Minggu ke 4 Determinan, Kondisi, Perkembangan Fertilitas di Indonesia Selama periode 1967-1999, tren fertilitas di Indonesia menunjukkan kecenderungan penurunan. Penurunan cepat terjadi selama periode 1967-1984, dan kemudian penurunannya menjadi lambat pada periode 1987-1990. Hal ini diperkirakan ada kaitannya dengan penurunan tingkat kematian bayi. Tingkat kematian bayi cukup tinggi hingga periode tahun tujuh puliuhan dan ini juga diikuti dengan tingginya tingkat kelahiran. Namun demikian tingkat kematian bayi turun secara drastis selama dekade tujuh puluhan dan mulai melambat pada dekade delapan puluhan. Kenyataan ini diperkirakan berpengaruh terhadap tingkat kelahiran. Dimungkinkan dengan menurunnya tingkat kematian bayi, kemudian diikuti dengan penurunan tingkat fertilitas. Jika dilihat menurut propinsi, terdapat variasi fertilitas di Indonesia. Beberapa propinsi menunjukkan tingkat fertilitas yang rendah dengan fertilitas di bawah dua seperti DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali. Sebaliknya beberapa propinsi lainnya mempunyai tingkat fertilitas masih tinggi yaitu propinsi Nusa Tenggara Barat dengan fertilitas hampir tiga. Adanya perbedaan fertilitas antar propinsi ini dipengaruhi oleh kondisi sosial, ekonomi, norma-norma keluarga, dan budaya setempat. Disamping hal tersebut juga dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah tentang program keluarga berencana di Indonesia yang tidak dilakukan serempak tetapi terlebih dahulu dilakukan di Propinsi Jawa dan Bali, barn kemudian Jawa Bali I dan Jawa Bali II. Angka kelahiran yang diinginkan oleh Para wanita sejak SDKI 1994 hingga SDKI 1997 tidak mengalami perubahan yaitu sebesar 2.4 anak. Angka kelahiran total (TTFR) cenderung menurun dari 3.4 anak SPI 87, menjadi 3.02 pada SDKI 1991 , 2.9 pada SDKI 1994 dan 2.8 pada SDKI 1997. Angkaa kelahiran yang diinginkan dalam SDKI 1997 sebesar 2.4 anak, sedangkan angka kelahiran total sebesar 2.8 anak. Dengan demikian sebesar 14 persen kelahiran sesungguhnya tidak diinginkan oleh beberapa wanita. Hasil analisis sederhana ini diketahui bahwa angka fertilitas wanita umur 15-49 tahun di Indonesia periode 1995-1997 telah menurun menjadi 2,78 anak. Angka ini menunjukkan keberhasilan yang bermakna dibanding dengan angka fertilitas pada periode 1967-1970. Dalam periode sekitar 25 tahun angka fertilitas sudah turun sebanyak50%.
Universitas Gadjah Mada
Angka fertilitas menurut propinsi pada umumnya menurun, kecuali tiga propinsi yaitu DKI Jakarta dan DI yogyakarta di wilayah Jawa-Bali. Sedang di wilayah luar jawaBali meliputi propinsi-propinsi sumatera Barat, kalimantan selatan, Riau, kalimantan tengah dan irian jays. Angka fertilitas di bawah dua anak (replacement level) hanya di jumpai DI Yogyakartaa, meskipun terdapat sedikit kenaikan. Rata-rata jarak kelahiran hidup juga menurun dari tahun 1987 ke atas 1997„ yaitu dari 5,4 anak menjadi 7,46 anak. Menurut cakupan wilayah, ternyata wanita di Jawa Bali mempunyai rata-rata anak lahir hidup yang lebih rendah dibanding wilayah lainy. Rata-rata anak masih hidup dari seluruh wanita sebesar 1,97 anak, sedang untuk wanita berstatus kawin sebesar 2,7 anak. Perbedaan jumlah anak masih hidup antara tahunn 1994 dan 1997 tidak begitu berarti. Sedang rata-rata jarak kelahiran anak terakhir pada tahun 1997 adalah 42 bulan. Angka ini meningkat empat bulan dibandingkan tahun 1994. Rata-rata jarak kelahiran menurut cakupan wilayah paling lama adalah Jawa-Baali, yaitu 48 bulan, dan wilayah lainnya sekitar 36 bulan. Rata-rata umur wanita pada saat melahirkan anak pertama adalah 20 tahun. Angka ini tidak mengalami perubahaan jika di bandingkan dengan periode survei sebelumnya. Untuk wanita di Jawa Bali ternyata umur melahirkan anak pertama lebih muda dibandmgkan dengan LJB I dan LJB II, yaitu kurang dari 20 tahun. Pala umur wanita melahirkan anak pertama tidak banya berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Dalam survei ini ditemukan bahwa satu diantara sepuluh wanita umur dari 20 tahun yang pemah melahirkan. Hal tersebut di temui di jawa bali kecuali di DKI Jakarta dan DI Yogyakarta, di LJBB I kecuali di sumatera utara dan Sumatera Barat, dan LJB II kecuati Riau, Timor
Universitas Gadjah Mada
Deferensial Fertilitas Menurut Daerah Berdasarkan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 1997, terdapat variasi fertilitas menurut karakteristik daerah. Daerah Perkotaan secara umum menpunyai tingkat fertilitas lebih rendah dibandingkan daerah perdesaan (TFR 2,40 dibanding 2,98). Hal ini sangat dimungkinkan karena norma keluarga kecil yang telah lebih dahulu diterima masyarakat daerah perkotaan yang lebih maju dalam berbagai hal termasuk dalam mengakses informasi. Menurut karakteristik wilayah Jawa-Bali, Luar Jawa Bali I dan Luar Jawa Bali II, terlihat bahwa program keluarga berencana yang pertama kali dilakukan di Jawa Bali ternyata juga menurunkan fertilitas lebih dulu dibandingkan LJB I dan LJB II yang mengalami program KB belakangan. TFR di Jawa-Bali sebesar 2,57, sedangkan LJB I sebesar 3,10 dan LJB II 3,20. Di semua wilayah baik JB, LJB I, dan LJB II fertilitas daerah perkotaan selalu lebih rendah daripada fertilitas daerah perdesaan. Menurut Pendidikan Jika dilihat menurut pendidikan, semakin tinggi pendidikan wanita usia 15-49 tahun semakin rendah tingkat fertilitasnya. Perempuan yang berpendidikan SD pada umumnya mempunyai anak tiga lebih, dan menurun menjadi kurang dari tiga pada perempuan dengan pendidikan lulus SD. Demikian juga pada perempuan dengan pendidikan sekolah menengah, fertlitas juga lebih rendah dari perempuan dengan pendidikan di bawahnya. Menurut Kelompok Umur Perempuan usia reproduksi yang mempunyai TFR terbesar berdasarkan sensus 1971, 1980,1990, SUPAS 1976, 1985, dan SPI 1987, SDKI 1991 kelompok umur 20-24 tahun. Hal tersebut mengalami pergesaran sehingga dalam SDKI 1994 dan SDKI 1997, terbesar pada kelompok umur lebih tua yaitu 25-29. Hal ini menunjukkan bahwa pada pasangan-pasangan yang lebih muds, nilai-nilai keluarga kecil telah semakin diterima.
Universitas Gadjah Mada
Universitas Gadjah Mada
Universitas Gadjah Mada