8) Bahan Organik Tanah (BOT) 8.1) Definisi Bahan organik di dalam tanah diperoleh dari sisa tanaman dengan berbagai tahap dekomposisi. Bagian tanaman di atas tanah (phytomass) biasanya dikeluarkan dari pengertian bahan organik tanah, tetapi akar hidup dimasukan ke dalam BOT. Batasan berikut ini akan dianut dalam pembahasan berikutnya. Bahan organik tanah (BOT): bahan organik mengandung C-alami hidup atau mati, tetapi tidak termasuk batubara (charcoal) Phytomass: bahan tanaman yang berada di atas tanah, biasanya hidup tetapi dapat juga mencakup pohon mati. Biomassa mikrobia (microbial biomass): populasi mikroorganisme hidup Sampah sisa organik (litter): terdiri atas tanaman mati dan kotoran hewan pada permukaan tanah Bahan organik makro (macro organic matter): fragmen organik dari segala sumber yang berukuran > 250µm (biasanya kurang terdekomposisi dibanding humus). Karbon
organik
(organic
carbon):
kandungan
karbon
biasa
digunakan
untuk
menggambarkan jumlah bahan organik di dalam tanah. Bahan organik = 1.724 x persen karbon organik. Humus: bahan yang tetap berada di dalam tanah setelah pemisahan bahan organik makro (biasanya bahan ini telah mengalami transformasi intensif baik secara fisik maupun biokimia sebagai hasil proses pembentukan tanah) Asam humat (humic acid) bahan amorf berwama gelap yang dapat diekstrak dari tanah dengan berbagai pelarut seperti basa kuat, garam netral dan tidak larut dalam asam encer. Hal ini menunjukkan bahwa asam humat mengandung terutama grup fungsional masam (acidic functional group) seperti phenolik atau grup karboksilik. Asam humat terdiri atas molekul dengan berat molekul berkisar 20 000 s/d 1 360 000. Asam fulvik (fulvic acid): bagian bahan organik yang setelah asam humat diekstraksikan dengan basa kuat tetap berada di dalam larutan. Ini menunjukkan bahwa asam fulvik mengandung grup fungsional masam dan basis karena bahan ini tetap berada dalam larutan setelah pemasaman. Asam fulvik terdiri atas molekul organik dengan berat molekul berkisar antara 275-2100. Asam ini dianggap produk pembusukan tanaman tinggi dan residu mikrobia. Humin: fraksi tidak larut dalam basa kuat Siklus karbon (carbon cycle): menggambarkan bagaimana karbon tersirkulasikan melalui atmosfer, biosfer, pedosfer, dan hidrosfer. Bahan organik mati tanah dikolonisasi oleh mikroorganisme yang memperoleh energi untuk pertumbuhannya dan dekomposisi oksidatif kompleks molekul organik. Dekomposisi adalah peruraian biokimia dari mineral Universitas Gadjah Mada
65
dan bahan organik. Selama dekomposisi, unsur anorganik dibebas dari ikatan organik, proses ini disebut mineralisasi. Sebagai contoh: N- dan P-organik termineralisasikan menjadi NH4+ dan H2PO4-, dan C diubah menjadi CO2. Sebagian C yang digunakan oleh mikroorganisme sebagai penyusun sel disebut immobilisasi dan dibebaskan setelah mikroorganisme mati. Humifikasi adalah pembentukan humus dari bahan organic
Universitas Gadjah Mada
66
Perubahan Iklim Global (Global climate change) Bahan organik merupakan tandon utama karbon di biosfer, diperkirakan di dunia terdapat sekitar 1400 x 1015 g karbon, secara kasaran lebih kurang dua kali lipat CO2 atmosfer. Bahan organik berfungsi ganda , yaitu merupakan sumber dan penyerap karbon selama perubahan lingkungan global. Perubahan iklim akan mempengaruhi kecepatan akumulasi dan dekomposisi karbon di dalam bahan organik tanah (BOT), baik langsung melalui perubahan temperatur dan kelengasan tanah atau secara tidak langsung lewat perubahan dalam pertumbuhan tanaman dan deposisi jaringan tumbuhan pada rhizosfer. Faktor lain adalah dalam hal penggunaan dan pengelolaan tanah yang mungkin justru mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap akumulasi dan dekomposisi BOT. 8.2) Faktor-Faktor yang mempengaruhi kandungan BOT Besarnya kandungan bahan organik tanah adalah fungsi dari faktor-faktor pembentuk tanah. Jenny (1930) melaporkan bahwa pada tanah geluhan di Amerika Serikat pengaruh faktor pembentuk tanah terhadap kandungan bahan organik mengikuti urutan sbb: iklim ~~ vegetasi ~~ topografi, bahan induk ~~ waktu 8.2.1) Iklim Universitas Gadjah Mada
67
Iklim e.g. curah hujan dan temperatur mempengaruhi jumlah dan tipe vegetasi dan kecepatan dekomposisi. Kandungan bahan organik tanah meningkat dengan meningkatnya dekomposisi sampai pada level/batas yang ditentukan oleh temperatur. Penelitian Franszmeir (1985) di Amerika Serikat menunjukkan bahwa setiap kenaikan rata-rata suhu tanah tahunan 10 °C diikuti penurunan kandungan bahan organik sekitar 1/3 sampai 1/2, apabila semua faktor yang lain tetap. Makin hangat temperatur tanah akan semakin cepat dekomposisi oleh mikroorganisme dan akan semakin rendah kandungan bahan organik tanah yang bersangkutan. Selain temperatur, lengas tanah mempunyai pengaruh yang sangat kuat terhadap dekomposisi dan akumulasi bahan organik. Tanah-tanah yang tergenang cenderung akan menyebabkan bahan organik terakumulasi karena proses dekomposisi mikrobia terhambat. Pada tanah-tanah dengan rezim lengas tanah aquik (aquic moisture rezim) akan terbentuk suasana langka udara di dalam tanah dan dalam suasana anaerobik seperti ini dekomposisi bahan organik kurang efisien. Apabila bahan organik terus tertimbun akan terbentuk tanah organik (histosol). Histosol biasanva terbentuk pada tanah basah, aerasi buruk seperti pada danau, rawa, dan depresi. 8.2.2) Vegetasi/Organisme Tanah Vegetasi mempengaruhi bahan organik dalam hal tipe, jumlah dan sebaran residu organik. Dekomposisi bahan organik berkaitan dengan sifat komunitas flora dan fauna tanah. Apabila biomassa ditambahkan ke dalam tanah, akan terjadi tiga reaksi umum di dalam tanah: Bahan organik akan mengalami oksidasi enzimatik dengan hasil utama adalah karbon dioksida, air dan panas. N, P dan S dilepaskan dan/atau mengalami immobilisasi oleh sederetan reaksi spesifik untuk tiap unsur. Pembentukan
ikatan
(compound)
yang
tahan
terhadap
reaksi
dekomposisi
mikroorganisme lanjutan, biasanya terbentuk dari ikatan yang bersumber dari dalam bahan asal/semula, atau hasil sintesis mikrobia Kecepatan dekomposisi, meskipun untuk substrat sederhana seperti glucose, bervariasi luas karena perbedaan dalam kandungan air, temperatur, pH dan ketersediaan hara seperti P dan N untuk mendukung aktivitas mikrobia. Meskipun demikian, monomer yang lebih sederhana dari karbohidrat, protein dan lemak, dan bahan-bahan polyphenolik di dalam lingkungan tanah akan didekomposisi dalam waktu satu minggu. Polymer (ikatan kompleks) seperti hemi-sellulose atau sellulose terdekomposisi lebih lambat dan ketahanannya Universitas Gadjah Mada
68
terhadap dekomposisi meningkat dengan semakin kompleksnya struktur polymer. Perlu ditekankan bahwa banyak ikatan organik (organic compound) dijumpai di dalam tanah merupakan hasil sintesis mikrobia “in situ”. Sebagian polymer alami dapat bertahan selama tahunan di dalam tanah, misalnya: Sellulosa karena kristalin dan sering diselaputi oleh lignin sehingga tidak cepat tersedia bagi mikroorganisme Polyphenol di dalam bahan humik dan lilin, yang keduanya mempunyai karakteristik sebagai “recalcitrant” (i.e. tahan terhadap peruraian cepat mikroorganisme). Secara umum, bilamana nisbah C:N > 25 terjadi mobilisasi, apabila nisbah < 25 akan berlangsung mineralisasi. Pada lahan pertanian, penggunaaan pupuk inorganik, pupuk hijau atau pupuk kandang akan mempengaruhi kandungan bahan organik tanah. Mikroorganisme menggunakan bahan organik untuk respirasi dimana bahan organik termineralisasikan dan CO2 dilepaskan. Miroorganisme ini dapat dikelompokkan sebagai heterotroph yaitu yang memerlukan C dalam bentuk molekul organik untuk pertumbuhan, dan autotroph yang dapat mensintesis kebutuhan C dan CO2 dengan menggunakan energi matahari atau energi kimia dari oksidasi ikatan inorganik
(chemoautotroph).
Penggolongan lain dari mikroorganisme
dapat
berdasarkan kebutuhan O2: (i) aerob, adalah yang memerlukan O2 sebagai akseptor elektron dalam respirasi, (ii) anaerob fakultatif, yaitu yang biasanya memerlukan O2 tetapi dalam kondisi anaerob dapat menggunakan NO3- dan ikatan inorganik lain sebagai elektron akseptor dalam pernapasan, (iii) anaerob obligate, yang hanya tumbuh dalam keadaan absen O2.
Universitas Gadjah Mada
69
8.2.3) Topografi Topografi mempengaruhi jumlah aliran permukaan, erosi dan deposisi. Erosi akan mengangkut tanah atasan dari punggung atau lereng atasan suatu perbukitan akan berakibat tanah menipis dan yang tersisa adalah tanah yang berwarna cerah dengan kandungan bahan organik rendah. Tanah yang terdapat pada lereng bawah atau lembah biasanya mempunyai kandungan bahan organik lebih tinggi dengan horizon A yang lebih tebal. Oleh karena lengas tanah sering berbeda sepanjang lereng maka aktivitas mikrobia juga beragam. 8.2.4) Bahan Induk Tanah pasiran biasanya mengandung bahan organik yang lebih rendah dibandingkan dengan tanah debuan atau lempungan. Ini dapat dijelaskan dengan mempertimbangkan karakteristik dari tanah-tanah tersebut. Tanah pasiran mempunyai aerasi baik dan biasanya mempunyai kemampuan menahan lengas rendah sehingga cenderung mempunyai kandungan bahan organik rendah. Sebaliknya tanah lempungan biasanya aerasi kurang baik, jumlah pori mikro tinggi dengan kapasitas menahan lengas tinggi sehingga cenderung mempunyai kandungan bahan organik tinggi. Tanah-tanah gampingan atau kaya dengan Al/Fe cenderung mempunyai kandungan bahan organik tinggi. 8.2.5) Waktu Masa penggantian (turnover time) C-organik di dalam tanah dapat diketahui dengan membagi kandungan bahan organik tanah dengan input biomassa tahunan dan dinyatakan dalam satuan tahun. Masa penggantian C global berkisar 30-40 tahun, beragam tergantung kondisi
ekosistem.
Tanah
organik
(histosol)
dimana
pembentukannya
menyukai
penggenangan mungkin mempunyai masa penggantian lebih dari 2000 tahun, tanah-tanah di daerah tundra dimana suhu rendah menghambat oksidasi mungkin mempunyai masa penggantian sekitar 100 tahun. Sebaliknya, masa penggantian yang paling pendek sekitar 4 tahun berlangsung pada ekosistem hutan tropis. Meskipun produksi biomassa maksimum pada ekosistem ini tetapi dekomposisi yang cepat mencegah akumulasi berlebihan dari bahan organik. 8.3) Sifat-sifat Bahan Organik Bahan organik mempunyai pengaruh yang amat besar atas kapasitas pertukaran kation (KPK) tanah dan retensi kation tertukarkan. Hal ini disebabkan humifikasi menghasilkan koloid organik yang mempunyai luas permukaan tinggi. Perlu diingat bahwa KPK bahan organik sepenuhnya KPK tergantung pH (pH dependent). Gugus fungsional seperti -COOH (carboxylic) dan -OH (phenolic), melepaskan H+ dan dengan demikian dapat Universitas Gadjah Mada
70
menyerap kation seperti kation K+, Na+, Ca++ atau Mg2+. Kation-kation ini biasanya dianggap sebagai bagian dari cadangan kation di dalam tanah. Perkiraan KPK bahan organik bervariasi antara 1500-5000 cmol/kg. Sekitar 7-20 % KPK sebagian besar tanah bersumber dari bahan organik. 8.3.2) Interaksi bahan organik dengan bahan berukuran lempung Hubungan antara tipe lempung dan kandungan serta akumulasi dan stabilisasi bahan organik merupakan hubungan yang rumit. Hal ini karena kandungan bahan organik biasanya berkaitan dengan faktor lain yang mempengaruhi produksi bahan organik. Sebagai contoh, kandungan lempung sering berkorelasi dengan pertumbuhan yang cepat tanaman dan menghasilkan masukan C tahunan tinggi. Terdapat pula bukti bahwa tipe lempung dan jenis kation yang terikat/terjerap mempengaruhi stabilisasi bahan organik. Lebih lanjut, keberadaan bahan organik mempunyai pengaruh penting dalam hal pembentukan dan stabilisasi struktur. Asam fulvat dan humat dan polimernya terjerap ke permukaan mineral lewat gugus fungsional, dimana yang terpenting adalah karboksil (-COOH), karbonil (-C=O), hidroksil (-OH), amino (=NH), dan amine (-NH2). Polimer tak bermuatan (uncharge) misalnya poly-saccharide, dapat dijerap lewat ikatan hidrogen (hydrogen bonding) dan van der Waals, dan juga berfungsi sebagai agen pengikat (bonding agent) diantara partikel mineral. Penelitian lapangan dan laboratorium dengan menggunakan C-isotop (C14-labelled) telah banyak dilakukan untuk menentukan nasib bahan organik tambahan pada tanah-tanah dengan tekstur yang kontras. Hasil penelitian menunjukkan makin halus tekstur tanah memperlihatkan aktivitas mikrobia yang lebih tinggi diikuti oleh penumpukan dan stabilitas bahan organik yang lebih tinggi dibandingkan pada tanah dengan tekstur yang lebih kasar. Porositas mempunyai pengaruh kuat atas residu organik yang ditambahkan ke dalam tanah karena porositas menentukan ruang dimana mikroorganisme berfungsi, pada ruang yang sangat kecil dimana molekul organik dapat secara fisik terlindung dari serangan mikroorganisme. Menurut Kilbertus (1980) bakteria berfungsi hanya di dalam pori yang 3 kali lebih besar dari diameter bakteri tersebut. Dengan demikian pada tanah lempungan peranan bakteria menjadi sangat tidak penting karena pori mikro akan meningkat dengan meningkatnya kandungan lempung. Ini menyebabkan pada tanah-tanah lempungan terdapat pemisahan fisik antara molekul organik dengan mikrorganisme dan merupakan sebagian penyebab lebih tingginya akumulasi bahan organik pada tanah lempungan dibandingkan dengan tanah tekstur kasar pada kondisi yang serupa. Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa stabilisasi molekul organik terjadi antara quasi-kristal (tumpukan beberapa lapisan) dan di dalam ruang antar lapisan (interlayer) mineral 2:1 seperti montmorillonit. Mekanisme ini diperoleh dari bukti-bukti pengujian dengan mikroskop elektron resolusi tinggi yang Universitas Gadjah Mada
71
memperlihatkan keberadaan molekul organik di dalam pori diantara kristal yang berdiameter ~ 1.0 µm dan ini memberikan perlindungan yang sangat baik terhadap serangan mikrobia. 8.3.3) Jembatan kation dan retensi bahan organik Kation polivalen (e.g. Ca2+, Mg2+, Fe3+, Al3+) mempunyai peranan penting dalam stabilisasi koloid organik dan anorganik, apabila terdapat dalam jumlah banyak akan menghambat kemampuan koloid untuk mengerut dan mengembang dan cenderung terflokulasi dan stabil. Kation polivalen berfungsi sebagai jembatan antara lempung bermuatan negatif (koloid inorganik) dan koloid organik bermuatan negatif yang meningkatkan stabilitas struktur. Pada tanah-tanah netral dan alkalis, Ca2+ dan Mg2+ adalah kation-kation utama yang berfungsi sebagai jembatan, sedangkan pada tanah-tanah masam serta tanah yang kaya hidroksida maka peranan tersebut dilaksanakan oleh ion-ion Fe3+ dan Al3+. Dari penelitianpenelitian tentang pengapuran diperoleh beberapa petunjuk tentang peranan Ca2+ dalam konversi residu tanaman menjadi bahan organik yang stabil. Penambahan CaSO4 atau CaCO3 pada jerami yang mengandung C-14 labelled memperlihatkan peningkatan aktivitas mikrobia yang menghasilkan percepatan pelepasan CO2 diikuti oleh meningkatnya retensi dan stabiitas bahan organik. Mekanisme yang mengendalikan/mempengaruhi terbentuknya ikatan Fe3+ dan Al3+ dengan molekul organik tidak banyak diketahui. Hanya sebagian sangat keci Fe3+ terdapat dalam bentuk dapat larut. Pada kebanyakan tanah Fe3+ terdapat dalam bentuk hidroksida yang sebagian bermuatan positif pada pH rendah akibat protonasi atau penambahan ion hidrogen ke permukaan gugus hidroksi yang tersingkap. Permukaan yang bermuatan positif tersebut dapat menarik molekul organik yang bermuatan negatif. Mekanisme yang serupa sangat boleh jadi berlaku juga buat Al3+. Proses khelasi (chelation) membentuk khelat, yang merupakan kompleks stabil mengandung gugus organik dan kation logam yang terperangkap di dalam struktur cincin molekul organik. Kompleks logam-organik sukar larut. Khelat dapat terbentuk dengan beberapa di- dan polivalen- kation dengan stabilitas menurun sebagai berikut: Cu > Fe = Al > Mn = Co > Zn
Universitas Gadjah Mada
72
8.3.4) Lengas Tanah Asam humat dan fulvat dianggap sebagai koloid hidrofilik dan mempunyai afinitas tinggi terhadap molekul air. Oleh karena itu koloid organik mempunyai karakteristik meningkatkan kapasitas lapangan. Bahan organik mampu menahan air sekitar 20 kali lipat dari berat bahan organik tersebut dan sifat ini sangat penting terutama pada tanah pasiran yang biasanya kapasitas menahan air sangat rendah. Apabila kering bahan organik rentan terhadap erosi angin dan dapat mengalami transportasi dan mencapai jarak jauh. 8.3.5) Temperatur Tanah Karena bahan organik berwarna gelap sampai hitam serapan radiasi matahari tinggi dan pemantulan rendah. Oleh karena itu tanah dengan kandungan bahan organik tinggi lebih cepat mengalami pemanasan dibandingkan dengan tanah dengan bahan organik rendah. 8.4) Klasifikasi 8.4.1) Sisa organik (litter) Akumulasi sisa organik dan tingkat dekomposisinya pada tanah permukaan (horizon O) sangat beragam tergantung ekosistem. Faktor iklim mempunyai pengaruh kuat terhadap penggantian (turnover) biomassa dan komposisi guguran jaringan tanaman (plant debris). Umumnya guguran tanaman yang mengandung N tinggi berkaitan dengan gugus organik larut air (e.g. asam amino, gula) dan unsur seperti S, dan P yang merangsang aktivitas mikrobia, dan dengan demikian mendorong degradasi dari guguran tanaman tersebut. Penggolongan lapisan guguran tanaman atau horizon O didasarkan atas nisbah C:N, yaitu sbb: Mull
rendah C:N < 25, spesies: alder, false acacia, ash, grasses, legume
Moder
sedang C:N 30-45, spesies: oak, beach
Mor
tinggi C:N > 60, spesies: conifers
Simbol “h” digunakan untuk akumulasi illuvial bahan organik pada horizon B. Pengolahan tanah dapat menyebabkan bahan organik membaur dalam horizon A yang dicirikan oleh warna gelap dan biasanya diberi simbol “p”. Simbol ini hanya digunakan pada horizon A saja meskipun bahan organik, karena pengolahan tanah, tercampur sampai pada horizon E, B atau C.
Universitas Gadjah Mada
73