Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Tengah Triwulan III Tahun 2009 Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Tengah dipublikasikan secara triwulanan oleh Kantor Bank Indonesia Semarang, untuk menganalisis perkembangan ekonomi Jawa Tengah secara komprehensif. Isi kajian dalam buku ini mencakup perkembangan ekonomi makro, inflasi, moneter, perbankan, sistem pembayaran, keuangan daerah, dan prospek ekonomi Jawa Tengah. Penerbitan buku ini bertujuan untuk: (1) melaporkan kondisi perkembangan ekonomi dan keuangan di Jawa Tengah kepada Kantor Pusat Bank Indonesia sebagai masukan pengambilan kebijakan, dan (2) menyampaikan informasi kepada external stakeholders di daerah mengenai perkembangan ekonomi dan keuangan terkini.
Kantor Bank Indonesia Semarang
M. Zaeni Aboe Amin Mahdi Mahmudy H. Yunnokusumo Mohamad M. Toha Herdiana A.W. Imam Fauzy Imam Mustiantoko
Pemimpin Deputi Pemimpin Bidang Ekonomi Moneter Deputi Pemimpin Bidang Perbankan Deputi Pemimpin Bidang Manajemen Intern dan Sistem Pembayaran Analis Madya Senior Pengawas Bank Madya Senior Kepala Bidang Manajemen Intern
Softcopy buku ini dapat di-download dari DIBI (Data dan Informasi Bisnis Indonesia) di website Bank Indonesia dengan alamat http://www.bi.go.id
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
i
Halaman ini sengaja dikosongkan
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
ii
Kata Pengantar Kondisi perekonomian Jawa Tengah pada triwulan III-2009 telah memperlihatkan indikasi penguatan pemulihan dari dampak krisis keuangan global. Indikasi pemulihan tersebut terlihat sejak triwulan II-2009 dan pada triwulan ini mengalami penguatan. Hal ini tercermin pada beberapa indikator ekonomi makro yang mengalami peningkatan, serta mulai tumbuhnya beberapa sektor yang sempat melambat bahkan mengalami kontraksi pada beberapa triwulan sebelumnya. Perekonomian Jawa Tengah pada triwulan III-2009 diperkirakan tumbuh sebesar 5,54% (yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan triwulan II-2009 yang sebesar 4,53%. Sementara itu, laju inflasi Jawa Tengah dalam triwulan III-2009 tercatat sebesar 3,20% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan II-2009 sebesar 3,95%. Namun demikian laju inflasi Jawa Tengah tersebut tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan laju inflasi nasional triwulan III-2009 sebesar 2,83% (yoy). Walaupun relatif tidak terlalu tinggi, laju inflasi di Jawa Tengah jika dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya terlihat jauh lebih rendah. Kinerja perbankan (Bank Umum dan BPR) di Provinsi Jawa Tengah pada triwulan III-2009 mengalami perlambatan namun masih tumbuh positif baik secara triwulan maupun tahunan. Hal tersebut tercermin dari perkembangan indikator-indikator utama kinerja perbankan yaitu total aset, dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpun, dan kredit yang diberikan, serta Loan to Deposits Ratio (LDR). Sementara itu kualitas kredit yang disalurkan perbankan menunjukkan sedikit peningkatan kualitas dan masih berada dalam batas yang dihimbau oleh Bank Indonesia. Perkembangan ekonomi makro regional tersebut di atas menuntut Bank Indonesia untuk meningkatkan kualitas kajiannya. Kajian yang dihasilkan oleh Kantor Bank Indonesia Semarang ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi Kantor Pusat Bank Indonesia dalam pengambilan kebijakan moneter dan perbankan secara nasional, dan diharapkan juga menjadi masukan bagi pemerintah daerah dan external stakeholders lainnya di Jawa Tengah. Akhir kata, kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan buku ini khususnya Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Tengah, kalangan perbankan, akademisi, dan instansi pemerintah lainnya di Jawa Tengah serta pihak-pihak lain yang tidak dapat kami sebut satu persatu kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya. Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Semarang, November 2009 KANTOR BANK INDONESIA SEMARANG Ttd M. Zaeni Aboe Amin Pemimpin
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
iii
Halaman ini sengaja dikosongkan
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
iv
Daftar Isi KATA PENGANTAR
iii
DAFTAR ISI
v
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GRAFIK
ix
RINGKASAN EKSEKUTIF
1
BAB 1
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO 1.1 Analisis PDRB dari Sisi Permintaan 1.1. Konsumsi 1.2. Investasi 1.3. Perdagangan Luar Negeri 1.2 Analisis PDRB dari Sisi Penawaran/ Sektoral 2.1. Sektor Pertanian 2.2. Sektor Industri Pengolahan 2.3. Sektor Perdagangan Hotel dan Restoran 2.4. Sektor Jasa 2.5. Sektor Lainnya Dampak El-Nino Terhadap Produksi Pertanian dan Inflasi
7 8 8 11 12 13 13 14 15 16 17 19
BAB 2
PERKEMBANGAN INFLASI 2.1 Inflasi Berdasarkan Kelompok 2.1.1. Inflasi Kuartalan 2.1.2. Inflasi Tahunan 2.2 Inflasi Empat Kota di Jawa Tengah 2.1.1. Inflasi Kuartalan 2.1.2. Inflasi Tahunan 2.3 Perkembangan Tim Pemantauan dan Pengendalian Harga (TPPH) Provinsi Jawa Tengah
23 24 25 28 33 33 35 36
BAB 3
PERKEMBANGAN PERBANKAN 3.1 Intermediasi Bank Umum 3.1.1 Penghimpunan Dana Masyarakat 3.1.2 Penyaluran Kredit 3.2 Risiko Kredit 3.3 Risiko Likuiditas 3.4 Perkembangan Bank Umum Yang Berkantor Pusat di Jawa Tengah 3.5 Perkembangan Kondisi Bank Umum di Enam eks Karesidenan di Jawa
39 40 41 43 46 49 50 51
BOKS
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
v
3.6 3.7.
BOKS BOKS BOKS
BAB 4
BOKS BAB 5
BAB 6
Tengah 3.5.1. Perkembangan Kondisi Bank Umum di eks Karesidenan Semarang 3.5.2. Perkembangan Kondisi Bank Umum di eks Karesidenan Pekalongan 3.5.3. Perkembangan Kondisi Bank Umum di eks Karesidenan Pati 3.5.4. Perkembangan Kondisi Bank Umum di eks Karesidenan Banyumas 3.5.5. Perkembangan Kondisi Bank Umum di eks Karesidenan Kedu 3.5.6. Perkembangan Kondisi Bank Umum di eks Karesidenan Surakarta Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Perkembangan BPR di Enam eks Karesidenan di Jawa Tengah 3.5.1. Perkembangan BPR di eks Karesidenan Semarang 3.5.2. Perkembangan BPR di eks Karesidenan Pekalongan 3.5.3. Perkembangan BPR di eks Karesidenan Pati 3.5.4. Perkembangan BPR di eks Karesidenan Banyumas 3.5.5. Perkembangan BPR di eks Karesidenan Kedu 3.5.6. Perkembangan BPR di eks Karesidenan Surakarta Perkembangan Perbankan Syariah Kredit UMKM
51 52 52 53 53 54
55 59 59 60 61 62 63 64 3.8. 65 3.9 67 Pembiayaan Oleh Lembaga Keuangan Bukan Bank 70 Program Pengembangan Desa Produktif Klaster Bordir dan Konveksi 72 Padurenan, Kudus Melalui Pendekatan Diamond Cluster Penelitian Dasar Potensi Ekonomi Daerah Dalam Rangka 74 Pengembangan Komoditi Unggulan UMKM di Wilayah eks Karesidenan Pati KEUANGAN DAERAH 79 4.1 Realisasi Pendapatan Daerah 81 4.2 Realisasi Belanja Daerah 82 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) 85 Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN 87 5.1 Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai 87 5.1.1. Aliran Uang kartal masuk/ Keluar (Inflow/Outflow) 87 5.1.2. Penyediaan Uang Kartal Layak Edar / Penyediaan Tanda Tidak 89 Berharga (PTTB) Uang Kartal 5.1.3. Uang Palsu 90 5.2 Transaksi Keuangan Secara Non Tunai 91 5.2.1. Transaksi Kliring 91 5.2.2. Transaksi RTGS 91 KESEJAHTERAAN MASYARAKAT 6.1
93 93
Ketenagakerjaan
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
vi
6.2
BAB 7
Tingkat Kemiskinan 6.2.1. Kemiskinan 6.2.2. Kesejahteraan Petani
96 96 97
PROSPEK PEREKONOMIAN 7.1
7.2
99 99 99 102 103
Pertumbuhan Ekonomi 7.1.1. Kajian Sektoral 7.1.2. Kajian Sisi Penggunaan Inflasi
DAFTAR ISTILAH LAMPIRAN INDIKATOR PEREKONOMIAN DAN PERBANKAN JAWA TENGAH
107 109
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
vii
Daftar Tabel TABEL 1.1
Pertumbuhan PDRB Jawa Tengah Menurut Jenis Penggunaan (yoy, Persen)
8
TABEL 1.2
Perkembangan PDRB Jawa Tengah Menurut Lapangan Usaha (yoy, Persen)
13
TABEL 1.3
Perkembangan Kegiatan Bank (Rp miliar)
17
TABEL 2.1
Inflasi Jawa Tengah Dibandingkan Nasional Tahun 2003-2008
23
TABEL 2.2
Inflasi Jawa Tengah Kuartalan Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa (Persen; qtq)
26
TABEL 2.3
Sub Kelompok Barang dan Jasa dengan Kenaikan Harga Kuartalan (qtq) Tertinggi (Persen)
26
TABEL 2.4
Kondisi Harga Beberapa Komoditas Penting
28
TABEL 2.5
Inflasi Jawa Tengah Tahunan Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa (Persen; yoy)
30
TABEL 2.6
Sub Kelompok Barang dan Jasa dengan Kenaikan Harga Tahunan (yoy) Tertinggi
30
TABEL 2.7
Beberapa Komoditas Penyebab Inflasi Tiap Bulan Pada Triwulan III-2009
31
TABEL 2.8
Beberapa Komoditas Yang Mengalami Penurunan IHK (Deflasi) Pada Triwulan III-2009
32
TABEL 2.9
Inflasi Kuartalan Empat Kota di Jawa Tengah Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa (persen, qtq)
34
TABEL 2.10
Inflasi Tahunan Empat Kota di Jawa Tengah Menurut Kelompok Barang dan Jasa (persen, qtq)
36
TABEL 3.1
Perkembangan Indikator Perbankan (Bank Umum & BPR) Di Provinsi Jawa Tengah (Miliar Rp)
39
TABEL 3.2
Penyaluran Kredit Modal Kerja Bank Umum Per Sektor Ekonomi
45
TABEL 3.3
Rasio NPLs Per Sektor Ekonomi
47
TABEL 3.4
Rasio NPLs Jenis Kredit Modal Kerja Per Sektor Ekonomi
48
TABEL 3.5
Perkembangan Bank Umum Yang Berkantor Pusat Di Jawa Tengah
51
TABEL 3.6
Perkembangan Bank Umum di Enam eks Karesidenan Jawa Tengah
54
TABEL 3.7
Perkembangan Indikator BPR di Jawa Tengah
55
TABEL 3.8
Perkembangan Linkage Program BPR di Jawa Tengah
58
TABEL 3.9
Perkembangan Indikator BPR di Enam eks Karesidenan Jawa Tengah
65
TABEL 3.10
Perkembangan Indikator Bank Umum dan BPR Syariah di Jawa Tengah
67
TABEL 3.11
Perkembangan Kredit UMKM Jawa Tengah
69
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
viii
TABEL 4.1
Realisasi Pendapatan Daerah APBD Triwulan III-2009
82
TABEL 4.2
Realisasi Belanja Daerah APBD Triwulan III-2009
83
TABEL 5.1
Temuan Uang Palsu KBI Semarang
90
TABEL 5.2
Perkembangan Transaksi Kliring Lokal di Jawa Tengah
91
TABEL 6.1
Penggunaan Tenaga Kerja Sektoral di Jawa Tengah TW III-2009
94
TABEL 6.2
Indikator Tenaga Kerja Jawa Tengah 2009
95
TABEL 6.3
Penduduk Miskin Jawa Tengah 2009
96
TABEL 6.4
Nilai Tukar Petani di Jawa Tengah TW II-2009
97
TABEL 7.1
Estimasi Laju Inflasi Jawa Tengah Menurut Kelompok Barang dan Jasa (yoy, Persen)
106
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
ix
Daftar Grafik GRAFIK 1.1
Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi
7
GRAFIK 1.2
Perkembangan Indeks Kepercayaan Konsumen
9
GRAFIK 1.3
Perkembangan Kredit Konsumsi, NPL Jenis Kredit Konsumsi dan
10
Pertumbuhan qtq Kredit Konsumsi Bank Umum di Jawa Tengah GRAFIK 1.4
Perkembangan Posisi Giro Milik Pemerintah pada Bank Umum di
10
Wilayah Jawa Tengah GRAFIK 1.5
Penjualan Semen di Jawa Tengah
11
GRAFIK 1.6
Perkembangan Ekspor Jawa Tengah Bulanan
12
GRAFIK 1.7
Perkembangan Ekspor Jawa Tengah Triwulanan
12
GRAFIK 1.8
Perkiraan Produksi Tabama di Jawa Tengah
14
GRAFIK 1.9
Indeks Produksi Industri Pengolahan Minyak di Jawa Tengah
15
GRAFIK 1.10
Perkiraan Penjualan Listrik PLN di Jawa Tengah
15
GRAFIK 1.11
Perkembangan Indeks Riil Penjualan Eceran
16
GRAFIK 1.12
Perkembangan Penyaluran Kredit Sektor Jasa oleh Bank Umum di
17
Jawa Tengah GRAFIK 1.13
Indeks Produksi Air Bersih di Wilayah Jawa Tengah
18
GRAFIK 2.1
Perkembangan Inflasi Tahunan (yoy) Jawa Tengah dan Nasional
24
GRAFIK 2.2
Perkembangan Inflasi Jawa Tengah Secara Kuartalan (qtq) dan
24
Tahunan (yoy) GRAFIK 2.3
Beberapa Komoditas Hasil SPH di KBI Semarang
27
GRAFIK 2.4
Perkembangan Harga Beberapa Komoditas Strategis Hasil Survei
32
Pemantauan Harga (SPH) Mingguan di Kota Semarang GRAFIK 2.5
Perkembangan Ekspektasi Inflasi Hasil Survei Konsumen dan Inflasi
33
Tahunan Aktual di Jawa Tengah GRAFIK 3.1
Perkembangan Aset Bank Umum
41
GRAFIK 3.2
Perkembangan Aset Bank Umum Menurut Kelompok Bank
41
GRAFIK 3.3
Perkembangan Dana Pihak Ketiga Bank Umum
42
GRAFIK 3.4
Perkembangan Dana Pihak Ketiga Bank Umum menurut Kelompok
42
Bank GRAFIK 3.5
Perkembangan Suku Bunga Simpanan Perbankan Bank Umum
42
GRAFIK 3.6
Perkembangan Komposisi Kepemilikan Dana Pihak Ketiga
42
GRAFIK 3.7.
Perkembangan Kredit Bank Umum Menurut Jenis Penggunaan
43
GRAFIK 3.8.
Perkembangan Kredit Bank Umum Menurut Kelompok Bank
43
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
x
Pemerintah, Swasta dan Asing GRAFIK 3.9.
Perkembangan Suku Bunga Kredit Bank Umum Menurut Jenis
44
Penggunaan GRAFIK 3.10.
Perkembangan Kredit Bank Umum dan Rasio NPLs
47
GRAFIK 3.11.
Perkembangan Rasio NPLs Kredit Berdasar Jenis Penggunaan
47
GRAFIK 3.12.
Perkembangan Cash Ratio Bank Umum di Jawa Tengah
49
GRAFIK 3.13.
Komposisi DPK Bank Umum Triwulan III-2009
50
GRAFIK 3.14.
Perkembangan Produk BPR di Jawa Tengah TW III-2009
56
GRAFIK 3.15.
Kredit BPR Berdasarkan Penggunaan Jawa Tengah TW III-2009
56
GRAFIK 3.16.
Kredit BPR Berdasarkan Sektor Jawa Tengah TW III-2009
56
GRAFIK 3.17.
Kredit BPR Berdasarkan Plafon Jawa Tengah TW III-2009
57
GRAFIK 3.18.
Kinerja BPR di Jawa Tengah TW III-2009
58
GRAFIK 3.19.
Status Kredit BPR di Jawa Tengah TW III-2009
58
GRAFIK 3.20.
Komposisi Aset BPR di eks Karesidenan Semarang TW III-2009
59
GRAFIK 3.21.
Komposisi DPK BPR di eks Karesidenan Semarang TW III-2009
59
GRAFIK 3.22.
Komposisi Kredit BPR di eks Karesidenan Semarang TW III-2009
59
GRAFIK 3.23.
Komposisi Aset BPR di eks Karesidenan Pekalongan TW III-2009
60
GRAFIK 3.24.
Komposisi DPK BPR di eks Karesidenan Pekalongan TW III-2009
60
GRAFIK 3.25.
Komposisi Kredit BPR di eks Karesidenan Pekalongan TW III-2009
60
GRAFIK 3.26.
Komposisi Aset BPR di eks Karesidenan Pati TW III-2009
61
GRAFIK 3.27.
Komposisi DPK BPR di eks Karesidenan Pati TW III-2009
61
GRAFIK 3.28.
Komposisi Kredit BPR di eks Karesidenan Pati TW III-2009
61
GRAFIK 3.29.
Komposisi Aset BPR di eks Karesidenan Kedu TW III-2009
62
GRAFIK 3.30.
Komposisi DPK BPR di eks Karesidenan Kedu TW III-2009
62
GRAFIK 3.31.
Komposisi Kredit BPR di eks Karesidenan Kedu TW III-2009
62
GRAFIK 3.32.
Komposisi Aset BPR di eks Karesidenan Surakarta TW III-2009
63
GRAFIK 3.33.
Komposisi DPK BPR di eks Karesidenan Surakarta TW III-2009
63
GRAFIK 3.34.
Komposisi Kredit BPR di eks Karesidenan Surakarta TW III-2009
63
GRAFIK 3.35.
Komposisi Aset BPR di eks Karesidenan Banyumas TW III-2009
64
GRAFIK 3.36.
Komposisi DPK BPR di eks Karesidenan Banyumas TW III-2009
64
GRAFIK 3.37.
Komposisi Kredit BPR di eks Karesidenan Banyumas TW III-2009
64
GRAFIK 3.38.
Perkembangan Indikator Perbankan Syariah di Jawa Tengah TW III-
65
2009
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
xi
GRAFIK 3.39.
Kinerja Bank Syariah di Jawa Tengah TW III-2009 Berdasarkan LDR
66
dan NPLs GRAFIK 3.40.
Perkembangan Kredit UMKM dan Total Kredit
68
GRAFIK 3.41.
Perkembangan Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan
68
GRAFIK 3.42.
Komposisi Kredit UMKM Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan III-
68
2009 GRAFIK 3.43.
Perkembangan Kredit UMKM Berdasarkan Skala Usaha
68
GRAFIK 4.1
Proporsi Pendapatan APBD 2009
80
GRAFIK 4.2
Proporsi Belanja APBD 2009
80
GRAFIK 4.3
Komposisi PAD APBD-P 2009
81
GRAFIK 4.4
Komposisi Dana Perimbangan APBD-P 2009
81
GRAFIK 4.5
Komposisi Belanja Tidak Langsung APBD-P 2009
81
GRAFIK 4.6
Komposisi Belanja Langsung APBD-P 2009
81
GRAFIK 5.1
Perkembangan Inflow dan Outflow Uang Kartal di Jawa Tengah
88
GRAFIK 5.2
Perkembangan PTTB di Jawa Tengah
89
GRAFIK 5.3
Perkembangan Cash Inflow dan PTTB di Jawa Tengah
90
GRAFIK 5.4
Perkembangan Transaksi RTGS di Jawa Tengah
92
GRAFIK 6.1
Penggunaan Tenaga Kerja di Jawa Tengah Triwulan III-2009
93
GRAFIK 7.1
Prakiraan Inflasi Hasil Survei Konsumen dan Laju Inflasi IHK Aktual
104
(yoy) GRAFIK 7.2
Ekspektasi Masyarakat Enam Bulan Ke Depan Berdasarkan Survei
105
Konsumen GRAFIK 7.3
Ekspektasi Pedagang Enam Bulan Ke Depan Berdasarkan Survei
106
Penjalan Eceran
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
xii
Halaman ini sengaja dikosongkan
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
xiii
Ringkasan Eksekutif A. GAMBARAN UMUM Perekonomian Jawa Tengah pada triwulan ini mengalami pertumbuhan yang terus meningkat, di tengah-tengah dampak krisis keuangan global
Pertumbuhan ekonomi tahun 2009 mengalami perlambatan berkisar 4,5-5,5% (yoy)
Kondisi perekonomian Jawa Tengah pada triwulan III-2009 masih menunjukkan tren pertumbuhan positif dan terus meningkat. Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada triwulan III-2009 diperkirakan lebih tinggi jika dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya . Tekanan inflasi menunjukkan kecenderungan penurunan yang cukup signifikan. Sumber tekanan inflasi secara tahunan pada triwulan laporan berasal dari kelompok makanan jadi, kelompok sandang dan kelompok kesehatan. Sedangkan faktor yang mempengaruhi penurunan laju inflasi tahunan dalam triwulan ini adalah kelompok transpor yang mengalami penurunan Indeks Harga Konsumen (IHK) cukup signifikan (-6,90%). Kinerja perbankan (Bank Umum dan BPR) di Provinsi Jawa Tengah pada triwulan III-2009 masih mengalami pertumbuhan walaupun melambat. Secara tahunan, perkembangan indikatorindikator utama kinerja perbankan yaitu total aset, dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpun, dan kredit yang diberikan, serta Loan to Deposits Ratio (LDR) tumbuh positif. Sementara itu kualitas kredit yang disalurkan perbankan menunjukkan penurunan kualitas walaupun masih berada dalam batas yang dihimbau oleh Bank Indonesia. Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada tahun 2009 diperkirakan akan mengalami perlambatan dibandingkan tahun 2008, yaitu dalam kisaran 4,5%-5,5%. Semantara itu, pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada triwulan IV-2009 diperkirakan akan berada dalam kisaran 5,0%-5,5% (yoy), atau sedikit meningkat dari triwulan laporan. B. PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH Secara tahunan pada triwulan III-2009, perekonomian Jawa Tengah diperkirakan tumbuh sebesar 5,54% (yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan triwulan II-2009 sebesar 4,53% (yoy). Dari sisi penawaran, pertumbuhan pada triwulan ini terutama didorong oleh pertumbuhan pada sektor Industri Pengolahan, sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR) serta sektor Jasa. Masa liburan dan proses pemilihan umum merupakan salah satu pendorong
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
1
Kinerja ekspor Jawa Tengah menunjukkan pertumbuhan yang cukup signifikan
Dari sisi penawaran, sektor pertanian dan PHR memberikan kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan
pertumbuhan pada sektor-sektor tersebut. Dari sisi permintaan, konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi pada triwulan ini, sementara investasi tumbuh relatif stabil serta ekspor juga masih menunjukkan trend pertumbuhan. Konsumsi rumah tangga pada triwulan III-2009 diperkirakan tumbuh sebesar 5,84%, meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan II-2009 sebesar 5,25% (yoy). Peningkatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga ini disebabkan oleh faktor musiman yang terjadi pada triwulan III-2009 seperti tahun ajaran baru dan liburan sekolah, bulan puasa dan hari besar keagamaan. Konsumsi pemerintah pada triwulan III-2009 diperkirakan tumbuh sebesar 7,45% (yoy). Kondisi tersebut disebabkan pada triwulan III-2009 telah memasuki paruh kedua tahun anggaran 2009, sehingga realisasi belanja pemerintah pun mulai meningkat. Pembentukan modal tetap bruto (PMTB) yang merupakan cerminan pertumbuhan investasi pada triwulan III-2009 diperkirakan mencapai 5,2% (yoy), sedikit meningkat dibandingkan angka pertumbuhan investasi pada triwulan II-2009 sebesar 5% (yoy). Peningkatan ini disebabkan oleh beberapa perusahaan telah mulai melakukan investasi dan realisasi belanja modal dari pemerintah terutama untuk pembangunan infrastruktur. Perkembangan ekspor pada PDRB Jawa Tengah triwulan III2009 menunjukkan pertumbuhan yang cukup signifikan sebesar 8,44% (yoy), meningkat dibandingkan angka pertumbuhan pada triwulan II-2009 yang mengalami kontraksi sebesar -0,7% (yoy). Kinerja ekspor non migas Jawa Tengah pada triwulan III-2009 tercatat sebesar USD 590,43 juta. Trend peningkatan terlihat dari periode bulanan, nilai dan volume ekspor Jawa Tengah. Secara sektoral, pada triwulan III-2009 sebagian besar sektor perekonomian mengalami peningkatan pertumbuhan dibandingkan triwulan II-2009. Sektor yang memiliki sumbangan terbesar terhadap pertumbuhan diberikan oleh sektor pertanian, sektor PHR serta sektor jasa. Sedangkan secara proporsi, tiga sektor ekonomi utama pembentuk PDRB Jawa Tengah adalah sektor industri pengolahan, sektor PHR serta sektor pertanian yang memiliki pangsa sekitar 70% dari total PDRB Jawa Tengah. Sektor pertanian dalam triwulan III-2009 mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan, yaitu sebesar 9,25% (yoy), jauh
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
2
Peningkatan sektor pertanian terutama didukung oleh faktor cuaca
Inflasi (qtq) dan Inflasi (yoy) menurun cukup signifikan
Kinerja perbankan Jawa Tengah menunjukkan perkembangan positif
lebih tinggi dibandingkan posisi triwulan II-2009 sebesar 4,74% (yoy). Peningkatan ini disebabkan adanya pergeseran musim tanam di awal tahun 2008. Sektor Industri pengolahan pada triwulan III-2009 diperkirakan mengalami pertumbuhan sebesar 1,73% (yoy). Angka ini mengalami peningkatan dibanding triwulan II-2009 sebesar 1,09%. Kondisi tersebut diantaranya disebabkan oleh mulai membaiknya permintaan luar negeri terutama untuk produk Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) yang menyebabkan kapasitas produksi mengalami peningkatan. Pada triwulan III-2009 sektor PHR diperkirakan tumbuh sebesar 5,95% (yoy), mengalami peningkatan apabila dibandingkan pertumbuhan pada triwulan II-2009 yang tercatat sebesar 5,82% (yoy). Peningkatan pertumbuhan ini diperkirakan didorong oleh peningkatan perdagangan ritel karena musim liburan sekolah, efek dari pilpres di awal triwulan III-2009 serta faktor mudik lebaran di akhir triwulan III2009. C. PERKEMBANGAN INFLASI Secara tahunan (yoy), tekanan terhadap harga-harga di Jawa Tengah pada triwulan III-2009 mengalami penurunan cukup signifikan dibandingkan dengan triwulan II-2009. Inflasi tahunan pada triwulan ini tercatat sebesar 3,20% (yoy), menurun dibandingkan dengan inflasi triwulan sebelumnya sebesar 3,95%. Sementara itu, secara kuartalan (qtq), inflasi di Jawa Tengah pada triwulan III-2009 adalah sebesar 1,87% (qtq), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 0,26%. Sumber tekanan inflasi secara tahunan pada triwulan laporan berasal dari kelompok makanan jadi, kelompok sandang dan kelompok kesehatan. Sementara itu, faktor yang mempengaruhi penurunan laju inflasi tahunan dalam triwulan ini adalah kelompok transpor yang mengalami penurunan Indeks Harga Konsumen (IHK) cukup signifikan (-6,90%). Sementara itu, peningkatan inflasi kuartalan di triwulan laporan disebabkan oleh peningkatan IHK kelompok bahan makanan, kelompok makanan jadi dan kelompok pendidikan. D. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN Kinerja perbankan (Bank Umum dan BPR) di Provinsi Jawa Tengah pada triwulan III-2009 (posisi Agustus 2009) mengalami pertumbuhan positif baik secara triwulanan maupun secara tahunan. Namun secara
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
3
tahunan, pertumbuhan pada triwulan III-2009 tercatat melambat jika dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan II-2009. Indikatorindikator utama kinerja perbankan yaitu total aset, dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpun, dan kredit yang diberikan mengalami pertumbuhan positif, masing-masing sebesar 2,49%, 0,21%, dan 2,91% (qtq) atau 10,75%, 13,41% dan 10,43% (yoy). Sementara itu kualitas kredit yang diberikan sedikit membaik, yang tercermin dari menurunnya Non Performing Loans-Gross (NPLs) menjadi 3,73%. Sementara itu, LDR perbankan Jawa Tengah secara triwulanan mengalami peningkatan sebesar 2,8% (qtq), namun secara tahunan LDR mengalami penurunan sebesar -2,49% (yoy). Penyebab penurunan LDR secara tahunan diduga karena perbankan lebih selektif dalam menyalurkan kredit sebagai dampak krisis keuangan global. BPR di Jawa Tengah tumbuh sejalan dengan pertumbuhan bank umum walaupun relatif lambat. Hal ini tercermin dari peningkatan indikator-indikator kinerja perbankan yaitu aset, DPK dan kredit yang masing-masing meningkat sebesar 7,59%, 7,07% dan 6,35% (qtq) atau 19,39%, 22,18% dan 17,80% (yoy). Namun LDR BPR pada triwulan ini mengalami sedikit penurunan sebesar -0,82% (qtq) dan 4,44% (yoy) menjadi 121,20 %. Demikian juga dengan kualitas kredit BPR di Jawa Tengah pada triwulan III-2009 mengalami sedikit penurunan dimana tingkat NPLs pada triwulan III-2009 (9,31%) sedikit naik jika dibandingkan triwulan II-2009 (8,75%). Perkembangan perbankan syariah di Jawa Tengah pada triwulan III-2009 menunjukkan pertumbuhan yang positif walaupun melambat. Beberapa Indikator utama perbankan syariah seperti Aset dan Pembiayaan yang mengalami peningkatan, masing-masing sebesar 2,5% dan 4,93% (qtq) atau 44% dan 37,71% (yoy). Peningkatan ini salah satunya dikarenakan oleh semakin banyaknya kantor perbankan syariah di wilayah Jawa Tengah yang hingga triwulan III-2009 terdapat 41 unit atau bertambah sebanyak 6 unit. Kinerja perbankan syariah pada triwulan III-2009 masih cukup baik, terlihat dari Financing to Deposit Ratio (FDR) yang meningkat menjadi 127,67% serta Non Performing Financing (NPF) perbankan syariah sebesar 3,27 %. Sedangkan DPK perbankan syariah pada triwulan III-2009 mengalami penurunan sebesar -3,30% (qtq). Penurunan DPK tersebut salah satunya dikarenakan adanya penarikan uang tunai milik nasabah untuk menghadapi bulan puasa dan hari raya Lebaran. Pada triwulan III-2009, perkembangan umum sistem
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
4
pembayaran tunai di Jawa Tengah secara tahunan (yoy) mengalami net inflow. Jumlah aliran keluar (outflow) ke KBI-KBI di wilayah Jawa Tengah secara total mengalami peningkatan yang cukup signifikan, namun masih lebih rendah dibandingkan dengan jumlah aliran uang masuk (inflow). Sementara itu, nilai dan volume transaksi pembayaran non tunai melalui Bank Indonesia, yaitu Kliring dan Real Time Gross Settlement (RTGS), untuk wilayah Jawa Tengah pada triwulan II – 2009 ini mengalami penurunan . E. PROSPEK PEREKONOMIAN
Pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV-2009 diperkirakan akan mengalami peningkatan yang cukup signifikan
Tekanan inflasi triwulan IV-2009 diperkirakan sedikit menurun
Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada tahun 2009 diperkirakan akan mengalami sedikit perlambatan dibandingkan tahun 2008, yaitu dalam kisaran 4,5%-5,5%. Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada triwulan IV-2009 diperkirakan akan berada dalam kisaran 5%-5,5% (yoy). Secara sektoral, pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah triwulan III-2009 diperkirakan akan didorong oleh sektor industri pengolahan, sektor PHR, sektor jasa dan sektor bangunan. Di sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan tetap didorong oleh konsumsi rumah tangga (RT), Konsumsi Pemerintah. Tekanan inflasi Jawa Tengah triwulan IV-2009 diperkirakan akan mengalami penurunan dari triwulan sebelumnya, dan laju inflasi diproyeksikan akan berada dalam kisaran 2,8%–3,2% (yoy). Perkiraan optimis akan berada dalam angka kisaran 2,8% - 3,0%, sedangkan perkiraan pesimis berada dalam kisaran 3,0% - 3,2%. Tekanan inflasi triwulan IV-2009 diperkirakan akan semakin menurun sejalan dengan menurunnya tekanan harga komoditas volatile foods, tidak adanya tekanan dari sisi permintaan, dan stabilnya nilai tukar rupiah. Meskipun demikian, perlu diantisipasi adanya sedikit tekanan harga dari imported inflation dan komoditas adminitered prices. Faktor potensial yang diperkirakan dapat menjadi pemicu tekanan inflasi triwulan IV-2009 adalah harga gula pasir yang diperkirakan akan mengalami peningkatan hingga akhir tahun, disebabkan oleh berakhirnya masa giling pada bulan November 2009. Selain itu, masuknya musim hujan pada triwulan IV dengan curah hujan yang cukup tinggi dikhawatirkan dapat mengganggu pasokan beberapa komoditas penting, khususnya komoditas bahan makanan dan makanan jadi. Tekanan inflasi dari ekspektasi masyarakat diperkirakan juga mengalami penurunan hingga akhir tahun. Dengan demikian, di tengah aktivitas ekonomi yang cenderung melambat dari tahun sebelumnya, laju inflasi hingga akhir tahun 2009 diperkirakan
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
5
akan mengalami penurunan yang cukup signifikan dibandingkan inflasi tahun 2008, yaitu dari 9,55% menjadi sektar 2,8%-3,20%. Beberapa faktor positif yang diharapkan dapat menyebabkan berkurangnya tekanan harga secara umum antara lain berupa: (a) tetap stabilnya harga BBM dalam negeri meskipun harga minyak internasional meningkat, (b) ketersediaan stok barang kebutuhan pokok yang masih mencukupi, misalnya stok beras di Perum Bulog Jawa Tengah mencukupi hingga 12 bulan ke depan, (c) kurs rupiah yang relatif stabil, (d) relatif rendahnya tekanan dari sisi permintaan, dan (e) ekspektasi masyarakat terhadap perkembangan harga yang cenderung positif hingga enam bulan ke depan.
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
6
Perekonomian Jawa Tengah triwulan III-2009 diperkirakan masih melanjutkan tren pertumbuhan dari triwulan sebelumnya, bahkan pertumbuhan tersebut lebih tinggi dari pada pertumbuhan ekonomi nasional. Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah diperkirakan mencapai 5,54% (yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 4,53% (yoy). Kondisi ekonomi nasional yang relatif kondusif, juga sentimen positif perkembangan ekonomi global merupakan salah satu pendorong utama pertumbuhan perekonomian Jawa Tengah pada triwulan ini. Optimisme masyarakat dan ekspektasi positif dunia usaha terhadap kondisi perekonomian, yang diantaranya disebabkan oleh lancarnya proses pemilihan presiden menjadi penyebab pula peningkatan pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah. Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah ini diperkirakan akan lebih tinggi bila dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang diperkirakan juga akan tumbuh sebesar 4,4% (yoy). 7 6,5 6 5,5 5 4,5 4 3,5
Jateng Nasional
I-04 II-04 III-0 4 IV-04 I-05 II-05 III-0 5 IV-05 I-06 II-06 III-0 6 IV-06 I-07 II-07 III-0 7 IV-07 I-08 II-08 III-0 8 IV-08 I-09 II-09 III-09*
3
Sumber : BPS dan BI, diolah Keterangan : angka pertumbuhan Tw III-09 merupakan angka proyeksi Grafik 1.1. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
7
Dari sisi sektoral, sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran menjadi penopang pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada triwulan ini. Hal tersebut diantaranya disebabkan oleh mulai membaiknya permintaan luar negeri dan faktor hari besar keagamaan. Sementara itu dari sisi permintaan, pertumbuhan pada triwulan ini terutama didorong oleh pertumbuhan sektor konsumsi, baik konsumsi rumah tangga maupun konsumsi pemerintah. TABEL 1.1 PERTUMBUHAN PDRB JAWA TENGAH MENURUT JENIS PENGGUNAAN (YOY, PERSEN) No
Lapangan Usaha
I-08
II-08
Kons. Rumah Tangga
5,13%
5,11%
a. Makanan
2,37%
b. Non Makanan
9,11%
2
Kons. LNP
3
Kons. Pemerintah
4 5 6
Impor
16,06%
PDRB
5,49%
III-08
IV-08
I-09
II-09*
III-09**
Pertumbuhan Year on Year 1
6,51%
4,95%
4,92%
5,25%
5,84%
2,37%
2,97%
2,77%
2,31%
2,09%
1,98%
9,02%
11,54%
7,96%
8,44%
9,48%
10,92%
2,65%
2,12%
6,77%
10,27%
11,89%
10,53%
6,28%
14,71%
9,32%
8,88%
8,23%
7,86%
6,85%
7,45%
PMTB
6,18%
6,14%
7,16%
7,24%
5,34%
5,00%
5,20%
Ekspor
2,60% -5,75%
1,52%
2,31%
-10,17%
-0,70%
8,44%
-6,28%
-12,51%
13,03%
-12,90%
6,47%
17,85%
5,96%
6,39%
3,94%
4,21%
4,53%
5,54%
Sumber : KBI Semarang dan BPS Provinsi Jawa Tengah (data PDRB berdasarkan harga konstan tahun 2000) Keterangan : *) angka sementara * *) angka sangat sementara (poyeksi KBI Semarang)
1. Analisis PDRB Jawa Tengah dari Sisi Permintaan Dari sisi permintaan, hampir semua komponen permintaan agregat menunjukkan peningkatan pertumbuhan pada triwulan ini dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi pada triwulan ini, sementara investasi tumbuh relatif stabil serta ekspor juga masih menunjukkan trend pertumbuhan.
1.1. Konsumsi Konsumsi rumah tangga pada triwulan III-2009 diperkirakan tumbuh sebesar 5,84%, meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan II-2009 sebesar 5,25% (yoy). Peningkatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga ini disebabkan pada triwulan III-2009 terdapat beberapa kejadian yang menyebabkan peningkatan konsumsi secara signifikan, yaitu tahun ajaran baru dan liburan sekolah, bulan puasa dan hari besar keagamaan. Ketiga faktor tersebut diperkirakan memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap peningkatan konsumsi rumah tangga. Di sisi lain, terjadi peningkatan daya beli masyarakat, yang tercermin dari KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
8
mulai berkurangnya angka pemutusan hubungan kerja (PHK) dan kembali dipekerjakannya pegawai perusahaan/ buruh terutama di sektor industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) dan furniture. Peningkatan daya beli masyarakat juga sebagai akibat adanya gaji ke-13 bagi pegawai negeri sipil serta adanya insentif Tunjangan Hari Raya pada pertengahan triwulan III-2009 sehingga mendorong peningkatan konsumsi rumah tangga. Kondisi politik dan kemanan yang cukup stabil, baik di level regional maupun nasional menciptakan optimisme dan ekspektasi positif masyarakat terhadap kondisi rumah tangga, sehingga secara tidak langsung dapat pula meningkatkan konsumsi. 160,0 140,0 Optimis
120,0 100,0
Pesimis
80,0 60,0
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) Ekspektasi Konsumen (IEK)
40,0 20,0
Jan Fe b Mar Apr Mei Jun Jul Agt Se p Okt Nop Des Jan Fe b Mar Apr Mei Juni Juli Agt Sept
0,0
2008
2009
Sumber : Survey Konsumen, Bank Indonesia
Grafik 1.2. Perkembangan Indeks Kepercayaan Konsumen
Peningkatan konsumsi rumah tangga tersebut tergambar dari hasil Survei Konsumen yang diselenggarakan oleh Kantor Bank Indonesia Semarang pada triwulan III-2009. Pada periode tersebut tercatat angka Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) cukup tinggi, bahkan merupakan angka yang tertinggi selama kurun waktu beberapa tahun terakhir. Angka IKK berada di atas 110 selama triwulan III-2009 yang berarti berada pada level yang cukup optimis (optimis bila berada di atas 100 dan pesimis bila angka indeks di bawah 100). Lancarnya proses pemilu presiden , sentimen positif perkembangan indikator perekonomian regional seperti indeks harga saham gabungan, angka inflasi yang terus menunjukkan tren penurunan, nilai tukar yang relatif stabil bahkan cenderung menguat serta berbagai berita positif seputar perbaikan perekonomian global, diperkirakan menjadi penyebab tingginya angka IKK tersebut.
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
9
Peningkatan konsumsi rumah tangga juga tercermin dari pertumbuhan kredit secara triwulanan untuk jenis kredit konsumsi bank umum di Jawa Tengah (Grafik 1.4). Walaupun secara nominal pertumbuhan penyaluran kredit konsumsi terlihat tidak terlalu signifikan, namun tetap mengalami peningkatan dibandingkan periode sebelumnya. Peningkatan ini antara lain disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan konsumsi masyarakat terhadap barangbarang kebutuhan rumah tangga untuk menghadapi lebaran sehingga sebagian masyarakat menggunakan opsi pembiayaan dari perbankan. Namun demikian, pertumbuhannya tidak terlalu tinggi karena terdapat beberapa tambahan pendapatan bagi masyarakat seperti gaji ke-13 dan Tunjangan Hari Raya Keagamaan.
Kredit
25
NPL
6
Pertumb.QtQ
14%
5
20
4
10% 15
8% 6%
10
4% 5
2%
II-0 9
III- 0 9
I- 09
IV -0 8
II-0 8
III- 0 8
I- 08
III- 0 7
IV -0 7
I- 07
II-0 7
III- 0 6
20 09- 08
20 09- 07
20 09- 06
20 09- 05
20 09- 04
20 09- 03
20 09- 02
20 09- 01
20 08- 12
20 08- 11
20 08- 10
20 08- 09
IV -0 6
0 20 08- 08
Grafik 1.3. Perkembangan Kredit Konsumsi, NPL Jenis Kredit Konsumsi dan Pertumbuhan qtq Kredit Konsumsi Bank Umum di Wilayah Jawa Tengah
1
20 08- 07
Sumber : Bank Indonesia
2
20 08- 06
0%
3
20 08- 05
-
R p - T r i ly u n
R p T r i ly u n
12%
Sumber : Bank Indonesia
Grafik 1.4. Perkembangan Posisi Giro Milik Pemerintah pada Bank Umum di Wilayah Jawa Tengah
Konsumsi pemerintah pada triwulan III-2009 diperkirakan tumbuh sebesar 7,45% (yoy), meningkat dibandingkan angka pertumbuhan pada triwulan sebelumnya. Kondisi tersebut disebabkan pada triwulan III-2009 telah memasuki paruh kedua tahun anggaran 2009, sehingga realisasi belanja pemerintah pun mulai meningkat, walau secara umum belum terlalu tinggi. Berdasarkan hasil penelusuran informasi melalui Focus Group Discussion dan forum lainnya, faktor lain yang mendorong pertumbuhan konsumsi pemerintah adalah mulai berjalannya beberapa program stimulus fiskal yang telah ditetapkan pemerintah pusat. Pada triwulan sebelumnya, program-program stimulus fiskal yang ditetapkan masih belum berjalan dengan baik, diantaranya disebabkan oleh belum adanya petunjuk pelaksanaan yang jelas serta pelaksana program masih dalam tahap mempelajari dan mempersiapkan detail program yang akan dilaksanakan.
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
10
Salah satu indikator yang dapat dipergunakan untuk melihat perkembangan konsumsi pemerintah adalah posisi giro milik pemerintah yang disimpan pada perbankan di Jawa Tengah. Pada Grafik 1.4 terlihat bahwa posisi giro milik pemerintah pada triwulan III-2009 sudah mulai menunjukkan penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Penurunan tersebut merupakan indikasi adanya realisasi belanja pemerintah pada triwulan laporan.
1.2. Investasi Pertumbuhan investasi atau pembentukan modal tetap bruto (PMTB) pada triwulan III-2009 diperkirakan mencapai 5,2% (yoy), meningkat dibandingkan angka pertumbuhan investasi pada triwulan II-2009 sebesar 5% (yoy). Berdasarkan hasil liaison yang dilakukan oleh Kantor Bank Indonesia Semarang diperoleh informasi bahwa beberapa perusahaan telah mulai melakukan investasi terutama ditujukan untuk antisipasi peningkatan penjualan di masa mendatang dan pengadaan mesin untuk menunjang produktivitas operasional. Selain itu pada triwulan ini terdapat pula realisasi belanja modal dari pemerintah seperti misalnya mulai berjalannya pembangunan jalan tol Semarang-Solo, permbangunan beberapa sarana infrastruktur lain seperti gedung/ bangunan. Salah satu informasi yang dapat menjadi indikator pertumbuhan investasi diantaranya adalah pertumbuhan konsumsi semen di Jawa Tengah, yang menunjukkan adanya tren peningkatan hingga pertengahan triwulan III-2009 yang mencapai 457 ribu ton. 500
Perkembangan Konsumsi Semen Jawa Tengah 457
450 413 415
400
436
425 429 372 378
Ribuan Ton
350 322
322
300 250
357
378
370 327
317
286
341
277
263 245
200 150 Sep-09 Aug-09 Jul-09 Jun-09 May-09 Apr-0 9 Mar-09 Feb-09 Jan-0 9 Dec-08 Nov-08 Oct-08 Sep-08 Aug-08 Jul-08 Jun-08 May-08 Apr-0 8 Mar-08 Feb-08 Jan-0 8
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia
Grafik 1.5. Penjualan Semen di Jawa Tengah
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
11
1.3. Perdagangan Luar Negeri
250
250
200
200
150
150
100
100
50
Nilai
Vol
50 J u n' 0 9 Ju l' 0 9 A g s t' 0 9
Ja n ' 0 9 F e b '0 9 M r t' 0 9 A p r ' 09 M e i' 0 9
S e p '0 8 O k t' 0 8 N o v'0 8 D e s '0 8
A p r ' 08 M e i' 0 8 J u n' 0 8 Ju l' 0 8 A g s t' 0 8
0 Ja n ' 0 8 F e b '0 8 M r t' 0 8
0
Sumber : DSM Bank Indonesia
Grafik 1.6. Perkembangan Ekspor Jawa Tengah Bulanan
250
400
200
300
150
200
100 50
Nilai
100
Vol
0
V o l u m e i m p o r - Ju t a a n t o n
300
0 J u n '0 9 Ju l ' 0 9 A g s t' 0 9
350
500
Ja n ' 0 9 F e b '0 9 M rt ' 0 9 A p r '0 9 M e i '0 9
300
300
S e p '0 8 O k t' 0 8 N o v'0 8 D e s'0 8
400
600
M e i '0 8 J u n '0 8 Ju l ' 0 8 A g s t' 0 8
350
350
Ja n ' 0 8 F e b '0 8 M rt ' 0 8 A p r '0 8
450
N i la i I m p o r - Ju t a U S D
400
V o l u m e e k s p o r - Ju t a a n t o n
N i l a i E k s p o r - Ju t a U S D
Perdagangan luar negeri (ekspor-impor dan perdagangan antar pulau) di wilayah Jawa Tengah pada triwulan III-2009 diperkirakan mulai mengalami peningkatan. Perkembangan ekspor1 pada PDRB Jawa Tengah triwulan III-2009 menunjukkan pertumbuhan yang cukup signifikan sebesar 8,44% (yoy), meningkat dibandingkan angka pertumbuhan pada triwulan II-2009 yang mengalami kontraksi sebesar -0,7% (yoy). Sementara itu impor diperkirakan tumbuh sebesar 17,85% (yoy), meningkat cukup signifikan dibandingkan triwulan II-2009 yang tercatat sebesar 6,47% (yoy). Berdasarkan data ekspor dan impor yang diolah dari Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter (DSM) Bank Indonesia, kinerja ekspor non migas Jawa Tengah, yang dalam hal ini hanya merupakan perdagangan luar negeri (tidak termasuk perdagangan antar daerah/pulau), pada triwulan III-2009 (data sampai dengan posisi Agustus 2009) tercatat sebesar USD 590,43 juta. Dari grafik 1.7 dan 1.8, terlihat bahwa secara bulanan dan berdasarkan nilai maupun volume, ekspor Jawa Tengah mulai menunjukkan adanya trend peningkatan setelah beberapa periode sebelumnya mengalami trend penurunan. Hal ini sejalan dengan hasil liaison Bank Indonesia yang menyatakan bahwa mulai terjadi peningkatan permintaan terutama untuk produk Tekstil dan Produk Tekstil (TPT).
Sumber : DSM Bank Indonesia *Tw I-2009 s.d. posisi Mei 2009
Grafik 1.7. Perkembangan Ekspor Jawa Tengah Triwulanan
Berdasarkan komoditasnya, ekspor unggulan Jawa Tengah adalah pakaian jadi, perabot dan penerangan rumah, kayu dan barang dari kayu serta serat stafel. Komoditas-komoditas tersebut selama beberapa periode terakhir selalu menempati Pengertian ekspor dan impor dalam konteks PDRB adalah mencakup perdagangan barang dan jasa antar negara dan antar provinsi 1
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
12
urutan teratas dari nilai ekspor Jawa Tengah. Sementara itu berdasarkan klasifikasi Harmonized System (HS), komoditi impor non migas terbesar di Jawa Tengah adalah kapas, mesin/ pesawat mekanik, serta gandum.
2. Analisis PDRB Sisi Penawaran/ Sektoral Dilihat dari sisi sektoral, pada triwulan III-2009 sebagian besar sektor perekonomian mengalami peningkatan pertumbuhan dibandingkan triwulan II-2009. Berdasarkan kontribusi terhadap pertumbuhan, sektor yang memiliki sumbangan terbesar terhadap pertumbuhan pada triwulan ini adalah sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel dan restauran (PHR) dan sektor jasa. Sedangkan sektor penyumbang terbesar PDRB Jawa Tengah adalah sektor industri pengolahan, sektor perdagangan hotel dan restoran (PHR) serta sektor pertanian. Ketiga sektor tersebut memiliki pangsa sekitar 70% dari total PDRB Jawa Tengah, sehingga apabila terjadi perubahan pada ketiga sektor tersebut akan menimbulkan pengaruh yang cukup signifikan pada arah PDRB Jawa Tengah secara keseluruhan. TABEL 1.2 PERTUMBUHAN PDRB JAWATENGAH MENURUT LAPANGAN USAHA (YOY, PERSEN) No
Lapangan Usaha
I-08
II-08
III-08
IV-08
I-09
II-09*)
III-09**)
Pertumbuhan Year on Year 1
Pertanian
-3,43%
5,89%
7,09%
13,36%
2
9,74%
4,74%
9,25%
Pertambangan & Penggalian
1,46%
2,03%
5,54%
5,70%
4,96%
5,40%
3,86%
3
Industri Pengolahan
9,51%
5,03%
6,39%
-2,37%
-2,38%
1,09%
1,73%
4
Listrik, Gas & Air Bersih
5,35%
4,83%
4,86%
4,04%
2,60%
6,39%
5,43%
5
Bangunan
5,45%
6,04%
6,08%
8,44%
7,61%
6,58%
6,66%
6
Perdagangan, Hotel & Restaurant5,46%
5,76%
4,95%
4,26%
4,57%
5,82%
5,95%
7
Pengangkutan & Komunikasi
7,10%
6,67%
9,65%
6,67%
7,11%
7,35%
6,41%
8
Keuangan, Persewaan & Jasa Perush. 11,49%
8,32%
6,77%
4,96%
10,01%
8,80%
7,28%
9
Jasa-Jasa
11,20%
8,80%
6,69%
4,46%
7,47%
7,72%
7,74%
5,49%
5,96%
6,39%
3,94%
4,21%
4,53%
5,54%
Total PDRB
Sumber : BI Semarang dan BPS Provinsi Jawa Tengah (data PDRB berdasarkan harga konstan tahun 2000) Keterangan : *) angka sementara **) angka sangat sementara (proyeksi BI Semarang)
2.1. Sektor Pertanian Sektor pertanian pada triwulan III-2009 mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan, yaitu sebesar 9,25% (yoy), jauh lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan II-2009 sebesar 4,74% (yoy). Peningkatan ini diperkirakan karena adanya pergeseran musim tanam di Indonesia sehingga pada triwulan III-2009 panen sudah mulai terjadi di sebagian wilayah Jawa Tengah. Kondisi tersebut tercermin dari prompt indicator perkiraan produksi tanaman bahan makanan Provinsi Jawa Tengah dari Badan Pusat Statistik. Dari data tersebut, terlihat bahwa beberapa jenis hasil tabama mengalami peningkatan produksi KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
13
dibandingkan triwulan II-2009. Peningkatan harga komoditas di tingkat nasional maupun internasional sedikit banyak turut pula mendorong peningkatan produksi dan produktivitas sektor pertanian. Laju pertumbuhan yang cukup signifikan ini di luar prediksi Bank Indonesia, hal tersebut diantaranya disebabkan dampak El Nino yang diperkirakan akan berdampak cukup signifikan ternyata tidak terbukti. (lihat boks)
Perkiraan Produksi Tabama Jawa Tengah 5
70 60
4 50
3 3
40
2
30
2
Ribuan Ton
Jutaan Ton
4
20
1 10
1 -
-
IV-07
I-08
II-08
III-08
Sb Kiri- Kedelai Sb Kiri- Kacang Hijau Sb Kanan- Jagung Sumber : BPS, diolah
IV-08
I-09
II-09 III-09**)
Sb Kiri- Kacang Tanah Sb Kanan- Padi Sb Kanan- Ubi kayu
Grafik 1.8. Perkiraan Produksi Tabama Jawa Tengah
Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup dominan dalam perekonomian Jawa Tengah, selain itu sektor ini juga menyerap jumlah tenaga kerja yang cukup besar. Kondisi tersebut menyebabkan sektor pertanian memiliki posisi yang cukup strategis. Namun demikian, masih terdapat beberapa permasalahan klasik di sektor ini diantaranya seperti masalah suplai bahan pendukung pertanian (pupuk, pestisida dan lain-lain), masalah penyusutan lahan, resiko cuaca yang sulit ditebak dan lain-lain. Kondisi tersebut menjadi pekerjaan rumah bagi kita semua hingga saat ini, khususnya pemerintah daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan petani.
2.2. Sektor Industri Pengolahan Sektor Industri pengolahan pada triwulan III-2009 diperkirakan mengalami pertumbuhan sebesar 1,73% (yoy). Angka ini mengalami peningkatan dibanding triwulan II-2009 sebesar 1,09%. Setelah beberapa periode yang lalu terjadi kontraksi pada sektor ini yang mengakibatkan kapasitas produksi pada beberapa industri mengalami penurunan, pada triwulan ini diperkirakan kapasitas produksi mulai meningkat. Kondisi tersebut diantaranya disebabkan oleh mulai membaiknya permintaan luar negeri terutama untuk produk TPT.
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
14
Salah satu prompt indicator dari perkembangan sektor industri adalah perkembangan indeks produksi industri pengolahan minyak di Jawa Tengah (Grafik 1.14). Terlihat bahwa indeks mengalami trend peningkatan/ rebound setelah sekitar tiga triwulan sebelumnya mengalami trend penurunan. Peningkatan pada produksi hasil olahan minyak bumi merupakan salah satu indikasi peningkatan aktivitas pada sektor industri.
150,00
Indeks Produksi Industri Pengolahan Minyak di Jawa Tengah 140,52
3.407,66 3.354,35
3.400
141,70 140,41
140,00
Perkiraan Penjualan Listrik
3.500
3.300
3.224,76 3.208,84 3.155,47 3.123,87 3.064,96
3.200
141,69
131,99 Jutaan KWh
160,00
130,00 121,27 120,00
3.100
3.062,80 2.993,97 2.988,76
3.000 2.900
2.862,61
2.800
119,86
2.700
110,00
2.600 2.500
100,00
II I -09**
II -09*
I-09
Grafik 1.9 Indeks Produksi Industri Pengolahan Minyak di Jawa Tengah
IV -08
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
II I -08
III-09
II -08
II-09
I-08
I-09
IV -07
IV-08
II I -07
III-08
II -07
II-08
I-07
I-08
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Grafik 1.10 Prakiraan Penjualan Listrik PLN di Jawa Tengah
Prompt indicator lain dari perkembangan sektor industri pengolahan adalah perkiraan penjualan listrik di Jawa Tengah. Data perkiraan penjualan listrik dari PLN Jawa Tengah menunjukkan trend peningkatan pada triwulan ini, mencapai 3.407,66 Juta KWh seperti terlihat pada grafik 1.15. Listrik merupakan salah satu input utama yang dipergunakan oleh sebagian besar industri di Jawa Tengah. Sehingga dengan adanya trend peningkatan penjualan listrik tersebut merupakan indikasi pula adanya perkembangan positif pada sektor industri.
2.3. Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR) Pada triwulan III-2009 sektor PHR diperkirakan tumbuh sebesar 5,95% (yoy), mengalami peningkatan apabila dibandingkan pertumbuhan pada triwulan II-2009 yang tercatat sebesar 5,82% (yoy). Peningkatan pertumbuhan ini diperkirakan didorong oleh peningkatan perdagangan ritel karena efek dari pilpres dan musim liburan sekolah di awal triwulan III-2009, serta faktor mudik lebaran di akhir triwulan III-2009. Indikator lain yang menunjukkan peningkatan sektor PHR dapat dilihat dari hasil Survei Perdagangan Eceran (SPE) yang menunjukkan pula tren peningkatan indeks penjualan eceran. Peningkatan indeks penjualan eceran terjadi pada semua kelompok komoditas, terutama kelompok transpor dan komunikasi, kelompok KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
15
sandang dan kelompok bahan makanan. Hal tersebut selaras dengan penyebab peningkatan konsumsi pada triwulan III-2009 yang disebabkan faktor liburan tahun ajaran baru serta faktor hari besar keagamaan.
300
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
250 200 150 100 50 Sep-0 9
Ju l-09
Agust-09
Jun-09
Apr-09
Mei-09
Mar-09
Jan-09
Feb-0 9
De s-0 8
Okt-08
Nop-08
Sep-0 8
Ju l-08
Agust-08
Jun-08
Apr-08
Mei-08
Mar-08
Jan-08
Feb-0 8
0
Bhn Makanan
Mknan Jadi
Rumah & Bhn Bakar
Sandang
Transpor & Kom.
Total - sb kanan
Sumber : SPE Bank Indonesia Semarang
Grafik 1.11. Perkembangan Indeks Riil Penjualan Eceran
2.4. Sektor Jasa Sektor jasa-jasa pada triwulan ini diperkirakan tumbuh sebesar 7,74% (yoy), meningkat tipis dibandingkan pertumbuhan pada triwulan II-2009 yang tercatat sebesar 7,72% (yoy). Peningkatan ini diperkirakan didorong oleh perkembangan sub sektor jasa swasta terutama untuk belanja pemerintah daerah terkait dengan meningkatnya realisasi belanja daerah. Selain itu faktor libur tahun ajaran baru diperkirakan juga turut mendorong pertumbuhan sektor jasa. Salah satu prompt indicator pertumbuhan sektor ini dapat dilihat dari perkembangan kredit sektor jasa oleh bank umum di Jawa Tengah.
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
16
20,0 15,0
Pertumb QtQ
10,0 5 ,0
1 ,5 1 ,0 0 ,5 -
0 ,0 -5, 0
NPL& Pertumb Kredit - %
NPL Kred Jasa
II-09 III-09*
'
III-08 IV-08 I-09
IV-07 I-08 II-08
II-07 III-07
III-06 IV-06 I-07
-10,0
II-06
Kredit - TriyunRp
Kred Jasa
4 ,5 4 ,0 3 ,5 3 ,0 2 ,5 2 ,0
Grafik 1.12 Perkembangan Penyaluran Kredit Sektor Jasa oleh Bank Umum di Jawa Tengah
2.5. Sektor lainnya Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan pada triwulan III2009 diperkirakan tumbuh melambat sebesar 7,28% (yoy). Angka ini mengalami perlambatan dibandingkan dengan angka pertumbuhan pada triwulan II2009 yang tercatat sebesar 8,80% (yoy). Kondisi tersebut diperkirakan disebabkan oleh adanya perlambatan pada sub sektor perbankan, seperti misalnya perlambatan pertumbuhan penyaluran kredit perbankan. Pertumbuhan kredit perbankan pada triwulan III-2009 tercatat sebesar 10,04% (yoy), menurun cukup signifikan dibandingkan pertumbuhan kredit pada triwulan II-2009 yang mencapai sebesar 17,1% (yoy). Perlambatan pertumbuhan kredit ini diduga karena pihak perbankan cukup berhati-hati dalam menyalurkan kreditnya sebagai akibat dari dampak krisis keuangan global. Namun demikian, secara umum kinerja sektor perbankan masih tumbuh cukup baik dan stabil. Walaupun mengalami sedikit perlambatan, beberapa indikator kinerja perbankan, seperti dana pihak ketiga, outstanding kredit , LDR (loan to deposit ratio) serta kualitas kredit yang tercermin dari rasio NPL (non performing loans) masih relatif cukup baik (Tabel 1.3). TABEL 1.3 PERKEMBANGAN KEGIATAN BANK (RP MILIAR)
2008 Tw-III Tw-IV Aset 107,49 111,81 DPK 81,24 86,14 - Giro 11,79 12,30 - Deposito 32,91 33,74 - Tabungan 36,54 40,10 Kredit 77,11 79,33 LDR 94,92% 92,10% NPLs 3,40% 3,15% Sumber : LBU dan LBPR, Bank Indonesia Keterangan: data masih bersifat sementara Indikator Usaha
Tw-I 113,26 90,14 14,03 36,98 39,13 79,84 88,57% 2,96%
2009 Tw-II 116,05 92,26 14,36 37,22 40,68 82,67 89,61% 4,02%
Tw-III* 118,55 91,79 14,44 36,93 40,42 84,85 92,44% 4,05%
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
Growth yoy qtq 10,30% 2,16% 12,99% -0,51% 22,50% 0,59% 12,22% -0,78% 10,60% -0,65% 10,04% 2,64% -
17
Pada periode triwulan III-2009, sektor bangunan diperkirakan mengalami pertumbuhan sebesar 6,66% (yoy), meningkat dibandingkan angka pertumbuhan triwulan II-2009 sebesar 6,58% (yoy). Kondisi ini diperkirakan didorong oleh mulai terealisirnya proyek-proyek pembangunan fisik pemerintah, misalnya pembangunan jalan tol Semarang – Solo seksi I (SemarangBawen), pemeliharaan jalan dan beberapa bangunan sarana publik lainnya. Sektor pengangkutan dan komunikasi pada triwulan III-2009 diperkirakan tumbuh sebesar 6,41% (yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan triwulan II-2009. Perlambatan ini kemungkinan disebabkan oleh banyaknya program promosi dari berbagai operator telekomunikasi yang menyebabkan pendapatan operator menjadi berkurang. Namun diperkirakan pada triwulan IV-2009 angka pertumbuhan sektor ini akan mengalami peningkatan. Sektor listrik, gas dan air (LGA) diperkirakan mengalami pertumbuhan sebesar 5,43% (yoy), sedikit melambat dibandingkan pertumbuhan triwulan II-2009 sebesar 6,39%. Kenaikan tarif PDAM, di Kota Semarang, diperkirakan menjadi salah satu penyebab perlambatan sektor ini. Prompt indicator dari pertumbuhan sub sektor air bersih terlihat dari indeks produksi air bersih di wilayah Jawa Tengah yang menunjukkan adanya perlambatan. (Grafik 1.21 ) 165
Indeks Produksi Air Bersih 161,49
160
162,83
158,98
155
160,17
154,83 152,2
150
149,27 149,64
145
145,83
146,89
143,32
140 135 130 I-07
II-07 III-07 IV-07 I-08
II-08 III-08 IV-08 I-09 II-09*
III09**
Sumber : BPS, diolah
Grafik 1.13 Indeks Produksi Air Bersih Wilayah Jawa Tengah
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
18
BOKS Dampak El-Nino Terhadap Produksi Pertanian Pemanasan global yang terjadi dewasa ini mengakibatkan perubahan iklim yang cukup drastis pada beberapa tahun terakhir. Untuk wilayah tropis, dampak yang dirasakan adalah perubahan pola cuaca antara musim penghujan dan musim kemarau yang salah satunya berlangsung lebih lama serta meledaknya populasi hama dan penyakit pada tanaman. El-nino adalah penyimpangan iklim yang mengakibatkan musim kemarau berlangsung lebih lama. Berdasarkan informasi Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) provinsi Jawa Tengah, El-nino terjadi ketika massa uap air di perairan wilayah Indonesia bergerak ke arah Pasifik ekuator bagian tengah/timur, sehingga curah hujan di wilayah Indonesia berkurang. Apalagi bila didukung dengan anomali suhu di perairan wilayah Indonesia yang lebih dingin maka tekanan Udara wilayah Indonesia lebih kuat dari tekanan Pasifik sehingga terjadi dorongan massa uap air dari wilayah Indonesia ke Pasifik dan Indonesia mengalami kemarau panjang. Kondisi ini tentu saja akan mempengaruhi produktivitas pertanian dan sosial ekonomi masyarakat karena semakin berkurangnya pasokan air. Berdasarkan data historis BMKG, terdapat 4 periode terjadinya fenomena El-nino terkuat dalam kurun waktu 20 tahun terakhir yaitu pada tahun 1982/1983, 1986/1987, 1991/1995, dan 1997/1998. Dimana pada tahun 1997/1998 terjadi penurunan produktivitas padi yang cukup signifikan di Jawa Tengah sebagai dampak dari El-nino (Grafik 1). Produktivitas Padi Jawa Tengah (Ku/Ha)
56,00 55,00
El Nino 1997/1998
54,00 53,00 52,00
El Nino 2009
51,00 50,00 49,00 48,00 47,00 46,00
1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Sumber : BPS
Grafik 1.1. Produktivitas Padi Jawa Tengah Menurut BMKG, besarnya dampak El-Nino yang dirasakan pada tahun 1997/1998 dikarenakan anomali suhu perairan Indonesia (-0.60 C) lebih dingin dari perairan Pasifik (+2.30 C) dan tekanan Udara wilayah Indonesia lebih kuat dari
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
19
tekanan Pasifik sehingga terjadi dorongan massa uap air dari wilayah Indonesia ke Pasifik dan Indonesia mengalami kemarau panjang. Untuk triwulan III-2009, prediksi BMKG selama bulan Agustus 2009 menunjukkan bahwa El-Nino yang terjadi di Jawa Tengah dalam skala Lemah. Untuk bulan September 2009 skala El-Nino di Jawa Tengah yang terjadi adalah Moderate, dikarenakan terjadi penurunan suhu perairan di wilayah Jawa Tengah namun masih dalam batas normal. Sedangkan untuk bulan Oktober 2009 hingga Januari 2010, ElNino terjadi dalam skala Moderate-Kuat, namun pada bulan-bulan tersebut di wilayah Jawa Tengah sudah memasuki musim penghujan sehingga diperkirakan terjadi kemunduran awal musim hujan. Relatif tidak berpengaruhnya El-Nino pada triwulan III-2009 dikarenakan oleh suhu perairan Indonesia khususnya Jawa Tengah sama dengan suhu perairan Pasifik Tengah. Sehingga tekanan udara di wilayah Jawa Tengah, sama dengan tekanan udara Pasifik Tengah. Oleh karenanya tidak terjadi aliran massa uap air ke Pasifik Tengah. Selain itu terjadi juga fenomena lain yaitu Dipole Mode yang juga berperan mempengaruhi kondisi kering di wilayah Jawa Tengah.
Sumber : BMKG
Sumber : BMKG
Grafik 1.2. Suhu Perairan Indonesia Grafik 1.3. Suhu Perairan Indonesia dan Pasifik 1997 dan Pasifik 2009 Selain itu, data Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) provinsi Jawa Tengah menunjukkan bahwa kebutuhan air di wilayah Jawa Tengah masih dapat tercukupi. Terlihat dari persentase realisasi waduk kecil dan besar yang mencapai lebih dari 100% (Tabel 1).
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
20
Tabel 1 Volume Waduk di Jawa Tengah Minggu II Oktober 2009 Waduk Besar Kecil
Volume ( juta m3 ) Rencana Realisasi % Realisasi 837.440 1.086.698 129,8% 25.619 31.581 123,3%
Sumber : Dinas PSDA
Berdasarkan berbagai data dan informasi yang disampaikan, maka dapat disimpulkan bahwa secara umum El-Nino tidak berdampak signifikan di wilayah Jawa Tengah terutama pada sektor pertanian. Namun sebagai langkah antisipasi, beberapa upaya telah dilakukan oleh instansi dan dinas terkait di wilayah provinsi Jawa Tengah yang diantaranya : (1) Sosialisasi/informasi dini mengenai kondisi cuaca, prakiraan musim kemarau tahun 2009 oleh BMKG melalui berbagai media massa. (2) Optimalisasi/pemberdayaan Perkumpulan Petani Pengguna Air (P3A). (3) Menerapkan pola tanam padi-padi-palawija (daerah irigasi), padi-palawija-palawija (daerah tadah hujan) dan penerapan budidaya padi hemat air seperti SRI dan PTT. (4) Sosialisasi Gerakan Hemat Air melalui optimalisasi irigasi sawah sesuai kebutuhan tanaman dan perbaikan infrastruktur irigasi di tingkat usaha tani. (5) Optimalisasi pemanfaatan bendung, waduk, embung, jaringan irigasi (jides, jitut), air irigasi permukaan, sumur pantek, dan pompa air.
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
21
Halaman ini sengaja dikosongkan
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
22
Secara tahunan (yoy), tekanan terhadap harga-harga di Jawa Tengah pada triwulan III-2009 mengalami penurunan cukup signifikan dibandingkan dengan triwulan II-2009. Inflasi tahunan pada triwulan laporan tercatat sebesar 3,20% (yoy), menurun dibandingkan dengan inflasi triwulan sebelumnya sebesar 3,95%. Sementara itu, apabila dihitung secara kuartalan (qtq), inflasi di Jawa Tengah pada triwulan III-2009 adalah sebesar 1,87% (qtq), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 0,26%. Sumber tekanan inflasi secara tahunan pada triwulan laporan berasal dari kelompok makanan jadi, kelompok sandang dan kelompok kesehatan. Sementara itu, faktor yang mempengaruhi penurunan laju inflasi tahunan pada triwulan ini adalah kelompok transpor yang mengalami penurunan Indeks Harga Konsumen (IHK) cukup signifikan (-6,90%). Sementara itu, peningkatan inflasi kuartalan di triwulan laporan disebabkan oleh meningkatnya IHK kelompok bahan makanan, kelompok makanan jadi dan kelompok pendidikan. Dalam triwulan ini, inflasi kuartalan (qtq) di Jawa Tengah tercatat lebih rendah dari inflasi kuartalan nasional yang tercatat sebesar 2,07% (qtq). Apabila dilihat secara tahunan (yoy), inflasi Jawa Tengah tercatat lebih tinggi dari angka inflasi nasional yang mencapai 2,83% (yoy). Perkembangan ini memberi sinyal kepada pengambil kebijakan ekonomi di Jawa Tengah agar lebih memperhatikan stabilitas harga barang dan jasa. Sebagai perbandingan, laju inflasi Jateng dalam lima tahun terakhir (2003-2008) selalu berada di bawah inflasi nasional. Oleh karena itu, pengendalian inflasi di Jawa Tengah perlu menjadi salah satu program prioritas pemerintah daerah, Bank Indonesia dan instansi terkait yang tergabung dalam Tim Pemantauan dan Pengendalian Harga (TPPH). TABEL 2.1 INFLASI JAWA TENGAH DIBANDINGKAN NASIONAL TAHUN 2003-2008 WILAYAH
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Jateng
4,45
5,75
15,97
6,50
6,24
9,55
Nasional
5,16
6,40
17,11
6,60
6,59
11,06
Sumber: BPS
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
23
14 12 10 8 6 4 2 0
Jateng Nasional 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 2007
2008
2009
Sumber: BPS, diolah
GRAFIK 2.1. PERKEMBANGAN INFLASI TAHUNAN (YOY) JAWA TENGAH DAN NASIONAL 12 10
qtq yoy
8 6 4 2 0 -2
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 2007
2008
2009
Sumber: BPS, diolah
GRAFIK 2.2. PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH SECARA KUARTLAN (QTQ) DAN TAHUNAN (YOY)
2.1. Inflasi Berdasarkan Kelompok Inflasi berdasarkan kelompok barang secara kuartalan menunjukkan peningkatan pada triwulan III-2009. Peningkatan inflasi kuartalan pada triwulan laporan ini disebabkan oleh peningkatan permintaan masyarakat pada saat bulan puasa dan hari raya Lebaran, pesta Pilpres pada bulan Juli 2009, dan masuknya tahun ajaran baru pada Juli-Agustus 2009. Hal ini terlihat dari penyebab utama inflasi kuartalan Jawa Tengah triwulan ini yang berasal dari komoditas kelompok bahan makanan, kelompok makanan jadi dan kelompok pendidikan.
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
24
2.1.1. Inflasi Kuartalan (qtq) Secara kuartalan, kenaikan harga tertinggi pada triwulan ini terjadi pada kelompok bahan makanan (3,94%), diikuti oleh kelompok makanan jadi (2,49%) dan kelompok pendidikan (2,27%). Dilihat dari sumbangannya terhadap laju inflasi, kelompok bahan makanan memberikan sumbangan inflasi sebesar 0,84%, diikuti oleh kelompok makanan jadi dan kelompok pendidikan masing-masing sebesar 0,50% dan 0,17%. Berikut ini adalah uraian tiga kelompok barang dan jasa yang mengalami inflasi kuartalan tertinggi tersebut. a. Kelompok Bahan Makanan Kelompok bahan makanan mengalami perubahan IHK yang meningkat pada triwulan ini dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan IHK kelompok bahan makanan terutama disebabkan oleh peningkatan IHK subkelompok bumbu-bumbuan (24,28%), subkelompok daging dan hasil-hasilnya (8,84%), dan subkelompok buahbuahan (5,41%). Sementara itu, subkelompok yang mengalami penurunan IHK adalah subkelompok lemak dan minyak (-3,13%) dan subkelompok ikan diawetkan (0,05%). Beberapa komoditas yang memberikan sumbangan inflasi dalam kelompok bahan makanan antara lain adalah telur ayam ras, bawang merah, bawang putih, daging ayam ras, bandeng, udang basah, bayam, pisang, ikan bawal, kentang, susu, wortel, alpukat, minyak goreng, dan ikan kembung. Sedangkan komoditas yang dominan memberikan sumbangan deflasi dalam triwulan ini antara lain adalah beras, apel, cabe rawit, sawi hijau, jeruk, ikan asin belah, kacang panjang, tempe, dan tahu mentah. Sementara itu, pasokan bahan makanan khususnya beras pada triwulan III2009 tercatat mengalami kenaikan. Berdasarkan data Perum Bulog Divisi Regional (Divre) Jawa Tengah, pengadaan stok pangan khususnya beras oleh Bulog mengalami peningkatan. Stok bahan pangan (khususnya beras) yang dimiliki Bulog Jateng sampai dengan September 2009 mencapai sekitar 600.000 ton atau cukup aman untuk memenuhi konsumsi masyarakat kelas bawah selama 12 bulan ke depan. Total pengadaan beras oleh Bulog Jateng tersebut sudah mencapai sekitar 92% dari prognosa tahun 2009 sebesar 650.000 ton. b. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau Pada kelompok makanan jadi, kenaikan IHK tertinggi terjadi pada subkelompok minuman yang tidak beralkohol (8,72%) dan subkelompok tembakau dan minumal beralkohol (1,84%). Kenaikan ini lebih dipicu oleh tingginya kenaikan harga komoditas gula pasir, rokok kretek, nasi, mie, dan soto. Peningkatan IHK
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
25
kelompok komoditas ini disebabkan oleh kenaikan permintaan masyarakat pada saat bulan puasa dan hari raya Lebaran. c. Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga Kenaikan IHK kelompok pendidikan pada triwulan ini disebabkan oleh peningkatan IHK subkelompok jasa pendidikan (3,18%) dan subkelompok perlengkapan/peralatan pendidikan (1,97%). Komoditas penyumbang inflasi terbesar dalam kelompok ini adalah biaya pendidikan TK, SD, SLTP, SLTA dan Akademi/ Perguruan Tinggi, serta peralatan pendidikan seperti tas sekolah, buku pelajaran, buku tulis dan baju seragam. TABEL 2.2. INFLASI JAWA TENGAH KUARTALAN BERDASARKAN KELOMPOK BARANG DAN JASA (PERSEN; QTQ) NO 1 2 3 4 5 6 7
KELOMPOK UMUM / TOTAL BAHAN MAKANAN MAKANAN JADI PERUMAHAN SANDANG KESEHATAN PENDIDIKAN TRANSPOR
Sumber : BPS, diolah
Sep-08 2,89 3,24 4,63 3,32 1,71 0,81 2,66 0,65
Des-08 0,28 0,07 0,92 1,77 1,76 2,56 0,84 -3,92
Mar-09 0,77 1,73 1,80 1,83 3,34 1,90 0,12 -4,56
Jun-09 0,26 -1,12 1,86 0,28 -0,53 0,66 0,05 0,37
Jul-09 0,72 0,76 1,26 0,45 0,28 0,46 1,34 0,34
Agt-09 0,91 1,52 1,43 0,28 0,65 0,29 1,75 0,23
Sep-09 1,87 3,94 2,49 0,35 1,28 0,16 2,27 1,15
TABEL 2.3. SUBKELOMPOK BARANG DAN JASA DENGAN KENAIKAN HARGA KUARTALAN (QTQ) TERTINGGI (PERSEN) NO 1
2
3
4
5
6
7
KELOMPOK UMUM / TOTAL BAHAN MAKANAN BUMBU-BUMBUAN DAGING-DAN HASIL-HASILNYA MAKANAN JADI,MINUMAN,ROKOK & TEMBAKAU MINUMAN YANG TIDAK BERALKOHOL TEMBAKAU DAN MINUMAN BERALKOHOL PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BHN BAKAR BAHAN BAKAR, PENERANGAN DAN AIR PERLENGKAPAN RUMAHTANGGA SANDANG SANDANG ANAK-ANAK SANDANG LAKI-LAKI KESEHATAN PERAWATAN JASMANI DAN KOSMETIKA OBAT-OBATAN PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAHRAGA JASA PENDIDIKAN PERLENGKAPAN / PERALATAN PENDIDIKAN TRANSPOR, KOMUNIKASI & JASA KEUANGAN TRANSPOR JASA KEUANGAN
Sumber : BPS, diolah
Jun-08 3,91 2,53 -0,49 7,19 1,61 0,60 3,02 4,76 7,97 2,11 0,12 1,91 0,97 1,54 2,99 0,98 1,30 0,05 2,41 10,42 17,02 0,00
Sep-08 2,89 3,24 -17,58 19,07 4,63 0,77 8,78 3,32 6,31 2,34 1,71 1,21 3,20 0,81 1,27 0,29 2,66 3,56 30,84 0,65 0,76 6,57
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
Jun-09 0,26 -1,12 -6,48 0,86 1,86 3,81 0,87 0,28 1,17 0,69 -0,53 0,66 0,58 0,66 1,17 0,46 0,05 0,09 -0,41 0,37 0,57 0,00
Sep-09 1,87 3,94 24,28 8,84 2,49 8,72 1,84 0,35 0,96 0,49 1,28 2,28 1,58 0,16 0,24 0,16 2,27 3,18 1,97 1,15 1,71 0,77
26
Perkembangan harga beberapa komoditas di pasar tradisional dan pasar modern yang menjadi tempat Survei Pemantauan Harga (SPH) yang dilakukan oleh KBI Semarang pada bulan Juli-September 2009 secara umum menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Berdasarkan SPH pada bulan September 2009, peningkatan harga tertinggi dialami oleh bawang putih (16,37%), diikuti oleh gula pasir (13,65%), minyak goreng curah (11,50%), daging ayam ras (10,78%), dan cabe merah (10,72%). Peningkatan harga berbagai komoditas penting yang terpantau dalam SPH KBI Semarang pada triwulan III-2009, searah dengan laju inflasi kuartalan pada triwulan ini yang mengalami peningkatan. Perkembangan harga beberapa komoditas hasil SPH KBI Semarang dapat dilihat dalam Grafik 2.3. Beras
9.000
Bawang Merah & Bawang Putih 18 .000 16 .000
8.000
14 .000 12 .000
7.000
10.000 8.000
6.000
6.000
Beras Medium I (IR 64I) Beras Medium I (IR 64II) Beras Super I (Rojolele) Beras Super II (Sentra Ramos)
5.000 4.000 I
II
III IV
I
II
Mei-09
III IV V
4.000
Bawang Merah
2.000
Bawang Putih
I
II
Jun-09
III IV
I
Jul -09
II
III IV
I
II III
Agt-09
IV
I
V
II III IV
I
II
Mei-09
Sep-09
III IV V
I
Jun-09
II
III IV
I
Jul -09
Minyak Goreng
II
III IV I
II
Agt-09
III IV V
Sep-09
Gula Pasir
13 .000
11 .000
12 .000
10 .500
11 .000
10 .000
10 .000
9.500
9.000
9.000
8.000
8.500 8.000
7.000 6.000 5.000
Curah
7.500
Kemasan isi ulang_1
7.000
Kemasan isi ulang_2
6.500
4.000 I
II III
IV I
II III
Mei -09
IV V
I
Jun-09
II III IV
I
Jul -09
II III
IV
I
II
Agt-09
III IV V
SHS Putih SHS Kuning Merk
6.000 I
Sep-09
II
III IV I
II
Mei-09
III IV
V
I
Jun-09
Daging Sapi
II III IV
I
Jul-09
II
III IV
I
II
Agt-09
III IV V
Sep-09
Sabun Detergen
80. 000
15.000
70. 000 14 .000 60. 000 13 .000
50. 000
Merk_1
Bistik
Merk_2
Kwalitas biasa
40. 000
12 .000 I
II III IV Mei-09
I
II
III IV V
Jun-09
I
II III Jul-09
IV I
II
III IV I
Agt-09
II
III IV V
Sep-09
I
II
III IV I
Mei-09
II
III IV V Jun-09
I
II III IV Jul-09
I
II III IV Agt-09
I
II
III IV V
Sep-09
Sumber : data mingguan SPH KBI Semarang, diolah
GRAFIK 2.3. GRAFIK BEBERAPA KOMODITAS HASIL SPH KBI SEMARANG
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
27
Berdasarkan SPH KBI Semarang tersebut, dapat diperoleh informasi terkait dengan kondisi harga beberapa komoditas penting pada triwulan III-2009 yang dapat dilihat dalam Tabel 2.4. TABEL 2.4. KONDISI HARGA BEBERAPA KOMODITAS PENTING Komoditi Beras
Kondisi Harga Relatif Stabil dgn kecenderungan menurun
Faktor Penyebab
Keterangan
Daging sapi
Relatif stabil
- Di beberapa daerah mulai masuk masa panen tahap II, - Stok beras masih cukup - Permintaan stabiil
Daging ayam Telur ayam ras
Cenderung meningkat Relatif stabil
- Permintaan cenderung naik - Permintaan stabil
- Stok daging ayam mencukupi - Stok telur mencukupi
Minyak goreng
Relatif stabil
-
Bawang merah
Cenderung menurun Cenderung naik
- Stok memadai, permintaan relatif stabil - Pengaruh harga CPO internasional - Pasokan memadai - Permintaan stabil - Belum memasuki masa giling
Gula pasir Emas perhiasan
Relatif stabil
- Pengaruh harga internasional
- Stok beras di gudang Bulog Jateng mampu memenuhi kebutuhan hingga 10 bulan ke depan - Stok daging sapi mencukupi
- Masih panen di daerah pemasok (Brebes, dll) - Kenaikan harga diperkirakan sampai dengan akhir Juni 2009 -
Dilihat dari sumbangannya terhadap laju inflasi kuartalan pada triwulan ini, kelompok bahan makanan dan kelompok makanan jadi memberikan sumbangan inflasi terbesar yaitu masing-masing sebesar 0,84% dan 0,50%. Oleh karena itu, pergerakan harga komoditas dalam dua kelompok tersebut perlu dipantau, dicermati dan dikendalikan untuk dapat mengendalikan laju inflasi ke depan. Beberapa komoditas yang perlu terus dipantau dan dikendalikan harganya antara lain beras, minyak goreng, gula pasir, daging ayam ras, telur ayam ras, daging sapi, cabe merah, bawang putih, bawang merah dan kambing. Sumbangan nilai konsumsi beberapa komoditas tersebut sekitar 12% dari total nilai konsumsi yang digunakan untuk menghitung inflasi Jawa Tengah.
2.1.2. Inflasi Tahunan (yoy) Secara tahunan, inflasi Jawa Tengah pada triwulan III-2009 tercatat sebesar 3,20% (yoy), mengalami penurunan dari triwulan sebelumnya sebesar 3,95% (yoy). Tekanan harga tertinggi terjadi pada kelompok makanan jadi (7,25%), diikuti oleh kelompok sandang (5,94%), dan kelompok kesehatan (5,37%). Sementara itu,
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
28
kelompok transpor mengalami deflasi sebesar -6,90% (lihat Tabel 2.5.). Pembahasan selanjutnya akan diuraikan 3 (tiga) kelompok barang dan jasa yang mengalami inflasi tahunan tertinggi pada triwulan ini. a. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau Kenaikan harga pada kelompok makanan jadi bersumber dari kenaikan harga pada subkelompok minuman yang tidak beralkohol (19,57%), serta subkelompok tembakau dan minuman beralkohol (7,06%). Kenaikan pada kelompok ini disebabkan oleh naiknya permintaan masyarakat pada bulan puasa dan hari raya lebaran, serta naiknya harga beberapa bahan baku seperti gandum dan kedelai. Kenaikan IHK subkelompok tembakau dan minuman beralkohol terutama dipicu oleh naiknya harga rokok kretek dan rokok kretek filter. Selain itu, tingginya harga gula pasir, nasi dan mie selama triwulan III-2009 juga menjadi salah satu penyebab kenaikan IHK kelompok makanan jadi. b. Kelompok Sandang Kenaikan IHK pada kelompok sandang terutama bersumber dari kenaikan harga di subkelompok barang pribadi dan sandang lainnya (16,58%), serta sandang anak-anak sebesar 3,84% (lihat Tabel 2.6). Kenaikan harga barang pribadi dan sandang lainnya terutama disebabkan oleh kenaikan harga emas perhiasan pada periode bulan Agustus-September 2009, sejalan dengan perkembangan harga emas internasional. Sementara kenaikan harga sandang anak-anak disebabkan oleh kenaikan harga baju kaos, celana panjang jeans, sepatu, dan seragam sekolah anak. c Kelompok Kesehatan Kenaikan IHK pada kelompok kesehatan disebabkan oleh kenaikan harga di subkelompok jasa kesehatan (9,80%) dan subkelompok obat-obatan (3,49%). Kenaikan IHK subkelompok jasa kesehatan terutama masih adanya pengaruh dari kenaikan IHK subkelompok jasa kesehatan di Purwokerto (44,19%) karena naiknya tarif rumah sakit dan jasa dokter pada triwulan II-2009. Selain itu, kenaikan jasa dokter di kota Semarang dan Surakarta juga mengalami peningkatan pada triwulan III-2009. Sementara kenaikan IHK subkelompok perawatan obat-obatan disebabkan oleh kenaikan harga obat dengan resep.
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
29
TABEL 2.5. INFLASI JAWA TENGAH TAHUNAN BERDASARKAN KELOMPOK BARANG DAN JASA (PERSEN; YOY) NO
KELOMPOK UMUM / TOTAL BAHAN MAKANAN MAKANAN JADI PERUMAHAN SANDANG KESEHATAN PENDIDIKAN TRANSPOR
Sep-08 10,21 16,71 13,17 12,77 8,78 6,13 4,44 11,92
Des-08 9,55 12,91 12,90 13,46 7,06 7,68 4,93 7,14
Mar-09 6,94 7,76 9,22 12,17 7,08 6,97 4,99 1,92
Jun-09 3,95 3,92 9,49 7,38 6,38 6,05 3,69 -7,36
Jul-09 2,83 2,53 6,83 5,20 5,80 5,75 4,40 -7,56
Agt-09 2,80 3,22 7,02 4,88 5,55 5,56 2,80 -7,67
Sep-09 3,20 4,63 7,25 4,29 5,94 5,37 3,30 -6,90
1 2 3 4 5 6 7 Sumber : BPS, diolah Keterangan : angka inflasi per kelompok adalah hasil olahan KBI Semarang berdasarkan data IHK yang diperoleh dari BPS
TABEL 2.6. SUBKELOMPOK BARANG DAN JASA DENGAN KENAIKAN HARGA TAHUNAN (YOY) TERTINGGI NO 1
2
3
4
5
6
7
KELOMPOK UMUM / TOTAL BAHAN MAKANAN BUMBU-BUMBUAN BUAH-BUAHAN MAKANAN JADI,MINUMAN,ROKOK & TEMBAKAU MINUMAN YANG TIDAK BERALKOHOL TEMBAKAU DAN MINUMAN BERALKOHOL PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BHN BAKAR BAHAN BAKAR, PENERANGAN DAN AIR BIAYA TEMPAT TINGGAL SANDANG BARANG PRIBADI DAN SANDANG LAINNYA SANDANG ANAK-ANAK KESEHATAN JASA KESEHATAN OBAT-OBATAN PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAHRAGA JASA PENDIDIKAN PERLENGKAPAN / PERALATAN PENDIDIKAN TRANSPOR, KOMUNIKASI & JASA KEUANGAN JASA KEUANGAN SARANA DAN PENUNJANG TRANSPOR
Jun-08 9,01 17,33 19,51 9,23 9,74 0,87 11,48 9,73 9,50 10,75 9,13 21,78 6,59 6,40 1,45 12,78 8,54 10,01 6,98 11,20 9,01 2,10
Sep-08 10,21 16,71 4,09 12,27 13,17 2,65 16,89 12,77 16,31 12,95 8,78 16,86 5,56 6,13 1,34 12,04 4,44 4,14 34,32 11,92 16,16 1,97
Jun-09 3,95 3,92 -12,89 8,76 9,49 10,83 14,34 7,38 10,78 6,34 6,38 16,42 2,76 6,05 9,79 3,62 3,69 4,44 32,29 -7,36 6,69 0,80
Sep-09 3,20 4,63 31,34 8,15 7,25 19,57 7,06 4,29 5,20 3,92 5,94 16,58 3,84 5,37 9,80 3,49 3,30 4,06 3,10 -6,90 0,89 0,57
Sumber : BPS, diolah Keterangan : angka inflasi per kelompok adalah hasil olahan KBI Semarang berdasarkan data IHK yang diperoleh dari BPS
Apabila dilihat komoditas penyebab inflasi setiap bulannya, BPS mencatat beberapa komoditas yang menjadi pemicu utama inflasi triwulan ini. Beberapa komoditas yang tercatat sebagai pemicu inflasi dalam kelompok bahan makanan antara lain adalah daging ayam ras, cabe merah, beras, bawang putih, susu, telur ayam ras dan buah-buahan. Dalam kelompok makanan jadi, komoditas yang menjadi pemicu utama inflasi triwulan ini di antaranya gula pasir, rokok kretek, makanan KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
30
ringan, nasi dan mie. Sementara itu, komoditas yang menyumbang inflasi dalam kelompok perumahan antara lain tarif air minum PDAM, bahan bakar rumah tangga, dan upah pembantu rumah tangga. Komoditas yang menyumbang inflasi kelompok pendidikan adalah biaya pendidikan (TK s.d. Perguruan Tinggi) dan perlengkapan pendidikan. Terkait dengan hal tersebut, pemerintah dan pihak terkait perlu hati-hati dalam melakukan perubahan harga komoditas administered prices yang termasuk dalam kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar, antara lain tarif air minum PDAM dan bahan bakar rumah tangga (elpiji). Adapun sumbangan nilai konsumsi dua komoditas tersebut sekitar 4,3% dari total nilai konsumsi yang digunakan untuk menghitung inflasi Jawa Tengah. Beberapa komoditas penyebab inflasi Jawa Tengah pada triwulan III-2009 secara lebih lengkap dapat dilihat dalam Tabel 2.7.
No 1.
2.
3.
TABEL 2.7. BEBERAPA KOMODITAS PENYEBAB INFLASI TIAP BULAN PADA TRIWULAN III-2009
Juli Agustus Kelompok Bahan Makanan Telur ayam ras Bawang putih Bawang merah Daging ayam ras Bawang putih Minyak goreng Daging ayam ras Apel Bandeng Jeruk Bawal Susu untuk tulang/manula Wortel Alpukat Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan tembakau Ayam goreng Gula pasir Makanan ringan/snack
Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar Tarif air minum PAM Tarif air minum PAM Upah pembantu RT 4. Kelompok Sandang 5. Kelompok Kesehatan 6. Kelompok Pendidikan, Rekreasi & Olahraga Biaya pendidikan TK, SD, Biaya pendidikan SD, SLTP, SLTP, SLTA SLTA Buku pelajaran Tabloid 7. Kelompok Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan Bensin (pertamax / pertamax plus) Sumber : BPS, diolah
September
Cabe merah Daging ayam ras Jeruk Beras
Mie Gula pasir Rokok kretek Nasi Tarif air minum PAM Bahan bakar RT Emas perhiasan Pembersih/penyegar Perlengkapan pendidikan
Namun demikian, BPS juga mencatat beberapa komoditas yang mengalami penurunan harga atau memberikan andil deflasi pada triwulan ini, antara lain minyak goreng, telur ayam ras, wortel, cabe rawit, dan bayam. Beberapa komoditas yang
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
31
memberikan andil penurunan harga (deflasi) Jawa Tengah pada triwulan III-2009 secara lebih lengkap dapat dilihat dalam Tabel 2.8. TABEL 2.8. BEBERAPA KOMODITAS YANG MENGALAMI PENURUNAN IHK (DEFLASI) PADA TRIWULAN III-2009
Juli Minyak goreng Beras Cabe merah Cabe rawit Sawi hijau Ikan asin belah Kacang panjang Tempe Gula pasir Sumber : BPS
Agustus Bawang merah Bandeng Bayam Wortel Cabe rawit
September Minyak goreng Bawang merah Telur ayam ras Petai
Perkembangan harga beberapa komoditas tersebut sesuai dengan hasil Survei Pemantauan Harga (SPH) yang dilakukan KBI Semarang setiap minggu di beberapa pasar tradisional dan pasar modern di kota Semarang, yang secara umum menunjukkan peningkatan harga selama triwulan III-2009. Perkembangan harga beberapa komoditas strategis hasil SPH yang dilakukan KBI Semarang setiap minggu di beberapa pasar tradisional dan pasar modern di kota Semarang dapat dilihat pada Grafik 2.4. Daging Ayam Ras
Ayam Goreng
27 .000
7 .000
26 .000 6 .500
25 .000 24 .000
6 .000
23 .000 22 .000
5 .500
21 .000 5 .000
20.000 I
II
III
IV
I
Mei -09
II
III
IV
V
I
Jun-09
II
III
IV
I
Jul -09
II
III
IV
I
II
Agt-09
III
IV
I
V
II
III
IV
I
II
Mei- 09
Sep - 09
Telur Ayam Ras 14.000
15.000
13.000
14.500
12.000
14.000
III
IV
V
I
II
Jun- 09
III
IV
I
II
Jul -09
III
IV
I
II
Agt-09
III
IV
V
Sep- 09
Gas Elpiji
77 .500
75 .000
72 .500
11.000
Ukuran 3 kg (axis kiri)
13.500
Ukuran 12 kg (axis kanan)
10.000 I
II
III
IV
I
Mei-09
II
III
IV
V
I
Jun-09
II
III
IV
I
Jul- 09
II
III
IV
I
II
Agt- 09
III
IV
V
13.000
70 .000 I
Sep- 09
II
III IV
I
Mei-09
Cabe Merah
II
III
IV
V
I
Jun- 09
II
III IV
Jul -09
I
II
III IV
I
Agt-09
II
III
IV
V
Sep -09
Rokok Kretek & Rokok Kretek Filter
30.000
9.500
Cabe Merah Besar Cabe Merah Keriting
9.000
25.000
8.500 20.000 8.000 15.000
Rokok Kretek_1
7.500
10.000
Rokok Kretek_2 Rokok Kretek Filter
7.000 I
II
III
Mei-09
IV
I
II
III
IV
Jun- 09
V
I
II
III
Jul -09
IV
I
II
III
Agt- 09
IV
I
II
III
IV
Sep -09
V
I
II
III
Mei- 09
IV
I
II
III
IV
V
Jun- 09
I
II
III
Jul -09
IV
I
II
III
Agt-09
IV
I
II
III
IV
V
Sep -09
GRAFIK 2.4 PERKEMBANGAN HARGA BEBERAPA KOMODITAS STRATEGIS HASIL SURVEI PEMANTAUAN HARGA (SPH) MINGGUAN DI KOTA SEMARANG
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
32
Berdasarkan Survei Konsumen, sebagian besar responden memperkirakan dalam triwulan ini akan terjadi inflasi tahunan yang sedikit menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Menurut responden, kenaikan harga diperkirakan akan terjadi pada semua kelompok barang, dengan kenaikan harga tertinggi diperkirakan terjadi pada kelompok kesehatan, disusul oleh kelompok bahan makanan dan kelompok pendidikan. Perkembangan ekspektasi inflasi hasil Survei Konsumen dibandingkan dengan inflasi tahunan Jawa Tengah aktual setiap bulan dapat dilihat pada grafik 2.5. Inflasi Aktual (%)
Ekspektasi Inflasi
12
200 190
10
180 8
170
6
160 150
4
140 2
Inflasi Aktual (yoy, %)
130
Ekspektasi Inflasi (indeks)
0 4 5
6
7 8
9 10 1112 1 2
3
2007
120 4 5
6
7 8
9 10 1112 1 2
2008
3
4
5 6
7 8
9
2009
Sumber: KBI Semarang dan BPS Keterangan: indeks = (%turun - % naik) + 100
GRAFIK 2.5 PERKEMBANGAN EKSPEKTASI INFLASI HASIL SURVEI KONSUMEN DAN INFLASI TAHUNAN AKTUAL DI JAWA TENGAH
2.2. Inflasi Empat Kota di Jawa Tengah Inflasi kuartalan (qtq) di empat kota di Jawa Tengah (Semarang, Surakarta, Purwokerto, Tegal) pada triwulan ini mengalami peningkatan di semua kota. Sementara itu, laju inflasi tahunan (yoy) di empat kota tersebut pada triwulan ini mengalami penurunan di tiga kota (Semarang, Surakarta dan Purwokerto). Adapun inflasi tahunan satu kota lainnya, yaitu kota Tegal, mengalami peningkatan. Analisis mengenai inflasi empat kota tersebut akan diuraikan di bawah ini.
2.1.1. Inflasi Kuartalan (qtq) Berdasarkan penghitungan BPS, laju inflasi kuartalan (qtq) empat kota di Jawa Tengah yaitu di kota Semarang, Surakarta, Purwokerto, dan Tegal pada triwulan III2009 masing-masing sebesar 1,96%, 1,21%, 1,17% dan 1,20%. Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, BPS mencatat bahwa laju inflasi kuartalan di empat kota tersebut mengalami peningkatan. Hal itu menggambarkan bahwa tekanan harga yang cukup tinggi selama triwulan III-2009 terjadi di semua kota. Berdasarkan kelompok barang dan jasa, BPS mencatat bahwa di kota Semarang, Surakarta dan Tegal, laju inflasi kuartalan pada triwulan III-2009 terutama KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
33
dipicu oleh kelompok bahan makanan, diikuti oleh kelompok makanan jadi dan kelompok pendidikan. Komoditas kelompok bahan makanan yang memberikan sumbangan inflasi cukup nyata adalah yang termasuk pada subkelompok bumbubumbuan. Komoditas dalam kelompok makanan jadi yang mengalami kenaikan harga cukup signifikan terutama yang termasuk dalam subkelompok minuman yang tidak beralkohol. Adapun kenaikan harga dalam kelompok pendidikan terutama disumbang oleh komoditas dalam subkelompok perlengkapan pendidikan. Sementara di kota Purwokerto, laju inflasi kuartalan pada triwulan III-2009 terutama dipicu oleh kelompok pendidikan, diikuti oleh bahan makanan dan kelompok transpor. Kenaikan IHK kelompok pendidikan terutama dipicu oleh subkelompok jasa pendidikan. Kenaikan IHK kelompok bahan makanan terutama disumbang oleh kenaikan harga komoditas dalam subkelompok buah-buahan, yang mengalami peningkatan IHK sebesar 10,61% (qtq). Perkembangan inflasi kuartalan empat kota di Jawa Tengah berdasarkan kelompok barang dan jasa dapat dilihat pada Tabel 2.9. TABEL 2.9. INFLASI KUARTALAN EMPAT KOTA DI JAWA TENGAH BERDASARKAN KELOMPOK BARANG DAN JASA (PERSEN; QTQ) No
KELOMPOK
Jun-08
1 2 3 4 5 6 7
UMUM / TOTAL BAHAN MAKANAN MAKANAN JADI PERUMAHAN SANDANG KESEHATAN PENDIDIKAN TRANSPOR
4,10 1,89 1,93 5,72 0,37 1,28 1,81 9,91
1 2 3 4 5 6 7
UMUM / TOTAL BAHAN MAKANAN MAKANAN JADI PERUMAHAN SANDANG KESEHATAN PENDIDIKAN TRANSPOR
3,7 2,35 0,39 3,58 -0,06 1,54 0,10 12,87
1 2 3 4 5 6 7
UMUM / TOTAL BAHAN MAKANAN MAKANAN JADI PERUMAHAN SANDANG KESEHATAN PENDIDIKAN TRANSPOR
4,11 5,02 2,11 3,41 -0,22 1,67 0,39 10,66
Sep-08
Dec-08 Mar-09 SEMARANG 2,83 0,18 0,72 4,25 0,36 1,34 3,94 0,98 1,76 2,19 1,33 2,32 2,71 1,64 4,02 0,71 2,64 0,79 3,58 0,6 0,15 1,02 -4,07 -4,82 SURAKARTA 1,74 0,13 0,78 2,06 -0,85 3,35 0,94 0,29 1,65 3,98 3,34 0,76 0,81 0,93 0,67 0,58 3,95 0,01 1,56 0,03 -4,70 -0,22 -4,44 0,78 PURWOKERTO 3,53 1,16 0,78 0,81 2,42 0,97 4,79 2,20 1,35 8,68 1,69 -0,30 0,77 1,26 5,88 1,21 0,24 14,6 1,19 2,86 0,14 0,77 -4,07 -4,33
Jun-09
Jul-09
Agt-09
Sep-09
0,06 -1,78 1,38 0,40 0,02 0,42 -0,08 0,57
0,69 0,62 0,98 0,58 0,74 0,37 1,08 0,46
0,93 1,77 1,20 0,43 1,06 0,36 1,05 0,26
1,96 4,41 2,27 0,47 1,90 0,10 1,84 1,34
0,47 0,92 0,96 0,03 -0,42 1,07 0,19 0,10
0,65 1,67 0,82 0,03 -0,42 0,53 0,68 0,27
0,75 1,34 1,10 0,24 -0,08 0,03 1,52 0,33
1,21 2,05 2,22 0,30 -0,17 0,16 1,58 0,68
0,11 -1,67 2,52 -0,01 -1,30 1,08 0,14 0,14
0,34 -0,36 1,95 0,00 -0,28 0,73 0,13 -0,06
0,63 0,14 1,08 0,54 0,08 0,59 3,08 -0,07
1,17 2,12 0,65 0,64 -0,22 0,06 3,32 1,02
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
34
LANJUTAN TABEL 2.9. No
1 2 3 4 5 6 7
KELOMPOK UMUM / TOTAL BAHAN MAKANAN MAKANAN JADI PERUMAHAN SANDANG KESEHATAN PENDIDIKAN TRANSPOR
Jun-08
Sep-08
3,15 4,15 1,63 2,68 -0,58 2,78 0,77 8,14
Dec-08 Mar-09 TEGAL 5,16 0,45 1,05 1,94 -1,52 1,31 16,53 0,86 2,62 4,55 1,16 1,06 -1,58 4,56 2,61 1,48 1,08 1,09 0,82 2,28 0,15 0,30 -1,84 -2,99
Jun-09
Jul-09
Agt-09
Sep-09
1,05 -1,06 5,63 0,35 -3,41 0,85 0,42 0,05
0,71 1,25 0,81 0,63 1,29 0,27 -0,10 0,01
0,97 3,55 0,14 0,07 1,07 0,25 1,40 0,11
1,20 3,18 1,07 0,01 -0,24 0,34 4,33 0,31
Sumber : BPS, diolah Keterangan : angka inflasi per kelompok adalah hasil olahan KBI Semarang berdasarkan data IHK yang diperoleh dari BPS
2.1.2. Inflasi Tahunan (yoy) Berdasarkan penghitungan BPS, laju inflasi tahunan (yoy) empat kota di Jawa Tengah yaitu di kota Semarang, Surakarta, Purwokerto, dan Tegal pada triwulan III2009 masing-masing sebesar 2,94%, 2,61%, 3,26% dan 5,80%. Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, BPS mencatat bahwa laju inflasi di keempat kota tersebut mengalami penurunan, kecuali kota Tegal yang mengalami peningkatan. Berdasarkan kelompok barang dan jasa, BPS mencatat bahwa laju inflasi tahunan di Kota Semarang pada triwulan III-2009 terutama dipicu oleh kenaikan IHK kelompok sandang, kelompok makanan jadi, dan kelompok perumahan dengan kenaikan IHK masing-masing sebesar 8,61%, 8,27% dan 6,38% (lihat Tabel 2.10.). Di kota Surakarta, inflasi tahunan pada triwulan ini terutama dipicu oleh kenaikan IHK kelompok kesehatan (5,94%), diikuti oleh kelompok bahan makanan (5,52%) dan kelompok perumahan (5,40%). Inflasi tahunan kota Purwokerto dalam triwulan laporan terutama disebabkan oleh kenaikan IHK pada kelompok kesehatan sebesar 16,19%, diikuti oleh kelompok makanan jadi (6,88%) dan kelompok pendidikan (6,57%). Sementara itu, kota Tegal dicatat oleh BPS sebagai kota yang memiliki inflasi tahunan tertinggi dibandingkan dengan 3 kota lainnya dalam triwulan ini, yaitu sebesar 5,80%. Dari ketujuh kelompok komoditas, kelompok makanan jadi mengalami kenaikan IHK paling tinggi yaitu mencapai 15,24% (yoy), diikuti oleh kelompok pendidikan dan kelompok bahan makanan masing-masing sebesar 8,19% dan 5,23%. Perkembangan inflasi tahunan kota Tegal yang menjadi inflasi tahunan tertinggi di Jawa Tengah, perlu dicermati dan diantisipasi dengan baik. Posisi kota Tegal sebagai jalur utama lalu lintas barang dari DKI Jakarta, Jabar dan Banten menuju Jawa Tengah maupun sebaliknya, menjadi semakin strategis dalam mempengaruhi pergerakan harga komoditas di kota Tegal dan kota lain di Jawa Tengah.Perkembangan laju inflasi tahunan di empat kota di Jawa Tengah terlihat pada tabel 2.10.
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
35
TABEL 2.10. LAJU INFLASI TAHUNAN EMPAT KOTA DI JAWA TENGAH MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA (PERSEN, YOY) No
KELOMPOK
Jun-08
1 2 3 4 5 6 7
UMUM / TOTAL BAHAN MAKANAN MAKANAN JADI PERUMAHAN SANDANG KESEHATAN PENDIDIKAN TRANSPOR
12,50 17,23 11,48 11,67 11,96 7,15 9,78 10,36
1 2 3 4 5 6 7
UMUM / TOTAL BAHAN MAKANAN MAKANAN JADI PERUMAHAN SANDANG KESEHATAN PENDIDIKAN TRANSPOR
9,13 14,5 3,28 7,44 4,62 4,28 2,38 14,04
1 2 3 4 5 6 7
UMUM / TOTAL BAHAN MAKANAN MAKANAN JADI PERUMAHAN SANDANG KESEHATAN PENDIDIKAN TRANSPOR
10,53 21,67 5,20 5,70 0,25 7,10 9,15 12,50
1 2 3 4 5 6 7
UMUM / TOTAL BAHAN MAKANAN MAKANAN JADI PERUMAHAN SANDANG KESEHATAN PENDIDIKAN TRANSPOR
12,11 19,49 14,61 6,60 8,20 5,88 10,82 9,08
Sep-08 Dec-08 Mar-09 SEMARANG 13,43 10,34 7,20 17,33 13,83 8,04 14,35 14,10 8,86 13,62 13,58 12,01 12,38 8,89 9,00 6,85 8,60 5,52 5,56 6,09 6,24 11,46 6,69 1,38 SURAKARTA 9,94 6,96 5,53 14,11 9,34 7,04 3,98 4,30 3,29 11,12 13,65 13,16 4,55 3,47 2,45 4,35 7,42 6,88 1,86 1,89 1,70 13,96 8,22 2,56 PURWOKERTO 11,96 12,06 9,48 17,01 20,01 9,48 10,34 12,40 10,83 13,84 15,12 13,93 -0,78 3,39 7,80 5,32 3,15 18,22 1,96 4,55 4,64 13,40 7,87 2,35 TEGAL 14,63 8,52 6,38 17,66 8,72 5,92 26,71 23,67 22,58 10,66 11,15 9,75 3,92 6,13 4,98 6,52 6,87 6,58 4,70 4,00 4,08 9,19 6,92 3,29
Jun-09
Jul-09 Agt-09 Sep-09
3,81 4,15 8,27 6,38 8,61 4,63 4,26 -7,24
3,04 3,08 7,21 5,14 8,05 4,43 4,66 -7,44
2,76 3,50 6,90 5,07 7,54 4,18 1,69 -7,68
2,94 4,31 6,53 4,59 7,75 3,99 2,51 -6,95
3,15 5,54 3,88 9,27 2,09 6,39 1,79 -9,04
1,76 3,16 3,12 6,12 1,71 6,25 1,79 -8,93
2,15 4,50 4,00 5,79 0,89 6,11 1,82 -8,74
2,61 5,52 5,20 5,40 1,09 5,94 1,82 -8,22
5,67 2,51 11,28 10,17 6,63 17,53 4,37 -7,38
3,02 1,74 7,30 4,33 6,02 17,16 3,61 -8,66
3,33 1,81 7,66 4,19 6,72 17,09 6,83 -8,52
3,26 3,84 6,88 2,02 5,59 16,19 6,57 -7,15
4,99 0,62 27,41 7,25 1,99 4,57 3,71 -4,43
3,65 -1,09 11,37 4,31 0,85 3,44 8,60 -4,48
3,90 0,21 12,83 2,51 2,48 3,40 8,02 -4,63
5,80 5,23 15,24 2,10 5,18 3,63 8,19 -3,63
Sumber: BPS, diolah Keterangan : angka inflasi per kelompok adalah hasil olahan KBI Semarang berdasarkan data IHK yang diperoleh dari BPS
2.3.
Perkembangan Tim Pemantauan dan Pengendalian Harga (TPPH) Provinsi Jawa Tengah Inflasi memegang peranan yang penting bagi perekonomian karena melalui inflasi
yang rendah dan stabil maka perekonomian dapat tumbuh berkesinambungan. Pengendalian Inflasi tidak hanya menjadi tugas Bank Indonesia semata, namun juga membutuhkan kerjasama dari dinas dan institusi terkait mengingat Bank Indonesia hanya mampu mengendalikan inflasi dari sisi permintaan, sementara dari sisi penawaran peran pemerintah KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
36
daerah mutlak diperlukan untuk mengendalikan sumber tekanan inflasi yang dipengaruhi oleh komoditas dan karakteristik ekonomi di tiap daerah. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka Bank Indonesia Semarang berinisiatif untuk membentuk suatu forum yang berfungsi untuk saling tukar menukar informasi serta memberikan usulan rekomendasi terkait dengan inflasi kepada Gubernur Jawa Tengah. Tim Pemantau dan Pengendalian Harga (TPPH) merupakan wujud nyata dari forum yang dimaksud. Pembentukan TPPH wilayah provinsi Jawa Tengah diawali oleh penandatanganan nota kesepahaman antara Gubernur Jawa Tengah, Ali Mufiz, dengan Deputi Gubernur Bank Indonesia, Hartadi A. Sarwono, pada bulan Maret 2008. Tujuan dari penandatanganan nota kesepahaman ini adalah untuk mensinergikan pelaksanaan kebijakan perekonomian daerah melalui koordinasi dan rekomendasi serta langkah aktif lain yang memberikan kontribusi positif bagi perekonomian Jawa Tengah. Kemudian dilanjutkan dengan penetapan peraturan bersama antara Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah dan Pemimpin Bank Indonesia Semarang mengenai pembentukan Forum Koordinasi Pengembangan Ekonomi Jawa Tengah. Pertemuan TPPH provinsi Jawa Tengah diagendakan untuk dilakukan setiap bulan dan mulai dilaksanakan pada Februari 2009. Hingga Oktober 2009, pertemuan TPPH provinsi Jawa Tengah telah dilaksanakan sebanyak 9 kali. Secara umum, rekomendasi yang diusulkan kepada Gubernur Jawa Tengah melalui TPPH mengarah kepada langkah-langkah nyata yang berkaitan dengan pengendalian harga beberapa komoditas kebutuhan pokok dengan tingkat fluktuasi yang tinggi, seperti melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai kenaikan tarif pelayanan publik dan ketersediaan pasokan komoditas kebutuhan pokok, antisipasi pengamanan selama masa kampanye pemilu, pelaksanaan pasar murah selama bulan puasa dan menjelang lebaran, dll. Melihat tantangan ke depan yang semakin berat terkait dengan sumber tekanan inflasi baik dari sisi komoditas maupun karakteristik ekonomi maka penguatan TPPH sangat diperlukan. Diharapkan dengan peran TPPH yang semakin kuat maka stabilitas harga komoditas dapat tercapai dan inflasi dapat terkendali dan untuk jangka panjang dapat memberikan manfaat secara luas bagi masyarakat.
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
37
Halaman ini sengaja dikosongkan
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
38
Kinerja perbankan (Bank Umum dan BPR) di Provinsi Jawa Tengah pada triwulan III-2009 (posisi Agustus 2009) mengalami pertumbuhan positif baik secara triwulanan maupun secara tahunan. Namun secara tahunan, pertumbuhan pada triwulan III-2009 tercatat melambat jika dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan II-2009. Indikator-indikator utama kinerja perbankan yaitu total aset, dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpun, dan kredit yang diberikan, serta Loan to Deposits Ratio (LDR) mengalami pertumbuhan positif. Sementara itu kualitas kredit yang diberikan sedikit membaik, yang tercermin dari menurunnya Non Performing Loans-Gross (NPLs). TABEL 3.1. PERKEMBANGAN INDIKATOR PERBANKAN (BANK UMUM & BPR) DI PROVINSI JAWA TENGAH (MILIAR RP) ` 2008 2009 Growth
Indikator Usaha Aset DPK
- Giro - Tabungan - Deposito Kredit LDR (%) NPLs (%)
Tw-I 94.277 74.743 12.772 33.918 28.053 63.995 85,62 4,04
Tw-II Tw-III Tw-IV Tw-I Tw-II Tw-III* 99.022 107.388 111.712 113.158 116.051 118.937 78.713 81.183 86.075 90.073 92.260 92.069 12.971 11.789 12.296 14.035 14.358 14.442 36.193 36.510 40.068 39.093 40.681 40.554 29.549 32.884 33.712 36.945 37.221 37.073 71.344 77.042 79.331 79.835 82.670 85.078 90,64 94,90 92,16 88,63 89,61 92,41 3,67 3,23 2,20 4,16 3,87 3,73
yoy 10,75% 13,41% 22,50% 11,08% 12,74% 10,43% -
qtq 2,49% -0,21% 0,59% -0,31% -0,40% 2,91% -
Sumber: LBU dan LBPR, Bank Indonesia *) BPR, Data sementara
Secara triwulanan (qtq), aset dan kredit pada triwulan III-2009 tumbuh masing-masing sebesar 2,49% dan 2,91%. Pertumbuhan tersebut lebih rendah bila dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan II-2009 yang masing-masing tumbuh 2,56% dan 3,55%. Sementara itu, DPK mengalami perlambatan pertumbuhan sebesar 0,21%, lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tercatat positif sebesar 2,43%. Pada triwulan III-2009 ini, kinerja perbankan Jawa tengah relatif mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Namun demikian, kualitas kredit yang disalurkan pada triwulan ini
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
39
mengalami peningkatan yang ditunjukkan dengan penurunan rasio NPLs dari 3,87% pada triwulan II-2009 menjadi sebesar 3,73%. Krisis keuangan global masih berpengaruh terhadap kinerja perbankan Jawa Tengah khususnya dalam penyaluran kredit. Hal ini ditunjukkan oleh penerapan prudential banking yang lebih ketat, sehingga pertumbuhan penyaluran kredit relatif melambat. Melambatnya penyaluran kredit perbankan yang mempunyai peranan cukup besar dalam pembiayaan sektor riil turut mempengaruhi dunia usaha secara keseluruhan dalam melakukan kegiatan ekonomi. Secara tahunan, aset perbankan di Jawa Tengah (bank umum dan BPR) pada triwulan III-2009 dibandingkan dengan triwulan III-2008 tumbuh sebesar 10,75%. Di sisi lain DPK yang dihimpun meningkat sebesar 13,41% (yoy) sehingga menjadi Rp92,06 triliun. Sementara itu kredit tetap tumbuh walaupun mengalami perlambatan yaitu sebesar 10,43% dari Rp77,04 triliun pada triwulan III-2008 menjadi Rp85,07 triliun pada triwulan III-2009. Melambatnya pertumbuhan kredit dibanding DPK menjadikan LDR perbankan Jawa Tengah mengalami penurunan dari 94,90% pada triwulan III-2008 menjadi 92,41% pada triwulan III-2009. Namun demikian, LDR perbankan sudah mulai merangkak naik sejak awal tahun 2009 lalu, yaitu pada posisi 88,57% pada triwulan I-2009, meningkat menjadi 89,61% pada triwulan II-2009 dan pada triwulan ini menjadi 92,44%. Penyebab penurunan LDR secara tahunan diduga dikarenakan pembatasan penyaluran kredit oleh industri perbankan Jawa Tengah akibat dampak krisis keuangan global yang masih dirasakan di dunia usaha di Jawa Tengah, sehingga perbankan lebih ketat dalam menerapkan prinsip prudential banking.
3.1 Intermediasi Bank Umum Secara tahunan, aset bank umum di Jawa Tengah pada triwulan III2009 (posisi Agustus 2009) tumbuh sebesar 16,81% menjadi Rp110,10 triliun (Grafik 3.1). Pertumbuhan aset tersebut lebih rendah dari pertumbuhan pada triwulan II-2009 yang sebesar 17,45% (yoy). Secara triwulanan aset perbankan tumbuh sebesar 2,10%, lebih rendah jika dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan II-09 sebesar 2,55%. Kompisisi aset terbesar bank umum masih disumbang oleh bank pemerintah yaitu sebesar 56,47%. Sedangkan bank swasta nasional dan swasta asing masingmasing memiliki pangsa aset sebesar 40,56% dan 2,97% (Grafik 3.2).
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
40
Pemerintah
60
Asing
40 30 20
III
IV
2007
I
II
III
IV
2008
I
II
III*
2009
10 0 III
Sumber : LBU, Bank Indonesia
3.1. Perkembangan Umum
IV 2007
Total Aset Grafik
Swasta
50
R p Triliu n
Tr iliun R p
70
Total Aset
120 100 80 60 40 20 0
I
II
III 2008
IV
I
II
III
2009
Sumber : LBU, Bank Indonesia
Asset
Bank
Grafik
3.2. Perkembangan Asset Bank Umum Menurut Kelompok Bank
3.1.1 Penghimpunan Dana Masyarakat Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dihimpun bank umum di Jawa Tengah tumbuh positif namun melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Secara tahunan, posisi DPK yang berhasil dihimpun bank umum di Jawa Tengah pada triwulan III-2009 mengalami pertumbuhan sebesar 15,69% sehingga menjadi Rp85,87 triliun. Secara triwulanan, DPK mengalami penurunan pertumbuhan sebesar 0,69%. Melambatnya pertumbuhan DPK pada triwulan III ini diindikasikan disebabkan oleh penurunan suku bunga simpanan dari kisaran 1,2%-6,8% pada triwulan II-2009 menjadi 1,1%-6,5% pada triwulan III-2009. Hal ini mengakibatkan sebagian pemilik dana memindahkan dananya kepada aset yang menawarkan yield yang lebih besar. Selain itu, penurunan pertumbuhan DPK ini juga sebagai akibat adanya penarikan dana oleh sebagian masyarakat untuk menyambut hari raya keagamaan, pendaftaraan sekolah pada tahun ajaran baru. Komposisi DPK terbesar bank umum di Jawa Tengah masih ditempati simpanan tabungan, selanjutnya simpanan deposito, dan simpanan giro (Grafik 3.3.). Simpanan dalam bentuk tabungan tercatat sebesar Rp38,021 triliun (44,28%), diikuti simpanan deposito dan simpanan giro masing-masing sebesar Rp33,40 triliun (38,90%) dan Rp14,44 triliun (16,82%). Low cost deposits atau dana murah (Tabungan dan Giro) masih mendominasi komposisi penghimpunan DPK Perbankan Jawa Tengah yaitu sebesar 61,10% dari keseluruhan komposisi DPK Jawa Tengah. Imbal hasil yang diberikan untuk jenis simpanan Giro dan Tabungan yang dinilai dari tingkat suku bunga yang diberikan relatif rendah, yaitu dalam kisaran 1%-2,5%. Sementara itu, suku bunga deposito dipatok pada kisaran 6,5% (Grafik 3.5). Hal ini sesuai dengan kesepakatan 14 bank besar yang akan mematok suku bunga simpanan tertinggi 150 basis points diatas BI rate. Dari grafik tersebut dapat terlihat
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
41
Giro
45 40 35 30 25
Tabungan
50 45 40
Deposito
R p Triliun
Rp T ril iun
kecenderungan penurunan suku bunga simpanan dari bulan ke bulan, terutama suku bunga untuk high cost deposits (deposito). Kecenderungan penurunan suku bunga simpanan ini untuk kedepannya diharapkan akan dapat menurunkan suku bunga kredit. Dilihat dari kepemilikannya, nasabah perorangan mempunyai peranan yang dominan terhadap DPK. Pada posisi Agustus 2009, DPK yang dimiliki nasabah perorangan tercatat sebesar Rp65,15 triliun atau memiliki porsi 75,83%, diikuti nasabah sektor swasta lainnya sebesar Rp7,36 triliun atau dengan porsi sebesar 8,58%, perusahaan swasta sebesar Rp7,16 triliun atau 8,35%, dan nasabah Pemerintah Daerah sebesar Rp6,22 triliun atau 7,25%. (lihat Grafik 3.6).
20 15 10 5 0
Bank Pemerintah
Bank Swasta
Bank Asing
35 30 25 20 15 10 5 0
III
IV
I
II
2007
III
IV
2008
I
II
III
III
2009
I
II
2007
Sumber : LBU, Bank Indonesia
Grafik
IV
III
IV
I
2008
II
III
2009
Sumber : LBU, Bank Indonesia
3.3. Perkembangan Dana Ketiga Bank Umum
Pihak
9,00
Grafik
3.4
Perkembangan Dana Pihak Ketiga Bank Umum Menurut Kelompok Bank
100%
8,00 7,00
80%
6,00
60%
5,00 4,00
40%
3,00 2,00
20%
1,00 SEPT
DES
207
MAR
JUN SEPT DES 2008
MAR
JUN
AGT
0% III
IV
I
II
III 2008
Giro
Tabungan
IV
I
II
III
2009
Deposit o 1Bln
Sumber : LBU, Bank Indonesia
Grafik 3.5. Perkembangan Suku Bunga Simpanan Perbankan Bank Umum
2009
Pemda Perush. Swasta Perorangan Lainnya Sumber : LBU, Bank Indonesia
Grafik
3.6. Perkembangan Komposisi Kepemilikan Dana Pihak Ketiga Bank Umum
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
42
3.1.2 Penyaluran Kredit Kredit yang disalurkan bank umum di Jawa Tengah pada triwulan III2009 tumbuh cukup baik. Secara tahunan, pertumbuhan kredit pada triwulan III2009 mencapai 13,73%, melambat jika dibandingkan dengan pertumbuhan kredit pada triwulan II-2009 dan triwulan yang sama tahun sebelumnya yang masingmasing sebesar 15,60% dan 29,63%. Pertumbuhan kredit pada triwulan III-2009 merata di semua jenis penggunaan kredit. Kredit modal kerja, kredit investasi, dan kredit konsumsi masing-masing tumbuh sebesar 13,51%, 15,97%, dan 13,60%. Pertumbuhan kredit pada triwulan III-2009 ini disebabkan oleh dorongan kebutuhan konsumsi masyarakat pada bulan Puasa dan Hari Raya Lebaran yang berimbas pada peningkatan realisasi kredit. Selain itu, juga disebabkan oleh adanya beberapa megaproyek yang direalisasikan pada bulan Juli yang salah satunya adalah pemberian kredit sindikasi untuk pembangunan Jalan tol. (Grafik 3.7). Secara triwulanan, kredit pada triwulan III-2009 tumbuh sebesar 2,59%, melambat jika dibandingkan pertumbuhan kredit pada triwulan sebelumnya yang sebesar 3,43%. Berdasarkan hasil Focus Group Discussion (FGD) Perbankan Triwulan III-2009 yang diselenggarakan oleh KBI Semarang, melambatnya pertumbuhan kredit di wilayah Jawa Tengah disebabkan oleh beberapa hal antara lain yaitu: (1). Perbankan lebih menerapkan prinsip prudential banking didalam kebijakan penyaluran kreditnya mengingat risiko kredit yang semakin meningkat; (2). Penarikan DPK oleh Pemerintah Daerah untuk merealisasikan proyek di akhir tahun; dan (3). Masih relatif tingginya suku bunga kredit. 50 45 40
90
35 30
60
80
50
25
40
20 15 10 5
30 20 10
0
0 III
IV
I
II
2007
III
2008
IV
I
II
III
2009
M odal Kerja - axis kiri
Investasi - axis kiri
Konsumsi - axis kiri
Total kredit - axis kanan
Sumber : LBU, Bank Indonesia Grafik 3.7 Perkembangan Kredit Bank Umum Menurut Jenis Penggunaan
Rp T rili un
70
P emerintah
50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 III
IV
2007
I
Swasta Nasio nal
II
III 2008
IV
I
Asing
II
III
2009
Sumber : LBU, Bank Indonesia Grafik 3.8. Perkembangan Kredit bank Umum Menurut Kelompok Bank Pemerintah, Swasta dan Asing
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
43
Berdasarkan jenis penggunaannya, kredit yang disalurkan perbankan Jawa Tengah masih didominasi oleh kredit modal kerja (Grafik 3.7). Pada triwulan II-2009, komposisi kredit modal kerja (KMK) terhadap penyaluran kredit bank umum di Jawa Tengah masih dominan yaitu sebesar Rp43,64 triliun (56,26%), diikuti kredit konsumsi (KK) sebesar Rp27,86 triliun (35,93%). Sementara itu kredit investasi (KI) hanya sebesar Rp6,05 triliun (7,81%). Dominannya penyaluran kredit modal kerja dibandingkan dengan jenis kredit lainnya cukup menggembirakan, mengingat hal tersebut mengindikasikan adanya perkembangan sektor usaha. Namun demikian, seyogyanya kredit investasi diharapkan dapat tumbuh lebih tinggi daripada jenis kredit lainnya mengingat efek dalam pemberian kredit investasi tidak habis dalam satu cycle usaha. Selain itu, untuk mendapatkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi serta penciptaan lapangan kerja, investasi sangat dibutuhkan. Kecilnya komposisi realisasi kredit investasi terhadap keseluruhan kredit sebagai akibat kredit jenis ini mempunyai jangka waktu yang lebih panjang, sehingga menuntut perbankan mencurahkan perhatian ekstra dalam pengelolaannya. Mengingat karakteristiknya yang berisiko, maka tingkat bunga yang dipatok oleh perbankan untuk kredit investasi lebih tinggi dibandingkan dengan kredit konsumsi. Hal ini juga yang menyebabkan semakin rendahnya realisasi kredit investasi (Grafik 3.9).
30,00
Persen(%)
25,00
20,00
15,00 10,00
5,00
III
IV 207
I
II
III
IV
I
II
2008 KMK
III
2009 KI
KK
Sumber : LBU, Bank Indonesia Grafik 3.9. Perkembangan Suku Bunga Kredit Bank Umum Menurut Jenis Penggunaan
Kelompok Bank Pemerintah masih mengambil porsi terbesar dalam penyaluran kredit bank umum di Jawa Tengah yaitu sebesar 60,08%, sementara itu, bank swasta nasional dan bank swasta asing hanya mempunyai pangsa masing-masing sebesar 38,26% dan 1,66%. (Grafik 3.8). Hal yang perlu mendapat perhatian adalah kecilnya peranan penyaluran kredit bank swasta nasional dan bank swasta asing yang ditunjukkan oleh nilai Loan to Deposit Ratio (LDR) yang
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
44
pada triwulan III-2009 ini masing-masing hanya sebesar 81,44% dan 42,69%. LDR tersebut relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan LDR bank pemerintah yang mencapai 98,93%. Secara sektoral kredit yang disalurkan terkonsentrasi pada sektor lainnya (konsumtif), sektor perdagangan, hotel, dan restoran (PHR), dan sektor industri pengolahan masing-masing dengan pangsa sebesar 36,88%, 33,62%, dan 18,86%. Outstanding kredit pada masing-masing sektor di atas pada triwulan III-2009 adalah Rp28,60 triliun untuk sektor lainnya (konsumsi), Rp26,08 triliun untuk sektor PHR, dan Rp14,63 triliun untuk sektor industri pengolahan. Secara tahunan, kredit seluruh sektor mengalami pertumbuhan dengan pertumbuhan tertinggi dari masing-masing sektor dicapai oleh Sektor Listrik, Gas, dan Air, Sektor Pengangkutan, Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran, Sektor Lainnya (konsumtif), dan Sektor Industri Pengolahan. Sektor-sektor inilah yang menjadi sektor andalan perbankan dalam menyalurkan kreditnya dikarenakan tingkat pengembalian yang cukup baik dan return yang cukup tinggi dari ketiga sektor tersebut. Namun demikian, terdapat fenomena yang menarik yang perlu menjadi perhatian kita bersama yaitu kecenderungan perbankan untuk lebih membiayai sektor lainnya (konsumtif) daripada sektor produktif (PHR dan Industri Pengolahan). Pada triwulan III-2009, porsi terbesar kredit modal kerja masih tersalur pada sektor PHR khususnya perdagangan. Secara triwulan, kredit modal kerja tumbuh sebesar 1,78%. Secara sektoral, lebih dari 83,65% KMK tersalur ke dua sektor ekonomi yaitu sektor PHR sebesar Rp23,76 triliun (54,42%) dan sektor industri Rp13,10 triliun (29,23%). Non Performing Loans (NPLs) kedua sektor tersebut masing-masing 3,90% dan 6,33%. NPL KMK sektor industri yang mengalami tren kenaikan cukup tinggi sejak periode Februari 2009 diduga akibat dampak krisis keungan global yang sangat memukul kinerja sektor industri, sehingga menyebabkan kegagalan pembayaran kewajiban angsuran kredit oleh para debitur yang bergerak di sektor industri. TABEL 3.2. PENYALURAN KREDIT MODAL KERJA BANK UMUM PER SEKTOR EKONOMI (RP TRILIUN) Sektor Ekonomi TW III-08 Pertanian 1.969 Pertambangan 78 Industri 12.889 Listrik, Gas, &Air 10 Konstruksi 1.236 PHR 20.413 Pengangkutan 292 Jasa dunia usaha 2.332 Jasa sosial masy. 426 Lainnya 693 Total KMK 40.337 Sumber : LBU, Bank Indonesia
TW IV-08 2.056 79 13.749 9 990 21.230 372 2.311 417 613 41.826
TW I-09 2.032 81 13.736 11 1.012 21.388 372 2.175 432 587 41.825
TW II-09 2.075 66 13.106 26 1.179 22.799 382 2.205 451 592 42.883
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
TW III-09* 2.046 90 12.763 28 1.290 23.765 367 2.221 398 702 43.669
45
Rasio kredit terhadap DPK (Loan to Deposit Ratio – LDR) mengalami peningkatan. Pada triwulan III-2009, LDR bank umum meningkat dari 87,44% pada triwulan II-2009 menjadi 90,33%. Namun demikian, secara tahunan LDR bank umum pada Agustus 2009 mengalami penurunan dibandingkan dengan posisi triwulan III2008 yaitu dari 91,89% menjadi 90,33%. Hal ini dikarenakan pada Triwulan III-2008 belum terjadi krisis finansial global yang mempengaruhi kinerja perekonomian Indonesia. Dari sisi jenis bank, diharapkan penyaluran kredit bank swasta nasional dan swasta Asing yang selama ini rata-rata nilai LDR masing-masing sebesar 81% dan 42% untuk lebih ditingkatkan, nilai tersebut relatif rendah jika dibandingkan dengan LDR bank Pemerintah yang rata-rata dalam kisaran 98%. Peningkatan penyaluran kredit tersebut juga diharapkan lebih ke arah kredit investasi, mengingat peranannya yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
3.2. Risiko Kredit Risiko kredit bank umum di Jawa Tengah mengalami penurunan dari triwulan sebelumnya, namun mengalami peningkatan dari triwulan III-2008. Pada triwulan III-2009 ini risiko kredit bank umum yang salah satunya diukur dari rasio Non Performing Loans (NPLs)-gross mulai mengalami penurunan dan masih berada pada level aman di bawah 5% sesuai himbauan Bank Indonesia. Pada Triwulan III-2008 NPLs bank umum berada di angka 2,64%, dan pada triwulan IV2008 turun menjadi 2,39%, namun pada triwulan III-2009 meningkat menjadi 3,19%. Kondisi NPLs bank umum pada triwulan III-2009 ini mulai membaik dibanding triwulan sebelumnya dengan NPLs sebesar 3,41% (Grafik 3.10). Berdasarkan Focus Group Discussion (FGD) Perbankan yang diselenggarakan oleh KBI Semarang, faktor krisis keuangan global yang mulai terasa sejak triwulan IV2008 masih ditengarai menjadi pemicu meningkatnya kredit non lancar (lihat Boks). Kredit korporasi di Jawa Tengah yang disalurkan kepada para debitur yang mempunyai usaha berorientasi ekspor menjadi kontributor dalam pembentukan NPLs. Selain itu, pesta demokrasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jawa Tengah juga menjadi kontributor pembentuk NPLs. Hal itu dikarenakan para calon legislatif yang bertarung dalam Pilkada menggunakan kredit bank untuk membiayai kampanyenya. NPLs sebagian besar timbul dari debitur calon legislatif yang kalah dalam Pilkada tersebut. Namun demikian, pada triwulan III-2009 ini NPLs bank umum sudah menunjukkan tren yang menurun. Hal ini diindikasikan karena membaiknya kondisi perekonomian secara makro, sehingga prospek usaha mulai membaik. Pada triwulan III-2009, kredit modal kerja menyumbang kredit non lancar terbesar. Apabila dilihat dari jenis penggunaan, kredit modal kerja memiliki NPLs tertinggi, diikuti kredit investasi dan kredit konsumsi. NPLs kredit modal kerja
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
46
5 4 4 3 3 2 2 1 1 0
III
IV
2007
I
II
III
2008 Total kredit
IV
I
II
7
Modal kerja
Investasi
Konsumsi
6 5 Pe rse n
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
R a si o N P L - p ers e n
T o tal K re d it - R p T rili u n
bank umum di Jawa Tengah pada triwulan II-2009 sebesar 4,46%, diikuti oleh kredit investasi dan kredit konsumsi masing-masing dengan NPLs sebesar 3,11% dan 1,24% (Grafik 3.11).
4 3 2 1 -
III
III
2009
IV
I
2007
Rasio NPL (%)
Sumber : LBU, Bank Indonesia
II
III 2008
IV
I
II
III
2009
Sumber : LBU, Bank Indonesia
Grafik 3.10 Perkembangan Kredit Bank Umum dan Rasio NPLs
Grafik 3.11. Perkembangan Rasio NPLs Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan
TABEL 3.3. RASIO NPLs PER SEKTOR EKONOMI (PERSEN) Sektor Ekonomi Pertanian Pertambangan Industri Listrik, Gas, &Air Konstruksi PHR Pengangkutan Jasa dunia usaha Jasa sosial masy. Lainnya Total NPLs Kredit
TW III-08 2,96 0,65 3,72 5,64 3,42 3,69 3,26 2,31 1,91 1,16 2,64
TW IV-08 2,53 0,56 3,26 0,34 1,79 2,69 2,53 7,21 1,10 1,09 2,39
TW I-09 2,59 19,82 7,91 0,24 2,94 3,36 3,02 7,40 1,19 1,27 3,70
TW II-09 TW III-09* 2,67 2,33 0,74 0,63 7,27 6,00 0,08 0,47 2,82 2,88 3,70 3,83 2,80 2,99 2,66 2,84 1,02 1,07 1,32 1,37 3,41 3,19
Sumber : LBU, Bank Indonesia
Sektor Industri mempunyai NPLs tertinggi. (Tabel 3.3.). Secara sektoral, NPLs terbesar didominasi oleh sektor industri, yang nilainya sebesar 6,00%. Sektor Industri di Jawa Tengah merupakan sektor yang paling terimbas krisis finansial global. Selain itu komposisi kredit perbankan umum Jawa Tengah memiliki jumlah kredit yang cukup besar, dan nasabah sektor ini juga merupakan nasabah besar sehingga apabila terdapat beberapa nasabah yang terganggu kemampuan membayar cicilan bunganya, akan sangat berpengaruh terhadap NPLs. Selain sektor industri, sektor lain yang juga mempunyai NPLs cukup tinggi adalah sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR) dan sektor Pengangkutan masing-masing sebesar 3,83% dan 2,99%. Kalangan perbankan di Jawa Tengah telah melakukan beberapa upaya dalam
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
47
menekan laju NPLs dengan melakukan penyelamatan kredit melalui 3 R (rescheduling, reconditioning, dan restructuring).
TABEL 3.4. RASIO NPLs JENIS KREDIT MODAL KERJA PER SEKTOR EKONOMI (PERSEN) Sektor Ekonomi TW III-08 TW IV-08 TW I-09 TW II-09 TW III-09* Pertanian 2,82 2,41 2,52 2,60 2,33 Pertambangan 0,85 0,71 24,67 0,85 0,69 Industri 3,77 3,22 7,73 7,04 6,33 Listrik, Gas, &Air 1,51 0,35 0,38 0,14 0,99 Konstruksi 3,66 1,94 3,20 2,95 2,99 PHR 3,80 2,71 3,37 3,77 3,90 Pengangkutan 5,29 4,08 3,71 5,37 3,59 Jasa dunia usaha 1,69 4,97 4,73 2,36 2,69 Jasa sosial masy. 1,59 1,44 1,48 1,21 1,38 Lainnya 1,77 2,88 5,32 6,48 6,49 Total NPLs KMK 3,56 2,97 4,87 4,64 2,41 Sumber : LBU, Bank Indonesia
Kinerja penyaluran kredit di Jawa Tengah mengalami peningkatan kualitas, dan secara umum risiko kredit bank umum di Jawa Tengah masih cukup rendah. NPLs bank umum Jawa Tengah sampai dengan saat ini masih di bawah level aman menurut Bank Indonesia yaitu pada kisaran 3,41%. Pada triwulan ini kredit tetap tumbuh walaupun melambat, yaitu pada kisaran 15,60% (yoy) dan 3,43% (qtq) dan industri perbankan tetap mampu mengamankan eksposur kreditnya terlihat dari penurunan NPLs triwulan laporan dari triwulan sebelumnya yang sebesar 3,70%. Penerapan sistem manajemen risiko industri perbankan yang lebih responsif dapat menurunkan potensi munculnya risiko kredit. Dari hasil FGD Perbankan yang diselenggarakan KBI Semarang, beberapa bank di Jawa Tengah akan mulai membatasi ekspansi kreditnya dan memfokuskan diri untuk memperbaiki kualitas penyaluran kreditnya. Krisis keuangan global yang terjadi pada triwulan IV-2008 masih harus diwaspadai dampaknya walaupun pada triwulan laporan sudah menunjukkan tren pemulihan. Risiko kegagalan debitur besar dalam memenuhi kewajiban membayar hutang tampaknya masih menjadi salah satu sumber peningkatan rasio NPLs. Selain pemberian kredit, risiko kredit juga dapat bersumber dari berbagai aktivitas Bank, antara lain penyaluran kredit yang terkonsentrasi pada sektor-sektor yang memiliki nasabah besar yang berisiko tinggi terhadap fluktuasi perekonomian nasional dan internasional.
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
48
3.3. Risiko Likuiditas Risiko likuiditas bank umum di Jawa Tengah masih dalam batas aman dan terkendali. Hal ini terlihat dari mulai meningkatnya cash ratio yang mengindikasikan kemampuan industri perbankan Jawa Tengah untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya masih cukup baik. Pada triwulan ini cash ratio perbankan sebesar 9,45%, meningkat dibandingkan triwulan II-2009 yang sebesar 8,05%. Hal ini menjadi perhatian karena selama tiga triwulan sebelumnya, cash ratio perbankan cenderung mengalami penurunan. Industri perbankan harus dapat menjaga keseimbangan antara sisi aset dan sisi liabilitis melalui manajemen likuiditas yang baik. Alat Likuid yang dimiliki Bank umum Jawa Tengah pada Triwulan III-2009 adalah sebesar Rp8,11 triliun. Komposisi aset likuid perbankan pada Triwulan III-2009 ini terbesar dalam bentuk kas sebesar 49,61%, penempatan pada Bank Indonesia sebesar 27,87%, dan penempatan pada bank lain sebesar 22,52% (Grafik 3.12). Penempatan alat likuid bank di Bank Indonesia dalam bentuk SBI mengalami peningkatan yang cukup signifikan yaitu sebesar 86,11% (yoy). Hal ini menjadi ironis disaat kondisi perbankan mengalami keketatan likuiditas yang disebabkan bukan karena dananya disalurkan dalam bentuk kredit produktif, namun disimpan dalam bentuk SBI. 12,00
Persen (%)
10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 0,00 I 2006
2007
II
III
IV
2008
I
II
III
2009
cash ratio
Sumber: LBU, Bank Indonesia Grafik 3.12. Perkembangan Cash Ratio Bank Umum di Jawa Tengah
Apabila dilihat dari jangka waktu penyimpanan, hampir seluruh DPK bank umum di Jawa Tengah adalah low cost deposit (dana murah) dan berjangka pendek. Komposisi DPK secara berurutan dari terbesar adalah simpanan tabungan (44,28%), simpanan deposito (38,89%), dan simpanan giro (16,82%). Bila dirinci lagi, simpanan deposito dengan jangka waktu kurang dari 6 bulan sebesar 35,27% dari total DPK atau 90,68% dari deposito. Struktur DPK perbankan Jawa Tengah yang didominasi oleh dana jangka pendek membuat perbankan di Jawa Tengah berfikir ulang untuk menyalurkan kreditnya di sektor produktif (Kredit Modal Kerja dan Kredit Investasi) yang biasanya berjangka menengah atau panjang. Jika dana yang tersedia KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
49
diperkirakan tidak akan mencukupi, perbankan sebaiknya mulai menahan ekspansi kreditnya karena dikhawatirkan akan terjadi missmatch.
Deposito < 6 bln; 35,27%
Deposito > 6 bln; 3,62%
Giro; 16,82%
Tab; 44,28% Giro
Tab
Deposito < 6 bln
Deposito > 6 bln
Grafik 3.13. Komposisi DPK Bank Umum Triwulan III-2009
3.4. Perkembangan Bank Umum Yang Berkantor Pusat Di Jawa Tengah Perkembangan bank umum yang berkantor pusat di Jawa Tengah pada triwulan III-2009 mengalami pertumbuhan yang melambat. Total aset kedua bank tersebut tercatat sebesar Rp15,58 triliun atau meningkat sebesar 9,88% (yoy), namun peningkatan tersebut tercatat lebih rendah daripada triwulan sebelumnya yang sebesar 15,42% (yoy). Namun demikian, kondisi ini malah meningkatkan porsi bank umum yang ber kantor pusat di Jawa Tengah terhadap total aset bank umum di Jawa Tengah dari 13,81% pada triwulan II-2009 menjadi 14,15 %pada triwulan III2009. Hal ini dikarenakan perlambatan pertumbuhan tersebut sejalan dengan melambatnya kondisi perbankan secara umum di Jawa Tengah. Secara tahunan DPK yang berhasil dihimpun pada Agustus 2009 tercatat sebesar Rp13,59 triliun, atau meningkat sebesar 22,00% dibanding dengan Agustus 2008. Secara triwulanan, DPK mengalami peningkatan yang cukup baikl yaitu 4,41%. Secara tahunan, Kredit yang disalurkan oleh bank umum yang berkantor pusat di Jawa Tengah mengalami pertumbuhan sebesar 9,28 % (yoy) dan 2,78% (qtq), walaupun mengalami penurunan dari triwulan II-2009 yang sebesar 12,96% (yoy) dan 4,27% (qtq). Secara triwulanan, pertumbuhan kredit yang tumbuh melambat daripada pertumbuhan DPK menjadikan LDR bank mengalami penurunan dari 80,34% pada triwulan II-2009 menjadi 79,09% pada triwulan III-2009.
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
50
TABEL 3.5. PERKEMBANGAN BANK UMUM YANG BERKANTOR PUSAT DI JAWA TENGAH (RP MILIAR) INDIKATOR USAHA
2008 Tw.III
Aset Share thd BU Jateng (%) DPK Giro Tabungan Deposito Share thd BU Jateng (%) Kredit Share thd BU Jateng (%) LDR (%) NPL (%)
14.183 14,18 11.089 3.643 2.773 4.674 14,57 9.791 13,85 88,29 0,47
Pert. AGT '09 (%)
2009
Tw.IV 13.534 13,02 9.599 3.334 3.340 2.925 11,90 9.871 13,54 102,84 0,26
Tw.I 14.863 14,13 12.805 4.976 2.652 5.177 15,16 9.985 13,66 77,98 0,25
Tw.II 14.898 13,8 12.958 4.640 2.878 5.439 15,29 10.411 13,77 80,34 0,36
Tw.III 15.585 14,15 13.529 4.459 2.937 6.134 15,75 10.700 13,79 79,09 0,33
yoy 9,88% 22,00% 22,40% 5,91% 31,23% 9,28% -
qtq 4,61% 4,41% -3,91% 2,03% 12,77% 2,78% -
Sumber : LBU, Bank Indonesia
3.5. Perkembangan Kondisi Bank Umum di 6 Eks. Karisidenan di Jawa Tengah 3.5.1. Perkembangan Kondisi Bank Umum di Eks. Karisidenan Semarang Eks. Karisidenan Semarang mendominasi komposisi Aset, penghimpunan DPK, dan penyaluran kredit di wilayah Jawa Tengah dengan pangsa masing-masing sebesar 43,97%, 44,02% dan 39,19% terhadap total kinerja perbankan di Jawa Tengah. Dominasi ini dikarenakan Eks. Karisidenan Semarang mencakup Kodya dan Kabupaten Semarang yang merupakan ibukota provinsi Jawa Tengah sebagai center of economics dari berbagai kegiatan dunia usaha di Jawa Tengah. Dominasi ini mengindikasikan bahwa kinerja perbankan yang akan mendorong geliat pembangunan perekonomian masih terpusat pada ibukota provinsi Jawa Tengah dan belum merata ke seluruh wilayah Jawa Tengah. Pada triwulan III-2009 ini, penghimpunan DPK perbanakan umum di Eks. Karisidenan Semarang tercatat sebesar Rp37,80 triliun, dimana penghimpunan DPK tertinggi terletak di Kodya Semarang yang sebesar Rp34,32 triliun. Sementara itu, penyaluran kredit sebesar Rp30,40 triliun, dengan penyaluran tertinggi di Kodya Semarang yang sebesar Rp26,66 triliun. Fungsi intermediasi perbankan di Eks. Karisidenan Semarang cukup bagus yang diindikasikan dengan nilai Loan to Deposit Ratio yang sebesar 80,41%. Kinerja penyaluran kredit di Eks. Karisidenan Semarang cukup bagus yang diindikasikan dengan rendahnya rasio kredit bermasalah yang hanya sebesar 3,33%.
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
51
3.5.2. Perkembangan Pekalongan
Kondisi
Bank
Umum
di
Eks.
Karisidenan
Eks. Karisidenan Pekalongan memiliki komposisi Aset, penghimpunan DPK, dan penyaluran kredit di wilayah Jawa Tengah dengan pangsa masing-masing sebesar 9,40%, 9,55% dan 10,29% terhadap total kinerja perbankan di Jawa Tengah. Pada triwulan III-2009 ini, penghimpunan DPK perbanakan umum di Eks. Karisidenan Pekalongan tercatat sebesar Rp8,20 triliun, dimana penghimpunan DPK tertinggi terletak di Kodya Tegal yang sebesar Rp3,30 triliun. Sementara itu, penyaluran kredit sebesar Rp7,98 triliun, dengan penyaluran tertinggi di Kodya Tegal yang sebesar Rp2,97 triliun. Penyaluran kredit perbankan di Eks. Karisidenan Pekalongan didominasi oleh penyaluran kredit sektor Listrik, Gas, dan Air di Kodya Tegal dengan pangsa sebesar 6,98% dari total kredit sektoral perbankan Jawa Tengah. Fungsi intermediasi perbankan di Eks. Karisidenan Pekalongan cukup tinggi yang diindikasikan dengan nilai Loan to Deposit Ratio yang sebesar 97,33%. Kinerja penyaluran kredit di Eks. Karisidenan Pekalongan cukup bagus yang diindikasikan dengan rendahnya rasio kredit bermasalah yang hanya sebesar 2,24%.
3.5.3. Perkembangan Kondisi Bank Umum di Eks. Karisidenan Pati Eks. Karisidenan Pati memiliki komposisi Aset, penghimpunan DPK, dan penyaluran kredit di wilayah Jawa Tengah dengan pangsa masing-masing sebesar 9,96%, 8,58% dan 11,75% terhadap total kinerja perbankan di Jawa Tengah. Pada triwulan III-2009 ini, penghimpunan DPK perbanakan umum di Eks. Karisidenan Pati tercatat sebesar Rp7,37 triliun, dimana penghimpunan DPK tertinggi terletak di Kabupaten Kudus yang sebesar Rp4,11 triliun. Sementara itu, penyaluran kredit sebesar Rp9,12 triliun, dengan penyaluran tertinggi di Kabupaten Kudus yang sebesar Rp5,45 triliun. Penyaluran kredit perbankan di Eks. Karisidenan Pati didominasi oleh penyaluran kredit sektor Industri Pengolahan di Kabupaten Kudus dengan pangsa sebesar 22,09% dari total kredit sektoral perbankan. Kabupaten Kudus dikenal dengan kawasan industri dengan industri rokok sebagai salah satu penyumbang terbesar PDRB di Kabupaten ini. Fungsi intermediasi perbankan di Eks. Karisidenan Pati sangat tinggi yang diindikasikan dengan nilai Loan to Deposit Ratio yang sebesar 123,78%. Kinerja penyaluran kredit di Eks. Karisidenan Pati cukup bagus yang diindikasikan dengan rendahnya rasio kredit bermasalah yang hanya sebesar 2,42%, namun demikian NPLs tertinggi di Jawa Tengah terletak di Eks. Karisidenan Pati tepatnya di Kabupaten Jepara. Hal ini dididuga karena imbas krisis finansial global yang mempengaruhi kinerja ekpor Indonesia, yang sampai saat ini masih dirasakan oleh dunia usaha Jawa Tengah. Seperti kita ketahui, Kab. Jepara sebagai daerah yang mempunyai NPLs tertinggi, sektor ekonomi unggulannya adalah
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
52
produk meubel yang berorientasi ekspor. Dimana pada periode krisis Triwulan IV2008 dan Triwulan I-2009, sektor Industri Pengolahan khususnya industri mebel merupakan salah satu sektor yang performanya paling terpukul dampak krisis global.
3.5.4. Perkembangan Kondisi Bank Umum di Eks. Karisidenan Banyumas Eks. Karisidenan Banyumas memiliki komposisi Aset, penghimpunan DPK, dan penyaluran kredit di wilayah Jawa Tengah dengan pangsa masing-masing sebesar 8,49%, 9,15% dan 9,13% terhadap total kinerja perbankan di Jawa Tengah. Pada triwulan III-2009 ini, penghimpunan DPK perbankan umum di Eks. Karisidenan Banyumas tercatat sebesar Rp7,85 triliun, dimana penghimpunan DPK tertinggi terletak di Kabupaten Banyumas yang sebesar Rp4,28 triliun. Sementara itu, penyaluran kredit sebesar Rp7,08 triliun, dengan penyaluran tertinggi di Kabupaten Banyumas yang sebesar Rp4,05 triliun. Penyaluran kredit perbankan di Eks. Karisidenan Banyumas didominasi oleh penyaluran kredit sektor Konstruksi, sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran, dan sektor Jasa di Kabupaten Banyumas. Fungsi intermediasi perbankan di Eks. Karisidenan Banyumas cukup tinggi yang diindikasikan dengan nilai Loan to Deposit Ratio yang sebesar 90,19%. Kinerja penyaluran kredit di Eks. Karisidenan Pekalongan cukup bagus yang diindikasikan dengan rendahnya rasio kredit bermasalah yang hanya sebesar 2,71%.
3.5.5. Perkembangan Kondisi Bank Umum di Eks. Karisidenan Kedu Eks. Karisidenan Kedu memiliki komposisi Aset, penghimpunan DPK, dan penyaluran kredit di wilayah Jawa Tengah dengan pangsa masing-masing sebesar 7,12%, 7,94% dan 7,70% terhadap total kinerja perbankan di Jawa Tengah. Pada triwulan III-2009 ini, penghimpunan DPK perbankan umum di Eks. Karisidenan Kedu tercatat sebesar Rp6,82 triliun, dimana penghimpunan DPK tertinggi terletak di Kodya Magelang yang sebesar Rp3,87 triliun. Sementara itu, penyaluran kredit sebesar Rp2,70 triliun, dengan penyaluran tertinggi di Kodya Magelang yang sebesar Rp4,05 triliun. Penyaluran kredit perbankan di Eks. Karisidenan Kedu didominasi oleh penyaluran kredit sektor Pertanian dan Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran. Fungsi intermediasi perbankan di Eks. Karisidenan Kedu cukup tinggi yang diindikasikan dengan nilai Loan to Deposit Ratio yang sebesar 81,88%. Kinerja penyaluran kredit di Eks. Karisidenan Pekalongan cukup bagus yang diindikasikan dengan rendahnya rasio kredit bermasalah yang hanya sebesar 2,51%.
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
53
3.5.5. Perkembangan Kondisi Bank Umum di Eks. Karisidenan Surakarta Eks. Karisidenan Surakarta merupakan Eks. Karisidenan terbesar kedua setelah Eks. Karisidenan Semarang. Eks. Karisidenan Surakarta memiliki komposisi Aset, penghimpunan DPK, dan penyaluran kredit di wilayah Jawa Tengah dengan pangsa masing-masing sebesar 20,60%, 20,76% dan 22,44% terhadap total kinerja perbankan di Jawa Tengah. Pada triwulan III-2009 ini, penghimpunan DPK perbankan umum di Eks. Karisidenan Surakarta tercatat sebesar Rp17,83 triliun, dimana penghimpunan DPK tertinggi terletak di Kodya Surakarta yang sebesar Rp13,86 triliun. Sementara itu, penyaluran kredit sebesar Rp17,41 triliun, dengan penyaluran tertinggi di Kodya Surakarta yang sebesar Rp12,20 triliun. Penyaluran kredit perbankan di Eks. Karisidenan Surakarta didominasi oleh penyaluran kredit sektor Pertambangan, Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran, dan sektor Jasa Dunia Usaha. Fungsi intermediasi perbankan di Eks. Karisidenan Surakarta cukup tinggi yang diindikasikan dengan nilai Loan to Deposit Ratio yang sebesar 97,61%. Kinerja penyaluran kredit di Eks. Karisidenan Surakarta cukup bagus yang diindikasikan dengan rendahnya rasio kredit bermasalah yang sebesar 4,22%. TABEL 3.6. PERKEMBANGAN BANK UMUM DI 6 EKS. KARISIDENAN JAWA TENGAH (RP TRILIUN) Indikator Umum Kinerja Perbankan (Triliun Rp) No
Kab/Kota
Aset
1 2 3 4 5 6
Kab. Semarang Kab. Kendal Kab. Demak Kab. Grobogan Kodya Semarang Kodya Salatiga Jumlah
0,76 0,74 0,63 1,27 44,01 1,01 48,42
1 2 3 4 5 6
Kab. Tegal Kab. Brebes Kodya Pekalongan Kodya Tegal Kab. Batang Kab. Pemalang Jumlah
0,33 1,25 3,31 4,03 0,62 0,81 10,35
1 2 3 4 5
Kab. Pati Kab. Kudus Kab. Jepara Kab. Rembang Kab. Blora Jumlah
1,45 6,81 0,88 0,62 1,21 10,96
1 2 3 4
Kab. Banyumas Kab. Cilacap Kab. Purbalingga Kab. Banjarnegara Jumlah
5,58 2,85 0,65 0,77 9,85
1 2 3 4 5 6
Kab. Magelang Kab. Temanggung Kab. Wonosobo Kab. Purworejo Kab. Kebumen Kodya Magelang Jumlah
0,19 0,59 0,54 0,96 1,17 4,39 7,84
Kab. Klaten Kab. Boyolali Kab. Sragen Kab. Sukoharjo Kab. Karanganyar Kab. Wonogiri Kodya Surakarta Jumlah Jumlah Jawa Tengah
1,09 0,77 1,02 0,90 0,83 0,89 17,19 22,69 110,11
1 2 3 4 5 6 7
DPK Kredit LDR Eks Karisidenan Semarang
0,54 0,72 133,62% 0,62 0,69 111,82% 0,52 0,62 117,68% 0,89 1,09 122,90% 34,32 26,66 77,68% 0,91 0,62 67,37% 37,80 30,40 80,41% Eks. Karisidenan Pekalongan 0,27 0,31 112,42% 0,86 1,12 130,41% 2,75 2,23 80,97% 3,30 2,97 90,10% 0,41 0,59 143,59% 0,61 0,76 126,24% 8,20 7,98 97,33% Eks. Karisidenan Pati 1,27 1,34 105,45% 4,11 5,45 132,52% 0,72 0,80 110,14% 0,34 0,59 174,95% 0,93 0,94 101,95% 7,37 9,12 123,78% Eks. Karisidenan Banyumas 4,28 4,05 94,72% 2,59 1,68 64,64% 0,44 0,63 144,59% 0,55 0,72 132,40% 7,85 7,08 90,19% Eks. Karisidenan Kedu 0,18 0,18 98,78% 0,45 0,53 119,62% 0,39 0,50 130,00% 0,90 0,75 83,62% 1,03 0,91 88,36% 3,87 2,70 69,80% 6,82 5,58 81,88% Eks. Karisidenan Surakarta 0,96 0,98 101,81% 0,59 0,75 126,44% 0,57 0,99 173,59% 0,69 0,85 123,24% 0,53 0,80 150,15% 0,63 0,85 135,34% 13,86 12,20 87,99% 17,83 17,41 97,61% 85,87 77,57 90,33%
NPL
Pangsa di Jawa Tengah (%) Aset
DPK
Kredit
1,46% 1,24% 3,81% 3,48% 3,44% 2,19% 3,33%
0,69% 0,67% 0,57% 1,15% 39,97% 0,92% 43,97%
0,63% 0,72% 0,61% 1,04% 39,96% 1,06% 44,02%
0,93% 0,89% 0,79% 1,41% 34,36% 0,79% 39,19%
2,34% 1,43% 2,21% 2,70% 1,49% 2,23% 2,24%
0,30% 1,14% 3,01% 3,66% 0,56% 0,73% 9,40%
0,32% 1,00% 3,21% 3,84% 0,48% 0,71% 9,55%
0,40% 1,44% 2,87% 3,83% 0,76% 0,99% 10,29%
4,68% 1,36% 6,13% 2,33% 2,28% 2,42%
1,32% 6,18% 0,80% 0,56% 1,10% 9,96%
1,47% 4,79% 0,84% 0,39% 1,08% 8,58%
1,72% 7,03% 1,03% 0,76% 1,22% 11,75%
2,75% 3,17% 2,64% 1,53% 2,71%
5,06% 2,59% 0,59% 0,70% 8,94%
4,98% 3,02% 0,51% 0,64% 9,15%
5,23% 2,16% 0,81% 0,93% 9,13%
3,09% 1,39% 1,52% 3,50% 1,61% 2,90% 2,51%
0,18% 0,54% 0,49% 0,87% 1,06% 3,99% 7,12%
0,21% 0,52% 0,45% 1,05% 1,20% 4,51% 7,94%
0,23% 0,69% 0,65% 0,97% 1,17% 3,48% 7,20%
2,05% 3,43% 2,16% 2,24% 2,23% 1,76% 5,05% 4,22%
0,99% 0,70% 0,93% 0,82% 0,75% 0,81% 15,61% 20,60% 100%
1,12% 0,69% 0,66% 0,80% 0,62% 0,73% 16,14% 20,76% 100%
1,26% 0,96% 1,27% 1,09% 1,03% 1,10% 15,73% 22,44% 100%
3,20%
Sumber : LBU, Bank Indonesia
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
54
3.6. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Pada
triwulan
III-2009,
perkembangan
BPR
di
Jawa
Tengah
menunjukkan adanya pertumbuhan positif, baik secara triwulanan maupun tahunan. Hal tersebut tercermin dari meningkatnya indikator- indikator utama kinerja perbankan yaitu total aset, Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dihimpun, dan kredit yang diberikan. Namun dari sisi fungsi intermediasi, tingkat Loan to Deposits Ratio (LDR) mengalami sedikit penurunan, demikian juga dengan kualitas kredit yang diberikan mengalami penurunan, tercermin dari meningkatnya Non Performing Loans (NPLs) (Tabel 3.7.). TABEL 3.7. PERKEMBANGAN INDIKATOR BPR DI JAWA TENGAH (Rp. MILIAR) Indikator Usaha Aset DPK - Tabungan - Deposito Kredit Sektoral - Pertanian - Perindustrian - Perdagangan - Jasa-jasa - Lain-lain Penggunaan - Modal Kerja - Investasi - Konsumsi Kolektabilitas - Lancar - Kurang Lancar - Diragukan - Macet LDR (%) NPLs (%)
Tw-I 6.860 4.857 1.947 2.910 5.520 5.520 438 86 1.877 506 2.613 5.520 2.704 314 2.502 5.520 4.888 137 107 388 113,64 11,46
2008 Tw-II Tw-III 7.200 7.395 5.007 5.070 2.032 2.054 2.975 3.017 5.938 6.374 5.938 6.374 475 494 89 95 2.011 2.197 550 608 2.814 2.979 5.938 6.374 2.892 3.147 347 373 2.698 2.854 5.938 6.374 5.321 5.750 128 125 101 99 388 400 118,60 125,64 10,40 9,78
Tw-IV 7.790 5.395 2.304 3.091 6.424 6.355 494 92 2.184 595 2.990 6.355 3.109 378 2.868 117,66 9,26
Tw-I 7.996 5.620 2.320 3.300 6.736 6.664 522 93 2.369 624 3.056 6.664 3.327 397 2.940 6.664 6.044 145 92 383 119,86 9,30
2009 Tw-II 8.207 5.786 2.366 3.420 7.060 7.060 553 98 2.495 656 3.258 7.060 3.536 406 3.118 7.060 6.442 138 99 382 122,02 8,75
Tw-III* 8.830 6.195 2.526 3.669 7.508 7.508 521 102 2.745 662 3.479 7.508 3.790 406 3.313 7.508 6.809 172 116 411 121,20 9,31
Sumber : LBPR Bank Indonesia *) Agustus 2009
Total aset BPR pada triwulan III-2009 tercatat sebesar Rp. 8.830 miliar, meningkat sebesar 19,39% (yoy) dibanding dengan triwulan III-2008, atau meningkat 7,59% (qtq) dibanding triwulan II-2009. Peningkatan aset tersebut didorong oleh peningkatan DPK sebesar 22,18% (yoy) dan 7,07% (qtq) menjadi Rp. 6.195 miliar. Berdasarkan jenis produk, sebagian besar DPK ditanamkan dalam bentuk deposito yang hingga triwulan III-2009 mengalami pertumbuhan sebesar 21,62% (yoy) atau 7,27% (qtq) mencapai Rp. 3.669 miliar. Untuk tabungan KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
55
walaupun secara nominal pada triwulan III-2009 masih berada dibawah nilai deposito, yaitu sebesar Rp.2.526 miliar, namun masih menunjukkan adanya kecenderungan pertumbuhan yang positif. Hal tersebut tercermin dari tingkat pertumbuhan tabungan sebesar 23,01 % (yoy) atau 6,77% (Grafik 3.14.). Tingginya tingkat pertumbuhan deposito dikarenakan bunga deposito yang ditawarkan relatif lebih besar sehingga masyarakat cenderung menempatkan dana mereka di deposito. 4.000
Rp. Miliar
% Growth
12% 10% 8%
2 .3 88
3.420 2 .3 66
3.330 2 .3 56
3.119 2.340
3.042 2.085
1.946
2.000
2.0 58
2 .9 10
2.500
1.500
2.99 7
3.000
3.5 27
3.500
14%
6% 4%
1.000
2%
500 -
0% Tw-I
Tw-II
Tw-III
Tw-IV
Tw-I
2008 Tabungan
Tw-II
Tw-III*
2009 Deposito
g Tabungan
g Deposito
Sumber : LBPR, diolah *) Agustus 2009
Grafik 3.14. Perkembangan Produk BPR di Jawa Tengah TW III-2009
Penyaluran kredit BPR pada triwulan III-2009 mengalami peningkatan sebesar 17,80% (yoy) dan 6,35% (qtq). Dari sisi penggunaan, kredit yang disalurkan masih didominasi oleh kredit modal kerja sebesar 51,85%. Sedangkan dari sisi sektoral, kredit perdagangan dan Lain-lain masih mendominasi kredit yang disalurkan, masingmasing sebesar 37,73% dan 44,68%. Namun demikian kredit yang disalurkan tersebut masih terkonsentrasi pada skala usaha mikro (79,07%). (Grafik 3.15, 3.16 dan 3.17) Modal Kerja 50,47%
Pertanian 6,93%
Lain-lain 46,34% Konsumsi 44,12%
Perindustrian 1,35%
Perdagangan 36,56%
Jasa-jasa 8,82%
Investasi 5,40%
Sumber : LBPR, diolah
Grafik
3.15.
Sumber : LBPR, diolah
Kredit BPR Berdasarkan Grafik 3.16. Kredit BPR Berdasarkan Sektor Jawa Tengah TW Penggunaan Jawa Tengah TW III-2009 III-2009
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
56
Kecil 19,13%
Menengah 1,81%
Mikro 79,07%
Sumber : LBPR, diolah
Grafik 3.17. Kredit BPR Berdasarkan Plafon di Jawa Tengah TW III-2009
Berdasarkan data triwulanan maupun tahunan, peningkatan kredit lebih kecil jika dibandingkan dengan peningkatan DPK sehingga tingkat LDR pada triwulan ini mengalami sedikit penurunan sebesar -0,82% (qtq) dan -4,44% (yoy) menjadi 121,20 % (Grafik 3.18). Penurunan LDR salah satunya disebabkan adanya persaingan di dunia perbankan yang semakin ketat dimana BPR semakin sulit bersaing dengan bank umum, asing dan campuran dalam memperoleh pasar, terutama untuk pasar Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) baik dalam hal mencari nasabah maupun pendanaan. Hingga triwulan III-2009, pangsa kredit UMKM yang disalurkan oleh BPR sebesar 10,40 % dari total kredit UMKM perbankan. Sedangkan kredit UMKM bank umum memiliki pangsa terhadap kredit UMKM perbankan sebesar 89,60% (Tabel 3.8). Dari sisi kinerja, perkembangan BPR di Jawa Tengah pada triwulan III-2009 mengalami sedikit penurunan. Terlihat dari tingkat NPLs yang sedikit naik jika dibandingkan triwulan II-2009. Tercatat NPLs pada triwulan III-2009 sebesar 9,31%, naik dari triwulan sebelumnya yang tercatat 8,75%. Tidak dapat dipungkiri bahwa dengan semakin kecilnya pangsa pasar yang mampu diserap, membuat BPR sedikit mengabaikan prinsip prudential demi mengejar target pasar. Berdasarkan proporsi kolektabilitas kredit yang disalurkan BPR hingga triwulan III-2009, dapat diketahui bahwa proporsi kredit lancar sebesar 91,11%. Sedangkan proporsi kredit macet sebesar 5,3%. Walaupun tingkat NPLs mengalami kenaikan jika dibandingkan triwulan II-2009, namun melihat proporsi kredit lancar yang masih dominan maka tingkat kesehatan BPR masih dalam kondisi baik. (Grafik 3.19)
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
57
14,00
% NPLs
% LDR
12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 0,00 Tw-I
Tw-II
Tw-III
Tw-IV
2008
Tw-I
Tw-II
128,00 126,00 124,00 122,00 120,00 118,00 116,00 114,00 112,00 110,00 108,00 106,00
Macet 5,48% Di ragukan 1,54%
Kurang Lancar 2,29%
Lancar 90,69%
Tw-III*
2009 LDR (%)
NPLs (%)
Sumber : LBPR, diolah
Grafik 3.18. Kinerja BPR di Jawa Tengah TW III-2009
Sumber : LBPR, diolah
Grafik 3.19. Status Kredit BPR di Jawa Tengah TW III-2009
Permasalahan utama yang dihadapi oleh BPR adalah persaingan dengan bank umum. Salah satu upaya untuk menjembatani persaingan antara BPR dan bank umum adalah dengan menggunakan linkage program. Bank umum memiliki keterbatasan jaringan dan infrastruktur dalam menjangkau usaha mikro dan kecil (UMK) yang umumnya beroperasi di daerah, sedangkan BPR dan lembaga keuangan mikro banyak beroperasi di daerah, sehingga lebih dekat dengan segmen UMK namun BPR dan lembaga keuangan mikro memiliki keterbatasan dana dalam penyaluran kredit. Dengan linkage program maka bank umum dapat menyalurkan kredit kepada UMKM melalui BPR sehingga diharapkan akses pembiayaan bagi UMKM dapat lebih mudah dan meningkatkan kapasitas pembiayaan BPR dan lembaga keuangan mikro. Hingga bulan Agustus 2009, perkembangan linkage program di Jawa Tengah mengalami penurunan yang cukup signifikan. Terlihat dari jumlah saldo yang turun sebesar -52,36% (yoy) menjadi Rp. 273 miliar serta penurunan jumlah BPR yang melakukan kerjasama linkage program sebesar -30,53% (yoy) menjadi 198 BPR (Tabel 3.8). Penurunan ini dikarenakan antara lain masih relatif tingginya suku bunga linkage program yang ditetapkan oleh bank umum kepada BPR mencapai 16-18%. Melihat fungsi dan manfaat linkage program, maka diharapkan bank umum dapat bekerja sama secara kooperatif dengan BPR misalnya dengan menurunkan tingkat suku bunga tingkat linkage program. TABEL 3.8. PERKEMBANGAN LINKAGE PROGRAM BPR DI JAWA TENGAH (Rp. MILIAR) INDIKATOR 1 Jumlah Bank Umum (unit) 2 Jumlah BPR (unit) 3 Jumlah Plafon Kredit (miliar) 4 Jumlah Saldo Debet (miliar) Sumber : LBPR, diolah
Agst- 08 Des.-08 Agst- 09 9 285 772 573
9 314 819 625
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
9 198 778 273
Pertb % Pertb.% ytd yoy 0,00 0,00 -36,94 -30,53 -5,01 0,78 -56,32 -52,36
58
3.6.1. Perkembangan BPR 6 eks-Karesidenan di Jawa Tengah 3.6.1.1. Perkembangan BPR di Eks. Karesidenan Semarang Pada triwulan III-2009, porsi aset, DPK dan Kredit BPR di wilayah eks karesidenan Semarang masing-masing sebesar 24 %, 25%, dan 22% dari total indikator kinerja BPR Jawa Tengah. Total aset yang dimiliki oleh BPR di wilayah eks Karesidenan Semarang pada triwulan laporan sebesar Rp. 2,076 triliun. Dimana aset terbesar di wilayah ini berada di Kota Semarang (30%). Untuk DPK, pada triwulan ini mencapai Rp. 1,491 triliun dengan wilayah penghimpunan DPK terbesar berada di Kota Semarang (33%). Sedangkan kredit yang disalurkan hingga triwulan III-2009 sebesar Rp. 1,753 triliun. Kota Semarang menjadi daerah penyaluran kredit BPR terbesar di wilayah eks karesidenan Semarang dengan porsi sebesar 31% (Grafik 3.20, 3.21 dan 3.22). Secara umum tingkat LDR di wilayah eks karesidenan Semarang sangat tinggi mencapai 117,63%, namun tingkat NPLs di wilayah ini juga cukup tinggi mencapai 9,87%. Hal ini mengindikasikan bahwa kinerja BPR dari sisi intermediasi di wilayah eks karesidenan Semarang sudah cukup baik namun dari sisi kualitas masih perlu ditingkatkan lagi terutama untuk wilayah kabupaten Grobogan dan kabupaten Kendal dimana masing-masing NPLs mencapai 12,58% dan 11,48%. Kota Salatiga 23%
Kab. Demak Kab. Grobogan 8% 11%
Kab. Demak 7%
Kota Salatiga 24%
Kab. Kendal 12%
Kab. Kendal 15%
Kota Semarang 30%
Kab. Grobogan 11%
Kota Semarang 33% Kab. Semarang 13%
Sumber : LBPR, diolah
Kab. Semarang 13%
Sumber : LBPR, diolah
Grafik 3.20. Komposisi Aset BPR di eks Grafik 3.21. Komposisi DPK BPR di eks Karesidenan Semarang TW IIIKaresidenan Semarang TW 2009 III-2009 Kota Salatiga 23%
Kab. Demak 8%
Kab. Grobogan 11%
Kab. Kendal 13% Kota Semarang 31% Kab. Semarang 14%
Sumber : LBPR, diolah
Grafik 3.22. Komposisi Kredit BPR di eks Karesidenan Semarang TW III-2009
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
59
3.6.1.2. Perkembangan BPR di Eks. Karesidenan Pekalongan Porsi indikator kinerja BPR seperti aset, DPK dan kredit di wilayah eks karesidenan Pekalongan pada triwulan III-2009 mencapai 9% dari keseluruhan indikator kinerja BPR di Jawa Tengah. Aset BPR di wilayah eks karesidenan Pekalongan pada triwulan III-2009 sebesar Rp. 808 miliar, sedangkan DPK mencapai Rp. 586 miliar dan kredit yang disalurkan sebesar Rp. 677 miliar. Ketiga indikator tersebut terpusat di wilayah kabupaten Tegal, dimana porsi aset dan DPK BPR di kabupaten Tegal sebesar 30% dari total aset dan DPK BPR wilayah eks karesidenan Pekalongan. Sedangkan porsi kredit BPR kabupaten Tegal sebesar 28% dari total kredit BPR wilayah eks karesidenan Pekalongan. Secara umum tingkat LDR di wilayah eks karesidenan Pekalongan sangat baik mencapai 115,56%, namun tingkat NPLs di wilayah ini sangat tinggi jika dibandingkan daerah lain di Jawa Tengah yang mencapai 11,62%. Hal ini menuntut kerja keras berbagai pihak dalam upaya meningkatkan kinerja BPR di wilayah ini. Kab. Tegal 30%
Kota Tegal 2%
Kab. Pemalang 18%
Kota Pekalongan 6%
Kab. Batang 15% Kab. Brebes 10%
Kab. Pekalongan 19%
Kota Tegal 2% Kab. Tegal 30%
Kab. Pemalang 20%
Kota Pekalongan 5%
Kab. Batang 12% Kab. Brebes 9%
Kab. Pekalongan 22%
Sumber : LBPR, diolah
Sumber : LBPR, diolah
Grafik 3.23. Komposisi Aset BPR di eks Grafik 3.24. Komposisi DPK BPR di eks Karesidenan Pekalongan TW Karesidenan Pekalongan TW III-2009 III-2009 Kota Tegal 2% Kab. Tegal 28%
Kab. Pemalang 17%
Sumber : LBPR, diolah
Kota Pekalongan Kab. Batang 16% 6%
Kab. Brebes 10%
Kab. Pekalongan 21%
Grafik 3.25. Komposisi Kredit BPR di eks Karesidenan Pekalongan TW III-2009
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
60
3.6.1.3. Perkembangan BPR di Eks. Karesidenan Pati Porsi aset, DPK dan kredit BPR di wilayah karesidenan Pati terhadap indikator kinerja BPR di Jawa Tengah pada triwulan III-2009 masing-masing mencapai 11%. Dimana aset BPR di wilayah eks karesidenan Pati sebesar Rp. 957 miliar sedangkan DPK yang berhasil dihimpun dan kredit yang disalurkan pada triwulan ini masingmasing sebesar Rp. 721 miliar dan Rp. 858 miliar. Ketiga indikator kinerja tersebut terpusat di wilayah kabupaten Pati dengan masing-masing porsi sebesar 34%, 33% dan 35%. Tingkat LDR di wilayah kabupaten Pati secara umum sangat baik mencapai 119,01%, namun NPLs masih relatif tinggi sebesar 11,28%. Hanya di wilayah kabupaten Jepara yang memiliki NPLs di bawah 5%, yaitu 4,42%. Rendahnya tingkat NPLs di kabupaten Jepara salah satunya dikarenakan mulai membaiknya kondisi industri mebel akibat krisis global. Dimana para pelaku industri mebel di daerah Jepara mulai melakukan diversifikasi daerah ekspor dengan menjajaki negara-negara di Timur Tengah dan Eropa Timur. Kab. Rembang 19%
Kab. Blora 13%
Kab. Rembang 21%
Kab. Jepara 20%
Kab. Jepara 21%
Kab. Pati 34% Kab. Kudus 13%
Kab. Blora 12%
Kab. Pati 33%
Kab. Kudus 14%
Sumber : LBPR, diolah
Sumber : LBPR, diolah
Grafik 3.26. Komposisi Aset BPR di eks Grafik 3.27. Komposisi DPK BPR di eks Karesidenan Pati TW III-2009 Karesidenan Pati TW III-2009 Kab. Rembang 19%
Kab. Blora 12%
Kab. Jepara 21%
Kab. Pati 35%
Kab. Kudus 13%
Sumber : LBPR, diolah
Grafik 3.28. Komposisi Kredit BPR di eks Karesidenan Pati TW III-2009
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
61
3.6.1.4. Perkembangan BPR di Eks. Karesidenan Kedu Porsi indikator kinerja BPR seperti aset, DPK dan kredit di wilayah eks karesidenan Kedu pada triwulan III-2009 mencapai 18% dari keseluruhan indikator kinerja BPR di Jawa Tengah. Secara nominal aset BPR di wilayah eks karesidenan Kedu pada triwulan III-2009 sebesar Rp. 1,602 triliun, sedangkan DPK mencapai Rp. 1,144 triliun dan kredit yang disalurkan sebesar Rp. 1,293 triliun. Ketiga indikator tersebut terpusat di wilayah kabupaten Magelang, dimana porsi aset dan DPK BPR di kabupaten Magelang sebesar 45% dari total aset dan DPK BPR wilayah eks karesidenan Kedu. Sedangkan porsi kredit BPR kabupaten Magelang sebesar 41% dari total kredit BPR wilayah eks karesidenan Kedu. Secara umum tingkat LDR di wilayah eks karesidenan Kedu sangat baik mencapai 115,56%, namun tingkat NPLs di wilayah ini masih relatif tinggi yang mencapai 8,34%. Hanya wilayah kabupaten Magelang yang memiliki NPLs di bawah 5% yaitu 4,97%. Kab. Purworejo 6% Kab. Wonosobo 12%
Kab. Temanggung 18%
Kab. Purworejo 7%
Kab. Kebumen 13% Kab. Magelang 45%
Kota Magelang 6%
Grafik 3.29. Komposisi Aset BPR di eks Karesidenan Kedu TW III-2009
Kab. Wonosobo 14%
Kab. Temanggung 18%
Kab. Wonosobo 9%
Kab. Temanggung 19%
Kab. Magelang 45%
Kota Magelang 6%
Sumber : LBPR, diolah
Sumber : LBPR, diolah
Kab. Purworejo 7%
Kab. Kebumen 14%
Grafik 3.30. Komposisi DPK BPR di eks Karesidenan Kedu TW III2009
Kab. Kebumen 14% Kab. Magelang 41%
Kota Magelang 6%
Sumber : LBPR, diolah
Grafik 3.31. Komposisi Kredit BPR di eks Karesidenan Kedu TW III-2009
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
62
3.6.1.5. Perkembangan BPR di Eks. Karesidenan Surakarta Pada triwulan III-2009, porsi aset, DPK dan Kredit BPR di wilayah eks karesidenan Surakarta masing-masing sebesar 22 %, 21%, dan 25% dari total indikator kinerja BPR Jawa Tengah. Total aset yang dimiliki oleh BPR di wilayah eks Karesidenan Surakarta pada triwulan laporan sebesar Rp. 1,944 triliun. Dimana aset terbesar di wilayah ini berada di kabupaten Karanganyar (23%). Untuk DPK, pada triwulan ini mencapai Rp. 1,330 triliun dengan wilayah penghimpunan DPK terbesar berada di kabupaten Karanganyar (22%). Sedangkan kredit yang disalurkan hingga triwulan III-2009 sebesar Rp. 1,659 triliun. kabupaten Karanganyar menjadi daerah penyaluran kredit BPR terbesar di wilayah eks karesidenan Semarang dengan porsi sebesar 23% (Grafik 3.18, 3.19 dan 3.20). Secara umum tingkat LDR di wilayah eks karesidenan Surakarta sangat baik mencapai 124,73%, namun tingkat NPLs di wilayah ini cukup tinggi mencapai 10,18%. Hal ini mengindikasikan bahwa kinerja BPR dari sisi intermediasi di wilayah eks karesidenan Surakarta sudah cukup baik namun dari sisi kualitas masih perlu ditingkatkan. Kab. Wonogiri 8%
Kota Surakarta 10%
Kab. Klaten 14%
Kab. Boyolali 14%
Kab. Wonogiri 9%
Kota Surakarta 11%
Kab. Klaten 13%
Kab. Boyolali 13%
Kab. Karanganyar 22%
Kab. Karanganyar 23%
Kab. Sragen 15%
Kab. Sukoharjo 16%
Kab. Sukoharjo 15%
Kab. Sragen 17%
Sumber : LBPR, diolah
Sumber : LBPR, diolah
Grafik 3.32. Komposisi Aset BPR di eks Grafik 3.33. Komposisi DPK BPR di eks Karesidenan Surakarta TW Karesidenan Surakarta TW IIIIII-2009 2009 Kab. Wonogiri 8%
Kota Surakarta 9%
Kab. Klaten 14% Kab. Boyolali 15%
Kab. Karanganyar 23%
Kab. Sukoharjo 15%
Kab. Sragen 16%
Sumber : LBPR, diolah
Grafik 3.34. Komposisi Kredit BPR di eks Karesidenan Surakarta TW III2009
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
63
3.6.1.5. Perkembangan BPR di Eks. Karesidenan Banyumas Porsi aset, DPK dan kredit BPR di wilayah karesidenan Banyumas terhadap indikator kinerja BPR di Jawa Tengah pada triwulan III-2009 masing-masing mencapai 16%, 15% dan 16%. Dimana aset BPR di wilayah eks karesidenan Banyumas sebesar Rp. 1,443 triliun sedangkan DPK yang berhasil dihimpun dan kredit yang disalurkan pada triwulan ini masing-masing sebesar Rp. 924 miliar dan Rp. 1,269 triliun. Ketiga indikator kinerja tersebut terpusat di wilayah kabupaten Banjarnegara dengan masing-masing porsi sebesar 40%, 35% dan 42%. Tingkat LDR di wilayah kabupaten Banyumas secara umum sangat baik mencapai 137,33%, namun NPLs masih relatif tinggi sebesar 5,84% namun terendah di wilayah Jawa Tengah. Hanya di wilayah kabupaten Cilacap yang memiliki NPLs di bawah 5%, yaitu 2,67%. Kab. Purbalingga 11%
Kab. Purbalingga 15%
Kab. Banyumas 25%
Kab. Cilacap 24%
Kab. Banyumas 27%
Kab. Cilacap 23%
Kab. Banjarnegara 40%
Kab. Banjarnegara 35%
Sumber : LBPR, diolah
Sumber : LBPR, diolah
Grafik 3.35. Komposisi Aset BPR di eks Grafik 3.36. Komposisi DPK BPR di eks Karesidenan Surakarta TW Karesidenan Surakarta TW IIIIII-2009 2009 Kab. Purbalingga 10%
Kab. Banyumas 23%
Kab. Cilacap 25%
Kab. Banjarnegara 42%
Sumber : LBPR, diolah
Grafik 3.37. Komposisi Kredit BPR di eks Karesidenan Surakarta TW III2009
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
64
TABEL 3.9. PERKEMBANGAN INDIKATOR BPR DI ENAM eks KARESIDENAN JAWA TENGAH (Rp. MILIAR) Wilayah
Kredit
Tabungan
Deposito
DPK
LDR
82
199 274 376 342 798 591 2.076 122 81 157 146 241 15 45 808 123 203 127 324 180 957 708 100 285 199 102 208 1.602 5.443 270 278 298 306 442 146 202 1.944
172 238 291 302 674 510 1.753 110 66 141 116 195 11 39 677 105 178 111 301 162 858 525 81 235 177 93 182 1.293 4.581 234 256 258 253 379 125 154 1.659
57 111 99 63 100 257 441 47 39 112 61 84 5 12 361 48 102 38 119 72 379 165 11 72 36 41 70 395 1.576 57 60 137 77 102 75 40 547
72 94 133 181 515 196 1.049 24 15 20 57 87 4 17 225 41 44 62 115 79 342 349 55 148 64 39 94 749 2.365 117 113 92 128 182 40 111 783
128 205 231 244 616 453 1.491 71 54 131 119 172 9 29 586 89 146 100 234 152 721 514 66 220 100 80 164 1.144 3.941 174 173 229 205 284 114 150 1.330
133,85% 116,31% 125,82% 123,63% 109,47% 112,48% 117,63% 154,58% 121,85% 106,97% 97,74% 113,64% 112,04% 132,28% 115,56% 117,86% 122,01% 111,08% 128,76% 106,98% 119,01% 102,11% 122,66% 106,89% 177,21% 115,63% 111,05% 113,01% 116,23% 134,54% 147,83% 112,44% 123,50% 133,36% 109,47% 102,42% 124,73%
9,15% 12,58% 11,48% 8,22% 9,70% 4,94% 9,87% 13,51% 18,41% 7,25% 9,93% 11,18% 18,27% 15,99% 11,62% 10,90% 4,42% 16,70% 15,63% 7,25% 11,28% 4,97% 9,97% 8,16% 7,49% 19,91% 12,50% 8,34% 9,96% 12,25% 11,47% 7,30% 15,73% 8,52% 7,65% 6,71% 10,18%
8 2 7 2
353 576 349 164
298 525 313 132
121 130 80 73
131 193 133 64
251 118,57% 323 162,73% 213 147,14% 137 96,61%
5,25% 6,67% 2,67% 11,35%
Total KBI Purwokerto
19
Total Jawa Tengah
264
1.443 8.830
1.269 7.508
403 2.526
521 3.669
924 137,33% 6.195 121,20%
5,84% 9,31%
K ars. Semaran g
Kab. Demak Kab. Grobogan Kab. Kendal Kab. Semarang Kota Semarang Kota Salatiga Sub Total Kars. Semarang Kab. Batang Kab. Brebes Kab. Pekalongan Kab. Pemalang Kab. Tegal Kota Tegal Kota Pekalongan Sub Total Kars. Pekalongan Kab. Blora Kab. Jepara Kab. Kudus Kab. Pati Kab. Rembang Sub Total Kars. Pati Kab. Magelang Kota Magelang Kab. Temanggung Kab. Wonosobo Kab. Purworejo Kab. Kebumen Sub Total Kars. Kedu
Kars . Pekalongan Kars. Pati Kars. Ked u
Total KBI Semarang K ars. Surakarta
Kab. Klaten Kab. Boyolali Kab. Sragen Kab. Sukoharjo Kab. Karanganyar Kab. Wonogiri Kota Surakarta
Total KBI Solo Kars . Banyumas
Kab. Banyumas Kab. Banjarnegara Kab. Cilacap Kab. Purbalingga
Jumlah BPR 10 5 16 15 19 3 68 3 6 1 4 11 2 3 30 5 3 7 11 2 28 13 4 7 5 2 6 37
163 19 7 7 22 14 3 10
Aset
NPL
3.8. Perkembangan Perbankan Syariah Perkembangan bank umum dan BPR syariah di Jawa Tengah
3.500
Rp. Mi l i ar
3.000 2.500 2.000
pada
triwulan
III-2009
1.500 1.000
menunjukkan pertumbuhan yang positif walaupun melambat. Aset perbankan syariah pada triwulan ini tercatat sebesar Rp. 2,92 triliun, meningkat
sebesar
2,5%
jika
500 Tw-I
Tw-II
Tw-III
Tw-IV
2008 Aset
Tw-I
Tw-II
Tw-III*
2009 Pembi ayaan
DPK
Sumber : LBU , diolah
Grafik 3.38. Perkembangan Indikator perbankan Syariah di Jawa Tengah TW III-2009
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
65
dibandingkan triwulan II-2009 atau meningkat 44% jika dibandingkan triwulan III2008. Berdasarkan tingkat pertumbuhan ini, Bank Indonesia Semarang optimis bahwa target pertumbuhan 50% pada tahun 2009 dapat tercapai. Hal ini diperkuat dengan semakin banyaknya kantor perbankan syariah di wilayah Jawa Tengah. Dimana hingga triwulan III-2009, terdapat 41 unit atau bertambah sebanyak enam unit. Upaya lain yang dilakukan untuk mendorong pertumbuhan perbankan syariah adalah konsolidasi dengan kalangan perbankan syariah dan Asbisindo untuk melakukan pengenalan kepada masyarakat dan rencana road show pada bulan November. Porsi aset perbankan syariah terhadap aset bank secara keseluruhan pada triwulan III-2009 sedikit mengalami penurunan menjadi 2,46%. Kondisi ini masih jauh untuk mencapai porsi 5% secara nasional. Di sisi lain, DPK perbankan
140,00%
syariah pada triwulan III-2009 juga
120,00%
mengalami penurunan sebesar -
100,00%
3,30% dibandingkan triwulan lalu.
60,00%
Dimana
nilai
DPK
hingga
posisi
tersebut sebesar Rp. 1,89 triliun. Penurunan satunya
DPK
tersebut
dikarenakan
salah adanya
penarikan uang tunai milik nasabah untuk menghadapi bulan puasa dan
% FDR
% NPF
6,00% 5,00% 4,00%
80,00%
3,00% 2,00%
40,00%
1,00%
20,00% 0,00%
0,00% Tw IV
Tw-I
Tw-II
2007
Tw-III
Tw-IV
Tw-I
2008
Tw-II
Tw-III*
2009 FDR
NPF Gross
Sumber : LBU , diolah
Grafik 3.39. Kinerja Bank Syariah di Jawa Tengah TW III-2009 Berdasarkan LDR dan NPLs
hari raya Lebaran. Di sisi lain, pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan syariah mengalami peningkatan sebesar 4,93% terhadap triwulan II-2009, tercatat nilai pembiayaan perbankan syariah sebesar Rp. 2,41 triliun. Persentase peningkatan pembiayaan tersebut lebih besar dibandingkan dengan peningkatan DPK, sehingga nilai Financing to Deposit Ratio (FDR) meningkat menjadi 127,67%. Hal ini mengindikasikan bahwa, walaupun DPK mengalami penurunan namun fungsi intermediasi yang dilakukan perbankan syariah di Jawa Tengah masih berjalan dengan baik. Meskipun cukup ekspansif, namun kinerja perbankan syariah pada triwulan III-2009 masih cukup baik, terlihat dari tingkat Non Performing Financing (NPF) perbankan syariah masih berada di bawah 5%, yaitu 3,27 %.
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
66
TABEL 3.10. PERKEMBANGAN INDIKATOR BANK UMUM & BPR SYARIAH DI JAWA TENGAH (Rp. MILIAR) Indikator BPRS Jumlah BPRS Aset Pembiayaan DPK - Tabungan - Deposito FDR NPF Nominal NPF Gross BUS Jumlah BUS Aset Pembiayaan DPK - Tabungan - Deposito FDR NPF Nominal NPF Gross GABUNGAN Jumlah BUS Aset Pembiayaan DPK - Tabungan - Deposito FDR NPF Nominal NPF Gross
2007 Tw IV
Tw-I
Tw-II
2008 Tw-III
Tw-IV
Tw-I
2009 Tw-II
Tw-III*
13 15 16 16 16 17 17 17 58 61 78 87 99 106 119 128 39 42 54 61 69 78 88 98 38 41 48 54 64 72 82 86 0 0 26 29 36 39 42 47 0 0 21 25 28 33 40 39 102,32% 102,06% 113,22% 112,36% 107,81% 108,33% 107,32% 114,37% 2 3 3 3 5 5 5 6 6,27% 8,02% 5,88% 5,25% 7,25% 6,41% 5,68% 6,46% 15 16 17 19 23 24 24 24 1.574 1.563 1.787 1.931 2.318 2.244 2.726 2.788 1.240 1.259 1.566 1.691 1.958 1.925 2.211 2.314 1.205 1.247 1.415 1.382 1.637 1.588 1.872 1.804 768 804 841 890 971 961 1.077 1.064 437 443 574 492 666 627 795 739 102,84% 101,04% 110,67% 122,35% 119,61% 121,22% 118,11% 128,30% 42 60 65 63 44 88 65 73 3,41% 4,73% 4,17% 3,72% 2,25% 4,57% 2,94% 3,13% 39 41 41 41 1.633 1.624 1.866 2.019 2.318 2.350 2.845 2.916 1.278 1.301 1.620 1.752 2.027 2.003 2.299 2.412 1.243 1.287 1.462 1.436 1.701 1.660 1.954 1.890 768 804 868 920 1.007 1.000 1.119 1.112 437 443 595 517 694 660 835 778 102,82% 101,07% 110,76% 121,98% 119,17% 120,66% 117,66% 127,67% 45 63 69 66 49 93 70 79 3,50% 4,84% 4,23% 3,77% 2,42% 4,64% 3,04% 3,27%
Sumber : LBU, Bank Indonesia, *) Agustus 2009
3.9. Kredit UMKM Jumlah penyaluran kredit kepada UMKM di Jawa Tengah terus meningkat walaupun mengalami perlambatan. Penyaluran kredit UMKM pada triwulan III-2009 mengalami pertumbuhan sebesar 10,67% (yoy) dibandingkan triwulan III-2008 sehingga menjadi Rp66,63 triliun. Pertumbuhan ini sangat melambat jika dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan II-2009 yang sebesar 15,60%. Pertumbuhan kredit UMKM memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap menurun atau meningkatnya pertumbuhan kredit perbankan, mengingat kontribusinya mencapai 85,90% dari total kredit perbankan (bank umum dan BPR) di Jawa Tengah (Grafik 3.12). Dari jumlah tersebut, sebesar Rp32,04 triliun atau 48,09% merupakan kredit modal kerja, sisanya sebesar Rp30,76 triliun (46,16%) dan Rp3,82 triliun (5,77%) merupakan kredit konsumsi dan investasi (Grafik 3.13).
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
67
90
35
80
30
70
K. Modal Kerja K. Konsumsi
K. Investasi
25
Rp T riliun
Rp Triliun
60 50 40 30
20 15 10
20
Total Kredit
10
Kredit UMKM
5 0
0 I
II
III
IV
2008
I
II
I
III
II
III
IV
I
2008
2009
II
III
2009
Sumber : LBU, Bank Indonesia (Data Agt’09)
Sumber : LBU, Bank Indonesia (Data Agt’09)
Grafik 3.40 Perkembangan Kredit UMKM dan Total Kredit
Grafik 3.41 Perkembangan Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan
Lainnya 48%
Pertanian 3%
Industri Pertambangan 7% 0%
Listrik, Gas, & Air 0%
30
70
25
60 50
20
40
15 Konstruksi 1%
30
10
20
5
10
0 Jasa Sosial Masy 1%
Grafik
Jasa Dunia Usaha 4%
Pengangkutan 1%
PHR 35%
0 I
3.42 Komposisi Kredit UMKM Grafik Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan II-2009
II
III 2008
Mikro Menengah
IV
I
II
III
2009
Kecil Total Kredit UMKM
3.43 Perkembangan Kredit UMKM Berdasarkan Skala Usaha
Penyaluran kredit UMKM di Jawa Tengah didominasi oleh sektor PHR, sektor industri, sektor Jasa dunia usaha, dan sektor lainnya (kredit konsumtif). Pada triwulan II-2009, porsi terbesar kredit UMKM disalurkan pada sektor lainnya (kredit konsumtif) tercatat sebesar Rp31,57 triliun atau 47,39% dari total kredit UMKM. Sementara itu kredit UMKM untuk sektor PHR, sektor industri, dan sektor jasa dunia usaha masingmasing sebesar Rp23,477 triliun (35,23%), Rp4,34 triliun (6,52%) dan Rp2,97 triliun (4,46%). Kredit Skala Mikro mendominasi penyaluran kredit UMKM Jawa Tengah. Meskipun pertumbuhannya melambat, pangsa kredit untuk skala mikro masih mendominasi pemberian kredit kepada UMKM di Jawa Tengah. Pada triwulan II-2009 ini pangsa kredit skala mikro sebesar 42,05% terhadap total UMKM, relatif sama dibandingkan dengan triwulan II-2009 yang memiliki andil sebesar 42,31%.
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
68
Sedangkan skala usaha kecil dan menengah masing-masing sebesar Rp. 22,44 triliun (33,69%) dan Rp16,16 triliun (24,26%). Sementara itu rasio kredit bermasalah atau NPLs UMKM perbankan di Jawa Tengah pada triwulan III-2009 relatif kecil, yaitu sebesar 3,56%. Beberapa upaya nyata dalam rangka turut mendorong pengembangan ekonomi daerah yang dilakukan oleh Bank Indonesia Semarang dengan pemerintah daerah antara lain : (penjelasan lebih lengkap lihat Boks) Bentuk Kerjasama
Hasil/Perkembangan Terkini
1. Penyelenggaraan Pameran Pembangunan/Bazaar UMKM
1 Bekerjasama dengan Pemerintah Kota Semarang dalam kegiatan Pameran "Harmonisasi Pemberdayaan UMKM dalam Peningkatan Tenaga Kerja" dalam rangka Hari Jadi Kota Semarang Ke 462
2. Program Fasilitasi Percepatan Pemberdayaan Ekonomi Daerah (FPPED)
1 Progres dan hasil kegiatan yang telah dilakukan KBI Semarang bersama Dinas Peternakan, PT. BRI dan Bank Jateng antara lain dalam bentuk sosialisasi, pelatihan, pembinaan teknis dan studi banding kepada kelompok peternak di Kabupaten Semarang, telah menciptakan multiplier effect sbb :
2 Bekerjasama dengan Pmerintah Propinsi Jawa Tengah dalam kegiatan Pameran Gelar Kiprah Koperasi dan UMKM Jawa Tengah, dalam rangka Hari Koperasi Ke-62
Kegiatan
a Pemberian kredit PKBL dan KKP-E
b Pencanangan
c
Pelaksana PT BRI Ungaran
program Gerimis Sekawan (Gerakan Minum Susu Segar Anak Sekolah dan Karyawan) di Kabupaten Semarang
Pemkab. Semarang dan Bank Jateng Ungaran
Bantuan dari Disnak Kab. Semarang dan BPTP Prop. Jateng
Pemkab. Semarang, BRI Ungaran
d Bazaar UMKM
KBI Semarang
Hasil Instalasi Biogas bantuan PT BRI (Program Desa BioEnergi) sebanyak 7 unit, terdiri dari : - 5 unit di ds Tajuk, Sidodadi, Patemon, Coblong, Bancak - 2 unit di Nogosaren - Menciptakan demand baru bagi produksi susu di Kab Smg. - Acara pencanangan program dikuti Dialog Interaktif oleh Wakil Bupati Semarang , PBI Semarang dan Direktur Bank Jateng, - Dilakukan sebagai upaya Pemkab Semarang untuk meningkatkan konsumsi susu segar lokal dan melindungi produksi peternak Bantuan berupa sarana produksi untuk peningkatan usaha : - 32 unit Milkcane, - 1 unit Cooling Unit kapasitas 1000 liter, - 2 unit alat uji Berat Jenis Susu, - 20 ekor Sapi perah, - 1 buah kandang komunal - 7 buah instalasi biogas Fasilitasi KBI Semarang bekerjasama dengan Disnak Kab. Semarang menampilkan Susu Segar dari Kab. Semarang (Program Gerimis Sekawan)
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
69
e Pesta Rakyat Kelompok Kelompok
f
Tani dan Ternak (KTT) Ngudi Sari, Tajuk Kab. Semarang
Tani, Pemkab. Semarang
Upgrading wawasan peternak dalam pengelolaan sapi & pengelolaan lingk. Desa
Disnak Kab. Semarang , peternak
Dalam pesta rakyat tersebut diserahkan bantuan oleh Wagub. Kab. Semarang : - 1 unit Truk Tangki Susu kap. 1000 liter, 1 unit Cooling Unit 5 unit Milkcane besar - 10 unit Milkcane kecil - Peningkatan tehnik pemeliharaan dan sanitasi sapi (pemberian karpet di kandang, penggunaan milk cane) - Aspalisasi desa sbg bentuk peningkatan kualitas hidup peternak. - Klaster Susu Sapi Perah di Kab.Smg, telah menjadi tempat studi banding bagi peternak kab. lain antara lain Klaten, dan mulai 28 Okt. secara bergiliran akan dikunjungi 10 Kab. lain untuk studi banding
2 KBI Semarang bekerjasama dengan Dinas Peternakan Grobogan, PT BRI Purwodadi, dan Kelompok Peternak, membantun Insalasi Biogas (KBI Semarang membangun Instalasi Biogas, PT BRI Purwodadi memberikan Kredit KKP-E, dan Petrnak membangun Kandang Komunal) 3. Program Pengambangan Desa Produktif Klaster Bordir dan Konveksi Padurenan, Melalui Pendekatan Diamond Cluster
1 Telah ditandatangani Kesepakatan Bersama (MoU) antara Bank Indonesia Semarang, Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi & Kependudukan Provinsi Jawa Tengah, Balai Besar Peningkatan Produktivitas Depnakertrans RI, Pemerintah Kabupaten Kudus, dan Bank Jateng pada tanggal 5 Agustus 2009 2 Lembaga lain yang terlibat dalam pelaksanaan program dimaksud adalah GTZ Red, dan Swiss Contact 3 Implementasi dari program tersebut antara lain : a. Pelatihan Desain Bordir oleh Desainer Ramli di Aula Desa Padurenan, Kudu b. Peragaan Busana oleh Desainer Ramli di Pendopo Kabupaten Kudus dan promosi produk klaster bordir di klaster c. Pelaksanaan Pelatihan Inovasi Produk Bordir oleh Pakar Bordir Hery Suhersono d. Fasilitasi dalam Pameran Harmonisasi Pemberdayaan UMKM dalam Peningkatan Tenaga Kerja dengan mengikutsertakan produk klaster bordir dan konveksi serta produk susu sapi hasil program TFPPED e. Fasilitasi dalam Gelar Kiprah Koperasi dengan mengikutsertakan produk klaster bordir dan konveksi f. Pelatihan Service Excelent oleh BPPTK Propinsi Jawa Tengah g. Pelatihan Desain Bordir oleh Dinas Inkop Kudus h. Studi Banding pelaku usaha ke Klaster Garment di Cipulir fasilitasi Dinas Inkop Kudus i. Pelatihan Service Excelent oleh BPPTK Propinsi Jawa Tengah j. Studi Banding Pengurus dan Anggota KSU Padurenan Jaya ke Institute Tanggung Renteng (ITR) Jawa Timur, fasilitasi dari KBI Semarang, Pemkab. Kudus dan Bank Jateng k. Sosialisasi tentang Operasionalisasi Koperasi Bahan Baku, sebagai Embrio Cluster Management dengan Narasumber dari Pimpinan BDS Triasa Cipulir, Jakarta l. Pelatihan Konveksi fasilitasi KBI Semarang dan Dinas Inkop Kudus
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
70
4. Program Pengembangan Klaster Mebel Rotan Trangsan, Sukoharjo
5. Joint research
1
Telah ditandatangani MoU antara KBI Semarang dengan GTZ RED dalam rangka Pengambangan Klaster Mebel Rotan Transan, Sukoharjo
2 Fasilitasi yang diberikan dalam rangka peningkatan daya saing produk Mebel Rotan Trangsan Sukoharjo berupa pelatihan Manajemen Produktifitas & Kualitas 1 Dalam pelaksanaan Penelitian Dasar Potensi Ekonomi Daerah (Baseline Economic Survey) Dalam Rangka Pengembangan Komoditi Unggulan UMKM, bekerjasama dengan lembaga peneliti CEMSED Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga 2 Penelitian Potensi Pengembangan Sub Terminal Agrobisnis (STA) Soropadan di Jawa Tengah bekerjasama dengan UKSW Salatiga 3 Bekerjasama dengan Dinas Perdagangan Propinsi Jawa Tengah, KBI Semarang menjadi anggota Promotor Revitalisasi Soropadan
TABEL 3.11. PERKEMBANGAN KREDIT UMKM JAWA TENGAH (Rp. MILIAR) INDIKATOR
Agst- 08 Des.-08 Agst- 09
Total Kredit UMKM PERBANKAN - Kredit Usaha Mikro (0 < 50 juta) Jumlah Rekening - Kredit Usaha Kecil ( >50 juta - 500 juta) Jumlah Rekening - Kredit Usaha Menengah (> 500 juta - 5 miliar) Jumlah Rekening Pangsa Kredit UMKM thd Total Kredit Perbankan (%) Total Kredit UMKM Bank Umum - Kredit Usaha Mikro (0 < 50 juta) Jumlah Rekening - Kredit Usaha Kecil ( >50 juta - 500 juta) Jumlah Rekening - Kredit Usaha Menengah (> 500 juta - 5 miliar) Jumlah Rekening Pangsa Kredit UMKM BU thd Total Kredit UMKM Perbankan (%) Pangsa Kredit UMKM BU thd Total Kredit BU(%) Total Kredit UMKM BPR - Kredit Usaha Mikro (0 < 50 juta) Jumlah Rekening - Kredit Usaha Kecil ( >50 juta - 500 juta) Jumlah Rekening - Kredit Usaha Menengah (> 500 juta - 5 miliar) Jumlah Rekening Pangsa Kredit UMKM BPR Total Kredit UMKM Perbankan (%) Pangsa Kredit UMKM BPR thd Total Kredit BPR (%) NPL Kredit UMKM Perbankan (%) - Kredit Usaha Mikro (0 < 50 juta) - Kredit Usaha Kecil ( >50 juta - 500 juta) - Kredit Usaha Menengah (> 500 juta - 5 miliar) Sumber : LBU, Bank Indonesia
59.317 25.759 2.780 18.289 189 15.269 14 79,67 53.072 20.757 1.965 17.151 175 15.164 13 89,47
61.241 26.190 2.832 19.524 206 15.527 15 83,78 54.844 21.076 2.011 18.342 192 15.426 14 89,55
66.634 28.018 2.892 22.448 244 16.168 16 78,86 59.704 22.616 2.070 21.052 227 16.036 15 89,60
77,81 7.074 6.245 5.002 815 1.138 14 105 11,93
75,03 6.397 5.114 821 1.182 14 101 1 10,45
0,0 3,36 3,68 2,61 3,74
0,0 2,77 3,34 14,62 2,10
Pertb % Pertb.% ytd yoy 8,81 12,34 6,98 8,77 2,12 4,03 14,98 22,74 18,45 29,10 4,13 5,89 6,67 14,29 8,86 7,31 2,93 14,77 18,23 3,95 7,14
12,50 8,96 5,34 22,75 29,71 5,75 15,38
76,97 6.930 5.402 822 1.396 17 132 1 10,40
2,59 8,33 5,63 0,12 18,10 21,43 30,69 0,00
-1,09 -2,04 -13,50 -83,57 71,29 -98,51 842,86 -99,05
0,0 3,56 4,15 20,30 2,77
0,00 28,39 24,49 38,85 31,73
0,00 5,79 13,00 678,24 -26,02
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
71
BOKS PEMBIAYAAN OLEH LEMBAGA KEUANGAN BUKAN BANK Pada saat ini Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB), yang diantaranya terdiri dari Koperasi Simpan Pinjam (KSP), Pegadaian, Modal Ventura, perusahaan pembiayaan dan lainlain, telah menjadi alternatif sumber pembiayaan bagi masyarakat. Berdasarkan aspek kelembagaan, jumlah LKBB juga telah cukup banyak didirikan di berbagai lokasi, termasuk di Jawa Tengah. Dan nampaknya masyarakat telah semakin familiar pula dengan keberadaan berbagai jenis lembaga keuangan bukan bank ini. Beberapa hal yang menyebabkan kondisi tersebut karena LKBB memiliki beberapa nilai tambah dibandingkan perbankan seperti prosedur pembiayaan yang tergolong lebih sederhana, adanya aspek ikatan emosional (keanggotaan), pendekatan lebih personal dari pegawai LKBB, serta beberapa hal lainnya. Walaupun terkadang LKBB mengenakan suku bunga/ imbal hasil pembiayaan yang lebih tinggi dibandingkan lembaga perbankan, namun berbagai keunggulan yang disebutkan di atas menyebabkan sebagian kelompok masyarakat menggunakan jasa LKBB sebagai alternatif sumber pembiayaan. Berdasarkan hasil Focus Group Discussion yang dilaksanakan oleh Kantor Bank Indonesia, ditemukan fakta bahwa LKBB memiliki peran yang cukup signifikan dalam penyaluran pembiayaan bagi masyarakat di Jawa Tengah. Data dari Dinas Koperasi dan Pelayanan UMKM menyebutkan bahwa jumlah Koperasi Simpan Pinjam di Jawa Tengah mencapai sekitar 14000 unit, walaupun sebagian diantaranya tergolong tidak aktif. Dan dari jumlah tersebut terdapat beberapa koperasi yang memiliki asset mencapai ratusan triliun dengan tingkat pembiayaan yang cukup tinggi. Demikian pula halnya dengan pegadaian dan lembaga leasing/ pembiayaan . Dari hasil kompilasi awal yang dilakukan oleh KBI Semarang, total pembiayaan yang disalurkan oleh LKBB di Jawa Tengah pada posisi Agustus 2009 mencapai Rp 20,03 trilyun. Apabila dibandingkan dengan total pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan di Jawa Tengah, maka pembiayaan oleh LKBB mempunyai pangsa sebesar 24, 23%, tentunya jumlah tersebut merupakan sutu nilai yang sangat signifikan.
Jumlah (Rp Trilyun)
Kredit Perbankan
Perusahaan Pembiayaan
Pembiayaa n KSP
Pembiayaan Pegadaian
Tot. Pembiayaan LKBB
% Pemb. LKBB vs Kredit Perbankan
82,67
5,46
11,17
3,4
20,03
24,23%
Dari hasil diskusi juga disimpulkan bahwa krisis keuangan global tidak berdampak signifikan terhadap perkembangan pembiayaan LKBB, sehingga secara optimis pertumbuhan pembiayaan di tahun 2009 akan meningkat dibandingkan tahun 2008. Selain itu, walaupun kompetisi antara LKBB dengan perbankan cukup ketat, khususnya dalam segmen pembiayaan mikro serta suku bunga yang diterapkan di atas suku bunga perbankan, namun LKBB tetap diminati masyarakat ekonomi menengah kebawah karena adanya unsur kedekatan hubungan serta menawarkan kemudahan transaksi.
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
72
Namun demikian, terdapat pula beberapa issu yang harus diperhatikan, diantaranya adalah mengenai pengawasan. Karena dengan jumlah asset dan volume usaha yang cukup besar, tentunya diperlukan pula pengawasan yang lebih komprehensif, karena apabila terjadi shock pada LKBB maka dapat berpotensi mempengaruhi stabilitas sistem keuangan.
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
73
BOKS PROGRAM PENGEMBANGAN DESA PRODUKTIF KLASTER BORDIR DAN KONVEKSI PADURENAN, KUDUS MELALUI PENDEKATAN DIAMOND CLUSTER Upaya pemberdayaan sektor riil dan UMKM tidak terlepas dari peran semua pihak sesuai tupoksi masing-masing, demikian juga dengan Bank Indonesia dengan komitmennya untuk mengembangkan/menggerakkan sektor riil dan UMKM, yang dilakukan dalam kerangka untuk mendorong fungsi intermediasi perbankan dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan regional. Dalam rangka mengimplementasikan Paket Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang termuat dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 tahun 2007, yang telah dijabarkan dengan Nota Kesepahaman No.077/04440 dan No.10/1/DpG/ DKM/SKB tentang Kerjasama Pengembangan Ekonomi Jawa Tengah antara Bank Indonesia bersama Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang telah ditandatangani pada tanggal 19 Maret 2008. Nota kesepahaman tersebut bertujuan untuk mensinergikan pelaksanaan kebijakan perekonomian daerah melalui koordinasi untuk mengakselerasi langkah aktif sehingga memberikan kontribusi positif bagi perekonomian Jawa Tengah serta mendukung program pembangunan ekonomi nasional. Kesepahaman tersebut sejalan dengan program Gubernur Provinsi Jawa Tengah “Bali nDeso mBangun Deso”, dengan mengupayakan pembentukan klaster dinamis pada industri bordir dan konveksi di Desa Produktif Padurenan, Kecamatan Gebog, Kabupaten Kudus. Program tersebut juga selaras dengan Visi Bupati Kudus tahun 2008-2013 yaitu “Terwujudnya Kudus yang Sejahtera” yang telah diformulasikan dalam RPJMD Kabupaten Kudus tahun 2008-2013, dimana dua dari empat pilar penunjangnya adalah 1) pemberdayaan UMKM bagi peningkatan kesejahteraan rakyat; 2) perlindungan usaha dan kesempatan kerja yang luas dan menyeluruh. Implementasi kegiatan dari program dimaksud pada triwulan III-2009 antara lain adalah : 1. Lokakarya partisipasi penyusunan strategi upgrading dan action plan dalam pengembangan klaster bordir dan konveksi paduren, lokakarya ini bertujuan memperkenalkan GTZ RED yang akan bekerjasama dengan stakeholders dalam rangka pengembangannya, meningkatkan partisipasi aktif dari para UMKM bordir dan konveksi serta Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk memberikan saran dalam pengembangan klaster, memperoleh masukan dalam rangka menyusun action plan pengembangan klaster bordir dan konveksi di Padurenan.
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
74
2. Pada tanggal 5 Agustus 2009, Kantor Bank Indonesia Semarang, Pemerintah Kabupaten Kudus, Balai Besar Peningkatan Produktivitas Tenaga Kerja Departemen Tenaga Kerja RI, Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi & Kependudukan Provinsi Jawa Tengah, Bank Jateng, dan GTZ RED melakukan launcing “Program Pengembangan Desa Produkif Klaster Bordir dan Konveksi Padurenan, Kudus melalui Pendekatan Diamond Cluster”, yang ditandai dengan penandatangan Nota Kesepahaman (MoU) untuk “Menjadikan Desa Padurenan sebagai tempat klaster wisata yang memiliki produktivitas serta daya saing industri yang tinggi sehingga menjadi penggerak bagi pertumbuhan ekonomi desa di sekitarnya”, dengan misinya : 1) pemberdayaan masyarakat di desa produktif Padurenan sebagai manusia yang religi, kreatif, produktif dan memiliki etika bisnis serta modal sosial yang tinggi; 2) mendorong keterlibatan aktif dari aparatur pemerintah dalam pembangunan fisik/infrastruktur serta stakeholders terkait dalam peningkatan daya saing industri bordir dan konveksi sehingga mendukung terwujudnya Diamond Cluster bordir dan konveksi di desa produktif Padurenan, Kudus; 3) Mendorong bertumbuhnya berbagai industri pendukung serta jaringan usaha yang bersinergi untuk meningkatkan daya saing Diamond Cluster bordir dan konveksi di desa produktif Padurenan, Kudus. Pada kesempatan penandatanganan MoU, diikuti dengan kegiatan-kegiatan antara lain : 1. Penyerahan bantuan antara lain dari : a. Bank Indonesia dengan menggunakan anggaran BI-SR berupa Perlengkapan Perpustakaan Desa Padurenan yang terdiri dari 2 (dua) buah Almari Buku, 1 (satu) buah Filling Cabinet, 1(satu) unit komputer, 1 (satu) unit printer, BukuBuku tentang Bordir dan Konveksi dll b. Pemerintah Kabupaten Kudus berupa Penyerahan Mesin Jahit High speed sebanyak 7 (tujuh) buah c. Balai Besar Pengembangan Produktivitas Depnakertrans RI, berupa gerai penjualan produk kepada 30 orang peserta pelatihan pembukuan. 2. Fashion Show produk-produk bordir dan konveksi Padurenan, Kudus yang diperagakan oleh model-model dari Padurenan, yang sebelumnya telah mendapatkan pelatihan dari Totok Shahak Modelling, Semarang. 3. Lomba Desain Bordir, Konveksi dan Inovasi Produk Bordir dengan mengundang juri pakar inovasi bordir Hery Soeharsono. Keberhasilan program ini nantinya akan tercermin dari perkembangan desa ini kedepan, yang diharapkan mampu menjadi desa produktif sekaligus mampu meningkatkan daya saing produk unggulannya yaitu bordir dan konveksi. Selanjutnya, sinergi yang telah diupayakan bersama ini diharapkan juga akan dapat menarik minat investor maupun lembaga keuangan baik perbankan maupun non bank untuk turut berkiprah sesuai porsi masing-masing.
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
75
BOKS PENELITIAN DASAR POTENSI EKONOMI DAERAH DALAM RANGKA PENGEMBANGAN KOMODITI UNGGULAN UMKM DI WILAYAH EKS-KARESIDENAN PATI Penelitian ini dilaksanakan Bank Indonesia sebagai salah satu bentuk penyediaan informasi dalam rerangka bantuan teknis yang dapat dimanfaatkan oleh stakeholders, baik pemerintah daerah, perbankan, kalangan swasta, maupun masyarakat luas yang berkepentingan dalam upaya pemberdayaan UMKM. Penelitian ini mengidentifikasi berbagai Komoditas/Produk/Jenis usaha (KPJu) unggulan dan kiranya dapat menjadi tumpuan prioritas pembangunan ekonomi daerah, penciptaan lapangan kerja dan penyerapan tenaga kerja, serta peningkatan daya saing produk, mengingat tidak semua UMKM dapat diperhatikan dan dikembangkan dalam waktu yang bersamaan, karena keterbatasan sumberdaya pembangunan. Penelitian ini dilaksanakan secara bertahap di seluruh kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah yang terbagi dalam enam wilayah eks karesiden. Pada tahun 2009 ini dilaksanakan penelitian di eks Karesidenan Pati yang meliputi lima kabupaten/kota yaitu Kabupaten Kudus, Pati, Jepara, Rembang dan Blora. Hasil Penelitian KPJu unggulan adalah KPJu yang mendukung perekonomian daerah serta mampu menciptakan dan menyerap tenaga kerja berdasarkan kondisinya saat ini dan prospeknya, serta memiliki daya saing yang tinggi, sedangkan KPJu Potensial adalah KPJu yang saat ini belum menjadi unggulan, namun memiliki potensi untuk menjadi unggul di masa yang akan datang apabila mendapatkan perlakuan atau kebijakan tertentu. Tabel di bawah ini menunjukkan lima KPJu unggulan lintas sektoral di masing-masing kabupaten/kota. Di Kabupaten Kudus dan Kabupaten Jepara sektor industri menjadi unggulan pertama. Sementara di Kabupaten Pati dan Kabupaten Blora sektor tanaman pangan menjadi unggulan pertama, sedangkan di Kabupaten Rembang menempatkan sektor perikanan sebagai unggulan pertama.
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
76
Tabel KPJu Unggulan Lintas Sektoral Kabupaten/Kota di Eks Karesidenan Pati No Kabupaten 1 Kudus
2 Jepara
3 Pati
4 Rembang
5 Blora
Rangking 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Asal Sektor Industri Industri Industri Perdagangan Perdagangan Industri Industri Perdagangan Tanaman Pangan Tanaman Pangan Tanaman Pangan Tanaman Pangan Tanaman Pangan Perkebunan Tanaman Pangan Perikanan Perikanan Tanaman Pangan Perikanan Tanaman Pangan Tanaman Pangan Tanaman Pangan Tanaman Pangan Peternakan Peternakan
KPJu Unggulan Rokok Bordir Konveksi Konveksi Kelontong Mebel Tenun Ikat Mebel Kacang Tanah Padi Sawah Padi Sawah Jagung Ubi Kayu Tebu Mangga Layang Selar Jagung Kembung Mangga Jagung Cabe Merah/Besar Padi Sawah Sapi Pedaging Kambing Pedaging
REKOMENDASI KEBIJAKAN Hasil temuan Komoditas/Produk/Jenis usaha (KPJu) unggulan yang dapat dikembangkan di masing-masing kabupaten/kota di wilayah eks karesidenan Pati tersebut membutuhkan tindak lanjut antara lain pembuatan keputusan yang bersifat mengikat, misalnya dalam bentuk Perda KPJu unggulan, sehingga memiliki kekuatan hukum sebagai bahan acuan instansi terkait dalam pembinaan dan pengembangan UMKM di wilayah eks karesidenan Pati. Untuk menyusun strategi pembinaan dan pengembangan KPJU yang telah terpilih sebagai unggulan dapat menggunakan pendekatan klaster. Melalui pendekatan ini diharapkan bahwa KPJu unggulan akan dapat beroperasi lebih efisien dan dapat menjadi lokomotif perkembangan jenis usaha yang lain yang memiliki kaitan ke belakang (backward linkages) maupun kaitan ke depan (forward linkages).
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
77
Selain itu, dukungan pihak lembaga keuangan dan perbankan untuk kegiatan pembiayaan juga diperlukan. KPJu unggulan baik per-sektor maupun lintas sektoral hendaknya dapat menjadi pertimbangan untuk menentukan prioritas penyaluran kredit UMKM. Perusahaan besar sebagai wujud Corporate Social Responsibility (CSR) hendaknya dapat menyusun skema kredit tersendiri bagi KPJu ungggulan yang termasuk dalam sektor berisiko tinggi. Pada penelitian ini sektor yang dipersepsikan beresiko tinggi oleh perbankan adalah sektor tanaman pangan, peternakan dan perikanan. Namun demikian, melalui pembinaan kepada para pelaku oleh Dinas terkait, diharapkan perbankan masih tertarik untuk membiayai sektor tersebut.
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
78
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan instrumen untuk mengatur pengeluaran dan pendapatan pemerintah daerah dalam rangka membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan, meningkatkan output daerah, mencapai pertumbuhan dan stabitas perekonomian daerah, dan menentukan arah serta prioritas pembangunan daerah secara umum. Selain itu, APBD juga merupakan kebijakan operasional yang menjadi turunan dari strategi pembangunan pemerintah yang telah ditetapkan (Renstrada), sehingga dapat terlihat arah keberpihakan pemerintah daerah. Karena pada hakikatnya anggaran daerah merupakan alat untuk meningkatkan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat, maka APBD harus benar-benar menggambarkan angka-angka ekonomis yang mencerminkan kebutuhan masyarakat untuk memecahkan masalah dan meningkatkan kesejahteraannya. Keuangan daerah dari sektor pemerintah yang disampaikan dalam laporan kajian ini hanya mencakup realisasi anggaran pemerintah daerah tingkat provinsi Jawa Tengah, sedangkan keuangan daerah dari realisasi anggaran 35 Kabupaten/Kota yang ada di Jawa Tengah belum dapat tersajikan dalam laporan karena masalah keterbatasan data realisasi yang diperoleh. Berdasarkan data APBD 2009 baik Provinsi Jateng maupun 35 Kab./Kota yang ada di Jawa Tengah, anggaran Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jateng masih mempunyai porsi terbesar dan signifikan jika dibandingkan dengan masing-masing Kab/Kota. Dari sisi pendapatan, jumlah pendapatan Pemprov Jateng adalah sebesar 16,8% dari total seluruh pendapatan pemerintah daerah di Jawa Tengah, disusul kemudian oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang sebesar 4,4% dari total keseluruhan pendapatan Pemda di Jateng. Sedangkan Kab./Kota yang lainnya di Jateng, mempunyai share masing-masing berkisar antara 3,5% sampai 1,8%. Sedangkan dari sisi total belanja daerah, komposisinya hampir sama dengan pendapatan hanya besaran persentasenya yang sedikit berbeda. Belanja Pemprov Jateng masih dominan dengan share sebesar 15,9%, disusul oleh Pemkot Semarang sebesar 4,8% dan Kab./Kota lainnya berkisar 3,4%-1,8%. Secara metodologis, sepertinya data realisasi anggaran Pemerintah Provinsi dirasa belum cukup
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
79
representatif dalam menggambarkan peran fiskal daerah di Jawa Tengah. Terkait dengan hal tersebut, dalam upaya untuk memperluas cakupan dan kedalaman analisis bab keuangan daerah, KBI Semarang akan berusaha untuk mengumpulkan data realisasi APBD sampai pada tingkat Kab/Kota yang dilakukan melalui koordinasi dengan pemerintah daerah tingkat Kab/kota di Jawa Tengah. Sehingga ke depannya akan didapatkan gambaran mengenai keuangan pemerintah daerah di Jawa Tengah secara utuh guna mendapatkan hasil analisis yang kompresensif dalam laporan/kajian ini.
2.5%1.3% 1.2% 1.1% 4.4% 16.8% 2.0%1.2% 2.7% 1.9% 2.2% 2.7% 3.2% 2.2% 1.8% 2.4% 2.3% 2.4% 2.6% 1.9% 3.1% 2.3% 2.2% 3.5% 2.3% 2.2% 2.1% 2.8% 2.7% 2.6% 2.5% 2.5% 3.1% 2.4% 2.8% 2.3%
2.5%1.4% 1.3% 4.8% 15.9% 1.2% 1.4% 1.9% 2.9% 2.2% 1.8% 3.3% 2.7% 1.8% 2.2% 2.5% 2.4% 2.6% 2.3% 1.8% 3.1% 2.2% 3.4% 2.1%2.3% 2.2% 2.1% 2.9% 2.4% 2.7% 2.7% 3.0% 2.4% 2.9% 2.4% 2.4%
Prov. Jawa Tengah
Kab. Banjarnegara
Kab. Banyumas
Kab. Batang
Kab. Blora*)
Kab. Boyolali
Prov. Jawa Tengah
Kab. Banjarnegara
Kab. Banyumas
Kab. Batang
Kab. Blora*)
Kab. Boyolali
Kab. Brebes
Kab. Cilacap
Kab. Demak
Kab. Grobogan
Kab. Jepara
Kab. Karanganyar
Kab. Brebes
Kab. Cilacap
Kab. Demak
Kab. Grobogan
Kab. Jepara
Kab. Karanganyar
Kab. Kebumen
Kab. Kendal
Kab. Klaten
Kab. Kudus
Kab. Magelang
Kab. Pati
Kab. Kebumen
Kab. Kendal
Kab. Klaten
Kab. Kudus
Kab. Magelang
Kab. Pati
Kab. Pekalongan
Kab. Pemalang
Kab. Purbalingga
Kab. Purworejo
Kab. Rembang
Kab. Semarang
Kab. Pekalongan
Kab. Pemalang
Kab. Purbalingga
Kab. Purworejo
Kab. Rembang
Kab. Semarang
Kab. Sragen
Kab. Sukoharjo
Kab. Tegal
Kab. Temanggung
Kab. Wonogiri
Kab. Wonosobo
Kab. Sragen
Kab. Sukoharjo
Kab. Tegal
Kab. Temanggung
Kab. Wonogiri
Kab. Wonosobo
Kota Magelang
Kota Pekalongan
Kota Salatiga
Kota Semarang
Kota Surakarta
Kota Tegal
Kota Magelang
Kota Pekalongan
Kota Salatiga
Kota Semarang
Kota Surakarta
Kota Tegal
Sumber: DJPK, Depkeu RI
Sumber: DJPK, Depkeu RI
Grafik 4.1. Proporsi Pendapatan APBD 2009
Grafik 4.2. Proporsi Belanja APBD 2009
Dalam APBD Perubahan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah tahun anggaran 2009, pendapatan daerah ditargetkan sebesar Rp5,34 triliun, sedikit lebih tinggi dibanding target pendapatan pada APBD 2009 sebelum perubahan yang sebesar Rp5,21 triliun. Angka tersebut terdiri atas Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp3,65 triliun naik dari Rp3,63 triliun pada APBD 2009 dan dana perimbangan sebesar Rp 1,68 triliun. Dalam APBD Perubahan tahun 2009, telah dianggarakan Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp3,43 miliar. (Grafik 4.3 dan 4.4, lihat Boks). Pemerintah provinsi Jawa Tengah telah mengubah target belanja dalam APBD perubahan 2009 menjadi sebesar Rp5,69, meningkat dibanding sebelum perubahan yang sebesar Rp5,37 triliun. Belanja ini terdiri dari belanja tidak langsung sebesar Rp3,52 triliun dan belanja langsung Rp2,16 triliun. (Grafik 4.5 dan 4.6).
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
80
4%
4%
0%
12%
33%
80%
Pajak Daerah
Retribusi Daerah
Hasil Pengelolaan Kekay. Daerah Yg Dipisahkan
67%
Lain-Lain PAD Yang Sah
Grafik 4.3 Komposisi PAD APBD-P 2009
Bagi Hsl Pjk/Bukan Pjk
DAU
DAK
Grafik 4.4 Komposisi Dana Perimbangan APBD-P 2009
Belanja Pegawai Belanja Bunga
1%
Belanja Subsidi
16% 34%
33%
11%
26%
Belanja Hibah Belanja Bantuan Sosial
13% 0% 0% 3%
63%
Belanja Bagi Hasil Kpd Kab/Kota dan Desa Blnj Bant.Keuang. kpd Kab/Kota dan Desa Belanja Tidak Terduga
Grafik 4.5 Komposisi Belanja Tidak Langsung APBD-P 2009
Belanja Pegawai
Belanja Barang dan Jasa
Belanja Modal
Grafik 4.6 Komposisi Belanja Langsung APBD-P 2009
Sumber : Biro Keuangan, Setda Prov. Jawa Tengah
4.1. Realisasi Pendapatan Daerah Pendapatan daerah adalah total penerimaan dana yang diperoleh oleh daerah pada suatu periode waktu tertentu. Besarnya nilai pendapatan daerah merupakan ukuran besarnya kemampuan fiskal suatu daerah. Semakin besar pendapatan maka semakin besar pula kekuatan fiskal daerah. Untuk itu suatu daerah hendaknya dapat memaksimalkan setiap potensi penerimaan pendapatan daerahnya, sehingga dapat memberikan ruang gerak kebijakan fiskal yang lebih luas. Sampai dengan akhir Triwulan III-2009, realisasi pendapatan pemerintah provinsi Jawa Tengah tercatat sejumlah Rp4,13 triliun atau sebesar 77,30% dari anggaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Realisasi tersebut telah melebihi target triwulan III sebesar 75%. Berdasarkan komponennya (Tabel 4.1), realisasi PAD tercatat sebesar Rp2,85 triliun atau 78% dari target APBD Perubahan 2009, terdiri dari penerimaan pajak daerah sebesar Rp2,33 triliun (Realisasi 79,52%), retribusi daerah Rp87 miliar (79,52. Realisasi dana perimbangan di triwulan III-2009 tercatat sebesar Rp1,27 triliun atau 75,76% dari target realisasi 2009. Realisasi pendapatan triwulan III-2009 sedikit lebih tinggi bila dibandingkan dengan realisasi pada triwulan yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 76,04%. Peningkatan angka realisasi terutama pada komponen pajak daerah dan retribusi, dibandingkan periode yang sama tahun lalu keduanya tercatat KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
81
lebih tinggi. Hal ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menggenjot penerimaan melalui optimalisasi penerimaan pajak dan retribusi daerah. Selain itu terlihat juga bahwa pajak daerah masih mempunyai peran yang dominan dalam menyumbang pendapatan daerah. Pangsa penerimaan pendapatan dari pajak daerah mencapai 56% dari keseluruhan total pendapatan. Sumber pendapatan lain yang cukup signifikan juga nilainya adalah DAU yang hingga triwulan ini, realisasinya mempunyai porsi sekitar 23% dari total pendapatan daerah. Namun komponen sumber pendapatan ini sangat bergantung pada pemerintah pusat, sehingga sumber pendanaan ini bersifat given. TABEL 4.1 REALISASI PENDAPATAN DAERAH APBD TRIWULAN III-2009 (RP JUTA) NO A 1
URAIAN PENDAPATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH - Pajak Daerah - Retribusi Daerah - Hasil Pengelolaan Kekay. Daerah Yg Dipisahkan - Lain-Lain PAD Yang Sah
2
DANA PERIMBANGAN - Dana Bagi Hsl Pjk/Bukan Pjk - Dana Alokasi Umum - Dana Alokasi Dana Khusus
3
LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH -Hibah -Dana Peny. dan Otonomi Khusus JUMLAH PENDAPATAN
APBD 2008
APBD-P 2009
TW III-08
3.598.520,12 2.952.500,00 341.923,20
3.658.340,17 2.939.766,26 128.883,96
2.766.801,56 2.265.431,01 219.696,80
2.853.575,36 2.337.777,12 87.909,45
78,00 79,52 68,21
131.234,44 172.862,48
154.009,08 435.680,87
128.537,26 153.136,49
151.125,79 276.762,98
98,13 63,52
1.532.287,18 478.795,31 1.053.491,87
1.682.052,88 547.874,28 1.130.742,60 3.436,00
1.274.282,07 330.965,47 943.316,60 -
75,76 60,41 83,42
229,97
1.134.914,35 257.004,46 877.909,89 217,20
229,97
217,20 4.127.857,43
77,30
5.131.037,27
5.340.393,05
3.901.933,11
REALISASI TW III-09*
% APBD-09
Sumber : Biro Keuangan, Setda Prov. Jawa Tengah * Data sementara sampai 30 September 2009
4.2. Realisasi Belanja Daerah Belanja daerah merupakan salah satu instrumen fiskal daerah yang paling signifikan di samping pajak dan retribusi daerah. Besarnya belanja daerah ini akan mencerminkan peranan pemerintah daerah terhadap perekonomian daerah. Sebagai instrumen fiskal, besarnya belanja daerah ini juga dapat mendorong laju pertumbuhan ekonomi daerah. Realisasi belanja daerah yang besar merupakan indikasi peran fiskal daerah yang ekspansif, yang diharapkan dapat berpengaruh positif dalam peningkatan output daerah, selain investasi daerah dan ekspor daerah.
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
82
TABEL 4.2 REALISASI BELANJA DAERAH APBD TRIWULAN III-2009 (RP JUTA) NO B 1
URAIAN BELANJA BELANJA TIDAK LANGSUNG - Belanja Pegawai - Belanja Bunga - Belanja Subsidi - Belanja Hibah - Belanja Bantuan Sosial - Belanja Bagi Hasil Kpd Kab/Kota - Blnj Bant.Keuang. kpd Kab/Kota - Belanja Tidak Terduga
APBD 2008
APBD-P 2009
3.672.147,87 951.389,30 4,70
3.525.877,76 1.138.690,72
472.986,75 459.355,98 1.108.765,48 659.645,63 20.000,00
69.820,30 431.545,75 1.123.798,13 737.022,85 25.000,00
1.988.054,70 274.665,31 1.123.543,13 589.846,25
2.166.734,61 242.916,81 1.335.571,10 588.246,69
TW III-08
% APBD-09
1.730.242,86 735.380,59
49,07 64,58
45.728,13 110.465,07 568.240,11 267.807,46 2.621,50
65,49 25,60 50,56 36,34 10,49
1.132.959,53
1.082.593,18 135.428,58 710.747,70 236.416,90
49,96 55,75 53,22 40,19
JUMLAH BELANJA 5.660.202,57 5.692.612,37 3.267.299,99 SURPLUS/DEFISIT (529.165,30) (352.219,32) 634.633,12 Sumber : Biro Keuangan, Setda Prov. Jawa Tengah * Data sementara sampai 30 September 2009
2.812.836,04 1.315.021,39
2
BELANJA LANGSUNG - Belanja Pegawai - Belanja Barang dan Jasa - Belanja Modal
2.134.340,46
REALISASI TW III-09*
-
49,41
Realisasi total belanja daerah pemerintah Provinsi Jawa tengah hingga akhir triwulan III-2009 tercatat sebesar 49,41% atau Rp2,81 triliun. Angka realisasi tersebut tergolong masih relatif kecil, jauh lebih rendah dibandingkan dengan realisasi belanja triwulan yang sama tahun 2008 yang sebesar 57,72%. Rendahnya angka realisasi belanja hingga triwulan ini salah satunya diperkirakan karena para pengambil keputusan di satuan-satuan kerja pemerintah daerah baru melaksanakan belanja barang dan jasa serta belanja modal pada bulan September setelah ditetapkannya APBD Perubahan 2009. Selain hal tersebut, aspek administrasi seperti kurangnya SDM yang mampu dan bersedia menjadi tim pengadaan/lelang di masing-masing SKPD, proses lelang yang lama dan sering molor, dan tagihan/klaim rekanan yang ditumpuk di akhir tahun turut mempengaruhi rendahnya penyerapan anggaran pemerintah daerah. Sehingga diperkirakan lonjakan realisasi anggaran baru akan terjadi pada triwulan IV. 1. Belanja Tidak Langsung : Realisasi Belanja tidak langsung (BTL) pada triwulan III-2009 ini tercatat senilai Rp1,73 triliun atau sebesar 49,07%. Angka rasio realisasi belanja tidak langsung terbesar adalah realisasi belanja hibah yang mencapai 65,49%. Berikutnya adalah pada pos belanja pegawai yang mencapai 64,58%, hal ini terkait dengan pencairan rutin gaji bulanan pegawai yang harus dibayarkan setiap bulannya sehingga angka realisasinya relatif cukup besar. Kemudian disusul oleh bagi hasil kepada Kab/kota sebesar 50,56%, bantuan kepada Kab/kota sebesar 36,34%, KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
83
Sedangkan angka realisasi belanja terkecil terdapat pada pos belanja tidak terduga, dari jumlah yang dianggarkan sebesar Rp25 miliar terpakai hanya Rp2,62 miliar atau hanya sekitar 10,49%. 2. Belanja Langsung : Realisasi Belanja Langsung pada triwulan III-2009 tercatat sebesar 49,96% atau senilai Rp1,08 triliun (tabel 4.2). Berdasarkan komponen penyusunnya, realisasi terbesar terjadi pada komponen belanja pegawai yaitu sebesar 55,75% dari target 2009, diikuti oleh belanja barang dan jasa sebesar 53,22% dari target 2009 dan belanja modal yang baru tercatat sebesar 40,19% dari target belanja 2009. Realisasi belanja modal sampai triwulan III masih tergolong relatif kecil diperkirakan karena pelaksanaannya menunggu pengesahan APBD-P yang baru disahkan pada akhir bulan agustus 2009. Kecilnya realisasi belanja barang dan Jasa serta Belanja Modal ini juga terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Dari hasil FGD yang dilakukan KBI semarang, banyak terjadi permasalahan pada kedua komponen belanja langsung ini. Permasalahan utama adalah aspek administratif yaitu masalah dalam proses lelang. Selain proses lelang itu sendiri yang berbelitbelit dan sarat kepentingan, dari sisi sumberdaya manusianya banyak pelaksana di tingkat SKPD yang tidak memiliki sertifikasi sebagai pengadaan/lelang proyek, juga adanya keengganan dari pegawai untuk menjadi ketua/anggota tim pengadaan/lelang karena takut akan tersangkut masalah hukum di kemudian hari. Selain itu adanya peraturan yang tumpang tindih dan penafsiran aturan yang berbeda-beda antara pelaksana dan pengawas juga ditengarai menjadi penghambat realisasi ini. Terkait hambatan teknis dalam pengadaan/lelang proyek pemerintah tersebut, penggunaan sistem e-procurement yang berbasis teknologi informasi dalam proses lelang/pengadaan barang dan jasa dapat menjadi alternatif untuk mempermudah proses tersebut. Disamping itu, upaya untuk meningkatkan kapabilitas sumber daya manusia yang memiliki sertfikasi dalam pengadaan proyek/lelang diharapkan akan dapat mengatasi hambatan dalam realisasi anggaran belanja Pemerintah Daerah
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
84
BOKS ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PERUBAHAN (APBD-P) PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2009 Dalam rangka mewujudkan komitmen Gubernur Jawa Tengah terhadap pemberdayaan masyarakat pedesaan melalui slogan “Bali Ndeso Mbangun Deso”, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah telah melakukan penyesuaian terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2009 melalui Perubahan APBD yang telah ditetapkan melalui Peraturan Daerah No. 7 Tahun 2009 tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun Anggaran 2009 pada tanggal 31 Agustus 2009. Beberapa pertimbangan yang melandasi ditetapkannya APBD-P ini adalah adanya perkembangan yang tidak sesuai lagi dengan asumsi kebijakan umum APBD, adanya ketentuan yang menyebabkan pergeseran antar unit organisasi , antara kegiatan dan antar jenis belanja, keadaan yang menyebabkan sisa lebih tahun anggaran (SILPA) sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan dalam tahun berjalan. Berdasarkan APBD-P Tahun 2009, volume APBD Tahun Anggaran 2009 mengalami kenaikan sebesar Rp 132,04 miliar atau naik sebesar 2,5% dari APBD yang dianggarkan semula sebesar Rp 5,208 triliun menjadi 5,340 triliun. Besarnya kenaikan pendapatan sama dengan volume APBD di atas. Kenaikan pendapatan tersebut bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang meningkat sebesar 0,93% dan Dana Perimbangan (6,22%). Belanja daerah juga mengalami kenaikan sebesar Rp 323,90 miliar atau 6,03% dari APBD semula sebesar Rp 5,368 triliun menjadi Rp 5,692 triliun. Peningkatan tersebut terdiri atas peningkatan belanja tidak langsung sebesar 6,69% dan belanja langsung sebesar 4,99%. Peningkatan belanja daerah dalam APBD-P ini yang terbesar adalah pada pos belanja bantuan keuangan kepada pemerintah Kab/Kota dan pemerintah desa yaitu sebesar Rp 198, 47 miliar atau 36,85% dari APBD semula dan disusul oleh peningkatan belanja modal sebesar Rp 66,26 miliar (12,69%). Selaras dengan tekad “Bali Ndeso Mbangun Deso”, maka peningkatan belanja daerah dalam APBD-P 2009 ini memuat peningkatan alokasi bantuan kepada pemerintah desa sebanyak Rp 35 miliar. Jika sebelumnya dalam APBD 2009 murni pemprov menganggarkan bantuan keuangan sebesar Rp 5 juta per desa untuk 7.807 desa, maka dalam APBD-P ini bantuan dinaikkan menjadi Rp 100 juta per desa dengan sasaran 350 desa terpilih. Bantuan dimaksudkan untuk meningkatkan profil kategori desa secara bertahap dari kategori berkembang menuju kategori desa berdaya sebelum mencapai desa mandiri. Selain bantuan keuangan tersebut, juga dianggarkan bantuan teknis kursus kewirausahaan desa bagi 105 desa dengan bantuan masing-masing senilai Rp 30 juta. Selanjutnya bantuan bidang kesehatan juga dianggarkan bagi 500 desa/kelurahan dengan nilai 15 juta per desa/kelurahan serta bantuan sarana dan prasarana arsip desa sebesar Rp 2 juta per desa bagi 2.350 desa. Prioritas pembangunan lainnya yang juga ditingkatkan alokasinya adalah di bidang ketenagakerjaan dan kependudukan. Anggaran Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan mengalami peningkatan dalam anggaran KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
85
belanjanya sebesar Rp 3,79 miliar yang dialokasikan pada kegiatan-kegiatan dalam rangka mengurangi jumlah pengangguran melalui kegiatan padat karya, penempatan pelatihan, dan lain-lain. Ringkasan Perubahan APBD Prov. Jawa Tengah TA 2009 NO
URAIAN
(Rp. Juta) Bertambah (berkurang) Rp. %
APBD 2009
APBD-P 2009
1 PENDAPATAN 1.1 PENDAPATAN ASLI DAERAH - Pajak Daerah - Retribusi Daerah - Hasil Pengelolaan Kekay. Daerah Yg Dipisahkan - Lain-Lain PAD Yang Sah
3.624.719,76 2.954.766,26 125.478,54 147.109,55 397.365,40
3.658.340,17 2.939.766,26 128.883,96 154.009,08 435.680,87
33.620,41 (15.000,00) 3.405,42 6.899,53 38.315,47
0,93 (0,51) 2,71 4,69 9,64
1.2 DANA PERIMBANGAN - Dana Bagi Hsl Pjk/Bukan Pjk - Dana Alokasi Umum - Dana Alokasi Dana Khusus
1.583.628,64 530.136,77 1.053.491,87 -
1.682.052,88 547.874,28 1.130.742,60 3.436,00
98.424,24 17.737,51 77.250,73 3.436,00
6,22 3,35 7,33 -
JUMLAH PENDAPATAN 2 BELANJA DAERAH 2.1 BELANJA TIDAK LANGSUNG - Belanja Pegawai - Belanja Bunga - Belanja Subsidi - Belanja Hibah - Belanja Bantuan Sosial - Belanja Bagi Hasil Kpd Kab/Kota - Blnj Bant.Keuang. kpd Kab/Kota - Belanja Tidak Terduga
5.208.348,40
5.340.393,05
132.044,65
2,54
3.304.941,61 1.096.375,72
3.525.877,76 1.138.690,72
220.936,16 42.315,00
6,69 3,86
87.140,17 424.096,43 1.133.780,78 538.548,50 25.000,00
69.820,30 431.545,75 1.123.798,13 737.022,85 25.000,00
(17.319,87) 7.449,32 (9.982,65) 198.474,35 -
(19,88) 1,76 (0,88) 36,85 -
2.2 BELANJA LANGSUNG - Belanja Pegawai - Belanja Barang dan Jasa - Belanja Modal
2.063.771,91 239.258,09 1.302.498,31 522.015,51
2.166.734,61 242.916,81 1.335.571,10 588.246,69
102.962,70 3.658,72 33.072,80 66.231,18
4,99 1,53 2,54 12,69
JUMLAH BELANJA
5.368.713,52
5.692.612,37
1.3 LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH -Hibah -Dana Peny. dan Otonomi Khusus
323.898,86
6,03
SURPLUS/DEFISIT 3 PEMBIAYAAN DAERAH 3.1 PENERIMAAN PEMBIAYAAN - Sisa Lebih Perhitungan Anggaran DaerahTahun Sebelumnya - Penerim Piutang Daerah - Penerim Dana Talgn Pengd. Pangan - Penerim Dana Bergulir Pnmptn TKI ke LN - Penerim Dana Bergulir Kemtrn Hutan Rakyat - Penerim Dana Bergulir UKM dan IKM - Penerim Dana Bergulir Sapi Keremen - Penerim Pinjm.Pokok Dana Bergulir Bant. utk IKM
(160.365,12)
(352.219,32)
(191.854,20)
119,64
299.365,12
694.157,16
394.792,04
131,88
237.963,87 50.000,00 1.000,00 68,25 7.333,00 3.000,00
588.958,73 40.597,18 50.000,00 1.575,00 68,25 7.333,00 2.625,00 3.000,00
350.994,86 40.597,18 575,00 2.625,00 -
147,50 57,50 -
3.2 PENGELUARAN PEMBIAYAAN DAERAH - Penyertaan Modal (investasi) Pemda - Pemberian Dana Talangan Pengad. Pangan - Pemberian Dana Bergulir Penempatan TKI ke LN - Pembayaran Utang Daerah - Pemberian Dana Bergulir Bant. Peralatan utk IKM
139.000,00 33.000,00 50.000,00 1.000,00 50.000,00 5.000,00
341.937,83 143.156,00 50.000,00 148.781,83 -
202.937,83 110.156,00 (1.000,00) 98.781,83 (5.000,00)
146,00 333,81 (100,00) 197,56 (100,00)
PEMBIAYAAN NETTO 3.3 SISA LEBIH PERHITUNGAN ANGGARAN TAHUN BERKENAAN (SILPA)
160.365,12
352.219,33
191.854,21
119,64
Sumber: Biro Keuangan, Setda Prov. Jawa Tengah
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
86
Sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Republik Indonesia No.3 tahun 2004, salah satu tugas Bank Indonesia adalah mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Sehingga sebagai representasi Bank Indonesia di daerah, Kantor Bank Indonesia (KBI) Semarang mempunyai tugas menjaga dan mengatur kelancaran sistem pembayaran baik tunai maupun non tunai di daerah Jawa Tengah. Dalam rangka mendukung kelancaran aktivitas perekonomian Jawa Tengah, KBI Semarang senantiasa mengupayakan kelancaran sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman, dan handal di wilayah kerjanya. Dalam transaksi tunai, KBI Semarang berupaya untuk dapat memenuhi kebutuhan uang kartal di masyarakat baik dalam nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu dan dalam kondisi layak edar (clean money policy). Sedangkan dalam transaksi non tunai, KBI Semarang selalu berusaha menjaga kelancaran sistem pembayaran yang efektif melalui penyelenggaraan kliring dan Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS). Pada triwulan III-2009, perkembangan umum sistem pembayaran tunai di Jawa Tengah secara tahunan (yoy) mengalami net inflow. Jumlah aliran keluar (outflow) ke KBI-KBI di wilayah Jawa Tengah secara total mengalami peningkatan yang cukup signifikan, namun masih lebih rendah dibandingkan dengan jumlah aliran uang masuk (inflow). Sementara itu, nilai dan volume transaksi pembayaran non tunai melalui Bank Indonesia, yaitu Kliring dan Real Time Gross Settlement (RTGS), untuk wilayah Jawa Tengah pada triwulan III – 2009 ini mengalami penurunan .
5.1. Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai 5.1.1
Aliran Uang Kartal Masuk/Keluar (Inflow/Outflow)
Perkembangan aliran uang kartal pada triwulan III-2009 di wilayah Jawa Tengah (KBI Semarang, KBI Solo, dan KBI Purwokerto) mengalami net inflow, yaitu jumlah aliran uang masuk ke Bank Indonesia (inflow) lebih besar dibandingkan jumlah aliran uang yang keluar ke masyarakat (outflow). Pada triwulan III-2009, inflow yang terjadi di KBI wilayah Jawa Tengah meningkat sebesar 14,24% dibandingkan periode
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
87
triwulan yang lalu (qtq) menjadi Rp3,76 triliun, sedangkan apabila dibandingkan posisi yang sama tahun lalu (yoy) mengalami peningkatan sebesar 47,65%. Sementara itu, outflow yang terjadi pada KBI di wilayah Jawa Tengah pada triwulan III-2009 tercatat sebesar Rp3,64 triliun, meningkat cukup signifikan, sebesar 114,41% dibandingkan jumlah outflow pada triwulan II-2009. Selain itu, posisi outflow pada triwulan ini mengalami penurunan sebesar 24,71% (yoy) bila dibandingkan dengan outflow pada triwulan II-2009. Nilai inflow yang lebih besar dibandingkan outflow menyebabkan terjadi net inflow sebesar Rp112 miliar atau secara tahunan menurun sebesar 104,78% (yoy) dibandingkan triwulan III-2009. Pada triwulan III-2009, kegiatan transaksi sistem pembayaran tunai di wilayah Jawa Tengah masih didominasi oleh transaksi di KBI Semarang dengan nilai inflow dan outflow di atas Rp1 triliun. KBI Semarang dan KBI Purwokerto mengalami net outflow masing-masing sebesar Rp423,62 miliar dan Rp416,82 miliar. Hal ini diduga karena meningkatnya permintaan terhadap uang cetak baru dan uang pecahan kecil dikarenakan pada triwulan ini bertepatan dengan datangnya bulan puasa dan hari raya keagamaan, dimana masyarakat kita mempunyai tradisi informal menukarkan uang pecahan kecil dan menukarkan uang baru ke Bank Indonesia. Euforia masyarakat terhadap terbitnya pecahan uang baru Rp2000,- membuat permintaan terhadap pecahan tersebut sangat tinggi. Selain itu, adanya pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) bagi para pekerja ikut mendorong peningkatan outflow pada triwulan ini. Sementara itu, berbeda dengan KBI lain di Jawa Tengah, KBI Solo mengalami nett inflow sebesar Rp952,60 miliar. 10,00 8,00
TriliunRp
6,00 4,00
2,00 I (2,00)
II
III
IV
2007
I
II
III
IV
2008
I
II
III
2009
(4,00)
INFLOW
OUTFLOW
NET INFLOW
Sumber: KBI Semarang, KBI Solo, KBI Purwokerto
Grafik 5.1. Perkembangan Inflow dan Outflow Uang Kartal di Jawa Tengah
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
88
5.1.2. Penyediaan Uang Kartal Layak Edar / Penyediaan Tanda Tidak Berharga (PTTB) Uang Kartal Dalam melaksanakan strategi clean money policy, BI melaksanakan kegiatan pemusnahan uang terhadap uang yang sudah tidak layak edar (UTLE) dan menggantinya dengan uang baru. Proses pemusnahan tersebut dilakukan melalui suatu prosedur dan pengawasan pelaksanaan pemusnahan uang yang ketat dan menetapkan tingkat kelusuhan uang yang dapat dimusnahkan. Jumlah uang tidak layak edar di Jawa Tengah yang dimusnahkan pada triwulan III–2009 ini tercatat sebesar Rp3,01 triliun, meningkat secara signifikan sebesar 303,96% (qtq) dibandingkan jumlah PTTB pada triwulan II-2009 yang hanya sebesar Rp747,37 miliar. Sementara itu apabila dibandingkan dengan PTTB pada triwulan yang sama pada tahun sebelumnya terjadi peningkatan sebesar 66,49% (yoy). Budaya dan perilaku masyarakat yang kurang baik dalam memperlakukan uang kertas seperti melipat, men-staples, meremas dan mencoret-coret akan mempercepat kelusuhan uang kertas. Selain itu, karena faktor iklim tropis yang lembab juga akan mempercepat tingkat kelusuhan uang kertas.
PTTB 3,50
TriliunRp
3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 I
II
III
IV
2007
I
II
III
IV
I
2008
II
III
2009
PTTB
Sumber: KBI Semarang, KBI Solo, KBI Purwokerto
Grafik 5.2. Perkembangan PTTB di Jawa Tengah Sementara itu, rasio PTTB terhadap cash inflow di Jawa Tengah pada triwulan III-2009 tercatat sebesar 80,37%, mengalami kenaikan hampir empat kali dibandingkan rasio pada triwulan II-2009 yang sebesar 22,73%. Peningkatan rasio pemusnahan uang rupiah terhadap inflow tersebut terutama berkaitan dengan penerapan kebijakan BI kepada perbankan untuk menyetorkan uang ke BI dalam kondisi yang tidak layak edar.
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
89
90,00% 80,00% 70,00% 60,00% 50,00% 40,00% 30,00% 20,00% 10,00% 0,00%
7,00 Triliun R p
6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 I
II
III
IV
I
II
2007
III
IV
2008 INFLOW
PTTB
I
II
Persen (% )
8,00
III
2009 rasio
Sumber: KBI Semarang, KBI Solo, KBI Purwokerto
Grafik 5.3. Rasio Cash Inflow Terhadap PTTB Jawa Tengah
5.1.3. Uang Palsu Pada triwulan III–2009 (posisi Agustus), jumlah uang palsu yang ditemukan dan dilaporkan ke KBI Semarang sebanyak 3704 lembar. Nominal pecahan uang palsu yang paling banyak ditemukan adalah pecahan Rp100.000,00 dengan porsi sebesar 50% dari seluruh jumlah uang palsu yang ditemukan, diikuti oleh pecahan Rp50.000,00 dengan porsi 32% dari seluruh jumlah uang palsu yang ditemukan. Dari rata-rata per bulan temuan uang palsu di KBI Semarang, dapat kita ketahui bahwa ada trend kenaikan dari tahun ke tahun. BI menempuh strategi penanggulangan meluasnya pemalsuan uang Rupiah melalui upaya preventif dan represif. Upaya preventif yang dilakukan melalui peningkatan pemahaman masyarakat terhadap ciri-ciri keaslian uang Rupiah melalui kegiatan sosialisasi dan publikasi. Adapun secara represif adalah dengan terus meningkatkan kerjasama dengan pihak penegak hukum khususnya Badan Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu (Botasupal) dalam menangani kasus kejahatan pemalsuan uang. Selain itu, masyarakat juga dituntut untuk mengenal uang Rupiah sebagai legal tender di Indonesia. Tabel 5.1. Temuan Uang Palsu KBI Semarang Pecahan 100 Ribu 50 Ribu 20 Ribu 10 Ribu 5 Ribu Jumlah Rerata/Bulan
2006 2.102 2.161 532 568 118 5.481 457
2007 2.338 2.834 401 358 126 6.057 505
2008 2.296 3.132 687 684 164 6.963 580
2009 (Agt) 1.855 1.203 343 251 52 3.704 309
Sumber: KBI Semarang
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
90
5.2. Transaksi Keuangan secara Non Tunai 5.2.1. Transaksi Kliring Pada triwulan III–2009, transaksi sistem pembayaran non tunai melalui kliring di wilayah Jawa Tengah melalui KBI Semarang, KBI Solo, KBI Purwokerto, dan KBI Tegal secara triwulanan mengalami peningkatan baik secara volume maupun secara nominal. Transaksi kliring di Jawa Tengah secara nominal mengalami peningkatan sebesar 26,20% dibandingkan triwulan II-2009 yaitu dari Rp16,18 triliun menjadi Rp20,42 triliun. Secara volume, transaksi kliring triwulan ini meningkat tipis sebesar 0,35% (qtq). Namun bila dilihat secara tahunan, transaksi kliring Jawa Tengah menurun baik secara nominal maupun volume masing-masing sebesar 9,62 % dan 8,02%. Penurunan transaksi kliring ini diduga karena meningkatnya preferensi masyarakat yang mulai menggunakan alat pembayaran kartu seperti ATM, kartu kredit, dan internet banking, lewat handphone (mobile banking). Selain praktis, transaksi melalui alat pembayaran kartu juga dapat menghemat waktu dan tenaga. Tabel 5.2. Perkembangan Transaksi Kliring Lokal di Jawa Tengah 2008 Wilayah Jawa Tengah Nominal (Triliun Rp) Volume Semarang Nominal (Triliun Rp) Volume Solo Nominal (Triliun Rp) Volume Purwokerto Nominal (Triliun Rp) Volume Tegal Nominal (Triliun Rp) Volume
2009 TW II
TW III
18,16 673.141
16,18 744.887
20,42 747.497
26,20% 0,35%
10,22 451.596
9,62 388.526
7,94 459.543
11,47 449.751
44,42% -10,81% -2,13% -9,57%
7,90 237.953
6,80 210.769
6,47 187.939
6,59 210.348
6,68 209.711
1,38% -15,45% -0,30% -11,87%
1,51 58.475
1,45 58.408
1,28 56.022
1,33 57.900
1,45 46.002
9,33% -4,02% -20,55% -21,33%
0,32 18.878
0,30 17.516
0,78 40.654
0,32 17.096
0,82 42.033
153,57% 155,76% 145,86% 122,66%
TW III
TW IV
22,59 812.673
18,78 738.289
12,86 497.367
TW I
Sumber: KBI Semarang, KBI Solo, KBI Purwokerto dan website BI
Pertumbuhan qtq yoy -9,62% -8,02%
5.2.2. Transaksi RTGS Pada triwulan III-2009, transaksi non tunai melalui BI-RTGS menurun baik secara volume maupun nominal (Tabel 5.3). Tercatat rata-rata nilai transaksi bulanan triwulan III-2009 sebesar Rp19,79 triliun, atau turun sebesar 18,47% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya. Rata-rata volume transaksi RTGS per bulan menurun tajam sebesar 40,04% (qtq) dari rata-rata per bulan pada triwulan II-2009, yaitu dari sebanyak 17.742 transaksi menjadi 10.683 transaksi pada triwulan III-2009. Total nominal dan volume
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
91
30.000
25
25.000
20
20.000
15
15.000
10
10.000
5
5.000
0
-
Volum e
30
Ju l' A u 08 g S e '0 8 pt '0 Ok 8 t'0 No 8 v De ' 08 s'0 Ja 8 n F e ' 09 b' M 09 ar A p ' 09 ri l '0 M 9 ei ' Ju 0 9 ni ' 0 Ju 9 li '0 A 9 ug S e '0 9 pt '09
M iliar Rp
transaksi RTGS pada triwulan III–2009 masing-masing sebesar Rp53,39 triliun dengan volume 31.915 transaksi.
Volume
Nilai
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 5.4. Perkembangan Transaksi RTGS Jawa Tengah Penurunan transaksi keuangan non tunai ini juga disebabkan oleh kondisi perekonomian yang masih belum pulih dari krisis keuangan global. Aktivitas perekonomian yang dianggap belum pulih menyebabkan pengiriman uang melalui transaksi non tunai juga menurun.
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
92
Kondisi ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat di provinsi Jawa Tengah pada triwulan III-2009 menunjukan adanya pemulihan dampak krisis global. Hal tersebut tercermin dari meningkatnya Nilai Tukar Petani (NTP) sebagai salah satu indikator kesejahteraan masyarakat serta peningkatan penggunaan tenaga kerja.
6.1 Ketenagakerjaan Perkembangan ketenagakerjaan di Jawa Tengah pada triwulan III-2009 menunjukkan adanya pemulihan kondisi akibat dampak krisis global. Hal ini ditunjukkan dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan Bank Indonesia Semarang pada triwulan III-2009 dimana realisasi penggunaan tenaga kerja di Jawa Tengah berangsur angsur membaik. Saldo Bersih Tertimbang (SBT) realisasi penggunaan tenaga kerja pada triwulan III-2009 (6,34%) mengalami peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan triwulan II-2009 (3,43%) (Grafik 6.1). Realisasi penggunaan TK
% SBT 10,0
8,39
8,0
6,52
6,34
6,0 4,0
2,56
4,64
2,0
1,73
3,43
1,27
0,0 -0,01
-2,0 -4,0
-1,02 -2,78
-4,43
-6,0 -8,0
-6,10 Tw.306
Tw.4
Tw.107
Tw.2
Tw.3
Tw.4
Tw.108
Tw.2
Tw.3
Tw.4 Tw.109
Tw.2
Tw.3
Sumber : SKDU KBI Semarang
Grafik 6.1. Penggunaan Tenaga Kerja di Jawa Tengah Triwulan III-2009
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
93
Secara sektoral, peningkatan realisasi penggunaan tenaga kerja yang terbesar berada pada sektor Industri Pengolahan. Hal ini ditunjukkan dari nilai Saldo Bersih Tertimbang (SBT) yang pada triwulan III-2009 tercatat sebesar 2,37%, naik cukup signifikan jika dibandingkan nilai SBT pada triwulan II-2009 yang tercatat sebesar 0,2% (Tabel 6.1). TABEL 6.1 PENGGUNAAN TENAGA KERJA SEKTORAL di JAWA TENGAH TW III-2009 Saldo Bersih Tertimbang (SBT) SEKTOR 1. Pertanian 2. Pertambangan 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, Gas & Air 5. Bangunan 6. Perdagangan, Hotel & Restoran 7. Pengangkutan 8. Keuang, Perswn & Js.Perush. 9. Jasa-jasa SELURUH SEKTOR
2008
2009
Tw. I
Tw. II
Tw. III
Tw. IV
Tw. I
Tw. II
Tw.III
-0,23 -0,33 0,68 0,00 0,00 -2,28 0,56 0,30 2,57 1,27
2,51 0,00 -1,56 0,00 0,00 -1,28 -0,60 0,32 0,59 -0,01
0,79 1,09 2,77 0,36 1,57 0,32 0,77 0,50 0,22 8,39
-0,98 0,54 -1,35 -0,18 0,94 -0,56 0,17 0,29 0,09 -1,02
0,32 -0,54 -1,85 -0,54 1,57 -1,93 0,67 -0,32 -0,18 -2,78
1,94 -0,54 -0,2 0,00 1,57 0,3 0,55 0,2 -0,39 3,43
1,72 0,54 2,37 0,00 0,79 0,23 0,45 -0,13 0,37 6,34
Sumber : SKDU KBI Semarang
Kondisi tersebut diperkuat dari hasil liaison yang menunjukkan adanya kecenderungan pertumbuhan tingkat penggunaan tenaga kerja pada beberapa sektor ekonomi seperti sektor Industri Pengolahan terutama pada sub sektor Tekstil, Barang kulit dan Alas kaki. Salah satu faktor yang berperan cukup besar dalam pertumbuhan tersebut adalah investasi. Tercatat lebih dari 50% perusahaan contact liaison yang mewakili perusahaan di sektornya melakukan investasi. Berdasarkan hasil liaison tersebut juga diperoleh informasi bahwa tidak ada perusahaan yang menurunkan investasinya. Investasi terutama ditujukan untuk antisipasi peningkatan penjualan di masa mendatang dan pengadaan mesin untuk menunjang produktivitas operasional. Dengan dilakukannya investasi oleh perusahaan dan peningkatan penggunaan tenaga kerja di berbagai sektor, maka jumlah pengangguran di wilayah provinsi Jawa Tengah hingga triwulan III-2009 mengalami penurunan. Jumlah pengangguran di Jawa Tengah hingga triwulan III-2009 tercatat sebesar 105,5 ribu orang atau turun sebesar -8,6% jika dibandingkan tahun 2008 (Tabel 6.2). Walaupun demikian, dari jumlah tersebut tingkat pengangguran terbuka yang ada sebesar 6,42% dari jumlah angkatan kerja. Hal ini berarti bahwa di setiap 100 orang angkatan kerja terdapat sekitar tujuh orang yang menganggur. Selain itu, tingkat pertumbuhan tahunan
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
94
indikator Bukan Angkatan Kerja (10,38%) yang lebih besar dibandingkan tingkat pertumbuhan tahunan Angkatan Kerja (4,66%), lambat laun akan menimbulkan permasalahan dalam hal penyerapan tenaga kerja. Hal ini dikarenakan jumlah pelajar dan mahasiswa serta sub komponen Lainnya yang merupakan bagian dari indikator Bukan Angkatan Kerja akan sulit tersalurkan ke lapangan kerja mengingat laju pertumbuhan yang tidak sebanding. TABEL 6.2 INDIKATOR TENAGA KERJA JAWA TENGAH 2009 Indikator Angkatan Kerja Bekerja Pengangguran Bukan Angkatan Kerja Sekolah Mengurus RT Lainnya Total Penduduk di atas usia 15 th Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Tingkat Pengangguran Terbuka
2008 16.690.966 15.463.658 1.227.308 7.720.635 1.867.882 4.328.235 1.524.518 24.411.601 68,37% 7,35%
2009* 17.468.809 16.346.989 1.121.820 8.521.669 1.922.357 4.926.459 1.672.852 25.990.478 67,21% 6,42%
Sumber : BPS, *) Angka Sementara
Relatif tingginya tingkat Pengangguran Terbuka di Jawa Tengah yang mencapai 6,42% patut menjadi perhatian bagi pemerintah provinsi Jawa Tengah. Terlebih lagi dengan laju pertumbuhan komponen Pengangguran Terbuka seperti Sekolah dan komponen Lainnya yang tidak sebanding dengan penyerapan angkatan kerja. Melihat kondisi tersebut, pemerintah provinsi maupun pemerintah kab./kota diharapkan mampu menghasilkan kebijakan-kebijakan yang mendukung investasi (pro investasi) seperti pemberian insentif bagi investor, kemudahan dalam proses perijinan investasi, menyiapkan infrastruktur pendukung investasi serta menyiapkan sumber daya manusia. Selain itu, untuk menurunkan laju pengangguran terbuka pemerintah dapat memanfaatkan Balai Latihan Kerja (BLK) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) untuk mencetak lulusan yang siap kerja. Diharapkan dengan sistem pendidikan yang baik, profesional, serta merata maka para lulusan BLK maupun SMK tersebut dapat diserap oleh dunia usaha. Di sisi lain, perbankan juga diharapkan mampu memperluas penyaluran kredit terutama bagi kredit investasi. Perluasan tersebut selain berupa area atau wilayah penyaluran kredit investasi namun juga penerima kredit investasi tersebut. Tidak hanya pelaku usaha skala besar yang dapat memperoleh kredit, namun juga bagi pelaku usaha skala kecil. Sehingga dengan dilakukannya investasi, maka pelaku usaha KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
95
dapat mengembangkan usaha dan diharapkan akan meningkatkan penggunaan angkatan kerja.
6.2. Tingkat Kemiskinan 6.2.1. Kemiskinan
Jumlah penduduk miskin di Jawa Tengah pada triwulan III-2009 mengalami kenaikan sebesar 17,65% jika dibandingkan tahun sebelumnya. Dimana jumlah penduduk miskin pada triwulan III-2009 tercatat sebesar 7,28 juta jiwa. Dari jumlah tersebut, 55,37% penduduk miskin berada di wilayah pedesaan. Kenaikan jumlah masyarakat miskin ini merupakan salah satu dari dampak krisis keuangan global yang melanda perekonomian Jawa Tengah pada akhir 2008 hingga pertengahan 2009 (Tabel 6.3). Dalam upaya untuk mengurangi jumlah masyarakat miskin, pemerintah provinsi Jawa Tengah mengalokasikan dana stimulan pembangunan sebesar Rp. 100 juta/desa kepada
350
desa.
Diharapkan
dana
tersebut dapat
dimanfaatkan
untuk
mengembangkan potensi ekonomi yang ada di tiap desa demi kesejahteraan warganya. Program pemberian dana stimulus bagi desa miskin ini akan dilaksanakan secara berkelanjutan. Diharapkan pada tahun 2013, seluruh desa di Jawa Tengah bebas dari kemiskinan. TABEL 6.3 PENDUDUK MISKIN JAWA TENGAH 2009 Tahun 1996 1999 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009*
Jumlah Penduduk Miskin (ribu) Kota Desa Jumlah 1.973,4 4.444,2 6.417,6 3.062,2 5.723,2 8.785,4 2.762,3 4.546,0 7.308,3 2.520,3 4.459,7 6.980,0 2.346,5 4.497,3 6.843,8 2.671,2 3.862,3 6.533,5 2.958,1 4.142,5 7.100,6 2.687,3 3.869,9 6.557,2 2.556,5 3.633,1 6.189,6 3.250,2 4.031,6 7.281,8
Sumber : BPS, *) Angka Sementara
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
96
6.2.2. Kesejahteraan Petani Nilai Tukar Petani (NTP) di provinsi Jawa Tengah pada triwulan III-2009 mengalami kenaikan sebesar 2,43% jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Dimana nilai indeks NTP pada triwulan III-2009 tercatat sebesar 100,24 sedangkan NTP pada triwulan II-2009 sebesar 97,86. Besarnya nilai indeks NTP tersebut mengindikasikan bahwa indeks harga hasil produksi pertanian lebih tinggi jika dibandingkan dengan kenaikan indeks harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga maupun untuk keperluan produksi pertanian. Secara sub sektor, komoditas hortikultura mengalami kenaikan yang cukup signifikan dibanding triwulan II-2009 mencapai 12,53% (qtq), dimana pada triwulan III-2009, indeks NTP komoditas hortikultura sebesar 124,83, sedangkan pada triwulan sebelumnya tercatat sebesar 110,93. Peningkatan ini dikarenakan adanya kenaikan harga beberapa komoditas sayur dan buah-buahan selama bulan Puasa dan hari raya Lebaran. Bulan puasa dan hari raya lebaran juga menjadi salah satu faktor yang berpengaruh pada Indeks Dibayar Petani, terutama dari sisi Konsumsi Rumah Tangga. Dimana secara triwulanan, seluruh komponen Konsumsi Rumah Tangga pada triwulan III-2009 mengalami kenaikan terutama pada komponen Bahan Makanan yang naik sebesar 5,74%. Di sisi lain, Biaya Produksi dan Penambahan Modal (BPPM) secara triwulanan juga mengalami kenaikan sebesar 2,62% (qtq). Kenaikan BPPM tersebut disebabkan meningkatnya biaya pengadaan bibit serta biaya upah yang harus dibayarkan. TABEL 6.6 NILAI TUKAR PETANI DI JAWA TENGAH TW II-2009 Kelompok / Sub Kelompok A Nilai Tukar Petani B Indeks Diterima Petani Padi Palawija Holtikultura Perkebunan Rakyat Peternakan Perikanan C Indeks Dibayar Petani Konsumsi Rumah Tangga Bahan Makanan Makanan Jadi Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi & Olahraga Transportasi & Komunikasi Biaya Produksi dan Penambahan Barang Modal (BPPBM) Bibit Obat-obatan & Pupuk Sewa Lahan, Pajak & Lainnya Transportasi Penambahan Barang Modal Upah Buruh Tani
TW III-08 TW IV-08 102,27 102,7 116,49 118,02 114,79 114,33 105,43 108,43 142,46 141,91 125,43 134,96 118,33 121,65 113,9 114,91 114,96 115,59 117,35 116,41 110,55 113,65 117,44 120,19 111,38 112,31 109,71 111,1 111,01 112,07 116,01 115,31 110,31 107,73 109,21 113,87 119,77 110,63 107,92
112,59 109,11 114,37 115 118,74 112,73 108,93
TW I-09 96,27 113,1 105,35 109,47 141,37 134,04 125,19 115,1 115,58 116,35 114,88 119,51 112,9 111,61 113,03 111,19 113,39 110,08 115,37 119,5 116,28 113,2 109,91
TW II-09 TW III-09** % Perub.YoY % Perub.QtQ 97,86 100,24 -1,98% 2,43% 113,83 120,51 3,45% 5,87% 106,06 115,41 0,54% 8,82% 110,93 124,83 18,40% 12,53% 141,1 125,7 -11,76% -10,91% 134,87 124,34 -0,87% -7,81% 124,95 125,94 6,43% 0,79% 116,33 120,22 5,55% 3,34% 116,91 121,23 5,45% 3,70% 117,13 123,85 5,54% 5,74% 118,45 119,14 7,77% 0,58% 120,56 124,28 5,82% 3,09% 113,56 118,41 6,31% 4,27% 113,27 116,37 6,07% 2,74% 115,78 116,42 4,87% 0,55% 109,94 110,38 -4,85% 0,40% 114,41 112,35 114,83 122,58 115,61 117,07 111,21
117,41 118,67 116,19 116,3 114,55 119,06 117,36
6,44% 10,16% 6,39% 2,13% -4,36% 7,62% 8,75%
2,62% 5,63% 1,18% -5,12% -0,92% 1,70% 5,53%
Sumber : BPS, **) Agustus 2009
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
97
Halaman ini sengaja dikosongkan
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
98
7.1. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada tahun 2009 diperkirakan akan mengalami sedikit perlambatan dibandingkan tahun 2008, yaitu dalam kisaran 4,5-5,5%. Sementara itu pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada triwulan IV-2009 diperkirakan akan berada dalam kisaran 5-5,5% (yoy). Secara sektoral, pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah triwulan IV-2009 diperkirakan akan didorong oleh sektor industri pengolahan, sektor PHR, sektor jasa dan sektor bangunan. Di sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan tetap didorong oleh konsumsi rumah tangga (RT) dan Konsumsi Pemerintah.
7.1.1. Kajian Sektoral Permintaan domestik pada triwulan IV-2009 diperkirakan mengalami peningkatan terutama dipengaruhi oleh peningkatan gairah sektor industri seiring dengan kondisi perekonomian yang cenderung semakin optimis. Di sisi eksternal, dampak krisis keuangan global diperkirakan sudah mulai mereda pada triwulan IV2009 sehingga pertumbuhan ekonomi triwulan mendatang diperkirakan akan mengalami peningkatan dibanding triwulan yang sama tahun sebelumnya. Kajian sektoral ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: (a) sektror primer yang terdiri dari sektor pertanian dan sektor pertambangan, (b) sektor sekunder mencakup sektor industri, sektor listrik dan sektor bangunan, serta (c) sektor tersier yang terdiri dari sektor PHR, sektor pengangkutan, sektor keuangan dan sektor jasa. a. Sektor Primer Sektor pertanian pada triwulan IV-2009 diperkirakan akan mengalami penurunan karena sudah memasuki masa tanam di beberapa daerah. Sejalan dengan siklus pertumbuhan sektor ini, 15 Pertanian Pertambangan pertumbuhan pada triwulan IV tahun10 tahun ganjil selalu tercatat minus. Hal ini terkait dengan musim dan pola tanam 5 0 pertanian di Jawa Tengah. Sektor I II III IV I II III IV I II III IV*) pertambangan diperkirakan akan -5 2007 2008 2009 mengalami pertumbuhan yang sama pada -10 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
99
triwulan mendatang disebabkan adanya kenaikan permintaan barang tambang dan galian, sejalan dengan mulai berjalannya realisasi proyek-proyek infrastruktur pemerintah yang di biayai dengan APBN/APBD menjelang akhir tahun anggaran. Sektor pertanian diperkirakan mengalami kontraksi dalam kisaran (-1,5%) - (-0,5%) (yoy), sedangkan sektor pertambangan diperkirakan tumbuh 3,5%-4,5%. b. Sektor Sekunder Sektor industri diperkirakan akan mengalami peningkatan pertumbuhan yang cukup signifikan pada triwulan IV-2009, yaitu dalam kisaran 8%-9% (yoy). Peningkatan sektor industri diperkirakan merupakan akibat faktor base effect (triwulan IV-2008 mengalami kontraksi yang cukup dalam). Permintaan luar negeri diperkirakan mulai pulih pada triwulan mendatang, termasuk produk TPT (tekstil produk tekstil) yang merupakan hasil 12 Industri Listrik Bangunan spinning karena peningkatan 10 kebutuhan pada saat menjelang hari 8 raya keagamaan (Natal dan Tahun 6 4 Baru). Pertumbuhan sektor industri 2 juga akan didorong oleh 0 peningkatan produksi sub sektor I II III IV I II III IV I II III IV*) -2 industri migas yang diperkirakan 2007 2008 2009 -4 akan meningkat seiring dengan produksi di Blok Cepu yang sudah mulai beroperasi walaupun belum optimal. Pertumbuhan sub sektor industri non migas diperkirakan juga didorong oleh mulai tumbuhnya permintaan produk mebel kayu, khususnya mebel dengan spesifikasi tertentu dengan pasar ekspor di AS, Eropa dan Timur Tengah. Komoditas ekspor yang memiliki orientasi ke wilayah Asia juga diperkirakan akan mengalami peningkatan. Adapun industri non migas lain seperti industri makanan dan minuman, rokok, elektronik dan industri kerajinan diperkirakan tetap mengalami pertumbuhan yang lebih tinggi dari triwulan sebelumnya. Berdasarkan hal tersebut, sektor industri pengolahan diperkirakan akan tumbuh di kisaran 8%-9%, jauh lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan laporan yang tumbuh 1,73% (yoy). Sektor bangunan diperkirakan tetap tumbuh dalam kisaran 5%-6%, sedikit lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan III-2009 sebesar 6,66%. Perkiraan tersebut didasarkan pada mulai banyaknya proyek infrastruktur yang direalisasikan oleh pemerintah pada triwulan IV-2009 sebagai kelanjutan dari proyek infrastuktur sebelumnya. Pemerintah daerah diperkirakan akan menggenjot realisasi pembangunan fisik dalam rangka mengejar target anggaran di akhir tahun. Di samping itu, pembangunan properti residensial diperkirakan akan meningkat sejalan dengan turunnya suku bunga acuan BI rate dan turunnya beberapa komoditas bahan bangunan. Sektor listrik diperkirakan tumbuh relatif tetap dalam kisaran 6,5%-
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
100
7,0%. Hal ini sejalan dengan masih tingginya penggunaan listrik oleh perusahaan di sektor perdagangan, hotel & restoran, serta industri. Selain itu, bertambahnya jumlah pelanggan rumah tangga yang menjadi target PLN juga ikut meningkatkan nilai tambah sektor listrik. b. Sektor Tersier Sektor PHR diperkirakan akan tumbuh dalam kisaran 5%-6% (yoy) pada triwulan mendatang, sedikit melambat dari triwulan III-2009 sebesar 5,95%. Pelaksanaan pemilu presiden, tahun ajaran baru, bulan puasa dan hari raya lebaran merupakan faktor stimulus pendorong pertumbuhan yang tinggi di sektor ini pada triwulan III-2009, sehingga pada triwulan IV-2009 pertumbuhannya mengalami perlambatan. Sektor ini masih menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah, karena kontribusinya PHR 14 Pengangkutan terhadap PDRB sekitar 23%. Keuangan 12 Jasa Puncak peningkatan konsumsi 10 masyarakat pada tahun ini telah 8 terjadi pada triwulan III-2009 6 yaitu pada bulan Agustus4 2 September 2009. Akibat 0 perlambatan kegiatan masyarakat I II III IV I II III IV I II III IV*) pada triwulan IV-2009 tersebut, 2007 2008 2009 pertumbuhan sektor jasa-jasa khususnya subsektor jasa swasta diperkirakan juga akan ikut mengalami perlambatan. Subsektor jasa pemerintahan diperkirakan justru akan mengalami peningkatan seiring dengan banyaknya proyek yang direalisasikan oleh pemerintah pada triwulan IV. Dengan berdasarkan perkiraan tersebut, pertumbuhan sektor jasa-jasa triwulan mendatang diproyeksikan meningkat dalam kisaran 6,0%-6,5%. Sementara itu, pertumbuhan sektor pengangkutan diperkirakan akan relatif stabil dibandingkan dengan triwulan-triwulan sebelumnya dalam kisaran 7,0%-7,5%. Hal tersebut disebabkan oleh mulai meningkatnya aktivitas sektor industri serta kegiatan ekspor-impor di pelabuhan. Sektor keuangan diperkirakan akan mengalami pertumbuhan yang sedikit meningkat dari triwulan sebelumnya, yaitu dalam kisaran 7,5-8,0%, karena masyarakat diperkirakan akan kembali melakukan penyetoran simpanan di bank dalam jumlah yang cukup signifikan setelah berakhirnya bulan puasa dan hari raya lebaran. Namun, secara keseluruhan pertumbuhan sektor keuangan pada tahun 2009 diperkirakan akan tumbuh relatif tinggi. Hal ini terkait dengan target penyaluran kredit perbankan dalam kisaran 2022%, sedangkan lembaga pembiayaan memasang target pertumbuhan di atas 50%.
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
101
7.1.2. Kajian Sisi Penggunaan Di sisi penggunaan, pertumbuhan ekonomi diperkirakan masih akan didorong oleh konsumsi rumah tangga (RT) dan konsumsi pemerintah. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga triwulan mendatang diperkirakan mengalami sedikit perlambatan dibanding triwulan laporan namun Kons RT 25 Kons pmrth PMTB masih tumbuh relatif baik, karena 20 Ekspor didorong pengeluaran menjelang natal 15 dan tahun baru setelah pengeluaran 10 sebagian kelompok masyarakat 5 menurun sesudah mencapai 0 puncaknya pada bulan puasa dan I II III IV I II III IV I II III IV*) -5 lebaran. Berdasarkan perkiraan kondisi 2007 2008 2009 -10 tersebut, konsumsi RT pada triwulan -15 IV-2009 diproyeksikan tumbuh 5,5% 6,0%. Sementara itu, pertumbuhan konsumsi pemerintah diperkirakan tumbuh lebih tinggi dari triwulan sebelumnya, seiring dengan ditetapkannya APBD-P provinsi dan upaya menggenjot target realisasi anggaran di akhir tahun. Pengeluaran belanja tidak langsung seperti belanja pegawai dan biaya pemeliharaan yang bersifat rutin mendorong pertumbuhan konsumsi pemerintah. Pengeluaran tersebut didukung oleh belanja modal dan belanja barang, yang diperkirakan akan mencapai puncaknya pada triwulan mendatang. Pendorong utama konsumsi pemerintah triwulan IV-2009 diperkirakan berasal dari realisasi proyek-proyek pemerintah daerah. Pertumbuhan konsumsi pemerintah triwulan IV-2009 diprediksi berada dalam kisaran 9,0-10,0% (yoy). Kegiatan investasi pada triwulan IV-2009 diperkirakan stabil, dengan laju pertumbuhan sekitar 5,5%-6,0%, sedikit meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan laporan sebesar 5,20%. Peningkatan ini terkait dengan kondisi perekonomian nasional pada triwulan sebelumnya yang mengindikasikan pemulihan ekonomi seiring dengan kondisi perekonomian global yang membaik. Sebagai informasi pada pertengahan Triwulan IV-2009, Pemprov Jateng berencana mengadakan kegiatan Central Java Business Expo (CJBE) yang menawarkan kurang lebih 72 proyek investasi senilai Rp 10,72 triliun. Suksesnya acara ini akan memberikan prospek yang cerah bagi dunia investasi Jawa Tengah mulai tahun 2010. Aktivitas ekspor pada triwulan IV-2009 diperkirakan tetap tumbuh positif dalam kisaran 5,0% s.d. 6,0% sedikit melambat dibanding pertumbuhan ekspor triwulan laporan sebesar 8,44%. Perkiraan peningkatan pertumbuhan tersebut dipengaruhi oleh permintaan dunia yang sudah mulai meningkat, serta pasar dalam negeri yang juga membaik. Kegiatan impor diperkirakan akan tumbuh signifikan
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
102
yang disebabkan oleh mulai pulihnya aktivitas industri yang banyak menggunakan bahan baku impor.
7.2. Inflasi Tekanan inflasi Jawa Tengah triwulan IV-2009 diperkirakan akan mengalami penurunan dari triwulan sebelumnya, dan laju inflasi diproyeksikan akan berada dalam kisaran 2,8%–3,2% (yoy). Tekanan inflasi triwulan IV-2009 diperkirakan akan semakin menurun sejalan dengan menurunnya tekanan harga komoditas volatile foods, tidak adanya tekanan dari sisi permintaan, dan stabilnya nilai tukar rupiah. Meskipun demikian, perlu diantisipasi adanya sedikit tekanan harga dari imported inflation dan komoditas adminitered prices. Tekanan dari imported inflation perlu diantisipasi karena beberapa komoditas internasional mengalami kecenderungan meningkat pada akhir tahun 2009, antara lain emas, minyak, dan berbagai komoditas pangan (gandum, kedelai). Sementara itu, tekanan harga komoditas administered prices disebabkan oleh kenaikan tarif PDAM, kenaikan harga elpiji dan tarif jalan tol kota Semarang. Pasokan bahan makanan seperti beras, daging, sayur-sayuran, buah-buahan dan bumbu-bumbuan diperkirakan cukup memadai hingga tiga bulan ke depan, sehingga mengurangi tekanan harga dari volatile foods. Konsumsi pemerintah melalui belanja APBN/APBD yang diperkirakan mencapai puncaknya pada triwulan IV-2009 diperkirakan akan memberikan sedikit tekanan inflasi. Komoditas yang terkena dampak dari konsumsi pemerintah diperkirakan yang tergolong dalam subkelompok bahan bangunan dan transportasi. Sementara itu, sumbangan inflasi dari faktor moneter diperkirakan relatif minim sejalan dengan perkembangan kurs rupiah yang diperkirakan stabil dalam kisaran Rp9.500,00 s.d. Rp10.000,00 per USD. Faktor potensial yang diperkirakan dapat menjadi pemicu tekanan inflasi triwulan IV-2009 adalah harga gula pasir yang diperkirakan akan mengalami peningkatan hingga akhir tahun, disebabkan oleh berakhirnya masa giling pada bulan November 2009. Selain itu, masuknya musim hujan pada triwulan IV dengan curah hujan yang cukup tinggi dikhawatirkan dapat mengganggu pasokan beberapa komoditas penting, khususnya komoditas bahan makanan dan makanan jadi. Tekanan inflasi dari ekspektasi masyarakat diperkirakan juga mengalami penurunan hingga akhir tahun. Dengan demikian, di tengah aktivitas ekonomi yang cenderung melambat dari tahun sebelumnya, laju inflasi hingga akhir tahun 2009 diperkirakan akan mengalami penurunan yang cukup signifikan dibandingkan inflasi tahun 2008, yaitu dari 9,55% menjadi sektar 2,8%-3,20%. Terdapat beberapa faktor positif yang diharapkan dapat menyebabkan berkurangnya tekanan harga secara umum. Beberapa faktor positif tersebut antara KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
103
lain berupa: (a) tetap stabilnya harga BBM dalam negeri meskipun harga minyak internasional meningkat, (b) ketersediaan stok barang kebutuhan pokok yang masih mencukupi, misalnya stok beras di Perum Bulog Jawa Tengah mencukupi hingga 12 bulan ke depan, (c) kurs rupiah yang relatif stabil, (d) relatif rendahnya tekanan dari sisi permintaan, dan (e) ekspektasi masyarakat terhadap perkembangan harga yang cenderung positif hingga enam bulan ke depan. Inflasi Aktual (%)
Ekspektasi Inflasi
12
200 190
10
180 170
8
160 6
150 140
4 2 0
130 120
Inflasi Aktual (yoy, %)
110
Ekspektasi Inflasi (indeks)
100
4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 2007
2008
2009
2010
GRAFIK 7.1. PRAKIRAAN INFLASI HASIL SURVEI KONSUMEN DAN LAJU INFLASI IHK AKTUAL (YOY)
Berdasarkan Hasil Survei Penjualan Eceran (SPE) yang dilakukan KBI Semarang, responden mengekspektasikan bahwa harga di tingkat pedagang pada triwulan IV2009 mendatang diperkirakan relatif stabil dibandingkan dengan triwulan laporan. Hal tersebut sejalan dengan hasil Survei Konsumen (SK) yang sebagian besar mengekspektasikan terjadinya penurunan harga barang dan jasa, meskipun pada triwulan IV-2009 diperkirakan sedikit meningkat (lihat Grafik 7.1.). Berdasarkan Survei Konsumen yang dilakukan oleh KBI Semarang, ekspektasi masyarakat kota Semarang dalam enam bulan ke depan menunjukkan peningkatan optimisme dalam hal ekspektasi penghasilan, ekspektasi ekonomi, dan ekspektasi ketersediaan lapangan kerja. Oleh karena itu, perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut: a. Ekspektasi masyarakat terhadap ketersediaan lapangan kerja menunjukkan optimisme pada triwulan IV-2009, setelah berada dalam level pesimis sejak triwulan I-2007. Hal ini menjadi sinyal positif hingga akhir tahun bahwa ketersediaan lapangan kerja akan semakin meningkat, karena adanya
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
104
peningkatan kegiatan/proyek pemerintah dan swasta, serta kondisi perekonomian yang membaik . b. Ekspektasi masyarakat terhadap kondisi ekonomi secara umum dalam level yang optimis, sejalan dengan peningkatan indeks ketersediaan barang dan jasa pada enam bulan yang akan datang. c. Ekspektasi penghasilan yang cenderung meningkat dalam level optimis, merupakan sinyal positif bagi perekonomian dalam enam bulan ke depan. d. Ekspektasi masyarakat terhadap harga secara umum sangat positif, yaitu bahwa tiga bulan dan enam bulan harga akan semakin rendah terlihat dari ekspektasi harga yang berada di atas level 140. e. Ekspektasi masyarakat terhadap tingkat suku bunga juga cukup optimis bahwa suku bunga akan berada dalam level yang acceptable. f. Ekspektasi masyarakat terhadap tabungan yang makin optimis pada tiga bulan ke depan menunjukkan bahwa masyarakat percaya terhadap kemampuannya dalam menambah tabungan yang dimilikinya, karena adanya peningkatan penghasilan.
160
200 180
140
160
120
140 100 120 80
100
60 40 20
80 Ekspektasi Penghasilan Ekspektasi Ketersediaan Lapangan Kerja Ekspektasi Ekonomi
60 40
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 2007
2008
2009
2010
Harga Umum Ketersediaan Barang & Jasa Tingkat Suku Bunga Tabungan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 2007
2008
2009
2010
GRAFIK 7.2. EKSPEKTASI MASYARAKAT ENAM BULAN KE DEPAN BERDASARKAN SURVEI KONSUMEN
Berdasarkan Survei Penjualan Eceran (SPE) yang dilakukan oleh KBI Semarang, mayoritas responden memperkirakan harga secara umum pada 3 bulan dan 6 bulan mendatang akan mengalami penurunan. Secara net balance, indeks ekspektasi harga pada September 2009 untuk 3 dan 6 bulan mendatang rata-rata berada pada level 120an, jauh menurun dari Desember 2008 yang berada dalam level 170an. Hal itu menunjukkan ekspektasi responden terhadap kenaikan harga secara umum semakin menurun, atau responden melihat ke depan bahwa inflasi akan relatif lebih rendah dari triwulan laporan (lihat Grafik 7.3).
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
105
(Indeks) 190
(%) 3,0
180
2,4
170 1,8
160 150
1,2
140
0,6
130 0,0
120 110
-0,6 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 2006
2007
Ekspektasi harga umum (indeks)
2008 Inflasi 66 Kota (% m-t-m)
2009 Inflasi Kota Semarang (% m -t-m)
GRAFIK 7.3. EKSPEKTASI PEDADANG ENAM BULAN KE DEPAN BERDASARKAN SURVEI PENJUALAN ECERAN
Berdasarkan hasil estimasi dan berbagai survei tersebut di atas yang menghitung ekspektasi masyarakat, pengusaha dan pedagang, laju inflasi Jawa Tengah triwulan IV-2009 diperkirakan akan berada dalam kisaran 4,0%-5,0% (yoy). Tabel 7.1. menunjukkan angka perkiraan laju inflasi Jawa Tengah triwulan IV-2009 menurut estimasi KBI Semarang. TABEL 7.1. ESTIMASI LAJU INFLASI JAWA TENGAH MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA (YOY, PERSEN) NO 1 2 3 4 5 6 7
KELOMPOK BARANG & JASA IV-2008 Bahan Makanan 12,91 Mkn Jadi, Minuman, Rokok & Temb. 12,90 Perumh., Air, Listrik, Gas & Bhn Bakar 13,46 Sandang 7,06 Kesehatan 7,68 Pendidikan, Rekreasi & Olah Raga 4,93 Transpor, Komunikasi & Jasa Keu. 7,14 UMUM 9,55 Sumber: BPS, diolah Keterangan: *) merupakan estimasi KBI Semarang
I-2009 7,76 9,22 12,17 7,08 6,97 4,99 1,92 6,94
II-2009 3,92 9,49 7,38 6,38 6,05 3,69 -7,36 3,95
III-2009 4,63 7,25 4,29 5,94 5,37 3,30 -6,90 3,20
IV-2009*) 3–4 7–8 4–5 5–6 5–6 2–3 0–1 2,8 – 3,2
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
106
Daftar Istilah administered price harga barang/jasa yang diatur oleh pemerintah, misalnya harga bahan bakar minyak dan tarif dasar listrik. BI Rate suku bunga referensi kebijakan moneter dan ditetapkan dalam Rapat Dewan Gubernur setiap bulannya. BI-RTGS Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement, yang merupakan suatu penyelesaian kewajiban bayar-membayar (settlement) yang dilakukan secara on-line atau seketika untuk setiap instruksi transfer dana. dana pihak ketiga (DPK) adalah simpanan pihak ketiga bukan bank yang terdiri dari giro, tabungan dan simpanan berjangka. financing to deposit ratio (FDR) atau loan to deposit ratio (LDR) rasio pembiayaan atau kredit terhadap dana pihak ketiga yang diterima oleh bank, baik dalam rupiah dan valas. Terminologi FDR untuk bank syariah, sedangkan LDR untuk bank konvensional. fit for circulation merupakan kebijakan untuk menyediakan uang layak edar. inflasi IHK kenaikan harga barang dan jasa dalam satu periode, yang diukur dengan perubahan indeks harga konsumen (IHK), yang mencerminkan perubahan harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat luas. inflasi inti inflasi IHK setelah mengeluarkan komponen volatile foods dan administered prices. inflow adalah uang yang diedarkan aliran masuk uang kartal ke Bank Indonesia. kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang sejenis, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga, termasuk : (1) pembelian surat berharga nasabah yang dilengkapi dengan note purchase agreement (NPA). (2) pengambilan tagihan dalam rangka kegiatan anjak piutang. M1 uang beredar dalam arti sempit, yaitu kewajiban sistem moneter yang terdiri dari uang kartal dan uang giral. M2
uang beredar dalam arti luas, yaitu kewajiban sistem moneter yang terdiri dari M1 dan uang kuasi (tabungan dan deposito berjangka dalam rupiah dan valas pada bank umum).
net inflow uang yang diedarkan inflow lebih besar dari outflow.
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
107
Halaman ini sengaja dikosongkan
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
108
Lampiran Indikator Perekonomian dan Perbankan Jawa Tengah
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
109
INDIKATOR PEREKONOMIAN DAN PERBANKAN JAWA TENGAH NO
INDIKATOR
I. EKONOMI MAKRO 1 Pertumbuhan PDRB (yoy, %) Sektoral a. Pertanian b. Pertambangan & Penggalian c. Industri Pengolahan d. Listrik, Gas & Air Bersih e. Konstruksi f. Perdagangan, Hotel & Restoran g. Pengangkutan & Komunikasi h. Keu., Persewaan & Jasa Persh. i. Jasa-Jasa Sisi Penggunaan a. Konsumsi Rumah Tangga b. Konsumsi LNP c. Konsumsi Pemerintah d. Investasi (PMTB) e. Ekspor f. Impor 2 Inflasi (yoy, %) a. Bahan Makanan b. Makanan Jadi c. Perumahan d. Sandang e. Kesehatan f. Pendidikan g. Transpor II. KINERJA PERBANKAN (RP MILIAR) 1. Total Asset - Total a. Total Asset - Bank Umum b. Total Asset - BPR 2. DPK - Total a. DPK - Bank Umum b. DPK - BPR 3. Deposito - Total a. Deposito - Bank Umum b. Deposito - BPR 4. Giro - Total 5. Tabungan - Total a. Tabungan - Bank Umum b. Tabungan - BPR 6. Kredit - Total a. Kredit - Bank Umum b. Kredit - BPR
I-2008
II-2008
III-08
IV-08
I-09
II-09
III-09
5,49
5,96
6,39
3,94
4,21
4,53
5,54
-3,43 1,46 9,51 5,35 5,45 5,46 7,10 11,49 11,20
5,89 2,03 5,03 4,83 6,04 5,76 6,67 8,32 8,80
7,09 5,54 6,39 4,86 6,08 4,95 9,65 6,77 6,69
13,36 5,70 -2,37 4,04 8,44 4,26 6,67 4,96 4,46
9,74 4,96 -2,38 2,60 7,61 4,57 7,11 10,01 7,47
4,74 5,40 1,09 6,39 6,58 5,82 7,35 8,80 7,72
9,25 3,86 1,73 5,43 6,66 5,95 6,41 7,28 7,74
5,13 2,65 14,71 6,18 2,6 16,06 7,95 13,36 10,69 5,34 9,69 5,5 7,31 1,18
5,11 2,12 9,32 6,14 5,75 -8,58 9,01 17,33 9,74 9,73 9,13 6,4 8,54 11,2
6,51 6,77 8,88 7,16 1,52 -12,51 10,21 16,71 13,17 12,77 8,78 6,13 4,44 11,92
4,95 10,27 8,23 7,24 2,31 13,03 9,55 12,91 12,9 13,46 7,06 7,68 4,93 7,14
4,92 11,89 7,86 5,34 -10,17 -12,90 6,94 7,76 9,22 12,17 7,08 6,97 4,99 1,92
5,25 10,53 6,85 5,00 -0,70 6,47 3,95 3,92 9,49 7,38 6,38 6,05 3,69 -7,36
5,84 6,28 7,45 5,20 8,44 17,85 3,20 4,64 7,25 4,29 5,94 5,37 3,30 -6,90
94.342 87.417 6.925 74.783 69.886 4.897 28.073 25.143 2.930 12.772 33.938 31.971 1.967 64.040 58.475 5.565
99.100 91.822 7.278 78.761 73.706 5.054 29.571 26.574 2.997 12.971 36.219 34.161 2.058 71.397 65.406 5.991
107.486 111.812 99.993 103.922 7.493 7.889 81.240 86.140 76.113 80.681 5.127 5.459 32.910 33.740 29.868 30.621 3.042 3.119 11.789 12.296 36.542 40.104 34.457 37.763 2.085 2.340 77.110 79.331 70.668 72.907 6.442 6.424
113.259 105.161 8.097 90.139 84.453 5.686 36.975 33.646 3.330 14.035 39.129 36.773 2.356 79.835 73.099 6.736
116.051 107.844 8.207 92.260 86.474 5.786 37.221 33.801 3.420 14.358 40.681 38.315 2.366 82.670 75.610 7.060
118.937 110.107 8.830 92.069 85.874 6.195 37.073 33.404 3.669 14.442 40.554 38.028 2.526 85.078 77.570 7.508
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
110
INDIKATOR PEREKONOMIAN DAN PERBANKAN JAWA TENGAH NO
INDIKATOR
7. Kredit Menurut Jenis Penggunaan a. Kredit BU & BPR - Total - Kredit Modal Kerja - Kredit Investasi - Kredit Konsumsi b. Persentase thd Total Kredit (%) - Kredit Modal Kerja - Kredit Investasi - Kredit Konsumsi c. Kredit Bank Umum - Kredit Modal Kerja - Kredit Investasi - Kredit Konsumsi d. Kredit BPR - Kredit Modal Kerja - Kredit Investasi - Kredit Konsumsi 8. Kredit Menurut Sektor Ekonomi a. Kredit BU & BPR - Total - Sektor Pertanian - Sektor Pertambangan - Sektor Industri - Sektor Air, Listrik & Gas - Sektor Konstruksi - Sektor Perdagangan - Sektor Transportasi - Sektor Jasa Dunia Usaha - Sektor Jasa Sosial Masy. - Lain-lain b. Kredit Bank Umum - Sektor Pertanian - Sektor Pertambangan - Sektor Industri - Sektor Air, Listrik & Gas - Sektor Konstruksi - Sektor Perdagangan - Sektor Transportasi - Sektor Jasa Dunia Usaha - Sektor Jasa Sosial Masy. - Lain-lain c. Kredit BPR - Sektor Pertanian - Sektor Industri - Sektor Perdagangan - Sektor Jasa Dunia Usaha - Lain-lain
I-2008
II-2008
III-08
IV-08
I-09
II-09
III-09
64.040 35.474 4.833 23.733 100,00 55,39 7,55 37,06 58.475 32.745 4.517 21.213 5.565 2.728 317 2.520
71.397 39.650 5.337 26.410 100,00 55,53 7,48 36,99 65.406 36.732 4.987 23.687 5.991 2.918 350 2.723
77.110 43.573 5.589 27.949 100,00 56,51 7,25 36,25 70.668 40.337 5.234 25.098 6.442 3.236 355 2.851
79.331 44.968 5.925 28.438 100,00 56,68 7,47 35,85 72.907 41.826 5.543 25.539 6.424 3.142 382 2.899
79.835 45.133 5.881 28.821 100,00 56,53 7,37 36,10 73.099 41.825 5.475 25.799 6.736 3.308 405 3.022
82.670 46.419 6.171 30.079 100,00 56,15 7,47 36,38 75.610 42.883 5.766 26.961 7.060 3.536 406 3.118
85.078 47.434 6.462 31.182 100,00 55,75 7,60 36,65 77.570 43.644 6.056 27.869 7.508 3.790 406 3.313
64.040 2.437 73 11.157 12 852 21.237 621 2.810 606 24.234 58.475 1.996 73 11.070 12 852 19.345 621 2.300 606 21.599 5.565 441 87 1.892 510 2.635
71.397 2.547 65 12.569 13 1.205 23.282 685 3.243 679 27.109 65.406 2.067 65 12.479 13 1.205 21.254 685 2.688 679 24.270 5.991 479 89 2.028 555 2.839
77.110 2.548 103 14.717 10 1.343 24.473 727 3.733 681 28.776 70.668 2.096 103 14.610 10 1.343 22.200 727 3.100 681 25.797 6.442 452 106 2.273 632 2.979
79.331 2.655 100 15.633 10 1.110 25.352 845 3.704 743 29.179 72.907 2.156 100 15.540 10 1.110 23.145 845 3.103 743 26.157 6.424 500 93 2.207 601 3.023
79.835 2.671 101 15.550 17 1.132 25.666 845 3.583 719 29.552 73.099 2.144 101 15.453 17 1.132 23.344 845 2.954 719 26.391 6.736 527 97 2.322 628 3.161
82.670 2.753 89 15.002 50 1.282 27.481 926 3.515 745 30.825 75.610 2.200 89 14.904 50 1.282 24.986 926 2.859 745 27.568 7.060 553 98 2.496 656 3.257
112.646 2.672 89 14.735 60 1.383 28.825 909 4.322 28.605 31.047 105.137 2.151 89 14.633 60 1.383 26.080 909 3.660 28.605 27.568 7.508 521 102 2.745 662 3.479
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
111
INDIKATOR PEREKONOMIAN DAN PERBANKAN JAWA TENGAH
NO
INDIKATOR
I-2008
II-2008
9. LDR - Perbankan (%) 85,63 90,65 a. LDR - Bank Umum (%) 83,67 88,74 b. LDR - BPR (%) 113,64 118,52 10. NPL -Perbankan (%) 4,13 2,80 a. NPL - Bank Umum (%) 3,34 3,06 b. NPL - BPR (%) 12,54 10,36 11. Kredit UMKM 51.838 57.145 a. Skala Usaha - Mikro 23.627 25.331 - Kecil 15.012 17.116 - Menengah 13.199 14.698 b. Sektor Ekonomi - Sektor Pertanian 1.954 2.001 - Sektor Pertambangan 51 43 - Sektor Industri 3.942 4.246 - Sektor Air, Listrik & Gas 12 13 - Sektor Konstruksi 535 809 - Sektor Perdagangan 18.034 19.385 - Sektor Transportasi 490 519 - Sektor Jasa Dunia Usaha 2.197 2.590 - Sektor Jasa Sosial Masy. 538 577 - Lain-lain 24.085 26.962 c. Jenis Penggunaan - Kredit Modal Kerja 25.167 27.598 - Kredit Investasi 3.086 3.284 - Kredit Konsumsi 23.585 26.263 12. Perbankan Syariah A. Total Perbankan Syariah (BU Syariah & BPR Syariah) a. Aset 1.624 1.866 Share thd Perbankan Jateng (%) 1,72 1,88 b. DPK 1.288 1.462 Share thd Perbankan Jateng (%) 1,72 1,86 c. Pembiayaan 1.304 1.620 Share thd Perbankan Jateng (%) 2,04 2,27 d. FDR (%) 101,24 110,80 e. NPF (%) 4,83 4,12 B. Bank Umum Syariah & Unit Usaha Syariah a. Aset 1.563 1.787 b. DPK 1.247 1.415 - Giro Wadiah 179 187 - Tab. Wadiah & Mudharabah 625 654 - Deposito Mudharabah 443 574 c. Pembiayaan 1.259 1.566 d. FDR (%) 101,04 110,67 e. NPF (%) 4,73 4,17 C. BPR Syariah a. Aset 61 78 b. DPK 41 48 - Tab. Wadiah & Mudharabah 21 26 - Deposito Mudharabah 20 21 c. Pembiayaan 42 54 d. FDR (%) 102,06 113,22 e. NPF (%) 8,02 5,88
III-08
IV-08
I-09
II-09
III-09
94,92 92,85 125,64 3,24 2,64 2,84 60.211
92,10 90,37 117,66 2,95 2,39 2,64 61.241
88,57 86,56 118,46 4,13 3,70 4,27 61.734
89,61 87,44 122,01 4,13 3,41 8,76 63.317
92,41 90,33 121,20 3,73 3,19 9,31 66.634
26.098 18.785 15.328
26.190 19.524 15.527
26.523 20.064 15.147
27.039 20.896 15.382
28.018 22.448 16.168
2.060 42 4.404 10 899 20.189 506 2.906 582 28.613
2.107 41 4.649 10 679 20.751 546 2.901 554 29.003
2.099 36 4.269 11 689 21.436 552 2.807 553 29.282
2.172 38 4.267 11 760 22.083 549 2.879 574 30.005
2.137 42 4.342 23 924 23.477 575 2.973 562 31.579
28.954 3.470 27.229
29.491 3.487 28.263
29.678 3.481 28.575
30.335 3.670 29.331
32.045 3.828 30.761
2.312 2,15 1.550 1,91 1.873 2,43 101,24 4,83
2.417 2,16 1.701 1,98 2.027 2,55 119,12 2,43
2.350 2,07 1.660 1,84 2.003 2,51 120,66 4,64
2.710 2,34 1.892 2,05 2.232 2,70 117,98 4,03
2.916 2,45 1.890 2,05 2.412 2,84 127,67 3,27
2.225 1.495 198 721 576 1.808 120,96 2,56
2.318 1.637 150 820 666 1.958 119,63 2,30
2.244 1.588 154 807 627 1.925 121,22 4,59
2.590 1.810 166 891 753 2.143 118,41 3,97
2.788 1.804 166 1.064 739 2.314 128,30 3,13
87 55 30 25 65 118,46 4,90
100 65 36 28 69 106,19 6,18
106 72 39 33 78 108,30 6,41
120 82 42 40 89 108,54 5,95
128 86 47 39 98 114,37 6,46
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN III-2009
112