|Triwulan III 2009
■ Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, maka Laporan Kajian Ekonomi Regional Provinsi Bali Triwulan III-2009 dapat diselesaikan dengan baik. Laporan ini menyajikan beberapa informasi perkembangan perekonomian regional khususnya di bidang moneter, perbankan, sistem pembayaran, dan isu-isu seputar pembangunan ekonomi regional yang disusun untuk memenuhi kebutuhan baik internal Bank Indonesia sebagai pendukung dalam penyusunan kebijakan moneter, serta digunakan sebagai informasi bagi pihak eksternal Bank Indonesia mengenai kondisi perekonomian Provinsi Bali. Bank Indonesia menilai bahwa perekonomian regional mempunyai posisi dan peran yang strategis dalam konteks pembangunan ekonomi nasional dan upaya menstabilkan nilai rupiah. Hal ini didasari oleh fakta semakin meningkatnya proporsi inflasi regional dalam menyumbang inflasi nasional. Selain itu, dinamika ekonomi regional semakin meningkat sejak diterapkannya otonomi daerah pada tahun 2001. Oleh sebab itu, Bank Indonesia memiliki perhatian yang besar dalam rangka ikut mendorong pertumbuhan ekonomi regional karena berimplikasi pada pertumbuhan ekonomi nasional. Pada kesempatan ini kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyediaan data dan informasi yang diperlukan khususnya Pemerintah Daerah Provinsi Bali, Badan Pusat Statistik (BPS), perbankan, akademisi, dan instansi pemerintah lainnya. Kami menyadari bahwa cakupan dan analisis dalam Kajian Ekonomi Regional masih jauh dari sempurna, sehingga saran, kritik dan dukungan informasi/data dari Bapak/Ibu sekalian sangat diharapkan guna peningkatan kualitas analisis kajian. Akhir kata, kami berharap semoga Kajian Ekonomi Regional ini bermanfaat bagi para pembaca. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan rahmat dan ridhaNya serta melindungi setiap langkah kita. Denpasar, 4 November 2009 BANK INDONESIA DENPASAR
Jeffrey Kairupan Pemimpin 1
|Triwulan III 2009
■ DAFTAR ISI Halaman DAFTAR GRAFIK
4
DAFTAR TABEL
6
DAFTAR BOKS
7
Ringkasan Eksekutif
8
BAB 1. MAKRO EKONOMI REGIONAL 1.1 SISI PENAWARAN
13 13
1.1.1. Pertanian
14
1.1.2. Industri
14
1.1.3. Listrik, Gas dan Air
15
1.1.4. Bangunan
16
1.1.5. Perdagangan, Hotel dan Restoran
17
1.1.6. Pengangkutan dan Komunikasi
18
1.1.7. Keuangan dan Persewaan
19
1.1.8. Jasa – Jasa
19
1.2. SISI PERMINTAAN
20
1.2.1. Konsumsi
20
1.2.2. Investasi
22
1.2.3. Ekspor Impor
23
BAB 2. INFLASI REGIONAL
31
2.1 KONDISI UMUM
31
2.2 INFLASI BULANAN
33
2.3 INFLASI TAHUNAN
34
BAB 3. KINERJA PERBANKAN DAERAH
37
3.1. PERKEMBANGAN KEGIATAN BANK UMUM
37
3.1.1. Penghimpunan Aset Bank Umum
37
3.1.2. Pelaksanaan Fungsi Intermediasi
39
3.1.2.1. Penghimpunan Dana
40
3.1.2.2. Penyaluran Kredit
42
3.2. PERKEMBANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT
2
45
|Triwulan III 2009 Halaman BAB 4. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
53
4.1. PERKEMBANGAN TRANSAKSI PEMBAYARAN TUNAI
53
4.1.1. Perkembangan Aliran Masuk/Keluar dan Kegiatan Penukaran 4.1.2. Perkembangan Pemberian Tanda Tidak Berharga
53 55
4.2. PERKEMBANGAN TRANSAKSI PEMBAYARAN NON TUNAI
55
BAB 5. KEUANGAN DAERAH
59
5.1. ANGGARAN PENDAPATAN
60
5.2. ANGGARAN BELANJA
60
BAB 6. KEUANGAN DAERAH 6.1. PENDUDUK USIA KERJA , PENDUDUK YANG BEKERJA
63
6.2. LAPANGAN KERJA UTAMA
65
6.3. PERGESERAN STATUS PEKERJAAN 6.4. PENDUDUK SETENGAH PENGANGGUR
66 67
6.5. PENDUDUK YANG BEKERJA DAN PENGANGGURAN
68
BAB 7. OUTLOOK
71
7.1. MAKRO EKONOMI REGIONAL TRIWULAN III-2009
71
7.2. INFLASI REGIONAL TRIWULAN III-2009
71
7.3. KINERJA PERBANKAN DAERAH TRIWULAN III-2009
71
3
|Triwulan III 2009
■ DAFTAR GRAFIK
Halaman
Grafik 1.1. Konsumsi Listrik Industri dan Jumlah Pelanggan Industri
15
Grafik 1.2. Perkembangan Nilai Ekspor Manufaktur
15
Grafik 1.3. Perkembangan Volume Ekspor Manufaktur
15
Grafik 1.4. Konsumsi Listrik di Bali
16
Grafik 1.5. Jumlah Pelanggan Listrik
16
Grafik 1.6. Kredit Sektor Listrik, Gas dan Air
16
Grafik 1.7. Konsumsi Semen
17
Grafik 1.8. Kredit Sektor Bangunan
17
Grafik 1.9. Kunjungan Wisman
18
Grafik 1.10. Tingkat Penghunian Kamar
18
Grafik 1.11. Penerimaan VoA
18
Grafik 1.12. Konsumsi Listrik Bisnis dan Jumlah Pelanggan Bisnis
18
Grafik 1.13. Jumlah Penumpang Pesawat
18
Grafik 1.14. Jumlah Pos Melalui Udara
18
Grafik 1.15. Pembiayaan LPD
19
Grafik 1.16. Kredit Perbankan
19
Grafik 1.17. Kredit Sektor Jasa
20
Grafik 1.18. Penjualan Mobil
21
Grafik 1.19. Konsumsi Listrik Rumah Tangga dan Jumlah Pelanggan Rumah Tangga
21
Grafik 1.20. Komponen Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini
21
Grafik 1.21. Indeks Keyakinan Konsumen
21
Grafik 1.22. Kredit Konsumsi
22
Grafik 1.23. Konsumsi Semen
22
Grafik 1.24. Nilai Tukar Petani
22
Grafik 1.25. Penjualan Motor
22
Grafik 1.26. Konsumsi Semen
23
Grafik 1.27. Impor Barang Modal Grafik 1.28. Kredit Investasi
23 23
Grafik 1.29. Perkembangan Nilai Ekspor Bali
24
Grafik 1.30. Perkembangan Volume Ekspor
24
Grafik 1.31. Pertumbuhan Nilai Ekspor Komoditi Utama Bali
25
Grafik 1.32. Komposisi Ekspor Bali
25
Grafik 1.33. Perkembangan Nilai Impor Bali
25
Grafik 1.34. Komposisi Impor Bali
25
4
|Triwulan III 2009 Halaman Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi Denpasar
31
Grafik 2.2. Harga Komoditas Minyak Goreng
32
Grafik 2.3. Harga Komoditas Beras
32
Grafik 2.4. Harga Komoditas Bumbu-bumbuan Grafik 2.5. Inflasi Tahunan
33 35
Grafik 3.1. Pertumbuhan Tahunan Aset, Dana, Kredit
39
Grafik 3.2. Komposisi, Kredit, DPK dan Aset Menurut Kelompok Bank
39
Grafik 3.3. Loan to Deposit Ratio
40
Grafik 3.4. Perkembangan Dana dan Kredit
40
Grafik 3.5. Pertumbuhan Tahunan Dana
42
Grafik 3.6. Komposisi Dana
42
Grafik 3.7. Perkembangan Jumlah Dana Pihak Ketiga
42
Grafik 3.8. Komposisi Dana
42
Grafik 3.9. Pertumbuhan Tahunan Kredit Menurut Jenisnya
44
Grafik 3.10. Perkembangan Nominal Kredit Grafik 3.11. Komposisi Kredit Menurut Jenisnya
44 44
Grafik 3.12. Kredit Sektor PHR dan Sektor Lain-Lain
45
Grafik 3.13. Pertumbuhan Aset, Kredit, dan LDR
46
Grafik 3.14. Komposisi Kredit terhadap Aset dan Pertumbuhan Kredit
46
Grafik 3.15. Perbandingan rasio LDR dan NPL BPR
47
Grafik 3.16. Komposisi Penyaluran Kredit Menurut Sektor
48
Grafik 4.1. Perkembangan Uang Kartal di Bali
54
Grafik 4.2. Perkembangan Kegiatan Kas Keliling
54
Grafik 4.3. Perkembangan Kegiatan PTTB
55
Grafik 4.4. Perkembangan Kliring dan RTGS
57
Grafik 4.5. Perkembangan Transaksi Kliring
57
Grafik 4.6. Perkembangan Tolakan Transaksi Kliring
57
Grafik 4.7. Perkembangan Transaksi RTGS
57
5
|Triwulan III 2009
■ DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.1. Pertumbuhan PDRB dari Sisi Penawaran, 2008-2009
13
Tabel 1.2. Perbandingan Produksi Padi dan Palawija per Subround di Bali, 2008-2009
14
Tabel 1.3. Pertumbuhan PDRB dari Sisi Permintaan, 2008 – 2009
20
Tabel 2.1. Inflasi Bulanan Menurut Kelompok Barang
34
Tabel 2.2. Inflasi Tahunan Menurut Kelompok Barang Tabel 3.1. Perkembangan Usaha Bank Umum di Bali
35 38
Tabel 3.2. Kinerja Bank Perkreditan Rakyat di Bali
46
Tabel 4.1. Perkembangan Uang Kartal di Bali
54
Tabel 4.2. Perkembangan Perputaran Kliring, Cek/BG Kosong di Bali
56
Tabel 5.1. APBD 2009
62
Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Kegiatan
64
Tabel 6.2. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Kegiatan, Berdasarkan Jenis Kelamin dan Wilayah Perkotaan
64
Tabel 6.3. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Kegiatan, Menurut Lapangan Kerja Utama
65
Tabel 6.4. Penduduk Yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan
66
Tabel 6.5. Penduduk Usia Kerja Yang Bekerja, Setengah Penganggur, dan Pengangguran Terbuka
68
Tabel 6.6. Tingkat Pengangguran dan Penduduk yang Bekerja Menurut Tingkat Pendidikan
6
69
|Triwulan III 2009
■ DAFTAR BOKS Halaman BOKS A. Karakteristik Wisatawan Domestik di Bali
26
BOKS B. Kondisi Dunia Usaha Pada Masa Krisis Keuangan Global
28
BOKS C. Kinerja Bank Asing dan Campuran Pasca Krisis 2008
49
BOKS D. APEX Bank untuk Mengatasi Mismatch
51
7
|Triwulan III 2009 ■ Ringkasan Eksekutif MAKRO EKONOMI REGIONAL Perekonomian Bali pada triwulan III-2009 diperkirakan tumbuh sebesar 4,15% (y-o-y), namun melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 5,92% (y-o-y). Tekanan eksternal akibat krisis keuangan global diperkirakan masih memberikan tekanan terhadap perekonomian Bali namun berangsur-angsur mulai pulih kembali. Dari sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi masih didominasi oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor jasa. Sedangkan di sisi permintaan, peran konsumsi terutama untuk konsumsi rumah tangga, diperkirakan masih cukup besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Beberapa komoditi ekspor mengalami penurunan seiring dengan melemahnya permintaan di negara tujuan ekspor.
INFLASI REGIONAL Perkembangan harga barang dan jasa di Kota Denpasar triwulan III-2009 cenderung meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercermin dari laju inflasi sebesar 1,77% (q-t-q), lebih tinggi dibandingkan inflasi triwulan II-2009 yang mencapai -0,61% (q-t-q). Namun secara tahunan inflasi lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari 5,80% (y-o-y) pada triwulan II menjadi 4,39% (y-o-y) pada triwulan III-2009. Secara umum inflasi Kota Denpasar lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional yang mencapai 2,83% (y-o-y) pada triwulan III-2009. Peningkatan permintaan terhadap barang dan jasa menjelang masuknya tahun ajaran baru baru bagi siswa sekolah dan universitas, serta perayaan hari raya keagamaan telah meningkatkan inflasi di triwulan III-2009 terutama dari kelompok bahan makanan; kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga; serta kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar.
KINERJA PERBANKAN DAERAH Kinerja keuangan perbankan di Bali pada triwulan III 2009 menunjukkan terjadinya peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Indikator utama kinerja perbankan yang sempat melambat pada triwulan II 2009, kembali meningkat pada triwulan III 2009. Aset perbankan secara tahunan tumbuh 19,14% meningkat dibandingkan
8
|Triwulan III 2009 pertumbuhan pada triwulan II 2009 sebesar 18,15%. Seiring dengan peningkatan aset, dana pihak ketiga (DPK) juga mengalami peningkatan dengan arah yang sama sedangkan kredit kembali mengalami pelambatan. Secara umum peningkatan aset diperkirakan sebagai dampak meningkatnya kepercayaan masyarakat kepada industri perbankan, sedangkan pelambatan kredit diperkirakan sebagai akibat masih lambatnya sektor riil dan penilaian perbankan terhadap risiko usaha yang masih dianggap tinggi. Seiring dengan pelambatan pada ekspansi kredit dan sektor riil, rasio kredit bermasalah (NPL) sampai dengan triwulan III 2009 juga mengalami peningkatan pada kisaran 3,05%. Walaupun ekspansi kredit melambat namun fungsi intermediasi bank masih berjalan cukup baik ditunjukkan dengan rasio kredit dibandikan dana (LDR) yang berada pada kisaran 58,39%.
PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN Kinerja sistem pembayaran pada triwulan III-2009 berjalan dengan lancar. Kegiatan perekonomian dalam hal pariwisata dan perayaan hari raya keagamaan telah mendorong peningkatan transaksi uang kartal di Bali. Namun dilain pihak tingginya permintaan terhadap uang kartal di Bali justru menurunkan transaksi non tunai terutama untuk transaksi RTGS.
KEUANGAN DAERAH Pada tahun anggaran 2009, Anggaran Pendapatan Daerah Pemerintah Provinsi Bali mencapai sebesar Rp 1,41 triliun meningkat 1,51% dibandingkan dengan anggaran pendapatan tahun sebelumnya. Realisasi Pendapatan Daerah sampai dengan triwulan dua mencapai 53,42%. Sementara itu, Anggaran Belanja Daerah pada tahun ini tercatat sebesar Rp 1,64 triliun menurun 1,15% dibandingkan anggaran belanja sebelumnya. Realisasi Belanja Daerah sampai dengan triwulan 2 mencapai 32,15%. Hal ini menunjukkan realisasi belanja daerah masih belum maksimal dan lebih rendah daripada realisasi pendapatannya. OUTLOOK Pada triwulan IV-2009 pertumbuhan ekonomi Bali diperkirakan masih akan dibayangi oleh tekanan eksternal walaupun berangsur-angsur mulai pulih. Pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali pada triwulan IV-2009 diperkirakan berkisar pada 5% - 6% (y-o-y).
9
|Triwulan III 2009 Pertumbuhan ekonomi di triwulan IV-2009 ini dari sisi penawaran didominasi oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor jasa. Sementara dari sisi permintaan pertumbuhan ekonomi secara umum masih digerakkan oleh konsumsi. Perkembangan inflasi Kota Denpasar pada triwulan IV-2009 diperkirakan relatif stabil. Secara triwulanan angka inflasi diperkirakan akan mencapai 1,40% (q-t-q) atau secara kumulatif mencapai 4,76% (y-t-d). Tekanan inflasi di triwulan IV-2009 diperkirakan masih berasal dari kelompok bahan makanan, serta kelompok pendidikan, rekreasi, dan olah raga seiring dengan peningkatan permintaan akibat perayaan hari raya keagamaan serta liburan pergantian tahun. Kinerja perbankan pada triwulan IV 2009, secara nominal diperkirakan akan terus meningkat, baik aset, DPK dan kredit. Peningkatan kinerja perbankan ini diperkirakan didorong oleh peningkatan kinerja perekonomian nasional dan regional. Kinerja perbankan juga diperkirakan akan didorong oleh realisasi kinerja keuangan pemerintah daerah. Selain itu kinerja perbankan juga diperkirakan akan didorong oleh membaiknya kinerja pasar modal pada triwulan III dan kecenderungan turunya suku bunga kredit. Kredit perbankan diperkirakan akan tetap tumbuh dengan kecepatan yang lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan III, sejalan dengan kondisi ekonomi makro regional yang diperkirakan akan mengalami ekspansi. Ekspansi kredit pada triwulan II diperkirakan tumbuh pada kisaran 20%. Secara umum, penyebab tumbuhnya kredit adalah dari kegiatan konsumsi yang diperkirakan akan mendorong jenis kredit konsumsi. Dari jenisnya, kredit konsumsi diperkirakan masih tumbuh pesat dan mendominasi pangsa kredit perbankan sejalan dengan terus meningkatnya konsumsi masyarakat dan masih dominannya peran konsumsi sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi. Kredit jenis konsumsi diperkirakan akan menjadi ujung tombak pertumbuhan kredit di Bali. Kredit modal kerja diperkirakan juga akan tumbuh
walaupun diperkirakan akan lebih tinggi
dibandingkan dengan penyaluran tahun 2008. Sementara kredit jenis investasi diperkirakan akan
mengalami
peningkatan,
sehubungan
dengan
kondisi
perekonomian
yang
diperkirakan semakin membaik dan mulai realisasinya belanja pembangunan pemerintah. Peningkatan juga akan didorong oleh tingkat suku bunga investasi yang juga diperkirakan akan turun. Dari sisi dana, penghimpunan dana masyarakat oleh perbankan diperkirakan masih akan tumbuh walaupun masih rendah pada level 15%. Pertumbuhan dana diperkirakan
10
|Triwulan III 2009 akan dibayangi oleh peningkatan kegiatan perekonomian, sehingga terjadi pergerakan dana ke sektor riil. Selain itu kecenderungan penurunan suku bunga juga diperkirakan akan mempengaruhi minat menabung masyarakat. Hal yang cukup mengkuatirkan yang mungkin timbul pada industri perbankan adalah tekanan NPL yang diperkirakan akan meningkat sebagai akibat pelambatan perekonomian pada triwulan sebelumnya. NPL diperkirakan akan didorong dari penyaluran kredit jenis modal kerja dan kredit skim khusus yang tidak menggunakan jaminan tambahan dalam persetujuan realisasinya. Hal ini diperkirakan akan meningkatkan rasio NPL pada kisaran 3,5%. Namun demikian dengan pengawasan dan pembinaan yang ketat dari perbankan diharapkan NPL dapat ditekan.
11
|Triwulan III 2009
Halaman ini Sengaja Dikosongkan
12
|Triwulan III 2009
Bab 1
Makro Ekonomi Regional
Perekonomian Bali triwulan III-2009 diperkirakan masih tumbuh positif sebesar 4,15% (y-o-y), namun melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 5,92%
(y-o-y). Pertumbuhan tersebut juga lebih lambat dibandingkan triwulan yang sama
tahun 2008 yang tumbuh 8,33% (y-o-y). Krisis keuangan global diperkirakan masih memberikan tekanan terhadap perekonomian Bali meskipun terbatas. Namun masa high season
kunjungan
wisatawan
cukup
menahan
perlambatan
yang
terjadi
pada
perekonomian Bali. Di sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi masih didominasi oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor jasa. Di sisi permintaan, peran konsumsi, terutama konsumsi rumah tangga, diperkirakan masih cukup besar di dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Sedangkan beberapa komoditi ekspor mengalami penurunan seiring dengan melemahnya permintaan di negara tujuan ekspor. 1.1. SISI PENAWARAN Pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali triwulan III-2009 diperkirakan tumbuh sebesar 4,15% (y-o-y), melambat dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 5,92% (y-o-y). Angka pertumbuhan tersebut juga lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan yang sama tahun 2008 yang tumbuh sebesar 8,33% (y-o-y). Dari sisi penawaran atau berdasarkan sektoral, beberapa sektor mengalami perlambatan,
diantaranya
adalah
sektor pertanian,
sektor pertambangan,
sektor
perdagangan, hotel, dan restoran, serta sektor pengangkutan dan komunikasi. Tabel 1.1. Pertumbuhan PDRB dari sisi Penawaran, 2008-2009 (% y-o-y) Sektor Q3-2008 Q4-2008 2008 Q1-2009 Q2-2009 Q3-2009 P Pertanian Pertambangan Industri Listrik, Gas & Air Bangunan Perdg, Hotel & Rest. Pengangkutan & Kom. Keuangan & Persewaan Jasa-Jasa PDRB
2,78 10,48 13,13 8,25 7,68 11,39 13,77 6,30 3,58 8,33
7,75 21,98 14,05 4,62 4,28 13,68 14,12 6,99 4,44 10,28
Sumber: BPS Keterangan: * Angka Sangat Sementara BPS
13
0,61 3,52 8,17 8,98 6,71 8,62 8,92 4,28 4,66 5,97
7.75 12.00 9.20 4.61 1.00 10.05 11.95 2.58 3.14 7.77
9.58 11.60 3.31 5.05 0.89 7.32 5.81 (0.45) 4.17 5.92
3.43 2.98 4.64 5.06 0.97 4.81 2.29 2.76 6.48 4.15
|Triwulan III 2009 1.1.1. Pertanian Kinerja sektor pertanian triwulan III-2009 diperkirakan tumbuh 3,43% (y-oy), lebih rendah dibandingkan kinerja triwulan sebelumnya yang tumbuh 9,58% (yo-y). Pertumbuhan di sektor pertanian utamanya didorong oleh pertumbuhan subsektor perkebunan dan perikanan. Sementara itu, subsektor tanaman bahan makanan (tabama) diperkirakan mengalami tekanan produksi akibat mundurnya siklus panen. Hal ini ditunjukkan oleh Angka Ramalan II di sub-round 3 yang relatif melambat untuk beberapa komoditas tabama. Namun diramalkan produksi dan luas panen komoditas padi dan palawija pada tahun 2009 mengalami peningkatan dibanding tahun lalu. Tabel 1.2. Produksi dan Luas Panen Padi dan Palawija per Subround di Bali, 2008-2009
Sumber: BPS Keterangan: * Angka Ramalan
1.1.2. Industri Kinerja sektor industri pada triwulan III-2009 diperkirakan tumbuh sebesar 4,64% (y-o-y), meningkat dibandingkan triwulan II-2009 yang tumbuh 3,31% (y-oy). Namun pertumbuhan pada triwulan III-2009 jauh lebih rendah dibanding pertumbuhan triwulan III-2008 yang mencapai 8,33% (y-o-y). Perlambatan perekonomian global yang mengakibatkan penurunan daya beli masyarakat diperkirakan turut mempengaruhi penurunan utilisasi kapasitas produksi di sektor industri. Namun, kondisi pariwisata di Bali masih tumbuh positif, terutama didorong oleh industri makanan minuman. Pertumbuhan sektor industri dikonfirmasi dengan peningkatan konsumsi listrik dan jumlah pelanggan untuk golongan industri. Sementara pasar utama produk-produk sektor industri pada triwulan III-2009 masih terkonsentrasi pada pasar domestik. Hal ini diindikasikan dengan masih rendahnya volume ekspor produk manufaktur pada triwulan III 2009. Industri kerajinan Bali saat ini tengah mengalami tekanan, selain karena dampak krisis dan persaingan antar daerah, tekanan lain berasal dari persaingan antar negara
14
|Triwulan III 2009 berkembang Asia lainnya Vietnam, Thailand, India, Malaysia dan Cina. Negara pesaing lebih memaksimalkan besarnya skala produksi (massal) dengan memanfaatkan teknologi industri, sedangkan di Bali industri kerajinan masih mempertahankan keterampilan tangan (hand made) sehingga terdapat kendala pada pemenuhan kuantitas produksi. Grafik 1.1. Konsumsi Listrik Industri dan Jumlah Pelanggan Industri
Grafik 1.2. Perkembangan Nilai Ekspor Manufaktur unit
ribu KWH
12000
Konsumsi List r ik Indust r i J umlah Pelanggan - ax is k anan
10000 8000 6000 4000 2000 0
676 666 656 646 636 626 616 606 596
2007
2008
% y-o-y
0 g M anuf akt ur
-50 1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 2006
50
2007
2009
Sumber: PLN Distribusi Bali
2008
2009
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 1.3. Perkembangan Volume Ekspor Manufaktur
% y-o-y 200
g M anuf akt ur
150 100 50 0 -50 -100
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 2007
2008
2009
Sumber: Bank Indonesia
1.1.3. Listrik, Gas, dan Air Sektor listrik, gas, dan air pada triwulan III-2009 diperkirakan tumbuh 5,06% (y-o-y), relatif stabil dan diperkirakan sedikit mengalami peningkatan dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 5.05% (y-o-y). Pertumbuhan sektor ini dikonfirmasi oleh prompt indicator konsumsi dan jumlah pelanggan listrik yang relatif stabil dibandingkan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya. Meskipun konsumsi dan pelanggan listrik meningkat namun pembiayaan di sektor ini justru mengalami penurunan. Kredit sektor listrik, gas, dan air pada triwulan III-2009 justru melambat mencapai 11,9% (y-o-y).
15
|Triwulan III 2009 Grafik 1.5. Jumlah Pelanggan Listrik
Grafik 1.4. Konsumsi Listrik di Bali juta KWH
% y-o -y
16 14 12 10 8 6 4 2 0 -2
250 200 150 100 Konsumsi List r ik
50
g K onsumsi List r ik
0
750 740 730 720 710 700 690 680 670 660
2007
2008
4 4 3 3 2 2 1 1 0
J umlah Pelanggan g J umlah Pelanggan
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 2006
% y-o-y
000 Unit
300
2006
2009
Sumber: PLN Distribusi Bali
2007
2008
2009
Sumber: PLN Distribusi Bali
Grafik 1.6. Kredit Sektor Listrik, Gas, dan Air 20 16
m iliar Rp
% y-o -y
Kredit Sekt or Listrik g Kred it Sekto r List rik
300 200
12 100 8 0
4 0
-100 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 2006
2007
2008
2009
Sumber: Bank Indonesia
1.1.4. Bangunan Sektor bangunan pada triwulan III-2009 diperkirakan tumbuh sebesar 0,97% (y-o-y), melambat dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tumbuh 7,68% (y-o-y). Tren perlambatan di sektor bangunan telah terjadi sejak awal 2009, yang ditunjukkan dengan rendahnya pertumbuhan dari triwulan I hingga triwulan III-2009 yang tidak lebih dari 1%. Perlambatan di sektor bangunan terjadi seiring dengan krisis ekonomi global yang menekan daya beli masyarakat. Perlambatan yang terjadi di sektor ini dikonfirmasi oleh konsumsi semen di triwulan III-2009 yang mengalami kontraksi sebesar 16,8% (y-o-y). Prompt indicator lain, kredit sektor bangunan, mengalami kontraksi sebesar 6% (y-o-y). Hal tersebut mengindikasikan bahwa pembangunan fisik untuk infrastruktur maupun properti pada triwulan III-2009 mengalami penurunan.
16
|Triwulan III 2009 Grafik 1.7. Konsumsi Semen
Grafik 1.8. Kredit Sektor Bangunan %
To n
400000 Konsumsi Semen g (y-o-y) - axis kanan
300000
m iliar R p
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 -10 -20 -30
200000 100000 0
500 400
2007
2008
100
g Kredit Sekt or B angunan
80 60
300
40 200
20
100
0
0
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 2006
% y-o -y
Kred it Sekto r B ang unan
-20 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3
2009
2006
Sumber: Asosiasi Semen Indonesia
2007
2008
2009
Sumber: Bank Indonesia
1.1.5. Perdagangan, Hotel, dan Restoran Sektor perdagangan, hotel, dan restoran pada triwulan III-2009 mengalami pertumbuhan namun lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya. Pertumbuhan sektor perdagangan, hotel, dan restoran pada triwulan III-2009 diperkirakan sebesar 4,81% (y-o-y), melambat dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya di tahun yang sama sebesar 7,32% (y-o-y). Melambatnya pertumbuhan di sektor PHR diakibatkan krisis yang terjadi secara global yang mengakibatkan wisatawan terutama wisatawan mancanegara menunda maupun mengalihkan daerah tujuan wisatanya. Kunjungan wisman pada triwulan III-2009 diperkirakan mencapai 547.912 orang, meningkat 3,78% (y-o-y) dibandingkan triwulan sebelumnya. Namun jumlah tersebut lebih rendah dibanding pertumbuhan triwulan III-2008 sebesesar 18,9% (y-o-y). Triwulan III merupakan musim puncak kunjungan, baik wisatawan domestik maupun mancanegara seiring dengan masuknya musim liburan sekolah dan libur musim panas. Namun krisis keuangan global telah menggeser tingkat kunjungan wisatawan. Kunjungan yang umumnya didominasi oleh wisman dengan kebangsaan Jepang digeser oleh wisman dengan kebangsaan Australia. Pelambat di sektor PHR juga diikuti dengan penurunan penerimaan Visa On Arrival (VoA) sebesar 16,9% dibanding penerimaan di tahun lalu. Sementara itu prompt indicator lain, berupa konsumsi dan jumlah pelanggan listrik untuk golongan bisnis seperti mal, pasar, pertokoan, dan pusat bisnis lainnya menunjukkan peningkatan meskipun tidak signifikan. Konsumsi listrik pada triwulan III-2009 mencapai 108.940 MWH dengan jumlah pelanggan sebanyak 66.346 unit.
17
|Triwulan III 2009 Grafik 1.10. Tingkat Penghunian Kam ar
Grafik 1.9. Kunjungan Wisman 800000
% y-o -y
o rang
80
Jum lah Wism an g Jum lah Wism an
600000
120
%
60
TPK
40
400000
80
20 0
200000
40
-20
0
-40 0
Q1Q2Q3Q4Q1Q2Q3 Q4Q1Q2Q3Q4Q1Q2Q3 2006
2007
2008
1 2 3 4 5 6 7 8 9 111 1 12 3 4 5 6 7 8 9 1111 12 3 4 5 6 7 8 9 111 1 1 2 3 4 5 6 7 8
2009
2006
Sumber: Dinas Pariwisata Daerah Bali
% y-o -y
ribu USD
2009
Grafik 1.12. Konsumsi Listrik Bisnis dan Jumlah Pelanggan Bisnis 60
6000
40
4000
000 KWH
80
8000
unit
120000
68000
95000 61000 70000
20 P enerim aan Vo A g P enerim aan Vo a
2000
2008
Sumber: Dinas Pariwisata Daerah Bali
Grafik 1.11. Penerimaan VoA 10000
2007
45000
54000
Konsumsi List rik B isnis KW H Jumlah Pelang gan B isnis
0
47000
20000
0
-20
-5000
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2Q3* 2006
2007
2008
2009
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1Q2 Q3 Q4 Q1Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 2006
Sumber: PT Bank Negara Indonesia Kanwil 08
2007
2008
40000
2009
Sumber: PT PLN Distribusi Bali
1.1.6. Pengangkutan dan Komunikasi Sektor pengangkutan dan komunikasi pada triwulan III-2009 diperkirakan tumbuh sebesar 2,29% (y-o-y), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 5,81% (y-o-y).
Pertumbuhan di sektor ini dikonfirmasi dengan jumlah
penumpang pesawat di Bandara Ngurah Rai dan jumlah pos melalui udara yang masih tumbuh di triwulan III-2009. Grafik 1.13. Jum lah Penum pang Pesaw at 000 Orang
Grafik 1.14. Jumlah Pos Melalui Udara Unit
1600 1200
60
200000
40
160000
20
120000
0
80000
-20
40000
-40
0
800 Ked at ang an Keb erang kat an g Ked at ang an g Keb erang kat an
400 0
2007
2008
400 M asuk Keluar g M asuk g Keluar
300 200 100 0 -100
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 2006
% y-o -y
240000
% y-o -y
2006
2009
Sumber: BPS, diolah
Sumber: BPS, diolah
18
2007
2008
2009
|Triwulan III 2009 1.1.7. Keuangan
dan Persewaan
Kinerja sektor keuangan dan persewaan diperkirakan tumbuh sebesar 2,76% (y-o-y), meningkat dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya yang mengalami kontraksi 0,45% (y-o-y). Namun pertumbuhan di sektor ini melambat dibandingkan pertumbuhan di triwulan yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 13,77% (y-o-y). Pertumbuhan pada triwulan III-2009 dikonfirmasi oleh indikator pembiayaan baik oleh lembaga keuangan bank maupun non bank. Outstanding kredit yang disalurkan oleh bank umum di triwulan III-2009 tercatat mencapai Rp 18,3 triliun atau tumbuh 16,9% dibanding outstanding pada triwulan sebelumnya. Sementara itu outstanding pembiayaan yang disalurkan oleh Lembaga Perkreditan Desa (LPD) pada triwulan III-2009 mencapai Rp 2,7 triliun, tumbuh 42% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Grafik 1.16. Kredit Perbankan
Grafik 1.15. Pembiayaan LPD m iliar R p
% y-o -y
3000
20.0
50
2500
Kredit
g Kredit
% y-o -y Kredit
40
2000
triliun Rp
40
g Kredit
15.0
30
10.0
20
10
5.0
10
0
0.0
30
1500
20
1000 500 0 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 2006 Sumber: PT BPD Bali
2007
2008
0 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3
2009
2006
2007
2008
2009
Sumber: Bank Indonesia
1.1.8. Jasa-Jasa Di tengah perlambatan sektor lain, sektor jasa-jasa diperkirakan tumbuh 6,48% (y-o-y) pada triwulan III-2009. Pertumbuhan tersebut lebih tinggi baik dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 4,17% (y-o-y), maupun dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan III-2008 yang tumbuh 3,58% (y-o-y). Pertumbuhan di sektor ini dikonfirmasi dengan pertumbuhan kredit perbankan di sektor jasa-jasa. Outstanding kredit perbankan di sektor jasa-jasa pada triwulan III-2009 mencapai Rp 1,6 triliun atau tumbuh 5,7% dibandingkan outstanding kredit di triwulan yang sama tahun sebelumnya.
19
|Triwulan III 2009 Grafik 1.17. Kredit Sektor Jasa % y-o -y
m iliar R p
1500
100 80
1000
60 40
500
20
Kredit Sekto r J asa g Kredit Jasa
0
0
-20 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 2006
2007
2008
2009
Sumber: Bank Indonesia
1.2. SISI PERMINTAAN Pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali dari sisi permintaan masih didorong oleh konsumsi, diikuti dengan ekspor. Selama ini konsumsi memiliki pangsa mencapai lebih dari 60% dalam pembentukan pertumbuhan ekonomi dari sisi permintaan. Tabel 1.3. Pertumbuhan PDRB dari sisi Permintaan, 2008-2009 (% y-o-y) Komponen
2008
Q2-2008
Q3-2008
Q4-2008
Q1-2009
Q2-2009
Q3-2009
Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Pemerintah Investasi/PMTB Ekspor Impor PDRB
3,03 7,98 23,16 16,98 36,44 5,97
-10,00 11,07 21,99 20,21 52,87 5,08
4,28 3,68 29,38 14,83 31,78 8,33
23,16 -0,14 40,52 16,19 51,15 10,28
20,69 5,22 7,10 8,40 31,63 7,75
15,35 13,20 5,92 15,13 10,73 6,03
19.42 11.61 8.45 12.92 6.39 4,15
Sumber: BPS Keterangan: * Angka Ramalan
1.2.1. Konsumsi Konsumsi rumah tangga masih menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi dari sisi permintaan di triwulan III-2009. Pertumbuhan konsumsi tercatat sebesar 19.42% (y-o-y), meningkat dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 15,35% (y-o-y). Pertumbuhan konsumsi antara lain dipengaruhi oleh masuknya musim liburan sekolah bagi wisatawan domestik dan liburan musim panas bagi wisatawan mancanegara. Pertumbuhan konsumsi juga dikonfirmasi oleh sejumlah data prompt indicator, antara lain konsumsi dan jumlah pelanggan listrik rumah tangga yang mengalami
20
|Triwulan III 2009 pertumbuhan masing-masing sebesar 12,92% dan 1,19% (y-o-y). Namun konsumsi semen, sebagai indikator lain, mengalami kontraksi yang menunjukkan bahwa pengeluaran masyarakat untuk membangun properti residensial pada triwulan III-2009 mengalami penurunan. Grafik 1.18. Penjualan Mobil Unit
Grafik 1.19. Konsumsi Listrik dan Jumlah Pelanggan Rumah Tangga
%
7000
160
Unit g (y-o -y) - axis k anan
6000 5000 4000 3000 2000 1000 0
ribu KWH
120
125000
80
100000
40
75000
0
50000
-40
25000
-80
0
2007
2008
700 650 Konsumsi List r ik RT
600
J umlah P elanggan RT - ax is k anan
550 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 2006
000 unit
2006
2009
Sumber: PT Toyota Astra Motor
2007
2008
2009
Sumber: PT PLN Distribusi Bali
Grafik 1.20. Komponen Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini
Grafik 1.21. Indeks Keyakinan Konsumen 140.0
140
Indeks Keyakinan Konsumen
120.0 100.0
120 100
80.0
80
60.0
60
Peng hsln. Saat ini
40
40.0 20.0
Pemb elian d urab le g o o d s Sup p ly Lap . Kerja
20 0
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9 2006
2007
2008
2009
2007
Sumber: Bank Indonesia
2008
2009
Sumber: Bank Indonesia
Dilihat dari sisi konsumen melalui survey indeks keyakinan konsumen, pendapatan konsumen pada triwulan III-2009 lebih baik dibanding triwulan sebelumnya. Pembelian barang tahan lama dan ketersediaan lapangan kerja juga lebih baik dibanding triwulan sebelumnya. Secara umum, keyakinan konsumen terhadap kondisi perekonomian semakin optimis. Prompt indicator lain berupa kredit konsumsi juga menunjukkan pertumbuhan. Outstanding kredit konsumsi pada triwulan III-2009 mencapai Rp 7,79 triliun atau tumbuh 19,9% dibanding kredit konsumsi triwulan III-2008.
21
|Triwulan III 2009 Grafik 1.23. Konsumsi Semen
Grafik 1.22. Kredit Konsumsi miliar Rp
%
7000
3500 Nominal g (y-o-y) - axis kanan
0
%
To n
400000
36 32 28 24 20 16 12 8 4 0
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 -10 -20 -30
Ko nsumsi Semen g (y-o -y) - axis kanan
300000 200000 100000
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3
0 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3
2006
2007
2008
2009 2006
Sumber: Bank Indonesia
2007
2008
2009
Sumber: Asosiasi Semen Indonesia
Data prompt indicator lainnya yang mempengaruhi konsumsi adalah Nilai Tukar Petani (NTP). NTP pada Agustus 2009 tercatat sebesar 102,93, lebih tinggi dibanding NTP Desember 2008 yang mencapai 102,05. Ini menunjukkan bahwa masyarakat di pedesaan masih memiliki daya beli yang cukup baik. Grafik 1.25. Penjualan Motor
Grafik 1.24. Nilai Tukar Petani 4000
160 120
% y-o -y
Unit
80 Unit g Penjualan M o t o r
3000
80
40
2000
0
1000
-40
NTP
40 0
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 2007
2008
-80 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3
2009
2006
Sumber: BPS, diolah
2007
2008
2009
Sumber: PT Asaparis
1.2.2. Investasi Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) pada triwulan III-2009 diperkirakan tumbuh sebesar 8,45%, meningkat dibanding triwulan II-2009 yang tumbuh 5,92%. Hal ini menunjukkan bahwa perlambatan perekonomian yang mendorong perlambatan investasi berangsur-angsur mulai berakhir. Namun beberapa data prompt indicator belum mengindikasikan peningkatan produksi. Seperti yang ditunjukkan oleh data konsumsi semen yang masih mengalami perlambatan di triwulan III-2009. Data statistik impor juga belum mengindikasikan adanya pertumbuhan impor barang modal.
22
|Triwulan III 2009 Grafik 1.26. Konsumsi Semen
Grafik 1.27 Impor Barang Modal %
To n
400000 Ko nsumsi Semen g (y-o -y) - axis kanan
300000
18000 16000 14000 12000 10000 8000 6000 4000 2000 0
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 -10 -20 -30
200000 100000 0 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 2006
2007
2008
ribu USD ($ ) Impo r B arang M od al
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3*
2009
2006
Sumber: Asosiasi Semen Indonesia
2007
2008
2009
Sumber: Bank Indonesia
Sementara itu data prompt indicator lain berupa kredit investasi pada triwulan III2009 t yang mencapai Rp 2,8 triliun yang mengalami peningkatan 17,37% dibandingkan outstanding kredit di triwulan III-2008. Hal ini menunjukkan bahwa dunia investasi sudah mulai bergerak sembali setelah sebelumnya turun cukup tinggi semenjak triwulan I-2009. ` Grafik 1.28. Kredit Investasi %
miliar Rp 3000
50.00 45.00 40.00 35.00 30.00 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00 -5.00
Nominal g (y-o-y) - axis kanan
2500 2000 1500 1000 500 0
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 2006
2007
2008
2009
Sumber: Bank Indonesia
1.2.3. Ekspor Impor Nilai tambah ekspor dari Bali pada triwulan III-2009 diperkirakan tumbuh sebesar 12,93%, menurun dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 15,13%. Pertumbuhan ekspor pada triwulan III-2009 terutama berasal dari pertumbuhan ekspor produk-produk pertanian yang tumbuh mencapai 5,7% dibandingkan realisasi ekspor produk pertanian pada triwulan yang sama tahun lalu. Nilai ekspor produk pertanian pada triwulan III-2009 mencapai 22,1 juta dolar Amerika. Sementara ekspor produk manufaktur mengalami kontaksi sebesar 43,7% (y-o-y) dengan realisasi ekspor sebesar
23
|Triwulan III 2009 70,2 juta dolar Amerika. Hal ini menunjukkan bahwa ekspor didominasi oleh produkproduk barang primer dan memiliki kandungan impor (import content) rendah. Berdasarkan komoditinya, dapat dilihat bahwa komoditi ikan dan udang masih tumbuh di triwulan III-2009. Sementara komoditas-komoditas lain seperti kayu, pakaian jadi, perhiasan, dan perabot rumah justru mengalami kontraksi. Stabilnya cuaca selama triwulan III-2009 mendukung proses penangkapan ikan. Isu badai El-Nino yang sempat muncul di pertengahan triwulan III 2009 relatif tidak berdampak terhadap perairan Bali, sehingga mendukung aktivitas penangkapan ikan di laut lepas. Sementara itu, informasi dari dunia usaha yang diperolah melalui Survei Kegiatan Dunia Usaha dan Survei Liasson, terungkap bahwa permintaan terhadap produk ekspor unggulan Bali seperti tekstil dan produk tekstil (TPT) atau garmen dipekirakan mengalami penurunan 15%-20%. Daya beli yang lemah di negara tujuan ekspor, sebagai imbas dari krisis keuangan menjadi determinan turunnya volume dan nilai ekspor produk TPT tersebut. Pasar ekspor produk garmen yang lesu tidak hanya terjadi di pasar Amerika Serikat tapi juga di pasar Eropa seperti Rusia dan Perancis. Mengatasi hal tersebut eksportir berupaya mengalihkan pasar ke dalam negeri dan mencari pasar baru seperti Australia dan Afrika Selatan. Grafik 1.29. Perkembangan Nilai Ekspor Bali juta USD
Grafik 1.30. Perkembangan Volume Ekspor % y-o -y
100 80 60 40 20 0 -20 -40 -60 -80
% y-o -y
180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
Ekspo r g Eksp o r - axis kanan
30.0 25.0 20.0 15.0 10.0 5.0 0.0 -5.0 -10.0 -15.0
2007
2008
g M anuf akt ur
Q1
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2Q3* 2006
g Pertanian
Q2 Q3
Q4 Q1
2007
2009
Sumber: Bank Indonesia
Sumber: Bank Indonesia
24
Q2
Q3 Q4
2008
Q1 Q2 Q3* 2009
|Triwulan III 2009 Grafik 1.31. Pertumbuhan Nilai Ekspor Komoditi Utama Bali % y-o -y
Grafik 1.32. Komposisi Ekspor Bali Triwulan III-2009
200 03 - Ik an dan Udang 44 - Kay u, Bar ang dar i Kay u 62 - Pak aian J adi Buk an Rajut an 71 - Per hiasan / Per mat a 94 - Per abot , Pener angan Rumah
150 100
Pertanian, 32%
50 0 -50 -100
Manufaktur, 68%
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 2007
2008
2009
Sumber: Bank Indonesia
Sumber: Bank Indonesia
Sementara itu, nilai tambah impor Bali pada triwulan III-2009 diperkirakan tumbuh sebesar 6,39%, sedikit melambat dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh mencapai 10,73%. Krisis keuangan global yang turut berimbas pada peningkatan nilai tukar mengakibatkan turunnya pertumbuhan impor di triwulan III. Impor pada triwulan III 2009 didominasi oleh produk manufaktur dengan pangsa 89,8%, sementara produk pertanian hanya memiliki pangsa 10,2%. Grafik 1.33. Perkembangan Nilai Impor Bali juta USD
Grafik 1.34. Komposisi Impor Bali Triwulan III-2009
% y-o -y
140 Ekspo r gEksp or - axis kanan
120 100 80 60 40 20 0
Pertanian, 10%
300.0 250.0 200.0 150.0 100.0 50.0 0.0 -50.0 -100.0
Manufaktur , 90%
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2Q3* 2006
2007
2008
2009
Sumber: Bank Indonesia
Sumber: Bank Indonesia
25
|Triwulan III 2009 BOKS A.
Karakteristik Wisatawan Domestik di Bali Bali sebagai pusat kunjungan wisatawan asing (wisman) ke Indonesia terus berupaya meningkatkan pelayanannya guna meningkatkan kunjungan wisman di masa depan. Sampai dengan bulan Agustus 2009 total kunjungan wisman mencapai 1,37 juta orang melebihi periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya mencapai 1,29 juta orang. Namun demikian, kunjungan wisatawan domestik (wisdom) juga tidak dapat dipandang sebelah mata. Data Dinas Pariwisata Bali menunjukkan bahwa 57,1% penumpang kapal penyeberangan Ketapang-Gilimanuk dan 55,9% penumpang terminal domestik Bandara Ngurah Rai adalah wisdom. Jumlah wisdom ini hampir 1,5 kali lipat dari jumlah wisman. Dengan demikian, pasar wisdom bagi destinasi wisata Bali termasuk pasar yang harus mendapat perhatian serius bagi pelaku industri wisata di Bali. Pengetahuan yang lebih luas mengenai karakteristik wisdom menjadi sangat penting untuk menentukan strategi pemasaran ke depan. Oleh karena itu, Dinas Pariwisata Bali mengadakan survei terhadap 3.000 responden di dua pintu utama Bali yaitu pelabuhan Gilimanuk dan Bandara Ngurah Rai. Survei ini dilaksanakan pada tahun 2008. Hasil survei menunjukkan bahwa sebagian besar wisdom berasal dari provinsi utama di Jawa seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan DKI Jakarta. Hal ini menunjukkan sebagian besar wisdom di Bali berasal dari provinsi yang relatif dekat dan relatif lebih kaya daripada provinsi lainnya. Bahkan angka kunjungan wisdom dari NTB yang juga relatif dekat juga tidak banyak. Wisdom asal Jawa Timur juga melebihi wisdom asal Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Grafik 1 Provinsi Asal Wisatawan Domestik ke Bali 2008 30 25 20 Share (%) 15 10 5 0 Jakarta
Jaw a Barat
Jaw a Tengah
Jaw a Timur
Sumatera Kalimantan
Sulaw esi
NTT
NTB
Lainnya
Sumber : Dinas Pariwisata Provinsi Bali
Sebagian besar wisdom tidak menggunakan paket tour (66,2%) dan sebagian besar mengunjungi Bali bersama teman (49,2%). Informasi mengenai Bali sebagian besar diperoleh dari teman/relasi ataupun media elektronik. Peran agen perjalanan dalam memberikan informasi kepada wisdom tidaklah besar atau hanya 11% dari total wisdom yang mengunjungi Bali. Sebagian besar agen perjalanan lebih berkonsentrasi dalam menggarap pasar wisman. Proporsi wisdom yang sebagian besar mahasiswa dan pelajar menyebabkan tidak banyak wisdom yang memanfaatkan jasa agen perjalanan. Sebagian besar dari mahasiswa maupun pelajar lebih senang melakukan kunjungan berdasarkan informasi dari rekan-rekan yang pernah mengunjungi Bali sebelumnya. Oleh karena sebagian besar wisdom tidak menggunakan paket tour, banyak wisdom yang memanfaatkan berbagai moda transportasi di Bali untuk mengunjungi berbagai lokasi wisata di Bali salah satunya adalah mobil sewaan. Lebih dari separuh wisdom yang diwawancarai menggunakan mobil sewaan sebagai moda transportasi utama selama mengunjungi daerah wisata di Bali.
26
|Triwulan III 2009
Grafik 2. Sumber Informasi Wisnus
media cetak 12%
lainnya 3% teman/relasi 40%
media elektronik 34%
agen perjalanan 11%
Sumber : Dinas Pariwisata Provinsi Bali
Banyaknya wisdom yang menggunakan mobil sewaan mendorong perkembangan usaha penyewaan kendaraan. Proses sewa kendaraan yang relatif mudah semakin menarik minat wisdom untuk menyewa kendaraan. Hasil wawancara di lapangan menunjukkan bahwa wisman yang ingin menyewa kendaraan cukup memberikan fotokopi paspor dan membayar uang sewa kendaraan sementara untuk wisdom dengan menjaminkan kartu identitas seperti kartu tanda penduduk (KTP) dan membayar uang sewa. Meskipun memiliki porsi yang cukup besar, konsumsi wisdom masih kalah jauh apabila dibandingkan konsumsi wisman. Konsumsi wisman rata-rata per harinya hanya sebesar Rp 354.000,00 jauh lebih sedikit dibandingkan pengeluaran wisman yang secara rata-rata mencapai Rp 1.365.280 per hari. Konsumsi wisdom ini hanya 20,1% dari total konsumsi wisatawan di Bali. Perbedaan konsumsi ini menyebabkan banyak pengusaha yang mengabaikan wisdom dalam memasarkan produknya. Sebagai contoh, pelayanan restoran di daerah wisata utama seperti Legian Kuta seringkali tidak ramah terhadap wisdom. Hal ini patut disayangkan sebab pasar wisdom relatif stabil dan tidak sensitif terhadap isu-isu global seperti terorisme dan krisis keuangan global. Wisdom juga menjadi jaring pengaman bagi pelaku industri wisata di Bali apabila terjadi penurunan angka kunjungan wisman khususnya pada low season. Perbandingan wisman dan wisdom
40.4% 79.4%
wisman wisdom
59.6% 20.6% Jumlah
Konsumsi
Sumber : Dinas Pariwisata Provinsi Bali
27
|Triwulan III 2009
BOKS B.
Kondisi Dunia Usaha Pada Masa Krisis Keuangan Global Krisis keuangan global yang bermula dari krisis perumahan di Amerika Serikat menyebabkan terganggunya perekonomian di banyak negara termasuk Indonesia. Episentrum krisis global yang berada di negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Eropa Barat menyebabkan permintaan barang ekspor Indonesia menurun sehingga mengganggu seluruh aktivitas usaha yang terkait dengan komoditas berorientasi ekspor. Survei kegiatan dunia usaha (SKDU) yang dilakukan secara rutin oleh Bank Indonesia dapat digunakan untuk memantau perkembangan dunia usaha sekaligus perkembangan ekspektasi ekonomi dari kalangan dunia usaha guna mengantisipasi dampak krisis keuangan global pada perekonomian Bali. Krisis keuangan global diperkirakan mulai dirasakan perekonomian Indonesia pada pertengahan tahun 2008 sampai dengan awal tahun 2009. Hal ini dikonfirmasi oleh SKDU yang menunjukkan penurunan kegiatan usaha pada akhir 2008 (triwulan IV – 2008) hingga awal 2009 (triwulan I – 2009). Setelah periode tersebut, kegiatan usaha terus mengalami kenaikan hingga menjelang akhir 2009 (lihat Grafik ...). Begitu juga dengan perkembangan harga juga menunjukkan penurunan pada akhir 2008 dan awal 2009 ( lihat Grafik ...).
G R AF IK P E R K E MB ANG AN K E G IAT AN US AHA S B T (DAL AM % )
60 40 20 0 -20 -40
TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV 2007
R E A L IS A S I K E G IA TA N US A HA
2008
-14.3 19.5 29.08 13.63 5.83
2009
21.2 32.62 -6.97 -19.14 8.93 38.31
P E R K IR A A N K E G IA TA N 3.85 13.64 23.92 41.07 27.94 27.28 26.79 28.34 8.10 29.32 19.00 26.79 US A HA Sumber : Bank Indonesia
Pemulihan ekonomi Bali mulai tampak setelah triwulan I – 2009. Angka saldo bersih tertimbang yang merepresentasikan kegiatan usaha terus meningkat hingga triwulan III – 2009. Peningkatan ini mendorong optimisme masyarakat akan peningkatan pertumbuhan ekonomi Bali di akhir tahun 2009 yang ditunjukkan oleh perkiraan peningkatan kegiatan usaha di triwulan IV – 2009. Perekonomian Bali sangat terbantu oleh peningkatan kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) yang melebihi angka kunjungan wisman tahun sebelumnya. Pada pertengahan tahun 2009, beberapa negara tujuan utama wisatawan dunia seperti India dan Thailand dianggap tidak aman bagi wisatawan dunia sehingga banyak wisatawan yang mengalihkan kunjungannya ke Indonesia.
28
|Triwulan III 2009
SBT (DALAM%)
G R A F IK P E R K E MB A NG A N HA R G A J UA L 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
R E A L IS A S I HA R G A J UA L P E R K IR A A N HA R G A J UA L TW TW TW TW TW TW TW TW TW TW TW TW I II III IV I II III IV I II III IV 2007
2008
2009
Sumber : Bank Indonesia
Perkembangan dunia usaha diikuti juga dengan perkembangan harga jual. Perbaikan ekonomi mendorong peningkatan permintaan akan barang dan jasa sehingga dunia usaha meresponnya dengan kenaikan harga jual setelah sempat mencapai titik terendahnya pada triwulan I – 2009. Namun demikian, dunia usaha berencana mengurangi harga jualnya pada akhir tahun 2009 dalam bentuk potongan harga (discount) untuk menyambut perayaan Natal dan Tahun Baru 2010. Grafik Perkembangan Penggunaan Kapasitas Terpasang dan Penggunaan Tenaga Kerja 80 70 60 50 40 30 20 10 0 -10 -20 -30
TW I
TW II
TW III
TW IV
TW I
TW II
2007
TW III
2008 penggunaan tenaga kerja
TW IV
TW I
TW II
TW III
2009 kapasitas usaha
Sumber : Bank Indonesia
Perkembangan indikator lainnya seperti kapasitas terpasang dan penggunaan tenaga kerja belum menunjukkan perbaikan. Penggunaan kapasitas terpasang pada tahun 2009 cenderung menurun meski tipis. Sementara penggunaan tenaga kerja masih terus menurun meskipun angka penurunannya cenderung berkurang pada triwulan III – 2009. Hal ini menunjukkan perkembangan kegiatan dunia usaha ternyata tidak serta merta direspon dengan peningkatan penggunaan kapasitas terpasang dan penggunaan tenaga kerja. Diharapkan pada akhir tahun 2009 terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja sehingga angka pengangguran dapat ditekan dan perekonomian dapat terus meningkat.
29
|Triwulan III 2009
Halaman Ini Sengaja Dikosongkan
30
|Triwulan III 2009
Bab 2
Perkembangan Inflasi
Perkembangan harga barang dan jasa di Kota Denpasar pada triwulan III-2009 cenderung meningkat yang tercermin dari laju inflasi yang meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Inflasi triwulan III-2009 sebesar 1,77% (q-t-q) lebih tinggi dibandingkan inflasi triwulan II-2009 yang mencapai -0,61% (q-t-q). Namun secara tahunan inflasi lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu mencapai 4,39% (y-o-y) menurun dibanding triwulan sebelumnya sebesar 5,80% (y-o-y). Secara umum inflasi di Kota Denpasar masih lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional triwulan III-2009 yang mencapai 2,83% (y-o-y).
2.1. KONDISI UMUM Perkembangan harga barang dan jasa di Kota Denpasar pada triwulan III-2009 cenderung meningkat. Laju inflasi Kota Denpasar triwulan III-2009 mencapai 1,77% (q-t-q), meningkat signifikan dibandingkan inflasi pada triwulan sebelumnya yang mencapai -0,61% (q-t-q). Sedangkan secara tahunan inflasi di Kota Denpasar mengalami penurunan dibanding laju inflasi triwulan sebelumnya, dari 5,80% (y-o-y) pada triwulan II-2009 menjadi sebesar 4,39% (y-o-y) pada triwulan III-2009. Laju inflasi kota Denpasar lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional triwulan III2009 sebesar 2,83% (y-o-y) (Grafik 2.1).
Grafik 2. 1. Perkembangan Inflasi Denpasar (%) 12.00 10.00 8.00
m-t-m q-t-q y-o-y
6.00 4.00 2.00
-2.00
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agust Sep
0.00
2007
2008
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
31
2009
|Triwulan III 2009 Tekanan inflasi triwulan III-2009 terutama berasal dari kelompok bahan makanan; kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga; serta kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar. Adanya perayaan hari raya Idul Fitri yang didahului dengan bulan puasa mempengaruhi permintaan terhadap barang dan jasa, khususnya mengakibatkan inflasi pada kelompok bahan makanan. Selain itu masuknya tahun ajaran baru bagi siswa sekolah dan universitas turut mendorong tekanan inflasi pada triwulan III-2009. Namun demikian tekanan inflasi di triwulan III-2009 teredam dengan lancarnya distribusi pasokan dari dan keluar Bali. Beberapa komoditas yang memberikan pengaruh terhadap tingginya inflasi pada triwulan III-2009 diantaranya adalah cabe merah, bawang putih, biaya pendidikan, dan biaya sewa rumah. Laju inflasi bulanan tertinggi di Kota Denpasar terjadi pada September 2009 sebesar 0,88% (m-t-m). Inflasi bulan Juli dan Agustus relatif lebih rendah, masing-masing sebesar 0,38% dan 0,50% (m-t-m). Tingginya inflasi Kota Denpasar pada triwulan III-2009 lebih diakibatkan oleh peningkatan permintaan terhadap barang dan jasa menjelang hari raya keagamaan, serta masuknya tahun ajaran baru bagi siswa sekolah dan universitas. Berdasarkan kelompok barang, inflasi bulanan terjadi terutama pada kelompok bahan makanan; diikuti dengan kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau; serta kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar. Sedangkan kelompok lain seperti transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan mengalami inflasi yang relatif rendah di triwulan III-2009, yang diakibatkan oleh stabilnya harga minyak di pasar. Kelompok kesehatan yang pada triwulan sebelumnya mengalami peningkatan akibat naiknya biaya rawat inap Rumah Sakit di Denpasar, pada triwulan III-2009 tidak mengalami peningkatan yang berarti. Grafik 2.2 Harga Kom oditas Minyak Goreng Rp 16000
Rp
Grafik 2.3 Harga Komoditas Beras
6200
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
6000 5800
12000
5600
8000
5400
Bimoli Filma Sania
4000
Tropical Curah Sawit
0 I IIIIIIV I II IIIIV I IIIIIIV I IIIIIIV I II IIIIV I IIIIIIV I IIIIIIVV I IIIIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II Des- Jan-09 Feb08 09
Mar- Apr-09 Mei09 09
5200
IR 64 TABANAN IR 64 PUTRI SEJATI
5000
IR 64 KERETA
4800
IR 64 RATU
4600 I II IIIIV I II IIIIV I IIIIIIV I IIIIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIVV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II
Juni-09 Juli-09 Agust- Sept- O 09 09 kt-
Des- Jan-09 Feb-09 Mar- Apr-09 Mei08 09 09
Juni-09 Juli-09 Agust- Sept- O 09 09 kt-
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
32
|Triwulan III 2009 Grafik 2.4 Harga Kom oditas Bum bu-bum buan Rp
45000 40000
BAWANG MERAH
35000
CABE MERAH CABE RAWIT
30000 25000 20000 15000 10000 5000 0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV V I II III IV I II III IV I II III IV I II Des-08
Jan-09
Feb-09 Mar-09 Apr-09
Mei-09
Juni-09
Juli-09
Agust09
Sept-09 O kt-
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
2.2. INFLASI BULANAN M-T-M Inflasi bulanan di kota Denpasar pada triwulan III-2009 cenderung lebih tinggi dibanding inflasi triwulan sebelumnya. Secara bulanan inflasi pada bulan Juli relatif rendah dibandingkan inflasi bulan Juli dan September, yakni sebesar 0,38% (m-t-m). Inflasi Juli sangat didorong oleh peningkatan harga pada kelompok pendidikan, rekreasi, dan olah raga dengan inflasi 1,45% terutama pada komponen biaya pendidikan baik untuk SD, SLTP, dan SLTA seiring dengan masuknya tahun ajaran baru sekolah. Selain hal tersebut inflasi juga ditekan oleh kelompok bahan makanan dengan sebesar 0,74% terutama untuk komoditas bawang merah, bawang putih, dan daging ayam ras. Permasalahan peningkatan permintaan serta distribusi pasokan dari dan keluar Bali menjadi faktor yang mempengaruhi peningkatan harga komoditas tersebut. Sedangkan pada bulan Agustus, inflasi sangat dipengaruhi oleh fenomena pergantian tahun ajaran dan kegiatan perayaan hari besar keagamaan. Puncak kunjungan wisatawan baik domestik maupun mancanegara juga mengakibatkan tingginya permintaan terhadap komoditas-komoditas tertentu terutama yang termasuk ke dalam kelompok bahan makanan dan makanan jadi. Inflasi bulan Agustus sebesar 0,50%, terutama berasal dari kelompok bahan makanan dengan inflasi 2,04% terutama pada komoditas bawang putih, daging ayam ras, dan telur ayam ras. Selain itu inflasi juga ditekan oleh kelompok makanan jadi khususnya pada komoditas gula pasir.
33
|Triwulan III 2009 Tabel 2.1 Inflasi Bulanan Menurut Kelompok Barang No. 1 2 3 4 5 6 7
III-2009
Kelompok Barang
Juli
Bahan Makanan Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau Perumahan, Air, Lisrik, Gas, dan Bahan Bakar Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan UMUM
0.74 0.26 -0.02 0.01 0.65 1.45 0.26 0.38
Agust 2.04 0.98 0.84 0.29 -0.2 -4.14 -0.01 0.5
Sep 2.11 0.69 0.85 0.6 0.17 0.24 0.18 0.88
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Pada bulan September terjadi inflasi tertinggi sepanjang triwulan III-2009, yakni sebesar 0,88% (m-t-m). Tingginya tekanan inflasi pada bulan September sangat dipengaruhi oleh peningkatan permintaan dengan adanya kegiatan perayaan hari raya Idul Fitri yang jatuh pada tanggal 21-22 September 2009 serta persiapan hari raya Galungan. Inflasi terutama berasal dari kelompok bahan makanan dengan inflasi sebesar 2,11% yang dipicu oleh peningkatan harga pada komoditas cabe merah, bawang putih, dan kangkung. Selain ditekan dari kelompok bahan makanan, inflasi juga turut ditekan dari kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar dengan inflasi 0,85% yang dipicu oleh peningkatan harga pada komoditas bahan bakar rumah tangga. Proses konversi minyak tanah menjadi elpiji yang belum tercapai seluruhnya, serta isu kenaikan harga elpiji 12 kg menjadi faktor yang mempengaruhi peningkatan harga bahan bakar, dan menjadi pendorong tingginya inflasi di bulan September. 2.3. INFLASI TAHUNAN Y-O-Y Inflasi Kota Denpasar pada triwulan III-2009 secara tahunan mengalami tren menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Inflasi tahunan Kota Denpasar sebesar 4,39% (yo-y), lebih rendah dari inflasi triwulan II-2009 yang sebesar 5.80% (y-o-y). Namun lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi nasional yang mencapai 2,83% (y-o-y). Tekanan harga terbesar pada triwulan III-2009 terjadi pada kelompok kesehatan dan bahan makanan. Sedangkan penurunan harga dialami oleh komoditas yang termasuk ke dalam kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan. Dari grafik di bawah ini dapat dilihat bahwa kecenderungan inflasi Denpasar selalu lebih
34
|Triwulan III 2009 rendah bila dibandingan dengan inflasi Nasional, namun semenjak bulan Maret 2009 inflasi Kota Denpasar selalu berada diatas inflasi Nasional.
Grafik 2.5 Inflasi Tahunan Denpasar dan Nasional (% ) 14.00 12.00 10.00 8.00 6.00 Denpas ar
4.00
Nas ional
2.00
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep
0.00
2007
2008
2009
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Berdasarkan kelompok barang, hampir seluruh kelompok barang mengalami inflasi kecuali yang termasuk kedalam kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan mengalami deflasi sebesar 4,68% (y-o-y). Tekanan inflasi tertinggi pada triwulan III-2009 berasal dari kelompok kesehatan dengan inflasi sebesar 19,20% (y-o-y), diikuti dengan kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau dengan inflasi mencapai 8,63% (y-o-y).
Tabel 2.2 Inflasi Tahunan Menurut Kelompok Barang (%) No.
Kelompok Barang
1 2 3 4 5 6 7
Bahan Makanan Makanan Jadi, Minuman, Rokok, & Tembakau Perumahan, Air, Listrik, Gas, & Bahan Bakar Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi, & Olahraga Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan UMUM
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
35
I-2009
II-2009
III-2009
Inflasi 16,03 11,00 6,52 6,22 19,02 7,14 2,73 8,93
Inflasi 8,33 12,52 6,26 4,81 18,82 6,19 -4,17 5,80
Inflasi 9,61 8,63 5,13 3,59 19,39 -1,81 -5,15 4,39
|Triwulan III 2009
Halaman Ini Sengaja Dikosongkan
36
|Triwulan III 2009
Bab 3
Kinerja Perbankan Daerah
Kinerja keuangan perbankan di Bali pada triwulan III 2009 menunjukkan terjadinya peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Indikator utama kinerja perbankan yang sempat melambat pada triwulan II 2009, kembali meningkat pada triwulan III 2009. Aset perbankan secara tahunan tumbuh 19,14% meningkat dibandingkan pertumbuhan pada triwulan II 2009 sebesar 18,15%. Seiring dengan peningkatan aset, dana pihak ketiga (DPK) juga mengalami peningkatan dengan arah yang sama sedangkan kredit kembali mengalami pelambatan. Secara umum peningkatan aset diperkirakan sebagai dampak meningkatnya kepercayaan masyarakat kepada industri perbankan, sedangkan pelambatan kredit diperkirakan sebagai akibat masih lambatannya sektor riil dan penilaian perbankan terhadap risiko usaha yang masih dianggap tinggi. Seiring dengan pelambatan pada ekspansi kredit dan sektor riil, rasio kredit bermasalah (NPL) sampai dengan triwulan III 2009 juga mengalami peningkatan pada kisaran 3,05%. Walaupun ekspansi kredit melambat namun fungsi intermediasi bank masih berjalan cukup baik ditunjukkan dengan rasio kredit dibandikan dana (LDR) yang berada pada kisaran 58,39%.
3.1.
PERKEMBANGAN KEGIATAN USAHA BANK UMUM
3.1.1. Perkembangan Aset Bank Umum Aset bank umum pada triwulan III 2009 mengalami pertumbuhan tahunan yang cukup signifikan. Setelah melambat pada triwulan II 2009, yang tercatat tumbuh sebesar 18,15%, aset bank umum di Bali tumbuh sebesar 19,14%, atau Rp 5,927 miliar dari Rp 30.963 miliar pada triwulan III 2008 menjadi Rp 36.890 miliar pada triwulan III 2009 (lihat Tabel 3.1). Walaupun mengalami peningkatan, namun demikian peningkatan pada triwulan III 2009 masih di bawah rata-rata pertumbuhan tahunan aset. Dilihat secara kumulatif, pertumbuhan tahun 2009 tercatat sebesar 11.73% atau tumbuh sebesar Rp 3.872 miliar (Januari sampai dengan September), dan merupakan yang terendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2008 dan 2007 yang tercatat sebesar 15,10% (y-t-d) dan 15,49% (y-t-d).
37
|Triwulan III 2009 Pertumbuhan aset terutama di dorong oleh peningkatan penghimpunan dana pihak ketiga pada triwulan III 2009 yang meningkat sebesar 18,02% (y-o-y). Pertumbuhan DPK secara tahunan yang tinggi tersebut sangat didorong oleh pertumbuhan DPK triwulanannya khususnya pertumbuhan pada triwulan III 2009. Secara nominal total DPK meningkat Rp 4.789 miliar (y-o-y) sedangkan secara triwulanan DPK tumbuh sebesar Rp 1.861 miliar atau 6,31% (q-t-q). Tingginya pertumbuhan DPK yang tidak diikuti dengan pertumbuhan kredit menyebabkan LDR perbankan Bali pada triwulan III 2009 mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya dari 58,53% menjadi 58,39%. Aset perbankan di Bali sangat dipengaruhi oleh pembentukan aset pada bank-bank pemerintah yang mencapai Rp.21.720 miliar atau 58.9% dari total aset seluruh bank. Besarnya pembentukan aset bank pemerintah di Bali, terutama di karenakan jumlah kantor dan jaringan kantor yang relatif lebih besar dibandingkan dengan kolompok bank yang lain. Sementara pembentukan aset pada kelompok bank swasta pada triwulan III 2009 mencapai Rp13.617 miliar atau 36,9% dari total aset. Pembentukan aset kelompok bank swasta pada triwulan III 2009 merupakan pertumbuhan yang tertinggi yang diperkirakan sebagai dampak dari pulihnya kepercayaan publik terhadap industri perbankan khususnya pada
penghimpuanan DPK. Sementara kelompok bank asing campuran yang memiliki
jaringan kantor terkecil memiliki share pembentukan aset sebesar 4.2%, dengan total aset sebesar Rp1.553 miliar atau kontraksi sebesar 4,43% dibanding triwulan sebelumnya(lihat Grafik 3.2). Tabel 3.1. Perkembangan Usaha Bank Umum Di Bali (Rp milyar) 2008 INDIKATOR
Mar
Jun
2009 Sep
Dec
Mar
Jun
Sep
Asset
27,754
29,727
30,963
33,018
34,264
35,121
36,890
Dana Pihak Ketiga
24,267
25,675
26,576
28,006
29,365
29,503
31,364
Deposito
7,723
7,975
8,361
8,872
9,683
9,643
10,246
Giro
5,794
6,011
6,062
6,332
6,793
6,807
7,182
10,750
11,688
12,152
12,802
12,889
13,053
13,936
Kredit Umum
Tabungan
12,891
14,537
15,661
15,568
16,747
17,268
18,314
Modal Kerja
5,657
6,282
6,769
6,551
7,082
7,208
7,713
Investasi
1,838
2,241
2,391
2,504
2,606
2,621
2,806
Konsumsi
5,397
6,013
6,501
6,513
7,059
7,438
7,795
Kredit UMKM
11,233
12,410
13,270
13,087
14,101
14,642
15,576
87.14%
85.37%
84.74%
84.06%
84.20%
84.79%
85.05%
3.31%
2.40%
2.15%
1.54%
2.30%
2.03%
3.05%
53.12%
56.62%
58.93%
55.59%
57.03%
58.53%
58.39%
Pangsa kredit UMKM NPL (Gross)% LDR Sumber : Bank Indonesia
38
|Triwulan III 2009
Sumber : Bank Indonesia
Sumber : Bank Indonesia
3.1.2. Pelaksanaan Fungsi Intermediasi Kemampuan bank dalam melaksanaan fungsi intermediasi, yang dapat dilihat dari Loan to Deposit Ratio (LDR), menunjukkan terjadinya penurunan. Walaupun masih berada pada kisaran level yang sama, namun penurunan LDR pada triwulan III lebih disebabkan oleh karena pertumbuhan kredit yang mengalami pelambatan. LDR perbankan Bali pada triwulan III-2009 melambat dibandingkan posisi triwulan II-2009 yaitu dari posisi 58,53% menjadi 58,39% (lihat Grafik 3.4). Melambatnya LDR pada triwulan III-2009 ini diperkirakan lebih dipengaruhi oleh melambatnya kredit ke sektor riil, sehingga walaupun terdapat kecenderungan penurunan tingkat suku bunga kredit namun kredit belum dapat tumbuh optimal. Selain itu, melambatnya kredit pada triwulan III-2009 diperkirakan dipengaruhi pula oleh peningkatan penilaian perbankan terhadap risiko kredit yang meningkat. Hal ini diperkirakan adanya peningkatan NPL yang mencapai 1% dari 2,03% menjadi 3,05% pada September 2009. Peningkatan penilaian risiko kredit juga disebabkan oleh belum pulihnya perekonomian nasional dan regional seperti yang diharapkan oleh industri perbankan. Lebih jauh dilihat dari kelompok bank penyumbang LDR, masih terdapat kesenjangan yang cukup dalam antara bank pemerintah, swasta dan asing. LDR tertinggi dibentuk oleh bank pemerintah dengan rasio sebesar 72,79%, diikuti oleh bank swasta sebesar 40,50% dan bank asing dengan LDR 20,09%. Tingginya LDR bank pemerintah mengindikasikan bahwa bank pemerintah lebih mampu melihat peluang ekspansi kredit di daerah, selain alasan luasnya jangkauan dan jaringan kantor bank pemerintah. Sementara itu pada bank swasta dan asing, yang umumnya hanya berkantor di Kota Denpasar kurang
39
|Triwulan III 2009 mampu bersaing dalam penyaluran kredit, dan disinyalir beberapa bank swasta lebih fokus pada penghimpunan dana.
Sumber : Bank Indonesia
Sumber : Bank Indonesia
Kisaran pencapaian rasio LDR, pada level 58% menjukkan bahwa LDR perbankan di Bali masih cukup rendah, artinya masih terdapat cukup ruang untuk menyalurkan kredit atau melakukan ekspansi kredit. Rendahnya rasio LDR selain disebabkan oleh a) permasalahan administratif seperti i) keterbatasan wewenang memutus pemberi kredit pada kantor cabang, ii) lokasi kantor debitur yang tidak sama dengan lokasi proyek debitur, khususnya untuk perusahaan perhotelan yang memiliki kantor pusat di luar Bali, sehingga pembiayaan dilakukan di luar Bali; b) permasalahan persaingan, baik bersaing dengan holdning company perusahaan yang biasanya melakukan pembiayaan sendiri, bersaing dengan koperasi, lembaga pinjaman daerah (LPD) dan pegadaian dengan prosedur yang lebih mudah khususnya untuk kredit UMKM; c) kondisi perekonomian yang sedang lesu; juga disebabkan oleh d) karakteristik ekonomi Bali. Karakteristik perekonomian Bali dimana perekonomian sebagian besar digerakkan oleh usaha UMKM, sementara usaha dalam skala besar masih sangat terbatas. Hal ini menyebabkan ekspansi kredit perbankan terkonsentrasi pada kredit golongan UMKM.
3.1.2.1.
Penghimpunan Dana
Dana pihak ketiga (DPK) pada triwulan III – 2009, mengalami peningkatan dibanding periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 19,14%. Sebagian besar DPK berupa penempatan simpanan dalam bentuk tabungan atau sebesar 44,43%. Pertumbuhan tahunan tabungan pada triwulan III 2009 meningkat
dari 11,68% pada triwulan
sebelumnya menjadi 14,68 % dengan total sebesar Rp13.936 milyar (lihat Grafik 3.5). DPK
40
|Triwulan III 2009 cenderung didominasi oleh dana-dana jangka pendek, jumlah dana jangka pendek pada triwulan III 2009 tercatat sebesar 67,33% sedangkan DPK dalam jangka panjang sebesar 32,67% (lihat Grafik 3.6). Dana jangka pendek, dalam bentuk tabungan dan giro pada bulan September 2009 tumbuh sebesar 13,75% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa likuiditas perbankan masih memiliki risiko yang cukup tinggi. Lain halnya dengan dana jangka panjang, deposito memiliki pertumbuhan tahunan yang cenderung lebih rendah daripada triwulan sebelumnya. Hal tersebut berpotensi menciptakan maturity mismatch, karena kredit yang disalurkan perbankan jangka waktunya relatif lebih panjang. Pertumbuhan penyerapan dana dari masyarakat pada triwulan III 2009 menunjukkan kenaikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Bahkan tren peningkatan pertumbuhan deposito sudah terjadi pada akhir tahun 2007. Hal ini kemungkinan terjadi karena adanya konversi bentuk simpanan masyarakat dari tabungan ke deposito. Dilihat dari pangsa dana pihak ketiga dari tahun ke tahun menunjukkan kecenderungan yang ralatif sama, share terbesar pada simpanan dalam bentuk tabungan, diikuti deposito dan giro, pada September 2009 share masing-masing simpanan berturut-turut adalah 44,43%, 32,67%, dan 22,90%. Indikasi konversi bentuk simpanan dari tabungan ke deposito didukung oleh pertumbuhan secara tahunan simpanan dalam bentuk deposito yang memiliki pola yang berlawanan dengan pola pertumbuhan simpanan giro dan tabungan (lihat Grafik 3.6). Pola ini menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan penggantian atau pemindahan dana dari simpanan dalam bentuk giro dan tabungan ke dalam bentuk deposito dan sebaliknya. Lebih jauh dilihat dari data empiris komposisi DPK, tabungan dan deposito memiliki pola yang berbanding terbalik. Hal ini menunjukkan bahwa perpindahan dana DPK yang sering dilakukan oleh masyarakat dari simpanan dalam bentuk tabungan menjadi simpanan dalam bentuk deposito dan sebaliknya.
41
|Triwulan III 2009
Sumber : Bank Indonesia
Sumber : Bank Indonesia
Sumber : Bank Indonesia
Sumber : Bank Indonesia
3.1.2.2 Penyaluran Kredit Walaupun tercatat melambat, pertumbuhan tahunan kredit pada triwulan III 2009 tercatat cukup besar, yaitu 16,94% melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 18,79% (y-o-y). Walaupun perekonomian secara global sedang berada dalam tahap pemulihan, namun gerakan pemulihan yang dianggap cukup lambat oleh perbankan hal ini yang diperkirakan menjadi salah satu penyebab lambatnya penyaluran kredit perbankan. Ekspansi kredit perbankan walaupun melambat karena masih terkendala dengan beberapa hal seperti suku bunga yang dianggap masih tinggi oleh dunia usaha, rasio NPL yang meningkat, dan kondisi perekonomian yang belum stabil, namun kredit meningkat cukup besar. Walaupun masih dipandang cukup tinggi, kecenderungan penurunan suku bunga kredit perbankan juga dipandang mampu mendorong ekspansi kredit. Walaupun pertumbuhannya tidak secepat pertumbuhan DPK, namun pertumbuhan kredit sebesar
42
|Triwulan III 2009 16,94% menunjukkan bahwa perbankan secara berkesinambungan mampu menyalurkan kredit sejalan dengan pertumbuhan dana pihak ketiga (lihat Gambar 3.1). Pertumbuhan kredit ditopang oleh kredit modal kerja dan kredit konsumsi (lihat Gambar 3.11). Dilihat dari pertumbuhannya, kredit konsumsi adalah kredit dengan pertumbuhan tertinggi pada triwulan III 2009 mencapai 19,92% dibandingkan dengan kredit investasi dan modal kerja masing-masing hanya sebesar 17,38% dan 13,94% (lihat Gambar 3.9). Pola pertumbuhan ini menunjukkan peranan kredit konsumsi sangat dominan di dalam bisnis perbankan di Bali sementara peran kredit investasi mulai tampak meskipun masih dalam level yang relatif kecil. Penyaluran kredit bank umum pada triwulan III 2009 sebesar Rp18.314 miliar meningkat sebesar 16.94% atau Rp 2.654 miliar dibanding posisi periode yang sama tahun sebelumnya. Jenis kredit yang menjadi konsentrasi oleh perbankan saat ini adalah untuk jenis kredit yang potensial dengan risiko kredit yang rendah, selain itu perbankan juga lebih cenderung memberikan kredit untuk kredit jangka pendek. Hal ini disesuaikan dengan karakteristik perekonomian Bali yang masing didorong oleh konsusmi, sementara sampai saat ini tidak terdapat industri pengolahan yang dengan skala ekonomi besar yang dapat dibiayai oleh bank. Segmen pasar yang menjadi primadona bagi kredit perbankan adalah segmen pasar konsumer dan segmen untuk modal kerja usaha. Komposisi kredit konsumsi sedikit lebih besar daripada kredit modal kerja pada penyaluran kredit bank umum di Bali periode September 2009. Penyaluran kredit konsumsi sebesar 42,56% atau sebesar Rp7.795 milyar diikuti dengan kredit modal kerja sebesar 42.11% atau sebesar Rp7.713 milyar, dan kredit investasi 15,32% atau sebesar Rp2.806 milyar. Pola sebaran kredit yang relatif sama setiap tahun menunjukkan bakwa share untuk kredit investasi masih sangat terbatas. Hal ini terjadi karena nilai kedit investasi yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan kredit lain sehingga perubahannya lebih cepat. Penyaluran kredit di Bali cenderung di dominasi oleh kredit modal kerja dan konsumsi dengan total share kedua jenis kredit tersebut sebesar 84,68%. Kondisi ini dapat mengindikasikan bahwa kredit di Bali umumnya memiliki jangka pendek dan menengah. Penyaluran kredit berjangka pendek dan menengah ini disesuaikan dengan penyerapan dana yang umumnya jangka pendek.
43
|Triwulan III 2009
Sumber : Bank Indonesia
Sumber : Bank Indonesia
Sumber : Bank Indonesia
Sementara itu, kredit secara sektoral masih didominasi oleh sektor lain-lain dan sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR). Porsi pembentukan kredit sektor PHR pada posisi September 2009 mengalami peningkatan sementara kredit sektor lain-lain melambat. Porsi kredit sektor lain-lain dan sektor PHR masing-masing tercatat sebesar Rp 7.842 miliar atau 42,82% dari total kredit dan Rp7.269 miliar atau 39,69% dari total kredit. Pola penyebaran kredit tersebut relatif tidak berubah dibandingkan pada periode-periode sebelumnya, mengingat karakteristik perekonomian Bali yang digerakkan oleh industri pariwisata. Komposisi untuk kredit sektor lain-lain dan PHR cenderung konstan walaupun cukup fluktuatif. Kondisi ini mengindikasikan bahwa keduanya tetap menjadi sektor primadona bagi perbankan.
44
|Triwulan III 2009
Sumber : Bank Indonesia
Pertumbuhan kredit sampai dengan pada Sepetember 2009 yang cukup tinggi, juga diikuti dengan meningkatnya jumlah kredit yang dikualifikasikan dalam non performing loan, rasio non performing loan (NPL) pada September 2009 sebesar 3,05% tercatat lebih tinggi dari NPL pada triwulan II 2009 sebesar 2,03%. Secara nominal, sektor ekonomi yang paling besar menyumbang NPL adalah kredit sektor PRH sebesar Rp 323 milyar dengan atau 57,82% dari total NPL, rasio NPL sektor PRH sebesar 4,45%. Sementara share NPL kredit sektor lain-lain sebesar 11,81% dengan rasio NPL sebesar 0,84%. Hal tersebut menunjukkan bahwa penyaluran kredit sektor lain-lain relatif lebih aman dibandingkan sektor lainnya terutama PRH, yang dikarenakan kredit sektor lain-lain sebagian besar adalah kredit jenis konsumsi yang sebagian besar krediturnya adalah pegawai (baik negeri maupun swasta) sehingga tingkat kolektibilitas sangat baik karena pembayaran atau pelunasan dilakukan dengan pemotongan gaji secara langsung. Sementara itu untuk kredit sektor lainnya relatif lebih berisiko karena kredit tersebut untuk membiayai sektor produktif yang pengembalian atau pelunasannya sangat tergantung pada kemampuan usaha dari kreditur.
3.2.
PERKEMBANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) Seiring dengan perkembangan kinerja bank umum, kinerja BPR juga mengalami
pertumbuhan namun cenderung mengalami pelambatan sejak triwulan IV 2008. Pertumbuhan usaha BPR pada triwulan III 2009 menunjukan peningkatan yang cenderung tetap dari tahun ke tahun. Dalam lima tahun terakhir rata-rata pertumbuhan tiwulanan aset BPR tercatat sebesar 23,74% (y-o-y), demikian pula kredit secara triwulanan tumbuh rata-
45
|Triwulan III 2009 rata sebesar 24,97% (y-o-y). Kegiatan penghimpunan dana dari masyarakat juga menunjukkan pertumbuhan yang konstan, rata-rata pertumbuhan dalam lima tahun terakhir tercatat sebesar 22,38% (y-o-y), sementara LDR berkisar pada 83%. Walaupun secara umum kinerja BPR menunjukkan peningkatan yang cukup besar, namun dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan I dan II 2009 kinerja ini mengalami pelambatan. Aset pada triwulan III 2009 tumbuh sebesar 11,38% melambat dibanding pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 19,85%.
Tabel 3.2. Kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Bali (milyar Rp) INDIKATOR 1. Total Aset 2. Dana Pihak Ketiga a. Tabungan b. Deposito 3. Kredit 4. LDR (%) 5. NPLs gross (%)
Jun 2,076 1,324 491 833 1,567 77,80 5,22
2008 Sep 2,235 1,388 497 891 1,740 80,71 4,74
Dec 2,352 1,455 532 924 1,777 79,51 3,97
Mar 2,385 1,527 537 989 1,843 79,09 4,65
Sumber : Bank Indonesia
Sumber : Bank Indonesia
Sumber : Bank Indonesia
46
2009 Jun 2,488 1,615 570 1,045 1,934 81.30 6.87
Sep 2,489 1,667 583 1,084 2,022 83.97 6.99
|Triwulan III 2009
Sumber : Bank Indonesia
Fungsi intermediasi yang dilaksanakan oleh BPR sampai triwulan III 2009 masih berjalan dengan cukup baik, terbukti dari peningkatan jumlah kredit yang disalurkan dan dana yang berhasil dihimpun. DPK dalam bentuk tabungan dan deposito pada triwulan III 2009 tumbuh sebesar Rp 279,7 miliar atau 20,16% (y-o-y), namun mengalami pelambatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 21,98% (y-o-y). Sementara kredit tumbuh sebesar Rp 88 miliar atau sebesar 4,5% dibanding dibandingkan triwulan sebelumnya. Meski kredit tumbuh namun secara tahunan mengalami pelambatan, dibandingkat dengan periode yang sama tahun sebelumnya kredit tumbuh sebesar 281,4 miliar atau turun menjadi 16,17% (y-o-y) dibanding dari 23,44% (y-o-y). Dilihat dari komposisi kredit terhadap aset BPR, komposisi kredit terhadap aset meningkat menjadi 82,22% sehingga rata-rata komposisi kredit terhadap aset secara triwulanan dalam lima tahun terakhir mencapai 76,01%. Tingginya pertumbuhan kredit pada PBR mampu meningkatkan rasio LDR yang dibentuk oleh BPR dari 81,3% pada triwulan II menjadi 83,97% pada triwulan III 2009. Namun demikian peningkatan kredit dan LDR pada triwulan III juga diikuti dengan peningkatan NPL yang tercatat sebesar 6,99% meningkat dari 6,87% dari triwulan II 2009. Peningkatan LDR yang cukup tinggi tersebut, lebih disebabkan pelambatan pada penghimpunan DPK. Pelambatan penghimpunan dana BPR diperkirakan terjadi sebagai akibat perubahan preferensi deposan yang mengalihkan simpanannya dari BPR ke bank umum. Seperti halnya konsentrasi penyaluran kredit pada bank umum pada sektor perdagangan dan kelompok lain-lain, konsentrasi ekspansi kredit BPR juga difokuskan pada sektor perdangan dan lain-lain. Penyaluran kredit terbesar dilakukan untuk sektor
47
|Triwulan III 2009 perdagangan sebesar 45%, diikuti sektor lain-lain sebesar 40% (lihat grafik 3.16.). Hal ini mengindikasikan walaupun terjadi terdapat perbedaan antara BPR dengan bank umum dalam volume kredit dimana BPR sebagai pelayan jasa keuangan mikro, namun terdapat kesamaan dalam sektor penyaluran kredit.
Sumber : Bank Indonesia
Penyaluran
kredit
pada
triwulan
III
2009
apabila
dibandingkan
dengan
penghimpunan dana pihak ketiga yang dilakukan oleh BPR pada periode yang sama maka rasionya (LDR) adalah sebesar 83,97%. Tingginya rasio LDR BPR tersebut menunjukkan bahwa penyaluran kredit dilakukan tidak hanya dari penghimpunan dana tetapi juga dari modal bank, maupun program lingkage dengan bank umum. Peningkatan penyaluran kredit ini antara lain didorong oleh linkage program antara bank umum dan BPR serta sudah beroperasinya Lembaga Dana Apex (LDA Apex) yang berperan di dalam membantu BPR anggotanya yang mengalami liquidity mismatch. Kondisi ini menunjukkan bahwa BPR masih dapat berperan dalam pembiayaan walaupun persaingan dalam pembiayaan mikro semakin ketat.
48
|Triwulan III 2009 BOKS C .
Kinerja Perbankan Asing dan Campuran Pasca Krisis 2008 Krisis keuangan global yang mulai terjadi pada akhir 2007 dan dirasakan di Indonesia pada akhir 2008, tidak dapat dipungkiri telah berimbas pada perbankan nasional khususnya perbankan Bali. Secara umum kinerja perbankan Bali mengalami pelambatan, yang mulai terasa pada medio 2009. Baik aset, pengerahan kredit maupun penghimpunan dana masyarakat melambat secara tahunan. Beberapa alasan yang diperkirakan menyebabkan pelambatan ini anatara lain, kondisi perekonomian makro yang belum stabil dan masih lesu, kinerja ekspor yang cenderung turun, inflasi pada 2008 cukup tinggi yang menekan daya beli masyarakat sehingga konsumsi melambat, suku bunga kredit yang tinggi yang dipandang kurang mendukung sektor riil serta beberapa hal lain termasuk sentimen negatif atas kepercayaan penegakan hukum di Indonesia.
Ditengah pelambatan kinerja perbankan secara umum, bank kinerja bank asing dan campuran di Bali menunjukkan arah yang sebalinya. Aset pada triwulan III-2009 secara tahunan tumbuh mencapai 52%, dari Rp2,212 miliar pada triwulan III-2008 menjadi Rp3,354 miliar. Demikian pula DPK yang tumbuh 78%, dari Rp1.492 miliar menjadi 2.653 miliar. Namun kredit yang disalurkan oleh bank asing dan campuran pada triwulan III-2009 hanya 3%, jauh melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 20%. Kredit secara nominal dalam satu tahun hanya meningkat sebesar Rp 33 miliar dari Rp1.036 miliar menjadi Rp1.069 miliar. Peningkatan aset yang signifikan pada triwulan III-2009 lebih disebabkan oleh peningkatan penghimpunan DPK yang mencapai Rp2,653 miliar atau tumbuh 78% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan tersebut diperkirakan terjadi sebagai akibat pergeseran preferensi masyarakat dan sentimen masyarakat perhadap perbankan nasional, yang menyebabkan nasabah mengalihkan simpanannya kepada bank-bank asing dan campuran. Pertumbuhan kredit yang tidak sejalan dengan pertumbuhan DPK menyebabkan rasio loan to deposit mengalami penurunan yang tajam dan LDR tercatat sebesar 40% pada triwulan III-2009. Ekspansi kredit yang sangat rendah sepanjang akhir 2008 hingga 2009 diperkirakan oleh beberapa hal antara lain : kinerja ekonomi yang masih lesu serta daya beli masyarakat khususnya untuk konsumsi yang rendah, suku bunga kredit yang tinggi, kecenderungan terjadinya peningkatan NPL, kebijakan pengelolaan dana oleh kantor pusat serta persaingan yang cukup ketat dengan bank lokal.
49
|Triwulan III 2009
Dari beberapa hal di atas alasan kebijakan pengelolaan dana dilakukan oleh kantor pusat, tampak menjadi faktor dominan, hal ini terlihat dari peningkatan rekening aktiva antar kantor yang meningkat sangat tinggi, dan hampir sebanding dengan peningkatan aset dan DPK. Pada September 2009 rekening aktiva antar kantor tercatat sebesar Rp1,951 atau meningkat 112% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Fenomena tersebut menjadi sangat terasa pasca krisis keuangan global, hal ini juga menegaskan bahwa kantor cabang bank asing dan campuran di daerah lebih fokus pada penghimpunan dana, bukan pada pembiayaan atau kredit.
50
|Triwulan III 2009 BOKS D.
APEX Bank untuk Mengatasi Mismatch Bank Perkreditan Rakyat (BPR) sebagai lembaga intermediasi sesuai dengan Undang-Undang No.7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan, telah ditetapkan sebagai bank sekunder dimana pada undang-undang tersebut secara jelas mengatur perbedaan bagi BPR dibandingkan bank umum, antara lain dari segi lokasi operasional, ataupun tidak diizinkannya BPR menciptakan uang giral serta aturan lainnya. Akibat dari tidak bolehnya BPR menciptakan uang giral maka BPR tidak diperkenankan untuk ikut lembaga kliring sehingga akses ke pasar uang dari BPR hampir tidak ada. Berkaitan dengan masalah dan juga kendala di atas maka salah satu mekanisme alternatif yang mungkin diterapkan untuk membantu BPR yang mengalami kesulitan likuiditas karena mismatch arus kas yang sifatnya jangka pendek, bukan karena masalah keuangan yang struktural, adalah dengan mengadakan kerjasama antar BPR untuk membentuk pooling funds. Pooling funds tersebut akan sangat bermanfaat bagi BPR terutama ketika terjadi mismatch atau kekurangan dana. Terminologi yang dikenal luas dalam konteks ini adalah APEX Bank. APEX merupakan terminologi dari Yunani yang berarti ”pengayom”. Jadi, APEX Bank diharapkan mampu menjadi pengayom bagi BPR jika terjadi mismatch atau kekurangan dana. Dalam jangka panjang diharapkan APEX Bank dapat pula berfungsi sebagai wholesale financing BPR, clearing house bagi payment system BPR, penyediaan jasa informasi teknologi, memberikan pelatihan dan pendampingan bagi BPR, serta berfungsi sebagai pengawas internal BPR yang menjadi anggotanya. Di wilayah kerja Kantor Bank Indonesia Denpasar telah dibentuk APEX Bank, dan saat ini dikoordinasi oleh Bank Andara yang dikenal dengan nama ”Andara Bersama BPR” yaitu kerjasama antara Bank Andara sebagai sebuah bank yang bertindak sebagai pooling of funds guna mengatasi kesulitan likuiditas yang bersifat non struktural dalam rangka memperkuat bisnis dan mendukung kesehatan industri BPR anggota Perbarindo. Di samping itu juga turut mengembangkan produk layanan bersama BPR sesuai dengan yang diamanatkan dalam Arsitektur Perbankan Indonesia (API) Saat ini peserta ”Andara Bersama BPR” sebanyak 70 BPR yang menempatkan dana dalam bentuk deposito yang besarnya masing-masing BPR sebesar Rp 30 juta sehingga total dana yang ditempatkan BPR Partisipan mencapai Rp 2,1 miliar. Deposito yang merupakan bentuk keanggotaan peserta mendapat bunga sebesar suku bunga BI Rate dikurangi 3%. Tujuan penggunaan dana tersebut yang pertama, sebagai dana likuiditas bagi BPR Partisipan yang kekurangan dana atau mengalami mismatch dengan kriteria (1) BPR mengalami kesulitan likuiditas keuangan yang bersifat non struktural, (2) untuk mengatasi kesulitan likuiditas dana pihak ketiga yang bersifat sementara termasuk tetapi tidak terbatas pada kesulitan likuiditas yang akan menimbulkan penurunan cash ratio BPR, dan (3) tidak ada unsur kesengajaan berdasarkan hasil analisis Komite Bersama. Kedua, dana tersebut dapat digunakan untuk penempatan pada bank lain dalam bentuk interbank facility atas idle fund dari deposito keanggotaan yang ditempatkan di Bank Andara.
51
|Triwulan III 2009 Selain berasal dari dana dalam bentuk deposito keanggotaan yang disimpan di Bank Andara, sumber dana yang digunakan dalam mengatasi mismatch BPR Partisipan juga berasal dari committed facility line dari Bank Andara sebesar total dana BPR Partisipan yang ditempatkan dalam bentuk deposito berjangka di Bank Andara. Kerjasama ini tidak hanya membantu BPR Partisipan yang mengalami kesulitan likuiditas tetapi juga membantu BPR Partisipan di dalam mengelola kelebihan dana BPR Partisipan yang sifatnya jangka pendek. Keberadaan pooling of funds ini sangat disadari oleh BPR, sebab tidak mudah saat ini untuk mengatasi kesulitan dana yang disebabkan beberapa hal seperti (1) terbatasnya dana pemilik, (2) sulitnya pinjaman dari perbankan dan terbatasnya jaminan yang dimiliki, dan (3) tidak semua BPR dapat diajak untuk bekerja sama, dan (4) tidak tersedianya dana lebih pada BPR tersebut. Sementara kebutuhan akan dana likuiditas sifatnya tiba-tiba dan harus segera ditutupi untuk menyelamatkan dan menjaga tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan BPR. Oleh karena itu, diharapkan APEX Bank dalam bentuk ”Andara Bersama BPR” dapat membantuk kesulitan likuiditas BPR Partisipan pada saat diperlukan, dan dapat memberikan bantuan dengan proses yang cepat dan tuntas agar tingkat kepercayaan masyarakat terhadap BPR tetap terjaga. Keberadaan APEX Bank ini juga diharapkan mampu memperkuat daya saing BPR sebagaimana ditegaskan dalam API.
52
|Triwulan III 2009
Bab 4
Perkembangan Sistem Pembayaran
Kinerja sistem pembayaran sebagai pendorong dan urat nadi perekonomian di Bali pada triwulan III-2009 berjalan dengan lancar. Kegiatan perekonomian dalam hal pariwisata dan perayaan hari raya keagamaan telah mendorong peningkatan transaksi uang kartal. Namun dilain pihak tingginya permintaan terhadap uang kartal di Bali justru menurunkan transaksi non tunai terutama untuk transaksi RTGS.
4.1 PERKEMBANGAN TRANSAKSI PEMBAYARAN TUNAI 4.1.1 Perkembangan Aliran Masuk/Keluar Dan Kegiatan Penukaran Aliran uang masuk ke kas Bank Indonesia atau yang disebut dengan inflow pada triwulan III-2009 mengalami penurunan yang cukup signifikan. Inflow yang berasal dari setoran bank-bank umum dan kegiatan penukaran pada triwulan laporan mengalami penurunan yang cukup signifikan. Inflow yang terjadi tercatat sebesar Rp 251 miliar dengan rata-rata harian sebesar Rp 12,5 miliar atau dengan kata lain turun 22,7% dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar Rp 323 miliar. Sedangkan aliran uang keluar dari Bank Indonesia karena adanya penarikan oleh bank-bank umum atau yang dikenal dengan outflow pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp 1.221 miliar, atau meningkat 130,76% dibanding outflow pada triwulan II-2009 yang sebesar Rp 529 miliar. Dengan jumlah outflow yang jauh lebih tinggi dibanding inflow, pada triwulan laporan terjadi kondisi net outflow. Hal ini mengindikasikan terjadinya peningkatan kebutuhan uang kartal di masyarakat seiring dengan kegiatan pariwisata pada triwulan III-2009. Kondisi demikian dapat diprediksi sebelumnya mengingat pola musiman dan karakteristik pariwisata di Bali dimana di pertengahan tahun industri pariwisata melakukan ekspansi seiring dengan puncak kunjungan wisatawan. Faktor lain yang diperkirakan ikut mempengaruhi kecepatan perputaran uang pada triwulan laporan adalah perayaan hari raya Idul Fitri di pertengahan bulan September. Konsumsi politik yang terjadi sehubungan dengan pemilihan calon legislatif dan calon presiden yang berlangsung pada bulan Juli diperkirakan juga mempengaruhi perputaran uang di Bali. Selain itu outflow juga didorong oleh komitmen Bank Indonesia dalam mengimplementasikan kebijakan clean money policy.
53
|Triwulan III 2009 Selain dari arus inflow-outflow, kebutuhan uang kartal di Bali juga tercermin dari besarnya penukaran. Kegiatan penukaran uang pecahan kecil dan uang yang sudah dicabut, yang dilakukan oleh Bank Indonesia, dilakukan dengan membuka loket penukaran di kantor dan dengan menggunakan sarana kas keliling. Kas keliling tersebut dilakukan untuk melayani penukaran di daerah yang relatif jauh dari kantor Bank Indonesia, serta dilakukan langsung di pusat-pusat transaksi yang terdapat pada suatu daerah. Frekuensi kas keliling yang dilakukan oleh Bank Indonesia pada triwulan III-2009 adalah sebanyak 11 kali dengan jumlah penukaran sebesar Rp 6,4 miliar. Total kegiatan penukaran dan kas keliling pada triwulan III 2009 mencapai Rp 126,2 miliar dengan rata-rata penukaran sebesar Rp1,2 miliar perhari. Besarnya penukaran ini lebih tinggi 41,27% dibandingkan triwulan II 2009 yang mencapai Rp 74,2 miliar. Tingginya penukaran di Bali menujukkan bahwa kebutuhan uang pecahan tertentu (khususnya pecahan kecil) mengalami peningkatan. Hal ini juga mengindikasikan bahwa kegiatan perekonomian masyarakat telah mengalami peningkatan.
Tabel 4.1. Perkembangan Uang Kartal di Bali
INDIKATOR Inflow Outflow Net flow Penukaran Uang Palsu (dalam lembar)
2007 Tr. III 547 710 (163) 83 623
Tr. I 959 576 382 84 853
2008 Tr. II Tr. III
Tr. IV
466 1,264 (798) 84 539
687 1,207 (520) 56 487
325 1,559 (1,235) 95 632
Tr. I
(Miliar Rp) 2009 Tr. II Tr. III
980 471 508 41 622
323 529 (206) 68 669
251 1,221 (970) 120 469
Sumber : Bank Indonesia
Grafik 4.1. Perkembangan Uang Kartal di Bali Inflow
Outflow
Grafik 4.2. Perkembangan Kegiatan Kas Keliling
Net flow
Frekuensi
Miliar Rp
2,000 1,000 Tr. IV Tr. I Tr. II Tr. III Tr. IV Tr. I Tr. II Tr. III Tr. IV Tr. I Tr. II Tr. III
14 12 10 8 6 4 2 -
4,000 Frekuensi
3,000
Nominal 2,000 1,000 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9
(1,000) 2006
2007
2008
2009
2007
(2,000)
Sumber: Bank Indonesia Denpasar
2008
Sumber: Bank Indonesia Denpasar
54
2009
Miliar Rp
3,000
|Triwulan III 2009 4.1.2 Perkembangan Pemberian Tanda Tidak Berharga Pemberian tanda tidak berharga (PTTB) pada uang yang telah dicabut dan tidak layak edar pada triwulan III-2009 mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya di tahun yang sama. Peningkatan jumlah PTTB diindikasikan sebagai dampak dari tingginya perputaran uang pada triwulan laporan seiring dengan peningkatan aktivitas penggunaan uang kartal pada puncak kunjungan wisatawan dan perayaan hari raya keagamaan. Hal tersebut mengakibatkan usia uang kartal menjadi lebih pendek.
Grafik 4.3. Perkembangan Kegiatan PTTB 600,000
Juta Rp
500,000 400,000
PTTB Inflow
300,000 200,000 100,000 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 2007
2008
2009
Sumber: Bank Indonesia Denpasar
4.2. PERKEMBANGAN TRANSAKSI PEMBAYARAN NON TUNAI Perkembangan transaksi pembayaran non tunai di Bali menunjukkan perkembangan ke arah yang lebih efektif, efisien, aman, dan handal. Jumlah lembar warkat kliring yang digunakan pada triwulan laporan pada triwulan laporan tercatat sebanyak 449 ribu lembar, atau meningkat 3,51% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Nominal kliring juga mengalami peningkatan dengan jumlah nominal pada triwulan sebesar Rp 6,775 miliar atau meningkat 7,68% dibandingkan triwulan sebelumnya. Rata-rata perputaran kliring per hari tercatat sebanyak 7,477 lembar dengan rata-rata nominal per hari sebesar Rp 113 miliar. Penolakan cek/bilyet giro kosong tercatat sebanyak 7.455 lembar dengan nominal Rp 188 miliar. Nominal penolakan kliring tersebut berkisar 2,7% dibandingkan dengan total kliring yang dilakukan, jumlah lembar yang ditolak adalah sebesar 8,7%. Rendahnya tingkat tolakan ini mengindikasikan bahwa sistem pembayaran yang diselenggarakan selama ini dapat dikatakan handal. Kegiatan penyelesaian transaksi keuangan bernilai besar dengan menggunakan piranti RTGS pada triwulan III 2009 menunjukkan mengalami penurunan dibandingkan
55
|Triwulan III 2009 triwulan sebelumnya. Penurunan RTGS terjadi baik untuk transfer keluar maupun masuk ke Bali. Nominal RTGS to, yang menunjukkan pengiriman uang ke Bali menurun 9,6% atau sebesar Rp 803 miliar. Demikian pula dengan RTGS from mengalami peningkatan 13,35% atau sebesar Rp 8,618 miliar. Penurunan transaksi RTGS yang cukup besar terjadi seiring dengan peningkatan kebutuhan uang kartal, yang diperkirakan terjadi sebagai dampak peningkatan kegiatan industri pariwisata daerah dan perayaan hari raya keagamaan.
Tabel 4.2. Perkembangan Perputaran Kliring, cek/BG Kosong, dan RTGS
(Miliar Rp) INDIKATOR
2007 Tr. III
PERPUTARAN KLIRING - Lembar (Ribuan Lembar) - Nominal Kliring - Rata-rata lembar per hari (Satuan) - Rata-rata nominal per hari TOLAKAN CEK/BG KOSONG - Lembar (Satuan) - Nominal Cek/ BG kosong - Rata-rata lembar per hari (Satuan) - Rata-rata nominal per hari RTGS From - Volume - Nominal RTGS (From) To - Nominal RTGS (To) - Volume
Tr. I
2008 Tr. II Tr. III
Tr. I
2009 Tr. II
Tr. IV
Tr. III
452 5,712 7,283
300 4,049 5,002
255 3,605 4,045
249 3,987 4,077
387 6,271 6,554
342 4,959 5,805
433 6,291 6,982
449 6,775 7,477
92.13
67.48
57.22
65.36
106.28
84
101.36
113
1,850 151 30 2.43
1,806 38 30 0.63
1,540 28 24.44 0.44
2,174 53 35.64 0.87
6,455 212 36.47 1.20
7,344 227 41 1.28
7,048 173 71.22 1.80
7,455 188 124 3.13
9,772 7,086
10,809 12,388
12,462 12,770
13,743 13,893
13,125 11,408
12,166 13,005
15,548 16,765
13,473 8,147
7,459 10,303
9,250 11,121
9,075 12,384
9,979 13,248
8,154 13,507
7,473 11,815
8,360 15,209
7,557 14,605
Sumber: Bank Indonesia Denpasar
56
|Triwulan III 2009 RTGS (To)
(miliar Rp)
500 400 300
I
II
2006
III
IV
I
II
2007
III
IV
I
2008
II
200
Nominal Kliring
100
- Lembar (Ribuan Lembar)
0 IV
IV
I
II
III IV
I
II
III
IV
I
II
III
III
2006
2009
Sumber: Bank Indonesia Denpasar
2007
2008
2009
Sumber: Bank Indonesia Denpasar
Grafik 4.6. Perkembangan Tolakan Transaksi Kliring
Grafik 4.7. Perkembangan Transaksi RTGS 20,000
20,000
15,000
15,000
10,000
10,000
200
- Nominal Cek/ BG kosong
7,000
- Lembar (Satuan)
6,000 5,000
150
4,000 100
3,000 2,000
50
1,000 0
2006
I
II
III
IV
I
2007
Sumber: Bank Indonesia Denpasar
II
III
2008
IV
I
II
5,000
5,000 RTGS (From)
- Volume
0
0 IV
(miliar Rp)
8,000
(lembar dalam satuan)
250
(miliar Rp)
8,000 7,000 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 0
0 IV
III
2006
2009
I
II
III IV
2007
Sumber: Bank Indonesia Denpasar
57
I
II
III IV
2008
I
II 2009
III
(volume)
(miliar Rp)
Nominal Kliring
(lembar dalam ribuan)
Grafik 4.5. Perkembangan Transaksi Kliring
Grafik 4.4. Perkembangan Kliring Dan RTGS 18,000 16,000 14,000 12,000 10,000 8,000 6,000 4,000 2,000 0
|Triwulan III 2009
Halaman Ini Sengaja Dikosongkan
58
|Triwulan III 2009
Bab 5
Keuangan Daerah
Pada tahun anggaran 2009, Anggaran Pendapatan Daerah Pemerintah Provinsi Bali mencapai sebesar Rp 1,41 triliun meningkat 1,51% dibandingkan dengan anggaran pendapatan tahun sebelumnya. Realisasi Pendapatan Daerah sampai dengan triwulan dua mencapai 53,42%. Sementara itu, Anggaran Belanja Daerah pada tahun ini tercatat sebesar Rp 1,64 triliun menurun 1,15% dibandingkan anggaran belanja sebelumnya. Realisasi Belanja Daerah sampai dengan triwulan 2 mencapai 32,15%. Hal ini menunjukkan realisasi belanja daerah masih belum maksimal dan lebih rendah daripada realisasi pendapatannya.
5.1. REALISASI PENDAPATAN Anggaran Pendapatan Pemerintah Provinsi Bali (Pemprov) pada tahun 2009 mencapai sebesar Rp 1,41 triliun bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Perimbangan yang masing-masing memberikan kontribusi sebesar 60,38% dan 39,5%. Realisasi pendapatan daerah sampai dengan triwulan II – 2009 mencapai 53,42%. Realisasi pendapatan daerah pada triwulan II – 2009 mencapai Rp0,75 triliun atau 53,42% sebagian besar disumbangkan oleh pajak daerah sebesar Rp0,45 triliun (realisasinya mencapai 60,27%). Realisasi retribusi daerah mencapai 47,37% dan hasil dari perusahaan daerah serta pengelolaan keuangan daerah baru mencapai 2,96% dari yang diencanakan. Hal ini kemungkinan disebabkan belum banyaknya porsi keuntungan perusahaan daerah yang disetor kepada anggaran pemerintah daerah. Porsi keuntungan perusahaan daerah kemungkinan baru akan disetor kepada pemerintah provinsi setelah tengah tahun anggaran. Sementara untuk dana perimbangan sudah terealisasikan 48,59% atau Rp0,27 triliun dari Rp0,56 triliun yang dianggarkan. Sebagian besar dana perimbangan yang sudah terealisasikan adalah Dana Alokasi Umum (DAU) dengan realisasi mencapai Rp0,24 triliun atau 52,55% dari yang direncanakan. Sementara bagi hasil pajak dan bukan pajak sudah direalisasikan sebesar Rp24,24 miliar atau 27,82% dari yang direncanakan. Komposisi realisasi anggaran pendapatan menunjukkan bahwa pendapatan pemerintah daerah masih bertumpu pada pajak daerah dan retribusi daerah. Pengelolaan keuangan daerah sebagai alternatif perolehan pendapatan yang tidak membebani masyarakat belum dapat dioptimalkan sampai dengan triwulan II-2009.
59
Diharapkan
|Triwulan III 2009 realisasi pendapatan setelah lewat tengah tahun dapat meningkat khususnya untuk pendapatan selain pajak dan retribusi daerah.
5.2 REALISASI BELANJA Anggaran belanja daerah mencapai 1,64 triliun rupiah lebih besar daripada anggaran pendapatan daerah. Anggaran belanja tahun anggaran 2009 menurun 1,15% dibandingkan anggaran periode sebelumnya. Realisasi belanja daerah masih dibawah realisasi pendapatan yaitu hanya sebesar Rp0,53 triliun atau 32,15% dari yang direncanakan. Realisasi belanja daerah terbesar adalah belanja pegawai mencapai Rp0,43 triliun atau 89,94% dari yang direncanakan. Sayangnya realisasi anggaran belanja modal sampai dengan triwulan II – 2009 masih jauh dari optimal yaitu hanya 10,18% atau Rp15 miliar dari Rp157 miliar yang direncanakan. Hal ini menunjukkan realisasi anggaran sampai dengan triwulan II – 2009 masih digerakkan oleh anggaran-anggaran yang sifatnya rutin. Hasil wawancara dengan pengelola dan pelaksana APBD menunjukkan bahwa beberapa hambatan realisasi belanja pemerintah daerah khususnya belanja modal adalah masalah hukum dan administrasi. Beberapa peraturan yang belum tersosialisasi dengan baik oleh petugas pelaksana menjadi hambatan sementara masih kurangnya realisasi belanja pemerintah daerah. Selain itu, masih sedikitnya petugas pelaksana proyek yang bersedia merealisasikan proyek pemerintah daerah juga menjadi faktor penghambat realisasi anggaran belanja. Namun demikian, hambatan ini akan segera teratasi seiring dengan komitmen pemerintah daerah meningkatkan kualitas sumber daya manusia untuk mempercepat realisasi anggaran sehingga dana dapat segera diinjeksikan pada perekonomian daerah.
5.3. REALISASI PEMBIAYAAN Sampai dengan triwulan II-2009 realisasi pembiayaan sebesar 46,86% dari yang direncanakan yaitu sebesar Rp11,2 miliar dari Rp23,9 miliar yang direncanakan. Realisasi ini berasal dari penyertaan modal (investasi) pemerintah daerah. Realisasi pendapatan pemerintah daerah yang lebih tinggi daripada belanjanya menyebabkan kondisi anggaran pemerintah daerah sudah mengalami surplus hingga Rp224,50 miliar. Apabila dibandingkan dengan anggaran belanja 2009, surplus ini
60
|Triwulan III 2009 mencapai 13,66%. Surplus ini seharusnya dapat diinjeksikan pada perekonomian daerah sehingga pembangunan ekonomi dapat ditingkatkan. Meskipun secara persentase realisasi pendapatan maupun belanja sampai dengan triwulan II-2009 ini masih belum optimal, namun diperkirakan pada saat akhir tahun realisasi akan lebih besar lagi, karena jika melihat data historis pada tahun-tahun sebelumnya biasanya pencapaian realisasi di triwulan II, III dan triwulan IV akan jauh lebih besar dibanding triwulan I dan II. Hal tersebut antara lain didukung oleh sudah berjalannya proyek-proyek pemerintah yang ditunjukkan dengan meningkatnya realisasi pos belanja modal.
61
|Triwulan III 2009 Tabel 5.1. APBD Provinsi Bali 2009 (dalam ribu rupiah) NO.
URAIAN
APBD TAHUN 2009
REALISASI APBD TW I – 2009
REALISASI APBD TW II – 2009
A
PENDAPATAN DAERAH
1,409,543,102
260,817,066
18,50
753,018,494
53.42
1
PEND. ASLI DAERAH (PAD)
851,117,844
254,647,865
28,86
481,121,129
56.53
- Pajak Daerah
%
%
750,000,000
232,503,907
31,00
452,044,456
60.27
- Retribusi Daerah
18,405,493
4,828,279
26,23
8,719,403
47.37
- Hsl PMD dan Hsl Pengel. Kek. Daerah yg dipisahkan
47,236,980
392,577
0,83
1,397,906
2.96
- Lain-Lain PAD yg Sah
35,475,369
7,923,102
22,33
18,959,364
53.44
DANA PERIMBANGAN
556,948,660
14,556,082
2,61
270,600,687
48.59
- Bagi hasil pajak dan bukan pajak
87,127,240
3,723,682
4,27
24,237,027
27.82
- Dana Alokasi Umum (DAU)
448,187,420
0
0
235,531,260
52.55
- Dana Alokasi Khusus (DAK)
21,634,000
10,832,400
50,07
10,832,400
50.07
LAIN-LAIN PENDAPATAN YG SAH
1,476,598
613,120
41,52
1,296,677
87.82
- Pendapatan Hibah
1,476,598
613,120
41,52
B
BELANJA DAERAH
1,643,973,077
208,902,651
12,71
528,520,230
32.15
4
BELANJA PEGAWAI
474,027,156
86,539,006
18,26
426,320,638
89.94
5
BELANJA MODAL BELANJA TAK TERDUGA
156,991,439
262,995
0,17
15,984,051
10.18
10,000,000
344,823
3,45
1,684,998
16.85
2
3
6
Belanja Tak Terduga 7
0.00
10,000,000
344,823
3,45
1,684,998
16.85
TRANSFER
275,518,000
0
0
122,987,540
44.64
Transfer Bagi Hasil ke KAB/KOTA/DESA
275,518,000
0
0
84,530,544
30.68
Bagi Hasil Pajak
275,518,000
0
0
84,530,544
30.68
-234,429,976
51,914,415
22,14
224,498,263
C
SURPLUS/(DEFISIT)
D
PEMBIAYAAN
8
PENERIMAAN DAERAH
258,329,976
0
0
468,108,450
181.21
Penggunaan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA)
258,329,976
0
0
468,108,450
181.21
23,900,000
750,000
3,14
11,200,000
46.86
9
10
PENGELUARAN DAEARAH Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah Daerah
23,900,000
750,000
3,14
11,200,000
46.86
PEMBIAYAAN NETTO
234,429,976
-750,000
0
456,908,450
194.90
Sumber : Pemda Provinsi Bali
62
|Triwulan III 2009
Bab 6
Ketenagakerjaan
Kondisi tenaga kerja di Bali pada Februari 2009 menunjukkan perbaikan dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Tingkat pengangguran terbuka di Bali pada Februari 2009 menurun jika dibandingkan dengan Februari 2008. Hal ini tidak terlepas dari kinerja sektor-sektor perekonomian di Bali yang masih bergerak meskipun dalam terpaan krisis perekonomian global. 6.1.
PENDUDUK
USIA
KERJA,
PENDUDUK
YANG
BEKERJA,
DAN
ANGKA
PENGANGGURAN Pada Februari 2009 penduduk yang masuk ke dalam kelompok usia kerja (15 tahun ke atas) di Bali mengalami kenaikan. Jika dibandingkan dengan kondisi pada bulan yang sama tahun lalu. Jumlah penduduk usia kerja meningkat sebanyak 10.574 orang dari 2.703.767 orang pada Februari 2008 menjadi sebanyak 2.714.341 orang pada Februari 2009. Peningkatan jumlah penduduk usia kerja merupakan pola umum dinamika penduduk sebagai pengaruh adanya kelahiran, kematian, dan migrasi. Dari penduduk usia kerja tersebut, tidak semuanya dapat terserap ke dalam sektorsektor perekonomian yang ada di Bali. Berdasarkan hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) pada Februari 2009, penduduk yang bekerja mencapai 2.000.453 orang atau sebanyak
73,7%
dari
total
penduduk
usia
kerja.
Jika
dibandingkan
tingkat
pertumbuhannya, pertumbuhan penduduk yang bekerja selama kurun waktu setahun terakhir mengalami perlambatan. Dilihat dari tingkat pengangguran, pada Februari 2009 tingkat pengangguran terbuka di Bali mencapai 2,9%. Jika dibandingkan dengan bulan yang sama pada tahun lalu, yaitu pada Februari 2008, tingkat pengangguran di Bali menurun dari sebesar 4,9%, atau selama periode ini jumlah pengangguran menurun sebanyak 35.107 orang. Hal ini tidak terlepas dari kinerja sektor-sektor perekonomian Bali yang masih bergerak meskipun dalam terpaan krisis perekonomian global.
63
|Triwulan III 2009 Tabel 6.1 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan, Februari 2007 – 2009 Kegiatan Utama
Februari 2007
Februari 2008
Februari 2009
Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas
2.632.961
2.703.767
2.714.341
Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Yang Bekerja
1.911.693
1.999,185
2.000.453
98.305
95.512
60.405
76,3
77,5
75,9
4,9
4,6
2,9
Pengangguran Terbuka Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK %) Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT %) Sumber: BPS
Berdasarkan jenis kelamin, jumlah penduduk usia kerja laki-laki dan perempuan tidak jauh berbeda, begitu pula untuk wilayah perkotaan dan pedesaan. Namun jika dilihat dari partisipasi angkatan kerjanya, tingkat partisipasi angkatan kerja penduduk laki-laki cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk perempuan. TPAK penduduk lakilaki mencapai 83,5%, sedangkan penduduk perempuan hanya sebesar 68,3%. Lebih rendahnya TPAK penduduk perempuan dibandingkan penduduk laki-laki tidak lepas dari peran tradisional perempuan yang masih besar dalam mengurus rumah tangga sehingga masih banyak yang tidak masuk ke dalam angkatan kerja. Dilihat dari wilayah, tingkat partisipasi angkatan kerja di wilayah pedesaan lebih tinggi dari pada di perkotaan. TPAK penduduk pedesaan mencapai 78,2%, sementara TPAK penduduk perkotaan sebesar 73,7%. TPAK di pedesaan lebih tinggi dibandingkan perkotaan karena karakteristik pedesaan yang didominasi oleh sektor pertanian, di mana sektor ini merupakan sektor padat karya. Namun demikian, pada Februari 2009 pekerja di sektor pertanian mengalami penurunan. Tabel 6.2 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan, Berdasarkan Jenis Kelamin dan Wilayah Perkotaan/Pedesaan, Februari 2009 Kegiatan Utama
Jenis Kelamin
Wilayah
Laki-Laki
Perempuan
Desa
Kota
Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas
1.363.349
1.350.992
1.336.819
1.337.522
Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Yang Bekerja
1.096.966
903.487
1.025.053
975.400
41.600
18.805
20.497
39.908
83,5
68,3
78,2
73,7
3,6
2,0
2,0
3,9
Pengangguran Terbuka Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK %) Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT %) Sumber: BPS
64
|Triwulan III 2009 6.2. LAPANGAN PEKERJAAN UTAMA Jika dilihat dari tingkat pengangguran yang semakin menurun maka secara umum kondisi perekonomian Bali pada Februari 2009 relatif membaik. Dari struktur penduduk yang bekerja menurut lapangan pekerjaan utamanya, dibandingkan dengan Februari 2008, sebagian besar sektor-sektor ekonomi Bali mengalami peningkatan jumlah tenaga kerja. Berdasarkan sektornya, jumlah penduduk yang bekerja mengalami peningkatan pada sektor industri pengolahan, listrik, gas, dan air bersih, konstruksi, perdagangan, hotel, dan restoran, serta sektor jasa. Sektor yang mengalami peningkatan cukup tinggi dilihat dari jumlah penduduk yang bekerja adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran, dengan peningkatan sebanyak 59.776 orang dibandingkan tahun sebelumnya atau meningkat sebesar 4,6%. Peningkatan pekerja di sektor ini didukung oleh tingkat kunjungan wisatawan yang pada Februari 2009 relatif stabil. Sektor ekonomi yang mengalami penurunan adalah sektor pertanian. Pada Februari 2009 penduduk yang bekerja di sektor pertanian sebanyak 669.012 orang, lebih sedikit jika dibandingkan dengan Februari 2008 yang sebanyak 691.425 orang. Menurunnya jumlah pekerja di sektor ini juga digambarkan dengan penurunan pekerja bebas di sektor pertanian. Seperti diketahui, pekerja bebas tidak memiliki pekerjaan yang tetap sehingga status pekerjaan maupun sektor pekerjaan akan dengan cepat berubah tergantung dari ketersediaan lapangan kerja pada saat itu. Tabel 6.3 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, Februari 2007 – Februari 2009 Kegiatan Utama
Februari 2007
Februari 2008
Februari 2009
682.889
691.425
669.012
7.749
11.946
10.918
301.335
242.994
272.209
4.430
6.041
7.219
Konstruksi
118.515
105.598
122.439
Perdagangan, Restoran, & Hotel
448.257
444.036
503.812
Pengangkutan & Telekomunikasi
82.826
167.163
77.314
Keuangan & Jasa Perusahaan
45.916
49.715
46.852
219.776
280.267
290.678
1.911.693
1.999.185
2.000.453
Pertanian Pertambangan Industri Listrik, Gas, dan Air
Jasa-Jasa Total Sumber: BPS
65
|Triwulan III 2009 6.3. PERGESERAN STATUS PEKERJAAN Dalam Sakernas, status pekerjaan dibedakan ke dalam tujuh kategori yang selanjutnya dapat digunakan untuk menggolongkan penduduk ke dalam 2 jenis kelompok pekerja, yakni pekerja formal dan informal. Pekerja formal adalah mereka yang dikategorikan berusaha dengan dibantu buruh tetap dan kategori buruh/karyawan. Dan untuk mereka yang memiliki status pekerjaan di luar kategori tersebut digolongkan sebagai pekerja informal. Dari kedua kategori tersebut maka pada Februari 2009 jumlah pekerja informal di Bali mencapai 64,8%. Jika dibandingkan dengan kondisi pada bulan yang sama tahun sebelumnya dimana pekerja disektor informal mencapai 65,8%, maka kondisi ini memperlihatkan adanya sedikit pergeseran pola tenaga kerja dari sektor informal ke formal. Berdasarkan penggolongan penduduk yang bekerja berdasarkan status tersebut, sebagaian besar (32,4%) penduduk yang bekerja memiliki status sebagai buruh/karyawan. Dibandingkan dengan kondisi sebelumnya, jumlah pekerja yang berstatus seperti ini meningkat selama kurun waktu satu tahun terakhir dengan peningkatan sebanyak 12.256 orang. Karakteristik tenaga kerja di Bali bisa dikatakan masih memiliki pola yang kurang stabil, yang digambarkan dengan pekerja yang didominasi oleh pekerja pada sektor informal, pekerja yang berstatus pekerja tidak dibayar dan pekerja bebas. Dengan pola seperti ini, maka indikator-indikator ketenagakerjaan akan mudah mengalami fluktuasi sebagai akibat dari perpindahan tenaga kerja antar sektor maupun perubahan status pekerjaan Tabel 6.4 Penduduk yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan, Februari 2007 – Februari 2009 Kegiatan Utama
Februari 2007
Februari 2008
Februari 2009
Berusaha sendiri
346.632
413.221
313.650
Berusaha dibantu buruh tidak tetap
389.680
403.259
412.878
63.450
49,.549
57.407
594.039
635.213
647.469
48.874
48.417
39.581
Pekerja bebas di non pertanian
118.745
95.952
137.114
Pekerja tidak dibayar
350.273
353.574
392.354
1.911.693
1.999.185
2.000.453
Berusaha dibantu buruh tetap Buruh/karyawan Pekerja bebas di pertanian
Total Sumber: BPS
66
|Triwulan III 2009 6.4. PENDUDUK SETENGAH PENGANGGUR Penduduk yang digolongkan bekerja merupakan penduduk yang melakukan kegiatan ekonomi paling sedikit 1 jam (tidak terputus) dalam waktu seminggu. Namun penduduk yang benar-benar dianggap bekerja adalah penduduk yang bekerja minimal 35 jam seminggu. Sedangkan mereka yang memiliki jam kerja kurang dari itu digolongkan sebagai setengah penganggur. Mereka cenderung memiliki produktivitas yang rendah karena tidak memiliki jam kerja yang optimal, sehingga berpeluang menjadi tidak produktif dari sisi penciptaan output atau nilai tambah. Dari penggolongan ini, maka penduduk yang dianggap bekerja penuh pada Februari 2009 mencapai 79,1% dari penduduk yang bekerja, meningkat jika dibandingkan tahun sebelumnnya yang lalu sebanyak 77,1%. Sedangkan penduduk yang berstatus sebagai setengah penganggur dengan jam kerja kurang dari 35 jam seminggu sebanyak 417.209 orang atau sebesar 20,9% dari total pekerja. Dari penduduk yang berstatus setengah penganggur, sebesar 35,7% merupakan penganggur terpaksa. Mereka pada umumnya belum memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan minat dan kebutuhannya sehingga memiliki peluang yang besar untuk ke dalam golongan penganggur maupun berganti sektor pekerjaan. Sedangkan sisanya sekitar 64,3% dari penduduk setengah penganggur merupakan setengah penganggur sukarela, dengan jumlah mencapai sebanyak 268.245 orang. Mereka sudah merasa puas dengan pekerjaan yang dimiliki saat ini, meskipun dari sisi jumlah jam kerja kurang optimal. Pengangguran terbuka dan setengah penganggur terpaksa perlu mendapat perhatian yang serius dalam upaya menekan jumlah pengangguran dan meningkatkan produktivitas sumber daya manusia yang ada. Meskipun pada Februari 2009 mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun sebelumnya, masih besarnya porsi jumlah penduduk setengah penganggur terpaksa merupakan permasalahan ketenagakerjaan yang perlu mendapat perhatian, disamping upaya mengentaskan masalah pengangguran terbuka. Masih besarnya jumlah penduduk setengah penganggur terpaksa dan pengangguran terbuka mengindikasikan masih banyaknya masyarakat yang belum optimal memanfaatkan kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarganya.
67
|Triwulan III 2009 Tabel 6.5 Penduduk Usia Kerja Yang Bekerja, Setengah Penganggur dan Pengangguran Terbuka Februari 2007 – Februari 2009 Kegiatan Utama Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Yang Bekerja
Februari 2007
Februari 2008
Februari 2009
1.911.693
1.999.185
2.000.453
1.416.988
1.541.742
1.583.244
494.705
457.443
417.209
197.988
163.028
148.964
296.717
294.415
268.245
98.305
95.512
60.405
296.717
258.540
209.369
4,9
4,6
2,9
14,7
12,3
10,2
a. Bekerja - Bekerja penuh (>=35 jam seminggu) - Setengah Penganggur (< 35 jam seminggu) -
Terpaksa
- Sukarela b. Tidak Bekerja (Pengangguran Terbuka) Setengah Penganggur Terpaksa + Penganggur Terbuka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT %) Persentase (setengah pengangguran terpaksa + penganggur terbuka) terhadap angkatan kerja Sumber: BPS
6.5. PENDUDUK YANG BEKERJA DAN PENGANGGURAN MENURUT TINGKAT PENDIDIKAN Tingkat pendidikan akan menentukan kualitas dari tenaga kerja yang tersedia. Tenaga kerja yang berkualitas tentu saja akan memiliki tingkat produktivitas yang lebih tinggi. Bila dibandingkan dengan tingkat pengangguran, maka pengangguran berdasarkan tingkat pendidikan ini menggambarkan penyerapan tenaga kerja untuk masing-masing tingkat pendidikan. Secara umum tingkat pengangguran terbuka (TPT), berdasarkan tingkat pendidikan pada Februari 2009 menurun dibandingkan dengan bulan yang sama tahun sebelumnya, kecuali TPT untuk tingkat pendidikan SMA Kejuruan. Penduduk dengan tingkat pendidikan SMA kejuruan memiliki tingkat pengangguran yang paling tinggi dengan TPT sebesar 5,9%, meningkat dari sebesar 5,6% pada Februari 2008. Namun demikian, jumlah penduduk yang bekerja dengan latar belakang pendidikan ini meningkat. Tingkat pengangguran terbuka yang terendah terdapat pada penduduk dengan tingkat pendidikan sekolah dasar ke bawah. Dari jumlah penduduk yang bekerja, sebagian besar juga berstatus pendidikan sekolah dasar ke bawah. Hal ini disebabkan karena pada tingkat pendidikan ini orang akan cenderung mengambil pekerjaan apa saja untuk memenuhi kebutuhan ekonominya. Sedangkan untuk pendidikan yang memiliki spesialisasi seperti SMA Kejuruan, diploma dan universitas, tingkat pengangguran terbuka relatif
68
|Triwulan III 2009 tinggi. Hal ini disebabkan karena keterbatasan lapangan kerja yang sesuai dengan pendidikan (link and match). Tabel 6.6 Tingkat Pengangguran dan Penduduk yang Bekerja Menurut Tingkat Pendidikan, Februari 2008 – Februari 2009 Tingkat Pendidikan
Tingkat Pengangguran Terbuka (%)
Jumlah Penduduk yang Bekerja (Ribu)
Februari 2008
Februari 2009
Februari 2008
Februari 2009
<=SD
2,6
1,1
888.371
902.682
SMP
3,7
3,3
368.526
348.020
SMA Umum
5,6
4,2
425.998
405.394
SMA Kejuruan
5,6
5,9
146.161
152.963
Diploma I/II/III
17,3
5,6
75.303
86.460
Universitas
8,2
5,8
94.826
105.934
Jumlah
4,6
2,9
1.999.185
2.000,453
Sumber: BPS
69
|Triwulan III 2009
Halaman Ini Sengaja Dikosongkan
70
|Triwulan III 2009
Bab 7 7.1.
Outlook
MAKRO EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV-2009 Pada triwulan IV-2009 pertumbuhan ekonomi Bali diperkirakan masih akan
dibayangi oleh tekanan eksternal walaupun berangsur-angsur mulai pulih. Pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali pada triwulan IV-2009 diperkirakan berkisar pada 5% - 6% (y-o-y). Pertumbuhan ekonomi di triwulan IV-2009 ini dari sisi penawaran didominasi oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor jasa. Sementara dari sisi permintaan pertumbuhan ekonomi secara umum masih digerakkan oleh konsumsi.
7.2.
INFLASI REGIONAL TRIWULAN IV-2009 Perkembangan inflasi Kota Denpasar pada triwulan IV-2009 diperkirakan relatif
stabil. Secara triwulanan angka inflasi diperkirakan akan mencapai 1,40% (q-t-q) atau secara kumulatif mencapai 4,76% (y-t-d). Tekanan inflasi di triwulan IV-2009 diperkirakan masih berasal dari kelompok bahan makanan, serta kelompok pendidikan, rekreasi, dan olah raga seiring dengan peningkatan permintaan akibat perayaan hari raya keagamaan serta liburan pergantian tahun.
7.3.
KINERJA PERBANKAN DAERAH TRIWULAN III-2009 Kinerja perbankan pada triwulan IV 2009, secara nominal diperkirakan akan terus
meningkat, baik aset, DPK dan kredit. Peningkatan kinerja perbankan ini diperkirakan didorong oleh peningkatan kinerja perekonomian nasional dan regional. Kinerja perbankan juga diperkirakan akan didorong oleh realisasi kinerja keuangan pemerintah daerah. Selain itu kinerja perbankan juga diperkirakan akan didorong oleh membaiknya kinerja pasar modal pada triwulan III dan kecenderungan turunya suku bunga kredit. Kredit perbankan diperkirakan akan tetap tumbuh dengan kecepatan yang lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan III, sejalan dengan kondisi ekonomi makro regional yang diperkirakan akan mengalami ekspansi. Ekspansi kredit pada triwulan II diperkirakan tumbuh pada kisaran 20%. Secara umum, penyebab tumbuhnya kredit adalah dari kegiatan konsumsi yang diperkirakan akan mendorong jenis kredit konsumsi. Dari jenisnya, kredit konsumsi diperkirakan masih tumbuh pesat dan mendominasi pangsa kredit
71
|Triwulan III 2009 perbankan sejalan dengan terus meningkatnya konsumsi masyarakat dan masih dominannya peran konsumsi sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi. Kredit jenis konsumsi diperkirakan akan menjadi ujung tombak pertumbuhan kredit di Bali. Kredit modal kerja diperkirakan juga akan tumbuh
walaupun diperkirakan akan lebih tinggi
dibandingkan dengan penyaluran tahun 2008. Sementara kredit jenis investasi diperkirakan akan
mengalami
peningkatan,
sehubungan
dengan
kondisi
perekonomian
yang
diperkirakan semakin membaik dan mulai realisasinya belanja pembangunan pemerintah. Peningkatan juga akan didorong oleh tingkat suku bunga investasi yang juga diperkirakan akan turun. Dari sisi dana, penghimpunan dana masyarakat oleh perbankan diperkirakan masih akan tumbuh walaupun masih rendah pada level 15%. Pertumbuhan dana diperkirakan akan dibayangi oleh peningkatan kegiatan perekonomian, sehingga terjadi pergerakan dana ke sektor riil. Selain itu kecenderungan penurunan suku bunga juga diperkirakan akan mempengaruhi minat menabung masyarakat. Hal yang cukup mengkuatirkan yang mungkin timbul pada industri perbankan adalah tekanan NPL yang diperkirakan akan meningkat sebagai akibat pelambatan perekonomian pada triwulan sebelumnya. NPL diperkirakan akan didorong dari penyaluran kredit jenis modal kerja dan kredit skim khusus yang tidak menggunakan jaminan tambahan dalam persetujuan realisasinya. Hal ini diperkirakan akan meningkatkan rasio NPL pada kisaran 3,5%. Namun demikian dengan pengawasan dan pembinaan yang ketat dari perbankan diharapkan NPL dapat ditekan.
72