UJI TOKSISITAS SENYAWA TOTAL KATEKIN TEH CAMELLIA-MURBEI SEBAGAI MINUMAN KESEHATAN
NUNUNG CIPTA DAINY
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Uji Toksisitas Senyawa Total katekin Teh Camellia-Murbei Sebagai Minuman Kesehatan” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Desember 2008 Nunung Cipta Dainy NIM I051060141
ABSTRACT NUNUNG CIPTA DAINY. Total Catechins Toxivity Test of Camellia-Mulberry Tea as a Healthy Beverage. Under direction of EVY DAMAYANTHI, CLARA M. KUSHARTO, and ROHAYATI SUPRIHATINI Tea is a popular beverage in Indonesia. This fact influences the producer of tea to make not only a tasteful tea, but also useful for people health. In this research, tea leaves will be formulated with mulberry leaves to produce the healthy beverage, because the mulberry leaves have phytochemical that called 1deoxynojirimicyn required by diabetic persons. The tea leaves that used in this research were from Camellia sinensis var. assamica clone Gambung 7 and clone Gambung 9 which processed by unenzimatic oxidation. The mulberry leaves that used in this research were Morus sp var. Kanva and Multikaulis which processed by enzimatic oxidation and unenzimatic oxidation. Camellia-Mulberry tea that produced in this research then would be tested about the contain of chemical and pythochemical. Two formula Camellia-mulberry tea that contained the highest of phytochemical would be tested about the total catechin toxicity. The result of this research showed that the best formula is clone Gambung 9 with Kanva unenzimatic oxidation, because this formula had the highest of total catechins (3,91%). The result of toxivity test showed that camellia-mulberry tea is safe for daily drink, because the value of LC50 more than 1000 ppm and estimated LD50 between 5 g – 15 g/kg so camellia-mulberry tea included to untoxic category.
Key word : tea, mulberry, total catechin, toxicity, LC50, LD50
RINGKASAN NUNUNG CIPTA DAINY. Uji Toksisitas Senyawa Total katekin Teh CamelliaMurbei Sebagai Minuman Kesehatan. Dibimbing oleh EVY DAMAYANTHI, CLARA M. KUSHARTO, dan ROHAYATI SUPRIHATINI. Teh adalah minuman yang sudah populer dimasyarakat Indonesia. Kajiankajian ilmiah telah banyak yang membahas mengenai manfaat teh bagi kesehatan, di antaranya adalah adanya kandungan bahan aktif total katekin yang baik sebagai antioksidan. Di sisi lain pada budidaya murbei, pemanfaatan daun murbei masih terbatas untuk pakan ulat sutera, sehingga ketersediaan daun murbei ini menjadi potensi untuk diolah menjadi minuman fungsional yang dipadu dengan daun teh, karena daun murbei memiliki kandungan bahan aktif berupa 1-deoxynojirimycin yang bermanfaat bagi penderita diabetes mellitus. Gabungan antara daun teh (Camellia sinensis) dengan daun murbei (Morus sp) menghasilkan minuman yang dinamakan teh camellia-murbei. Teh ini kemudian dianalisis kandungan kimia dan fitokimianya kemudian dilakukan uji toksisitas untuk menjamin keamanannya. Tujuan penelitian ini adalah 1) Menghasilkan minuman teh camellia-murbei skala laboratorium yang memiliki mutu sesuai dengan SNI teh dan bermanfaat bagi kesehatan. 2) Melakukan uji kimia dan fitokimia ekstrak teh camellia-murbei. 3) Melakukan uji toksisitas dari total katekin minuman teh camellia-murbei dengan metode bioassay daphnia. 4) Menentukan dosis LC50 dari total katekin minuman teh camellia-murbei dan estimasi nilai LD50. Penelitian terbagi menjadi tiga tahap. Tahap pertama adalah pembuatan teh camellia murbei. Daun teh yang digunakan adalah Camellia sinensis klon Gambung 7 dan klon Gambung 9 dengan proses pengolahan non-oksidasi enzimatis (oksimatis), sedangkan daun murbei yang digunakan adalah varietas Kanva dan Multikaulis, masing-masing varietas diolah dengan dua jenis proses yaitu oksimatis dan non-oksimatis. Tahap kedua adalah analisis kandungan kimia berupa analisis kadar air, ekstrak air, kadar abu, abu larut air, abu tidak larut asam, alkalinitas, kadar serat dan analisis fitokimia teh camellia-murbei, yakni, theaflavin, tannin, dan kafein. Tahap ketiga adalah uji toksisitas formula teh camellia-murbei. Uji toksisitas ini dilakukan dengan metode bioassay daphnia selama 48 jam. Hanya dua formula teh camellia-murbei yang diuji toksisitas. Formula pertama adalah yang memiliki kandungan fitokimia jenis katekin tertinggi dan yang kedua adalah formula teh camellia-murbei yang paling disukai konsumen berdasarkan uji hedonik Damayanthi et al (2007). Selain kedua formula tersebut, terdapat formula teh yang sama namun telah ditambahkan jahe dan asam, serta kontrol berupa teh hijau komersial dan teh murbei komersial yang menjadi perlakuan dalam uji toksisitas. Hasil analisis kimia menunjukkan hampir semua kandungan kimia teh camellia-murbei sesuai dengan SNI teh, hanya kadar abu total yang belum sesuai dengan SNI karena lebih dari 8%, serta kadar abu larut air yang nilainya kurang dari 45% dari kadar abu total. Hasil analisis fitokimia menunjukkan bahwa teh camellia-murbei yang memiliki kandungan fitokimia yang tertinggi adalah formula Klon gambung 9 non-oksimatis dengan Kanva non-oksimatis dengan kadar total katekin sebesar 3.91% bk. Dari hasil tersebut formula Klon gambung 9 non-oksimatis dengan Kanva non-oksimatis, masuk ketahap uji toksisitas,
kemudian yang kedua dipilih formula Klon gambung 7 non-oksimatis dengan Multikaulis oksimatis, karena merupakan formula yang paling disukai oleh konsumen berdasarkan uji hedonik oleh Damayanthi et al (2007). Hasil uji toksisitas menunjukkan bahwa teh camellia-murbei aman dikonsumsi setiap hari karena LC50 teh camellia-murbei berada pada kategori nontoksik, yakni lebih dari 1000 ppm. LC50 tertinggi diperoleh pada kontrol teh hijau komersial, yaitu 18339 ppm, sedangkan hasil terendah diperoleh pada kontrol teh murbei komersial, yaitu 5329 ppm. Sehingga nilai LC50 teh camellia-murbei berada diantara nilai LC50 kedua kontrol tersebut. Dari nilai LC50 yang diperoleh, kemudian dihitung estimasi nilai LD50 untuk mengetahui batas aman total katekin dalam satuan g/kg berat badan. Hasil yang didapatkan, nilai LD50 teh camelliamurbei baik yang belum maupun yang telah ditambah jahe dan asam termasuk ke dalam kategori praktis tidak toksik karena memiliki nilai LD50 antara 5 g – 15 g/kg berat badan. Hal yang serupa didapat oleh kontrol, baik teh hijau komersial maupun teh murbei komersial, keduanya memiliki nilai LD50 antara 5 g- 15 g/kg berat badan, sehingga keduanya pun termasuk dalam kategori praktis tidak toksik. Kata kunci : teh, murbei, total katekin, toksisitas, LC50, LD50
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
UJI TOKSISITAS SENYAWA TOTAL KATEKIN TEH CAMELLIA-MURBEI SEBAGAI MINUMAN KESEHATAN
NUNUNG CIPTA DAINY
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
Judul Penelitian
: Uji Toksisitas Senyawa Total katekin Teh Camellia-Murbei Sebagai Minuman Kesehatan
Nama Mahasiswa
: Nunung Cipta Dainy
Nomor Pokok
: I051060141
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS Ketua
Prof. Dr. Drh. Clara M. Kusharto, MSc Anggota
Dr. Ir. Rohayati Suprihatini, MM Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi
Dekan Sekolah Pascasasjana
Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.
Tanggal Ujian : 17 Desember 2008
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji syukur ke hadirat Allah SWT penulis panjatkan, karena hanya dengan Rahmat-Nya tesis ini dapat terselesaikan dengan baik. Untuk itu pada kesempatan ini penulis bermaksud menyampaikan ucapan terimakasih kepada tim dosen komisi pembimbing. Pertama pada Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS., sebagai ketua komisi yang selalu tersenyum dan terbuka waktu serta ilmunya kepada penulis, kemudian Prof. Dr. Drh. Clara M. Kusharto, MSc., sebagai anggota komisi yang selalu bijaksana dalam memberikan arahan-arahan pada penulis, banyak pengalaman berharga yang penulis dapatkan bersama dengan beliau, terakhir adalah Dr. Rohayati Suprihatini, MM., sebagai anggota komisi, walaupun beliau terhalang oleh ruang dan waktu dengan penulis, namun beliau sangat mempermudah penyelesaian tesis ini. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada bagian proyek KKP3T dari Deptan yang telah memberikan bantuan dana dalam pelaksanaan penelitian. Selain
itu
ucapan
terimakasih
penulis
sampaikan
juga
kepada
Majariana Krisanti, SPi., MSi., sebagai penanggungjawab Laboratorium Biomikro Fakultas Perikanan IPB, yang telah banyak membantu penulis dalam melaksanakan uji toksisitas. Kepada Drh. Min Rahminiwati, MS., Phd., sebagai dosen Toksikologi FKH atas ilmu yang telah diberikan beliau kepada penulis mengenai estimasi nilai LD50. Pada sang pendamping hidup, suami tercinta, Hadi Wiyarno, Spt, yang selalu setia memberikan semangat dan doa, serta Muthia kecil yang selalu memberi keceriaan bagi mamanya. Kepada
rekan-rekan
GMK
angkatan
2006
terimakasih
atas
kekompakannya yang selalu dikomandoi oleh Bu-Mimy, langitnya diwarnai oleh Bu-Neneng, Bu-Asih, Mba-Ketut, Mba-Reni, Teh-Cica, Mba-Devi, Mba-Riska, Mba-Indah, Ririn, juga Rani, kemudian Pak-Rusman dan Fahmi yang melengkapi taste keluarga besar GMK ini. Semoga ikatan silaturahmi ini akan selalu terjaga dengan baik. Untuk Adit (FPIK angkatan 40) jazakumullah atas bantuan dan kerjasamanya.
Teristimewa untuk Apa dan Mamah, Bapak H. Dadan Danaskah serta Ibu Hj. Nani Nariyatul, terimakasih atas segenap dukungan, doa serta kesabaran dalam menunggu penulis lulus dari studi ini. Gelar master ini ananda persembahkan bagi Apa dan Mamah tercinta. Terakhir yang tak akan pernah terlupakan adalah untuk A Qk dan Aris, satu-satunya kakak dan adik penulis, terimakasih atas dukungan dan doanya. Penulis sangat menyadari bahwa kesempurnaan hanyalah milik Sang Khalik, sehingga penulis berharap kritik dan saran pembaca agar apa yang disajikan dalam tesis ini dapat bermanfaat secara utuh bagi penulis khususnya, dan pembaca pada umumnya.
Bogor, Desember 2008
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tasikmalaya pada tanggal 3 Agustus 1982 dari bapak H Dadan Danaskah, dan ibu Hj Nani Nariyatul. Penulis merupakan putra kedua dari tiga bersaudara. Pada tahun 2001 penulis lulus dari SMUN 1 Indihiyang Tasikmalaya. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Budi Daya Pertanian, Program Studi Agronomi, Institut Pertanian Bogor melalui program UMPTN. Penulis meraih gelar sarjana pada tahun 2006, kemudian melanjutkan studi di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, program studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga pada tahun yang sama.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL
.............................................................................
xiv
DAFTAR GAMBAR .............................................................................
xv
DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................
xvi
PENDAHULUAN Latar Belakang ............................................................................. Tujuan ......................................................................................... Hipotesis ......................................................................................... Manfaat .........................................................................................
1 3 3 3
TINJAUAN PUSTAKA Teh .................................................................................................... Budidaya Teh ............................................................................. Sejarah Minuman Teh ................................................................ Ragam Minuman Teh ................................................................. Manfaat Teh Untuk Kesehatan ................................................... Murbei .............................................................................................. Varietas Murbei .......................................................................... Manfaat Murbei Bagi Kesehatan ................................................ Toksisistas ........................................................................................ Pengertian dan Jenis Toksisitas................................................... Pengujian Toksisitas ................................................................. Bioassay Daphnia .......................................................................
4 4 7 8 12 15 16 18 19 19 20 21
METODOLOGI Tempat dan Waktu ........................................................................... Bahan dan Alat ................................................................................. Desain Rancangan ............................................................................ Prosedur Penelitian ........................................................................... Prosedur Pembuatan Teh oksidasi enzimatis ............................. Prosedur Pembuatan Teh Non oksidasi enzimatis ..................... Prosedur Uji Toksisitas ..............................................................
24 24 24 26 26 27 28
HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Teh Camellia-Murbei .................................................... Analisis Fitokimia Teh Camellia-Murbei ........................................ Hasil Analisis Kimia ................................................................... Hasil Analisis Fitokimia ............................................................. Uji Toksisitas Teh Camellia-Murbei ................................................ Persiapan Hewan Uji .................................................................. Uji Pendahuluan ......................................................................... Uji Lanjutan (Utama) .................................................................
31 31 32 38 44 44 45 46
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ......................................................................................... Saran .................................................................................................
49 49
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................
50
LAMPIRAN .........................................................................................
54
xiv
DAFTAR TABEL Halaman 1. Produksi teh kering klon GMB 6 sampai GMB 11 selama tiga tahun di dua lokasi ........................................................ 2. Potensi kualitas klon GMB 6 sampai GMB 11 ................................ 3. Kandungan katekin dan kafein pada bagian-bagian pucuk teh dalam % berat kering........................................................................ 4. Komponen kimia daun teh dan teh hitam ........................................ 5. Komposisi mineral daun teh ............................................................. 6. Kandungan polifenol dari berbagai jenis teh .................................... 7. Kandungan kafein pada berbagai minuman ..................................... 8. Deskripsi jenis-jenis murbei baru ..................................................... 9. Formula teh camellia-murbei ......................................................... 10. Persyaratan kandungan kimia mutu teh ........................................ 11. Nilai kadar air teh camellia-murbei .................................................. 12. Nilai ekstrak air pada teh camellia-murbei ...................................... 13. Nilai kadar abu teh camellia-murbei ................................................ 14. Nilai abu larut air teh camellia-murbei ............................................ 15. Nilai alkalinitas teh camellia-murbei ............................................... 16. Nilai kadar serat teh camellia-murbei .............................................. 17. Nilai kandungan theaflavin dan tanin teh camellia-murbei ............. 18. Hasil uji total katekin pada tiga formula teh camellia-murbei terbaik ............................................................. 19. Konsentrasi ambang atas dan ambang bawah dalam ppm ............... 20. Konsentrasi uji toksisitas serta jumlah hewan uji yang mati ........... 21. Nilai LC50 serta estimasi nilai LD50 teh camellia-murbei berdasarkan Guyton (1997) ............................................................. 22. Jumlah maksimal sajian teh per hari (1 saji = 1 cangkir) ................
5 6 7 10 11 13 15 16 31 32 32 33 34 36 37 37 42 43 45 46 47 48
xv
DAFTAR GAMBAR 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Alur proses pembuatan teh hijau ....................................................... Perbedaan warna seduhan teh berdasarkan proses pengolahan .......... Tanaman murbei jenis Morus alba ..................................................... Anatomi dari Daphnia betina …......................................................... Daphnia betina aseksual yang siap melepaskan telur ........................ Daphnia betina seksual yang menahan telurnya hingga lingkungan perairan kembali kondusif .............................................. 9. Nilai abu tidak larut asam teh camellia-murbei ................................. 10. Kandungan theaflavin teh camellia-murbei ....................................... 11. Kandungan tanin teh camellia-murbei ............................................... 12. Kandungan kafein teh camellia-murbei .............................................
Halaman 9 12 17 22 23 23 35 38 39 41
xvi
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. 2. 3. 4. 5.
Hasil analisis fitokimia teh camellia-murbei ....................................... Hasil olah data analisis fitokimia teh camellia murbei ........................ Analisis Sidik Ragam Teh camellia-murbei ........................................ Metode uji katekin ............................................................................... Analisis toksisitas teh camellia-murbei formula Gambung 9 Kanva non-oksimatis ……………………………………………….. 6. Analisis toksisitas teh camellia-murbei formula Gambung 9 Kanva non-oksimatis + jahe asam ……............................................... 7. Analisis toksisitas teh camellia-murbei formula Gambung 7 Multikaulis oksimatis .......................................................................... 8. Analisis toksisitas teh camellia-murbei formula Gambung 7 Multikaulis oksimatis + jahe asam ...................................................... 9. Analisis toksisitas teh hijau komersial ................................................ 10. Analisis toksisitas teh murbei komersial ............................................ 11. Contoh perhitungan konsentrasi uji toksisitas ..................................... 12. Contoh perhitungan estimasi LD50 ...................................................... 13. Contoh perhitungan jumlah maksimal sajian teh per hari ...................
54 56 57 58 60 60 60 61 61 61 62 63 64
PENDAHULUAN Latar Belakang Teh adalah minuman yang sudah populer dimasyarakat Indonesia. Kajiankajian ilmiah telah banyak yang membahas mengenai manfaat teh bagi kesehatan, di antaranya adalah adanya kandungan bahan aktif total katekin yang baik sebagai antioksidan dan sebagai immunomudolator (Susilaningsih et al 2002). Minuman teh juga telah banyak dikaji manfaatnya dalam melawan penyakit – penyakit yang terkait dengan kolesterol seperti penyakit jantung. Selain itu teh juga ternyata dapat mempengaruhi kerja sistem imun seperti yang dilaporkan oleh Susilaningsih et al (2002) bahwa total katekin ataupun komponen aktif berupa epigallocatechin gallat (EGCG) maupun epigallocatechin (EGC) pada teh, khususnya teh hijau, memiliki kemampuan sebagai immunomodulator dalam meningkatkan kemampuan fagositosis dan membunuh kuman. Total katekin jenis flavonoid pada teh secara alami dapat berperan sebagai antioksidan. Rata-rata dalam satu cangkir teh hitam atau teh hijau mengandung 150-200 mg flavonoid. Antioksidan bermanfaat untuk melindungi tubuh dari efek buruk radikal bebas (Cao et al 1996). Kerusakan sel tubuh yang kronis akibat radikal bebas dapat menjadi satu faktor menuju berkembangnya penyakit kronis, termasuk penyakit jantung dan kanker. Flavonoid pada teh juga dapat melindungi gigi dengan menghambat bakteri penyebab plak, selain itu juga dapat meningkatkan kalori yang dibakar selama beraktifitas sehari-hari (Sakar et al 2000). Semakin pesatnya penelitian mengenai manfaat teh untuk kesehatan, menghasilkan banyak temuan terkait macam-macam jenis teh serta cara pengolahan berikut manfaat dan khasiatnya, bahkan minuman teh saat ini dapat dibuat dari jenis daun yang lain selain daun Camellia sp. salah satunya yang mulai banyak dikembangkan adalah teh murbei yang berasal dari daun murbei (Morus sp.). Daun murbei menurut Sofian (2005) memiliki kandungan zat-zat yang sangat bermanfaat untuk kesehatan. Salah satunya adalah senyawa 1-deoxynojirimycin (DNJ) yang berfungsi untuk mengobati diabetes melitus. Sebetulnya senyawa DNJ telah ditemukan dalam bentuk sintetis sejak tahun 1967, akan tetapi baru
2
berhasil ditemukan dalam bentuk alaminya dari ekstrak daun murbei pada tahun 1976 oleh peneliti - peneliti yang berasal dari Jepang. Pemanfaatan daun murbei di Indonesia sebagian besar hanya terkait dengan budidaya ulat sutra, sedangkan penelitian – penelitian ilmiah belum banyak yang mengarah pada pemanfatan daun murbei secara lebih luas. Di Indonesia isu mengenai khasiat daun murbei untuk kesehatan manusia masih dalam bentuk testimoni dari orang-orang yang penah menggunakan daun murbei sebagai salah satu tanaman obat. Namun manfaat dari daun murbei tersebut belum dikaji secara ilmiah. Penemuan mengenai senyawa DNJ pada daun murbei oleh para peneliti Jepang memberikan peluang yang sangat besar bagi pemanfaatan daun murbei secara luas untuk kesehatan manusia. Salah satunya daun murbei diolah menjadi bentuk minuman teh murbei. Daun murbei dan daun teh memiliki manfaat yang khas yang ternyata dapat digabungkan menjadi satu bentuk minuman yang disebut dengan teh camellia-murbei. Senyawa biokimia yang terdapat secara alami pada tanaman seperti fenol memiliki potensi sebagai toksik (Hodgson 1987). Namun berdasarkan Ariens (1986) suatu zat yang memiliki potensi toksik didalam tubuh organisme belum tentu menyebabkan timbulnya gejala keracunan selama jumlah yang diabsorpsi berada di bawah konsentrasi yang toksik. Sebaliknya, jika diabsorpsi dalam jumlah besar yang tidak sesuai, setiap zat yang pada dasarnya aman ternyata beracun. Hal tersebut menjadikan pentingnya sebuah pembuktian racun pada konsentrasi yang subtoksik agar bahaya dapat diketahui pada saat yang tepat dan kerusakan karena keracunan dapat dihindari. Teh camellia-murbei memiliki kandungan polifenol jenis katekin, sehingga berpotensi untuk menjadi minuman fungsional. Selama ini belum terdapat penelitian-penelitian ilmiah mengenai toksisitas katekin dan belum ada kasus yang ditemukan mengenai keracunan katekin. Sehingga perlu diketahui pada konsentrasi dan dosis berapa senyawa total katekin dapat berefek pada kesehatan manusia.
3
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Menghasilkan minuman teh camellia-murbei skala laboratorium yang memiliki mutu sesuai dengan SNI teh dan bermanfaat bagi kesehatan. 2. Melakukan uji kimia dan fitokimia ekstrak teh camellia-murbei 3. Melakukan uji toksisitas dari total katekin minuman teh camellia-murbei dengan metode bioassay daphnia. 4. Menentukan dosis LC50 dari total katekin minuman teh camellia-murbei serta estimasi nilai LD50.
Hipotesis 1. Teh camellia-murbei memiliki senyawa fitokimia yang bermanfat bagi kesehatan 2. Total katekin teh camellia-murbei masih di bawah ambang batas kategori toksik
Manfaat Penelitian Dari penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan hal-hal sebagai berikut 1. Memberikan bukti secara ilmiah bahwa teh camellia-murbei aman dikonsumsi. 2. Memberikan nilai tambah pada daun murbei yang selama ini lebih banyak dimanfaatkan untuk pakan ulat sutra. 3. Memperkaya jenis produk minuman teh yang memiliki manfaat bagi kesehatan.
4
TINJAUAN PUSTAKA Teh Budidaya Teh Tanaman teh merupakan tanaman tahunan, para ahli tanaman memberi nama antara lain Camellia theifera, Thea sinensin, Camellia thea dan terakhir dikenal dengan sebutan Camellia sinensis (L) O. Kuntze. Tanaman ini mempunyai lebih dari 82 spesies, terutama tersebar di kawasan Asia Tenggara hingga India, pada garis lintang 300 di sebelah Utara maupun selatan khatulistiwa. Tanaman teh berasal dari wilayah perbatasan negara-negara Cina Selatan (Yunan), Laos Barat Laut, Muangthai Utara, Burma Timur dan India Timur Laut, yang merupakan vegetasi hutan daerah peralihan tropis dan subtropis. Taksonomi tanaman teh adalah sebagai berikut (Pusat Penelitian Teh dan Kina, 2006). Kingdom
: Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Sub divisio : Angiospermae Class
: Dicotyledoneae
Ordo
: Guttiferales
Famili
: Theaceae
Genus
: Camellia
Spesies
: Camellia sinensis L
Varietas
: Sinensis dan Assamica
Tanaman teh pada dasarnya dapat dibedakan atas 2 spesies, yaitu jenis sinensis (Camellia sinensis var. sinensis) dan jenis assamica (C. sinensis var. assamica). Potensi produksi tanaman merupakan kriteria yang sangat penting dalam memilih bahan tanaman. Secara umum dapat dikatakan bahwa semakin tinggi potensi produksi suatu genotip, maka biaya produksi akan semakin rendah sehingga keuntungan yang diperoleh akan semakin besar. Pada saat ini jenis assamica yang lebih banyak ditanam di Indonesia dibandingkan jenis sinensis. Pada budidaya teh, bahan tanaman yang digunakan dapat berasal dari biji atau setek (klon). Upaya PPTK menghasilkan dan menyediakan bahan tanaman
5
yang lebih baik dan menguntungkan, yaitu klon yang berproduksi tinggi, tahan terhadap hama dan penyakit dan mempunyai pertumbuhan cepat, pada bulan Oktober 1998, PPTK melalui Menteri Pertanian RI melepas enam klon teh unggul yang diberi nama GMB 6, GMB 7, GMB 8, GMB 9, GMB 10 dan GMB 11. Klon-klon tersebut memiliki sifat-sifat yang hampir sama dengan klon sebelumnya, yaitu GMB 1 sampai GMB 5 (yang dilepas oleh Menteri Pertanian RI tanggal 21 April 1988) hanya potensi hasilnya lebih tinggi, yaitu ada yang mencapai 5.500 kg/ha, sedangkan GMB 1 sampai GMB 5 memiliki potensi hasil 4.000 kg/ha (Sriyadi, 2006). 1. Klon GMB 7 Klon ini berasal dari persilangan Mal 2 x PS 1. Diantara kloln seri GMB, GMb 7 merupakan klon yang paling baik karena potensi hasilnya tinggi (5.800 kg/ha/tahun) (Tabel 1). Ciri klon GMB 7 adalah warna daun mengkilap, bentuk daun agak cekung, internodia sedang, kedudukan daun semi erek, dan percabangannya sangan baik. Klon ini mempunyai persentase pucuk peko tinggi, mudah dipangkas dan pertumbuhan tunas setelah pangkas cepat, tahan terhadap penyakit cacar dan kekeringan.
Tabel 1 Produksi teh kering klon GMB 6 sampai GMB 11 selama tiga tahun di dua lokasi Lokasi Pasir Sarongge Klon gambung Klon Produksi (kg/ha) tahun ke Produksi (kg/ha) tahun ke I II III I II III GMB 6 1.860 1.860 4.362 2.408 2.748 4.517 GMB 7 2.075 2.730 5.768 2.374 3.228 5.391 GMB 8 1.704 1.434 4.043 1.903 2.694 4.154 GMB 9 1.222 1.903 4.730 2.115 3.204 4.485 GMB 10 2.009 2.070 4.084 2.102 3.182 4.813 GMB 11 1.748 2.280 5.495 2.887 3.566 5.032 (Sumber : Prosiding PPTK, 2006)
6
2. Klon GMB 9 Klon ini berasal dari persilangan GP 3 x PS 1 sehingga merupakan hibrid yang mendekati tipe sinensis dan kualitasnya sangat baik, seperti sifat tetua GP 3 (Tabel 2). Daunnya agak kecil berbentuk oval, pucuknya berwarna violet, kedudukan daun semi erek, daunnya hijau muda, sistem percabangannya baik tetapi cabangnya kecil-kecil sehingga agak sulit dipangkas.
Tabel 2 Potensi kualitas klon GMB 6 sampai GMB 11 Parameter Klon Ampas Warna Rasa Aroma Total nilai seduhan GMB 6 4,66 41,00 3,33 4,00 52,99 GMB 7 4,66 41,00 3,33 4,00 52,99 GMB 8 5,00 40,33 3,33 4,00 52,66 GMB 9 5,00 45,00 4,33 4,00 58,33 GMB 10 5,00 42,33 3,00 4,00 54,33 GMB 11 5,00 42,33 3,33 4,00 54,66 (Sumber : Prosiding PPTK, 2006) Tahap pemetikan daun teh perlu memperhatikan beberapa hal agar dapat memenuhi sayarat-syarat pengolahan. Pemetikan pada tanaman teh adalah pengambilan pucuk yang terdiri dari: 1 kuncup berikut 2-3 daun muda. Beberapa istilah yang digunakan dalam pemetikan, antara lain: peko, burung, kepel, daun biasa/normal, daun muda, daun tua, cakar ayam, manjing, gabar, inang, pucuk tanggung, kaboler, peko nagog, ngabandera, selewer dan imeut. Peko adalah kuncup tunas aktif berbentuk runcing yang terletak pada ujung pucuk, dalam rumus petikan tertulis dengan huruf p. Pucuk teh adalah bahan baku dalam pengolahan teh dan mutu pucuk harus diusahakan tetap bermutu tinggi agar teh yang dihasilkan bermutu tinggi. Seluruh kegiatan pengelolaan tanaman ditujukan untuk membentuk zat penentu kualitas (katekin, kafein dan enzim) yang tinggi dalam pucuk, mengingat senyawa ini mempunyai peranan besar terhadap rasa, warna dan aroma teh-jadi. Kegiatan penanganan pasca panen ditujukan agar kondisi pucuk tetap utuh/tidak rusak agar tidak terjadi perubahan kimia kandungan zat penentu kualitas dalam pucuk teh sebelum waktunya. Kandungan zat penentu kualitas (katekin dan lain-lain) terdapat dalam bagian-bagian pucuk teh, makin muda bagian pucuk teh makin tinggi kadarnya.
7
Dengan kata lain, makin halus pucuk berarti makin banyak bagian yang muda, makin tinggi potensi kualitas pucuk tersebut; sebaliknya makin kasar pucuk, makin rendah potensi kualitasnya. Sebagai gambaran daftar kandungan katekin dan kafein pada bagian-bagian pucuk disajikan pada Tabel 1.
Tabel 3 Kandungan katekin dan kafein pada bagian-bagian pucuk teh dalam % berat kering Bagian pucuk Katekin (%) Kafein (%) Pucuk 26,5 4,7 Daun pertama 25,9 4,2 Daun kedua 20,7 3,5 Daun ketiga 17,1 2,9 Tangkai atas 11,7 2,5 Sumber : PPTK (2006) Sejarah minuman teh Budaya minum teh di Cina sudah ada sejak 2737 SM, tepatnya pada masa pemerintahan Khaisar Shen Nong. Selanjutnya teh dibawa para pendeta Budha ke Jepang (709-784). Dalam perkembangannya teh sampai juga ke daratan Eropa pada abad ke-17 ketika VOC membawanya ke Belanda (1610). Di Indonesia teh mulai dikenal pada tahun 1864, setelah diperkenalkan oleh dr. Andreas Clever yang berkebangsaan Belanda (www.sosro.com). Di Indonesia teh telah lama dikenal dan digemari oleh masyarakat. Sebagian besar masyarakat Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur meminum teh dalam keadaan panas, kental, dan wangi dengan tambahan gula agar terasa manis. Banyaknya penemuan-penemuan baru mengenai khasiat teh di berbagai belahan dunia mendorong masyarakat untuk minum teh. Hasil penelitian ilmiah Sibuea (2003) menunjukkan bahwa teh adalah jenis minuman yang paling banyak dikonsumsi manusia dewasa setelah air. Diperkirakan tak kurang dari 120 ml setiap harinya. Di Inggris misalnya konsumsi teh mencapai 2,5 kg/kapita/ tahun, di Irlandia sekitar 3,5 kg/kapita/tahun, Pakistan dan India berturut-turut mencapai 1,0 kg dan 0,6 kg/kapita/tahun. Namun di Indonesia, konsumsi teh masih sangat rendah, yakni baru mencapai 0,2 kg/kapita/tahun. Teh dianggap sebagai minum fungsional, dan hal tersebut di Amerika telah tercantum dalam Paper Position The American Dietetic Association (1999) yakni termasuk kedalam kategori makanan dan minuman fungsional.
8
Ragam minuman teh Di Indonesia tanaman teh yang dibudidayakan terdapat dua varietas, yaitu varietas assamica yang biasanya diolah menjadi teh hitam dan varietas sinensis yang sebagian besar menjadi bahan baku teh hijau dan teh semi fermentasi.
Namun berdasarkan produktifitasnya, teh varietas assamica lebih
unggul dari varietas sinensis, sehingga ketersediaan daun teh varietas assamica lebih tinggi daripada varietas sinensis. Selain dari varietasnya, teh juga dibedakan berdasarkan proses pengolahannya, yakni tergantung pada intensitas proses oksidasi enzimatisnya (oksimatis). Semakin lama proses oksimatis, warna daun yang hijau akan berubah menjadi cokelat dan akhirnya kehitaman. Daun teh yang baru dipetik mengandung 23% bahan kering (terdiri dari bahan yang larut dan tidak larut dalam air) dan 77% air (Harler 1963). Teh yang tidak melalui proses oksimatis biasa disebut dengan green tea atau teh hijau. Teh ini biasanya berwarna hijau lumut hingga kekuningan dan memiliki aroma tanaman teh yang segar. Teh hijau ini berdasarkan hasil penelitian telah terbukti bermanfaat untuk menurunkan kadar kolesterol. Berbeda dengan teh hijau, teh yang melalui proses oksimatis berwarna merah kecoklatan atau yang lebih dikenal dengan teh hitam (black tea). Teh jenis ini harus melalui proses oksidasi enzimatis terlebih dahulu sebelum proses pengeringan. Sibuea (2003) menyatakan bahwa teh dapat dibedakan dalam tiga kategori utama berdasarkan pengolahannya yaitu : teh hijau (tidak mengalami oksimatis), teh oolong (semi oksimatis) dan teh hitam (oksimatis penuh). Meski ketiga jenis teh ini berasal dari tanaman yang sama yakni Camelia sinensis, namun ada perbedaan yang cukup berarti dalam kandungan total katekinnya karena perbedaan cara pengolahan. Kandungan total katekin, senyawa antioksidan tertinggi diperoleh pada teh hijau, kemudian oolong, lalu disusul teh hitam.
9
1. Teh Hijau Teh hijau diperoleh tanpa proses oksidasi enzimatis; daun teh diperlakukan dengan panas sehingga terjadi inaktivasi enzim. Pemanasan ini dilakukan dengan dua cara yaitu dengan udara kering dan pemanasan basah dengan uap panas (steam). Pada pemanasan dengan suhu 85 °C selama 3 menit, aktivitas enzim total katekin oksidase tinggal 5,49%. Pemanggangan (pan firing) secara tradisional dilakukan pada suhu 100-200 °C sedangkan pemanggangan dengan mesin suhunya sekitar 220-300°C. Pemanggangan daun teh akan memberikan aroma dan
yang lebih kuat dibandingkan dengan pemberian uap
panas. Keuntungan dengan cara pemberian uap panas, adalah warna teh dan seduhannya akan lebih hijau terang.
Pucuk teh segar
Inaktivasi enzim (Pemanasan 85 °C
Penggilingan
selama 3 menit)
Pengeringan
Teh kering berkatekin tinggi
Gambar 1 Alur proses pembuatan teh hijau
10
2. Teh hitam Teh hitam diperoleh melalui proses oksidasi enzimatis. Dalam hal ini oksidasi enzimatis tidak menggunakan mikrobia sebagai sumber enzim, melainkan dilakukan oleh enzim total katekin oksidase yang terdapat di dalam daun teh itu sendiri. Pada proses ini, katekin (flavanol) mengalami oksidasi dan akan menghasilkan thearubigin. Caranya adalah sebagai berikut : daun teh segar dilayukan terlebih dahulu pada palung pelayu, kemudian digiling sehingga sel-sel daun rusak. Selama proses pelayuan, daun teh akan mengalami dua perubahan yaitu perubahan senyawa-senyawa kimia yang terdapat dalam daun serta menurunnya kandungan air sehingga daun teh menjadi lemas. Secara kimia, selama proses penggilingan merupakan proses awal terjadinya oksimatis yaitu bertemunya total katekin dan enzim total katekin oksidase dengan bantuan oksigen. Penggilingan akan mengakibatkan memar dan dinding sel pada daun teh menjadi rusak. Cairan sel akan keluar dipermukaan daun secara rata. Proses ini merupakan dasar terbentuknya mutu teh. Selama proses ini berlangsung, katekin akan diubah menjadi theaflavin dan thearubigin. Optimalisasi proses oksidasi enzimatis sangat menentukan kualitas hasil akhir. Apabila proses oksidasi enzimatis telah optimal, dilakukan pengeringan untuk menghentikan proses oksidasi pada saat mutu optimal sampai kadar air teh kering mencapai 4-6%.
Tabel 4 Komponen kimia daun teh dan teh hitam Komponen Jumlah (% bk) Teh segar Teh hitam Selulosa, serat kasar 34.00 34.00 Protein 17.00 17.00 Klorofil, pigmen lain 1.50 1.00 Pati 0.50 0.25 Tanin 25.00 13.00 Tanin terkondensasi 0.00 4.00 Kafein 4.00 4.00 Asam amino 8.00 9.00 Gula dan gum 3.00 4.00 Mineral 4.00 4.00 Total abu 5.50 5.50 Bahan esensial 0.00 `trace` Sumber : Harler (1964)
11
Akibat perubahan kimia selama proses pengolahan, mutu teh hitam yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh komponen kimia daun teh segar. Komponen kimia daun teh dan teh hitam dapat dilihat pada Tabel 4. Vitamin yang terdapat pada daun teh adalah vitamin B2 (riboflavin) dan vitamin C (asam askorbat) (Eden 1976). Pada tahap pelayuan kandungan vitamin C menurun, dan hilang pada tahap oksimatis (Soetejo 1970). Sebagian besar mineral-mineral pada daun teh terdapat di dalam cairan sel. Komposisi mineral daun teh dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Komposisi mineral daun teh Mineral Jumlah (% bk) Kalium (K) Kalsium (Ca) Fosfor (P) Magnesium (Mg) Besi (Fe) Mangan (Mn) Belerang (S) Alumunium (Al) Natrium (Na) Silikon (Si) Seng (Zn) Tembaga (Cu) Sumber : Eden (1976)
1.760 0.410 0.320 0.220 0.150 0.120 0.088 0.069 0.030 0.024 0.003 0.002
3. Teh oolong Teh oolong diproses secara semi oksidasi enzimatis dan dibuat dengan bahan baku khusus, yaitu varietas tertentu yang memberikan aroma khusus. Daun teh dilayukan lebih dahulu, kemudian dipanaskan pada suhu 160-240°C selama 37 menit untuk inaktivasi enzim, selanjutnya digulung dan dikeringkan
12
Gambar 2 Perbedaan warna seduhan teh berdasarkan proses pengolahan (Sumber : PPTK 2008) Manfaat Teh untuk Kesehatan Beragam penelitian ilmiah telah banyak mengungkap manfaat teh. Senyawa kimia yang terkandung seperti asam tonnic bermanfaat sebagai anti radang. Kandungan kafeinnya yang tidak terlalu tinggi mampu menstimulir metabolisme tubuh dan meningkatkan fungsi otak. Selain itu, senyawa total katekin jenis katekin dan theaflavin, yang berfungsi sebagai antioksidan, membantu menormalkan tekanan darah pada penderita hipertensi. Zat antioksidan juga membantu mengeluarkan radikal bebas dari tubuh sehingga terhindar dari
13
keracunan dan resiko kanker. Senyawa lain seperti tanin pada teh juga bermanfaat untuk relaksasi, sedangkan katekinnya bermanfaat untuk melawan sel kanker. Senyawa fitokimia sebagai senyawa kimia yang terkandung dalam tanaman mempunyai peranan yang sangat penting bagi kesehatan termasuk fungsinya sebagai pencegah penyakit degeneratif. Pada teh senyawa fitokimia yang terkandung salah satunya adalah jenis total katekin. Senyawa total katekin dapat berperan sebagai penangkap radikal bebas hidroksil (OH) sehingga tidak mengoksidasi lemak, protein dan DNA dalam sel (Benzie et al 1999 dan Hakim et al 2003). Radikal bebas yang berasal dari berbagai makanan awetan dan polusi udara merupakan musuh utama kesehatan, kecantikan dan penuaan dini, seperti cepat keriput dan noda hitam pada kulit. Kemampuan total katekin menangkap radikal bebas, 100 kali lebih efektif dibandingkan vitamin C dan 25 kali lebih efektif dari vitamin E (Sibuea 2003). Tabel 6 Kandungan total katekin dari berbagai jenis teh Substansi Total katekin Teh/Pucuk segar Katekin EC EGC ECG EGCG A. Indonesia 0.24 0.79 3.54 1.46 2.21 • Teh hitam ortodox 0.23 0.27 4.24 1.03 1.25 • Teh hitam CTC 0.10 0.54 6.35 1.08 3.35 • Teh hijau ekspor • Teh hijau lokal 0.08 0.41 6.39 0.65 3.28 • Teh wangi 0.10 0.35 5.96 0.64 2.23 0.70 2.62 2.17 1.22 7.89 • Pucuk segar GMB 1 • Pucuk segar GMB 2 0.80 1.41 0.61 1.92 9.43 B. Jepang • Sencha 0.07 0.41 2.96 0.26 1.36 C. China 0.14 0.20 2.24 0.43 3.14 • Oolong • Teh wangi 0.15 0.39 3.81 0.69 2.43
Total 8.24 7.02 11.60 10.81 9.28 14.60 14.15 5.06 6.73 7.47
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK) Klon gambung - Jawa Barat Indonesia (Tabel 6) menunjukkan bahwa kandungan total katekin pada teh Indonesia yang merupakan komponen aktif untuk kesehatan ± 1,34 kali lebih tinggi dibanding teh dari negara lain (PTPN VIII, PPTK Klon gambung dan ATI, 2007). Hal ini menjadi suatu keunggulan
14
yang harus dimanfaatkan untuk bisa meningkatkan kualitas teh Indonesia sehingga punya daya tawar yang bernilai tinggi. Beberapa studi populasi yang dilakukan di Amerika dan Eropa secara konsisten ditemukan bahwa mengkonsumsi teh hitam dapat menurunkan resiko penyakit jantung. Sedikitnya tiga gelas teh hitam setiap hari akan menurunkan resiko serangan jantung sebesar 10-12 % (Peters et al 2001, Huxley et al 2003). Manfaat tersebut disebabkan karena kandungan flavonoid pada teh dapat memperbaiki fungsi endothelial dan menurunkan kadar kolesterol dalam darah (Duffy et al 2001, Davies et al 2003). Hal ini senada dengan laporan penelitian Maron et al (2003) pada 240 responden di Jepang, bahwa minum teh tiga cangkir sehari secara rutin dapat menurunkan kolesterol total sebanyak 11.3% sedangkan kadar kolesterol dalam LDL dapat berkurang hingga 16.4%. Selain bermanfaat bagi kesehatan jantung, kandungan flavonoid teh juga dapat meningkatkan sistem imun.
Hasil penelitian Blaut et al (1999)
menunjukkan bahwa flavonoid pada teh dapat menjaga keberlangsungan kesehatan pencernaan dengan cara menjaga keseimbangan bakteri yang terdapat di kolon. Hasil senada dinyatakan oleh Yee et al (2002), bahwa antioksidan dalam teh dapat menghambat tumbuhnya bakteri merugikan dalam usus serta memacu tumbuhnya bakteri baik. Untuk kesehatan tulang, teh juga memiliki peranan yang baik. Penelitian yang dilakukan pada wanita lanjut usia oleh Hegarty et al (2000) menghasilkan bahwa dengan minum teh secara rutin minimal tiga cangkir sehari, dapat memiliki massa tulang (Bone Mass Density) yang lebih tinggi dan menurunkan resiko osteoporosis di usia lanjut dibandingkan dengan yang tidak minum teh. Manfaat tersebut dapat dirasakan setelah minum teh secara rutin selama enam tahun atau lebih. Theanin, dan kafein terdapat secara alami pada teh. Bahkan theannin hanya diproduksi oleh daun Camellia sp. dan merupakan jenis asam amino utama pada teh hitam, hijau maupun oolong. Theanin memiliki peranan penting dalam menimbulkan efek stimulasi alami saat meminum teh.
Beberapa studi
menemukan bahwa L-theanin menstimulasi alpha-brainwaves yang berhubungan dengan rasa relax, namun mental tetap dalam kondisi siaga (Song et al 2003).
15
Kafein memberikan efek siaga seperti kafein pada kopi. Kafein pada secangkir teh setara dengan setengah kafein dari secangkir kopi. Kadar kafein pada teh bergantung dari berbagai faktor termasuk cara penyiapan, waktu menyeduh, jumlah teh yang digunakan, ukuran daun teh serta varietas tanaman tehnya sendiri. Berikut perbandingan kandungan kafein yang terdapat pada berbagai minuman.
Tabel 7 Kandungan kafein pada berbagai minuman Minuman
Kandungan kafein Kopi 60-120 mg / 250 ml cup Kopi instan 60-80 mg / 250 ml cup Teh 10-50 mg / 250 ml cup Cola 36 mg / 375 ml can Cokelat susu 20 mg / bar Minuman energi 80 mg / 250 ml can Sumber : ANZFA Caffein Report (2000) in www.lipton.com
Murbei Murbei termasuk Genus Morus dan Famili Moraceae. Murbei pada dasarnya mempunyai bunga kelamin tunggal dan kadang-kadang berkelamin rangkap. Jenis-jenis murbei diklasifikasikan antara lain berdasarkan bentuk dan warna bunga, kuncup, tunas, daun dll. Bentuk-bentuk khas dari daun adalah daun berlekuk dan daun utuh. Murbei dikenal sebagai makanan utama ulat sutera. Namun, kegunaan tanaman yang berasal dari Cina dan dinamai sangye ini tidak terbatas dimanfaatkan oleh peternak ulat sutera. Dari sisi medis tanaman yang dikenal oleh orang Sumatra sebagai kerta, atau kitau, juga berkhasiat untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Murbei mempunyai rasa pahit, manis, dan bersifat dingin. Beberapa bahan kimia yang terkandung dalam daun murbei di antaranya ecdysterone, inokosterone, lupeol, b-sitosterol, rutin, moracetin, soquersetin,
scopoletin,
scopolin,
alfa
dan
beta-hexenal,
cis-g-hexenol,
benzaldehide, eugenol, linalol, benzil alkohol, butylamine, acetone, trigonelline, choline, adenin, asam amino, copper, zinc, vitamin (A, B, dan C), karoten, asam klorogenik, asam fumarat, asam folat, formyltertahydrofolik acid, mioinositul, dan phytoestrogen (Hariana 2007).
16
Varietas murbei Beberapa jenis murbei yang dibudidayakan untuk ulat sutera di antaranya adalah jenis Morus nigra, Morus multicaulis, Morus australis, Morus alba, Morus alba var. Macrophylla dan Morus bombycis. Seiring dengan berkembangnya teknologi di bidang pertanian, maka kemudian bermunculan varietas-varietas murbei yang baru hasil seleksi dan adaptasi, salah satunya adalah Morus alba var. Kanva (Atmosoedarjo 2000). 1. Murbei Varietas Kanva Murbei varietas kanva merupakan salah satu dari jenis murbei alba (Morus alba). Ciri dari murbei variatas kanva yaitu, warna batang coklat tua, daun berwarna hijau dengan pucuk hijau kekuningan. Bentuk daun oval, ukuran sedang, tepi daun bergerigi dan permukaan daun tidak mengkilap. 2. Murbei Varietas Multikaulis Murbei jenis Multikaulis (Morus multicaulis) dikenal dengan nama ”murbei multi” atau ”murbei besar” karena tanamannya cepat besar dan tinggi. Warna batang coklat, daunnya besar, membulat dan permukaannya bergelombang dengan tepi daun bergerigi. Warna daun saat pucuk kuning kemerahan, permukaan daun tidak mengkilap (Atmosoedarjo 2000).
Tabel 8 Deskripsi jenis-jenis murbei baru No 1 2 3
4
Warna Warna Batang Daun M.cathayana Coklat Hijau tua M.multicaulis Coklat Hijau tua M.alba var. Coklat Hijau muda Kanva Jenis Murbei
M.indica var.S54
Abuabu
Sumber : Atmosoedarjo, 2000
Hijau
Warna Pucuk Kuning kemerahan Hijau kekuningan Hijau kekuningan Hijau kekuningan
Bentuk daun Berlekuk
Tepi Daun Bergerigi
Bulat lebar Oval, ukuran sedang Bulat, cekung
Bergerigi Bergerigi
Bergerigi
Permukaan Daun Tdk mengkilap Tdk mengkilap Tdk mengkilap Tdk mengkilap
17
Gambar 3 Tanaman murbei jenis Morus alba (Sumber : www.ipteknet.com) Di Jawa murbei disebut juga besaran, di Vietnam dinamakan may mon atau dau tam. Di Inggris tanaman ini memiliki banyak nama, di antaranya morus leaf, morus bark, morus fruit, mulberry leaf, mulberry bark, mulberry twigs, white mulberry, dan mulberry. Bunga murbei termasuk kategori bunga majemuk yang berbentuk tandan, sedangkan buahnya mengandung air dan rasanya enak. Tanaman murbei tumbuh dengan baik pada daerah dengan ketinggian lebih dari 100 meter di atas permukaan laut. Agar bisa tumbuh dengan baik murbei membutuhkan sinar matahari yang cukup. Di kebun yang dikelola LMDH Sukamanah Pangalengan Bandung Selatan terdapat 500 ha atau 5,7% lahan dari 8.734 ha lahan hutan di BKPH Pangalengan dibudidayakan untuk mengembangkan murbei jenis Multikaulis dan Kanva II yang cocok ditanam di daerah pegunungan dengan ketinggian sekitar 1.000 m di atas permukaan laut (dpl). Pohon murbei tersebut ditanam di sela-sela tanaman keras yang tumbuh di hutan seperti pinus dan cemara. Setiap hektare pohon murbei bisa menghasikan daun 7 - 12 ton setiap 35 harinya. Sebanyak 5 ton di antaranya bisa dijadikan makanan ulat sutera dan 2 ton lainnya untuk dijadikan teh murbei.
18
Manfaat murbei bagi kesehatan Efek farmakologis murbei di antaranya peluruh kentut (karminatif), pereda demam (antipiretik), peluruh keringat (diaforetik), peluruh kencing (diuretik), pendingin darah, dan penerang penglihatan (Hariana 2007). Untuk keperluan mengobati penyakit, bagian murbei yang digunakan adalah bagian daun, ranting, buah, dan kulit akarnya. Daun murbei berkhasiat untuk menyembuhkan penyakit demam karena flu dan malaria, batuk, sakit kepala, sakit tenggorokan, sakit gigi, rematik, darah tinggi (hipertensi). Juga untuk penyakit kencing manis (diabetes mellitus), kaki gajah (elephantiasis tungkai bawah), sakit kulit bisul, radang mata merah, memperbanyak air susu ibu (ASI), muntah darah, dan batuk darah akibat darah panas (iptek.net.id). Syafutri (2008) menyatakan bahwa jus buah murbei dapat direkomendasikan untuk menurunkan kolesterol LDL. Isdiantoro (2003) dalam penelitiannya melaporkan bahwa jus murbei dapat berkhasiat menurunkan tekanan darah pria dewasa. Hal ini salah satunya karena murbei mengandung nbutanol yang memiliki efek diuretik. Berdasarkan Damayanthi et al (2007), daun murbei segar memiliki kandungan theaflavin, tanin serta kafein. Ketiga senyawa tersebut merupakan senyawa kimia yang khas terdapat pada daun teh (Camellia sinensis). Hal ini menjadi salah satu kekuatan tanaman murbei untuk dapat dibuat minuman layaknya teh. Kekuatan lainnya yang dilaporkan oleh Sofian (2006) adalah adanya senyawa 1-Deoxynojirimicyn (DNJ), yang berpotensi sebagai obat diabetes melitus. Senyawa ini dapat menghambat aktivitas enzim glukosidase yang berfungsi memecah senyawa polisakarida menjadi monomer-monomer gula (glukosa), sehingga mengurangi penderitaan pengidap diabetes. Mengkonsumsi teh murbei secara teratur bisa memperkuat daya tahan tubuh terhadap berbagai penyakit, dan membuat awet muda. Selain itu, daun murbei tidak terkontaminasi oleh peptisida karena daun murbei biasa digunakan sebagai pakan ulat sutra. Menurut penelitian Efendi (2008) teh dari daun murbei dapat menurunkan kadar glukosa dalam darah pada tikus penderita diabetes. Hal senada juga dilaporkan oleh Amma (2009) bahwa jus dari daun murbei segar maupun yang telah direbus juga mampu menurunkan kadar glukosa darah tikus diabetes.
19
Toksisitas Pengertian dan jenis toksisitas Toksisitas secara umum dianggap sebagai suatu fenomena kultural yang merupakan hasil dari tersalurkannya kontaminan ke dalam media. Namun terkadang toksisitas juga dapat ditimbulkan dari fenomena alam (Novotny dan Olem, 1993). Hampir seluruh bahan, termasuk garam dapur (NaCl), mempunyai ambang batas toksik, yang jika berlebihan dapat menyebabkan bahaya pada manusia (Krenkel dan Novotny, 1980 in Novotny dan Olem, 1993). Dampak yang dihasilkan dari kontaminasi suatu toksikan terhadap kehidupan organisme ditentukan dengan beberapa konsep dasar menurut Sprague (1969) in Novotny dan Olem (1993) yaitu: 1. Acute toxicity (Toksisitas akut) Kontaminasi toksikan pada organisme melalui senyawa atau campuran senyawa yang bersifat kritis. Umumnya berlangsung pada waktu yang singkat seiring laju kontaminasi yang mengakibatkan kematian pada organisme. Efek toksisitas akut ini berkorelasi langsung dengan absorpsi zar toksik. 2. Chronic toxicity (Toksisitas kronik) Kontaminasi suatu toksikan yang bersifat sublethal pada organisme dan membutuhkan waktu yang cukup lama. Efek toksisitas kronis ini sering kali dikarenakan absorpsi zat toksik dalam jumlah keci dalam jangka waktu yang lama, sehingga terakumulasi mencapai konsentrasi toksik dan menimbulkan gejala keracunan. 3. Lethal toxicity (Toksisitas letal) Laju kontaminasi toksikan yang mengakibatkan kematian pada organisme. 4. Sublethal toxicity (Toksisitas subletal) Kontaminasi suatu toksikan pada organisme yang berdampak pada metabolisme organisme tetapi tidak menyebabkan kematian. 5. Cumulative toxicity (Toksisitas kumulatif) Kontaminasi suatu toksikan pada organisme yang bersifat akumulatif.
20
Menurut Hodgson (1987) bahan kimia yang memiliki potensi sebagai toksik terdapat pada tumbuhan. Di antaranya adalah komponen sulfur, lipid, phenol, alkaloid, dan banyak lagi jenis yang lainnya. Keberadaan komponen ini pada tumbuhan biasanya sebagai perlindungan dari serangan hewan herbivore, seperti jenis serangga dan mamalia. Namun berdasarkan Ariens (1986) suatu zat yang memiliki potensi toksik didalam tubuh organisme belum tentu menyebabkan timbulnya gejala keracunan selama jumlah yang diabsorpsi berada di bawah konsentrasi yang toksik. Sebaliknya, jika diabsorpsi dalam jumlah besar yang tidak sesuai, setiap zat yang pada dasarnya aman ternyata beracun. Hal tersebut menjadikan pentingnya sebuah pembuktian racun pada konsentrasi yang subtoksik agar bahaya dapat diketahui pada saat yang tepat dan kerusakan karena keracunan dapat dihindari. Mason (1981) mengkategorikan senyawa yang berpotensi racun sebagai berikut : •
Senyawa metal, seperti nikel, cadmium, zink, copper, dan merkuri yang dihasilkan dari berbagai proses industri serta beberapa penggunaan metode pertanian.
•
Komponen organik, seperti petroleum hydrocarbon, solvents, organometalic compounds, phenols, formaldehyde, organo-clorine pesticides.
•
Gas, seperti klorin dan ammonia.
•
Anion, seperti sianida, fluorida, sulfida, dan sulfat.
Pengujian toksisitas Toksisitas dapat ditemukan nilainya dengan melakukan uji biologi atau uji toksisitas. Bioassay atau uji toksisitas merupakan cara untuk mengukur pengaruh dari satu atau lebih bahan pencemar pada satu atau lebih spesies organisme. Beberapa istilah yang sering digunakan dalam mengungkapkan hasil bioassay adalah: 1. Lethal concentration (LC) Kematian merupakan kriteria toksisitas. Hasilnya ditunjukkan dengan nilai LC yang menunjukkan presentasi kematian hewan pada konsentrasi tertentu. LC50-48 jam menunjukkan konsentrasi dari substansi toksikan yang
21
menyebabkan kematian terhadap 50% hewan uji yang dikontaminasikan selama 48 jam. 2. Effective Concentration (EC) Merupakan istilah yang digunakan apabila terdapat pengaruh lain selain kematian pada saat pengamatan. Pengaruh tersebut antara lain gangguan pada alat pernafasan, ketidaknormalan pada perkembangan tubuh atau perubahan tingkah laku. Hasilnya ditunjukkan seperti pada lethal concentration. 3. Incipient lethal Level Yaitu konsentrasi akut bagi hewan uji berakhir. Pada konsentrasi ini 50% hewan uji dapat hidup dalam waktu yang relatif lama. 4. Safe Concentration Adalah konsentrasi maksimum bahan uji yang tidak menimbulkan pengaruh yang negatif terhadap hewan uji setelah mengalami kontaminasi yang lama lebih dari satu atau dua generasi. 5. Maximum Allowable Toxicant Concentration (MATC) Adalah konsentrasi bahan uji yang diperbolehkan keberadaannya dalam air yang tidak menyebabkan pengaruh negatif pada hewan uji dan berbagai peruntukkan lainnya. MATC ditentukan dengan melakukan long-term bioassay terhadap suatu siklus tertentu yang paling sensitif dari hewan uji atau seluruh siklus hidupnya (Mason 1981).
Bioassay Daphnia Daphnia, yang dikenal dengan nama kutu air, adalah sejenis crustace kecil yang hidup di air tawar. Ia merupakan sumber makanan bagi ikan-ikan dan organisme perairan lainnya. Daphnia dapat digunakan sebagai biota uji untuk uji toksisitas yang baik karena mereka sensitif terhadap perubahan kimia air. Selain itu budidaya (kultur) Daphnia sederhana dan mereka dewasa hanya dalam waktu beberapa hari saja. Biota ini telah digunakan selama bertahun-tahun untuk menduga toksisitas akut dan kronis dari zat kimia tunggal maupun kompleks (Eaton et al 1995).
22
Gambar 4 Anatomi dari Daphnia betina (Sumber : EPA) Siklus hidup Daphnia berkisar
antara 40
hingga 56 hari, bervariasi
tergantung pada spesies dan kondisi lingkungan tempat hidupnya. Daphnia dewasa dapat menghasilkan telur sebanyak 6-10 buah yang terdapat pada brood chamber (Gambar 4). Telur-telur tersebut kemudian menjadi embrio dan dilepaskan dalam beberapa hari. Daphnia juvenile akan dewasa secara seksual dalam waktu 6-10 hari. Kondisi populasi Daphnia yang baik menyebabkan sebagian besar Daphnia menjadi berjenis kelamin betina dengan sifat aseksual (Gambar 5). Daphnia akan menjadi stress jika densitas populasi terlalu tinggi, kekurangan pakan, kualitas air yang buruk, dan suhu yang ekstrim. Pada keadaan stress, Daphnia juvenile sebagian besar akan menjadi jantan yang bereproduksi secara seksual, dan telur tidak akan dilepaskan oleh Daphnia betina sebelum terjadi perubahan lingkungan hidup menjadi lebih baik (Gambar 6). Berdasarkan hal tersebut, maka untuk mendapatkan suplai Daphnia yang berkelanjutan, kondisi lingkungan stress harus dihindari karena mengakibatkan reproduksi Daphnia menjadi seksual (ei.cornell.edu).
23
Gambar 5 Daphnia betina aseksual yang siap melepaskan telur (Sumber : ei.cornell.edu).
Gambar 6 Daphnia betina seksual yang menahan telurnya hingga lingkungan perairan kembali kondusif (Sumber : ei.cornell.edu).
METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan dua tahap dan di dua tempat, yaitu tahap pertama di Laboratorium Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK) untuk pembuatan teh camellia-murbei serta uji fitokimia yang merupakan rangkaian penelitian kerjasama dengan Departemen Pertanian (KKP3T). Penelitian tahap pertama ini dilakukan pada bulan Juni – Agustus 2007. Tahap kedua berupa penelitian lanjutan, yakni uji toksisitas, dilakukan di laboratorium Biomikro Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan, serta Laboratorium Departemen Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor pada bulan Juni – September 2008. Bahan dan Alat Untuk pembuatan teh camellia-murbei bahan yang diperlukan adalah daun teh varietas assamica klon Klon gambung 7 dan Klon gambung 9, daun murbei varietas kanva dan multikaulis, bubuk jahe merah dan asam jawa. Alat yang digunakan adalah alat-alat untuk proses pembuatan teh seperti mesin pelayuan, steaming, mesin penggulung daun, mesin CTC, dan oven pengeringan. Bahan untuk uji fitokimia adalah seluruh teh kering hasil dari tahap pembuatan teh camellia-murbei yang telah diformulakan sesuai dengan rancangan perlakuan. Untuk uji toksisitas yang dilakukan dengan metode bioassay Daphnia memerlukan bahan sebagai berikut: dua formula teh camellia-murbei yang memiliki kandungan fitokimia paling tinggi beserta dua formula teh tersebut yang ditambah jahe dan asam jawa, instar Daphnia, serta media kultur Daphnia. Peralatan yang digunakan adalah akuarium, gelas ukur, dan pipet. Desain Rancangan Pembuatan teh camellia-murbei Perlakuan yang diberikan: A. Varietas camellia, terdiri dari : A1 = Teh Camelia sinensis varietas assamica klon Klon gambung 7 A2 = Teh Camelia sinensis varietas assamica klon Klon gambung 9
25
B. Varietas murbei, terdiri dari : B1 = Teh murbei oksidasi enzimatis varietas kanva B2 = Teh murbei oksidasi enzimatis varietas multicaulis B3 = Teh murbei non-oksidasi enzimatis varietas kanva B4 = Teh murbei non-oksidasi enzimatis varietas multicaulis •
n = 3 kali ulangan Desain rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak
Faktorial sehingga jumlah sampel = 2 varietas camellia x 4 varietas murbei x 3 ulangan = 24 satuan percobaan. Model linier yang digunakan adalah Yijk
= µ + αi+βj+(αβ)ij+ ε(ijk)
Keterangan : Yijk
= Respon pada faktor varietas teh ke-i, varietas murbei ke-j dan ulangan ke-k
µ
= nilai tengah umum
αi
= Pengaruh dari faktor varietas teh ke-i (Klon gambung 7 dan Klon
gambung 9) βj
= Pengaruh dari faktor varietas murbei ke-j (Kanva dan Multicaulis)
(αβ)ij = Pengaruh dari interaksi varietas teh ke-i dan varietas murbei ke-j ε(ijk)
= pengaruh acak pada varietas teh ke-i, varietas murbei ke-j dan ulangan ke-k data yang diperoleh akan dilakukan uji F-hitung memakai uji Tukey, jika
terdapat data yang signifikan maka diuji lanjut dengan uji Duncan (DMRT). Uji Kimia dan Fitokimia Uji fitokimia dilakukan di laboratorium biokimia PPTK dengan menggunakan metode titrimetri dan HPLC yang telah terstandar. Semua sampel dilakukan analisis kimia yang mencakup : kadar air, ekstrak air, kadar abu total, kadar abu larut air, kadar abu tidak larut asam, serta analisis fitokimia yang berupa : tannin, kafein, dan theaflavin. Kemudian ditentukan tiga formula teh terbaik berdasarkan jumlah kandungan fitokimia dan hasil organoleptik, yang selanjutnya ketiga formula teh camellia-murbei tersebut dianalisis kadar katekin masingmasing dengan tiga kali ulangan.
26
Uji Toksisitas Terdapat dua faktor perlakuan, yang pertama adalah faktor formula teh camellia-murbei, dan yang kedua adalah faktor konsentrasi total katekin pada larutan media uji Daphnia. Faktor pertama terdapat enam taraf : 1. F1 = formula camellia-murbei ke-1 terbaik 2. F2 = formula camellia-murbei ke-1 terbaik + jahe dan asam jawa 3. F3 = formula camellia-murbei ke-2 terbaik 4. F4 = formula camellia-murbei ke-2 terbaik + jahe dan asam jawa 5. F5 = kontrol teh camellia komersial 6. F6 = kontrol teh murbei komersial Kriteria formula teh camellia-murbei terbaik adalah berdasarkan kandungan total katekin yang tertinggi. Faktor kedua terdapat enam taraf titik konsentrasi yang akan diujikan. Lima titik ditentukan berdasarkan uji konsentrasi pendahuluan sesuai dengan prosedur yang diuraikan di bawah ini, sedangkan satu titik merupakan konsentrasi 0 ppm (kontrol). Jumlah keseluruhan terdapat 36 unit satuan percobaan yang diulang sebanyak 3 kali. Pada masing-masing unit satuan terdapat 10 ekor instar Daphnia.
Prosedur Penelitian Prosedur pembuatan teh oksidasi enzimatis (Teh hitam) •
Pelayuan Tahap pertama pada proses pengolahan teh dengan fermentasi adalah
pelayuan. Selama proses pelayuan, daun teh akan mengalami dua perubahan yaitu perubahan senyawa-senyawa kimia yang terdapat dalam daun serta menurunnya kandungan air sehingga daun teh menjadi lemas. Proses ini dilakukan pada alat Withering Trough atau palung pelayuan selama 14-18 jam. Hasil pelayuan yang baik ditandai dengan pucuk layu yang berwarna hijau
kekuningan, tidak
mengering, tangkai muda menjadi lentur, bila digenggam terasa lembut dan bila dilemparkan tidak akan buyar serta timbul aroma yang khas seperti buah masak. •
Penggilingan dan oksimatis Secara kimia, proses pengilingan merupakan proses awal terjadinya
oksimatis yaitu bertemunya total katekin dan enzim total katekin oksidase dengan
27
bantuan oksigen. Penggilingan akan mengakibatkan memar dan dinding sel pada daun teh menjadi rusak. Cairan sel akan keluar dipermukaan daun secara rata. Proses ini merupakan dasar terbentuknya mutu teh. Selama
proses ini
berlangsung, katekin akan diubah menjadi theaflavin dan thearubigin yang merupakan komponen penting baik terhadap warna, rasa maupun aroma seduhan teh hitam. Proses ini biasanya berlangsung selama 90-120 menit . Mesin yang biasa digunakan dalam proses penggilingan ini dapat berupa Open Top Roller (OTR), Rotorvane dan Press Cup Roller (PCR)-untuk teh hitam orthodox dan Mesin Crushing Tearing and Curling (CTC)-untuk teh hitam CTC. •
Pengeringan Proses ini bertujuan untuk menghentikan proses oksimatis pada saat
seluruh komponen kimia penting dalam daun teh telah secara optimal terbentuk. Proses ini menyebabkan kadar air daun teh turun menjadi 2,5-4%. Keadaan ini dapat memudahkan proses penyimpanan dan transportasi. Mesin yang biasa digunakan dapat berupa ECP (Endless Chain Pressure) Dryer maupun FBD (Fluid Bed Dryer) pada suhu 90-95oC selama 20-22 menit. Prosedur pembuatan teh non oksidasi enzimatis (Teh hijau) •
Pelayuan Berbeda dengan proses pengolahan teh hitam, pelayuan disini bertujuan
menginaktifasi enzim total katekin oksidase untuk menghindari terjadinya proses oksimatis. Akibat proses ini daun menjadi lentur dan mudah digulung. Pelayun dilakukan dengan cara mengalirkan sejumlah daun teh kedalam mesin pelayuan Rotary Panner dalam keadaan panas (80-100oC) selama 2-4 menit secara kontinyu. Penilaian tingkat layu daun pada pengolahan teh hijau dinyatakan sebagai persentase layu, yaitu perbandingan daun pucuk layu terhadap daun basah yang dinyatakan dalam persen. Persentase layu yang ideal untuk proses pengolahan teh hijau adalah 60-70%. Tingkat layu yang baik ditandai dengan daun layu yang berwarna hijau cerah, lemas dan lembut serta mengeluarkan bau yang khas. •
Penggulungan Pada proses pengolahan teh hijau, penggulungan merupakan tahapan
pengolahan yang bertujuan untuk membentuk mutu secara fisik. Selama proses
28
penggulungan daun teh akan dibentuk menjadi gulungan kecil dan terjadi pemotongan. Proses ini dilakukan seger setelah daun layu keluar dari mesin pelayuan. Mesin penggulung yang biasa digunakan adalah Open Top Roller 26 tipe single action selama 15-17 menit. •
Pengeringan Pengeringan bertujuan untuk mereduksi kandungan air dalam daun hingga
3-4%. Untuk mencapai kadar air yang demikian rendahnya, pengeringan umumnya dilakukan dalam dua tahap. Pengeringan pertama bertujuan mereduksi kandungan air dan memekatkan cairan sel yang menempel pada permukaan daun. Hasil pengeringan pertama masih setengah kering dengan tingkat kekeringan (kering dibagi basah) sekira 30-35%. Mesin yang digunakan pada proses pengeringan pertama ini adalah ECP dengan suhu masuk 130-135oC dan suhu keluar 50-55oC dengan lama pengeringan sekira 25 menit. Disamping memperbaiki bentuk gulungan, pengeringan kedua bertujuan untuk mengeringan teh sampai kadar airnya menyentuh angka 3-4%. Mesin yang digunakan dalam proses ini biasanya berupa Rotary Dryer tipe repeat roll. Lama pengeringan berkisar antara 80-90 menit pada suhu dibawah 70oC. Prosedur uji toksisitas Prosedur uji toksisitas dengan metode bioassay Daphnia mengacu pada Eaton et al (1995). Sebelum dilaksanakan uji toksisitas, dilakukan terlebih dahulu kultur daphnia serta uji pendahuluan. Kultur daphnia serta uji toksisitas dilakukan di laboraorium Biomikro Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan. •
Kultur Daphnia Kultur Daphnia merupakan bagian dari persiapan untuk mendapatkan
hewan uji yang merupakan instar Daphnia. Kultur Daphnia dilakukan di dalam wadah kaca sejenis akuarium ukuran kecil (30 x 30 x 30). Diperlukan sedikitnya 20-30 ekor daphnia dewasa untuk memulai kultur ini. Selama masa kultur, Daphnia diberi pakan berupa alga hijau. Setelah kurang-lebih satu bulan, didalam kultur terdapat ratusan ekor Daphnia kecil dan dewasa. Kemudian Daphnia yang telah memiliki telur (ditunjukkan dengan adanya warna kuning pada bagian brood chamber) dipisahkan dari akuarium kultur dan dimasukkan ke dalam gelas becker
29
untuk ditetaskan. Gelas becker yang telah dimasukkan Daphnia diamati setidaknya 24 jam sekali untuk melihat apakah telur telah menetas menjadi instar Daphnia. Instar Daphnia inilah yang akan menjadi hewan uji pada uji pendahuluan maupun uji utama. •
Uji Pendahuluan Uji pendahuluan dilakukan untuk menentukan selang konsentrasi total
katekin yang akan digunakan sebagai kontaminan pada uji utama. Pada uji pendahuluan ditentukan konsentrasi ambang atas (N) dan konsentrasi ambang bawah (n). Konsentrasi ambang atas (N) adalah konsentrasi terendah dari toksikan yang menyebabkan seluruh hewan uji mati pada pemaparan waktu 24 jam, sedangkan konsentrasi ambang bawah (n) adalah konsentrasi tertinggi dari toksikan yang tidak menyebabkan kematian pada hewan uji pada pemaparan waktu 24 jam. Setelah diperoleh nilai konsentrasi ambang batas atas dan bawah, titik-titik konsentrasi uji utama dapat dihitung dengan rumus berdasarkan Adhiarni (1997), sebagai berikut: Log N/n = k log a/n ...................(1) a/n = b/a = c/b = d/c = e/d = N/e.........(2) Keterangan : N
: Konsentrasi tertinggi
n
: Konsentrasi terendah
k
: Jumlah konsentrasi yang diuji
a, b, c, d dan e : Konsentrasi antara konsentrasi terendah dan konsentrasi tertinggi (a adalah konsentrasi terkecil) •
Uji Lanjutan (Utama) Uji utama dilakukan selama 48 jam dengan enam titik pengamatan. Jumlah
instar Daphnia yang mati dicatat, kemudian data yang diperoleh diolah dengan EPA Probit Analisis Program untuk mengetahui Lethal Concentration (LC50) dengan derajat kepercayaan 95%.
LC50 adalah konsentrasi yang dapat
menyebabkan kematian instar Daphnia 50% (Hodgson 1987).
30
Meyer (1982) menyebutkan tingkat toksisitas suatu ekstrak mengikuti pedoman sebagai berikut : LC50 ≤ 30 ppm
= sangat toksik
30 < LC50 ≤ 1000 ppm
= toksik
LC50 ≥ 1001 ppm
= tidak toksik
Loomis (1978) mengklasifikasikan toksisitas atas dasar jumlah besarnya zat kimia untuk setiap kg berat badan yang diperlukan untuk menimbulkan bahaya, yaitu sebagai berikut : 1. Luar biasa toksik
(1mg/kg atau kurang)
2. Sangat toksik
(1-50 mg/kg)
3. Cukup toksik
(50-500 mg/kg)
4. Sedikit toksik
(500 – 5000 mg/kg)
5. Praktis tidak toksik
(5 g – 15 g/kg)
6. Relatif kurang berbahaya (lebih dari 15 g/kg)
HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Teh Camellia-Murbei Dengan rancangan percobaan yang telah diuraikan pada Bab Metodologi, maka diperoleh formula teh camellia-murbei sebagai berikut : Tabel 9 Formula teh camellia-murbei (1:1) No Formula teh 1 Klon gambung 7 non-oksimatis dengan Kanva oksimatis 2 Klon gambung 7 non-oksimatis dengan Kanva non-oksimatis 3 Klon gambung 7 non-oksimatis dengan Multikaulis oksimatis 4 Klon gambung 7 non-oksimatis dengan Multikaulis non-oksimatis 5 Klon gambung 9 non-oksimatis dengan Kanva oksimatis 6 Klon gambung 9 non-oksimatis dengan Kanva non-oksimatis 7 Klon gambung 9 non-oksimatis dengan Multikaulis oksimatis 8 Klon gambung 9 non-oksimatis dengan Multikaulis non-oksimatis Keterangan : oksimatis = oksidasi enzimatis Dari kedelapan formula teh camellia-murbei yang diperoleh diatas, kemudian dianalisis kandungan fitokimianya untuk mengetahui formula yang memiliki manfaat terbaik bagi kesehatan.
Analisis Kimia dan Fitokimia Teh Camellia-Murbei Analisis kimia yang dilakukan meliputi analisis kandungan : 1. Kadar air 2. Ekstrak air 3. Kadar abu 4. Abu tidak larut asam 5. Abu larut air 6. Alkalinitas 7. Kadar serat
Analisis fitokimia yang dilakukan meliputi analisis kandungan 1. Theaflavin 2. Tanin 3. Kafein
32
Ditentukannya
faktor-faktor
analisis
tersebut
dikarenakan
ingin
membandingkan mutu teh camellia-murbei dengan standar mutu teh berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 10 Persyaratan kandungan kimia mutu teh Jenis uji Satuan Spesifikasi Kadar air (b/b)
%
maksimum 8,00
Kadar ekstrak air (b/b)
%
minimum 32,00
Kadar abu total (b/b)
%
minimum 4,00- maksimum 8,00
Kadar abu larut dalam air (b/b) dari abu total
%
Minimum 45,00
Kadar abu tak larut dalam asam (b/b)
%
Maksimum 1,00
Alkalinitas abu larut dalam air (b/b)
%
minimum1,00 - maksimum 3,00
Kadar serat kasar (b/b)
%
maksimum 16,50
Sumber : SNI Teh Hitam No 01-1902-2000 SNI Teh Hijau No 01-3945-1995 Hasil analisis kimia 1. Kadar air Nilai kadar air yang memenuhi standar SNI teh adalah maksimum 8% dari berat kering teh. Untuk teh yang dihasilkan dari formula camellia-murbei didapat nilai kadar air yang memenuhi standar SNI teh, yakni seperti terlihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 11 Nilai kadar air teh camellia-murbei Formula teh Kadar air (% / bk) Klon gambung 7 non-oksimatis dengan Kanva oksimatis
2.8633ab
Klon gambung 7 non-oksimatis dengan Kanva non-oksimatis
2.6733ab
Klon gambung 7 non-oksimatis dengan Multikaulis oksimatis
2.8567ab
Klon gambung 7 non-oksimatis dengan Multikaulis nonoksimatis Klon gambung 9 non-oksimatis dengan Kanva oksimatis
2.4733ab
Klon gambung 9 non-oksimatis dengan Kanva non-oksimatis
2.6150ab
Klon gambung 9 non-oksimatis dengan Multikaulis oksimatis
2.8067ab
Klon gambung 9 non-oksimatis dengan Multikaulis nonoksimatis
2.0883b
3.1683a
33
Tabel 11 diatas menunjukkan bahwa nilai kadar air satu formula teh dengan yang lainnya tidak terdapat perbedaan yang nyata berdasarkan uji statistik. Seluruh formula teh camellia-murbei memiliki tingkat kadat air seperti yang disyaratkan SNI teh, yakni kurang dari 8%. Hal ini sangatlah baik, karena kadar air merupakan aspek penting bagi daya simpan suatu bahan. Teh kering memiliki sifat higroskopis, sehingga jika kadar airnya semakin rendah maka mutunya akan lebih baik. 2. Ekstrak air Ekstrak air adalah salah satu hal yang dapat menunjukkan banyaknya zatzat fitokimia yang terlarut pada suatu minuman. Nilai ekstrak air teh camelliamurbei dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12 Nilai ekstrak air pada teh camellia-murbei Formula teh
Ekstrak air (% / bk)
Klon gambung 7 non-oksimatis dengan Kanva oksimatis
43.0000a
Klon gambung 7 non-oksimatis dengan Kanva non-oksimatis
41.7117b
Klon gambung 7 non-oksimatis dengan Multikaulis oksimatis
41.4417b
Klon gambung 7 non-oksimatis dengan Multikaulis nonoksimatis Klon gambung 9 non-oksimatis dengan Kanva oksimatis
41.1333b
Klon gambung 9 non-oksimatis dengan Kanva non-oksimatis
41.4500b
Klon gambung 9 non-oksimatis dengan Multikaulis oksimatis
41.2750b
Klon gambung 9 non-oksimatis dengan Multikaulis non-
41.4350b
42.6867a
oksimatis
Tabel diatas menunjukkan bahwa murbei varietas Kanva memiliki kualitas yang lebih bagus daripada Multikaulis, sebab nilai ekstrak air murbei Kanva lebih tinggi daripada Multikaulis baik secara non-oksimatis maupun oksimatis. Tingginya nilai ekstrak air pada murbei Kanva akan berkorelasi dengan tingginya kandungan zat-zat fitokimia yang terlarut pada teh, sehingga formula teh camellia dengan murbei Kanva akan menghasilkan kulitas teh yang lebih baik daripada dengan murbei Multikaulis. Berdasarkan SNI teh, nilai ekstrak air suatu minuman teh minimal 32% dari berat kering teh, sehingga dapat kita katakan bahwa
34
keseluruhan minuman teh camellia-murbei memiliki ekstrak air yang memenuhi standar SNI teh. 3. Kadar abu total Pengukuran kadar abu dimaksudkan untuk mengetahui banyaknya kandungan mineral pada minuman teh camellia-murbei. Tabel 13 Nilai kadar abu teh camellia-murbei Formula teh Kadar abu (% / bk) Klon gambung 7 non-oksimatis dengan Kanva oksimatis
8,4300a
Klon gambung 7 non-oksimatis dengan Kanva non-oksimatis
8,5450a
Klon gambung 7 non-oksimatis dengan Multikaulis oksimatis
8,0917a
Klon gambung 7 non-oksimatis dengan Multikaulis non-
8,4950a
oksimatis Klon gambung 9 non-oksimatis dengan Kanva oksimatis
8,2467a
Klon gambung 9 non-oksimatis dengan Kanva non-oksimatis
8,6883a
Klon gambung 9 non-oksimatis dengan Multikaulis oksimatis
8,2033a
Klon gambung 9 non-oksimatis dengan Multikaulis non-
8,6867a
oksimatis
Pada Tabel 13 dapat kita lihat bahwa kadar abu teh camellia-murbei belum memenuhi standar SNI teh. Pada standar teh nilai kadar abu minimal 4% dan maksimum 8%, sedangkan teh camellia-murbei baru mencapai angka lebih dari 8%, yaitu berkisar antara 8, 091% hingga 8,688%, sehingga berdasarkan kadar abu, semua formula teh camellia-murbei belum memenuhi SNI teh. Pada suatu minuman diharapkan terdapat mineral-mineral dengan jumlah minimal 4% dan maksimalnya 8%, tingginya kadar abu total teh camellia-murbei dapat disebabkan karena terdapat cemaran logam saat proses pengolahan. Dapat kita lihat pada Tabel 13, formula teh yang keduanya mengalami reaksi non-oksimatis memiliki kadar abu total yang lebih tinggi daripada formula teh yang salah satunya mengalami proses oksimatis. Hal ini karena pada proses non-oksimatis terdapat perlakuan pemanasan daun teh terlebih dahulu hingga suhu 85 °C sebelum dilakukan penggilingan agar tidak terjadi reaksi oksimatis. Proses pemanasan inilah yang diduga dapat memicu terbentuknya logam pada teh.
35
4. Abu tidak larut asam Nilai abu tidak larut asam dapat mencerminkan banyaknya kandungan logam pada minuman teh. Standar nilai untuk abu tidak larut asam berdasarkan SNI teh adalah maksimal 1% berat kering. Pada teh camellia-murbei terlihat hanya satu formula yang lebih dari 1%, yakni formula Klon gambung 9 nonoksimatis dengan Multikaulis non-oksimatis (Gambar 9). Artinya hanya satu formula teh yang tidak memenuhi standar SNI teh, sedangkan yang lainnya memenuhi kriteria SNI teh. Dari data pada Grafik 1 juga diperoleh informasi bahwa nilai abu tidak larut asam cenderung lebih tinggi pada formula teh dengan proses non-oksimatisnya.
Artinya pada teh camellia-murbei dengan proses
oksimatis memiliki kandungan logam yang lebih sedikit dibandingkan dengan teh camellia-murbei dengan proses non-oksimatisnya. Hal ini terjadi kemungkinan karena pada non-oksimatis, daun mengalami proses pemanasan agar tidak terjadi reaksi oksimatis, serta kondisi peralatan yang sudah tua sehingga berpengaruh
Abu tdk lrt asam (%bk)
terhadap timbulnya unsur logam pada teh. 1,20 1,00 0,80
0,84
0,93
0,92 0,71
1,03
0,98 0,80 0,67
0,60 0,40 0,20 0,00 G7KO G7KN G7MO G7MN G9KO G9KN G9MO G9MN
Formula
Gambar 9 Nilai abu tidak larut asam teh camellia-murbei Keterangan : G7KO = Klon gambung 7 non-oksimatis dengan Kanva oksimatis G7KN = Klon gambung 7 non-oksimatis dengan Kanva non-oksimatis G7MO = Klon gambung 7 non-oksimatis Multikaulis oksimatis G7MN = Klon gambung 7 non-oksimatis Multikaulis non-oksimatis G9KO = Klon gambung 9 non-oksimatis dengan Kanva oksimatis G9KN = Klon gambung 9 non-oksimatis Kanva non-oksimatis G9MO = Klon gambung 9 non-oksimatis dengan Multikaulis oksimatis G9MN = Klon gambung 9 non-oksimatis dengan Multikaulis non-oksimatis
36
5. Abu larut air dari abu total Kadar abu larut air pada SNI teh minimal 45% berat kering. Pada teh camellia-murbei abu tidak larut air belum mencapai nilai 45%, sehingga secara keseluruhan teh yang dihasilkan pada penelitian ini belum mencapai standar SNI teh untuk parameter abu larut air. Tabel 14 Nilai abu larut air teh camellia-murbei Formula teh abu larut air (% / bk) Klon gambung 7 non-oksimatis dengan Kanva oksimatis
43.487a
Klon gambung 7 non-oksimatis dengan Kanva non-oksimatis
43.168a
Klon gambung 7 non-oksimatis dengan Multikaulis oksimatis
41.670a
Klon gambung 7 non-oksimatis dengan Multikaulis nonoksimatis Klon gambung 9 non-oksimatis dengan Kanva oksimatis
41.523a
Klon gambung 9 non-oksimatis dengan Kanva non-oksimatis
43.498a
Klon gambung 9 non-oksimatis dengan Multikaulis oksimatis
42.692a
Klon gambung 9 non-oksimatis dengan Multikaulis nonoksimatis
41.903a
43.702a
Kadar abu larut air mencerminkan banyaknya kandungan mineral larut air yang terdapat pada minuman teh camellia-murbei. Salah satu hal yang diduga menyebabkan masih rendahnya nilai kadar abu larut air pada formula teh yang dihasilkan adalah rendahnya tingkat kesuburan tanah dari areal pertanaman teh atau murbei, karena kandungan mineral yang terdapat pada tanaman diperoleh dari unsur hara yang terdapat pada tanah. 6. Alkalinitas Tabel 15 Nilai alkalinitas teh camellia-murbei Formula teh Alkalinitas (% / bk) Klon gambung 7 non-oksimatis dengan Kanva oksimatis
2.32167ab
Klon gambung 7 non-oksimatis dengan Kanva non-oksimatis
2.36333a
Klon gambung 7 non-oksimatis dengan Multikaulis oksimatis
2.22167c
Klon gambung 7 non-oksimatis dengan Multikaulis nonoksimatis Klon gambung 9 non-oksimatis dengan Kanva oksimatis
2.30167ab 2.30833ab
Klon gambung 9 non-oksimatis dengan Kanva non-oksimatis
2.33167ab
Klon gambung 9 non-oksimatis dengan Multikaulis oksimatis
2.30833ab
Klon gambung 9 non-oksimatis dengan Multikaulis nonoksimatis
2.25333bc
37
Nilai alkalinitas pada teh camellia-murbei (Tabel 15) secara keseluruhan memenuhi kriteria SNI teh yang mensyaratkan nilai alkalinitas suatu minuman teh minimal 1% dan maksimal 3% berat kering. Nilai tertinggi alkalinitas terdapat pada teh formula Klon gambung 7 non-oksimatis dengan Kanva non-oksimatis dan terendah pada teh formula Klon gambung 7 non-oksimatis dengan Multikaulis oksimatis. 7. Kadar serat Pada Tabel 16 dapat dilihat bahwa nilai dari kadar serat teh camelliamurbei paling tinggi dihasilkan pada formula Klon gambung 9 non-oksimatis dengan Multikaulis non-oksimatis dengan nilai sebesar 12.1%.
Tabel 16 Nilai kadar serat teh camellia-murbei Formula teh Kadar serat (% / bk) Klon gambung 7 non-oksimatis dengan Kanva oksimatis
11.4a
Klon gambung 7 non-oksimatis dengan Kanva non-oksimatis
11.4a
Klon gambung 7 non-oksimatis dengan Multikaulis oksimatis
11.3a
Klon gambung 7 non-oksimatis dengan Multikaulis nonoksimatis Klon gambung 9 non-oksimatis dengan Kanva oksimatis
11.9a
Klon gambung 9 non-oksimatis dengan Kanva non-oksimatis
11.3a
Klon gambung 9 non-oksimatis dengan Multikaulis oksimatis
11.6a
Klon gambung 9 non-oksimatis dengan Multikaulis nonoksimatis
12.1a
11.9a
Nilai tersebut masih memenuhi standar dari SNI teh yang mensyaratkan kadar serat teh maksimal sebesar 16.5% dari berat kering. Nilai kadar serat berkaitan dengan kualitas petikan pucuk teh, semakin kasar petikan, maka kadar serat akan semakin tinggi, sehingga semakin kecil nilai kadar serat kualitasnya akan semakin baik. Dari hasil analisis kadar serat diatas, maka dapat dikatakan seluruh formula teh camelia-murbei yang dihasilkan pada penelitian ini memiliki kualitas yang baik karena memenuhi standar SNI teh.
38
Hasil analisis fitokimia 1. Theaflavin Theaflavin memang tidak tercantum pada SNI teh, namun theaflavin merupakan senyawa flavonoid yang memiliki efek manfaat yang baik bagi kesehatan peminumnya. Kandungan theaflavin teh camellia-murbei pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 10 dibawah ini.
Theaflavin (%bk)
0,60
0,48
0,50
0,51 0,44
0,43
0,46
0,42
0,34
0,40
0,38
0,30 0,20 0,10 0,00 G7KO G7KN G7MO G7MN G9KO G9KN G9MO G9MN
Formula Gambar 10 Kandungan theaflavin teh camellia-murbei Keterangan : G7KO = Klon gambung 7 non-oksimatis dengan Kanva oksimatis G7KN = Klon gambung 7 non-oksimatis dengan Kanva non-oksimatis G7MO = Klon gambung 7 non-oksimatis Multikaulis oksimatis G7MN = Klon gambung 7 non-oksimatis Multikaulis non-oksimatis G9KO = Klon gambung 9 non-oksimatis dengan Kanva oksimatis G9KN = Klon gambung 9 non-oksimatis Kanva non-oksimatis G9MO = Klon gambung 9 non-oksimatis dengan Multikaulis oksimatis G9MN = Klon gambung 9 non-oksimatis dengan Multikaulis non-oksimatis
Pada data tabel diatas terlihat bahwa kandungan theaflavin cenderung lebih tinggi pada teh formula Klon gambung 7 non-oksimatis maupun Klon gambung 9 non-oksimatis dengan Kanva atau multicaulis yang mengalami proses oksimatis bila dibandingkan dengan pasangan non-oksimatisnya. Hal ini karena theaflavin terbentuk dari senyawa katekin yang teroksidasi menjadi theaflavin dan thearubigin, sehingga kandungan theaflavin pada teh dengan proses oksimatis menjadi lebih tinggi. Nilai theaflavin tertinggi terdapat pada formula Klon gambung 9 nonoksimatis dengan Kanva oksimatis, disusul formula Klon gambung 7 nonoksimatis dengan Kanva oksimatis. Untuk formula kedua Klon gambung dengan
39
Multikaulis oksimatis walaupun tetap lebih tinggi dari formula kedua Klon gambung dengan Multikaulis non-oksimatis, namun nilai theaflavinnya masih dibawah dari formula kedua Klon gambung dengan Kanva oksimatis, bahkan juga dibawah formula kedua Klon gambung dengan Kanva non-oksimatis. Artinya dalam hal kandungan theaflavin, murbei Kanva lebih unggul dari murbei Multikaulis untuk diformulakan dengan jenis camellia manapun dan dengan proses pembuatan apapun. 2. Tanin Dapat dilihat di Gambar 11 nilai kandungan tanin yang tertinggi terdapat pada formula teh Klon gambung 7 non-oksimatis dengan Multikaulis nonoksimatis, sedangkan yang terendah terdapat pada teh Klon gambung 7 nonoksimatis dengan Kanva non-oksimatis. 6,00 4,89
Tanin (%bk)
5,00 4,00
5,25 4,52
4,40
4,97
4,52 3,99
3,70
3,00 2,00 1,00 0,00 G7KO G7KN G7MO G7MN G9KO G9KN G9MO G9MN
Formula Gambar 11 Kandungan tanin teh camellia-murbei Keterangan : G7KO = Klon gambung 7 non-oksimatis dengan Kanva oksimatis G7KN = Klon gambung 7 non-oksimatis dengan Kanva non-oksimatis G7MO = Klon gambung 7 non-oksimatis Multikaulis oksimatis G7MN = Klon gambung 7 non-oksimatis Multikaulis non-oksimatis G9KO = Klon gambung 9 non-oksimatis dengan Kanva oksimatis G9KN = Klon gambung 9 non-oksimatis Kanva non-oksimatis G9MO = Klon gambung 9 non-oksimatis dengan Multikaulis oksimatis G9MN = Klon gambung 9 non-oksimatis dengan Multikaulis non-oksimatis
Jumlah kandungan tanin tidak disyaratkan pada SNI teh, namun tanin merupakan senyawa yang memiliki manfaat bagi kesehatan tubuh. Tanin mempunyai efek fisiologis dan efek farmakologis karena kemampuannya untuk membentuk kompleks, baik dengan protein maupun polisakarida. Salah satu manfaat fisiologis adalah bagi orang yang sedang mengalami masa stres, tanin
40
dapat membuat otak menjadi lebih rileks, sedangkan efek farmakologisnya mampu menghambat sintesis dinding sel bakteri dan sintesis protein sel kuman gram positif maupun gram negatif (Siswantoro 2006). Kandungan tanin pada teh camellia-murbei berdasarkan uji statistik terdapat perbedaan yang nyata yang disebabkan oleh interaksi antara teh camellia dengan teh murbei. Dari hasil uji statistik tersebut diperoleh informasi bahwa formula Multikaulis (oksimatis dan non-oksimatis) dengan Klon gambung 7 nonoksimatis memiliki kandungan tanin yang lebih tinggi dibandingkan dengan formula Multikaulis (oksimatis dan non-oksimatis) dengan Klon gambung 9 nonoksimatis, dan hal yang sebaliknya terjadi pada formula Kanva (oksimatis dan non-oksimatis) dengan Klon gambung 9 non-oksimatis memiliki kandungan tanin yang lebih tinggi dibandingkan dengan formula Kanva (oksimatis dan nonoksimatis) dengan Klon gambung 7 non-oksimatis. Hal tersebut menyiratkan bahwa murbei Multikaulis akan lebih bermanfaat jika diformulakan dengan Klon gambung 7 non-oksimatis, sedangkan murbei Kanva dengan Klon gambung 9 non-oksimatis. 3. Kafein Kafein merupakan jenis alkaloid yang secara alamiah terdapat dalam biji kopi, daun teh, daun mete, biji kola, biji coklat, dan beberapa minuman penyegar. Secara ilmiah, efek langsung dari kafein terhadap kesehatan sebetulnya tidak ada, tetapi yang ada adalah efek tak langsungnya seperti menstimulasi pernafasan dan jantung, serta memberikan efek samping berupa rasa gelisah (neuroses), tidak dapat tidur (insomnia), dan denyut jantung tak berarturan (tachycardia). Seperti halnya theaflavin dan tanin, kafein tidak terdapat pada salah satu yang disyaratkan SNI teh, namun jika dikonsumsi dalam jumlah yang tidak berlebihan, kafein memiliki manfaat yang tak tergantikan oleh senyawa lain, yakni berperan dalam menjaga kesiagaan otak (mental alertness) dan performance fisik. Kandungan kafein pada teh camellia-murbei dapat dilihat pada Gambar 12. Gambar 12 menunjukkan bahwa pada formula Klon gambung 7 nonoksimatis, kandungan kafein cenderung lebih tinggi jika bersama dengan Kanva atau Multikaulis yang mengalami proses oksimatis, sedangkan pada formula Klon gambung 9 non-oksimatis, kandungan kafeinnya justru lebih tinggi pada formula
41
Klon gambung 9 non-oksimatis dengan Kanva atau Multikaulis yang nonoksimatis. Hal ini didukung oleh hasil uji statistik yang menunjukkan adanya perbedaan yang nyata dari hasil interaksi antara teh camellia dengan teh murbei pada nilai kafeinnya.
1,400
Kafein (%bk)
1,200 1,000
1,293
1,275
1,258
1,213
1,175
1,095 0,909
0,855
0,800 0,600 0,400 0,200 0,000 G7KO G7KN G7MO G7MN G9KO G9KN G9MO G9MN
Formula Gambar 12 Kandungan kafein teh camellia-murbei Keterangan : G7KO = Klon gambung 7 non-oksimatis dengan Kanva oksimatis G7KN = Klon gambung 7 non-oksimatis dengan Kanva non-oksimatis G7MO = Klon gambung 7 non-oksimatis Multikaulis oksimatis G7MN = Klon gambung 7 non-oksimatis Multikaulis non-oksimatis G9KO = Klon gambung 9 non-oksimatis dengan Kanva oksimatis G9KN = Klon gambung 9 non-oksimatis Kanva non-oksimatis G9MO = Klon gambung 9 non-oksimatis dengan Multikaulis oksimatis G9MN = Klon gambung 9 non-oksimatis dengan Multikaulis non-oksimatis
Artinya jika kita memiliki teh murbei Kanva atau multicaulis yang nonoksimatis dan menginginkan kandungan kafein yang tinggi untuk mendapatkan manfaat mental alertness yang lebih baik, maka yang kita pilih adalah mengformulakannya dengan Klon gambung 9 non-oksimatis.
Hal yang
sebaliknya, jika kita memiliki teh murbei Kanva atau Multikaulis yang oksimatis, untuk mendapatkan kandungan kafein yang lebih tinggi, maka dianjurkan mengformulakannya dengan Klon gambung 7 non-oksimatis. Kandungan kafein pada teh camellia-murbei dapat dikatakan aman untuk dikonsumsi karena nilainya antara 0,85% - 1,29% berat kering teh. Nilai tersebut
42
setara dengan 25 mg – 38 mg kafein dalam satu cangkir teh yang berasal dari seduhan 3 g teh kering. Teh camellia-murbei yang berlanjut ke tahap uji toksisitas adalah formula teh yang memiliki kandungan fitokimia jenis total katekin yang paling tinggi dibandingkan dengan formula lainnya, sehingga proses selanjutnya dilakukan analisis kandungan total katekin. Namun dari kedelapan formula yang ada, hanya tiga formula saja yang akan dianalisis, sehingga untuk menentukan tiga formula tersebut dilihat dari nilai theaflavin dan tanin dari masing-masing formula, kemudian yang memiliki rataan tertinggi dipilih untuk kemudian dianalisis kandungan total katekinnya. Berdasarkan Harler (1963), total katekin pada teh terdiri atas flavonols, 1epigallo-katekin dan gallat, namun pada saat terjadi oksimatis 1-epigallo-katekin teroksidasi menjadi theaflavin yang berwarna kuning dan thearubigin yang berwarna merah coklat. Tiga puluh persen (30%) total katekin pada teh merupakan senyawa tanin (Eden 1976). Sehingga salah satu indikator tingginya kadar senyawa phenol dapat dilihat dari nilai theaflavin dan tanin.
Berikut
informasi mengenai nilai kandungan theaflavin dan tanin. Tabel 17 Nilai kandungan theaflavin dan tanin teh camellia-murbei No 1 2 3 4 5 6 7 8
Formula Klon gambung 7 non-oksimatis dengan Kanva oksimatis Klon gambung 7 non-oksimatis dengan Kanva non-oksimatis Klon gambung 7 non-oksimatis Multikaulis oksimatis Klon gambung 7 non-oksimatis Multikaulis nonoksimatis Klon gambung 9 non-oksimatis dengan Kanva oksimatis Klon gambung 9 non-oksimatis Kanva nonoksimatis Klon gambung 9 non-oksimatis dengan Multikaulis oksimatis Klon gambung 9 non-oksimatis dengan Multikaulis non-oksimatis
Parameter Uji Theaflavin Tanin Total -------- % -------0,479
4,398
2,439
0,436
3,695
2,065
0,425
4,890
2,657
0,343
5,250
2,796
0,479
4,398
2,516
0.461
4.973
2.717
0,421
3,99
0,376
4,516
2,205 2,446
43
Pada Tabel 17 terlihat bahwa tiga formula teh camellia-murbei yang memiliki kandungan theaflavin dan tanin yang tertinggi adalah Klon gambung 7 non-oksimatis dengan Multikaulis non-oksimatis, kemudian formula Klon gambung 9 non-oksimatis dengan Kanva non-oksimatis, serta Klon gambung 7 non-oksimatis dengan Multikaulis oksimatis, dengan rata-rata kandungan theaflavin dan tanin berturut-turut sebesar 2,796%, 2,717%, dan 2,657%. Munculnya ketiga formula ini sangat menarik, karena dua formula Klon gambung 7 non-oksimatis berpasangan dengan Multikaulis, sedangkan Klon gambung 9 non-oksimatis berpasangan dengan Kanva, tidak ada formula Klon gambung 7 non-oksimatis dengan Kanva maupun Klon gambung 9 non-oksimatis dengan Multikaulis yang memiliki kandungan theaflavin dan tanin yang tinggi. Hal ini menunjukkan adanya kecenderungan yang baik jika klon Gambung 7 bersama dengan Multikaulis dan klon Gambung 9 bersama dengan Kanva. Ketiga formula teh yang telah dipilih berdasarkan rata-rata theaflavin dan tanin seperti yang diuraikan diatas, kemudian dilakukan analisis total katekin dengan hasil sebagai berikut : Tabel 18 Hasil analisis total katekin pada tiga formula teh camellia-murbei Parameter Uji No
Formula
EGC
C
EC
EGCG
-----------
%
ECG
Total katekin
----------
Klon gambung 9 non1
oksimatis Kanva non-
2.95
0.213 0.191
0.355
0.199
3.91
1.45
0.265 0.118
0.342
0.399
2.57
1.38
0.285 0.129
0.350
0.189
2.33
oksimatis Klon gambung 7 non2
oksimatis Multicaulis nonoksimatis Klon gambung 7 non-
3
oksimatis Multicaulis oksimatis
Hasil uji total katekin menunjukkan bahwa formula Klon gambung 9 nonoksimatis dengan Kanva non-oksimatis memiliki total total katekin yang tertinggi, disusul oleh teh Klon gambung 7 non-oksimatis dengan Multikaulis nonoksimatis yang pada uji sebelumnya memiliki persentase theaflavin dan tanin
44
yang tertinggi.
Hal ini menyiratkan selain keberadaan theaflavin dan tanin,
terdapat komponen lain yang bisa mengindikasikan adanya total katekin yang terkandung pada teh. Pada Tabel 18 dapat dilihat bahwa jenis formula teh dengan proses nonoksimatis memiliki kandungan total katekin yang lebih tinggi dibandingkan dengan teh dengan proses oksimatis. Hal ini sesuai dengan Sibuea (2003) yang menyatakan bahwa teh hijau (non-oksimatis) memiliki kandungan total katekin yang lebih tinggi dari pada teh hitam (oksimatis). Hal tersebut karena pengaruh dari proses oksimatis pada teh hitam yang mengubah sebagian senyawa katekin menjadi theaflavin dan thearubigin. Dari hasil uji total katekin formula teh yang berlanjut ke tahap uji toksisitas dipilih sebanyak dua formula, yakni formula nomor 1 (Klon gambung 9 non-oksimatis Kanva non-oksimatis) dan formula nomor 3 (Klon gambung 7 nonoksimatis Multicaulis oksimatis). Hal ini dikarenakan formula nomor 1 adalah yang memiliki nilai total katekin tertinggi, sedangkan formula nomor 3 dipilih karena berdasarkan uji hedonik yang dilakukan oleh Damayanthi et al (2007), formula Klon gambung 7 non-oksimatis Multicaulis oksimatis
merupakan
formula teh yang paling disukai oleh konsumen. Uji Toksisitas Teh Camellia-Murbei Persiapan hewan uji 1. Kultur Daphnia Untuk memulai kultur/budidaya, diperlukan sedikitnya 30 ekor Daphnia dewasa. Daphnia dewasa yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari seorang Hobiis ikan hias di daerah Ciomas-Bogor yang memiliki hucherry Daphnia untuk pakan ikan-ikan hias. Daphnia yang diperoleh kemudian dikulturkan dalam akuarium kecil berukuran 30 x 30 x 30 cm dengan diberi aerator serta pakan berupa alga hijau. Tiga hari sebelum memulai kultur Daphnia, alga hijau yang digunakan sebagai pakan dipersiapkan terlebih dahulu. Selama kultur berlangsung, stok pakan selalu tersedia, dan kualitas media kultur (air) harus dalam kondisi baik (tidak keruh).
45
2. Pemisahan indukan Setelah kultur berlangsung kurang lebih selama satu bulan, diperoleh ratusan ekor Daphnia, yang terdiri dari Daphnia kecil hingga dewasa. Selanjutnya Daphnia yang telah mengandung telur, dipisahkan pada gelas becker yang telah diisi air bersih. Satu gelas becker diisi sekitar sepuluh ekor Daphnia yang mengandung telur. Satu ekor Daphnia dapat menghasilkan 6-10 telur. Pada tahap ini Daphnia tidak diberi pakan hingga telur-telur menetas menjadi instar. Setelah telur-telur menjadi instar, Daphnia dewasa dikembalikan pada akuarium kultur, sedangkan instar-instar yang diperoleh menjadi hewan uji yang siap digunakan. 3. Pemilihan instar Daphnia Instar Daphnia yang dipilih adalah instar yang sehat, dilihat dari motilitasnya. Setiap 10 instar dimasukkan kedalam gelas percobaan (ukuran 100 ml) yang telah diberi sedikit air bersih, untuk kemudian ditambahkan air seduhan teh dalam jumlah sesuai dengan konsentrasi uji. Uji pendahuluan Uji pendahuluan dilakukan untuk mengetahui ambang batas dan ambang bawah dari konsentrasi yang akan diujikan pada uji utama. Setelah dilakukan pengamatan dalam waktu 24 jam diperoleh data ambang atas dan bawah sebagai berikut :
Tabel 19 Konsentrasi ambang atas dan ambang bawah dalam ppm Jenis teh Klon gambung 9 non-oksimatis Kanva non-oksimatis Klon gambung 9 non-oksimatis Kanva non-oksimatis + jahe asam Klon gambung 7 non-oksimatis Multicaulis oksimatis Klon gambung 7 non-oksimatis Multicaulis oksimatis + jahe asam Teh Hijau komersial Teh murbei komersial
Ambang atas 48875
Ambang bawah 6109
48875
6109
14563
2000
14563
2000
62500
3906
12500
3125
Dari hasil pengamatan uji pendahuluan, sudah dapat diprediksikan bahwa nilai LC50 total katekin teh camellia-murbei berada golongan tidak toksik, namun angka pastinya hanya akan diperoleh dari uji toksisitas utama berikutnya. Terdapat persamaan konsentrasi ambang atas dan ambang bawah untuk formula teh Klon gambung 9 non-oksimatis Kanva non-oksimatis dengan formula sejenis
46
dengan penambahan jahe asam, begitu pula dengan formula teh Klon gambung 7 non-oksimatis Multicaulis oksimatis memiliki konsentrasi ambang atas dan ambang bawah yang sama dengan teh yang telah ditambahkan jahe asam. Dari nilai ambang atas yang merupakan konsentrasi paling tinggi untuk mematikan seluruh hewan uji, kesimpulan awal diperoleh bahwa teh Klon gambung 9 non-oksimatis Kanva non-oksimatis lebih aman dibandingkan dengan Klon gambung 7 non-oksimatis Multicaulis oksimatis. Namun nilai LC50 tetap diperlukan karena berdasarkan Loomis (1978) nilai LC50 cenderung stabil dibandingkan pada titik LC yang lainnya, walaupun jumlah hewan uji semakin diperbanyak. Uji lanjutan (utama) Dari data uji pendahuluan yang diperoleh, maka konsentrasi uji utama dapat dihitung dengan rumus berdasarkan Adhiarni (1997).
Berikut data
konsentrasi uji dengan jumlah hewan uji yang mati setelah 48 jam pengamatan. Tabel 20 Konsentrasi uji toksisitas serta jumlah hewan uji yang mati F1 F2 F3 F4 F5 F6 ppm mati ppm mati ppm mati ppm mati ppm 7900 5 7900 2 2980 3 2980 1 6825 12482 6 12482 3 4440 3 4440 2 11944 19721 8 19721 6 6615 4 6615 5 20902 31158 10 31158 10 9855 6 9855 7 36578 49229 10 49229 10 14683 10 14682 10 64012 F1 = Klon gambung 9 non-oksimatis Kanva non-oksimatis F2 = Klon gambung 9 non-oksimatis Kanva non-oksimatis + jahe asam F3 = Klon gambung 7 non-oksimatis Multikaulis oksimatis F4 = Klon gambung 7 non-oksimatis Multikaulis oksimatis + jahe asam F5 = Teh Hijau komersial F6 = Teh murbei komersial
mati 1 2 5 9 10
ppm 4125 5445 7187 9486 12521
mati 4 5 6 8 10
Data dari Tabel 20 diatas terlihat bahwa setiap formula teh memiliki lima perlakuan konsentrasi uji toksisitas yang berbeda. Konsentrasi terkecil terdapat pada perlakuan konsentrasi pertama dari teh camellia-murbei formula klon gambung 7 non-oksimatis Multikaulis oksimatis, dan tertinggi pada perlakuan konsentrasi kelima teh hijau komersial. Data hasil uji toksisitas yang diperoleh kemudian dianalisis dengan EPA Probit Analisis Program, sehingga didapat nilai LC50 sebagai berikut :
47
Tabel 21 Nilai LC50 serta estimasi nilai LD50 teh camellia-murbei berdasarkan Guyton (1997) LC50 (ppm)
Jenis teh Klon gambung 9 non-oksimatis Kanva non-oksimatis Klon gambung 9 non-oksimatis Kanva non-oksimatis + jahe asam Klon gambung 7 non-oksimatis Multicaulis oksimatis Klon gambung 7 non-oksimatis Multicaulis oksimatis + jahe asam Teh Hijau komersial Teh murbei komersial
9098 14609 6195 6555 18339 5329
LD50 (g/kg)
9,08 14,6 6,19 6,55 18,33 5,32
Pada tabel diatas terlihat bahwa formula teh Klon gambung 9 nonoksimatis Kanva non-oksimatis jika ditambahkan
jahe asam LC50-nya menjadi
lebih tinggi. Berbeda dengan formula teh Klon gambung 7 non-oksimatis Multikaulis oksimatis jika ditambah
jahe asam walaupun nilai LC50-nya lebih
tinggi namun cenderung stabil karena kenaikannya tidak meroket seperti teh Klon gambung 9 non-oksimatis Kanva non-oksimatis. Kontrol berupa teh hijau komersial memiliki nilai LC50 yang paling tinggi, sedangkan kontrol berupa teh murbei komersial memiliki LC50 yang paling rendah, sehingga teh camelliamurbei memiliki nilai LC50 berada di antara kedua kontrol tersebut. Hasil uji toksisitas yang ditampilkan pada Tabel 21 diatas menunjukkan bahwa berdasarkan klasifikasi Meyer (1982) kandungan total katekin pada teh camellia-murbei termasuk ke dalam kategori tidak toksik karena memiliki nilai lebih dari 1000 ppm. Hal ini menandakan bahwa teh camellia-murbei sangat aman untuk dikonsumsi setiap hari. Data pada Tabel 21 dapat kita bandingkan dengan klasifikasi toksisitas menurut Loomis (1978) yang menggolongkan toksisitas berdasarkan jumlah banyaknya zat kimia untuk setiap kg berat badan yang diperlukan untuk menimbulkan bahaya. Jika melihat data diatas semua teh camellia-murbei berdasarkan loomis (1978) termasuk ke dalam kategori praktis tidak toksik karena jumlah total katekin yang diperlukan untuk mencapai titik bahaya (LD50) antara 5 g – 15 g/kg berat badan. Untuk kedua kontrol, baik teh hijau maupun teh murbei komersial, juga termasuk kedalam kategori praktis tidak toksik. Hasil yang senada dengan klasifikasi Meyer (1982) ini menunjukkan konsistensi data yang
48
diperoleh, sehingga dengan meyakinkan dapat kita katakan bahwa teh camelliamurbei aman dikonsumsi sehari-hari, namun tetap bermanfat bagi kesehatan. Pada Tabel 22 nilai total katekin tiap satu sajian teh didapatkan dari persentase kandungan total katekin dari teh keringnya (Tabel 18), setiap satu sajian teh dibuat dari 3 g teh kering sesuai dengan standar yang berlaku di PPTK. Dari data yang diperoleh dapat kita lihat bahwa kontrol teh murbei komersial memiliki jumlah sajian teh terbanyak (709 cangkir), sedangkan kontrol teh hijau komersial memiliki jumlah sajian teh yang paling sedikit (61 cangkir).
Tabel 22 Jumlah maksimal sajian teh per hari (1 saji = 1 cangkir) LD50 (g/kg)
Jenis teh Klon gambung 9 non-oksimatis Kanva nonoksimatis Klon gambung 9 non-oksimatis Kanva nonoksimatis + jahe asam Klon gambung 7 non-oksimatis Multicaulis oksimatis Klon gambung 7 non-oksimatis Multicaulis oksimatis + jahe asam Teh Hijau komersial Teh Murbei komersial
Maksimal sajian teh /hari
Total katekin /sajian teh (g)
9,08
0,1173
77
14,6
0,1173
124
6,19
0,0699
89
6,55
0,0699
94
18,33 5,32
0,3 0,00750
61 709
Hasil ini berlawanan dengan nilai LC50 maupun LD50, hal ini dikarenakan persentase kandungan total katekin pada teh hijau komersial lebih tinggi dibandingkan dengan persentase kandungan total katekin pada teh murbei komersial, yaitu berturut-turut 10 % dan 0,25%. Jumlah sajian teh camelliamurbei berada di antara kedua kontrol. Formula teh camellia-murbei yang telah ditambahkan jahe dan asam memiliki jumlah sajian yang lebih banyak dibandingkan
dengan
formula
teh
camellia-murbei
sejenis
yang
tidak
ditambahkan jahe dan asam. Formula Klon gambung 7 non-oksimatis Multicaulis oksimatis memiliki jumlah sajian yang lebih banyak dibandingkan dengan jumlah sajian formula Klon gambung 9 non-oksimatis Kanva non-oksimatis.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Formula teh camellia-murbei dapat dijadikan sebagai produk hilir teh yang baru karena sebagian besar kualitasnya sudah memenuhi Standar Nasional Indonesia untuk kategori teh hijau dan teh hitam. Berdasarkan hasil uji kimia, kadar abu serta kadar abu larut air belum memenuhi standar SNI, karena nilai kadar abu lebih tinggi dari 8%, sedangkan kadar abu larut air kurang dari 45% dari kadar abu total. Berdasarkan uji fitokimia, teh camellia-murbei memiliki kandungan total katekin. Jumlah kandungan total katekin yang tertinggi terdapat pada formula Klon Gambung 9 non-oksimatis dengan Kanva Non-oksimatis, yaitu sebesar 3,91%bk. Minuman teh camellia-murbei selain bermanfaat bagi kesehatan juga aman dikonsumsi setiap hari, karena memiliki nilai LC50 lebih dari 1000 ppm, serta nilai LD50 antara 5 g – 15 g/kg berat badan, sehingga termasuk pada kategori tidak toksik.
Saran Untuk memperoleh manfaat kesehatan yang maksimal, teh dari formulasi Gambung 9 non-oksimatis dengan Kanva non-oksimatis dapat dijadikan pilihan utama. Perlu upaya peningkatan kesuburan tanah dari areal pertanaman teh dan murbei untuk meningkatkan persentase kadar abu larut air dari total abu pada teh camellia-murbei. Perlu dilakukan analisis kandungan 1-deoxynijirimicyn (DNJ) yang terdapat pada daun murbei, sehingga dapat diketahui senyawa dominan yang berperan dalam memberikan efek manfaat kesehatan teh camellia-murbei.
DAFTAR PUSTAKA Adhiarni, R. 1997. Pengaruh Lanjut Kontaminasi Brine Terhadap Pertumbuhan Ikan Mas (Cyprinus Carpio, L) ukuran 4-6 cm. [Skripsi]. Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Amma, N.R. 2009. Efek Hipoglikemik Ekstrak Daun Murbei (Morus sp) terhadap Kadar Glukosa Darah Tikus Diabetes Melitus.[Tesis]. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Ariens, E.J., E. Mutschler. 1986. Toksikologi Umum, Pengantar. Terjemahan : Yoke R. Wattimena. Gajah Mada University Press. Yogyakarta Atmosoedarjo S, Junus K, Mien K, Wardono S, Wibowo M. 1980. Sutera Alam Indonesia. Yayasan Sarana Wana Jaya. Benzie, I. F., Szeto, Y. T., Strain, J. J., and Tomlinson, B. 1999. Consumption Of Green Tea Causes Rapid Increase in Plasma Antioxidant Power in Humans. Nutr.Cancer 34, 83-87. Blaut, M., Schoefer, L., and Braune, A. 2003. Transformation of Flavonoids by Intestinal Microorganisms. Int. J. Vitam. Nutr. Res., 73 (2), 2003, 79–87. Cao, G. H., Sofic, E., and Prior, R. L. 1996. Antioxidant capacity of tea and common vegetables. Journal of Agricultural and Food Chemistry 44, 34263431. Damayanthi, E., CM Kusharto, R Suprihatini, D Rohdiana. 2007. Diversivikasi Produk Teh sebagai Minuman Kesehatan. Institut Pertanian Bogor bekerjasama dengan Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Eaton, A.D., Leonere S.C., Arnold E.G. 1995. Standard Methods for The Examination of Water and Wastewater. American Public Health Association. Washington, DC 20005. Eden, T. 1976. Tea. Third Edition. Longman Group Limited. London Efendi, R. 2008. Pengendalian Kadar Glukosa Darah Oleh Teh Hijau Dan Atau Teh Daun Murbei Pada Tikus Diabetes. [Tesis]. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. [EPA]. U.S. Environmental Protection Agency. 2002. Methods for Measuring the Acute Toxicity of Effluents and Receiving Waters to Freshwater and Marine Organisms. Fifth Edition. 1200 Pennsylvania Avenue, NW Washington, DC 20460.
51
Finney DJ. 1971. Probit Analysis. Edisi Ke-2. Cambridge University. Cambridge. Guyton AC, John E H 1997. Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-9. Penerbit Buku Kedokteran EGC Jakarta. Terjemahan dari : Irawati, Ken Arita Tenggadi dan Alex Santoso. Hakim IA, Harris RB, Brown S, Chow HH, Wiseman S, Agarwal S, Talbot W. 2003. Effect of increased tea consumption on oxidative DNA damage among smokers: a randomized controlled study. J Nutr. 2003 Oct;133(10):3303S-3309S. Harler, C.R. 1964. Tea Manufacture. Oxford University. Press. London Hidayat W dan PPTK Gambung. 2004. Pusat Penelitian Teh dan Kina Membantu http://www.pikiranKenaikan Produktifitas. Pikiran rakyat rakyat.com/cetak/0404/15/cakrawala/profil.htm yang direkam pada 1 Jan 2007 16:10:58 Hegarty VM, May HM, Khaw K-T.2000. Tea drinking and bone mineral density in older women. Am J Clin Nutr 2000;71:1003-7. Hodgson, E., Patricia E.L. 1987. A Textbook of Modern Toxicology. Elsevier Science Publishing Co., Inc. New york http://ei.cornell.edu/toxicology/bioassays/daphnia/. Environmental Inquiry. 2006. Cornell University and Penn State University . Di akses November 2008. http://www.lipton.com.au/tea-and-health/tea-antioxidants.asp. Di akses Mei 2008 http://www.sosro.com/indonesia/berita_sosro_1.htm. 2001. Info Sosro. Di akses November 2008 http://www.kompas.com/read/xml/2008/01/22/13161924/kafein.perbesar.risiko.ke guguran http://www.bsn.go.id/sni/sni_detail.php?sni_id=1284 Indrawati D. 1997. Klarifikasi Minuman Ringan Asal Rempah-Rempah Dengan Perlakuan Psikokimia. [Skripsi]. Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor.. Isdiantoro L. 2003. Pengaruh Murbei (Morus alba L.) terhadap Tekanan Darah pada Pria Dewasa. Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha. http://www.digilib.litbang.depkes.go.id/go.php?id=jkpkbppk-gdl-res2003-liliek-1699-murbei - 23k – Loomis, Ted A. 1978. Essentials of Toxicology. Lea & Febiger. USA
52
_____. 1997. Metode Pengujian Residu Pestisida dalam Hasil Pertanian. Komisi Pestisida Departemen Pertanian. Jakarta _____. 1999. Position Paper on Functional Foods. Journal of The American Dietetic Association. Volume 99 Number 10: 1278-1285. Maron,D.J., Lu,G.P., Cai,N.S., Wu,Z.G., Li,Y.H., Chen,H., Zhu,J.Q., Jin,X.J., Wouters,B.C., and Zhao,J. 2003. Cholesterol-lowering effect of a theaflavin-enriched green tea extract: a randomized controlled trial. Arch Intern.Med 163, 1448-1453. Mason, C.F. 1981. Biology of Freshwater Pollution. Longman Inc., New York Meyer BN. 1982. Brine Shrimp : A convinient General Bioassay for Active Plant Constituent. West Lafayette : Plant Medica Novotny, V. and H. Olem. 1993. Water quality ”prevention, identification and management of diffuse pollution. Van Nostrand Reinhold. New York. United States. [PPTK] Pusat Penelitian Teh dan Kina. 2006. Sustainable Tea. Prosiding
pertemuan Teknis Industri Teh Berkelanjutan. Wisata Agro Gunung Mas PTPN VIII Bogor, 12 – 13 September. Bogor. [PPTK] Pusat Penelitian Teh dan Kina. 2008. Koleksi Foto. Bandung
[PTPN] Perseroan Terbatas Perkebunan Nasional VIII. 2007. T E H , Terbukti secara ilmiah sebagai cara terbaik dan alami untuk meraih kesehatan. http://www.pn8.co.id/khasiat_teh.asp?mteh= Manfaat_Teh. diakses pada 30 Jan 2007. Sarkar, S., Sett, P., Chowdhury, T., and Ganguly, D.K. 2000. Effect of black tea on teeth. J Indian Soc Pedod Prev Dent;18:139-140. Sibuea P. 2003. Minum Teh dan Khasiatnya Bagi Kesehatan. Sinar Harapan, http://www.sinarharapan.co.id/iptek/kesehatan/2003/1010/kes1.html yang direkam pada 3 Feb 2007 02:41:10 Sofian T. 2005. Senyawa DNJ, Calon Obat Diabetes dari Murbei. Berita Iptek. http://www.beritaiptek.com/zberita-beritaiptek-2005-04-11-SenyawaDNJ,-Calon-Obat-Diabetes-dari-Murbei.shtml Senin, 11 April 2005 11:03:49 Soetejo, R. 1977. Buku Pelajaran Ilmu Bercocok Tanam Tanaman Keras : Teh. PT. Soeroeangan. Jakarta
53
Song, C.H.; Jung, J.H.; Oh, J.S.; Kim, K.S. 2003. “Effects of thiamine on the release of brain alpha waves in adult males.” Korean J Nutrition 2003;36 (9):918-23 Susilaningsih N, Andrew J, Gunardi, dan Winarto. 2002. Efek Polifenol Teh Hijau Sebagai Immunomodulator Pada Infeksi. Fakultas Kedokteran Unversitas Dipenogoro. Semarang. Yee,Y.K.; Koo,M.W.; Szeto,M.L. 2002. Chinese tea consumption and lower risk of Helicobacter infection. J Gastroenterol.Hepatol. 17, 552-5. Yudana IGA, dan Luize A. 2006. Mengenal Ragam dan Manfaat Teh. http://www.indomedia.com/intisari/1998/mei/teh.htm yang direkam pada 17 Des 2006 12:54:01
54
Lampiran 1 Hasil analisis fitokimia teh camellia-murbei No
1
2
3
4
5
6
7
Formula
Kadar Air
Ekstrak Air
Kadar Abu
Abu Tak Larut Asam
Abu Larut Air
Alkali nitas
Serat Kasar
kafein
Theafl avin
Tanin
Klon GMB 7 Non-oksimatis Kanva Oksimatis Ulangan I
2,85
43,705
8,855
0,916
44,555
2,405
10,33
1,24
0,4305
4,6
Ulangan II
3,4
42,59
7,75
0,601
45,35
2,255
11,69
1,255
0,544
3,945
Ulangan III
2,34
42,705
8,685
0,991
40,555
2,305
12,095
1,28
0,465
4,65
Klon GMB 7 Non-oksimatis Kanva Non-oksimatis Ulangan I
2,365
41,58
8,595
0,947
42,2
2,35
12,295
1,185
0,448
3,15
Ulangan II
3,415
41,815
8,3
0,8935
42,53
2,35
11,46
1,22
0,458
3,5
Ulangan III
2,24
41,74
8,74
0,936
44,775
2,39
10,495
1,12
0,404
4,435
Klon GMB 7 Non-oksimatis Multikaulis Oksimatis Ulangan I
2,85
42,185
8,36
0,8345
40,2
2,255
10,755
1,175
0,381
4,46
Ulangan II
3,33
41,01
7,535
0,422
44,86
2,18
11,385
1,325
0,452
5,92
Ulangan III
2,39
41,13
8,38
0,8645
39,95
2,23
11,83
1,325
0,442
4,29
Klon GMB 7 Non-oksimatis Multikaulis Non-oksimatis Ulangan I
2,31
40,875
8,635
0,959
40,6
2,32
11,98
0,771
0,329
5,15
Ulangan II
3,04
41,095
8,325
0,9375
40,855
2,29
12,265
0,825
0,39
5,04
Ulangan III
2,07
41,43
8,525
0,85
43,115
2,295
11,33
1,13
0,312
5,56
Klon GMB 9 Non-oksimatis Kanva Oksimatis Ulangan I
3,375
43,625
8,055
0,7845
44,3
2,33
11,68
1,21
0,575
4,92
Ulangan II
2,695
42,21
8,4
0,7705
41,38
2,33
10,875
1,27
0,447
4,28
Ulangan III
3,435
42,225
8,285
0,854
45,425
2,265
13,22
1,16
0,506
4,37
Klon GMB 9 Non-oksimatis Kanva Non-oksimatis Ulangan I
3,035
41,455
8,315
0,791
44,17
2,35
10,57
1,195
0,425
4,97
Ulangan II
2,45
41,33
8,875
1,085
43,265
2,365
11,63
1,315
0,443
4,37
Ulangan III
2,36
41,565
8,875
1,065
43,06
2,28
11,685
1,37
0,516
5,58
Klon GMB 9 Non-oksimatis Multikaulis Oksimatis Ulangan I
3,4
41,425
8,005
0,6145
46,165
2,3
12,485
0,928
0,469
4,55
Ulangan II
2,305
41,415
8,375
0,702
40,705
2,365
11,08
0,8495
0,421
4,19
Ulangan III
2,715
40,985
8,23
0,705
41,205
2,26
11,13
0,788
0,3755
3,23
55
No
8
Formula
Kadar Air
Ekstrak Air
Kadar Abu
Abu Tak Larut Asam
Abu Larut Air
Alkali nitas
Serat Kasar
kafein
Theafl avin
Tanin
Klon GMB 9 Non-oksimatis Multikaulis Non-oksimatis Ulangan I
2,13
41,135
8,665
0,933
43,325
2,275
12,095
1,125
0,393
Ulangan II
2,075
41,215
8,73
1,0275
41,26
2,235
11,965
1,11
0,347
Ulangan III
2,06
41,955
8,665
1,13
41,125
2,25
12,185
1,05
0,3905
4,61 5,16 3,78
56
Lampiran 2 Hasil olah data analisis kimia fitokimia teh camellia-murbei
Peubah
GMB7 Kanva
GMB7 Kanva
Oksimatis
Non-oksimatis
GMB7
GMB7
Multicaulis
Multicaulis
Oksimatis
Non-oksimatis
2.8633ab
2.6733ab
2.8567ab
2.4733ab
Ekstrak Air
43.000a
41.711b
41.441b
41.133b
Kadar Abu
8,4300a
8,5450a
8,0917a
8,4950a
0.8360ab
0.9255ab
0.7070b
0.9155ab
43.487a
43.168a
41.670a
41.523a
Alkalinitas
2.32167ab
2.36333a
2.22167c
2.30167ab
Kadar serat
11.4a
199.8a
188.7a
11.9a
Theaflavin
0.47983a
0.43667ab
0.42500abc
0.34367c
Tanin
4.3983abc
3.6950c
4.8900ab
5.2500a
Kafein
1.25833ab
1.17500ab
1.27500a
0.90867c
Kadar Air
Abu tdk Larut Asam Abu Larut Air
Peubah
GMB9 Kanva
GMB9 Kanva
Oksimatis
Non-oksimatis
GMB9
GMB9
Multicaulis
Multicaulis
Oksimatis
Non-oksimatis
Kadar Air
3.1683a
2.6150ab
2.8067ab
2.0883b
Ekstrak Air
42.686a
41.450b
41.275b
41.435b
Kadar Abu
8,2467a
8,6883a
8,2033a
8,6867a
0.8030ab
0.9803a
0.6738b
1.0302a
Abu Larut Air
43.702a
43.498a
42.692a
41.903a
Alkalinitas
2.30833ab
2.33167ab
2.30833ab
2.25333bc
Kadar serat
11.9a
11.3a
11.6a
12.1a
Theaflavin
0.50933a
0.46133ab
0.42183abc
0.37683bc
Tanin
4.5233abc
4.9733ab
3.9900bc
4.5167abc
Kafein
1.21333ab
1.29333a
0.85517c
1.09500b
Abu tdk Larut Asam
57
Lampiran 3 Analisis Sidik Ragam Teh camellia-murbei Peubah
db
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah
F hitung
Pr > F
R-square
Kadar Air
23
2.85681771 0.31742419
1.56
0.2212
0.499995
Ekstrak Air
23
10.70030625 1.18892292
5.65
0.0021
0.784219
Kadar Abu
23
1.32362708 0.14706968
1.48
0.2459
0.487769
Abu Tdk L.Asam
23
0.39683185 0.04409243
2.57
0.0551
0.623028
Abu L.Air
23
19.54889375 2.17209931
0.47
0.8685
0.233792
Alkalinitas
23
0.04808542 0.00534282
3.22
0.0247
0.674292
120380.5265 13375.6140
1.01
0.4786
0.392675
0.06096730 0.00677414
2.89
0.0367
0.650312
Kadar serat
Theaflavin
23
23
Tanin
23
5.57466875 0.61940764
1.50
0.2406
0.490316
Kafein
23
0.60765443 0.06751716
7.91
0.0004
0.835580
58
Lampiran 4 Metode uji katekin PENETAPAN KATEKIN/POLIFENOL DARI TEH JADI
1. Prinsip Katekin/Polifenol diekstrak dengan air mendidih, kemudian diekstrak dengan larutan Ethyl Acetat. 2. Alat-alat a. Erlenmeyer 500 ml b. Timbangan c. Labu ukur 250 ml dan 50 ml. d. Corong e. Corong pisah 250 ml f. Gelas ukur 50 ml g. Pipet gondok 25 ml h. Labu didih bundar 250 ml ( alas datar ) i. Rotapavor. 3. Bahan Kimia a. Chloroform p.a b. Ethyl Acetat p.a c. Solven Polifenol ( Acetonitril 12ml : Ethyl Acetat 2ml : H3PO4 0,05 % 86ml ) 4. Prosedur a. Timbang 1 gram contoh teh jadi yang telah digiling halus. b. Masukan kedalam Erlenmeyer 500 ml ( Bermulut besar ). c. Tambahkan air aquadest mendidih + 200 ml, didihkan selama 5 menit. d. Dinginkan. e. Masukan kedalam labu ukur 250 ml dan tanda bataskan dengan aquadest, kocok. f. Saring kedalam Erlenmeyer 100 ml ( sampai didapat filtrate + 100 ml ) g. Pipet 25 ml larutan tersebut, masukan kedalam corong pisah 250 ml. h. Tambahkan 50 ml Khloroform p.a, kocok + 2 menit ( Lakukan 3 X ) kemudian pisahkan larutan bawahnya ( Kloroform ) dan tampung kedalam botol penampung. i. Larutan contoh kemudian diekstrak lagi dengan 3 x 50 ml Ethyl Acetat p.a. Larutan ini (Lapisan atas) kemudian ditampung dengan labu didih bulat 250 ml. j. Uapkan larutan Ethyl acetate pada labu didih bulat 250 ml dengan alat rotapavor sampai kering ( tidak berbau ethyl acetate ). k. Larutkan dengan Solven kedalam labu ukur 50 ml, impitkan. Kocok ! l. Saring dengan Milex HA 0.45 μl . m. Larutan siap injek ke HPLC.
59
5. Rumus
Area Contoh x ppm std x FP x Vi std x Va Area std Vi Cth % Polivenol = %
x 100 gr Contoh x 1000
Keterangan : FP Vi std Vi Cth Va
: Faktor Pengenceran : Volume Injek Standar : Volume Injek Contoh : Volume Akhir Larutan
60
Lampiran 5 Analisis toksisitas teh camellia-murbei formula Gambung 9 Kanva non-oksimatis Konsentrasi 95% Confidence Limits Titik eksposure terendah tertinggi LC/EC 1.00 LC/EC 5.00 LC/EC 10.00 LC/EC 15.00 LC/EC 50.00 LC/EC 85.00 LC/EC 90.00 LC/EC 95.00 LC/EC 99.00
1771.901 2861.274 3694.216 4389.485 9098.321 18858.576 22407.863 28930.992 46717.887
53.876 193.770 382.141 602.972 3899.611 13720.189 16034.916 19552.383 27215.145
4046.253 5494.079 6488.884 7276.739 12553.709 39810.008 60273.523 115134.602 403953.031
Lampiran 6 Analisis toksisitas teh camellia-murbei formula Gambung 9 Kanva non-oksimatis + jahe asam Konsentrasi 95% Confidence Limits Titik eksposure terendah tertinggi LC/EC 1.00 LC/EC 5.00 LC/EC 10.00 LC/EC 15.00 LC/EC 50.00 LC/EC 85.00 LC/EC 90.00 LC/EC 95.00 LC/EC 99.00
4426.388 6279.861 7567.260 8582.222 14609.606 24870.102 28205.797 33988.090 48220.035
1364.136 2607.806 3665.665 4596.489 10971.766 19336.566 21434.828 24766.037 32026.281
6938.227 8933.397 10273.226 11329.236 18678.348 41708.492 52029.648 72791.563 138553.594
Lampiran 7 Analisis toksisitas teh camellia-murbei formula Gambung 7 Multikaulis oksimatis Konsentrasi 95% Confidence Limits Titik eksposure terendah tertinggi LC/EC 1.00 LC/EC 5.00 LC/EC 10.00 LC/EC 15.00 LC/EC 50.00 LC/EC 85.00 LC/EC 90.00 LC/EC 95.00 LC/EC 99.00
929.582 1620.267 2178.909 2661.153 6195.582 14424.286 17616.734 23690.680 41293.023
58.840 219.734 440.895 702.038 4134.508 9764.892 11272.966 13822.280 19984.555
1981.249 2859.338 3498.360 4027.951 8865.352 48655.012 77268.656 154702.547 576676.125
61
Lampiran 8 Analisis toksisitas teh camellia-murbei formula Gambung 7 Multikaulis Oksimatis + jahe asam Konsentrasi 95% Confidence Limits Titik eksposure terendah tertinggi LC/EC 1.00 LC/EC 5.00 LC/EC 10.00 LC/EC 15.00 LC/EC 50.00 LC/EC 85.00 LC/EC 90.00 LC/EC 95.00 LC/EC 99.00
676.166 1278.323 1785.301 2227.746 5126.230 8705.966 9627.438 11106.898 14370.099
2995.973 3875.521 4470.242 4942.355 8369.917 19205.340 23960.039 33456.121 63239.535
Lampiran 9 Analisis toksisitas teh hijau komersial Konsentrasi 95% Confidence Limits
Titik
eksposure
LC/EC 1.00 LC/EC 5.00 LC/EC 10.00 LC/EC 15.00 LC/EC 50.00 LC/EC 85.00 LC/EC 90.00 LC/EC 95.00 LC/EC 99.00
Titik
1965.368 2796.971 3375.925 3832.985 6555.701 11212.468 12730.516 15365.639 21867.273
4496.057 6786.845 8453.128 9803.274 18339.125 34307.266 39786.895 49555.211 74804.148
terendah 1326.624 2744.131 4015.596 5167.196 13430.695 25322.205 28570.971 33890.980 46023.750
tertinggi 7405.283 10041.104 11891.608 13393.997 24735.031 62973.125 80892.180 118181.977 244090.203
Lampiran 10 Analisis toksisitas teh murbei komersial Konsentrasi 95% Confidence Limits
LC/EC 1.00 LC/EC 5.00 LC/EC 10.00 LC/EC 15.00 LC/EC 50.00 LC/EC 85.00 LC/EC 90.00 LC/EC 95.00 LC/EC 99.00
eksposure 1393.877 2064.639 2545.734 2932.310 5329.913 9687.911 11159.044 13759.291 20380.533
terendah 105.089 295.383 511.067 738.405 3270.573 7597.222 8468.986 9817.859 12729.957
tertinggi 2592.313 3330.914 3817.864 4194.597 6677.586 20269.645 28864.014 49376.637 137535.063
62
Lampiran 11 Contoh perhitungan konsentrasi uji toksisitas berdasarkan Adhiarni (1997) Log N/n = k log a/n ...................(1) a/n = b/a = c/b = d/c = e/d = N/e.........(2) Keterangan : N
: Konsentrasi tertinggi
n
: Konsentrasi terendah
k
: Jumlah konsentrasi yang diuji
a, b, c, d dan e : Konsentrasi antara konsentrasi terendah dan konsentrasi tertinggi (a adalah konsentrasi terkecil) Konsentrasi uji teh Gambung 7 non-oksimatis dengan Multikaulis-oksimatis N = 14563 n k
= 2000 =5
Log 14563/2000 Log 7,2815
0,8622 0,1724 Log 1,487 1,49 a a/n = b/a b = a/n x a b = 2980/2000 x 2980 b = 4440 b/a = c/b c = b/a x b c = 4440/2980 x 4440 c = 6615 c/b = d/c d = c/b x c d = 6615/4440 x 6615 d = 9855 d/c = e/d e = d/c x d e = 9855/6615 x 9855 e = 146
= 5 Log a/2000 = 5 Log a/2000 = 5 Log a/2000 = Log a/2000 = Log a/2000
= a/2000 = 2980
63
Lampiran 12 Contoh perhitungan estimasi LD50 Estimasi nilai LD50 Teh Gambung 9-Kanva non-oksimatis Manusia terdiri dari 70-80% air Jumlah air dalam tubuh = 80/100 x 70 kg = 56 kg Asumsi BD 1 56 kg = 56 L LC50
= 9098 ppm = 9098 mg/L
56 L = 56 x 9098 mg = 509488 mg = 509,488 g/70 kg = 7,27 g/kg b.b Asumsi bioavaibilitas polyphenol dalam tubuh sebesar 80%
LD50
= 100/80 x 7,27 g = 9,08 g/kg b.b
64
Lampiran 13 Contoh perhitungan jumlah maksimal sajian teh per hari •
Klon gambung 9 non-oksimatis Kanva non-oksimatis
Kandungan total katekinnya sebesar 3,91% bk Setiap sajian teh merupakan seduhan 3 g teh kering Sehingga dapat dihitung total katekin pada setiap sajian teh adalah sebesar : Total katekin
= 3 g x 3,91% = 0,1173 g = 117,3 mg
LD50
= 9,08 g/kg = 9080 mg/kg
Maksimal sajian teh tiap hari
= 9080 mg/117,3 mg = 77,40 sajian/hari