Minggu ke 10, 11, 12 Kesehatan Reproduksi Perempuan dan anak, Remaja Kesehatan Reproduksi Perempuan dan anak Kesehatan reproduksi perempuan menyangkut semua hal yang berhubungan dengan keamanan sosial dan fisik perempuan dan anak. Perempuan berhak mendapatkan kesetaraan dalam hal seksualitas manusia dan hubungan gender yang baik. Perlu adanya keseimbangan antara pria dan wanita untuk mencapai dan mempertahankan kesehatan seksual dan mengelola kehidupan reproduksi mereka, hubungan yang seimbang antara pria dan wanita dalam hal hubungan seksual dan reproduksi, termasuk rasa hormat yang penuh terhadap integritas jasmaniah dari tubuh manusia, memerlukan saling menghorati dan kesediaan untuk menerima tanggung jawab terhadap akibat perilaku seksual. Perilaku seksual yang bertanggung jawab, kepekaan dan perimbangan dalam hubungan gender, khususnya bila ditanamkan selama tahun-tahun pembentukan, menambah dan mempromosikan kemitraan yang saling menghargai dan harmoni antara pria dan wanita. Kekerasan terhadap wanita, khususnya kekerasan dalam keluarga dan perkosaan, adalah tersebar luas, dan makin banyaknya jumlah wanita mempunyai risiko terkena AIDS dan penyakit-penyakit yang ditularkan secara seksual sebagai akibat perilaku seksual risiko tinggi pada pihak pasangan mereka. Di sejumlah negara, praktik-praktik membahayakan yang bermaksud untuk mengendalikan seksual wanita telah menimbulkan penderitaan yang besar. Di antaranya adalah praktik mutilasi alat kelamin wanita, yang merupakan pelanggaran hak asasi dan merupakan risiko utama sepanjang hidup bagi kesehatan wanita. Kesehatan Reproduksi Remaja Untuk mengangkat isu-isu kesehatan seksual dan reproduksi remaja, termasuk kehamilan yang tidak diinginkan, aaborsi yang tidak aman, 1 penyakit yang ditularkan secara seksual dan HIV/AIDS, melaluhi promosi perilaku reproduksi dan seksual yang bertanggung jawab dan sehat, termasuk abstinnensi sukarela, dan penyediaan pelayanan yang tepat sena konseling khusus yang cock untuk kelompok usia itu. Untuk mengurangi semua kehamilan remaja
Universitas Gadjah Mada
Kesehatan reproduksi mencakup tiga komponen yaitu:
kemampuan
("ability"), keberhasilan ("succes") dan keamanan ("safety"). Kemampuan berarti dapat bereproduksi. Keberhasilaan berarti dapaat menghasilkan anak sehat yang tumbuh dan berkembang. Keamanan ("safety") berarti semua proses reproduksi termasuk hubungan seks, kehamilan, persalinan, kontrasepsi dan abortus seyogyanya bukan merupakan aktifitas yang berbahaya. Jadi hak reproduksi merupakan hal setiap individu / pasangan untuk mendapatkan : 1. Kemampuan reproduksi 2. Keberhasilan reproduksi 3. Keamanan reproduksi Ada empat pilar utama kesehatan reproduksi 1. "Martenal care" 2. "infant and child care" 3. "prevention and treatment of STDS" 4. "fertility Regulation" ICPD kairo 1994 menyerukan Male responsibilities and partipation, yaitu perlunya keterlibatan dan partisipasi pria dalam program kesehatan reproduksi. Dengan peran kunci yang dimiliki pria terutama dalam mengambil keputusan, pria perlu dimotivasi untuk secara efektif berkomunikasi yang intensif ini memungkinkan terjadinya kesetaraan jender. Dengan begitu, tujuan utama dari rencana aksi ini yaitu meningkatkan persamaan jender dalam setiap segi kehidupan akan tercapai. Termasuk di dalamnya kesetaraan kehidupan di dalam keluarga dan masyarakat, sehingga memungkinkan pria bertanggungjawab dalam perilaku seksual dan reproduksinya termasuk aturan-aturan sosial dan keluarga. Perhatian terhadap pria dalam program kelurga berencana dan kesehatan reproduksi saat ini memang kontras dengan beberapa dekade sebelumnya yang mengabaikan peran pria dalam kedua program tersebut, yaitu dimulai sejak tahun 1960-an ketika ditemukannya pengemban metode kontrasepsi modern untuk wanita. Sejak saat itu sasaran program keluarga berencana dan kesehatan reproduksi adalah wanita dan hanya sedikit perhatian ditujukan pada pria, dan kalaupun ada hanya untuk diagnosis dan perlakuan terhadap STDs. Selain adanya kontrasepsi modern khusus untuk wanita, diabaikannya peran pria dalam program keluarga berencana dan kesehatan reproduksi terjadi karena
Universitas Gadjah Mada
para perencana program menganggap bahwa, (1) wanita mempunyai risiko dan beban kehamilan dan melahirkan; (2) wanita mempunyai perhatian yang sangat besar terutama dalam menjaga kesehatan reproduksinya. Dampak dari perencanaan seperti ini adalah banyaknya klinik yang hanya melayani wanita dan sangat sulit untuk melibatkan pria. Pria hanya diperlakukan sebagai pengantar dan penonton setia jika menemani wanita ke klinik, pria belum dapat memperoleh informasi keluarga berencana atau kesehatan reproduksi yang khusus untuk pria,. Jadi, poliklinik dan posyandu hanya inenawarkan jasa untuk kaum wanita. Ironisnya, pria seringkali dituduh sebagai penyebab terjadinya masalah kesehatan reproduksi wanita. Pelayanan keluarga berencana dan kesehatan reeproduksi hanya ditujukan kepada wanita, tapi kalau ada wanita yang meninggal karena kehamilan dan kelahiran, pria dituduh sebagai biang permasalahan. Pria dituding pria dutuding tidak mempersiapkaan biaya kelahiran dan tidak cepat mengambil keputusan untuk mencari pertolongan sehingga menyebabkan nyawa wanita melayang. Situai seperti ini jelas tidak adil dan mempersulit tercapainya program kesetaraan jender. Menyikapi hal ini, penyelenggara program kesehatan reproduksi mulai mencari cara terbaik untuk meningkatkan pemahaman pria tentang kesehatan reproduksi, mencari cara yang tepat untuk berkomunikasi dengan pria dan membantu pria mengambil bagian secara aktif dan menjadikan pria sebagai partner. Dijiwai oleh pemikiran ini diperkuat rencana program aksi ICPD kairo 1994 maks perhatian terhadap pria mengenai masalah kesehatan reproduksi mulai digalakkan. Drennan (19988) mengatakan bahwa pria menjadi sasaran program kesehatan reproduksi karena (1) pria memiliki peran yang sangat penting dan bahkan sangat dominan dalam mengambil keputusan yang krosial terhadap kesehatan reproduksi wanita,; (2) Spria ternyata sudah mulai lebih tertarik dengan program kesehatan reproduksi dibandingkan dengan yang biasa diasumsikan sebelumnya, namun membutuhkan komunikasi dan pelayanan yang langsung ditujukan kepada pria; (3) pemahaman dan juga pengaruh kekuasaan yang seimbang antara pria dan wanita dapat membantu meningkatkan perilaku reproduksi yang sehat; dan (4) pasangan suami istri yang sering berkomunikasi satu sama lain tentang program keluarga berencana dan kesehatan reproduksi mendapatkan atau menghasilkan keputusan yang lebih sehat dan lebih baik pada saat koplikasi kehamilan/kelahiran.
Universitas Gadjah Mada
Prespektif barn dengan melibatkan pria dalam program keluarga berencana dan kesehatan reproduksi ini muncul dan evolusi pemikiran tentang kesehatan reproduksi ketimbang revolusi sikap dan perilaku. Meskipun program kesehatan reproduksi tidak pernah memberikan perhatian yang banyak pada pria sebagaimana wanita, pada tahun 1980-an sebetulnya sudah mulai ada program kerja dan pemasaran sosial tentang pemakaian kondom untuk menjangkau pria. Program ini tents dilanjutkan, dan bahkan pada dekade 1990-an pemakaian kondom meningkat pada kelompok sasaran pria. Banyak penyedia layanan dan perancang program mulai percaya bahwa mengabaikan pria dan kesehatan reproduksinya adalah strategi yang salah dan tidak memiliki harapa, dengan konsekuensi yang merugikan baik terhadap pria maupun wanita. Kepercayaan inilah yang membuat perhatian dan komitmen untuk melibatkan pria dalam kesehatan reproduksi secar intensif dilakukan selama dekade 1990-an.. Partisipasi pria merupaakan strategi yang dipromosikaan untuk mengurangi beban masalah kesehatan reproduksi yang paling mendesak di dunia saat ini. Denagn meningkatnya penderitaan HIV yang menimpa baik pria maupun wanita di beberapa wilayah di dunia sehingga menyebabkan wabah AIDS telah memfokuskan perhatian pada konsekuensi kesehatan dan perilaku seks pria. Data menunjukkan bahwa minat pria terhadap program keluarga berencan semakin besar di berbagai belahan dunia. Para suami pun telah membuat keputusan bersama dengan istrinya dalam hal keshatan reproduksi. Temuan lain menunjukan bahwa perilaku kesehatan reprodeksi pria siap untuk berubah. Dengan data ini, program khusus kesehatan reproduksi yang ditujukan kepada pria perlu dirancang sedemikian rupa sehinggaa memperoleh mafaat yanga maximal dan seimbang. Beberapa upaya yangditujukan kepada pria sebelum ini diduga terlalulemah atau terlalu singkat dan munjul dari pemahaman yang kurang lengkaptentang motivasi pria, interaksi pasangan suami istri, dan apa yang harus dilakukan pria dalam program kesehatan reproduksi. Dennan (1998) mengidentifikasi program-program yang perlu dilakukan untuk meningkatkan partisipasi dalam kesehatan reproduksi. Beberapa di antaranya adalah (1) mendorong pria untu lebih bertanggujawab terhadap perilaku seksualnya; (2) meningkatkan akses pria terhadap informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi; (3) membanttu pria untuk dapat berkomunikasi dengan pasangannya dan membuat pilihan konttrasepsi secara bersama-sama; (4) menekankan pelayanan kesehatan reproduksi yang di butuhkan pria bersama-samadengan pasangannya.
Universitas Gadjah Mada
Drennan melihat sangat pentingnya komunikasi antara pria dan wanita dalam meningkatkan kesehata reproduksi. Komunikasi antara pasangan suami dan istri dalam keluarga dan komunikasi antara priaa dan wanita di masyarakat luas tentang kesehatan reproduksi menjadi kunci keberhasilan program tersebut. Komunikasi ini akan meningkatkan kesetaraan jender. Gender, peran yang berbeda antara laki-laki dan perempuan di masyarakat dan hak dan kewajiban yang berhubungan dengan peran tersebut, merupakan kekuatan yang sangat besar. Di berbagai negara, peran jender menyulitkan komunikasi pria dan wanita tentang keluarga berencana dan kesehatan reproduksi. Pria seringkali sangat dominan dalam membuat keputusan tetapii mengalami kesulitan yang serius dalam membantu reproduksii wanita. Keterlibatan Suami Dalam Program Save Motherhood Program save mother (keselamatan ibu) mencakup peningkatan kesehatan wanita dan kandungannya pada masa hamil, melahirkan, dan setelah melahirkan. Banyak hal pada program safe motherhood ini yang perlu melibatkan para suami. Semua proses reproduksii ini mengharapkan keterlibatan suami yang sangat banyak dan penting baik selama istrinya hamil, melahirkan, maupun setelah bayi lahir. Uraian berikut adalah bentuk keterlibatan suami dalam program safe motherhood yang dikutip dari drennan (1998). Merencanakan keluarga. Langkah pertama yang harus dilakukan para suami untuk menyukseskan program safe motherhood adalah merencanakan keluarganya. Jumlah kelahiran tertentu dan jarak kelahiran merupakan bagian penting rencana keluarga dalam program safe motherhood Mendukung penggunaan kontrasepsi. Suami dapat menemani istrinya bertemu dengan petugas keluarga berencana. Secara bersama-sama, suami dan istri dapat belajar tenteng ketersediaan metode kontrasepsi, dan memilih salah satu yang terbaik untuk keluarga. Membantu agar wanita hamil dalam keadaann sehat. Ketika istrinya hamil, suami dapat mematikan agar istrmya mendapatkan pelayanan antenatall yang tepat, menyiapkan transportasi atau biaya untuk membayar kunjungan ketempat pelayanan. Suami juga dapat menemani istrinya ke klinik, dimana suami dan istrinya dapat belajar tentang gejala-gejakaa komplikasi kehamilaan.
Universitas Gadjah Mada
Merencanakan pertolongan kelahiran oleh petugas yang terlatih. Suami dapat membantu merencanakan kelahiran oleh tenaga bidan terlatih dan menyiapkan dana untuk membayar bidan terlatih, termasuk biaya kelahiran. Suami juga dapat menyusun waktu yang tepat untuk menyediakan transportasi dan membeli bahanbahan yang diperlukan. Membantu setelah bayi lahir banyak kematian maternal terjadi pada h+3, tiga hari setelah kelahiran, yang berhubungan denagan infeksii. Untuk mengatasi hal itu, suami dapat belajar hal-hal yabg potensial dan siap sedia untuk mencari bantuan, jika terjadi komplikasi postpartum pada istrinya. Prevalensi pemakaian pil KB selama 1991-1997 tidak menunjukan perubahan yang berarti. Kualitas atau kedisiplinan pemakaian alat kontrasepsi pil berdasarkan SDKI 1997 menunjukkan akseptor pil yang dapat menunjukkan kemasan sebanyak 91 persen yang menggunakan pil secara berurutan sebanyak 85 persen dan yang minum pil secara teratur setipa hari sebayak 53 persen. Apbila diamati perkembangannya selama kurun 1991-1997 menunjukkan tingkat kedisiplinan yang hampir tidak berybah. Mutu pemakaian pil terlihat sangat berkaitan erat dengan umur akseptor., yaitu akseptor muda usia 20-24 tahun adalah paling disiplin dan makin tua responden makin kurang disiplin Minum pil. Kedisiplinan pemakaian tertinggi terdapat di
propinsi
aceh
(89
persen).
Propinsi-propinsi
lain
yang
tinggi
tingkat
kedisiplinnannya adalah kalimantan tengah, nusa tenggara barat, kalimantan selatan dan sulawesi selatan. Sedangkan kedisiplinan pemakaian yang terendah dijumpai di propinsi timor-timor (42 persen). Kedisiplinan wanita dalam menggunakan cara kontrasepsi suntikan selama setahun waktu 1991-1997 cenderung meningkat. Hasil SDKI 1977 menunjukkan kedisiplinan mencapai 88 persen dan meningkat menjadi 99 persen pada tahun 1997. Berdasarkan SDKI 1997 tingkat kedisiplinannya sudah tinggi, yaitu mencapai 99 persen, yang merupakan akseptor melakukan suntik ulang secara teratur dan tepat tinggal wanita. Wanita berusia muda dan tinggal di pedesaan menunjukkan kedisiplinan pemakaian yang lebih tinggi di bandingan terhadap wanita lebih tua atau yang tinggal di perkotaan. Berdasarkan tingkat pendidikan, kedisiplinan pemakaian suntikan kurang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan wanita. Kedisiplinan pemakaian kontrasepsi suntikan berdasarkan propinsi sudah tinggi dan tidak menunjukkan variasinya.
Universitas Gadjah Mada