TINJAUAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN II 2011
Triwulan II 2011
Halaman ini sengaja dikosongkan
ii
Triwulan II 2011
Kata Pengantar Memasuki triwulan II 2011, perekonomian berbagai daerah diperkirakan tetap tumbuh tinggi. Kawasan Jawa dan Jakarta diperkirakan masih tumbuh di atas 6%, meskipun sedikit melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Sementara, Kawasan Timur Indonesia (KTI) dan Sumatera diindikasikan tumbuh lebih tinggi. Kinerja pertumbuhan ekonomi yang meningkat di KTI dan Sumatera terutama dipengaruhi oleh produksi komoditas sumber daya alam seperti hasil tambang dan perkebunan yang disertai masih tingginya harga komoditas di pasar ekspor. Di sisi lain, tekanan inflasi pada triwulan II 2011 masih terkendali terutama dengan adanya koreksi komoditas volatile foods di awal triwulan. Namun, potensi kenaikan inflasi kembali meningkat di sebagian besar daerah pada akhir triwulan laporan seiring dengan berakhirnya masa panen di berbagai sentra produksi. Prospek perekonomian daerah triwulan mendatang diperkirakan membaik sejalan dengan indikasi bahwa ekonomi nasional akan tumbuh di atas 6%, terutama didorong oleh kinerja perekonomian Jawa dan KTI. Masih kuatnya permintaan domestik dan ekspor diperkirakan menunjang kinerja perekonomian daerah. Harga komoditas internasional mampu meningkatkan kinerja ekspor Sumatera dan KTI, namun di sisi lain memberi tekanan kepada kebutuhan bahan baku impor dan inflasi barang-barang impor, walaupun dampaknya sejauh ini minimal karena pada saat yang bersamaan rupiah masih mencatat apresiasi. Ke depan, tekanan inflasi berpotensi meningkat sesuai dengan pola musimannya terkait dengan faktor perayaan hari keagamaan, masa paceklik beras, dan tahun baru. Menghadapi tekanan inflasi ini, upaya menjaga stabilitas harga di daerah terus dilakukan oleh Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) yang telah terbentuk
di
62
kota
basis
perhitungan
inflasi,
melalui
sinergi
berbagai
program/kebijakan stabilisasi harga pangan. Buku publikasi Tinjauan Ekonomi Regional (TER) yang diterbitkan secara triwulanan merupakan upaya Bank Indonesia untuk lebih mempertajam informasi tentang perekonomian nasional dalam perspektif regional sehingga dapat mendukung formulasi kebijakan moneter Bank Indonesia. Selain itu, TER diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi pemangku kepentingan dan pemerhati perekonomian daerah. Akhir kata, semoga penerbitan TER ini dapat memberi kontribusi nyata bagi pembangunan ekonomi nasional. Jakarta, Juli 2011 DIREKTORAT RISET EKONOMI DAN KEBIJAKAN MONETER
Sugeng Kepala Biro iii
Triwulan II 2011
Daftar Isi
I.
Ringkasan Umum Perkembangan Ekonomi Daerah ............................................. 1
II.
Perekonomian Kawasan Sumatera ......................................................................... 7
III.
Perekonomian Kawasan Jakarta .............................................................................. 19
IV.
Perekonomian Kawasan Jawa ................................................................................. 27
V.
Perekonomian Kawasan Timur Indonesia .............................................................. 39
VI.
Penutup ...................................................................................................................... 53
Informasi lebih lanjut dapat menghubungi : Biro Kebijakan Moneter Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia Menara Sjafruddin Prawiranegara Lt. 18 Kompleks Bank Indonesia Jl MH Thamrin No. 2 Jakarta Ph. 021-381-8161, 8868 Fax. 021-386-4929,345-2489 Email :
[email protected]
iv
Triwulan II 2011
Bab I Ringkasan Umum Perkembangan Ekonomi Daerah 1 Pertumbuhan ekonomi daerah pada triwulan II 2011 diperkirakan masih tetap tinggi Kawasan Timur Indonesia (KTI) dan Sumatera tumbuh meningkat, serta tetap tingginya pertumbuhan ekonomi Jawa dan Jakarta. Kinerja pertumbuhan ekonomi yang meningkat di KTI dan Sumatera terutama dipengaruhi oleh produksi komoditas sumber daya alam seperti hasil tambang dan perkebunan yang disertai masih tingginya harga komoditas di pasar ekspor. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi kawasan Jawa dan Jakarta relatif stabil pada tingkat yang cukup tinggi, meski pada triwulan laporan sedikit mengalami perlambatan terutama bersumber dari sektor industri yang terimbas tekanan global supply chain pasca bencana tsunami Jepang. Di sisi lain, tekanan inflasi pada triwulan II 2011 masih terkendali terutama dengan adanya koreksi harga pada beberapa komoditas bahan pangan strategis pada bulan April 2011. Namun, potensi kenaikan inflasi kembali meningkat di sebagian besar daerah pada akhir triwulan laporan seiring dengan berakhirnya masa panen di berbagai sentra produksi. Tabel I.1 Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah (%,yoy) Pertumbuhan Ekonomi (%,yoy) Kawasan/Wilayah
2010 I* 5,1
II* 5,3
III* 5,6
IV* 6,5
Sumatera Bag. Utara Sumatera Bag. Tengah
5,0 4,5
5,8 5,0
5,7 5,5
Sumatera Bag. Selatan JAKARTA
6,0 6,2
5,3 6,8
JAWA
5,7
Jawa Bag. Barat
5,6
Jawa Bag. Tengah Jawa Bag. Timur
2010*
Inflasi (%,yoy) 2011
2010
2011
5,6
I* 5,8
IIP 6,0
IIIP 6,0
I 3,4
II 6,0
III 5,2
IV 7,8
I 7,5
II 5,5
III 6,0
6,1 6,7
5,7 5,4
6,0 5,5
6,4 5,5
6,5 5,6
4,4 2,8
6,7 5,8
4,7 5,3
7,8 7,8
7,3 7,5
5,0 5,0
5,8 5,7
5,5 6,4
6,4 6,6
5,8 6,5
6,0 6,7
6,1 6,3
5,8 6,3
3,1 3,4
5,4 4,5
5,8 5,4
7,9 6,2
7,7 6,0
6,6 5,4
6,5 5,4
7,0
6,3
5,8
6,2
6,6
6,4
6,8
3,1
4,6
5,6
6,7
6,4
5,1
5,4
7,9
5,9
4,9
6,1
6,8
6,2
6,6
3,0
4,6
5,2
6,5
6,0
4,7
5,3
5,9 5,8
5,9 6,5
5,7 7,1
5,5 7,2
5,7 6,7
5,7 7,0
5,6 7,1
6,3 7,2
3,4 3,0
4,6 4,7
5,6 6,3
7,0 7,1
6,3 7,4
4,9 6,3
5,5 4,4
KTI Balnustra
6,4 9,9
5,9 6,8
6,1 6,0
5,7 1,4
6,0 5,8
5,0 2,6
5,5 3,4
6,3 4,9
4,3 4,6
5,8 7,2
7,5 8,2
7,6 9,0
7,1 8,0
6,9 6,7
5,7 5,1
Kalimantan Sulampua
6,2 5,0
6,4 5,0
4,6 8,2
3,9 9,9
5,3 7,1
3,1 8,9
3,9 8,5
4,8 8,8
5,4 3,3
6,2 4,8
7,7 6,9
8,1 6,4
7,7 6,2
7,5 6,4
6,6 5,2
SUMATERA
Sumber : BPS * Angka Sementara BPS Provinsi P Angka perkiraan Kantor Bank Indonesia.
1
Bank Indonesia membagi asesmen perekonomian daerah dalam 4 (empat) kawasan, yaitu : Sumatera (provinsi NAD, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Bengkulu, Jambi, Lampung, Sumatera Barat, Riau, Bangka Belitung, Kepulauan Riau); Jakarta (provinsi DKI Jakarta); Jawa (provinsi Jawa Barat,Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, DI Yogyakarta); Kawasan Timur Indonesia (provinsi Bali, NTB, dan NTT, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Irian Jaya Barat).
1
Triwulan II 2011 Kinerja perekonomian Jawa dan Jakarta diperkirakan tetap tumbuh hingga di atas 6%, meskipun pada triwulan laporan sedikit mengalami perlambatan dari triwulan sebelumnya. Melambatnya perekonomian Jawa terutama dipengaruhi oleh kinerja sektor industri pengolahan yang mengalami sedikit tekanan karena sebagian industri di kawasan ini merupakan bagian dari rantai produksi global yang selama triwulan II 2011 terpengaruh bencana tsunami di Jepang. Selain itu, permintaan domestik pada triwulan laporan yang relatif melambat turut memengaruhi kinerja sektor industri pengolahan di Jawa secara keseluruhan. Hal ini tergambar dari tingkat produksi kendaraan bermotor yang mengalami penurunan selama triwulan laporan. Meski demikian, pertumbuhan ekonomi yang tetap tinggi di dua kawasan ini ditopang oleh sektor konstruksi seiring dengan kinerja investasi – terutama investasi bangunan – yang diperkirakan meningkat selama triwulan laporan. Selain itu, adanya pergeseran puncak masa panen raya ke awal triwulan laporan disertai hasil produksi yang sedikit lebih baik dari perkiraan awal berpengaruh positif pada kinerja sektor pertanian yang meningkat pada triwulan II 2011. Grafik I.1 Pertumbuhan Penjualan Kendaraan Bermotor dan Penjualan Ritel
Grafik I.2 Angka Ramalan Produksi Gabah 80
10
%,yoy
juta ton
9
70
8
60
7
50
6
40
5
30
4 3
20
2
10
1
-
0 2007
2008
2009
2010 (ATAP) 2011 (ARAM II)
Jawa
Luar Jawa
gProd. (ARAM I,rhs)
gProd. (ARAM II,rhs)
Perekonomian Kawasan Timur Indonesia (KTI) diperkirakan tumbuh 5,5% (yoy), lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya yang sebesar (5,0%). Meningkatnya pertumbuhan kawasan ini terutama didorong oleh perekonomian Kalimantan dan Bali-Nusa Tenggara yang tumbuh meningkat pada triwulan II 2011. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Sulawesi-Maluku-Papua (Sulampua) tetap tumbuh di atas 8%, meski sedikit mengalami perlambatan pada triwulan laporan. Kinerja produksi batu bara dan industri crude palm oil yang membaik seiring kondisi cuaca yang kondusif disertai masih tingginya harga komoditas tersebut di pasar global berpengaruh positif bagi perekonomian Kalimantan secara keseluruhan. Data yang dihimpun
dari
4
(empat)
perusahaan
batu bara
terbesar
di
Kalimantan 2
Triwulan II 2011 mengindikasikan adanya kenaikan produksi batu bara hingga mencapai 10,3% (yoy). Sementara itu, meningkatnya kinerja perekonomian Balnustra dipengaruhi oleh kinerja industri pariwisata pada masa liburan tahun ini yang ditandai oleh jumlah kunjungan wisatawan mancanegara yang meningkat hingga 11,3% (yoy). Kinerja perekonomian Sulampua yang mengalami sedikit perlambatan terutama dipengaruhi oleh produksi tembaga yang cenderung mengalami penurunan. Grafik I.3 Produksi Batu Bara Kalimantan
Konsentrat Tembaga (Juta Pounds) gProduksi Tembaga (%)
40
30%
35
25%
30
20%
25
15%
20
10%
15
Konsentrat Emas (Ribu Ons) gProduksi Emas (%)
900
300.00
800
250.00
700
200.00
600
150.00
500
100.00
400
50.00
300
5%
200
0.00
5
0%
100
-50.00
-
-5%
10
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II*
2009
2010
2011
yoy %
Growth (% yoy)
Produksi
Produksi (Juta Ton)
Grafik I.4 Produksi Tembaga dan Emas Sulampua
0
-100.00 1
2
3
2008
4
1
2
3
2009
4
1
2
3
2010
4
1
2
2011
Sumber: Laporan Keuangan Freeport-McMoran Cooper and Gold
Kawasan Sumatera diperkirakan tumbuh mencapai 6,0% pada triwulan II 2011, dari triwulan sebelumnya yang sebesar 5,8%. Kenaikan pertumbuhan ekonomi didukung oleh kinerja perekonomian di hampir seluruh wilayah di kawasan, kecuali Sumatera Bagian Tengah yang tetap stabil pada kisaran 5,5%. Kinerja sektor pertanian yang meningkat didorong oleh produksi hasil perkebunan dan puncak panen raya tanaman bahan makanan yang berlangsung pada awal triwulan laporan. Selain itu, membaiknya pasokan bahan baku – hasil perkebunan – berdampak positif bagi kinerja sektor industri pengolahan, khususnya industri crude palm oil (CPO) dan crumb rubber. Dari sisi permintaan, kinerja investasi dan ekspor yang meningkat disertai tetap kuatnya konsumsi rumah tangga menjadi kontributor pertumbuhan ekonomi di berbagai daerah selama triwulan laporan. Prospek ekonomi yang membaik berperan dalam mendorong perbaikan kinerja investasi di berbagai daerah terutama berupa investasi bangunan. Kinerja investasi di Jawa dan Jakarta ditunjang oleh realisasi pembangunan infrastruktur pemerintah, serta optimisme pasar properti komersial dan residensial. Sementara itu, kinerja investasi di KTI dan Sumatera didorong oleh pembangunan berbagai sarana infrastruktur penunjang beberapa kegiatan berskala besar, dan adanya perluasan produksi seperti pembangunan pabrik pupuk, pabrik 3
Triwulan II 2011 semen, dan beberapa pabrik industri kimia. Kinerja ekspor didukung oleh meningkatnya ekspor komoditas berbasis SDA – terutama untuk perkebunan – di Sumatera, dan relatif stabilnya ekspor manufaktur di Jawa. Sementara itu, kinerja konsumsi daerah diperkirakan tetap tinggi terutama di Jawa dan Jakarta sebagaimana tercermin dari indeks penjualan eceran. Grafik I.5 Pertumbuhan Konsumsi Semen 50
Grafik I.6 Indeks Penjualan Eceran 70 60 50 40 30 20 10 0 -10 -20 -30
%, yoy
40
30 20 10 0 (10)
Indeks Penjualan Eceran %, yoy
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5
(20) I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II* 2009
2008
2009
Sumatera
Jawa
2010 Jakarta
2011
KTI
Nasional
Grafik I.7 Perkembangan Inflasi Tahunan (yoy) 1,5
2011
Nasional
Jakarta
Bandung
Surabaya
Medan
Semarang
Grafik I.8 Perkembangan Inflasi Bulanan (mtm) 12
Perkembangan Inflasi Bulanan Wilayah
%, mtm
2010
%,yoy
10
1,0 8
0,5 6
0,0
4 2
(0,5) Sumber: BPS (diolah)
(1,0) Bag. Utara Bag. TengahBag. Selatan Sumatera
Bag. Barat Bag. Tengah Bag. Timur Balnustra Kalimantan Sulampua Jakarta
Apr'11
Jawa
Mei'11
KTI
Jun'11
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 2009
NASIONAL
2010
Sumatera
Jakarta
2011
Jawa
KTI
Tekanan inflasi di berbagai daerah relatif mereda terutama didukung oleh terjadinya koreksi harga pada awal triwulan II 2011 walaupun mulai terindikasi meningkat pada akhir triwulan laporan. Masa panen yang berlangsung pada triwulan sebelumnya dan mencapai puncaknya pada awal triwulan laporan berdampak pada berkurangnya tekanan kenaikan harga. Komoditas seperti bawang merah, cabe merah, dan beras tercatat mengalami koreksi harga yang cukup dalam pada April 2011. Namun, pada akhir triwulan tekanan kenaikan inflasi mulai kembali meningkat di hampir seluruh daerah terutama bersumber dari kenaikan harga beras seiring dengan berakhirnya masa panen. Selain itu, terkendalanya distribusi barang akibat faktor cuaca yang melanda beberapa daerah di KTI menyebabkan inflasi di kawasan ini lebih tinggi dibandingkan dengan daerah lainnya. 4
Triwulan II 2011 Hasil pemetaan inflasi di daerah mengindikasikan inflasi kelompok bahan makanan merupakan persoalan penting di seluruh kawasan. Inflasi kelompok bahan makanan dalam tiga tahun terakhir secara rata-rata mendekati angka 12%. Di KTI bahkan mencapai 12,43%, lebih tinggi dari rata-rata nasional. Persoalan tingginya inflasi bahan makanan merupakan agenda utama bagi Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID). Selain kelompok bahan makanan, tantangan lain yang juga dihadapi oleh daerah adalah inflasi sandang untuk kawasan Sumatera, inflasi makanan jadi di Jawa dan Jakarta. KTI menghadapi tantangan yang lebih besar terkait lebih tingginya inflasi di hampir seluruh kelompok pengeluaran dibandingkan rata-rata nasional. Berbagai persoalan terkait inflasi bahan pangan dan kelompok tertentu di berbagai kawasan tersebut merupakan isu penting yang diharapkan menjadi fokus pembahasan dalam TPID. Grafik I.9 Perbandingan Rata-rata Inflasi Kawasan dengan Nasional Berdasarkan Kelompok
SUMATERA
BAHAN MAKANAN
12.00 10.00 8.00 6.00 4.00 2.00 0.00
TRANSPOR,K OMUNIKASI DAN JASA K
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
KESEHATAN
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU
PERUMAHAN ,AIR,LISTRIK, GAS & BB
15.00 TRANSPOR,K OMUNIKASI DAN JASA K
KESEHATAN
TRANSPOR,K OMUNIKASI DAN JASA K
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
KESEHATAN
Nasional
PERUMAHAN ,AIR,LISTRIK, GAS & BB
SANDANG
Nasional
BAHAN MAKANAN
12.00 10.00 8.00 6.00 4.00 2.00 0.00
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU
0.00
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
Sumatera
JAKARTA
10.00
5.00
SANDANG
Nasional
KTI
BAHAN MAKANAN
KTI
JAWA
BAHAN MAKANAN MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU
PERUMAHAN ,AIR,LISTRIK, GAS & BB
SANDANG
Jakarta
12.00 10.00 8.00 6.00 4.00 2.00 0.00
TRANSPOR,K OMUNIKASI DAN JASA K
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
KESEHATAN
Nasional
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU
PERUMAHAN ,AIR,LISTRIK, GAS & BB
SANDANG
Jawa
5
Triwulan II 2011 Pertumbuhan ekonomi di berbagai daerah terindikasi mengalami kenaikan pada triwulan III 2011 terutama didorong oleh kinerja perekonomian Jawa dan KTI. Kembali meningkatnya kinerja sektor industri pengolahan terutama dengan membaiknya produksi industri alat angkut, elektronik, dan TPT disertai permintaan domestik dan ekspor yang tetap kuat diperkirakan dapat mendorong tingkat pertumbuhan Jawa lebih tinggi. Sementara itu, prospek meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi di KTI didukung oleh perkiraan meningkatnya produksi hasil tambang, terutama batu bara, dan hasil perkebunan yang disertai tetap tingginya harga komoditas tersebut di pasar internasional. Di sisi inflasi, secara agregat berbagai daerah mengindikasikan adanya potensi kenaikan terkait faktor musiman – tahun ajaran baru dan perayaan hari raya Idul Fitri. Namun, prospek inflasi daerah ke depan diperkirakan masih akan terkendali jika tidak terjadi shocks baik yang bersumber dari bahan pangan maupun kebijakan harga energi.
6
Triwulan II 2011
Bab II Perekonomian Kawasan Sumatera
A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi tahunan (yoy) Sumatera pada triwulan II 2011 meningkat dibanding triwulan sebelumnya dari 5,8% menjadi 6,0%. Angka pertumbuhan ini juga berada di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi dalam tiga tahun terakhir sebesar 4,7%. Pertumbuhan ekonomi di hampir semua provinsi berada di atas rata-rata tiga tahun terakhir, hanya Kep. Riau yang masih berada di bawah rata-rata 3 tahun terakhir yang disebabkan struktur perekonomian Kep. Riau yang relatif berbeda dibanding provinsi lainnya di Sumatera. Pertumbuhan tahunan tertinggi terjadi di Wilayah Sumbagut sebesar 6,4% (yoy) yang didorong oleh perbaikan infrastruktur terutama jalan dan pembangkit listrik di Sumatera Utara. Di sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2011 ditopang oleh konsumsi dengan share sebesar 63,6%, diikuti oleh investasi dan net-ekspor dengan pangsa masing-masing sebesar 20,1% dan 16,3%. Tabel II.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Kawasan Sumatera (%, yoy) 2009 Wilayah/Kawasan
2010
2011
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
IIP
Sumatera Bag. Utara
1.3
1.5
3.5
3.7
4.7
5.3
5.7
6.3
6.0
6.4
Sumatera Bag. Tengah
4.6
3.1
3.0
3.9
4.5
5.0
5.5
6.7
5.5
5.5
Sumatera Bag. Selatan
2.8
4.7
4.9
5.2
6.0
5.3
5.5
6.4
6.0
6.1
SUMATERA
3.0
3.0
3.7
4.1
5.0
5.2
5.5
6.5
5.8
6.0
Sumber: BPS (diolah) P
Angka perkiraan Bank Indonesia
Konsumsi secara umum diperkirakan mengalami peningkatan 7,0% (yoy). Konsumsi rumah tangga merupakan kontributor pertumbuhan ekonomi dengan pangsa 53,0% dan pertumbuhan tahunan 5,5% (yoy). Kinerja konsumsi rumah tangga didorong tingginya harga komoditas unggulan sehingga meningkatkan daya beli masyarakat. Namun demikian, pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang tinggi ternyata dapat memberikan tekanan pada inflasi inti.
7
Triwulan II 2011 Konsumsi pemerintah diperkirakan masih terbatas dan cenderung moderat seiring dengan siklusnya. Dengan pangsa sekitar 10,0%, konsumsi pemerintah diperkirakan tumbuh sebesar 6,7% (yoy). Tabel II.2 Pertumbuhan Ekonomi Menurut Penggunaan di Kawasan Sumatera (%, yoy) Komponen Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Nirlaba Konsumsi Pemerintah PMTB Ekspor Impor PDRB Konsumsi (sisi kanan) Investasi Net Ekspor (Impor)
2009
2010
I 7.7 42.1 12.5 9.2 (5.2) 9.9 3.0
II 8.1 24.4 13.2 12.2 (7.6) 1.7 3.0
III 8.0 18.8 11.4 11.6 (5.5) 2.8 3.7
IV 7.1 11.1 10.4 11.9 (1.3) 2.0 4.1
8.7 21.3 (26.7)
9.0 13.6 (21.9)
8.6 12.5 (19.1)
7.7 3.4 (7.9)
I II 7.0 7.0 (14.1) (1.8) 5.6 5.1 10.5 7.5 2.7 6.1 4.1 8.7 5.0 5.2 6.6 4.3 (0.3)
6.6 3.6 1.0
III 6.5 22.3 7.6 8.4 8.8 11.5 5.5
IV 6.9 28.2 9.7 9.0 10.8 13.1 6.5
6.8 3.5 3.1
7.5 3.7 5.5
2011 I II* 6.6 5.5 4.7 4.7 6.5 6.7 9.0 8.2 8.1 7.3 8.8 7.5 5.8 6.0 6.5 3.2 6.7
5.7 6.6 6.9
Sumber: BPS (diolah) * Angka perkiraan Bank Indonesia
Kinerja investasi diperkirakan tumbuh sebesar 6,6%. Hal ini sejalan dengan perbaikan iklim invetasi Indonesia dimana tiga lembaga rating internasional utama (Moody’s, S&P, dan Fitch) telah meningkatkan rating Indonesia menjadi satu tingkat dibawah investment grade. Beberapa indikator terkait investasi bangunan seperti konsumsi semen menunjukkan adanya kenaikan yang cukup tinggi sekitar 4,39% (qtq). Selain itu, penyaluran kredit investasi juga menunjukkan peningkatan. Net-ekspor meningkat 6,9% (yoy). Kinerja ekspor maupun impor tumbuh tinggi masing-masing sebesar 7,3% (yoy) dan 7,5%(yoy). Komoditas penyumbang ekspor terbesar adalah karet dan CPO masing-masing sebesar 22,4% dan 27,1%. Kondisi tersebut terkait dengan tingginya harga kedua komoditas tersebut di pasar internasional. Adapun negara tujuan terbesar adalah ASEAN dengan pangsa 29% diikuti oleh Eropa, Amerika Serikat, dan Cina masing-masing sebesar 17%, 10%, dan 9,5%. Sementara itu tingginya impor sejalan dengan menguatnya investasi dan momentum apresiasi Rupiah untuk memperoleh bahan baku. Komoditas terbanyak yang diimpor adalah mesin listrik yaitu sebesar 47,2% yang diikuti oleh besi dan baja sebanyak 12,8%. Sementara itu, negara asal impor terbesar adalah ASEAN dengan pangsa 45,4% diikuti Cina dan Eropa masing-masing sebesar 14,0% dan 12,4%.
8
Triwulan II 2011 Grafik II.1 Pendaftaran Kendaraan Baru
Grafik II.2 Konsumsi Semen
Grafik II.3 Likert Scale Liaison Sumatera
Grafik II.4 Survei Kegiatan Dunia Usaha
Tabel II.3 Pertumbuhan Ekonomi Menurut Sektoral di Kawasan Sumatera (%, yoy) 2009 Sektor Ekonomi
2010
2011
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II*
Pertanian
2.7
3.4
4.3
4.0
4.4
3.1
4.0
5.0
3.8
4.7
Pertambangan dan Penggalian
-1.4 -5.4 -3.1 -1.8 -0.1 1.2
2.1
3.1
2.0
1.9
Industri Pengolahan
1.6
2.8
2.4
3.6
5.2
4.8
4.3
5.7
5.5
6.1
Listrik, Gas, dan Air Bersih
4.8
7.2
6.0
5.1
6.3
5.8
8.4 10.2 9.1
8.5
Bangunan
5.8
6.2
7.6
7.6
6.7
7.6
8.4
8.8
9.1
8.7
Perdagangan, Hotel, dan Restoran
4.2
5.7
5.8
5.5
6.2
6.9
7.0
8.0
7.4
7.8
Pengangkutan dan Komunikasi
7.5
8.6
8.0
7.3
8.1
9.0 10.7 10.9 9.4
8.9
Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 6.4
5.7
7.0 12.1 12.6 13.7 10.7 10.6 9.6
9.5
Jasa-jasa
6.9
7.0
6.6
5.7
5.6
6.6
7.3
7.9
7.9
6.5
3.0
3.0
3.7
4.1
5.0
5.2
5.5
6.5
5.8
6.0
SUMATERA Sumber: BPS (diolah) *
Angka perkiraan Bank Indonesia
Dari sisi sektoral, sektor pertanian masih merupakan sektor dengan pangsa terbesar yakni 21,9% diikuti dengan sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan yang memiliki pangsa masing-masing sebesar 18,6% dan 16,4%.
9
Triwulan II 2011 Sektor pertanian tumbuh 4,7% (yoy) yang didukung oleh membaiknya iklim sehingga meningkatkan hasil produksi dan tingginya harga jual komoditas perkebunan seperti karet dan sawit di pasar internasional. Grafik II.5 Harga CPO Dunia
Grafik II.6 Harga Karet Dunia
Sektor industri pengolahan juga berkinerja relatif baik dengan pertumbuhan sebesar 6,1% (yoy) yang dipicu oleh membaiknya pasokan bahan baku dari sektor pertanian. Mayoritas sektor industri pengolahan di Sumatera merupakan industri pengolahan komoditas perkebunan yaitu crumb rubber dan CPO. Kinerja yang baik pada sektor primer turut mendukung membaiknya kinerja sektor perdagangan yang merupakan sektor tersier. Sektor perdagangan meningkat 7,8% (yoy) yang sebabkan membaiknya permintaan komoditas unggulan Sumatera secara umum dan pada gilirannya mendorong pendapatan masyarakat. B. Inflasi Inflasi tahunan (yoy) pada triwulan II 2011 menurun dibanding triwulan sebelumnya dari 7,47% menjadi 5,48%. Kondisi tersebut berada di bawah rata-rata inflasi tahunan dalam tiga tahun terakhir yang sebesar 6,86% dan juga lebih rendah dibandingkan inflasi nasional yang sebesar 5,54%. Kelompok volatile foods mengalami penurunan yang dalam dari 14,60% (yoy) menjadi 6,19% (yoy). Hal ini didukung pasokan bahan makanan yang terjaga karena cuaca yang kondusif, masa panen, dan iklim yang membaik. Di sisi lain, inflasi inti meningkat secara gradual dari triwulan I 2010 sampai triwulan II 2011. Hal ini terkait dengan ekspektasi inflasi dan output gap yang besar. Ke depan perlu dilakukan penguatan infrastruktur sehingga output potensial dapat ditingkatkan. Berdasarkan wilayah, inflasi yang tertinggi terjadi di Wilayah Sumatera Bagian Selatan sebesar 6,60% (yoy). Sementara berdasarkan provinsi, inflasi yang tinggi 10
Triwulan II 2011 terjadi di Kep. Bangka Belitung dan Lampung masing-masing sebesar 10,00% (yoy) dan 8,42% (yoy). Secara umum hal ini karena kendala transportasi darat maupun laut yang digunakan untuk pendistribusian barang. Adanya antrian pada pelabuhan penyeberangan Merak - Bakaheuni, pendangkalan pelabuhan di Kep. Babel, dan rusaknya kapal laut yang melayani perairan Babel merupakan hambatan pengangkutan laut. Sementara pengangkutan darat di Lampung terkendala kondisi jalan yang kurang baik. Adapun penyebab spesifik tingginya inflasi Kota Pangkalpinang adalah harga timah yang naik tajam mencapai kisaran 40% (yoy). Hal tersebut berdampak pada meningkatnya pendapatan masyarakat sekaligus menjadi tekanan inflasi. Grafik II.7 Perkembangan Inflasi Sumatera
Grafik II.8 Komparasi Inflasi Kota Sumatera
Grafik II.9
Grafik II.10
Likert Scale Biaya ProduksiSBT
Harga Jual dan Inflasi
11
Triwulan II 2011 C. Asesmen Perbankan Kegiatan fungsi intermediasi perbankan di kawasan Sumatera berjalan baik dengan risiko kredit yang rendah. Penyaluran kredit di Sumatera tumbuh 24,86% (yoy) dengan pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Provinsi Kepulauan Riau dan Jambi dengan pertumbuhan masing-masing sebesar 45,78% (yoy) dan 34,30% (yoy). Penyaluran kredit untuk kegiatan produktif yang tercermin dari penyaluran kredit modal kerja mencatat pertumbuhan tertinggi yaitu 27,15% (yoy) dan mendominasi penyaluran kredit dengan pangsa 42,00%. Sementara itu kredit investasi dan konsumsi juga tumbuh cukup tinggi yaitu sebesar 20,39% dan 24,91% dengan pangsa terhadap kredit keseluruhan masing-masing sebesar 20,89% dan 37,10%. Dari sisi kualitas kredit yang disalurkan, rasio kredit bermasalah di kawasan Sumatera masih tetap terjaga rendah yaitu sebesar 2,72%. Sama halnya dengan penyaluran kredit, Dana Pihak Ketiga (DPK) juga tumbuh cukup tinggi yaitu 15,52% (yoy). Komponen yang mengalami pertumbuhan tertinggi adalah tabungan yaitu 23,21% (yoy) diikuti oleh deposito 14,92% (yoy). Pertumbuhan penghimpunan DPK tertinggi terjadi di Provinsi Sumatera Selatan dan Jambi yang tumbuh
masing-masing
sebesar
22,32%
(yoy)
dan 22,07%
(yoy).
Dengan
pertumbuhan penyaluran kredit dan penghimpunan DPK tersebut Loan to Deposit Ratio (LDR) sedikit meningkat dibanding triwulan sebelumnya dari 95,33% menjadi 96,23%. Grafik II.11
Grafik II.12
Perkembangan Dana Pihak Ketiga
Perkembangan Kredit
12
Triwulan II 2011 D. Prospek Perekonomian Pada triwulan III 2011, pertumbuhan ekonomi Sumatera diproyeksikan akan tumbuh relatif stabil yaitu pada kisaran 5,3 – 6,3%. Dari sisi permintaan terdapat beberapa momentum yang dapat meningkatkan konsumsi yaitu libur sekolah, bulan puasa, dan perayaan Idul Fitri. Investasi diperkirakan juga masih tetap tumbuh didorong pembangunan investasi fisik infrastruktur di Sumatera Utara, Riau, dan Sumatera Selatan yang masih berlanjut terkait penyelenggaran PON dan SEA Games. Penerimaan ekspor diperkirakan masih tinggi dengan komoditas utama tetap bertumpu pada CPO dan karet. Selain itu dari sisi sektoral momentum perayaan Idul Fitri mendorong sektor perdagangan, hotel, dan restoran, serta transportasi. Tabel II.4 Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Daerah 2011 (%, yoy) Provinsi/Wilayah SUMATERA NAD Sumut SUMBAGUT Sumbar Riau Kepri Jambi SUMBAGTENG Sumsel Lampung Bengkulu Babel SUMBAGSEL
2010* 5.5 2.6 6.3 5.5 5.9 4.2 7.2 7.3 5.4 5.4 5.8 8.4 5.8 5.8
1* 5.8 5.6 6.1 6.0 7.9 4.0 5.3 8.7 5.6 5.9 6.4 5.2 5.8 6.0
2011 2* 6.0 5.6 6.6 6.4 7.7 4.3 5.2 8.2 5.5 5.7 6.7 6.5 5.5 6.1
3** 6.0 5.6 6.8 6.5 6.6 4.5 6.7 7.5 5.6 6.2 5.4 5.0 5.8 5.8
2011** 5.8 5.6 6.5 6.3 6.5 4.3 6.2 7.8 5.5 5.9 5.9 5.0 5.6 5.8
* Angka sementara BPS Provinsi ** Angka perkiraan Kantor Bank Indonesia
Inflasi kawasan Sumatera pada triwulan III diproyeksikan berada pada kisaran 5,46-6,46% (yoy), sementara inflasi tahun 2011 diperkirakan berada pada kisaran 5,85%±1. Hal ini dipengaruhi oleh potensi peningkatan tekanan pada kelompok volatile foods akibat rentannya peningkatan harga pada kelompok bahan makanan seiring perayaan Idul Fitri. Sementara itu, berakhirnya periode panen raya, struktur pasar yang tidak efisien, serta pengaruh kenaikan harga internasional menjadi faktor penting sisi supply. Inflasi inti diperkirakan tetap merangkak naik dipengaruhi oleh peningkatan faktor ekspektasi inflasi masyarakat dan output gap yang masih belum optimal. Meskipun demikian, kondisi tersebut mungkin sedikit tertahan oleh kecenderungan penguatan nilai tukar rupiah. Di sisi lain, tekanan dari kelompok administerd prices relatif stabil selama pemerintah tidak melakukan pembatasan BBM bersubsidi. 13
Triwulan II 2011 Tabel II.5 Perkiraan Inflasi 2011 (%,yoy) Provinsi/Wilayah NAD Sumatera Utara Sumbagut Sumatera Barat Riau Kepulauan Riau Jambi Sumbagteng Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Bangka Belitung Sumbagsel Sumatera
2010 IV 5.86 8.00 7.79 7.84 7.38 7.16 10.52 7.85 6.02 9.08 9.95 9.36 7.86 7.83
2011 I 6.12 7.38 7.26 8.30 7.90 6.39 7.99 7.50 5.13 7.84 10.99 9.95 7.67 7.47
Mei 5.78 5.90 5.89 6.36 6.50 6.00 6.80 6.34 5.42 7.26 9.64 9.79 7.29 6.49
Proyeksi 2011 II 5.40 4.96 5.00 4.82 5.58 4.87 4.45 5.00 5.10 5.85 8.42 10.00 6.60 5.48
III 6.71 5.70 5.79 6.80 6.00 4.88 5.20 5.70 4.87 5.75 8.40 9.78 6.46 5.96
IV 4.60 6.50 6.32 6.05 6.30 4.60 5.70 5.59 4.50 6.25 8.14 9.72 6.25 6.03
E. Isu Strategis 1. Dampak Penguatan Nilai Tukar Terhadap Kinerja Ekspor Sumatera Dampak apresiasi Rupiah terhadap ekspor Sumatera dilihat dari volume ekspor Sumatera pada tahun 2011 (sampai dengan April) diindikasikan belum berdampak terlihat dari masih tumbuhnya volume ekspor Januari-April 2011 mencapai 27,82% (yoy). Wilayah yang mengalami pertumbuhan terbesar adalah Sumatera bagian Tengah sebesar 36,94% (yoy) diikuti dengan Sumatera bagian Selatan sebesar 15,08% (yoy). Grafik II.13 Perkembangan Volume dan Nilai Tukar Rupiah terhadap US$
Grafik II.14 Dampak Apresiasi Berdasarkan Survei
Namun berdasarkan hasil survey yang dilakukan pada eksportir di Sumatera dari sisi finansial mayoritas menjawab apresiasi Rupiah telah berdampak negatif dimana 39% responden sedikit mengalami dampak negatif dan 37% responden 14
Triwulan II 2011 mengalami dampak negatif yang cukup parah. Dampak ini dirasakan eksportir karena adanya selisih nilai tukar antara hasil penjualan dengan biaya yang dikeluarkan dimana lebih dari 90% biaya merupakan biaya domestik. Hanya 54% responden yang melakukan impor dengan pangsa impor terhadap total biaya yang relatif kecil yaitu kurang 10%. Di sisi lain, pangsa ekspor terhadap penjualan mayoritas responden adalah lebih dari 90%. Dampak apresiasi Rupiah yang dirasakan kedua sektor unggulan Sumatera bebeda-beda dimana pada sektor industri pengolahan perkebunan sebanyak 52% responden menyatakan merasakan pengaruh negatif cukup parah dan sebanyak 48% responden hanya merasakan pengaruh negatif sedikit parah. Sementara itu pada sektor pertambangan dan penggalian seluruh responden mengatakan dampak apresiasi Rupiah sedikit berpengaruh negatif pada ekspor.Dampak yang dirasakan eksportir beragam, sebanyak 53,4% responden mengalami penurunan keuntungan, 22,7% responden perputaran uangnya terganggu, dan sebanyak 7,9% mengalami penurunan kemampuan membayar pinjaman. Diantara responden yang menjawab mengalami penurunan keuntungan, sebanyak 52,8% nya menjawab keuntungan yang turun sebesar 10%. Dalam menghadapi dampak negatif apresiasi Rupiah sebanyak 88% dari responden yang terkena efek telah melakukan upaya untuk meminimalisir dampak yang dirasakan. Mayoritas responden sebanyak 28% menjaga harga tetap berada pada level yang kompetitif, sebanyak 22% melakukan efisiensi biaya diantaranya dengan melakukan pengalihan bahan bakar dari solar ke gas alam, menghemat penggunaan energi, dan melakukan penghentian sementara sebagian pekerja tidak tetap. Selain itu upaya lain yang dilakukan sebanyak 19% responden adalah melakukan negosiasi ulang, 12% responden melakukan hedging, sebanyak 4% dan 1% responden melakukan peningkatan kualitas dan menahan penjualan.
15
Triwulan II 2011 Grafik II.15 Dampak Akibat Apresiasi Rupiah
Grafik II.16 Respon dalam Menghadapi Apresiasi Rupiah
Kisaran nilai tukar yang realistis berdasarkan 51,69% responden berada pada kisaran Rp8.000-Rp9.000, sementara 38,20% responden menyatakan pada kisaran Rp9.000-Rp10.000 dan sisanya sebanyak 10,11% responden menyatakan pada kisaran Rp7.000-Rp8.000. 2. Potensi Risiko Tekanan Inflasi di Triwulan III dan Akhir 2011 a. Potensi Inflasi dari Pangan Potensi inflasi Kawasan Sumatera dari produksi pangan khususnya beras relatif kecil, hal ini didukung oleh produksi beras Sumatera yang melebihi konsumsinya. Meskipun secara keseluruhan Kawasan Sumatera mengalami surplus, namun terdapat provinsi yang mengalami defisit yaitu Riau, Kep. Riau, dan Kep. Bangka Belitung dimana defisit tersebut dapat dipenuhi oleh produksi provinsi lainnya yang mengalami surplus. Berdasarkan Angka Ramalan I (ARAM I) Badan Pusat Statistik, diperkirakan pada tahun 2011 surplus beras Sumatera sebesar 8,37 juta ton dimana pada
periode
Mei-Agustus
dan
September-Desember
Kawasan
Sumatera
diperkirakan akan mengalami surplus masing-masing sebesar 2,17 juta ton dan 1,68 juta ton. Produksi beras pada ARAM I 2011 diperkirakan mencapai target didukung oleh membaiknya kondisi cuaca. Pada kuartal I produksi beras Kawasan Sumatera telah terealisasi sebesar 99,44% dari target, dimana provinsi dengan persentase realisasi terbesar adalah Sumatera Selatan yaitu 116,73% dari target. Permasalahan pangan pada Kawasan Sumatera berasal dari struktur pasar dan infrastruktur bukan berasal dari produksi. Permasalahan yang dihadapi adalah pasar berbentuk oligopoli, infrastruktur yang tidak memadai, dan belum adanya cadangan pangan daerah.
16
Triwulan II 2011 Tabel II.6 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Kawasan Jawa Jan-April Mei-Agus Realisasi Surplus/ Provinsi Produksi Defisit (Juta (Persentase Ton) Rencana) Sumut 90.08% 0.40 Sumsel 116.73% 0.63 Lampung 107.38% 0.50 Sumbar 68.94% 0.55 Aceh 107.57% 0.12 Jambi 70.80% 0.07 Bengkulu 107.60% 0.09 Riau 87.90% -0.07 Kep.Riau 31.76% -0.08 Kep.Babel 94.06% -0.04 Sumatera 99.44% 2.17 Indonesia 106.18% 12.06 Sumber : BPS dan Deptan (diolah)
Sep- Des Surplus/ Defisit (Juta Ton)
2011 Produksi (Juta Ton)
0.49 0.47 0.10 0.48 0.30 0.05 0.08 -0.16 -0.08 -0.05 1.68 2.75
3.54 3.44 2.82 2.27 1.57 0.66 0.51 0.57 0.00 0.03 15.41 67.31
Surplus/ Defisit (Juta Ton) 1.74 2.40 1.76 1.59 0.95 0.23 0.27 -0.20 -0.23 -0.14 8.37 34.29
b. Potensi Inflasi dari Penyesuaian Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Bersubsidi Komisi VII DPR dan Kementerian ESDM baru-baru ini menyetujui penambahan jatah kuota BBM bersubsidi dari 38,6 juta kiloliter menjadi 40,49 juta kiloliter. Namun masih terbuka peluang untuk melakukan pembatasan penggunaan BBM bersubsidi, yang dampaknya serupa dengan harga yang dinaikkan secara langsung. Tabel II.7 Stress Test Kenaikan Harga BBM Bersubsidi Jenis BBM Bensin
Solar
Kenaikan Harga Rp 500 Rp 1000 Rp 1500 Rp 500 Rp 1000 Rp 1500
Sumatera 0.41% 0.82% 1.23% 0.02% 0.03% 0.05%
Sumbagut 0.41% 0.81% 1.22% 0.01% 0.02% 0.02%
Sumbagteng 0.44% 0.89% 1.33% 0.02% 0.04% 0.06%
Sumbagsel 0.36% 0.73% 1.09% 0.02% 0.03% 0.05%
Berdasarkan stress test, dampak langsung kenaikan harga BBM bersubsidi sebesar Rp500 di Sumatera akan menyebabkan inflasi naik 0,41%, sementara itu dampak turunannya diperkirakan berkisar antara 0,2%-0,3%. Efek total yang akan terjadi adalah peningkatan inflasi sebanyak 0,6% - 0,7%. Dengan adanya pencabutan subsidi BBM bersubsidi inflasi Sumatera diperkirakan akan menembus jauh batas atas target nasional, sementara itu tanpa adanya pencabutan subsidi BBM inflasi Sumatera tahun 2011 diperkirakan berada pada kisaran ±6,03% (yoy). Pembatasan BBM bersubsidi ini akan berdampak lebih parah jika diikuti dengan penimbunan BBM. Kelangkaan BBM saat ini sudah terjadi di Lampung, Bangka Belitung, dan Sumatera Barat. 3. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia Dalam rangka mewujudkan visi sebagai negara maju dan sejahtera pada tahun 2025, Indonesia bertekad mempercepat transformasi ekonomi. Untuk itu disusun Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 17
Triwulan II 2011 yang dibagi menjadi enam koridor ekonomi yaitu Koridor Ekonomi Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali-Nusa Tenggara, serta Papua-Kepulauan Maluku. Tema Koridor Ekonomi Sumatera adalah “Produksi dan Pengolahan Hasil Bumi dan Lumbung Energi Nasional”, dengan komoditas yang akan dikembangkan berfokus pada karet, CPO, dan batubara. Selain itu secara geostrategis, Sumatera diharapkan dapat menjadi gerbang ekonomi nasional ke Pasar Eropa, Afrika, Asia Selatan, Asia Timur, serta Australia. MP3EI diharapkan dapat memacu pertumbuhan ekonomi serta diharapkan dapat memperlancar transportasi dan distribusi sehingga pada akhirnya dapat tercapai pengendalian inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Dalam mendukung koridor ekonomi Sumatera terdapat beberapa proyek infrastruktur besar di Sumatera yaitu : a.
Pembangunan jalan tol yang diharapkan dapat memperlancar distribusi barang, yaitu jalan tol : Medan – Kualanamu – Tebing Tinggi senilai Rp11.506 miliar Pekanbaru – Kandis – Dumai senilai Rp8.446 miliar
b.
Pembangunan pembangkit listrik yang diharapkan dapat memacu sektor industri, yaitu pembangunan : Transmisi listrik Jambi senilai Rp1.792 miliar PLTU mulut tambang di Sumatera Selatan senilai Rp7.800 miliar PLTP Hululais di Bengkulu senilai Rp1.760 miliar
c.
Faspel laut cerocok painan di Sumatera Barat senilai Rp118 miliar yang diharapkan dapat memperlancar sandar kapal atau pelayaran.
d.
Jembatan Selat Sunda di yang menghubungkan Lampung dan Banten senilai Rp150.000 miliar yang diharapkan dapat memperlancar distribusi barang.
Tantangan yang harus dihadapi dalam melaksanakan MP3EI koridor Sumatera adalah tidak sinkronnya kebijakan Pemerintah Pusat dan Daerah, serta penurunan investasi pada beberapa tahun terakhir yang menyebabkan pertumbuhan tidak optimal.
Dalam
rangka
mensukseskan
MP3EI
koridor
Sumatera
perlunya
memfokuskan peran pemerintah yaitu dengan peningkatan sinergi Pemerintah Pusat dan Daerah seperti dalam hal fasilitasi pembebasan lahan yang menjadi masalah pada banyak proyek MP3EI. Selain itu peran Bank Indonesia juga perlu ditingkatkan diantaranya melalui penajaman fungsi Investor Relation Unit (IRU) hingga level daerah. 18
Triwulan II 2011
Bab III Perekonomian Kawasan Jakarta A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Kawasan Jakarta pada triwulan II 2011 diperkirakan tumbuh sedikit melambat di kisaran 6,2% - 6,6% (yoy) dibandingkan periode sebelumnya (6,7%). Di sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi triwulan ini diperkirakan tidak setinggi triwulan I 2011 dipicu oleh tertahannya ekspor. Sementara konsumsi dan investasi tetap tumbuh stabil seiring masih baiknya daya beli masyarakat dan pembangunan proyek pembangunan infrastruktur. Dari sisi penawaran, beberapa sektor ekonomi utama di Kawasan Jakarta diperkirakan menunjukkan perlambatan, seperti sektor Industri Pengolahan, PHR dan Keuangan. Tabel III.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Kawasan Jakarta 2010 Wilayah/Kawasan
2009
JAKARTA
5,0
2011
I
II
III
IV
6,2
6,8
6,4
6,6
2010 6,5
P
I
II
6,7
6,2 - 6,6
III
P
6,4 - 6,8
2011P 6,2 - 6,6
Sumber: BPS (diolah) P
Angka perkiraan Bank Indonesia
Konsumsi rumah tangga diperkirakan tumbuh stabil seiring daya beli masyarakat yang tetap baik. Indikator daya beli yang berasal dari survei dan pembiayaan konsumsi masih tumbuh tinggi antara lain dipengaruhi oleh adanya momen hari libur anak sekolah dan beberapa even besar seperti Jakarta Fair pada triwulan II 2011. Survei Penjualan Eceran (SPE) menunjukkan peningkatan pertumbuhan penjualan riil untuk barang tahan lama, seperti elektronik, alat tulis, dan pakaian. Hasil Survei Konsumen juga menyatakan bahwa masyarakat menganggap saat ini merupakan waktu yang tepat untuk berkonsumsi, tercermin dari indeks ketepatan pembelian barang tahan lama. Hasil Festival Jakarta Great Sale (JGS) 2011 yang diikuti oleh 68 pusat perbelanjaan yang tersebar di lima wilayah kota di DKI Jakarta meningkat 20,83% (yoy) dibandingkan tahun 2010 (20%). Dalam hal pembiayaan, penyaluran kredit konsumsi masih mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan. Konsumsi pemerintah diperkirakan tumbuh meningkat dibanding periode triwulan sebelumnya. Pemerintah Daerah berkomitmen untuk merealisasikan penyerapan APBD secara tepat waktu lebih merata (tidak terkonsentrasi di akhir 19
Triwulan II 2011 tahun), dengan melakukan pengawasan penyerapan anggaran yang ketat kepada seluruh satuan kerja perangkat daerah (SKPD) Pemprov DKI Jakarta. Realisasi penyerapan APBD kawasan Jakarta pada triwulan II 2011 (Mei 2011) tersalurkan lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya, mencapai 21,5%. Pencapaian tersebut lebih besar dari penyerapan anggaran pada periode yang sama pada 2010 yang hanya mencapai 17,8%. Kinerja
investasi
diperkirakan
tumbuh
terbatas
dibandingkan
triwulan
sebelumnya. Beberapa indikator investasi menunjukkan pertumbuhan yang cenderung moderat. Data konsumsi semen triwulan II 2011 (hingga Mei 2011) mengindikasikan pertumbuhan yang lebih rendah, yaitu sebesar 22,9% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 26,9%. Demikian pula untuk indikator impor kaca turun 11,1% (yoy). Grafik III.1 Survey Konsumen Kawasan Jakarta 140,0
Indeks Konsumsi Durable Goods
Indeks Keyakinan Konsumen
Indeks Kondisi Ekon Saat Ini
Indeks Ekspektasi Konsumen
120,0
100,0
80,0
60,0
40,0
20,0
0,0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
1
2
2010
3
4
5
6*
2011
Ekspor produk manufaktur Jakarta diperkirakan melambat. Pertumbuhan ekspor yang melambat terutama berasal dari produk otomotif dan pakaian jadi. Produk manufaktur tersebut mengalami penurunan ekspor terpengaruh oleh akibat berkurangnya pasokan bahan baku impor dan permintaan dari Amerika dan Asia yang sedikit turun. Pengiriman dengan tujuan Amerika dan Asia hampir mencapai 80% dari total ekspor Jakarta. Demikian pula dengan impor mengindikasikan perlambatan terutama berupa bahan baku setengah jadi.
20
Triwulan II 2011 Tabel III.2 Pertumbuhan Ekonomi Secara Sektoral Kawasan Jawa (%, yoy) 2010 Wilayah/Kawasan
2011 2010
2011P
I
IIP
1.7
2.4
0.6 - 1.0
10.6
1.5
18.3 (1.0) - (0.6) (1.0) - (0.6)
2.7
4.0
3.6
4.8
2.8 - 3.2
3.7 - 4.1
5.8
6.1
5.5
5.6
4.1
4.1 - 4.5
5.4 - 5.8
6.9
7.4
7.4
6.6
7.1
6.7
7.5 - 7.9
7.4 - 7.8
Perdagangan, Hotel, dan Restoran
6.9
8.0
6.7
7.6
7.3
6.9
6.5 - 6.9
6.5 - 6.9
Pengangkutan dan Komunikasi
15.1
14.7
15.0
14.2
14.8
14.1
Keuangan, Real Estate, dan Jasa Perusahaan
4.0
4.1
4.5
4.3
4.2
4.9
3.9 - 4.3
4.4 - 4.8
Jasa-jasa
6.8
6.7
6.5
6.4
6.6
6.4
6.2 - 6.6
6.0 - 6.4
6.2
6.8
6.4
6.6
6.5
6.7
6.2 - 6.6
6.2 - 6.6
I
II
III
IV
Pertanian
0.9
1.6
0.9
3.3
Pertambangan dan Penggalian
-8.0
1.5
1.8
Industri
3.0
4.8
Listrik, Gas, dan Air Bersih
5.1
Konstruksi
JAKARTA
1.0 - 1.4
15.0 - 15.4 14.3 - 14.7
Sumber: BPS (diolah) P
Angka perkiraan Bank Indonesia
Kinerja industri pengolahan di kawasan Jakarta diperkirakan mengalami perlambatan, terutama dari industri alat angkutan sebagai imbas terhambatnya pasokan komponen otomotif, khususnya yang berasal dari Jepang. Selama triwulan II 2011, pasokan komponen otomotif yang berasal dari impor Jepang mengalami penurunan. Di sisi lain, melambatnya pertumbuhan industri alat angkutan diindikasikan juga oleh pertumbuhan ekspor mesin dan kendaraan yang berada dalam tren pertumbuhan yang melambat sejak awal triwulan II 2011. Terhambatnya pasokan komponen berimbas pada meningkatnya harga mobil baru pada pertengahan semester II 2011 sebesar 2% - 7% sebagai akibat kondisi pasokan mobil yang belum normal. Total penjualan mobil baru dari dealer ke konsumen pada akhir triwulan II 2011 tercatat mengalami penurunan sebesar 6,2%. Kinerja Sektor PHR di kawasan Jakarta pada triwulan II 2011 diperkirakan cenderung stabil seiring dengan masih tumbuhnya konsumsi rumah tangga pada periode laporan. Berdasarkan data BPS, tingkat okupansi hotel berbintang hingga Mei 2011 berada di atas 55% dengan rata-rata lama tinggal selama 2 hari. Beberapa even besar yang digelar sepanjang triwulan II 2011, seperti KTT ASEAN, berbagai konser musik mancanegara, dan Jakarta Fair yang juga bertepatan dengan pekan libur sekolah di akhir triwulan diperkirakan menjadi faktor pendorong pertumbuhan sektor PHR di Kawasan Jakarta. Sementara itu, jumlah kedatangan penumpang, baik angkutan udara maupun laut hingga triwulan II 2011 (Mei 2011) masih menunjukkan peningkatan.
21
Triwulan II 2011 Kinerja sektor keuangan juga diperkirakan tumbuh sedikit melambat pada triwulan laporan dengan tingkat sewa yang cenderung mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Tingkat sewa diperkirakan mengalami penurunan Berdasarkan hasil survey lembaga riset properti (Procon Savils), calon penyewa (tenant) diindikasikan cenderung lebih selektif dalam hal memilih tempat lokasi usaha –mal– terutama lokasi yang (berpotensi) memiliki tingkat kunjungan yang tinggi. Hasil liason terhadap perusahaan di sektor terkait mengkonfirmasi bahwa peningkatan permintaan umumnya didorong oleh ekpansi yang dilakukan oleh tenant lama. Sementara itu, transaksi saham hingga Mei 2011 cenderung tumbuh moderat baik dari segi pertumbuhan nilai, volume maupun frekuensi saham yang diperdagangkan. Sementara Initial Public Offering (IPO) secara akumulatif triwulan II 2011 hingga Juni 2011 yang sama mencapai Rp 10,95 triliun dari 10 emiten obligasi, dan 3 emiten saham senilai Rp 7,58 triliun. B. Inflasi Tingkat inflasi di Kawasan Jakarta pada triwulan II 2011 sebesar 5,36% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 5,95%. Selama bulan April – Juni 2011, pergerakan harga barang dan jasa di kawasan Jakarta relatif menurun dibandingkan triwulan sebelumnya, tercermin dari inflasi bulanan April 2011 sebesar 0,07% (mtm), Mei sebesar 0,15% dan Juni sebesar 0,43%. Pada akhir triwulan, tekanan kenaikan inflasi kembali menguat seiring kenaikan harga beberapa komoditas bahan makanan. Perlambatan inflasi yang terjadi selama triwulan II 2011 terutama berasal dari penurunan harga komoditas bahan makanan akibat kecukupan pasokan pangan seiring dengan periode panen raya di sejumlah sentra pangan di kawasan Jawa. Meskipun faktor pendorong inflasi di kawasan Jakarta pada triwulan II 2011 relatif minim, masih terdapat risiko dari kenaikan harga bahan pangan (khususnya beras) dan penerapan kebijakan terkait BBM oleh Pemerintah Pusat. Inflasi administered price mengalami penurunan sejalan dengan minimalnya kebijakan pemerintah pada triwulan laporan. Dari sisi faktor fundamental, tingkat inflasi inti (core inflation) menunjukkan tren peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 4,56% menjadi 5,20% (yoy)2. Dorongan tersebut terutama berasal dari kenaikan ekspektasi inflasi di masyarakat serta tekanan imported inflation seiring dengan peningkatan harga komoditas internasional, namun tekanannya relatif tertahan oleh pergerakan nilai tukar rupiah yang cenderung menguat. 2
Menggunakan metode exclusion data sub kelompok.
22
Triwulan II 2011 Grafik III.2 Perkembangan Inflasi Kawasan Jakarta 9,00
Grafik III.3 Disgregasi Inflasi Kawasan Jakarta 27 24 21 18 15 12 9 6 3 0 -3 -6
%, yoy
8,00 7,00 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00
%, yoy
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6
0,00 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2008 2009
2010
2011
Inflasi IHK
2009 Core
2010 Volatile Foods
2011 Adm Price
C. Asesmen Perbankan Kegiatan fungsi intermediasi perbankan di kawasan Jakarta berjalan dengan baik, dengan tingkat risiko kredit yang masih terjaga rendah. Pertumbuhan kredit hingga triwulan I 2011 mencapai 24,0% (yoy) meningkat dibandingkan periode sebelumnya yang mencapai 21,7%. Penyaluran kredit untuk kegiatan produktif yang tercermin dari penyaluran kredit modal kerja mencatat pertumbuhan yang cukup tinggi (28,4%yoy), mengalami peningkatan dibandingkan periode sebelumnya yang sebesar 27,6%, dan mendominasi penyaluran kredit dengan baki debet sebesar Rp437,96 triliun. Sementara itu kredit investasi mencatat pertumbuhan yang cukup signifikan sebesar 27,3% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan IV 2010 yang hanya tumbuh sebesar 13,8%, dengan baki debet sebesar Rp236,44 triliun. Sementara, kredit konsumsi relatif tumbuh lebih rendah, sebesar 12,0% dengan baki debet sebesar Rp199,89 triliun, turun dibandingkan periode sebelumnya yang mencapai pertumbuhan 18,2%. Sementara itu, terjadi perlambatan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) karena adanya kecenderungan masyarakat beralih ke instrumen di luar perbankan terkait faktor return yang lebih menarik. Sampai dengan triwulan I 2011 DPK tumbuh mencapai 18,71% (yoy) atau mencapai Rp1.180,06 triliun. Dari sisi kualitas kredit yang disalurkan, rasio kredit bermasalah di kawasan Jakarta sedikit mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya menjadi sebesar 2,8%, namun masih berada dalam batas aman.
23
Triwulan II 2011 Grafik III.4 Perkembangan Dana Pihak Ketiga Perbankan 1.400
Rp Triliun
DPK
Pertumbuhan DPK (rhs)
%, yoy
25,00
Grafik III.5 Perkembangan Kredit Perbankan 1000
Rp Triliun
Posisi
900
1.200
20,00
1.000
%, yoy
Pertumbuhan (rhs)
25,00
800 700
800
15,00
600
10,00
20,00
600
500
15,00
400 10,00
300
400 5,00
200
30,00
200
5,00
100
0
0,00 1
2
3
4
1
2009
2
3
4
2010
1
0
0,00 1
2011
2
3
4
2009
1
2
3
4
2010
1 2011
D. Prospek Perekonomian Pada triwulan III 2011, pertumbuhan ekonomi Jakarta diproyeksikan akan kembali tumbuh lebih tinggi dan berada di kisaran 6,4 – 6,8%. Dari sisi permintaan, adanya optimisme
permintaan
ekspor
maupun
domestik
yang
diimbangi
dengan
peningkatan pertumbuhan pada sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR) dan sektor industri pengolahan pada sisi penawaran. Di sisi lain, pertumbuhan PHR diperkirakan sedikit melambat, yang diindikasikan dengan beberapa trade center yang masih kosong, mendorong Pemprov akan mengevaluasi perizinan pusat perbelanjaan yang luasnya lebih dari 5.000 meter hingga 2012, dengan mengeluarkan moratorium. Kegiatan perekonomian yang diperkirakan meningkat pada tahun 2011 berpotensi akan mendorong laju pergerakan harga, sehingga proyeksi inflasi kawasan Jakarta pada Triwulan III 2011 diperkirakan berada di kisaran 5,4-5,8% (yoy). Ke depan, terdapat beberapa risiko yang berpotensi menekan kenaikan inflasi yang tetap perlu diwaspadai. Harga komoditas pangan dunia yang masih berada pada level tinggi, kebijakan administered prices terkait BBM bersubsidi yang akan diambil pemerintah, dan peningkatan ekspektasi inflasi seiring masuknya hari besar keagamaan. Selain itu, mulai masuknya musim kering diperkirakan berpengaruh terhadap produksi beras dan hortikultura. Pola historis memperlihatkan bahwa pasokan beras ke pasar induk Cipinang pada musim panen gadu (Mei-September) dan pasokan sayur ke pasar induk Kramat Jati pada musim kering (Juni-November), cenderung lebih rendah, sehingga dapat mendorong kenaikan volatile food.
24
Triwulan II 2011 E. Isue Strategis 1. Dampak Penguatan Nilai Tukar terhadap Kinerja Ekspor Daerah Porsi ekspor Jakarta sebagian besar berupa industri barang setengah jadi. Komoditas ekspor terbesar antara lain mesin dan mekanik; besi dan baja; peralatan listrik; kaca dan peralatan dari kaca; pakaian jadi; dan minyak nabati. Tujuan ekspor terbesar rata-rata ke Asia (71%); Afrika (12%); Amerika (8%); dan Eropa (6%). Grafik III.6 Ekspor Berdasar Jenis Komoditi
Jakarta
Grafik III.7 Ekspor Berdasar Tujuan
Jakarta
Barang Modal 6%
Porsi Tujuan Ekspor Jakarta EUROPE
Others 17%
Manufa ctured Goods 25%
Barang Konsumsi 33%
AUSTRALIA
AFRICA AMERICA
Chemica l 17% Food and Live Animals 24%
Machine ry & Transpo rt Eqp 17%
Bahan Baku 61%
ASIA
Pertumbuhan ekspor Jakarta relatif tidak sensitif terhadap apresiasi rupiah. Sebagian besar komoditas ekspor Jakarta memiliki import content bahan baku hampir 70%, sehingga apresiasi rupiah justru menguntungkan perusahaan dimana biaya produksi menjadi lebih murah. Hasil kajian Liaison3 menyatakan bahwa industri yang berorientasi ekspor hampir seluruh transaksi menggunakan valas bahkan untuk pasar domestik, sehingga dampak dari fluktuasi nilai tukar tidak terlalu mempengaruhi kinerja usaha. Kontak liaison juga telah melakukan antisipasi fluktuasi nilai tukar dengan kontrak jangka panjang dan hedging. Grafik III.7 Ekspor Berdasar Tujuan
Jakarta 100
Growth Ekspor
80 y = -0.5758x + 10.481 R² = 0.0397
60 40 20 0 -30
-20
-10
-20
0
10
20
30 Apresiasi
-40 -60
3
Desember 2009
25
Triwulan II 2011 2. Pembatasan Jam Operasional Truk Melalui Tol Dalam Kota Pada triwulan II 2011, Pemprov Jakarta memberlakukan pembatasan jam operasional truk ke tol dalam kota yang diklaim telah menekan kemacetan Jakarta. Ruas tol jalur tol dalam kota Cawang- Tomang – Pluit pada 05.00 WIB s.d. 22.00 WIB tidak boleh dilalui angkutan berat dengan tonase 5 ton ke atas. Berdasarkan indikator Pemprov Jakarta, terdapat lima indikator keberhasilan penerapan ketentuan tersebut antara lain, kecepatan di tol dalam kota meningkat hingga 34,53 km/jam; jumlah penumpang busway meningkat; polusi kendaraan berkurang; pengunaan bahan bakar berkurang; dan produktivitas kerja per individu meningkat. Pada rapat tim pengendalian inflasi daerah (TPID) Jakarta menyatakan dalam jangka pendek ketentuan tersebut memiliki dampak yang positif dalam menekan harga di Jakarta. Di wilayah Jakarta yang kecepatan kendaraannya meningkat, secara signifikan harga barang eceran menjadi lebih rendah. Peningkatan kecepatan kendaraan berkaitan dengan kelancaran distribusi yang mampu menurunkan level harga eceran rata-rata di wilayah Jakarta Barat, Jakarta Selatan, Jakarta Timur, dan Jakarta Pusat, sementara di Jakarta Utara relatif tidak signifikan karena kecepatan kendaraan di wilayah tersebut justru melambat. Selain itu, pasokan di pasar induk beras dan sayur tetap tinggi dan tidak mengalami perbedaan dibandingkankan sebelum penerapan ketentuan. Namun demikian, keterbatasan data yang tersedia belum dapat menangkap dampak jangka panjang dari ketentuan tersebut. Setelah penerapan ketentuan pembatasan jam operasional truk, inflasi Jakarta dan kota sekitarnya (Tangerang) pada Juni 2011 memang relatif tidak terpengaruh signifikan. Namun, dalam jangka panjang, perlu diperhatikan pula teknis penerapan ketentuan tersebut terhadap efisiensi distribusi di daerah sekitar Jakarta dan implikasi lainnya seperti biaya logistik.
26
Triwulan II 2011
Bab IV Perekonomian Kawasan Jawa A. Pertumbuhan Ekonomi Perekonomian kawasan Jawa pada triwulan II 2011 diperkirakan tetap tumbuh tinggi sebesar 6,4%(yoy), meskipun melambat jika dibandingkan periode sebelumnya yang tumbuh 6,6% (yoy). Perlambatan terjadi di Jawa Bagian Barat (Jabar dan Banten) dan Jawa Bagian Tengah (Jateng dan DI. Yogyakarta), sementara Jawa Timur diperkirakan masih mampu tumbuh lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya. Di sisi permintaan, perlambatan perekonomian di kawasan Jawa terutama disebabkan oleh penurunan kinerja konsumsi rumah tangga. Dari sisi penawaran, sektor ekonomi utama di kawasan Jawa diperkirakan menunjukkan perlambatan. Pertumbuhan sektor PHR dan industri pengolahan cenderung melambat seiring dengan perlambatan konsumsi masyarakat serta minimnya momen khusus keagamaan dan hari libur nasional. Meskipun demikian, investasi diperkirakan terus mengalami peningkatan, seiring semakin membaiknya prospek perekonomian
global
maupun
domestik,
yang
mendorong
pelaku
usaha
merealisasikan investasinya. Tabel IV.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Kawasan Jawa Wilayah/Kawasan
2009
2010
I
II
III
Jawa Bag. Barat
4,0
3,6
4,5
Jawa Bag. Tengah
4,4
4,8
Jawa Bag. Timur
4,3
JAWA
4,2
IV
2011
I
II
III
5,0
5,6
7,9
5,9
5,9
5,7
5,9
5,9
5,0
5,3
5,4
5,8
4,4
5,1
5,3
5,7
IV
IIIP
I
II
4,9
6,8
6,2
6,6
5,7
5,5
5,7
5,6
6,3
6,5
7,1
7,2
7,0
7,1
7,2
7,0
6,3
5,8
6,6
6,4
6,7
Sumber: BPS (diolah) P
Angka perkiraan Bank Indonesia
Konsumsi rumah tangga diperkirakan tumbuh sebesar 7,0% (yoy), sedikit melambat dibanding pertumbuhan pada triwulan I 2011 sebesar 7,4%. Secara umum konsumsi rumah tangga masih tumbuh positif dan cukup baik, serta menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi Kawasan Jawa dari sisi penggunaan. Survei Penjualan Eceran (SPE) menunjukkan adanya penurunan indeks omzet riil. Selain itu, impor barang konsumsi juga menunjukkan perlambatan. Perlambatan yang terjadi di triwulan ini diduga karena masyarakat menunda konsumsinya untuk menghadapi 27
Triwulan II 2011 masa liburan sekolah, tahun ajaran baru, sekaligus bulan puasa dan lebaran pada triwulan III 2011. Hasil Survei konsumen di kota Bandung, kota Semarang, kota Serang dan kota Surabaya menunjukkan bahwa keyakinan konsumen masih berada di atas level optimis yang artinya tingkat konsumsi masih cukup tinggi, namun penurunan indeks menunjukkan adanya pengurangan konsumsi yang dilakukan masyarakat. Konsumsi pemerintah diperkirakan masih terbatas seiring dengan siklus penyerapan APBD pada awal tahun yang lebih terkonsentrasi pada belanja pegawai. Pertumbuhan penyerapan APBD pada triwulan II 2011 mengalami perlambatan dimana hanya tumbuh sebesar 14,4% (yoy) sedangkan pada triwulan sebelumnya dapat tumbuh 15,4%. Pada triwulan ini realisasi belanja pemerintah dipastikan meningkat besarannya dibandingkan triwulan sebelumnya, akan tetapi karena adanya percepatan pengesahan APBD maka realisasi belanja sudah banyak dilakukan pada triwulan I 2011. Kinerja investasi diperkirakan tumbuh meningkat terindikasi dari beberapa indikator, terutama investasi bangunan. Realisasi investasi dari swasta diperkirakan menjadi pendorong peningkatan pertumbuhan invesatsi pada triwulan ini. Sejumlah indikator dini seperti penjualan semen dan perkembangan impor barang modal mengindikasikan tingginya laju investasi di kawasan Jawa. Grafik IV.1 Indeks Keyakinan Konsumen Jabar
Grafik IV.2 Indeks Keyakinan Konsumen Jatim 140
140
Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE)
Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja
Indeks Penghasilan Saat Ini
Ketepatan Waktu Pembelian Barang Tahan Lama
120 120
100 100
80 80
60
60
40
40
20 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 2009
2010
2011
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE)
Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK)
Garis 100
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2008
2007
2008
2009
2010
2011
28
Triwulan II 2011 Grafik IV.3 Indeks Keyakinan Konsumen Jateng
Grafik IV.4 Impor Barang Konsumsi Ribu Ton 450,00
400% 350%
400,00 350,00
300,00
Volume Impor
300%
Pertumbuhan (RHS)
250% 200%
250,00
150%
200,00
100%
150,00
50%
100,00
0%
50,00
-50%
0,00
-100% 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 2009
Grafik IV.5 Konsumsi Semen
2010
2011
Grafik IV.6 Impor Barang Modal
2.000.000
Ribu Ton
40,00
300,00
1.800.000
500%
30,00
1.600.000
400%
250,00
1.400.000
20,00
1.200.000
10,00
Series1
200%
150,00
800.000
-
600.000
(10,00)
100,00
(20,00)
50,00
(30,00)
0,00
100%
Konsumsi
200.000
Pertumbuhan (RHS)
-
2010
0% -100% -200% 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 2009
300%
200,00
1.000.000
400.000
Series2
2009
2011
2010
2011
Kegiatan perdagangan luar negeri di kawasan Jawa diperkirakan turut melambat. Pertumbuhan ekspor diperkirakan masih tetap tinggi seiring dengan peningkatan permintaan luar negeri, namun peningkatan ekspor berpotensi sedikit tertahan yang dipengaruhi oleh perkiraan penurunan permintaan pasar luar negeri. Sementara itu, impor relatif stabil, yang didorong oleh masih cukup besarnya impor barang modal dan bahan baku. Tabel IV.2 Pertumbuhan Ekonomi Secara Sektoral Kawasan Jawa (%, yoy) Sektor
2009
2010
2011 I
II
IIIP
1,8
0,0
3,5
-0,2
4,6
-0,1
3,1
4,9
3,5
2,9
5,7
5,4
6,4
2,3
6,3 10,6 12,8 11,6 10,8
6,5
3,3
5,8
2,6
7,7
6,8
6,8
4,5
5,3 10,0
9,8
7,4
9,3
9,1 10,5 15,2
Perdagangan, Hotel dan Restoran
5,1
5,9
8,2
8,6 11,1 10,8
9,5
8,7
8,1
Pengangkutan dan Komunikasi
7,0
9,3 11,6 11,9
9,6
9,9 10,9 13,6 18,4 12,1 11,3
Keuangan, Real Estate & Jasa Perusahaan
6,5
6,5
5,6
7,6
8,6
6,6
6,3
8,5
9,8
8,6
8,1
Jasa-jasa
3,8 4,2
3,9 4,4
3,0 5,1
4,1 5,3
3,9 5,7
6,2 7,0
6,5 6,3
8,5 5,8
9,3 6,6
6,9 6,4
5,9 6,7
I
II
Pertanian
7,4
6,8
6,5
1,7
-2,9
4,1
5,6
Pertambangan dan Penggalian
3,6
5,6
8,7 11,2
8,6
7,8
Industri Pengolahan
1,4
1,1
1,5
5,2
Listrik, Gas dan Air Bersih Konstruksi
JAWA
III
IV
2,7
I
II
III
IV
-4,6 -23,6
7,9 11,0
Sumber: BPS (diolah) P
Angka perkiraan Bank Indonesia
29
Triwulan II 2011 Kinerja sektor pertanian diperkirakan tumbuh meningkat karena adanya pergeseran masa panen. Tibanya puncak panen raya di akhir triwulan I 2011 menyebabkan tingginya panen di awal triwulan II 2011. Secara umum berdasarkan informasi dari Dinas Pertanian di beberapa provinsi di kawasan Jawa, pada tahun 2011 terjadi peningkatan area lahan pertanian, yang berasal dari pemanfaatan area hutan sebagai lahan tanam produk palawija. Kinerja industri pengolahan di kawasan Jawa diperkirakan tumbuh sebesar 5,42% (yoy), sedikit melambat bila dibandingkan angka pertumbuhan pada triwulan I 2011 sebesar 5,73%. Namun secara umum sektor ini masih tumbuh positif dengan laju yang cukup baik dan memberikan kontribusi cukup besar pada angka pertumbuhan PDRB pada triwulan ini. Berdasarkan wilayah, industri pengolahan di Wilayah
Jawa
Bagian
Timur
(Jabagtim)
masih
menunjukkan
peningkatan
pertumbuhan dari 5,61% menjadi 5,63%. Sementara itu, di Wilayah Jawa Bagian Barat (Jabagbar) dan Jawa Bagian Tengah (Jabagteng) menunjukkan perlambatan pertumbuhan. Salah satu indikator yang menunjukkan adanya perlambatan pada sektor ini ditunjukkan dengan penurunan produksi mobil di bulan April dan Mei 2011. Pada triwulan I 2011, produksi mobil mencapai 69 ribu unit/bulan sedangkan pada bulan April dan Mei 2011 hanya sebesar 54 ribu unit/bulan. Ekspor kawasan Jawa juga diperkirakan mengalami perlambatan pada triwulan II 2011. Sampai dengan bulan April 2011, pertumbuhan nilai ekspor kawasan Jawa hanya sebesar 17%, lebih lambat dibandingkan dengan rata-rata pada triwulan I 2011 yang dapat tumbuh 22%. Ekspor industri utama di kawasan Jawa juga menunjukkan pertumbuhan yang melambat, yaitu sub sektor industri TPT, sub industri pupuk dan sub industri alat angkut. Sementara itu untuk sub sektor industri logam dan kayu menunjukkan peningkatan pertumbuhan pada triwulan II 2011. Hal ini menunjukkan pengaruh global supply chain, terkait dengan bencana yang terjadi di Jepang, sudah mulai dirasakan. Kinerja Sektor PHR di kawasan Jawa pada triwulan I 2011 diperkirakan cenderung melambat, seiring dengan perlambatan konsumsi rumah tangga pada periode laporan. Secara umum volume perdagangan di kawasan Jawa masih tinggi dan cenderung meningkat bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, namun peningkatan tersebut sedikit tertahan oleh perlambatan keyakinan konsumen pada triwulan ini. Diperkirakan bahwa konsumen sengaja menunda konsumsinya pada triwulan ini untuk menghadapi masa liburan sekolah, tahun ajaran baru, sekaligus 30
Triwulan II 2011 bulan puasa dan lebaran yang berlangsung di triwulan III 2011. Indikasi perlambatan PHR tercermin dari tidak banyaknya peningkatan pada indeks omzet riil, perlambatan penjualan mobil, serta perlambatan
impor barang konsumsi.
Berdasarkan wilayah provinsi, perlambatan kinerja sektor PHR secara umum terjadi hampir diseluruh provinsi di kawasan Jawa, kecuali wilayah Jawa Timur yang justru menunjukkan peningkatan. B. Inflasi Inflasi kawasan Jawa melambat dari 6,48% (yoy) pada triwulan I 2011 menjadi 5,16% (yoy). Faktor penyebab perlambatan terutama adalah meningkatnya pasokan bahan pangan (volatile foods), yakni cabe dan beras, serta membaiknya ekspektasi inflasi masyarakat. Cuaca yang relatif baik dan minimalnya serangan hama diperkirakan turut mendorong peningkatan produksi beras dan cabe di kawasan Jawa. Sementara itu, menurut Survei Konsumen di Kawasan Jawa, ekspektasi inflasi masyarakat lebih baik dibandingkan periode sebelumnya yang diduga disebabkan oleh apresiasi nilai tukar rupiah, tidak adanya kebijakan pemerintah terkait dengan penyesuaian harga barang/jasa strategis dan ketersediaan barang yang lebih baik Meskipun faktor pendorong inflasi di kawasan Jawa pada triwulan II 2011 relatif minim, kenaikan harga properti perlu mendapatkan perhatian. Berdasarkan hasil Survei Harga Properti Residensial di Kawasan Jawa, harga properti menunjukkan pertumbuhan harga yang meningkat, yakni pada kisaran 2% - 4%. Hal ini juga dikonfirmasi dengan perkembangan inflasi inti untuk biaya tempat tinggal (sewa/kontrak rumah) yang meningkat sejak tahun 2010. Berdasarkan hasil wawancara dengan pelaku properti, faktor utama penyebab tingginya kenaikan harga properti adalah meningkatnya permintaan masyarakat. Selain itu, terdapat faktor lain yang menyebabkan kenaikan harga seperti biaya konstruksi (pasir, batu bata, dll), dan biaya perijinan. Dari sisi pembiayaan, perbankan mendukung peningkatan permintaan dengan meningkatkan ekspansi kredit ke sektor properti. Ke depan, pelaku properti memprediksi permintaan properti masih akan tumbuh tinggi meski sedikit tertahan oleh kenaikan suku bunga kredit.
31
Triwulan II 2011 Grafik IV.7 Perkembangan Inflasi Kawasan Jawa 8,00
Grafik IV.8 Komparasi Inflasi Kota di Kawasan Jawa
%, yoy
7,00
6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 Jabagtim
1,00
Jabagbar
Jabagteng
0,00
5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 2009
2010
2011
Surabaya Yogyakarta Sumenep Probolinggo Malang Jakarta Madiun Bogor Depok Tangerang Semarang Jember Bekasi Tegal Cirebon Purwokerto Sukabumi Kediri Tasikmalaya Bandung Serang Cilegon Surakarta
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
C. Asesmen Perbankan Kegiatan fungsi intermediasi perbankan di kawasan Jawa berjalan dengan baik, dengan risiko kredit yang rendah. Perkembangan indikator intermediasi perbankan di Kawasan dari periode triwulan II 2011 mengalami peningkatan. Hal ini terutama disebabkan oleh peningkatan pertumbuhan kredit dari 22,3% (yoy) menjadi 21,9%, sementara DPK tumbuh melambat dari 18,4% menjadi 18,2% atau menjadi Rp239,6 triliun. Dengan demikian rasio Loan-to-Deposit Ratio mengalami peningkatan menjadi 78,17%. Sementara itu, risiko kredit mengalami peningkatan dibandingkan dengan posisi triwulan sebelumnya. Persentase jumlah kredit bermasalah (Non Performing Loan) menjadi 3,3%. Pada akhir bulan Mei 2011 terutama yang disebabkan oleh naiknya NPL pada jenis penggunaan Modal Kerja. Berdasarkan bank pelapor, peningkatan NPL tertinggi berasal dari Jawa Timur sementara daerah lain relatif stabil dibandingkan periode lalu. Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian adalah meningkatnya ekses likuiditas dan masih tingginya Net Interest Margin (NIM). Ekses likuiditas perbankan berkantor pusat di Kawasan Jawa meningkat dibandingkan periode sebelumnya, yakni menjadi sebesar Rp25,3 triliun, khususnya yang ditempatkan di Bank Indonesia (term-deposit). Sementara itu, undisbursed loans masih cukup besar, yakni Rp31,5 triliun atau 6% dari plafon kredit. Hal ini menunjukkan bahwa perbankan masih memiliki potensi untuk meningkatkan penyaluran kreditnya. Dengan demikian, penyaluran kredit perbankan pada tahun 2011 diperkirakan akan meningkat bahkan melebihi target kredit yang sebesar 21%. Sementara itu, NIM perbankan di Kawasan Jawa lebih besar dibandingkan dengan nasional, yakni 10% sementara secara nasional adalah 6%. Tingginya NIM perbankan Kawasan Jawa 32
Triwulan II 2011 terutama disumbangkan oleh tingginya suku bunga di Bank Pembangunan Daerah (BPD), seperti BPD Jatim, bjb, bpd Yogyakarta, dan BPD Jateng yang secara rata-rata tertimbang memiliki suku bunga sekitar 10%. Grafik IV.9 Pertumbuhan Kredit dan DPK 30
Grafik IV.10 Perkembangan NPL per Daerah
%, yoy
% 78.17
77.57 22.3
25
21.8
20
79
77
15
76
10 5
75
0
74
-5
Nasional
4.0
Jabar
Jatim
Jateng
Banten
DIY
78
3.5 3.0
73
-10
72
-15 -20
18.4
18.2
-25
70 I
II
III
IV
I
II
2009
Giro Modal Kerja DPK
III 2010
Tabungan Investasi Kredit
IV
I
Mei
2.5
71
2.0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
1
2
3
4
5
2011
Deposito Konsumsi LDR (right axis)
2010
2011
D. Prospek Perekonomian Perekonomian kawasan Jawa pada triwulan III 2011 diperkirakan akan tumbuh sebesar 6,7% (yoy), jauh meningkat dibandingkan pertumbuhan triwulan III 2011. Secara umum pertumbuhan pada triwulan III 2011 masih akan didorong oleh sektor industri pengolahan dan sektor PHR. Sementara itu, dari sisi permintaan sumbangan pertumbuhan berasal dari konsumsi rumah tangga seiring dengan berlangsungnya musim liburan sekolah, pergantian tahun ajaran baru, bulan puasa dan perayaan lebaran. Sementara itu, laju inflasi triwulan III 2011 diperkirakan meningkat, dengan faktor penyebab antara lain pembatasan impor sapi, dan kenaikan harga properti, daging ayam ras, dan memburuknya ekspektasi masyarakat terhadap harga. Secara keseluruhan tahun, laju inflasi kawasan Jawa tahun 2011 diperkirakan berada pada kisaran sasaran inflasi nasional, yakni 4% - 5% atau lebih rendah dari tahun 2010. Angka proyeksi ini tentunya dengan catatan tidak ada kenaikan harga BBM bsersubsidi. E. Isu Strategis Dampak apresiasi nilai tukar rupiah terhadap ekspor di kawasan Jawa masih relatif kecil. Data ekspor menunjukkan bahwa dampak apresiasi nilai tukar minimal. Sepanjang periode apresiasi nilai tukar, volume ekspor kawasan Jawa relatif tidak berubah. Hal ini disebabkan nilai tukar secara regional mengalami apresiasi atau USD melemah dan kinerja ekspor Jawa saat ini lebih dipengaruhi oleh faktor permintaan yang sedang meningkat sejalan dengan pemulihan perekonomian global. 33
Triwulan II 2011 Berdasarkan hasil survei yang dilakukan, didapatkan bahwa responden yang menjawab memburuk memiliki porsi biaya perusahaan dalam mata uang rupiah yang tinggi sementara orientasi penjualan adalah ekspor, sementara yang menjawab tetap adalah responden yang telah mengantisipasi dengan hedging dan menggunakan bahan baku impor. Di sisi lain, responden yang menjawab meningkat adalah responden dengan pangsa biaya impor & hutang dalam USD tinggi. Berdasarkan persepsi responden atas batas aman nilai tukar maka sebagian besar responden menganggap kisaran aman nilai tukar rupiah adalah Rp8.500-9.000/USD. Sementara itu industri logam dasar & baja yang terkonsentrasi di Banten masih dapat menerima nilai tukar hingga kisaran Rp7.500-8.000/USD mengingat bahan baku yang digunakan adalah impor. Selain nilai tukar rupiah terdapat faktor-faktor lain yang berdampak terhadap daya saing perusahaan seperti kondisi pesaing, ekonomi biaya tinggi, harga bahan baku dan kualitas produk. Patut disoroti pula bahwa poin mengenai pembiayaan perbankan, yakni tingginya suku bunga masih menjadi 6 besar faktor yang menurut eksportir signifikan mempengaruhi kinerjanya. Grafik IV.11 Volume Ekspor terhadap Kurs Rupiah
Indeks
TPT Pupuk & kimia Alat angkut dan peralatan
Grafik IV.12 Persepsi Eksportir terkait Dampak Apresiasi Nilai Tukar Rupiah terhadap Kinerja Keuangannya
Rp/USD
Kayu & hasil hutan Logam dasar & baja Kurs
Indeks
TPT Pupuk & kimia Alat angkut dan peralatan
Rp/USD
Kayu & hasil hutan Logam dasar & baja Kurs
13000
200
12500
180
12000
160
140
11500
140
11500
120
11000
120
11000
100
10500
100
10500
80
10000
80
10000
60
9500
60
9500
40
9000
40
9000
20
8500
20
8500
0
8000
0
200 180 160
2009
2010
12500 12000
8000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 2008
13000
2008
2011
Grafik IV.13 Batas Aman Nilai Tukar Rupiah menurut Eksportir
2009
2010
2011
Grafik IV.14 Faktor Lain yang Mempengaruhi Ekspor Rendahnya kualitas/skill tenaga kerja Masalah perijinan usaha
< 7500 - 8000
>8000 - 8500
>8500 - 9000
>9000 - 9500
> 9500 - 10000
Keterbatasan teknologi Ketidakstabilan politik dan keamanan
Mesin dan Peralatan
9%
55%
27%
9%
Sarana transportasi kurang memadai Peraturan kurang mendukung
Tekstil dan Produknya
9%3%
67%
18% 3%
Pasokan energi yang kurang optimal Keterbatasan pembiayaan/tingginya bunga
Kayu, Pulp Karet dan Produknya 4%9%
57%
Kualitas produk
30%
Kondisi ekonomi negara tujuan ekspor
Bahan Kimia
Logam dan Produknya
15% 8% 42%
62% 5%
15%
47%
5%
Harga bahan baku internasional Ekonomi biaya tinggi Kondisi pesaing
0
100
200
300
400
500
34
Triwulan II 2011 Potensi tekanan inflasi non fundamental masih tetap tinggi terkait dengan rencana kebijakan pembatasan subsidi BBM, ketersediaan pasokan perishable food4, dan adanya potensi kenaikan harga daging ayam ras dan daging sapi. Potensi tekanan yang pertama adalah terkait rencana pembatasan subsidi BBM. Pertamina menginformasikan bahwa Pemerintah menjamin ketersediaan BBM bersubsidi sehingga kuota BBM bersubsidi tidak berlaku lagi mengingat hingga triwulan bulan Mei 2011, pasokan yang diberikan telah melebihi kuota yang ditetapkan. Namun demikian, berdasarkan wawancara dengan pelaku usaha dan Pertamina bahwa ketidakpastian
keputusan
pemerintah
terhadap
pembatasan
subsidi
BBM
menyebabkan pengoplosan BBM, pergeseran konsumsi (RT & Industri) ke BBM bersubsidi akibatnya ketersediaan BBM pengusaha
SPBU
enggan
nonsubsidi di daerah kurang memadai,
menyediakan
fasilitas
BBM
nonsubsidi
(tangki
penyimpanan). Grafik IV.15 Konsumsi BBM Bersubsidi di Kawasan Jawa % 97.4
97.22
97.16
97.2
97 96.8
96.65
96.6
96.53
96.4 96.2
96
Jan-11
Feb-11
Mar-11
Apr-11
Potensi tekanan selanjutnya adalah dari ketersediaan pasokan perishable food. Dari sisi eksternal sejak awal tahun 2011, harga komoditas pangan di pasar internasional relatif stabil meski pada level yang tinggi. Jika dibandingkan dengan komoditas lainnya, harga gula pasir di pasar internasional telah menurun. Berdasarkan data FAO, produksi pangan global khususnya serelia diperkirakan meningkat. Mengingat tingginya keterkaitan harga serelia dengan harga pangan lainnya dimana harga serelia berpotensi turun di tahun 2012 sehingga harga pangan secara keseluruhan akan berada pada tren menurun. Sementara itu dari sisi domestik, pasokan bahan pangan menjelang Lebaran diperkirakan mencukupi sementara stok Bulog Divre Jawa Barat masih aman hingga 3 bulan ke depan. Dalam pengadaannya, Bulog telah menaikkan harga pembelian untuk memenuhi kebutuhan penyaluran raskin yang telah ditetapkan pemerintah. Pedagang di pasar induk menyebutkan bahwa saat ini 4
Jenis pangan yang mudah rusak/tidak tahan lama
35
Triwulan II 2011 harga pangan cenderung turun karena bahan pangan impor relatif mudah untuk diperoleh sehingga pasokan perishable food relatif lancar. Namun demikian, kenaikan harga pangan dikhawatirkan terjadi pasca Idul Fitri karena petani tidak tepat mengantisipasi kondisi cuaca serta kekurangan modal setelah tahun ajaran baru & lebaran. Grafik IV.16 Harga Komoditas Pangan di Pasar Internasional Indeks Harga 400 350 300
Indeks Harga
Beras CPO Karet
Jagung Kedelai Sugar (RHS)
25000
Kopi Terigu
Grafik IV.17 Produksi & Konsumsi Serelia Global Juta Ton 2400 Produksi
20000
Konsumsi
2300
2200
250
15000
2100
200 10000
150
100 5000
2000 1900
50 0
0
1800
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121 2 3 4 5 6 2007
2008
2009
2010
2011
Tekanan inflasi yang bersumber dari harga daging ayam ras dan daging sapi juga berpotensi meningkat. Kawasan Jawa mengalami defisit produksi daging sapi sehingga harus mendatangkan sapi pedaging dari Jawa Timur dan Nusa Tenggara Barat. Penurunan kuota impor daging sapi dan pembatasan impor sapi bakalan dapat mengganggu pemenuhan konsumsi daging sapi di kawasan Jawa. Namun demikian, Dinas Peternakan menyebutkan bahwa stok daging sapi masih mencukupi hingga triwulan III 2011. Hal ini dapat menyebabkan pergeseran konsumsi dari daging sapi ke daging ayam ras sehingga meningkatkan permintaan masyarakat daging ayam ras. Selain itu, harga pakan daging ayam ras yakni jagung di pasar internasional meningkat sehingga menyebabkan harga daging ayam ras naik khususnya pada akhir bulan Juni 2011.
36
Triwulan II 2011 Tabel IV.3 Produksi Ternak Nasional POPULASI (EKOR) / POPULATION (HEADS) JENIS TERNAK / SPECIES
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
SAPI POTONG / BEEF CATTLE SAPI PERAH / DAIRY CATTLE KERBAU / BULL KUDA / HORSE KAMBING / GOAT DOMBA / SHEEP BABI / PIG AYAM BURAS / NATIVE CHICKEN AYAM RAS PEDAGING / BROILER* AYAM RAS PETELUR / LAYER ITIK / DUCK
JAWA JAWA BARAT / TENGAH / JAWA TIMUR / NASIONAL / WEST JAVA CENTRAL EAST JAVA NATIONAL JAVA 325.281 124.797 143.890 17.554 1.825.748 6.328.643 8.227 29.022.875 512.626.821 11.125.158 8.840.386
1.616.765 123.091 107.616 14.280 3.650.341 2.218.586 144.675 36.741.465 59.302.085 17.583.669 5.188.611
3.816.204 232.001 49.700 9.531 2.822.534 751.777 15.582 23.964.085 154.356.580 34.037.999 3.691.306
13.632.685 495.231 2.010.077 409.281 16.841.149 10.914.839 7.212.218 261.173.531 1.115.108.029 116.188.087 43.367.193
R (%) JABAR KE NASIONAL / WEST JAVA TO NATIONAL 2,39 25,20 7,16 4,29 10,84 57,98 0,11 11,11 45,97 9,58 20,38
Sumber : Statistik Peternakan 2010, Ditjenak Deptan Angka Sementara/LivestockStatistica DGLS Agliculture Departmen Prelimanary Figures
Industri TPT bukan sunset industry. Industri TPT memiliki peranan yang penting bagi perekonomian nasional mengingat penyerapan tenaga kerja yang cukup besar, 10,6% dari total penyerapan. Selain itu, industri TPT berpotensi tumbuh tinggi karena permintaan produk TPT di pasar dunia terus meningkat sebagaimana diindikasikan oleh perkembangan ekspor, jumlah perusahaan maupun investasi yang terus meningkat. Di sisi pembiayaan, perbankan hanya membiayai sekitar 16% dari total kebutuhan industri TPT. Berdasarkan data Bank Indonesia, penyaluran kredit perbankan ke TPT 2010 baru sebesar Rp36,77 triliun sementara dan NPL industri TPT masih relatif rendah, yakni 3,6%. Kalangan perbankan yang hadir menyatakan bahwa dukungan dari perbankan diperkirakan akan meningkat di tahun yang akan datang. Bahkan di beberapa media beberapa tokoh perbankan menyatakan prospek industri TPT cukup baik. Namun demikian, pengembangan industri TPT masih memiliki tantangan, yakni mesin yang tua, daya saing lemah terhadap Cina, apresiasi nilai tukar rupiah.
37
Triwulan II 2011
Halaman ini sengaja dikosongkan
38
Triwulan II 2011
Bab V Perekonomian Kawasan Timur Indonesia
A. Pertumbuhan Ekonomi Perekonomian Kawasan Timur Indonesia (KTI) pada triwulan II 2011 diperkirakan tumbuh 5,59% (yoy) atau meningkat dibandingkan periode sebelumnya (5,09%). Peningkatan pertumbuhan terjadi di Wilayah Kalimantan dan Balnustra, sementara itu Wilayah Sulampua mengalami perlambatan karena adanya penurunan kinerja di sektor pertambangan. Namun demikian, wilayah Sulampua masih menjadi penopang laju pertumbuhan dengan laju pertumbuhan mencapai 8,86% (yoy). Di sisi permintaan, peningkatan pertumbuhan ekonomi di kawasan KTI terutama didorong peningkatan konsumsi masyarakat, konsumsi pemerintah, serta kegiatan investasi. Tabel V.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Kawasan KTI (%, yoy) Wilayah KTI Kalimantan Sulampua Balnustra Nasional
2009 6.30 3.37 10.06 7.22 4.5
I 6.28 6.24 4.81 9.92 5.59
2010 II 5.91 6.37 4.96 6.77 6.13
III 6.11 4.61 8.20 5.98 5.8
IV 5.82 3.95 10.35 1.36 6.89
2010 6.03 5.26 7.13 5.83 6.1
2011 I II* 5.09 5.59 3.09 4.13 8.86 8.46 2.72 3.38 6.5 6.4
III* 5.96 4.70 8.31 4.31
Sumber: BPS * Perkiraan Bank Indonesia
Konsumsi rumah tangga diperkirakan tumbuh meningkat dari 6,9% (yoy) pada triwulan I 2011 menjadi 7,02%. Musim liburan sekolah yang diwarnai dengan banyaknya momen libur nasional dan cuti bersama pada akhir triwulan II 2011 menjadi pendorong utama pertumbuhan konsumsi masyarakat selama triwulan laporan. Peningkatan konsumsi masyarakat juga dipengaruhi oleh meningkatnya pendapatan masyarakat, seiring transfer rapel kenaikan gaji PNS dan TNI Polri di triwulan laporan serta kenaikan harga komoditas perkebunan. Peningkatan kesejahteraan masyarakat perkebunan ini diindikasikan oleh NTP KTI yang meningkat dari 115,8 menjadi 117,42.
39
Triwulan II 2011 Grafik V.1 Perkembangan IKK, IKE, IEK di KTI
Grafik V.2 Perkembangan NTP di KTI
Sumber: Survei Konsumen BI
Sumber: BPS
Konsumsi pemerintah diperkirakan meningkat dari 8,32% (yoy) menjadi 12,35% (yoy) seiring dengan semakin banyaknya realisasi proyek pemerintah. Hal tersebut dipengaruhi oleh pelaksanaan proyek-proyek infrastruktur pemerintah seperti pembangunan pembangkit listrik (PLTU Kariangau, PLTA Karebe, PLTA Kupang dll), pembangunan bandara (bandara internasional Lombok, bandara Tahuna), serta pembangunan jalan dan jembatan (Jalan tol Balikpapan-Samarinda, Jalan Nusa DuaSerangan, Jembatan Teluk Kendari). Grafik V.3 Perkembangan Konsumsi Semen KTI 3,000,000
30.00% 25.00%
2,500,000
20.00% 2,000,000
15.00%
1,500,000
10.00%
5.00%
1,000,000
0.00% 500,000
-5.00%
0
-10.00% I
II
III
IV
I
2009 Vol Konsumsi Semen
II
III
IV
I
II
2010 2011 g-Konsumsi Semen
Sumber: ASI
Kinerja investasi diperkirakan tumbuh meningkat dari 8,59% (yoy) menjadi 10,5% (yoy), seiring pengembangan infrastruktur yang dilakukan pihak swasta. Optimisme
terhadap
prospek
ekonomi
mendorong
berlanjutnya
ekspansi
pembangunan sarana produksi antara lain pembangunan pabrik Pupuk Kaltim V senilai US$ 865 Juta, Pembangunan Pabrik Semen Tonasa V senilai Rp 3 triliun, Pembangunan Balikpapan superblock dan Mall Jayapura, dimulainya konstruksi proyek pabrik CGA (Chemical Great Alumina) yang merupakan kerja sama antara PT 40
Triwulan II 2011 Antam dan Showa Denko senilai US$450 juta. Peningkatan ini dibarengi dengan penyaluran kredit investasi di KTI yang tumbuh pada level yang tinggi yakni mencapai 36% (yoy). Grafik V.4 Perkembangan Ekspor di KTI
Grafik V.5 Perkembangan Impor di KTI
Net Ekspor di KTI diperkirakan masih menunjukkan penyusutan sebesar -5,44% (yoy) walaupun tidak sebesar penyusutan yang terjadi pada triwulan I 2011 sebesar -13,18% (yoy). Pertumbuhan ekspor diperkirakan membaik seiring dengan peningkatan produksi komoditas batubara di saat kondisi cuaca cerah serta masih tingginya permintaan internasional. Sementara itu, impor relatif melambat, yang didorong oleh penurunan impor barang modal. Tabel V.2 Pertumbuhan Ekonomi Secara Sektoral KTI (%, yoy) Sektor Pertanian Pertambangan Industri LGA Bangunan PHR Angkutan Keuangan Jasa - jasa PDRB
2009
2010 I
II
III
IV
4.02
2.41
5.02
4.16
3.23
9.01 0.20 7.56 10.61 7.40
7.10 4.78 5.78 9.88 8.26
2.92 4.09 7.59 8.14 8.55
6.33 1.59 6.65 7.38 8.87
9.29 9.82 7.91
9.30 11.67 5.38
9.26 9.71 7.05
6.30
6.28
5.91
2010
2011 I
II*
III*
3.72
5.04
3.27
3.31
3.75 2.73 8.30 7.38 8.63
5.00 3.27 7.09 8.13 8.58
0.38 0.50 7.02 9.91 8.48
1.41 3.37 8.36 11.66 8.40
2.95 3.90 6.45 11.64 8.22
9.81 8.67 8.07
9.38 9.80 9.69
9.44 9.93 7.62
8.79 9.64 8.73
10.09 11.39 7.70
9.47 11.72 8.22
6.11
5.82
6.03
5.09
5.59
5.96
Sumber: BPS * Perkiraan Bank Indonesia
Kinerja sektor pertanian diperkirakan tumbuh melambat dari 5,04% (yoy) menjadi 3,27% (yoy). Anomali cuaca yang terjadi pada tahun 2010 menyebabkan panen di beberapa lokasi menjadi tidak optimal dan mengalami kemunduran masa panen. Selain itu, masa panen padi di sebagian wilayah Sulampua dan Balnustra sudah berlangsung di akhir triwulan I 2011, sementara di Kalimantan baru akan 41
Triwulan II 2011 berlangsung di awal triwulan III 2011. Perlambatan kinerja sektor pertanian juga dipengaruhi oleh penurunan produktivitas tanaman kakao di Sulampua karena umur tanaman yang sudah tua.
Ribu Ton
Grafik V.6 Perkembangan TBS di KTI
Grafik V.7 Perkembangan Produksi Padi di KTI
1.200
60% 50%
1.000
40%
800
30%
600
20% 10%
400
0%
200
-10%
-
-20% I
II
III
2008
IV
I
II
III
2009
Vol. TBS (ribu ton)
IV
I
II
III
IV
2010
I
II
2011
g-Vol. TBS
Sumber: Disbun
Sumber: BPS
Kinerja pertambangan di KTI tumbuh meningkat dari 0,38%(yoy) menjadi 1,41% (yoy). Peningkatan tersebut dipicu oleh membaiknya produktivitas tambang batubara di Kalimantan seiring dengan berkurangnya curah hujan selama triwulan laporan yang diimbangi dengan tingginya permintaan komoditas batu bara di pasar internasional. Namun demikian, berbeda dengan Kalimantan, sektor pertambangan di Sulampua dan Balnustra mengalami perlambatan yang dipengaruhi oleh berkurangnya kadar tembaga dan emas di PT Freeport serta berkurangnya permintaan Nikel dari Jepang kepada PT Inco. Grafik V.8 Perkembangan Produksi Batubara Produksi (Juta Ton)
Grafik V.9 Perkembangan Produksi Freeport
Growth (% yoy)
40
30%
35
25%
30
20%
25
15%
20
10%
15
5%
10
0%
5 -
-5% Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II*
2009
2010
Sumber: 5 Tambang Batubara Terbesar Kalimantan
2011
Sumber: Freeport
42
Triwulan II 2011 Kinerja Sektor PHR di kawasan KTI pada triwulan II 2011 relatif stabil seiring meningkatnya konsumsi masyarakat. Musim liburan sekolah yang diiringi dengan banyaknya momentum cuti bersama dan libur nasional menjadi pendorong aktivitas perdagangan dan pariwisata selama akhir triwulan laporan, khususnya di wilayah Balnustra. Pertumbuhan sektor PHR juga ditopang oleh pelaksanaan beberapa event besar berskala nasional maupun internasional seperti Global Spa Summit dan Fremantle Bali Yacht Race di Bali, Penas KTNA 2011 di Kaltim, STQ Nasional 2011 di Kalsel, Manado Ocean Festival Sulut, serta Festival Senggigi dan Festival Maulid Nusantara di NTB. Grafik V.10 Perkembangan Wisman
Grafik V.11 Perkembangan Bongkar Muat
Sumber: BPS
Sumber: Adpel
Kinerja industri pengolahan di kawasan KTI diperkirakan meningkat dari 0,5% (yoy) menjadi 3,37% (yoy). Pertumbuhan sektor industri pengolahan pada triwulan laporan ditopang oleh peningkatan kinerja industri CPO khususnya di Kalimantan dan industri semen serta terigu di Sulampua. Grafik V.12 Perkembangan Produksi CPO 300,000
70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% -10% -20% -30% -40%
250,000 200,000 150,000
100,000 50,000 I
II
III
IV
I
2009
II
III 2010
Vol Prod. CPO
IV
I
II 2011
Growth
Sumber: Disbun
43
Triwulan II 2011 B. Inflasi Tingkat inflasi di kawasan KTI pada triwulan II 2011 sebesar 6,87% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 7,12%. Melambatnya tekanan inflasi tersebut terutama disebabkan relatif terjaganya pasokan pangan strategis seperti beras, gula pasir, minyak goreng, aneka daging, dan aneka bumbu selama triwulan laporan. Masuknya impor gula pasir, bawang, buah-buahan, dan beras turut membantu menahan laju inflasi pada triwulan laporan. Hal tersebut terindikasi dengan melambatnya inflasi volatile food dari 13,36% (yoy) menjadi 10,50% (yoy). Grafik V.13 Perkembangan Inflasi KTI (yoy)
Sumber: BPS, diolah
Grafik V.14 Disagregasi Inflasi KTI
Sumber: BPS, diolah
Tekanan inflasi selama triwulan laporan justru berasal dari komponen inti dan administered. Inflasi inti meningkat dari 4,97% (yoy) menjadi 5,46% (yoy) yang dipengaruhi kenaikan harga komoditas emas internasional. Selain itu hasil survey konsumen mengindikasikan adanya kenaikan ekspektasi masyarakat akan inflasi di mana SBT IEK meningkat dari rata-rata 173 pada triwulan I 2011 menjadi 182 pada triwulan II 2011. Meningkatnya ekspektasi masyarakat akan inflasi dipengaruhi oleh belum jelasnya program konversi mitan di Balnustra dan sebagian Kalimantan serta isu akan dinaikkannya harga BBM bersubsidi yang diperparah dengan kelangkaan solar di Kalimantan dan sebagian Sulampua. Di lain sisi, tekanan inflasi administered price juga meningkat dari 4,99% (yoy) menjadi 5,93% (yoy) sebagai efek dari naiknya harga BBM nonsubsidi, tarif PDAM, dan cukai rokok.
44
Triwulan II 2011 Grafik V.15 Perkembangan Harga Beras di KTI
Sumber: SPH BI Grafik V.16 Perkembangan Harga Emas Perhiasan
Sumber: SPH BI
Grafik V.17 Perkembangan Harga Aneka Cabai
Sumber: SPH BI
Walaupun inflasi tahunan KTI cenderung melambat, pergerakan harga selama triwulan laporan (mulai bulan April 2011 sampai dengan Juni 2011) cenderung meningkat. Hal ini terindikasi dari inflasi bulanan KTI yang terus bergerak naik yang dimulai dari deflasi -0,21% (mtm) pada bulan april 2011 kemudian meningkat menjadi 0,15% (mtm) pada bualn Mei 2011, dan pada akhir juni 2011 menjadi 0,84% (mtm). Peningkatan harga tersebut lebih disebabkan oleh tekanan permintaan serta peningkatan ekspektasi karena semakin dekatnya bulan puasa. Adanya virus flu burung di beberapa kabupaten di Kalteng serta gangguan cuaca di wilayah Sulampua yang sempat melumpuhkan pelabuhan Ambon turut memicu inflasi pada bulan Juni 2011.
45
Triwulan II 2011 C. Asesmen Perbankan Kegiatan penyaluran kredit oleh perbankan yang beroperasi di kawasan KTI tumbuh pada level yang tinggi yakni sebesar 30,50% (yoy) walaupun melambat dari triwulan sebelumnya sebesar 31,54% (yoy). Pertumbuhan kredit KTI ditopang oleh kredit modal kerja yang tumbuh meningkat dari 16,52% (yoy) menjadi 34,84% (yoy). Kondisi tersebut seiring dengan meningkatnya aktivitas di sektor PHR, pertambangan, dan industri pengolahan. Sementara itu sumber perlambatan berasal dari kredit konsumtif yang tumbuh melambat dari 27,88% (yoy) menjadi 23,70% (yoy). Tabel V.3 Perkembangan Perbankan KTI Komponen (Triliun Rupiah) Asset growth asset (%, y-o-y) Kredit Lokasi Bank growth kredit (%, y-o-y) DPK (Trilyun Rp) growth DPK (%, y-o-y) LDR (%) (lokasi bank) NPL (%) (lokasi bank) * Data sampai dengan Mei 2011
I 293.67 21.08 166.05 21.74 213.64 5.61 77.72 2.74
2010 II III 308.20 324.82 21.53 25.76 182.12 194.22 24.71 27.01 236.59 244.58 13.08 14.85 76.98 79.41 2.45 2.53
2011 IV 341.59 24.70 208.31 28.38 256.43 16.12 81.23 2.27
I 357.39 21.70 218.43 31.54 268.25 25.56 81.43 2.63
II * 372.14 20.74 228.64 30.50 274.65 21.93 83.25 2.82
Penyaluran kredit produktif untuk UMKM di KTI tumbuh meningkat dari 51,42% (yoy) menjadi 53,61% (yoy). Pertumbuhan tersebut bersumber dari perkembangan kredit di sektor PHR yang mencapai 58,45% (yoy) lebih tinggi dari triwulan sebelumnya sebesar 50,85% (yoy). KUR sebagai salah satu skim kredit untuk UMKM realisasinya juga tumbuh meningkat dari 131% (yoy) menjadi 153% (yoy). Tabel V.4 Perkembangan KUR KTI NO 1
KUR KTI Plafon (juta) Pangsa terhadap nasional
2
Outstanding (juta) Pangsa terhadap nasional
3
Debitur (orang) Pangsa terhadap nasional
Sumber: Data Menko Perekonomian
2010
2011
TW III
TW IV
TW I
TW II*
6,905,187
9,306,476
10,943,444
12,261,675
26.67%
27.04%
26.78%
26.83%
2,993,428
4,343,630
5,432,072
6,193,414
28.30%
26.81%
27.09%
27.27%
722,076
850,920
962,577
1,036,287
22.02%
22.32%
22.51%
22.54%
*Data Mei 2011
46
Triwulan II 2011 Sementara itu, pembiayaan untuk perbankan syariah tumbuh 62,64% (yoy) lebih rendah dari triwulan sebelumnya sebesar 63,16% (yoy). Walaupun tumbuh sangat tinggi, pangsa pembiayaan syariah di KTI terhadap nasional masih sangat rendah yakni hanya 11,7%. Di lain sisi, pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) cenderung melambat dari 25,56%(yoy) pada triwulan I menjadi 21,93% (yoy). Perlambatan terjadi pada jenis rekening tabungan dan deposito. Tabungan tumbuh 25,05% (yoy) lebih rendah dari triwulan sebelumnya sebesar 34,46% (yoy). Deposito tumbuh melambat dari 16,19% (yoy) menjadi 13,46% (yoy). Hal ini dipengaruhi oleh meningkatnya konsumsi masyarakat serta adanya kecenderungan masyarakat beralih ke instrumen di luar perbankan terkait faktor return yang lebih menarik. Dengan perkembangan tersebut,
LDR (lokasi bank) di KTI menjadi sebesar
83,25% lebih tinggi dari triwulan sebelumnya sebesar 81,43%. LDR tertinggi berada di provinsi Gorontalo dan terendah berada di Papua. Dari sisi kualitas kredit yang disalurkan, rasio kredit bermasalah di kawasan KTI masih tetap terjaga rendah yaitu sebesar 2,82%. Rasio NPL ini sedikit meningkat dari triwulan sebelumnya yang hanya berada di level 2,63%. Peningkatan terutama terjadi pada
NPL kredit konsumtif dan NPL kredit produktif khususnya untuk
sektor PHR dan konstruksi. D. Prospek Perekonomian Pada triwulan III 2011, pertumbuhan ekonomi KTI diproyeksikan akan kembali tumbuh lebih tinggi dan berada di kisaran 5,5% – 6,0% (yoy) dengan kecenderungan pada batas atas. Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi akan didorong oleh peningkatan konsumsi masyarakat karena faktor Puasa dan Idul Fitri. Sementara itu, masih tingginya permintaan internasional akan komoditas unggulan KTI yang diiringi produktivitas yang membaik diperkirakan akan kembali meningkatkan aktivitas ekspor baik internasional maupun antar pulau. Dari sisi penawaran, pertumbuhan akan didorong oleh meningkatnya kinerja sektor pertambangan khususnya tambang batu bara seiring dengan curah hujan yang makin berkurang. Produksi kilang migas juga diperkirakan kembali normal dengan berakhirnya masa perawatan kilang tersebut. Inflasi KTI pada Triwulan III 2011 diperkirakan berada di kisaran 5,71±1% (yoy) dengan kecenderungan pada batas atas, sedangkan keseluruhan tahun 2011 47
Triwulan II 2011 diperkirakan inflasi KTI pada kisaran 6,12%±1. Melambatnya inflasi pada triwulan III 2011 lebih banyak disebabkan oleh pengaruh tingginya inflasi pada triwulan yang sama di tahun sebelumnya (high based effect). Kondisi ini juga ditopang terjaganya bahan pangan strategis seperti beras, gula pasir, dan minyak goreng hingga 3 bulan ke depan serta cuaca yang relatif lebih baik. Sementara itu, masih terdapat beberapa risiko yang perlu diwaspadai mendorong tekanan inflasi pada triwulan III 2011 antara lain : meningkatnya intensitas konsumsi masyarakat karena faktor musiman bulan Puasa dan Idul Fitri, masih meningkatnya harga emas perhiasan, serta munculnya potensi gangguan distribusi sembako dan peningkatan ekspektasi masyarakat akibat kelangkaan solar bersubsidi yang masih berlanjut. Tabel V.5 Perkembangan Inflasi KTI Wilayah
2010
2011
I
II
III
IV
I
II
III*
Balnustra
4.57
7.17
8.19
9.05
8.03
6.75
5.13
Kalimantan
5.36
6.23
7.74
8.15
7.65
7.45
6.56
Sulampua
3.31
4.81
6.91
6.39
6.24
6.40
5.20
KTI
4.32
5.79
7.47
7.56
7.12
6.87
5.71
Sumber: BPS Kalsel, diolah * Perkiraan Bank Indonesia
E. Isu Strategis 1. Dampak Penguatan Nilai Tukar terhadap Kinerja Ekspor Daerah Penguatan nilai tukar rupiah terhadap dollar yang terjadi sejak April 2009 hingga saat ini relatif belum mempengaruhi volume maupun nilai ekspor Kawasan Timur Indonesia (KTI) yang didominasi oleh komoditas dari sektor primer, antara lain kelapa sawit, karet, kakao, batu bara, nikel, dan tembaga. Meskipun terdapat penurunan ekspor pada komoditas tembaga dan kakao, namun hal tersebut lebih dipengaruhi oleh kendala produktivitas terkait turunnya konsentrat tambang serta umur tanaman kakao yang rata-rata sudah tua. Dari hasil liaison ke beberapa perusahaan, tidak terlalu berpengaruhnya apresiasi nilai tukar rupiah terhadap kinerja ekspor andalan terutama dipengaruhi beberapa hal sebagai berikut : a. Kenaikan harga minyak bumi dunia mendorong permintaan batu bara sebagai energi alternatif pengganti minyak bumi tetap tinggi. Hal tersebut memperluas pasar batu bara dunia, sehingga permintaan batu bara tetap tinggi.
48
Triwulan II 2011 b. Penjualan ekspor menggunakan sistem kontrak yang disepakati sebelumnya, sehingga melindungi dari fluktuasi harga pasar maupun nilai tukar. Kesepakatan kontrak tergantung dari negosiasi dengan buyer berdasarkan penetapan harga dan kualitas tertentu dari produk tambang, seperti batu bara, nikel dan tembaga. Mekanisme yang sama juga terjadi pada komoditas perkebunan, terutama kelapa sawit dan karet. c. Peningkatan atau penurunan ekspor komoditas pertambangan lebih dipengaruhi oleh produktivitas tambang yang sering terkendala pada kondisi alam, kondisi konsentrat serta kontinyuitas investasi. Proses eksplorasi tambang, khususnya batubara selama periode laporan berjalan lancar berkat kondisi curah hujan yang lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya disamping pencapaian realisasi investasi. d. Penguatan rupiah yang terjadi selama ini diimbangi dengan penguatan harga komoditas di pasar internasional dalam eskalasi yang lebih besar, sehingga telah dapat menopang terjaganya pendapatan bersih para eksportir. 2. Potensi Inflasi terkait Stok Bahan Pangan Strategis Kondisi pasokan bahan pangan strategis di wilayah KTI, khususnya beras dan gula pasir hingga triwulan ini diperkirakan masih relatif baik. Untuk komoditas beras, hal ini ditopang oleh perkiraan peningkatan produksi padi serta stok beras Bulog yang mencukupi. Untuk gula pasir, terdapat potensi tekanan inflasi seiring ketergantungan pasokan dari luar KTI. Namun demikian, selain dipengaruhi faktor pasokan, harga gula juga dipengaruhi harga gula internasional yang cenderung menurun sehingga diharapkan tidak banyak mempengaruhi inflasi ke depan. Pasokan beras terjaga berkat peningkatan produksi pada musim panen yang terjadi di beberapa daerah, terutama Kalimantan dan Sulawesi. Hal ini sesuai dengan perkiraan angka ramalan (ARAM) produksi padi tahun 2011 di sentra produksi KTI yang cenderung mengalami peningkatan antara lain : Sulsel (4,54 Juta Ton; ↑ 3,73% yoy), NTB (1,99 Juta Ton; ↑ 12,36%yoy), Kalsel (1,96 Juta Ton; ↑ 6,67%yoy), Kalbar (1,35 Juta Ton; ↑ 0,56%yoy).
49
Triwulan II 2011 Grafik V.18 Perkembangan Produksi Padi KTI Produksi Padi Kawasan Timur Indonesia (Ribu Ton) KALIMANTAN
SULAMPUA
BALNUSTRA
3177
3419
7236
7528
4423
4520
2010 (ASEM)
2011 (ARAM)
Sumber : BPS, Dept. Pertanian
Sementara persediaan beras di gudang-gudang Bulog hingga akhir triwulan II 2011 diperkirakan mencukupi kebutuhan konsumsi dan penyaluran raskin selama empat bulan mendatang. Hal tersebut memberikan optimisme pada masyarakat mengenai ketersediaan beras sebagai komoditas pangan pokok, terutama menyambut datangnya bulan puasa. Sementara, untuk komoditas gula pasir masih berpotensi memberikan tekanan terhadap inflasi KTI. Hal ini seiring dengan ketergantungan pasokan gula dari luar KTI (Jawa dan Malaysia, khusus Kalbar). Kebutuhan gula untuk wilayah KTI diperkirakan mencapai 696,29 ribu ton/tahun. Sedangkan pasokan dari wilayah KTI sendiri mencapai 439 ribu ton/tahun terutama untuk jenis gula rafinasi, sehingga terdapat defisit sebesar 257,29 ribu ton/tahun. Grafik V.19 Perkembangan Harga Gula Pasir Internasional dan hasil SPH di KTI Perkembangan Harga Gula Internasional da n Harga Gula Pasir SPH 12500
40.00
12000 35.00
11500 11000
30.00
10500 25.00
10000 9500
SPH-Kalimantan (Rp/Kg) SPH-Sulampua (Rp/Kg) Gula (USD Cents/Pound)
9000
15.00
Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May June
8500
20.00
2009
2010
2011
Sumber : SPH-BI, Bloomberg
Namun demikian, perkembangan harga gula tidak hanya dipengaruhi oleh kondisi pasokan namun juga dipengaruhi oleh perkembangan harga internasional. Hal ini terlihat dari pergerakan perkembangan harga gula di Kalimantan dan Sulampua 50
Triwulan II 2011 berdasarkan hasil survei pemantauan harga (SPH) yang searah dengan pergerakan harga gula internasional. Untuk kondisi saat ini, perkembangan harga gula internasional relatif menurun sehingga diharapkan hal ini tidak mempengaruhi pergerakan inflasi KTI ke depan. 3. Dampak Disparitas Harga solar Bersubsidi dan Nonsubsidi di KTI Adanya disparitas harga yang cukup jauh (+ 100%) antara solar bersubsidi dengan solar non-subsidi telah berdampak terhadap peningkatan konsumsi solar bersubsidi dalam tiga bulan terakhir, khususnya di wilayah Kalimantan dan Sulawesi. Meskipun fenomena serupa tidak dijumpai di wilayah Bali dan Nusa Tenggara. Berdasarkan informasi dari Pertamina, rata-rata bulanan penjualan solar bersubsidi di tahun 2011 (Jan-Mei) ini mengalami kenaikan 8% untuk wilayah Kalimantan dan 11% untuk wilayah Sulawesi jika dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini telah berdampak terhadap realisasi penjualan solar bersubsidi sampai dengan Mei 2011 telah melewati kuota yang ditetapkan. Untuk wilayah Kalimantan, konsumsi solar subsidi telah 15% diatas kuota volume yang ditetapkan. Sementara untuk wilayah Sulawesi, konsumsi solar subsidi telah 10% melewati kuota. Tabel V.6 Rata-Rata Bulanan Penjualan solar Bersubsidi Wilayah Kalimantan dan Sulawesi
Rata-Rata (Kilo Liter) 2010 2011* 83,513.46 77,372.73 50,782.17 56,488.60
Wilayah Kalimantan Sulawesi Sumber: Pertamina
Pertumbuhan 8% 11%
*) Data Januari - Mei 2011
Grafik V.20 Pertumbuhan Penjualan Solar di Kalimantan 80% 60%
40% 20% 0% 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12
1
2
3
4
5
-20% 2010
2011
-40% Solar bersubsidi
Solar Industri
Sumber : Pertamina
Adanya peningkatan penggunaan solar subsidi diperkirakan terkait dengan adanya pengalihan penggunaan solar non-subsidi untuk industri kepada solar subsidi. Hal ini biasanya dilakukan melalui para pelangsir solar dan diperkirakan 51
Triwulan II 2011 untuk dijual kembali kepada pengusaha di sektor transportasi pertambangan dan perkebunan yang cukup besar khususnya di Kalimantan. Adanya peningkatan konsumsi solar bersubsidi yang melebihi kuota ini berdampak terhadap terjadinya antrian panjang di SPBU, pembatasan pembelian solar serta pengurangan pelayanan solar bersubsidi oleh beberapa SPBU di Kalimantan dan Sulawesi. Terjadinya antrian panjang di SPBU ini berpotensi mengganggu kelancaran distribusi barang karena berkurangnya frekuensi pengangkutan barang untuk mengantri solar di SPBU. Hal ini selanjutnya dapat memberikan tekanan inflasi di wilayah KTI pada triwulan mendatang. Untuk mengurangi dampak kelangkaan solar tersebut, Pemerintah Daerah dan Pertamina telah melakukan berbagai langkah antara lain : a. Usulan penambahan kuota BBM bersubsidi sebesar 13% - 15%. b. Bekerja sama dengan Kepolisian untuk mengawasi dan menindak penimbun solar bersubsidi. c. Pembatasan pembelian solar bersubsidi yakni kendaraan SUV maksimal 30 liter, truk maksimal 70 liter, dan bus maksimal 80 liter yang dimaksudkan untuk menghindari para supir yang menjual kembali solar bersubsidi kepada pihak lain yang tidak berhak d. Pembangunan terminal transit pelayanan BBM untuk wilayah KTI untuk mengurangi biaya produksi.
52
Triwulan II 2011
Bab VI Penutup Berdasarkan hasil asesmen Tinjauan Ekonomi Regional trwiulan laporan diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Pada triwulan II 2011, pertumbuhan ekonomi daerah sejalan dengan prakiraan arah pertumbuhan ekonomi nasional yang relatif stabil pada kisaran 6,5%, terutama ditopang kinerja ekonomi di Sumatera dan KTI. 2. Tekanan inflasi pada akhir triwulan II 2011 mulai menunjukkan peningkatan terutama didorong kenaikan harga beras. Tren harga beras perlu diantisipasi untuk menghindari potensi peningkatan inflasi lebih lanjut. 3. Tingginya inflasi bahan makanan terjadi di seluruh Kawasan. Selain itu terdapat inflasi sandang cukup tinggi di Sumatera, Makanan Jadi di Jawa dan Sumatera, serta seluruh kelompok untuk KTI. Kelompok pengeluaran yang mengalami peningkatan inflasi tinggi tersebut diharapkan menjadi topik yang perlu dibahas lebih lanjut dalam rapat koordinasi di masing-masing TPID. 4. Ke depan, prospek ekonomi daerah cenderung membaik sejalan dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai batas atas (6,6%). Prospek inflasi relatif terjaga, namun masih disertai risiko yang cukup tinggi dari gejolak harga pangan dan kebijakan terkait energi.
53