SUMBER DAYA AIR
Latar Belakang
P
ermasalahan banjir di Kota Semarang telah menyebabkan dampak yang memprihatinkan, yaitu terhambatnya berbagai kegiatan ekonomi dan sosial. Sebagai contoh, banjir yang sering terjadi di Kawasan Bandara Ahmad Yani telah sering menghambat lalu lintas penerbangan. Demikian pula, banjir di bagian timur dan barat Kota Semarang telah menghambat lalu lintas masuk dan ke luar Kota Semarang dari kedua arah tersebut. Banjir yang terjadi di beberapa bagian pusat kota, seperti di Kawasan Johar, Pelabuhan Tanjung Emas, dan beberapa kawasan permukiman juga menghambat kegiatan ekonomi dan sosial di kawasan tersebut. Jika hal tersebut dibiarkan, permasalahan banjir akan mengurangi kinerja pelayanan Kota Semarang secara keseluruhan, baik di dalam kerangka pemenuhan kebutuhan dan kepentingan internalnya, maupun dalam peran dan fungsinya sebagai Kota Ibukota Provinsi Jawa Tengah. Berbagai kegiatan penanganan telah diupayakan sejak beberapa tahun yang lalu, baik yang dilakukan oleh Pemerintah, maupun masyarakat, swasta, dan pihak lainnya. Masing-masing upaya penanganan banjir dilakukan secara parsial dan seringkali tanpa koordinasi antar pihak, baik secara horinsontal maupun vertikal. Padahal kompleksitas permasalahan banjir di Semarang hanya dapat dikendalikan dengan tindakan terintegrasi yang berbasis wilayah sungai termasuk ekosistem pantainya (Anonim, 2009), meskipun pada prakteknya solusi struktural (teknologi) dan non-struktural (tata-ruang) diimplementasikan secara bertahap karena keterbatasan pengetahuan, dana, kelembagaan. Namun apapun kegiatan penanganan banjir Semarang, yang diperlukan adalah adanya keterpaduan stakeholders (pemerintah, masyarakat dan swasta). Di dalam rangka mengatasi permasalahan banjir dan rob, Kota Semarang telah membagi wilayah kotanya menjadi 3 (tiga) wilayah penanganan, yaitu Wilayah Barat, Tengah dan Timur. Di Kawasan Barat, penanganan dilakukan dengan pembuatan Waduk Jatibarang, normalisasi Kanal Banjir Barat serta sistem drainase kota, yakni Kali Semarang, Kali Baru, dan Kali Asin yang merupakan satu sistem dengan kanal. Pada kawasan drainase kota tersebut juga akan dibangun tempat penampungan air seluas delapan hektare. Air dari tiga kali tersebut ditampung di tempat tersebut, lokasinya berada di dekat kolam penampungan, tepatnya di mulut Kali Semarang. Tempat penampungan air itu akan dilengkapi pompa berfungsi memompa air ke laut. Dengan demikian, meskipun air laut meninggi tetap tidak dapat masuk ke daratan, sedangkan air hujan tertampung di tempat tersebut akan terus dipompa untuk dibuang ke laut. Fungsi Waduk Jatibarang selain untuk pengendalian banjir juga penyedia air baku wilayah Semarang Barat, sebanyak sekitar satu meter kubik per detik. Selain kondisi eksisting yang telah terpasang adalah berkapasitas satu meter kubik per detik. Jadi total untuk penyediaan air minum direncanakan sebanyak dua meter kubik perdetik. Normalisasi Kanal Banjir Barat sepanjang 9,8 kilometer, dimulai dari pertemuan Kaligarang dengan Kali Kreo ke hilir sampai muara kanal. Sedangkan untuk Kawasan Tengah Semarang, penanganan banjir dan rob dilakukan dengan sistem polder melalui 10 kawasan polder. Hingga saat ini, yang telah terbangun adalah pada Kawasan Polder Tanah Mas dan Tawang. Kawasan Polder Tanah Mas telah berlangsung dengan baik, dikelola dan dibiayai oleh masyarakat yang tinggal di kawasan tersebut, dengan mendapatkan pembinaan dan pengawasan dari Pemerintah Kota Semarang, khususnya Dinas Pekerjaan Umum Kota Semarang. Sedangkan untuk Kawasan Polder Tawang, yang terletak di Kawasan Kota Lama Semarang belum ditangani dengan sistem polder yang menyeluruh. Sebagai sistem polder penuh, seharusnya Kawasan Polder Tawang memiliki tanggul bendungan yang mengelilingi kawasan, yang dilengkapi sebuah kanal atau kolam penampungan (retention basin). Mekanismenya air dibendung dan dialirkan menuju kolam penampungan tersebut untuk kemudian dialirkan ke laut. Namun yang terjadi saat ini, kolam penampungan yang terletak di dekat Stasiun Kereta Api Tawang belum dapat berfungsi secara optimal karena tidak
jelasnya wilayah pelayananannya, dibandingkan dengan kapasitas tampungnya yang terbatas. Disamping itu, lembaga yang mendukung partisipasi masyarakat di dalam pengelolaan operasional kawasan polder tersebut belum terbentuk. Sementara itu, untuk Kawasan Timur Semarang, drainase dibagi menjadi lima subsistem yaitu Kanal Banjir Timur, Tenggang, Sringin, Babon dan Pedurungan. Rencana penanganannya dilakukan melalui pemasangan talud di jalan Argomulyo dan Bugangan, pembuatan sodetan kawasan Terboyo sub sistem Kali Sringin, normalisasi saluran Dempel serta pembangunan rumah pompa dan pengadaan pompa di kali Sringin dan Babon. Diantara berbagai sistem penanganan banjir tersebut, sistem polder dianggap sebagai salah satu solusi struktural yang yang dipilih dan menjadi prioritas untuk diimplemetasikan di Kota Semarang. Sistem polder adalah suatu cara penanganan banjir dengan menggunakan beberapa bentuk bangunan fisik, yang meliputi sistem drainase, kolam retensi, tanggul yang mengelilingi kawasan, serta pompa dan/ pintu air, sebagai satu kesatuan pengelolaan tata air tak terpisahkan. Tujuan dari pengembangan sistem polder ini adalah untuk mengendalikan banjir perkotaan secara terpadu. Sistem polder merupakan sistem pengendalian banjir yang telah berhasil diterapkan di Belanda dan Singapura. Sistem Polder mampu mengendalikan banjir dan genangan akibat aliran dari hulu, hujan setempat dan naiknya muka air laut atau rob. Secara khusus, sistem polder merupakan salah satu alternatif rekayasa yang dinilai tepat dan efektif untuk mengendalikan banjir dan mendukung pengembangan kawasan perkotaan di daerah dataran rendah rawan banjir, seperti di Kota Semarang. Pada saat ini, sedang dilakukan pembangunan Kawasan Polder Banger. Kawasan Polder Banger adalah kawasan polder yang berada di sekitar Kali Banger, yang melayani kawasan seluas 527 ha, dengan jumlah penduduk sekitar 17.000 – 24.000 jiwa. Pembangunan fisik Sistem Polder Banger telah dimulai sejak tahun 2010, dan direncanakan selesai pada tahun 2012. Pembangunan tersebut meliputi pembangunan stasiun pompa di Kelurahan Kemijen yang berfungsi mengalirkan air hujan ke laut (perlindungan dari banjir) untuk mengatur muka air di dalam wilayah Polder Banger; pembangunan Bendung (dam) Kali Banger yang membendung Kali Banger tepat di bawah jalan arteri utara yang berfungsi untuk melindungi Sistem Polder Banger dari rob; pembangunan tanggul utara Sistem Polder Banger yang lokasinya bertepatan dengan jalan arteri utara; pembangunan tanggul timur Sistem Polder Banger yang lokasinya bertepatan dengan tanggul Banjir Kanal Timur; pembangunan kolam retensi yang digunakan sebagai tambak serta berperan sebagai penyangga pada saat curah hujan yang sangat tinggi untuk mencegah terjadinya banjir; dan pengerukan Kali Banger untuk menambah kapasitas Kali Banger agar dapat menampung air lebih banyak lagi dan perbaikan saluran sekunder di Kawasan Kali Banger. Sistem Polder Banger dibangun dan dikembangkan oleh Pemerintah Kota Semarang bekerjasama dengan the Hoogheemraadschap van Schieland en de Krimpenerwaard (HHSK) yang merupakan salah satu lembaga publik pengelola perairan di Belanda. Bentuk kerjasamanya berupa kerjasama perancangan fisik sistem, pengelolaan konstruksi, pemeliharaan dan operasional sistem. Untuk itu, Pemerintah Kota Semarang bekerjasama dengan HHSK juga membentuk Badan Pengelola Polder Banger Sima (BP2B Sima), dengan maksud agar lembaga tersebut melaksanakan tugas operasional dan pemeliharaan infrastruktur fisiknya. BP2B Sima merupakan sebuah organisasi non-struktural yang beranggotakan para perwakilan stakeholder Sistem Polder Banger. Nama Sima diambil dari gabungan kata Schieland en de Krimpenerwaard dan Semarang, untuk mengabadikan kerja sama antara kedua belah pihak. Pelantikan pengurus BP2B Sima dilaksanakan bersamaan dengan pencanangan pembangunan fisik Sistem Polder Banger pada 8 April 2010 yang lalu, bertempat di lokasi pembangunan rumah pompa di Kelurahan Kemijen Kecamatan Semarang Timur. Mulai saat itu BP2B Sima dipersiapkan untuk menerima beberapa tugas yang didelegasikan oleh instansi terkait dalam operasional dan pemeliharaan infrastruktur Sistem Polder Banger. Kegiatan ini merupakan lanjutan dari kegiatan di tahun 2009 dan 2010. Pada tahun 2009 telah dilakukan penelitian terhadap proses pembentukan organisasi pengelola sistem polder yang menghasilkan draft kesepakatan
rencana aksi stakeholder. Pada tahun 2009 penelitian difokuskan untuk memberikan masukan terhadap “Urban Polder Guidelines” yang telah disusun oleh pihak Belanda, Pemda Semarang dan Puslitbang SDA, terutama pada sub aspek organisasi. Hasil yang telah dicapai pada tahun 2010 adalah konsep manual pengembangan kelembagaan pengelola sistem polder yang didalamnya teridiri dari aspek organisasi, legal, finansial dan sosial. Sedangkan di tahun 2011 ini, kegiatan penelitian akan difokuskan pada penyempurnaan manual pengembangan kelembagaan pengelola sistem polder yang akan digunakan sebagai bagian dari konsep model institusi pengelola sistem pengendali banjir perkotaan. Penyempurnaan tersebut dilakukan dengan menyusun prosedur kegiatan rutin, tata cara dan langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien (Standar Operasional Prosedur).
Rumusan Masalah Penanganan banjir dan rob di Semarang dengan menggunakan sistem polder, yang terbagi-bagi menjadi beberapa sub-sistem drainase tersebut membutuhkan pengelolaan yang didukung oleh masyarakat. Untuk mengoptimalkan potensinya, dukungan masyarakat perlu disalurkan melalui kelembagaan masyarakat yang sesuai dengan wilayah sistem polder dan sub-sistem drainasenya tersebut. Atas dasar hal tersebut maka BP2B SIMA dibentuk. Namun permasalahannya adalah belum adanya panduan penyelenggaraan kelembagaan OP Polder yang berbasis masyarakat. Pada saat penelitian ini mulai dilaksanakan, BP2B Sima sedang menyusun berbagai kelengkapan organisasi untuk melaksanakan tugas operasionalnya. Beberapa diantaranya adalah penyusunan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD-ART); Rencana Strategi (Renstra) Organisasi dan lain-lain. Salah satu kelengkapan organisasi yang penting lainnya adalah manual prosedur, atau lebih dikenal sebagai Standar Operasional Prosedur (SOP). SOP atau yang sering disebut sebagai Prosedur Tetap (Protap) adalah penetapan tertulis mengenai apa yang harus dilakukan, kapan, dimana dan oleh siapa dan dibuat untuk menghindari terjadinya variasi dalam proses pelaksanaan kegiatan oleh petugas yang akan mengganggu kinerja organisasi, khususnya organisasi publik secara keseluruhan. SOP tidak saja bersifat internal tetapi juga eksternal, karena SOP selain dapat digunakan untuk mengukur kinerja organisasi, juga dapat digunakan untuk menilai kinerja organisasi di mata masyarakat berupa responsivitas, responsibilitas, dan akuntabilitas kinerja. Dengan demikian, SOP merupakan pedoman atau acuan untuk menilai pelaksanaan kinerja organisasi berdasarkan indikator-indikator teknis, administratif dan prosedural sesuai dengan tata hubungan kerja dalam organisasi yang bersangkutan. Secara khusus, penelitian ini berupaya untuk menyusun SOP Pembentukan Unit Pelaksana Badan Pengelola Polder Banger (BP2B) Sima, yaitu SOP untuk membentuk salah satu unit BP2B SIMA yang melaksanakan tugas-tugas keseharian pengelolaan Sistem Polder Banger. SOP ini dibutuhkan karena pembentukan unit tersebut membutuhkan pedoman dan kriteria untuk menentukan prosedur kerja dan personil yang dipilih untuk melaksanakan prosedur kerja tersebut. Unit pelaksana itu sendiri dibutuhkan karena pelaksanaan operasional dan perawatan Sistem Polder Banger akan segera dilaksanakan pada tahun 2012, setelah pembangunan fisik sistem polder tersebut selesai pada tahun 2012.
Tujuan Tujuan diadakannya kegiatan ini adalah menyempurnakan manual kelembagaan pengelola polder berbasis masyarakat studi kasus : kota semarang (kali banger), yang meliputi aspek organisasi,legal, finansial, sosial dengan melengkapi SOP yang diperlukan.
Keluaran Satu Manual kelembagaan pengelola polder berbasis masyarakat studi kasus :Kota Semarang (Kali Banger) yang meliputi aspek organisasi, legal, finansial, sosial.
Hasil Hasil dari penelitian ini yaitu terusunnya manual kelembagaan pengelola polder berbasis masyarakat.
Manfaat Sebagai bahan acuan bagi pengambil keputusan dalam pelaksanaan pengendalian banjir di Semarang dan kota-kota lain yang memiliki karakteristik serupa.