011). Prosedur Tetap Pengambilan Contoh Bahan Pengemas. Jakarta: Aventis Pharma. Aventis Pharma. (2012). Prosedur Tetap IQC Department : Quality Assurance & Quality Control Unit. Jakarta: Aventis Pharma. Aventis Pharma. (2012). Prosedur Tetap Penanganan Keluhan. Jakarta: Aventis Pharma: Aventis Pharma. Aventis Pharma. (2012). Prosedur Tetap Penanganan Obat Kembalian. Jakarta: Aventis Pharma. Aventis Pharma. (2013). Industrial Affairs Organization. Jakarta : Aventis Pharma. Aventis Pharma. (2013). Sanofi Group Indonesia Organization.Jakarta : Aventis Pharma. 128Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
129 Aventis Pharma. (2013). Prosedur Tetap Panduan Mutu Standard Nomor AG 000-01/H. Jakarta : Aventis Pharma. Aventis Pharma. (2013). Prosedur Tetap Cara Pelulusan atau Penolakan Obat Jadi. Jakarta: Aventis Pharma. Aventis Pharma. (2013). Prosedur Tetap Penanganan Dokumen. Jakarta: Aventis Pharma. Aventis Pharma. (2013). Prosedur Tetap Penilaian Terhadap Pemasok. Jakarta: Aventis Pharma. Aventis Pharma. (2013). Prosedur Tetap Pemeriksaan Bahan Baku, Produk Setengah Jadi Import dan Obat Jadi Import. Jakarta: Aventis Pharma. Aventis Pharma. (2013). Prosedur Tetap Pemeriksaan Bahan Pengemas. Jakarta: Aventis Pharma. Aventis Pharma. (2013). Prosedur Tetap Pemeriksaan Produk Ruahan. Jakarta: Aventis Pharma. Aventis Pharma. (2013). Prosedur Tetap Pemeriksaan Bahan Pengemas. Jakarta: Aventis Pharma. Aventis Pharma. (2013). Prosedur Tetap Pemeriksaan Mutu Air. Jakarta: Aventis Pharma. Aventis Pharma. (2013). Prosedur Tetap Pemeriksaan Stabilitas Obat Jadi. Jakarta: Aventis Pharma. Aventis Pharma. (2013). Prosedur Tetap Pengendalian Terhadap Perubahan. Jakarta: Aventis Pharma. Aventis Pharma. (2013). Prosedur Tetap Peninjauan dan Penilaian tahunan Terhadap Produk ( Annual Product review). Jakarta: Aventis Pharma. Aventis Pharma. (2013). Prosedur Tetap Pelatihan Personil. Jakarta: Aventis Pharma. Aventis Pharma. (2013). Prosedur Tetap Sistem dan Cara Pembuatan Prosedur Tetap. Jakarta: Aventis Pharma. Aventis Pharma. (2013). Prosedur Tetap Sistem Validasi Proses. Jakarta: Aventis Pharma. Aventis Pharma. (2013). Prosedur Tetap Sistem Validasi Pembersihan untuk Ruangan.Jakarta: Aventis Pharma. Aventis Pharma. (2013). Prosedur Tetap Sistem Validasi Pembersihan untuk Peralatan.Jakarta: Aventis Pharma. Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2012). Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik, Edisi 2012. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan. Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2012). Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.03.1.33.12.8195 tahun 2012 tentang Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
130 Daris, Azwar. (2012). Pengantar Hukum dan Etika Farmasi. Tanggerang: Duwo Okta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1990). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha Industri Farmasi. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hompel, M. & Schmidt, T. (2007). Warehouse Management Automation and Organisation of Warehouse and Order Picking Systems. Springer, 46-47. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (2009). Peraturan Presiden RI No. 47 tahun 2009 nomor 144 tentang pembentukan dan organisasi kementerian negara, Jakarta. Sanofi Aventis. (2013). Sanofi Aventis. http://www.sanofi.co.id. diakses pada tanggal 10Agustus 2013.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
TABEL
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
Tabel 1. Klasifikasi ruangan PT Aventis Pharma
Kelas
Jumlah cemaran mikroorganisme Jumlah cemaran (beroperasi) partikel Sampel Sedimentasi Swab test/ HIAC ROYCO 245 A udara rodac plate Limit Limit Limit Tidak Beroperasi (koloni/ (koloni/ m3) (koloni/ beroperasi m3) m3) ≥ 0,5 µm ≥ 5,0 µm Kelas ≤ 500 ≤ 100 ≤ 80 3.500.000 20.000 3 Kelas Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak 2 ditetapkan ditetapkan ditetapkan ditetapkan ditetapkan Kelas Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak 1 ditetapkan ditetapkan ditetapkan ditetapkan ditetapkan
Perbedaan Pergantian Suhu tekanan udara udara
Kelembaban
Pa
Kali jam
% RH
≥ 7,5
≥ 10
19 -25
≥0
Sesuai kebutuhan Sesuai kebutuhan
19 -25
-
per °C
30 - 60
Sesuai kebutuhan Sesuai Sesuai kebutuhan kebutuhan
131
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
132
Tabel 2. Spesifikasi pemeriksaan portable water, purified water dan purified water MilliQ Potable water Purified water Purified water MilliQ - plus Pemeriksaan Spesifikasi Pemeriksaan Spesifikasi Pemeriksaan Spesifikasi Larutan Larutan jernih, Pemerian Larutan jernih, Pemerian Pemerian jernih, tidak tidak tidak berwarna, berwarna, berwarna, tidak berbau, dan tidak tidak berbau, tidak berasa berbau, dan dan tidak tidak berasa berasa Larutan harus Partikel jernih bebas Larutan harus partikel Konduktivitas 1,3 µS/cm Partikel jernih bebas pH 5-7 partikel Jumlah zat ≤ 1000ms/L 5 -7 terlarut pH Konduktivitas 1,3 µS/cm Seng
≤5,0 mg/ml
Konduktivitas
1,3 µS/cm
Krom
≤0,05mg/ml
Resapan 400-200 200 190
≤ 0,05 mg/ml ≤ 0,01 mg/ml ≤ 0,01 mg/ml
Aluminium Besi
≤0,2mg/ml
Zat yang Larutan berwarna mudah muda teroksidasi
Klorida
≤0,3 mg/ml Zat yang Larutan tetap Nitrat berwarna mudah merah muda teroksidasi Sulfat
Kesadahan CaCO3
≤ 500mg/ml
Klorida
≤ 250mg/ml
Klorida
≤0,05mg/ml
Mangan
≤0,1mg/ml
Nitrat
≤0,5mg/ml
Nitrat sebagai ≤10,0mg/ml N
tetap merah
Larutan tidak keruh ≤0,2 mg/ml Tidak terjadi warna biru
terjadi Kalsium dan Tidak warna biru Magnesium
Nitrit sebagai N
≤1,0mg/ml
pH
6,5 – 8,5
Sianida
≤0,1 mg/ml
Sulfat
≤ 400mg/ml
Tidak terjadi kekeruhan ≤0,1mg/ml Ammonium ≤ 0,2mg/ml Ammonium Logam berat ≤0,1mg/ml Kalsium dan ≤ 0,1mg/ml Pb Magnesium Zat padat total ≤ 1mg/100 ml Tidak terjadi Kalsium warna biru Campuran tetap CO2 jernih Logam berat Tidak terjadi kekeruhan Pb
Sulfida
≤0,05mg/ml
Zat padat total
≤0,3mg/100ml
Tembaga
≤ 1,0 mg/ml
CO2
Campuran jernih
Timbal
≤0,05mg/ml
Sulfat
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
133 Tabel 3. Jenis – jenis AHU Jenis AHU AHU – FA 01 AHU – FA 02 AHU 01 AHU 02
AHU 03 AHU 04
AHU 05 A AHU 05 B AHU 06 AHU 07 dan 08 DX AHU 01 DX AHU 02 DX AHU 03
Ruang yang Disuplai Mensuplai AHU – 01, AHU – 02, dan AHU – 06 Mensuplai AHU – 03, AHU – 04, AHU – 05A, AHU – 05B Secondary packaging (area kelas 2) Corridor, staging bulk, workshop & tools, primary packaging material transit, staging primary packaging material transit, primary packaging line 1, primary packaging line 2, primary packaging line 3, primary packaging line 4, LAF, corridor class 3 between line 3 & 4, corridor class between line 1 & 2. Coating, technical area of coating, dirty container staging and washing Corridor production wet granulation, lubrication, washing, semisolid, sundry, office (processing), production manager, punches and die. Weighing, remaining material, broken material, staging IPC, tabletting korsch, tableting fette 1200, granulating and staging, filling suppository Gowning area Warehouse Quarantine raw and packaging material cool storage (< 25 °C) Released raw and packaging material cool storage (< 25 °C) Airlock sampling area, sampling raw material, change room, airlock & personal entrance/ exit
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
134
Tabel 4. Tingkatan Occupational Exposure Band Kategori OEB 1
Nilai OEL (mcg/m3) 1000- 5000
OEB 2
100 – 1000
OEB 3
10 – 100
OEB 4
1 -10
OEB 5
<1
Karakteristik Senyawa tidak berbahaya, tidak iritatif dan/atau memiliki aktivitas farmakologi yang rendah berbahaya/iritatif dan/atau dengan aktivitas farmakologi sedang agak toksik dan/atau dengan aktivitas farmakologi tinggi toksik, mungkin korosif atau genotoksik dan/atau dengan aktivitas farmakologi sangat tinggi sangat toksik, mungkin korosif atau genotoksik dan/atau dengan aktivitas farmakologi yang sangat tinggi
Tabel 5. Kategori produk PT Aventis Pharma berdasarkan OEB Kategori OEB 1 OEB 2
OEB 3
OEB 4 OEB 5
Contoh nama produk Batrafen (Ciclopirox olamine) Trental (Pentoxyfyline) Avil (Pheniramine maleat) Lasix (Furosemide) Novalgin (Metamizole sodium) Profenid suppo (Ketoprofen) Rulid (Roxithromycin) Urbason (Methyl prednisolon) Amaryl (glimepiride) Daonil (glyburide) Dermatop (prednicarbate) Esperson (desoximethasone) Flagyl forte, flagyl suppo (metronidazole) flagystatin ovule (metronidazole + nystatin) Frisium (clobazam) Triatec (ramipril) Rovamycin (spiramycine) -
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
135
Tabel 6. Parameter Baku Mutu Air Kategori D Parameter
Sintesis kadar max (mg/L)
BOD (5 hari, 20ºC) COD (bichromat) TSS (padatan tersuspensi total) fenol total nitrogen pH zat organik (KmnO4) tes antibiotik
75
formulasi beban limbah max kadar max (mg/L) (kg/L) 1,875 75
100 60
2,5 1,5
100 60
0,5 30 6-9 85
0,0125 0,75 2,125
0,5 30 6-9 85
-
-
-
Tabel 7. karakteristik yang berlaku untuk identifikasi, pengujian terhadap impuritas dan prosedur penetapan kadar Parameter Validasi
Identifikasi
Pengujian Impuritas Kuantitatif Batas
Akurasi Presisi Ripitabilitas Presisi Intermediat Spesifikasi (2) Limit Deteksi Limit Kuantitas Linearitas Rentang
-
+
-
+ -
+ +(1) + - (3) + + +
+ + -
Penetapan Kadar - Disolusi* - Kandungan/Potensi + + +(1) + + +
Keterangan : (-) Tidak dipersyaratkan. (+) Dipersyaratkan. (1) Dalam hal telah dilakukan test reprodusibiltas, maka presisi intermediat tidak dipersyaratkan. (2) Kekurangan spesifisitas dari salah satu prosedur analisis dapat dikompensasikan dengan prosedur analisis yang lain yang dapat menunjang. (3) Hanya diperlukan pada kasus tertentu. *) Hanya untuk mengetahui kadar zat terlarut.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
LAMPIRAN
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
136
Lampiran 1. Struktur Organisasi Sanofi Group Indonesia
President Director
Executive Assistant
National Sales Director
Strategy Development and Diabetes Director
Head of Marketing
Oncology Unit Director
Communication & Public Affairs Director
Chief Financial Officer
Head of Commercial Excellence & Business Devt
Human Resources Director
Medical & Regulatory Director
Legal Director
Plant Director
General Manager Vaccine
Country Compliance Officer
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
137
Lampiran 2. Struktur Organisasi Industrial Affairs
Vice President Industrial Affairs, APJ Region
Executive Assistant
Plant Director
IA HR Manager
IA Controlling
Head of Industrial Quality & Compliance
Country Procurement Head
Head of Logistics
Technical Services Manager
Production Manager
HSE Manager
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
138
Lampiran 3. Struktur Organisasi Industrial Quality & Compliance Head of Industrial Quality & Compliance IQC Admin Assistant
QC Supervisor
Microbiology Analyst
QC Analyst
QA Manager
QC Analyst QA Officer
QA Officer
QA Officer
QA Officer
QC Analyst
QC Analyst
QC Analyst
QC Analyst
QC Officer
QC Sampler
QC Sampler
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
139
Lampiran 4. Diagram Pengambilan Keputusan Terhadap Hasil di Luar Spesifikasi Hasil TMS Periksa kondisi analisis (Gunakan daftar periksa)
Ditemukan kesalahan
Tidak ditemukan kesalahan
Lakukan Perbaikan
Investigasi Diperluas
Hasil OOS tidak berlaku
Investigasi Batch Record/Prod atau kesalahan bets
Periksa cara sampling (gunakan daftar periksa)
Cek Ulang Ditemukan Kesalahan
Bets ditolak
Kesalahan tidak ditemukan
Ditemukan Kesalahan
Evaluasi dan menentukan rancang strategi yang tepat Variabel: Persiapan contoh/ ganti analis/alat/ periksa contoh thd yang sudah diluluskan
Lakukan Perbaikan
Ditemukan Kesalahan
Bets diluluskan
Kesalahan tidak ditemukan
Bets ditolak
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
140
Lampiran 5. Alur Pemeriksaan Bahan Baku Penerimaan Bahan Baku Pemeriksaan dokumen fisik OK Label “Quarantine” Pembuatan dan distribusi GRS Penerimaan GRS oleh QC
Pencatatan Data bahan Baku
-Log book bahan baku -Log book pengujian ulang
Persiapan Pengambilan Contoh -Input Voucher Quantitiy -Wadah dan etiket -Label “Sampel Taken” -Pakaian Pelindung Alat
Pengambilan Contoh Pengujian Bahan Baku Pemeriksaan Hasil Pengujian
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat OOS
Released Penyelidikan -Label Released -Pemindahan Bahan Baku dari area karantina ke area released
-Label Rejected -Pemindahan Bahan Baku dari area karantina ke area rejected
Perbaikan
Tidak Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Rejected
Released
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
141
Lampiran 6. Persyaratan Jumlah Bakteri, Total Koliform, dan Koliform Tinja pada Masing-masing Jenis Air
No.
1.
Jenis
Air
Cemaran
Sumur
Air PAM
Portable
Purified
MiliQ-
Water
Water
plus
Jumlah
Tidak
100
100
100
100
bakteri
ditetapkan
(kol/
(kol/ml)
(kol/ml)
(kol/ml)
ml) 2.
Total
<10
0 (kol/ml)
0 (kol/ml)
-
-
-
-
0 (kol/ml)
-
-
koliform 3.
Koliform tinja
Keterangan: 1. Air sumur adalah air yang diperoleh langsung dari sumur artris tanpa pengolahan awal. Air sumur diperiksa setiap 6 bulan sekali. 2. Air PAM adalah air yang berasal dari olahan PAM Citywater. Air PAM diperiksa setiap 1 bulan sekali. 3. Potable Water adalah air yang diperoleh dari pengolahan air sumur/PAM. Air ini dapat digunakan sebagai bahan baku untuk purified water. Potable water diperiksa setiap 1 bulan sekali. 4. Purified Water adalah air yang diperoleh dari hasil pengolahan potable Water dengan cara deionisasi, reverse osmosis, polishing (mixedbed procedure), electrodeionisasi/kombinasi, reverse osmosis dengan electrto-deionisasi. Purified Water diperiksa setiap 1 minggu sekali. 5. Purified Water MiliQ-Plus adalah air yang diperoleh dari hasil pengolahan purified Water dengan alat MiliQ-Plus.
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
142
Lampiran 7. Denah Warehouse
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
Lampiran 8. Perbedaan antara CPOB dengan implementasi di PT Aventis Pharma PARAMETER Manajemen mutu
CPOB 2012
KETERAN
PT AVENTIS PHARMA
Industri farmasi harus membuat obat sedemikian PT
Aventis
Pharma
telah
GAN
menerapkan
aspek Sesuai
rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya manajeman mutu yang meliputi pengawasan dan dan memenuhi persyaratan yang tercantum dalam pemastian mutu dengan konsep dasar CPOB. Dalam dokumen
izin
menimbulkan
edar
(registrasi)
risiko
yang
serta
tidak struktur organisasi PT Aventis Pharma, terdapat IQC
membahayakan Departement
penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau pengendalian
yang
bertanggung
mutu
menyeluruh
jawab
terhadap
dalam
arti
tidak efektif. Manajemen bertanggung jawab pengendalian mutu terhadap produk yang dihasilkan untuk
mencapai
tujuan
ini
melalui
suatu sejak bahan awal, produk setengah jadi (termasuk In
kebijakan, yang memerlukan partisipasi dan Process Control/IPC), sampai dengan produk jadi komitmen
dari
semua
jajaran
di
semua yang siap digunakan, termasuk didalamnya penilaian
departemen di dalam perusahaan, dan pihak ketiga terhadap pemasok dan distributor. (pemasok). Personalia
Berdasarkan CPOB, personalia dalam industri PT Aventis Pharma didukung oleh Sumber Daya Sesuai farmasi harus memiliki pengetahuan, keterampilan Manusia (SDM) yang memadai. SDM dikelompokkan dan kemampuan sesuai dengan tugasnya, juga dalam bidang-bidang tertentu dan memiliki tugas serta memiliki kesehatan mental dan fisik yang baik tanggung
jawab
masing-masing.
Dari
struktur 143
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
sehingga mampu melaksanakan tugasnya secara organisasi profesional.
dapat
dilihat
bahwa
Production
Departement dan IQC Departement masing-masing dipimpin oleh apoteker yang berbeda dan tidak saling bertanggung jawab satu dengan yang lain dan memiliki wewenang serta tanggung jawab yang penuh dalam melaksanakan tugasnya masing-masing.
Bangunan Fasilitas
dan
Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat
PT Aventis Pharma telah ditunjang oleh gedung, Sesuai
harus memiliki desain, konstruksi dan letak yang
sarana dan fasilitas yang memadai. Bangunan di PT
memadai, serta disesuaikan kondisinya dan
Aventis Pharma didesain berdasarkan Sanofi Global
dirawat
memudahkan
Quality Standard dan Sanofi Global Engineering yang
pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan
terdiri dari pabrik, kantor, gudang, dan laboratorium.
desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa
Bangunan ini telah memiliki desain, ukuran dan letak
untuk memperkecil risiko terjadi kekeliruan,
yang memudahkan pelaksanaan kerja, pembersihan
pencemaran silang dan kesalahan lain, serta
dan pemeliharaannya.
dengan
memudahkan
baik
untuk
pembersihan,
sanitasi
dan
perawatan yang efektif untuk menghindarkan pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran,
dan
dampak
lain
yang
dapat 144
menurunkan mutu obat.
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
Peralatan
Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah
Semua peralatan di PT Aventis Pharma memiliki Sesuai
memiliki desain dan konstruksi yang tepat,
dokumen kualifikasi, prosedur tetap untuk operasional,
ukuran yang memadai serta ditempatkan dan
pembersihan dan pemeliharaan, serta log book untuk
diskualifikasi dengan tepat, agar mutu obat
kalibrasi dan pemakaian alat. Peralatan-peralatan
terjamin sesuai desain serta seragam dari bets-
tersebut
ke-bets dan untuk memudahkan pembersihan
memudahkan pembersihan, perawatan dan perbaikan.
serta
mencegah
Peralatan dipilih dan diletakkan sesuai dengan
kontaminasi silang, penumpukan debu atau
fungsinya. Peralatan juga dibersihkan secara teratur,
kotoran dan, hal-hal yang umumnya berdampak
sesuai prosedur pembersihan alat yang dirinci dalam
buruk pada mutu produk.
prosedur tetap, untuk mencegah kontaminasi yang
perawatan
agar
dapat
ditempatkan
dengan
benar
sehingga
dapat merubah identitas, kualitas atau kemurnian suatu produk. Untuk proses pembersihan alat-alat produksi, dilakukan sendiri oleh operator alat tersebut. Pada pembersihan ruangan, PT Aventis Pharma melakukan kerja sama dengan perusahaan out source cleaning service. Sanitasi Higiene
dan
Tingkat
dan
tinggi
Sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam CPOB, Sesuai
setiap
aspek
PT Aventis Pharma menerapkan tingkat sanitasi dan
pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan
higiene yang tinggi, meliputi personalia, bangunan,
diterapkan
higiene pada
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
145
yang
hendaklah
sanitasi
higiene meliputi personil, bangunan, peralatan
peralatan dan perlengkapan, bahan produksi dan setiap
dan
serta
hal yang dapat merupakan sumber pencemaran produk.
wadahnya, bahan pembersih dan desinfeksi, dan
Mutu produk harus dijaga agar terbebas dari
segala sesuatu yang dapat merupakan sumber
kontaminasi akibat pengaruh lingkungan maupun
pencemaran.
potensial
karyawan. Oleh karena itu, penerapan sanitasi dan
hendaklah dihilangkan melalui satu program
higiene karyawan mutlak diperlukan dalam proses
sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan
pembuatan obat.
perlengkapan,
Sumber
bahan
produksi
pencemaran
terpadu.
146
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
Produksi
Produksi
hendaklah
dengan
Proses produksi dilakukan dengan mengikuti prosedur
mengikuti prosedur yangtelah ditetapkan; dan
yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB
memenuhi
yangmenjamin
agar dapat menghasilkan produk yang memenuhi
senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi
persyaratan mutu serta ketentuan izin pembuatan dan
persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin
izin edar (registrasi). Mutu obat yang dihasilkan tidak
pembuatan dan izin edar.
hanya ditentukan pada hasil akhir analisa obat tetapi
ketentuan
dilaksanakan
CPOB
juga ditentukan sejak kedatangan material hingga proses produksi selesai, sehingga ada prosedur baku untuk tiap langkah proses beserta persyaratan yang harus diikuti seperti yang tercantum dalam prosedur pengolahan induk dan prosedur pengemasan induk, sehingga mutu obat yang diproduksi dapat terjamin dan
sesuai
spesifikasi
yang
telah
ditentukan.
Pembelian bahan awal hanya dari pemasok yang telah disetujui
dan
memenuhi
spesifikasi
yang
relevan, dan bila memungkinkan, langsung dari produsen. Pengawasan Mutu merupakan bagian
yang
Mutu
esensial dari Cara Pembuatan Obat yang Baik
Pengawasan mutu di PT Aventis Pharma secara Sesuai menyeluruh
dilakukan
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
oleh
IQC
Department.
147
Pengawasan
untuk memberikan kepastian bahwa produk
Pengawasan mutu ini dilakukan terhadap bahan awal,
secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai
produk setengah jadi sampai dengan produk jadi yang
dengan tujuan pemakaiannya. Keterlibatan dan
siap digunakan, termasuk di dalamnya penilaian
komitmen semua pihak yang berkepentingan
terhadap pemasok dan distributor. IQC Department
pada semua tahap merupakan keharusan untuk
membawahi dua unit kerja, yaitu Quality Assurance
mencapai
awal
Unit (QA Unit) dan Quality Control Unit (QC Unit).
pembuatan sampai kepada distribusi produk jadi.
QA Unit bertanggung jawab penuh terhadap mutu obat
Pengawasan
yang dihasilkan mulai dari bahan awal, proses
sasaran
mutu
Mutu
mulai
mencakup
dari
pengambilan
sampel, spesifikasi, pengujian serta
produksi,
environment
pengaturan, dokumentasi dan prosedur pelulusan
validasi,
stabilitas,
yang memastikan bahwa semua pengujian yang
penanganan penyimpangan dan hasil uji diluar
relevan telah dilakukan,
spesifikasi,
dan
termasuk
bahan
tidak
inspeksi
monitoring, kualifikasi
diri
terhadap
dan
dokumentasi,
dan
audit
internal,
diluluskan untuk dipakai atau produk diluluskan
pengendalian
untuk dijual, sampai mutunya telah dibuktikan
personalia, audit pemasok, penanganan distribusi obat
memenuhi persyaratan.
jadi, penangan keluhan dan penangan sample tertahan.
Pengawasan Mutu tidak terbatas pada kegiatan
Di lain hal, QC Unit bertanggung jawab penuh pada
laboratorium, tapi juga harus terlibat dalam
pemeriksaan spesifikasi bahan awal, produk antara dan
semua keputusan yang terkait dengan mutu
produk jadi.
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
pelatihan
148
produk. Ketidaktergantungan Pengawasan Mutu
perubahan,
kalibrasi,
dari Produksi dianggap hal yang fundamental agar Pengawasan Mutu dapat melakukan kegiatan dengan memuaskan. Inspeksi Diri dan
Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi
Standar yang digunakan untuk inspeksi adalah Quality Sesuai
Audit Internal
apakah semua aspek produksi dan pengawasan
Manual Aventis, GMP Internasional, serta CPOB
mutu industri farmasi memenuhi ketentuan
yang ada di Indonesia. Semua prosedur, catatan, dan
CPOB.
hendaklah
laporan inspeksi diri di PT Aventis didokumentasikan
dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam
dan disimpan oleh QA Unit. Laporan inspeksi ini
pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan
selanjutnya dilaporkan kepada IQC Manager. IQC
tindakan perbaikan yang diperlukan.
Manager akan mengevaluasi laporan dan menetapkan
Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin
tindakan
dan,
pada situasi khusus,
penyimpangan yang terjadi tidak terulang dimasa
misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali
mendatang (Corrective Action Plan). Laporan inspeksi
obat jadi atau terjadi penolakan yang berulang.
selanjutnya juga dilaporkan kepada Aventis Pharma
Semua saran untuk tindakan perbaikan supaya
Global yang selanjutnya akan melakukan penilaian
dilaksanakan. Prosedur dan catatan inspeksi diri
terhadap PT Aventis Pharma Indonesia.
Program
disamping
hendaklah
inspeksi
itu,
diri
didokumentasikan
dan
perbaikan
yang
diperlukan
agar
dibuat
program tindak lanjut yang efektif. 149
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
Penanganan
Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan Bila terdapat keluhan terhadap obat produksi PT Sesuai
Keluhan
dengan kemungkinan terjadi kerusakan obat harus
Terhadap Produk,
dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur dan diadakan diskusi dengan departemen terkait untuk
Penarikan
tertulis.
Kembali Produk
Untuk menangani semua kasus yang mendesak, kasus harus diselesaikan dalam waktu satu bulan
dan Produk
hendaklah disusun suatu sistem, bila perlu kemudian dibuat surat tanggapan atas keluhan kepada
Kembalian
mencakup penarikan kembali produk
Aventis Pharma, maka sampel obat segera diperiksa
dilakukan perbaikan. Investigasi dan penyelesaian
yang konsumen atau pelapor. Keluhan yang berhubungan
diketahui atau diduga cacat dari peredaran secara dengan medis ditujukan ke Medical & Regulatory cepat dan efektif.
Division,
sedangkan
yang
menyangkut
KTKO
ditujukan ke IQC Department. Tindak lanjut dari keluhan tersebut dapat berupa penggantian produk atau penarikan produk. Penarikan Kembali Obat Jadi (PKOJ) dilakukan bila ditemukan ada produk obat yang tidak memenuhi persyaratan mutu atau atas dasar pertimbangan adanya efek samping obat yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan. Untuk mempermudah pelaksanaan PKOJ, PT
Aventis
Pharma
melakukan
audit
kepada
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
150
distributor yang akan dipilih. Hal ini dilakukan untuk
menjaga mutu produk PT Aventis Pharma agar setelah keluar dari pabrik dapat terjamin mutunya saat sampai ke
konsumen.
Salah
satu
penilaiannya
adalah
distributor harus mempunyai suatu sistem distribusi yang baik artinya mengetahui kemana saja produk tersebut didistribusikan. Obat kembalian adalah obat jadi yang kembali setelah diserahterimakan dari PT Aventis Pharma ke pihak ketiga (distributor) dan dikembalikan ke gudang PT Aventis Pharma dengan alasan masalah keabsahan maupun salah kirim, penarikan produk dan atau pack size dari pasaran, kerusakan obat atau pengemasnya selama pengiriman atau penyimpanan dan kelainan dari segi kualitas obat maupun bahan pengemasnya. Obat yang sudah kadaluarsa di distributor dan dikembalikan ke PT Aventis Pharma tidak termasuk dalam penggolongan obat kembalian karena pada prinsipnya PT Aventis Pharma tidak menerima
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
151
pengembalian obat yang sudah kadaluarsa. Ada
prosedur tetap dalam menyelidiki dan menganalisis obat yang dikembalikan serta menetapkan apakah obat tersebut dapat diolah kembali atau dimusnahkan. Obat kembalian disimpan di gudang pada tempat khusus dan menunggu keputusan QC, apakah akan dikemas ulang, di-rework, atau dimusnahkan. Obat kembalian yang tidak dapat diolah kembali akan dimusnahkan dan dibuat Berita Acara Pemusnahan. Dokumentasi
Dokumentasi adalah bagian dari
sistem
Semua kegiatan di setiap departemen PT Aventis
informasi manajemen dan dokumentasi yang baik
Pharma sudah memiliki dokumentasi mengenai hal-hal
merupakan bagian yang esensial dari pemastian
yang berhubungan dengan fungsi dan tugasnya
mutu.
masing-masing.
Dokumentasi
yang
jelas
adalah
Semua
dokumen disahkan oleh
departemen terkait, atas persetujuan IQC Department.
personil menerima uraian tugas yang relevan
Semua dokumen mempunyai sistem penomoran yang
secara jelas dan rinci sehingga memperkecil
memudahkan penelusuran apabila diperlukan, dan
risiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang
dijaga agar selalu aktual sehingga setiap dokumen
biasanya timbul karena hanya mengandalkan
ditinjau ulang secara berkala atau dilakukan perbaikan
komunikasi lisan. Spesifikasi, Dokumen Produksi
bila diperlukan yang diatur dalam protap penanganan
Induk/Formula Pembuatan, Prosedur metode dan
dokumen. Protap asli disimpan, didistribusikan dan
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
152
fundamental untuk memastikan bahwa tiap
instruksi, laporan dan catatan harus bebas dari
dipantau jika sewaktu-waktu terjadi perubahan oleh
kekeliruan
tertulis.
QA Unit. Segala bentuk modifikasi terhadap dokumen
Keterbacaan dokumen adalah sangat penting.
dikendalikan melalui prosedur change control. Semua
Pembuatan, metode dan instruksi, laporan dan
dokumen secara jelas mempunyai judul, tujuan dan isi,
catatan harus bebas dari kekeliruan dan tersedia
serta semua dokumen harus dijaga dan didistribusikan
secara tertulis. Keterbacaan dokumen adalah
secara confidential.
dan
tersedia
secara
sangat penting. Pembuatan
dan Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak Adakalanya suatu produk disebabkan oleh suatu alasan Sesuai
Analisis
harus
dibuat
secara
Berdasarkan
dikendalikan
Kontrak
pahaman yang dapat menyebabkan produk atau sehingga produk tersebut dibuat oleh pabrik lain yang
untuk
benar,
disetujui
menghindarkan
pekerjaan dengan mutu yang tidak
dan tertentu (misalnya keterbatasan fasilitas) yang tidak
kesalah dapat dibuat oleh pabrik milik PT Aventis Pharma,
memuaskan. ditunjuk. Dalam hal ini, semua kontraktor atau pabrik
Kontrak tertulis antara Pemberi Kontrak dan yang ditunjuk untuk membuat produk harus disetujui Penerima Kontrak harus dibuat secara jelas yang status GMP dan standar mutunya sebelum kontrak menentukan tanggung jawab dan kewajiban untuk memproduksi obat tersebut disetujui bersama. masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan Terdapat beberapa kategori perjanjian kerjasama secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk (kontrak). Kategori tersebut adalah kontrak dasar dan untuk diedarkan yang menjadi tanggungjawab quality agreement. Pada quality agreement, di samping kepala
bagian
Manajemen
Mutu hal-hal yang mencakup perjanjian dasar, kontrak
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
153
penuh
(Pemastian Mutu).
tersebut
harus
mencakup
persetujuan
tentang
pharmaceutical quality. Persetujuan tersebut harus mencerminkan semua aktifitas GMP pada proses pengolahan, pengemasan, analisa, penyimpanan, dan distribusinya
baik
yang
mencakup
keseluruhan
aktifitas maupun sebagian. Ketentuan mengenai kerjasama kontrak ini diatur dalam prosedur tetap Contract Manufacturer. PT Aventis Pharma menjalin kontrak kerjasama dengan PT Boehringer-Ingelheim Indonesia (PT BII). PT BII membuat produk toll manufacturing yang ditujukan untuk PT Aventis Pharma untuk produk – produk likuid karena PT Aventis Pharma tidak mempunyai fasilitas produksi likuid. PT Aventis Pharma menjalin kontrak dengan PT Indofarma, dimana PT Aventis Pharma membuat produk toll manufacturing untuk PT Indofarma.
154
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
Kualifikasi Validasi
dan CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk
Di PT Aventis Pharma telah dilakukan validasi dan Sesuai
mengidentifikasi validasi yang perlu dilakukan
kualifikasi terhadap aspek fasilitas, sistem, proses, dan
sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis
peralatan sesuai dengan standar yangditetapkan oleh
dari
Perubahan
PT Aventis Pharma dalam Global Quality Standard.
signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses
Berdasarkan objek yang divalidasi, PT Aventis
yang
Pharma melakukan validasi terhadap proses produksi
kegiatan
dapat
yang
dilakukan.
memengaruhi
mutu
produk
hendaklah divalidasi. Untuk mengidentifikasi
(process
validation)
dan pembersihan (cleaning
validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti
validation) baik untuk ruangan maupun peralatan, serta
pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan
validasi metode analisis. Semua aktivitas kualifikasi
yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap
dan validasi dituangkan dalam Validation Master Plan
fasilitas, peralatan dan proses yang dapat
(VPM). VPM harus dikaji ulang minimal dalam setiap
memengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi.
dua tahun sekali atau jika ada perubahan jadwal secara
Pendekatan dengan kajian risiko hendaklah
signifikan.
digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi.
155
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. AVENTIS PHARMA JL.JEND. A. YANI, PULOMAS, JAKARTA PERIODE 5 MARET- 30 APRIL 2014
VALIDASI METODE ANALISIS TABLET PROMETHAZINE TEOCLATE
VERIKA ASTRIANA KARTIKA, S. Farm 1306344362
ANGKATAN LXXVIII
PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK JUNI 2014
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. AVENTIS PHARMA JL.JEND. A. YANI, PULOMAS, JAKARTA PERIODE 5 MARET- 30 APRIL 2014
VALIDASI METODE ANALISIS TABLET PROMETHAZINE TEOCLATE
VERIKA ASTRIANA KARTIKA, S. Farm 1306344362
ANGKATAN LXXVIII
PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK JUNI 2014
Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii DAFTAR TABEL ............................................................................................ iii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... iv BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1 1.2 Tujuan ........................................................................................................ 2 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 3 2.1 Validasi Metode Analisis ........................................................................... 3 2.2 Promethazine teoclate ................................................................................. 9 BAB 3. METODOLOGI ................................................................................. 10 3.1 Lokasi dan Waktu .................................................................................... 10 3.2 Alat dan Bahan.......................................................................................... 10 3.3 Metode ...................................................................................................... 10 3.3.1 Validasi Metode Analisis Stabilitas Kadar ..................................... 10 3.3.2 Validasi Metode Analisis Stabilitas Impurity ................................. 13 BAB 4. PEMBAHASAN ................................................................................. 15 4.1 Validasi Metode Analisis Stabilitas Kadar ................................................. 15 4.2 Validasi Metode Analisis Stabilitas Impurity ............................................. 17 BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 18 6.1 Kesimpulan .............................................................................................. 18 6.2 Saran ........................................................................................................ 18 DAFTAR ACUAN .......................................................................................... 19
ii Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kategori uji untuk validasi dan parameternya ...................................... 4 Tabel 2.2 Kriteria penerimaan uji perolehan kembali .......................................... 5 Tabel 3.1 Kadar Linearitas Promethazine Teoclate ........................................... 12 Tabel 3.2 Konsentrasi Batas Deteksi Promethazine Teoclate ............................ 14 Tabel 4.1 Hasil Validasi Kadar Tablet Promethazine Teoclate .......................... 16 Tabel 4.2 Hasil Validasi Impurity Tablet Promethazine Teoclate ...................... 16
iii Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Data dan hasil perhitungan kadar validasi tablet PT ...................... 21 Lampiran 2. Data dan hasil perhitungan impurity validasi tablet PT.................. 23
iv Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Obat yang beredar saat ini harus memenuhi syarat obat yang aman (safety), berkhasiat (efficacy), dan dapat diterima oleh masyarakat (acceptable). Oleh karena itu, industri farmasi yang berperan dalam pembangunan kesehatan masyarakat terus berupaya untuk menghasilkan obat yang berkualitas baik. Mutu dari suatu obat ditentukan berdasarkan banyak faktor, seperti alat yang digunakan, tenaga kerja yang berkompenten dalam bidang farmasi, dan khususnya proses pembuatan produk yang baik. Pengendalian mutu suatu produk dipegang oleh bagian sendiri dalam suatu industri farmasi. Di PT. Aventis Pharma memiliki bagian Industrial Quality and Compliance Department (Departemen IQC) yang bertanggung jawab terhadap pengendalian mutu produk. Departemen IQC membagi tugasnya menjadi dua baguian, yaitu Quality Assurance (QA) yang bertanggung jawab dalam pemastian mutu dan Quality Control (QC) yang bertanggung jawab dalam pengawasan mutu. Proses pengendalian produk dimulai dari bahan awal atau bahan baku, bahan setengah jadi, hingga produk jadi. Kerjasama antara QA dan QC akan menghasilkan mutu produk jadi yang baik dan dapat diedarkan ke masyarakat. Meningkatnya kebutuhan masyarakat untuk mencapai kesehatan maksimal membuat PT. Aventis Pharma terus meningkatkan keberagaman obat dan teknologi farmasi. Dengan jumlah yang banyak dan beragam tidak boleh dijadikan suatu alasan untuk tidak memperhatikan mutu suatu produk. Oleh karena itu, QC yang bertugas melaksanakan pengawasan mutu melalui aktivitas pengambilan contoh, memeriksa bahan baku, bahan setengah jadi, dan bahan jadi, serta analisa secara fisika, kimia, dan mikrobiologi untuk menjamin mutu produk untuk diedarkan ke masyarakat. Seluruh proses yang dilakukan QC harus dijamin keabsahannya dalam menguji produk. Oleh karena itu, industri farmasi termasuk PT. Aventis Pharma harus sesuai dengan persyaratan “Cara Pembuatan Obat yang Baik” (CPOB) yaitu:
1 Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
2
melakukan validasi pada semua hal yang berkaitan dengan proses pembuatan obat. Salah satu validasi yang harus dilakukan untuk menjamin kualitas dan keamanan obat adalah validasi metode analisis kadar zat aktif dalam sediaan obat. Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penelitian terhadap parameter tertentu, berdasarkan percobaan dari laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunanya (Harmita, 2004). Validasi merupakan hal yang penting dilakukan sebagai jaminan bahwa hasil dari analisa yang dilakukan terpercaya, konsisten, dan sangat penting untuk membuktikan bahwa metode yang digunakan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Untuk mengetahui sistem validasi metode analisis di PT. Aventis Pharma digunakan model obat berupa Promethazine Teoclate yang merupakan antihistamin sebagai anti emetik
1.2 Tujuan 1. Mengetahui sistem validasi metode analisis yang dilaksanakan industri farmasi, khususnya di PT. Aventis Pharma berdasarkan CPOB. 2. Mengetahui
perkembangan
validasi
metode
analisis
dengan
membandingkan USP dengan metode yang digunakan oleh PT. Aventis Pharma
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Validasi Metode Analisis Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penelitian terhadap parameter tertentu,berdasarkan percobaan dari laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter tersebutmemenuhi persyaratan untuk penggunanya (Harmita, 2004). Suatu tes atau instrumen pengukuran dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebutmenjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksuddilakukannya pengukuran tersebut. Ada empat kategori uji untuk validasi menurut USP 36, yaitu: a. Kategori I Prosedur analisis untuk kuantitasi komponen utama yang terkandung pada obat atau zat aktif (termasuk pengawet) pada produk jadi farmasi. (USP, 2013) b. Kategori II Prosedur analisis untuk determinasi kemurnian pada kandungan senyawa terbanyak atau degradasi pada produk jadi farmasi. Prosedur ini meliputi uji kuantitatif dan uji batas (USP, 2013) c. Kategori III Prosedur analisis untuk determinasi karakterisasi sediaan (contohnya disolusi, pelepasan obat, dan lainnya) d. Kategori IV Prosedur analisis untuk determinasi memastikan identitas analit dalam sampel. Uji ini biasanya dilakukan dengan membandingkan karakteristik sampel terhadap baku pembanding (USP, 2013). Ada beberapa parameter yang diuji dalam validasi metode analisis sepertiAkurasi, presisi, spesifitas, limit deteksi, limit kuantitasi, linearitas, dan rentang. Keempat kategori uji diatas memiliki parameter-parameter tersendiri dalam validasi metode analisis. (Tabel 2.1)
3 Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
4
Tabel 2.1. Kategori uji untuk validasi dan parameternya (USP, 2013) Karakteristik
Kategori I
Kategori II
Kategori
Kategori
Kuantitatif
Uji Batas
III
IV
Akurasi
Ya
Ya
*
*
Tidak
Presisi
Ya
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Spesifisitas
Ya
Ya
Ya
*
Ya
Limit Deteksi
Tidak
Tidak
Ya
*
Tidak
Limit Kuantitasi
Tidak
Ya
Tidak
*
Tidak
Linearitas
Ya
Ya
Tidak
*
Tidak
Rentang
Ya
Ya
*
*
Tidak
Ketangguhan**
Ya
Ya
Tidak
*
Tidak
Keterangan : * : dilakukan jika diperlukan, tergantung pada sifat spesifik suatu pengujian. ** :hanya dilakukan pada SOP PT. Aventis Pharma Beberapa parameter yang dipertimbangkan dalam validasi metode analisis meliputi: 1. Kecermatan (Accuracy) Kecermatan didefinisikan sebagai kedekatan hasil pengujian terhadap nilai sebenarnya. (Aventis Pharma, 2012). Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (% recovery) analit yang ditambahkan (Harmita, 2004:117). Uji akurasi ini dilakukan untuk melihat ketelitian alat dan analisis dalam membuat konsentrasi larutan yang sesuai dengan kadar yang sebenarnya. Kecermatan ditentukan dengan dua cara yaitu a. Metode simulasi (spiked placebo recovery) Dalam metode simulasi, sejumlah analit bahan murni ditambahkan kedalam campuran pembawa sediaan farmasi (plesebo) lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar yang sebenarnya). b. Metode penambahan baku (stadard addition methode). Pada metode penambahan baku, sampel dianalisis lalu sejumlah tertentu analit yang diperiksa ditambahkan kedalam sampel
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
5
dicampur dan dianalisis lagi dengan metode tersebut. Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar yang sebenarnya. Dalam kedua metode tersebut, persen perolehan kembali dinyatakan sebagai rasio antara hasil yang diperoleh dengan hasil yang sebenarnya. Persen perolehan kembali dapat ditentukkan dengan cara membuat sampel plasebo (eksipien obat, cairan biologis) kemudian ditambah analit dengan konsentrasi tertentu (biasanya 80% sampai 120% dari kadar analit yang diperkirakan), kemudian dianalisis dengan metode yang akan divalidasi. Ada kriteria peneriamaan dalam pengujuan batas perolehan kembali (Tabel 2.2). Bila tidak dimungkinkan membuat sampel plasebo karena matriknya tidak diketahui seperti obat-obatan paten, atau karena analitnya berupa suatu senyawa endogen misalnya metabolit sekunder pada kultur kalus, maka dapat dipakai metode adisi (Harmita, 2004:117).Persyaratan dari PT Aventis Pharma % batas perolehan kembali adalah 100 ± 2%.
Tabel 2.2 Kriteria penerimaan uji perolehan kembali (AOAC, 2002) Konsentrasi
Batas Perolehan Kembali (%)
100 %
98-101
10 %
98-102
1%
98-105
0.1 %
98-108
0.01 %
98-110
10 ppm
98-115
1 ppm
98-120
10 ppb
98-125
2. Keseksamaan (precision) Keseksamaan adalah kedekatan beberapa nilai pengukuran dari sampel yang homogeny pada kondisi normal. Kondisi normal yang dimaksud adalah kondisi sampel yang sama dan diuji secara berurutan. (Aventis Pharma, 2012). Keseksamaan diukur sebagai simpangan baku atau Relatif
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
6
Stadard Deviasi (% RSD). Syarat % RSD yang ditentukan oleh BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan) adalah ≤ 2%. Keseksamaan dapat dinyatakan sebagai a. Keterulangan (repeatability) Keterulangan
adalah
keseksamaan
metode jika
dilakukan
berulangkali oleh analis yang sama pada kondisi sama dan interval waktu yang pendek. Keterulangan dinilai melalui pelaksanaan penetapan terpisah lengkap terhadap sampel-sampel identik yang terpisah dari batch yang sama, jadi memberikan ukuran keseksamaan pada kondisi yang normal. Biasanya menggunakan 3 konsentrasi secara triplo atau menggunakkan 6 konsentrasi yang memiliki perkiraan konsentrasi 100%. b. Presisi Antara (Intermediate Precision) Presisi antara atau presisi antar penetapan kadar menyatakan presisi yang dilakukan pada kondisi yang telah ditentukan di laboratorium yang sama dengan alat yang berbeda, analis yang berbeda, atau pada hari yang berbeda. c. Ketertiruan (reproducibility). Ketertiruan adalah keseksamaan metode jikadikerjakan pada kondisi
yang
berbeda.Biasanya
analisis
dilakukan
dalam
laboratoriumyang berbeda menggunakan peralatan, pereaksi, pelarut, dan analis yangberbeda pula.
3. Selektifitas (Selectivity) Selektifitas atau dapat disebut juga spesifisitas didefinisikan sebagai kemampuan metode analisa untuk mendeteksi secara kuantitatif analit dengan adanya komponen lain yang menyertai, mislanya penguraian atau pengotor. (Aventis Pharma, 2012). Selektifitas seringkali dapat dinyatakan sebagai derajat penyimpangan (degree bias) metode yang dilakukan terhadap sampel yang mengandung bahan yang ditambahkan berupa cemaran, hasil urai, senyawa sejenis, senyawa asing lainnya, dan dibandingkan terhadap hasil analisis sampel yang tidak mengandung
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
7
bahan lain yang ditambahkan (Harmita, 2004), untuk metode kromatografi selektifitas dilihat dari nilai resolusi antara dua peak analit dengan peak lain yang mungkin timbul. Syarat resolusi menurut BPOM 2001 adalah ≥ 1,5.
4. Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi Batas deteksi adalah konsentrasi analit terendah dari sampel yang masih dapat dideteksi namun tidak perlu terkuantitasi sebagai nillai yang tepat (Aventis Pharma, 2012). . Batas kuantitasi didefinisikam sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang masih dapat dideteksi secara kuantitatif dengan akurasi dan presisi yang dapat diterima. Bats deteksi dan kuantitasi dapat ditetntukan secara visual yang dilihat kromatogram yang dapat dianalisis, berdasarkan signal to noise ratio, dan berdasarkan perbandingan SD resapan dan slope (menggunakan rumus (Aventis Pharma, 2012). Pada batas deteksi minimal perbandingan peak : noise adalah 3:1. Batas deteksi dan kuantitasi dapat dihitung secara statistik melalui garis regresi linear y = a + bx, sedangan simpangan baku blanko sama dengan simpangan baku residual {S (y/x)}. Rumus: Batas deteksi
= [3 x S (y/x)] / Slope
Batas Kuantitasi
= [10 x S (y/x)] / Slope
5. Linieritas Linieritas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon yangsecara langsung atau dengan bantuan transformasi matematik yang baik, proposional terhadap konsentrasi analit dalam sampel (Aventis Pharma, 2012). Linieritas biasanya dinyatakan dalam istilah variasi sekitar arah garis regresi yang dihitung berdasarkan persamaan matematik data yang diperoleh dari hasil uji analit dalam sampel dengan berbagai konsentrasi analit. Dalam berberapa kasus, untuk memperoleh hubungan proposional antara hasil pengukuran dengan konsentrasi analit, data yang diperoleh diolah melalui transformasi matematik dulu sebelum dibuat analisis regresinya (Harmita,2004:128). Pada uji ini konsentrasi yang
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
8
disarankan minimal sebanyak 5 konsentrasi.Sebagai parameter adanya hubungan linier digunakankoefisien korelasi r pada analisis regresi linier y = a + bx. Hubungan linier yang idealdicapai jika nilai a = 0 dan regresi linier minimum 0,98 untuk syarat sesuai dengan BPOM tahun 2001 atau minimum 0,999 untuk rekomendasi CDER (Center for Drug Evaluation and Research) .Nilai bmenunjukkan kepekaan analisis terutama instrumen yang digunakan. Parameter lain yangharus dihitung adalah simpangan baku residual (Harmita, 2004:128).
6. Rentang (Range) Rentang atau jangkauan merupakan interval di antara konsentrasi analit tertinggi dan terendah dalam sampel yang dapat ditunjukan oleh prosedur analisa dengan nilai akurasi, presisi dan linieritas yang sesuai (Aventis Pharma, 2012). Rentang dinyatakan dalam satuan yang sama seperti hasil uji misalnya persen, syarat yang berlaku adalah a. Untuk kadar zat aktif dalam produk obat jadi : 80%-120%. b. Untuk Keseragaman kadar : 70-130% c. Untuk Uji Disolusi : +/- 20% dari ketentuan masing-masing zat aktif
7. Ketangguhan (Robustness) Ketangguhan (Robustness) adalah ukuran kemampuan metode untuk tidak memberikan reaksi terhadap variasi parameter yang sengaja dilakukan (Aventis Pharma, 2012). Beberapa contoh variasi yang dilakukan adalah kestabilan larutan terhadap waktu, waktu ekstraksi, untuk kromatografi cair dapat dilakukan beberapa variasi seperti perubahan pH fase gerak, perubahan komposisi fase gerak, suhu kolom, kecepatan alir, dll (ICH, 1994).
8. Uji Kesesuaian Sistem (UKS) Uji kesesuaian sistem didefinisikan sebagai suatu proses pemeriksaan sistim, yaitu untuk memastikam kinerja sistim sebelum dan selama
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
9
pengujian (Aventis Pharma, 2012). UKS merupakan bagian dari banyak prosedur analisis. Pengujiannya tergantung pada peralatan, prosedur analisis, dan sampel yang dianalisis.Parameter uji kesesuaian sistem yang biasa digunakan adalah faktor pengekoran, waktu retensi, resolusi, faktor kapasitas, dan jumlah plat teoritis. Penggunaan parameter ini tergantung pada jenis prosedur yang akan divalidasi (ICH, 2005).
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
BAB 3 METODOLOGI
3.1 Lokasi dan Waktu Pengambilan data dan penulisan dilakukan selama dua bulan dari tanggal 5 Maret sampai 30 April 2014 di bagian Quality Control PT. Aventis Pharma, Jalan Jend. A. Yani, Pulomas, Jakarta.
3.2 Alat dan Bahan Alat:
Alat KCKT 2010 A Shimadzu
Labu takar
Pipet volume (graditude pipet)
Ultasonic bath
pH-meter
Alat-alat gelas lainnya
Bahan :
Promethazine Teoclate
Metanol
Asetonitril
KH2PO4
Trietilamin
Air
3.3 Metode 3.3.1 Validasi Metode Analisis Stabilitas Kadar Metode analisa menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dengan cakupan analisa meliputi pemeriksaan : 1. Akurasi 2. Presisi a. Repeatability b. Intermediate Precision
10 Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
11
3. Linearitas dan Rentang 4. Selektivitas
Sistem KCKT yang digunakan: Fase Gerak
: Metanol
: 450 ml
Asetonitril
: 750 ml
0.05 M KH2PO4
: 600 ml
Trietilamin
: 30 ml
Adjust pH dengan asam asetat glacial hingga pH 7.0 Pembuatan 0.05 M KH2PO4 : Larutkan 6.80 gram KH2PO4 ke dalam 1000 ml air Fase Diam
: Kolom Luna C18, 150 mm x 4.6 mm, i.d 5 μm
Laju Alir
: 1.0 mL/menit
Panjang Gelombang : 254 nm Volume Injeksi
: 10 μL
Waktu Elusi
: 60.0 menit
Waktu Retensi
: 5.8 menit
Persiapan Sampel: a. Pembuatan Larutan Induk Promethazine Teoclate Larutkan 50 mg Promethazine Teoclate dalam 100 mL larutan fase gerak, larutkan menggunakan ultrasonic bath selama 10 menit. b. Pembuatan Larutan Stadard 100% Pipet 5.0 mL larutan induk Promethazine Teoclate dan encerkan hingga 25 mL dengan fase gerak c. Pembuatan Larutan untuk Pemeriksaan Linearitas Buat seri larutan stadard dengan konsentrasi 70%, 80%, 90%, 100%, 110%, 120%, dan 130% dari larutan induk yang diambil menggunakan graduate pipet. Jumlah yang diambil dan pengenceran dilakukan sesuai dengan tabel 3.1. Periksa serapan ketujuh seri larutan tersebut lalu buat
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
12
garis linearitasnya dengan menghitung kemiringan/slpoe (a),intercept (b), dan koefisien korelasinya (r).
Tabel 3.1 Kadar Linearitas Promethazine Teoclate Konsentrasu
Konsentrasi
mL larutan induk
Promethazine Teoclate
Promethazine Teoclate
dalam 10 mL fase
(%)
[mg/mL]
gerak
70
0.0700
1.40
80
0.0800
1.60
90
0.0900
1.80
100
0.1000
2.00
110
0.1100
2.20
120
0.1200
2.40
130
0.1300
2.60
d. Akurasi Periksa larutan stadard dengan konsentrasi 80%, 100%, dan 120% dari nominal konsentrasi masing-masing sebanyak tiga kali, lalu hitung % recovery, rata-rata, stadard deviasi, limit repeatability dan confidence interval. e. Presisi Repeatability Periksa larutan stadard dengan konsentrasi 100% sebanyak tujuh kali. Lalu hitung Stadard Deviasi Relatif (RSD) dengan syarat ≤ 2.0% f. Intermediate Precision Periksa larutan stadard dengan konsentrasi 100% sebanyak tujuh kali oleh analis atau alat yang berbeda. Lalu hitung Stadard Deviasi Relatif (RSD) dengan syarat ≤ 2.0% g. Selektivitas Periksa serapan larutan blanko dan larutan stadard dan bandingkan.
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
13
3.3.2 Validasi Metode Analisis Stabilitas Impurity Metode analisa menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dengan cakupan analisa meliputi pemeriksaan : 1. Selektivitas 2. Batas Deteksi (LOD)
Sistem KCKT yang digunakan: Fase Gerak
: Metanol
: 450 ml
Asetonitril
: 750 ml
0.05 M KH2PO4
: 600 ml
Trietilamin
: 30 ml
Adjust pH dengan asam asetat glacial hingga pH 7.0 Pembuatan 0.05 M KH2PO4 : Larutkan 6.80 gram KH2PO4 ke dalam 1000 ml air Fase Diam
: Kolom Luna C18, 150 mm x 4.6 mm, i.d 5 μm
Laju Alir
: 1.0 mL/menit
Panjang Gelombang : 254 nm Volume Injeksi
: 10 μL
Waktu Elusi
: 60.0 menit
Waktu Retensi
: 5.8 menit
Persiapan Sampel: a. Pembuatan Larutan Induk Promethazine Teoclate Larutkan 50 mg Promethazine Teoclate dalam 100 mL larutan fase gerak, larutkan menggunakan ultrasonic bath selama 10 menit.Pipet 1.0 mL dan masukan ke dalam labu takar 100 mL, cukupkan volumenya menggunakan fase gerak. b. Pembuatan Larutan Stadard 100% Pipet 5.0 mL larutan induk Promethazine Teoclate dan encerkan hingga 25 mL dengan fase gerak.
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
14
c. Selektivitas Periksa serapan larutan blanko dan larutan stadard dan bandingkan. d. Batas Deteksi (LOD) Buat 9 seri larutan stadard dengan konsentrasi 50%, 40%, 30%, 20%, 10%, 8%, 6%, 4%, dan 2% dari larutan induk yang diambil menggunakan graduate pipet. Jumlah yang diambil dan pengenceran dilakukan sesuai dengan tabel 3.2.Injeksikan setiap serinya sebanyak 6 kali.
Tabel 3.2 Konsentrasi Batas Deteksi Promethazine Teoclate Konsentrasu
Konsentrasi
mL larutan induk
Promethazine Teoclate
Promethazine Teoclate
dalam 10 mL fase
(%)
[mg/mL]
gerak
50
0.0250
2.50
40
0.0200
2.00
30
0.0150
1.50
20
0.0100
1.00
10
0.0050
0.50
8
0.0040
0.40
6
0.0030
0.30
4
0.0020
0.20
2
0.0010
0.10
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
1
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Validasi metode analisis merupakan proses yang harus ditetapkan sebelum melakukan analisis. Validasi metode analisis menggambarkan apakah prosedur analisis yang dilakukan cocok untuk penggunaan yang dimaksudkan dan berguna sebagai bukti bahwa metode spesifik yang dilakukan dapat dijamin dengan hasil dari uji menggunakan metode tersebut dapat dipercaya. Di PT. Aventis Pharma terdapat alur pelaksanaan validasi, seperti : 1. Buat protokol validasi prosedur pemeriksaan dengan item karakteristiknya disesuaikan dengan jenis pemeriksaan sesuai. 2. Tunggu persetujuan draft protokol yang telah dibuat. 3. Setelah disetujui, protokol dapat disirkulasikan kepada analis yang bersangkutan. 4. Lakukan validasi sesuai protokol yang telah disetujui. 5. Catat dan olah data yang didapat dari validasi metode analisis. 6. Buat laporan validasi dan tunggu persetujuan atasan. 7. Setelah disetujui, laporan disirkulasikan ke analis yang bersangkutan dan ke IQC Manager. Perbedaan validasi analisis metode antara USP dan panduan yang digunakan PT. Aventis Pharma hanya berbeda sedikit yaitu, pada syarat akurasi dan syarat parameter yang digunakan pada beberapa kategori. Pada protokol validasi prosedur pemeriksaan tablet promethazine teoclate dilakukan dua jenis uji, yaitu kadar dan impurity.
4.1 Validasi Metode Analisis Stabilitas Kadar Tablet promethazine teoclate dilakukan validasi sesuai protocol yang ada. Parameter yang dilakukan adalah presisi (repeatability, intermediate precision), akurasi, linearitas, dan selektifitas. Berikut hasil yang didapat dari alat KCKT dan dibandingkan dengan syarat yang ada. (Tabel 4.1)
15 Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
16
Tabel 4.1. Hasil Validasi Kadar Tablet Promethazine Teoclate Parameter
Syarat USP
Syarat PT.
Hasil
Aventis Pharma Repeatability
% RSD ≤ 2 %
0,30 %
Intermediate Precision
% RSD ≤ 2 %
0,221 %
Akurasi (% Recovery)
K = 80%
100.5% 100.8% 100.7%
K = 100% 98 – 101 %
98 – 102 %
99.9% 100.0% 99.8%
K = 120%
99.9% 99.8% 99.8%
Linearitas
slope ≥ 0,999
0,999
Selektifitas
tidak ada peak pengganggu
sesuai
pada waktu retensi yang telah ditentukan
Pada pengerjaan presisi dilakukan dua parameter yaitu repeatability dan intermediate precision. Pada parameter repetability dilakukan persiapan sampel yang memiliki konsentrasi 100 % dan dianalisis sebanyak tujuh kali. Dari ketujuh data yang ada, dihitung % RSD, di mana nilai % RSD tidak boleh lebih dari 2 %. Dan pada parameter intermediate precision, perlakuan dilakukan sama seperti parameter repeatability tetapi berbeda alat dan analisis. Hasil dari repeatbility dan intermediate precision memiliki hasil berturut-turut 0,303 % dan 0,212 %. Hal ini membuktikan bawha metode memberikan hasil yang presisi. Pada percobaan akurasi dibuat 3 konsentrasi, yaitu 80%, 100%, dan 120% dan dilakukan masing-masing sebanyak tiga kali, kemudian dihitung persen perolehan kembali. Setiap konsentrasi dilihat %recovery dihitung dan hasilnya semuanya memenuhi syarat dari USP maupun dari PT Aventis Pharma. Larutan linearitas dibuat dengan larutan stadard dengan berbagai konsentrasi yaitu 70 –
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
17
130%. Kemudian dibuat persamaan y = a + bx. Hasil ini didapat y = 34746x + 22310. respon harusnya memberikan kolerasi yang signifikan antara konsentrasi analit dan serapan yang dihasilkan. Hal ini dapat dilihat dari r peramaan linearitas yang didapat sebesar 0.0999. Hal ini membuktikan bahwa metode memberikan hasil yang presisi. Selektifitas dilakukan dengan memeriksa serapan larutan blanko serta pembanding zat aktif. Selektifitas dari metode kromatografi dapat diukur dengan kehomogenitasan puncak atau uji kemurnian puncak yang menunjukkan puncak kromatografi yang disebabkan oleh lebih dari satu komponen.
4.2 Validasi Metode Analisis Stabilitas Impurity Untuk pengujian validasi terhadap impurity dilakukan hanya dua parameter, yaitu : selektifitas dan batas deteksi (LOD). Berikut hasil yang didapat dari alat KCKT dan dibandingkan dengan syarat yang ada.
Tabel 4.2. Hasil Validasi Impurity Tablet Promethazine Teoclate Parameter
Syarat
Hasil
Selektifitas
tidak ada peak pengganggu pada waktu
sesuai
retensi yang telah ditentukan Batas Deteksi
peak : noise ≤ 3 : 1
65 : 10
Pengukuran batas deteksi dilakukan dengan berbagai konsentrasi, yaitu 9 konsentrasi yang terdiri dari 2 – 50 %. Masing-masing konsentrasi diinjeksikan sebanyak 6 kali. Dari hasil yang dikeluarkan, batas terkecil yang dapat dibaca adalah pada konsentrasi 40 % dengan perbandingan peak : noise = 65 : 10. Dimana masih memenuhi persyaratan tidak lebih besar dar 3:1. Untuk parameter selektifitas dilihat tidak adanya peak lain dalam waktu retensi zat aktif. Dari hasil kedua parameter ini dapat dikatakan metode analisis promethazine teoclate memnuhi syarat.
Universitas Indonesia Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 1. Validasi metode tablet promethazine teoclate meliputi validasi pengukuran kadar dan impurity. Prosedur pada pengukuran kadar adalah akurasi, presisi, seektifitas, dan linearitas. Parameter yang dilakukan pada pengukuran impurity adalah batas deteksi dan selektifitas. Dari seluruh parameter yang dilakukan dapat dikatakan metode analisis tablet promethazine teoclate memenuhi syarat. 2. Validasi metode analisis USP dan PT. Aventis Pharma hanya berbeda pada persyaratan akurasi dimana pada USP dinyatakan dalam berbagai konsentrasi, sedangkan pada PT Aventis Pharma 100 ± 2%. 5.2 Saran Perlu dilakukan uji kesesuaian sistem pada alat kromatografi yang digunakan untuk validasi metode analisis tablet promethazine teoclate untuk melengkapi validasi metode analisis secara tepat.
18 Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN AOAC. (2002). AOAC Guideline for Singles Laboratory Validation of Chemical Method for Dietary Supplements and Botaical. Aventis Pharma. (2012). Prosedur Tetap IQC Department : Quality Assurance & Quality Control Unit. Jakarta : Aventis Pharma. Aventis
Pharma. (2012). Prosedur Tetap Protokol Validasi Prosedur Pemeriksaan : Quality Control Unit. Jakarta : Aventis Pharma.
Badan Pengawasa Obat dan Makanan. (2006). Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik, Edisi 2006. Jakarta : Badan Pengawasa Obat dan Makanan. Food and Drug Administration. (1999). Guidance for Industry Validstion of Analytical Procedures : Definition an Terminology. Rockville : U.S. Department of Health and Human Services. Harmita. (2004). Petunjuk Pelaksanaa Validasi Metode dan Cara Perhitungannya. Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol I, No.3, Desember 2004, 117-135. ISSN : 1693-9883. ICH. (2005). Validation Analytical Procedures : Text and Methodology Q2(R1). ICH Expert Working Group. U. S. Pharmacopeia. (2013). USP 36-NF 31 U.S. Phsrmacopeia National Formulary Vol. I. Rockvilee : The United States Pharmacopeial Convention.
19 Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
LAMPIRAN
20 Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
Lampiran 1. Data dan hasil perhitungan kadar validasi tablet promethazine teoclate
21 Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
22 Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014
Lampiran 2. Data dan hasil perhitungan impurity validasi tablet promethazine teoclate
23 Laporan praktek…., Verika Astriana Kartika, FFar UI, 2014