Minggu ke 5 dan 6 Keluarga Berencana Berdasarkan data SDKI, Keluarga berencana beberapa hal yang dapat dibahas antara lain adalah tentang tingkat putus pakai (terminasi) ketidak langsungan pemakaian kontrasepsi, alasan terminasi, keinginan pakai dimasa mendatang, serta alat kontrasepsi yang diminati. Berdasarkan data SDKI tingkat putus pakai kontrasepsi setelah setahun pemakaian cenderung meningkat, khususnya pada pemakaian pil dan kondom. Alasan terminasi selama setahun pemakaian juga cenderung meningkat untuk semua kategori alasan yaitu kegagalan alat/obat KB, ingin hamil dan efek samping/masalah kesehatan. Alasan berhenti memakai kontrasepsi dalam kurun waktu 5 tahun menjelang survei tahun 1987, 1991, 1994 dan 1997 cenderung meningkat untuk alasan-alasan kegagalan kegagalan alat/obat KB, efek samping atau kesehatan dan motivasi rendah. Alasan efek samping atau kesehatan banyak ditemukan pada pemakai kontrasepsi hormonal, sedangkan alasan kegagalan alat?obat dan motivasi rendah banyak ditemukan pada pemakaii kontrasepsi non-harmonal. Di antara wanita yang saat survei sedang tidak memakai kontrasepsi hanya adaa 41 persen yang ingin memakai salah satu alat kontrasepsi di masa mendatang. Wanita yang pernah menggunkan kontrasepsi lebih berminat memakai kontrasepsi di masa mendatang dari pada wanita yang belum pernah memakai kontrasepsi. Ingin punya anak merupakan alasan utama mengapa wanita tidak memakai kontrasepsi. Proporsi wanita yang menyatakan alasan ini cenderung meningkat demikian halnya dengan alasan karena efek samping dan kesehatan. Alasan tidak pakai kontrasepsi yang berhubungan dengan kelahirang lebih banyak dikemukakan oleh wanita yang berumur tua (30 tahun ke atas). Sebaliknya alasan karena suami tidak setuju lebih banyak di temuhi pada wanita muda (dibawah 30 tahun). Minat terhadap pemakaian alat kontrasepsi hormonal khususnya suntikan dan impalnt cenderung meningkat dari tahun 1987 hingga 1997. Sedangkan minat terhadap kontrasepsi non hormonal cenderung berkurang, khususnya IUD dan sterilisasi. Sebagai mana diketahui bahwa seseorang akan berhenti memakai alat kontrasepsi hanya ada satu alasan yang bisa diperhitungkan. Empat alasan putus pakai kontrasepsi
Universitas Gadjah Mada
yang akan diidentifikasi dalam analisa ini adalah: (1) kegagalan alat/obat (hamil ketika memakai kontrasespsi), (2) ingin hamil, (3) efek samping atau kesehatann, dan (4) alasan lainnya Topik yang tidak kalah penting adalah kegiatan KIE-KB secara umum dan penyampaian informasi mengenai KB yang dilaksanakan melaluhi berbagai media, serta petugas yang di anggap cocok untuk menyampaikan pesan-pesan KB tersebut. Informasi mengenai KIE-KB dikumpulkan dalam SDKI 1997 melaluhi 288.810 sampel wanita pernah kawin dan 26.885 wanitaa berstatus kawin berumur 15-49 tahun dari seluruh propinsi di Indonesia. Beberapa temuan SDKI yang dapat dikemukakan antara lain adalah bahwa, tv merupakan media penyampai informasi yang paling banyak di manfaatkan oleh wanita. Media berikutnya adalah radio, dan yang terlihat kurang di manfaatkan adalah koran. Proporsi wanita yang memanfaatkan ketiga jenis media sekaligus masiih relatif rendah. Wanita yang tergolong muds (dibawah 35 tahun), lebih memanfaakan ketiga jenis media masa tersebut di bandingkan dengan kelompok wanita yang berumur lebih tua. Pemanfaattan koran/surat kabar maupun TV sebagai penyampai informasi nampak lebih tinggi di perkotaan. Pemanfaatan radio balk oleh wanita di Perkotaan maupun di pedesaan proporsinya hampir tidak berbeda. Proporsi wanita yang mendengar pesan KB hanya melaluhi TV nampak paling banyak di bandingkan dengan proporsi wanita yang mendengar dan melihaat melaluhi radio dan TV sekaligus atau dengan yang hanya mendengar melaluhiradio. Pesan KB melaluhi radio lebih banyak didengar oleh wanita pedesaan, sebaliknya pesan KB melaluhi TV maupun keduanya (radio dan TV) lebih banyak di dengar dan dilihat oleh wanita perkotaan. Penerimaan pesan KB melaluhi koran/majalah, poster maupun leaaflet secara umum masih relatif sedikit. Wanita di luar jaws bali II tercatat paling banyak menerima pesan KB melaluhi koran atau majalah. Ketidak adaan media cetak sebagai penyampai informasi lebih banyak dirasakan oleh wanita yang berpendidikan rendah maupun yang tidak sekolah. Pesan-pesan KB yang di sampaikan melaluhi ketiga media cetak ( koran, poster maupun leaflet) lebih banyak di terima oleh wanita yang berpendiddikan tinggi.
Universitas Gadjah Mada
Petugas yang di anggap cocok untuk menyampaikan pesan-pesan KB oleh sebagian besar wanita adalah bidan, petugas KB dan dokter. Proporsi wanita yang beranggapan demikian cenderung meningkat pada SDKI 1997. Kemandirian KB Kemandirian KB dapat di amati dari berbagai aspek dalam tulisan ini aspek yang diminati adalah pengetahuan wanita tentang KB mandiri, tepat pelayanan KB dan biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan pelayanan tersebut. Sumber pelayanan KB melaluhi jalur pemerintah dan jalur lain cenderung turun selama periode 1991 hingga 1997. Sebaliknya sumber pelayanan jalur awasta mengalami peningkatan. Meskipun cenderung turun, puskesmas pembantu merupakan sumber pelayanan KB pemerintah yang paling disukai. Di jalur swasta bidan praktek swasta merupakan tenaga pemberi pelayanan yang paling disukai peserta KB. Sementara itu di antara sumber pelayanan di jalur lain, posyandu merupakan tempat yang paling banyak di kunjungi, walaupun proporsinya cenderung terus menurun selama periode 1991 hingga 1997. Secara umum, propinsi wanita yang membayar pelayanan KB di tiga sumber pelayanan cenderung meningkat. Berdasarkan masing-masing metode yang di gunakan, proporsii wanita yang membayar di tiga sumber pelayanan meningkat untuk hampir semua jenis kontrasepsi. Biaya pelayanan KB selama kurtm waktu 1991 hingg 1997, cukup bervariasi menurut sumber pelayanan. Biaya pelayanan di jalur pemerintah dan jalur lain terus meningkat, sedangkan di jalur swasta nampak berfluktuasi yaitu meningkat pada tahun 1994, kemudian turun padaa tahun 199997. Secara nasional, pembiyaanpelayanan KB pada tahunn 1997, jalur swasta nampak lebih rendah dibandingkan dengan pembiyayaan dijalur pemerintah. Hal ini disebabkan oleh proporsi peserta kontap wanita yang jauh lebih besar dilayani di jalur pemerintah. Selain itu, biaya pelayanan untuk setiap metode kontrasepsi tampak lebih rendah di jalur pemerintah dan pada jalur swasta.
Universitas Gadjah Mada
Secara nasional pembiyayaan pelayanan KB pada tahun 1997 di jalur swasta nampak lebih rendah di bandingkan dengan pembiyayaan di jalur pemerintah (Rp 21.179 dengan Rp 119.883). hal ini disebabkan oleh proporsi peserta kontap wanita yang jauh lebih besar dilayani di jalur pemerintah. Temuan dalam analisis ini antaral ain menunjukkann bahwa kecenderungan pemakaian kontrasepsi di Indonesia sejak tahun 1976 sampai dengan tahun 1997 terlihat meningkat. Kenaikan yang cukup tajam terjadipada periode tahun 1976-1987. Metode kontrasepsi moderen pada tahun 1997 di pakai oleh 54,7 persen wanita kawin, sedangkan metode tradisional hanya di pakai oleh sebagian kecil dari mereka (2,7 persen). Pemakaian kontrasepsi saat ini didominasi oleh metode suntikan, menyusul pil dan IUD. Tingkat pemakaian kontrasepsi yang tertinggi terdapat pada kelompok umur 30-34 tahun, sedangkan tingkat pemakaian kontrasepsi moderen tertinggi pada kelompok umur 25-29 dan 30-34 tahun. Di samping itu proporsi wanita kawin diperkotaan yang memakai cara KB modern maupun tradisional. Sementara itu, dikalangan wanita yang berpendidikan tinggi cenderung memakai cam yang lebih matap, seperti IUD suntikan dan kontrasepsi mantap (kontap) wanita. Metode suntikan adalah metode terbanyak yang di gunakan oleh wanita kawin di wilayah jawa-bali, namun di wilayah luar jawa-bali I sebagian besar propinsi masih diddominasi oleh pemakai pil. Temuan lainnya yang menarik adalah peserta KB pada usia 30-34 yang memilih sterelisasi mempunyai proporsi yang tertinggi (39persen). Namun demikian, median umur pada waktu memilih sterilisasi tidak terjadi peningkatan dari keadaan tahhun 1994, yaitu tetap sekitar 31 tahun. Pengetahuan wanita tentang alat/cara/metode KB dan sumber pelayanannya sudah tiggi dan memperhatikan kecenderangan meningkat dalam kurun waktu 19911997. Peningkatan terutama terjadi pada pengetahuan metode susukk KB dan suntikan KB serta pengetahuan mengenai sumber pelayanan metode tersebut. Wanita lebih banyak mengetahui tentang sumber pelayanan/ penyediaan slat/ cara KB dari fasilitas pemerintah di bandingkan dan sektor swasta maupun dari jalur masyaraka. Pengetahuan mengenai sumber pemerintah terutama adalah puskesmas yang menyediakan atau melayani hampir semua jenis kontrasepsi kecuali kontap pria dan wanita. Di sisi lain pengetahuan tetang sumber penyediaan/pelayanan alat / cara KB dari jalur swasta yang lebih banyak di kenal wanita adalah bidan praktek swasta.
Universitas Gadjah Mada
Di antara beberapa karakteristik Tatar belakang wanita, pendidikan merupakan variabel yaang mempunyai hubungan positif dengan pengetahuan wanita tentang suatu cara/alat KB dan sumber pelayanan. Wanita berpendidikan tinggi lebih banyak mengetahui cara/alat KB serta sumber pelayanan dibandingkan pada wanita berpendidikan rendah. Pengetahuan wanita mengenai KB LIBI di tahun 1997 juga menunjukan lebih balk dari pada keadaan pada survei SDKI sebelumnya (SDKI 19911, SDKI 11994). Namun demikian secara kwalitas pengetahuan mereka tentang arti tanda LIBI belum nenunjukkan kenaikan yang bermakna. Pengetahuan
KB
LIBI
berdasarkan
propinsi
menunjukan
bahwa
persentase yang tinggi terdapat di DKI jakarta, DI Yogyakarta, kalimantan timer, Bali dan Sulawesi Utara. Sedangkan propinsi yang rendah di jumpai di propinsi Timor-Timur, Nusa Tenggara Timur dan DI Aceh, dengan angka di bawah 30 persen. Propinsi-propinsi dengan pencapaian pengetahuan KB LIBI yang rendah ini lebih memerlukan perhatian dari pars pengelola untuk lebih mengingatkan KIE nya. Walaupun terjadi peningkatan, secara umum pengetahuan wanita tentang KB LIMAS relatif masih rendah. Kwalitas pengetahuan LIMAS juga demikian, ditunjukkan oleh relatif tingginya proporsi wanita yang tidak mengetahui maksud tanda LIMAS, yang tinggi banyak pencapaian KB pengetahuan KB LIBI yang tinggi, maka pengetahuan LIMAS yang tinggi banyak ditemui di propinsi-propinsi luar jawa, yaitu kalimantan tengah, kalimantan selatan, irian Jaya, bengkulu dan bali. Proporsi wanita yang menginginkan segera mempunyai anak lagi cenderung meningkat bila di banding dengan periode survei sebelumnya, yaitu dari 10 persen pada SPI 1987, menjadi 13 persen pada SDKI 1991, kemudian meningkat lagi 14 persen pada SDKI 1994 dan terakhir meningkat 16 persen pada SDKI 1997. Sebaliknya, bila di bandingkan dengan SPI 1987 dengan SDKI 1997, proporsi wanita yang menginginkan anak lagi setelah kurun waktu dua tahun mengalami penurunan dari 27 menjadi 25 persen.
Universitas Gadjah Mada
Proporsi wanita yang mengaku tidak ingin anak lagi juga mengalami sedikit penurunan dari. 15 persen pada SPII 1987 menjadi 46 persen pada SDKI 1997, meskipun padaa SDKI 1991 maupun SDKI 1994 pernah mengalami sedikit peningkatan. Semakin banyak anak hidup yang memiliki oleh seorang wanita, semakin besar kecenderungan mereka untuk tidak menambah anak lagi.. wanita yang tinggal di perkotaan cenderungtidak menginginkan anak lagi di bandingkan dengan rekan-rekannya yang tinggal di pedesaan. Wanita yang tidak berpendidikan maupun yang tidak tamat SD cenderung tidak menginginkan anak lagi
dibandingkan dengan wanita yang
berpendidikan lebih tinggi. Demikian halnya dengan pars wanita yang tinggal di wilayah Jawa-Bali juga cenderung tidak menginginkan anak lagi dibandingkan dengan wanita tinggall di LJB-H maupun LJB-II.Rata-rata jumlah anak ideal yang di inginkan oleh wanita cenderung menurun sejak dari SPI 19887 hingga SDKI 1994 daan SDKI 1997, yaituu dari 3.22 menjadi 3.1 dan 2.9 anak.Rata-rata jumlah anak ideal wanita di pedesaan lebih besar di bandingkan dengan wanita di perkotaan (3.0 di bandingkan 2.8 anak ). Rata-rata jumlah anak ideal yang di inginkan oleh wanita di jawa Bali cenderung kecil di bandingkan dengan wanita yang berada di LJB-II maupun LJB-1I (2.7 dibanding 3.4 dan 3.3 anak). Minggu ke 8 Kebutuhan KB tidak Terpenuhi Kebutuhan KB yang tidak terpenuhi telah menurun sekitar 2 persen pada SDKI 1997. Wanita yang berada di wilayah LJB-I maupun LJB-H, lebih tidak terpenuhi kebutuhan KB nya di bandingkan dengan wanita yang beradaa di wilayah Jawa-Bali. Kebutuhan KB yang tidak terpenuhi cenderung lebih banyak ditemuhi pada kelompok wanita muda, yang sebagian besar bertujuan menjarangkan kelahiran. Proporsi wanita yang merencanakan kelahiran anaknya dengan cenderung meningkat dari 77 persen padaa SDKI 11991 menjadi 822 persen pada SDKI 1994 dan 83 persen pada SDKI 1997. Sebaliknya, wanita yang merencanakan kelahiran kemudian, cenderung turun dari 16 persen pada SDKI 1997 menjadi 10 persen pada SDKI 1994 dan 9 persen pada SDKI 1997. Sekitar 10 persen kelahiran ketiga tidak dikehendaki, dan sebesar 24 persen kelahiran ke empat dan seterusnya tidak mereka inginkan.
Universitas Gadjah Mada
Universitas Gadjah Mada