TREND CORRUPTION REPORT Periode Agustus 2013 - Januari 2014
“Awas, Korupsi di Tahun Politik” Pusat Kajian Anti Korupsi Fakultas Hukum UGM
PUSAT KAJIAN ANTI KORUPSI Fakultas Hukum UGM Jl Trengguli Blok E No.12 Bulaksumur, Yogyakarta Telp. 0274 746 7008 email
[email protected]
PENDAHULUAN Sejauh ini upaya pemberantasan korupsi di Indonesia belum memperlihatkan hasil signifikan. Bahkan tantangan kedepan akan semakin berat melihat semakin mengguritanya perilaku ini. Hampir semua lini jabatan publik, birokrasi, dan swasta tercatat pernah menjadi pelaku baik yang sedang maupun telah diproses secara hukum berkaitan dengan tindak pidana korupsi. Lebih memprihatinkan lagi adalah aparat penegak hukum yang seharusnya menjadi aktor terdepan dalam pemberantasan korupsi banyak yang menjadi pelaku. Bagaimana membersihkan lantai republik dari korupsi jika sapunya masih lekat dengan perilaku kotor. Tengah tahun kedua 2013 tercatat korupsi menyebar mulai dari pemerintah pusat sampai pemerintah daerah. Paling mengejutkan adalah ditangkapnya Ketua Mahkamah Konstutusi Akil Mochtar karena diduga menerima suap berkaitan dengan
perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum pada pemilukada Gunung Mas dan Lebak. Institusi pengawal konstitusi yang selama ini dianggap bersih, runtuh seketika wibawa dan martabatnya. Perkara suap pilkada di MK menyeret banyak tersangka lain, meliputi anggota DPR, pengusaha, kepala daerah, sampai advokat. Sebagai pengembangan kasus suap MK, KPK telah menetapkan Tubagus Chaeri Wardana sebagai tersangka. Menyusul kemudian sang kakak yakni Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah juga ditetapkan sebagai tersangka. Tidak berhenti pada kasus suap pilkada, KPK menyasar kasus lain. Akhirnya Wawan dan Atut juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pengadaan alat kesehatan di Banten. Inilah yang banyak disebut berbagai pihak sebagai tanda-tanda runtuhnya dinasti Banten yang selama ini menggurita.
Halaman 1
A. Pendekatan dan Sumber Data Trend Corruption Report Tengah Tahun Kedua 2013 yang disusun Pusat Kajian Anti (PUKAT) Korupsi Fakultas Hukum UGM adalah laporan yang mencermati kecenderungan tindak pidana korupsi pada bulan Agustus 2013 sampai dengan awal Januari 2014. Pendekatan yang digunakan adalah kualitatif-representatif. Adapun yang menjadi sumber data adalah pemberitaan media massa. Namun, tidak semua pemberitaan media massa mengenai kasus korupsi dipantau dalam laporan ini. Pemantauan hanya dilakukan pada kasuskasus korupsi yang dianggap mewakili atau merepresentasikan pemberitaan media massa. Sumber data yang digunakan untuk menyusun laporan ini adalah berita kasus korupsi yang dimuat oleh media massa cetak nasional seperti Harian Koran Tempo, Kompas, Jawa Pos, Republika, Media Indonesia, Seputar Indonesia, Suara Pembaruan, Suara Merdeka, dan beberapa media cetak yang berada di daerah. Selain itu berita kasus korupsi yang dimuat oleh media online seperti tempo.co, detik.com, kompas.com, okezone.com, beritasatu.com, tribunnews.com, sindonews.com, tvonenews.tv, dan media online lainnya juga menjadi sumber data dalam laporan ini. Cara menyusun Trend Corruption Report Tengah Tahun Kedua 2013 ini diawali
Halaman 2
dengan mencari dan mengumpulkan berita kasus korupsi di media massa. Kemudian berita korupsi tersebut diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal meliputi pelaku korupsi, sektor korupsi, modus korupsi, kerugian negara, dan lembaga yang menangani kasus korupsi. Setelah dilakukan pengolahan data kemudian dilakukan analisa secara kualitatif.
B. Periode Pemantauan 1 Agustus 2013-10 Januari 2014
TREND KORUPSI TENGAH TAHUN KEDUA 2013 A. Pelaku Korupsi Berdasar pemberitaan kasus korupsi yang dimuat oleh media massa yang dipantau oleh PUKAT Korupsi FH UGM, terdapat 67 pelaku korupsi dari Agustus 2013 sampai dengan 10 Januari 2014. Swasta menduduki urutan teratas (22 orang). Disusul pemerintah daerah (18 orang) pada posisi kedua. Dan pada posisi ketiga adalah BUMN (10 orang). Apabila dibandingkan dengan periode sebelumnya, telah terjadi perubahan yang signifikan pada aktor korupsi. Swasta menempati urutan pertama pelaku korupsi (33 %) pada tengah tahun kedua 2013. Periode sebelumnya urutan pertama selalu diduduki oleh pemerintah daerah. Banyaknya swasta yang menjadi pelaku
tindak pidana korupsi oleh PUKAR Korupsi FH UGM dilihat sebagai munculnya gejala pseudostate. Aktor swasta berselingkuh dengan para pejabat negara maupun birokrat membeli produk kebijakan negara demi memperoleh keuntungan baik langsung maupun tidak langsung. Aktor swasta ini banyak menjadi pelaku suap dan dalam pengadaan barang dan jasa. Contohnya adalah Cornelis Nalau seorang pengusaha yang menjadi pelaku suap dalam pilkada Gunung Mas kepada Akil Mochtar. Selain itu juga terdapat nama Tubagus Chaeri Wardana yang menjadi pelaku suap pilkada Lebak. TCW alias Wawan juga ditetapkan sebagai tersangka dalam pengadaan alat kesehatan Provinsi
Banten. Kasus lain dengan pelaku suap oleh swasta adalah Lusita Anie Razak yang disangka menyuap Kepala Kejaksaan Negeri Praya atas perkara yang sedang ditangani. Swasta sebagai pelaku pada pengadaan barang dan jasa misalnya korupsi pengadaan benih Kementan. Terdapat nama Kaharuddin Dirut PT SHS beserta tiga orang lainnya dari PT SHS yang ditetapkan sebagai tersangka dalam korupsi benih. Keterlibatan swasta dalam korupsi juga terjadi di daerah, yaitu di Kebumen dalam kasus korupsi proyek peningkatan jalan yang menyeret Alwanudin Nawawi, Direktur PT Surya Buana Indah dan Heru Setiadi, Direktur PT Mega Sarana sebagai tersangka.
Tabel 1. Pelaku Korupsi Januari - Juli 2013 NO
Pelaku Korupsi
Jumlah
Presentase
Kasus
Agust 2013 - Jan 2014 Jumlah
Presentase
Kasus
1 Tahun Terakhir Jumlah
Presentase
Kasus
1
Pemerintah Pusat
16
11,19%
0
0,00%
16
8,00%
2
Pemerintah Daerah
39
27,27%
18
27,00%
57
27,00%
3
Legislatif Pusat
3
2,10%
1
1,00%
4
2,00%
4
Legislatif Daerah
16
11,19%
2
3,00%
18
9,00%
5
BUMN
2
1,40%
10
15,00%
12
6,00%
7
Swasta
36
25,17%
22
33,00%
58
28,00%
8
Kepala Daerah
8
5,59%
6
9,00%
14
7,00%
9
Pegawai Sekolah
2
1,40%
0
0,00%
2
1,00%
10 Penegak Hukum
5
3,50%
3
4,00%
8
4,00%
10
6,99%
1
1,00%
11
5,00%
12 Menteri
0
0,00%
0
0,00%
0
0,00%
13 KPUD
0
0,00%
0
0,00%
0
0,00%
14 Duta Besar
1
0,71%
0
0,00%
1
0,00%
15 Partai Politik
2
1,40%
0
0,00%
2
1,00%
16 Pejabat Negara
3
2,10%
4
6,00%
7
3,00%
143
100,00%
67
67,16%
210
100,00%
11 Pegawai Universitas
Total
Halaman 3
Urutan kedua pelaku korupsi adalah pemerintah daerah. Aktor pemerintah daerah tersebar di berbagai daerah. Aktor pemerintah daerah banyak terjerat korupsi pengadaan barang dan jasa seperti Ketut Mantara Gandhi, Kepala UPT Taman Budaya bersama Ketut Suastika, Kadisbud Bali yang disangka melakukan korupsi dalam pengadaan sound system, lighting, dan CCTV di Art Center. Selain itu juga terdapat kasus korupsi di lingkungan DKI yang menyeret Yuswil Iswantara, Kasudin Kominfo Jakarta Selatan dan Ridha Bahar, Kasudin Kominfo Jakarta Pusat sebagai tersangka dalam pengadaan CCTV di Monas. Aktor pemerintah daerah juga banyak yang terlibat dalam kasus korupsi dana hibah seperti yang terjadi di Kalimantan Selatan yang menyeret Muchlis Gafuri, mantan Sekda Kalsel beserta tiga orang lainnya sebagai tersangka bantuan sosial Kalsel.
Contoh kasus korupsi pada sektor penerimaan negara/daerah yaitu kasus suap izin lokasi tanah pemakaman bukan umum di Tanjung Sari, Bogor, ke anggota DPRD Kabupaten Bogor sekitar Rp 900 juta. Iyus Djuher, Ketua DPRD Bogor merupakan salah satu pelaku yang menerima uang suap tersebut. Pelaku lainnya yakni Usep Jumenio, pegawai Pemkab Bogor, Listo Welly Sabu, pegawai honorer Pemkab Bogor, Nana Supriatna, swasta, dan Sentot Susilo, Dirut PT Garindo Perkasa. B. Sektor Korupsi PUKAT Korupsi FH UGM mencatat setidaknya terdapat 6 sektor korupsi. sektor tertinggi adalah pengadaan barang dan jasa sebanyak 19 kasus. Urutan kedua adalah sektor kesejahteraan sosial sebanyak 4 kasus. Urutan ketiga adalah sektor penerimaan negara sebanyak 3 kasus.
Tabel 2. Sektor dan Jumlah Kasus Korupsi Januari - Juli 2013 No.
Sektor
Jumlah
Presentase
Kasus 1
Penerimaan Negara
2
Pemilukada
3
Pertanian / Kehutanan / perkebunan / perikanan
4
Pekerjaan Umum
5
Keolahragaan, Pendidikan dan Keagamaan
6 7
Jumlah
Presentase
Kasus 10
11,36%
3
10,00%
1 Tahun Terakhir Jumlah
Presentase
Kasus 13
11,00%
1
1,14%
0
0,00%
1
1,00%
10
11,36%
0
0,00%
10
8,00%
8
9,09%
0
0,00%
8
7,00%
17
19,32%
0
0,00%
17
14,00%
Penegak Hukum
2
2,27%
1
3,00%
3
3,00%
Kesejahteaan Sosial
3
3,41%
4
13,00%
7
6,00%
8
BUMN / BUMD
1
1,14%
2
6,00%
3
3,00%
9
Energi dan SDM
4
4,55%
2
6,00%
6
5,00%
10 Departemen Luar Negeri
1
1,14%
0
0,00%
1
1,00%
11 Komunikasi dan Informatika
1
1,14%
0
0,00%
1
1,00%
12 Kesehatan
6
6,82%
0
0,00%
6
5,00%
12
13,64%
19
61,00%
31
26,00%
14 Legislatif
4
4,55%
0
0,00%
4
3,00%
15 Perdagangan & Perindustrian
2
2,27%
0
0,00%
2
2,00%
16 Keuangan / Perbankan
5
5,69%
0
0,00%
5
4,00%
17 Keagamaan
1
1,14%
0
0,00%
1
1,00%
88
100,00%
31
100,00%
119
100,00%
13 Proyek Pengadaan Barang dan Jasa
Total
2Halaman 4
Agust 2013 - Jan 2014
C. Modus Korupsi
Sektor pengadaan barang dan jasa mendominasi kasus korupsi yaitu 61%. Proyek pengadaan genset RSUD Karawang telah menjadi kasus korupsi dengan ditetapkannya Ida Lisnurida, Wakil Direktur RSUD Karawang sebagai tersangka beserta tiga orang lainnya. Pengadaan benih di Kementan menjadi kasus korupsi dengan ditetapkannya Kaharuddin, Dirut PT SHS sebagai tersangka beserta tiga orang lainnya.
Selama tengah tahun kedua 2013 modus korupsi tercatat dalam rupa merugikan keuangan negara dan/atau menyalahgunakan wewenang sebanyak 25 kasus dan yang kedua dalam bentuk suapmenyuap 6 kasus. Modus merugikan keuangan negara dan/atau menyalahgunakan wewenang (pasal 2 dan pasal 3 UU Tipikor) menempati urutan teratas sebanyak 80,65%. Pasal 2 dan pasal 3 UU Tipikor memang paling banyak digunakan oleh penegak hukum untuk menjerat para pelaku tindak pidana korupsi. Pada pertengahan kedua tahun 2013 modus ini menempati urutan teratas yang terjadi pada banyak kasus pengadaan barang dan jasa.
Kasus korupsi sektor kesejahteraan sosial sebanyak 13%. Contoh kasus korupsi sektor kesejahteraan sosial adalah kasus dana hibah Yayasan Harapan Bangsa Sejahtera yang diduga dilakukan Kadar Slamet, anggota DPRD Kota Bandung. Kasus korupsi sektor penerimaan negara 10%. Contoh kasus korupsi sektor penerimaan negara adalah korupsi anggaran satpol PP yang diduga dilakukan oleh Anggiat Hutagalung, staf ahli Gubernur Sumut.
Contoh kasusnya kasus korupsi pengadaan tas dan alat tulis KPU Bone yang diduga dilakukan mantan komisioner Muhiyyin. Kasus ini terbilang sederhana yaitu
Tabel 3. Modus Korupsi Januari - Juli 2013 No.
Sektor
Jumlah
Presentase
Kasus 1 Merugikan Keuangan Negara
Agust 2013 - Jan 2014 Jumlah
Presentase
Kasus
1 Tahun Terakhir Jumlah
Presentase
Kasus
70
79,55%
25
80,65%
95
79,83%
12
13,64%
6
19,35%
18
15,13%
3 Penggelapan Dalam Jabatan
2
2,27%
0
0,00%
2
1,68%
4 Gratifikasi
2
2,27%
0
0,00%
2
1,68%
5 Perbuatan Pemerasan
2
2,27%
0
0,00%
2
1,68%
88
100,00%
31
100,00%
119
100,00%
dan / atau Menyalahgunakan Wewenang 2 Suap Menyuap
Total
Halaman 5
penggelembungan harga pada pengadaan tas dan alat tulis. Kasus yang lebih rumit misalnya kasus pengadaan alat kesehatan di Banten yang diduga dilakukan oleh Tubagus Chaeri Wardana bersama dengan Ratu Atut Chosiyah. Keduanya diduga secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi dalam pengadaan alat kesehatan di Banten. Ratu Atut Chosiyah diduga menyalahgunakan wewenangnya sebagai Gubernur Banten dalam pengadaan alat kesehatan. Modus kedua dalam bentuk suapmenyuap sebanyak 19,35%. Modus ini menempati urutan kedua karena terungkapnya suap di MK mengenai hasil pilkada Gunung Mas dan Lebak. Selain itu terdapat satu perkara suap lain yaitu Kepala Kejaksaan Negeri Praya, M Subri. D. Kerugian Negara Kerugian negara paling banyak dalam rentang 1-10 miliar yaitu 10 kasus, diikuti jumlah kerugian negara di bawah satu milyar sebanyak 3 kasus dan terakhir masing-masing satu kasus pada rentang kerugian keuangan negara 10-50 miliar dan diatas 100 miliar.
Kasus korupsi pada tengah tahun kedua 2013 tidak semuanya terdapat kerugian negara karena terdapat banyak kasus di dalamnya. Kerugian keuangan negara paling banyak didominasi rentang 1-10 miliar sebanyak 10 kasus atau 66,67%. Contoh kasusnya adalah kasus pengadaan CCTV di Monas yang merugikan keuangan negara 1,7 miliar. Kerugian negara di bawah 1 miliar terdapat 3 kasus korupsi, yaitu kasus pengadaan genset RSUD Karawang yang mengakibatkan kerugian negara 400 juta. Kasus kedua adalah korupsi tukar guling lahan di Tanjungpinang yang diduga dilakukan mantan walikota Pangkalpinang Zulkarnain Karim. Jumlah kerugian negara sebesar Rp.957.798.000. Kasus ketiga adalah pengadaan tas dan alat tulis KPU Bone yang diduga dilakukan oleh Muhiyyin, mantan komisioner KPU Bone. Jumlah kerugian negaranya sebesar 100 juta rupiah. Kasus korupsi dengan jumlah kerugian negara 10-50 miliar yaitu kasus bantuan subsidi perumahan di Karanganyar yang diduga dilakukan oleh mantan Bupati Rina Iriani.
Tabel 4. Kerugian Negara Januari - Juli 2013 No.
Kerugian Negara
Jumlah
Presentase
Kasus
Agust 2013 - Jan 2014 Jumlah
Presentase
Kasus
1 Tahun Terakhir Jumlah
Presentase
Kasus
1
Dibawah 1 M
24
27,27%
3
20,00%
27
26,21%
2
1 - 10 M
20
22,73%
10
66,67%
30
29,13%
3
10 -50 M
15
17,04%
1
6,67%
16
15,53%
4
50 - 100 M
6
6,82%
0
0,00%
6
5,83%
5
Diatas 100 M
5
5,68%
1
6,67%
6
5,83%
6
Belum Diketahui
8
9,10%
0
0,00%
8
7,77%
7
Tidak Ada Kerugian
10
11,36%
0
0,00%
10
9,71%
88
100,00%
15
100,00%
103
100,00%
Negara Total
2Halaman 6
Kasus ini jumlah kerugian negaranya ditaksir 18,4 miliar. Rina Iriani diduga melakukan korupsi menyalahgunakan bantuan subsidi perumahan Griya Lawu Asri dari Kementerian Perumahan Rakyat pada KSU Sejahtera tahun 2007-2008. Sebelumnya dua mantan ketua KSU Sejahtera yaitu Fransiska Riyana Sari dan Handoko Mulyono telah dijatuhi pidana dalam perkara ini. Kasus dengan jumlah kerugian negara di atas 100 miliar adalah kasus pengadaan benih di Kementan. Kasus ini mengakibatkan kerugian negara sekitar 112 miliar rupiah. Para personil PT SHS telah ditetapkan empat orang sebagai tersangka. Kasus ini berkaitan dengan pengadaan benih kedelai fiktif, penggelembungan volume dan harga kedelai. Total kerugian negara yang tercatat selama akhir tahun 2013 sebesar Rp. 275.160.906.552. Jumlah ini adalah total kerugian negara yang dipantau oleh PUKAT Korupsi FH UGM dari 61 kasus. Jumlah keseluruhan TCR ini memantau 67 kasus.Terdapat 6 kasus suap, sehingga untuk mengetahui jumlah kerugian negara kasus suap tidak diikutsertakan. Seperti diketahui kasus suap menyuap tidak mengakibatkan kerugian keungan negara secara langsung. Jumlah kerugian negara sekitar 275 miliar bukan jumlah yang kecil, terlebih ini hanya dari 61 kasus. Total kerugian negara akibat korupsi pada periode kedua 2013 di seluruh Indonesia
tentu jauh lebih besar berkali lipat dari angka tersebut. E. Lembaga yang Menangani Pada tengah tahun kedua 2013 lembaga yang menangani kasus korupsi urutan pertamanya adalah kejaksaan negeri sebesar 29,03%. Pada urutan kedua yaitu KPK sebesar 25,81%. Urutan ketiga adalah kepolisian daerah sebesar 16,13%. Kejaksaan negeri menempati urutan pertama sebagai lembaga yang menangani kasus korupsi. Tentu dapat dipahami karena kejaksaan negeri terdapat hampir di semua kabupaten dan kota seluruh Indonesia. Banyak kasus korupsi di daerah diungkap kejaksaan negeri, misalnya kasus pengadaan genset RSUD Karawang, kasus korupsi PNPM di Malili, dan proyek pengerasan jalan di kebun PTPN II distrik Sawit Sebrang. Kasus yang ditangani KPK pada tengah tahun kedua 2013 diantaranya adalah suap SKK Migas. Kasus ini telah menyeret Ketua SKK Migas, Rudi Rubiandini sebagai tersangka bersama Simon Gunawan selaku manajer operasional PT Kernel Oil dan Deviardi seorang swasta. PT Kernel Oil selalu dimenangkan dalam tender yang dilakukan SKK Migas dengan memberikan suap kepada Rudi Rubiandini. Berdasar pengembangan penyidikan akhirnya Sekjem Kementerian ESDM, Waryono Karyo juga ditetapkan sebagai tersangka. KPK masih mengembangkan kasus ini karena diduga melibatkan aktor yang
Halaman 7
sangat banyak mulai dari para bisnisman dunia perminyakan sampai politisi di DPR. Kasus ini harus menjadi momentum pengusutan mafia minyak yang selama ini bermain kotor. Kasus yang ditangani oleh kepolisian daerah diantaranya adalah kasus korupsi peningkatan jalan Kebumen yang ditangani Polda Jateng.
Kasus ini melibatkan Kepala Dinas PU Kebumen, Dwiyono bersama dua orang swasta Alwanudin Nawawi, Direktur PT Surya Buana Indah dan Heru Setiadi, Direktur PT Mega Sarana. Kasus lain adalah korupsi dana hibah Yayasan Harapan Bangsa Sejahtera yang diduga dilakukan Kadar Slamet, anggota DPRD Kota Bandung.
Tabel 5. Lembaga yang Menangani Kasus Korupsi Januari - Juli 2013 No.
Lembaga
Jumlah
Presentase
Kasus 1
KPK
2 3
Agust 2013 - Jan 2014 Jumlah Presentase Kasus
1 Tahun Terakhir Jumlah
Presentase
Kasus
13
14,78%
8
25,81%
21
17,65%
Polisi Resor
0
0,00%
1
3,23%
1
0,84%
Polisi Daerah
2
2,27%
5
16,13%
7
5,88%
0
0,00%
1
3,23%
1
0,84%
Markas Besar 4
Polisi Republik Indonesia
5
Kejaksaan Negeri
13
14,78%
9
29,03%
22
18,49%
6
Kejaksaan Tinggi
11
12,50%
4
12,90%
15
12,61%
7
Kejaksaan Agung
9
10,22%
2
6,45%
11
9,24%
40
45,45%
1
3,23%
41
34,45%
88
100,00%
31
100,00%
119
100,00%
8
Pengadilan TIPIKOR Total
KASUS - KASUS STRATEGIS A. Suap Mahkamah Konstitusi Kamis 3 Oktober 2013 Indonesia terhenyak mendengar kabar ditangkapnya Akil Mochtar, Ketua Mahkamah Konstitusi oleh KPK. Akil diduga menerima suap berkaitan dengan pilkada Gunung Mas dan Lebak yang ditangani Mahkamah Konstitusi. Akil ditetapkan menjadi tersangka beserta beberapa orang lainnya diantaranya Cherun Nisa-anggota DPR RI Fraksi Golkar,
2Halaman 8
Hambit Bintih-Bupati Gunung Mas, Cornelis Nalau-pengusaha, Tubagus Chaeri Wardana-pengusaha, Susi Tur Andayani-advokat, dan terakhir Ratu Atut Chosiyah-Gubernur Banten. Sebenarnya publik tidak benar-benar terkejut mendengar berita ditangkapnya Akil Mochtar oleh KPK. Semenjak Refly Harun menyampaikan dugaan suap di Mahkamah Konstitusi pada tahun 2010 publik banyak bertanya-tanya mengenai integritas Mahkamah Konstitusi. Mencari
titik terang dugaan suap di tubuh Mahkamah Konstitusi akhirnya dibentuklah tim investigasi. Sayangnya hasil kerja tim investigasi belum berhasil membuka tabir perilaku kotor dalam lembaga anak kandung reformasi itu. Mahkamah Konstitusi selama masa reformasi menjadi tumpuan bagi para pencari keadilan yang merasa hak konstitusionalnya tidak terjamin. Kepercayaan rakyat kepada Mahkamah Konstitusi awalnya sangat tinggi, karena integritas para hakim konstitusi dipandang sangat tinggi. Selain itu kinerja lembaga pengawal konstitusi ini dinilai luar biasa dengan seringnya mengeluarkan putusan yang bersifat terobosan demi terwujudnya keadilan substantif. Terungkapnya kasus suap Akil Mochtar menjadi pil pahit bagi Mahkamah Konstitusi. Namun, pil pahit tersebut bisa saja menyehatkan Mahkamah Konstitusi dari kebobrokan internal. Suap di Mahkamah Konstitusi berkaitan dengan sengketa hasil pemilihan umum, terlebih setelah pemilihan kepala daerah menjadi rezim pemilihan umum yang diikuti pemindahan yurisdiksi mengadili sengketa hasil pemilukada dari Mahkamah Agung kepada Mahkamah Konstitusi. Terungkapnya kasus Akil Mochtar pada dasarnya adalah peristiwa hukum biasa. Namun, ada dampak yang sangat besar karena Akil Mochtar adalah ketua Mahkamah Konstitusi. Mahkamah ini memiliki tugas dan kewenangan yang sangat besar khususnya sebagai
mahkamah politik. Modus suap yang terjadi pada kasus Akil harus menjadi perhatian. Perselisihan hasil pemilihan umum kepala daerah bisa diputus atas pengaruh suap yang dilakukan oleh aktoraktor partai politik. Pemilu sebagai upaya memilih pemimpin secara demokratis menjadi rusak akibat putusan pesanan di MK. Tentu sangat berbahaya bagi demokrasi. B. Korupsi Dinasti Banten Tubagus Chaeri Wardana seorang pengusaha yang juga adik Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus suap pilkada Lebak. Berdasarkan pengembangan penyidikan KPK juga menetapkan Ratu Atut Chosiyah sebagai tersangka dalam kasus suap ini. Tidak berhenti pada suap pilkada Lebak, KPK terus mengusut dugaan keterlibatan Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan dan Ratu Atut dalam kasus yang lain. Akhirnya KPK menetapkan Wawan dan Atut sebagai tersangka pengadaan alat kesehatan Banten. Lebih lanjut KPK juga menetapkan Wawan sebagai tersangka dalam Tindak Pidana Pencucian Uang setelah melakukan penelusuran berkoordinasi dengan PPATK. Wawan sebagai Komisaris Utama PT Bali Pacific Pragama dan Atut sebagai Gubernur Banten menjadi tersangka dalam kasus pengadaan alat kesehatan Provinsi Banten tahun anggaran 2011-2013. Atut dikenai pasal 2 ayat 1 dan atau pasal 2 UU Tipikor sedangkan Wawan dikenai pasal 2
Halaman 9
ayat 1 dan atau pasal 3 UU Tipikor. Modus yang dipakai adalah keduanya secara bersama-sama melakukan perbuatan melawan hukum dan atau penyalahgunaan kewenangan yang mengakibatkan kerugian negara. Keduanya diduga secara bersama-sama melakukan penggelembungan harga atau mark up pengadaan alat kesehatan Provinsi Banten pada tahun 2011-2013. Laporan masyarakat tentang korupsi di Banten sudah banyak disampaikan kepada penegak hukum. Bahkan ketua KPK Abraham Samad pernah menyatakan bahwa korupsi di Banten adalah kejahatan keluarga. Lebih lanjut Samad mengutarakan bahwa korupsi di Banten tidak hanya pada pengadaan alat kesehatan saja, tetapi juga pada proyekproyek infrastruktur dan bantuan sosial. Kuatnya dinasti Atut di Banten yang menguasai banyak jabatan publik disinyalir memudahkan terjadinya korupsi. Pengawasan baik internal pemerintahan maupun pengawasan eksternal seakan tidak berjalan. Keluarga Atut banyak memiliki unit usaha yang mengerjakan proyek-proyek daerah. Salah satu proyek tersebut adalah pengadaan alat kesehatan yang disidik KPK. Mencermati korupsi di Banten, Pusat Kajian Anti (PUKAT) Korupsi FH UGM melihat bahwa aparat penegak hukum perlu untuk menyelidiki kemungkinan dinasti lain baik di tingkat nasional maupun di daerah yang melakukan kejahatan korupsi dengan pola serupa.
2 Halaman 10
Dinasti politik baik di tingkat nasional dan daerah potensial memicu terjadinya korupsi yang massif karena berkumpulnya kekuasaan pada segelintir orang. Korupsi cenderung berbahaya dan semakin mematikan apabila dilakukan oleh sebuah dinasti. PUKAT Korupsi FH UGM mencermati berbagai kasus korupsi yang dilakukan dinasiti politik. Korupsi oleh dinasti jauh lebih berbahaya karena dilakukan dalam beberapa pola: 1. Pengisian jabatan pemerintahan. Awalnya untuk suatu jabatan, pengisian dilakukan tidak berdasarkan kapasitas dan kebutuhan, tetapi jabatan diberikan kepada orang-orang yang memiliki hubungan keluarga atau berasal dari kelompoknya sendiri. Walaupun hal ini belum tentu korupsi, tetapi bisa merupakan nepotisme. Lebih berbahaya lagi adalah dikemudian hari kekuasaan dalam jabatan tersebut bisa digunakan untuk kepentingan pemberi karena hutang budi. Contoh yang banyak terjadi adalah pengisian jabatan kepada dinas oleh kepala daerah. 2. Matinya fungsi checks and balances. Apabila jabatan-jabatan yang saling terkait diduduki oleh orang yang memiliki hubungan darah atau semenda, tentu bisa timbul kemungkinan lemahnya fungsi checks and balances. Misalnya adalah suami sebagai ketua DPRD sedangkan isterinya seorang bupati. 3. Penentuan penerima pekerjaan pengadaan barang dan jasa.
Pola korupsi oleh sebuah dinasti banyak dilakukan dengan memberikan pekerjaan barang dan jasa kepada unit usaha yang dimiliki oleh keluarga. Kasus korupsi alat kesehatan di Banten dicurigai termasuk dalam pola ini. 4. Membentuk lembaga fiktif yang akan menerima dana publik. Dana hibah dan dana bantuan sosial termasuk yang sering digunakan oleh para kepala daerah untuk kepentingannya sendiri. Ada yang berupa korupsi kebijakan, maksudnya adalah penyalurannya benar tetapi diberikan hanya kepada kelompoknya sendiri untuk tujuan politik. Selain itu juga sering ditemukan dibentuknya lembaga fiktif untuk menerima dana tersebut.
dalam upaya pemberantasan korupsi khususnya di Yogyakarta. Sejauh ini belum pernah ada kasus korupsi yang jumlah kerugiannya besar maupun pelakunya berasal dari pejabat maupun tokoh penting diproses oleh penegak hukum di DIY. Kasus ini menjadi bukti bahwa penegakan hukum tidak memandang kedudukan maupun asal usul orang yang disangka menjadi pelaku.
C. Dana Hibah Persiba Bantul
Kejaksaan Tinggi DIY terus melakukan pemeriksaan saksi-saksi dan mengumpulkan alat bukti. Kerja penyidik tentu harus didukung selama profesional sesuai aturan. Melihat keterangan Kejaksaan Tinggi DIY dalam berbagai kesempatan di media massa, terlihat Kejaksaan Tinggi DIY telah mendapatkan cukup alat bukti. Minimal dari dua hal saja yaitu keterangan para saksi dalam pemeriksaan dan surat-surat yang berkaitan dengan dana hibah persiba, yang sejauh ini sudah diperoleh penyidik nantinya dapat menjadi alat bukti di depan pengadilan sesuai KUHAP. Jadi tidak ada alasan untuk tidak segera menuntaskan kasus dana hibah Persiba.
Kasus korupsi dana hibah Persiba Bantul diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp 12,5 miliar. Kasus ini telah menyeret Idham Samawi mantan Bupati Bantul dan Edi Bowo Nurcahyo mantan Kepala Kantor Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Bantul sebagai tersangka sejak Juli 2013. Kerja penegakan hukum oleh Kejaksaan Tinggi DIY ini menjadi penting
Melihat perkembangan kasus ini PUKAT Korupsi FH UGM mendesak Kejaksaan Tinggi DIY untuk segera menuntaskan dan melimpahkannya kepada pengadilan. Kejaksaan Tinggi DIY harus menjadikan kasus ini sebagai prioritas, karena kasus ini menimbulkan kerugian negara yang besar dan telah menjadi perhatian masyarakat luas. Profesionalitas dan integritas
5. Menerima dana publik melalui lembaga resmi tetapi dengan cara melawan hukum. Model lain dari upaya memperoleh dana publik adalah dibentuk lembaga resmi yang tujuannya tidak lebih dari menerima dana publik sedangkan prosedur penyalurannya banyak yang melawan hukum.
Halaman 11
Kejaksaan Tinggi DIY akan dilihat dari penuntasan kasus dana hibah Persiba ini.
PREDIKSI TREND KORUPSI TAHUN 2014 Tahun 2014 adalah tahun politik. Berdasarkan pengalaman kasus Akil Mochtar, maka harus tetap diwaspadai adanya pemanfaatan MK sebagai pengadilan politik. Demokrasi terancam apabila mahkamah ini tidak terjaga integritasnya. Secara tata kelola tentu kualitas MK patut diapresiasi, tetapi integritas hakim konstitusi harus senantiasa dijaga. Selain mengadili perselisihan hasil pemilihan umum MK masih memiliki kewenangan lain, yaitu menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, memutus pembubaran partai politik. Selain itu MK juga memiliki kewajiban untuk memutus pendapat DPR dalam pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden. Lembaga yang memiliki kewenangan dan kewajiban sangat besar ini harus dikawal integritasnya oleh publik. Tahun 2014 akan diselenggarakan pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, DPD, dan DPRD. Selain itu juga akan dilaksanakan pemilihan umum presiden. Terdapat diantara anggota legislatif yang kembali mencalonkan diri.
2 Halaman 12
Akhir 2013 sudah mulai tahapan pemilihan umum. Kinerja legislasi tidak lagi bisa diharapkan baik, karena fokus mereka adalah upaya pemenangan dalam pemilihan umum mendatang. Tidak hanya anggota legislatif, dalam jajaran eksekutif juga sudah terlihat aktif bergerilya menyambut pemenangan pemilu. Tentu keadaan ini praktis mengganggu jalannya roda pemerintahan. Para pemimpin tidak lagi bekerja memperhatikan rakyatnya, tetapi memperjuangkan kelompok dan partainya sendiri. Salah satu yang perlu diperhatikan menjelang pemilihan umum adalah pendanaan partai politik yang berasal dari sumber tidak sah, khususnya korupsi. Selain itu juga sangat mungkin akan banyak fasilitas negara yang digunakan dalam upaya pemenangan pemilu oleh para pejabat negara. Sebagai perhatian, selama ini ditengarai BUMN banyak dijadikan sebagai sapi perahan partai politik maupun pejabat negara. Pasal 40 ayat (3) huruf (d) UU Partai Politik melarang partai politik meminta atau menerima dana dari badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan badan usaha milik desa atau sebutan lainnya. Namun, dari kasus Hambalang bisa menjadi pelajaran model korupsi politik menggunakan BUMN. Mulai dari yang paling sederhana adalah BUMN dimintai sejumlah uang tertentu oleh para politisi atas pekerjaan yang berjalan atas bantuan pengaturan politisi tersebut.
Menjelang pemilihan umum perlu diwaspadai pendanaan politik yang tidak sah berasal dari korupsi berbagai sektor. Pendanaan politik dari sumber tidak sah biasanya juga akan dibelanjakan pada pos pembiayaan tidak sah seperti politik uang. Beberapa sektor yang rawan mulai dari korupsi perbankan, pengadaan barang dan jasa, penerimaan dan belanja negara, BUMN, pekerjaan umum, pajak, dan cukai. Saat ini sedang berlangsung upaya untuk menjadikan BUMN kekayaan negara yang dipisahkan, salah satunya melalui judicial review UU Keuangan Negara dan UU Perbendaharaan Negara. Apabila upaya ini berhasil tentu perampokan BUMN tidak lagi menjadi rezim korupsi. Sektor lain yang sering disinyalir sebagai pundi-pundi pendanaan politik adalah sektor perbankan. Menjelang pemilu 2004 dan pemilu 2009 selalu terjadi korupsi di sektor ini sehingga perlu diwaspadai.
umum mendatang. Bisa dibayangkan apabila orang yang memiliki masalah hukum belum tuntas setelah terpilih menjadi anggota legislatif kemudian divonis bersalah. Meskipun bisa dilakukan mekanisme penggantian antar waktu, tentu publik akan dirugikan karena sudah memilih. Oleh karena itulah penting bagi penegak hukum untuk menjadikan kasuskasus ini sebagai prioritas untuk diselesaikan.
Beberapa kasus besar yang belum selesai pada 2014 bisa menjadi komoditas politik. Kasus Century, Hambalang, dan kasus Migas harus menjadi prioritas agar bisa diselesaikan segera. Semakin lama kasuskasus ini tidak tuntas, maka akan terus menjadi hutang para penegak hukum. Orang yang bermasalah hukum banyak yang akan maju lagi menjadi anggota legislatif. Bagi yang diduga terlibat, penyelesaian kasus akan memberikan kejelasan dan kepastian. Bagi publik, penuntasan kasus akan membuat jelas siapa saja yang memiliki masalah hukum dan masih akan maju dalam pemilihan
Halaman 13
PENUTUP Pada tengah tahun kedua 2013 aktor korupsi didominasi swasta, pemerintah daerah, dan BUMN. Sedangkan sektor pengadaan barang dan jasa menduduki tempat teratas. Modus merugikan keungan negera disusul suap menyuap menempati urutan teratas pada periode ini. Adapun jumlah kerugian negara terbanyak antara 1-10 miliar disusul jumlah dibawah 1 miliar. Lembaga yang menangani terbanyak adalah kejaksaan disusul KPK dan kepolisian. Terlihat jelas betapa mengguritanya tindak pidana korupsi. Upaya pemberantasan korupsi harus dilakukan secara luar biasa, terencana, dan terintegrasi. Tidak kalah penting adalah pemberantasan korupsi harus menjadi gerakan seluruh elemen bangsa mengingat korupsi bukan masalah hukum semata. Keterlibatan masyarakat luas menjadi salah satu kunci keberhasilan pemberantasan korupsi.Yogyakarta, 23 Januari 2014
Salam antikorupsi, Pusat Kajian Anti (PUKAT) Korupsi Fakultas Hukum UGM Zainal Arifin Mochtar Hasrul Halili Totok Dwi Diantoro Oce Madril Hifdzil Alim Zaenur Rohman (081802662584) Fariz Fachriyan
2 Halaman 14