KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR
Kami ucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyusun modul panduan dalam pengelolaan dan penatausahaan keuangan negara dengan nama Modul Pengesahan, Revisi DIPA dan RPA. Penyusunan
modul
ini
bertujuan
agar
Satuan
Kerja
Kementerian
Negara/Lembaga memiliki panduan dalam pengelolaan keuangan negara yang berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara telah menjadi tanggung jawabnya. Modul ini disusun oleh Tim Penyusunan dan Penyempurnaan Modul Pengelolaan Keuangan Negara Tingkat Satuan Kerja Kementerian Negara/Lembaga Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang terdiri dari pihak-pihak yang berkompeten di bidangnya dan telah dikaji sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Modul ini disusun berdasarkan fungsi pengelolaan keuangan negara dengan sistematika penulisan uraian detail pemaparan yang merupakan penjabaran dari peraturan
perundang-undangan
yang
berlaku
sehingga
memudahkan
dalam
pemahamannya. Semoga Modul Pengelolaan Keuangan Negara Tingkat Satuan Kerja Kementerian Negara/Lembaga ini bermanfaat bagi semua pihak dan khususnya bagi Satuan Kerja Kementerian Negara/Lembaga.
Jakarta,
Mei 2013
Penyusun,
Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Modul Manajemen Investasi Pemerintah
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR .............................................................................................
i
DAFTAR ISI ..........................................................................................................
ii
RINGKASAN EKSEKUTIF ...................................................................................
1
BAB I.
BAB II.
BAB III.
PENDAHULUAN ..............................................................................
1
A.
Latar Belakang...........................................................................
1
B.
Maksud dan Tujuan.. .................................................................
2
C
Ruang Lingkup..........................................................................
3
MANAJEMEN INVESTASI ............................................................
4
A.
Investasi Pemerintah.. ...............................................................
4
B
Penerusan Pinjaman .................................................................
11
KREDIT PROGRAM..........................................................................
45
A.
Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) ..........................
45
B
Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan ...............................................................................
C
47
Kredit Pemberdayaan Pengusaha Nangroe Aceh Darussalam dan Nias.....................................................................................
50
D
Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS)......................................
52
E
Skema Subsidi Resi Gudang (SSRG) .......................................
53
F
Kredit Usaha Mikro Kecil (KUMK)..............................................
55
G
Kredit Usaha Rakyat (KUR) .......................................................
57
INVESTASI DAN KERJASAMA PEMERINTAH DAERAH ..............
62
A.
Definisi, Bentuk dan Sumber Investasi Pemerintah Daerah .......
62
B.
Pengelolaan Investasi dan Kerjasama Pemerintah Daerah .......
64
REFERENSI.........................................................................................................
86
BAB IV
Modul Manajemen Investasi Pemerintah
ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Fungsi manajemen investasi sebagai salah satu core business Ditjen Perbendaharaan memiliki cakupan yang cukup luas dan sangat strategis bagi pemerintah. Penyaluran dana investasi dan penerusan pinjaman merupakan tugas manajemen investasi yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dari sisi pemerintah. Sedangkan pemberian subsidi bunga dan penjaminan kredit program berfungsi sebagai lokomotif bagi percepatan program pengembangan sektor riil. Melalui
penyaluran
dana
investasi,
pemerintah
berperan
sebagai
katalisator bagi tersedianya proyek-proyek infrastruktur yang akan mampu memberikan manfaat langsung bagi masyarakat dan sekaligus menarik investasi sektor swasta untuk menopang pertumbuhan ekonomi. Selain itu, melalui pembiayaan investasi yang dilaksanakan, pengurangan biaya-biaya produksi juga akan terwujud sehingga akan menambah daya saing produk dalam negeri. Melalui penerusan pinjaman, pemerintah berperan sebagai financial intermediary, dimana pemerintah mendapatkan dana melalui pembiayaan luar negeri dan sekaligus memberikan akses pembiayaan bagi proyek-proyek investasi yang dilaksanakan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan Pemerintah Daerah (Pemda) dan telah direncanakan dalam Rencana
Pembangunan
Jangka
Menengah
(RPJM).
Karena
ketentuan
perundang-undangan, BUMD dan Pemda tidak diperkenankan untuk meminjam secara langsung kepada kreditur/lender luar negeri. Kebijakan yang sama juga diperlakukan bagi BUMN apabila pinjaman luar negeri mempersyaratkan jaminan oleh Pemerintah. Namun disamping adanya ketentuan tersebut, dana penerusan pinjaman merupakan alternatif pembiayaan yang murah bagi proyek-proyek yang dilaksanakan oleh BUMN/BUMD/Pemda. Kebijakan kredit program merupakan kebijakan strategis pemerintah untuk mempercepat peningkatan kesejahteraan rakyat melalui pemberdayaan usaha mikro kecil, menengah dan koperasi(UMKMK) dengan cara peningkatan akses pembiayaan bagi masyarakat yang menjadi target program pemerintah melalui skema-skema kredit program. Dengan demikian, kredit program mampu memperkokoh UMKMK sebagai salah satu pilar ekonomi Indonesia. Kebijakan tersebut sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2007 tentang Kebijakan
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
1
BAB I PENDAHULUAN
Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Pemerintah daerah dalam rangka peningkatan potensi kapabilitas, dan efektifitas semua pelaku pembangunan, termasuk pemda itu sendiri perlu untuk melakukan intervensi. Alat intervensi di tingkat pemerintahaan daerah berupa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang terdiri atas pendapatan daerah, belanja daerah dan pembiayaan daerah. Selain itu Pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan potensi kapabilitas fiskalnya dapat melakukan investasi dan kerja sama dengan pemerintah daerah atau pihak ketiga lainnya. B. MAKSUD DAN TUJUAN 1. Tujuan Instruksional Umum Penulisan modul manajemen investasi ini bertujuan untuk memerikan pemahaman komprehensif kepada penyuluh perbendaharaan dan pembaca lain tentang fungsi manajemen investasi yang ada dalam sistem pemerintahan di Indonesia, terbatas pada ruang lingkup bahasan dalam modul. 2. Tujuan Instruksional Khusus Setelah mempelajari keseluruhan isi modul ini, pembaca diharapkan dapat memahami hal-hal berikut: a.
Investasi Pemerintah sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 49 tahun 2011, dengan subbahasan sebagai berikut: 1) Latar belakang dan konsep investasi pemerintah 2) Lingkup dan Bidang Investasi Pemerintah 3) Asas Pelaksanaan Investasi Pemerintah 4) Kewenangan Pelaksanaan Investasi Pemerintah 5) Proses / Mekanisme Pelaksanaan Investasi Pemerintah 6) Manajemen Investasi Pemerintah
b.
Fungsi dan Pelaksanaan Penerusan Pinjaman, dengan subbahasan sebagai berikut: 1) Latar belakang kebijakan penerusan pinjaman 2) Mekanisme Penerusan Pinjaman / Subsidiary Loan Agreement (SLA) 3) Penarikan Pinjaman Luar Negeri 4) Penatausahaan transaksi penerusan pinjaman 5) Monitoring Pinjaman BUMN, BUMD, dan Pemda 6) Restrukturisasi Pinjaman/Penerusan Pinjaman 7) Penutupan Perjanjian
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
2
BAB I PENDAHULUAN
c.
Fungsi dan Pelaksanaan Kredit Program, dengan subbahasan sebagai berikut: 1) Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) 2) Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP) 3) Kredit Pemberdayaan Pengusaha Nangroe Aceh Darussalam dan Nias (KPP NAD Nias) 4) Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS) 5) Skema Subsidi Resi Gudang (SSRG) 6) Kredit Usaha Mikro dan Kecil (KUMK) 7) Kredit Usaha Rakyat (KUR)
d. Investasi dan Kerja Sama Pemerintah Daerah, dengan subbahasan sebagai berikut: 1) Definisi investasi 2) Bentuk Investasi Pemerintah Daerah 3) Sumber Dana Investasi Pemerintah Daerah 4) Pengelolaan Investasi pemerintah Daerah 5) Kerjasama Pemerintah Daerah C. RUANG LINGKUP Modul ini memiliki empat ruang lingkup bahasan, yaitu: 1. Investasi Pemerintah sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 1 tahun 2008; 2. Penerusan Pinjaman; 3. Kredit Program; 4. Investasi dan Kerja sama Pemerintah Daerah.
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
3
BAB II MANAJEMEN INVESTASI
BAB II MANAJEMEN INVESTASI A. INVESTASI PEMERINTAH 1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 mengamanatkan Pemerintah untuk melakukan investasi jangka panjang dengan tujuan untuk memberikan manfaat ekonomi, manfaat sosial, dan manfaat lainnya dalam rangka memajukan kesejahteraan umum. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara pasal 41 telah mengamanatkan Pemerintah untuk melakukan investasi jangka panjang dengan tujuanmemperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya. Amanat Undang-Undang tersebut kemudian ditindak lanjuti dengan penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2007 tentang Investasi Pemerintah. Namun, sesuai dengan perkembangan keadaan, dirasakan perlu dilakukan revisi PP tersebut untuk memberikan peluang kerjasama yang lebih luas dalam berinvestasi dengan menambah bentuk investasi pemerintah. Selanjutnya, sebagai hasil revisi tersebut telah terbit Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah pada tanggal 4 Februari 2008. Sebagai aturan pelaksanaan telah diterbitkan beberapa Peraturan Menteri Keuangan(PMK), antara lain: a.
PMK Nomor 179/PMK/2008 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pengelolaan Dana dalam Rekening Induk Dana Investasi
b.
PMK Nomor 180/PMK/2008 tentang Tata Cara Penyusunan Perencanaan Investasi Pemerintah
c.
PMK Nomor 181/PMK/2008 tentang Pelaksanaan Investasi Pemerintah
d.
PMK Nomor 182/PMK/2008 tentang Pelaporan atas Pelaksanaan Investasi
e.
PMK Nomor 183/PMK/2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Divestasi Terhadap Investasi Pemerintah
2. Lingkup dan Bidang Investasi Pemerintah Pada prinsipnya sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004, Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara berwenang menempatkan uang negara dan mengelola/menatausahakan investasi. Sebagai konsekuensi dari prinsip tersebut, maka kewenangan pengelolaan investasi pemerintah
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
4
BAB II MANAJEMEN INVESTASI
pusat dilaksanakan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara. Kewenangan investasi pemerintah meliputi kewenangan regulasi, supervisi, dan operasional. Berdasarkan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah, Investasi Pemerintah dapat dilakukan dalam 2 (dua) bentuk yaitu: a. Investasi Surat Berharga dapat dilaksanakan dalam 2 (dua) cara, yaitu investasi dengan cara pembelian saham dan/atau investasi dengan cara pembelian surat utang. Pelaksanaan Investasi Pemerintah dalam bentuk surat berharga dimaksudkan untuk memperoleh manfaat ekonomi, yaitu memperoleh keuntungan berupa dividen, bunga, dan pertumbuhan nilai perusahaan dalam jumlah tertentu dan jangka waktu tertentu. b. Investasi Langsung dapat dilaksanakan dengan 2 (dua) cara, yaitu penyertaan modal dan/atau pemberian pinjaman. Investasi langsung berupa pemberian pinjaman dilaksanakan pada bidang infrastruktur atau bidang lain sesuai persetujuan Menteri Keuangan.
Gambar 1 Lingkup dan Bidang Investasi Pemerintah oleh Pusat Investasi Pemerintah
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
5
BAB II MANAJEMEN INVESTASI
Sumber:
3. Asas Pelaksanaan Investasi Pemerintah Pengelolaan investasi Pemerintah harus dilaksanakan dengan mengacu pada asas-asas berikut : a.
Asas fungsional Pengambilan keputusan dan pemecahan masalah di bidang investasi dilaksanakan sesuai dengan fungsi, wewenang, dan tanggung jawab yang dimiliki.
b.
Asas kepastian hukum Investasi pemerintah harus dilaksanakan berdasarkan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c.
Asas efisiensi Investasi pemerintah diarahkan agar sesuai dengan batasan standar kebutuhan dalam rangka menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pemerintahan secara optimal.
d.
Asas akuntabilitas Setiap kegiatan investasi pemerintah harus dipertanggungjawabkan kepada rakyat dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
e.
Asas kepastian nilai Investasi pemerintah harus didukung oleh adanya ketepatan jumlah dan nilai investasi dalam rangka optimalisasi pemanfaatan dana dan divestasi.
4. Kewenangan Pelaksanaan Investasi Pemerintah Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Investasi Pemerintah, dinyatakan bahwa ruang lingkup pengelolaan investasi pemerintah
meliputi
pertanggungjawaban
perencanaan, investasi,
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
pelaksanaan,
pengawasan
dan
penatausahaan divestasi.
dan
Sedangkan
6
BAB II MANAJEMEN INVESTASI
kewenangan Menteri Keuangan dalam hal pengelolaan investasi pemerintah meliputi kewenangan regulasi, supervisi dan operasional. a. Kewenangan Regulasi Kewenangan regulasi dilaksanakan oleh Ditjen Perbendaharaan (Up. Direktorat Sistem Manajemen Investasi) b. Kewenangan Supervisi Kewenangan supervisi dilaksanakan oleh Komite Investasi Pemerintah Pusat (KIPP) c. Kewenangan Operasional Kewenangan operasional dilaksanakan oleh suatu Badan Investasi Pemerintah berbentuk Badan Layanan Umum (BLU), yaitu Pusat Investasi Pemerintah.
Dalamrangka
melaksanakan
kewenangan
operasional,
diterbitkan Peraturan MenteriKeuangan Nomor 52/PMK.01/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pusat InvestasiPemerintah. 5. Proses / Mekanisme Pelaksanaan Investasi Pemerintah Mekanisme pelaksanaan investasi pemerintah dapat dijelaskan di bagan di bawah ini. Proses / Mekanisme Pelaksanaan Investasi Pemerintah
Keterangan Bagan : a. PIP menyampaikan RKI kepada DJPBN cq Dit. SMI sebagai bahan penyusunan DIPA;
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
7
BAB II MANAJEMEN INVESTASI
b. Dit. SMI membuat RKA kepada DJA untuk diterbitkan SAP SK dan selanjutnya keDirjen Perbendaharaan untuk dilakukan pengesahan DIPA c. PIP mengajukan permohonan pencairan kegiatan investasi melalui Dit. SMI selakuKPA; d. Dit. SMI menerbitkan SPM untuk diajukan ke KPPN Jakarta II (Keputusan DirjenPerbendaharaan No.KEP-239/PB/2009); e. KPPN
Jakarta
II
selanjutnya
menerbitkan
SP2D
Investasi
Pemerintah danmelaksanakan pembayaran ke PIP (RIDI); Langkah 1 s.d. 5 dilaksanakan apabila PIP komitmennya sudah disetujui KIPP f. BUMN/BUMD/BLU/Pemda/BLUD/Swasta/Asing
menyerahkan
proposal investasikepada PIP; g. PIP selanjutnya melakukan analisa kelayakan dan risiko investasi sesuai amanat PP1/2008 dan PMK 181/2008; h. a) Apabila diterima, proposal investasi dapat diteruskan oleh PIP ke rapat
KIPP
untuk
diperoleh
rekomendasi
keputusan
final
diterima/ditolaknya proposal investasi; b) Apabila ditolak, proposal investasi dikembalikan kepada BUMN/BUMD/BLU/BLUD/Swasta/Asing. i. Dalam rapat KIPP, dibahas proposal investasi yang diajukan, selanjutnya dikeluarkan rekomendasi diterima/ditolak; j. a) Apabila diterima, proposal investasi dapat direkomendasikan untuk diteruskan keproses berikutnya; b) Apabila ditolak, maka proposal investasi dikembalikan kepada BUMN/BUMD/BLU/Pemda/BLUD/Swasta/Asing. k. Berdasarkan rekomendasi KIPP tersebut, maka PIP melakukan kerjasama
investasi
dengan
BUMN/BUMD/BLU/BLUD/Swasta/Asing; l. Setelah semua transaksi dan kegiatan investasi dilaksanakan, PIP menyampaikanlaporan pelaksanaan kegiatan investasi kepada Dit. SMI. 6. Manajemen Investasi Pemerintah Manajemen atas Investasi Pemerintah dilaksanakan dengan mengadopsi best practices yang telah ada. Dalam pelaksanaannya, proses manajemen atas Investasi
Pemerintah
meliputi
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
perencanaan,
pelaksanaan
investasi,
8
BAB II MANAJEMEN INVESTASI
penatausahaan,
dan
pertanggungjawaban
investasi,
pengawasan,
dan
divestasi. a.
Perencanaan Investasi Perencanaan investasi merupakan proses awal yang harus dilakukan oleh Pusat Investasi Pemerintah dengan menganut prinsip kehati-hatian sehingga tujuan investasi dapat tercapai secara efektif dan efisien. Perencanaan
Investasi
Pemerintah
memerlukan
suatu
koordinasi
kelembagaan pada pengelolaan Investasi Pemerintah, termasuk dalam perencanaan kebutuhan dan sumber dana yang diperlukan dalam pelaksanaan Investasi Pemerintah. Hal ini telah diatur secara teknis dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.05/2008 tentang Tata Cara Penyusunan Perencanaan Investasi Pemerintah. b.
Pelaksanaan Investasi Pelaksanaan
Investasi
Pemerintah
dilakukan
oleh
Pusat
Investasi
Pemerintah berdasarkan persetujuan Menteri Keuangan c.q Komite Investasi Pemerintah Pusat. Pada pelaksanaan investasi surat berharga, inisiatif pelaksanaan
investasi dapat berasal dari Pusat Investasi
Pemerintah. Sedangkan pada investasi langsung, dilakukan dengan prinsip menitik beratkan pada sumber dana komersial/swasta serta meminimalkan sumber dana pemerintah. Hal ini sesuai dengan konsekuensi logis bahwa peran pemerintah sebenarnya sebatas memberikan dukungan sebagai fasilitator dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi dalam pelaksanaan pembangunan nasional. Proses pelaksanaan Investasi Pemerintah telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.05/2008 tentang Pelaksanaan Investasi Pemerintah. c.
Penatausahaan dan Pertanggungjawaban Investasi Untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan Investasi Pemerintah, Pusat Investasi Pemerintah selaku operator investasi harus
menyelenggarakan
akuntansi
atas
pelaksanaan
Investasi
Pemerintah. Akuntansi atas pelaksanaan Investasi Pemerintah mengacu kepada Standar Akuntansi Keuangan (untuk Badan Investasi Pemerintah berbentuk Badan Hukum) dan Standar Akuntansi Pemerintahan (untuk Badan Investasi Pemerintah berbentuk Satuan Kerja). Dalam rangka pertanggungjawaban
pelaksanaan
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
kegiatan
Investasi
Pemerintah,
9
BAB II MANAJEMEN INVESTASI
PusatInvestasi Pemerintah wajib menyusun laporan keuangan dan kinerja yang disampaikan kepada Menteri Keuangan. Proses penatausahaan dan pertanggungjawaban tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor182/PMK.05/2008 tentang Pelaporan atas Pelaksanaan Kegiatan Investasi. d.
Pengawasan atas Pelaksanaan Investasi Sebagai pelaksanaan mekanisme check and balance atas pengelolaan Investasi Pemerintah, perlu pelaksanaan fungsi pengawasan dan evaluasi. Fungsi ini diharapkan dapat membantu menciptakan pelaksanaan prinsip tata kelola yang baik (Good Corporate Governance) pada pengelolaan Investasi Pemerintah. Hal ini untuk mencegah agar jangan sampai terjadi penyimpangan sehingga dengan pengawasan tersebut, diharapkan agar pelaksanaan
investasi
sesuai
dengan
ketentuan
perundang-
undangan.Proses supervisi investasi dilaksanakan oleh Komite Investasi Pemerintah Pusat sesuai amanat Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2008. e.
Divestasi Dalam
pengelolaan
Pemerintah
sebagai
memfasilitasi pembangunan
Investasi pelaku
terciptanya nasional.
Pemerintah, investasi
pertumbuhan Pada
peran
mempunyai ekonomi
prinsipnya,
Pusat
Investasi
maksud dalam
investasi
untuk rangka
yang
telah
dilaksanakan secara baik akan berakhir melalui divestasi yang juga baik. Proses divestasi yang dilakukan atas investasi surat berharga dapat memperoleh manfaat ekonomi, sedangkan divestasi atas investasi langsung dimaksudkan dapat diinvestasikan kembali dalam rangka meningkatkan fasilitas infrastruktur dan bidanglainnya guna memacu roda perekonomian masyarakat. Hal ini telah diatur secara tegas dalam Peraturan
Menteri
Keuangan
Nomor
183/PMK.05/2008
tentang
Persyaratan dan Tata Cara Divestasi terhadap Investasi Pemerintah. f.
Manajemen Risiko Investasi Pemerintah Dalam rangka mengurangi risiko pelaksanaan Investasi Pemerintah, disamping menargetkan tingkat pendapatan yang diharapkan, hal penting yang harus selaludi perhatikan adalah timbulnya potensi kerugian yang akan berpengaruh, baik terhadap pendapatan maupun modal Pusat Investasi Pemerintah. Oleh karena itu, penerapan manajemen risiko
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
10
BAB II MANAJEMEN INVESTASI
sebagai langkah-langkah antisipasi dan mitigasi munculnya variabel risiko Investasi
Pemerintah
sangat
penting
untuk
diperhatikan
dalam
perencanaan maupun pelaksanaan investasi. B.
PENERUSAN PINJAMAN 1. Latar belakang kebijakan penerusan pinjaman Pemerintah Republik Indonesia mulai awal Pelita I tahun 1969 telah membuka kran bagi masuknya bantuan/pinjaman luar negeri untuk membiayai sebagian pengeluaran negara dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional. Untuk mempercepat pertumbuhan dan pemerataan pembangunan, maka pemerintah berusaha memberdayakan seluruh potensi yang ada guna mendukung pembangunan ekonomi nasional, termasuk pemberdayaan BUMN/BUMD/Koperasi sebagai unit-unit usaha yang dapat mendukung proses
pembangunan
BUMN/BUMD/Koperasi
tersebut. tersebut
pada
Mengingat waktu itu
kondisi masih
keuangan
lemah,
maka
Pemerintah menyisihkan anggaran dalam bentuk fasilitas pinjaman untuk membantu keuangan mereka agar dapat mengoptimalkan kemampuannya bagi pembangunan. Anggaran yang disediakan tersebut khususnya berupa pinjaman
luar
negeri
Pemerintah
yang
diteruspinjamkan
kepada
BUMN/BUMD/Koperasi beserta dana lokal sebagai pendamping pinjaman luar negeri.
Untuk
menampung
pengembalian
pinjaman
luar
negeri
dan
penyediaan dana pendamping, maka dipandang perlu untuk dibuka Rekening Dana Investasi di Bank Indonesia dengan keputusan Dewan Moneter No.07/KEP/DM/1971. Penerusan pinjaman luar negeri dan penyediaan dana lokal pendamping tersebut terus berkembang, terlebih setelah dikeluarkannya Keppres No. 59 tahun 1972 tentang Penerimaan Kredit Luar Negeri Rekening Dana Investasi (RDI) dibentuk oleh Dewan Moneter berdasarkan Keputusan Dewan Moneter No. 07/KEP/DM/1971 tanggal 31 Desember 1971 merupakan
kelanjutan
dari
pengelolaan
pinjaman
luar
negeri
yang
diteruspinjamkan, dan sudah dilaksanakan sebelum tahun 1971. Seiring dengan
perkembangan
pembangunan
nasional,
terutama
menyangkut
pembangunan daerah, maka disamping RDI pemerintah juga membuka Rekening Pembangunan Daerah (RPD). RPD dibentuk oleh Menteri Keuangan Berdasarkan surat No.495/MK.01/1986 tanggal 7 Mei 1986 untuk menampung dana yang dipergunakan sebagai pinjaman kepada Pemerintah Daerah.
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
11
BAB II MANAJEMEN INVESTASI
Rekening Dana Investasi yang selanjutnya disingkat RDI adalah rekening Pemerintah Pusat yang dibentuk melalui Keputusan Dewan Moneter Nomor 07/KEP/DM/1971 tanggal 31 Desember 1971. Rekening ini merupakan salah satu sumber dana alternatif bagi pemerintah daerah/BUMN/BUMD untuk membiayai kegiatannya. Sumber dana RDI berasal dari pembayaran kembali pokok pinjaman penerusan pinjaman dan pinjaman RDI kepada BUMN, BUMD dan Pemda, pembayaran biaya administrasi, denda dan biaya lainnya yang timbul dari penerusan pinjaman dan pinjaman RDI, pengembalian dana APBN yang dialokasikan oleh pemerintah untuk pembiayaan investasi dan modal kerja proyek pemerintah, dana APBN yang dialokasikan oleh pemerintah RDI guna pembiayaan investasi dan modal kerja proyek pemerintah dan pembayaran kembali dana talangan dari RDI yang telah dikeluarkan untuk pembiayaan program pemerintah. Rekening Pembangunan Daerah yang selanjutnya disingkat RPD adalah rekening Pemerintah Pusat yang digunakan sebagai sumber dana pinjaman daerah bagi pembiayaan investasi Pemerintah Daerah dalam pembangunan prasarana yang terdiri dari air bersih. persampahan, terminal (baik darat, sungai dan danau), pasar serta rumah sakit umum daerah. Sumber dana RPD berasal dari pembayaran kembali pokok pinjaman yang berasal dari penerusan pinjaman luar negeri, pembayaran kembali pokok pijaman yang berasal dari RPD yang dipinjamkan kepada Pemda dan BUMD, pembayaran biaya bunga, denda dan biaya-biaya lainnya, dana APBN yang dialokasikan oleh Pemerintah untuk RPD guna pembiayaan investasi proyek-proyek pemerintah daerah, serta pinjaman atau hibah kepada pemerintah dari luar negeri. Saat ini tidak terdapat lagi pinjaman baru yang bersumber dari RDI dan RDP, mengingat pembiayaan yang berasal dari Pemerintah harus memalui mekanisme APBN yang sampai dengan saat ini masih dalam proses penyusunan payung hukum. Dengan demikian saat ini Pemerintah hanya mengelola penatausahaan pinjaman yang berasal dari pinjaman RDI dan RPD sebelum tahun 2007.
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
12
BAB II MANAJEMEN INVESTASI
Perkembangan Kebijakan RDI/RPD PERIODE TAHUN 1971 ‐1979
PERIODE 1980 SD 2006
PERIODE 2007 DAN SETERUSN YA
Tahun 1972 sd 1981 dilaksanakan oleh Bank Indonesia
Tahun 1981 sampai sekarang dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan
1.
RDI DIPERGU NAKAN UNTUK M ENAMPUNG KEM BALI PINJAM AN YANG BERASAL DARI PENERUSAN PINJAM AN LUAR NEG ERI (SLA)
1. RDI DIPERGU NAKAN UNTUK M ENAMPUNG KEM BALI PINJAM AN YANG BERASAL DARI PENERUSAN PINJAM AN LUAR NEG ERI (SLA)
1.
REPOSISI RDI SEBAG AI REKENING PENERIM AAN PENG EM BALIAN PINJAMAN YANG M ERUPAKAN BAG IAN DARI REKENING KAS UM UM NEG ARA
2.
RDI DAPAT DIPINJAMKAN SECARA LANG SU NG KEPADA BU MN/PDAM /PEM DA SEBAGAI DANA PENDAM PING PINJAMAN LU AR NEG ERI
2. RDI DAPAT DIPINJAMKAN SECARA LANG SU NG KEPADA BUMN/PDAM /PEM DA SEBAGAI DANA PENDAM PING PINJAMAN LUAR NEG ERI
2.
TIDAK LAG I DIPINJAM KAN/ (DIG ULIRKAN) DAN DISETORKAN SELURU HNYA KE DALAM REKENING KAS U M U M NEG ARA . (S.D 2009 SECARAN BERTAHAP DISETOR KE KAS NEG ARA U TK M EM ENU HI TARG ET PENERIM AAN PEM BIAYAAN & TH 2010 TERSISA 1.6 T DISETOR SELU RU HNYA KE KAS NEG ARA)
3.
RDI DIPERGU NAKAN UNTUK M ENJAM IN TERSEDIANYA KEBU TU HAN M ASYARAKAT, SEPERTI PRASARANA AIR BERSIH, PERSAM PAHAN, TERM INAL ANGKU TAN, PASAR DAN RU M AH SAKIT
3. RDI DIPERGU NAKAN UNTUK M ENJAM IN TERSEDIANYA KEBU TU HAN M ASYARAKAT, SEPERTI PRASARANA AIR BERSIH, PERSAM PAHAN, TERM INAL ANGKU TAN, PASAR DAN RUM AH SAKIT
3.
PERUBAHAN NAM A RDI DAN RPD M ENJADI REKENING PENERIM AAN BAG IAN DARI RKUN M U LAI TA 2011
4.
RDI DIPERGU NAKAN UNTU K PEM BAYARAN HU TANG LUAR NEG ERI YANG TERJADI KARENA ADANYA BANTU AN PROYEK
4. RDI DIPERGUNAKAN UNTUK PEM BAYARAN HU TANG LU AR NEG ERI YANG TERJADI KARENA ADANYA BANTU AN PROYEK SERTA TU JU AN LAIN DALAM RANG KA PENG ELOLAAN KEU ANGAN NEG ARA A.L. U TK DISETOR KE KAS NEG ARA DLM RANG KA M EM ENU H TARG ET PENERIM AAN NEGARA YG TDK TERCAPAI
4.
SALDO RDI DAN RPD DINIHILKAN SETIAP HARI/DISETOR KE RKUN
Direktorat SMI selaku pengelola pinjaman RDI/RPD menyelenggarakan fungsi pelaksanaan perhitungan, penagihan dan pembayaran atas pinjaman tersebut. Dalam rangka pelaksanaan fungsi dimaksud. Direktorat SMI melakukan perhitungan, penagihan, penarikan pinjaman RDI/RPD serta melakukan pengadministrasian pembayaran kembali pinjaman dimaksud. 2. Mekanisme Penerusan Pinjaman / Subsidiary Loan Agreement (SLA) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara menetapkan bahwa untuk membiayai dan mendukung kegiatan prioritasm dalam
rangka
mencapai
sasaran
pembangunan,
Pemerintah
dapat
mengadakan pinjaman dan/atau menerima Hibah baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri serta penerusan pinjaman atau hibah luar negeri kepada Pemerintah Daerah/BUMN/ Badan Usaha MilikDaerah. Penerusan pinjaman atau sering disebut Subsidiary Loan Agreement (SLA) pada dasarnya merupakan pinjaman yang bersumber dari pinjaman luar negeri dan diteruspinjamkan ke BUMN/Pemda/BUMD. Mekanisme pemberian penerusan pinjaman saat ini didasarkan pada Peraturan Pemerintah (PP) No 2 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan dan/atau Penerimaan Hibah serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri. Secara sederhana, skema penerusan pinjaman dapat dilihat pada bagan di bawah ini.
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
13
BAB II MANAJEMEN INVESTASI
Skema Penerusan Pinjaman
Pelaksanaan
penerusan
pinjaman
dimulai
dengan
penandatanganan
perjanjian pinjaman luar negeri/Loan Agreement (LA) antara Pemerintah yang diwakili oleh Ditjen Pengelolaan Utang (DJPU) dengan lender. Pinjaman luar negeri yang diteruspinjamkan kepada BUMN/BUMD/Pemda dikelola oleh Ditjen Perbendaharaan d.h.i. Direktorat Sistem Manajemen Investasi, untuk diteruskan kepada debitur dimana ketentuan dan persyaratan pinjaman dituangkan dalam bentuk Naskah Perjanjian Penerusan Pinjaman (NPPP) atau lebih dikenal dengan sebutan Subsidiary Loan Agreement (SLA). Oleh Dit. SMI, seluruh dana penerusan pinjaman yang direncanakan akan ditarik dalam satu tahun akan dianggarkan dalam DIPA Penerusan Pinjaman dan dilaporkan di Laporan Keuangan Kuasa Pengguna Anggaran/Pembantu BUN Bagian Anggaran 999.04. Di sisi lain, berdasarkan alokasi anggaran yang dituangkan dalam DIPA tersebut, debitur dapat membuat perikatan dengan pihak ketiga pelaksana proyek-proyek yang dibiayai dari SLA. Setiap terjadi progress pekerjaan, debitur akan menagihkan kepada Dit. SMI untuk kemudian diproses pembayarannya oleh Dit. SMI selaku Kuasa Pengguna Anggaran BA 999.04. Berdasarkan dokumen-dokumen yang dikirimkan oleh debitur, Dit. SMI akan membuat Surat Permintaan Membayar (SPM) kepada KPPN Khusus Jakarta VI (KPPN Khusus Pinjaman dan Hibah). 3. Penarikan Pinjaman Luar Negeri Mulai tahun 2009 proses penarikan/pencairan pinjaman didasarkan pada PMK No.207/PMK.05/2008 tentang Tata Cara Penarikan Pinjaman Dan Atau Hibah Luar Negeri yang Diteruspinjamankan kepada BUMN atau Pemda. Sesuai dengan PMK dimaksud proses pencairan melalui Direktorat SMI yang ditunjuk selaku Kuasa Pengguna Anggaran untuk DIPA Penerusan Pinjaman. Terdapat empat cara proses pencairan pinjaman luar negeri termasuk yang diteruspinjamkan
kepada
BUMN/BUMD/Pemda
(SLA),
yaitu
melalui
Pembayaran Langsung (Direct Payment), Pembukaan Letter of Credit (L/C), MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
14
BAB II MANAJEMEN INVESTASI
Rekening Khusus (Special Account), dan Pembiayaan Pendahuluan (PreFinancing).1 a.
Pembayaran Langsung (Direct Payment)
Pengguna mengajukan permintaan penarikan dana dengan melampirkan Kontrak PBJ serta Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak (SKTJM) kepada Dit. SMI selaku KPA-PP. Subdit Pinjaman BUMN/Subdit Pinjaman Daerah selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) melakukan Pengujian atas dokumen dari Pengguna Dana antara lain: 1)
Surat Permohonan Aplikasi Pembayaran;
2)
SKTJM;
3)
Kontrak/SPK;
4)
Statement of Performance;
5)
Daftar Realisasi Pembayaran Kontrak;
6)
Claims for Performance;
7)
Summary of Claims Payment;
8)
BAP/BASTP;
9)
Kuitansi;
10) Faktur Pajak dan SSP; 11) Jaminan Bank; 12) NOL, Aproval, NPWP,dokumen lain yg dipersyarakan lender. Selanjutnya, PPK menyusun dan menyampaikan surat permintaan penerbitan aplikasi penarikan dana dengan cara PL kepada Subdit VSAP. Subdit VSAP selaku pejabat penerbit SPM melakukan pencocokan kelengkapan dokumen antara lain dokumen pendukung SPP, ketersedian pagu anggaran dalam DIPA, kebenaran atas pihak yang ditunjuk (nm orang/perusahaan, alamat, nomor rek, nama bank), nilai tagihan yang harus dibayar, dan jadwal waktu pembayaran. Selanjutnya, Subdit VSAP menyusun dan menyampaikan surat (cover Letters) atas surat permintaan penerbitan aplikasi penarikan dana tersebut kepada KPPN Khusus Jakarta VI. KPPN Khusus Jakarta VI menerbitkan APD-PL dan menyampaikan ke PPHLN. Atas dasar APD-PL sesuai ketentuan yang disepakati dalam NPPHLN antara lain Rekanan menerima pembayaran langsung dari PPHLN, Pemda menerima pembayaran dari PPHLN ke rekening kas daerah,
selanjutnya
Pemda melakukan pembayaran kepada pihak rekanan paling lambat dua hari kerja. 1
PMK 143/2006 tentang Tata Cara Penarikan Pinjaman dan Atau Hibah Luar Negeri
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
15
BAB II MANAJEMEN INVESTASI
Atas setiap transaksi pembayaran tersebut Dit.EAS-DJPU menerima NOD atau dokumen lain yg dipersamakan. DJPU menyampaikan copy NOD ke Ditjen PBN. Atas dasar NOD/ dokumen lain yang dipersamakan, KPPN Khusus Jakarta VI menerbitkan SP3-PP serta mengirimkannya ke KPA-PP, BI, dan Pengguna Dana PP. b.
Pembukaan Letter of Credit (L/C)
Pengguna mengajukan permintaan penarikan dana dengan melampirkan Kontrak PBJ serta Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak (SKTJM) kepada Dit. SMI selaku KPA-PP. Subdit Pinjaman BUMN/Subdit Pinjaman Daerah selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) melakukan Pengujian atas dokumen dari Pengguna Dana antara lain: 1)
Surat Permohonan Aplikasi Pembayaran;
2)
SKTJM;
3)
Kontrak/SPK;
4)
Statement of Performance;
5)
Daftar Realisasi Pembayaran Kontrak;
6)
Claims for Performance;
7)
Summary of Claims Payment;
8)
BAP/BASTP;
9)
Kuitansi;
10)
Faktur Pajak dan SSP;
11)
Jaminan Bank;
12)
NOL, Aproval, NPWP,dokumen lain yg dipersyarakan lender.
Selanjutnya, PPK menyusun dan menyampaikan surat permintaan penerbitan aplikasi penarikan dana dengan cara LC kepada Subdit VSAP. Subdit VSAP selaku pejabat penerbit SPM melakukan pencocokan kelengkapan dokumen antara lain dokumen pendukung SPP, ketersedian pagu anggaran dalam DIPA, kebenaran atas pihak yang ditunjuk(nm orang/perusahaan, alamat, nomor rek,nama bank), nilai tagihan yang harus dibayar, dan jadwal waktu pembayaran. Selanjutnya, Subdit VSAP menyusun dan menyampaikan surat (cover Letters) atas surat permintaan penerbitan aplikasi penarikan dana tersebut kepada KPPN Khusus Jakarta VI. Berdasarkan surat permintaan penerbitan aplikasi penarikan dana tersebut, KPPN Khusus Jakarta VI menerbitkan SKP a.n. Pengguna Dana PP dan mengirimkannya ke BI dgn tembusan kepada Ditjen BC, KPA-PP, dan
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
16
BAB II MANAJEMEN INVESTASI
Pengguna Dana PP. Berdasarkan SPP-SKP, KPPN Khusus Jakarta VI menerbitkan SKP a.n. Pengguna Dana PP dan mengirimkannya ke BI dgn tembusan kepada Ditjen BC, KPA-PP, dan Pengguna Dana PP. Berdasarkan SKP, Pengguna Dana PP memberitahukan ke rekanan/ importir untuk mengajukan pembukaan L/C, selanjutnya rekanan/ importir mengajukan permintaan pembukaan L/C ke BI atau Bank dgn melampirkan kontrak PBJ dan daftar barang yg akan diimpor (master list) yg disetujui Pengguna Dana PP serta dokumen pendukung lainnya yg diatur oleh BI atau Bank. Atas dasar SKP dan permintaan L/C dari rekanan/ importir, BI atau Bank membuka L/C ke bank koresponden dan tembusan dokumen pembukaan L/C disampaikan ke KPPN Khusus Jakarta VI dan Dit.EAS-DJPU, dgn nilai L/C yg dibuka tidak boleh melebihi nilai SKP. Atas dasar L/C yg telah dibuka, BI atau Bank mengajukan permintaan untuk menerbitkan surat pernyataan kesediaan melakukan pembayaran (letter of commitment) ke PPHLN, kecuali jika L/C dibuka pada bank PPHLN. Sebagai pemberitahuan realisasi pencairan L/C, Dit.EAS- DJPU dan BI atau Bank menerima NOD/ dokumen lain yg dipersamakan dari PPHLN. DJPU menyampaikan copy NOD kepada Ditjen PBN. Berdasarkan dokumen realisasi L/C yg diterima dari bank koresponden, BI atau
Bank
menerbitkan
Nota
Disposisi
sebagai
realisasi
L/C
dan
menyampaikan tembusannya ke KPPN Khusus Jakarta VI dan Pengguna Dana PP. Berdasarkan Nota Disposisi BI atau Bank, BI membukukan ekuivalen rupiah ke Rekening Kas Negara dgn menerbitkan Nota Debet/Kredit sebagai realisasi pencairan L/C dan menyampaikan tembusannya ke KPPN Khusus Jakarta VI. Atas dasar SKP, Nota Disposisi L/C, dan Nota Debet/Kredit, KPPN Khusus Jakarta VI menerbitkan dan membukukan SP3 pada tahun anggaran berjalan dan mengirimkannya ke KPA-PP, BI, dan Pengguna Dana PP. c. Rekening Khusus (Special Account) Dirjen Perbendaharaan membuka Rekening
Khusus
(Reksus)
di
BI
berdasarkan NPPHLN. Pengguna Dana PP mengajukan permintaan penarikan dengan dilampiri dokumen lainnya yang ditetapkan oleh PPHLN serta SKTJM. Subdit Pinjaman BUMN/Subdit Pinjaman Daerah selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) melakukan pengujian atas dokumen dari Pengguna Dana antara lain:
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
17
BAB II MANAJEMEN INVESTASI
1)
Surat Permohonan Aplikasi Pembayaran;
2)
SKTJM;
3)
Ringkasan Kontrak;
4)
SPTB;
5)
Daftar Realisasi Pembayaran Kontrak;
6)
BAP/BASTP;
7)
Kuitansi;
8)
Faktur Pajak dan SSP;
9)
Jaminan Bank;
10) NOL, Aproval, NPWP,dokumen lain yg dipersyarakan lender. Selanjutnya,
PPK
menyusun
dan
menyampaikan
surat
permintaan
pembayaran (SPP) kepada Subdit VSAP.Subdit VSAP selaku pejabat penerbit SPM melakukan pencocokan kelengkapan dokumen antara lain dokumen pendukung SPP, ketersedian pagu anggaran dalam DIPA, kebenaran atas pihak yang ditunjuk(nm orang/perusahaan, alamat, nomor rek,nama bank), nilai tagihan yang harus dibayar, dan jadwal waktu pembayaran. Selanjutnya, Subdit VSAP menyusun dan menyampaikan Surat Perintah Membayar (SPM) atau SPP-SKM Reksus L/C dengan dilampiri dokumen pendukung yang ditetapkan oleh PPHLN kepada KPPN Khusus Jakarta VI. Berdasarkan SPM atau SPP-SKM Reksus L/C sebagaimana dimaksud pada huruf d, KPPN Khusus Jakarta VI menerbitkan SP2D atau SKM Reksus L/C dan menyampaikan kepada KPA-PP, BI, dan Pengguna Dana PP. Atas dasar SP2D, BI melakukan pembebanan pada Reksus. Berdasarkan SKM Reksus L/C, Pengguna Dana PP memberitahukan kepada rekanan untuk membuka L/C di BI atau Bank dengan melampirkan KPBJ. BI atau Bank membuka L/C yang tidak melebihi nilai SKM Reksus L/C pada Bank koresponden dan tembusan dokumen pembukaan L/C disampaikan kepada KPPN Khusus Jakarta VI dan Dit.EAS-DJPU. Atas dasar tagihan dari bank koresponden, BI atau Bank membebani Reksus untuk melakukan pembayaran kepada bank koresponden, sesuai dengan ketentuan yang disepakati dalam NPPHLN, untuk diteruskan
kepada
pemasok; atau ke rekening kas daerah, untuk selanjutnya paling lambat dua hari kerja Pemda
membayarkan kepada pihak rekanan.
Atas dasar pembebanan sebagaimana tersebut pada huruf I, BI atau Bank menerbitkan nota disposisi sebagai realisasi L/C, selanjutnya BI membukukan ekuivalen rupiah ke dalam Rekening Kas Negara dengan menerbitkan Nota
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
18
BAB II MANAJEMEN INVESTASI
Debet/Kredit
sebagai
realisasi
pencairan
L/C
dan
menyampaikan
tembusannya kepada KPPN Khusus Jakarta VI. Atas dasar SKM Reksus L/C, Nota Disposisi L/C, dan Nota Debet/Kredit yang diterima dari BI, KPPN Khusus Jakarta VI menerbitkan dan membukukan SP3 pada tahun anggaran berjalan sebagai realisasi APBN dan menyampaikan kepada KPA-PP dan DJPU. Untuk pengisian kembali reksus, Ditjen PBN cq. KPPN Khusus Jakarta VI mengajukan APD-PL kepada PPHLN dengan dilampiri dokumen pendukung sebagaimana yang dipersyaratkan oleh PPHLN. Dalam hal penggunaan dana yang telah dicairkan pembayarannya melalui reksus dinyatakan tidak sah (ineligible) oleh PPHLN, Pengguna Dana PP bertanggung jawab untuk mengembalikan dana penerusan pinjaman ke kas negara. Dit.EAS-DJPU dan BI menerima NOD atau dokumen lain yang dipersamakan dari PPHLN sebagai realisasi penarikan pinjaman. Dalam hal terdapat sisa dana dalam Reksus setelah penutupan rekening (closing account), sisa dana tersebut dikembalikan kepada PPHLN. d. Pembiayaan Pendahuluan (Pre-Financing) Pengguna dana PP mengajukan permintaan penarikan kepada KPA-PP dengan dilampiri bukti-bukti pengeluaran pembiayaan pendahuluan dan rincian penggunaan uang serta SKTJM. Subdit Pinjaman BUMN/Subdit Pinjaman Daerah selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) melakukan pengujian atas dokumen dari Pengguna Dana antara lain: 1)
Surat Permohonan Aplikasi Pembayaran;
2)
SKTJM;
3)
Ringkasan Kontrak;
4)
SPTB;
5)
Daftar Realisasi Pembayaran Kontrak;
6)
Berita Acara Kemajuan Pelaksanaan Pekerjaan;
7)
Berita Acara Serah Terima Pekerjaan;
8)
Kuitansi;
9)
Faktur Pajak dan SSP;
10) Jaminan Bank; 11) NOL, Aproval, NPWP,dokumen lain yg dipersyarakan lender. Selanjutnya,
PPK
menyusun
dan
menyampaikan
pembayaran (SPP) kepada Subdit VSAP.
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
surat
permintaan
Subdit VSAP selaku pejabat
19
BAB II MANAJEMEN INVESTASI
penerbit SPM melakukan pencocokan kelengkapan dokumen antara lain dokumen pendukung SPP, ketersedian pagu anggaran dalam DIPA, kebenaran atas pihak yang ditunjuk(nama orang/perusahaan, alamat, nomor rek,nama bank), nilai tagihan yang harus dibayar, dan jadwal waktu pembayaran. Selanjutnya, Subdit VSAP menyusun dan menyampaikan Surat Perintah
Membayar
(SPM)
dengan
dilampiri
bukti-bukti
pengeluaran
pembiayaan pendahuluan dan rincian penggunaan uang kepada KPPN Khusus Jakarta VI. Atas
dasar
bukti
pengeluaran
tersebut,
dan
dokumen
pendukung
sebagaimana disyaratkan oleh PPHLN, KPPN Khusus Jakarta VI mengajukan aplikasi penarikan dana kepada kreditur. Dit.EAS-DJPU, KPPN Khusus Jakarta VI, dan BI menerima NOD atau dokumen lain yang dipersamakan dari PPHLN atas Penggantian Pembiayaan Pendahuluan (reimbursement) yang dilakukan PPHLN untuk rekening Pengguna Dana PP.
Atas dasar NOD,
KPPN Khusus Jakarta VI menerbitkan SP3 dan mengirimkannya kepada KPAPP, BI, dan Pengguna Dana PP. 4. Penatausahaan transaksi penerusan pinjaman Penatausahaan pinjaman pemerintah kepada Pemda/BUMN/BUMD yang dilakukan oleh Direktorat Sistem Manajemen Investasi (Dit.SMI) adalah Pinjaman Pinjaman dalam Negeri (RDA/RPD) dan Penerusan Pinjaman Luar Negeri (Subsidiary Loan). Pinjaman dalam negeri yang ada sekarang adalah pinjaman yang diberikan sebelum tahun 2007. Sedangkan penerusan pinjaman masih terus berlangsung hingga saat ini.
Siklus Pinjaman
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
20
BAB II MANAJEMEN INVESTASI
a. Siklus Pinjaman Siklus pinjaman dimulai setelah berlakunya tanggal perjanjian penerusan pinjaman, karena pada saat tersebut dimulai perhitungan kewajiban pinjaman. Pengakuan piutang yang berasal dari SLA bergantung pada mekanisme pencairan
dana
yang
digunakan.
Jika
penarikan
dilakukan
dengan
Pembayaran Langsung (PL), PembiayaanPendahuluan dan Letter of Credit (L/C), maka pengakuan piutang didasarkan pada tanggal transaksi yang tercantum dalam Notice of Disbursement (NoD) atau dokumen lain yang dipersamakan dari lender. Sedangkan untuk Rekening Khusus, pengakuan piutang didasarkan pada tanggal transaksi SP2D dari KPPN yang membebani initial deposit. Setiap transaksi penarikan pinjaman yang terjadi akan diakui sebagai penambahan saldo piutang penerusan pinjaman (outstanding piutang). Sementara itu, untuk pengembalian pinjaman oleh BUMN/Pemda (baik yang bersumber dari SLA, RDI dan RPD) dibayarkan ke RDI/RPD yang ada di Bank Indonesia berdasarkan pada ketentuan Naskah Perjanjian Penerusan Pinjaman yang berlaku. Naskah Subsidiary Loan Agreement (SLA) atau Naskah Perjanjian Penerusan Pinjaman (NPPP) sekurang-kurangnya harus memuat: 1)
Jumlah dana;
2)
Peruntukan/penggunaan dana tersebut; dan
3)
Ketentuan dan Persyaratan pinjaman.
Selanjutnya, jumlah atau bagian dari jumlah pinjaman dan/atau hibah luar negeri yang dimuat dalam NPPP atau NPH dituangkan dalam dokumen pelaksanaan anggaran Pemerintah Daerah atau BUMN sebagai dasar pelaksanaannya.
Pemerintah
Daerah
atau
BUMN
wajib
melakukan
pembayaran kembali atas penerusan pinjaman sesuai kesepakatan yang tertuang dalam naskah perjanjian atau SLA/NPPP yang bersangkutan. Dalam menatausahakan transaksi penerusan pinjaman, Dit. SMI dapat mempergunakan jasa bank penata usaha, yaitu bank BUMN atau bank BUMD sebagaimana yang telah diatur dalam Naskah Perjanjian Penerusan Pinjaman. Untuk pinjaman RDI/RPD, yaitu pinjaman dari Rekening Dana Investasi yang saat ini sudah tidak aktif lagi, Pemerintah tidak mempergunakan jasa bank penata usaha. Pinjaman RDI/RPD ditatausahakan sendiri oleh Dit. SMI.
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
21
BAB II MANAJEMEN INVESTASI
Flow Perhitungan Pinjaman
Kapitalisasi Outstanding Pokok
Bunga/biaya administrasi
Penarikan Pokok
Pokok
Denda
Blm/Tdk Ditarik
Commitment Charge
+
Plafon
b. Obyek Perhitungan Berikut adalah biaya-biaya yang timbul dan harus dibayar oleh debitur dalam penerusan pinjaman secara umum ada 7 (tujuh) komponen yaitu: 1)
Biaya Front and Fee yaitu biaya yang timbul setelah disepakati perjanjian pinjaman dan hanya dibayar sekali saja dengan waktu pembayaran sudah ditentukan dalam perjanjian. Jika debitur dibebankan biaya front and fee maka tidak lagi dikenakan biaya komitmen begitu juga sebaliknya.
2)
Biaya Komitmen (Commitment Charge) yaitu biaya yang dibebankan kepada debitur atas pinjaman yang belum ditarik selama jangka waktu penarikan. Biaya ini dihitung dari jumlah yang belum ditarik dikalikan dengan prosentase yang disepakati dalam perjanjian sampai dengan berakhirnya jangka waktu penarikan (closing date) dan dibayar setiap jatuh tempo pembayaran.
3)
Biaya Servis (Service Charge) yaitu biaya yang dibebankan kepada debitur yang timbul setiap ada penarikan pinjaman dan biasanya langsung dikapitalisasi ke dalam penarikan. Pembebanan Service charge biasanya dikenakan untuk pinjaman yang berasal dari JICA.
4)
Angsuran Pokok (Principal) yaitu cicilan pokok yang harus dibayar oleh debitur setiap kali jatuh tempo. Besarnya cicilan dihitung dari jumlah pinjaman yang ditarik dibagi dengan jangka waktu pembayaran pokok atau ditentukan lain sesuai dengan yang disepakati dalam perjanjian. Biasanya jatuh tempo cicilan pokok dihitung persetengahtahunan (semester) dan dibayar setelah masa tenggang berakhir.
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
22
BAB II MANAJEMEN INVESTASI
5)
Biaya Bunga (Interest) yaitu biaya yang dibebankan kepada debitur atas pinjamannya.Biaya
ini
dihitung
berdasarkan
outstanding
pinjaman
dikalikan dengan tarif prosentase yang disepakati dalam perjanjian pinjaman. 6)
Jasa Bank (Bank Commission) yaitu biaya yang timbul atas jasa yang diberikan oleh Bank Penata Usaha (BPU) sebagai pihak ketiga yang menatausahakan penerusan pinjaman. Besarnya prosentase jasa bank tercantum dalam isi perjanjian.
7)
Biaya Denda (Penalty) yaitu biaya yang timbul atas keterlambatan pembayaran kewajiban oleh debitur sesuai dengan ketentuan yang sudah disepakati dalam perjanjian.
8)
Bunga MasaTenggang, yaitu bunga yang dikenakan terhadap pinjaman yang masih dalam masa tenggang (belum jatuh tempo pokok).
c.
Contoh-Contoh Perhitungan Pinjaman Ilustrasi berikut adalah informasi yang perlu dicantumkan dalam kartu
pinjaman mengenai isi perjanjian suatu pinjaman : PEMINJAM
:
PEMDA KAB. TINGKAT II KERINCI
LENDER
:
ADB
NO. TGL LA
:
983/984-INO TGL 16 APRIL 1990
PLAFOND LA
:
US$ 70,000,00
NO. TGL SLA
:
PLAFOND SLA
:
SDR. 39,068,000. SLA-652/DDI/1992 TANGGAL 26 MARET 1992 Rp 288.140.000,-
TUJUAN JK. WAKTU PINJAMAN TINGKAT BUNGA
:
PEMBIAYAAN WJSSCUDP
:
20 TH/ 5 TH
:
BIAYA KOMITMEN
:
TGL PEMBAYARAN
:
NO & TGL SPPK
:
BANK PELAKSANA
:
CLOSING DATE
:
9,25%/TH INCLUDE JASA BANK 0,25% 0,75%/TH PER 15 PEBRUARI DAN 15 AGUSTUS 15 JANUARI & 15 JULI ( 30 X ANGSURAN SECARA PRORATA) MULAI 15 JANUARI 1997 BERAKHIR 15 JULI 2011 S-591/LK/91 TGL 5 OKTOBER 1991 PT. BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) 30-Jun-96
DENDA
:
2%/TH SETIAP TERJADI KELAMBATAN
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
23
BAB II MANAJEMEN INVESTASI
Berdasarkan informasi di atas maka biaya-biaya yang timbul atas terjadinya perjanjian penerusan pinjaman dapat di hitung sebagai berikut: 1) Perhitungan Front and Fee Perjanjian Pinjaman di atas tidak dikenakan biaya front and fee tetapi biaya komitmen sebesar 0,75 % yang dibayar per tanggal jatuh tempo oleh debitur. Bila kita asumsikan perjanjian di atas dikenakan biaya front and fee dengan besaran yang sama maka perhitungannya sebagai berikut : Jumlah plafond x prosentase yg ditentukan = biaya front and fee Contoh : Rp 288.140.000,- x 0,75 %
= Rp 2.161.050,-
2) Perhitungan Biaya Komitmen (Commitment Charge) Biaya komitmen berdasarkan informasi di atas 0,75 % yang dikenakan atas plafon yang belum ditarik. Contoh perhitungannya sebagai berikut : Plafon yang belum ditarik x hari bunga x tarif prosentase / jumlah hari setahun Contoh : TANGGAL
JUMLAH
NOTA
PENARIKAN
SISA PLAFOND YG BLUM DITARIK
HARI
PERHITUNGAN
TANGGAL
BUNGA
C. CHARGE
JT.TEMPO
BI
JUMLAH C. CH PER TGL JT. TEMPO
15-Jun-90
TGL MULAI CC
288.140.000,00
30
180.087,50
15-Jul-90
180.087,50
15-Jul-90
0,00
288.140.000,00
184
1.104.536,67
15-Jan-91
1.104.536,67
15-Jan-91
0,00
288.140.000,00
181
1.086.527,92
15-Jul-91
1.086.527,92
15-Jul-91
30.180.000,00
257.960.000,00
184
988.846,67
15-Jan-92
988.846,67
15-Jan-92
0,00
257.960.000,00
182
978.098,33
15-Jul-92
978.098,33
15-Jul-92
0,00
257.960.000,00
184
988.846,67
15-Jan-93
988.846,67
Tanggal 15 Juli 1990 jumlah biaya komitmen yang dibayar sebesar Rp. 180.087,50 Dihitung dari Rp 288.140.000,- x 30 x 0,75 % / 360 (jumlah yg disepakati dalam perjanjian). Sedangkan untuk pembayaran tanggal 15 Januari 1992 sebesar Rp 988.846,67 karena terjadi penarikan pada tanggal 15 Juli 1991 dihitung dari (Rp 288.140.000 – Rp 30.180.000) x 184 x 0,75 % / 360. 3) Perhitungan Angsuran Pokok (Principal) Cicilan pokok pinjaman dihitung dari total penarikan dibagi dengan jumlah angsuran kecuali ditentukan oleh lender (hanya beberapa kasus) Total penarikan / jumlah angsuran = cicilan pokok Pada contoh di atas sampai dengan tanggal batas penarikan jumlah yang ditarik sebesar Rp 79.193.177 / 30 = Rp 2.639.772,57 (cicilan pokok)
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
24
BAB II MANAJEMEN INVESTASI
4) Perhitungan bunga (interest) Outstanding pinjaman x hari bunga x tarif prosentase / hari dalam setahun Contoh :
JT 1
Tanggal
Outstanding Pinjaman
15-Jul-96
79.193.177,00
Hari Bunga
Angsuran Pokok
Bunga
184
15-Jan-97
3.642.886,14 2.639.772,57
JUMLAH S.D JT. T 15-1-97
3.642.886,14
2.639.772,57
Dari tabel di atas bungayang harus dibayar tanggal 15 Januari 1997 sebesar Rp 3.642.886,14 dihitung dari Rp 79.193.177,- x 184 x 9 % / 360 Hari bunga diperoleh dari pengurangan tanggal 15 Januari 1997 – 15 Juli 1996. 5) Perhitungan Jasa Bank (Bank Commission) Perhitungan
jasa
bank
sama
dengan
perhitungan
bunga
yang
membedakan hanya tarif prosentasenya. Contoh :
JT 1 JUMLAH S.D JT. T 15-1-97
Tanggal
Outstanding Pinjaman
15-Jul-96
79.193.177,00
Hari Bunga
Angsuran Pokok
184
15-Jan-97
Bunga
Jasa Bank
3.642.886,14
101.191,28
3.642.886,14
101.191,28
2.639.772,57
2.639.772,57
Dari tabel di atas bunga yang harus dibayar tanggal 15 Januari 1997 sebesar Rp 101.191,28 dihitung dari Rp 79.193.177,- x 184 x 0,25 % / 360 6) Perhitungan Denda (Penalty) Denda timbul karena tanggal pembayaran melewati tanggal jatuh tempo kewajiban. Denda biasanya dibebankan pada ketelambatan pembayaran biaya komitmen,angsuran pokok, serta biaya bunga dan jasa bank. Contoh perhitungan denda bunga dan jasa bank: No.
Kewajiban
Jumlah
Realisasi
Akumulasi
HB
per tanggal
Kewajiban
Pembayaran
Tunggakan
Denda
Jt. Tempo
Per Jt. Tempo
Perhitungan Denda 11,25%
1
15-Jul-1993
280.249,75
0,00
280.249,75
184
16.114,36
2
15-Jan-1994
1.865.158,07
0,00
2.145.407,82
181
121.349,63
3
15-Jul-1994
3.683.032,68
0,00
5.828.440,51
184
335.135,33
4
15-Jan-1995
3.744.077,42
0,00
9.572.517,93
181
541.445,55
5
dst
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
25
BAB II MANAJEMEN INVESTASI
Kewajiban atas bunga dan jasa bank yang harus dibayar tanggal 15 Juli 1993 sebesar Rp 280.249,75. Namun sampai dengan jatuh tempo berikutnya tanggal 15 Januari 1994 belum ada pembayaran maka denda dihitung berdasarkan: tunggakan bunga dan jasa bank x hari bunga x tarif denda / 360 adalah Rp 280.249,75 x 184 x 11,25 % / 360 = Rp 16.114,36 Tarif denda tercantum dalam perjanjian pinjaman yaitu 2 % di atas tingkat bunga. 7) Bunga Masa Tenggang, penghitungan bunga masa tenggang sama dengan penghitungan bunga pada umumnya. d.
Alokasi Pembayaran
Alokasi pembayaran didasarkan pada Naskah Perjanjian Pinjaman. Secara umum pengalokasian pembayaran terlebih dahulu untuk pembayaran denda dan biaya-biaya lainnya (biaya komitmen, dll), bunga termasuk jasa bank, dan pokok pinjaman. Sehingga apabila debitur melakukan pembayaran kurang dari jumlah kewajiban lainnya maka akan dialokasikan sesuai dengan mekanisme di atas. Dalam hal pengaturan alokasi pembayaran tidak diatur dalam naskah perjanjian pinjaman, jika tidak ada konfirmasi dari debitur yang bersangkutan mengenai peruntukan alokasi pembayaran, maka pengalokasian dilakukan terlebih dahulu untuk denda, bunga, jasa bank, biaya lain dan pokok pinjaman. Sebagai contoh, tagihan Debitur PDAM Kota Semarang per tanggal 20 Juli 2012 sebesar Rp 352.000.000,- yang terdiri atas:
Pokok Pinjaman
: Rp
200.000.000,-
Bunga
: Rp
100.000.000,-
Jasa Bank
: Rp
50.000.000,-
Denda
: Rp
2.000.000,-
PDAM Kota semarang membayar angsuran dan diterima di Rekening Pembangunan Daerah pada tanggal 18 Juli 2012 sebesar Rp 200.000.000,-. Maka cara mengalokasikannya adalah
Denda
Bunga
: Rp 100.000.000,-
Jasa bank
: Rp 50.000.000,-
Pokok Pinjaman Total
: Rp 2.000.000,-
: Rp 48.000.000,: Rp 200.000.000,-
Jika PDAM Kota semarang membayar angsuran dan diterima di Rekening Pembangunan Daerah pada tanggal 18 Juli 2012 sebesar Rp 175.000.000,-,
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
26
BAB II MANAJEMEN INVESTASI
maka cara mengalokasikan adalah mengacu pada naskah perjanjian pinjaman, yaitu:
Denda
: Rp
2.000.000,-
Bunga
: Rp
100.000.000,-
Jasa bank
: Rp
50.000.000,-
Pokok Pinjaman
: Rp
Total
: Rp
23.000.000,175.000.000,-
e. Rekonsiliasi Perhitungan rekonsiliasi untuk penyelesaian pinjaman pada BUMN/PT. 1) Menentukan cut off date 2) Menghitung bunga sampai dengan tanggal COD 3) Menghitung denda sampai dengan tanggal COD 4) Menghitung pokok yang belum jatuh tempo 5) Pokok adalah tunggakan pokok dan pokok yang belum jatuh tempo 6) Kewajiban lainnya adalah tunggakan bunga, denda dan non pokok lainnya Contoh: 1) Menghitung penjadwalan kembali 2) Penjadwalan kembali sesuai dengan persyaratan yang disetujui oleh menteri keuangan 3) Cicilan pokok dihitung secara prorata berdasarkan jangka waktu yang disetujui menteri keuangan 4) Bunga masa tenggang dihitung berdasarkan a) Persentasi bunga berubah -
Jumlah bunga masa tenggang dari COD sampai tanggal surat menteri keuangan dihitung menggunakan persentasi bunga sebelum disetujui perubahannya
-
Jumlah bunga masa tenggang setelah tanggal surat Menteri Keuangan hingga tanggal jatuh tempo pertama menggunakan persentasi bunga yang telah disetujui dalam naskah perjanjian
-
Jumlah Bunga Masa Tenggang ini dihitung berdasarkan tingkat bunga tidak termasuk jasa bank.
b) Persentasi bunga tidak berubah Jumlah bunga masa tenggang dihitung dari tanggal COD sampai tanggal jatuh tempo pertama dengan persentasi bunga sesuai dengan Naskah Perjanjian c) Bunga Masa Tenggang yang telah dihitung, dibagi secara prorata dengan jumlah jatuh tempo MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
27
BAB II MANAJEMEN INVESTASI
d) Kewajiban lainnya merupakan penjumlahan tunggakan bunga, denda dan non pokok lainnya. Jumlah tersebut dibagi secara prorata e) Perhitungan bunga dihitung berdasarkan dengan persentasi yang disetujui oleh menteri keuangan sepanjang waktu jatuh tempo. 5. Monitoring Pinjaman BUMN, BUMD, dan Pemda Monitoring (BUMN)/Perseroan
Pengelolaan Terbatas
Pinjaman
Badan
(PT)/Badan
Usaha
Usaha
Milik Milik
Negara Daerah
(BUMD)/Pemerintah Daerah (Pemda) dan penyaluran kredit program adalah kegiatan yang terdiri dari pencatatan, pengukuran, identifikasi permasalahan dan pelaporan atas pembayaran kembali pinjaman/penerusan pinjaman, restrukturisasi pinjaman/penerusan pinjaman dan efektivitas kredit program. Kegiatan monitoring sangat dibutuhkan dalam suatu pemberian pinjaman Pemerintah kepada BUMN/BUMD/PT/Pemda/Kredit Program agar kegiatan yang dibiayai dari pinjaman tersebut dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien, dengan cara melakukan pencegahan sedini mungkin hal-hal yang dapat mengakibatkan penyimpangan dari tujuan pemberian pinjaman. Untuk itu, kegiatan monitoring dimulai sejak pinjaman dinyatakan efektif yaitu dimulai pada masa pembangunan yang ditandai dengan penarikan pinjaman, masa operasional yang ditandai dengan pembayaran kembali pinjaman (repayment), sampai pada tahap pasca penyelesaian piutang negara (restrukturisasi) akibat pelaksanaan kegiatan yang tidak berjalan sebagaimana mestinya sehingga pembayaran kembali pinjaman dalam keadaan macet. Dengan rangkaian kegiatan tersebut, diperlukan waktu yang cukup agar setiap tahapan kegiatan monitoring dapat dijalankan dengan baik. Disisi lain, Direktorat Sistem Manajemen Investasi memiliki debitur dengan karakteristik kinerja pinjaman yang beragam dan tersebar di seluruh Indonesia, menyebabkan kebutuhan akan ketersediaan waktu menjadi faktor yang penting untuk menjaga kualitas kinerja pinjaman. Dalam hal ini, keterlibatan Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan akan sangat membantu agar waktu yang tersedia dapat digunakan untuk menghasilkan monitoring yang berkualitas baik dan digunakan sebagai bagian dari penyusunan langkah pencegahan dan/atau korektif atas penggunaan pinjaman/penerusan pinjaman debitur. Petunjuk teknis ini adalah bagian dari upaya untuk melibatkan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan secara efektif dengan cara menyajikan pedoman monitoring yang seragam dan konsisten untuk diimplementasikan.
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
28
BAB II MANAJEMEN INVESTASI
a. Dasar Hukum Monitoring Pinjaman 1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. 2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tatacara Penghapusan Hutang Negara/Daerah. 3) Peraturan
Menteri
Keuangan
Nomor
17/PMK.05/2007
tentang
Penyelesaian Piutang Negara yang Bersumber dari Naskah Perjanjian Penerusan Pinjaman dan Perjanjian Pinjaman Rekening Dana Investasi pada Badan Usaha Milik Negara/Perseroan Terbatas. 4) Peraturan
Menteri
Keuangan
Nomor
101/PMK.01/2008
tentang
Organisasi Dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.01/2010. 5) Peraturan
Menteri
Keuangan
Nomor
120/PMK.05/2008
tentang
Penyelesaian Piutang Negara yang Bersumber dari Penerusan Pinjaman Luar Negeri, Rekening Dana Investasi dan Rekening Pembangunan Daerah pada PDAM. 6) Peraturan Direktur Jenderal Nomor Nomor Per-31/PB/2007 tentang Petunjuk Teknis Penyelesaian Piutang Negara yang Bersumber dari Naskah Perjanjian Penerusan Pinjaman dan Perjanjian Pinjaman Rekening Dana Investasi pada Badan Usaha Milik Negara/Perseroan Terbatas. b. Ruang Lingkup Ruang lingkup yang diatur dalam Petunjuk Teknis ini adalah kegiatan monitoring yang dilaksanakan pada debitur selama: 1) pasca penyelesaian piutang negara, yaitu periode dilakukannya pembayaran cicilan tunggakan pertama sampai dengan pembayaran cicilan tunggakan terakhir dengan tujuan untuk memastikan debitur menjalankan program restrukturisasi dalam rangka penyelesaian tunggakan. 2) periode penyaluran kredit program. c. Obyek Monitoring 1) Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
29
BAB II MANAJEMEN INVESTASI
BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan modal secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. 2) Perseroan Terbatas (PT) PT adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas serta peraturan pelaksanaannya. 3) Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) BUMD adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah. Termasuk dalam BUMD adalah Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yaitu unit pengelola dan pelayanan air minum kepada masyarakat milik Pemerintah Daerah. 4) Debitur Kredit Program Merupakan debitur penerima kredit program, yaitu petani, peternak, dan pengusaha kecil. 5) Bank Pelaksana Kredit Program Merupakan bank pelaksana Kredit Program, yang menyalurkan kredit program kepada debitur. d. Dokumen Monitoring Penggunaan pada Monitoring NO
Dokumen BUMN
PDAM
1
Perjanjian pinjaman/penerusan pinjaman
√
√
2
Business Plan/Rencana Perbaikan Kinerja Perusahaan
√
√
3
Laporan Evaluasi/Audit Kinerja
√
√
4
Laporan Keuangan Audited
√
√
5
Rencana Kegiatan dan Anggaran Perusahaan (RKAP)
√
√
6
Kartu Pinjaman Debitur
√
√
7
Surat Persetujuan Pemberian Kredit
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
Kredit Program
√
30
BAB II MANAJEMEN INVESTASI
8
Perjanjian Kredit
√
9
Rekening Koran
√
10
Rincian Subsidi Bunga
√
11
Petunjuk Teknis/Surat Edaran Pelaksanaan Kredit Program dari Bank Pelaksana
√
12
Data Perkembangan Program
√
Pelaksanaan
Kredit
e. Prosedur Monitoring Periode Implementasi Restrukturisasi BUMN/PT dan PDAM 1) Direktur Sistem Manajemen Investasi atas nama Direktur Jenderal Perbendaharaan
menyampaikan
permintaan
monitoring
pasca
penyelesaian piutang negara pada debitur kepada Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan meliputi monitoring atas: a.
pembayaran cicilan kewajiban pokok dan/atau kewajiban lainnya;
b.
pelaksanaan rencana kerja selama pasca penyelesaian piutang negara. Untuk BUMN/PT monitoring dilakukan atas pencapaian Rencana Perbaikan Kinerja Perusahaan (RPKP), sedangkan untuk PDAM monitoring dilaksanakan atas pencapaian target semester dan/atau tahunan business plan.
2) Sebagai kelengkapan pelaksanaan monitoring tersebut, Direktorat Sistem Manajemen Investasi menyertakan dokumen-dokumen antara lain: a)
copy
Naskah
Perjanjian
Pinjaman/Penerusan
Pinjaman
(NPP/NPPP); b)
copy RPKP BUMN/PT atau Business Plan PDAM;
c)
copy kartu pinjaman debitur terakhir.
3) Selanjutnya
Kepala
Kantor
Wilayah
Ditjen
Perbendaharaan
menugaskan Kepala Bidang Pembinaan Perbendaharaan untuk: a)
menyusun tim monitoring;
b)
menyusun konsep surat pemberitahuan monitoring kepada debitur yang paling kurang memuat:
(1) informasi tentang identitas dan susunan tim monitoring; (2) periode monitoring; (3) permintaan untuk mengisi dan melengkapi kuesioner;
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
31
BAB II MANAJEMEN INVESTASI
(4) permintaan untuk menyampaikan Laporan Keuangan Audited, Laporan Evaluasi/Audit Kinerja, dan Rencana Kegiatan dan Anggaran Perusahaan (RKAP) terakhir;
(5) batas
waktu
pendukung
penyampaian kepada
laporan/kuesioner/data
Kantor
Wilayah
Ditjen
Perbendaharaan. c)
mengadministrasikan
dokumen-dokumen
pendukung
yang
diterima untuk keperluan penyusunan laporan monitoring. 4) Kepala Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan menetapkan konsep surat pemberitahuan monitoring untuk selanjutnya disampaikan kepada debitur; 5) Dalam hal debitur yang menjadi obyek monitoring adalah PDAM, Kepala Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan menugaskan Kepala Bidang Pembinaan Perbendaharaan untuk: a)
memeriksa apakah laporan pelaksanaan tersebut dikirimkan bersama kuesioner yang telah diisi lengkap;
b)
melakukan pemeriksaan untuk memastikan bahwa laporan tersebut telah mencantumkan informasi terakhir tentang tingkat harga rata-rata, biaya dasar, tingkat kehilangan air, cakupan pelayanan, jumlah rasio pegawai dan pelanggan, rugi/laba, investasi dan saldo kas.
c)
melakukan pengukuran dengan cara membandingkan target yang dicapai dengan target yang dijanjikan dalam business plan yang telah disetujui Menteri Keuangan dan merupakan bagian dari amandemen Naskah Perjanjian Pinjaman/ Naskah Perjanjian Penerusan Pinjaman.
d)
melakukan identifikasi permasalahan dalam hal pengukuran dimaksud menghasilkan nilai negatif atau realisasi target lebih kecil dari target dalam business plan.
e)
Identifikasi permasalahan paling kurang menelusuri kinerja PDAM pada variabel sebagai berikut:
(1) jumlah dan kondisi water meter induk yang terpasang; (2) kapasitasproduksi
yang
terpasang,
dioperasikan
dan
menganggur(idle capacity);
(3) panjang waktu produksi dan distribusi (dalam satuan jam); (4) jumlah produksi air dan jumlah pembelian air;
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
32
BAB II MANAJEMEN INVESTASI
(5) jumlah air yang didistribusikan; (6) peningkatan/penurunan penjualan air, pendapatan dan biaya;
(7) pembayaran kewajiban keuangan kepada pihak ketiga termasuk utang kepada pemerintah. f)
Dalam hal debitur yang menjadi obyek monitoring adalah BUMN/PT, berdasarkan dokumen yang telah disampaikan oleh debitur,
Kepala
Kantor
Wilayah
Ditjen
Perbendaharaan
menugaskan tim monitoring untuk:
(1) melakukan analisis dokumen yang meliputi: (a) memperbaharui data dan informasi yang terdapat dalam profil debitur sesuai format Form II.1; (b) melakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan dokumen yang
harus
disampaikan
dipersyaratkan
dalam
oleh
Naskah
debitur
sesuai
Perjanjian
yang
Penerusan
Pinjaman/Perjanjian Pinjaman Rekening Dana Inestasi. Apabila dokumen belum lengkap, maka dibuat Surat Permintaan Kelengkapan Dokumen kepada debitur dengan format sesuai Form II.2; (c) melakukan pemeriksaan terhadap dokumen RKAP dan memastikan bahwa pembayaran kembali pinjaman kepada pemerintah pada tahun berkenaan telah dialokasikan dalam RKAP
dimaksud.
Hasil
pemeriksaan
dokumen
RKAP
dituangkan dalamformat sesuai Form II.3; (d) melakukan pemeriksaan terhadap laporan keuangan audited danlaporanevaluasi kinerja, dan menuangkan hasilnya dalam bentuk laporan pelaksanaan RPKP sesuai dengan Form II.4;
(2) apabila dalam analisis dokumen diperlukan adanya data-data yang memerlukan konfirmasi dan verifikasi langsung di lokasi perusahaan/kegiatan, maka tim monitoring dapat melakukan kunjungan lapangan;
(3) setelah kegiatan monitoring dilaksanakan, tim monitoring wajib menyusun laporan monitoring dengan contoh format sesuai Form II.5.
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
33
BAB II MANAJEMEN INVESTASI
Form II.1 Profil Debitur
PROFIL DEBITUR PT XXX (PERSERO) 20XX A.
B.
INFORMASI UMUM PERUSAHAAN 1. Nama perusahaan
:
2. Alamat
:
3. Direksi
:
4. Komisaris
:
5. Contact person
:
GAMBARAN USAHA 1. Sejarah perusahaan 2. Bidang usaha 3. Unit usaha/cabang perusahaan 4. SDM dan sumber daya lainnya
C.
INFORMASI TERKINI (Bagian ini diisi oleh perkembangan terkini dari perusahaan menyangkut bidang teknik, manajemen, dan keuangan)
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
34
BAB II MANAJEMEN INVESTASI
Form II.2 Surat Permintaan Kelengkapan Dokumen KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN KANTOR WILAYAH PROVINSI ……………. …………………….(ALAMAT)…………………… TELEPON…………….. FAKSIMILI …… SITUS …………. Nomor Sifat Hal
: tanggal : : Permintaan Dokumen
Yth. Direksi PT XXX Jalan xxxxxxx No. xx Kota xxxx Menunjuk ketentuan dalam Naskah Perjanjian Penerusan Pinjaman/Perjanjian Pinjaman RDI Nomor .............. tanggal – bulan tahun, dengan ini kami beritahukan bahwa sampai saat ini kami belum menerima: 1. 2. 3. 4.
RKAP tahun 20xx yang telah disahkan RUPS; Laporan Keuangan tahun 20xx yang telah diaudit; Laporan Evaluasi Kinerja tahun 20xx; Dokumen lain.
Kami ingatkan kembali bahwa apabila sampai dengan tanggal xx bulan tahun Saudara belum menyampaikan dokumen sebagaimana dimaksud, maka sesuai dengan ketentuan dalam Naskah Perjanjian Penerusan Pinjaman/Perjanjian Pinjaman RDI Nomor . . . . . . . . . . . . tanggal – bulan tahun Pasal xx ayat xx, PT XXX akan dikenakan sanksi . . . . . . . . . . . . . . . . . Demikian kami sampaikan dan atas kerja sama Saudara, kami ucapkan terima kasih. Kepala Kantor .......................... NIP Tembusan : Direktur Jenderal Perbendaharaan u.p Direktur Sistem Manajemen Investasi
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
35
BAB II MANAJEMEN INVESTASI
Form II.3 Alokasi Pembayaran Kewajiban dalam RKAP Uraian
RKAP Tahun xxxx
Total Kewajiban Tahun xxxx
Alokasi pembayaran pinjaman kepada pemerintah Form II.4 Laporan Pelaksanaan RPKP Tahun xxxx (dalam ribuan rupiah) Realisasi Proyeksi Uraian Laporan RPKP Keuangan A. LABA/RUGI 1 Jumlah Pendapatan/Penjualan 2 Pendapatan Non-operasional 3 Biaya Langsung (Diluar By. Penyst.) 4 - Biaya Sumber - Biaya Pengolahan - Biaya Transmisi-Distribusi Biaya Administrasi (Diluar By. Bunga & 5 Penyst) 6 Biaya Bunga Pinjaman 7 Biaya Penyusutan 8 Rugi/LabaNon Operasi 9 Pajak 10 Rugi/Laba Bersih B. NERACA 1 Saldo Kas Akhir Tahun 2 Deposito Bank (Rp000) 3 Jumlah Piutang Usaha - Net 4 Jumlah Aktiva Tetap 5 Jumlah Aktiva Lain-lain 6 Jumlah Utang Lancar 7 Bagian Utang Pokok Jgk Panjang Jt. Tempo 8 Bagian Htg Bunga Pinjm Jatuh Tempo 9 Jumlah Utang Jatuh Tempo Tahun Berjalan - Pokok - Bunga - Jasa Bank 10 Utang Denda : - Pokok Pinjaman - Bunga 11 Jumlah Utang Jangka Panjang 12 Jumlah Kewajiban Lain-lain 13 Jumlah Modal & Cadangan C. ARUS KAS Saldo Kas Awal berupa Kas,Setara Kas, 1 Bank, dan Deposito 2 Penerimaan/(Pengeluaran) Kas dari Operasi
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
36
BAB II MANAJEMEN INVESTASI
Uraian
Proyeksi RPKP
Realisasi Laporan Keuangan
3
Penerimaan/(Pengeluaran) Kas dari Investasi Penerimaan/(Pengeluaran) Kas dari 4 Pendanaan Saldo Kas Akhir berupa Kas,Setara Kas, 5 Bank, dan Deposito Catatan: Uraian dapat disesuaikan dengan laporan keuangan masing-masing BUMN
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
37
BAB II MANAJEMEN INVESTASI
Form II.5 Laporan Monitoring a. BUMN/PT LAPORAN MONITORING PT XXX A. Ruang Lingkup Monitoring B. Informasi Umum Perusahaan C. Gambaran Usaha D. Perkembangan Terkini E. Perkembangan Pelaksanaan RPKP
F.
1.
Laporan Rugi/Laba
2.
Neraca
3.
Arus Kas
Kesimpulan
G. Masukan b. PDAM LAPORAN MONITORING PDAM ...... A. Ruang Lingkup Monitoring B. Informasi Umum PDAM C. Hasil Audit Kinerja dan Audit Laporan Keuangan D. Perkembangan Pelaksanaan Business Plan E. Kesimpulan F.
Masukan
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
38
BAB II MANAJEMEN INVESTASI
6. Restrukturisasi Pinjaman/Penerusan Pinjaman a. Dasar Hukum 1) PMK 153/PMK.05/2008 tanggal 22 Oktober 2008 tentang Penyelesaian Piutang Negara yang bersumber dari Penerusan Pinjaman Luar Negeri, RDI dan RDA pada Pemda 2) PMK 120/PMK.05/2008 tanggal 19 Agustus 2008 tentang Penyelesaian Piutang Negara yang bersumber dari Penerusan Pinjaman Luar Negeri, RDI dan RDA pada PDAM; 3) PMK 17/PMK.05/2007 tanggal 19 Februari 2007 tentang Penyelesaian Piutang Negara yang Bersumber dari Penerusan Pinjaman dan Perjanjian Pinjaman RDI pada BUMN/PT 4) PMK 114/PMK.05/2008 tanggal 4 Juli 2012 tentang Penyelesaian Piutang Negara yang bersumber dari Penerusan Pinjaman Luar Negeri, RDI dan RDA pada PDAM b. Restrukturisasi PEMDA Restrukturisasi Pemda didasarkan pada PMK 153/PMK.05/2008 Tentang Penyelesaian Piutang Negara Yang Bersumber dari Penerusan Pinjaman Luar Negeri, Rekening Dana Investasi, Dan Rekening Pembangunan Daerah Pada Pemerintah Daerah. Penyelesaian Piutang Negara dengan restrukturisasi hutang bertujuan untuk: 1) mengoptimalkan penyelesaian Tunggakan; 2) membantu Pemerintah Daerah menyelesaikan Tunggakan atas pinjaman; dan 3) membuka kesempatan bagi Pemerintah Daerah melakukan investasi Restrukturisasi Pinjaman Pemerintah Daerah dilakukan dengan cara penjadualan kembali terhadap Tunggakan Pokok yang disertai dengan: 1) penghapusan atas seluruh Tunggakan Non Pokok; atau 2) kombinasi antara penghapusan atas sebagian Tunggakan Non Pokok dan Debt Swap. Debt Swap dilaksanakan untuk kegiatan sarana dan prasarana di sektor pendidikan
(sekolah),
kesehatan
(puskesmas,
puskesmas
keliling,
dan/atau puskesmas pembantu) dan infrastruktur (jalan baru khususnya di pedesaan, irigasi, jembatan, dan air bersih). Kegiatan sarana dan prasarana yang direncanakan oleh Pemerintah Daerah untuk dibiayai dengan dana yang bersumber dari DAK, Hibah, dan Dana Penyesuaian
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
39
BAB II MANAJEMEN INVESTASI
tidak dapat diusulkan dalam rangka Restrukturisasi Pinjaman melalui mekanisme Debt Swap. Pemerintah Daerah yang pada saat ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan ini mempunyai Tunggakan di atas Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dapat mengikuti Restrukturisasi Pinjaman Pemerintah Daerah berupa penjadualan kembali Tunggakan Pokok disertai dengan penghapusan Tunggakan Non Pokok yang perhitungannya dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1) Untuk Tunggakan sampai dengan Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dilakukan penghapusan Tunggakan Non Pokok yang besarnya dihitung dengan formula: P1 = Tunggakan Non Pokok x Rp5.000.000.000,00 Tunggakan 2) Untuk sisa Tunggakan selebihnya dilakukan penghapusan Tunggakan Non Pokok melalui mekanisme Debt Swap,yang besarnya dihitung dengan formula: P2 = Tunggakan Non Pokok - P1 Pemerintah Daerah yang pada saat ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan ini mempunyai Tunggakan sampai dengan Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dapat mengikuti Restrukturisasi Pinjaman Pemerintah Daerah berupa: 1) penjadualan kembali Tunggakan Pokok; dan 2) penghapusan seluruh Tunggakan Non Pokok c. Restrukturisasi PDAM Restrukturisasi PDAM didasarkan pada
Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 120/PMK.05/2008 Tentang Penyelesaian Piutang Negara Yang Bersumber dari Penerusan Pinjaman Luar Negeri, Rekening Dana Investasi, Dan Rekening Pembangunan Daerah Pada Perusahaan Daerah Air Minum. Penyelesaian Piutang Negara pada PDAM bertujuan untuk: 1) mengurangi beban keuangan PDAM; 2) memperbaiki manajemen PDAM; dan 3) membantu PDAM untuk mendapatkan sumber pembiayaan untuk keperluan investasi. Penyelesaian Piutang Negara pada PDAM didasarkan atas kinerja PDAM dan dilakukan dengan cara sebagai berikut:
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
40
BAB II MANAJEMEN INVESTASI
1) Penghapusan atas seluruh Tunggakan Non-Pokok, atau kombinasi antara penghapusan atas sebagian Tunggakan Non-Pokok dan penghapusan melalui mekanisme Debt Swap to Investment; dan 2) Penjadualan kembali atas seluruh Tunggakan Pokok. Debt Swap to Investment adalah penghapusan utang yang dilakukan dengan mekanisme pertukaran sebagian Tunggakan Non-Pokok dengan kegiatan/proyek investasi yang dibiayai dari dana PDAM dan/atau APBD. Penghapusan Piutang Negara pada PDAM diberlakukan terhadap seluruh Tunggakan Non-Pokok dan dilaksanakan dalam 2 (dua) tahap yaitu Penghapusan Secara Bersyarat dan penghapusan secara mutlak. PDAM yang menunjukkan kinerja sakit atau kurang sehat berdasarkan laporan hasil audit kinerja memperoleh penghapusan terhadap seluruh Tunggakan Non-Pokok sedangkan yang menunjukkan kinerja sehat berdasarkan laporan hasil audit kinerja diberikan kombinasi antara penghapusan atas sebagian Tunggakan Non-Pokok dan penghapusan melalui mekanisme Debt Swap to Investment. Tata cara penghapusan tunggakan non-pokok dan penjadualan tunggakan pokok, sebagai berikut: 1) PDAM menyampaikan permohonan penghapusan Tunggakan NonPokok dan penjadualan kembali Tunggakan Pokok kepada Menteri melalui Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Daerah dan DPRD. 2) Permohonan penghapusan Tunggakan Non-Pokok dan penjadualan kembali Tunggakan Pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan
secara
tertulis
dengan
melampirkan
dokumen
pendukung sebagai berikut: (a) Laporan keuangan perusahaan 1 (satu) tahun terakhir yang telah diaudit oleh auditor, tidak diperkenankan yang menunjukkan opini tidak
wajar
(adverse)
atau
tidak
memberikan
pendapat
(disclaimer), kecuali opini disclaimer yang disebabkan oleh ketidakpastian kelangsungan operasional (going concern); (b) Laporan hasil audit kinerja PDAM yang dilakukan oleh auditor dalam hal ini BPKP dan/atau BPK; (c) Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP)/Rencana Anggaran Biaya (RAB) PDAM 1 (satu) tahun terakhir;
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
41
BAB II MANAJEMEN INVESTASI
(d) Business Plan sebagaimana dimaksud pada Pasal 8 huruf c; dan (e) Surat Pernyataan Kesanggupan Gubernur/Bupati/Walikota yang berisi kesediaan Pemda selaku pemilik untuk memberikan tambahan bantuan dana kepada PDAM sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan keuangan daerah
yang
dapat
mendorong
PDAM
untuk
memenuhi
kewajibannya sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III Peraturan Menteri Keuangan ini. Atas dasar permohonan PDAM, Komite melakukan analisis dan evaluasi. Apabila disetujui maka Menteri menetapkan persetujuan penyelesaian Piutang Negara pada PDAM, Sedangkan apabila setelah dilakukan analisi permohonan tidak dapat disetujui, maka Direktur Jenderal atas nama Menteri memberitahukan penolakan penghapusan Tunggakan Non-Pokok dan penjadualan kembali Tunggakan Pokok disertai dengan alasan penolakannya. Berdasarkan penetapan persetujuan penyelesaian Piutang Negara pada PDAM ditetapkan persetujuan Penghapusan Secara Bersyarat sesuai dengan kewenangan penetapan penghapusan yaitu: 1) Menteri untuk jumlah sampai dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah); 2) Presiden untuk jumlah lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) sampai dengan Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah); dan 3) Presiden
dengan
persetujuan
DPR
untuk
jumlah
lebih
dari
Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah). Setelah penghapusan bersyarat disetujui maka dilakukan perubahan perjanjian pinjaman dan/atau perubahan perjanjian penerusan pinjaman antara
Direktur/Direktur
Utama
PDAM
dengan
Direktur
Jenderal.
Penghapusan secara mutlak atas Tunggakan Non-Pokok ditetapkan paling cepat 2 (dua) tahun sejak tanggal ditetapkannya Penghapusan Secara Bersyarat, setelah terlebih dahulu dilakukan penilaian terhadap realisasi Business Plan. Dalam hal Piutang Negara dalam satuan mata uang asing, nilai piutang yang dihapuskan secara bersyarat dan secara mutlak adalah nilai yang setara dengan nilai kurs tengah Bank Indonesia yang berlaku pada Cut-off Date.
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
42
BAB II MANAJEMEN INVESTASI
d. Restrukturisasi BUMN Restrukturisasi BUMN didasarkan pada PMK NOMOR 17/PMK.05/2007 tentang Penyelesaian Piutang Negara Yang Bersumber Dari Naskah Perjanjian Penerusan Pinjaman Dan Perjanjian Pinjaman Rekening Dana Investasi
Pada
Badan
Usaha
Milik
Negara/Perseroan
Terbatas.
BUMN/Perseroan Terbatas yang dapat memperoleh penyelesaian Piutang Negara adalah BUMN/Perseroan Terbatas yang memiliki kriteria sebagai berikut: 1) mengalami kesulitan pembayaran pokok, bunga/biaya administrasi, biaya komitmen, denda, dan/atau biaya lainnya; 2) masih memiliki prospek usaha yang baik; 3) mampu memenuhi kewajiban setelah penyelesaian Piutang Negara. Penyelesaian Piutang Negara pada BUMN/Perseroan Terbatas yang bersumber dari NPPP dan Perjanjian Pinjaman RDI, dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1) Penjadualan kembali; Yang dimaksud penjadwalan kembali adalah perubahan jangka waktu pinjaman
yang
mengakibatkan
perubahan
terhadap
besarnya
pembayaran atas utang pokok, bunga/biaya administrasi, biaya komitmen, denda, dan biaya lainnya yang telahditetapkan dalam perjanjian. Kewenangan penetapan penjadualan kembali dilakukan oleh Menteri. 2) Perubahan persyaratan; Yang dimaksud perubahan persyaratan adalah perubahan sebagian atau seluruh persyaratan pinjaman yang tertuang dalam NPPP atau Perjanjian Pinjaman RDI, namun tidak termasuk tidak termasuk perubahan jangka waktu pinjaman. Kewenangan
Perubahan
persyaratan dilakukan oleh Menteri. 3) Penyertaan Modal Negara; Penyertaan Modal Negara adalah pemisahan kekayaan negara dari perubahan status utang BUMN/Perseroan Terbatas yang berasal dari NPPP dan Perjanjian Pinjaman RDI untuk dijadikan sebagai modal BUMN/Perseroan
Terbatas.
Penyertaan
Modal
Negara
dapat
dilakukan apabila penyelesaian Piutang Negara secara nyata-nyata tidak mampu diselesaikan dengan cara penjadualan kembali dan/atau perubahan persyaratan. Ketidakmampuan penyelesaian piutang harus dibuktikan dengan analisis yang meliputi aspek keuangan, aspek
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
43
BAB II MANAJEMEN INVESTASI
operasional,
dan
aspek
administratif.
Kewenangan
penetapan
Penyertaan Modal Negara dilakukan oleh Presiden dengan Peraturan Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan 4) Penghapusan. Penghapusan piutang adalah penghapusan sebagian atau seluruh Piutang Negara pada BUMN/Perseroan Terbatas. Penghapusan dapat dilakukan apabila penyelesaian Piutang Negara secara nyata-nyata tidak mampu diselesaikan hanya melalui cara penjadualan kembali, perubahan
persyaratan,
dan/atau
Penyertaan
Modal
Negara.
Ketidakmampuan penyelesaian piutang tersebut harus dibuktikan dengan analisis yang meliputi aspek keuangan, aspek operasional, dan aspek administratif. Kewenangan penghapusan ini dilakukan secara berjenjang, yaitu: (a) Menteri untuk jumlah sampai dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah); (b) Presiden untuk jumlah lebih dan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) sampai dengan Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah); (c) Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk jumlah lebih dari Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
7. Penutupan Perjanjian Penutupan perjanjian dilakukan terhadap pinjaman yang sudah dibayar lunas. Debitur dapat mengajukan usulan penutupan kepada Direktorat SMI apabila seluruh kewajibannya telah lunas. Usulan penutupan akan diverifikasi oleh Subdit VSAP dan diteruskan kepada Subdit Hukum dan Kepatuhan dengan dilampiri: a.
Daftar Perhitungan Pelunasan yang ditandatangai oleh Kasi Setelmen I/II;
b.
Berita Acara Rekonsiliasi terakhir;
c.
Bukti pembayaran pelunasan.
Penutupan perjanjian di tandatangani oleh Ditjen Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan dan disetujui oleh Debitur.
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
44
BAB III KREDIT PROGRAM
BAB III KREDIT PROGRAM A. Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) Dalam
rangka
mendukung
Program
Ketahanan
Pangan
dan
Program
Pengembangan Bahan Baku Bahan Bakar Nabati, diperlukan pendanaan yang mengedepankan
peran
perbankan
nasional
dengan
subsidi
bunga
dari
Pemerintah. Selain itu, agar penyediaan, penyaluran dan pertanggungjawaban pendanaan KKP-E dapat berjalan secara tertib, terkendali, efektif, dan efisien, perlu diciptakan suatu skim dan mekanisme kredit yang terpadu. Untuk itu telah diterbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.05/2007 tanggal 17 Juli 2007 tentang KKP-E sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48/PMK.05/2009 tentang Perubahan Pertama Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.05/2007 tanggal 17 Juli 2007 tentang KKP-E dan
terakhir
kali
diubah
dengan
Peraturan
Menteri
Keuangan
Nomor
198/PMK.05/2010 tanggal 23 November 2010. Pendanaan KKP-E berasal dari Bank Pelaksana yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan atas dasar permohonan bank yang bersangkutan, yang kemudian diatur dalam Perjanjian Kerjasama Pendanaan (PKP) antara Pemerintah dan Bank Pelaksana KKP-E. Risiko KKP-E ditanggung Bank Pelaksana, kecuali skim intensifikasi padi, jagung dan kedelai sebagian dapat dijaminkan ke lembaga penjamin yang didukung oleh Pemerintah. Risiko KKP-E ditanggung sepenuhnya oleh Bank Pelaksana, kecuali untuk skim intensifikasi padi/jagung/kedelai, skim hortikultura (ubi kayu dan ubi jalar) serta skim peternakan khususnya sapi, sebagian risiko bank pelaksana dapat ditanggung secara bersama-sama oleh lembaga penjamin dan pemerintah. Plafon KKP-E Per Bank Pelaksana Per Kelompok Kegiatan ditetapkan oleh Menteri Keuangan dengan mempertimbangkan Program Kementerian Teknis, Komitmen Pendanaan Bank Pelaksana, Alokasi Subsidi Bunga dalam APBN, dan pendapat Komite Kebijakan. Peserta KKP-E adalah Petani / Peternak / Pekebun / Nelayan dan Pembudidaya Ikan yang tergabung dalam Kelompok/Koperasi secara mandiri atau bekerjasama dengan Mitra Usaha. Calon Peserta KKP-E mengajukan KKP-E kepada Bank Pelaksana dengan dilampiri Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) yang telah disetujui Dinas terkait, diseleksi dan ditetapkan sebagai Peserta KKP-E oleh Bank Pelaksana.
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
45
BAB III KREDIT PROGRAM
Kegiatan Usaha yang dibiayai KKP-E adalah: 1. Pengembangan Tanaman Pangan; 2. Pengembangan Hortikultura; 3. Pengembangan Perkebunan; 4. Pengembangan Pengadaan Pangan berupa gabah, jagung, kedelai dan perikanan; 5. Peternakan; 6. Penangkapan dan Pembudidayaan ikan; dan 7. Pengadaaan/peremajaan peralatan, mesin dan sarana lain yang diperlukan untuk menunjang kegiatan usaha dari huruf a s/d f di atas. Jangka waktu KKP-E ditetapkan oleh Bank Pelaksana berdasarkan siklus usaha dan tanam, paling lama 5 (lima) tahun. Tingkat bunga peserta KKP-E ditetapkan sebesar tingkat bunga Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) ditambah 5% untuk kegiatan usaha perkebunan (tebu) dan ditambah 6% untuk kegiatan usaha non perkebunan (tebu). Plafon Peserta KKP-E per individu maksimum sebesar Rp.100 juta dan untuk Koperasi, Kelompok Tani dan/atau Gabungan Kelompok Tani (KKP-E Pengadaan pangan gabah, jagung, dan kedelai serta perikanan) maksimum sebesar Rp.500 juta. Sedangkan untuk pengadaan/peremajaan peralatan dan mesin, batas maksimum kredit adalah sebesar Rp.500 juta. SKEMA KKP-E DEPT. KEUANGAN DIT. SMI
Tagihan subsidi bunga
BANK PELAKSANA KKP‐E
Permohonan kredit
Rekomendasi
DINAS TEKNIS TERKAIT
Penyaluran kredit
KELOMPOK TANI/GABUNGAN Kel. TANI
Pembinaan dan mengesahkan RDKK
Penyaluran kredit
PETANI/PETENAK/P EKEBUN/NELAYAN
Skema Penyaluran KKP‐E
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
46
BAB III KREDIT PROGRAM
Bank Pelaksana KKP-E sebanyak 22 bank yang menyediakan alokasi kredit KKPE dengan plafon total sebesar Rp.9,34 triliun (posisi per 28 Februari 2013). Outstanding KKP-E s.d. 28 Februari 2013 adalah sebesar Rp.4,01 triliun atau sebesar 42,92% dari total plafon. Realisasi subsidi bunga TA 2012 sebesar Rp.196,08 miliar (87,20%) dari alokasi TA 2012 sebesar Rp.224,86 miliar. Formulasi perhitungan KKP-E adalah sebagai berikut : Outstanding x Tingkat Subsidi Bunga x (Hari Bunga/365)
Keterangan: 1.
Outstanding = Penyaluran / Mutasi Debet dikurangi Pengembalian / Mutasi Kredit.
2.
Hari Bunga = Sejak Tanggal Mutasi s.d. Tanggal Jatuh Tempo / Tanggal Akhir Periode.
3.
Tingkat Subsidi Bunga = Tingkat Subsidi Bunga yang ditetapkan Menteri Keuangan.
Untuk mengetahui kebenaran perhitungan subsidi bunga KKP-E yang telah dibayarkan kepada Bank Pelaksana, maka perlu dilakukan Monitoring dan Verifikasi terhadap pembayaran subsidi bunga KKP-E sebagaimana ketentuan Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah dan Bank Pelaksana KKP-E dan Prinsip Pengelolaan Keuangan Negara. Pelaksanaan Monitoring dan Verifikasi dilakukan dengan : 1. Meminta data perkembangan pelaksanaan KKP-E yang meliputi penyaluran, pengembalian, outstanding, dan jumlah debitur serta informasi lainnya terkait dengan pelaksanaan KKP-E kepada Bank Pelaksana; 2. Memberikan lembar isian kepada Bank Pelaksana KKP-E untuk diisi oleh petugas bank yang menangani/memahami masalah KKP-E; 3. Memilih dan mengunjungi satu atau dua sampel peserta KKP-E dengan mempertimbangkan jarak dan waktu pelaksanaan monitoring KKP-E. B. Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP) Dalam rangka pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2006, Pemerintah telah mencanangkan program pengembangan tanaman bahan baku bahan bakar nabati. Guna mempercepat pertumbuhan sektor riil melalui pengembangan perkebunan, Menteri Pertanian telah menetapkan Peraturan Menteri Pertanian No. 33/Permentan/OT. 140/7/2006 tentang Pengembangan Perkebunan Melalui Program Revitalisasi Perkebunan. Pelaksanaan program pengembangan tanaman bahan baku bahan bakar nabati dan revitalisasi perkebunan didukung pendanaan
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
47
BAB III KREDIT PROGRAM
yang
mengedepankan
perbankan
nasional.
Berdasarkan
pertimbangan
sebagaimana dimaksud dalam butir 1 dan 2, Menteri Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 117/PMK.06/2006 tanggal 30 Nopember 2006 tentang Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP). Pengembangan perkebunan yang dapat didanai melalui KPEN-RP meliputi perluasan, rehabilitasi, dan peremajaan tanaman kelapa sawit, karet, dan kakao. KPEN-RP diberikan langsung kepada Petani Peserta atau melalui Mitra Usaha. Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan menunjuk Bank Pelaksana berdasarkan permohonan bank yang bersangkutan. Antara Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan dan Bank Pelaksana dibuat Perjanjian Kerjasama Pendanaan. Tingkat bunga KPEN-RP ditetapkan sebesar tingkat bunga pasar yang berlaku untuk kredit sejenis dengan ketentuan setinggi-tingginya sebesar suku bunga penjaminan simpanan pada Bank Umum yang ditetapkan oleh Lembaga Penjamin Simpanan ditambah 5% (lima per seratus). Menteri Keuangan menetapkan bagian tingkat bunga KPEN-RP yang dibebankan kepada Petani Peserta atas usul Menteri Pertanian, setelah mendengar pendapat Komite Kebijakan atas hasil kajian Komite Teknis. Subsidi bunga atas KPEN-RP diberikan sebesar selisih antara tingkat bunga KPEN-RP sebagaimana dimaksud dalam butir 11 dengan tingkat bunga KPEN-RP yang dibebankan kepada Petani Peserta. Tingkat bunga KPEN-RP ditinjau dan ditetapkan kembali setiap 6 (enam) bulan pada tanggal 1 April dan 1 Oktober berdasarkan kesepakatan bersama antara Pemerintah dan Bank setelah mendengar pendapat Komite Kebijakan atas hasil kajian Komite Teknis. Subsidi bunga dibayarkan setiap 3 bulan berdasarkan data penyaluran yang disampaikan Bank Pelaksana. Pemerintah memberikan Subsidi Bunga selama masa pengembangan. Masa pengembangan perkebunan yaitu maksimal selama 5 (lima) tahun untuk kelapa sawit dan kakao, sedangkan untuk karet maksimal selama 7 (tujuh) tahun. Risiko KPEN-RP ditanggung sepenuhnya oleh Bank Pelaksana, dan/atau bersama dengan Mitra Usaha, dan/atau bersama dengan lembaga penjamin kredit, atas kesepakatan bersama. Pendanaan KKP-E berasal dari Bank Pelaksana sebanyak 17 bank yang menyediakan alokasi kredit KPEN-RP sebesar Rp (?) dengan plafon total sebesar Rp.38,61 triliun (posisi per 28 Februari 2013). Telah Akad Kredit s.d. 28 Februari 2013 adalah sebesar Rp.7,32 triliun atau sebesar 18,97% dari total plafon. Subsidi Bunga KPEN-RP yang telah dibayarkan TA 2012 adalah sebesar Rp 76,99 Miliar
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
48
BAB III KREDIT PROGRAM
(87,40%) dari alokasi sebesar Rp 88,09 Miliar dialokasikan anggaran subsidi bunga KPEN-RP sebesar Rp 80,313 miliar. Realisasi penyaluran KPEN-RP masih sangat rendah. Hal ini disebabkan oleh berbagai macam kendala pada proses penyaluran kredit kepada peserta KPENRP, salah satunya yang sangat mengemuka adalah masalah sertifikasi lahan. SKEMA KPEN-RP Program Pengembangan KEMENTERIAN Tanaman dan Pembiayaan KEUANGAN Subsidi Bunga (LPS + 5%) – 10% (selama masa pengembangan)
Perjanjian Kerjasama Pendanaan Tingkat Bunga Kredit Bank (Maksimal) = LPS + 5%
PEMDA CQ. DINAS PERKEBUNAN
BANK PELAKSANA
Penetapan Mitra Usaha MITRA USAHA
Perjanjian Kerjasama
Bunga kepada petani = 10% (selama masa pengembangan)
Akad Kredit
KOPERASI/ KEL. TANI
Penunjukan Calon Petani Peserta
KEMENTERIA NPERTANIAN
Perjanjian Kerjasama
(Mewakili Petani) Kuasa untuk menandatangani Akad Kredit/Perjanjian Kerjasama Petani
Petani
Petani
Diseleksi & ditetapkan oleh Bank Pelaksana
Untuk pengemb kebun yang pengolahan hasilnya dapat dilakukan secara individual, tidak wajib bekerja sama dengan Mitra Usaha
Persetujuan Calon Mitra Usaha
Skema Penyaluran KPEN‐RP
Formula Perhitungan Subsidi Bunga KPEN-RP Subsidi bunga KPEN-RP
=
Selisih antara tingkat bunga KPEN-RP dengan tingkat bunga yang dibebankan kepada petani
x
Pokok Pinjaman
dengan ketentuan : Pokok Pinjaman
=
Realisasi biaya pengembangan kebun petani selama masa pengembangan kebun
+
Kapitalisasi bunga (3 bulan) yang dibebankan kepada petani selama masa pengembangan
Plafon Peserta KPEN-RP per individu maksimum seluas 4 ha dengan nominal yang disesuaikan dengan peraturan Ditjen Perkebunan, Kementerian Keuangan. Untuk mengetahui kebenaran perhitungan subsidi bunga KPEN-RP yang telah dibayarkan kepada Bank Pelaksana, maka perlu dilakukan verifikasi terhadap pembayaran subsidi bunga KPEN-RP sebagaimana ketentuan Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah dan Bank Pelaksana KKP-E dan Prinsip Pengelolaan Keuangan Negara.
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
49
BAB III KREDIT PROGRAM
C. Kredit Pemberdayaan Pengusaha Nangroe Aceh Darussalam dan Nias (KPP NAD Nias) Bencana alam gempa dan gelombang tsunami akhir tahun 2004 yang lalu telah mengakibatkan
kerusakan
yang
luar
biasa
diberbagai
aspek
kehidupan
masyarakat di wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Kepulauan Nias. Kehilangan/kerusakan aset, ditambah dengan sarana dan prasarana perekonomian yang belum sepenuhnya pulih, yang mengakibatkan biaya operasional usaha menjadi mahal, pada akhirnya mengakibatkan pengusaha lokal sulit untuk segera bangkit kembali dari keterpurukan akibat bencana alam tersebut. Rapat konsultasi antara Tim Pengawas Penanggulangan Bencana Alam di Propinsi NAD dan Nias Sumatera Utara - DPR RI dengan Pemerintah c.q. Menteri Keuangan pada tanggal 27 Maret 2007 disepakati bahwa pengusaha lokal perlu dibantu dan diberdayakan untuk dapat berperan serta mendukung rehabilitasi dan rekonstruksi perekonomian Provinsi NAD dan Kepulauan Nias melalui penyediaan kredit dengan tingkat bunga yang terjangkau yang mengedepankan pendanaan perbankan dengan subsidi bunga Pemerintah. Sebagai tindaklanjut hasil Rapat di atas dan sebagai pelaksanaan Kredit Pemberdayaan Pengusaha NAD dan Nias korban bencana Alam Gempa dan Tsunami, telah ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan No. 135/PMK.05/2008 tanggal 23 Juli 2008 tentang Kredit Pemberdayaan Pengusaha NAD dan Nias (KPP NAD dan Nias). Surat Kuasa Menteri Keuangan No. SKU-295/MK/2008 tanggal
20
Agustus
2008
tentang
pelimpahan
kuasa
kepada
Dirjen
Perbendaharaan dalam rangka KPP NAD dan Nias. Terkait Pelaksanaan dari kegiatan ini telah dilakukan hal-hal sebagai berikut: 1. Sosialisasi Peraturan Menteri Keuangan No.135/PMK.05/ 2008 pada tanggal 18
Agustus 2008 di Banda Aceh, NAD dan tanggal 24 Agustus 2008 di Nias, Kepulauan Nias (Sumatera Utara); 2. Penetapan Bank Pelaksana KPP NAD dan Nias, yaitu PT. Bank Sumut dan PT.
BPD Istimewa Aceh, Bank Mandiri dan Bank BNI (Bank BRI menolak untuk menjadi bank pelaksana); 3. Peraturan Gubernur NAD dan Peraturan Gubernur terkait pelaksanaan teknis
KPP NAD dan Nias. Realisasi outstanding penyaluran KPP NAD-Nias s.d 28 Februari 2013 oleh BPD Aceh, BPD Sumatera Utara, BNI dan Bank Mandiri selaku Bank Pelaksana sebesar Rp.26,33 miliar (3,13%) dari komitmen sebesar Rp.840 miliar dan
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
50
BAB III KREDIT PROGRAM
realisasi subsidi bunga Tahun Anggaran 2012 sebesar Rp.1,39 miliar (27,86%) dari alokasi subsidi sebesar Rp.5 miliar.
Pembayaran subsidi bunga KPP NAD Nias kepada Bank Pelaksana dilakukan berdasarkan saldo harian KPP-NAD secara bunga tunggal dan dihitung berdasarkan hari yang sebenarnya dengan ketentuan 1 (satu) tahun dihitung 365 (tiga ratus enam puluh lima) hari sebagai faktor pembagi tetap, dan dibayarkan setiap 6 bulan, dengan ketentuan: 1. periode bulan Oktober s.d. Maret, subsidi bunga ditagihkan pada bulan April; dan 2. periode bulan April s.d. September, subsidi bunga ditagihkan pada bulan Oktober. Formula Perhitungan Subsidi Bunga KPP NAD-NIAS: Outstanding x Tingkat Subsidi Bunga x (hari bunga/365) Keterangan : 1. Outstanding: penyaluran/mutasi debet dikurangi pengembalian/mutasi kredit 2. Tingkat subsidi bunga: tingkat subsidi bunga yang ditetapkan Menteri Keuangan 3. Hari bunga: sejak tanggal mutasi s.d. tanggal jatuh tempo/tanggal akhir periode
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
51
BAB III KREDIT PROGRAM
4. Tanggal jatuh tempo/tanggal akhir periode: tanggal terakhir pelunasan kredit oleh debitur sesuai perjanjian kredit antara debitur dan bank pelakasana KKPE. Subsidi bunga KPP NAD-Nias diberikan selama jangka waktu pinjaman dan tidak termasuk untuk perpanjangan jangka waktu pinjaman dan tambahan plafon. D.
Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS) Berdasarkan surat Menteri Keuangan RI No. 258/KU.300/M/10/2008 tanggal 21 Oktober 2008, diputuskan dalam rakortas Wakil Presiden tanggal 24 Juni 2008 bersama beberapa Menteri Kabinet dan calon Bank Pelaksana untuk pengadaan satu juta ekor bibit sapi dalam lima tahun.Pelaku Usaha perlu diberikan bantuan tingkat bunga yang memadai untuk melaksanakan program pemerintah melalui swasembada daging sapi melalui program subsidi bunga kredit yang disalurkan oleh perbankan pelaksana. Penyaluran
KUPS
berdasarkan
Peraturan
Menteri
Keuangan
No.
131/PMK.05/2009 tanggal 18 Agustus 2009 sebagaimana telah diubah dengan PMK No.241/PMK.05/ 2011 tanggal 27 Desember 2011 tentang Kredit Usaha PembibitanSapi, yang diantaranya mengatur tentang pemberian subsidi bunga kepada Pelaku usaha pembibitan sapi. Realisasi penyaluran KUPS hingga 28 Februari 2013 oleh 12 Bank Pelaksana sebesar Rp.575,24 miliar (14,51%) dari komitmen pendanaan sebesar Rp.3,96 triliun. Sedangkan realisasi pembayaran subsidi bunga KUPS hingga 31 Desember 2012 adalah sebesar Rp.26,98 miliar (63,40%) dari plafon sebesar Rp.42,55 miliar. 12 Bank Pelaksana KUPS adalah Bank BRI, Bank BNI, Bank Mandiri, Bank Bukopin, BPD Sumut, BPD Sumbar, BPD Jateng, BPD DIY, BPD Jatim, BPD Bali, BPD NTB dan BPD Jambi. Formula Perhitungan Subsidi Bunga KUPS: Subsidi bunga = Outstanding x Tingkat Subsidi Bunga x (hari bunga/365) Keterangan : 1. Outstanding: penyaluran/mutasi debet dikurangi pengembalian/mutasi kredit 2. Tingkat subsidi bunga: tingkat subsidi bunga yang ditetapkan Menteri Keuangan 3. Hari bunga: sejak tanggal mutasi s.d. tanggal jatuh tempo/tanggal akhir periode 4. Tanggal jatuh tempo/tanggal akhir periode: tanggal terakhir pelunasan kredit oleh debitur sesuai perjanjian kredit antara debitur dan bank pelakasana KUPS
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
52
BAB III KREDIT PROGRAM
E. Skema Subsidi Resi Gudang (S-SRG) Dalam rangka membantu usaha kecil, menengah, petani serta kelompok tani dalam mendapatkan akses kredit perbankan, maka pada rapat Panitia Anggaran DPR dan Pemerintah pada tanggal 21-24 Oktober 2008, disepakati untuk memberikan subsidi atas kepemilikan Resi Gudang yang dimanfaatkan untuk menjaga usaha produksi yang berkelanjutan. Menindaklanjuti hal tersebut, pada bulan November 2008 telah dilaksanakan rapat antara Ditjen Perbendaharaan c.q. Direktorat Sistem Manajemen Investasi dengan Kementerian Perdagangan guna membahas rencana subsidi bunga kredit melalui skim Kredit Subsidi Resi Gudang (KSRG). Tujuan Kredit SRG ini antara lain adalah: 1. memfasilitasi petani/poktan/gapoktan dan koperasi agar dapat dengan mudah mengakses sumber pembiayaan baik bank maupun lembaga keuangan lainnya; 2. petani/poktan/gapoktan dapat memanfaatkan Sistem Resi Gudang (SRG) dalam upaya menghindari kejadian anjlok harga pada saat panen raya; 3. memfasilitasi petani/poktan/gapoktan agar mendapatkan pembiayaan/harga yang lebih baik pada saat musim paceklik.
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
53
BAB III KREDIT PROGRAM
Sasaran yang ingin dicapai melalui program Kredit SRG ini antara lain: 1. Terfasilitasinya petani/poktan/gapoktan dan koperasi dalam mengakses sumber
pembiayaan
baik
bank
maupun
lembaga
keuangan
dalam
pelaksanaan SRG di 15 Kabupaten yang tersebar di 7 provinsi yaitu: Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Gorontalo, Sulawesi Utara dan Lampung. 2. Terfasilitasinya petani/poktan/gapoktan dan koperasi di daerah sentra produksi yang menghasilkan 8 komoditi yaitu: Gabah, beras, jagung, karet, kakao, kopi, lada dan rumput laut. Realisasi penyaluran S-SRG per 28 Februari 2013 oleh 7 bank pelaksana (BPD Jatim, BPD Jabar, Bank BRI, BPD Kalsel , BPD DIY, BPD Sumut dan BPD Jateng) sebesar Rp58,54 miliar(49,19%) dari komitmen pendanaan sebesar Rp119 miliar. Realisasi Pembayaran subsidi bunga S-SRG Tahun Anggaran 2012 sebesar Rp430 juta (40,93%) dari Plafon sebesar Rp1,05 miliar. Rendahnya penyaluran S-SRG ini disebabkan belum tersedianya sarana pergudangan komoditas yang memenuhi standar yang ditetapkan oleh Badan Pengawas
Perdagangan
Berjangka
Komoditi
(Bappebti)
Kementerian
Perdagangan. Formula Perhitungan Subsidi Bunga S-SRG: Outstanding x Tingkat Subsidi Bunga x (hari bunga/365) Keterangan: 1. Outstanding = penyaluran/mutasi debet dikurangi pengembalian/mutasi kredit 2. Tingkat subsidi bunga = tingkat subsidi bunga yang ditetapkan Menteri Keuangan 3. Hari bunga = sejak tanggal mutasi s.d. tanggal jatuh tempo/tanggal akhir periode Tanggal jatuh tempo/tanggal akhir periode = tanggal terakhir pelunasan kredit oleh debitur sesuai perjanjian kredit antara debitur dan bank pelakasana S-SRG
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
54
BAB III KREDIT PROGRAM
SKEMA PENYALURAN S-SRG
Menyimpan barang di gudang
Menerima b
Surat Perjanjian, Asuransi, Sertifikat Resi Gudang
Meminta K d
Verifikasi Kelengkapan
Kode Registr
Menerbitkan Resi Gudang
Mengajukan Permohonan Kredit dengan
Menerima permohonan kredit S-SRG Konfirmasi keabsahan resi gudang
Menerima Kredit S SRG
F.
Verifikasi dokumen resi Pencairan kredit S-
Kredit Usaha Mikro dan Kecil (KUMK) Dalam rangka meningkatkan perkuatan akses permodalan usaha mikro dan kecil bagi kegiatan usaha produktif, Menteri Negara Koperasi dan UKM melalui surat No. 125/M.KUMK/VIII/2002 tanggal 30 Agustus 2002, mengusulkan penyediaan kredit yang berasal dari dana SU-005. Setelah medapatkan izin dari DPR melalui Kesepakatan Bersama antara Pemerintah dengan Komisi IX DPR-RI pada tanggal 19 Desember 2003, Menteri Keuangan menetapkanKeputusan Menteri Keuangan No. 40/KMK.6/2003 tanggal 29 Januari 2003 yang telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 12/PMK.06/2005 tanggal 14 Pebruari 2005 tentang KUMK. Plafon dana SU-005 untuk pendanaan KUMK pada awalnya sebesar Rp.3,1 triliunm dan telah dialokasikan kepada 33 BUMN Pengelola/LKP KUMK yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan yang kemudian diatur dalam Perjanjian Pinjaman antara Pemerintah dan BUMN Pengeloladan LKP. Dalam perkembangannya, Peraturan Menteri Keuangan No. 12/PMK.06/2005 tanggal 14 Pebruari 2005 tentang KUMK disempurnakan kembali melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 193/PMK.05/2011 tanggal 1 Desember 2011 tentang Kredit Investasi Pemerintah (KIP) yang dananya langsung dari APBN. Dari 33 BUMN Pengelola/LKP,saat ini tinggal 23 BUMN Pengelola/LKP yang menyalurkan KUMK dengan total outstanding pinjaman Rp 2,9 tiliun, sedang 10 BUMN/LKP telah melunasi dan tidak memperpanjang. Pola penyaluran KUMK terbagi dua yaitu langsung dipinjamkan pemerintah kepada BUMN Pengelola yang selanjutnya diteruspinjamkan kepada LKP untuk
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
55
BAB III KREDIT PROGRAM
dipinjamkan kembali kepada usaha mikro dan kecil atau pemerintah meminjamkan dana SU-005 kepada LKP yang ditunjuk langsung oleh Menteri Keuangan untuk dipinjamkan kepada usaha mikro dan kecil. Atas dana yang diterima, BUMN Pengelola/LKP membayar bunga sebesar BI rate 3 (tiga) bulan secara triwulanan, dengan ketentuan apabila terjadi keterlambatan pembayaran pokok/bunga maka akan dikenakan denda sebesar 4% di atas tingkat bunga yang dikenakan. Guna mendorong penyaluran KUMK dalam rangka peningkatan penyaluran KUMK, dipersyaratkan bahwa apabila outstanding KUMK kurang dari 80%, maka BUMN Pengelola/LKP akan dikenakan denda sebesar 4% atas selisih outstanding tersebut.
Risiko
KUMK
sepenuhnya
(100%)
ditanggung
oleh
BUMP
Pengelola/LKP. Usaha yang dapat dibiayai adalah usaha mikro dan kecil pada semua sektor ekonomi, yang dinilai layak untuk dibiayai sesuai asas-asas perkreditan yang sehat, serta tidak sedang memperoleh KUMK dari LKP lain atau kredit di luar KUMK dari LKP lain. Dengan plafon individual untuk usaha kecil masksimal sebesar Rp.500 juta dan usaha mikro masimal Rp.50 juta. Jangka waktu KUMK untuk kredit investasi maksimal 5 tahun dan kredit modal kerja maksimal 1 tahun (dapat diperpanjang maksimal 2 kali). Peserta KUMK tidak dikenakan Biaya Komitmen dan Biaya Provisi. Pengenaan tiingkat bunga kepada Usaha mikro dan Kecil sebesar: 1. dari BUMN Pengelola kepada LKP: a.
spread bunga dari Bank Mandiri kepada BSM adalah 0% (pass on);
b.
spread bunga dari PNM kepada LKP maksimal 4% sedangkan dari LKP kepada usaha mikro dan kecil maksimal 9%.
2.
dari LKP kepada usaha mikro dan kecil: a. spread bunga dari LKP perbankan kepada: b. usaha mikro setinggi-tingginya adalah 10%; c. usaha kecil setinggi-tingginya adalah 7%. d. spread bunga Pegadaian kepada usaha mikro & kecil maksimal 12%. SKEMA KUMK
Bank Indonesia /SU-005
PEMERINTAH
BUMN PENGELOL A
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
LKP Ditunjuk BUMN Pengelola (NonBUMN/BUMD)
Usaha Mikro dan Kecil
56
BAB III KREDIT PROGRAM
Dengan telah diperpanjangnya pinjaman pendanaan KUMK dari Pemerintah kepada BUMN Pengelola/LKP selama 10 (sepuluh) tahun dari semula 10 Desember 2007 s.d 10 Desember 2009 menjadi 10 Desember 2017 s.d. 10 Desember 2019, dari 31 BUMN Pengelola/LKP KUMK sebanyak 22 (dua puluh dua) BUMN Pengelola/LKP menyatakan memperpanjang pinjaman pendanaan KUMK, yang mana 1 (satu) diantaranya mengajukan pengurangan plafon pinjaman, sedangkan 10 BUMN-P/LKP lainnya menyatakan tidak memperpanjang pinjamannya atau mengembalikan pinjaman sesuai dengan jadwal angsuran. Dari total plafon Rp.9,9 triliun dana SU-005, telah diteruspinjamkan sebesar 3,1 triliun kepada 31 BUMN Pengelola/LKPdan telah dilunasi oleh 10 BUMN. Atas dana angsuran dari BUMN Pengelola/LKP yang tidak memperpanjang, pada tahun 2011 dilanjutkan dengan Kredit Investasi Pemerintah (KIP) melalui PMK No.193/PMK.05/2011 tanggal 1 Desember 2011 berupa penambahan pinjaman kepada Bank Sumbar sebesar Rp300 miliar, Bank Jatim sebesar Rp200 miliar dan pinjaman baru kepada Bank Jateng sebesar Rp 42 miliar, sehingga s.d 31 Desember 2012 terdapat 2 BUMN Pengelola dan 20 LKP dengan sisa outstanding pinjaman sebesar Rp.2,72 triliun. G. Kredit Usaha Rakyat (KUR) Dalam rangka pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Menegah dan Koperasi (UMKMK),
penciptaan
lapangan
kerja,
dan
penanggulangan
kemiskinan,
Pemerintah menerbitkan Paket Kebijakan pada tahun 2007 yang bertujuan meningkatkan Sektor Riil dan memberdayakan UMKMK. Untuk meningkatkan akses
UMKMK
pada
sumber
pembiayaan,
diperlukan
penyediaan
kredit/pembiayaan yang bersumber dari dana perbankan dengan persyaratan yang ringan dan terjangkau yang didukung fasilitas penjaminan dari Pemerintah. Bahwa
dalam
rangka
mewujudkan
pelaksanaan
program
penjaminan
kredit/pembiayaan bagi UMKMK, Pemerintah yang diwakili oleh 6 (enam) Kementerian Teknis bersama-sama dengan 6 (enam) bank pelaksana dan 2 (dua) perusahaan penjaminan sepakat menandatangani Nota Kesepahaman Bersama (MoU) pada tanggal 9 Oktober 2007 yang mengatur tugas dan kewajiban masingmasing pihak.Agar pelaksanaan program pejaminan KUR dapat berjalan secara tertib, terkendali, efektif, dan efisien, diterbitkan Peraturan Menteri Keuangan No. 135/PMK.06/2006 tanggal 24 September 2008 Tentang Fasilitas Penjaminan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Selanjutnya, dalam rangka percepatan penyaluran KUR, 13 Bank Pembangunan Daerah (BPD) kemudian ditetapkan sebagai bank pelaksana
KUR
berdasarkan
Amandemen
Kedua
Nota
Kesepahamanan
Pelaksanaan KUR.
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
57
BAB III KREDIT PROGRAM
Selain dilakukan penambahan bank pelaksana KUR, Pemerintah melakukan revisi atas Peraturan Menteri Keuangan No. 135/PMK.06/2006 tanggal 24 September 2008 sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 189/PMK.05/2010 tanggal 2 November 2010. Adapun pokok-pokok perubahan pelaksanaan KUR meliputi: 1.
merupakan calon debitur yang tidak sedang menerima kredit modal kerja dan/atau investasi dari perbankan dan/atau yang tidak sedang menerima Kredit Program dari Pemerintah yang dibuktikan dengan hasil Sistem Informasi Debitur pada saat Permohonan KUR diajukan;
2.
debitur yang sedang menerima Kredit Konsumtif (Kredit Kepemilikan Rumah, Kredit Kendaraan Bermotor, Kartu Kredit dan Kredit Konsumtif lainnya) masih dapat menerima KUR;
3.
untuk linkage program dengan pola executing, lembaga linkage yang menyalurkan KUR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (5) wajib tidak sedang menerima Kredit Program;
4.
untuk linkage program dengan pola channeling, lembaga linkage yang menyalurkan KUR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (5) dapat sedang menerima Kredit Program;
5.
untuk KUR sampai dengan Rp.20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) dan KUR melalui lembaga linkage sampai dengan Rp.20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) per UMKM-K, tidak diwajibkan melampirkan hasil Sistem Informasi Debitur.
Pendanaan KUR bersumber dari bank pelaksana, sedangkan penjaminan KUR dilaksanakan oleh 2 Lembaga Penjaminan Kredit, yaitu PT Askrindo dan Perum Jamkrindo yang telah menandatangani Nota Kesepahaman Bersama (MoU) pada tanggal 9 Oktober 2008. Atas kredit/pembiayaan yang dijaminkan, lembaga penjaminan kredit
mendapat Imbal Jasa Penjaminan (IJP) atau premi dari
Pemerintah. Penjaminan kredit/pembiayaan kepada UMKMK dilaksanakan secara otomatis bersyarat, dan UMKMK yang mendapat fasilitas penjaminan adalah usaha produktif yang layak, namun belum bankable. Tata cara pelaksanaan KUR adalah sebagai berikut: 1.
KUR yang disalurkan kepada setiap UMKM-K dapat digunakan baik untuk kredit modal kerja maupun kredit investasi, dengan ketentuan sebagai berikut:
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
58
BAB III KREDIT PROGRAM
a.
paling tinggi sebesar Rp.20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) dengan tingkat bunga kredit/margin pembiayaan paling tinggi sebesar/setara 22% (dua puluh dua persen) efektif per tahun, atau ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan atas rekomendasi Komite Kebijakan;
b.
di atas Rp.20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) sampai dengan Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dengan tingkat bunga kredit/margin pembiayaan yang dikenakan paling tinggi sebesar/setara 14% (empat belas persen) efektif per tahun, atau ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan atas rekomendasi Komite Kebijakan.
2.
KUR yang disalurkan melalui linkage program pola executing, dapat dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut: a. plafon yang diberikan kepada setiap lembaga linkage paling tinggi sebesar Rp.2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); b. tingkat bunga kredit/margin pembiayaan yang dikenakan paling tinggi sebesar/setara 14% (empat belas persen) efektif per tahun atau ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan atas rekomendasi Komite Kebijakan; c. tingkat bunga kredit/margin pembiayaan yang dikenakan lembaga linkage kepada UMKM-K paling tinggi sebesar/setara 22% (dua puluh dua persen) efektif per tahun, atau ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan atas rekomendasi Komite Kebijakan.
3.
UMKM-K yang telah menerima KUR dapat menerima fasilitas penjaminan dalam rangka perpanjangan, restrukturisasi, dan tambahan pinjaman (suplesi) dengan syarat masih dikategorikan belum bankable, dengan ketentuan sebagai berikut: a. perpanjangan jangka waktu kredit, restrukturisasi dan suplesi dapat diberikan sepanjang tidak melebihi 6 (enam) tahun untuk kredit modal kerja dan 10 (sepuluh) tahun untuk kredit investasi terhitung sejak tanggal efektifnya perjanjian kredit awal antara bank pelaksana dan UMKM-K; b. dalam hal kredit/pembiayaan investasi untuk usaha perkebunan tanaman keras, perpanjangan jangka waktu kredit, restrukturisasi dan suplesi tidak dapat diberikan; c. tambahan pinjaman dapat diberikan dengan syarat plafon pinjaman dan tingkat bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (2); d. mekanisme
pelaksanaan
perpanjangan
jangka
waktu
kredit,
restrukturisasi dan tambahan pinjaman (suplesi) diatur lebih lanjut dalam
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
59
BAB III KREDIT PROGRAM
perjanjian kredit antara Bank Pelaksana dan debitur. 4.
Besarnya Imbal Jasa Penjaminan yang dibayarkan kepada Perusahaan Penjaminan ditetapkan sebesar 3,25% (tiga koma duapuluh lima persen) per tahun atau ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan atas rekomendasi Komite Kebijakan, yang dibayarkan setiap tahun dan dihitung dari KUR yang dijamin, dengan ketentuan: a. untuk kredit modal kerja dihitung dari plafon kredit; b. untuk kredit investasi dihitung dari realisasi kredit.
5. Persentase jumlah KUR yang dijaminkan kepada Perusahaan Penjaminan ditetapkan sebesar: a. 80% (delapan puluh persen) dari KUR yang diberikan oleh Bank Pelaksana kepada UMKM-K dan lembaga linkage untuk sektor pertanian, kelautan dan perikanan, kehutanan dan industri; b. 80% (delapan puluh persen) dari KUR yang diberikan oleh Bank Pelaksana kepada UMKM-K dan lembaga linkage untuk KUR Tenaga Kerja Indonesia; c. 70% (tujuh puluh persen) dari KUR yang diberikan oleh Bank Pelaksana kepada UMKM-K dan lembaga linkage untuk sektor lainnya.” Pemerintah memberikan Imbal Jasa Penjaminan KUR selama jangka waktu paling lama 6 (enam) tahun untuk kredit modal kerja dan paling lama 10 (sepuluh) tahun untuk kredit investasi termasuk untuk perpanjangan, tambahan pinjaman (suplesi), dan restrukturisasi. Sedangkan untuk kredit/pembiayaan investasi di sektor tanaman keras, jangka waktu paling lama adalah 13 tahun dan tidak dapat diperpanjang jangka waktunya. Formula perhitungan Imbal Jasa Penjaminan KUR adalah sebagai berikut:
-
Untuk Kredit Modal Kerja : 3,25% x 70% x 1 tahun x plafon kredit
-
Untuk Kredit Investasi : 3,25% x 70% x 1 tahun x realisasi kredit
Plafon kredit/pembiayaan kepada UMKMK:
1.
s.d Rp.20 jt dengan tingkat bunga 22 % effektif per tahun;
2.
diatas Rp.20 jt s.d Rp.500 jt dengan tingkat bunga 14% effektif per tahun. Realisasi penyaluran KUR s.d. 28 Februari 2013 sebesar Rp103,20 triliun
oleh 33 bank pelaksana KUR. Dari realisasi penyaluran KUR yang telah dijamin, telah dibayarkan subsidi IJP KUR kepada PT Askrindo(Persero) dan Perum
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
60
BAB III KREDIT PROGRAM
Jamkrindo untuk TA 2012 sebesar Rp801,13 miliar (100%) dari alokasi anggaran sebesar Rp801,13 miliar.
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
61
BAB IV INVESTASI DAN KERJA SAMA PEMERINTAH DAERAH
BAB IV INVESTASI DAN KERJA SAMA PEMERINTAH DAERAH A. Definisi, Bentuk dan Sumber 1. Definisi Investasi Ada beberapa Definisi terkait investasi, menurut beberapa ahli ekonomi, investasi adalah komitmen sejumlah dana saat ini sampai periode waktu tertentu,
untuk
menghasilkan
pengembalian
di
akhir
periode
sebagai
kompensasi atas penundaan konsumsi selama dana tersebut ditempatkan (Reilly dan Brown, 2001). Sedangkan Sharpe (1987) mendefinisikan investasi adalah, suatu pengorbanan harta pada saat ini, untuk mendapatkan harta pada masa yang akan datang. Dalam perhitungan pendapatan nasional, menurut Sukirno (1994), investasi meliputi seluruh nilai pembelian pengusaha atas barang-barang modal dan pembelanjaan
untuk mendirikan industri-industri, pengeluaran masyarakat
untuk mendirikan rumah-rumah dan tempat tinggal, pertambahan dalam nilai stok barang-barang berupa bahan mentah, barang yang belum selesai di proses dan barang jadi. Dalam kaitanya dengan perusahaan, Investasi merupakan pengeluaran perusahaan secara keseluruhan yang mencakup pengeluaran untuk membeli bahan baku/material, mesin-mesin dan peralatan pabrik serta semua modal lain yang di perlukan dalam proses produksi. Pengeluaran untuk keperluan bangunan kantor, pabrik tempat tinggal karyawan dan bangunan kontruksi lainnya. Perubahan nilai stok atau barang cadangan sebagai akibat dari perubahan jumlah dan harga (Deliarnov, 1995). Dalam pengertian yang lebih luas yang dikaitkan dengan perkembangan pasar modal sekarang, definisi Investasi adalah setiap kegiatan yang hendak menanamkan uang dengan aman (Dj. A Simarmata, 1984). Pada dasarnya investasi merupakan penundaan konsumsi atas sejumlah dana yang dilakukan pada saat ini untuk digunakan dalam produksi atau ditanam dalam bidang tertentu selama suatu periode waktu, dengan tujuan memperoleh keuntungan yang akan diterima di masa mendatang. Contohnya, seorang investor membeli saham pada saat ini dengan perkiraan di masa yang akan datang akan memperoleh keuntungan atau manfaat yang lebih besar melalui
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
62
BAB IV INVESTASI DAN KERJA SAMA PEMERINTAH DAERAH
penerimaan dividen atau kenaikan harga saham (capital gain). Keuntungan ini merupakan imbalan atas waktu dan risiko yang terkait dengan investasi, akibat ketidakpastian aliran dana pada masa yang akan datang. Sementara
itu,
berdasarkan
peraturan
perundang-undangan
pengertian
investasi antara lain : a.
Investasi adalah penggunaan aset untuk memperoleh manfaat ekonomis, seperti bunga, dividen, royalti, manfaat sosial dan/atau manfaat lainnya sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemerintah dalam rangka pelayanan
kepada
masyarakat
(PP
58/2005
tentang
Pengelolaan
Keuangan Daerah). b.
Investasi Pemerintah adalah penempatan sejumlah dana dan/atau barang dalam jangka panjang untuk investasi pembelian surat berharga dan Investasi Langsung untuk memperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya (PP 1/2008 tentang Investasi Pemerintah).
2. Bentuk Investasi Pemerintah Berdasarkan jangka waktu, investasi daerah terdiri dari: a.
Investasi Jangka Pendek, merupakan investasi yang dapat segera diperjualbelikan/dicairkan, ditujukan dalam rangka manajemen kas dan beresiko rendah serta dimiliki selama kurang dari 12 (dua belas) bulan. Contoh: Pemda membeli deposito berjangka maksimal 12 (dua belas) bulan, dan pembelian SUN, SBI atau SPN.
b.
Investasi Jangka Panjang, yaitu investasi yang dimaksudkan untuk dimiliki lebih dari 12 (dua belas) bulan. Investasi jangka panjang terdiri dari: 1) Investasi permanen: investasi yang dimaksudkan untuk dimiliki secara berkelanjutan tanpa ada niat untuk diperjualbelikan atau tidak ditarik kembali. Contohnya antara lain : kerjasama daerah dengan pihak ketiga dalam bentuk penggunausahaan/pemanfaatan aset daerah, penyertaan modal daerah pada BUMD dan/atau Badan Usaha lainnya maupun investasi permanen lainnya yang dimiliki pemerintah daerah untuk menghasilkan pendapatan atau meningkatkan pelayanan kepada masyarakat 2) Investasi non permanen: investasi yang dimaksudkan untuk dimiliki secara tidak berkelanjutan atau ada niat untuk diperjual belikan atau ditarik kembali, contohnya pembelian obligasi, surat utang jangka panjang, bantuan modal kerja, dana bergulir, fasilitas pendanaan kepada usaha mikro dan menengah.
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
63
BAB IV INVESTASI DAN KERJA SAMA PEMERINTAH DAERAH
Berdasarkan jenis, investasi Daerah terdiri dari dua jenis, yaitu: a.
Investasi Surat Berharga Investasi surat berharga terdiri dari: 1) Pembelian Saham 2) Pembelian Surat Utang berupa Surat Utang Negara yang terdiri atas SPN dan Obligasi
b.
Investasi Langsung Investasi langsung terdiri dari: 1) Penyertaan Modal Penyertaan modal adalah investasi Pemerintah pada Badan Usaha dengan mendapat hak kepemilikan, termasuk pendirian Perseroan Terbatas dan/atau pengambilalihan Perseroan Terbatas. 2) Pemberian Pinjaman Pemberian pinjaman adalah bentuk Investasi Pemerintah pada Badan Usaha,
Badan
Layanan
Umum
(BLU),
Pemerintah
Provinsi/Kabupaten/Kota, dan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) dengan hak memperoleh pengembalian berupa pokok pinjaman, bunga, dan/atau biaya lainnya. 3. Sumber Dana Investasi Pemerintah Sumber dana Investasi Daerah dapat berasal dari: a. Surplus Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) b. Keuntungan investasi terdahulu c. Sumber-sumber lainnya yang sah Penggunaan surplus APBD untuk investasi daerah harus memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari DPRD dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah (Perda). B. Pengelolaan Investasi dan Kerja Sama pemerintah Daerah 1. Pengelolaan Investasi Daerah Pengelolaan keuangan Investasi Daerah adalah sebagai berikut: a. Penganggaran: 1) Investasi
pemerintah
pembiayaan,
daerah
sementara
untuk
dianggarkan Divestasi
dalam
pengeluaran
pemerintah
daerah
dianggarkan dalam penerimaan pembiayaan pada jenis hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan.
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
64
BAB IV INVESTASI DAN KERJA SAMA PEMERINTAH DAERAH
2) Penerimaan dari hasil atas investasi pemerintah daerah dianggarkan dalam kelompok pendapatan asli daerah pada jenis hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. 3) Investasi daerah jangka pendek dalam bentuk deposito pada bank umum dianggarkan dalam pengeluaran pembiayaan pada jenis penyertaan
modal
(investasi)
pemerintah
daerah,
sementara
pendapatan bunga atas deposito pada bank umum dianggarkan dalam kelompok pendapatan asli daerah pada jenis lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. 4) Pengelolaan anggaran investasi daerah dilakukan oleh Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) dan semua penerimaan dan pengeluaran pembiayaan daerah dilakukan melalui Rekening Kas Umum Daerah (RKUD). b. Pelaksanaan: 1) Penyertaan modal Pemda dapat dilaksanakan apabila jumlah yang akan disertakan dalam tahun anggaran berkenaan telah ditetapkan dalam Perda
tentang
penyertaan
modal
daerah
berkenaan.
Dalam
perkembangan usaha dan investasi bila diperlukan penambahan penyertaan modal dilakukan melalui mekanisme pembahasan APBD dan ditetapkan dalam Perda ABPD tahun anggaran berkenaan dimana pertimbangan maupun jumlah penyertaan modalnya ditambahkan dalam diktum/pasal tertentu pada Perda APBD dimaksud. 2) Pelaksanaan pengeluaran pembiayaan penyertaan modal pemerintah daerah dilakukan berdasarkan SPM yang diterbitkan oleh PPKD. 3) Uang milik pemerintahan daerah yang sementara belum digunakan dapat didepositokan dan/atau diinvestasikan dalam investasi jangka pendek sepanjang tidak mengganggu likuiditas keuangan daerah. c. Pelaporan 1) PPKD menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangan, aset, utang, dan ekuitas dana, termasuk transaksi pembiayaan dan perhitungannya. 2) PPKD menyusun laporan keuangan Pemda yang terdiri dari LRA, Neraca,
Laporan
Arus
Kas,
Catatan
Atas
Laporan
Keuangan
berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintah. Laporan keuangan tersebut dilampiri dengan laporan ikhtisar laporan keuangan BUMD.
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
65
BAB IV INVESTASI DAN KERJA SAMA PEMERINTAH DAERAH
2. Kerjasama Pemerintah Daerah Dalam penyelenggaraan pemerintahan, Pemda dapat bekerja sama dengan Pemda lain dan pihak ketiga dalam rangka penyediaan layanan umum, kesejahteraan masyarakat, dan peningkatan PAD. Pihak ketiga yang dapat melakukan kerjasama dengan Pemda antara lain Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian atau sebutan lain, perusahaan swasta yang berbadan hukum, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Koperasi, Yayasan, dan lembaga di dalam negeri lainnya yang berbadan hukum. Kerjasama yang dilakukan oleh Pemda meliputi seluruh urusan yang menjadi kewenangan daerah, aset daerah, potensi daerah, dan penyediaan layanan umum. Kerjasama tersebut dituangkan dalam bentuk perjanjian kerjasama dengan
memperhatikan
menguntungkan,
prinsip
kesepakatan
efisiensi, bersama,
efektivitas, itikad
sinergi,
baik,
saling
mengutamakan
kepentingan nasional dan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, persamaan kedudukan, transparansi, keadilan serta kepastian hukum. Dalam rangka pelaksanaan kerjasama daerah, Gubernur atau Bupati/walikota membentuk Tim Koordinasi Kerja Sama Daerah (TKKSD) untuk membantu Kepala Daerah menyiapkan kerja sama daerah. Struktur TKKSD terdiri dari Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, Anggota tetap dan Anggota tidak tetap. TKKSD beranggotakan perangkat daerah yang terkait dengan pelaksanaan kerjasama yang akan dilakukan oleh daerah. Kerja sama daerah yang membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan masyarakat serta anggarannya belum tersedia dalam APBD tahun anggaran berjalan harus mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Secara garis besar tahapan kerjasama daerah yaitu : persiapan, penawaran, penyiapan
kesepakatan,
penandatanganan
kesepakatan,
penyiapan
perjanjian, penandatanganan perjanjian dan pelaksanaan. Adapun uraian tahapan tata cara kerja sama daerah, dapat dilihat pada tabel dibawah.
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
66
BAB IV INVESTASI DAN KERJA SAMA PEMERINTAH DAERAH
Tabel 1. Tahapan Tata Cara Kerja Sama Daerah Bentuk Kerja Sama Kerja Sama Antar Daerah No .
Tahapan
1.
Persiapan
a. Pembentukan
TKKSD.
b. Inventarisasi
objek kerja sama yang akan dikerjasamakan dan menjadi kewenangan Pemda dengan berpedoman pada RPJMD dan RKPD. Dalam hal objek kerja sama belum ada dalam RPJMD, maka objek yang akan dikerjasamakan wajib dicantum kan dalam RKPD sesuai dengan prioritas. rencana kerja sama dengan tahapan: − menyusun rencana kerja sama terhadap objek yang akan dikerjasamakan dengan daerah lain. − menyiapkan informasi
Kerja Sama Daerah dengan Departemen/LPND
Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum atas Prakarsa Daerah
Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum atas Prakarsa Badan Hukum
a.
Pembentukan TKKSD
a.
Pembentukan TKKSD
b.
Inventarisasi objek kerja sama yang akan dikerjasamakan dan menjadi kewenangan Pemda dengan berpedoman pada RPJMD dan RKPD. Dalam hal objek kerja sama belum ada dalam RPJMD, maka objek yang akan dikerjasamakan wajib dicantum kan dalam RKPD se-suai dengan prioritas.
b.
c.
SKPD yang akan melakukan kerja sama dibantu TKKSD menyiapkan kerangka acuan/proposal dan/atau kajian prastudi kelayakan untuk objek
Kepala Daerah menu b. Kepala daerah gaskan masingmenerima usulan masing Satuan Kerja kerja sama dari Perangkat Daerah badan hukum. Objek (SKPD) sesuai bidang kerja sama yang tugasnya untuk diusulkan oleh badan melakukan hukum dapat tidak inventarisasi objek termasuk dalam yang akan daftar prioritas kerja dikerjasamakan dan sama daerah; menjadi kewenangan c. Kepala Daerah selan Pemda dengan jutnya menugaskan berpedoman pada TKKSD untuk RPJMD dan RKPD. membahas dan Dalam hal objek kerja mengevaluasi usulan sama belum ada kerja sama dari dalam RPJMD, maka badan hukum objek yang akan tersebut dan apabila dikerjasamakan wajib dipandang perlu dicantumkan dalam TKKSD atas nama RKPD sesuai dengan Kepala Daerah dapat prioritas. mengundang badan
c. Penyiapan
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum
a.
Pembentukan TKKSD
67
BAB IV INVESTASI DAN KERJA SAMA PEMERINTAH DAERAH
Bentuk Kerja Sama Kerja Sama Antar Daerah No .
Tahapan
−
dan data yang lengkap mengenai objek yang akan dikerjasamakan. analisis mengenai manfaat dan biaya kerja sama yang terukur bahwa objek kerja sama lebih bermanfaat apabila dikerjasamakan dengan daerah lain daripada dikelola sendiri.
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
Kerja Sama Daerah dengan Departemen/LPND
yang dikerjasamakan
akan
Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum atas Prakarsa Daerah c.
Hasil inventarisasi objek kerja sama dari SKPD yang mengusulkan, dibahas dalam sidang TKKSD, yang hasilnya melalui oleh Ketua TKKSD disampaikan kepada Kepala Daerah untuk ditetapkan skala prioritas.
d.
Kepala Daerah menetapkan SKPD sebagai penanggung jawab kerja sama, dengan tugas: 1) Mempersiapkan kerangka acuan/ proposal/kajian dan atau prastudi kelayakan 2) Melakukan sosialisasi rencana kerja sama; 3) Menyiapkan
Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum atas Prakarsa Badan Hukum hukum tersebut untuk menjelaskan rencana kerja sama yang diusulkan dan dapat mengundang badan hukum lain yang mempunyai kualifikasi sama untuk memberikan pendapat dan saran tentang isu yang ditawarkan. d.
TKKSD melaporkan hasil evaluasinya kepada Kepala Daerah. Apabila hasil evaluasi menunjukan bahwa usulan kerja sama tersebut memenuhi persyaratan kelayakan, maka badan hukum pemprakarsa menyampaikan Pernyataan Minat (Letter of Intent) kerja
68
BAB IV INVESTASI DAN KERJA SAMA PEMERINTAH DAERAH
Bentuk Kerja Sama Kerja Sama Antar Daerah No .
Tahapan
Kerja Sama Daerah dengan Departemen/LPND
Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum atas Prakarsa Daerah
Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum atas Prakarsa Badan Hukum sama dengan pemerintah daerah
Rancangan Kesepakatan Bersama; e. Kepala Daerah mene 4) Mempersiapkan tapkan SKPD/penang Rancangan gungjawab kerja Perjanjian Kerja sama, dengan tugas : Sama; 1) Mempersiapkan 5) Menetapkan Tim kerangka acuan/ Seleksi. proposal/kajian dan atau prastudi e. SKPD menyusun dan kelayakan; menetapkan 2) Melakukan kerangka acuan kerja sosialisasi rencana sama untuk dijadikan kerja sama; acuan kerja oleh Tim 3) Mempersiapkan Seleksi. Rancangan Perjanjian Kerja Sama; 4) Menetapkan Tim Seleksi. f.
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
SKPD menyusun dan menetapkan kerangka acuan kerja sama untuk dijadikan acuan kerja oleh Tim Seleksi.
69
BAB IV INVESTASI DAN KERJA SAMA PEMERINTAH DAERAH
Bentuk Kerja Sama Kerja Sama Antar Daerah No .
2.
Kerja Sama Daerah dengan Departemen/LPND
Tahapan
Penawaran
a.
Menentukan prioritas objek yang akan dikerjasamakan
b.
Memilih daerah dan objek yang akan dikerjasamakan
c.
d.
Menawarkan objek yang akan dikerjasamakan melalui surat penawaran kepada daerah lain Kepala Daerah setelah menerima jawaban tawaran rencana kerja sama dari daerah lain untuk dibahas dengan TKKSD, selanjutnya memberikan jawaban tertulis atas rencana kerja sama
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
a.
Kerja sama daerah dengan Departemen /LPND harus diprakarsai oleh Pemerintah Daerah.
b.
Menentukan objek yang akan dikerjasamakan
c.
Menawarkan objek yang akan dikerjasamakan melalui surat penawaran kepada Kementerian/LPND
Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum atas Prakarsa Daerah
Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum atas Prakarsa Badan Hukum
a.
Tim Seleksi mengumumkan rencana kerja sama dengan badan hukum melalui media cetak dan papan pengumuman resmi.
a.
Tim Seleksi mengumumkan rencana kerja sama dengan badan hukum melalui media cetak dan papan pengumuman resmi.
b.
Pengambilan dokumen prakualifikasi
b.
Pengambilan dokumen prakualifikasi
c.
Pemasukan dokumen prakualifikasi
c.
Pemasukan dokumen prakualifikasi
d.
Evaluasi dokumen prakualifikasi
d.
Evaluasi dokumen prakualifikasi
e.
Penetapan hasil prakualifikasi
e.
Penetapan hasil prakualifikasi
f.
Pengumuman hasil prakualifikasi
f.
Pengumuman hasil prakualifikasi
g.
Masa sanggah prakualifikasi
g.
Masa sanggah prakualifikasi
h.
Penyampaian undangan
h.
Penyampaian undangan
70
BAB IV INVESTASI DAN KERJA SAMA PEMERINTAH DAERAH
Bentuk Kerja Sama Kerja Sama Antar Daerah No .
Kerja Sama Daerah dengan Departemen/LPND
Tahapan
Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum atas Prakarsa Daerah i.
Pengambilan dokumen seleksi
i.
Pengambilan dokumen seleksi
j.
Penjelasan (Aanwijzing)
j.
Penjelasan (Aanwijzing)
k.
Pemasukan dan pembukaan penawaran
k.
Pemasukan dan pembukaan penawaran
l.
Evaluasi Penawaran
l.
Evaluasi Penawaran
m.
Penetapan Pemenang
m.
n.
Pengumuman Pemenang
Penetapan Pemenang
n.
Pengumuman Pemenang
o.
Masa sanggah
p.
Klarifikasi dan negosiasi
q.
Penunjukan Badan Hukum sebagai Pemenang
o.
Masa sanggah
p.
Klarifikasi dan negosiasi
q.
3.
Penyiapan Kesepakat an
Setelah menerima jawaban persetujuan, TKKSD segera membahas rencana KSAD dan menyiapkan Kesepakatan Bersama
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
a.
Setelah Kepala Daerah menerima jawaban persetujuan rencana kerja sama dari Departemen/LPND,
Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum atas Prakarsa Badan Hukum
Penunjukan Badan Hukum sebagai Pemenang
Kepala Daerah setelah menerima Surat Penunjukan Badan Hukum hasil seleksi, memerintahkan kepada
Kepala Daerah setelah menerima Surat Penunjukan Badan Hukum hasil seleksi, memerintahkan kepada 71
BAB IV INVESTASI DAN KERJA SAMA PEMERINTAH DAERAH
Bentuk Kerja Sama Kerja Sama Antar Daerah No .
Kerja Sama Daerah dengan Departemen/LPND
Tahapan
memerintahkan kepada SKPD untuk membahas bersamasama dengan TKKSD dan menyusun rancangan kesepakatan bersama. b.
4.
Penandatanganan Kesepakatan
Kesepakatan Bersama antardaerah ditandatangani oleh masing-masing Kepala Daerah.
5.
Penyiapan Perjanjian
a.
TKKSD masing-masing daerah me-nyiapkan rancangan perjanjian
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum atas Prakarsa Daerah SKPD untuk bersamasama dengan TKKSD dan menyusun Kesepakatan Bersama yang ditanda tangani oleh masing-masing pihak;
Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum atas Prakarsa Badan Hukum SKPD untuk bersamasama dengan TKKSD dan menyusun kesepakatan bersama yang ditanda tangani oleh masing-masing pihak.
Kesepakatan Bersama daerah dengan badan hukum ditandatangani oleh masing-masing kepala daerah dan pimpinan badan hukum, sesuai kesepakatan para pihak
Kesepakatan Bersama daerah dengan badan hukum ditandatangani oleh masing-masing kepala daerah dan pimpinan badan hukum, sesuai kesepakatan para pihak
Rancangan kesepakatan bersama SKPD dibahas dengan Departemen/LPND dan hasilnya masingmasing pihak memberikan paraf.
Kesepakatan bersama daerah dengan K/L ditan datangani oleh Kepala Daerah dan Menteri/ Pimpinan Lembaga sesuai kesepakatan para pihak
a.
Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum
SKPD dibantu TKKSD menyiapkan rancangan Perjanjian Kerja Sama
a.
SKPD penanggung jawab bersama TKKSD menyusun
a.
SKPD penanggung jawab bersama TKKSD menyusun
72
BAB IV INVESTASI DAN KERJA SAMA PEMERINTAH DAERAH
Bentuk Kerja Sama Kerja Sama Antar Daerah No .
Kerja Sama Daerah dengan Departemen/LPND
Tahapan
kerja sama b.
c.
Dalam menyiapkan rancangan perjanjian kerja sama, dapat meminta bantuan pakar/ tenaga ahli dan atau berkonsultasi dengan Departemen Dalam Negeri dan Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen yang terkait Setelah ada kesepakatan, TKKSD menyiapkan rancangan akhir perjanjian KSAD. Ketua TKKSD masingmasing memberikan paraf pada ranca-ngan perjanjian KSAD dan menyerahkan kepada Kepala Daerah masingmasing untuk ditandatangani
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
b.
c.
Dalam menyiapkan rancangan materi per janjian kerja sama, dapat meminta ban tuan pakar / tenaga ahli dan atau berkonsultasi dengan Depar temen Dalam Negeri. Setelah ada kesepakatan, TKKSD menyiapkan rancangan akhir perjanjian. Ketua TKKSD dan Departemen / LPND memberikan paraf pada rancangan perjanjian.
Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum atas Prakarsa Daerah rancangan perjanjian b.
c.
d.
Dalam menyusun ran cangan perjanjian kerja sama dapat meminta bantuan pakar / tenaga ahli dan atau berkonsultasi dengan Depar-temen Dalam Negeri atau Departemen Teknis terkait. Pelaksanaan perjanjian kerja sama, apabila membebani daerah dan masyakakat sebelum ditandatangani para pihak terlebih dahulu harus mendapat persetujuan DPRD. Rancangan perjanjian kerja sama yang telah disetujui oleh DPRD kemudian diberikan kepada badan hukum
Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum atas Prakarsa Badan Hukum rancangan perjanjian kerja sama. b.
Dalam menyusun rancangan perjanjian kerja sama dapat meminta bantuan pakar/ tenaga ahli dan atau berkonsultasi dengan Departemen Dalam Negeri atau Departemen Teknis terkait.
c.
Pelaksanaan perjan jian kerja sama, apabila membebani daerah dan masyara kat sebelum ditanda tangani para pihak terlebih dahulu harus mendapat persetujuan DPRD.
d.
Rancangan perjanjian kerja sama yang telah disetujui oleh DPRD kemudian diberikan
73
BAB IV INVESTASI DAN KERJA SAMA PEMERINTAH DAERAH
Bentuk Kerja Sama Kerja Sama Antar Daerah No .
Tahapan
Kerja Sama Daerah dengan Departemen/LPND
Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum atas Prakarsa Daerah yang akan menjadi mitra kerja sama untuk dipelajari. e.
f.
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
Badan hukum yang akan menjadi mitra kerja sama tersebut dapat menolak atau mengubah/mengkore ksi rancangan perjanjian kerja sama. Apabila perubahan/ koreksi tersebut dinilai wajar maka SKPD dapat langsung me nyetujuinya. Akan tetapi bila perubahan/ koreksi tersebut sangat prinsip maka SKPD perlu berkonsultasi dengan TKKSD dan meminta persetujuan kepala daerah yang selanjut nya dikomunikasikan kembali kepada badan hukum.
Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum atas Prakarsa Badan Hukum kepada badan hukum yang akan menjadi mitra kerja sama untuk dipelajari. e.
Badan hukum yang akan menjadi mitra kerja sama tersebut dapat menolak atau mengubah/mengkore ksi rancangan perjanjian kerja sama.
f.
Apabila perubahan/ koreksi tersebut dini lai wajar maka SKPD dapat langsung menyetujuinya. Akan tetapi bila perubahan/koreksi tersebut sangat prinsip maka SKPD perlu berkonsultasi dengan TKKSD dan meminta persetujuan kepala daerah yang selan jutnya dikomunikasikan kembali kepada 74
BAB IV INVESTASI DAN KERJA SAMA PEMERINTAH DAERAH
Bentuk Kerja Sama Kerja Sama Antar Daerah No .
Tahapan
Kerja Sama Daerah dengan Departemen/LPND
Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum atas Prakarsa Daerah g.
h.
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
Apabila badan hukum menolak, maka kepala daerah dapat mena warkan kepada badan hukum peringkat kedua untuk menjadi mitra kerja sama. Apabila badan hukum peringkat kedua juga menolak, maka kepa la daerah dapat mena warkan kepada badan hukum peringkat ketiga, sebelum diputuskan untuk melakukan penawaran ulang. Apabila tidak ada keberatan dari badan hukum/calon mitra kerja sama, maka badan hukum dan Kepala SKPD membe rikan paraf pada rancangan perjanjian kerja sama.
Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum atas Prakarsa Badan Hukum badan hukum. g.
Apabila badan hukum menolak, maka kepala daerah dapat menawarkan kepada badan hukum peringkat kedua untuk menjadi mitra kerja sama. Apabila badan hukum peringkat kedua juga menolak, maka kepala daerah dapat menawarkan kepada badan hukum peringkat ketiga, sebelum diputuskan untuk melakukan penawaran ulang.
h.
Apabila tidak ada keberatan dari badan hukum/calon mitra kerja sama, maka badan hukum dan Kepala SKPD memberikan paraf pada rancangan 75
BAB IV INVESTASI DAN KERJA SAMA PEMERINTAH DAERAH
Bentuk Kerja Sama Kerja Sama Antar Daerah No .
6.
Tahapan
Penandata nganan perjanjian
Perjanjian kerjasama antardaerah ditandatangani oleh Kepala Daerah. Tempat dan waktu penandatanganan perjanjian kerja sama ditetapkan sesuai kesepa katan dari para pihak
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
Kerja Sama Daerah dengan Departemen/LPND
Perjanjian kerja sama daerah dengan Departemen/LPND ditandata-ngani oleh Kepala Daerah dan Menteri/ Pimpinan LPND sesuai kesepakatan para pihak
Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum atas Prakarsa Daerah
a.
Setelah rancangan perjanjian kerja sama diberi paraf masingmasing pihak, SKPD menyiapkan penanda tanganan perjanjian kerja sama dengan ketentuan apabila diperlukan jaminan, maka SKPD wajib meminta kepada badan hukum pemenang seleksi sebesar 5 % dari nilai kontrak dan diterbitkan oleh bank umum dengan masa berlakunya adalah sejak tanggal penandatangan perjanjian kerja sama sampai dengan 14 hari setelah masa pemeliharaan
Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum atas Prakarsa Badan Hukum perjanjian kerja sama.
a.
Setelah rancangan perjanjian kerja sama diberi paraf masingmasing pihak, SKPD menyiapkan penanda tanganan perjanjian kerja sama dengan ketentuan apabila diperlukan jaminan, maka SKPD wajib meminta kepada badan hukum pemenang seleksi sebesar 5 % dari nilai kontrak dan diterbitkan oleh bank umum dengan masa berlakunya adalah sejak tanggal penandatangan perjanjian kerja sama sampai dengan 14 hari setelah masa pemeliharaan 76
BAB IV INVESTASI DAN KERJA SAMA PEMERINTAH DAERAH
Bentuk Kerja Sama Kerja Sama Antar Daerah No .
Kerja Sama Daerah dengan Departemen/LPND
Tahapan
Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum atas Prakarsa Daerah berakhir.
7.
Pelaksanaa n
a.
Dalam pelaksanaan kerja sama harus memperhatikan ren-cana kerja yang telah disepakati. Perjanjian KSAD yang jangka waktunya lebih dari 5 tahun dan atas persetujuan bersama, dapat dibentuk badan kerja sama daerah.
b.
Dalam pelaksanaan KSAD, dapat dilakukan perubahan materi perjanjian / adendum atas persetujuan
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
a.
Dalam pelaksanaan kerja sama harus memperhatikan rencana kerja sama yang telah disepakati. Apabila dalam rencana kerja sama memerlukan pengadaan barang dan jasa yang menggunakan APBD dan/atau APBN, maka pelaksa naannya berpedoman pada peraturan perundangundangan
Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum atas Prakarsa Badan Hukum berakhir.
b.
Perjanjian kerja sama daerah dengan badan hukum ditandatangani oleh Kepala Daerah dan pimpinan badan hukum sesuai kesepakatan para pihak
b.
Perjanjian kerja sama daerah dengan badan hukum ditandatangani oleh Kepala Daerah dan pimpinan badan hukum sesuai kesepakatan para pihak
a.
Para pihak bertanggungjawab atas pelak sanaan kerja sama sesuai dengan perjan jian kerja sama. Apabila dalam kerja sama ada pengadaan barang dan jasa yang menjadi kewajiban daerah dalam perjanjian kerja sama, dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
a.
b.
Apabila dalam pelaksanaan kerja
Para pihak bertanggung jawab atas pelaksanaan kerja sama sesuai dengan perjanjian kerja sama. Apabila dalam kerja sama ada pengadaan barang dan jasa yang menjadi kewajiban daerah dalam perjanjian kerja sama, dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
b.
Apabila dalam
77
BAB IV INVESTASI DAN KERJA SAMA PEMERINTAH DAERAH
Bentuk Kerja Sama Kerja Sama Antar Daerah No .
Kerja Sama Daerah dengan Departemen/LPND
Tahapan
bersama Kepala Daerah. Apabila materi perubahan/adendum menyebabkan atau meng akibatkan penambahan pembebanan APBD atau masyarakat, maka penambahan pembebanan harus dimintakan persetujuan DPRD c.
3 bulan sebelum berakhirnya perjanjian KSAD, masing- masing SKPD yang melakukan KSAD dibantu oleh badan kerja sama dan dapat didampingi oleh tim penilai eksternal, mela kukan inventarisasi dan penilaian secara finansial terhadap: barang bergerak dan tidak bergerak yang terkait dengan perjanjian KSAD dan kewajiban atau utang yang menjadi beban
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
b.
Dalam pelaksanaan perjanjian dapat dilakukan perubahan materi perjanjian/ adendum atas persetujuan bersama.
c.
Tiga bulan sebelum berakhirnya perjanjian kerja sama para pihak melakukan inventarisasi dan penilaian secara finansial terhadap hasil kerjasama.
d.
Hasil kerja sama dilaporkan oleh Kepala Daerah kepa- da Ketua DPRD.
Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum atas Prakarsa Daerah sama ada alasan yang kuat dan tidak bertentangan dengan pera turan perundang-undangan, maka Kepala Daerah dapat melakukan peru-bahan/ adendum atas materi perjanjian kerja sama. Materi perubahan perjanjian disiapkan oleh SKPD dengan berkonsultasi kepada TKKSD. c.
Hasil kerja sama Pemerintah Daerah dengan badan hukum dapat berupa uang, surat berharga, dan asset, atau non material berupa keuntungan. Hasil yang berupa uang harus disetor ke Kas Daerah sebagai Pendapatan Asli Daerah sesuai dengan
Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum atas Prakarsa Badan Hukum pelaksanaan kerja sama ada alasan yang kuat dan tidak bertentangan dengan peraturan perundangundangan, maka Kepala Daerah dapat melakukan perubahan/adendum atas materi perjanjian kerja sama. Materi perubahan perjanjian disiapkan oleh SKPD dengan berkonsultasi kepada TKKSD. c.
Hasil kerja sama Pemerintah Daerah dengan badan hukum dapat berupa uang, surat berharga, dan asset, atau non material berupa keuntungan. Hasil yang berupa uang harus disetor ke Kas Daerah sebagai Pendapatan Asli
78
BAB IV INVESTASI DAN KERJA SAMA PEMERINTAH DAERAH
Bentuk Kerja Sama Kerja Sama Antar Daerah No .
Tahapan
Kerja Sama Daerah dengan Departemen/LPND
Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum atas Prakarsa Daerah
KSAD. d.
e.
Hasil penilaian dilapor kan kepada Kepala Daerah melalui SKPD masing-masing.
peraturan perundangan. d.
Hasil KSAD yang berupa barang dilaporkan oleh Kepala Daerah kepada Ketua DPRD.
e.
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
Untuk kerja sama pengelolaan, mitra kerja sama harus membayar kontribusi ke rekening Kas Daerah setiap tahun selama jangka waktu pengelolaan dan pem bagian keuntungan hasil kerja sama pengelolaan. Besaran pembayaran kontribusi dan pembagian keuntungan hasil kerja sama pengelolaan ditetapkan dari hasil perhitungan tim yang dibentuk oleh TKKSD. Dalam hal pemerintah daerah memutuskan bah wa pengelolaan objek kerja sama selanjutnya akan dila kukan kembali mela
Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum atas Prakarsa Badan Hukum Daerah sesuai dengan peraturan perundangan. d.
Untuk kerja sama pengelolaan, mitra kerja sama harus membayar kontribusi ke rekening Kas Daerah setiap tahun selama jangka waktu pengelolaan dan pem bagian keuntungan hasil kerja sama pengelolaan. Besaran pembayaran kontribusi dan pembagian keuntungan hasil kerja sama pengelolaan ditetapkan dari hasil perhitungan tim yang dibentuk oleh TKKSD.
e.
Dalam hal pemerin tah daerah memutus kan bahwa pengelo 79
BAB IV INVESTASI DAN KERJA SAMA PEMERINTAH DAERAH
Bentuk Kerja Sama Kerja Sama Antar Daerah No .
Tahapan
Kerja Sama Daerah dengan Departemen/LPND
Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum atas Prakarsa Daerah lui kerja sama de ngan badan hukum, maka 6 (enam) bulan sebelum perjanjian kerja sama berakhir, perlu dilakukan proses seleksi kembali f.
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
Penilaian kinerja terhadap badan hukum mitra kerja sama ini dilakukan oleh Tim Teknis yang dibentuk oleh TKKSD.
Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum atas Prakarsa Badan Hukum laan objek kerja sama selanjutnya akan dilakukan kembali melalui kerja sama dengan badan hukum, maka 6 (enam) bulan sebe lum perjanjian kerja sama berakhir, perlu dilakukan proses seleksi kembali f.
Penilaian kinerja terhadap badan hukum mitra kerja sama ini dilakukan oleh Tim Teknis yang dibentuk oleh TKKSD.
80
BAB IV INVESTASI DAN KERJA SAMA PEMERINTAH DAERAH
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
81
BAB IV INVESTASI DAN KERJA SAMA PEMERINTAH DAERAH
Dalam pelaksanaan kerja sama Pemerintah Daerah, terdapat beberapa bentuk/model kerja sama yang dapat dilakukan, yaitu : a.
Bentuk/Model Kerja Sama Antar Daerah (KSAD). 1) Kerja Sama Pelayanan Bersama adalah kerja sama antardaerah untuk memberikan pelayanan bersama kepada masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah yang merupakan jurisdiksi dari daerah yang bekerjasama, untuk membangun fasilitas dan memberikan pelayanan bersama. 2) Kerja Sama Pelayanan Antar Daerah adalah kerja sama antardaerah untuk memberikan pelayanan tertentu bagi suatu wilayah masyarakat yang merupakan jurisdiksi daerah yang bekerjasama, dengan kewajiban bagi daerah yang menerima pelayanan untuk memberikan suatu kompensasi tertentu kepada daerah yang memberikan pelayanan. 3) Kerja Sama Pengembangan Sumberdaya Manusia adalah kerja sama antardaerah untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusia dan kualitas pelayanannya melalui alih pengetahuan dan pengalaman, dengan kewajiban bagi daerah yang menerima pelayanan untuk memberikan
suatu
kompensasi
tertentu
kepada
daerah
yang
memberikan pelayanan. 4) Kerja Sama Pelayanan dengan pembayaran Retribusi adalah kerja sama antardaerah untuk memberikan pelayanan publik tertentu dengan membayar retribusi atas jasa pelayanan. 5) Kerja Sama Perencanaan dan Pengurusan adalah kerja sama antardaerah untuk mengembangkan dan/atau meningkatkan layanan publik tertentu, dengan mana mereka menyepakati rencana dan programnya, tetapi melaksanakan sendiri-sendiri rencana dan program yang berkait dengan jurisdiksi masing-masing; Kerja sama tersebut membagi kepemilikan dan tanggungjawab atas program dan kontrol atas implementasinya. 6) Kerja Sama Pembelian Penyediaan Pelayanan adalah kerja sama antardaerah untuk menyediakan layanan kepada daerah lain dengan pembayaran sesuai dengan perjanjian. 7) Kerja Sama Pertukaran Layanan adalah kerja sama antardaerah melalui suatu mekanisme pertukaran layanan (imbal layan).
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
81
BAB IV INVESTASI DAN KERJA SAMA PEMERINTAH DAERAH
8) Kerja Sama Pemanfaatan Peralatan adalah kerja sama antardaerah untuk pengadaan/penyediaan peralatan yang bisa digunakan bersama. 9) Kerja Sama Kebijakan dan Pengaturan adalah kerja sama antardaerah untuk menselaraskan kebijakan dan pengaturan terkait dengan suatu urusan atau layanan umum tertentu. Adapun contoh proyek KSAD : 1) Kerja sama regional level provinsi, contoh: Badan Kerja sama Pembangunan
(BKSP)
JABODETABEKJUR,
Badan
Kerja
sama
Regional Sulawesi (BKRS). 2) Kerja
sama
antar
kab/kota,
contoh:
Sekretariat
Bersama
KARTAMANTUL (Kab Sleman, Kota Yogyakarta dan Kab Bantul), Badan Kerjasama Antar Daerah (BKAD) SUBOSUKA WONOSERATEN (Kota Surakarta, Kab Boyolali, Kab Sukoharjo, Kab. Karanganyar, Kab. Wonogiri, Kab Sragen dan Kab Klaten. 3) Kerja sama dalam bentuk Asosisasi, contoh: APKASI (Asosiasi Pemerintahan Kabupaten Seluruh Indonesia), Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI). b.
Bentuk/Model Kerja Sama Pemerintah Daerah dengan Departemen/LPND : 1) Kerja Sama Kebijakan dan Pengaturan, yaitu kerja sama daerah dengan Departemen/LPND untuk merumuskan tujuan bersama berkait dengan suatu urusan atau layanan umum tertentu yang dilakukan dengan menyelaraskan
kebijakan,
rencana
strategis,
peraturan
untuk
mendukung pelaksanaannya, serta upaya implementasinya. 2) Kerja Sama Pengembangan Sumberdaya Manusia dan Teknologi, yaitu kerja sama daerah dengan Departemen/LPND untuk meningkatkan kapasitas SDM dan kualitas pelayanannya melalui alih pengetahuan, pengalaman dan teknologi dengan suatu kompensasi tertentu. 3) Kerjasama Perencanaan dan Pengurusan, yaitu kerja sama daerah dengan
Departemen/LPND
meningkatkan
layanan
publik
untuk
mengembangkan
tertentu,
dengan
mana
dan/atau mereka
menyepakati rencana dan programnya, tetapi melaksanakan sendirisendiri rencana dan program yang berkait dengan kewenangannya masing-masing.
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
82
BAB IV INVESTASI DAN KERJA SAMA PEMERINTAH DAERAH
c.
Bentuk/Model Kerja Sama Pemerintah Daerah dengan badan hukum : 1)
Kontrak Pelayanan - Kontrak Operasional/Pemeliharaan Pemerintah daerah mengontrakan kepada badan usaha untuk mengoperasikan/memelihara suatu fasilitas pelayanan publik - Kontrak Kelola Pemerintah daerah mengontrakan kepada badan hukum untuk mengelola suatu sarana/prasarana yang dimiliki pemerintah daerah. - Kontrak Sewa Badan hukum menyewakan suatu fasilitas infrastruktur tertentu atas dasar kontrak kepada pemerintah daerah untuk dioperasikan dan dipelihara oleh pemerintah daerah selama jangka waktu tertentu - Kontrak Konsesi Badan hukum diberi hak konsesi atau tanggung jawab untuk menyediakan jasa pengelolaan atas sebagian atau seluruh sistem infrastruktur tertentu, termasuk pengoperasian dan pemeliharaan fasilitas
serta
pemberian
layanan
kepada
masyarakat
dan
penyediaan modal kerjanya. 2) Kontrak Bangun - Kontrak Bangun Guna Serah Badan usaha memperoleh hak untuk mendanai dan membangun suatu fasilitas/infrastruktur, yang kemudian dilanjutkan dengan pengelolaannya dan dapat menarik iuran selama jangka waktu tertentu untuk memperoleh pengembalian modal investasi dan keuntungan yang wajar. Setelah jangka waktu itu berakhir badan usaha menyerahkan kepemilikannya kepada pemerintah daerah. - Kontrak Bangun Serah Guna Badan
usaha
bertanggung
jawab
untuk
membangun
infrastruktur/fasilitas, termasuk membiayainya dan setelah selesai pembangunannya
lalu
penguasaan
kepemilikannya
dan
infrastruktur/fasilitas kepada
tersebut
diserahkan
pemerintah
daerah.
Selanjutnya, pemerintah daerah menyerahkan kembali kepada badan
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
83
BAB IV INVESTASI DAN KERJA SAMA PEMERINTAH DAERAH
usaha untuk dikelola selama waktu tertentu untuk pengembalian modal investasinya serta memperoleh keuntungan yang wajar. - Kontrak Bangun Sewa Serah Badan hukum diberi tanggung jawab untuk membangun infrastruktur termasuk membiayainya. Pemerintah daerah kemudian menyewa infrastruktur tersebut melalui perjanjian sewa beli kepada badan hukum selama jangka waktu tertentu dan setelah jangka waktu kontrak berakhir, maka pemerintah menerima penguasaan dan kepemilikan infrastruktur tersebut. 3) Kontrak Rehabilitasi - Kontrak Rehabilitasi Kelola dan Serah Pemerintah daerah mengontrakan kepada badan hukum untuk memperbaiki suatu fasilitas publik yang ada, kemudian badan usaha mengelolanya dalam waktu tertentu sesuai dengan perjanjian selanjutnya diserahkan kembali kepada pemerintah apabila badan usaha tersebut telah memperoleh pengembalian modal dan profit pada tingkat yang wajar. - Kontrak Bangun Tambah Kelola dan Serah Badan hukum diberi hak atas dasar kontrak dengan pemerintah daerah untuk menambah suatu fasilitas tertentu pada fasilitas publik yang ada. Kemudian badan hukum diberikan hak untuk mengelola bangunan tambahan sampai badan hukum dapat memperoleh pengembalian modal dan profit pada tingkat yang wajar. - Kontrak Patungan Pemerintah daerah bersama-sama badan usaha membentuk suatu badan hukum patungan dalam bentuk perseroan untuk membangun atau/dan mengelola suatu aset yang dimiliki oleh perusahaan patungan tersebut, termasuk segala kegiatan yang menjadi lingkup usaha perusahaan patungan. Adapun contoh proyek kerjasama pemerintah daerah dengan badan hukum (swasta) : 1) Proyek Instalasi Air Minum Sepatan, yang merupakan kerja sama antara Pemda Kabupaten Tangerang dengan PT Aetra Air Tangerang.
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
84
BAB IV INVESTASI DAN KERJA SAMA PEMERINTAH DAERAH
2) Pengelolaan operasional bus Trans Yogya, yang merupakan kerja sama antara Pemerintah Provinsi Yogyakarta dengan beberapa koperasi angkutan perkotaan di Yogyakarta (Kopata, Puskopkar, Pemuda, Aspada dan DAMRI UBK). 3) Proyek pembangunan jembatan selat sunda, yang merupakan kerja sama antara Provinsi Banten, Provinsi Lampung dan PT. Bangun Graha Sejahtera Mulia (Artha Graha Network).
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
85
REFERENSI
REFERENSI 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara 2. Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah 3. Peraturan Pemerintah No 2 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan dan/atau Penerimaan Hibah serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri 4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata cara Penghapusan Hutang Negara/Daerah 5. Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2007 tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). 6. Peraturan
Menteri
Keuangan
Nomor
179/PMK/2008
tentang
Tata
Cara
Penyediaan, Pencairan, dan Pengelolaan Dana dalam Rekening Induk Dana Investasi 7. Peraturan
Menteri
Keuangan
Nomor
180/PMK/2008
tentang
Tata
Cara
Penyusunan Perencanaan Investasi Pemerintah 8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK/2008 tentang Pelaksanaan Investasi Pemerintah 9. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 182/PMK/2008 tentang Pelaporan atas Pelaksanaan Investasi 10. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 183/PMK/2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Divestasi Terhadap Investasi Pemerintah 11. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 52/PMK.01/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pusat Investasi Pemerintah 12. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 207/PMK.05/2008 tentang Tata Cara Penarikan Pinjaman Dan Atau Hibah Luar Negeri yang Diteruspinjamankan kepada BUMN atau Pemda 13. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.05/2007 tentang Penyelesaian Piutang Negara yang Bersumber dari Naskah Perjanjian Penerusan Pinjaman dan Perjanjian Pinjaman Rekening Dana Investasi pada Badan Usaha Milik Negara/Perseroan Terbatas. 14. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.01/2008 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.01/2010.
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
86
REFERENSI
15. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 120/PMK.05/2008 tentang Penyelesaian Piutang Negara yang Bersumber dari Penerusan Pinjaman Luar Negeri, Rekening Dana Investasi dan Rekening Pembangunan Daerah pada PDAM. 16. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 153/PMK.05/2008 tanggal 22 Oktober 2008 tentang Penyelesaian Piutang Negara yang bersumber dari Penerusan Pinjaman Luar Negeri, RDI dan RDA pada Pemda 17. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 120/PMK.05/2008 tanggal 19 Agustus 2008 tentang Penyelesaian Piutang Negara yang bersumber dari Penerusan Pinjaman Luar Negeri, RDI dan RDA pada PDAM; 18. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.05/2007 tanggal 19 Februari 2007 tentang Penyelesaian Piutang Negara yang Bersumber dari Penerusan Pinjaman dan Perjanjian Pinjaman RDI pada BUMN/PT 19. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 114/PMK.05/2008 tanggal 4 Juli 2012 tentang Penyelesaian Piutang Negara yang bersumber dari Penerusan Pinjaman Luar Negeri, RDI dan RDA pada PDAM 20. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131/PMK.05/2009 tanggal 18 Agustus 2009 sebagaimana telah diubah dengan PMK No.241/PMK.05/ 2011 tanggal 27 Desember 2011 tentang Kredit Usaha PembibitanSapi 21. Peraturan Direktur Jenderal Nomor Nomor Per-31/PB/2007 tentang Petunjuk Teknis Penyelesaian Piutang Negara yang Bersumber dari Naskah Perjanjian Penerusan Pinjaman dan Perjanjian Pinjaman Rekening Dana Investasi pada Badan Usaha Milik Negara/Perseroan Terbatas.
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
87
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
KATA PENGANTAR Kami ucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyusun modul panduan dalam pengelolaan dan penatausahaan keuangan negara dengan nama Modul Manajemen Investasi Pemerintah. Penyusunan
modul
ini
bertujuan
agar
Satuan
Kerja
Kementerian
Negara/Lembaga memiliki panduan dalam pengelolaan keuangan negara yang berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara telah menjadi tanggung jawabnya. Modul ini disusun oleh Tim Penyusunan dan Penyempurnaan Modul Pengelolaan Keuangan Negara Tingkat Satuan Kerja Kementerian Negara/Lembaga Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang terdiri dari pihak-pihak yang berkompeten di bidangnya dan telah dikaji sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Modul ini disusun berdasarkan fungsi pengelolaan Keuangan Negara dengan sistematika penulisan uraian detail pemaparan yang merupakan penjabaran dari peraturan
perundang-undangan
yang
berlaku
sehingga
memudahkan
dalam
pemahamannya. Semoga Modul Pengelolaan Keuangan Negara Tingkat Satuan Kerja Kementerian Negara/Lembaga ini bermanfaat bagi semua pihak dan khususnya bagi Satuan Kerja Kementerian Negara/Lembaga.
Jakarta,
Juni 2013
Penyusun,
Direktorat
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
Jenderal
Perbendaharaan
i
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR …………………………………………………………………………. i DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………………………………………………… ii BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 1 A. LATAR BELAKANG .............................................................................................................. 1 B. MAKSUD DAN TUJUAN ...................................................................................................... 2 1. Tujuan Instruksional Umum…………………………………………………………………………………..2 2. Tujuan Instruksional Khusus………………………………………………………..2 C. RUANG LINGKUP ............................................................................................................... 3 BAB II MANAJEMEN INVESTASI ................................................................................. 4 A. INVESTASI PEMERINTAH ................................................................................................... 4 1. Latar Belakang………………………………………………………………………………………………………..4 2.
Lingkup dan Bidang Investasi Pemerintah…………………………………………………………………4
3. Asas Pelaksanaan Investasi Pemerintah………………………………………………….…………6 4. Kewenangan Pelaksanaan Investasi Pemerintah………………………………………………6 5. Proses / Mekanisme Pelaksanaan Investasi Pemerintah………………………………….7 6. Manajemen Investasi Pemerintah………………………………………………………………………..8 B. PENERUSAN PINJAMAN .................................................................................................. 11 1.
Latar belakang kebijakan penerusan pinjaman………………………………………………..11
2.
Mekanisme Penerusan Pinjaman / Subsidiary Loan Agreement (SLA)…………13
3.
Penarikan Pinjaman Luar Negeri……………………………………………………………………….14
4.
Penatausahaan transaksi penerusan pinjaman………………………………………………..20
5.
Monitoring Pinjaman BUMN, BUMD, dan Pemda…………………………………………….29
6.
Restrukturisasi Pinjaman/Penerusan Pinjaman………………………………………………..41
7.
Penutupan Perjanjian…………………………………………………………………………………………..46
B A B III KREDIT PROGRAM .................................................................................... 47 A.
Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E)…………………………….……..47
B.
Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan (KPENRP)…………………………………………………………………………………….49
C.
Kredit Pemberdayaan Pengusaha Nangroe Aceh Darussalam dan Nias......….52
D.
Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS)…………………………………………….54
E.
Skema Subsidi Resi Gudang (SSRG)….…………………………………………..55
F.
Kredit Usaha Mikro Kecil (KUMK)……….………………………………………….57
G.
Kredit Usaha Rakyat (KUR)…………...………………………...…………………. 59
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
ii
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
BAB IV INVESTASI DAN KERJASAMA PEMERINTAH DAERAH …..…..…………. 63 A. Definisi, Bentuk dan Sumber Investasi Pemerintah Daerah ……………….….. 63 1. Definisi Investasi ……………………………………………………………...….. 63 2. Bentuk Investasi Pemerintah Daerah …………………...……………………… 64 3. Sumber Dana Investasi Pemerintah Daerah …………………………….……. 65 B. Pengelolaan Investasi dan Kerjasama Pemerintah Daerah …………….… …. 65 1. Pengelolaan Investasi pemerintah Daerah ………………………………….... 65 2. Kerjasama Pemerintah Daerah ………………………………………………... 66 REFERENSI…………………………………………………………………………………. 82
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
iii
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Fungsi manajemen investasi sebagai salah satu core business Ditjen Perbendaharaan memiliki cakupan yang cukup luas dan sangat strategis bagi pemerintah. Penyaluran dana investasi dan penerusan pinjaman merupakan tugas manajemen investasi yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dari sisi pemerintah. Sedangkan pemberian subsidi bunga dan penjaminan kredit program berfungsi sebagai lokomotif bagi percepatan program pengembangan sektor riil. Melalui
penyaluran
dana
investasi,
pemerintah
berperan
sebagai
katalisator bagi tersedianya proyek-proyek infrastruktur yang akan mampu memberikan manfaat langsung bagi masyarakat dan sekaligus menarik investasi sektor swasta untuk menopang pertumbuhan ekonomi. Selain itu, melalui pembiayaan investasi yang dilaksanakan, pengurangan biaya-biaya produksi juga akan terwujud sehingga akan menambah daya saing produk dalam negeri. Melalui penerusan pinjaman, pemerintah berperan sebagai financial intermediary, dimana pemerintah mendapatkan dana melalui pembiayaan luar negeri dan sekaligus memberikan akses pembiayaan bagi proyek-proyek investasi yang dilaksanakan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan Pemerintah Daerah (Pemda) dan telah direncanakan dalam Rencana
Pembangunan
Jangka
Menengah
(RPJM).
Karena
ketentuan
perundang-undangan, BUMD dan Pemda tidak diperkenankan untuk meminjam secara langsung kepada kreditur/lender luar negeri. Kebijakan yang sama juga diperlakukan bagi BUMN apabila pinjaman luar negeri mempersyaratkan jaminan oleh Pemerintah. Namun disamping adanya ketentuan tersebut, dana penerusan pinjaman merupakan alternatif pembiayaan yang murah bagi proyek-proyek yang dilaksanakan oleh BUMN/BUMD/Pemda. Kebijakan kredit program merupakan kebijakan strategis pemerintah untuk mempercepat peningkatan kesejahteraan rakyat melalui pemberdayaan usaha mikro kecil, menengah dan koperasi(UMKMK) dengan cara peningkatan akses pembiayaan bagi masyarakat yang menjadi target program pemerintah melalui skema-skema kredit program. Dengan demikian, kredit program mampu memperkokoh UMKMK sebagai salah satu pilar ekonomi Indonesia. Kebijakan tersebut sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2007 tentang Kebijakan
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
1
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Pemerintah daerah dalam rangka peningkatan potensi kapabilitas, dan efektifitas semua pelaku pembangunan, termasuk pemda itu sendiri perlu untuk melakukan intervensi. Alat intervensi di tingkat pemerintahaan daerah berupa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang terdiri atas pendapatan daerah, belanja daerah dan pembiayaan daerah. Selain itu Pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan potensi kapabilitas fiskalnya dapat melakukan investasi dan kerja sama dengan pemerintah daerah atau pihak ketiga lainnya. B. MAKSUD DAN TUJUAN 1. Tujuan Instruksional Umum Penulisan modul manajemen investasi ini bertujuan untuk memerikan pemahaman komprehensif kepada penyuluh perbendaharaan dan pembaca lain tentang fungsi manajemen investasi yang ada dalam sistem pemerintahan di Indonesia, terbatas pada ruang lingkup bahasan dalam modul. 2. Tujuan Instruksional Khusus Setelah mempelajari keseluruhan isi modul ini, pembaca diharapkan dapat memahami hal-hal berikut: a.
Investasi Pemerintah sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 49 tahun 2011, dengan subbahasan sebagai berikut:
b.
1)
Latar belakang dan konsep investasi pemerintah
2)
Lingkup dan Bidang Investasi Pemerintah
3)
Asas Pelaksanaan Investasi Pemerintah
4)
Kewenangan Pelaksanaan Investasi Pemerintah
5)
Proses / Mekanisme Pelaksanaan Investasi Pemerintah
6)
Manajemen Investasi Pemerintah
Fungsi dan Pelaksanaan Penerusan Pinjaman, dengan subbahasan sebagai berikut: 1)
Latar belakang kebijakan penerusan pinjaman
2)
Mekanisme Penerusan Pinjaman / Subsidiary Loan Agreement (SLA)
3)
Penarikan Pinjaman Luar Negeri
4)
Penatausahaan transaksi penerusan pinjaman
5)
Monitoring Pinjaman BUMN, BUMD, dan Pemda
6)
Restrukturisasi Pinjaman/Penerusan Pinjaman
7)
Penutupan Perjanjian
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
2
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
c.
Fungsi dan Pelaksanaan Kredit Program, dengan subbahasan sebagai berikut: 1)
Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E)
2)
Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP)
3)
Kredit Pemberdayaan Pengusaha Nangroe Aceh Darussalam dan Nias (KPP NAD Nias)
4)
Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS)
5)
Skema Subsidi Resi Gudang (SSRG)
6)
Kredit Usaha Mikro dan Kecil (KUMK)
7)
Kredit Usaha Rakyat (KUR)
d. Investasi dan Kerja Sama Pemerintah Daerah, dengan subbahasan sebagai berikut: 1)
Definisi investasi
2)
Bentuk Investasi Pemerintah Daerah
3)
Sumber Dana Investasi Pemerintah Daerah
4)
Pengelolaan Investasi pemerintah Daerah
5)
Kerjasama Pemerintah Daerah
C. RUANG LINGKUP Modul ini memiliki empat ruang lingkup bahasan, yaitu: 1. Investasi Pemerintah sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 1 tahun 2008; 2. Penerusan Pinjaman; 3. Kredit Program; 4. Investasi dan Kerja sama Pemerintah Daerah.
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
3
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
B A B II MANAJEMEN INVESTASI A. INVESTASI PEMERINTAH 1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 mengamanatkan Pemerintah untuk melakukan investasi jangka panjang dengan tujuan untuk memberikan manfaat ekonomi, manfaat sosial, dan manfaat lainnya dalam rangka memajukan kesejahteraan umum. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara pasal 41 telah mengamanatkan Pemerintah untuk melakukan investasi jangka panjang dengan tujuanmemperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya. Amanat Undang-Undang tersebut kemudian ditindak lanjuti dengan penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2007 tentang Investasi Pemerintah. Namun, sesuai dengan perkembangan keadaan, dirasakan perlu dilakukan revisi PP tersebut untuk memberikan peluang kerjasama yang lebih luas dalam berinvestasi dengan menambah bentuk investasi pemerintah. Selanjutnya, sebagai hasil revisi tersebut telah terbit Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah pada tanggal 4 Februari 2008. Sebagai aturan pelaksanaan telah diterbitkan beberapa Peraturan Menteri Keuangan(PMK), antara lain: a.
PMK Nomor 179/PMK/2008 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pengelolaan Dana dalam Rekening Induk Dana Investasi
b.
PMK Nomor 180/PMK/2008 tentang Tata Cara Penyusunan Perencanaan Investasi Pemerintah
c.
PMK Nomor 181/PMK/2008 tentang Pelaksanaan Investasi Pemerintah
d.
PMK Nomor 182/PMK/2008 tentang Pelaporan atas Pelaksanaan Investasi
e.
PMK Nomor 183/PMK/2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Divestasi Terhadap Investasi Pemerintah
2. Lingkup dan Bidang Investasi Pemerintah Pada prinsipnya sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004, Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara berwenang menempatkan uang negara dan mengelola/menatausahakan investasi. Sebagai konsekuensi dari prinsip tersebut, maka kewenangan pengelolaan investasi pemerintah
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
4
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
pusat dilaksanakan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara. Kewenangan investasi pemerintah meliputi kewenangan regulasi, supervisi, dan operasional. Berdasarkan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah, Investasi Pemerintah dapat dilakukan dalam 2 (dua) bentuk yaitu: a. Investasi Surat Berharga dapat dilaksanakan dalam 2 (dua) cara, yaitu investasi dengan cara pembelian saham dan/atau investasi dengan cara pembelian surat utang. Pelaksanaan Investasi Pemerintah dalam bentuk surat berharga dimaksudkan untuk memperoleh manfaat ekonomi, yaitu memperoleh keuntungan berupa dividen, bunga, dan pertumbuhan nilai perusahaan dalam jumlah tertentu dan jangka waktu tertentu. b. Investasi Langsung dapat dilaksanakan dengan 2 (dua) cara, yaitu penyertaan modal dan/atau pemberian pinjaman. Investasi langsung berupa pemberian pinjaman dilaksanakan pada bidang infrastruktur atau bidang lain sesuai persetujuan Menteri Keuangan.
Gambar 1 Lingkup dan Bidang Investasi Pemerintah oleh Pusat Investasi Pemerintah
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
5
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
Sumber: PIP
3. Asas Pelaksanaan Investasi Pemerintah Pengelolaan investasi Pemerintah harus dilaksanakan dengan mengacu pada asas-asas berikut : a.
Asas fungsional Pengambilan keputusan dan pemecahan masalah di bidang investasi dilaksanakan sesuai dengan fungsi, wewenang, dan tanggung jawab yang dimiliki.
b.
Asas kepastian hukum Investasi pemerintah harus dilaksanakan berdasarkan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c.
Asas efisiensi Investasi pemerintah diarahkan agar sesuai dengan batasan standar kebutuhan dalam rangka menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pemerintahan secara optimal.
d.
Asas akuntabilitas Setiap kegiatan investasi pemerintah harus dipertanggungjawabkan kepada rakyat dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
e.
Asas kepastian nilai Investasi pemerintah harus didukung oleh adanya ketepatan jumlah dan nilai investasi dalam rangka optimalisasi pemanfaatan dana dan divestasi.
4. Kewenangan Pelaksanaan Investasi Pemerintah Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Investasi Pemerintah, dinyatakan bahwa ruang lingkup pengelolaan investasi pemerintah
meliputi
pertanggungjawaban
perencanaan, investasi,
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
pelaksanaan,
pengawasan
dan
penatausahaan divestasi.
dan
Sedangkan
6
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
kewenangan Menteri Keuangan dalam hal pengelolaan investasi pemerintah meliputi kewenangan regulasi, supervisi dan operasional. a. Kewenangan Regulasi Kewenangan regulasi dilaksanakan oleh Ditjen Perbendaharaan (Up. Direktorat Sistem Manajemen Investasi) b. Kewenangan Supervisi Kewenangan supervisi dilaksanakan oleh Komite Investasi Pemerintah Pusat (KIPP) c. Kewenangan Operasional Kewenangan operasional dilaksanakan oleh suatu Badan Investasi Pemerintah berbentuk Badan Layanan Umum (BLU), yaitu Pusat Investasi Pemerintah.
Dalamrangka
melaksanakan
kewenangan
operasional,
diterbitkan Peraturan MenteriKeuangan Nomor 52/PMK.01/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pusat InvestasiPemerintah. 5. Proses / Mekanisme Pelaksanaan Investasi Pemerintah Mekanisme pelaksanaan investasi pemerintah dapat dijelaskan di bagan di bawah ini. Proses / Mekanisme Pelaksanaan Investasi Pemerintah
Keterangan Bagan : a. PIP menyampaikan RKI kepada DJPBN cq Dit. SMI sebagai bahan penyusunan DIPA;
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
7
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
b. Dit. SMI membuat RKA kepada DJA untuk diterbitkan SAP SK dan selanjutnya keDirjen Perbendaharaan untuk dilakukan pengesahan DIPA c. PIP mengajukan permohonan pencairan kegiatan investasi melalui Dit. SMI selakuKPA; d. Dit. SMI menerbitkan SPM untuk diajukan ke KPPN Jakarta II (Keputusan DirjenPerbendaharaan No.KEP-239/PB/2009); e. KPPN Jakarta II selanjutnya menerbitkan SP2D Investasi Pemerintah danmelaksanakan pembayaran ke PIP (RIDI); Langkah 1 s.d. 5 dilaksanakan apabila PIP komitmennya sudah disetujui KIPP f.
BUMN/BUMD/BLU/Pemda/BLUD/Swasta/Asing
menyerahkan
proposal investasikepada PIP; g. PIP selanjutnya melakukan analisa kelayakan dan risiko investasi sesuai amanat PP1/2008 dan PMK 181/2008; h. a)Apabila diterima, proposal investasi dapat diteruskan oleh PIP ke rapat KIPP untuk diperoleh rekomendasi keputusan final diterima/ditolaknya proposal investasi; b)Apabila ditolak, proposal investasi dikembalikan kepada BUMN/BUMD/BLU/BLUD/Swasta/Asing. i.
Dalam rapat KIPP, dibahas proposal investasi yang diajukan, selanjutnya dikeluarkan rekomendasi diterima/ditolak;
j.
a)Apabila diterima, proposal investasi dapat direkomendasikan untuk diteruskan keproses berikutnya; b)Apabila ditolak, maka proposal investasi dikembalikan kepada BUMN/BUMD/BLU/Pemda/BLUD/Swasta/Asing.
k. Berdasarkan rekomendasi KIPP tersebut, maka PIP melakukan kerjasama
investasi
dengan
BUMN/BUMD/BLU/BLUD/Swasta/Asing; l.
Setelah semua transaksi dan kegiatan investasi dilaksanakan, PIP menyampaikanlaporan pelaksanaan kegiatan investasi kepada Dit. SMI.
6. Manajemen Investasi Pemerintah Manajemen atas Investasi Pemerintah dilaksanakan dengan mengadopsi best practices yang telah ada. Dalam pelaksanaannya, proses manajemen atas Investasi
Pemerintah
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
meliputi
perencanaan,
pelaksanaan
investasi,
8
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
penatausahaan,
dan
pertanggungjawaban
investasi,
pengawasan,
dan
divestasi. a.
Perencanaan Investasi Perencanaan investasi merupakan proses awal yang harus dilakukan oleh Pusat Investasi Pemerintah dengan menganut prinsip kehati-hatian sehingga tujuan investasi dapat tercapai secara efektif dan efisien. Perencanaan Investasi Pemerintah memerlukan suatu koordinasi kelembagaan pada pengelolaan Investasi Pemerintah, termasuk dalam perencanaan kebutuhan dan sumber dana yang diperlukan dalam pelaksanaan Investasi Pemerintah. Hal ini telah diatur secara teknis dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.05/2008 tentang Tata Cara Penyusunan Perencanaan Investasi Pemerintah.
b.
Pelaksanaan Investasi Pelaksanaan Investasi Pemerintah dilakukan oleh Pusat Investasi Pemerintah berdasarkan persetujuan Menteri Keuangan c.q Komite Investasi Pemerintah Pusat. Pada pelaksanaan investasi surat berharga, inisiatif pelaksanaan
investasi dapat berasal dari
Pusat Investasi
Pemerintah. Sedangkan pada investasi langsung, dilakukan dengan prinsip menitik beratkan pada sumber dana komersial/swasta serta meminimalkan sumber dana pemerintah. Hal ini sesuai dengan konsekuensi logis bahwa peran pemerintah sebenarnya sebatas memberikan dukungan sebagai fasilitator dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi dalam pelaksanaan pembangunan nasional. Proses pelaksanaan Investasi Pemerintah telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.05/2008 tentang Pelaksanaan Investasi Pemerintah. c.
Penatausahaan dan Pertanggungjawaban Investasi Untuk
mewujudkan
transparansi
dan
akuntabilitas
dalam
pelaksanaan Investasi Pemerintah, Pusat Investasi Pemerintah selaku operator investasi harus menyelenggarakan akuntansi atas pelaksanaan Investasi Pemerintah. Akuntansi atas pelaksanaan Investasi Pemerintah mengacu kepada Standar Akuntansi Keuangan (untuk Badan Investasi Pemerintah
berbentuk
Badan
Hukum)
dan
Standar
Akuntansi
Pemerintahan (untuk Badan Investasi Pemerintah berbentuk Satuan Kerja). Dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan Investasi
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
9
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
Pemerintah, PusatInvestasi Pemerintah wajib menyusun laporan keuangan dan kinerja yang disampaikan kepada Menteri Keuangan. Proses penatausahaan dan pertanggungjawaban tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor182/PMK.05/2008 tentang Pelaporan atas Pelaksanaan Kegiatan Investasi. d.
Pengawasan atas Pelaksanaan Investasi Sebagai
pelaksanaan
mekanisme
check
and
balance
atas
pengelolaan Investasi Pemerintah, perlu pelaksanaan fungsi pengawasan dan evaluasi. Fungsi ini diharapkan dapat membantu menciptakan pelaksanaan prinsip tata kelola yang baik (Good Corporate Governance) pada pengelolaan Investasi Pemerintah. Hal ini untuk mencegah agar jangan sampai terjadi penyimpangan sehingga dengan pengawasan tersebut, diharapkan agar pelaksanaan investasi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.Proses supervisi investasi dilaksanakan oleh Komite Investasi Pemerintah Pusat sesuai amanat Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2008. e.
Divestasi Dalam pengelolaan Investasi Pemerintah, peran Pusat Investasi Pemerintah
sebagai
memfasilitasi pembangunan
pelaku
terciptanya nasional.
investasi
pertumbuhan Pada
mempunyai ekonomi
prinsipnya,
maksud dalam
investasi
untuk rangka
yang
telah
dilaksanakan secara baik akan berakhir melalui divestasi yang juga baik. Proses divestasi yang dilakukan atas investasi surat berharga dapat memperoleh manfaat ekonomi, sedangkan divestasi atas investasi langsung dimaksudkan dapat diinvestasikan kembali dalam rangka meningkatkan fasilitas infrastruktur dan bidanglainnya guna memacu roda perekonomian masyarakat. Hal ini telah diatur secara tegas dalam Peraturan
Menteri
Keuangan
Nomor
183/PMK.05/2008
tentang
Persyaratan dan Tata Cara Divestasi terhadap Investasi Pemerintah. f.
Manajemen Risiko Investasi Pemerintah Dalam rangka mengurangi risiko pelaksanaan Investasi Pemerintah, disamping menargetkan tingkat pendapatan yang diharapkan, hal penting yang harus selaludi perhatikan adalah timbulnya potensi kerugian yang akan berpengaruh, baik terhadap pendapatan maupun modal Pusat Investasi Pemerintah. Oleh karena itu, penerapan manajemen risiko
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
10
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
sebagai langkah-langkah antisipasi dan mitigasi munculnya variabel risiko Investasi
Pemerintah
sangat
penting
untuk
diperhatikan
dalam
perencanaan maupun pelaksanaan investasi. B.
PENERUSAN PINJAMAN 1. Latar belakang kebijakan penerusan pinjaman Pemerintah Republik Indonesia mulai awal Pelita I tahun 1969 telah membuka kran bagi masuknya bantuan/pinjaman luar negeri untuk membiayai sebagian pengeluaran negara dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional. Untuk mempercepat pertumbuhan dan pemerataan pembangunan, maka pemerintah berusaha memberdayakan seluruh potensi yang ada guna mendukung pembangunan ekonomi nasional, termasuk pemberdayaan BUMN/BUMD/Koperasi sebagai unit-unit usaha yang dapat mendukung proses
pembangunan
BUMN/BUMD/Koperasi
tersebut. tersebut
pada
Mengingat waktu
itu
kondisi masih
keuangan
lemah,
maka
Pemerintah menyisihkan anggaran dalam bentuk fasilitas pinjaman untuk membantu keuangan mereka agar dapat mengoptimalkan kemampuannya bagi pembangunan. Anggaran yang disediakan tersebut khususnya berupa pinjaman
luar
negeri
Pemerintah
yang
diteruspinjamkan
kepada
BUMN/BUMD/Koperasi beserta dana lokal sebagai pendamping pinjaman luar negeri.
Untuk
menampung
pengembalian
pinjaman
luar
negeri
dan
penyediaan dana pendamping, maka dipandang perlu untuk dibuka Rekening Dana Investasi di Bank Indonesia dengan keputusan Dewan Moneter No.07/KEP/DM/1971. Penerusan pinjaman luar negeri dan penyediaan dana lokal pendamping tersebut terus berkembang, terlebih setelah dikeluarkannya Keppres No. 59 tahun 1972 tentang Penerimaan Kredit Luar Negeri Rekening Dana Investasi (RDI) dibentuk oleh Dewan Moneter berdasarkan Keputusan Dewan Moneter No. 07/KEP/DM/1971 tanggal 31 Desember 1971 merupakan kelanjutan dari pengelolaan pinjaman luar negeri yang diteruspinjamkan, dan sudah dilaksanakan sebelum tahun 1971. Seiring dengan
perkembangan
pembangunan
nasional,
terutama
menyangkut
pembangunan daerah, maka disamping RDI pemerintah juga membuka Rekening Pembangunan Daerah (RPD). RPD dibentuk oleh Menteri Keuangan Berdasarkan surat No.495/MK.01/1986 tanggal 7 Mei 1986 untuk menampung dana yang dipergunakan sebagai pinjaman kepada Pemerintah Daerah.
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
11
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
Rekening Dana Investasi yang selanjutnya disingkat RDI adalah rekening Pemerintah Pusat yang dibentuk melalui Keputusan Dewan Moneter Nomor 07/KEP/DM/1971 tanggal 31 Desember 1971. Rekening ini merupakan salah satu sumber dana alternatif bagi pemerintah daerah/BUMN/BUMD untuk membiayai kegiatannya. Sumber dana RDI berasal dari pembayaran kembali pokok pinjaman penerusan pinjaman dan pinjaman RDI kepada BUMN, BUMD dan Pemda, pembayaran biaya administrasi, denda dan biaya lainnya yang timbul dari penerusan pinjaman dan pinjaman RDI, pengembalian dana APBN yang dialokasikan oleh pemerintah untuk pembiayaan investasi dan modal kerja proyek pemerintah, dana APBN yang dialokasikan oleh pemerintah RDI guna pembiayaan investasi dan modal kerja proyek pemerintah dan pembayaran kembali dana talangan dari RDI yang telah dikeluarkan untuk pembiayaan program pemerintah. Rekening Pembangunan Daerah yang selanjutnya disingkat RPD adalah rekening Pemerintah Pusat yang digunakan sebagai sumber dana pinjaman daerah bagi pembiayaan investasi Pemerintah Daerah dalam pembangunan prasarana yang terdiri dari air bersih. persampahan, terminal (baik darat, sungai dan danau), pasar serta rumah sakit umum daerah. Sumber dana RPD berasal dari pembayaran kembali pokok pinjaman yang berasal dari penerusan pinjaman luar negeri, pembayaran kembali pokok pijaman yang berasal dari RPD yang dipinjamkan kepada Pemda dan BUMD, pembayaran biaya bunga, denda dan biaya-biaya lainnya, dana APBN yang dialokasikan oleh Pemerintah untuk RPD guna pembiayaan investasi proyekproyek pemerintah daerah, serta pinjaman atau hibah kepada pemerintah dari luar negeri. Saat ini tidak terdapat lagi pinjaman baru yang bersumber dari RDI dan RDP, mengingat pembiayaan yang berasal dari Pemerintah harus memalui mekanisme APBN yang sampai dengan saat ini masih dalam proses penyusunan payung hukum. Dengan demikian saat ini Pemerintah hanya mengelola penatausahaan pinjaman yang berasal dari pinjaman RDI dan RPD sebelum tahun 2007.
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
12
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
Perkembangan Kebijakan RDI/RPD
Direktorat SMI selaku pengelola pinjaman RDI/RPD menyelenggarakan fungsi pelaksanaan perhitungan, penagihan dan pembayaran atas pinjaman tersebut. Dalam rangka pelaksanaan fungsi dimaksud. Direktorat SMI melakukan perhitungan, penagihan, penarikan pinjaman RDI/RPD serta melakukan pengadministrasian pembayaran kembali pinjaman dimaksud. 2. Mekanisme Penerusan Pinjaman / Subsidiary Loan Agreement (SLA) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara menetapkan bahwa untuk membiayai dan mendukung kegiatan prioritasm dalam rangka mencapai sasaran pembangunan, Pemerintah dapat mengadakan pinjaman dan/atau menerima Hibah baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri serta penerusan pinjaman atau hibah luar negeri kepada Pemerintah Daerah/BUMN/ Badan Usaha MilikDaerah. Penerusan pinjaman atau sering disebut Subsidiary Loan Agreement (SLA) pada dasarnya merupakan pinjaman yang bersumber dari pinjaman luar negeri dan diteruspinjamkan ke BUMN/Pemda/BUMD. Mekanisme pemberian penerusan pinjaman saat ini didasarkan pada Peraturan Pemerintah (PP) No 2 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan dan/atau Penerimaan Hibah serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri. Secara sederhana, skema penerusan pinjaman dapat dilihat pada bagan di bawah ini. MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
13
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
Skema Penerusan Pinjaman
Pelaksanaan penerusan pinjaman dimulai dengan penandatanganan perjanjian pinjaman luar negeri/Loan Agreement (LA) antara Pemerintah yang diwakili oleh Ditjen Pengelolaan Utang (DJPU) dengan lender. Pinjaman luar negeri yang diteruspinjamkan kepada BUMN/BUMD/Pemda dikelola oleh Ditjen Perbendaharaan d.h.i. Direktorat Sistem Manajemen Investasi, untuk diteruskan kepada debitur dimana ketentuan dan persyaratan pinjaman dituangkan dalam bentuk Naskah Perjanjian Penerusan Pinjaman (NPPP) atau lebih dikenal dengan sebutan Subsidiary Loan Agreement (SLA). Oleh Dit. SMI, seluruh dana penerusan pinjaman yang direncanakan akan ditarik dalam satu tahun akan dianggarkan dalam DIPA Penerusan Pinjaman
dan
dilaporkan
di
Laporan
Keuangan
Kuasa
Pengguna
Anggaran/Pembantu BUN Bagian Anggaran 999.04. Di sisi lain, berdasarkan alokasi anggaran yang dituangkan dalam DIPA tersebut, debitur dapat membuat perikatan dengan pihak ketiga pelaksana proyek-proyek yang dibiayai dari SLA. Setiap terjadi progress pekerjaan, debitur akan menagihkan kepada Dit. SMI untuk kemudian diproses pembayarannya oleh Dit. SMI selaku Kuasa Pengguna Anggaran BA 999.04. Berdasarkan dokumendokumen yang dikirimkan oleh debitur, Dit. SMI akan membuat Surat Permintaan Membayar (SPM) kepada KPPN Khusus Jakarta VI (KPPN Khusus Pinjaman dan Hibah). 3. Penarikan Pinjaman Luar Negeri Mulai tahun 2009 proses penarikan/pencairan pinjaman didasarkan pada PMK No.207/PMK.05/2008 tentang Tata Cara Penarikan Pinjaman Dan Atau Hibah Luar Negeri yang Diteruspinjamankan kepada BUMN atau Pemda. Sesuai dengan PMK dimaksud proses pencairan melalui Direktorat SMI yang ditunjuk selaku Kuasa Pengguna Anggaran untuk DIPA Penerusan Pinjaman.
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
14
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
Terdapat empat cara proses pencairan pinjaman luar negeri termasuk yang diteruspinjamkan kepada BUMN/BUMD/Pemda (SLA), yaitu melalui Pembayaran Langsung (Direct Payment), Pembukaan Letter of Credit (L/C), Rekening Khusus (Special Account), dan Pembiayaan Pendahuluan (PreFinancing).1 a.
Pembayaran Langsung (Direct Payment) Pengguna
mengajukan
permintaan
penarikan
dana
dengan
melampirkan Kontrak PBJ serta Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak (SKTJM) kepada Dit. SMI selaku KPA-PP. Subdit Pinjaman BUMN/Subdit Pinjaman Daerah
selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) melakukan
Pengujian atas dokumen dari Pengguna Dana antara lain: 1)
Surat Permohonan Aplikasi Pembayaran;
2)
SKTJM;
3)
Kontrak/SPK;
4)
Statement of Performance;
5)
Daftar Realisasi Pembayaran Kontrak;
6)
Claims for Performance;
7)
Summary of Claims Payment;
8)
BAP/BASTP;
9)
Kuitansi;
10) Faktur Pajak dan SSP; 11) Jaminan Bank; 12) NOL, Aproval, NPWP,dokumen lain yg dipersyarakan lender. Selanjutnya, PPK menyusun dan menyampaikan surat permintaan penerbitan aplikasi penarikan dana dengan cara PL kepada Subdit VSAP. Subdit
VSAP
selaku
pejabat
penerbit
SPM
melakukan
pencocokan
kelengkapan dokumen antara lain dokumen pendukung SPP, ketersedian pagu anggaran dalam DIPA, kebenaran atas pihak yang ditunjuk (nm orang/perusahaan, alamat, nomor rek, nama bank), nilai tagihan yang harus dibayar, dan jadwal waktu pembayaran. Selanjutnya, Subdit VSAP menyusun dan menyampaikan surat (cover Letters) atas surat permintaan penerbitan aplikasi penarikan dana tersebut kepada KPPN Khusus Jakarta VI. KPPN Khusus Jakarta VI menerbitkan APD-PL dan menyampaikan ke PPHLN. Atas dasar APD-PL sesuai ketentuan yang disepakati dalam NPPHLN 1
PMK 143/2006 tentang Tata Cara Penarikan Pinjaman dan Atau Hibah Luar Negeri
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
15
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
antara lain Rekanan menerima pembayaran langsung dari PPHLN, Pemda menerima pembayaran dari PPHLN ke rekening kas daerah,
selanjutnya
Pemda melakukan pembayaran kepada pihak rekanan paling lambat dua hari kerja. Atas setiap transaksi pembayaran tersebut Dit.EAS-DJPU menerima NOD atau dokumen lain yg dipersamakan. DJPU menyampaikan copy NOD ke Ditjen PBN. Atas dasar NOD/ dokumen lain yang dipersamakan, KPPN Khusus Jakarta VI menerbitkan SP3-PP serta mengirimkannya ke KPA-PP, BI, dan Pengguna Dana PP. b.
Pembukaan Letter of Credit (L/C) Pengguna
mengajukan
permintaan
penarikan
dana
dengan
melampirkan Kontrak PBJ serta Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak (SKTJM) kepada Dit. SMI selaku KPA-PP. Subdit Pinjaman BUMN/Subdit Pinjaman Daerah selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) melakukan Pengujian atas dokumen dari Pengguna Dana antara lain: 1)
Surat Permohonan Aplikasi Pembayaran;
2)
SKTJM;
3)
Kontrak/SPK;
4)
Statement of Performance;
5)
Daftar Realisasi Pembayaran Kontrak;
6)
Claims for Performance;
7)
Summary of Claims Payment;
8)
BAP/BASTP;
9)
Kuitansi;
10)
Faktur Pajak dan SSP;
11)
Jaminan Bank;
12)
NOL, Aproval, NPWP,dokumen lain yg dipersyarakan lender. Selanjutnya, PPK menyusun dan menyampaikan surat permintaan
penerbitan aplikasi penarikan dana dengan cara LC kepada Subdit VSAP. Subdit
VSAP
selaku
pejabat
penerbit
SPM
melakukan
pencocokan
kelengkapan dokumen antara lain dokumen pendukung SPP, ketersedian pagu anggaran dalam DIPA, kebenaran atas pihak yang ditunjuk(nm orang/perusahaan, alamat, nomor rek,nama bank), nilai tagihan yang harus dibayar, dan jadwal waktu pembayaran. Selanjutnya, Subdit VSAP menyusun
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
16
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
dan menyampaikan surat (cover Letters) atas surat permintaan penerbitan aplikasi penarikan dana tersebut kepada KPPN Khusus Jakarta VI. Berdasarkan surat permintaan penerbitan aplikasi penarikan dana tersebut, KPPN Khusus Jakarta VI menerbitkan SKP a.n. Pengguna Dana PP dan mengirimkannya ke BI dgn tembusan kepada Ditjen BC, KPA-PP, dan Pengguna Dana PP. Berdasarkan SPP-SKP, KPPN Khusus Jakarta VI menerbitkan SKP a.n. Pengguna Dana PP dan mengirimkannya ke BI dgn tembusan kepada Ditjen BC, KPA-PP, dan Pengguna Dana PP. Berdasarkan SKP, Pengguna Dana PP memberitahukan ke rekanan/ importir untuk mengajukan pembukaan L/C, selanjutnya rekanan/ importir mengajukan permintaan pembukaan L/C ke BI atau Bank dgn melampirkan kontrak PBJ dan daftar barang yg akan diimpor (master list) yg disetujui Pengguna Dana PP serta dokumen pendukung lainnya yg diatur oleh BI atau Bank. Atas dasar SKP dan permintaan L/C dari rekanan/ importir, BI atau Bank membuka L/C ke bank koresponden dan tembusan dokumen pembukaan L/C disampaikan ke KPPN Khusus Jakarta VI dan Dit.EAS-DJPU, dgn nilai L/C yg dibuka tidak boleh melebihi nilai SKP. Atas dasar L/C yg telah dibuka, BI atau Bank mengajukan permintaan untuk menerbitkan surat pernyataan kesediaan melakukan pembayaran (letter of commitment) ke PPHLN, kecuali jika L/C dibuka pada bank PPHLN. Sebagai pemberitahuan realisasi pencairan L/C, Dit.EAS- DJPU dan BI atau Bank menerima NOD/ dokumen lain yg dipersamakan dari PPHLN. DJPU menyampaikan copy NOD kepada Ditjen PBN. Berdasarkan
dokumen
realisasi
L/C
yg
diterima
dari
bank
koresponden, BI atau Bank menerbitkan Nota Disposisi sebagai realisasi L/C dan menyampaikan tembusannya ke KPPN Khusus Jakarta VI dan Pengguna Dana PP. Berdasarkan Nota Disposisi BI atau Bank, BI membukukan ekuivalen rupiah ke Rekening Kas Negara dgn menerbitkan Nota Debet/Kredit sebagai realisasi pencairan L/C dan menyampaikan tembusannya ke KPPN Khusus Jakarta VI. Atas dasar SKP, Nota Disposisi L/C, dan Nota Debet/Kredit, KPPN Khusus Jakarta VI menerbitkan dan membukukan SP3 pada tahun anggaran berjalan dan mengirimkannya ke KPA-PP, BI, dan Pengguna Dana PP.
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
17
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
c. Rekening Khusus (Special Account) Dirjen Perbendaharaan membuka Rekening Khusus (Reksus) di BI berdasarkan NPPHLN. Pengguna Dana PP mengajukan permintaan penarikan dengan dilampiri dokumen lainnya yang ditetapkan oleh PPHLN serta SKTJM. Subdit Pinjaman BUMN/Subdit Pinjaman Daerah selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) melakukan pengujian atas dokumen dari Pengguna Dana antara lain: 1)
Surat Permohonan Aplikasi Pembayaran;
2)
SKTJM;
3)
Ringkasan Kontrak;
4)
SPTB;
5)
Daftar Realisasi Pembayaran Kontrak;
6)
BAP/BASTP;
7)
Kuitansi;
8)
Faktur Pajak dan SSP;
9)
Jaminan Bank;
10) NOL, Aproval, NPWP,dokumen lain yg dipersyarakan lender. Selanjutnya, PPK menyusun dan menyampaikan surat permintaan pembayaran (SPP) kepada Subdit VSAP.Subdit VSAP selaku pejabat penerbit SPM melakukan pencocokan kelengkapan dokumen antara lain dokumen pendukung SPP, ketersedian pagu anggaran dalam DIPA, kebenaran atas pihak yang ditunjuk(nm orang/perusahaan, alamat, nomor rek,nama bank), nilai tagihan yang harus dibayar, dan jadwal waktu pembayaran. Selanjutnya, Subdit VSAP menyusun dan menyampaikan Surat Perintah Membayar (SPM) atau SPP-SKM Reksus L/C dengan dilampiri dokumen pendukung yang ditetapkan oleh PPHLN kepada KPPN Khusus Jakarta VI. Berdasarkan SPM atau SPP-SKM Reksus L/C sebagaimana dimaksud pada huruf d, KPPN Khusus Jakarta VI menerbitkan SP2D atau SKM Reksus L/C dan menyampaikan kepada KPA-PP, BI, dan Pengguna Dana PP. Atas dasar SP2D, BI melakukan pembebanan pada Reksus. Berdasarkan SKM Reksus L/C, Pengguna Dana PP memberitahukan kepada rekanan untuk membuka L/C di BI atau Bank dengan melampirkan KPBJ. BI atau Bank membuka L/C yang tidak melebihi nilai SKM Reksus L/C pada Bank koresponden dan tembusan dokumen pembukaan L/C disampaikan kepada KPPN Khusus Jakarta VI dan Dit.EAS-DJPU.
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
18
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
Atas dasar tagihan dari bank koresponden, BI atau Bank membebani Reksus untuk melakukan pembayaran kepada bank koresponden, sesuai dengan ketentuan yang disepakati dalam NPPHLN, untuk diteruskan kepada pemasok; atau ke rekening kas daerah, untuk selanjutnya paling lambat dua hari kerja Pemda
membayarkan kepada pihak rekanan.
Atas dasar pembebanan sebagaimana tersebut pada huruf I, BI atau Bank menerbitkan nota disposisi sebagai realisasi L/C, selanjutnya BI membukukan ekuivalen rupiah ke dalam Rekening Kas Negara dengan menerbitkan
Nota
Debet/Kredit
sebagai
realisasi
pencairan
L/C
dan
menyampaikan tembusannya kepada KPPN Khusus Jakarta VI. Atas dasar SKM Reksus L/C, Nota Disposisi L/C, dan Nota Debet/Kredit yang diterima dari BI, KPPN Khusus Jakarta VI menerbitkan dan membukukan SP3 pada tahun anggaran berjalan sebagai realisasi APBN dan menyampaikan kepada KPA-PP dan DJPU. Untuk pengisian kembali reksus, Ditjen PBN cq. KPPN Khusus Jakarta VI mengajukan APD-PL kepada PPHLN dengan dilampiri dokumen pendukung sebagaimana yang dipersyaratkan oleh PPHLN. Dalam hal penggunaan dana yang telah dicairkan pembayarannya melalui reksus dinyatakan tidak sah (ineligible) oleh PPHLN, Pengguna Dana PP bertanggung jawab untuk mengembalikan dana penerusan pinjaman ke kas negara. Dit.EAS-DJPU dan BI menerima NOD atau dokumen lain yang dipersamakan dari PPHLN sebagai realisasi penarikan pinjaman. Dalam hal terdapat sisa dana dalam Reksus setelah penutupan rekening (closing account), sisa dana tersebut dikembalikan kepada PPHLN. d.
Pembiayaan Pendahuluan (Pre-Financing) Pengguna dana PP mengajukan permintaan penarikan kepada KPA-
PP dengan dilampiri bukti-bukti pengeluaran pembiayaan pendahuluan dan rincian penggunaan uang serta SKTJM. Subdit Pinjaman BUMN/Subdit Pinjaman Daerah selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) melakukan pengujian atas dokumen dari Pengguna Dana antara lain: 1)
Surat Permohonan Aplikasi Pembayaran;
2)
SKTJM;
3)
Ringkasan Kontrak;
4)
SPTB;
5)
Daftar Realisasi Pembayaran Kontrak;
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
19
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
6)
Berita Acara Kemajuan Pelaksanaan Pekerjaan;
7)
Berita Acara Serah Terima Pekerjaan;
8)
Kuitansi;
9)
Faktur Pajak dan SSP;
10) Jaminan Bank; 11) NOL, Aproval, NPWP,dokumen lain yg dipersyarakan lender. Selanjutnya, PPK menyusun dan menyampaikan surat permintaan pembayaran (SPP) kepada Subdit VSAP.
Subdit VSAP selaku pejabat
penerbit SPM melakukan pencocokan kelengkapan dokumen antara lain dokumen pendukung SPP, ketersedian pagu anggaran dalam DIPA, kebenaran atas pihak yang ditunjuk(nama orang/perusahaan, alamat, nomor rek,nama bank), nilai tagihan yang harus dibayar, dan jadwal waktu pembayaran. Selanjutnya, Subdit VSAP menyusun dan menyampaikan Surat Perintah
Membayar
(SPM)
dengan
dilampiri
bukti-bukti
pengeluaran
pembiayaan pendahuluan dan rincian penggunaan uang kepada KPPN Khusus Jakarta VI. Atas dasar bukti pengeluaran tersebut, dan dokumen pendukung sebagaimana disyaratkan oleh PPHLN, KPPN Khusus Jakarta VI mengajukan aplikasi penarikan dana kepada kreditur. Dit.EAS-DJPU, KPPN Khusus Jakarta VI, dan BI menerima NOD atau dokumen lain yang dipersamakan dari PPHLN atas Penggantian Pembiayaan Pendahuluan (reimbursement) yang dilakukan PPHLN untuk rekening Pengguna Dana PP.
Atas dasar NOD,
KPPN Khusus Jakarta VI menerbitkan SP3 dan mengirimkannya kepada KPAPP, BI, dan Pengguna Dana PP. 4.
Penatausahaan transaksi penerusan pinjaman Penatausahaan pinjaman pemerintah kepada Pemda/BUMN/BUMD yang dilakukan oleh Direktorat Sistem Manajemen Investasi (Dit.SMI) adalah Pinjaman Pinjaman dalam Negeri (RDA/RPD) dan Penerusan Pinjaman Luar Negeri (Subsidiary Loan). Pinjaman dalam negeri yang ada sekarang adalah pinjaman yang diberikan sebelum tahun 2007. Sedangkan penerusan pinjaman masih terus berlangsung hingga saat ini.
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
20
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
Siklus Pinjaman
Penarikan
Perhitungan Piutang
Pelaporan Monitoring, Verifikasi dan Pengendalian
Penerimaan Pembayaran
Rekonsiliasi
Penagihan
a. Siklus Pinjaman Siklus
pinjaman
dimulai
setelah
berlakunya
tanggal
perjanjian
penerusan pinjaman, karena pada saat tersebut dimulai perhitungan kewajiban pinjaman. Pengakuan piutang yang berasal dari SLA bergantung pada mekanisme pencairan dana yang digunakan. Jika penarikan dilakukan dengan Pembayaran Langsung (PL), PembiayaanPendahuluan dan Letter of Credit (L/C), maka pengakuan piutang didasarkan pada tanggal transaksi yang tercantum dalam Notice of Disbursement (NoD) atau dokumen lain yang dipersamakan dari lender. Sedangkan untuk Rekening Khusus, pengakuan piutang didasarkan pada tanggal transaksi SP2D dari KPPN yang membebani initial deposit. Setiap transaksi penarikan pinjaman yang terjadi akan diakui sebagai penambahan saldo piutang penerusan pinjaman (outstanding piutang). Sementara itu, untuk pengembalian pinjaman oleh BUMN/Pemda (baik yang bersumber dari SLA, RDI dan RPD) dibayarkan ke RDI/RPD yang ada di Bank Indonesia berdasarkan pada ketentuan Naskah Perjanjian Penerusan Pinjaman yang berlaku. Naskah Subsidiary Loan Agreement (SLA) atau Naskah Perjanjian Penerusan Pinjaman (NPPP) sekurang-kurangnya harus memuat: 1)
Jumlah dana;
2)
Peruntukan/penggunaan dana tersebut; dan
3)
Ketentuan dan Persyaratan pinjaman.
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
21
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
Selanjutnya, jumlah atau bagian dari jumlah pinjaman dan/atau hibah luar negeri yang dimuat dalam NPPP atau NPH dituangkan dalam dokumen pelaksanaan anggaran Pemerintah Daerah atau BUMN sebagai dasar pelaksanaannya.
Pemerintah
Daerah
atau
BUMN
wajib
melakukan
pembayaran kembali atas penerusan pinjaman sesuai kesepakatan yang tertuang dalam naskah perjanjian atau SLA/NPPP yang bersangkutan. Dalam menatausahakan transaksi penerusan pinjaman, Dit. SMI dapat mempergunakan jasa bank penata usaha, yaitu bank BUMN atau bank BUMD sebagaimana yang telah diatur dalam Naskah Perjanjian Penerusan Pinjaman. Untuk pinjaman RDI/RPD, yaitu pinjaman dari Rekening Dana Investasi yang saat ini sudah tidak aktif lagi, Pemerintah tidak mempergunakan jasa bank penata usaha. Pinjaman RDI/RPD ditatausahakan sendiri oleh Dit. SMI. Flow Perhitungan Pinjaman
Kapitalisas +
Penarikan Pokok
Outstanding Pokok
Bunga/biaya
administrasi
Pokok
Denda
Plafon Blm/Tdk
Commitment Charge
b. Obyek Perhitungan Berikut adalah biaya-biaya yang timbul dan harus dibayar oleh debitur dalam penerusan pinjaman secara umum ada 7 (tujuh) komponen yaitu: 1)
Biaya Front and Fee yaitu biaya yang timbul setelah disepakati perjanjian pinjaman dan hanya dibayar sekali saja dengan waktu pembayaran sudah ditentukan dalam perjanjian. Jika debitur dibebankan biaya front and fee maka tidak lagi dikenakan biaya komitmen begitu juga sebaliknya.
2)
Biaya Komitmen (Commitment Charge) yaitu biaya yang dibebankan kepada debitur atas pinjaman yang belum ditarik selama jangka waktu penarikan. Biaya ini dihitung dari jumlah yang belum ditarik dikalikan dengan prosentase yang disepakati dalam perjanjian sampai dengan
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
22
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
berakhirnya jangka waktu penarikan (closing date) dan dibayar setiap jatuh tempo pembayaran. 3)
Biaya Servis (Service Charge) yaitu biaya yang dibebankan kepada debitur yang timbul setiap ada penarikan pinjaman dan biasanya langsung dikapitalisasi ke dalam penarikan. Pembebanan Service charge biasanya dikenakan untuk pinjaman yang berasal dari JICA.
4)
Angsuran Pokok (Principal) yaitu cicilan pokok yang harus dibayar oleh debitur setiap kali jatuh tempo. Besarnya cicilan dihitung dari jumlah pinjaman yang ditarik dibagi dengan jangka waktu pembayaran pokok atau ditentukan lain sesuai dengan yang disepakati dalam perjanjian. Biasanya jatuh tempo cicilan pokok dihitung persetengahtahunan (semester) dan dibayar setelah masa tenggang berakhir.
5)
Biaya Bunga (Interest) yaitu biaya yang dibebankan kepada debitur atas pinjamannya.Biaya
ini
dihitung
berdasarkan
outstanding
pinjaman
dikalikan dengan tarif prosentase yang disepakati dalam perjanjian pinjaman. 6)
Jasa Bank (Bank Commission) yaitu biaya yang timbul atas jasa yang diberikan oleh Bank Penata Usaha (BPU) sebagai pihak ketiga yang menatausahakan penerusan pinjaman. Besarnya prosentase jasa bank tercantum dalam isi perjanjian.
7)
Biaya Denda (Penalty) yaitu biaya yang timbul atas keterlambatan pembayaran kewajiban oleh debitur sesuai dengan ketentuan yang sudah disepakati dalam perjanjian.
8)
Bunga MasaTenggang, yaitu bunga yang dikenakan terhadap pinjaman yang masih dalam masa tenggang (belum jatuh tempo pokok).
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
23
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
c.
Contoh-Contoh Perhitungan Pinjaman Ilustrasi berikut adalah informasi yang perlu dicantumkan dalam kartu
pinjaman mengenai isi perjanjian suatu pinjaman : PEMINJAM
:
PEMDA KAB. TINGKAT II KERINCI
LENDER
:
A D B
NO. TGL LA
:
983/984‐INO TGL 16 APRIL 1990
PLAFOND LA
:
US$ 70,000,00
SDR. 39,068,000.
NO. TGL SLA
:
SLA‐652/DDI/1992 TANGGAL 26 MARET 1992
PLAFOND SLA
:
Rp 288.140.000,‐
TUJUAN
:
PEMBIAYAAN WJSSCUDP
JK. WAKTU PINJAMAN
:
20 TH/ 5 TH
TINGKAT BUNGA
:
9,25%/TH INCLUDE JASA BANK 0,25%
BIAYA KOMITMEN
:
0,75%/TH PER 15 PEBRUARI DAN 15 AGUSTUS
TGL PEMBAYARAN
:
15 JANUARI & 15 JULI ( 30 X ANGSURAN SECARA PRORATA)
MULAI 15 JANUARI 1997 BERAKHIR 15 JULI 2011
NO & TGL SPPK
:
S‐591/LK/91 TGL 5 OKTOBER 1991
BANK PELAKSANA
:
PT. BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO)
CLOSING DATE
:
30‐Jun‐96
D E N D A
:
2%/TH SETIAP TERJADI KELAMBATAN
Berdasarkan informasi di atas maka biaya-biaya yang timbul atas terjadinya perjanjian penerusan pinjaman dapat di hitung sebagai berikut: 1) Perhitungan Front and Fee Perjanjian Pinjaman di atas tidak dikenakan biaya front and fee tetapi biaya komitmen sebesar 0,75 % yang dibayar per tanggal jatuh tempo oleh debitur. Bila kita asumsikan perjanjian di atas dikenakan biaya front and fee dengan besaran yang sama maka perhitungannya sebagai berikut :
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
24
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
Jumlah plafond x prosentase yg ditentukan = biaya front and fee Contoh : Rp 288.140.000,- x 0,75 %
= Rp 2.161.050,-
2) Perhitungan Biaya Komitmen (Commitment Charge) Biaya komitmen berdasarkan informasi di atas 0,75 % yang dikenakan atas plafon yang belum ditarik. Contoh perhitungannya sebagai berikut : Plafon yang belum ditarik x hari bunga x tarif prosentase / jumlah hari setahun Contoh : TANGGAL
JUMLAH
SISA PLAFOND
HARI
PERHITUNGAN
TANGGAL
JUMLAH C. CH
NOTA
PENARIKAN
YG BLUM DITARIK
BUNGA
C. CHARGE
JT.TEMPO
PER TGL
BI
JT. TEMPO
15‐Jun‐90
TGL MULAI CC
288.140.000,00
30
180.087,50
15‐Jul‐90
180.087,50
15‐Jul‐90
0,00
288.140.000,00
184
1.104.536,67
15‐Jan‐91
1.104.536,67
15‐Jan‐91
0,00
288.140.000,00
181
1.086.527,92
15‐Jul‐91
1.086.527,92
15‐Jul‐91
30.180.000,00
257.960.000,00
184
988.846,67
15‐Jan‐92
988.846,67
15‐Jan‐92
0,00
257.960.000,00
182
978.098,33
15‐Jul‐92
978.098,33
15‐Jul‐92
0,00
257.960.000,00
184
988.846,67
15‐Jan‐93
988.846,67
Tanggal 15 Juli 1990 jumlah biaya komitmen yang dibayar sebesar Rp. 180.087,50 Dihitung dari Rp 288.140.000,- x 30 x 0,75 % / 360 (jumlah yg disepakati dalam perjanjian). Sedangkan untuk pembayaran tanggal 15 Januari 1992 sebesar Rp 988.846,67 karena terjadi penarikan pada tanggal 15 Juli 1991 dihitung dari (Rp 288.140.000 – Rp 30.180.000) x 184 x 0,75 % / 360. 3) Perhitungan Angsuran Pokok (Principal) Cicilan pokok pinjaman dihitung dari total penarikan dibagi dengan jumlah angsuran kecuali ditentukan oleh lender (hanya beberapa kasus) Total penarikan / jumlah angsuran = cicilan pokok Pada contoh di atas sampai dengan tanggal batas penarikan jumlah yang ditarik sebesar Rp 79.193.177 / 30 = Rp 2.639.772,57 (cicilan pokok)
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
25
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
4) Perhitungan bunga (interest) Outstanding pinjaman x hari bunga x tarif prosentase / hari dalam setahun Contoh :
JT 1
Tanggal
Outstanding Pinjaman
15-Jul-96
79.193.177,00
Hari Bunga
Angsuran Pokok
Bunga
184
15-Jan-97
3.642.886,14 2.639.772,57
JUMLAH S.D JT. T 15-1-97
3.642.886,14
2.639.772,57
Dari tabel di atas bungayang harus dibayar tanggal 15 Januari 1997 sebesar Rp 3.642.886,14 dihitung dari Rp 79.193.177,- x 184 x 9 % / 360 Hari bunga diperoleh dari pengurangan tanggal 15 Januari 1997 – 15 Juli 1996. 5) Perhitungan Jasa Bank (Bank Commission) Perhitungan
jasa
bank
sama
dengan
perhitungan
bunga
yang
membedakan hanya tarif prosentasenya. Contoh : Tanggal
Outstanding Pinjaman
15-Jul-96
79.193.177,00
15-Jan-97
JT 1 JUMLAH S.D JT. T 15-1-97
Hari Bunga
Angsuran Pokok
184
Bunga
Jasa Bank
3.642.886,14
101.191,28
3.642.886,14
101.191,28
2.639.772,57
2.639.772,57
Dari tabel di atas bunga yang harus dibayar tanggal 15 Januari 1997 sebesar Rp 101.191,28 dihitung dari Rp 79.193.177,- x 184 x 0,25 % / 360 6) Perhitungan Denda (Penalty) Denda timbul karena tanggal pembayaran melewati tanggal jatuh tempo kewajiban. Denda biasanya dibebankan pada ketelambatan pembayaran biaya komitmen,angsuran pokok, serta biaya bunga dan jasa bank.
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
26
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
Contoh perhitungan denda bunga dan jasa bank: No.
Kewajiban
Jumlah
Realisasi
Akumulasi
HB
Perhitungan
per tanggal
Kewajiban
Pembayaran
Tunggakan
Denda
Denda
Jt. Tempo
Per Jt. Tempo
11,25%
1
15-Jul-1993
280.249,75
0,00
280.249,75
184
16.114,36
2
15-Jan-1994
1.865.158,07
0,00
2.145.407,82
181
121.349,63
3
15-Jul-1994
3.683.032,68
0,00
5.828.440,51
184
335.135,33
4
15-Jan-1995
3.744.077,42
0,00
9.572.517,93
181
541.445,55
5
dst
Kewajiban atas bunga dan jasa bank yang harus dibayar tanggal 15 Juli 1993 sebesar Rp 280.249,75. Namun sampai dengan jatuh tempo berikutnya tanggal 15 Januari 1994 belum ada pembayaran maka denda dihitung berdasarkan: tunggakan bunga dan jasa bank x hari bunga x tarif denda / 360 adalah Rp 280.249,75 x 184 x 11,25 % / 360 = Rp 16.114,36 Tarif denda tercantum dalam perjanjian pinjaman yaitu 2 % di atas tingkat bunga. 7) Bunga Masa Tenggang, penghitungan bunga masa tenggang sama dengan penghitungan bunga pada umumnya. d.
Alokasi Pembayaran Alokasi pembayaran didasarkan pada Naskah Perjanjian Pinjaman.
Secara umum pengalokasian pembayaran terlebih dahulu untuk pembayaran denda dan biaya-biaya lainnya (biaya komitmen, dll), bunga termasuk jasa bank, dan pokok pinjaman. Sehingga apabila debitur melakukan pembayaran kurang dari jumlah kewajiban lainnya maka akan dialokasikan sesuai dengan mekanisme di atas. Dalam hal pengaturan alokasi pembayaran tidak diatur dalam naskah perjanjian pinjaman, jika tidak ada konfirmasi dari debitur yang bersangkutan mengenai peruntukan alokasi pembayaran, maka pengalokasian dilakukan terlebih dahulu untuk denda, bunga, jasa bank, biaya lain dan pokok pinjaman.
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
27
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
Sebagai contoh, tagihan Debitur PDAM Kota Semarang per tanggal 20 Juli 2012 sebesar Rp 352.000.000,- yang terdiri atas:
Pokok Pinjaman
: Rp
200.000.000,-
Bunga
: Rp
100.000.000,-
Jasa Bank
: Rp
50.000.000,-
Denda
: Rp
2.000.000,-
PDAM Kota semarang membayar angsuran dan diterima di Rekening Pembangunan Daerah pada tanggal 18 Juli 2012 sebesar Rp 200.000.000,-. Maka cara mengalokasikannya adalah
Denda
: Rp
2.000.000,-
Bunga
: Rp
100.000.000,-
Jasa bank
: Rp
50.000.000,-
Pokok Pinjaman
: Rp
48.000.000,-
Total
: Rp 200.000.000,-
Jika PDAM Kota semarang membayar angsuran dan diterima di Rekening Pembangunan Daerah pada tanggal 18 Juli 2012 sebesar Rp 175.000.000,-, maka cara mengalokasikan adalah mengacu pada naskah perjanjian pinjaman, yaitu:
Denda
: Rp
Bunga
: Rp 100.000.000,-
Jasa bank
: Rp 50.000.000,-
Pokok Pinjaman
: Rp 23.000.000,-
Total
: Rp 175.000.000,-
2.000.000,-
e. Rekonsiliasi Perhitungan rekonsiliasi untuk penyelesaian pinjaman pada BUMN/PT. 1) Menentukan cut off date 2) Menghitung bunga sampai dengan tanggal COD 3) Menghitung denda sampai dengan tanggal COD 4) Menghitung pokok yang belum jatuh tempo 5) Pokok adalah tunggakan pokok dan pokok yang belum jatuh tempo 6) Kewajiban lainnya adalah tunggakan bunga, denda dan non pokok lainnya Contoh:
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
28
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
1) Menghitung penjadwalan kembali 2) Penjadwalan kembali sesuai dengan persyaratan yang disetujui oleh menteri keuangan 3) Cicilan pokok dihitung secara prorata berdasarkan jangka waktu yang disetujui menteri keuangan 4) Bunga masa tenggang dihitung berdasarkan a) Persentasi bunga berubah -
Jumlah bunga masa tenggang dari COD sampai tanggal surat menteri keuangan dihitung menggunakan persentasi bunga sebelum disetujui perubahannya
-
Jumlah bunga masa tenggang setelah tanggal surat Menteri Keuangan hingga tanggal jatuh tempo pertama menggunakan persentasi bunga yang telah disetujui dalam naskah perjanjian
-
Jumlah Bunga Masa Tenggang ini dihitung berdasarkan tingkat bunga tidak termasuk jasa bank.
b) Persentasi bunga tidak berubah Jumlah bunga masa tenggang dihitung dari tanggal COD sampai tanggal jatuh tempo pertama dengan persentasi bunga sesuai dengan Naskah Perjanjian c) Bunga Masa Tenggang yang telah dihitung, dibagi secara prorata dengan jumlah jatuh tempo d) Kewajiban lainnya merupakan penjumlahan tunggakan bunga, denda dan non pokok lainnya. Jumlah tersebut dibagi secara prorata e) Perhitungan bunga dihitung berdasarkan dengan persentasi yang disetujui oleh menteri keuangan sepanjang waktu jatuh tempo. 5.
Monitoring Pinjaman BUMN, BUMD, dan Pemda Monitoring (BUMN)/Perseroan
Pengelolaan Terbatas
Pinjaman
Badan
(PT)/Badan
Usaha
Usaha
Milik Milik
Negara Daerah
(BUMD)/Pemerintah Daerah (Pemda) dan penyaluran kredit program adalah kegiatan yang terdiri dari pencatatan, pengukuran, identifikasi permasalahan dan pelaporan atas pembayaran kembali pinjaman/penerusan pinjaman, restrukturisasi pinjaman/penerusan pinjaman dan efektivitas kredit program. Kegiatan monitoring sangat dibutuhkan dalam suatu pemberian pinjaman Pemerintah kepada BUMN/BUMD/PT/Pemda/Kredit Program agar kegiatan yang dibiayai dari pinjaman tersebut dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien, dengan cara melakukan pencegahan sedini mungkin hal-hal yang
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
29
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
dapat mengakibatkan penyimpangan dari tujuan pemberian pinjaman. Untuk itu, kegiatan monitoring dimulai sejak pinjaman dinyatakan efektif yaitu dimulai pada masa pembangunan yang ditandai dengan penarikan pinjaman, masa operasional yang ditandai dengan pembayaran kembali pinjaman (repayment), sampai pada tahap pasca penyelesaian piutang negara (restrukturisasi) akibat pelaksanaan kegiatan yang tidak berjalan sebagaimana mestinya sehingga pembayaran kembali pinjaman dalam keadaan macet. Dengan rangkaian kegiatan tersebut, diperlukan waktu yang cukup agar setiap tahapan kegiatan monitoring dapat dijalankan dengan baik. Disisi lain, Direktorat Sistem Manajemen Investasi memiliki debitur dengan karakteristik kinerja pinjaman yang beragam dan tersebar di seluruh Indonesia, menyebabkan kebutuhan akan ketersediaan waktu menjadi faktor yang penting untuk menjaga kualitas kinerja pinjaman. Dalam hal ini, keterlibatan Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan akan sangat membantu agar waktu yang tersedia dapat digunakan untuk menghasilkan monitoring yang berkualitas baik dan digunakan sebagai bagian dari penyusunan langkah pencegahan dan/atau korektif atas penggunaan pinjaman/penerusan pinjaman debitur. Petunjuk teknis ini adalah bagian dari upaya untuk melibatkan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan secara efektif dengan cara menyajikan pedoman monitoring yang seragam dan konsisten untuk diimplementasikan. a. Dasar Hukum Monitoring Pinjaman 1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. 2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tatacara Penghapusan Hutang Negara/Daerah. 3) Peraturan
Menteri
Keuangan
Nomor
17/PMK.05/2007
tentang
Penyelesaian Piutang Negara yang Bersumber dari Naskah Perjanjian Penerusan Pinjaman dan Perjanjian Pinjaman Rekening Dana Investasi pada Badan Usaha Milik Negara/Perseroan Terbatas. 4) Peraturan
Menteri
Keuangan
Nomor
101/PMK.01/2008
tentang
Organisasi Dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.01/2010.
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
30
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
5) Peraturan
Menteri
Keuangan
Nomor
120/PMK.05/2008
tentang
Penyelesaian Piutang Negara yang Bersumber dari Penerusan Pinjaman Luar Negeri, Rekening Dana Investasi dan Rekening Pembangunan Daerah pada PDAM. 6) Peraturan Direktur Jenderal Nomor Nomor Per-31/PB/2007 tentang Petunjuk Teknis Penyelesaian Piutang Negara yang Bersumber dari Naskah Perjanjian Penerusan Pinjaman dan Perjanjian Pinjaman Rekening Dana Investasi pada Badan Usaha Milik Negara/Perseroan Terbatas. b. Ruang Lingkup Ruang lingkup yang diatur dalam Petunjuk Teknis ini adalah kegiatan monitoring yang dilaksanakan pada debitur selama: 1)
pasca penyelesaian piutang negara, yaitu periode dilakukannya pembayaran cicilan tunggakan pertama sampai dengan pembayaran cicilan tunggakan terakhir dengan tujuan untuk memastikan debitur menjalankan program restrukturisasi dalam rangka penyelesaian tunggakan.
2)
periode penyaluran kredit program.
c. Obyek Monitoring 1)
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan modal secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
2)
Perseroan Terbatas (PT) PT adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas serta peraturan pelaksanaannya.
3)
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) BUMD adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah. Termasuk dalam BUMD adalah Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yaitu unit pengelola
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
31
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
dan pelayanan air minum kepada masyarakat milik Pemerintah Daerah. 4)
Debitur Kredit Program Merupakan debitur penerima kredit program, yaitu petani, peternak, dan pengusaha kecil.
5)
Bank Pelaksana Kredit Program Merupakan bank pelaksana Kredit Program, yang menyalurkan kredit program kepada debitur.
d. Dokumen Monitoring Penggunaan pada Monitoring NO
Dokumen BUMN
PDAM
Kredit Program
1
Perjanjian pinjaman/penerusan pinjaman
√
√
2
Business Plan/Rencana Kinerja Perusahaan
√
√
3
Laporan Evaluasi/Audit Kinerja
√
√
4
Laporan Keuangan Audited
√
√
5
Rencana Kegiatan Perusahaan (RKAP)
√
√
6
Kartu Pinjaman Debitur
√
√
7
Surat Persetujuan Pemberian Kredit
√
8
Perjanjian Kredit
√
9
Rekening Koran
√
10
Rincian Subsidi Bunga
√
11
Petunjuk Teknis/Surat Edaran Pelaksanaan Kredit Program dari Bank Pelaksana
√
Data Perkembangan Pelaksanaan Kredit Program
√
12
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
dan
Perbaikan
Anggaran
32
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
e. Prosedur Monitoring Periode Implementasi Restrukturisasi BUMN/PT dan PDAM 1)
Direktur Sistem Manajemen Investasi atas nama Direktur Jenderal Perbendaharaan
menyampaikan
permintaan
monitoring
pasca
penyelesaian piutang negara pada debitur kepada Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan meliputi monitoring atas: a.
pembayaran cicilan kewajiban pokok dan/atau kewajiban lainnya;
b.
pelaksanaan rencana kerja selama pasca penyelesaian piutang negara. Untuk BUMN/PT monitoring dilakukan atas pencapaian Rencana Perbaikan Kinerja Perusahaan (RPKP), sedangkan untuk PDAM monitoring dilaksanakan atas pencapaian target semester dan/atau tahunan business plan.
2)
Sebagai kelengkapan pelaksanaan monitoring tersebut, Direktorat Sistem Manajemen Investasi menyertakan dokumen-dokumen antara lain: a)
copy
Naskah
Perjanjian
Pinjaman/Penerusan
Pinjaman
(NPP/NPPP);
3)
b)
copy RPKP BUMN/PT atau Business Plan PDAM;
c)
copy kartu pinjaman debitur terakhir.
Selanjutnya
Kepala
Kantor
Wilayah
Ditjen
Perbendaharaan
menugaskan Kepala Bidang Pembinaan Perbendaharaan untuk: a)
menyusun tim monitoring;
b)
menyusun konsep surat pemberitahuan monitoring kepada debitur yang paling kurang memuat:
(1) informasi tentang identitas dan susunan tim monitoring; (2) periode monitoring; (3) permintaan untuk mengisi dan melengkapi kuesioner; (4) permintaan untuk menyampaikan Laporan Keuangan Audited, Laporan Evaluasi/Audit Kinerja, dan Rencana Kegiatan dan Anggaran Perusahaan (RKAP) terakhir;
(5) batas
waktu
pendukung
penyampaian kepada
laporan/kuesioner/data
Kantor
Wilayah
Ditjen
Perbendaharaan. c)
mengadministrasikan
dokumen-dokumen
pendukung
yang
diterima untuk keperluan penyusunan laporan monitoring.
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
33
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
4)
Kepala Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan menetapkan konsep surat pemberitahuan monitoring untuk selanjutnya disampaikan kepada debitur;
5)
Dalam hal debitur yang menjadi obyek monitoring adalah PDAM, Kepala Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan menugaskan Kepala Bidang Pembinaan Perbendaharaan untuk: a)
memeriksa apakah laporan pelaksanaan tersebut dikirimkan bersama kuesioner yang telah diisi lengkap;
b)
melakukan pemeriksaan untuk memastikan bahwa laporan tersebut telah mencantumkan informasi terakhir tentang tingkat harga rata-rata, biaya dasar, tingkat kehilangan air, cakupan pelayanan, jumlah rasio pegawai dan pelanggan, rugi/laba, investasi dan saldo kas.
c)
melakukan pengukuran dengan cara membandingkan target yang dicapai dengan target yang dijanjikan dalam business plan yang telah disetujui Menteri Keuangan dan merupakan bagian dari amandemen Naskah Perjanjian Pinjaman/ Naskah Perjanjian Penerusan Pinjaman.
d)
melakukan identifikasi permasalahan dalam hal pengukuran dimaksud menghasilkan nilai negatif atau realisasi target lebih kecil dari target dalam business plan.
e)
Identifikasi permasalahan paling kurang menelusuri kinerja PDAM pada variabel sebagai berikut:
(1) jumlah dan kondisi water meter induk yang terpasang; (2) kapasitasproduksi
yang
terpasang,
dioperasikan
dan
menganggur(idle capacity);
(3) panjang waktu produksi dan distribusi (dalam satuan jam); (4) jumlah produksi air dan jumlah pembelian air; (5) jumlah air yang didistribusikan; (6) peningkatan/penurunan penjualan air, pendapatan dan biaya;
(7) pembayaran kewajiban keuangan kepada pihak ketiga termasuk utang kepada pemerintah. f)
Dalam hal debitur yang menjadi obyek monitoring adalah BUMN/PT, berdasarkan dokumen yang telah disampaikan oleh
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
34
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
debitur,
Kepala
Kantor
Wilayah
Ditjen
Perbendaharaan
menugaskan tim monitoring untuk:
(1) melakukan analisis dokumen yang meliputi: (a) memperbaharui data dan informasi yang terdapat dalam profil debitur sesuai format Form II.1; (b) melakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan dokumen yang
harus
disampaikan
dipersyaratkan
dalam
oleh
Naskah
debitur
sesuai
Perjanjian
yang
Penerusan
Pinjaman/Perjanjian Pinjaman Rekening Dana Inestasi. Apabila dokumen belum lengkap, maka dibuat Surat Permintaan Kelengkapan Dokumen kepada debitur dengan format sesuai Form II.2; (c) melakukan pemeriksaan terhadap dokumen RKAP dan memastikan bahwa pembayaran kembali pinjaman kepada pemerintah pada tahun berkenaan telah dialokasikan dalam RKAP
dimaksud.
Hasil
pemeriksaan
dokumen
RKAP
dituangkan dalamformat sesuai Form II.3; (d) melakukan pemeriksaan terhadap laporan keuangan audited danlaporanevaluasi kinerja, dan menuangkan hasilnya dalam bentuk laporan pelaksanaan RPKP sesuai dengan Form II.4;
(2) apabila dalam analisis dokumen diperlukan adanya data-data yang memerlukan konfirmasi dan verifikasi langsung di lokasi perusahaan/kegiatan, maka tim monitoring dapat melakukan kunjungan lapangan;
(3) setelah kegiatan monitoring dilaksanakan, tim monitoring wajib menyusun laporan monitoring dengan contoh format sesuai Form II.5.
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
35
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
Form II.1 Profil Debitur PROFIL DEBITUR PT XXX (PERSERO) 20XX A.
INFORMASI UMUM PERUSAHAAN 1. Nama perusahaan 2. Alamat
:
3. Direksi
:
4. Komisaris
:
:
5. Contact person : B.
GAMBARAN USAHA 1. Sejarah perusahaan 2. Bidang usaha 3. Unit usaha/cabang perusahaan 4. SDM dan sumber daya lainnya
C.
INFORMASI TERKINI (Bagian ini diisi oleh perkembangan terkini dari perusahaan menyangkut bidang teknik, manajemen, dan keuangan)
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
36
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
Form II.2 Surat Permintaan Kelengkapan Dokumen KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN KANTOR WILAYAH PROVINSI ……………. …………………….(ALAMAT)…………………… TELEPON…………….. FAKSIMILI …… SITUS ………….
Nomor Sifat Hal
: tanggal : : Permintaan Dokumen
Yth. Direksi PT XXX Jalan xxxxxxx No. xx Kota xxxx Menunjuk ketentuan dalam Naskah Perjanjian Penerusan Pinjaman/Perjanjian Pinjaman RDI Nomor .............. tanggal – bulan tahun, dengan ini kami beritahukan bahwa sampai saat ini kami belum menerima: 1. RKAP tahun 20xx yang telah disahkan RUPS; 2. Laporan Keuangan tahun 20xx yang telah diaudit; 3. Laporan Evaluasi Kinerja tahun 20xx; 4. Dokumen lain. Kami ingatkan kembali bahwa apabila sampai dengan tanggal xx bulan tahun Saudara belum menyampaikan dokumen sebagaimana dimaksud, maka sesuai dengan ketentuan dalam Naskah Perjanjian Penerusan Pinjaman/Perjanjian Pinjaman RDI Nomor . . . . . . . . . . . . tanggal – bulan tahun Pasal xx ayat xx, PT XXX akan dikenakan sanksi . . . . . . . . . . . . . . . . . Demikian kami sampaikan dan atas kerja sama Saudara, kami ucapkan terima kasih.
Kepala Kantor
..........................
NIP
Tembusan : Direktur Jenderal Perbendaharaan u.p Direktur Sistem Manajemen Investasi
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
37
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
Form II.3 Alokasi Pembayaran Kewajiban dalam RKAP Uraian
RKAP
Tahun xxxx
Alokasi pembayaran pinjaman kepada pemerintah
Total Kewajiban Tahun xxxx
Form II.4 Laporan Pelaksanaan RPKP Tahun xxxx (dalam ribuan rupiah) Realisasi Laporan Keuangan
Proyeksi RPKP
Uraian A. LABA/RUGI
1
Jumlah Pendapatan/Penjualan
2
Pendapatan Non‐operasional
3
Biaya Langsung (Diluar By. Penyst.)
4
‐ Biaya Sumber
‐ Biaya Pengolahan
‐ Biaya Transmisi‐Distribusi
5
Biaya Administrasi (Diluar By. Bunga & Penyst)
6
Biaya Bunga Pinjaman
7
Biaya Penyusutan
8
Rugi/LabaNon Operasi
9
Pajak
10 Rugi/Laba Bersih
B. NERACA
1
Saldo Kas Akhir Tahun
2
Deposito Bank (Rp000)
3
Jumlah Piutang Usaha ‐ Net
4
Jumlah Aktiva Tetap
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
38
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
Realisasi Laporan Keuangan
Proyeksi RPKP
Uraian 5
Jumlah Aktiva Lain‐lain
6
Jumlah Utang Lancar
7
Bagian Utang Pokok Jgk Panjang Jt. Tempo
8
Bagian Htg Bunga Pinjm Jatuh Tempo
9
Jumlah Utang Jatuh Tempo Tahun Berjalan
‐ Pokok
‐ Bunga
‐ Jasa Bank
10 Utang Denda :
‐ Pokok Pinjaman
‐ Bunga
11 Jumlah Utang Jangka Panjang
12 Jumlah Kewajiban Lain‐lain
13 Jumlah Modal & Cadangan
C. ARUS KAS
1
Saldo Kas Awal berupa Kas,Setara Kas, Bank, dan Deposito
2
Penerimaan/(Pengeluaran) Kas dari Operasi
3
Penerimaan/(Pengeluaran) Kas dari Investasi
4
Penerimaan/(Pengeluaran) Kas dari Pendanaan
5
Saldo Kas Akhir berupa Kas,Setara Kas, Bank, dan Deposito
Catatan: Uraian dapat disesuaikan dengan laporan keuangan masing-masing BUMN
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
39
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
Form II.5 Laporan Monitoring a. BUMN/PT LAPORAN MONITORING PT XXX A. Ruang Lingkup Monitoring B. Informasi Umum Perusahaan C. Gambaran Usaha D. Perkembangan Terkini E. Perkembangan Pelaksanaan RPKP
F.
1.
Laporan Rugi/Laba
2.
Neraca
3.
Arus Kas
Kesimpulan
G. Masukan b. PDAM LAPORAN MONITORING PDAM ...... A. Ruang Lingkup Monitoring B. Informasi Umum PDAM C. Hasil Audit Kinerja dan Audit Laporan Keuangan D. Perkembangan Pelaksanaan Business Plan E. Kesimpulan F.
Masukan
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
40
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
6.
Restrukturisasi Pinjaman/Penerusan Pinjaman a. Dasar Hukum 1) PMK 153/PMK.05/2008 tanggal 22 Oktober 2008 tentang Penyelesaian Piutang Negara yang bersumber dari Penerusan Pinjaman Luar Negeri, RDI dan RDA pada Pemda 2) PMK 120/PMK.05/2008 tanggal 19 Agustus 2008 tentang Penyelesaian Piutang Negara yang bersumber dari Penerusan Pinjaman Luar Negeri, RDI dan RDA pada PDAM; 3) PMK 17/PMK.05/2007 tanggal 19 Februari 2007 tentang Penyelesaian Piutang Negara yang Bersumber dari Penerusan Pinjaman dan Perjanjian Pinjaman RDI pada BUMN/PT 4) PMK 114/PMK.05/2008 tanggal 4 Juli 2012 tentang Penyelesaian Piutang Negara yang bersumber dari Penerusan Pinjaman Luar Negeri, RDI dan RDA pada PDAM b. Restrukturisasi PEMDA Restrukturisasi Pemda didasarkan pada PMK 153/PMK.05/2008 Tentang Penyelesaian Piutang Negara Yang Bersumber dari Penerusan Pinjaman
Luar
Negeri,
Rekening
Dana
Investasi,
Dan
Rekening
Pembangunan Daerah Pada Pemerintah Daerah. Penyelesaian Piutang Negara dengan restrukturisasi hutang bertujuan untuk: 1) mengoptimalkan penyelesaian Tunggakan; 2) membantu Pemerintah Daerah menyelesaikan Tunggakan atas pinjaman; dan 3) membuka kesempatan bagi Pemerintah Daerah melakukan investasi Restrukturisasi Pinjaman Pemerintah Daerah dilakukan dengan cara penjadualan kembali terhadap Tunggakan Pokok yang disertai dengan: 1) penghapusan atas seluruh Tunggakan Non Pokok; atau 2) kombinasi antara penghapusan atas sebagian Tunggakan Non Pokok dan Debt Swap. Debt Swap dilaksanakan untuk kegiatan sarana dan prasarana di sektor pendidikan
(sekolah),
kesehatan
(puskesmas,
puskesmas
keliling,
dan/atau puskesmas pembantu) dan infrastruktur (jalan baru khususnya di pedesaan, irigasi, jembatan, dan air bersih). Kegiatan sarana dan prasarana yang direncanakan oleh Pemerintah Daerah untuk dibiayai MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
41
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
dengan dana yang bersumber dari DAK, Hibah, dan Dana Penyesuaian tidak dapat diusulkan dalam rangka Restrukturisasi Pinjaman melalui mekanisme Debt Swap. Pemerintah Daerah yang pada saat ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan ini mempunyai Tunggakan di atas Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dapat mengikuti Restrukturisasi Pinjaman Pemerintah Daerah berupa penjadualan kembali Tunggakan Pokok disertai dengan penghapusan Tunggakan Non Pokok yang perhitungannya dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1)
Untuk Tunggakan sampai dengan Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dilakukan penghapusan Tunggakan Non Pokok yang besarnya dihitung dengan formula:
2)
P1 = Tunggakan Non Pokok x Rp5.000.000.000,00 Tunggakan Untuk sisa Tunggakan selebihnya dilakukan penghapusan Tunggakan Non Pokok melalui mekanisme Debt Swap,yang besarnya dihitung dengan formula: P2 = Tunggakan Non Pokok - P1 Pemerintah Daerah yang pada saat ditetapkannya Peraturan
Menteri Keuangan ini mempunyai Tunggakan sampai dengan Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dapat mengikuti Restrukturisasi Pinjaman Pemerintah Daerah berupa: 1)
penjadualan kembali Tunggakan Pokok; dan
2)
penghapusan seluruh Tunggakan Non Pokok
c. Restrukturisasi PDAM Restrukturisasi
PDAM
didasarkan
pada
Peraturan
Menteri
Keuangan Nomor 120/PMK.05/2008 Tentang Penyelesaian Piutang Negara Yang Bersumber dari Penerusan Pinjaman Luar Negeri, Rekening Dana Investasi, Dan Rekening Pembangunan Daerah Pada Perusahaan Daerah Air Minum. Penyelesaian Piutang Negara pada PDAM bertujuan untuk: 1) mengurangi beban keuangan PDAM; 2) memperbaiki manajemen PDAM; dan 3) membantu PDAM untuk mendapatkan sumber pembiayaan untuk keperluan investasi. Penyelesaian Piutang Negara pada PDAM didasarkan atas kinerja PDAM dan dilakukan dengan cara sebagai berikut: MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
42
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
1) Penghapusan atas seluruh Tunggakan Non-Pokok, atau kombinasi antara penghapusan atas sebagian Tunggakan Non-Pokok dan penghapusan melalui mekanisme Debt Swap to Investment; dan 2) Penjadualan kembali atas seluruh Tunggakan Pokok. Debt Swap to Investment adalah penghapusan utang yang dilakukan dengan mekanisme pertukaran sebagian Tunggakan Non-Pokok dengan kegiatan/proyek investasi yang dibiayai dari dana PDAM dan/atau APBD. Penghapusan Piutang Negara pada PDAM diberlakukan terhadap seluruh Tunggakan Non-Pokok dan dilaksanakan dalam 2 (dua) tahap yaitu Penghapusan Secara Bersyarat dan penghapusan secara mutlak. PDAM yang menunjukkan kinerja sakit atau kurang sehat berdasarkan laporan hasil audit kinerja memperoleh penghapusan terhadap seluruh Tunggakan Non-Pokok sedangkan yang menunjukkan kinerja sehat berdasarkan laporan hasil audit kinerja diberikan kombinasi antara penghapusan atas sebagian Tunggakan Non-Pokok dan penghapusan melalui mekanisme Debt Swap to Investment. Tata cara penghapusan tunggakan non-pokok dan penjadualan tunggakan pokok, sebagai berikut: 1)
PDAM menyampaikan permohonan penghapusan Tunggakan NonPokok dan penjadualan kembali Tunggakan Pokok kepada Menteri melalui Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Daerah dan DPRD.
2)
Permohonan penghapusan Tunggakan Non-Pokok dan penjadualan kembali Tunggakan Pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan
secara
tertulis
dengan
melampirkan
dokumen
pendukung sebagai berikut: (a) Laporan keuangan perusahaan 1 (satu) tahun terakhir yang telah diaudit oleh auditor, tidak diperkenankan yang menunjukkan opini tidak
wajar
(adverse)
atau
tidak
memberikan
pendapat
(disclaimer), kecuali opini disclaimer yang disebabkan oleh ketidakpastian kelangsungan operasional (going concern); (b) Laporan hasil audit kinerja PDAM yang dilakukan oleh auditor dalam hal ini BPKP dan/atau BPK; (c) Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP)/Rencana Anggaran Biaya (RAB) PDAM 1 (satu) tahun terakhir;
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
43
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
(d) Business Plan sebagaimana dimaksud pada Pasal 8 huruf c; dan (e) Surat Pernyataan Kesanggupan Gubernur/Bupati/Walikota yang berisi kesediaan Pemda selaku pemilik untuk memberikan tambahan bantuan dana kepada PDAM sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan keuangan daerah
yang
dapat
mendorong
PDAM
untuk
memenuhi
kewajibannya sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III Peraturan Menteri Keuangan ini. Atas dasar permohonan PDAM, Komite melakukan analisis dan evaluasi. Apabila disetujui maka Menteri menetapkan persetujuan penyelesaian Piutang Negara pada PDAM, Sedangkan apabila setelah dilakukan analisi permohonan tidak dapat disetujui, maka Direktur Jenderal atas nama Menteri memberitahukan penolakan penghapusan Tunggakan Non-Pokok dan penjadualan kembali Tunggakan Pokok disertai dengan alasan penolakannya. Berdasarkan penetapan persetujuan penyelesaian Piutang Negara pada PDAM ditetapkan persetujuan Penghapusan Secara Bersyarat sesuai dengan kewenangan penetapan penghapusan yaitu: 1) Menteri untuk jumlah sampai dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah); 2) Presiden untuk jumlah lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) sampai dengan Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah); dan 3) Presiden
dengan
persetujuan
DPR
untuk
jumlah
lebih
dari
Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah). Setelah
penghapusan
bersyarat
disetujui
maka
dilakukan
perubahan perjanjian pinjaman dan/atau perubahan perjanjian penerusan pinjaman antara Direktur/Direktur Utama PDAM dengan Direktur Jenderal. Penghapusan secara mutlak atas Tunggakan Non-Pokok ditetapkan paling cepat 2 (dua) tahun sejak tanggal ditetapkannya Penghapusan Secara Bersyarat, setelah terlebih dahulu dilakukan penilaian terhadap realisasi Business Plan. Dalam hal Piutang Negara dalam satuan mata uang asing, nilai piutang yang dihapuskan secara bersyarat dan secara mutlak adalah nilai yang setara dengan nilai kurs tengah Bank Indonesia yang berlaku pada Cut-off Date.
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
44
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
d. Restrukturisasi BUMN
Restrukturisasi 17/PMK.05/2007
BUMN didasarkan
tentang
Penyelesaian
pada PMK Piutang
NOMOR
Negara
Yang
Bersumber Dari Naskah Perjanjian Penerusan Pinjaman Dan Perjanjian Pinjaman
Rekening Dana
Investasi Pada
Badan
Usaha
Milik
Negara/Perseroan Terbatas. BUMN/Perseroan Terbatas yang dapat memperoleh penyelesaian Piutang Negara adalah BUMN/Perseroan Terbatas yang memiliki kriteria sebagai berikut: 1)
mengalami kesulitan pembayaran pokok, bunga/biaya administrasi, biaya komitmen, denda, dan/atau biaya lainnya;
2)
masih memiliki prospek usaha yang baik;
3)
mampu memenuhi kewajiban setelah penyelesaian Piutang Negara. Penyelesaian Piutang Negara pada BUMN/Perseroan Terbatas
yang bersumber dari NPPP dan Perjanjian Pinjaman RDI, dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1)
Penjadualan kembali; Yang dimaksud penjadwalan kembali adalah perubahan jangka waktu pinjaman
yang
mengakibatkan
perubahan
terhadap
besarnya
pembayaran atas utang pokok, bunga/biaya administrasi, biaya komitmen, denda, dan biaya lainnya yang telahditetapkan dalam perjanjian. Kewenangan penetapan penjadualan kembali dilakukan oleh Menteri. 2)
Perubahan persyaratan; Yang dimaksud perubahan persyaratan adalah perubahan sebagian atau seluruh persyaratan pinjaman yang tertuang dalam NPPP atau Perjanjian Pinjaman RDI, namun tidak termasuk tidak termasuk perubahan jangka waktu pinjaman. Kewenangan
Perubahan
persyaratan dilakukan oleh Menteri. 3)
Penyertaan Modal Negara; Penyertaan Modal Negara adalah pemisahan kekayaan negara dari perubahan status utang BUMN/Perseroan Terbatas yang berasal dari NPPP dan Perjanjian Pinjaman RDI untuk dijadikan sebagai modal BUMN/Perseroan
Terbatas.
Penyertaan
Modal
Negara
dapat
dilakukan apabila penyelesaian Piutang Negara secara nyata-nyata tidak mampu diselesaikan dengan cara penjadualan kembali dan/atau perubahan persyaratan. Ketidakmampuan penyelesaian piutang harus
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
45
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
dibuktikan dengan analisis yang meliputi aspek keuangan, aspek operasional,
dan
aspek
administratif.
Kewenangan
penetapan
Penyertaan Modal Negara dilakukan oleh Presiden dengan Peraturan Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan 4)
Penghapusan. Penghapusan piutang adalah penghapusan sebagian atau seluruh Piutang Negara pada BUMN/Perseroan Terbatas. Penghapusan dapat dilakukan apabila penyelesaian Piutang Negara secara nyata-nyata tidak mampu diselesaikan hanya melalui cara penjadualan kembali, perubahan
persyaratan,
dan/atau
Penyertaan
Modal
Negara.
Ketidakmampuan penyelesaian piutang tersebut harus dibuktikan dengan analisis yang meliputi aspek keuangan, aspek operasional, dan aspek administratif. Kewenangan penghapusan ini dilakukan secara berjenjang, yaitu: (a) Menteri untuk jumlah sampai dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah); (b) Presiden untuk jumlah lebih dan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) sampai dengan Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah); (c) Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk jumlah lebih dari Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah). 7.
Penutupan Perjanjian Penutupan perjanjian dilakukan terhadap pinjaman yang sudah dibayar lunas. Debitur dapat mengajukan usulan penutupan kepada Direktorat SMI apabila seluruh kewajibannya telah lunas. Usulan penutupan akan diverifikasi oleh Subdit VSAP dan diteruskan kepada Subdit Hukum dan Kepatuhan dengan dilampiri: a.
Daftar Perhitungan Pelunasan yang ditandatangai oleh Kasi Setelmen I/II;
b.
Berita Acara Rekonsiliasi terakhir;
c.
Bukti pembayaran pelunasan. Penutupan perjanjian di tandatangani oleh Ditjen Perbendaharaan atas
nama Menteri Keuangan dan disetujui oleh Debitur.
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
46
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
B A B III KREDIT PROGRAM
A. Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) Dalam rangka mendukung Program Ketahanan Pangan dan Program Pengembangan Bahan Baku Bahan Bakar Nabati, diperlukan pendanaan yang mengedepankan
peran
perbankan
nasional
dengan
subsidi
bunga
dari
Pemerintah. Selain itu, agar penyediaan, penyaluran dan pertanggungjawaban pendanaan KKP-E dapat berjalan secara tertib, terkendali, efektif, dan efisien, perlu diciptakan suatu skim dan mekanisme kredit yang terpadu. Untuk
itu
telah
diterbitkan
Peraturan
Menteri
Keuangan
Nomor
79/PMK.05/2007 tanggal 17 Juli 2007 tentang KKP-E sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48/PMK.05/2009 tentang Perubahan Pertama Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.05/2007 tanggal 17 Juli 2007 tentang KKP-E dan terakhir kali diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 198/PMK.05/2010 tanggal 23 November 2010. Pendanaan KKP-E berasal dari Bank Pelaksana yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan atas dasar permohonan bank yang bersangkutan, yang kemudian diatur dalam Perjanjian Kerjasama Pendanaan (PKP) antara Pemerintah dan Bank Pelaksana KKP-E. Risiko KKP-E ditanggung Bank Pelaksana, kecuali skim intensifikasi padi, jagung dan kedelai sebagian dapat dijaminkan ke lembaga penjamin yang didukung oleh Pemerintah. Risiko KKP-E ditanggung sepenuhnya oleh Bank Pelaksana, kecuali untuk skim intensifikasi padi/jagung/kedelai, skim hortikultura (ubi kayu dan ubi jalar) serta skim peternakan khususnya sapi, sebagian risiko bank pelaksana dapat ditanggung secara bersama-sama oleh lembaga penjamin dan pemerintah. Plafon KKP-E Per Bank Pelaksana Per Kelompok Kegiatan ditetapkan oleh Menteri Keuangan dengan mempertimbangkan Program Kementerian Teknis, Komitmen Pendanaan Bank Pelaksana, Alokasi Subsidi Bunga dalam APBN, dan pendapat Komite Kebijakan. Peserta KKP-E adalah Petani / Peternak / Pekebun / Nelayan dan Pembudidaya Ikan yang tergabung dalam Kelompok/Koperasi secara mandiri atau bekerjasama dengan Mitra Usaha. Calon Peserta KKP-E mengajukan KKP-E kepada Bank Pelaksana dengan dilampiri Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) yang telah disetujui Dinas terkait, diseleksi dan ditetapkan sebagai Peserta KKP-E oleh Bank Pelaksana. Kegiatan Usaha yang dibiayai KKP-E adalah: 1.
Pengembangan Tanaman Pangan;
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
47
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
2.
Pengembangan Hortikultura;
3.
Pengembangan Perkebunan;
4.
Pengembangan Pengadaan Pangan berupa gabah, jagung, kedelai dan perikanan;
5.
Peternakan;
6.
Penangkapan dan Pembudidayaan ikan; dan
7.
Pengadaaan/peremajaan peralatan, mesin dan sarana lain yang diperlukan untuk menunjang kegiatan usaha dari huruf a s/d f di atas. Jangka waktu KKP-E ditetapkan oleh Bank Pelaksana berdasarkan siklus
usaha dan tanam, paling lama 5 (lima) tahun. Tingkat bunga peserta KKP-E ditetapkan sebesar tingkat bunga Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) ditambah 5% untuk kegiatan usaha perkebunan (tebu) dan ditambah 6% untuk kegiatan usaha non perkebunan (tebu). Plafon Peserta KKP-E per individu maksimum sebesar Rp.100 juta dan untuk Koperasi, Kelompok Tani dan/atau Gabungan Kelompok Tani (KKP-E Pengadaan pangan gabah, jagung, dan kedelai serta perikanan) maksimum sebesar Rp.500 juta. Sedangkan untuk pengadaan/peremajaan peralatan dan mesin, batas maksimum kredit adalah sebesar Rp.500 juta.
SKEMA KKP-E
DEPT. KEUANGAN
Tagihan subsidi bunga
BANK PELAKSANA KKP‐E
Permohonan kredit
Rekomendasi
DINAS TEKNIS TERKAIT
Penyaluran kredit
KELOMPOK TANI/GABUNGAN Kel. TANI
Pembinaan dan mengesahkan RDKK
Penyaluran kredit
PETANI/PETENAK/ PEKEBUN/NELAYAN
Skema Penyaluran KKP‐E
Bank Pelaksana KKP-E sebanyak 22 bank yang menyediakan alokasi kredit KKP-E dengan plafon total sebesar Rp.9,34 triliun (posisi per 28 Februari 2013). Outstanding KKP-E s.d. 28 Februari 2013 adalah sebesar Rp.4,01 triliun
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
48
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
atau sebesar 42,92% dari total plafon. Realisasi subsidi bunga TA 2012 sebesar Rp.196,08 miliar (87,20%) dari alokasi TA 2012 sebesar Rp.224,86 miliar. Formulasi perhitungan KKP-E adalah sebagai berikut : Outstanding x Tingkat Subsidi Bunga x (Hari Bunga/365)
Keterangan: 1. Outstanding = Penyaluran / Mutasi Debet dikurangi Pengembalian / Mutasi Kredit. 2.
Hari Bunga = Sejak Tanggal Mutasi s.d. Tanggal Jatuh Tempo / Tanggal Akhir Periode.
3.
Tingkat Subsidi Bunga = Tingkat Subsidi Bunga yang ditetapkan Menteri Keuangan. Untuk mengetahui kebenaran perhitungan subsidi bunga KKP-E yang telah
dibayarkan kepada Bank Pelaksana, maka perlu dilakukan Monitoring dan Verifikasi terhadap pembayaran subsidi bunga KKP-E sebagaimana ketentuan Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah dan Bank Pelaksana KKP-E dan Prinsip Pengelolaan Keuangan Negara. Pelaksanaan Monitoring dan Verifikasi dilakukan dengan : 1. Meminta data perkembangan pelaksanaan KKP-E yang meliputi penyaluran, pengembalian, outstanding, dan jumlah debitur serta informasi lainnya terkait dengan pelaksanaan KKP-E kepada Bank Pelaksana; 2. Memberikan lembar isian kepada Bank Pelaksana KKP-E untuk diisi oleh petugas bank yang menangani/memahami masalah KKP-E; 3. Memilih dan mengunjungi satu atau dua sampel peserta KKP-E dengan mempertimbangkan jarak dan waktu pelaksanaan monitoring KKP-E. B. Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP) Dalam rangka pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2006, Pemerintah telah mencanangkan program pengembangan tanaman bahan baku bahan bakar nabati. Guna mempercepat pertumbuhan sektor riil melalui pengembangan perkebunan, Menteri Pertanian telah menetapkan Peraturan Menteri Pertanian No. 33/Permentan/OT. 140/7/2006 tentang Pengembangan Perkebunan Melalui Program Revitalisasi Perkebunan. Pelaksanaan program pengembangan tanaman bahan baku bahan bakar nabati dan revitalisasi perkebunan didukung pendanaan yang mengedepankan perbankan nasional. Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam butir 1 dan 2, Menteri MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
49
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 117/PMK.06/2006 tanggal 30 Nopember 2006 tentang Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP). Pengembangan perkebunan yang dapat didanai melalui KPEN-RP meliputi perluasan, rehabilitasi, dan peremajaan tanaman kelapa sawit, karet, dan kakao. KPEN-RP diberikan langsung kepada Petani Peserta atau melalui Mitra Usaha. Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan menunjuk Bank Pelaksana berdasarkan permohonan bank yang bersangkutan. Antara Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan dan Bank Pelaksana dibuat Perjanjian Kerjasama Pendanaan. Tingkat bunga KPEN-RP ditetapkan sebesar tingkat bunga pasar yang berlaku untuk kredit sejenis dengan ketentuan setinggi-tingginya sebesar suku bunga penjaminan simpanan pada Bank Umum yang ditetapkan oleh Lembaga Penjamin Simpanan ditambah 5% (lima per seratus). Menteri Keuangan menetapkan bagian tingkat bunga KPEN-RP yang dibebankan kepada Petani Peserta atas usul Menteri Pertanian, setelah mendengar pendapat Komite Kebijakan atas hasil kajian Komite Teknis. Subsidi bunga atas KPEN-RP diberikan sebesar selisih antara tingkat bunga KPEN-RP sebagaimana dimaksud dalam butir 11 dengan tingkat bunga KPEN-RP yang dibebankan kepada Petani Peserta. Tingkat bunga KPEN-RP ditinjau dan ditetapkan kembali setiap 6 (enam) bulan pada tanggal 1 April dan 1 Oktober berdasarkan kesepakatan bersama antara Pemerintah dan Bank setelah mendengar pendapat Komite Kebijakan atas hasil kajian Komite Teknis. Subsidi bunga dibayarkan setiap 3 bulan berdasarkan data penyaluran yang disampaikan Bank Pelaksana. Pemerintah memberikan Subsidi Bunga selama masa pengembangan. Masa pengembangan perkebunan yaitu maksimal selama 5 (lima) tahun untuk kelapa sawit dan kakao, sedangkan untuk karet maksimal selama 7 (tujuh) tahun. Risiko KPEN-RP ditanggung sepenuhnya oleh Bank Pelaksana, dan/atau bersama dengan Mitra Usaha, dan/atau bersama dengan lembaga penjamin kredit, atas kesepakatan bersama. Pendanaan KKP-E berasal dari Bank Pelaksana sebanyak 17 bank yang menyediakan alokasi kredit KPEN-RP sebesar Rp (?) dengan plafon total sebesar Rp.38,61 triliun (posisi per 28 Februari 2013). Telah Akad Kredit s.d. 28 Februari 2013 adalah sebesar Rp.7,32 triliun atau sebesar 18,97% dari total plafon. Subsidi Bunga KPEN-RP yang telah dibayarkan TA 2012 adalah sebesar Rp 76,99 Miliar (87,40%) dari alokasi sebesar Rp 88,09 Miliar dialokasikan anggaran subsidi bunga KPEN-RP sebesar Rp 80,313 miliar.
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
50
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
Realisasi penyaluran KPEN-RP masih sangat rendah. Hal ini disebabkan oleh berbagai macam kendala pada proses penyaluran kredit kepada peserta KPEN-RP, salah satunya yang sangat mengemuka adalah masalah sertifikasi lahan.
SKEMA KPEN‐RP KEMENTERIANKE UANGAN
Program Pengembangan Tanaman dan Pembiayaan
KEMENTERIANPE RTANIAN
Subsidi Bunga
Penetapan Mitra
Perjanjian Kerjasama Pendanaan PEMDA CQ. DINAS PERKEBUNAN
Tingkat Bunga Kredit Bank
BANK PELAKSANA
(LPS + 5%) – 10%
MITRA
Perjanjian Kerjasama
Bunga kepada petani = 10%
Akad Kredit
KOPERASI/
Perjanjian Kerjasama
Penunjukan Calon Petani Peserta
Kuasa untuk menandatangani Akad Kredit/Perjanjian Kerjasama Petani
Petani
Petani
Diseleksi & ditetapkan oleh Bank Pelaksana
Persetujuan Calon Mitra Usaha
Untuk pengemb kebun yang pengolahan hasilnya dapat dilakukan secara individual, tidak wajib bekerja sama
Skema Penyaluran KPEN‐RP
Formula Perhitungan Subsidi Bunga KPEN-RP
Subsidi bunga
=
KPEN‐RP
Selisih antara tingkat bunga KPEN‐ RP dengan tingkat bunga yang dibebankan kepada petani
x
Pokok Pinjaman
dengan ketentuan : Pokok Pinjaman
=
Realisasi biaya pengembangan kebun petani selama masa pengembangan kebun
+
Kapitalisasi bunga (3 bulan) yang dibebankan kepada petani selama masa pengembangan
Plafon Peserta KPEN-RP per individu maksimum seluas 4 ha dengan nominal yang disesuaikan dengan peraturan Ditjen Perkebunan, Kementerian Keuangan. Untuk mengetahui kebenaran perhitungan subsidi bunga KPEN-RP yang telah dibayarkan kepada Bank Pelaksana, maka perlu dilakukan verifikasi terhadap pembayaran subsidi bunga KPEN-RP sebagaimana ketentuan Perjanjian
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
51
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
Kerjasama antara Pemerintah dan Bank Pelaksana KKP-E dan Prinsip Pengelolaan Keuangan Negara.
C. Kredit Pemberdayaan Pengusaha Nangroe Aceh Darussalam dan Nias (KPP NAD Nias) Bencana alam gempa dan gelombang tsunami akhir tahun 2004 yang lalu telah mengakibatkan kerusakan yang luar biasa diberbagai aspek kehidupan masyarakat di wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Kepulauan Nias. Kehilangan/kerusakan aset, ditambah dengan sarana dan prasarana perekonomian yang belum sepenuhnya pulih, yang mengakibatkan biaya operasional usaha menjadi mahal, pada akhirnya mengakibatkan pengusaha lokal sulit untuk segera bangkit kembali dari keterpurukan akibat bencana alam tersebut. Rapat konsultasi antara Tim Pengawas Penanggulangan Bencana Alam di Propinsi NAD dan Nias Sumatera Utara - DPR RI dengan Pemerintah c.q. Menteri Keuangan pada tanggal 27 Maret 2007 disepakati bahwa pengusaha lokal perlu dibantu dan diberdayakan untuk dapat berperan serta mendukung rehabilitasi dan rekonstruksi perekonomian Provinsi NAD dan Kepulauan Nias melalui penyediaan kredit dengan tingkat bunga yang terjangkau yang mengedepankan pendanaan perbankan dengan subsidi bunga Pemerintah. Sebagai tindaklanjut hasil Rapat di atas dan sebagai pelaksanaan Kredit Pemberdayaan Pengusaha NAD dan Nias korban bencana Alam Gempa dan Tsunami, telah ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan No. 135/PMK.05/2008 tanggal 23 Juli 2008 tentang Kredit Pemberdayaan Pengusaha NAD dan Nias (KPP NAD dan Nias). Surat Kuasa Menteri Keuangan No. SKU-295/MK/2008 tanggal
20
Agustus
2008
tentang
pelimpahan
kuasa
kepada
Dirjen
Perbendaharaan dalam rangka KPP NAD dan Nias. Terkait Pelaksanaan dari kegiatan ini telah dilakukan hal-hal sebagai berikut: 1. Sosialisasi Peraturan Menteri Keuangan No.135/PMK.05/ 2008 pada tanggal
18 Agustus 2008 di Banda Aceh, NAD dan tanggal 24 Agustus 2008 di Nias, Kepulauan Nias (Sumatera Utara); 2. Penetapan Bank Pelaksana KPP NAD dan Nias, yaitu PT. Bank Sumut dan
PT. BPD Istimewa Aceh, Bank Mandiri dan Bank BNI (Bank BRI menolak untuk menjadi bank pelaksana); 3. Peraturan Gubernur NAD dan Peraturan Gubernur terkait pelaksanaan teknis
KPP NAD dan Nias.
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
52
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
Realisasi outstanding penyaluran KPP NAD-Nias s.d 28 Februari 2013 oleh BPD Aceh, BPD Sumatera Utara, BNI dan Bank Mandiri selaku Bank Pelaksana sebesar Rp.26,33 miliar (3,13%) dari komitmen sebesar Rp.840 miliar dan realisasi subsidi bunga Tahun Anggaran 2012 sebesar Rp.1,39 miliar (27,86%) dari alokasi subsidi sebesar Rp.5 miliar.
Pembayaran subsidi bunga KPP NAD Nias kepada Bank Pelaksana dilakukan berdasarkan saldo harian KPP-NAD secara bunga tunggal dan dihitung berdasarkan hari yang sebenarnya dengan ketentuan 1 (satu) tahun dihitung 365 (tiga ratus enam puluh lima) hari sebagai faktor pembagi tetap, dan dibayarkan setiap 6 bulan, dengan ketentuan: 1. periode bulan Oktober s.d. Maret, subsidi bunga ditagihkan pada bulan April; dan 2. periode bulan April s.d. September, subsidi bunga ditagihkan pada bulan Oktober. Formula Perhitungan Subsidi Bunga KPP NAD-NIAS: Outstanding x Tingkat Subsidi Bunga x (hari bunga/365) Keterangan : 1. Outstanding: penyaluran/mutasi debet dikurangi pengembalian/mutasi kredit 2. Tingkat subsidi bunga: tingkat subsidi bunga yang ditetapkan Menteri Keuangan
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
53
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
3. Hari bunga: sejak tanggal mutasi s.d. tanggal jatuh tempo/tanggal akhir periode 4. Tanggal jatuh tempo/tanggal akhir periode: tanggal terakhir pelunasan kredit oleh debitur sesuai perjanjian kredit antara debitur dan bank pelakasana KKPE. Subsidi bunga KPP NAD-Nias diberikan selama jangka waktu pinjaman dan tidak termasuk untuk perpanjangan jangka waktu pinjaman dan tambahan plafon.
D. Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS) Berdasarkan surat Menteri Keuangan RI No. 258/KU.300/M/10/2008 tanggal 21 Oktober 2008, diputuskan dalam rakortas Wakil Presiden tanggal 24 Juni 2008 bersama beberapa Menteri Kabinet dan calon Bank Pelaksana untuk pengadaan satu juta ekor bibit sapi dalam lima tahun.Pelaku Usaha perlu diberikan bantuan tingkat bunga yang memadai untuk melaksanakan program pemerintah melalui swasembada daging sapi melalui program subsidi bunga kredit yang disalurkan oleh perbankan pelaksana. Penyaluran
KUPS
berdasarkan
Peraturan
Menteri
Keuangan
No.
131/PMK.05/2009 tanggal 18 Agustus 2009 sebagaimana telah diubah dengan PMK No.241/PMK.05/ 2011 tanggal 27 Desember 2011 tentang Kredit Usaha PembibitanSapi, yang diantaranya mengatur tentang pemberian subsidi bunga kepada Pelaku usaha pembibitan sapi. Realisasi penyaluran KUPS hingga 28 Februari 2013 oleh 12 Bank Pelaksana sebesar Rp.575,24 miliar (14,51%) dari komitmen pendanaan sebesar Rp.3,96 triliun. Sedangkan realisasi pembayaran subsidi bunga KUPS hingga 31 Desember 2012 adalah sebesar Rp.26,98 miliar (63,40%) dari plafon sebesar Rp.42,55 miliar. 12 Bank Pelaksana KUPS adalah Bank BRI, Bank BNI, Bank Mandiri, Bank Bukopin, BPD Sumut, BPD Sumbar, BPD Jateng, BPD DIY, BPD Jatim, BPD Bali, BPD NTB dan BPD Jambi. Formula Perhitungan Subsidi Bunga KUPS: Subsidi bunga = Outstanding x Tingkat Subsidi Bunga x (hari bunga/365) Keterangan : 1. Outstanding: penyaluran/mutasi debet dikurangi pengembalian/mutasi kredit 2. Tingkat subsidi bunga: tingkat subsidi bunga yang ditetapkan Menteri Keuangan 3. Hari bunga: sejak tanggal mutasi s.d. tanggal jatuh tempo/tanggal akhir periode
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
54
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
4. Tanggal jatuh tempo/tanggal akhir periode: tanggal terakhir pelunasan kredit oleh debitur sesuai perjanjian kredit antara debitur dan bank pelakasana KUPS
E. Skema Subsidi Resi Gudang (S-SRG) Dalam rangka membantu usaha kecil, menengah, petani serta kelompok tani dalam mendapatkan akses kredit perbankan, maka pada rapat Panitia Anggaran DPR dan Pemerintah pada tanggal 21-24 Oktober 2008, disepakati untuk memberikan subsidi atas kepemilikan Resi Gudang yang dimanfaatkan untuk menjaga usaha produksi yang berkelanjutan. Menindaklanjuti
hal
tersebut,
pada
bulan
November
2008
telah
dilaksanakan rapat antara Ditjen Perbendaharaan c.q. Direktorat Sistem Manajemen Investasi dengan Kementerian Perdagangan guna membahas rencana subsidi bunga kredit melalui skim Kredit Subsidi Resi Gudang (KSRG). Tujuan Kredit SRG ini antara lain adalah: 1. memfasilitasi petani/poktan/gapoktan dan koperasi agar dapat dengan mudah mengakses sumber pembiayaan baik bank maupun lembaga keuangan lainnya; 2. petani/poktan/gapoktan dapat memanfaatkan Sistem Resi Gudang (SRG) dalam upaya menghindari kejadian anjlok harga pada saat panen raya;
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
55
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
3. memfasilitasi petani/poktan/gapoktan agar mendapatkan pembiayaan/harga yang lebih baik pada saat musim paceklik. Sasaran yang ingin dicapai melalui program Kredit SRG ini antara lain: 1. Terfasilitasinya petani/poktan/gapoktan dan koperasi dalam mengakses sumber
pembiayaan
baik
bank
maupun
lembaga
keuangan
dalam
pelaksanaan SRG di 15 Kabupaten yang tersebar di 7 provinsi yaitu: Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Gorontalo, Sulawesi Utara dan Lampung. 2. Terfasilitasinya petani/poktan/gapoktan dan koperasi di daerah sentra produksi yang menghasilkan 8 komoditi yaitu: Gabah, beras, jagung, karet, kakao, kopi, lada dan rumput laut. Realisasi penyaluran S-SRG per 28 Februari 2013 oleh 7 bank pelaksana (BPD Jatim, BPD Jabar, Bank BRI, BPD Kalsel , BPD DIY, BPD Sumut dan BPD Jateng) sebesar Rp58,54 miliar(49,19%) dari komitmen pendanaan sebesar Rp119 miliar. Realisasi Pembayaran subsidi bunga S-SRG Tahun Anggaran 2012 sebesar Rp430 juta (40,93%) dari Plafon sebesar Rp1,05 miliar. Rendahnya penyaluran S-SRG ini disebabkan belum tersedianya sarana pergudangan komoditas yang memenuhi standar yang ditetapkan oleh Badan Pengawas
Perdagangan
Berjangka
Komoditi
(Bappebti)
Kementerian
Perdagangan. Formula Perhitungan Subsidi Bunga S-SRG: Outstanding x Tingkat Subsidi Bunga x (hari bunga/365) Keterangan: 1. Outstanding = penyaluran/mutasi debet dikurangi pengembalian/mutasi kredit 2. Tingkat subsidi bunga = tingkat subsidi bunga yang ditetapkan Menteri Keuangan 3. Hari bunga = sejak tanggal mutasi s.d. tanggal jatuh tempo/tanggal akhir periode Tanggal jatuh tempo/tanggal akhir periode = tanggal terakhir pelunasan kredit oleh debitur sesuai perjanjian kredit antara debitur dan bank pelakasana SSRG
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
56
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
SKEMA PENYALURAN S-SRG Menyimpan barang di d
Menerima
Surat Perjanjian, Asuransi,
Resi Gudang
Meminta
Verifikasi Kelengkapan
Kode
Menerbitkan Resi Gudang Menerima permohonan k dit S SRG
Mengajukan Permohonan Kredit
Konfirmasi keabsahan
Verifikasi dokumen resi
Menerima d
Pencairan kredit S SRG
F. Kredit Usaha Mikro dan Kecil (KUMK) Dalam rangka meningkatkan perkuatan akses permodalan usaha mikro dan kecil bagi kegiatan usaha produktif, Menteri Negara Koperasi dan UKM melalui surat No. 125/M.KUMK/VIII/2002 tanggal 30 Agustus 2002, mengusulkan penyediaan kredit yang berasal dari dana SU-005. Setelah medapatkan izin dari DPR melalui Kesepakatan Bersama antara Pemerintah dengan Komisi IX DPR-RI pada tanggal 19 Desember 2003, Menteri Keuangan menetapkanKeputusan Menteri Keuangan No. 40/KMK.6/2003 tanggal 29 Januari 2003 yang telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 12/PMK.06/2005 tanggal 14 Pebruari 2005 tentang KUMK. Plafon dana SU-005 untuk pendanaan KUMK pada awalnya sebesar Rp.3,1 triliunm dan telah dialokasikan kepada 33 BUMN Pengelola/LKP KUMK yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan yang kemudian diatur dalam Perjanjian Pinjaman antara Pemerintah dan BUMN Pengeloladan LKP. Dalam
perkembangannya,
Peraturan
Menteri
Keuangan
No.
12/PMK.06/2005 tanggal 14 Pebruari 2005 tentang KUMK disempurnakan kembali melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 193/PMK.05/2011 tanggal 1 Desember 2011 tentang Kredit Investasi Pemerintah (KIP) yang dananya langsung dari APBN. Dari 33 BUMN Pengelola/LKP,saat ini tinggal 23 BUMN Pengelola/LKP yang menyalurkan KUMK dengan total outstanding pinjaman Rp 2,9 tiliun, sedang 10 BUMN/LKP telah melunasi dan tidak memperpanjang. Pola penyaluran KUMK terbagi dua yaitu langsung dipinjamkan pemerintah kepada BUMN Pengelola yang selanjutnya diteruspinjamkan kepada LKP untuk dipinjamkan kembali kepada usaha mikro dan kecil atau pemerintah meminjamkan
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
57
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
dana SU-005 kepada LKP yang ditunjuk langsung oleh Menteri Keuangan untuk dipinjamkan kepada usaha mikro dan kecil. Atas dana yang diterima, BUMN Pengelola/LKP membayar bunga sebesar BI rate 3 (tiga) bulan secara triwulanan, dengan ketentuan apabila terjadi keterlambatan pembayaran pokok/bunga maka akan dikenakan denda sebesar 4% di atas tingkat bunga yang dikenakan. Guna mendorong penyaluran KUMK dalam rangka peningkatan penyaluran KUMK, dipersyaratkan bahwa apabila outstanding KUMK kurang dari 80%, maka BUMN Pengelola/LKP akan dikenakan denda sebesar 4% atas selisih outstanding tersebut.
Risiko
KUMK
sepenuhnya
(100%)
ditanggung
oleh
BUMP
Pengelola/LKP. Usaha yang dapat dibiayai adalah usaha mikro dan kecil pada semua sektor ekonomi, yang dinilai layak untuk dibiayai sesuai asas-asas perkreditan yang sehat, serta tidak sedang memperoleh KUMK dari LKP lain atau kredit di luar KUMK dari LKP lain. Dengan plafon individual untuk usaha kecil masksimal sebesar Rp.500 juta dan usaha mikro masimal Rp.50 juta. Jangka waktu KUMK untuk kredit investasi maksimal 5 tahun dan kredit modal kerja maksimal 1 tahun (dapat diperpanjang maksimal 2 kali). Peserta KUMK tidak dikenakan Biaya Komitmen dan Biaya Provisi. Pengenaan tiingkat bunga kepada Usaha mikro dan Kecil sebesar: 1. dari BUMN Pengelola kepada LKP: a. spread bunga dari Bank Mandiri kepada BSM adalah 0% (pass on); b. spread bunga dari PNM kepada LKP maksimal 4% sedangkan dari LKP kepada usaha mikro dan kecil maksimal 9%. 2. dari LKP kepada usaha mikro dan kecil: a. spread bunga dari LKP perbankan kepada: b. usaha mikro setinggi-tingginya adalah 10%; c. usaha kecil setinggi-tingginya adalah 7%. d. spread bunga Pegadaian kepada usaha mikro & kecil maksimal 12%.
SKEMA KUMK
Bank Indonesia /SU-005
PEMERINTAH
BUMN PENGELOL A
LKP Ditunjuk BUMN Pengelola (NonBUMN/BUMD)
Usaha Mikro dan Kecil
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
58
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
Dengan
telah
diperpanjangnya
pinjaman
pendanaan
KUMK
dari
Pemerintah kepada BUMN Pengelola/LKP selama 10 (sepuluh) tahun dari semula 10 Desember 2007 s.d 10 Desember 2009 menjadi 10 Desember 2017 s.d. 10 Desember 2019, dari 31 BUMN Pengelola/LKP KUMK sebanyak 22 (dua puluh dua) BUMN Pengelola/LKP menyatakan memperpanjang pinjaman pendanaan KUMK, yang mana 1 (satu) diantaranya mengajukan pengurangan plafon pinjaman, sedangkan 10 BUMN-P/LKP lainnya menyatakan tidak memperpanjang pinjamannya atau mengembalikan pinjaman sesuai dengan jadwal angsuran. Dari total plafon Rp.9,9 triliun dana SU-005, telah diteruspinjamkan sebesar 3,1 triliun kepada 31 BUMN Pengelola/LKPdan telah dilunasi oleh 10 BUMN. Atas dana angsuran dari BUMN Pengelola/LKP yang tidak memperpanjang, pada tahun 2011 dilanjutkan dengan Kredit Investasi Pemerintah (KIP) melalui PMK No.193/PMK.05/2011 tanggal 1 Desember 2011 berupa penambahan pinjaman kepada Bank Sumbar sebesar Rp300 miliar, Bank Jatim sebesar Rp200 miliar dan pinjaman baru kepada Bank Jateng sebesar Rp 42 miliar, sehingga s.d 31 Desember 2012 terdapat 2 BUMN Pengelola dan 20 LKP dengan sisa outstanding pinjaman sebesar Rp.2,72 triliun. G. Kredit Usaha Rakyat (KUR) Dalam rangka pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Menegah dan Koperasi (UMKMK),
penciptaan
lapangan
kerja,
dan
penanggulangan
kemiskinan,
Pemerintah menerbitkan Paket Kebijakan pada tahun 2007 yang bertujuan meningkatkan Sektor Riil dan memberdayakan UMKMK. Untuk meningkatkan akses
UMKMK
pada
sumber
pembiayaan,
diperlukan
penyediaan
kredit/pembiayaan yang bersumber dari dana perbankan dengan persyaratan yang ringan dan terjangkau yang didukung fasilitas penjaminan dari Pemerintah. Bahwa dalam rangka mewujudkan pelaksanaan program penjaminan kredit/pembiayaan bagi UMKMK, Pemerintah yang diwakili oleh 6 (enam) Kementerian Teknis bersama-sama dengan 6 (enam) bank pelaksana dan 2 (dua) perusahaan penjaminan sepakat menandatangani Nota Kesepahaman Bersama (MoU) pada tanggal 9 Oktober 2007 yang mengatur tugas dan kewajiban masingmasing pihak.Agar pelaksanaan program pejaminan KUR dapat berjalan secara tertib, terkendali, efektif, dan efisien, diterbitkan Peraturan Menteri Keuangan No. 135/PMK.06/2006 tanggal 24 September 2008 Tentang Fasilitas Penjaminan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Selanjutnya, dalam rangka percepatan penyaluran KUR, 13 Bank Pembangunan Daerah (BPD) kemudian ditetapkan sebagai bank pelaksana
KUR
berdasarkan
Amandemen
Kedua
Nota
Kesepahamanan
Pelaksanaan KUR. MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
59
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
Selain
dilakukan
penambahan
bank
pelaksana
KUR,
Pemerintah
melakukan revisi atas Peraturan Menteri Keuangan No. 135/PMK.06/2006 tanggal 24 September 2008 sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 189/PMK.05/2010 tanggal 2 November 2010. Adapun pokok-pokok perubahan pelaksanaan KUR meliputi: 1.
merupakan calon debitur yang tidak sedang menerima kredit modal kerja dan/atau investasi dari perbankan dan/atau yang tidak sedang menerima Kredit Program dari Pemerintah yang dibuktikan dengan hasil Sistem Informasi Debitur pada saat Permohonan KUR diajukan;
2.
debitur yang sedang menerima Kredit Konsumtif (Kredit Kepemilikan Rumah, Kredit Kendaraan Bermotor, Kartu Kredit dan Kredit Konsumtif lainnya) masih dapat menerima KUR;
3.
untuk linkage program dengan pola executing, lembaga linkage yang menyalurkan KUR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (5) wajib tidak sedang menerima Kredit Program;
4.
untuk linkage program dengan pola channeling, lembaga linkage yang menyalurkan KUR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (5) dapat sedang menerima Kredit Program;
5.
untuk KUR sampai dengan Rp.20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) dan KUR melalui lembaga linkage sampai dengan Rp.20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) per UMKM-K, tidak diwajibkan melampirkan hasil Sistem Informasi Debitur. Pendanaan KUR bersumber dari bank pelaksana, sedangkan penjaminan
KUR dilaksanakan oleh 2 Lembaga Penjaminan Kredit, yaitu PT Askrindo dan Perum Jamkrindo yang telah menandatangani Nota Kesepahaman Bersama (MoU) pada tanggal 9 Oktober 2008. Atas kredit/pembiayaan yang dijaminkan, lembaga penjaminan kredit mendapat Imbal Jasa Penjaminan (IJP) atau premi dari Pemerintah. Penjaminan kredit/pembiayaan kepada UMKMK dilaksanakan secara otomatis bersyarat, dan UMKMK yang mendapat fasilitas penjaminan adalah usaha produktif yang layak, namun belum bankable. Tata cara pelaksanaan KUR adalah sebagai berikut: 1.
KUR yang disalurkan kepada setiap UMKM-K dapat digunakan baik untuk kredit modal kerja maupun kredit investasi, dengan ketentuan sebagai berikut:
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
60
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
a.
paling tinggi sebesar Rp.20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) dengan tingkat bunga kredit/margin pembiayaan paling tinggi sebesar/setara 22% (dua puluh dua persen) efektif per tahun, atau ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan atas rekomendasi Komite Kebijakan;
b.
di atas Rp.20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) sampai dengan Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dengan tingkat bunga kredit/margin pembiayaan yang dikenakan paling tinggi sebesar/setara 14% (empat belas persen) efektif per tahun, atau ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan atas rekomendasi Komite Kebijakan.
2.
KUR yang disalurkan melalui linkage program pola executing, dapat dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut: a. plafon yang diberikan kepada setiap lembaga linkage paling tinggi sebesar Rp.2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); b. tingkat bunga kredit/margin pembiayaan yang dikenakan paling tinggi sebesar/setara 14% (empat belas persen) efektif per tahun atau ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan atas rekomendasi Komite Kebijakan; c. tingkat bunga kredit/margin pembiayaan yang dikenakan lembaga linkage kepada UMKM-K paling tinggi sebesar/setara 22% (dua puluh dua persen) efektif per tahun, atau ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan atas rekomendasi Komite Kebijakan.
3.
UMKM-K yang telah menerima KUR dapat menerima fasilitas penjaminan dalam rangka perpanjangan, restrukturisasi, dan tambahan pinjaman (suplesi) dengan syarat masih dikategorikan belum bankable, dengan ketentuan sebagai berikut: a. perpanjangan jangka waktu kredit, restrukturisasi dan suplesi dapat diberikan sepanjang tidak melebihi 6 (enam) tahun untuk kredit modal kerja dan 10 (sepuluh) tahun untuk kredit investasi terhitung sejak tanggal efektifnya perjanjian kredit awal antara bank pelaksana dan UMKM-K; b. dalam hal kredit/pembiayaan investasi untuk usaha perkebunan tanaman keras, perpanjangan jangka waktu kredit, restrukturisasi dan suplesi tidak dapat diberikan; c. tambahan pinjaman dapat diberikan dengan syarat plafon pinjaman dan tingkat bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (2); d. mekanisme
pelaksanaan
perpanjangan
jangka
waktu
kredit,
restrukturisasi dan tambahan pinjaman (suplesi) diatur lebih lanjut dalam
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
61
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
perjanjian kredit antara Bank Pelaksana dan debitur. 4.
Besarnya Imbal Jasa Penjaminan yang dibayarkan kepada Perusahaan Penjaminan ditetapkan sebesar 3,25% (tiga koma duapuluh lima persen) per tahun atau ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan atas rekomendasi Komite Kebijakan, yang dibayarkan setiap tahun dan dihitung dari KUR yang dijamin, dengan ketentuan: a. untuk kredit modal kerja dihitung dari plafon kredit; b. untuk kredit investasi dihitung dari realisasi kredit.
5.
Persentase jumlah KUR yang dijaminkan kepada Perusahaan Penjaminan ditetapkan sebesar: a. 80% (delapan puluh persen) dari KUR yang diberikan oleh Bank Pelaksana kepada UMKM-K dan lembaga linkage untuk sektor pertanian, kelautan dan perikanan, kehutanan dan industri; b. 80% (delapan puluh persen) dari KUR yang diberikan oleh Bank Pelaksana kepada UMKM-K dan lembaga linkage untuk KUR Tenaga Kerja Indonesia; c. 70% (tujuh puluh persen) dari KUR yang diberikan oleh Bank Pelaksana kepada UMKM-K dan lembaga linkage untuk sektor lainnya.” Pemerintah memberikan Imbal Jasa Penjaminan KUR selama jangka
waktu paling lama 6 (enam) tahun untuk kredit modal kerja dan paling lama 10 (sepuluh) tahun untuk kredit investasi termasuk untuk perpanjangan, tambahan pinjaman (suplesi), dan restrukturisasi. Sedangkan untuk kredit/pembiayaan investasi di sektor tanaman keras, jangka waktu paling lama adalah 13 tahun dan tidak dapat diperpanjang jangka waktunya. Formula perhitungan Imbal Jasa Penjaminan KUR adalah sebagai berikut:
-
Untuk Kredit Modal Kerja : 3,25% x 70% x 1 tahun x plafon kredit
-
Untuk Kredit Investasi : 3,25% x 70% x 1 tahun x realisasi kredit Plafon kredit/pembiayaan kepada UMKMK:
1. s.d Rp.20 jt dengan tingkat bunga 22 % effektif per tahun; 2. diatas Rp.20 jt s.d Rp.500 jt dengan tingkat bunga 14% effektif per tahun. Realisasi penyaluran KUR s.d. 28 Februari 2013 sebesar Rp103,20 triliun oleh 33 bank pelaksana KUR. Dari realisasi penyaluran KUR yang telah dijamin, telah dibayarkan subsidi IJP KUR kepada PT Askrindo(Persero) dan Perum Jamkrindo untuk TA 2012 sebesar Rp801,13 miliar (100%) dari alokasi anggaran sebesar Rp801,13 miliar.
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
62
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
BAB IV INVESTASI DAN KERJA SAMA PEMERINTAH DAERAH A. Definisi, Bentuk dan Sumber 1. Definisi Investasi Ada beberapa Definisi terkait investasi, menurut beberapa ahli ekonomi, investasi adalah komitmen sejumlah dana saat ini sampai periode waktu tertentu,
untuk
menghasilkan
pengembalian
di
akhir
periode
sebagai
kompensasi atas penundaan konsumsi selama dana tersebut ditempatkan (Reilly dan Brown, 2001). Sedangkan Sharpe (1987) mendefinisikan investasi adalah, suatu pengorbanan harta pada saat ini, untuk mendapatkan harta pada masa yang akan datang. Dalam perhitungan pendapatan nasional, menurut Sukirno (1994), investasi meliputi seluruh nilai pembelian pengusaha atas barang-barang modal dan pembelanjaan untuk mendirikan industri-industri, pengeluaran masyarakat untuk mendirikan rumah-rumah dan tempat tinggal, pertambahan dalam nilai stok barang-barang berupa bahan mentah, barang yang belum selesai di proses dan barang jadi. Dalam kaitanya dengan perusahaan, Investasi merupakan pengeluaran perusahaan secara keseluruhan yang mencakup pengeluaran untuk membeli bahan baku/material, mesin-mesin dan peralatan pabrik serta semua modal lain yang di perlukan dalam proses produksi. Pengeluaran untuk keperluan bangunan kantor, pabrik tempat tinggal karyawan dan bangunan kontruksi lainnya. Perubahan nilai stok atau barang cadangan sebagai akibat dari perubahan jumlah dan harga (Deliarnov, 1995). Dalam pengertian yang lebih luas yang dikaitkan dengan perkembangan pasar modal sekarang, definisi Investasi adalah setiap kegiatan yang hendak menanamkan uang dengan aman (Dj. A Simarmata, 1984). Pada dasarnya investasi merupakan penundaan konsumsi atas sejumlah dana yang dilakukan pada saat ini untuk digunakan dalam produksi atau ditanam dalam bidang tertentu selama suatu periode waktu, dengan tujuan memperoleh keuntungan yang akan diterima di masa mendatang. Contohnya, seorang investor membeli saham pada saat ini dengan perkiraan di masa yang akan datang akan memperoleh keuntungan atau manfaat yang lebih besar melalui penerimaan dividen atau kenaikan harga saham (capital gain). Keuntungan ini merupakan imbalan atas waktu dan risiko yang terkait dengan investasi, akibat ketidakpastian aliran dana pada masa yang akan datang. MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
63
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
Sementara itu, berdasarkan peraturan perundang-undangan pengertian investasi antara lain : a.
Investasi adalah penggunaan aset untuk memperoleh manfaat ekonomis, seperti bunga, dividen, royalti, manfaat sosial dan/atau manfaat lainnya sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemerintah dalam rangka pelayanan
kepada
masyarakat
(PP
58/2005
tentang
Pengelolaan
Keuangan Daerah). b.
Investasi Pemerintah adalah penempatan sejumlah dana dan/atau barang dalam jangka panjang untuk investasi pembelian surat berharga dan Investasi Langsung untuk memperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya (PP 1/2008 tentang Investasi Pemerintah).
2. Bentuk Investasi Pemerintah Berdasarkan jangka waktu, investasi daerah terdiri dari: a.
Investasi Jangka Pendek, merupakan investasi yang dapat segera diperjualbelikan/dicairkan, ditujukan dalam rangka manajemen kas dan beresiko rendah serta dimiliki selama kurang dari 12 (dua belas) bulan. Contoh: Pemda membeli deposito berjangka maksimal 12 (dua belas) bulan, dan pembelian SUN, SBI atau SPN.
b.
Investasi Jangka Panjang, yaitu investasi yang dimaksudkan untuk dimiliki lebih dari 12 (dua belas) bulan. Investasi jangka panjang terdiri dari: 1) Investasi permanen: investasi yang dimaksudkan untuk dimiliki secara berkelanjutan tanpa ada niat untuk diperjualbelikan atau tidak ditarik kembali. Contohnya antara lain : kerjasama daerah dengan pihak ketiga dalam bentuk penggunausahaan/pemanfaatan aset daerah, penyertaan modal daerah pada BUMD dan/atau Badan Usaha lainnya maupun investasi permanen lainnya yang dimiliki pemerintah daerah untuk menghasilkan pendapatan atau meningkatkan pelayanan kepada masyarakat 2) Investasi non permanen: investasi yang dimaksudkan untuk dimiliki secara tidak berkelanjutan atau ada niat untuk diperjual belikan atau ditarik kembali, contohnya pembelian obligasi, surat utang jangka panjang, bantuan modal kerja, dana bergulir, fasilitas pendanaan kepada usaha mikro dan menengah.
Berdasarkan jenis, investasi Daerah terdiri dari dua jenis, yaitu: a.
Investasi Surat Berharga
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
64
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
Investasi surat berharga terdiri dari: 1) Pembelian Saham 2) Pembelian Surat Utang berupa Surat Utang Negara yang terdiri atas SPN dan Obligasi b.
Investasi Langsung Investasi langsung terdiri dari: 1) Penyertaan Modal Penyertaan modal adalah investasi Pemerintah pada Badan Usaha dengan mendapat hak kepemilikan, termasuk pendirian Perseroan Terbatas dan/atau pengambilalihan Perseroan Terbatas. 2) Pemberian Pinjaman Pemberian pinjaman adalah bentuk Investasi Pemerintah pada Badan Usaha,
Badan
Layanan
Umum
(BLU),
Pemerintah
Provinsi/Kabupaten/Kota, dan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) dengan hak memperoleh pengembalian berupa pokok pinjaman, bunga, dan/atau biaya lainnya. 3. Sumber Dana Investasi Pemerintah Sumber dana Investasi Daerah dapat berasal dari: a. Surplus Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) b. Keuntungan investasi terdahulu c. Sumber-sumber lainnya yang sah Penggunaan surplus APBD untuk investasi daerah harus memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari DPRD dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah (Perda). B. Pengelolaan Investasi dan Kerja Sama pemerintah Daerah 1. Pengelolaan Investasi Daerah Pengelolaan keuangan Investasi Daerah adalah sebagai berikut: a. Penganggaran: 1) Investasi
pemerintah
pembiayaan,
daerah
sementara
untuk
dianggarkan Divestasi
dalam
pengeluaran
pemerintah
daerah
dianggarkan dalam penerimaan pembiayaan pada jenis hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan. 2) Penerimaan dari hasil atas investasi pemerintah daerah dianggarkan dalam kelompok pendapatan asli daerah pada jenis hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan.
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
65
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
3) Investasi daerah jangka pendek dalam bentuk deposito pada bank umum dianggarkan dalam pengeluaran pembiayaan pada jenis penyertaan
modal
(investasi)
pemerintah
daerah,
sementara
pendapatan bunga atas deposito pada bank umum dianggarkan dalam kelompok pendapatan asli daerah pada jenis lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. 4) Pengelolaan anggaran investasi daerah dilakukan oleh Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) dan semua penerimaan dan pengeluaran pembiayaan daerah dilakukan melalui Rekening Kas Umum Daerah (RKUD). b. Pelaksanaan: 1) Penyertaan modal Pemda dapat dilaksanakan apabila jumlah yang akan disertakan dalam tahun anggaran berkenaan telah ditetapkan dalam Perda
tentang
penyertaan
modal
daerah
berkenaan.
Dalam
perkembangan usaha dan investasi bila diperlukan penambahan penyertaan modal dilakukan melalui mekanisme pembahasan APBD dan ditetapkan dalam Perda ABPD tahun anggaran berkenaan dimana pertimbangan maupun jumlah penyertaan modalnya ditambahkan dalam diktum/pasal tertentu pada Perda APBD dimaksud. 2) Pelaksanaan pengeluaran pembiayaan penyertaan modal pemerintah daerah dilakukan berdasarkan SPM yang diterbitkan oleh PPKD. 3) Uang milik pemerintahan daerah yang sementara belum digunakan dapat didepositokan dan/atau diinvestasikan dalam investasi jangka pendek sepanjang tidak mengganggu likuiditas keuangan daerah. c. Pelaporan 1) PPKD menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangan, aset, utang, dan ekuitas dana, termasuk transaksi pembiayaan dan perhitungannya. 2) PPKD menyusun laporan keuangan Pemda yang terdiri dari LRA, Neraca,
Laporan
Arus
Kas,
Catatan
Atas
Laporan
Keuangan
berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintah. Laporan keuangan tersebut dilampiri dengan laporan ikhtisar laporan keuangan BUMD. 2. Kerjasama Pemerintah Daerah Dalam penyelenggaraan pemerintahan, Pemda dapat bekerja sama dengan Pemda lain dan pihak ketiga dalam rangka penyediaan layanan umum, kesejahteraan masyarakat, dan peningkatan PAD. Pihak ketiga yang dapat melakukan kerjasama dengan Pemda antara lain Kementerian/Lembaga MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
66
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
Pemerintah Non Kementerian atau sebutan lain, perusahaan swasta yang berbadan hukum, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Koperasi, Yayasan, dan lembaga di dalam negeri lainnya yang berbadan hukum. Kerjasama yang dilakukan oleh Pemda meliputi seluruh urusan yang menjadi kewenangan daerah, aset daerah, potensi daerah, dan penyediaan layanan umum. Kerjasama tersebut dituangkan dalam bentuk perjanjian kerjasama dengan memperhatikan prinsip efisiensi, efektivitas, sinergi, saling menguntungkan,
kesepakatan
bersama,
itikad
baik,
mengutamakan
kepentingan nasional dan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, persamaan kedudukan, transparansi, keadilan serta kepastian hukum. Dalam
rangka
pelaksanaan
kerjasama
daerah,
Gubernur
atau
Bupati/walikota membentuk Tim Koordinasi Kerja Sama Daerah (TKKSD) untuk membantu Kepala Daerah menyiapkan kerja sama daerah. Struktur TKKSD terdiri dari Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, Anggota tetap dan Anggota tidak tetap.
TKKSD
beranggotakan
perangkat
daerah
yang
terkait
dengan
pelaksanaan kerjasama yang akan dilakukan oleh daerah. Kerja sama daerah yang membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan masyarakat serta anggarannya belum tersedia dalam APBD tahun anggaran berjalan harus mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Secara garis besar tahapan kerjasama daerah yaitu : persiapan, penawaran,
penyiapan
kesepakatan,
penandatanganan
kesepakatan,
penyiapan perjanjian, penandatanganan perjanjian dan pelaksanaan. Adapun uraian tahapan tata cara kerja sama daerah, dapat dilihat pada tabel dibawah.
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
67
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
Tabel 1. Tahapan Tata Cara Kerja Sama Daerah Bentuk Kerja Sama Kerja Sama Antar Daerah No.
1.
Tahapan
Persiapan
Kerja Sama Daerah dengan Departemen/LPND
Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum atas Prakarsa Daerah
Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum atas Prakarsa Badan Hukum
a. Pembentukan TKKSD.
a. Pembentukan TKKSD
a. Pembentukan TKKSD
a. Pembentukan TKKSD
b. Inventarisasi objek kerja sama yang akan dikerjasamakan dan menjadi kewenangan Pemda dengan berpedoman pada RPJMD dan RKPD. Dalam hal objek kerja sama belum ada dalam RPJMD, maka objek yang akan dikerjasamakan wajib dicantum kan dalam RKPD sesuai dengan prioritas.
b. Inventarisasi objek kerja sama yang akan dikerjasamakan dan menjadi kewenangan Pemda dengan berpedoman pada RPJMD dan RKPD. Dalam hal objek kerja sama belum ada dalam RPJMD, maka objek yang akan dikerjasamakan wajib dicantum kan dalam RKPD se-suai dengan prioritas.
b. Kepala Daerah menu gaskan masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sesuai bidang tugasnya untuk melakukan inventarisasi objek yang akan dikerjasamakan dan menjadi kewenangan Pemda dengan berpedoman pada RPJMD dan RKPD. Dalam hal objek kerja sama belum ada dalam RPJMD, maka objek yang akan dikerjasamakan wajib dicantumkan dalam RKPD sesuai dengan prioritas.
b. Kepala daerah menerima usulan kerja sama dari badan hukum. Objek kerja sama yang diusulkan oleh badan hukum dapat tidak termasuk dalam daftar prioritas kerja sama daerah;
c. Penyiapan rencana kerja sama dengan tahapan: − menyusun rencana kerja sama terhadap objek yang akan dikerjasamakan dengan daerah lain. − menyiapkan informasi dan data yang lengkap mengenai objek yang akan dikerjasamakan. − analisis mengenai manfaat dan biaya kerja sama yang terukur bahwa objek kerja sama lebih bermanfaat apabila dikerjasamakan dengan daerah lain daripada dikelola sendiri.
c. SKPD yang akan melakukan kerja sama dibantu TKKSD menyiapkan kerangka acuan/proposal dan/atau kajian prastudi kelayakan untuk objek yang akan dikerjasamakan
c. Hasil inventarisasi objek kerja sama dari SKPD yang mengusulkan, dibahas dalam sidang TKKSD, yang hasilnya melalui oleh Ketua TKKSD disampaikan kepada Kepala Daerah untuk ditetapkan skala prioritas. d. Kepala Daerah menetapkan SKPD sebagai penanggung
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
c. Kepala Daerah selan jutnya menugaskan TKKSD untuk membahas dan mengevaluasi usulan kerja sama dari badan hukum tersebut dan apabila dipandang perlu TKKSD atas nama Kepala Daerah dapat mengundang badan hukum tersebut untuk menjelaskan rencana kerja sama yang diusulkan dan dapat mengundang badan hukum lain yang mempunyai kualifikasi sama untuk memberikan pendapat dan saran tentang isu yang ditawarkan. d. TKKSD melaporkan hasil evaluasinya kepada
68
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
Bentuk Kerja Sama Kerja Sama Antar Daerah No.
Tahapan
Kerja Sama Daerah dengan Departemen/LPND
Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum atas Prakarsa Daerah
Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum atas Prakarsa Badan Hukum
jawab kerja sama, dengan tugas: 1) Mempersiapkan kerangka acuan/ proposal/kajian dan atau prastudi kelayakan 2) Melakukan sosialisasi rencana kerja sama; 3) Menyiapkan Rancangan Kesepakatan Bersama; 4) Mempersiapkan Rancangan Perjanjian Kerja Sama; 5) Menetapkan Tim Seleksi.
Kepala Daerah. Apabila hasil evaluasi menunjukan bahwa usulan kerja sama tersebut memenuhi persyaratan kelayakan, maka badan hukum pemprakarsa menyampaikan Pernyataan Minat (Letter of Intent) kerja sama dengan pemerintah daerah
e. SKPD menyusun dan menetapkan kerangka acuan kerja sama untuk dijadikan acuan kerja oleh Tim Seleksi.
e. Kepala Daerah mene tapkan SKPD/penang gungjawab kerja sama, dengan tugas : 1) Mempersiapkan kerangka acuan/ proposal/kajian dan atau prastudi kelayakan; 2) Melakukan sosialisasi rencana kerja sama; 3) Mempersiapkan Rancangan Perjanjian Kerja Sama; 4) Menetapkan Tim Seleksi. f.
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
SKPD menyusun dan menetapkan kerangka acuan kerja sama untuk dijadikan acuan kerja oleh Tim Seleksi.
69
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
Bentuk Kerja Sama Kerja Sama Antar Daerah No.
2.
Tahapan
Penawaran
a. Menentukan
prioritas objek yang akan dikerjasamakan
b. Memilih daerah dan objek yang
akan dikerjasamakan c. Menawarkan objek yang akan
dikerjasamakan melalui surat penawaran kepada daerah lain d. Kepala
Daerah setelah menerima jawaban tawaran rencana kerja sama dari daerah lain untuk dibahas dengan TKKSD, selanjutnya memberikan jawaban tertulis atas rencana kerja sama
Kerja Sama Daerah dengan Departemen/LPND
a. Kerja sama daerah dengan
Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum atas Prakarsa Daerah
Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum atas Prakarsa Badan Hukum
a. Tim
a.
Tim Seleksi mengumumkan rencana kerja sama dengan badan hukum melalui media cetak dan papan pengumuman resmi.
b. Pengambilan dokumen
b.
Pengambilan dokumen prakualifikasi
c.
Pemasukan dokumen prakualifikasi
d.
Evaluasi dokumen prakualifikasi
e.
Penetapan hasil prakualifikasi
f.
Pengumuman hasil prakualifikasi
g.
Masa sanggah prakualifikasi
Seleksi mengumumkan rencana kerja sama dengan badan hukum melalui media cetak dan papan pengumuman resmi.
Departemen /LPND harus dipra-karsai oleh Pemerintah Daerah. b. Menentukan
objek akan dikerjasamakan
c. Menawarkan
yang
objek yang akan dikerjasamakan melalui surat penawaran kepada Kementerian/LPND
prakualifikasi c. Pemasukan dokumen
prakualifikasi d. Evaluasi dokumen
prakualifikasi e. Penetapan hasil
prakualifikasi f.
Pengumuman hasil prakualifikasi
g. Masa sanggah
prakualifikasi h. Penyampaian undangan
h.
Penyampaian undangan
i.
Pengambilan dokumen seleksi
i.
Pengambilan dokumen seleksi
j.
Penjelasan (Aanwijzing)
j.
Penjelasan (Aanwijzing)
k.
Pemasukan dan pembukaan penawaran
l.
Evaluasi Penawaran
k. Pemasukan dan
pembukaan penawaran l.
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
Evaluasi Penawaran
m. Penetapan Pemenang
m. Penetapan Pemenang
n. Pengumuman Pemenang
n.
Pengumuman Pemenang
o. Masa sanggah
o.
Masa sanggah
70
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
Bentuk Kerja Sama Kerja Sama Antar Daerah No.
Tahapan
Kerja Sama Daerah dengan Departemen/LPND
Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum atas Prakarsa Daerah
Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum atas Prakarsa Badan Hukum
p. Klarifikasi dan negosiasi
p.
Klarifikasi dan negosiasi
q. Penunjukan Badan Hukum
q.
Penunjukan Badan Hukum sebagai Pemenang
sebagai Pemenang 3.
Penyiapan Kesepakatan
Setelah menerima jawaban persetujuan, TKKSD segera membahas rencana KSAD dan menyiapkan Kesepakatan Bersama
a. Setelah
Kepala Daerah menerima jawaban persetujuan rencana kerja sama dari Departemen/LPND, memerintahkan kepada SKPD untuk membahas bersama-sama dengan TKKSD dan menyusun rancangan kesepakatan bersama.
Kepala Daerah setelah menerima Surat Penunjukan Badan Hukum hasil seleksi, memerintahkan kepada SKPD untuk bersama-sama dengan TKKSD dan menyusun Kesepakatan Bersama yang ditanda tangani oleh masingmasing pihak;
Kepala Daerah setelah menerima Surat Penun-jukan Badan Hukum hasil seleksi, memerintahkan kepada SKPD untuk bersama-sama dengan TKKSD dan menyusun kesepakatan bersama yang ditanda tangani oleh masingmasing pihak.
b. Rancangan
kesepakatan bersama SKPD dibahas dengan Departemen/LPND dan hasilnya masing-masing pihak memberikan paraf.
4.
Penandatanganan Kesepakatan
Kesepakatan Bersama antardaerah ditandatangani oleh masing-masing Kepala Daerah.
Kesepakatan bersama daerah dengan K/L ditan datangani oleh Kepala Daerah dan Menteri/ Pimpinan Lembaga sesuai kesepakatan para pihak
Kesepakatan Bersama daerah dengan badan hukum ditandatangani oleh masingmasing kepala daerah dan pimpinan badan hukum, sesuai kesepakatan para pihak
Kesepakatan Bersama daerah dengan badan hukum ditandatangani oleh masingmasing kepala daerah dan pimpinan badan hukum, sesuai kesepakatan para pihak
5.
Penyiapan Perjanjian
a. TKKSD masing-masing daerah
a. SKPD
a. SKPD penanggung jawab
a. SKPD penanggung jawab
me-nyiapkan rancangan perjanjian kerja sama b. Dalam menyiapkan rancangan
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
dibantu TKKSD menyiapkan rancangan Perjanjian Kerja Sama
b. Dalam
menyiapkan
bersama menyusun perjanjian
TKKSD rancangan
bersama TKKSD menyusun rancangan perjanjian kerja sama.
71
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
Bentuk Kerja Sama Kerja Sama Antar Daerah No.
Tahapan
perjanjian kerja sama, dapat meminta bantuan pakar/ tenaga ahli dan atau berkonsultasi dengan Departemen Dalam Negeri dan Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen yang terkait c. Setelah
ada kesepa-katan, TKKSD menyiapkan rancangan akhir perjanjian KSAD. Ketua TKKSD masing-masing memberikan paraf pada rancangan perjanjian KSAD dan menyerahkan kepada Kepala Daerah masing-masing untuk ditandatangani
Kerja Sama Daerah dengan Departemen/LPND
rancangan materi per janjian kerja sama, dapat meminta ban tuan pakar / tenaga ahli dan atau berkonsultasi dengan Depar temen Dalam Negeri. ada kesepakatan, TKKSD menyiapkan rancangan akhir perjanjian. Ketua TKKSD dan Departemen / LPND memberikan paraf pada rancangan perjanjian.
Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum atas Prakarsa Daerah
Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum atas Prakarsa Badan Hukum
b. Dalam
menyusun ran cangan perjanjian kerja sama dapat meminta bantuan pakar / tenaga ahli dan atau berkonsultasi dengan Depar-temen Dalam Negeri atau Departemen Teknis terkait.
b. Dalam
Pelaksanaan perjanjian kerja sama, apabila membebani daerah dan masyakakat sebelum ditandatangani para pihak terlebih dahulu harus mendapat persetujuan DPRD.
c. Pelaksanaan
c. Setelah
c.
d. Rancangan
perjanjian kerja sama yang telah disetujui oleh DPRD kemudian diberikan kepada badan hukum yang akan menjadi mitra kerja sama untuk dipelajari.
menyusun rancangan perjanjian kerja sama dapat meminta bantuan pakar/ tenaga ahli dan atau berkonsultasi dengan Departemen Dalam Negeri atau Departemen Teknis terkait. perjan jian kerja sama, apabila membebani daerah dan masyara kat sebelum ditanda tangani para pihak terlebih dahulu harus mendapat persetujuan DPRD.
d. Rancangan
perjanjian kerja sama yang telah disetujui oleh DPRD kemudian diberikan kepada badan hukum yang akan menjadi mitra kerja sama untuk dipelajari.
e. Badan hukum yang akan
menjadi mitra kerja sama tersebut dapat menolak atau mengubah/mengkoreksi rancangan perjanjian kerja sama. f.
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
Apabila perubahan/ koreksi tersebut dinilai wajar maka SKPD dapat langsung me
e. Badan hukum yang akan
menjadi mitra kerja sama tersebut dapat menolak atau mengubah/mengkoreksi rancangan perjanjian kerja sama. f.
Apabila perubahan/ koreksi tersebut dini lai
72
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
Bentuk Kerja Sama Kerja Sama Antar Daerah No.
Tahapan
Kerja Sama Daerah dengan Departemen/LPND
Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum atas Prakarsa Daerah
Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum atas Prakarsa Badan Hukum
nyetujuinya. Akan tetapi bila perubahan/ koreksi tersebut sangat prinsip maka SKPD perlu berkonsultasi dengan TKKSD dan meminta persetujuan kepala daerah yang selanjut nya dikomunikasikan kembali kepada badan hukum.
wajar maka SKPD dapat langsung menyetujuinya. Akan tetapi bila perubahan/koreksi tersebut sangat prinsip maka SKPD perlu berkonsultasi dengan TKKSD dan meminta persetujuan kepala daerah yang selan jutnya dikomunikasikan kembali kepada badan hukum.
g. Apabila
badan hukum menolak, maka kepala daerah dapat mena warkan kepada badan hukum peringkat kedua untuk menjadi mitra kerja sama. Apabila badan hukum peringkat kedua juga menolak, maka kepa la daerah dapat mena warkan kepada badan hukum peringkat ketiga, sebelum diputuskan untuk melakukan penawaran ulang.
h. Apabila
tidak ada keberatan dari badan hukum/calon mitra kerja sama, maka badan hukum dan Kepala SKPD membe rikan paraf pada rancangan perjanjian kerja sama.
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
g. Apabila
badan hukum menolak, maka kepala daerah dapat menawarkan kepada badan hukum peringkat kedua untuk menjadi mitra kerja sama. Apabila badan hukum peringkat kedua juga menolak, maka kepala daerah dapat menawarkan kepada badan hukum peringkat ketiga, sebelum diputuskan untuk melakukan penawaran ulang.
h. Apabila
tidak ada keberatan dari badan hukum/calon mitra kerja sama, maka badan hukum dan Kepala SKPD memberikan paraf pada rancangan perjanjian kerja sama.
73
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
Bentuk Kerja Sama Kerja Sama Antar Daerah No.
6.
Tahapan
Penandatang anan perjanjian
Perjanjian kerjasama antardaerah ditandatangani oleh Kepala Daerah. Tempat dan waktu penandatanganan perjanjian kerja sama ditetapkan sesuai kesepa katan dari para pihak
Kerja Sama Daerah dengan Departemen/LPND
Perjanjian kerja sama daerah dengan Departemen/LPND ditandata-ngani oleh Kepala Daerah dan Menteri/ Pimpinan LPND sesuai kesepakatan para pihak
Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum atas Prakarsa Daerah
Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum atas Prakarsa Badan Hukum
a. Setelah
a. Setelah
rancangan perjanjian kerja sama diberi paraf masing-masing pihak, SKPD menyiapkan penanda tanganan perjanjian kerja sama dengan ketentuan apabila diperlukan jaminan, maka SKPD wajib meminta kepada badan hukum pemenang seleksi sebesar 5 % dari nilai kontrak dan diterbitkan oleh bank umum dengan masa berlakunya adalah sejak tanggal penandatangan perjanjian kerja sama sampai dengan 14 hari setelah masa pemeliharaan berakhir.
b. Perjanjian
kerja sama daerah dengan badan hukum ditandatangani oleh Kepala Daerah dan pimpinan badan hukum sesuai kesepakatan para pihak
7.
Pelaksanaan
a. Dalam pelaksanaan kerja sama
harus memperhatikan ren-cana kerja yang telah disepakati. Perjanjian KSAD yang jangka waktunya lebih dari 5 tahun
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
a. Dalam
pelaksanaan kerja sama harus memperhatikan rencana kerja sama yang telah disepakati. Apabila dalam rencana kerja sama
a. Para
pihak bertanggungjawab atas pelak sanaan kerja sama sesuai dengan perjan jian kerja sama. Apa-bila dalam kerja
rancangan perjanjian kerja sama diberi paraf masingmasing pihak, SKPD menyiapkan penanda tanganan perjanjian kerja sama dengan ketentuan apabila diperlukan jaminan, maka SKPD wajib meminta kepada badan hukum pemenang seleksi sebesar 5 % dari nilai kontrak dan diterbitkan oleh bank umum dengan masa berlakunya adalah sejak tanggal penandatangan perjanjian kerja sama sampai dengan 14 hari setelah masa pemeliharaan berakhir.
b. Perjanjian
kerja sama daerah dengan badan hukum ditandatangani oleh Kepala Daerah dan pimpinan badan hukum sesuai kesepakatan para pihak
a. Para
pihak bertanggung jawab atas pelaksanaan kerja sama sesuai dengan perjanjian kerja sama. Apabila dalam kerja sama
74
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
Bentuk Kerja Sama Kerja Sama Antar Daerah No.
Tahapan
dan atas persetujuan bersama, dapat dibentuk badan kerja sama daerah. b. Dalam
pelaksanaan KSAD, dapat dilakukan perubahan materi perjanjian / adendum atas persetujuan bersama Kepala Daerah. Apabila materi perubahan/adendum menyebabkan atau meng akibatkan penambahan pembebanan APBD atau masyarakat, maka penambahan pembebanan harus dimintakan persetujuan DPRD
c. 3 bulan sebelum berakhirnya
perjanjian KSAD, masingmasing SKPD yang melakukan KSAD dibantu oleh badan kerja sama dan dapat didampingi oleh tim penilai eksternal, mela kukan inventarisasi dan penilaian secara finansial terhadap: barang bergerak dan tidak bergerak yang terkait dengan perjanjian KSAD dan kewajiban atau utang yang menjadi beban KSAD. d. Hasil
penilaian dilapor kan kepada Kepala Daerah melalui SKPD masing-masing.
e. Hasil
KSAD yang berupa barang dilaporkan oleh Kepala
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
Kerja Sama Daerah dengan Departemen/LPND
Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum atas Prakarsa Daerah
Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum atas Prakarsa Badan Hukum
sama ada pengadaan barang dan jasa yang menjadi kewajiban daerah dalam perjanjian kerja sama, dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
ada pengadaan barang dan jasa yang menjadi kewajiban daerah dalam perjanjian kerja sama, dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
memerlukan pengadaan barang dan jasa yang menggunakan APBD dan/atau APBN, maka pelaksa naannya berpedoman pada peraturan perundang-undangan b. Dalam
pelaksanaan perjanjian dapat dilakukan perubahan materi perjanjian/ adendum atas persetujuan bersama.
b. Apabila
c. Tiga
bulan sebelum berakhirnya perjanjian kerja sama para pihak melakukan inventarisasi dan penilaian secara finansial terhadap hasil kerjasama.
d. Hasil kerja sama dilaporkan
oleh Kepala Daerah kepada Ketua DPRD.
c.
dalam pelaksanaan kerja sama ada alasan yang kuat dan tidak bertentangan dengan pera turan perundangundangan, maka Kepala Daerah dapat melakukan peru-bahan/ adendum atas materi perjanjian kerja sama. Materi perubahan perjanjian disiapkan oleh SKPD dengan berkonsultasi kepada TKKSD.
b. Apabila
Hasil kerja sama Pemerintah Daerah dengan badan hukum dapat berupa uang, surat berharga, dan asset, atau non material berupa keuntungan. Hasil yang berupa uang harus disetor ke Kas Daerah sebagai Pen-dapatan Asli Daerah sesuai dengan peraturan perundangan.
c. Hasil
d. Untuk
kerja sama pengelolaan, mitra kerja
dalam pelaksanaan kerja sama ada alasan yang kuat dan tidak bertentangan dengan peraturan perundangundangan, maka Kepala Daerah dapat melakukan perubahan/adendum atas materi perjanjian kerja sama. Materi perubahan perjanjian disiapkan oleh SKPD dengan berkonsultasi kepada TKKSD. kerja sama Pemerintah Daerah dengan badan hukum dapat berupa uang, surat berharga, dan asset, atau non material berupa keuntungan. Hasil yang berupa uang harus disetor ke Kas Daerah sebagai Pendapatan Asli Daerah sesuai dengan peraturan perundangan.
d. Untuk
kerja sama pengelolaan, mitra kerja
75
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
Bentuk Kerja Sama Kerja Sama Antar Daerah No.
Tahapan
Kerja Sama Daerah dengan Departemen/LPND
Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum atas Prakarsa Daerah
Kerja Sama Daerah dengan Badan Hukum atas Prakarsa Badan Hukum
sama harus membayar kontribusi ke rekening Kas Daerah setiap tahun selama jangka waktu pengelolaan dan pem bagian keuntungan hasil kerja sama pengelolaan. Besaran pembayaran kontr-ibusi dan pembagian keuntungan hasil kerja sama pengelolaan ditetapkan dari hasil perhitungan tim yang dibentuk oleh TKKSD.
sama harus membayar kontribusi ke rekening Kas Daerah setiap tahun selama jangka waktu pengelolaan dan pem bagian keuntungan hasil kerja sama pengelolaan. Besaran pembayaran kontribusi dan pembagian keuntungan hasil kerja sama pengelolaan ditetapkan dari hasil perhitungan tim yang dibentuk oleh TKKSD.
Daerah kepada Ketua DPRD.
e. Dalam
f.
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
hal pemerintah daerah memutuskan bah wa pengelolaan objek kerja sama selanjutnya akan dila kukan kembali mela lui kerja sama de ngan badan hukum, maka 6 (enam) bulan sebelum perjanjian kerja sama berakhir, perlu dilakukan proses seleksi kembali
e. Dalam
hal pemerin tah daerah memutus kan bahwa pengelo laan objek kerja sama selanjutnya akan dilakukan kembali melalui kerja sama dengan badan hukum, maka 6 (enam) bulan sebe lum perjanjian kerja sama berakhir, perlu dilakukan proses seleksi kembali
Penilaian kinerja terhadap badan hukum mitra kerja sama ini dilakukan oleh Tim Teknis yang dibentuk oleh TKKSD.
f.
Penilaian kinerja terhadap badan hukum mitra kerja sama ini dilakukan oleh Tim Teknis yang dibentuk oleh TKKSD.
76
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
Dalam pelaksanaan kerja sama Pemerintah Daerah, terdapat beberapa bentuk/model kerja sama yang dapat dilakukan, yaitu : a.
Bentuk/Model Kerja Sama Antar Daerah (KSAD). 1) Kerja Sama Pelayanan Bersama adalah kerja sama antardaerah untuk memberikan pelayanan bersama kepada masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah yang merupakan jurisdiksi dari daerah yang bekerjasama, untuk membangun fasilitas dan memberikan pelayanan bersama. 2) Kerja Sama Pelayanan Antar Daerah adalah kerja sama antardaerah untuk memberikan pelayanan tertentu bagi suatu wilayah masyarakat yang merupakan jurisdiksi daerah yang bekerjasama, dengan kewajiban bagi daerah yang menerima pelayanan untuk memberikan suatu kompensasi tertentu kepada daerah yang memberikan pelayanan. 3) Kerja Sama Pengembangan Sumberdaya Manusia adalah kerja sama antardaerah untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusia dan kualitas pelayanannya melalui alih pengetahuan dan pengalaman, dengan kewajiban bagi daerah yang menerima pelayanan untuk memberikan
suatu
kompensasi
tertentu
kepada
daerah
yang
memberikan pelayanan. 4) Kerja Sama Pelayanan dengan pembayaran Retribusi adalah kerja sama antardaerah untuk memberikan pelayanan publik tertentu dengan membayar retribusi atas jasa pelayanan. 5) Kerja Sama Perencanaan dan Pengurusan adalah kerja sama antardaerah untuk mengembangkan dan/atau meningkatkan layanan publik tertentu, dengan mana mereka menyepakati rencana dan programnya, tetapi melaksanakan sendiri-sendiri rencana dan program yang berkait dengan jurisdiksi masing-masing; Kerja sama tersebut membagi kepemilikan dan tanggungjawab atas program dan kontrol atas implementasinya. 6) Kerja Sama Pembelian Penyediaan Pelayanan adalah kerja sama antardaerah untuk menyediakan layanan kepada daerah lain dengan pembayaran sesuai dengan perjanjian. 7) Kerja Sama Pertukaran Layanan adalah kerja sama antardaerah melalui suatu mekanisme pertukaran layanan (imbal layan).
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
77
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
8) Kerja Sama Pemanfaatan Peralatan adalah kerja sama antardaerah untuk pengadaan/penyediaan peralatan yang bisa digunakan bersama. 9) Kerja Sama Kebijakan dan Pengaturan adalah kerja sama antardaerah untuk menselaraskan kebijakan dan pengaturan terkait dengan suatu urusan atau layanan umum tertentu. Adapun contoh proyek KSAD : 1) Kerja sama regional level provinsi, contoh: Badan Kerja sama Pembangunan
(BKSP)
JABODETABEKJUR,
Badan
Kerja
sama
Regional Sulawesi (BKRS). 2) Kerja
sama
antar
kab/kota,
contoh:
Sekretariat
Bersama
KARTAMANTUL (Kab Sleman, Kota Yogyakarta dan Kab Bantul), Badan Kerjasama Antar Daerah (BKAD) SUBOSUKA WONOSERATEN (Kota Surakarta, Kab Boyolali, Kab Sukoharjo, Kab. Karanganyar, Kab. Wonogiri, Kab Sragen dan Kab Klaten. 3) Kerja sama dalam bentuk Asosisasi, contoh: APKASI (Asosiasi Pemerintahan Kabupaten Seluruh Indonesia), Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI). b.
Bentuk/Model Kerja Sama Pemerintah Daerah dengan Departemen/LPND : 1) Kerja Sama Kebijakan dan Pengaturan, yaitu kerja sama daerah dengan Departemen/LPND untuk merumuskan tujuan bersama berkait dengan suatu urusan atau layanan umum tertentu yang dilakukan dengan menyelaraskan
kebijakan,
rencana
strategis,
peraturan
untuk
mendukung pelaksanaannya, serta upaya implementasinya. 2) Kerja Sama Pengembangan Sumberdaya Manusia dan Teknologi, yaitu kerja sama daerah dengan Departemen/LPND untuk meningkatkan kapasitas SDM dan kualitas pelayanannya melalui alih pengetahuan, pengalaman dan teknologi dengan suatu kompensasi tertentu. 3) Kerjasama Perencanaan dan Pengurusan, yaitu kerja sama daerah dengan
Departemen/LPND
meningkatkan
layanan
publik
untuk
mengembangkan
tertentu,
dengan
mana
dan/atau mereka
menyepakati rencana dan programnya, tetapi melaksanakan sendirisendiri rencana dan program yang berkait dengan kewenangannya masing-masing.
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
78
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
c.
Bentuk/Model Kerja Sama Pemerintah Daerah dengan badan hukum : 1)
Kontrak Pelayanan - Kontrak Operasional/Pemeliharaan Pemerintah daerah mengontrakan kepada badan usaha untuk mengoperasikan/memelihara suatu fasilitas pelayanan publik - Kontrak Kelola Pemerintah daerah mengontrakan kepada badan hukum untuk mengelola suatu sarana/prasarana yang dimiliki pemerintah daerah. - Kontrak Sewa Badan hukum menyewakan suatu fasilitas infrastruktur tertentu atas dasar kontrak kepada pemerintah daerah untuk dioperasikan dan dipelihara oleh pemerintah daerah selama jangka waktu tertentu - Kontrak Konsesi Badan hukum diberi hak konsesi atau tanggung jawab untuk menyediakan jasa pengelolaan atas sebagian atau seluruh sistem infrastruktur tertentu, termasuk pengoperasian dan pemeliharaan fasilitas
serta
pemberian
layanan
kepada
masyarakat
dan
penyediaan modal kerjanya. 2) Kontrak Bangun - Kontrak Bangun Guna Serah Badan usaha memperoleh hak untuk mendanai dan membangun suatu fasilitas/infrastruktur, yang kemudian dilanjutkan dengan pengelolaannya dan dapat menarik iuran selama jangka waktu tertentu untuk memperoleh pengembalian modal investasi dan keuntungan yang wajar. Setelah jangka waktu itu berakhir badan usaha menyerahkan kepemilikannya kepada pemerintah daerah. - Kontrak Bangun Serah Guna Badan
usaha
bertanggung
jawab
untuk
membangun
infrastruktur/fasilitas, termasuk membiayainya dan setelah selesai pembangunannya
lalu
penguasaan
kepemilikannya
dan
infrastruktur/fasilitas kepada
tersebut
diserahkan
pemerintah
daerah.
Selanjutnya, pemerintah daerah menyerahkan kembali kepada badan
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
79
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
usaha untuk dikelola selama waktu tertentu untuk pengembalian modal investasinya serta memperoleh keuntungan yang wajar. - Kontrak Bangun Sewa Serah Badan hukum diberi tanggung jawab untuk membangun infrastruktur termasuk membiayainya. Pemerintah daerah kemudian menyewa infrastruktur tersebut melalui perjanjian sewa beli kepada badan hukum selama jangka waktu tertentu dan setelah jangka waktu kontrak berakhir, maka pemerintah menerima penguasaan dan kepemilikan infrastruktur tersebut. 3) Kontrak Rehabilitasi - Kontrak Rehabilitasi Kelola dan Serah Pemerintah daerah mengontrakan kepada badan hukum untuk memperbaiki suatu fasilitas publik yang ada, kemudian badan usaha mengelolanya dalam waktu tertentu sesuai dengan perjanjian selanjutnya diserahkan kembali kepada pemerintah apabila badan usaha tersebut telah memperoleh pengembalian modal dan profit pada tingkat yang wajar. - Kontrak Bangun Tambah Kelola dan Serah Badan hukum diberi hak atas dasar kontrak dengan pemerintah daerah untuk menambah suatu fasilitas tertentu pada fasilitas publik yang ada. Kemudian badan hukum diberikan hak untuk mengelola bangunan tambahan sampai badan hukum dapat memperoleh pengembalian modal dan profit pada tingkat yang wajar. - Kontrak Patungan Pemerintah daerah bersama-sama badan usaha membentuk suatu badan hukum patungan dalam bentuk perseroan untuk membangun atau/dan mengelola suatu aset yang dimiliki oleh perusahaan patungan tersebut, termasuk segala kegiatan yang menjadi lingkup usaha perusahaan patungan. Adapun contoh proyek kerjasama pemerintah daerah dengan badan hukum (swasta) : 1) Proyek Instalasi Air Minum Sepatan, yang merupakan kerja sama antara Pemda Kabupaten Tangerang dengan PT Aetra Air Tangerang.
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
80
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
2) Pengelolaan operasional bus Trans Yogya, yang merupakan kerja sama antara Pemerintah Provinsi Yogyakarta dengan beberapa koperasi angkutan perkotaan di Yogyakarta (Kopata, Puskopkar, Pemuda, Aspada dan DAMRI UBK). 3) Proyek pembangunan jembatan selat sunda, yang merupakan kerja sama antara Provinsi Banten, Provinsi Lampung dan PT. Bangun Graha Sejahtera Mulia (Artha Graha Network).
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
81
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
REFERENSI 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara 2. Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah 3. Peraturan Pemerintah No 2 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan dan/atau Penerimaan Hibah serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri 4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata cara Penghapusan Hutang Negara/Daerah 5. Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2007 tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). 6. Peraturan
Menteri
Keuangan
Nomor
179/PMK/2008
tentang
Tata
Cara
Penyediaan, Pencairan, dan Pengelolaan Dana dalam Rekening Induk Dana Investasi 7. Peraturan
Menteri
Keuangan
Nomor
180/PMK/2008
tentang
Tata
Cara
Penyusunan Perencanaan Investasi Pemerintah 8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK/2008 tentang Pelaksanaan Investasi Pemerintah 9. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 182/PMK/2008 tentang Pelaporan atas Pelaksanaan Investasi 10. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 183/PMK/2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Divestasi Terhadap Investasi Pemerintah 11. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 52/PMK.01/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pusat Investasi Pemerintah 12. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 207/PMK.05/2008 tentang Tata Cara Penarikan Pinjaman Dan Atau Hibah Luar Negeri yang Diteruspinjamankan kepada BUMN atau Pemda 13. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.05/2007 tentang Penyelesaian Piutang Negara yang Bersumber dari Naskah Perjanjian Penerusan Pinjaman dan Perjanjian Pinjaman Rekening Dana Investasi pada Badan Usaha Milik Negara/Perseroan Terbatas. 14. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.01/2008 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.01/2010.
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
82
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
15. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 120/PMK.05/2008 tentang Penyelesaian Piutang Negara yang Bersumber dari Penerusan Pinjaman Luar Negeri, Rekening Dana Investasi dan Rekening Pembangunan Daerah pada PDAM. 16. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 153/PMK.05/2008 tanggal 22 Oktober 2008 tentang Penyelesaian Piutang Negara yang bersumber dari Penerusan Pinjaman Luar Negeri, RDI dan RDA pada Pemda 17. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 120/PMK.05/2008 tanggal 19 Agustus 2008 tentang Penyelesaian Piutang Negara yang bersumber dari Penerusan Pinjaman Luar Negeri, RDI dan RDA pada PDAM; 18. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.05/2007 tanggal 19 Februari 2007 tentang Penyelesaian Piutang Negara yang Bersumber dari Penerusan Pinjaman dan Perjanjian Pinjaman RDI pada BUMN/PT 19. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 114/PMK.05/2008 tanggal 4 Juli 2012 tentang Penyelesaian Piutang Negara yang bersumber dari Penerusan Pinjaman Luar Negeri, RDI dan RDA pada PDAM 20. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131/PMK.05/2009 tanggal 18 Agustus 2009 sebagaimana telah diubah dengan PMK No.241/PMK.05/ 2011 tanggal 27 Desember 2011 tentang Kredit Usaha PembibitanSapi 21. Peraturan Direktur Jenderal Nomor Nomor Per-31/PB/2007 tentang Petunjuk Teknis Penyelesaian Piutang Negara yang Bersumber dari Naskah Perjanjian Penerusan Pinjaman dan Perjanjian Pinjaman Rekening Dana Investasi pada Badan Usaha Milik Negara/Perseroan Terbatas.
MODUL MANAJEMEN INVESTASI PEMERINTAH
83