TINJAUAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN I - 2010
Triwulan I-2010
Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan anugerah-Nya sehingga publikasi Tinjauan Ekonomi Regional (TER) triwulan I-2010 dapat diterbitkan. Penyusunan publikasi TER dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan Bank Indonesia dalam mempertajam informasi tentang perekonomian nasional dalam perspektif regional sehingga dapat mendukung formulasi kebijakan moneter Bank Indonesia. Selain itu, TER juga ditujukan sebagai bahan informasi ekonomi daerah ataupun masukan bagi stakeholders terkait. Memasuki periode awal tahun 2010, berlanjutnya pemulihan ekonomi global yang ditandai meningkatnya permintaan ekspor memberikan dampak yang positif bagi kinerja perekonomian di berbagai daerah. Selain itu, konsumsi rumah tangga yang masih kuat dalam menopang pertumbuhan ekonomi didukung oleh daya beli masyarakat yang membaik. Di sisi harga, tekanan inflasi di berbagai daerah pada triwulan I-2010 masih berada pada level yang cukup rendah. Ke depan, perekonomian daerah diperkirakan tumbuh lebih baik seiring dengan prospek perekonomian global yang semakin kondusif, namun masih terdapat potensi risiko. Membaiknya prospek perekonomian daerah menjadi momentum bagi pengambil kebijakan di daerah untuk meningkatkan daya saing usaha khususnya dalam menghadapi persaingan global, namun demikian seiring penerapan AC-FTA, sektor industri di wilayah Jabalnustra dan DKI Jakarta, seperti industri tekstil/produk tekstil (TPT) dan makanan, perlu mendapat perhatian. Sementara itu, potensi kenaikan inflasi di daerah yang bersumber dari kendala distribusi pasokan, (salah satunya pasokan LPG akibat program konversi energi di Sumatera dan KaliSulampua), menjadi tantangan bagi Tim Pengendalian Inflasi Daerah untuk memperkuat koordinasi dalam upaya meminimalkan dampak tekanan inflasi. Terakhir, kami berharap semoga buku ini bermanfaat dan dapat memberikan masukan bagi berbagai pihak yang membutuhkan. Selanjutnya, kami sangat mengharapkan saran dan kritik untuk perbaikan. Jakarta, April 2010 DIREKTORAT RISET EKONOMI DAN KEBIJAKAN MONETER
Sugeng Kepala Biro ii
Triwulan I-2010
DAFTAR ISI
I. KONDISI PEREKONOMIAN REGIONAL A. Gambaran Umum
..........................................................................................
1
B. Wilayah Sumatera
..........................................................................................
3
.............................................................................................
8
C. Wilayah Jakarta
D. Wilayah Jabalnustra
......................................................................................
E. Wilayah Kali-Sulampua
13
................................................................................
17
II. PROSPEK EKONOMI DAN INFLASI REGIONAL…........................................
22
III. ISU STRATEGIS A. Dampak ASEAN China Free Trade Agreement (AC-FTA) terhadap Ekonomi Daerah ……………………………………………….….
24
B. Upaya Pengendalian Inflasi Daerah………………………………………....
26
C. Potensi Pembiayaan di Daerah……………………………..……………….
28
IV. TANTANGAN DAN KEBIJAKAN KE DEPAN ..............................................
30
Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi : Biro Kebijakan Moneter Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia Ged. Sjafruddin Prawiranegara lt. 19 Kompleks Bank Indonesia Jl MH Thamrin No. 2 Jakarta Ph. 021-381-8161, 8868 Fax. 021-386-4929,345-2489 Email :
[email protected]
iii
Triwulan I-2010 I. KONDISI PEREKONOMIAN REGIONAL A. Gambaran Umum Pada triwulan I-2010, menguatnya perekonomian daerah diperkirakan terus berlanjut yang disumbang oleh meningkatnya pertumbuhan Sumatera dan KaliSulampua, serta masih tingginya pertumbuhan Jakarta. Pertumbuhan ekonomi di berbagai wilayah1 tersebut bersumber dari peningkatan ekspor terutama pada komoditas perkebunan dan pertambangan, serta membaiknya kinerja investasi. Beberapa komoditas seperti kopi, crude palm oil (CPO), batu bara dan nikel memiliki peran yang cukup besar dalam mendorong peningkatan kinerja ekspor Sumatera dan Kali-Sulampua terutama untuk memenuhi permintaan negara-negara emerging markets seperti China dan India. Sementara itu, membaiknya kinerja investasi di berbagai daerah didukung oleh adanya percepatan realisasi proyek infrastruktur daerah pada triwulan I-2010 dan belanja modal sektor swasta yang diperkirakan meningkat.
Rencana belanja modal 48 perusahaan yang mewakili 70% nilai
kapitalisasi pasar meningkat sebesar 19% (yoy) seiring dengan optimisme dunia usaha. Peningkatan tersebut utamanya di sektor-sektor infrastruktur seperti konstruksi, jalan tol, bahan bangunan, dan energi. Di sisi sektoral, membaiknya sektor-sektor utama di berbagai daerah menjadi sumber peningkatan laju pertumbuhan ekonomi triwulan I-2010. Di wilayah Jabalnustra, kinerja sektor industri pengolahan yang meningkat menjadi sumber pertumbuhan ekonomi wilayah ini ditengah terbatasnya perkembangan sektor pertanian seiring terjadinya pergeseran konsentrasi produksi tanaman bahan makanan. Demikian halnya dengan membaiknya pertumbuhan ekonomi di wilayah Jakarta yang juga dipengaruhi oleh membaiknya kinerja sektor industri pengolahan. Sementara di Kalimantan, Sulampua, dan Sumatera sektor pertambangan non migas menjadi pendorong naiknya pertumbuhan ekonomi. Meningkatnya kinerja sektorsektor utama di daerah tersebut tidak terlepas dari permintaan ekspor yang membaik.
1
Kajian Ekonomi Regional, Indonesia terbagi atas 4 (empat) wilayah, yaitu : Sumatera (provinsi NAD, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Bengkulu, Jambi, Lampung, Sumatera Barat, Riau, Bangka Belitung, Kepulauan Riau) ; Jakarta (provinsi DKI Jakarta); Jabalnustra (provinsi Jawa Barat,Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, DI Yogyakarta, Bali, NTB, dan NTT); KaliSulampua (provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Irian Jaya Barat).
1
Triwulan I-2010 Di sisi pembiayaan, pertumbuhan kredit perbankan menunjukkan perkembangan yang terbatas, namun terjadi perbaikan pola realisasi belanja konsumsi daerah APBD. Terbatasnya pertumbuhan kredit terutama dipengaruhi masih rendahnya pertumbuhan kredit di Jakarta, yang memiliki porsi 49% terhadap kredit nasional. Sementara itu, pertumbuhan kredit di berbagai daerah pada awal triwulan I-2010 mulai menunjukkan perkembangan yang cukup baik, terutama di wilayah KaliSulampua. Pola realisasi belanja konsumsi pemerintah daerah mulai menunjukkan adanya percepatan di awal tahun. Hal ini diindikasikan oleh lebih rendahnya porsi penempatan dana Bank Pembangunan Daerah (BPD) pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI) di triwulan I-2010 dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Perkembangan inflasi di berbagai daerah pada akhir triwulan I-2010 relatif masih cukup rendah, setelah sempat mengalami tekanan terutama pada awal triwulan laporan. Kembali melemahnya tekanan inflasi pada akhir triwulan I-2010 sejalan dengan mulai masuknya masa panen (padi) di beberapa daerah. Secara umum, meningkatnya permintaan masyarakat secara umum dapat direspons oleh peningkatan produksi yang memadai. Selain itu, terkendalinya inflasi juga dipengaruhi oleh minimalnya kebijakan pemerintah di bidang harga. Namun, permasalahan yang terkait dengan kendala distribusi masih merupakan faktor risiko yang perlu dicermati terutama di daerah yang memiliki ketergantungan pasokan dari daerah lain yang cukup tinggi, selain juga disebabkan kondisi infrastruktur yang belum mendukung. Pergerakan inflasi di beberapa daerah - terutama di luar Jawa yang berada di atas nasional seringkali disebabkan oleh masalah distribusi pasokan. Pertumbuhan
ekonomi
daerah
pada
triwulan
II-2010
diperkirakan
akan
meningkat, namun juga mulai dibayangi oleh peningkatan tekanan inflasi. Beberapa faktor yang diperkirakan mendorong naiknya pertumbuhan ekonomi triwulan mendatang antara lain terkait dengan konsentrasi produksi pangan yang masih akan cukup besar pada awal triwulan II-2010, dukungan cuaca yang kondusif untuk kegiatan perikanan dan pertambangan, peningkatan belanja daerah seiring dengan adanya perbaikan pola realisasi anggaran yang disertai upaya percepatan pembangunan infrastruktur, serta adanya penyelenggaraan Pilkada di berbagai daerah. Selain itu, sektor industri pengolahan juga diperkirakan dalam tren yang positif. Sementara itu, potensi tekanan inflasi bersumber dari rencana kebijakan di bidang administered price yang dapat mempengaruhi ekspektasi masyarakat terhadap kenaikan harga-harga, seperti rencana kenaikan tarif dasar listrik (TDL). Selain itu, 2
Triwulan I-2010 berlanjutnya program konversi energi dapat berpotensi mendorong terjadinya kenaikan inflasi apabila pasokan LPG tidak memadai atau mengalami kendala distribusi terutama di Sumatera dan Kali-Sulampua. Pemberlakuan AC-FTA menjadi peluang bagi daerah yang perdagangan luar negerinya didominasi komoditas berbasis sumber daya alam. Hasil survei dan liaison yang dilakukan oleh Kantor Bank Indonesia di seluruh daerah terhadap berbagai perusahaan mengindikasikan optimisme terhadap semakin terbukanya peluang meningkatnya ekspor di wilayah Sumatera dengan diterapkannya AC-FTA terutama untuk komoditas karet, CPO dan kopi. Optimisme yang sama juga diindikasikan di Kali-Sulampua terutama untuk komoditas batu bara dan kakao. Namun, penerapan perdagangan bebas dengan kawasan ASEAN dan China ini menjadi tantangan yang cukup besar terutama bagi sektor industri tekstil dan produk tekstil (TPT), serta industri makanan di wilayah Jabalnustra dan DKI Jakarta.
B. Wilayah Sumatera Perekonomian wilayah Sumatera pada triwulan I-2010 secara umum tumbuh lebih baik. Pertumbuhan ekonomi diperkirakan sebesar 4,4% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang sebesar 4,2% (yoy). Meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi wilayah ini terutama dipengaruhi oleh perkembangan zona Sumatera Bagian Utara (Sumbagut) yang tumbuh meningkat dari 3,9% pada triwulan akhir 2009 menjadi 4,1% (yoy) pada triwulan laporan, dan zona Sumatera Bagian Tengah (Sumbagteng) yang dalam periode yang sama tumbuh meningkat dari 3,8% menjadi 4,3% (yoy). Laju pertumbuhan ekonomi zona Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel) pada triwulan laporan diperkirakan tertinggi dibanding dua zona lainnya yaitu mencapai 5,0% (yoy). Perkembangan ekonomi yang membaik di zona Sumbagut dipengaruhi oleh meningkatnya
laju
pertumbuhan
ekonomi
Provinsi
Sumatera
Utara
yang
diperkirakan tumbuh mencapai 6,1% (yoy) pada triwulan I-2010 dibandingkan dengan triwulan sebelumya yang sebesar 5,7% (yoy). Konsumsi rumah tangga menjadi komponen utama yang mendorong pertumbuhan ekonomi seiring dengan membaiknya daya beli. Pertumbuhan ekonomi Provinsi NAD meskipun diperkirakan masih akan mengalami pertumbuhan negatif, namun relatif lebih baik dibanding periode triwulan IV 2009 yaitu dari -2,0% menjadi -0,8%. Pertumbuhan ekonomi yang 3
Triwulan I-2010 masih negatif ini dipengaruhi oleh kinerja sektor pertambangan yang memiliki peran cukup
besar
dalam
perekonomian
Provinsi
NAD.
Sektor
pertambangan
pertumbuhannya diperkirakan masih terbatas akibat belum ditemukannya sumur eksplorasi baru. Tabel 1 Pertumbuhan PDRB di Sumatera 1 5.3 4.0 0.2 5.4
2 5.3 3.0 (3.8) 5.5
2008* 3 5.0 2.6 (11.4) 7.7
4 4.1 3.7 (5.9) 7.0
Total 4.9 3.3 (5.2) 6.4
1 2.9 1.1 (9.5) 4.6
2 2.9 1.3 (8.5) 4.6
Sumatera Bag. Tengah 1 Sumatera Barat 2 Riau 3 Kepulauan Riau 4 Jambi
5.2 6.6 3.5 8.6 4.5
7.1 6.1 7.0 8.6 6.8
6.8 6.4 6.8 6.5 8.5
5.4 6.4 5.4 3.1 8.7
6.1 6.4 5.6 6.7 7.1
4.5 5.8 5.1 0.5 8.0
3.1 5.0 2.1 2.3 6.5
Sumatera Bag. Selatan 1 Sumatera Selatan 2 Bangka Belitung 3 Lampung 4 Bengkulu
7.1 8.1 7.4 5.3 8.2
5.4 4.9 5.7 6.2 4.9
5.4 5.1 5.9 5.8 4.4
2.5 2.2 (0.8) 3.7 4.0
5.1 5.1 4.6 5.2 5.4
2.8 2.6 (0.5) 4.3 1.5
4.5 4.0 2.4 6.0 4.5
Sumatera Sumatera Bag. Utara 1 NAD 2 Sumatera Utara
2009* 3 3.6 3.5 (1.8) 5.1
4 4.2 3.9 (2.0) 5.7
Total 3.4 2.4 (5.5) 5.0
2010p 1 4.4 4.1 (2.5) 6.1
3.0 5.1 1.5 3.5 5.5
3.8 0.9 3.0 7.7 5.7
3.6 4.2 2.9 3.5 6.4
4.3 3.6 3.0 7.5 5.9
4.9 4.4 5.4 6.0 2.8
5.2 5.3 6.9 4.0 7.5
4.3 4.1 3.5 5.0 4.1
5.0 5.0 6.5 4.0 7.4
* Angka sementara P Angka perkiraan Bank Indonesia
Di sisi permintaan, peningkatan pertumbuhan ekonomi di wilayah Sumatera terutama didorong oleh kinerja ekspor yang terus membaik seiring dengan harga komoditas di pasar internasional yang cenderung meningkat. Sepanjang tahun 2000-2009, Sumatera mengalami surplus neraca perdagangan. Komoditas utama ekspor Sumatera yang berbasis pada sektor pertanian berpeluang membawa neraca perdagangan Sumatera khususnya dengan China untuk tetap surplus selama tahun 2010. Selain itu, masih cukup kuatnya konsumsi rumah tangga diperkirakan turut menopang kinerja perekonomian wilayah Sumatera pada triwulan laporan seiring dengan optimisme masyarakat yang tetap terjaga. Indikasi ini terlihat pada hasil Survei Konsumen Maret 2010, yang menunjukkan angka Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) dan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang masih tinggi yaitu masing-masing sebesar 116,67 dan 106,03 pada Maret 2010, atau meningkat dibandingkan Februari 2010 masing-masing 114,64 dan 105,44. Sementara itu, kinerja investasi yang cenderung rendah pada awal tahun diperkirakan belum memberikan dampak yang positif pada peningkatan kinerja ekonomi wilayah Sumatera secara keseluruhan.
4
Triwulan I-2010 Konsumsi Semen Sumatera
115.0
900
NAD
25.0 Volume (rb ton)
800
pertumbuhan (yoy) - RHS
20.0
110.0
15.0
105.0
Sumut
700 600
Sumbar Riau
500
10.0
400
5.0
100.0
Jambi Sumsel
95.0
300
0.0
200 100 0 1
2
3
4
1
2
2008
3
4
2009
90.0
(10.0)
85.0
Babel
80.0
Kepri
Lampung
1* 2010
Sep-09
Okt-09
Nov2009 Dec2009
Jan-10
Feb-10
Sumber: Badan Pusat Statistik
Sumber: CEIC
Juta USD
Indeks Keyakinan Konsumen Indeks
4,000
7,000
3,500
6,000
3,000
5,000
2,500
4,000
2,000
3,000
1,500
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 2008 Mdn
2009 Pdg
Plmbg
Pk.Pinang
Grafik 3 Indeks Keyakinan Konsumen di Sumatera
1,000
2,000
500
1,000
0
0 1
2
3
4
5
6
2010 Bdl
ribu ton
Grafik 2 Nilai Tukar Petani Beberapa Provinsi di Sumatera
Grafik 1 Penjualan Semen di Sumatera 140 130 120 110 100 90 80 70 60 50
Bengkulu
(5.0)
7
8
9
10 11 12
2009 Nilai Ekspor
1
2010 Volume Ekspor (rhs)
Grafik 4 Perkembangan Ekspor Sumatera
Secara sektoral, membaiknya pertumbuhan ekonomi di wilayah Sumatera dipicu oleh perkembangan sektor sekunder yang cenderung membaik, yaitu industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan dan sektor tersier yaitu perdagangan, hotel dan restoran. Sektor industri pengolahan yang memiliki pangsa sebesar 18,8% dalam perekonomian wilayah Sumatera atau terbesar kedua setelah sektor pertanian diperkirakan tumbuh 4,4% (yoy) pada triwulan I-2010, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 3,7%. Membaiknya kinerja sektor industri pengolahan – yang didominasi oleh industri berbasis sumber daya alam - ini tidak terlepas dari membaiknya permintaan eksternal, terutama untuk produk CPO dan crumb rubber. Kinerja sektor listrik yang meningkat dipengaruhi oleh beroperasinya pembangkit listrik di Sumatera Utara, antara lain PLTU Labuan Angin berkapasitas 2 x 115 MW, PLTG Task Force berkapasitas 1 x 105 MW, dan PLTA Asahan I berkapasitas 1 x 90 M. Sementara itu, peningkatan sektor bangunan didorong
berlanjutnya pembangunan beberapa proyek
infrastruktur
seperti
pelabuhan di Aceh, jembatan dan perluasan bandara di Riau, rehabilitasi dan rekonstruksi pasca gempa di Sumatera Barat, serta pembangunan jalan di Bengkulu, Bangka Belitung, Lampung dan Sumatera Selatan. Sektor perdagangan, hotel dan 5
Triwulan I-2010 restoran yang juga diperkirakan meningkat dipengaruhi oleh membaiknya kinerja ekspor terutama untuk komoditas berbasis sumber daya alam. Selain itu, masih kuatnya konsumsi rumah tangga juga turut berdampak positif pada kinerja sektor ini. Hasil survei konsumen mengindikasikan optimisme masyarakat yang meningkat untuk melakukan pembelian durable goods. Tabel 2 Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Sumatera
* Angka sementara P Angka perkiraan Bank Indonesia
Perkembangan kegiatan intermediasi perbankan di Sumatera hingga triwulan I2010 (Februari 2010) menunjukkan perbaikan dan diikuti dengan kualitas kredit yang
membaik.
Perkembangan
Dana
Pihak
Ketiga
(DPK)
menunjukkan
pertumbuhan yang lebih rendah, namun kredit pertumbuhannya lebih tinggi dibandingkan akhir triwulan sebelumnya. Penyaluran kredit/pembiayaan sampai bulan Februari 2010 tercatat sebesar Rp191,4 triliun atau mengalami peningkatan pertumbuhan 15,7% (yoy) dibandingkan triwulan IV-2009 (15,3%, yoy). Sementara penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) tercatat melambat (2,8%, yoy) menjadi sebesar Rp245,3 triliun dibandingkan triwulan IV-2009 (4,2%, yoy). Penurunan yang dialami oleh tabungan dan deposito, sementara giro terjadi peningkatan, khususnya giro pemerintah terkait dengan belum adanya realisasi belanja daerah pada awal tahun dan adanya transfer dana perimbangan dari pusat. Sehingga dengan perkembangan tersebut, Loan to Deposit Ratio (LDR) wilayah Sumatera mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya yakni dari 76,3% di triwulan IV2009 menjadi 78,0%. Perkembangan tersebut diikuti dengan kualitas kredit yang masih baik sebagaimana tercermin dari persentase rasio NPL di wilayah Sumatera yang relatif rendah (3,00%).
6
Triwulan I-2010 Perkembangan Kredit Wilayah
250
DPK_Sumatera
35.0
40
270
30.0 25.0 20.0
200
230
150
210
15.0
35
250
30 25 20
100
15
190
10.0 5.0 -
170
50
150
0
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 2007
2008
Posisi (miliar Rp)_RHS
2009
2010
Pertumb (% yoy)
Grafik 5 Perkembangan DPK di Sumatera
10 5 0
1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 2007
2008 Rp Triliun
2009
2010
Growth (%, yoy)-rhs
Grafik 6 Perkembangan Kredit Perbankan di Sumatera
Pola pengeluaran belanja APBD pada triwulan I-2010 menunjukkan adanya perbaikan. Hal ini terutama diindikasikan turunnya penempatan dana Bank Pemerintah Daerah (BPD) se-Sumatera di SBI yang lebih rendah dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, disertai lebih rendahnya giro milik pemerintah daerah di BPD. Namun, perbaikan pola pengeluaran pada triwulan I-2010 ini diperkirakan belum dapat secara optimal menstimulasi perekonomian lebih lanjut terutama disebabkan pengeluaran pemerintah daerah yang masih lebih terkonsentrasi pada belanja rutin. Selain itu, realisasi Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dari APBN hingga menjelang berakhirnya triwulan I-2010, di seluruh wilayah Sumatera rata-rata baru mencapai sekitar 10%. Inflasi di wilayah Sumatera hingga periode akhir triwulan I-2010 berada pada level yang rendah. Inflasi tahunan hingga bulan Maret 2010 tercatat sebesar 3,4%, sedikit meningkat dibandingkan posisi akhir tahun 2009 (2,4%). Minimalnya kebijakan pemerintah terkait dengan harga menjadi sumber utama masih rendahnya tingkat inflasi di wilayah ini. Selain itu, menguatnya konsumsi rumah tangga masih dapat direspons secara memadai di sisi produksi. Pergerakan inflasi di wilayah Sumatera yang terjadi selama triwulan laporan lebih dipengaruhi oleh lonjakan harga-harga komoditas volatile food terutama gula dan beras pada awal hingga pertengahan triwulan laporan. Kendala distribusi akibat pengaruh kondisi cuaca yang kurang baik juga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya tekanan kenaikan harga. Pada akhir triwulan laporan, jumlah kota dengan tingkat inflasi di atas nasional berjumlah 7 kota antara lain Medan, Pangkal Pinang, Lhoksumawe, Bengkulu, Pematang Siantar, Jambi, dan Banda Aceh.
7
Triwulan I-2010 14
12
nasional
%, yoy
10 8 6 4 2
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 2007
2008
Sumatera
NASIONAL
Grafik 7 Perkembangan Inflasi di Sumatera
%, yoy
Medan Pkl. Pinang Lhokseumawe Bengkulu Pmtg Siantar Jambi Banda Aceh Bandar Lampung Sibolga Padang Batam Palembang Pdg Sidempuan Pekanbaru Tj. Pinang Dumai
2009
0
1
2
3
4
5
Grafik 8 Komparasi Inflasi Kota di Sumatera
C. Wilayah Jakarta Pertumbuhan ekonomi di wilayah ini pada triwulan I-2010 diperkirakan meningkat. Perekonomian Jakarta tumbuh pada kisaran 6,3% (yoy) lebih tinggi dibandingkan periode triwulan sebelumnya (5,0%, yoy). Kinerja investasi yang membaik memberi pengaruh yang positif dalam mendorong laju pertumbuhan ekonomi wilayah Jakarta. Indikasi perbaikan kinerja investasi ini terlihat pada meningkatnya data impor barang modal dan pendaftaran alat berat, serta optimisme dunia usaha yang meningkat – hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU). Selain itu, kinerja ekspor juga diperkirakan berada dalam tren yang meningkat seiring membaiknya permintaan eksternal. Meningkatnya kinerja ekspor ini terutama terindikasi pada barang-barang manufaktur seperti otomotif, plastik, dan alat listrik. Sementara itu, konsumsi masih tumbuh pada level yang cukup tinggi meskipun sedikit mengalami penurunan dibandingkan dengan periode triwulan sebelumnya. Indikasi masih kuatnya konsumsi rumah tangga terlihat dari perkembangan berbagai indikator seperti data penjualan barang tahan lama yang relatif stabil, optimisme konsumen yang masih terjaga, data pendaftaran mobil baru di DKI Jakarta. Hal lain yang mendukung terjaganya konsumsi adalah membaiknya daya beli masyarakat yang juga dipengaruhi oleh kenaikan UMP dan inflasi yang masih cukup rendah. Pembiayaan bank maupun non-bank juga menunjukkan arah yang mulai membaik.
8
Triwulan I-2010 Tabel 3 Perkembangan PDRB Sisi Permintaan di Jakarta (%, yoy) 2008
DKI
2009
2010 - p
2008* I
II
III
IV
Konsumsi
9.2
7.7
6.4
6.8
Investasi
8.3
8.6
8.9
8.1
Ekspor
11.1
4.7
2.9
Impor
37.0
33.2
Net Ekspor
-59.2 6.3
PD RB
2009* I
II
III*
IV*
Proyeksi Tw I
7.5
6.2
6.5
6.7
6.7
6.5
5.9
8.5
1.3
3.2
3.2
3.3
2.8
7.1
0.2
4.6
-0.5
-0.7
-1.0
3.1
0.2
3.8
25.1
16.8
27.6
-1.0
(4.4)
-4.5
2.7
-1.8
4.0
-75.8
-72.3
-62.5
-67.6
4.0
57.5
53.6
7.9
26.1
2.5
6.2
6.2
6.2
6.2
5.2
4.9
5.0
5.0
5.0
6.3
* angka sementara BPS DKI Jakarta
meningkat melambat
p proyeksi BI
melambat meningkat
2900
14
40
12
30
2500
10
20
20
8
10
10
2300
0
-10
-10
-20
%, yoy
Juta Kwh
2700
2100
6
1900
4
50
Pendaftaran Mobil dan Motor Baru (Sumber : Dispenda)
%, yoy
%, yoy
40 30
0
-30
-20 1700
2
Sumber : PLN, diolah
1500
II 2006
III
IV
-40
-30
-50 I
0
I 2007
II
III
IV
I 2008
Kons Listrik RT
II
III
IV
I 2009
II
III
II
2006
Indeks
220 200
110
90
105
80
100
70
90 180
160 140 120
2006
II
III
IV
I
2007
II
III
IV
I
II
2008
Indeks Penjualan Eceran
120
III
2009
IV
II
III
IV
I
II
III
IV
I*
2007
2008
2009
2010
mobil
35 %, yoy 30 25
60
20
80
40
15
75
30
70
20
65
10
60
0
10 5 0
I*
I
II
III
2010
IV
I
II
2008
Indeks Keyakinan Konsumen (rhs)
III
IV
2009
Pegadaian (yoy)
2010*
Leasing (yoy) - rhs
* data perkiraan
Grafik 12 Perkembangan Kredit Non Bank 30
Impor Barang Modal
%
I
Perkembangan Pembiayaan Non Bank Jakarta
%, yoy
Grafik 11 Survei Penjualan Eceran 140
IV
50
85
I
III
Grafik 10 Pendaftaran Mobil Baru di Jakarta
95
IV
II
motor
Hasil Survei
Indeks
III
I
g.Konsumsi Listrik RT (yoy)
240
II
IV
IV
Grafik 9 Konsumsi Listrik Rumah Tangga di Jakarta
I
III
%
Sumber : SKDU-BI
Indeks SBT
30.0
20
100 10
80
35.0
25.0 20.0 15.0
60
0
40 -10
20
10.0 5.0 0.0
0
-20
-20
yoy
-40
qtq (rhs)
-10.0
-30
-60
-40
I
II
III
2007
IV
I
II
III
2008
-5.0
IV
I
II
III
2009
Grafik 13 Impor Barang Modal
IV
I* 2010
-15.0 Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
2007 Ekspektasi Situasi Bisnis
Q2
Q3
2008
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
2009
Q1-p 2010
Ekspektasi Kegiatan Dunia Usaha
Grafik 14 Survei Kegiatan Dunia Usaha
9
Triwulan I-2010 Di sisi penawaran, perkembangan kinerja sektor tersier yang merupakan sektor yang memiliki peran dominan dalam perekonomian wilayah Jakarta dan kinerja sektor sekunder
cukup baik. Sektor keuangan dengan pangsa mencapai 30,6%
dalam struktur perekonomian diperkirakan tumbuh lebih tinggi yang dipengaruhi oleh aktivitas transaksi pasar saham yang berada dalam tren meningkat. Selain itu, sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR) yang memiliki pangsa 20,2% dalam perekonomian Jakarta juga terindikasi membaik. Tingkat penjualan eceran dan penggunaan listrik untuk kelompok bisnis yang berada dalam kecenderungan yang meningkat, serta lama tamu menginap di hotel yang relatif semakin panjang menjadi salah satu sinyal adanya perbaikan sektor PHR. Demikian halnya dengan sektor bangunan yang diperkirakan mengalami peningkatan sebagaimana tercermin dari konsumsi semen yang meningkat seiring dengan aktivitas pembangunan properti yang mulai meningkat serta realisasi pembangunan infrastruktur pemerintah daerah. Sektor industri pengolahan yang menyumbang 16,2% dalam struktur perekonomian Jakarta juga diperkirakan mengalami sedikit peningkatan dengan adanya kenaikan harga jual yang mendorong optimisme pelaku usaha. Produksi industri diperkirakan tumbuh lebih tinggi, tercermin dari tren kapasitas utilisasi industri dan indeks produksi industri yang masih meningkat. Tabel 4 Perkembangan PDRB Sisi Penawaran di Jakarta (%, yoy) 2008
DKI
I
II
Pertanian
1.4
Pertambangan
1.5
Industri Listrik
2009 III
IV
-0.3
0.7
1.4
0.1
-0.3
0.0
4.1
3.8
3.9
6.8
7.0
5.6
Bangunan
7.5
7.6
Perdagangan
7.3
Pengangkutan
2008*
2010 - p
III*
2009*
I
II
IV*
Proyeksi Tw I
0.8
0.8
-0.8
0.7
0.7
0.3
0.5
0.3
-2.5
-9.9
-2.4
-2.6
-4.3
-0.8
3.6
3.9
1.6
0.1
-0.3
-0.8
0.1
2.4
5.9
6.3
6.1
4.7
4.9
2.7
4.6
4.1
7.8
7.8
7.7
6.3
6.5
6.1
5.9
6.2
7.4
6.9
6.5
6.0
6.7
3.3
3.4
4.4
4.8
4.0
6.8
14.8
14.7
14.9
14.9
14.8
15.7
15.3
15.4
16.2
15.6
16.0
Keuangan
4.0
4.1
4.1
4.6
4.2
4.5
4.2
3.8
3.4
4.0
4.1
Jasa-jasa
6.3
6.1
6.0
5.9
6.0
5.8
6.2
6.5
7.4
6.5
7.0
PDRB
6.3
6.2
6.2
6.2
6.2
5.2
4.9
5.0
5.0
5.0
6.3
* angka sementara BPS DKI Jakarta
meningkat melambat
p proyeksi BI
melambat meningkat
250
60
%, yoy
50
200
Perkembangan Arus Barang
%, yoy
40 150
30 20
100
10
50
0 0
-10
-50
-20
-30
-100 I
II
III 2007
IV
I
II
III
IV
I
2008
Frekuensi Saham Diperdagangkan
II
III
IV
2009
Nilai Saham Diperdagangkan
Grafik 15 Perdagangan Saham
I* 2010
I
II
III
2006
IV
I
II
III
2007 Kereta Api Jawa
IV
I
II
III
IV
I
2008
II
III
2009
IV
I*
2010
Angkutan Laut Tanjung Priok
Grafik 16 Perkembangan Arus Barang 10
Triwulan I-2010 135
* data sementara
Kapasitas Produksi (%)
84
Indeks Produksi Industri
%
8
%
130
82 80
125
78
120
76
115
74
6
4 2 0
110
72
105 70 I
Sumb
II
III
IV
I
II
2007
III
IV
I
2008 Total Sektor
II
III
IV
2009
-2 I
I*
II
III
IV
I
II
2007
2010
III
IV
2008
II
III
2009
IPI
Total Industri Pengolahan
Grafik 17 Kapasitas Utilisasi Industri
I
IV
I-p 2010
%, yoy - rhs
Grafik 18 Indeks Produksi Industri
Penyaluran kredit perbankan di wilayah Jakarta hingga triwulan I-2010 (posisi Februari 2010) masih tumbuh terbatas. Peran bank sebagai sumber pembiayaan cukup besar dalam perekonomian, yaitu sekitar 30%, tumbuh sebesar 7,7% (yoy) menjadi sekitar Rp 516,28 triliun. Sebagian besar kredit perbankan di wilayah Jakarta diserap oleh sektor industri pengolahan dan sektor jasa dunia usaha, serta sektor perdagangan dengan pangsa masing-masing sebesar 19,56%, 3,37% dan 11,33%. Namun, perkembangan kredit yang disalurkan ke tiga sektor utama tersebut masih menunjukkan perlambatan, sehingga mendorong kredit Jakarta secara keseluruhan masih tumbuh terbatas. Kualitas kredit yang tersalur masih cukup terjaga dengan rasio NPL yang stabil yaitu sebesar 4,2%. Di sisi lain, dana pihak ketiga yang dihimpun oleh pihak perbankan hingga periode triwulan laporan tercatat juga tercatat mengalami pertumbuhan yang melambat. Pada triwulan laporan, DPK tercatat tumbuh 9,7% dibandingkan periode akhir triwulan sebelumnya yang sebesar 14,6%. Sehingga dengan perkembangan tersebut, intermediasi perbankan sedikit meningkat menjadi 72,0% dari periode sebelumnya 71,3%. Tabel 5 Perkembangan Perbankan di Jakarta 2009
2008
Uraian
1
2
717,000.7
3
765,022.5
4
785,919.1
1
868,802.7
2
880,839.2
2010 3
899,351.3
4
921,394.6
1*
DPK
Rp Miliar
995,416.6
967,782.6
Pertumbuhan
(%, y-o-y)
15.7
15.8
15.2
15.6
21.7
17.6
17.2
14.6
9.7
Kredit Lokasi Bank
Rp Miliar
524,871.4
577,897.6
633,266.8
674,870.4
665,407.9
666,946.3
672,416.1
709,804.5
696,369.8
Pertumbuhan
(%, y-o-y)
32.5
34.8
40.5
33.0
26.8
15.4
6.2
5.2
3.8
Kredit Lokasi Proyek
Rp Miliar
374,904.6
408,253.9
450,225.6
483,947.8
476,032.0
476,533.0
492,633.7
520,547.4
516,282.0
Pertumbuhan
(%, y-o-y)
30.4
31.7
38.5
33.8
27.0
16.7
9.4
7.6
7.7
Kredit UMKM
Rp Miliar
114,323.4
123,843.4
135,739.1
137,231.6
133,817.4
143,407.7
147,767.6
155,458.8
175,773.7
Pertumbuhan
(%, y-o-y)
18.0
24.5
30.3
19.0
17.1
15.8
9.2
13.6
31.9
LDR Lokasi Bank
(%)
73.2
75.5
80.6
77.7
75.5
74.2
73.0
71.3
72.0
LDR Lokasi Proyek
(%)
52.3
53.4
57.3
55.7
54.0
53.0
53.5
52.3
53.3
NPL
(%)
3.9
3.8
3.6
3.8
4.5
4.5
4.2
3.8
4.2
*) s.d. Februari 2010
11
Triwulan I-2010 DPK_Jakarta
30.0 25.0
1,050
Posisi (miliar Rp)_RHS
950
700
Pertumb (% yoy)
850
600
750
500
650
400
550
300
450
200
350
100
250
0
20.0
15.0 10.0 5.0
-
150
Perkembangan Kredit Wilayah
800
50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 -5
1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 2007
2007
2008
2009
2010
2008 Rp Triliun
2009
2010
Growth (%, yoy)-rhs
Grafik 19
Grafik 20
Perkembangan DPK di Jakarta
Perkembangan Kredit di Jakarta
Realisasi pengeluaran Pemerintah Daerah hingga triwulan I-2010 masih belum mencapai target yang ditetapkan. Hingga Maret 2010 penyerapan belanja dalam APBD DKI Jakarta 2010 baru mencapai 9,5% dari target 12%. Kinerja penyerapan belanja APBD DKI Jakarta baru mencapai Rp 2,31 triliun (9,5%) dari total jumlah APBD DKI-2010 sebesar Rp 24,28 triliun. Penyerapan terendah terjadi pada komponen belanja tidak langsung yang baru terserap sebesar Rp 1,27 triliun (6,41 persen) dari total anggaran belanja tidak langsung sebesar Rp 8,06 triliun. Sementara untuk komponen belanja langsung, penyerapan terjadi cukup tinggi yaitu sebesar Rp 1,04 triliun (15,86 persen) dari total yang dianggarkan Rp 16,22 triliun. Rendahnya penyerapan belanja tidak langsung diakibatkan banyaknya kegiatan yang belum melalui proses lelang, terutama untuk kegiatan yang didanai dari belanja modal. Langkah percepatan yang dilakukan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta adalah mendorong satuan kerja perangkat daerah (SKPD) segera melaksanakan kegiatan lelang dan proyek fisik sebelum memasuki kuartal II dan III tahun 2010, dan program pembangunan yang menjadi prioritas dipercepat penyelesaiannya seperti pengadaan armada busway, lelang jaringan kabel bawah laut Kabupaten Kepulauan Seribu, serta pengelolaan banjir. Sementara itu, laju inflasi di wilayah Jakarta pada akhir triwulan I-2010 tercatat masih
rendah meskipun perkembangan tekanan harga secara bulanan mulai
mengindikasikan adanya intensitas yang meningkat. Inflasi pada akhir triwulan laporan tercatat sebesar 3,4% (yoy), sedikit lebih tinggi dari periode triwulan IV-2009 yang sebesar 2,3% (yoy). Masih cukup rendahnya inflasi ditunjang oleh memadainya respons produksi dalam memenuhi permintaan, distribusi barang yang cukup lancar, serta minimalnya kebijakan pemerintah di bidang harga. Potensi tekanan inflasi lebih lanjut yang terjadi pada pertengahan triwulan akibat kenaikan harga beras masa 12
Triwulan I-2010 panen raya yang bergeser di berbagai sentra produksi dapat diredam melalui kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah antara lain operasi pasar beras dan pasar murah, serta percepatan penyaluran raskin. 6
%, m-t-m
5
Inflasi Jakarta dampak 2nd round kenaikan harga BBM
harga BBM bersubsidi rata2 meningkat 28,7%
kenaikan harga internasional
16
%, y-o-y
Des : 1st round effect Jan&Feb:1st+2nd round effect penurunan BBM
12
4 MTM 8
4
0.45
0.72
8
0.14
7
0.51
0.91
0.45
6
0.36
0.17
0.13
0.33
0.11
0.34
panen
5
3,43
0.12
1.02
0.24
0.42
0.79
0.29
0.82
lebaran
1.26
1.51
1.86
0.86
0.82
0.36
0.66 0.07
0.19
0.25
1.01 0.21
0.72
1
0.98
lebaran
2
1.94
Series1
3
0
-0.15
-0.22
-0.24
panen
-0.24
panen
-0.05
0
-1
-4 1
2
3
4
5
6
7
2007
8
9 10 11 12 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 1
2
3
4
2008
2009
9 10 11 12 1
2
3
2010
Grafik 21 Perkembangan Inflasi di Jakarta
D. Wilayah Jabalnustra Pada triwulan pertama tahun 2010, pertumbuhan ekonomi wilayah Jabalnustra diperkirakan relatif sedikit mengalami perlambatan dibanding periode triwulan sebelumnya. Melambatnya pertumbuhan ekonomi di wilayah ini dipengaruhi oleh konsumsi rumah tangga yang diperkirakan tumbuh lebih rendah dibandingkan dengan periode triwulan sebelumnya. Hal ini diindikasikan juga oleh indeks keyakinan konsumen (hasil Survei Konsumen) dan indeks penjualan eceran (hasil Survei Penjualan Eceran) yang menurun. Namun, investasi diperkirakan tumbuh membaik sebagaimana terindikasi dari naiknya konsumsi semen dan impor barang modal, serta kredit investasi yang masih tumbuh meningkat. Demikian halnya dengan ekspor yang cenderung membaik. Negara-negara di ASEAN masih menjadi tujuan utama ekspor Jabalnusra dan menunjukkan tren perbaikan pasca krisis global. Ekspor ke Amerika juga mulai membaik meskipun belum kembali ke posisi sebelum krisis.
13
Triwulan I-2010 Tabel 6 Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Jabalnustra 1 6.4
2 5.2
2008* 3 6.3
4 5.0
Total 5.7
1 4.3
2 4.4
2009* 3 4.9
4 5.5
Total 4.8
2010p 1 5.1
Jawa Bag. Barat 1 Banten 2 Jawa Barat Jawa Bag. Tengah 1 Jawa Tengah 2 DI Yogyakarta
7.4 6.0 7.7 13.5 5.5 10.4
4.5 5.9 4.2 5.0 6.0 (1.4)
6.5 5.9 6.6 7.4 6.4 6.6
4.9 5.3 4.8 4.7 3.9 4.8
5.8 5.8 5.8 6.2 5.4 5.1
3.6 4.7 3.4 4.3 4.2 2.0
3.6 4.6 3.4 7.2 4.5 3.7
4.5 4.6 4.5 5.7 5.5 3.1
5.9 4.8 6.1 6.3 4.6 8.8
4.4 4.7 4.3 5.4 4.7 4.4
5.6 4.8 5.8 4.5 4.9 0.7
Jawa Bag. Timur Bali-Nusa Tenggara 1 Bali 2 Nusa Tenggara Barat 3 Nusa Tenggara Timur
6.0 3.7 0.3 6.5 5.7
6.3 3.9 5.1 0.6 5.5
6.2 5.0 8.3 (0.3) 5.5
5.4 6.2 10.3 4.3 2.8
5.9 4.7 6.0 2.8 4.8
5.0 6.6 7.8 4.4 7.2
5.0 5.8 5.9 8.2 3.3
5.0 4.8 4.4 7.8 2.6
5.2 6.9 3.5 14.9 4.1
5.0 6.1 5.4 8.8 4.3
5.2 4.2 3.5 5.5 4.0
Jabalnustra
Sumber: BPS (diolah) * Angka sementara P Angka perkiraan Bank Indonesia 20%
Indeks Penjualan Eceran (y-o-y)
Perkembangan Kredit Konsumsi
15%
200
Kredit Konsumsi
0,4
180
gKredit Konsumsi
0,35
160
Rp triliun
10% 5%
0,3
140 120
0,25
100
0,2
80
0,15
60
0% 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1
2008
2009
0,05
20 0
2010
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
-5%
0,1
40
2007
-10%
Grafik 22 Survei Penjualan Eceran di Jabalnustra 50%
2008
2009
Grafik 23 Kredit Konsumsi di Jabalnustra Perkembangan Kredit Investasi
Indeks Keyakinan Konsumen (y-o-y)
40%
80
0,4
Kredit Investasi 70
30%
0,35
gKredit Investasi
60
Rp triliun
20% 10%
0%
0,25
40
0,2
30
0,15
20
0,1
10
0,05
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2
2008
-20%
2009
2010
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
-10%
0,3
50
2007
2008
2009
-30%
Grafik 24 Indeks Keyakinan Konsumen di Jabalnustra
Grafik 25 Perkembangan Kredit Investasi Jabalnustra
Perkembangan Impor Barang Modal 1.400.000.000
Impor B Modal
Konsumsi Semen 1,20
gImpor B Modal
2,500,000
Penjualan Semen
0.40
gPenjualan Semen
1,00
1.200.000.000
0.30
2,000,000
0,80
1.000.000.000
0.20
0,60
1,500,000
0,40 600.000.000 0,20 400.000.000
-
200.000.000
Ton
800.000.000
0.10 1,000,000 -
500,000
(0.10)
(0,20)
2007
2008
2009
Grafik 26 Impor Barang Modal di Jabalnustra
2010
-
(0.20) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2
(0,40) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1
-
2007
2008
2009
2010
Grafik 27 Konsumsi Semen di Jabalnustra
14
Triwulan I-2010 Dari sisi sektoral, melambatnya pertumbuhan terjadi di hampir seluruh sektor ekonomi kecuali sektor industri pengolahan yang diperkirakan mengalami peningkatan seiring dengan membaiknya kinerja ekspor. Sektor pertanian yang cukup dominan dalam perekonomian di wilayah ini mengalami perlambatan yang cukup dalam terutama dipengaruhi oleh adanya pergeseran masa panen. Menurunnya kinerja sektor pertanian ini secara tidak langsung juga mempengaruhi kegiatan di sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR) meskipun aktivitas kegiatan ekspor yang membaik relatif dapat menopang perlambatan sektor PHR lebih lanjut. Sementara itu, perlambatan di sektor pertambangan terutama terjadi di zona Bali-Nusa Tenggara akibat turunnya produksi tembaga di Provinsi NTB yang lebih dipengaruhi oleh faktor musiman rendahnya kegiatan tambang pada awal tahun. Tabel 7 Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Wilayah Jabalnustra 2007
Sektor
I
II
2008 III
IV
I
2009
2010
II
III
IV
I
II
III
IV
I
8.05
8.45
5.24
0.91
0.44
0.15
1.40
5.12
Meningkat Industri Pengolahan
5.59
4.40
4.08
6.03
6.40 Melambat
Pertanian
-1.66
3.52
3.16
8.39
11.01
-1.34
2.56
0.92
6.22
5.61
6.10
4.35
0.43
Pertambangan
3.75
1.79
2.65
-1.45
-1.98
-2.94
0.75
7.52
7.40
10.39
9.62
15.89
10.38
Listrik Gas & Air Bersih
5.64
7.29
9.52
5.35
3.71
3.57
2.61
3.07
2.66
6.81
10.92
12.91
9.46
Bangunan
6.64
6.19
6.14
5.05
4.23
4.58
8.24
9.44
5.19
6.63
5.06
7.16
5.65
Perdagangan Hotel Restoran
10.93
9.93
10.77
6.44
4.67
6.10
5.62
5.14
5.61
6.01
8.11
8.26
6.93
Pengangkutan & Komunikasi
10.29
9.35
7.37
5.60
5.68
5.83
7.81
6.01
8.07
8.74
9.79
10.18
8.18
Keuangan, Persewaan & Jasa
9.29
8.80
8.47
8.49
6.69
8.51
8.94
7.69
6.12
6.10
6.20
7.82
5.97
Jasa-jasa
5.18
4.83
4.06
5.26
5.32
4.91
6.28
5.83
5.93
6.30
5.33
6.61
5.77
Jabalnusra
5.79
6.10
5.98
6.24
6.37
5.19
6.32
4.99
4.32
4.38
4.85
5.54
5.15
350
300
80 %, yoy
70
%, yoy
%
30
250 200
60
150
50
100
40
50
20 10
30
0 -50
20
-100
10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3
-150
2007
2008
g.Luas Panen Padi
2009
40
0 -10
0
-20 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2
2010
g.Luas Panen Jagung
Grafik 28 Perkembangan Luas Panen Tabama di Jawa Timur
2008 OCC Rate
2009 g.Kunjungan Wisman (yoy)-rhs
2010
Grafik 29 Tingkat Hunian Hotel Kunjungan Wisman di Bali
Kinerja perbankan di Jabalnusra pada triwulan I-2010 diperkirakan tumbuh cukup baik. Fungsi intermediasi perbankan relatif stabil dan berpotensi meningkat yang didorong oleh optimisme peningkatan penyaluran kredit perbankan di tahun 2010 serta tren penurunan suku bunga kredit yang telah berlangsung. Pertumbuhan kredit 15
Triwulan I-2010 yang lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan DPK mampu mendorong perbaikan LDR perbankan dari 73,1% pada akhir tahun 2009 menjadi 74,6% (Februari 2010). Kredit perbankan di wilayah Jabalnusra berdasarkan data bulan Februari 2010 tercatat sebesar Rp 402,7 triliun, atau tumbuh 15,0% (yoy). Kondisi ini diperkirakan terus berlanjut, sehingga sampai dengan akhir triwulan I-2010 penyaluran kredit di Jabalnusra diperkirakan dapat tetap mencatat pertumbuhan sekitar 15,0% (yoy). Sementara itu, pertumbuhan DPK sebesar 10,3% (yoy) tercatat lebih rendah bila dibandingkan periode akhir 2010 (13,7%, yoy). Lebih lambatnya pertumbuhan DPK terutama bersumber dari penurunan simpanan berjangka ditengah tren penurunan suku bunga. Di sisi lain, risiko kredit perbankan di wilayah Jabalnustra pada triwulan I-2010 relatif terjaga. Risiko kredit yang terjaga tercermin dari cukup rendahnya rasio Non Performing Loans (NPL) terhadap jumlah kredit yang disalurkan. DPK_Jabalnustra
25.0 20.0
600
Posisi (miliar Rp)_RHS
550 500
15.0
450
10.0
400 350
5.0
300
-
250
Perkembangan Kredit Wilayah
450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
30 25 20 15 10 5 0
1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 2007
2008
2009
35
2007
2008 Rp Triliun
2010
2009
2010
Growth (%, yoy)-rhs
Grafik 31 Perkembangan Kredit di Jabalnustra
Grafik 30 Perkembangan DPK di Jabalnustra
Pada triwulan I-2010, tingkat penyerapan anggaran pemerintah masih relatif terbatas namun masih lebih baik dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Indikasi membaiknya pola pengeluaran pemerintah daerah di Jabalnustra terlihat dari simpanan giro milik pemerintah daerah se-Jabalnustra di BPD yang tercatat lebih rendah dibanding periode yang sama tahun 2009. Selain itu, terdapat percepatan realisasi anggaran yang dilakukan di berbagai daerah di wilayah ini seperti di Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Jawa Barat dengan besaran nilai yang cukup besar terutama ditujukan untuk kebutuhan proyek infrastruktur. Di sisi lain, penerimaan Pemda baik dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) maupun Dana Perimbangan masih sesuai dengan target penerimaan. Inflasi IHK gabungan wilayah Jabalnusra pada triwulan I-2010 cenderung meningkat
dibandingkan
akhir
tahun
2009,
namun
jauh
lebih
rendah
dibandingkan triwulan yang sama tahun 2009. Pada akhir triwulan laporan, inflasi 16
Triwulan I-2010 Jabalnusra tercatat 3,2% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan IV-2009 yang sebesar 2,8% (yoy). Barang-barang yang tergolong volatile foods masih memberikan sumbangan utama inflasi Jabalnusra terutama pada pertengahan triwulan I-2010. Belum masuknya periode panen raya (terutama beras) serta faktor cuaca/ musim hujan yang berdampak pada kualitas dan kuantitas produksi sayur-sayuran, buahbuahan dan bumbu-bumbuan menjadi sumber tekanan harga. Berdasarkan faktor fundamental yang tercermin pada tingkat inflasi inti, selama periode triwulan laporan tidak terdapat tekanan yang berarti. Meskipun beberapa komoditas yang termasuk dalam perhitungan inflasi inti (gula pasir) sempat mengalami peningkatan yang signifikan pada beberapa bulan terakhir, namun menjelang akhir triwulan I2010 harganya mulai menunjukkan penurunan. Di sisi lain, tingkat ekspektasi masyarakat terhadap laju inflasi di Jabalnusra terutama untuk 3 bulan ke depan menunjukkan penurunan. Tingkat output gap yang menunjukkan penggunaan kapasitas produksi pada triwulan ini diperkirakan belum menunjukkan peningkatan yang berarti sehingga tidak terdapat dorongan inflasi. Demikian pula dengan nilai tukar rupiah yang relatif stabil sehingga tidak memberikan tekanan pada core inflation dari sisi imported inflation. 2.50
14.00 mtm yoy
2.00
12.00
10.00 1.50 8.00 1.00 6.00 0.50 4.00
2010
Grafik 32 Perkembangan Inflasi di Jabalnustra
Mar
Jan
Feb
Dec
Oct
Nov
Jul
Sep
Jun
2009
Aug
Apr
Mar
May
Jan
Feb
Oct
Dec
Nov
Jul
Sep
Jun
2008
Aug
Apr
May
Feb
Jan -0.50
Mar
0.00
2.00
0.00
nasional
Kupang Maumere Tegal Tasikmalaya Serang Mataram Probolinggo Denpasar Cirebon Semarang Cilegon Yogyakarta Kediri Madiun Bekasi Bima Purwokerto Malang Sumenep Depok Surabaya Tangerang Bandung Jember Surakarta Bogor Sukabumi
%, yoy
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Grafik 33 Komparasi Inflasi Kota di Jabalnustra (Maret 2010)
E. Wilayah Kali-Sulampua Perekonomian wilayah Kali-Sulampua pada triwulan I-2010 diperkirakan mengalami sedikit peningkatan. Wilayah ini diperkirakan dapat tumbuh sebesar 5,3% (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan pada triwulan IV-2009 (5,2%; yoy). Peningkatan tipis ini didorong oleh pertumbuhan ekonomi zona Sulampua yang diperkirakan tumbuh meningkat dari 4,9% pada triwulan IV-2009 menjadi 5,8% pada triwulan laporan. Sementara zona Kalimantan (dengan kontribusinya sebesar 53% dalam perekonomian wilayah Kali-Sulampua) tumbuh sebesar 4,9% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 5,4% (yoy). 17
Triwulan I-2010 Tabel 8 Perkembangan PDRB Wilayah Kali-Sulampua
Kali-Sulampua Kalimantan 1 Kalimantan Selatan 2 Kalimantan Barat 3 Kalimantan Tengah 4 Kalimantan Timur Sulampua 1 Sulawesi Selatan 2 Sulawesi Barat 3 Sulawesi Utara 4 Gorontalo 5 Sulawesi Tenggara 6 Sulawesi Tengah 7 Irian Jaya Barat 8 Papua 9 Maluku 10 Maluku Utara Sumber : BPS (diolah)
1
2
2008 3
4
Total
1
2
3.8
5.1
7.6
5.9
5.6
5.0
5.4
6.1 6.0 4.6 5.9 6.6 0.5 11.3 10.3 7.0 7.1 7.6 8.6 7.9 (31.5) 5.0 5.4
6.4 6.2 4.5 7.1 6.8 3.3 8.1 8.2 7.2 7.3 6.5 4.9 6.8 (13.9) 3.1 7.2
5.9 9.7 6.6 6.2 4.6 10.2 8.1 9.8 7.9 9.0 8.5 8.6 7.5 23.5 4.8 7.6
2.8 3.0 5.9 5.5 1.4 10.4 3.9 5.5 8.1 7.5 6.5 9.0 7.2 38.8 4.0 3.8
5.3 6.2 5.4 6.2 4.8 6.1 7.8 8.4 7.6 7.8 7.3 7.8 7.3 (0.9) 4.2 6.0
0.8 3.2 3.0 5.6 (1.2) 11.3 4.1 8.6 7.5 7.6 7.4 14.4 7.2 36.4 4.7 4.7
1.7 4.0 5.2 5.1 (0.4) 10.8 5.3 10.9 8.3 7.0 7.5 5.3 7.7 36.6 4.9 5.0
2009 3
4
Total
2010 1*)
5.5
5.2
5.0
5.3
3.6 7.5 5.4 5.3 1.6 8.3 6.4 10.3 7.6 6.8 6.5 3.2 6.3 19.9 5.2 5.3
5.4 6.9 5.5 5.1 2.3 4.9 7.2 8.6 8.0 7.2 8.7 3.5 4.1 (2.7) 5.2 8.2
2.5 5.5 4.8 5.3 0.6 8.7 5.8 9.6 7.9 7.1 7.5 6.2 6.3 20.8 5.0 5.8
4.9 5.4 5.5 5.1 4.0 5.8 7.0 4.0 6.7 7.2 7.0 4.9 NA NA 4.5 8.4
* Angka sementara P
Angka perkiraan Bank Indonesia
Di sisi permintaan, pendorong pertumbuhan terutama bersumber dari masih kuatnya konsumsi rumah tangga dan meningkatnya kinerja ekspor. Kinerja konsumsi rumah tangga di Kali-Sulampua diperkirakan tumbuh sebesar 5,9% (yoy). Masih kuatnya konsumsi pada triwulan ini diperkirakan dipengaruhi oleh meningkatnya daya beli masyarakat seiring dengan panen beberapa komoditas perkebunan di wilayah ini, peningkatan UMP, selain juga indikasi yang terlihat dari meningkatnya jumlah kendaraan bermotor. Sementara itu, kegiatan konsumsi sektor pemerintah diperkirakan masih relatif stabil. Di sisi lain, pertumbuhan investasi KaliSulampua pada triwulan laporan diperkirakan mengalami kontraksi. Hal ini antara lain dipengaruhi oleh adanya beberapa kendala yang terjadi di zona Kalimantan seperti adanya ketidakpastian penetapan Rencana Tata Ruang dan Wilayah yang tumpang tindih untuk keperluan pertambangan, pertanian dan perkebunan, serta keterbatasan pasokan listrik. Selain itu, proyek-proyek pemerintah masih dalam proses pelelangan. Pertumbuhan investasi yang positif terjadi di zona Sulampua, terutama
didorong
oleh
realisasi
beberapa
proyek
infrastruktur
seperti
pengembangan pelabuhan (Sulsel, Sulbar dan Sultra), pengembangan bandara (Sulbar dan Sultra), pembangunan pembangkit listrik (Sulbar dan Sulteng) dan berlanjutnya pembangunan Trans-Sulawesi. Kinerja ekspor di wilayah KaliSulampua pada triwulan I-2010 diperkirakan tumbuh meningkat sebesar 13,5% (yoy) dibanding periode triwulan sebelumnya yang sebesar 10,2% (yoy). Meningkatnya pertumbuhan ekspor Kali-Sulampua didorong oleh kinerja ekspor komoditas pertambangan seperti batubara dan nikel. Selain komoditas pertambangan, ekspor 18
Triwulan I-2010 komoditas pertanian seperti minyak sawit (CPO), kakao, karet dan padi juga memberi pengaruh yang positif pada kinerja ekspor Kali-Sulampua. Sementara itu, impor di wilayah Kali-Sulampua, khususnya untuk intermediate goods, tumbuh relatif tinggi. Faktor lain yang mendorong pertumbuhan impor tersebut berasal meningkatnya konsumsi barang-barang kebutuhan pokok (perdagangan antar pulau) seiring dengan banyaknya hari libur dan berbagai event berskala besar di beberapa daerah. Konsumsi Semen Kalisulampua
2,500
* s.d. Februari 2010
2,000
40
160,000
TOTAL
yoy
35
140,000
mobil
motor
30
120,000
25 1,500
20
1,000
500
80,000
10
60,000 40,000
0 -5
0
100,000
15 5
20,000
-10
1
2
3
4
1
2008 Volume(ribu ton)
2
3
4
-
1*
1
80%
0.3
60%
0.3
40%
0.2
20%
0.2
0%
0.1
-20%
0.1 0.0 2
3 2008
4
1
2
3
1
2
3
4
2009
4
2009
1* 2010
Grafik 36 Kegiatan Kegiatan Bongkar Dalam Negeri di Plbh. Soekarno-Hatta Makassar
60%
Sumber : Pelindo IV * : Sementara
Y.O.Y 1.0
40%
0.8
20%
0.6
0%
0.4
-20%
-40%
0.2
-40%
-60%
0.0
1* 2010
BONGKAR AP
1.2
Ribu Ton
Ribu Ton
1
4
Grafik 35 Jumlah Kendaraan Terdaftar
Sumber : Pelindo IV * : Sementara
y.o.y
3 2008
100%
BONGKAR LN
0.4
2
2009 2010 Pertumbuhan (yoy)-rhs
Grafik 34 Realisasi Penjualan Semen 0.4
35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0% -5% -10% -15%
-60%
1
2
3 2008
4
1
2
3 2009
4
1* 2010
Grafik 37 Kegiatan Kegiatan Bongkar Luar Negeri di Plbh. Soekarno-Hatta Makassar
Dari sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi wilayah Kali-Sulampua terutama disumbang oleh membaiknya kinerja sektor pertambangan ditengah perlambatan yang terjadi di sektor pertanian. Sektor pertambangan diperkirakan tumbuh meningkat, terutama dipengaruhi oleh kinerja produksi tambang komoditas batubara yang meningkat seiring dengan membaiknya permintaan. Peningkatan produksi tambang di berbagai daerah di wilayah ini mulai terjadi sejak triwulan II-2009, dan hingga awal 2010 indikasi pertumbuhan di sektor pertambangan terlihat dari laju pertumbuhan ekspor batubara di bulan Januari 2010 yang melonjak hingga mencapai 119,8% (yoy). Sementara itu, sektor pertanian diperkirakan tumbuh melambat yang terutama dipengaruhi oleh konsentrasi produksi tanaman bahan makanan yang bergeser ke awal triwulan II-2010.
19
Triwulan I-2010 25,000
15%
Produksi nikel dlm matte
20,000
10%
* Data Sementara
5%
y.o.y
0%
15,000
-5% 10,000
-10% -15%
5,000
Sbr.: Press Release PT. Inco
-20%
-
-25%
1
2
3
4
1
2008
Grafik 38 Produksi Batu Bara Kalimantan
2
3
4
2009
1* 2010
Grafik 39 Produksi Nikel Sulsel
Kinerja perbankan Kali-Sulampua secara umum relatif terjaga. Penyaluran kredit perbankan di wilayah Kali-Sulampua hingga bulan FebruarI-2010 tercatat tumbuh 23,0% (yoy), meningkat jika dibandingkan dengan Desember 2009 (22,2%, yoy). Secara sektoral, peningkatan penyaluran kredit terbesar terjadi pada sektor industri, sektor pengangkutan komunikasi, dan sektor lainnya. Sementara itu, Dana Pihak Ketiga yang dihimpun oleh perbankan di Kali-Sulampua tumbuh moderat, yaitu dari 10,6% (yoy) pada Desember 2009 menjadi 10,3% (yoy) pada FebruarI-2010. Dengan perkembangan kredit dan DPK tersebut, posisi LDR pada FebruarI-2010 relatif lebih besar dibandingkan Desember 2009 yaitu meningkat menjadi 74,0% dari 72,8%. Jika dilihat per provinsi, beberapa provinsi yang perekonomiannya cukup besar, seperti Sulsel, Sulut, Sultra, Sulteng dan Kalteng mengalami peningkatan LDR yang lebih tinggi. Perkembangan tersebut diikuti dengan kualitas kredit perbankan yang relatif terjaga. Pada FebruarI-2010 NPL Bank Umum masih rendah sebesar 2,8%. DPK_Kali-Sulampua
35
190 180 170 160 150 140 130 120 110 100
30
25 20
15 10 5
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 2007
2008
Posisi (miliar Rp)_RHS
2009
2010
Pertumb (% yoy)
Grafik 40 Perkembangan DPK di Kali-Sulampua
Perkembangan Kredit Wilayah
140
45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
120 100 80 60 40 20 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 2007
2008
Rp Triliun
2009
2010
Growth (%, yoy)-rhs
Grafik 41 Perkembangan Kredit di Kali-Sulampua
Di sisi keuangan daerah, belanja pemerintah daerah yang ditujukan untuk pembangunan infrastruktur mulai terindikasi mengalami peningkatan. Pada tahun 2010 anggaran belanja langsung APBD tingkat provinsi di zona Kalimantan, belum termasuk anggaran dari Kabupaten/Kota, ditetapkan sebesar Rp5,8 triliun. Anggaran tersebut dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur sebesar Rp3,1 triliun,
20
Triwulan I-2010 diantaranya pengembangan Bandara Sepinggan Balikpapan senilai Rp537 miliar serta freeway Balikpapan-Samarinda senilai Rp163 miliar. Inflasi wilayah Kali-Sulampua pada triwulan I-2010 relatif masih cukup rendah meskipun terdapat kecenderungan yang meningkat. Laju inflasi tahunan (yoy) di wilayah Kali-Sulampua hingga akhir triwulan I-2010 tercatat sebesar 4,3%, sementara laju inflasi triwulan IV 2009 sebesar 3,8%. Laju inflasi wilayah Kali-Sulampua ini masih lebih tinggi dari laju inflasi nasional yang sebesar 3,43%. Dari beberapa kota yang dihitung inflasinya di wilayah Kali-Sulampua, sebagian besar masih berada di atas inflasi nasional, terutama di Tarakan, Ambon, Balikpapan, dan Watampone. Melonjaknya tingkat harga di Tarakan dan Ambon sebagai daerah yang sangat bergantung pada transportasi laut diakibatkan karena terjadinya cuaca perairan buruk pada Desember 2009 – Februari 2010. Kondisi tersebut juga membuat BMG untuk mengeluarkan larangan melaut selama beberapa minggu di awal tahun, sehingga pasokan bahan makanan (ikan segar dan hasil laut) maupun distribusi barang-barang dari luar daerah terganggu. Beberapa faktor yang menyebabkan meningkatnya tekanan inflasi wilayah KaliSulampua, antara lain karena pengaruh kebijakan kenaikan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) beras pada tanggal 1 Januari 2010, terganggunya pasokan beras dan gula pasir di pasar regional serta rencana kenaikan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk pada tanggal 1 April 2010. Berdasarkan sumbangan kelompok barang/jasa, tiga kelompok yang masih dominan dalam pembentukan inflasi wilayah KaliSulampua, yaitu kelompok makanan jadi, bahan makanan dan perumahan. Selain itu, kenaikan harga gula yang cukup siginifikan terjadi pada pertengahan triwulan laporan turut menyumbang kenaikan inflasi. Selain dipengaruhi oleh pergerakan harga di pasar internasional yang meningkat, kenaikan harga gula ini juga disebabkan oleh produksi gula di beberapa pabrik di zona Sulampua mengalami gangguan produksi karena permasalahan bahan baku. Tekanan harga juga muncul dari meningkatnya ekspektasi harga masyarakat terkait dengan isu kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) rata-rata sebesar 15% pada pertengahan tahun 2010. Kebijakan kenaikan TDL akan berpengaruh pada meningkatnya biaya produksi terutama pada sektor industri termasuk makanan jadi, sehingga berdampak pada kenaikan harga di tingkat konsumen. Sedangkan tekanan inflasi pada kelompok bahan makanan diperkirakan karena faktor kekurangan pasokan, terutama pada komoditas beras. Selain itu kenaikan harga beras juga diperkirakan karena pengaruh kenaikan HPP beras dan rencana kenaikan HET pupuk. Namun, pada akhir triwulan laporan 21
Triwulan I-2010 potensi kenaikan harga bahan pokok lebih lanjut mulai berkurang dengan mulainya panen raya di beberapa sentra produksi beras yaitu Batola, Tanah Laut, Hulu Sungai Tengah, Sidrap, Pinrang, Polman, Nabire, dan Merauke. Sementara tekanan inflasi di kelompok perumahan terutama pada subkelompok biaya tempat tinggal, yaitu karena adanya kenaikan harga bahan baku bangunan, seperti semen. Berdasarkan hasil SPH, harga semen di pasar regional sempat mencapai Rp43.000,- per sak yang sebelumnya seharga Rp41.000,- per sak. 16
14
%, yoy
12 10
8 6 4 2
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 1
2007
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 1
2008
Kali-Sulampua
NASIONAL
Grafik 42 Perkembangan Inflasi Kali-Sulampua
II.
2 2009
3
nasional
Tarakan Ambon Balikpapan Watampone Pontianak Banjarmasin Samarinda Ternate Singkawang Palopo Gorontalo Makassar Manokwari Palangkaraya Jayapura Palu Sorong Mamuju Sampit Manado Parepare Kendari
%, yoy
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Grafik 43 Komparasi Inflasi Kota di Kali-Sulampua
PROSPEK EKONOMI DAN INFLASI REGIONAL
Pertumbuhan ekonomi di berbagai daerah pada triwulan II-2010 diperkirakan mengalami peningkatan. Pertumbuhan tersebut didorong oleh meningkatnya perekonomian di semua wilayah (berkisar antara 4,4% hingga 6,4%). Dari sisi permintaan, konsumsi rumah tangga cenderung meningkat seiring dengan perbaikan daya beli dan kinerja ekspor yang diperkirakan masih akan terus membaik sejalan dengan permintaan eksternal yang meningkat menjadi sumber utama yang mendorong pertumbuhan ekonomi berbagai daerah. Selain itu, realisasi investasi yang didukung oleh berbagai pembangunan proyek infrastruktur pemerintah serta optimisme dunia usaha mengantisipasi kenaikan permintaan melalui perluasan produksi turut menjadi faktor yang diperkirakan mendorong kenaikan laju pertumbuhan ekonomi daerah lebih lanjut. Kegiatan yang mencakup persiapan penyelenggaraan Pilkada di 244 provinsi/kabupaten/kota diperkirakan juga dapat berpengaruh positif pada kinerja pertumbuhan ekonomi daerah. Di sisi penawaran, kinerja sektor pertanian diperkirakan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi seiring dengan konsentrasi produksi sektor pertanian khususnya tanaman bahan makanan yang terjadi pada awal triwulan laporan terutama di wilayah Jabalnustra. Selain itu, permintaan yang masih cukup baik terhadap berbagai komoditas 22
Triwulan I-2010 perkebunan menjadi insentif untuk peningkatan kinerja sektor pertanian secara keseluruhan. Kinerja sektor tambang diperkirakan masih akan mendorong pertumbuhan ekonomi terutama di wilayah Kali-Sulampua seiring dengan siklus produksi tambang yang meningkat disertai permintaan eksternal yang masih akan cukup tinggi. Memasuki triwulan II-2010, potensi tekanan inflasi diperkirakan meningkat di berbagai wilayah. Wilayah yang masih mengalami inflasi yang tertinggi adalah KaliSulampua (4,9-5,3%, yoy). Faktor pendorong meningkatnya tekanan inflasi adalah meningkatnya kegiatan konsumsi baik di sektor swasta (seiring dengan daya beli yang meningkat), maupun sektor pemerintah. Selain itu tekanan inflasi juga disebabkan oleh ekspektasi kenaikan harga yang dipicu oleh rencana kenaikan tarif dasar listrik (TDL) pada bulan Juli 2010. Adanya rencana kenaikan tarif PDAM seperti di beberapa daerah di Jabalnustra diperkirakan juga menjadi faktor risiko yang mendorong naiknya tekanan inflasi. Tabel 9 Proyeksi PDRB dan Inflasi Daerah Q2-2010 (% yoy) PDRB Q4-09 Q1-10 Q2-10* Jakarta
5.0
6.3
Jabalnustra
5.5
5.1
Jawa Bag. Barat
5.9
5.6
5.6
Jawa Bag. Tengah
5.0
4.4
5.5
Jawa Bag. Timur
5.2
5.2
5.37
Bali-Nusa Tenggara
4.4
5.1
4.8
6.2
Inflasi Q4-09 Q1-10 Q2-10*
6.6
2.34
3.43
2.84
3.62
6.2
2.27
3.60
4.50
+ 1%
6.0
3.26
3.25
4.00
4.50
3.41
3.50
4.50
4.39
4.94
5.6
4.00 4.80
5.50 4.94
4.2
4.4
4.4
+ 0,8%
2.44
3.62
4.69
+ 1%
Sumatera Bag. Utara
3.9
4.1
4.2
+ 0,5%
2.72
3.41
4.20
+ 1%
Sumatera Bag. Tengah
3.8
4.3
4.2
+ 0,9%
1.93
2.75
4.63
+ 1%
Sumatera Bag. Selatan
5.1
5.0
5.1
+ 0,9%
2.75
4.93
5.30
+ 1%
Kali-Sulampua
5.1
5.3
5.7
+ 1%
3.80
4.27
4.90
5.30
Kalimantan
5.4
4.9
5.0
+ 1%
3.95
5.36
4.50
5.20
Sulampua
4.9
5.8
6.7
+ 1%
3.67
3.31
4.30
4.9
Sumatera
* proyeksi KBI
Jumlah Daerah yang Akan Melakukan Kampanye Pilkada 2010
30 25
26 Prov/Kab/Kota 20
18
20 15 12
15
1314 12
Sumbagut
Sumbagteng
Sumbagsel
Jabagbar
Jabagteng
Jabagtim
Balnustra
Kalimantan
Sulampua
10 5
1
4
3
1
2
3
1
0 I
II
III
IV
2010
Grafik 44 Daerah yang Akan Melakukan Pilkada pada 2010
23
Triwulan I-2010 III. ISU STRATEGIS A. Dampak ASEAN China Free Trade Agreement (AC-FTA) terhadap Ekonomi Daerah2 Pemberlakuan AC-FTA menjadi peluang bagi daerah yang perdagangan luar negerinya didominasi komoditas berbasis sumber daya alam. Hasil survei dan liaison yang dilakukan oleh Kantor Bank Indonesia di seluruh daerah terhadap berbagai perusahaan mengindikasikan optimisme terhadap semakin terbukanya peluang meningkatnya ekspor di wilayah Sumatera dengan diterapkannya AC-FTA terutama untuk komoditas karet, CPO dan kopi. Optimisme yang sama juga diindikasikan di Kali-Sulampua terutama untuk komoditas batu bara dan kakao. Namun, penerapan perdagangan bebas dengan kawasan ASEAN dan China ini menjadi tantangan yang cukup besar terutama bagi sektor industri tekstil dan produk tekstil (TPT), serta industri makanan di wilayah Jabalnustra dan DKI Jakarta. A.1. Sumatera Komoditas unggulan di Sumatera, seperti karet, CPO, dan kopi, akan memiliki peluang yang lebih baik dengan semakin terbukanya pasar ekspor. Dengan penerapan AC-FTA, ekspor karet diperkirakan tidak terlalu memiliki pengaruh yang berarti karena produk karet dari Sumatera memiliki tujuan ekspor yang beragam. Peluang ekspor sawit (CPO) ke China semakin terbuka dengan adanya perdagangan bebas. Penduduk China yang berjumlah di atas 1 miliar orang menjadi potensi pasar yang besar. Namun, hasil survei menunjukkan hanya 21% perusahaan yang siap merespons lonjakan permintaan ekspor. Sementara untuk komoditi kopi, persentase kopi yang diekspor ke ASEAN dan Cina hanya mencapai 10% dari keseluruhan ekspor kopi. Dengan berlakunya ACFTA menjadi ancaman tersendiri bagi komoditi kopi, baik yang dipengaruhi faktor eksternal maupun internal. Faktor eksternal karena adanya produsen kopi yang kompetitif di dalam ACFTA yaitu Vietnam, yang dapat memberikan harga lebih murah dan kualitas kopi yang lebih baik. Saat ini Vietnam merupakan negara pengekspor kopi terbesar kedua di dunia setelah Brazil, dengan proporsi ekspor dunia sebesar 32% pada kurun waktu September 2007 sampai dengan Agustus 2009. Faktor internal karena kecenderungan pengalihan tanaman kopi ke tanaman kakao, mengingat harga kakao yang lebih tinggi dan perawatannya yang lebih mudah.
2
Berdasarkan hasil asesmen yang dilakukan melalui Liaison maupun quick survey.
24
Triwulan I-2010 A.2. Jabalnustra Industri TPT dan makanan minuman (mamin) di Jabalnustra menghadapi tantangan yang lebih besar. Selain akan menghadapi persaingan dari masuknya berbagai produk TPT ke pasar dalam negeri, industri TPT menghadapi beberapa permasalahan seperti kondisi mesin yang sudah tua, listrik yang
tidak stabil,
infrastruktur jalan darat kurang memadai, pungutan yang menghambat usaha dan proses perizinan yang rumit. Namun, optimisme masih ditunjukan oleh industri TPT berskala besar dalam menghadapi meningkatnya persaingan. Beberapa strategi yang dipersiapkan antara lain (1) efisiensi biaya energi dan bahan baku, (2) meningkatkan kualitas produksi, (3) diversifikasi produk, (4) mencari konsumen baru/ memperluas pasar. Sementara strategi yang secara umum dipersiapkan oleh industri skala UMKM antara lain (1) meningkatkan produktivitas tenaga kerja (2) mencari konsumen baru (3) meningkatkan kualitas produk dan aktivitas pemasaran. Industri makanan minuman skala besar menganggap China bukan ancaman karena perbedaan karakteristik produk yang dihasilkan misalnya (1) cita rasa yang tidak mudah ditiru, (2) konsumen peduli dengan kualitas dan tidak price sensitive, (3) loyalitas konsumen pada merek, (4) membutuhkan skala ekonomi tertentu untuk pemasaran dan distribusi. Dampak negatif AC-FTA diperkirakan lebih dirasakan oleh industri skala kecil karena sulit bersaing dalam hal harga dan kemasan dengan produk China. A.3. Kali-Sulampua Dengan penerapan ACFTA, komoditas batubara dan kakao di Kali-Sulampua, berpotensi memiliki peluang pasar yang lebih besar. Hasil survey menunjukkan lebih dari 50% hasil produksi responden diekspor ke luar negeri, terutama ke China (31,5%), India (14%), Korsel (13,7%). Ekspor ke China terus meningkat dari pangsa volume 28,8% di awal 2009 menjadi 78,4% di Januari 2010. Hal ini didorong oleh besarnya kebutuhan batu bara China, yaitu 500 juta ton/tahun. Negara pesaing utama bagi komoditas batu bara Indonesia adalah Australia. Namun sebagian besar responden menganggap diberlakukannya AC-FTA akan membuka peluang pasar ekspor yang semakin besar. Dari sisi input, bahan baku impor terdiri dari peralatan tambang dan alat transportasi. Namun turunnya tarif bahan baku impor akan lebih dirasakan oleh perusahaan kontraktor yang menangani pengadaan peralatan tersebut. Produsen batu bara merupakan perusahaan yang bersifat padat modal dan padat karya, yaitu memiliki tenaga kerja sebanyak 5.000 - 13.000 orang. 25
Triwulan I-2010 Pemberlakuan AC-FTA tidak mendorong peningkatan jumlah tenaga kerja perusahaan, karena perusahaan tidak belum akan melakukan penyesuaian target ekspor. Selain itu kinerja perusahaan diperkirakan tidak akan mengalami perubahan yang berarti dengan diterapkannya AC-FTA. Permintaan batubara akan tetap tinggi karena kebutuhan energi selalu meningkat sementara pasokan relatif terbatas. Pada aspek permodalan dan pembiayaan, sebagian besar berasal dari investor asing (PMA), diikuti oleh kredit perbankan dalam negeri. Pada komoditas kakao yang banyak dihasilkan di Provinsi Sulteng Sultra Sulsel, dan Sulbar, sebagian besar responden menyatakan bahwa pasar jual-beli biji kakao di tingkat internasional adalah supply-driven market – terutama karena volume penawaran kakao selalu lebih kecil dari permintaan. Pada tahun 2009 Amerika Serikat dan Malaysia menjadi negara tujuan ekspor peringkat teratas dengan volume ekspor berturut-turut 189,9 juta ton dan 185,6 juta ton. Negara tujuan ekspor utama bagi responden adalah Malaysia (44,7%) dan Amerika Serikat (42,0%), diikuti oleh Brazil (11,3%). Ekspor ke China baru mencapai 0,23%, dikarenakan pasar China yang sangat spesifik. Industri pengolahan coklat di Cina hanya mampu menyerap kakao berkualitas rendah. Belum dapat terpenuhinya surplus permintaan kakao di dunia internasional terkendala oleh beberapa hambatan bagi eksportir dalam rangka meningkatkan penjualan kakao. Adanya pajak berupa bea keluar yang diberlakukan pemerintah terhadap penjualan ekspor biji kakao dan peraturan yang mewajibkan penggunaan L/C untuk transaksi jual-beli biji kakao ke luar negeri merupakan peraturan yang menyulitkan ekspotir kakao. Kemudian, kebanyakan eksportir kakao memperoleh modal dari PMA, sehingga tidak banyak menggunakan pembiayaan perbankan dalam negeri.
B. Upaya Pengendalian Inflasi Daerah B.1. Sumatera Pengendalian inflasi di Sumatera dilakukan secara berkesinambungan melalui rencana kegiatan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID). Rencana kegiatan TPID yang telah terbentuk di berbagai daerah di Sumatera secara umum meliputi (1) anggota Tim Kerja (Dinas dan instansi) akan melakukan pengawasan rutin pada alur perdagangan terhadap komoditas-komoditas yang rawan memicu inflasi seperti beras serta akan membuat kebijakan yang menyentuh pada ketahanan aspek produksi dengan melibatkan perbankan sebagai lembaga penyedia pinjaman, 26
Triwulan I-2010 (2) untuk menjaga stok pangan, Dinas Pertanian melakukan program bantuan langsung benih unggul dan bantuan langsung pupuk, (3) untuk mengantisipasi lonjakan permintaan dalam memasuki hari-hari besar keagamaan khususnya Idul Fitri, akan dibentuk tim penyangga operasi untuk komoditas utama (misalnya daging sapi) dan memantau ketersediaan jasa angkutan, agar tidak menimbulkan kenaikan harga yang terlalu tinggi, (4) kegiatan TPID difokuskan pada formalisasi TPID supaya koordinasi antar instansi dan dinas terkait dapat lebih efektif dan terarah yang disertai dengan pertemuan rutin untuk membahas perkembangan, potensi tekanan inflasi dan sharing mengenai kebijakan maupun langkah yang telah diambil oleh masing-masing instansi/dinas serta perumusan rekomendasi kepada Pemerintah Daerah secara berkala.
B.2. Jabalnustra Pembentukan TPID di berbagai kota di Jabalnustra merupakan upaya bersama untuk mengendalikan inflasi. Rencana dan program pengendalian inflasi TPID di berbagai daerah di Jabalnustra meliputi antara lain (1) meningkatkan awareness kepada seluruh anggota TPID tentang pentingnya inflasi untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, (2) meningkatkan kualitas rekomendasi TPID dengan memperbanyak kajian dan penelitian yang didukung oleh kelengkapan informasi
dan
data,
(3)
meningkatkan
fungsi
kehumasan
dalam
rangka
mengendalikan dan mengarahkan ekspektasi inflasi di masyarakat, dan (4) menciptakan koordinasi TPID antar wilayah dalam rangka mendukung efektivitas kebijakan Pemda terkait pengendalian harga komoditas strategis (stok dan distribusi). B.3. Kali-Sulampua Pengendalian inflasi daerah Kali-Sulampua didukung oleh kegiatan pengendalian inflasi oleh TPID. Hingga akhir triwulan I-2010 telah terdapat 9 TPID yang secara formal dibentuk melalui SK Gubernur maupun SK Bupati. Dengan formalnya eksistensi TPID di daerah, peran TPID dalam menjaga stabilitas inflasi di daerah diharapkan dapat lebih nyata, sehingga dapat memberi berdampak secara langsung kepada kesejahteraan masyarakat dan perekonomian daerah pada umumnya. Untuk tahun 2010, masing-masing TPID di wilayah Kali-Sulampua telah melakukan pemetaan, tentang isu/permasalahan terkait inflasi yang perlu diatasi pada tahun 2010. Berdasarkan pemetaan masing-masing TPID secara umum terdapat dua 27
Triwulan I-2010 permasalahan umum yang dihadapi wilayah Kali-Sulampua yaitu: 1) masih kurangnya pemahaman masyarakat perihal inflasi daerah dan 2) distribusi dan pasokan yang rawan gangguan karena terdapat ketergantungan dari daerah lain, ditambah masalah cuaca dan infrastruktur. Untuk mengatasi permasalahan tersebut telah disusun pula rencana-rencana aksi sesuai permasalahan yang dihadapi antara lain:
Isu/Permasalahan
Rencana Aksi
Kurangnya pemahaman dan kesamaan langkah anggota dalam menyikapi perkembangan inflasi daerah.
Distribusi dan Pasokan yang rawan gangguan karena terdapat ketergantungan dari daerah lain, ditambah masalah cuaca dan infrastruktur.
Meningkatkan pemahaman anggota TPID tentang masalah inflasi di daerah dan peran masing-masing anggota dalam pengendalian inflasi Edukasi masyarakat perihal inflasi daerah Mendorong produksi lokal Koordinasi dengan instansi terkait untuk menjaga kelancaran distribusi dan kecukupan pasokan Mengurangi rentang jalur distribusi Mengupayakan substitusi komoditas sejenis Mendorong pemerintah untuk membangun infrastruktur strategis
C. Potensi Pembiayaan di Daerah Pembiayaan swasta memiliki peran yang dominan dalam struktur pembiayaan wilayah Kali-Sulampua. Kredit perbankan hanya mencakup 3,16% dari total PDRB zona Kalimantan-Sulampua. Peranan pemerintah masih lebih besar, yaitu sebesar 19,26%. Sementara pembiayaan dari swasta cukup mendominasi, yaitu 77,58% dari total PDRB. Bila diperbandingkan antara struktur pembiayaan Kalimantan dan Sulampua, terlihat bahwa peran perbankan pada kedua zona tidak jauh berbeda. Namun terdapat perbedaan pada sumber pembiayaan dari APBD, dimana pembiayaan dari APBD Sulampua memiliki peran yang lebih besar dibandingkan di Kalimantan. G.PDRB 2009 : 5,54%
Kredit Perbankan
Kredit Perbankan; 3,16% 13,51%
APBD; 19,26%
83,56%
G.PDRB Sulampua 2009: 8,88% SULAMPUA
27,85%
0%
Grafik 47. Struktur Pembiayaan Ekonomi Zona Kali-Sulampua Tahun 2009
Swasta/ Lainnya
G.PDRB Kalimantan 2009 : 3,05% KALIMANTAN
Swasta/ Lainnya; 77,58%
APBD
20%
68,63%
40%
60%
80%
100%
Grafik 48. Struktur Pembiayaan dan Pertumbuhan Ekonomi Kali-Sulampua 2009
28
Triwulan I-2010 Sementara itu, di wilayah Sumatera peran perbankan lebih besar dalam pembiayaan daerah. Porsi pembiayaan dari perbankan mencapai 53,57%, sementara pembiayaan yang bersumber dari APBD relatif kecil hanya sebesar 5,98%. Ini menunjukkan perbankan memiliki peran yang sangat besar dalam menopang perekonomian wilayah Sumatera.
Grafik 45. Struktur Pembiayaan Ekonomi Sumatera
Struktur pembiayaan di Jabalnusra hampir seimbang antara perbankan dan non perbankan. Peranan pembiayaan terbesar dari sisi non perbankan bersumber dari APBD Provinsi dan Kab/Kota. Pembiayaan lainnya yang cukup signifikan adalah pembiayaan yang bersumber dari luar negeri, baik dari perbankan maupun non perbankan. Adapun sumbangan pembiayaan dari Lembaga Keuangan Non Bank (LKNB) didominasi oleh pegadaian dan perusahaan PNM. Dari hasil wawancara dengan beberapa pelaku usaha di sektor non perbankan, diperkirakan pertumbuhan sektor non perbankan akan tumbuh pesat dari tahun ke tahun, seiring adanya kebutuhan yang meningkat dari masyarakat yang selama ini belum terjangkau kredit perbankan. 100%
90% 80%
49.3%
70%
60% 50% 40%
30%
50.7%
20% 10%
NTT
NTB
% Pemby. Perbankan
Jabalnusra
% Pemby. Non Perbankan
Bali
DIY
Jatim
Jateng
Jabar
Banten
0%
Grafik 46. Struktur Pembiayaan Ekonomi Jabalnustra
29
Triwulan I-2010 IV. TANTANGAN DAN KEBIJAKAN KE DEPAN 1. Upaya untuk meningkatkan daya saing berbagai sektor usaha di daerah perlu terus dilakukan terutama dalam menghadapai persaingan dunia usaha yang meningkat terutama dalam menghadapi persaingan global. Kebijakan daerah yang diarahkan pada menjaga iklim usaha dan perluasan informasi kepada dunia usaha terkait pemetaan sektor unggulan daerah dan peluang pasar yang didukung riset yang mendalam merupakan bentuk dukungan yang penting dilakukan. 2. Menghadapi potensi tekanan inflasi, peran TPID di berbagai daerah diarahkan untuk memperkuat koordinasi antar instansi dalam menjaga keseimbangan pasokan dan kelancaran distribusi pasokan. Selain itu, TPID diharapkan dapat membantu upaya Pemda dalam meminimalkan dampak lanjutan dari rencana penerapan kebijakan kenaikan tarif seperti TDL dan PDAM. 3. Terkait permasalahan inflasi yang bersumber dari gangguan pasokan antar daerah, upaya pengendalian inflasi daerah dilakukan melalui kerjasama antar TPID guna meningkatkan kemampuan manajemen stok dan pasokan di daerah. Selain itu, mengingat pentingnya kerjasama antar TPID dalam upaya bersama menanggulangi permasalahan pasokan dan distribusi maka kesepakatan Rapat Kerja Nasional (Rakornas) TPID dapat menjadi acuan dalam mendorong penguatan kerjasama dan berbagi informasi antar TPID.
30