ENERGI Energi Bahan Pangan Energi adalah kapasitas untuk mengerjakan sesuatu untuk mengerjakan sesuatu kegiatan dan dalam hal ini energi mengalami transformasi menjadi jenis energi yang sesuai dengan jenis kegiatannya. Misalnya energi listrik untuk merangsang simpul saraf, energi mekanik untuk kontraksi otot, energi kimia untuk proses anabolisme dan katabolisme, Baik dalam keadaan diam (istirahat) ataupun dalam keadaan bekerja, organ-organ dalam tubuh tetap melakukan kegiatan; misalnya paru-paru, jantung dan pencernaan makanan. Dengan demikian, kebutuhan tubuh akan energi ditentukan oleh kegiatan atau aktivitasnya diluar kebutuhan dasar, yaitu energi untuk melangsungkan proses hidup dalam tubuh.
1. Pengukuran Energi Panas yang dihasilkan dari pencernaan makanan dinyatakan sebagai kilo kalori (Calori, K Cal), yang didefinisikan sebagai panas yang diperlukan untuk kenaikan suhu 1 kg air 1°C, yaitu dari 15°C sampai 16°C. Dapat pula panas ini dinyatakan dalam Joule yaitu usaha yang dilakukan untuk memindahkan satu titik dengan gaya sebesar satu Newton sejauh satu meter searah dengan gayanya; 1 Kalori = 4,186 x 103 Joule. Nilai kalori bahan makanan dapat ditentukan dengan membakarnya dalam "Bomb Calorimeter", yang disebut demikian karea alat ini dinyalakan dengan sebuah sumbu (fuse) seperti pada bom jika digunakan. "Bomb Calorimeter" digunakan untuk mengukur panas yang dihasilkan dari pembakaran bahan makan dengan cara memasukkan bahan makanan ke dalamnya dan seluruh ruang dalam kalorimeter diisi oksigen. Dengan menyalakan sumbunya, bahan makanan akan "terbakar" dan menaikkan suhu air sekeliling kalorimeter. Karena suhu mula-mula dan volume air diketahui, maka panas yang dihasilkan bahan makanan itu dapat dihitung. Panas yang dihasilkan suatu zat makanan yang dihitung dengan menggunakan kalorimeter dimana dinamakan nilai panas fisik (physical fuel value) yang selalu lebih besar dibandingkan nilai panas yang dihasilkan jika zat
Universitas Gadjah Mada
tersebut mengalami oksidasi atau pemecahan dalam tubuh yang disebut nilai panas fisiologis (physiological fuel value). Pengukuran panans (kalorimeter) pada pokoknya didasarkan atas dua prinsip yaitu pengukuran kehilangan panas dari suatu substansi (direct calorimetry) dan panas yang dihasilkan dari proses pertukaran gas (in-direct calorimetry). Untuk mengukur panas yang dihasilkan benda mati, "direct calometry" lebih mudah dibandingkan dengan mengukur panas yang dihasilkan atau dikeluarkan oleh tubuh binatang atau manusia. Hal ini disebabkan karena pada pengukuran panas yang berasal dari manusia misalnya, harus diperhitungkan pula "sensible heat' yang dikeluarkan tubuh, panas latent uap air yang keluar dari paru-paru dan panas pembakaran dari urine dan feces. Pengukuran panas secara "Indirect calorimetry" menyatakan perhitungan panans yang dihasilkan pada proses pertukaran gas yaitu O2 yang dikonsumsi dan CO2 yang dihasilkan. Pertukaran gas ini diukur dengan "respiratory calorimeter". Perbandingan antara CO2 yang dihasilkan dengan O2 yang dikonsumsi disebut kuosien respirasi (R.Q). Panas respirasi diperhitungkan menurut juga O2 yang dikonsumsi, CO2 yang dikeluarkan dan perbandingan keduanya (R.Q). "Respiratory Quotien" atau kuosien respirasi masing-masing senyawa berbeda-beda, besarnya tergantung pada banyaknya O2 dalam molekul senyawa tersebut. Zat mengandung jumlah O2 lebih banyak, memerlukan oksigen lebih sedikit untuk mengoksidasinya dengan sempurna. Senyawa karbohidrat mempunyai R.Q = 1,0 karena jumlah molekul oksigen yang diperlukan untuk oksidasi sama dengan jumlah molekul CO2 yang dihasilkannya. Ini terlihat pada persamaan reaksi sebagai berikut: N(C2H12O6) + 6n O2
———> 6n CO2 + 6n H2O
6n CO2 R.Q = ----------- = 1 6n O2 Senyawa lipida, dalam hal ni tristearin, teroksidasi menurut persamaan reaksi:
Universitas Gadjah Mada
2CH57Oio+ 163 O2
————> 114CO2+ 110H2O 114CO2
sehingga R.Q-nya = ------------- = 0,7 163 O2 Perhitungan R.Q untuk protein lebih rumit lagi dibandingkan karbohidrat dan lemak karena protein umumnya tidak teroksidasi sempurna dan CO2 serta O2 yang dihasilkan dikeluarkan bersama urine. Jika diperhitungkan maka perbandingan CO2 yang dihasilkan dan O2yang diperlukan adalah 1 : 1,2 hingga R.Q protein = 0,80. Dengan demikian meskipun untuk masing-masing senyawa didapat nilai R.Q yang berbeda-beda, namun untuk diet yang terdiri atas berbagai zat penyusun makanan R.Q umumnya diperhitungkan sebesar 0,85. jika suatu diet mempunyai R.Q = 1,0 maka dapat diasumsikan bahwa diet tersebut sebagian besar terdiri atas karbohidrat. Contoh: Volume O2 yang digunakan 14,4 I/jam Volume CO2 yang dihasilkan 12,0 I/jam 12,0 Maka R.Q = ----------- = 0,83 14,4
2. Nilai Energi Bahan Makanan Panas pembakaran senyawa karbohidrat, lemak dan protein ternyata tidak sama. Energi yang dihasilkan oleh sukrosa sebesar 3,96 kcal/gram, pati 4,23 kcal/gram, protein 5,65 kcal/gram dan lemak mentega 9,21 kcal/gram, sedang lemak binatang 9,48 kcal/gram. Dalam praktek, berlaku nilai energi ratarata bagi masing-masing senyawa yaitu: karbohidrat 4,15 kcal/gram, lemak 9,4 kcal/gram dan protein 5,65 kcal/gram. Nilai energi bahan makanan ini tidak berarti sama dengan jumlah energi yang dapat digunakan oleh sel untuk keperluan metabolismenya karena di dalam sel tidak selalu tersedia senyawa dalam bentuk dioksidasi hingga sebagian energi harus digunakan untuk
Universitas Gadjah Mada
mengubahnya menjadi senyawa yang siap dioksidasi. Dalam pencernaan makanan, tidak seluruh energi diserap oleh usus. Hal ini berarti sebagian energi tidak dapat digunakan dan dikeluarkan dari tubuh melalui urine dan tinja. Banyaknya energi yang digunakan oleh tubuh tergantung pada nilai cerna makanan (digestibility). Umumnya Coefisient of digestibility (=nilai cerna) makanan cukup tinggi untuk rata-rata 97% untuk karbohidrat, lemak 95% dan protein 92%. Didalam metabolisme sel, karbohidrat dan lemak yang diserap dapat dioksidasi menjadi CO2 dan H2O secara sempurna, tetapi protein tidaklah demikian. Dalam sistem biologi, urea, asam urat, kreatinina dan senyawa-senyawa nitrogen yang berasal dari metabolisme asam amino tidak dirubah menjadi energi sehingga dikeluarkan melalui urine.
3. Kebutuhan Energi Cara menentukan kebutuhan tubuh akan energi pada pokoknya didasarkan pada energi yang diperlukan, termasuk kehilangan baik dalam bentuk "heat loss" dan pertukaran gas. Kebutuhan tubuh akan energi dipenuhi energi kimia yang bersal dari proses oksidasi makanan. Energi kimia ini mengalami transformasi menjadi energi mekanis dan dalam transformasi ini energi tersebut tidak semuanya diubah dengan sempurna, sebagian hilang sebagai panas. Dalam keadaan istirahat, penggunaan energi terjadi dalam bentuk pengeluaran panas tetapi dalam keadaan bekerja selain pengeluaran panas karena proses-proses dalam metabolisme juga banyaknya kerja yang dilakukan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan energi adalah: a. Metabolisme basal b. Effek kalorigenik makanan c. Kegiatan fisik a. Metabolisme basal Yaitu
kebutuhan
melangsungkan
zat
gizi
minimal
yang
diperlukan
untuk
proses metabolisme dalam tubuh. Ini meliputi
kebutuhan untuk aktivitas metabolisme seperti respirasi, denyut jantung, mempertahankan suhu badan, kerja otak dan alat-alat pencernaan makanan dan lain-lain. Energi yang diperlukan pada waktu istirahat
Universitas Gadjah Mada
disebut energi metabolisme basal (Basal Metabolite). Faktor-faktor yang mempengaruhi metabolisme basal adalah: a) umur, b) jenis kelamin, c) kehamilan, d) perbedaan ras, e) kondisi pathologis, f)
ukuran komposisi tubuh
b. Pengaruh kalorigenik makanan Setelah makanan masuk kedalam mulut, ke saluran pencernaan, panas yang dihasilkan oleh tubuh meningkat diatas tingkatan yang dihasilkan pada saat istirahat. Gejalanya dinamakan "Specific dynamic Effect" dari makanan. Panas yang dihasilkan setelah seseorang mengkonsumsi protein ternyata lebih besar dibandingkan dengan karbohidrat atau lemak; (protein 30 %, karbohidrat 5 %, lemak 6 %). Dalam diet campuran yang terdiri dari berbagai zat penyusun makanan, efek kalorigenik yang terjadi sebesar 6 % dari nilai energi bahan makanan yang masuk. c. Aktivitas/kegiatan seseorang Kegiatan fisik merupakan suatu kerja eksternal dari tubuh yang dapat mempercepat kerja internal dan juga meningkatkan laju metabolisme. Ukuran tubuh sangat menentukan banyaknya energi yang melakukan kegiatan, demikian juga kualitas gerakan. Gerakan organ tubuh memerlukan energi yang lebih sedikit dibandingkan gerakan seluruh tubuh.
4. Neraca Energi (keseimbangan energi) Keseimbangan antara energi yang diperoleh tubuh dan energi yang digunakan untuk berbagai kegiatan merupakan keadaan ideal yang sukar dicapai. Hal ini disebabkan karena sangat sulit menentukan kebutuhan energi yang tepat bagi seseorang karena terlalu beraneka ragam faktor yang bekerja. Faktor-faktor ini dapat berupa faktor-faktor umum (umur, ukuran tubuh) dan faktor khusus seperti temperamen seseorang, kebiasaan dan cara dalam
Universitas Gadjah Mada
melakukan kegiatan. Dengan demikian untuk menentukan kebutuhan energi diperlukan waktu yang cukup lama, bukannya hanya satu hari atau dua hari agar hasilnya mendekati kebenaran. Jika energi yang masuk kedalam tubuh lebih besar (berarti neraca bergerak ke arah positif) maka akan terjadi pertambahan berat seseorang. Sebaliknya jika energi yang masuk kurang (keseimbangan negatif) dari yang diperlukan maka terjadi pengurangan berat badan. Hal ini disebabkan karena sebagian penyusun tubuh terutama lemak dibutuhkan sebagai sumber kalori tambahan. Ada sebagian orang yang dapat dengan mudah mengatur keseimbangan energinya misalnya mengatur makanan yang dimakan sehari-hari, tetapi ada kalanya pengaruh pengaturan makanan ini tidak segera
terlihat
hasilnya
hingga
berminggu-minggu.
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi nafsu makan seseorangpun juga banyak sekali dan belum dapat diterangkan dengan jelas, hal ini menyebabkan masalah keseimbangan energi belum dapat diatur dengan tepat.
5. Berat Tubuh Ideal Tubuh manusia adalah mesin biologis yang memerlukan energi bahan pangan untuk kegiatan-kegiatannya. Jika jumlah energi yang masuk ke dalam tubuh lebih besar, dan energi yang diperlukan untuk kegiatannya, energi yang disimpan dalam bentuk lemak. Jika sebaliknya, lemak yang terdapat pada jaringan dibakar sebagai sumber tenaga. Dengan demikian jika seseorang banyak makan akan menjadi gemuk, sebaliknya jika makan terlalu.sedikit akan makin kurus. Jika seseorang berat badannya tetap untuk suatu periode waktu maka dapat dikatakan nilai energi makanan yang dionsumsi sama dengan energi yang dikeluarkan untuk kegiatannya. Berat tubuh ideal = berat badan - tinggi badan - 10 % Berat tubuh normal = tinggi badan - berat badan
6. Nafsu Makan dan Kegemukan Nafsu makan seseorang ditentukan oleh keadaan orang itu sendiri dan faktor-faktor
pada
lingkungannya.
Salah
satu
organ
yang
diketahui
mempengaruhi nafsu makan adaiah Hypothalamus yaitu suatu organ di bawah
Universitas Gadjah Mada
otak. Hypothalamus akan bekerja pada setiap keadaan yang berhubungan dengan tersedianya zat-zat makanan dalam darah atau rangsangan lain yaitu: a. Rangsangan kimia; tingkat kandungan asam lemak dan glukosa dalam darah. b. Rangsangan saraf; kontraksi alat pencernaan. c. Thermal stimulus; suhu darah. Ini ditunjukkan dengan beberapa fakta antara lain: makanan yang manismanis sebelum makan mengurangi rasa lapar, kontraksi perut menunjukkan rasa lapar, dalam keadaan panas badan tinggi nafsu makan kurang. Jadi hypothalamus
adaiah
pengatur
nafsu
makan.
Pada
gejala
kegemukan
didapatkan fakta bahwa hypothalamus tidak berhasil mengatur nafsu makan dengan baik. Faktor lain yang mempengaruhi nafsu makan adaiah faktor psikologis. Kelenjar endokrin yang menghasilkan hormon sangat dipengaruhi keadaan psikologis
seseorang.
Misalnya;
aliran
cairan
pencernaan
tidak
hanya
dipengaruhi kenampakan, rasa dan bau tetapi juga pikiran kita membayangkan makanan itu. Kegemukan; yaitu keadaan tubuh yang mengandung kelebihan lemak terlalu banyak. Kegemukan disebabkan karena terlalu banyak makan hingga energi yang masuk lebih besar dari energi yang diperlukan untuk proses-proses metaboiisme dan kegiatan sehari-hari. Ada beberapa faktor yang dapat dikelompokkan sebagai penyebab kegemukan, yaitu: 1) Sifat yang diwariskan yaitu sebagaimana bentuk tubuh orang yang menurunkan orang itu. 2) Kondisi hormonal yaitu dapat berupa aktivitas hipothalamus yang berlebihan, kelenjar endokrin menghasilkan hormon lain yang merusak kesetimbangan hormonal alamiah dalam tubuh. 3) Psikologis; seseorang dapat menderita gangguan psikologis sehingga terjadi ketidakseimbangan hormonal yang mempengaruhi hipothalamus dan orang menjadi kegemukan. 4) Kondisi sosial ekonomis; lingkungan masyarakat dimana mereka hidup, posisi seseorang dalam lingkungan sosialnya dan mencari makanan yang
Universitas Gadjah Mada
dikonsumsinya dapat mempengaruhi kegemukan. 5) Latihan yang dikerjakan, seseorang cukup menjalani latihan untuk menjaga keseimbangan energi akan cenderung tidak kegemukan. Beberapa keadaan yang dapat dikatakan sebagai akibat kegemukan yang merugikan adalah: a. Kematian yang lebih awal; menurut data statistik orang yang berlebihan berat tubuh tidak berumur lebih panjang daripada saat berat tubuhnya ideal. Misalnya: seseorang berusia 45 tahun yang kelebihan berat sebanyak 10 kg dapat diperkirakan berumur % dari umur orang yang mempunyai berat ideal, b. Serangan penyakit jantung koroner; kegemukan hampir selalu berkaitan dengan kenaikan kandungan Cholesterol dalam darah dan juga penyakit jantung koroner. c. Pada ibu hamil kegemukan lebih mudah mengalami berbagai komplikasi. d. Hal lain yang dapat diderita orang kegemukan: tekanan darah tinggi, penyakit ginjal, diabetes dan hernia. Sebaliknya orang yang kegemukan tidak terserang tuberkolosis. e. Kesulitan psikologis yang dapat karena kurang bahaya dan perasaan tertekan. Untuk menurunkan berat badan orang yang kegemukan dapat dilakukan beberapa usaha yaitu memilih dengan cermat jenis makanan dan nilai energinya dan memakan makanan yang berenergi rendah seperti sayuran.
Universitas Gadjah Mada