ISBN 978-602-9019-07-0
Kesi Widjajanti
Kajian teoritik
TRANSFORMASI ORGANISASIONAL PRIVATISASI BUMN
1
KATA PENGANTAR
Allhamdulillahi Robbil alamin, Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan, buku KAJIAN TEORITIK TRANSFORMASI ORGANISASIONAL
PRIVATISASI BUMN telah dapat diselesaikan
penulisannya. Buku ini berdasarkan kajian literatur disertasi penulis selama belajar di Program Doktor dan diperkaya dengan berbagai sumber. Transformasi sebuah organisasi membawa konsekuensi pada kinerja perusahaan. Sukses transformasi perusahaan tentu saja banyak ditentukan oleh strategi yang dilakukan dalam mencapai tujuannya. Buku ini mengkaji literatur untuk mendukung pengembangan model konseptuan teoritik yang
membahas transformasi organisasional, pembelajaran
organisasional, corporate entrepreneurship, keunggulan daya saing, dan kinerja perusahaan. Harapan penulis semoga dapat digunakan untuk menambah ilmu pengetahuan bagi para mahasiswa, peneliti, praktisi, dan pengambil keputusan untuk merespon proses perubahan yang semakin cepat Ucapan terima kasih kami haturkan kepada Prof. Dr.H. Sugeng Wahyudi. MM ,Dr. H.M.Chabachib, M.Si,Akt dan Prof. Dr.Augusty Tae Ferdinand, MBA, dari Universitas Diponegoro atas bimbingan dan kerjasamanya selama penulis melakukan
2
penelitian dalam program Doktor di Universitas Diponegoro. Penulis juga berterimakasih kepada teman-teman yang telah membantu menyelesaikan buku ini. Kami menyadari , ketidak sempurnaan dari buku ini, oleh karena itu mohon saran dan kritik dari pembaca, dengan harapan semoga buku ini dapat memberi manfaat pada pengembangan ilmu manajemen dibidang manajemen stratejik. Semoga Allah SWT, selalu memberikan petunjuk dan memudahkan kita semua. AMIN
Semarang, Agustus 2010 Penulis
3
BAB I PENDAHULUAN Kehidupan manusia modern tak bisa dilepaskan dari peranan organisasi. Untuk mencapai berbagai sasaran yang telah ditentukan, setiap organisasi memerlukan strategi. Pada umumnya pencapaian sasaran melibatkan berbagai unsur
perusahaan
seperti
tingkat
keuntungan,
keunggulan
kompetitif,
pengembangan para karyawan dan juga yang menyangkut berbagai aspek hasil karya para anggota organisasi. Manajemen stratejik bukan tugas dari sekelompok orang yang berada di dalam organisasi, melainkan sebagai metode berpikir yang sebaiknya dimiliki oleh setiap karyawan di organisasi tersebut. Hamel dan Prahalad (1994) berpandangan, bahwa organisasi perusahaan lebih bermanfaat jika dilihat sebagai himpunan kompetensi daripada dilihat sebagai himpunan unit usaha organisasi. Perusahaan harus berusaha menciptakan lingkungan atau dimensi persaingan baru, bila perlu selalu berlomba menentukan aturan main yang baru. Untuk dapat bertahan di lingkungan yang lebih kompetitif, perusahaan perlu menerapkan strategi , yang sebelumnya dirumuskan terlebih dahulu melalui analisis eksternal dan internal. Strategi adalah sesuatu yang dinamis, maka aspek pembelajaran menjadi vital. Strategi sering sekali disama artikan dengan keefektifan operasional. Sebagaimana yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli bahwa yang dimaksud dengan strategi bisnis ialah suatu keputusan dasar yang diambil oleh manajemen puncak yang menentukan dalam bidang usaha apa
4
organisasi akan bergerak sekarang dan dalam bidang bisnis apa organisasi akan bergerak di masa yang akan datang . Pearce dan Robinson (1997) menyebut enam ciri strategic issues, yaitu : membutuhkan keputusan manajemen puncak, melibatkan alokasi sumber daya yang cukup besar, kemungkinan menimbulkan dampak yang berarti terhadap kemajuan organisasi, berkiblat ke masa depan dan perumusannya membutuhkan pertimbangan faktor-faktor di luar organisasi. Menurut Porter (1996), ada hubungan antara strategi dan daya saing. Strategi melibatkan pilihan-pilihan yang sulit (trade-off) , dan berurusan dengan upaya untuk menjadi berbeda (to be different), dan sering berkaitan dengan yang harus dikerjakan (what to do). Strategi adalah lebih dari sekedar meningkatkan efisiensi. Sementara Hax dan Majluf (1996) menyebut ada empat sumber dari daya saing perusahaan yaitu : kompetensi yang unik, keberlanjutan dan kemampuan memanfaatkan potensi . Kompetensi unik hanya muncul apabila organisasi melakukan investasi pada asset yang berdaya tahan, spesialisasi, dan sulit ditukar-tukar. Sumber daya organisasi yang paling berharga, dan jarang, sulit ditiru dan tidak mudah tergantikan adalah “sumber daya” . Pelaksanaan strategi yang diterjemahkan ke dalam program kerja, salah satunya harus dibangun arsitektur organisasional. Arsitekstur organisasi berkaitan dengan tiga hal dasar, yaitu siapa yang mempunyai kewenangan untuk memutuskan tentang hal apa (distribution of authority), siapa meberi kontribusi apa dan bagaimana mengukurnya (performance appraisal), dan siapa memperoleh apa dan berapa banyak (reward system). Beberapa faktor yang mempengaruhi
5
pelaksanaan strategi, seperti : faktor kepemimpinan, faktor komunikasi dalam organisasi, faktor struktur organisasi, faktor konflik, sistem imbalan, sistem control, dan faktor sumber daya manusia. Yang penting, organisasi harus memiliki komitmen yang tinggi terhadap proses pembelajaran terus-menerus. Perusahaan BUMN umumnya perusahaan dengan karakteristik struktur organisasi hierarkis dengan kewenangan sentralistik. Kewenangan sentralistik memberikan derajat otonomi yang rendah sehingga tidak menstimulus timbulnya kreativitas, dan inovasi. Kurangnya inovasi, terutama dalam menghadapi perubahan perubahan pasar, menyebabkan perusahaan tidak kompetitif (Barney, 2002). Privatisasi dilakukan oleh berbagai negara sebagai strategi yang dianggap dapat memperbaiki kinerja BUMN. Privatisasi telah menjadi suatu strategi dalam pengembangan ekonomi baik di negara maju maupun negara berkembang. Tuntutan untuk melakukan privatissai berasal dari lingkungan eksternal dan internal.
Desakan
lembaga-lembaga keuangan
multiteral
dan
keharusan
meningkatkan efisiensi memainkan peran penting dalam pelaksanaan berbagai kebijakan privatisasi di banyak negara. Studi di berbagai negara menunjukkan bahwa terdapat berbagai variasi tujuan privatisasi perusahaan (De Castro & Uhlenbruck,1997;Drum,1993). Namun, secara umum motif privatisasi perusahaan ditujukan karena adanya kepercayaan bahwa kekuatan sistem pasar dapat dipakai sebagai penentu evolusi paling baik untuk penciptaan dan pemerataan kesejahteraan. Privatisasi dipercaya
6
sebagai strategi jika dapat meningkatkan efisiensi dan menciptakan harga murah bagi konsumen (Stiglitz,2002). Kekuatan pasar akan memaksa perusahaan untuk melakukan perkembangan budaya untuk menerima risiko yang berkaitan dengan keinginan inovasi dan diharapkan dapat merubah dinamika keunggulan secara global (Zahra & Fescina,1991; Zahra,1995). Tujuan perusahaan
melakukan
privatisasi secara umum adalah meningkatkan kompetisi, menurunkan biaya, meningkatkan produktivitas, mengumpulkan dana, memperbaiki pasar modal, meningkatkan efisiensi, meningkatkan kemajuan teknologi, dan memperbaiki standar hidup serta kualitas ( Zahra, 2000). Perusahaan yang diprivatisasi akan meningkatkan posisi kompetitifnya dengan membangun inovasi melalui peningkatan knowledge yang berhubungan dengan produk dan pasar. Keinginan untuk menciptakan kreatifitas dalam mendorong inovasi ini dapat terwujud melalui pembelajaran yang ada di dalam organisasi. Terdapat beberapa pandangan dari beberapa ahli diantaranya, berpendapat bahwa privatisasi dapat menciptakan nilai jika ada proses transformasi yang dapat mendorong pembelajaran organisasional. Implikasi secara manajerial transformasi organisasional mempunyai dampak positip terhadap pembelajaran ke arah orientasi inovasi dalam pengembangan corporate entretreneurship. Transformasi organisasional setelah privatisasi terdiri dari perubahan dimensi strategi, struktur, insentif manajerial, budaya perusahaan dan informasi. Sementara strategi transformasi yang mengiringi perusahaan dilakukan melalui management of change baik pada sisi
7
”pemilik” maupun ”manajemen ”sebagai pengelola usaha. Perubahan pada sisi pemilik terutama menyangkut sikap dan perilaku pembina untuk memperlakukan perusahaan sebagai layaknya suatu korporasi, yang mempunyai tujuan stratejik. Sedangkan perubahan pada sisi manajemen ditujukan pada sikap dan perilaku manajemen dalam bersaing menghadapi pasar untuk membangun budaya usaha (corporate culture) yang kompetitif serta bersikap inovatif dan kreatif dengan memperhatikan peningkatan kompetensi organisasional. Perubahan
manajemen
tersebut
dimaksudkan
untuk
menciptakan
kesamaan visi, misi, dan persepsi antara prinsipal dan agen. Adanya persamaan persepsi atas kegiatan dan sasaran usaha akan berpengaruh positif terhadap keunggulan daya saing perusahaan. Daya saing akan terwujud
dengan
memperhatian aktivitas dan orientasi yang bersifat entrepreneurial dalam organisasi ke arah
corporate entrepreneurship
yang didukung oleh proses
pembelajaran organisasional (Jacobs, 1991; Zahra, 2000). Banyak penelitian yang mengungkapkan bahwa proses transformasi organisasional sangat sulit dilakukan dengan keberadaan birokrasi institusional dan system operasi yang ada di BUMN. Berdasarkan fenomena yang ada terdapat berbagai hasil, sebagian menyebutkan transformasi organisasional tidak dapat meningkatkan kinerja, namun sebagian menyebutkan transformasi dapat meningkatkan kinerja.Perbedaan hasil ini sebagai “fenomena gap” yang akan dianalisis lebih lanjut untuk menjawab permasalahan-permasalahan di BUMN.
8
Keterkaitan privatisasi yang lebih berfokus pada Kajian teoritik yang mengintegrasi adanya “kinerja proses” sebagai mediasi untuk menghasilkan “kinerja akhir” suatu perusahaan perlu dikaji untuk membangun suatu konsep model teori dasar sebagai landasan dalam membuat model empirik. Privatisasi BUMN telah banyak dibahas oleh banyak peneliti untuk melakukan penelitian, namun penelitian yang mengkaitkan dampak dari transformasi organisasional privatisasi BUMN belum banyak dilakukan. Transformasi organisasi beserta konsekuensinya perlu dipahami sehingga langkah-langkah penting yang dilakukan perusahaan dalam mewujudkan suatu strategi jangka panjang akan memberikan arahan besar mengenai tujuan akhir perusahaan. Perusahaan yang di privatisasi akan menjadi perusahaaan baru yang lebih berorientasi pada langkah “stratejik” dalam mencapai tingkat efisiensi optimal dan keunggulan daya saing. Orientasi stratejik ke arah peningkatan kinerja dicapai melalui peningkatan pembelajaran dan peningkatan jiwa entrepreneurship. Kajian literatur sangat penting untuk mendukung pengembangan model konseptual teoritik dan model empirik. Secara konseptual, diajukan tiga proposisi, dimana
proposisi
pertama
membahas
hubungan
antara
transformasi
organisasional, pembelajaran organisasional dan corporate entrepreneurship . Sementara proposisi kedua membahas keunggulan daya saing yang berkaitan dengan hubungan corporate entrepreneurship dan selanjutnya proposisi ketiga
9
membahas kinerja perusahaan. Dari telaah ketiga proposisi tersebut menghasilkan konsep The Proposesd Grand Theoretical Model . Pengujian hipotesis yang berasal dari ketiga proposisi tersebut menghasilkan Emperical Research Model penelitian. Studi ini merupakan studi yang
lebih
meningkatkan
menjelaskan kinerja
bagaimana
perusahaan
transformasi
yang
organisasional
mengkaitkan
peran
dapat
corporate
entrepreneurship melalui bangunan model teoritik dan pengujian empirik dengan menggunakan pendekatan Resource Based View dan teori Organizational Learning.
BAB II RASIONALITAS PRIVATISASI
2. 1. Pendekatan Teoritik Penelitian privatisasi telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya (Ramamurti 2000, Dharwadkar 2000, Doh 2000; Fahy 2003, Zahra 2000, Antoncic B ,2003, Newman 2000) dengan menggunakan berbagai dasar pendekatan teori . Untuk pengembangan model konseptual teoritik dan model penelitian empirik, studi ini menggunakan dua pendekatan teori yaitu Resource Based View dan Organizational learning yang mendasari penjelasan transformasi
10
organisasional menuju peningkatan kinerja pada perusahaan privatisasi BUMN. Secara lebih rinci diuraikan sebagai berikut :
2.1.1 Resource-based View Resource-based View adalah sebagai pendekatan yang digunakan untuk membahas
sumber daya dan kapabilitas perusahaan privatisasi dalam mengambil
keuntungan peluang pasar yang berkelanjutan dan sebagai pendekatan untuk menjustifikasi prediksi faktor faktor yang berperan dalam menciptakan keunggulan daya saing. Pandangan ini menjelaskan bagaimana perusahaan mengembangkan sumber dayanya
untuk
meningkatkan
kinerja
perusahaan
melalui
proses
corporate
entrepreneurship. Sebagaimana dikemukakan oleh Barney (2002), Wenerfelt (2000),
Teece (1997) bahwa Resource-based View merupakan pendekatan perusahaan dalam pencapaian keunggulan daya saing berkelanjutan berbasis sumber daya. Sementara Wenerfelt (1984) mengemukakan bahwa sumber daya dan kapabilitas suatu perusahaan itu berbeda. Perbedaan tersebut disebabkan adanya perbedaan nilai, kelangkaan, perbedaan kemampuan untuk tidak dapat dipalsukan, dan perbedaan kemampuan untuk digantikan (value, rareness, inimitability dan substitutability). Selanjutnya Barney (1991) dan Teece (1986) mengemukakan bahwa sumber daya yang langka dan “immobile” merupakan sumber daya untuk mendukung peluang peluang bisnis.
11
Perusahaan yang mendayagunakan sumber daya yang langka dan berharga, tentunya harus memiliki ‘resource position barries’ guna menghindari peniruan dari perusahaan lain (Wernefelt,1989). Hal ini menunjukkan bahwa untuk mempertahankan competitive advantage dalam jangka waktu
tertentu,
dibutuhkan suatu mekanisme yang dapat menghindari terjadinya peniruan (Lippman&Rumelt,1982). Pendapat tersebut didukung Penrose (1959) yang mengemukakan bahwa keragaman kapabilitas inilah yang menjadikan perusahaan mempunyai karakteristik yang unik, sebagai esensi dari keunggulan daya saing. Teori pandangan Resource-based biasanya dinyatakan sebagai pendekatan strategi dengan dua pandangan yang berbeda, yaitu kecenderungan pandangan yang mengarah bahwa kapabilitas yang merupakan inti posisi competitive tetapi tetap dipengaruhi oleh kekuatan pasar (Prahalad&Hamel,1990). Pandangan resources-based secara tidak langsung menyarankan
pada perusahaan untuk
memfokuskan pemanfaatan sumber daya yang lebih efisien . Unsur dasar resource base view khususnya mengidentifikasi sumber daya yang ada di perusahaan yang tidak dapat ditiru yang akan mengalami erosi oleh persaingan yang terlalu banyak (Schumpeter,1934). Sumber daya harus dikembangkan terus menerus (Grant, 1991) untuk menyusun organisasi yang berparadigma ke perubahan pasar (Cyert dan March 1963,Moorman dan Miner 1997). Proses dinamik dari pengembangan sumber daya yang memberikan hasil secara terus menerus digambarkan memerlukan inovasi (Hunt,1997). Beberapa
12
kajian literatur mengemukakan bahwa sumber daya perusahaan berhubungan pada keunggulan daya saing (Teece, Pisano,Schuen.1977). Walaupun penelitian
terdahulu telah banyak memfokuskan pada isu
sumber daya dalam penciptaan keunggulan daya saing, perspektif resource base view belum cukup banyak digunakan pada transformasi menuju penciptaan corporate entrepreneurship. Sebagaian besar penelitian tampaknya berkonsentrasi pada peningkatan keunggulan daya saing berbasis sumber daya yang ada pada perusahaan ( Wiklund, 1999; Zajac et al, 1991). Pertanyaan kritikal yang belum terjawab adalah
bagaimana sumber daya dapat berkontribusi pada kinerja
perusahaan melalui aktivitas aktivitas entrepreneurial di corporate. Untuk menjawab pertanyaan tersebut diperlukan pandangan tidak hanya perhatian pada posisi ”sumber daya” nya sendiri, tetapi juga berkaitan dengan ”proses manajerial” dari sumber daya-nya. Secara mutlak, Resource Based View juga mengundang
perhatian
strategi
manajerial
dan
strategi
praktis
untuk
pengembangan keunggulan daya saing dan penciptaan kekayaan yang baru bagi perusahaan (Ireland et al, 2003; Priem & Butler,2001;Teecee et al, 1997). Sebagaimana pendapat penelitian terdahulu bahwa sumber daya yang langka merupakan sumber keunggulan daya saing perusahaan. Sumber daya perusahaan lebih memungkinkan menjadi sumber kompetitif atau mempunyai keunggulan secara entrepreneurial jika perusahaan dapat mengerjakan dengan eksploitasi sumberdaya melalui proses bisnis dan manajemen praktis (Baden-Fuller, 1995; Ray et al,2004). Pendapat ini didukung
13
oleh Ireland (2003) yang mengemukakan bahwa jika perusahaan dapat mengatur sumber daya dan kapabilitas secara stratejik dan terstruktur dapat meningkatkan keunggulan daya saingnya. Manajemen dari berbagai sumber daya sebagai posisi yang
mengangkat
suatu
motif
inti
dari
proses
penciptaan
corporate
entrepreneurship. Penciptaan proses corporate entrepreneurship
memerlukan beberapa
langkah yang harus dilakukan, seperti peluang invention pencarian
informasi,
akusisi,
dan
akumulasi
Venkataraman,2000; Ucbasaran et al, 2001).
sumber
dan innovation daya
(Shane
&
Dengan berbasis sumber daya,
penelitian ini memfokuskan pada proses penciptaan keunggulan daya saing dan nilai baru perusahaan melalui akusisi dan akumulasi berbagai macam sumber daya yang
pada hakekatnya dihubungkan dengan pandangan resource base
perusahaan. Pandangan ini menekankan bahwa sumber daya dan kapabilitas perusahaan adalah sebagai asas fundamental yang menentukan perbedaan dalam hal kinerja perusahaan dan penciptaan kekayaaan perusahaan (Galunic & Rodan, 1998; Teece et al,1997). Walaupun gagasan tersebut berasal dari stratejik manajemen, Resource Based View juga akan menjadi makin bertambah digunakan pada penelitian entrepreneurship untuk mengidentifikasi dan menjelaskan perbedaan kinerja di antara perusahaan yang dikaitkan dengan kemampuan entrepreneurial dalam organisasi (Barnett et al, 1994; Ireland et al, 2003). Sebagaimana pendapat Teecee
14
(1997) bahwa keunggulan daya saing perusahaan mengalir dengan menyandarkan dari sumber daya. Keunggulan daya saing yang dibangun berdasarkan sumber daya merupakan sumber yang terpenting untuk peningkatan kinerja. Pendapat ini didukung oleh Ireland (2003) bahwa sumber daya yang lebih bernilai, langka, imperfectly imitable dan non substitutable dibandingkan pesaing merupakan sumber yang penting pada peningkatan keunggulan daya saing. Dengan merancang organisasional yang berdasar pandangan Resource Based View, diharapkan dapat menstimulasi inovasi perusahaan setelah privatisasi. Karakteristik perusahaan BUMN, secara umum mempunyai keterbatasan sumber daya manusia, keterbatasan mobilitas organisasi, lack of property right, serta perencanaan dibuat secara sentralistik dengan tingkat prosedural yang tinggi dan
dispesialiskan secara fungsional (Makhija,2002). Perusahaan yang
menerapkan perencanaan sentralistik akan menerapkan pengambilan keputusan secara sentralistik pula, yang berarti bahwa perencanaan yang dibuat tidak berorientasi pada pasar dan tidak memperhatikan permintaan pasar. Oleh karena itu, perencanaannya menjadi kurang kompetitif (Porter, 1995). Perusahaan
BUMN
yang
diprivatisasi
memungkinkan
untuk
meningkatkan posisi kompetitif melalui perencanaan perencanaan secara desentralistik yang berorientasi pada pasar . Oleh karena itu, perilaku manajer di perusahaan BUMN akan berbeda pada perusahaan BUMN privatisasi. Sebagaimana dikemukakan Makhija bahwa secara umum di perusahaan BUMN
15
peranan manajer secara individual dibatasi, tidak mempunyai keputusan secara indipenden sehingga akan mempengaruhi perilaku dalam menciptakan inovasi. Perilaku manajerial yang kurang kreatif dan inovatif, terutama dalam hal kurang proaktif, tidak menyukai risiko, dan kurang entrepreneurial, menyebabkan mereka tidak mempunyai sifat sifat seperti rare, valuable , inimitable atau non sustitutabel, yang penting untuk daya saing perusahaan ( Barney, 2002 ). Dalam meningkatkan kapabilitas kompetitif, perusahaan memungkinkan untuk berupaya lebih menuju perubahan, dari perilaku yang bersifat birokratis ke arah perilaku yang lebih bersifat entrepreneurial
dengan tetap memperhatikan
kemampuan sumber daya-nya. Peningkatan produktifitas untuk mencapai efisiensi dapat dicapai melalui transfer sumber daya pengetahuan baru dan transfer keahlian baru yang berasal dari
perusahaan
swasta.
Untuk
menjustifikasi
peranan
transformasi
organisasional pada perusahaan privatisasi yang terkait dengan merubah perilaku BUMN dalam mentransformasi sumber daya-nya menjadi sumber daya yang mempunyai keunggulan entrepreneurial yang dapat menciptakan corporate entrepreneurship, pendekatan Resource-based View relevan digunakan untuk mendasari penelitian ini. Implikasi pandangan resources based pada kebijakan privatisasi akan menjadi dasar pembentukan strategi yang digunakan perusahaan dalam mendorong orientasi pengembangan corporate entrepreneurship yang bertujuan memaksimalkan posisi kompetitif dalam rangka merespon privatisasi. Resource
16
Based View sebagai dasar penjelasan pengujian hubungan antara transformasi organisasional dan kinerja yang mengkaitkan proses corporate entrepreneurship .
2.1.2 Organizational Learning Theory Pembelajaran menurut pandangan klasik adalah suatu proses dimana pembelajaran individual untuk menghubungkan nilai informasi dari stimulus yang sifatnya netral ke stimulus yang tidak secara alami menyebabkan adanya respon (Hellriegel, Slocum Jr, Woodman, 2001). Teori organizational learning memberikan suatu dasar yang kuat untuk memprediksi peranan pembelajaran dalam menghasilkan inovasi organisasi sehingga tercapai keunggulan daya saing. Teori ini juga memberikan penjelasan tentang proses proses yang terjadi sebelum pengembangan inovasi organisasi. Sebagaimana dijelaskan pada penelitian terdahulu yang berkaitan dengan strategic management pada level perusahaan, menunjukkan bahwa pembelajaran merupakan suatu kekuatan dalam memotivasi pencapaian keuntungan bersaing. Beberapa peneliti berpendapat bahwa pembelajaran dapat menjadi penentu yang penting dalam memotivasi keberhasilan international joint ventures (Hamel, 1991;Inkpen,1995,1996). Pendapat ini didukung oleh Harper (1996) dan Cooke (1996) bahwa kapabilitas pembelajaran perusahaan mempunyai peranan yang penting dalam penciptaan inovasi perusahaan. Motif perusahaan diprivatisasi dapat dijelaskan dengan Resource-based dan teori organizational learning, yang menggambarkan bagaimana hubungan
17
transformasi organisasional dalam menciptakan keunggulan daya saing dapat dikembangkan secara lebih baik. Setelah perusahaan melakukan privatisasi, akan tercipta kondisi yang dapat memberi stimulus terjadinya pembelajaran organisasional. Kesuksesan transformasi diindikasikan bahwa perusahaan privatisasi BUMN dapat membuat strategic choices dalam membuat keputusan manajemen tentang kebijaksanan aktivitas aktivitas entrepreneurial. Menurut Cragg (1999) bahwa manajer perusahaan
BUMN mempunyai keterbatasan
keterbatasan dalam hal yang berkaitan dengan inisiatif, implementasi perubahan perubahan strategic, dan adanya ketidakleluasaan dalam birokrasi dan pengawasan keuangan. Setelah dilakukan privatisasi, banyak
perusahaan akan lebih
mengarah pada perencanaan dan pengembangan strategi yang
berdasarkan analisis pasar dan analisis industri, kebijaksanaan kebijaksanaan yang lebih mengarah kepada tujuan, struktur, dan proses organisasional, serta peningkatan incentive yang lebih tinggi untuk aktivitas-aktivitas dalam meningkatkan nilai pemegang saham (Zahra,2000). Perusahaan BUMN umumnya perusahaan dengan karakteristik struktur organisasi hierarkis dengan kewenangan sentralistik. Kewenangan sentralistik memberikan derajat otonomi yang rendah sehingga tidak menstimulus timbulnya kreativitas, dan inovasi. Kurangnya inovasi, terutama dalam menghadapi perubahan perubahan pasar, menyebabkan perusahaan tidak kompetitif (Barney, 2002). Perusahaan yang diprivatisasi akan meningkatkan posisi kompetitifnya
18
dengan membangun inovasi melalui peningkatan knowledge yang berhubungan dengan produk dan pasar. Strategi transformasi yang mengiringi perusahaan privatisasi dilakukan melalui management of change baik pada sisi pemerintah sebagai pemilik maupun BUMN sebagai pengelola usaha. Perubahan pada sisi pemerintah terutama menyangkut sikap dan perilaku pembina untuk memperlakukan BUMN sebagai layaknya suatu korporasi, daripada sebagai lembaga pemerintah atau perpanjangan tangan pemerintah. Sedangkan perubahan pada sisi manajemen BUMN ditujukan pada
sikap dan perilaku manajemen sebagai wirausaha,
bersaing menghadapi pasar untuk membangun budaya usaha (corporate culture) yang kompetitif serta bersikap inovatif dan kreatif dengan memperhatikan peningkatan kompetensi organisasional. Perubahan
manajemen
tersebut
dimaksudkan
untuk
menciptakan
kesamaan visi, misi, dan persepsi antara prinsipal dan agen. Adanya persamaan persepsi atas kegiatan dan sasaran usaha BUMN akan berpengaruh positif terhadap keunggulan daya saing perusahaan. Daya saing akan terwujud dengan memperhatian aktivitas dan orientasi yang bersifat entrepreneurial dalam organisasi ke arah
corporate entrepreneurship
yang didukung oleh proses
pembelajaran organisasional (Jacobs, 1991; Zahra, 2000).
19
BAB III PENGEMBANGAN PROPOSISI
Pada bab ini diuraikan kajian literatur untuk mengembangkan proposisi dengan menggunakan pendekatan teori Resource Based View dan Organizational Learning. Berdasarkan rasionalitas teori yang telah diuraikan di bab sebelumnya, diajukan tiga proposisi. Proposisi pertama adalah proposisi Transformasi Organisasional yang membahas hubungan antara transformasi organisasional, pembelajaran organiasasional dan Corporate Entrepreneurship. Proposisi kedua adalah proposisi Keunggulan Daya Saing , dan proposisi ketiga adalah proposisi Kinerja Perusahaan. Uraian secara detail dapat dijelaskan sebagai berikut:
3.1.Proposisi Transformasi Organisasional 3.1.1. Transformasi Organisasional
Transformasi organisasional adalah proses perubahan strategic dari input menjadi output yang berdaya saing melalui proses internal. Blumenthal dan Haspeslagh (1994) mengemukakan bahwa untuk dapat beradaptasi pada perubahan pasar perusahaan harus menciptakan kompentensi dengan cara melakukan transformasi organisasional yang terkait dengan
transformasi
operasional, transformasi corporate self-renewal, dan transformasi strategic. Transformasi organisasional dilakukan berawal dari tahap transformasi operasional dengan tujuan utama untuk mencapai peningkatan efisiensi secara
20
signifikan melalui :penurunan biaya
peningkatan kualitas, pemotongan waktu
proses, dan penyederhanaan proses.
Transformasi operasional berfokus pada
input dan proses internal pada sistem organisasional. Pengembangan transformasi organisasional akan terjadi ketika organisasi dapat mengidentifikasi input yang berbeda dengan perusahaan lain. Proses transformasi berikutnya adalah transformasi corporate self-renewal yang memfokuskan dalam hubungan
pada proses kerja dan mekanisme umpan balik internal organisasional dan proses budaya organisasi untuk dapat
beradaptasi dengan perubahan kondisi. Sedangkan
transformasi strategic
merupakan transformasi yang memokuskan pada seluruh sistem, yang menentukan keuntungan bersaing dengan cara penciptaan ulang produksi yang sesuai antara kompetensi inti perusahaan dan peluang kesempatan pasar. Elemen transformasi organisasional sesuai yang dikemukakan Parker (2001) meliputi transformasi yang berkaitan dengan misi, strategi, budaya dan struktur. Dikemukakan bahwa untuk kesusksesan organisasi
ditentukan oleh
elemen transformasi organisasional. Pengertian Parker tersebut mengacu pada model yang digunakan Burke dan Litwin , (1998) bahwa elemen transformasi organisasional mempunyai dampak untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Menurut Tushman dan O’Reilly, (1996) bahwa kesuksesan transformasi organisasi akan tercapai setelah beberapa tahun. Perubahan yang berkaitan dengan strategi, struktur, budaya dan skill kepemimpinan memerlukan waktu relatif lama. dengan melalui berbagai tahapan. Menurut Zahra (2000), perusahaan privatisasi
21
berpotensi
mempengaruhi
transformasi
organisasional.
Transformasi
organisasional yang meliputi perubahan dalam hal nilai, budaya, sistem dan strategi
organisasional
memungkinkan
mendukung
peningkatan
aktivitas
entreprenurial, yang dicerminkan oleh adanya risk taking dan inovasi. Goodman & Loveman (1991) memandang bahwa peralihan bentuk organisasi dari perusahaan milik Negara ke perusahaan milik swasta akan mengalami perubahan radikal yang dramatis dan memerlukan suatu katalisator visi dan misi untuk membawa transformasi ke arah penyesuaian pasar. Transformasi diperlukan oleh sebagian besar perusahaan karena berhubungan dengan sumberdaya dan kapabilitas yang diperlukan perusahaan sebagai fungsi keefektifan perubahan dari perencanaan pusat ke arah perencanaan yang berorientasi pasar. Privatisasi dapat digunakan sebagai sumber untuk merencanakan transformasi ekonomi
inisiatif entrepreneurial
karena perusahaan
privatisasi
tentunya akan berorentasi ke arah pasar, yang ditunjukkan oleh keinginannya pada aktivitas yang lebih berisiko, lebih inovatif, dan lebih berkeinginan masuk ke bisnis baru. Menurut Meyer (1993) bahwa perubahan organisasi dapat terjadi melalui dua orde. Pertama, orde yang berhubungan dengan perubahan yang tidak terkait dengan perubahan dasar strategi dan nilai inti korporat. Dotto & Dukerich (1991) menyebutkan pada orde pertama ini sebagai orde perubahan incremental & convergent yang membantu perusahaan mempertahankan realibilitas internal yang terkait sistem, proses, dan struktur. Sementara orde perubahan kedua yang
22
sering disebut transformasi organisasional, sebagai dasar merubah inti organisasi merupakan
orde
yang
berkaitan
dengan
orientasi
(Meyer,1982;Meyer,1993, Tushman & Romaneeli,1985), dan
strategic
Meyer (1993)
menyebutkan sebagai metamorfosis organisasional, sedangkan Greewood & Hinings (1988,1996) menyebutnya sebagai perubahan template or archetypes. Penelitian yang dilakukan Haveman (1992) menemukan bahwa perubahan perubahan strategic yang jauh menyimpang dari inti kapabilitas perusahaan akan ”lebih berisiko ” dibandingkan perubahan perubahan yang terkait pada kapabilitas yang ada di perusahaan. Penelitian terdahulu banyak yang membahas anteseden perubahan organisasi pada orde kedua, tetapi konsekuensi perubahan organisasi orde
kedua
tersebut
belum
banyak
diteiliti.
Greenwood
dan
Hining
mengemukakan bahwa hasil perubahan organisasi orde dua adalah perubahan yang mengarah pada perubahan organisasi yang berkaitan dengan kapabilitas manajerial. Sebelum privatisasi, keberadaan organisasi BUMN sebagai unit produsen dengan sistem perencanaan yang pada umumnya dilakukan secara terpusat (sentralistik), tetapi setelah privatisasi akan terjadi transformasi organisasional, dimana perusahaan dapat menjadi agen ekonomi baik sebagai pembeli maupun sebagai penjual (Meyer, 1988). Perusahaan harus dapat menyesuaikan kondisi pasar yang baru, dimana perusahaan dipaksa untuk merubah dan memahami dampak dari perubahan yang terjadi di perusahaan (Andrew 1980; Keats dan
23
Hitt1988). Perubahan lingkungan memunculkan suatu kondisi baru yang harus direaksi dengan cara yang berbeda, sehingga diperlukan ”pembelajaran”.
3.1.2 Pembelajaran Organisasional Pembelajaran organisasional adalah suatu proses perubahan pengetahuan dan perubahan perilaku yang berkelanjutan (Tsang,1997; Sun, 2003). Perubahan perubahan tersebut diartikan sebagai perubahan yang berhubungan dengan perubahan potensial maupun aktual yang akan mempengaruhi perilaku organisasional di masa yang akan datang . Beberapa peneliti
berpendapat
bahwa Organizational
Learning
merupakan suatu proses atau aktivitas yang bekelanjutan. Pembelajaran organisasional merupakan pilihan stratejik karena pembelajaran merupakan kapabilitas, dan membutuhkan keahlian untuk memproses pengetahuan (Weber, 2000). Perusahaan harus dapat menyebarkan pengetahuan baru kepada semua unit yang akan digunakan sebagai upaya mereka dalam menciptakan kemakmuran secara cepat. Transfer pengetahuan yang cepat juga penting dalam entrepreneurial ventura, terutama dalam rangka memasuki pasar internasional (Zahra, Ireland, & Hitt,2000). Secara umum pembelajaran organisasional memfokuskan pada pentingnya “acquiring, improving dan transferring knowledge, collective learning, integrasi, modifikasi perilaku dan praktek praktek organisasi beserta anggotanya sebagai hasil
pembelajaran
(Appelbaum
dan
Reichart,1998;
Burgoyne
dan
24
Blantern,1996). Pembelajaran organisasional secara umum menggambarkan orientasi pasar yang memiliki budaya entrepreneurial seperti flexible, organic structure, dan mempunyai
facilitative leadership (Lundberg,1995;Luthans,
Rubach, & Marsnik,1995) Menurut Shrivastava (1983) pembelajaran terdiri atas beberapa kategori yang meliputi: pembelajaran tingkat organisasional, tingkat kelompok dan tingkat individual. Shrivastava membedakan empat tipe pembelajaran : (1) sebagai adaptation, (2) sebagai developing knowledge hubungan action-outcome, (3) sebagai institutionalized experience (learning curve effect), dan (4) sebagai assumption
sharing.
Pendukung
konsep
pembelajaran
organisasional
mengemukakan bahwa adopsi strategi pembelajaran organisasional seharusnya meningkatkan pembelajaran secara individu, kelompok,dan organisasional (Baker dan Sinkula,1999; Day,1994) Pembelajaran
yang terjadi pada perusahaan privatisasi di negara
berkembang dan negara maju dipacu oleh adanya peluang dan tantangan perusahaan. Faktor faktor yang memacu pembelajaran diantaranya:
pertama,
hilangnya produk tradisional, faktor ini akan membuat perusahaan dipaksa untuk dapat melakukan identifikasi peluang peluang baru yang diminati konsumen. Kedua, adalah keterbatasan faktor pasar yang sulit diidentifikasi sebagai sumber sumber eksternal yang dibutuhkan untuk melengkapi sumberdaya yang ada di perusahaan (Peng dan Heath,1996). Berdasarkan pengalaman pada negara sosial menunjukkan bahwa terbatasnya pengetahuan mengharuskan perusahaan untuk
25
melakukan identifikasi peluang yang ada secara optimal untuk mengejar dan mendapatkan sumberdaya yang diperlukan untuk memanfaatkan peluang tersebut (Swaan, 1997). Sebelum privatisasi, sumber informasi utama perusahaan BUMN adalah state agencies, dengan demikian proses pengamatan lingkungan yang khas jarang sekali dilakukan. Namun, setelah privatisasi perusahaan secara aktif mulai mengejar pengetahuan di lingkungan pasar (Djankov dan Pohl,1998; May et al, 2000). Perubahan kondisi pasar akan meningkatkan kebutuhan akuisisi pengetahuan. Untuk dapat mengambil manfaat peluang-peluang pasar, perusahaan setelah privatisasi harus sadar dari statusnya sekarang dan berkecenderungan melakukan transformasi produk dan faktor pasar berdasarkan interpretasi proses informasi yang diperoleh dari kapasitas pembelajaran dan akuisisi pengetahuaan. Pembelajaran perusahaan diinterpretasikan sebagai proses informasi dengan adanya penyebaran dan penyimpanan informasi baru dalam perusahaan. Sumberdaya dalam bentuk manajer, karyawan, pengetahuan, kapabilitas perusahaan, serta aset spesifik perusahaan memberikan dasar untuk peningkatan kinerja dan kelanjutan perusahaan (Peteraf, 1993). Pembelajaran diperlukan untuk kapabilitas dinamik. Oleh karena itu, terdapat hubungan ketergantungan antara sumberdaya yang ada dan sumberdaya yang baru (Prahalad dan Hamel, 1990) Setelah privatisasi akan tercipta perubahan secara makro (nasional ) dan secara mikro (organisasional). Perubahan perubahan ini akan menjadi stimulasi pembelajaran organisasional untuk akuisisi skil baru (Doh, Newman, 2000).
26
Kapabilitas pembelajaran dan tambahan skil tersebut akan memberikan pondasi perusahaan untuk meningkatan peluang peluang teknologi misalnya kapabilitas yang dibutuhkan untuk mendapatkan akses jaringan domestik dan jaringan internasional yang berbeda . Menurut Zahra (2000), privatisasi akan berdampak pada learning, opportunities dan networks, yang merefleksikan kombinasi pengaruh dari perubahan variabel secara internal di organisasi dan secara eksternal di lingkungan makro. Teori Organizational learning dapat dibedakan antara pembelajaran yang bersifat observational dan experimental (Bandura, 1977; Weiss,1990). Akuisisi pengetahuan dari partner aliansi mengarah ke pembelajaran observational, yang mendorong pada proses peniruan (Huber,1991). Proses meniru merupakan hal yang penting dalam tahap awal pembelajaran. Hal ini akan dapat meningkatkan kemampuan perusahaan (Zahra et al, 2000). Selanjutnya, pembelajaran observasional ini
sering lebih efisien
dibandingkan pembelajaran experimental karena pembelajaran observasional dapat mengurangi jenis kesalahan kesalahan percobaan (Bandura,1977). Namun demikian, pembelajaran observasional sering gagal di lingkungan yang bersifat ”turbulent” seperti yang terjadi pada negara sedang berkembang, karena dibutuhkan ”penyesuaian ”pada kondisi yang baru (Huber,1991; Van de Ven and Polley,1992). Sedangkan menurut (Kogut dan Zander, (1996) serta Kogut (1996) bahwa untuk dapat menerapkan suatu kebiasaan perusahaan yang dilakukan sehari-hari dengan cultural, values, resources dan routines yang ada, cara
27
pembelajaran
dengan
eksperimen
dipandang
”lebih
berguna”
dalam
mengembangkan kebiasaan-kebiasaan baru yang ”sesuai” dengan nilai budaya dan sumberdaya yang ada di perusahaan. Kim (1997) dan Zahra et al (2000) mengungkapkan bahwa untuk menghasilkan inovasi internal pada perusahaan privatisasi, cara pembelajaran yang diterapkan tidak hanya tergantung pada proses meniru , tetapi juga harus melakukan investasi pembelajaran secara experimental. Oleh karena itu untuk memperoleh keunggulan daya saing perusahaan harus menerapkan kedua bentuk pembelajaran yaitu pembelajaran observational dan experimental . Transformasi organisasional perusahaan privatisasi akan merubah mainset organisasi secara radikal yang dibutuhkan untuk memahami dan mengkapitalisasi cara cara baru yang lebih kompetitif (Smith et al 1999). Konsekuensi transformasi organisasional akan menciptakan kondisi internal yang mendorong manajer untuk melakukan ”percobaan” dalam mengeksplorasi alternatif strategi baru. Perubahan kepemilikan pada perusahaan privatisasi dapat mempercepat perubahan yang mendorong manajer untuk melakukan evaluasi pada industri, dan lingkungan kompetisi mereka dengan perspektif yang berbeda (Dean et al,1999). Perubahan tersebut biasanya mendatangkan ”percobaan percobaan
inovatif ”
yang pada gilirannya akan meningkatkan pembelajaran secara organisasional (Newman, 2000). Dengan melakukan privatisasi akan tercipta lingkungan bisnis yang ramah terhadap investasi luar negeri, termasuk transfer teknologi, inovasi, manajemen modern, teknik produksi, dan strategi pemasaran. Hal ini
28
menunjukkan bahwa perusahaan
privatisasi mempunyai kesempatan untuk
belajar keahlian dan kapabilitas baru dari sumberdaya yang lebih mumpuni. Hitt et al, (2000) menyatakan bahwa partner investor dari luar negeri yang berbentuk strategic aliansi seperti joint ventures akan memberikan peluang pada perusahaan privatisasi untuk dapat belajar skill dan kapabilitas baru dari sumberdaya partner asing yang lebih kaya dan biasanya partnership ini berasal dari negara maju. Kemampuan BUMN privatisasi dapat mengkapitalisasi peluang peluang pasar dengan mudah melalui kapabilitas pembelajaran yang baru. Perusahaan selain dapat meningkatkan kebebasan dalam beraktivitas secara independen juga mendorong inovasi yang akan meningkatkan peluang peluang teknologi, misalnya perusahaan dapat memperkenalkan produk dan jasa baru ke pasar. Menurut Nelson dan Winter (1982 ) ”kekakuan” organisasional dapat menjadi kendala kemampuan perusahaan untuk mengembangkan kapabilitas baru pada lingkungan aktivitas bisnis yang berbeda secara signifikan dari aktivitas yang ada.
Oleh
karena itu, privatisasi perusahaan diharapkan dapat membangun sumberdaya menjadi lebih unggul dengan diiringi proses pembelajaran, sehingga dapat memberikan kontribusi keunggulan kompetitif.
3.1.3 Corporate Entrepreneurship Corporate entrepreneurship merupakan suatu konsep yang penting dalam keputusan
manajemen
stratejik
untuk
penciptaan
kekayaan
perusahaan
(Rumelt,1994). Pendapat ini didukung oleh Hisric dan Peters (1998) yang
29
mengemukakan bahwa corporate entrepreneurship sebagai salah satu unsur yang penting dan merupakan peranan stratejik untuk membangkitkan nilai baru perusahaan. Menurut Antoncic (2000) dan Lumpkin (1995) bahwa Corporate entrepreneurship sebagai sifat kewirausahaan yang berada di dalam organisasi yang mempengaruhi perilaku suatu organisasi yang menyimpang dari cara cara kebiasaan rutin dalam mengerjakan bisnis. Pengembangan Corporate entrepreneurship berkaitan pada proses inside dan existing firm, yang berhubungan tidak hanya fokus dalam penciptaan bisnis ventura baru, tetapi juga fokus dalam aktivitas aktivitas inovasi lainnya seperti pengembangan produk, jasa, teknologi, teknik administrasi, strategi dan bentuk kompetitif yang baru. Karakteristik corporate entrepreneurship meliputi : new bisnis venturing, inovasi produk/ jasa, inovasi proses, self renewal, risk taking, proactiveness, dan competitive aggressiveness. Pendekatan yang dikenal sebagai the firm level orientation of entrepreneurship, menekankan proses entrepreneurial dan peran filosofi manajemen puncak mengenai kewirausahaan . Para peneliti terdahulu dan para praktisi mengemukakan bahwa corporate entrepreneurship merupakan tantangan dari pengejaran entrepreneurship dalam korporasi. Corporate entrepreneurship merupakan hasil aktivitas bersama-sama para anggota dalam organisasi, sebagai aktivitas untuk mengejar tujuan stratejik. Menurut (Covin & Slevin,1991 ; Miller, 1983) elemen penting dari Corporate entrepreneurship adalah meliputi innovation, risk taking, dan proactiveness . Pendapat ini didukung oleh Ireland, Kuratko dan Morris (2006) yang
30
menyebutkan bahwa corporate entrepreneurship merupakan proses yang digunakan dalam membentuk perusahaan dengan menggunakan inovasi sebagai maksud mengejar entrepreneurial opportunities. Dikemukkan bahwa corporate entrepreneurship membantu perusahaan menciptakan bisnis baru melalui inovasi produk dan inovasi proses dan pengembangan pasar, serta membantu perkembangan strategic renewal operasi perusahaan. Corporate entrepreneurship dapat menggunakan tempat pada corporate, unit bisnis, level fungsional atau level proyek dengan tujuan memperbaiki posisi kompetitif
dan
kinerja
perusahaan.
Derajat
diindikasikan seberapa luas upaya organisasi
corporate
entrepreneurship
dalam innovative, risky, dan
proactive. Sementara penelitian sebelumnya pada tahun 1989 yang dilakukan oleh Covin dan Slevin mengemukakan bahwa
entrepreneurial perusahaan adalah
proactive, risk tolerant, and innovative. Menurut (Barringer & Bluedorn, 1999) bahwa tingkat flexibility dan adaptability perusahaan penting untuk mengatasi perubahan kondisi lingkungan. Covin & Slevin (1989) mengemukakan bahwa proactive meliputi pengembangan pikiran suatu orientasi kompetitif yang agresif dan kemampuan untuk mengidentifikasi besarnya peluang pesaing. Elemen suatu orientasi yang bersifat entrepreneurial meliputi suatu kecenderungan bertindak secara otonomi untuk menciptakan inovasi dan mengambil risiko, dan suatu kecenderungan menjadi lebih agresif terhadap pesaing dan relative proaktif terhadap peluang peluang pasar. Beberapa penelitian terdahulu menemukan bahwa dimensi orientasi yang bersifat entrepreneurial
31
tidak selalu membawa akibat sama, tetapi sangat berbeda antara yang satu dengan yang lainnya (Cahill, 1995,1996). Perusaahaan dengan orientasi entrepreneurial sering diindikasikan dengan perilaku risk-taking, seperti heavy debt atau membuat large source commitments, dalam perhatiannya untuk memperoleh ”high return” dari peluang peluang pasar. Terdapat beberapa arti dari entrepreneurship namun yang penting dari entrepreneurship adalah suatu gagasan gagasan baru yang masuk pada perusahaan (Lumpkin and Dess 1996). Dengan dasar tersebut, entrepreneurship pada perusahaan pivatisasi dapat digambarkan pada gagasan gagasan baru yamg masuk untuk membuat suatu bisnis baru dengan derajat komitmen yang tinggi serta meningkatkan
toleransi
dan fleksibilitas sebagai the creation of new
enterprise . Sementara perubahan atas nilai, kebiasaan, tradisi dan kreativitas yang terjadi di BUMN setelah di privatisasi merupakan hasil gabungan antara apa yang terjadi di lingkungan eksternal dan lingkungan internal (Oliver, 1992). Setelah privatisasi akan terjadi perubahan perubahan seperti penggantian top manajer lama yang kemudian memasukkan manajer baru yang lebih berorientasi ke pasar (Cunha & Cooper, 1998). Dengan dimasukkannya manajer baru diharapkan akan membawa
perubahan
organisasi
dengan
ditandai
adanya
peningkatan
heterogenitas komposisi manajer. Menurut peneliti (Greiner & Barnes, 1970 ; Lawrence, 1973) bahwa tingkat heterogenitas komposisi manajer yang semakin tinggi akan membawa dampak positif terhadap perubahan perilaku karyawan
32
untuk berubah dalam mewujudkan suatu keinginan yang bertanggung jawab, mempunyai pilihan resiko moderate, mempunyai keinginan untuk immediate feedback dan mempunyai orientasi masa depan menuju pasar kompetitif. Meskipun peranan stratejik telah diteliti oleh Antoncic (2000), dan menemukan bahwa corporate entrepreneurship dapat meningkatkan profitabilitas dan pertumbuhan perusahaan , namun Zahra (2000) berpendapat bahwa yang memperlemah corporate entrepreneurship adalah sistem sentralisasi, dan sistem birokratis perusahaan. Sebagaimana penelitian Ireland, Hitt , Camp dan Sexton, (2001) yang mengemukakan bahwa faktor faktor organisasional dapat memperkuat dan memperlemah corporate entrepreneurship, sedangkan menurut Covin & Slevin, (1989) bahwa ukuran besar kecilnya perusahaan akan mempengaruhi
corporate
entrepreneurship.
Sementara
Hisric
(2000)
mengemukakan bahwa hubungan corporate entrepreneurship dengan kinerja perusahaan dipengaruhi oleh kondisi negara apakah dilakukan pada negara maju atau
negara
sedang
berkembang.
Sementara
mengemukakan bahwa yang memperkuat
peneliti
Zahra,(1991)
corporate entrepreneurship adalah
teknologi. Perusahaan privatisasi akan mengakuisisi pengetahuan dengan transfer teknologi dari partnership. Manajer BUMN sebagian besar mempunyai skill teknikal yang kuat, standard pendidikan dan profesi teknikal yang tinggi, tetapi manajer tersebut kurang berpengalaman dalam mengelola perusahaan di lingkungan yang berorientasi
pasar
(Fey
dan
Bjorkman,2001;Lawrence
dan
33
Vlachoutsicos;1990;Pearce,1991;Puffer
et
al,1994).
Untuk
keberhasilan
perusahaan pada kondisi yang baru, perusahaan harus melakukan rekonfigurasi sumberdaya mereka secara dramatikal. Reconfigurasi sumber daya diperlukan untuk mengambil keuntungan dari peluang peluang baru karena mungkin perusahaan tidak mempunyai sumberdaya yang cocok dalam memenuhi kebutuhan sumber daya yang diperlukan pada kondisi yang baru. Menurut Barringer & Bluedorn (1999) tingkat competitive
suatu
perusahaan dipengaruhi oleh orientasi ke arah aktivitas yang bersifat entrepreneurial. Misalnya, ditemukan hubungan positif antara intensitas corporate entrepreneurship dan strategic management practice yang spesifik, seperti scanning intensity, planning flexibility, locus of planning, dan strategic control. Khususnya manfaat sebagai pionir dapat dipandang sebagai salah satu elemen orientasi entrepreneurial dari tingkat perusahaan (Cooper & Dunkelberg, 1986). Transformasi
organisasional
berpengaruh
memacu
entrepreneurial
outcome seperti innovation dan aktivitas aktivitas venturing. Organisasi dapat dipandang pada suatu continuum yang mempunyai jangkauan dari perusahaan yang bersifat kurang entrepreneurial ke arah perusahaan entrepreneurial.
Pandangan
entrepreneurship
sebagai
yang bersifat lebih suatu
continuum
dikemukakan oleh Slevin’s (1989) yang membedakan antara konservatif (risk averse, non inovative, dan non reactive) dan perusahaan yang bersifat lebih entrepreneurial (risk taking, innovative, dan proactive).
34
Menurut Brazeal dan Herbert’s (1999) organisasional yang bersifat entrepreneurship ditunjukkan dengan tingkatan
perusahaan yang termotivasi
untuk bersifat entrepreneurial, ditandai dengan ”adanya komitmen yang penuh” terhadap aktivitas entrepreneurial, dimana (Zahra,1991, 1993; Knight,1997; Lumpkin & Dess,1997; Lumkin,1998) menyebutnya corporate entrepreneurship. Menurut Ireland, Kuratko dan Morris (2006)
bahwa strategi corporate
entrepreneurship memerlukan empat element penting yaitu structure, control, human resource manajemen system, dan culture. Perusahaan lebih memungkinkan dapat mengembangkan corporate entrepreneurship secara berkelanjutan jika perusahaan
mempunyai
organizational
knowledge
entrepreneurial
yang
berpotensi dapat di sharing-kan secara luas ke seluruh individual. Berdasarkan uraian di atas dapat disusun proposisi berikut:
Proposisi 1 : Transformasi Organisasional Transformasi organisasional merupakan proses transformasi yang terkait dengan perubahan inti organisasi yang meliputi strategi, sistem, budaya dan struktur. Transformasi organisasional mempengaruhi corporate entrepreneurship secara langsung
atau
secara
tidak
langsung
dengan
mediasi
pembelajaran
organisasional .
Secara piktografis proposisi 1 dapat dilihat gambar 3.1. berikut :
GAMBAR 3.1
35
PROPOSISI 1
Transformasi Organisasional
Corporate Entrepreneurship Permbelajaran Organisasional
Sumber : dikembangkan untuk kajian ini
3.2 Proposisi Keunggulan Daya Saing Keunggulan daya saing dapat diartikan beraneka ragam tergantung dari pendekatan dari sudut pandang mana yang digunakan. Peneliti (Aharoni, 1993; Porter,1985; dan Barney,1991) mengemukakan bahwa keungguluan daya saing merupakan hasil dari strategi yang dapat membantu perusahaan untuk mempertahankan posisi pasar yang menguntungkan secara berkelanjutan. Keunggulan daya saing dapat diartikan sebagai keuntungan perusahaan yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan pesaing dalam sektor industri yang sama. Secara konseptual keunggulan daya saing adalah merupakan kemampuan suatu bisnis dalam memperoleh keuntungan abnormal dalam industri kompetitif berdasarkan strategi penciptaan nilai. Dengan kata lain keunggulan daya saing merupakan pelaksanaan yang lebih unggul dari strategi yang dipakai oleh pesaing.
36
Keunggulan daya saing akan sustainable jika keunggulannya dapat dipertahankan dari peniruan atau duplikasi tindakan pesaing (Porter,1985; Barney,1991). Berdasarkan pendapat para ahli pada penelitian terdahulu keunggulan daya saing meliputi keberadaan strategi yang mana direncanakan dengan sengaja dan dicapai melalui investasi dan kegiatan deployemnt sumber daya. Implementasi dari strategi perusahaan sebagai hasil dari keunggulan daya saing jangka panjang, dimana keunggulun daya saing tersebut tidak dapat ditiru oleh pesaing. Sementara menurut Hall (1994) yang lebih lanjut dioperasionalkan oleh Ferdinand’s (1999) sebagai (1) the durability of superior resource and performance. (2) the key resource imitability, (3) the degree of ease for a competitor to match a company’s key competitive strategic assets. Teori Perusahaan berbasis sumber daya dan Resource Base View mengatakan bahwa kombinasi atau jejaring sumber daya, kapabilitas, dan kompetensi yang unik dan sukar untuk digandakan akan meningkatkan keunggulan bersaing yang akan menciptakan economic value (Barney,1991; Amit dan Soemaker,1993; Wernevelt,1964). Untuk memperoleh keunggulan kompetitif, perusahaan harus memfokuskan pada penggunaan sumberdaya, kompetensi, dan kapabilitas internal (Barney,1991). Menurut Barney (1995) dalam studi Augusty Ferdinand (1999) secara teoretis terdapat banyak cara untuk mencapai dan melanggengkan kinerja perusahaan. Salah satu alternatif yang dapat dirujuk adalah sumber daya dan kapabilitas perusahaan (Barney,1995) yang dipandang sebagai sebuah aset stratejik yang bersifat ”srategy driver”, bila ia memenuhi
37
syarat pertama, ia merupakan sebuah aset yang unik dari elemen-elemen stratejik yang lebih baik dari yang dimiliki pesaingnya; kedua, aset stratejik itu harus dikomposisi dengan baik agar sesuai dengan tuntutan manuver kompetisi, sedangkan yang ketiga adalah ia mampu menetralisir ancaman dan mengatasi kelemahan kelemahan stratejiknya. Keunggulan daya saing yang berkelanjutan dapat diperoleh dengan menciptakan temporary advantage melalui proses invention. Proses invention tersebut kemudian dilanjutkan denga proses inovasi yang akan menghasilkan commercial product yang mempunyai daya saing berkelanjutan. Inovasi merupakan jumlah dari invention ditambah invention yang sudah dikomersialkan. Inovasi dihasilkan dari pengembangan perusahaan secara efektif dalam menggunakan teknologi baru dan pengetahuan baru tentang peluang peluang pasar.
Proses ini tidak akan berjalan dengan baik tanpa membangun core
competencies yang terdiri atas resource dan capability (Hitt, Ireland dan Hoskissob,2001). Konsep
corporate
entrepreneurship
secara
luas
betul
betul
dipertimbangkan sebagai maksud yang penting untuk menstimulir dan mempertahankan daya saing perusahaan untuk terciptanya kekayaan perusahaan (Zahra,1991). Corporate Entrepreneurship meningkatkan keunggulan daya saing perusahaan melalui inovasi produk, inovasi proses, dan inovasi pasar, dan menciptakan ventura baru.
Perusahaan agar tetap bertahan hidup harus
mempertahankan daya saingnya dengan cara menghasilkan biaya-biaya yang lebih
38
rendah melalui pengoptimalan sumberdaya perusahaan. Perusahaan harus memperhatikan faktor faktor input, termasuk manajemen dan modal yang sulit diperoleh, melalui pengembangan sumber daya baru, termasuk sumberdaya keuangan. Sumberdaya dan kapabilitas perusahaan merupakan fondasi utama dalam pengembangan strategi perusahaan untuk memperoleh keunggulan kompetitif (Barney,1999). Pemikiran Barney dikemukakan berdasarkan teori Ricardo yang menyatakan perusahaan akan memperoleh keunggulan kompetitif jika perusahaan menggunakan faktor produksi yang mempunyai nilai marginal physical productivity lebih tinggi dari pesaing. Kondisi ini menggambarkan perusahaan beroperasi dengan menggunakan faktor produksi yang paling efisien. Nilai marginal productivity yang tinggi dapat dipertahankan jika perusahaan melakukan proses pembelajaran organisasional yang mampu meningkatkan kreativitas dan inovasi (Penrose,1959). Proses pembelajaran organisasional tersebut harus bertumpu pada pengetahuan konsumen agar dapat memperoleh keunggulan kompetitif (Kumar,2004). Setelah perusahaan melakukan privatisasi, akan tercipta perubahan untuk mempercepat stimulasi pembelajaran organisasional (Doh,2000). Pembelajaran merupakan kekuatan untuk memotivasi pencapaian keunggulan kompetitif dalam tingkatan strategic management perusahaan. Beberapa peneliti mengemukakan bahwa pembelajaran dapat menjadi determinan penting dalam motivasi awal untuk kesuksesan joint venture secara internasional (Hamel, 1991; Inkpen, 1995,
39
1996). Peneliti Doh (2000) menunjukkan bahwa dengan mengembangkan F pada perusahaan privatisasi akan diperoleh keunggulan daya saing yang diciptakan melalui sumber daya khusus yang berorientasi entrepreneurial melalui kolaborasi sumber daya dari partner perusahaan. Perusahaan setelah melakukan privatisasi akan memungkinkan untuk belajar dari partner asing, khususnya strategic partner perusahaan swasta yang berasal dari negara maju. Perusahaan yang baru melakukan privatisasi akan dapat belajar melalui observasi dari proses peniruan kesuksesan pesaing asing (Dacin et al, 1997). Pembelajaran, khususnya pengetahuan tacit, dapat memberikan kontribusi untuk meningkatkan keunggulan daya saing. Pengetahuan tacit sulit dan tidak mungkin diperoleh melalui observasi. Oleh karena itu, perusahaan tidak hanya bergantung kepada proses peniruan, tetapi juga perlu melakukan investasi dalam pembelajaran secara ”percobaan percobaan” untuk memproduksi inovasi internal (Kim 1997, Zahra, 2000). Percobaan berguna untuk mengembangkan perilaku baru yang sesuai dengan budaya, nilai sumber daya, dan kebiasaan sehari hari (Kogut dan Zander, 1996; Kogut,1996). Kunci utama agar dapat memperoleh pengetahuan adalah pengamatan lingkungan, network, dan aliansi (Huber,1991; March dan Levitt,1999). Oleh karena itu, network mempunyai arti penting bagi perusahaan di masa transisi ekonomi (Child dan Markoczy,1993; Peng dan Heath,1996; Stark,1996). Misalnya reorganisasi network atau
network baru mungkin akan membuka
kecepatan perusahaan untuk dapat meningkatkan pertumbuhannya (Peng dan
40
Heath,1996), dan dapat mempermudah pembelajaran yang terkait ”bagaimana cara mengoperasikan” perusahaan berdasarkan orientasi pasar. Network sangat diperlukan khususnya bagi produsen barang intermediate yang dalam prakteknya harus melakukan integrasi dalam sistem produksi internasional dan membangun hubungan jangka panjang dengan pelanggan pelanggan
yang sebagian besar
merupakan pelanggan multinasional (Meyer,2000). Namun sebaliknya, network juga dapat mengurangi keefektifan transformasi jika network tersebut tidak dapat memperkuat interaksi antara pasar dan perdagangan (Ericson,1998). Dengan demikian, secara meningkatkan
siknifikansi network tidak hanya berpeluang untuk dapat
keberlanjutan
perusahaan,
tetapi
juga
dapat
menurunkan
pertumbuhan perusahaan karena adanya transaksi transaksi lain, yang semuanya akan mengurangi efisiensi perusahaan (Hoskisson et al, 2000; Woodruff,1999). Bergabungnya dua perusahaan akan dapat mengeksploitasi keunggulan masing-masing yang membentuk sinergi. Misal pembelian saham PT. Semen Gresik oleh Cemex, dimana manajemen PT. Semen Gresik akan dapat memanfaatkan jaringan pemasaran di seluruh dunia (meliputi: Mexico, Spanyol, Venezuela, Panama, Republik Dominica, Columbia, negara negara Caribia, Amerika Serikat, dan Filipina) yang dimiliki Cemex, sebagai trader semen terbesar di dunia. Jaringan pemasaran ini dapat memanfaatkan kapasitas belum terpakai di Semen Gresik. Berdasarkan aspek ini, BUMN dalam mencari mitra strategis mempertimbangkan sinergi dan manfaat yang dapat diperoleh .
41
Selain penciptaan nilai perusahaan melalui biaya rendah, peningkatan kualitas serta efisiensi operasional, perusahaan setelah privatisasi juga akan dapat menimbulkan berbagai perubahan munculnya aktivitas baru, misalnya : perubahan sumberdaya perusahaan khususnya sumber daya manusia (Cuncha & Cooper,1995); perubahan struktur dan kultur perusahaan (Johnson dan Loveman, 1995); perubahan insentif manajer (Wright, Hoskisson, Busenitz, & Dial, 2000); perubahan stimulasi pembelajaran organisasional (Doh, 2000); akuisisi skil baru (Zahra, 2000); dan perubahan
mainset baru organisasi. Sebagaimana
dikemukakan oleh Smit (1999) bahwa privatisasi perusahaan BUMN oleh swasta asing akan menciptakan lingkungan bisnis baru (Hitt, 2000); proses peniruan (Zahra, 2000); kegiatan percobaan percobaan sebagai transisi dari proses peniruan ke proses inovasi (Kim,1997); dan transfer teknologi (Filatotchev, 1999). Product differentiation merupakan stratejik bisnis yang diharapkan dapat memelihara dan mempertahankan keunggulan kompetitif. Untuk membuat poin perbedaan dengan produk lain haruslah dipahami lebih dulu konsep perbedaan dalam menilai suatu produk. Untuk dapat menilai perbedaan produk dapat dilihat dari feature produk, hubungan produk dengan fungsi, timing, lokasi, produk mix, hubungan dengan perusahaan lain, dan reputasi perusahaan. Secara empirik, product diffentiation dapat diukur dengan product customization, product complexity, customer marketing, dan service.
Untuk memenangkan persaingan di pasar global,
perusahaan harus berupaya memberikan pelayanan yang istimewa kepada para pelanggan dan menawarkan produk yang inovatif dan bernilai tambah.
42
Schumpeter mempercayai bahwa kompetisi itu sebagai kekuatan dinamis yang akan menghasilkan produksi dan teknik produksi baru, yang akan dikembangkan oleh usahawan baru, yang akan mengganti produk dan teknik produksi yang ada yang sudah ketinggalan .Teknologi merupakan sarana economic development dan value creation. Perkembangan teknologi bersifat discontinue dan menyebabkan destruction dan atau market disruption. Creative destruction dan market disruption merupakan kegiatan yang dilakukan oleh entrepreneur untuk membangun pasar baru dan meningkatkan loyalitas pelanggan. Menurut
Kornai (1992) perusahaan BUMN mempunyai produk pasar
yang kecil dan soft budget constrains. Sementara Wright et al (1998) mengemukakan bahwa sebagian besar BUMN mempunyai cadangan keuangan yang sangat kecil, dan peneliti Cragg dan Dyck (1999) menyebutkan bahwa para manajer
BUMN
mempunyai
keterbatasan
kebijakan
dalam
melakukan
implementasi perubahan strategi. Namun, setelah privatisasi perusahaan BUMN beserta manajemennya sebagai subjek kekuatan pasar, sehingga terbentuk corporate enterpreneurial. Sehubungan dengan itu, manajer menjadi bertanggung jawab pada pemegang saham dan mendorong para manajer untuk menerapkan strategi yang dapat meningkatkan kekayaan pemegang saham (Zahra, 2000). Manajer diasumsikan dapat melakukan reorganisasi modal, tenaga kerja, penjualan dan unit pemasaran, melakukan implementasi sistem akuntansi dan sistem
pengendalian
yang
baru,
menentukan
strategi
produk
baru,
mengembangkan dan melakukan implementasi program investasi yang baru
43
( Sachs dan Lipton, 1990). Menurut Zahra (1996) hasil reputasi dan kompensasi manajer akan berhubungan dengan kinerja perusahaan. Oleh karena itu, manajer akan berupaya memformulasikan dan melakukan implementasi strategi yang dapat meningkatkan nilai perusahaan. Setelah
privatisasi akan terjadi suatu
rangkaian baru yang bersifat dinamik, terutama manajer senior mulai merencanakan dan mengembangkan strategi strategi berdasarkan analisis analisis kondisi industri dan pasar. Para Manajer juga mempunyai kebijakan tersendiri untuk menetapkan kembali tujuan organisasinya yang merefleksikan tujuan pemegang saham utama. (Yarrow,1986). Selanjutnya, mereka mempunyai kebijakan tersendiri dalam hubungannya dengan alokasi sumber daya dan tujuan perusahaan. Kebijaksanaan kapabilitas melalui manajer
adalah sebagai bagian
yang penting untuk mencapai tujuan perusahaan jangka panjang. Keputusan alokasi sumberdaya sebaiknya merefleksikan realitas pasar yang disesuaikan dengan tindakan tindakan stratejik yang berpeluang besar dalam meningkatkan keuntungan perusahaan. Setelah melakukan privatisasi perusahaan akan memperbaiki kebijaksanaan alokasi sumberdaya dan kapabilitas sesuai tujuan perusahaan. Peneliti Zahra berasumsi bahwa manajer mempunyai pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan untuk mengembangkan dan melakukan implementasi startegi-strategi yang berorientasi pasar. Studi mengenai corporate entrepreneurship oleh banyak peneliti (Antoncic,2000; Selvin & Covin, 1995; Zahra, 2000) menghasilkan sebuah basis teoretis untuk membuat proposisi bahwa corporate entrepreneurship memberikan
44
pengaruh pada
keunggulan daya saing perusahaan. Studi Lumpkin (1995)
mengungkapkan bagaimana orientasi dan aktivitas perusahaan yang memberi jiwa inovatif yang pada gilirannya memberikan kontribusi yang positif terhadap keunggulan daya saing perusahaan. Berdasarkan uraian di atas diajukan proposisi sebagai berikut : Proposisi 2 : Keunggulan daya Saing Keunggulan daya saing merupakan posisi kompetitif perusahaan karena adanya serangkaian sumberdaya dan kapabilitas yang sulit ditiru pesaing. Keunggulan daya saing akan tercipta karena pengaruh langsung corporate entrepreneurship dan transformasi organisasional.
Secara piktografis proposisi 2 dapat dilihat gambar 3.2 berikut : GAMBAR 3.2 PROPOSISI 2
Transformasi Organisasional Keunggulan Daya Saing Corporate Entrepreneurship
Sumber :dikembangkan untuk kajian ini
45
3. 3. Proposisi Kinerja Perusahaan Kinerja perusahaan
umumnya digunakan sebagai konstruk untuk
mengukur dampak dari sebuah strategi perusahaan. Terdapat beberapa pendekatan dalam mengukur kinerja perusahaan. Ukuran keberhasilan organisasi mencakup profitabilitas, pertumbuhan penjualan, ukuran competitiveness dan market share (Jacobson, 1996). Sementara Mahoney dan Pandian, 1992 berpandangan bahwa perusahaan dapat mencapai keuntungan bukan karena memiliki sumber daya yang lebih baik, tetapi bergantung kepada kemampuan perusahaan menjadikan sumber daya yang ada menjadi distinctive competence. Barney (1991) juga berpendapat bahwa upaya-upaya manajerial melalui distinctive competitive dan distinctive cost mengarah sebagai sumber keunggulan daya saing. Sedangkan Grant Robert (1991) serta Bharadwajd & Varadarajan (1993) menyebutkan bahwa sumber keunggulan daya saing berasal dari differentiation advantage dan cost advantage. Keunggulan kompetitif yang ditingkatkan oleh sumber daya dan kapabilitas stratejik yang bersifat khas perusahaan dapat diharapkan untuk menghasilkan ”kinerja pasar yang superior” yang meliputi volume penjualan, porsi pasar, serta tingkat pertumbuhan kinerja pemasaran, selain itu diharapkan juga menghasilkan ”kinerja keuangan” seperti profitabilitas, pendapatan atau deviden bagi pemegang saham. Rasio-rasio akuntansi dan ukuran kinerja pemasaran merupakan dua indikator besar dalam mengukur kinerja perusahaan. Namun demikian, indikatorindikator itu telah dikritik karena tidak mampu menjelaskan dengan cukup semua
46
”intangibles” yang ada dalam perusahaan dan indikator tersebut tidak mudah digunakan untuk menjelaskan sumber dari keunggulan kompetitif (Bharadwaj, Varadarajan dan Fahy,1993). Sebagaimana dikemukakan oleh Grant (1991) bahwa sumber daya dan kapabilitas adalah sumber utama bagi kinerja perusahaan dan merupakan penentu dasar bagi profitabilitas perusahaan. Sedangkan indikator kinerja yang digunakan Slater & Olson (2001) mencakup: 1) profitabilitas dibandingkan dengan rata rata industri, 2) tingkat market share dibandingkan dengan rata rata industri, 3) efisiensi organisasi dibandingkan dengan rata rata industri. Wiklund (1994) lebih menekankan ukuran pertumbuhan sebagai indikator kinerja. Penelitian disertasi ini mengukur kinerja perusahaan dengan menggunakan ukuran ukuran yang berbasis ”kegiatan” sehingga dapat dimengerti variabilitas kegiatan yang dilakukan dapat menghasilkan variabilitas dalam kinerja. Berdasarkan penelitian terdahulu (Peters dan Waterman, 1982; Kanter, 1984 ;Pinchot,1985)
mengukur
kinerja
perusahaan
dengan
pertumbuhan
dan
profitabilitas perusahaan. Peneliti (Covin dan Slevin, 1986; Zahra, 1991, 1993; Zahra dan Covin,1995) dengan melihat hubungan corporate entrepreneurship dan kinerja perusahaan menemukan bahwa corporate entrepreneurship akan berhubungan pada kinerja yang diukur dengan pertumbuhan dan profitabilitas perusahaan yang berskala besar. Beberapa
ukuran
kinerja
perusahaan
yang
diukur
dari
ukuran
profitabilitas, pertumbuhan penjualan, competitiveness, dan ukuran market share
47
yang dikaitkan dengan corporate entrepreneurship telah banyak dilakukan oleh peneliti
terdahulu.
Sebagaimana
dilakukan
oleh
Zahra
(2000)
yang
mengemukakan bahwa corporate entrepreneurship sebagai faktor penting yang dapat mempengaruhi kinerja perusahaan. Studi Antoncic dan Hisric (2001) melakukan penelitian berkaitan dengan corporate entrepreneurship mengukur kinerja
perusahaan
dengan
menghitung
profitabilitas
dan
pertumbuhan
perusahaan. Pertumbuhan absolut diukur dengan rata rata pertumbuhan penjualan per tahun dalam periode tiga tahun terakhir. Sedangkan pertumbuhan relatif diukur dengan pertumbuhan market share dalam periode tiga tahun terakhir (Chandler dan Hanks,1993). Sementara pengukuran profitabilitas absolut diukur dengan rata rata tahunan return on sales (ROS), return on assets (ROA), dan return on equity (ROE) dalam periode tiga tahun. Sedangkan pengukuran profitabilitas secara relatif dalam operasionalnya dengan menggunakan pengukuran secara subjektif kinerja perusahaan dibandingkan pesaing (Chandler dan Hanks,1993). Setelah privatisasi, perusahaan akan memperoleh perbaikan akuntabilitas manajemen dari capital market funding dan competitive product market ke peningkatkan kinerja
(Jensen, 1989; Vickers & Yarrow,1988). Penelitian
terdahulu yang menunjukkan bahwa perusahaan setelah privatisasi kinerjanya meningkat secara siknifikan di negara maju maupun di negara berkembang adalah peneliti (Boubakri & Cosset,1988; Megginsoon, Nash & Van Randenborg,1994), sementara sebaliknya hasil penelitian di Eropa Tengah dan Timur yang dilakukan
48
oleh (Frydman et al 1998 ; Pohl, Anderson, Claessens & Djankov,1997) menunjukkan perusahaan setelah privatisasi kinerjanya tidak meningkat. Banyak penelitian terdahulu yang berkaitan dengan entrepreneurship dalam mengukur kinerja perusahaan dengan menggunakan ukuran atau indikator yang berbeda-beda. Aldrich, Rosen dan Woodward (1987) melakukan penelitian berkaitan dengan sosial network mengukur kinerja perusahaan dengan menghitung profitabilitas pada periode tiga tahun. Sementara Bailey (1986) melakukan penelitian yang berkaitan dengan learning style dari entrepreneur dengan mengukur kinerja perusahaan menggunakan business index yang merupakan angka pertumbuhan penjualan, nilai aset, dan pertumbuhan karyawan. Disamping itu Bailey (1986) mengukur kinerja perusahaan dengan menggunakan ukuran subyektive yang berkaitan dengan persepsi para entrepreneur. Covin dan Slevin (1990) melakukan penelitian terhadap New Venture dengan mengukur kinerja perusahaan secara subyektif terhadap beberapa ukuran kinerja yang lazim dilakukan oleh peneliti seperti Bailey (1986) dan Smith (1987). Keberhasilan suatu perusahaan dalam konteks entrepreneurial ventures bergantung kepada komitmen manajemen puncak di dalam menghandel perusahaan melalui proses entrepreneurial. Proses entrepreneurial biasanya dikaitkan
dari
langkah-langkah
dan
tahapan
dalam
pergerakan
dari
mengidentifikasi opportunity ke suatu konsep bisnis, dan entrepreneurship dapat
49
diterapkan sebagai ukuran karakteristik entrepreneurial atau non entrepreneurial suatu perusahaan. Entrepreneurship akan berhubungan positif terhadap pertumbuhan dan keuntungan perusahaan untuk meningkatkan kinerja melalui pertumbuhan dan profitabilitas (Covin dan Slevin, 1991). Studi lain (Zahra dan Covin,1995; Wiklund,1999)
menemukan
bahwa
orientasi
entrepreneurial
perusahaan
berkecenderungan mempunyai pengaruh keberlanjutan jangka panjang
dan
jangka pendek terhadap pertumbuhan dan kinerja. Perusahaan yang melakukan inovasi akan memperoleh abnormal profit dan market share yang lebih besar (Schumpeterian-rent) dibandingkan dengan pesaing Penelitian yang berkaitan dengan inovasi telah dilakukan oleh Smith, Bracker dan Miner (1987) yang menggunakan ukuran kinerja perusahaan dengan pertumbuhan karyawan, volume penjualan, serta pertumbuhan profit. Stuart dan Abetti (1999) melakukan penelitian terhadap inovasi juga menggunakan ukuran kinerja secara multidimensional yang berkaitan dengan ukuran performance seperti profitability dan ukuran operasional serta ukuran pertumbuhannya. Penelitian yang dilakukan oleh Bagchi-Sen (2001) mengukur keberhasilan perusahaan di Amerika dan Canada menggunakan indikator pertumbuhan penjualan, pertumbuhan ekspor, pertumbuhan nilai tambah dan biaya dalam riset dan pengembangan. Dari hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa ukuran kinerja perusahaan yang banyak digunakan para peneliti adalah ukuran
50
profitabilitas, pertumbuhan, ukuran operasional, dan sebagian ada yang menggunakan ukuran persepsi subyektif dari manager atau entrepreneur. Terdapat beberapa studi misalnya Zahra (2000) Antoncic (2003 ;2004), Dharwadkar (2000) dan De Castro (2000) yang menunjukkan faktor-faktor secara langsung maupun tidak langsung yang berpengaruh pada peningkatkan kinerja perusahaan setelah privatisasi. Uhlenbruck (2000) menggunakan pendekatan teori resource based view dan organizational learning untuk menjelaskan transformasi organisasional
yang
dilakukan
perusahaan
privatisasi.
Studi
ini
mengidentifikasikan transformasi organisasional setelah privatisasi dengan menggunakan pengembangan karangka pikir Zahra (2000) yang menjelaskan dampak tahap pertama dan tahap kedua transformasi organisasional terhadap kinerja perusahaan. Keseluruhan proses transformasi setelah privatisasi berujung pada peningkatan kinerja perusahaan. Perusahaan setelah privatisasi akan mengalami proses yang sangat kompleks (Ramamurti, 2000) dimana proses ini akan mengantarkan perusahaan BUMN menuju transformasi organisasional ke arah keunggulan kompetitif untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Transformasi organisasional BUMN privatisasi dapat meningkatkan kinerja perusahaan melalui peningkatan aktivitas-aktivitas yang bersifat entreprenuerial (Zahra, 2000) dan melalui akuisisi pengetahuan (Uhlebruck ,2000). Menurut teori manajemen strategi, perusahaan di privatisasi lebih dilihat sebagai proses transformasi organisasional yang bersifat mendalam. Dimana
51
manajemen
baru
pada
BUMN
hasil
privatisasi
diharapkan
mampu
mentransformasi strategi dan struktur organisasi BUMN sebelum privatisasi untuk lebih adaptif dengan lingkungan baru yang lebih kompetitif setelah privatisasi (Sparrow & Cooper, 1998). Perdebatan baru muncul ketika banyak perusahaan privatisasi di berbagai negara banyak yang menghasilkan kinerja tidak seperti yang diharapkan (Nellis, 1998). Sebagaimana yang dinyatakan oleh Baumol (1998) bahwa perusahaan setelah melakukan privatisasi mempunyai peluang kinerjanya akan menurun. Pendapat lain Frydman, Hessel & Rapaczynki, (1988) mengemukakan bahwa kinerja privatisasi BUMN menjadi salah satu kekuatan utama dalam meningkatkan perkembangan ekonomi di negara berkembang. Privatisasi akan menciptakan kondisi baru
yang lebih tinggi tingkat persaingannya, dimana
perusahaan harus bersaing untuk dapat bertahan dan berhasil (Zahra,2000). Selain itu, peneliti Zahra
juga
mengungkapkan bahwa outcome privatisasi adalah
corporate entrepreneurship. Dikemukakan bahwa corporate entepreneurship sebagai faktor penting yang dapat mempengaruhi kinerja perusahaan, yang selama ini masih sedikit perhatiannya dalam implikasinya pada perusahaan privatisasi. Corporate entrepreneurship sebagai strategi yang bermanfaat khususnya untuk organisasi bisnis yang masuk ke lingkungan ekonomi yang ke arah pasar. Oleh karena itu, pada studi ini ingin lebih menjelaskan peranan privatisasi dalam pengembangan aktivitas aktivitas corporate entrepreneurship yang dihubungkan dengan kinerja perusahaan dengan mengembangkan model empirik berdasar
52
penelitian model normatif yang dilakukan oleh
Antoncic (2003) dan Zahra
(2000). Berbagai penelitian menunjukkan ada bukti perubahan aktivitas yang bersifat entrepreneurial di perusahaan privatisasi BUMN, misalnya: Fisher and Sahay,
(2000)
mengemukakan
bahwa
investor
strategis
mempunyai
kecenderungan dalam meningkatkan efisiensi dan kinerja melalui pengembangan sumber daya , teknologi, dan ketrampilan manajemen (Uhlenbruck and De Castro, 2000; World ). Riset menunjukkan bahwa orientasi entrepreneur mendorong aktivitas perusahaan berkonsentrasi pada dua karya utama, yaitu: (1) memperkenalkan produksi/jasa baru dan (2) masuk pada pasar baru. Privatisasi diharapkan
dapat
mendorong
organisasi
dalam
meningkatkan
outcome
entrepreneurial dalam pengembangan corporate entrepreneurship (Zahra, 2000; Antoncic, 2003). Corporate entrepreneurship sebagai orientasi aktivitas-aktivitas yang bersifat entrepreneurial dalam tingkat organisasi yang juga dapat diakui sebagai elemen penting organisasional dalam pengembangan ekonomi, kinerja dan penciptaan
nilai
(Schollhammer,1981;
1982;
Burgelman,1983;
Guth
&
Ginsberg,1990). Corporate entrepreneurship menjadi penting untuk revitalisasi kinerja perusahaan tidak hanya untuk corporation besar tetapi juga untuk perusahaan perusahaan berukuran sedang dan kecil (Covin & Slevin,1989 Carrier,1994). peningkatan
Corporate
entrepreneurship
produktivitas,
penciptaan
akan
industri
berpengaruh baru,
dan
terhadap mendorong
53
competitiveness secara internasional (Vennekers & Thurik,1999). Masih sedikit penelitian terdahulu tentang privatisasi yang memberikan perhatian Corporate entrepreneurship sebagai kinerja penting yang mengarah pada aktivitas ekonomi dalam kontek privatisasi (Zahra,2000). Corporate entrepreneurship merupakan elemen penting dalam peningkatan kinerja perusahaan tidak hanya dilakukan di negara maju tetapi juga di negara berkembang (Antoncic dan Hisrich,2000). Dengan model normative Antoncic menggunakan sampel perusahaan Slovenia menemukan bahwa privatisasi mendorong orientasi corporate entrepreneurship dan kinerja perusahaan, tetapi belum menjelaskan faktor faktor yang berpengaruh dalam mendorong terciptanya corporate entrepreneurship. Seperti telah dijelaskan pada bagian terdahulu bahwa motif perusahaan melakukan privatisasi didasarkan atas berbagai pertimbangan diantaranya untuk meningkatkan posisi kompetitif perusahaan melalui peningkatan efisiensi (Fahy,2000). Sebagaimana pendapat Jonhson dan Levin (1991) bahwa efisiensi organisasi merupakan fokus utama dari pengukuran kinerja. Untuk melakukan pengukuran ini perlu ”mengkaitkan dengan penggunaan sumberdaya” yang digunakan untuk memproduksi output. Sedangkan Zahra (2000) berargumen, privatisasi
merupakan konsep multidimensional yang dapat mempengaruhi
berbagai bidang transformasi organisasional
dalam beberapa cara. Privatisasi
melibatkan banyak sektor, diantaranya adalah aktivitas-aktivitas, dampak privatisasi, dan hasil privatisasi.
54
Setelah perusahaan melakukan privatisasi, akan timbul transformasi organisasional yang dapat mendorong kinerja yang lebih baik. Pencapaian kinerja dapat dicapai dengan pengaruh langsung dan tidak langsung dari transformasi organisasional, pembelajaran organisasional, corporate entrepreneurship , keunggulan daya saing. Berdasarkan model Antoncic (2000) dan Zahra (2000) dan hasil penelitianpenelitian yang telah disampaikan tersebut di atas memunculkan proposisi sebagai berikut: Proposisi 3 : Kinerja perusahaan Kinerja perusahaan merupakan tolak ukur keberhasilan perusahaan yang terkait dengan efisiensi, pengembangan pasar dan produk baru , serta pertumbuhan. Hubungan antara transformasi organisasional dan kinerja dapat terjadi secara langsung atau di mediasi dengan corporate entrepreneurship dan keunggulan daya saing.
Secara piktografis proposisi 3 dapat dilihat gambar 3.3 berikut : GAMBAR 3.3 PROPOSISI 3 Keunggulan Daya Saing Transformasi Organisasional
Kinerja
Corporate Entrepreneurship
55
Sumber: Dikembangkan untuk kajian ini
BAB IV MODEL KONSEPTUAL TEORITIK DASAR (The Proposed Grand Theoretical Model) Resource based view memberikan pandangan terhadap sumberdaya dan kapabilitas, dan pengembangannya untuk mendapatkan keuntungan dari peluang peluang pasar (Barney,1986;1991; Dierickx dan Cool,1989; Makadok,2001; Wnerfelt,1984). Sementara itu, teori Organizational learning memberikan pandangan pada bagaimana perusahaan memahami dan mengevaluasi lingkungan mereka seperti mereka mengembangkan kapabilitas untuk mengatasi dengan lingkungan (Fiol dan Lyles,1985;Huber,1991;March dan Levitt,1999). Berdasarkan konsep konsep tersebut diajukan tiga proposisi, sebagaimana telah diuraikan di bab sebelumnya. Proposisi pertama membahas hubungan antara transformasi organisasional, pembelajaran organiasasional
dan Corporate
Entrepreneurship . Proposisi kedua membahas Competitive advantage yang berkaitan dengan hubungan
Corporate Entreprenurship
. Proposisi ketiga
membahas pengaruh tidak langsung dan langsung terhadap kinerja perusahaan. Dari telaah ketiga proposisi tersebut menghasilkan Grand Theoretical Model
56
penelitian disertasi (Model Kosnseptual Teoretikal Dasar), seperti yang diragakan pada gambar 4.1
GAMBAR 4.1 THE PROPOSED GRAND THEORETICAL MODEL
Transformasi Organisasional
RESOURCE BASED VIEW
Transformasi Organisasional Corporate Entrepreneurship
Keunggulan Daya Saing
Kinerja Perusahaan
Pembelajaran Organisasional ORGANIZATIONAL LEARNING THEORY
Sumber: Dikembangkan untuk kajian ini
Gambar 2.5. organizational
menunjukkan bahwa Resource based view dan teori
learning
dapat
menjelaskan
keberhasilan
transformasi
organisasional perusahaan privatisasi dalam meningkatkan kinerjanya. Berdasarkan asumsi yang dipakai penelitian terdahulu, penelitian ini mengasumsikan
bahwa transformasi organisasional dapat mempengaruhi
57
pembelajaran kearah perilaku entrepreneurship dalam organisasi. Asumsi ini berdasar pada asumsi yang dipakai peneliti Zahra (2000) bahwa setelah melakukan privatisasi, perusahaan akan memperbaiki kebijaksanaan alokasi sumberdaya dan kapabilitas sesuai keperluan pasar. Dengan menempatkan struktur organisasional
yang cenderung lebih
otonomi
sebagai indikasi
perubahan struktur yang dapat membangkitkan dan mengimplementasikan pengembangan inovasi yang berdaya saing untuk memperoleh keuntungan. Dapat dikatakan bahwa transformasi kearah organisasional yang lebih fleksibel sesuai keinginan pasar akan mempercepat pengembangan corporate entrepreneurship sebagi alur menuju keunggulan daya saing dan peningkatan profitabilitas. Sebagaimana juga dikemukakan oleh Barney (2002), Uhlenbruck (2000) dan Fahy (2003) bahwa keunggulan daya saing perusahaan didapatkan dari alokasi dan kombinasi sumberdaya secara optimal dan alih kompetensi. Stiglitz (1995) mengemukakan bahwa pengoptimalan sumberdaya yang terkait kearah orientasi yang lebih produktif dan efisien didapat melalui perubahan struktur. Resource based view, mengasumsikan bahwa kapabilitas dan sumberdaya suatu perusahaan merupakan faktor utama yang mengarah pada keunggulan daya saing dan kinerja perusahaan (Bruce Barringer,2006). Sumber daya
dan
kapabilitas yang dimaksud meliputi aset (tangible dan intangible), ketrampilan dan kemampuan organisasi. Diasumsikan bahwa peningkatan kompetensi yang berkaitan dengan kemampuan perusahaan dalm mengorganisir sumberdaya merupakan prasyarat
58
peningkatan peningkatan keunggulan daya saing. Organisasi yang melakukan proses pembelajaran sebagai dasar penciptaan inovasi akan mendapatkan keunggulan daya saing. Asumsi bahwa corporate entrepreneurship yang berdaya saing berasal dari ide ide penciptaan inovasi yang dihasilkan dari proses pembelajaran organisasional. Rasionalitas perusahaan melakukan privatisasi untuk memperbesar akses sumberdaya finansial, pasar, teknologi dalam menghasilakan cost saving sehingga memperoleh differentiation dan cost advantage, keduanya sebagai sumber keunggulan daya saing (Barney, 2002) dan berhubungan positif dengan kinerja (Bharradwaj,Varadarajan, Fahy,1993). Seperti
dikemukakan
Fahy (2000)
privatisasi yang dilakukan perusahaan memungkinkan untuk melakukan optimalisasi alokasi dan kombinasi sumberdaya, karena perusahaan dapat melakukan transfer sumber daya dan transfer kompetensi. Perusahaan dengan sumber daya istimewa dan orientasi corporate entrepreneurship akan memperoleh keunggulan daya saing. Dalam meningkatkan kapabilitas kompetitif, perusahaan memungkinkan untuk berupaya lebih menuju perubahan dari perilaku yang bersifat birokratis ke arah perilaku yang lebih bersifat entrepreneurial
dengan tetap memperhatikan kemampuan sumber
dayanya. Peningkatan produktifitas untuk mencapai efisiensi dapat dicapai melalui transfer sumber daya pengetahuan baru dan transfer keahlian baru yang berasal dari perusahaan swasta .
59
Privatisasi berkaitan dengan acquisition, dan yang paling penting, exchange of resource (Doh,2000). Perusahaan harus mengevaluasi kembali dan memutuskan bagaimana yang paling baik dalam mendorong transfer sumber daya untuk mempercepat transformasi entrepreneurial BUMN ke perluasan pasar. Setelah
perusahaan
privatisasi
BUMN
melakukan
transformasi
organisasional, akan tercipta kondisi yang dapat memberi stimulus terjadinya pembelajaran organisasional. Kesuksesan transformasi diindikasikan bahwa perusahaan privatisasi BUMN dapat membuat strategic choices dalam membuat keputusan manajemen tentang kebijaksanan aktivitas aktivitas entrepreneurial. Model ini
mengasumsikan sejumlah
perubahan organisasi secara
fundamental seperti struktur, otonomi, partisipatif, kontrol, komunikasi, insentif, dan
informasi
sebagai sumber daya yang penting dalam keterkaitan
pengembangan corporate entrepreneurship. Struktur yang tidak ber lapis lapis (flatter)
merupakan
struktur
yang
dapat
membangkitkan
dan
mengimplementasikan pengembangan inovasi. Perusahaan BUMN umumnya perusahaan dengan karakteristik struktur organisasi hierarkis dengan kewenangan sentralistik. Kewenangan sentralistik memberikan derajat otonomi yang rendah sehingga tidak menstimulus timbulnya kreativitas, dan inovasi. Kurangnya inovasi, terutama dalam menghadapi perubahan perubahan pasar, menyebabkan perusahaan tidak kompetitif (Barney, 2002).
60
Perspektif rasional perusahaan BUMN di privatisasi untuk menciptakan struktur industri yang sehat dan kompetitif. Perusahaan yang diprivatisasi akan meningkatkan posisi kompetitifnya dengan membangun inovasi melalui peningkatan knowledge yang berhubungan dengan produk dan pasar. Dapat dikatakan bahwa transformasi organisasional dapat menjadi pendorong corporate entrepreneurship ketika terjadi proses pembelajaran organisasional karena merubah inti organisasional yang meliputi perubahan struktur, manajemen kontrol, dan kebijakan kompensasi . Dua asumsi kritikal dari Resource based view bahwa sumber daya dapat berkontribusi pada keunggulan daya saing jika sumber daya tersebut heterogeneous dan immobile. Sumber daya akan dapat menunjang keunggulan bersaing apabila value , rarety, imitability dan organization (VRIO). Struktur
dan
mekanisme
kontrol
perusahaan
dapat
memberikan
kemampuan dan dorongan untuk memanfaatkan sumber daya perusahaan. Perusahaan yang mempunyai sumber daya bernilai akan memungkinkan memperoleh keunggulan daya saing sepanjang sumber daya tersebut membantu memproduksi produk dan jasa yang bernilai untuk pelanggan . Perusahaan
BUMN
yang
diprivatisasi
memungkinkan
untuk
meningkatkan posisi kompetitif melalui perencanaan perencanaan secara desentralistik
yang berorientasi pada pasar dan pelanggan. Oleh karena itu,
perilaku manajer di perusahaan BUMN akan berbeda pada perusahaan BUMN privatisasi. Sebagaimana dikemukakan Makhija (2003) bahwa pada umumnya
61
peranan manajer di perusahaan BUMN secara individual dibatasi,
tidak
mempunyai keputusan secara independen sehingga akan mempengaruhi perilaku dalam menciptakan inovasi. Perilaku manajerial yang kurang kreatif dan inovatif, terutama dalam hal tidak menyukai risiko, kurang proaktif, dan kurang entrepreneurial, sehingga menyebabkan mereka tidak mempunyai sifat sifat seperti valuable , rare, imitable , yang penting untuk daya saing perusahaan ( Barney, 2002 ). Daya saing akan terwujud dengan memperhatian aktivitas dan orientasi yang bersifat entrepreneurial dalam organisasi ke arah entrepreneurship
corporate
yang didukung oleh proses pembelajaran organisasional
(Jacobs, 1991; Zahra, 2000). Esensi dari privatisasi sebagai sumber keunggulan daya saing tidak hanya valuable akan tetapi juga mempunyai karakteristik rarely dan costly to imitate (Bharadwaj & Varadarajan, 1993, Barney,2002). Perusahaan setelah di privatisasi bernilai (valuable) jika potensi ekononomis dapat dieksploitasi sebagai cost advantage dan costly to duplicate. Transfer kompetensi merupakan costly to duplicate. Sumber daya intangible biasanya lebih mahal untuk ditiru dibandingkan sumber
daya
tangible.
Sebagaimana
Barkema
dan
Vermeulen
(1998)
mengemukakan bahwa intangible resource seperti spesifik knowledge tentang pasar/produk akan memberikan keuntungan kompetitif lebih besar dibandingkan tangible resource. Perusahaan BUMN setelah di privatisasi akan memperoleh tambahan sumberdaya intangible yang biasanya terlalu mahal untuk ditiru perusahaan lain
62
seperti : brand, reputation, trademarks , entrepreneurial skill, cooperative relationship, network . Sebagaimana dikemukakan Barney, 1991 bahwa sumber daya yang dikembangkan secara internal akan mempunyai kapasitas yang sulit ditiru pesaing dan berhubungan dengan peningkatan kinerja perusahaan. Strategi
kompetitif
pada
firm
level
dipengaruhi
oleh
orientasi
entrepreneurial. Barringer dan Bluedorn (1999) menemukan hubungan positif antara intensitas corporate entrepreneurship dan stratejik manajemen praktis secara spesifik. Dapat dikatakan bahwa corporate entrepreneurship
yang
meliputi proactive, risk taking, inovatif dan penciptaan bisnis baru berhubungan dengan posisi kompetitif perusahaan. Peranan pembelajaran pada perusahaan privatisasi yang ekspansi ke pasar internasional
dengan mengembangkan knowledge baru
dalam
penciptaan
corporate entrepreneurship diperlukan untuk keefektifan organisasi (Senge,1990). Akses untuk informasi merupakan suatu katalisator penting untuk pengembangan produk dan pasar baru. Hubungan knowledge sharing sebagai komplemen dalam menunjang pengembangan sumberdaya dan kapabilitas akan efektif untuk kesuksesan perusahaan secara kompetitif (Dyer & Singh,1998). Sementara Madhok (1997) mengemukakan bahwa privatisasi memfasilitasi kecepatan proses pembelajaran untuk masuk pasar baru dimana perusahaan dapat memanfaatkan share cost/risk dan
dapat
ekspansi
untuk
menambah
kombinasi
produk/pasar
secara
komplementer. Diasumsikan setelah privatisasi , perusahaan BUMN akan menjadi
63
perusahaan baru yang berpandangan pada pasar yang berperilaku lebih inovatif dan lebih toleran dalam menerima resiko. Perusahaan privatisasi BUMN berupaya melakukan ekspansi di pasar internasional untuk memanfaatkan keuntungan sumber daya dan kapabilitas yang ada dalam pasar baru. Disamping itu juga untuk mengembangkan sumber daya dan kapabilitas baru dalam pasar asing. Secara kritikal bahwa sumber daya dan kapabilitas yang dikembangkan memungkinkan menghasilkan suatu keuntungan dalam pasar baru. Oleh karena itu perusahaan hendaknya me re-apply sumber daya the VRIO framework ketika masuk pasar baru. Sebagaimana yang dilakukan oleh perusahaan yang masuk pasar baru, dimana proses pembelajaran dalam merubah mindset penting bagi kesuksesan perusahaan. Sumber daya dan kapabilitas apa yang memenuhi kriteria VRIO dalam pasar baru serta apa yang dapat perusahaan pelajari dari partner dalam pasar baru merupakan efek stratejik transformasi organisasional. Pembelajaran merupakan suatu kekuatan untuk memotivasi menuju keunggulan daya saing. Hamel (1998) mengemukakan bahwa pembelajaran dapat menjadi determinan penting dalam motivasi awal untuk kesuksesan ekspansi bisnis internasional. Barkema dan Vermeulen (1998) menerapkan perspektif pembelajaran untuk determinan kondisi dimana perusahaan ekspansi ke internasional. Diasumsikan
bahwa
semakin
besar
tingkat
intensitas
entrepreneurship , semakin tinggi keunggulan daya saing.
corporate Rasionalitas
64
perusahaan privatisasi BUMN mengembangkan corporate entrepreneurship untuk meningkatkan keunggulan daya saing. Oleh karena itu cara terbaik upaya meningkatkan keunggulan daya saing, adalah secara langsung perhatian tidak hanya
pada
transformasi
organisasional
saja,
tetapi
juga
corporate
entrepreneurship dan pembelajaran organisasional. Perusahaan privatisasi memungkinkan sebagai sumber keunggulan daya saing karena dapat mengeksploitasi sinergi diantara unit bisnis untuk mencapai keunggulan yang berbeda dengan pesaing. Potensi ekonomis dapat diperoleh melalui hubungan network dari adanya sharing activities & penghematan joint cost yang akan menghasilkan cost advantage sebagai sumber kompetitif yang dapat meningkatkan pertumbuhan perusahaan. Potensi lainnya dapat diperoleh dari transfer kompetensi melalui technological leadership untuk membangun complementary aset sehingga menghasilkan differentiation advantage, sebagai sumber keunggulan daya saing (Barney 2002). Sesuai pandangan Resource based view bahwa kompetensi melalui technological leadership sebagai suatu sumberdaya firm level yang mempunyai sifat immobile dan inimitable yang dapat berpengaruh pada volume penjualan (Lieberman & Montgomery,1988). Untuk meningkatkan market share melalui penciptaan inovasi saja tidak cukup, harus diperhatikan keberlanjutan inovasi dengan memfokuskan kapabilitas manajerial, yang terkait dengan peranan pembelajaran dan pengalaman untuk menggunakan inovasi. Reputasi yang di peroleh merupakan sumberdaya yang
65
akan berpengaruh pada volume penjualan. Integrasi Resource based view dan teori organizational learning sebagai dasar teori dapat menjelaskan secara penuh fenomena kinerja privatisasi BUMN. Perusahaan privatisasi BUMN diasumsikan akan berada pada kondisi pasar baru yang lebih kompetitif, dan untuk dapat mengambil keuntungan dari peluang pasar baru tersebut perusahaan harus melakukan transformasi untuk memperbaiki sumber daya perusahaan yang ada melalui pembelajaran, pengembangan corporate entrepreneurship dan penciptaan keunggulan daya saing. Perusahaan harus dapat mengelola sumber daya untuk menciptakan nilai agar posisi kompetitifnya meningkat. Resource based view dan teori organizational learning memberikan suatu perspektif alternative pada transformasi perusahaan privatisasi BUMN. Dalam penerapan perspektif ini, penelitian ini mempunyai implikasi yang berbeda dibandingkan penelitian terdahulu tentang transformasi organisasional yang sebagaian besar tidak berdasar pada aspek intermediate outcome sebagai dampak dari proses transformasi. Penelitian ini mengajukan suatu model yang menjelaskan bagaimana perusahaan privatisasi BUMN melakukan transformasi sumber daya dan dapat belajar menuju kondisi baru yang lebih kompetitif. Integrasi proses kegiatan dari kapabilitas manajemen perlu dipertimbangkan untuk meningkatkan kinerja. Perusahaan memungkinkan untuk belajar dari partnership stratejik, dalam
66
menciptakan inovasi yang akan memberikan kontribusi
terhadap keunggulan
daya saing. Model Transformasi Entrepreneurship Menuju Keunggulan Daya Saing dan Kinerja yang diajukan mengasumsikan bahwa untuk keefektifan transformasi perusahaan privatisasi BUMN memerlukan suatu paket koheren dari perubahan komplemen yang membangun kekuatan perusahaan dan kemampuan organisasi untuk belajar dan berkembang. Perusahaan berupaya memperbaiki sumber daya yang ada sesuai yang diperlukan pasar dengan cara melakukan rekonfigurasi sumber daya-nya. Perubahan sumber daya yang berbentuk sumber daya organisasional dan entrepreneurship merupakan faktor penting dalam membedakan tingkat kesuksesan perusahaan privatisasi. Dimensi dari transformasi organisasional untuk prediksi penciptaan keunggulan daya saing merupakan hal yang penting. Model in menempatkan struktur, otonomi, insentif sebagai bagian transformasi
organisasioal yang penting dalam menekankan inovasi dan
kecenderungan mengambil resiko (risk taking) yang berhubungan dengan kesuksesan perusahaan. Oleh karena itu dapat diasumsikan bahwa determinan dari kinerja adalah karakteristik (sumberdaya dan kapabilitas) pada tingkatan firmlevel . Keunggulan daya saing berasal dari sumber daya dan kapabilitas yang memenuhi kriteria VRIO. Dapat dikatakan bahwa dalam upaya miningkatkan kinerja,
perusahaan
hendaknya
mampu
melakukan
transformasi
dan
67
pembelajaran organisasional serta mengembangkan corporate entreprneurship yang berdaya saing. Diasumsikan transformasi organisasional secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi proses peningkatan daya saing. Peningkatan daya saing mempunyai dampak pada kinerja perusahaan. Dapat dikatakan bahwa transformasi organisasional mempengaruhi keunggulan daya saing dan proses pembelajaran organisasional. Perusahaan akan bertindak rasional untuk mengembangkan keunggulan daya saing tidak hanya fokus pada proses transformasi organisasional namun juga memperhatikan pengembangan corporate entrepreneurship
yang didukung
proses pembelajaran. Oleh karena itu cara terbaik untuk mencapai kinerja perusahaan adalah secara langsung perhatian tidak pada tahap proses transformasi organisasional tetapi lebih difokuskan pada tahap proses peningkatan keunggulan daya saing. Sebagaimana ditunjukkan pada penelitian terdahulu, kinerja perusahaan semakin besar signifikan ketika dipengaruhi oleh keunggulan daya saing perusahaan. Dengan itu diasumsikan bahwa keunggulan daya saing perusahaan dapat menjadi variabel mediasi hubungan antara corporate entrepreneurship dan kinerja perusahaan dalam model Transformasi Entrepreneurship. Secara ringkas proposisi proposisi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperti yang disajikan dalam tabel.2.1.berikut ini.
68
TABEL 4.1 ISU KONSEP DAN PROPOSISI ISU KONSEP
PROPOSISI Proposisi 1 : Transformasi Organisasional
Transformasi Organisasional Pembelajaran Organisasional Corporate Entrepreneurship
Transformasi
Organisasional
merupakan
proses
transformasi yamg terkait dengan perubahan inti organisasi yamg meliputi strtaegi, sistem, budaya dan struktur. Transformasi
Organisasional
mempengaruhi
corporate
entrepreneurship secara langsung atau secara tidak langsung dengan mediasi pembelajaran organisasional Proposisi 2 : Keunggulan daya Saing
Keunggulan daya Saing
Keunggulan daya saing merupakan posisi kompetitif perusahaan karena adanya serangkaian sumberdaya dan kapabilitas yang sulit ditiru pesaing. Keunggulan daya saing akan
tercipta
karena
pengaruh
langsung
corporate
entrepreneurship dan transformasi organisasional. Kinerja Perusahaan
Proposisi 3 : Kinerja perusahaan Kinerja perusahaan merupakan tolak ukur keberhasilan perusahaan yang terkait dengan efisiensi, pengembangan pasar dan produk baru , serta pertumbuhan. Hubungan antara transformasi organisasional dan kinerja dapat terjadi secara langsung atau di mediasi dengan integrasi proses kegiatan.
Perusahaan
dengan
orientasi
corporate
entrepreneurship dan keunggulan daya saing yang didukung proses
transformasi
organisasional
akan
dapat
meningkatkan kinerja perusahaan. Sumber : Dikembangkan untuk kajian ini
69
BAB V PENGEMBANGAN MODEL EMPIRIK
Kajian literatur yang berbasiskan organizational learning dan resource based view membentuk pengembangan proposisi. Berdasarkan proposisi satu, tentang transformasi organisaional ,diusulkan hipotesis 1, 2, dan 3. Proposisi dua sebagai konsep keunggulan daya saing mengusulan hipotesis 4, 5, dan 6. Dan proposisi tiga tentang kinerja perusahaan mengusulkan 7, 8, 9, dan 10. Secara detail dapat dijelaskan sebagai berikut :
5.1 Transformasi Organisasional dan Pembelajaran Organisasional Penelitian privatisasi perusahaan dilakukan oleh Wright, Hoskisson, Busenitz, dan Dial (2000) yang meneliti 189 perusahaan privatisasi di Central East Europe menyimpulkan bahwa transformasi insentif para manajer pada perusahaan privatisasi akan berpengaruh secara positif terhadap pembelajaran organisasional. Sebagaimana ditemukan pada penelitian yang dilakukan pada tahun 2000 oleh Craggg & Dyck bahwa peningkatan kompensasi manajer pada perusahaan privatisasi akan memperbaiki keinginan manajer untuk mau belajar pengembangan produk dan pengetahuan pasar. Demikian juga dengan penelitian oleh (Lyles dan Salk,1996) yang melakukan riset pada perusahaan privatisasi di Hungaria menemukan hal yang sama bahwa peningkatam insentif manajer akan meningkatkan kapasitas pembelajaran organisasional
70
Peneliti peneliti lain seperti
Slevin dan Covin (1990), Cornwall dan
Perlman (1990) menyatakan bahwa transformasi struktur perusahaan privatisasi dari struktur organisasional secara hirarki dan birokratis menjadi struktur organisasional yang tidak berlapis lapis akan lebih mudah dalam menyesuaikan dan
lebih
terbuka
meningkatkan
melakukan
penyebaran
komunikasi
informasi.
(1995) faktor faktor organisasional
sehingga
Menurut
Nonaka
dapat
membantu
dan
Takeuchi,
akan mempengaruhi kemampuan untuk
memperbanyak dan menciptakan pengetahuan. Untuk memproses informasi, kapasitas
absorpsi
suatu
perusahaan
sebagai
fungsi
dari
karakteristik
organisasinya. Van den Bosh (1999) mengemukakan bahwa karakteristik organisasi yang dapat mempunyai kapasitas absorpsi dalam proses informasi terutama ditentukan oleh kombinasi antara struktur dan kapabilitas yang ada. Dikemukakan oleh Van den Bosh bahwa perusahaan yang mempunyai struktur horisontal
mempunyai
mekanisme
koordinasi
yang
efektif
dan
lebih
memungkinkan untuk mempelajari dan menyebarkan pengetahuan. Menurut (Das dan Elango,1995)
faktor flexibility
akan berpengaruh terhadap konsistensi
pembelajaran organisasional. Sebagaimana ditemukan pada penelitian perusahaan privatisasi di Hungaria menunjukkan bahwa peningkatam fleksibilitas organisasi akan meningkatkan kapasitas pembelajaran mereka (Lyles dan Salk,1996). Dengan demikian faktor faktor organisasional dapat meningkatkan kemampuan untuk memproses pengetahuan ketika terjadi kolaborasi dan pertukaran informasi dalam perusahaan dan ketika terdapat kebebasan yang lebih banyak pada
71
karyawan untuk merubah pola aktivitasnya dalam proses penyesuaikan perubahan kondisi. Dengan didukung penemuan secara empirik di Rusia bahwa perusahaan privatisasi mempunyai struktur dan budaya yang bersifat lebih fleksibel merupakan dimensi yang sangat berguna untuk memprediksi kinerja perusahaan secara keseluruhan (Fey dan Denison,1999). Penciptaan strategic flexibility merupakan faktor kritikal untuk kesuksesan transformasi organisasional, sebagai perwujudan konsistensi internal antara sumber daya secara historis perusahaan milik pemerintah, ke perusahaan baru yang dikembangkan melalui sumber daya yang diperoleh dari sistem organisasional. Pada tahun 1998 Sandvig dan Coakley melakukan riset empirik terhadap sembilan perusahaan yang sukses melakukan transformasi dari perubahan tingkat ketergantungan pemerintah. Hasil penelitian Sandvig dan Coakley mengacu pada pendapat Mc Campbel (1988) yang menemukan bahwa transformasi strategi dapat digunakan untuk daya pengungkitan kompetensi inti yang diperlukan untuk meningkatkan kapabilitas pembelajaran. Berdasarkan penjelasan tersebut diajukan hipotesis sebagai berikut :
Hipotesis 1: Transformasi organisasional berpengaruh positif terhadap pembelajaran organisasional
72
5.2 Transformasi Organisasional dan Corporate Entrepreneurship
Penelitian privatisasi perusahaan dilakukan oleh
Zahra (2000)
menyimpulkan bahwa transformasi struktur perusahaan privatisasi berpengaruh secara positif terhadap kemauan dalam menerima risiko yang terkait dengan keinginan inovasi. Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Hoskisson (1993) yang menemukan bahwa peningkatan kompensasi akan memperbaiki keinginan manajer untuk mengambil risiko dalam mendukung inovasi. Penelitian tentang transformasi yang terkait dengan struktur dilakukan oleh Jennings (1994) yang membedakan antara struktur organisasional
yang bersifat organic dan
mechanistic. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa suatu organisasi akan menjadi gencar berinovasi jika struktur organisasionalnya adalah secara organicaly structures dengan sistem yang terdesentralisasi dan fleksibel. Penelitian ini berkaitan dengan hasil penelitian Wilson (1966) yang menyimpulkan bahwa struktur organic merupakan suatu struktur organisasi yang dapat
membangkitkan
dan
mengimplementasikan
ide
yang
inovative.
Sebagaimana dikemukakan oleh Duncan (1976) bahwa untuk dapat menciptakan gagasan gagasan baru, perusahaan perlu melakukan transformasi organisasional ke arah struktur organic. Peneliti Knigh (1986) dan Saxena (1991) menyimpulkan bahwa inovasi korporat dapat dikelola dengan sukses, melalui cara pengelolaan manajemen secara efektif yang terkait pengelolaan budaya yang lebih mengarah pada proses
73
inovatif. Pendapat ini sesuai dengan Merrifield (1993); Hisrich & Peters (1984); Maclillan (1986) yang mengemukakan bahwa salah satu elemen penting organisasi yang dapat diubah melalui privatisasi dalam pengembangan corporate entrepreneurship adalah unsur dukungan organisasional dan dukungan manajerial untuk aktivitas aktivitas entrepreneurial. Merrifield ( 1993) menyebutkan bahwa kesuksesan corporate entrepreneurship karena dukungan manajerial terkait dengan keterlibatan top manajemen. Hisrich & Peters (1984) menyebutkan bahwa faktor organisasional dapat meningkatkan pengobaran semangat inovasi. Sedangkan Maclillan, (1986) mengemukakan bahwa komitmen, gaya, susunan kepegawaian, serta penghargaan akan dapat berguna untuk menciptakan aktivitasaktivitas entrepreneurial. Sementara Stevenson & Jarillo, (1990) mengemukakan bahwa dukungan organisasional yang terkait dengan otonomi
akan dapat
menemukan peluang dan membuat sumber daya yang tersedia tidak menganggur. Kanter (1984) dan Pinchot (1985) juga menyatakan bahwa
dukungan
organisasional dapat mempengaruhi perilaku dan aktivitas entreprneurial perusahaan. Sebagaimana penelitian Zahra (1993) tentang elemen-elemen yang termasuk dalam dukungan organisasional terkait dengan dukungan manajemen, kebijakan kerja, tersedianya waktu, dan penghargaan. Demikian juga Omsby et al (1990,1993) menunjukkan bahwa elemen yang sebagai dukungan organisasional merupakan elemen krusial organisasional yang dapat mempengaruhi corporate entrepreneurship.
74
Aktivitas aktivitas entrepreneurial seperti ”inovasi dan venturing” dapat dilihat sebagai dua kunci outcome entrepreneurial dari privatisasi yang digerakkan oleh transformasi organisasional (Zahra, 2000). Peneliti lain yaitu Hutchinson (1991) menemukan bahwa transformasi perusahaan privatisasi milik pemerintah di United
Kingdom mempunyai pengaruh positif terhadap
pengembangan inovasi. Pengembangan inovasi dapat dijadikan elemen penting dari corporate entrepreneurship. Sebagaimana dikemukakan Dunsire (1991) bahwa outcome entrepreneurial perusahaan privatisasi dihasilkan dari upaya perubahan internal ke arah “peningkatan output”. Zahra (2000), mengemukakan bahwa transformasi organisasional perusahaan privatisasi akan mendorong pengembangan aktivitas aktivitas yang bersifat entrepreneurial yang terkait dalam hal perubahan perilaku pengambilan risiko dan inovasi. Manurut Cuervo & Villalonga (2000) perusahaan privatisasi juga mengubah struktur organisasi mereka untuk menjamin pengambilan keputusan yang lebih cepat dengan mengurangi lapisan-lapisan dari manajemen dan mengurangi peraturan peraturan birokrasi. Struktur organisasi flatter lebih umum dirancang pada perusahaan privatisasi
karena diharapkan dapat mempermudah komunikasi antara
manajemen dan karyawan. Dengan meningkatkan komunikasi dapat memperkuat komitmen karyawan pada organisasi, yang selanjutnya dapat mendorong karyawan untuk lebih produktif dan inovatif. Ketika budaya organisasi dapat memperkuat karyawan dalam meningkatkan keinginan untuk mengambil risiko
75
yang mengarah pada dukungan dalam melakukan inovasi produk, inovasi proses, dan inovasi administrasi (Kanter,1989). Setelah melakukan privatisasi, BUMN akan menjadi perusahaan baru dengan berorientasi ke arah kebutuhan pasar, yang ditunjukkan perilaku perusahaan dengan
tingkatan yang lebih tinggi
dalam menerima risiko dan inovatif, serta keinginan untuk masuk ke bisnis baru (Meyer, 1993). Sebagaimana dikemukakan Zahra (2000) bahwa transformasi organisasional mampu memacu aktivitasi entrepreneurial yang meliputi pengembangan inovasi dan peningkatan aktivitas aktivitas yang berisiko. Oleh karena itu, diajukan hipotesis sebagai berikut:
Hipotesis 2 : Transformasi organisasional berpengaruh positif terhadap Corporate Entrepreneurship
5.3 Pembelajaran Organisasional dan Corporate Entrepreneurship Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan bahwa jumlah dan variasi informasi akan membuka seseorang secara individual yang merupakan faktor penentu untuk menciptakan kreatifitas. Beberapa penelitian terdahulu juga menunjukkan kesamaan hasil penemuan bahwa salah satu faktor utama yang berpengaruh terhadap inovasi dalam organisasi adalah jumlah informasi yang dapat membuka mainset organisasi dan anggotanya (Huber,1998). Dikemukakan
76
oleh Huber bahwa tidak diragukan lagi jika lingkungan yang kaya informasi akan memberikan kontribusi kreatifitas dan inovasi dalam suatu organisasi. Pembelajaran organisasional dapat dikelola secara aktif melalui tiga perhatian pokok, yaitu: pertama, organisasi dapat belajar melalui sensing meliputi perubahan teknologi, moral, atau tindakan pesaing di lingkungan internal dan eksternal mereka. Kedua, mereka juga belajar secara experiental learning seperti melalui pengalaman mereka dengan menemukan cara-cara yang lebih cepat dengan biaya lebih rendah untuk produksi suatu produk. Ketiga, secara organizations learn vicarously artinya organisasi belajar dari orang lain seperti dari ahli-ahli
yang berasal dari luar perusahaan dengan spesialisasi keahlian
tertentu. Pembelajaran akan membuat peningkatan tersedianya jumlah informasi dan pengetahuan yang dapat mempermudah pembentukan kreatifitas. Gagasangagasan kreatifitas yang dibangkitkan dalam suatu organisasi sering disebut sebagai inovasi organisasi. Jika diperluas arti inovasi, adalah proses dan gagasan gagasan tersebut sering juga sebagai sumber daya dari inovasi. Menurut Zahra (2000) terdapat hubungan antara pengalaman dan inovasi , yang mengarah tidak hanya terhadap pembelajaran inovasi, tetapi juga terhadap pembelajaran kapabilitas organisasi yang berhubungan dengan inovasi. Kreatifitas dan inovasi yang mengarah pada peluang-peluang yang menguntungkan
tidak
dapat
dimanfaatkan
organisasi
tanpa
tambahan
pengetahuan. Oleh karena itu, terdapat hubungan secara sinergis antara
77
pembelajaran experiential, vicarously, kreativitas dan inovasi. Pendapat tersebut mendukung pendapat Fiol MC dan Lyles M A (1985) yang menyatakan bahwa pembelajaran organisasional merupakan proses untuk meningkatkan pemahaman pengetahuan yang lebih baik. Penelitian Gorelick C, (2005) menganalisis hubungan antara pembelajaran organisasional dan corporate entrepreneurship yang memfokuskan sebagai strategi bisnis. Peneliti Crossan, (1995)
menyebutkan bahwa corporate
entrepreneurship selain dipengaruhi pembelajaran organisasional secara ekternal juga dipengaruhi pembelajaran secara internal seperti dalam mendukung pengembangan inovasi. Sebagaimana dikemukakan oleh Nason (1994) dan Bontis (2002) bahwa selain hubungan antara transformasi otonomi organisasional dan corporae entrepreneurship, juga perlu dipertimbangkan variabel pembelajaran organisasional sebagai mediasi yang dapat mendukung kesuksesan corporate entreprenership. Berdasarkan uraian di atas diajukan hipotesis sebagai berikut :
Hipotesis 3: Pembelajaran organisasional berpengaruh positif terhadap corporate entrepreneurship
5.4 Transformasi Organisasional dan Keunggulan Daya Saing Menurut Prahalad dan Hamel (1990) untuk mencapai keunggulan kompetitif diperlukan struktur, sistem dan budaya yang lebih fleksibel secara
78
stratejik.
Sebagaimana pendapat Barney bahwa keunggulan kompetitif
perusahaan bergantung kepada organizational capital atau Barney menyebutkan dengan istilah ”socially complex resources”. Dikemukakan bahwa capital yang dimanifestasikan melalui budaya organisasional dapat memberikan sumber keunggulan kompetitif. Penelitian Chung dan Gibbons (1997) menemukan bahwa budaya akan memberikan ideologi atau visi untuk menjalankan komitmen yang memfokuskan keuggulan
kompetitif.
Dikemukakan
bahwa
pengembangan
budaya
entrepreneurial membangun kualitas sumber daya manusia yang tinggi yang akan memberikan perusahaan secara potensial dalam mencapai keunggulan kompetitif yang berkelanjutan. Menurut Ferdinand (2003)
bahwa kompetensi transformasi dapat
dipahami sebagai kapabilitas organisasional yang dibutuhkan untuk mengkonversi input menjadi output secara berkeunggulan. Kompetensi transformasi dapat mengambil bentuk inovasi dan budaya organisasi yang memungkinkan perusahaan mencapai keunggulan bersaing dalam biaya rendah atau keunggulan diferensiasi (Porter,1990). Inovasi termasuk didalamnya antara lain inovasi teknologi, inovasi pemasaran, dan inovasi manajerial, yang mana proses tersebut akan menyajikan bagi organisasi sebuah kapabilitas untuk menghasilkan produk atau proses baru yang lebih cepat daripada yang dilakukan oleh pesaingnya, yang memungkinkan perusahaan mendapatkan sebuah keunggulan kompetitif atau keunggulan dalam
79
melakukan first mover (Bharadwaj, Varajan et al, 1993; Lieberman and Montgomery 1998). Untuk memahami bagaimana kompetensi ini mampu meningkatkan keunggulan kompetitif, dalam studi ini lebih ditekankan dengan menggunakan konsep kapital ”organisasional”. Sebagaimana dikemukakan oleh (Prescott and Visscher 1980; Barney 1991) yang
menunjukkan bahwa terdapat tiga jenis
sumberdaya khas perusahaan yang mampu menghasilkan rente bagi organisasi yaitu : (1) modal fisik, (2) modal insani, dan (3) modal organisasional. Salah satu “invisible assets” yang muncul dari kategori modal tersebut di atas adalah “portofolio kapabilitas organisasional” yang meliputi sistem kontrol dan koordinasi, sistem informasi manajemen, sistem jenjang organisasional, sistem lapisan manajemen, dan hubungan informal yang dibudidayakan dan diberdayakan secara historis, dimana kesemuanya itu melekat dalam organisasi secara organisasional yang bersifat rumit karena proses tersebut sulit untuk ditiru (Barney,1991; Oliver,1997; Peteraf,1993). Oleh karena itu, disimpulkan bahwa semua “invisible assets” yang melekat secara organisasional pada sebuah perusahaan akan mampu meningkatkan keunggulan bersaing. Setelah privatisasi, perusahaan dan manajemen sebagai subjek untuk kekuatan pasar, yang mana dalam rangka meningkatkan kekayaan pemegang saham, perusahaan berupaya melakukan cara baru dengan membangun penjualan dan unit pemasaran baru, mengimplementasikan sistem kontrol, dan accounting yang baru, keputusan strategi strategi produk baru, dan mengembangkan serta
80
mengimplementasikan program investasi baru (Sachs & Lipton,1990). Dalam hal mengenai reputasi dan kompensasi, manajer akan dikaitkan dengan implementasi pada strategi-strategi yang dapat meningkatkan
keunggulan daya saing
perusahaan (Zahra,1996). Terdapat bukti empirik hubungan transformasi insentif mempengaruhi keunggulan daya saing perusahaan, sebagaimana ditemukan pada penelitian Sadler, (2002) bahwa kompensasi manajer meningkat setelah privatisasi dan kompensasi manajer dalam perusahaan privatisasi sama dengan pada sistem insentif pada perusahaan korporasi. Peningkatan kebijaksanaan kompensasi dapat meningkatkan keinginan manajer dalam mengambil risiko untuk memperluas akses pendanaan dan
mengembangkan jaringan pasar dalam rangka upaya
pengurangan biaya.Berdasarkan uraian di atas diajukan hipotesis sebagai berikut :
Hipotesis 4: Transformasi organisasional berpengaruh positif terhadap keunggulan daya saing
5.5 Pembelajaran Organisasional dan Keunggulan Daya Saing Penelitian terdahulu mengemukakan bahwa pembelajaran organisasional dipertimbangkan sebagai suatu konstruk
dan juga dapat membangkitkan
”generate learning serving” yang merupakan salah satu kompetensi inti yang penting bagi perusahaan (Sinkula, Baker, Noordewier 1977, Baker dan Sinkula,
81
1999) untuk memberikan kontribusi dalam menciptakan dan mempertahankan keunggulan daya saing (Sinkula, Baker dan Noordwier,1997; Day,1991; Dickson,1996) , dan juga dapat meningkatkan kinerja (Slater dan Narver, 1996; Sinkula, Baker dan Noordewier,1997). Peningkatan knowledge akan membantu organisasi dalam mencapai sasaran sebagai peluang untuk mendapatkan keunggulan daya saing perusahaan karena pengetahuan memberikan informasi luas yang melintasi batas kondisi internal organisasi ( Hargadon & Sutton, 1997). Sedangkan Lopez, Peon Ordas (2005) menunjukkan terdapat hubungan antara pembelajaran organisasional dan keunggulan daya saing. Sebagaimana dikemukakan oleh Ireland, Kuratko, dan Morris (2006) bahwa knowledge merupakan sumber keunggulan kompetitif yang lebih penting dibandingkan satu set fisik perusahaan. Hal ini karena knowledge merupakan informasi yang memuat experience, judgment, intuition ,dan value. Pengujian keunggulan daya saing yang berkelanjutan ditemukan William (1992) yang menyatakan bahwa semua industri secara substansial berubah, yang mengarah ke orientasi pelanggan, pesaing, dan teknologi suplier. Perubahan ini menciptakan penekanan bisnis yang secara berkelanjutan untuk meningkatkan produk dan servis mereka agar dapat mempertahankan atau meningkatkan nilai mereka pada pelanggan (Ghemawat,1986; William,1992). Oleh karena itu, kemampuan untuk dapat ”mempelajari sesuatu yang lebih cepat” dibandingkan pesaingnya memungkinkan pada pencapaian keunggulan daya saing yang berkelanjutan (De Gus,1988). Sebagaimana dikemukakan oleh Day (1994) dan
82
Slater & Narver (1995) bahwa kapabilitas yang unggul untuk dapat mempelajari merupakan sesuatu yang penting untuk mencapai keunggulan daya saing. Kapabilitas yang unggul merupakan sumber daya yang berharga yang sulit ditiru, yang dapat mengantisipasi tindakan tindakan kompleksitas dari jumlah aktivitas pengembangan produk dan jasa sebagai akselerasi pasar serta perubahan teknologi. Penelitian Hurley Robert F dan Hult G.Tomas M (1998) yang meneliti hubungan antara pembelajaran dan daya saing menyimpulkan bahwa tingkat daya saing yang lebih tinggi akan berhubungan dengan budaya yang menekankan pada pembelajaran. Sementara Menon dan Varadarajan (1992) menyatakan bahwa budaya yang dapat memfasilitasi knowledge sharing
akan berdampak pada
keunggulan daya saing. Berman (1998) mengemukakan bahwa untuk mencapai keunggulan daya saing, perusahaan harus mampu melakukan sharing information dan evaluasi dalam memperoleh feedback. Pembelajaran
organisasional
membantu
perusahaan
untuk
mengembangkan secara terus menerus perubahan kompetensi inti yang berdaya saing. Sementara Williams Jeffrey R (1992) menyebutkan bahwa studi keunggulan daya saing memfokuskan pada power dari proses pembelajaran organisasional . Dikemukakan bahwa proses untuk dapat menawarkan pelayanan superior kepada pelanggan merupakan salah satu faktor penentu keunggulan daya saing berkaitan dengan proses pembelajaran organisasional yang melibatkan
83
peningkatan kompetensi sumber daya perusahaan . Berdasarkan uraian di atas diajukan hipotesis sebagai berikut : Hipotesis 5: Pembelajaran organisasional berpengaruh positif terhadap keunggulan daya saing
5. 6 Corporate Entrepreneurship dan Keunggulan Daya Saing Penelitian
yang
banyak
memberi
perhatian
pada
corporate
entrepreneurship sebagai strategi pertumbuhan untuk mencapai keunggulan kompetitif dilakukan oleh Manimala et al (2002) menyatakan bahwa untuk mencapai pertumbuhan yang tinggi diperlukan sektor yang mempunyai keunggulan kompetitif. Penelitian Manimala dilakukan pada sektor manufaktur India dan ditemukan bahwa aktivitas-aktivitas corporate entrepreneurial merupakan aktivitas yang penting dalam peningkatan daya saing perusahaan untuk negara berkembang. Penelitian ini mengacu pendapat Kuratko, Ireland, Hornsby (2001) yang menyatakan bahwa perilaku aktivitas entrepreneurial dipandang sebagai jalur kritis yang penting untuk mencapai keunggulan kompetitif. Salah satu perusahaan di bidang manajemen kesehatan di Acordia Inc menjadi makmur dan berkembang melalui visi strategi entrepreneurial. Pada tahun 1986 entrepreurial action digunakan sebagai “instrumental” untuk pencapaian perusahaan Acordia agar dapat memimpin bisnis yang lebih baik dari tahun tahun sebelumnya.
84
Dikemukakan bahwa entrepreneurial action dapat digunakan sebagai pondasi untuk kesuksesan strategi corporate entrepreneurship dalam meningkatkan daya saing. Peneliti lainnya yang berpandangan sama, adalah Antonic B & Hisric (2004) mengemukakan bahwa Corporate entrepreneurship merupakan orientasi dan aktivitas entrepreneurial untuk keberlanjutan organisasi dan sebagai aspek yang penting dalam keunggulan diferensiasi dan keunggulan biaya,
dapat
digunakan sebagai upaya dalam memperbaiki dan meningkatkan daya saing (Wennekers & Turik, 1999). Menurut
Zahra
dan
Covin
(1995),
corporate
entrepreneurship
didefinisikan sebagai entrepreneurial activities dalam bentuk inovasi produk, inovasi proses, dan inovasi organisasional. Antoncic dan Hisrich (2000) menyatakan bahwa proses corporate entrepreneurship berkenaan untuk penciptaan bisnis baru dan aktivitas-aktivitas innovative seperti pengembangan produk/servis baru, teknologi baru, teknik admisnistrasi baru, strategi baru dan pengembangan sikap kompetitif. Menurut Kuratko, Ireland, Hornsby (2001) menyatakan bahwa innovation akan membawa sesuatu yang baru ke dalam produk, service, proses dan pasar menuju keunggulan kompetitif. Penelitian empirik di Acordia ditemukan bahwa strategi corporate entrepreneurship dapat digunakan untuk meningkatkan keunggulan kompetitif dalam rangka mempersiapkan kesuksesan yang akan datang. Miller dan Friesen (1982)
mengemukakan bahwa corporate
85
entrepreneurship adalah untuk memperluas jangkauan implementasi inovasi dalam meningkatakan keunggulan daya saing. Sebagaimana dikemukakan oleh Michael Porter (1995) bahwa
daya saing perusahaan bergantung kepada
kapasitas perusahaan untuk melakukan inovasi. Perusahaan dapat memperoleh keunggulan daya saing ketika perusahaan mampu mengembangkan barang barang dan jasa yang inovatif dan dapat mentransfer ke pasar dengan lebih cepat dibandingkan para pesaingnya. Menurut K.M. Eisenhardt (1999) bahwa mengembangkan produk dengan cepat dalam perekonomian global akan berdampak kuat dan positif bagi posisi daya saing perusahaan. Penelitian Zahra, Nash, dan Bickford, (1995) menyebutkan bahwa kepeloporan dapat memperkuat posisi keunggulan daya saing dengan peningkatan inovasi produk
dan pasar baru, akan membantu meningkatkan reputasi
perusahaan. Berdasarkan uraian d iatas diajukan hipotesis sebagai berikut : Hipotesis 6: Corporate Entrepreneurship
berpengaruh positif terhadap
keunggulan daya saing
5.7 Transformasi Organisasional dan Kinerja Transformasi organisasional pada dasarnya merupakan perubahanperubahan pokok parameter utama organisasional yang terkait dengan misi, strategy, structure dan budaya secara simultan yang dapat mempengaruhi kinerja
86
perusahaan (Lant et al,1992; Romanelli dan Tushman, 1994; Sabherwal et al, 2001; Sherman dan Chaganti, 1998; Virany et al, 1992). Sementara menurut Johnson dan Loveman (1995) bahwa transformasi pada perusahaan privatisasi akan mengubah struktur dan cara pengelolaan perusahaan, sehingga dapat mendorong perubahan fundamental budaya perusahaan yang akan berpengaruh pada kinerja perusahaan (Zahra,2000). Dikemukakan oleh Zahra bahwa transformasi organisasional pada perusahaan yang diprivatisasi berarti akan mengubah struktur, insentif manajerial, dan budaya perusahaan, yang diharapkan dapat memotivasi tercapainya tujuan perusahaan dalam mempengaruhi kinerja perusahaan. Beberapa penelitian empirik mendukung pendapat di atas, bahwa kinerja dapat ditingkatkan melalui kesempatan perusahaan yang akan melakukan transformasi organisasional (Lant et al, 1992; Zajac and Kratz, 1993; Webb dan Dowson, 1991). Pendapat yang sama oleh Rindova dan Kotha (2001) dan Romaneli & Tushman (1994) mengemukakan bahwa perubahan internal seperti perubahan struktur dan budaya akan meningkatkan kinerja sebagai akibat dari proses transformasi organisasional. Menurut D’Souza dan Megginson ( 1999 ) bahwa perusahaan privatisasi menjadi subjek penekanan pasar yang dipaksa untuk menjadi lebih efisien dan efektif karena adanya perubahan struktur dan budaya organisasional. Sementara peneliti Cuervo dan Vil (1989) mengemukakan bahwa perusahaan privatisasi akan mengubah struktur organisasi mereka untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Peningkatan kualitas pelayanan dapat
87
meningkatkan komitmen karyawan untuk lebih produktif dan inovatif (Kanter, 1989), yang pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja perusahaan (Zahra, 2000). Berdasarkan uraian di atas diajukan hiptesis :
Hipotesis 7 : Transformasi organisasional berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan
5.8 Pembelajaran Organisasional dan Kinerja Pembelajaran melalui pengetahuan dan pemahaman yang lebih baik memudahkan sikap untuk berubah yang mengarah pada peningkatan kinerja (Simon, 1969; Fiol dan Lyles,1985; Senge,1990; Garvin,1993;Lei,1999). Perusahaan yang sanggup untuk mempelajari kedudukan pelanggan, pesaing, dan para regulator akan memiliki kesempatan yang lebih baik terhadap pemikiran dan tindakannya serta mempunyai kecenderungan untuk dapat memposisikan dalam marketplace, yang akhirnya berdampak pada kinerja perusahaan (Tippins dan Sohi,2003). Pembelajaran organisasional merupakan barang berharga untuk peningkatan nilai di mata pelanggan. Oleh kerena itu, perusahaan akan memfokuskan pada pemahaman dan keefektifan kepuasan pelanggan yang diekspresikan melalui pengembangan produk, jasa, dan cara melakukan bisnis yang merupakan kebutuhan laten bagi konsumen (Slater dan Narver,1995; Lukas, 1996). Hal ini akan berdampak secara langsung pada outcome yang lebih tinggi dalam kesuksesan pengembangan produk baru dan dapat meningkatkan kepuasan
88
pelanggan
yang akhirnya dapat memacu pertumbuhan penjualan serta
meningkatkan profitabilitas perusahaan. (Slater dan Narver,1995; Lukas,1996; Hurley dan Hult; Bontis,2002). Oleh karena itu, pembelajaran organisasional merupakan kapasitas yang komplek yang sulit ditiru dan dikembangkan, yang berguna untuk sejumlah aktivitas-aktivitas pengembangan produk untuk jasa pelanggan dan dapat dipertimbangkan
sebagai
sumber
keunggulan
daya
saing
(Day,
1994;
Slater,1997). Untuk menganalisis secara empirik signifikansi perbedaan profitabilitas di antara perusahaan yang diakibatkan kapasitas pembelajaran diperlukan pengujian hubungan pembelajaran, dan kinerja perusahaan yang dibandingkan antara beberapa perusahaan perusahaan (Smith,1996). Sebagaimana telah dikemukakan pada penelitian terdahulu bahwa terdapat pengaruh positif antara pembelajaran organisasional terhadap kinerja bisnis. Penelitian terdahulu telah menemukan dampak pembelajaran organisasional terhadap kinerja, dengan menggunakan pendekatan teori Organizational learning . Peneliti Hunt (1977) mengemukakan bahwa pengaruh perilaku kompetitif perusahaan dalam mengejar keunggulan daya saing melalui penyebaran pengetahuan dan penambahan pengalaman, di hipotesiskan untuk menghasilkan kinerja. Berbagai penelitian terdahulu mengemukakan bahwa pembelajaran organisasional pada privatisasi BUMN akan memungkinkan peningkatkan kinerja perusahaan melalui trasformasi struktur organisasional (Uhlenbruck, 2003; Zahra, 2000 dan Newman, 2000). Sebagaimana dikemukakan peneliti Ellinger, Yang dan Howton (2002), dan
89
Jashapara (2003) yang menemukan hubungan positif antara karakteristik pembelajaran organisasional dan kinerja. Berdasarkan penjelasan tersebut, diajukan hipotesis sebagai berikut : Hipotesis 8: Pembelajaran organisasional berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan
5.9 Corporate Entrepreneurship dan Kinerja Kinerja yang unggul secara berkelanjutan dapat dicapai melalui pengembangan produk, jasa, proses, dan pasar baru (Antoncic, 2000). Perbedaan kinerja perusahaan dapat disebabkan karena perilaku entrepreneurship melalui organisasi yang terkait penggunaan inovasi untuk penciptaan nilai ( Slevin dan Covin, 1990). Sebagaimana penelitian Zahra, Nielsen, dan Bogner (1999); Wiklund (1999); Zahra dan Covin (1995) yang menemukan bahwa Corporate Entrepreneurship yang ditandai adanya peningkatan risiko yang terkait dengan inovasi dapat meningkatkan kinerja
perusahaan.
Sementara Kanter (1984);
Peters dan Waterman (1982), Pinchot (1985) lebih memfokuskan pada pertimbangan organisasional welath creation sebagai konsekuensi yang penting dari corporate entrepreneurship. Penelitian lain yang menemukan hasil yang sama yaitu Naman dan Slevin (1998) bahwa corporate entrepreneurship akan mendorong
kinerja.
Dikemukakan
bahwa
organisasi
yang
bersifat
entrepreneurial, dicirikan dengan sikap manajemen puncak dalam mendorong
90
aktivitas aktivitas entrepreneurial yang diharapkan dapat mencapai tingkat pertumbuhan, profitabilitas, dan new wealth creation yang lebih tinggi, jika dibandingkan
dengan
organisasi
yang
berorientasi
pada
corporate
entrepreneurship yang lebih rendah. Penemuan penelitian tentang Corporate Entrepreneurship merupakan faktor penting untuk kesuksesan kinerja perusahaan, juga dikemukakan oleh Peterson dan Berger (1971) bahwa aktivitas akivitas entrepreneurial membantu perusahaan untuk mengembangkan bisnis baru yang pada akhirnya dapat menciptakan revenue. Aktivitas aktivitas Corporate Entrepreneurship juga mempertinggi keberhasilan perusahaan dengan memajukan inovasi produk dan proses (Burgelman, 1983, 1991). Menurut Miller (1983) Corporate Entrepreneurship sebagai perwujudan yang terkait dengan risk taking, ,pro-activeness, dan inovasi produk secara radikal. Berbagai penelitian empirik yang dilakukan oleh Kuratko, Montagno dan Hornsby (1990); Lumpkin & Des, (1996); Zahra, Covin, Zahra (1998); Zahra & Pearce (1994) menunjukkan bahwa untuk Corporate Entrepreneurship berperan memperbaiki kinerja perusahaan melalui peningkatan proactive perusahaan, sebagai wujud tindakan kepeloporan pengembangan produk, servis, dan proses baru yang lebih berisiko. Sebagaimana ditemukan pada penelitian Guth dan Ginsberg (1990) bahwa corporate entrepreneurship mempengaruhi kinerja berkaitan dengan pengenalan produk baru yang berdampak pada peningkatan profitablitas perusahaan. Menurut Zahra (1991) corporate entrepreneurship berhubungan dengan pencapaian untuk memperbaiki profitabilitas perusahaan melalui proses penciptaan bisnis baru dan
91
pengembangan usaha yang telah ada dalam perusahaan. Untuk menguji bagaimana hubungan corporate entrepreneurship dan kinerja, diajukan hipotesis sebagai berikut : Hipotesis 9 : Corporate Entrepreneurship berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan
5.10 Keunggulan daya saing dan kinerja Beberapa studi yang dilakukan oleh para peneliti manajemen pemasaran dan manajemen stratejik (Aaker 1989; Amit dan Schoemaker 1993; Bharadwaj, Varadarajan et al, 1993; Bogaert, Martens et al, 1994; Aaker 1995; Barker dan Duhane 1997) dalam Ferdinand (2003) telah mengidentifikasikan faktor faktor yang mampu menghasilkan dan meningkatkan kinerja perusahaan. Aset aset stratejik, sumber daya stratejik, kapabilitas startejik dan ketrampilan startejik adalah terminalogi utama yang digunakan untuk mengidentifikasi faktor faktor yang dapat menghasilkan sebuah kinerja jangka panjang. Aaker (1989) menulis bahwa mengelola sumber daya dan ketrampilan kompetensi adalah kunci bagi pencapaian sebuah keunggulan bersaing berkelanjutan. Seperti digambarkan oleh Grant (1991), sumber daya dan kapabilitas adalah sumber utama bagi kinerja perusahaan baik berupa orientasi mikro internal (keunggulan kompetitif) maupun orientasi makro eksternal (daya tarik industri). Keunggulan kompetitif yang ditingkatkan oleh sumber daya dan kapabilitas,
92
diharapkan untuk menghasilan kinerja pasar yang superior (misalnya volume penjualan, porsi pasar, serta tingkat pertumbuhan kinerja pemasaran) dan kinerja keuangan seperti return on investment (ROI), return on equity (ROE) dan cash flow. Kinerja perusahaan umumnya digunakan sebagai konstruk untuk mengukur dampak sebuah strategi perusahaan.
Fahy (2000) dalam studinya
tentang keunggulan daya saing pada perusahaan besar yang melakukan privatisasi di Polandia, Hongaria, dan Slovenia
dengan menggunakan ukuran secara
operasional dalam tiga konstruk utama, yaitu sumberdaya, kapabilitas pemasaran stratejik, dan kinerja perusahaan. Ditemukan bahwa setelah privatisasi, perusahaan akan memperoleh akses sumberdaya finansial yang lebih besar, yang memperkuat modal perusahaan dalam memperbaiki kinerja perusahaan. Lebih lanjut ditemukan peningkatan kinerja perusahaan dicapai karena perusahaan dapat memperbaiki posisi kompetitifnya melalui keefektifan dalam mentransfer sumberdaya seperti finansial, brand dan skil entrepreneurial, hubungan dengan pelanggan dan suplier yang dapat memperluas network. Penemuan ini berkaitan dengan pernyataan Porter (1991) yang menyebutkan bahwa hubungan antara sumberdaya dan keunggulan merupakan proses longitudinal yang dapat meningkatkan kinerja. Sumberdaya yang dikembangkan secara internal akan mempunyai kapasitas yang sulit ditiru pesaing, dan akhirnya dapat meningkatkan kinerja (Barney, 1989, Dierickx & Cool 1989). Penelitian mereka menemukan hasil
93
bahwa interaksi antara sumberdaya, keunggulan daya saing, dan kinerja mempunyai signifikansi yang tinggi. Dikemukakan bahwa kinerja superior yang berkelanjutan dapat dicapai melalui pengembangan sumber daya dan konversi sumberdaya yang unik ke dalam posisi peningkatan keunggulan daya saing. Sementara penelitian yang dilakukan Porter (1993)
menyatakan bahwa
keunggulan ”biaya ”merupakan satu dari dua jenis keunggulan bersaing yang dimiliki perusahaan. Perusahaan yang mempunyai keunggulan biaya akan mencapai kinerja yang unggul. Dikemukakan bahwa perusahaan yang memiliki keunggulan biaya apabila biaya kumulatif dalam melakukan semua aktifitas nilainya lebih rendah daripada biaya pesaing. Selain itu, nilai stratejik keunggulan biaya bergantung kepada kesanggupan bertahannya. Kesanggupan bertahan akan ada apabila sumber keunggulan biaya perusahaan sukar ditiru pesaing. Keunggulan biaya menimbulkan kinerja unggul apabila perusahaan menyediakan tingkat nilai yang dapat diterima oleh
pembeli, sehingga
keunggulan biaya tidak hilang karena perlunya menetapkan harga lebih rendah dibandingkan dengan harga pesaing. Penelitian ini didukung oleh studi yang dilakukan Nellis (1998), Kay dan Thompson (1986) dan Wortzel (1989), Mandel (2002), menemukan bahwa perusahaan yang diprivatisasi dapat memperbaiki efisiensi melalui fokus nature of cost-based advantages dalam meningkatkan kinerja perusahaan. Selain itu, terdapat penemuan bahwa untuk menyukseskan kinerja perusahaan dapat dicapai melalui daya saing yang berasal dari strategi
94
diferensiasi, yang terkait dengan tindakan skil
entrepreneurial yang lebih
menekankan pada keunggulan dalam pelayanan pelanggan yang berkualitas dengan berfokus pada inovasi produk dan jasa baru
sesuai kebutuhan pasar
(Kuratko, Ireland dan Hornsby, 2001). Sementara Jonathan P. Doh (2000) menemukan bahwa perusahaan privatisasi dapat menciptakan
competitif
advantage melalui strategi manajemen resource based dalam meningkatkan nilai perusahaan. Ditemukan bahwa
melalui kolaborasi partner sebagai sumber
keunggulan daya saing akan memberi manfaat bagi perusahaan untuk dapat lebih cepat masuk dalam bisnis baru yang dapat menggali sumber keuntungan baru bagi perusahaan. Untuk menguji bagaimana hubungan keunggulan daya saing dan kinerja, diajukan hipotesis sebagai berikut :
Hipotesis 10 : Keunggulan daya saing berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan
Keseluruhan hipotesis 1 sampai dengan hipotesis 10 yang diajukan, diuji berdasarkan model empiris dengan menggunakan Structural Equation Model. Secara piktografis Model Empirik, disajikan pada gambar 5.1 berikut ini :
95
Gambar 5.1. Model Penelitian Empirik H7 TO H4 H9
H2 H1
CE
CA
KP
H6 H10 H3 H5 OL H8 Sumber : Dikembangkan untuk kajian ini
Penelitian terdahulu yang merupakan acuan hubungan hipotesis yang diajukan diantaranya adalah sebagai berikut : 1) Hipotesis 1 : adalah hubungan transformasi organisasional dan Pembelajaran organisasional ( Zahra, 2000 dan Uhlenbruck dan De Castro,2000). 2) Hipotesis 2 :
96
adalah hubungan transformasi organisasional dan corporate entrepreneurship (Merrifield,1993; Hisrich dan Peters, 1984 dan Maclillan,1986).
3) Hipotesis 3 : adalah hubungan pembelajaran dan corporate entrepreneurship (Sambrook dan Roberts, 2005).
4) Hipotesis 4: adalah hubungan transformasi organisasional dengan keunggulan daya saing (Zahra ,1996). 5) Hipotesis 5 : Adalah hubungan pembelajaran organisasional dengan keunggulan daya saing( Bharadwadj, 1993) 6) Hipotesis 6: Adalah Untuk hubungan corporate entreprenurship dan keunggulan daya saing (Bharadwj, 2001. 7) Hipotesis 7 : Adalah hubungan transformasi organisasiol dengan kinerja (Wischnevsky dan Damanpour,2006;Wischenevsky,2004). 8).Hipotesis 8 : Adalah hubungan pembelajaran dan kinerja (Gorelick,2005;Lopez, Peon dan Ordas,2005; Ellinger dan Howton,2002). 9).Hipotesis 9 :
97
Adalah hubungan corporate entrepreneurship dan kinerja (Antoncic dan Hisrich, 2004 ; Antoncic dan Hisric,2000). 10)Hipotesis 10 : Adalah
hubungan
keunggulan
daya
saing
dan
kinerja
perusahaan
(Bharadwadj,1993)
DAFTAR PUSTAKA Amit, R., and Schoemaker, P. J. H. 1993. ‘Strategic assets and organizational rent’. Strategic Management Journal, 14,1, 33-46. Andrews, K. R. 1980. The Concept of Corporate Strategy (rev. ed.). Homewood, III.: D. Irwin. Antoncic B & Hisrich R D. 2000. “Intrapreneurship Modeling in Transition Economies : A Comparison of Slovenia and the United States”. Journal of Developmental Entrepreneurship. Vol 5 No. 1. ____________, 2001, “Intrapreneurship: Construct Refinement and CrossCultural Validation”, Journal of Business Venturing, Voll. 16 No. 5, pp. 495-527. _______________, 2004, Corporate Entrepreneurship Contingencies and Organizational Wealth Creation. Journal of Mangement Development,Vol. 23, 5/6. Argyris, S., & Schon, D. 1978. Organizational Learning: A Thery of Action Perspective. Addison wesley: Reading, MA. Bacelius Ruru,2002, “Privatisasi BUMN: Antara Kepentingan Pemerintah dan Publik”. Kementrian BUMN Indonesia Bandura, A. 1997. Social Learning Theory. Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall.
98
Barney, J. B. 1986. ‘Strategic factor markets’: Expectations, luck, and business strategy. Management Science, 32, 10, 1231-41. Barringer, B. R. and Bluedorn, A. C. 1999. “The relationship between corporate entrepreneurship and strategic management”. Strategic Management Journal, Vol. 20 No. 5, pp. 421-44. Bastian Indra. 2002. ”Privatisasi di Indonesia”. Teori dan Implementasi. PPAFE-UGM-Salemba Empat Bharadwaj, Sushi, K Momaya (2005), Corporate Entrepreneurship : Application of Moderator Method, Singapore managemnet Review, Volume 29 No 1
Brian McBeth, 1996, Privatization A Strategic Report , Published by Euromoney Publications in association with Goldman Sachs, Printed in England by Clifford Press Ltd, Coventry Bull, I., and Willard, G. E. 1983.“Towards a theory of entrepreneurship”. Journal of Business Venturing, Vol. 8 nNo. 3, pp. 183-95. Burgelman, R. A. 1983, Corporate entrepreneurship and strategic management: insight from a process study”. Management Science, Vol. 29 No. 12, pp. 1349-64 Carier, C. 1994. “Intrapreneurship in large firms and SMEs: acomparative study”. International Small BusinessJournal. Vol. 12 No. 3,pp. 54-61. Carland, J. W., Hoy, F., Boulton, W. R. , and Carland, J. A. C. 1984.”Differentiating entrepreneurs from small business owners: a conceptualization”. Academy of management Review. Vol. 9 No.2, pp. 354-9. Child, J, and Markkoczy, L. 1993. ‘Host-country managerial behaviour and learning in Chinese and Hungarian joint ventures’. Journal of Management Studies, 30, pp. 611-632. Cohen. W. M., and Levinthal, D. A. 1990. ‘Absortive capacity: A new perspective on learning and innovation’. Administrative Science Quarterly, 35, 1:12852.
99
Coolis, D. J. 1991. A resource-based analysis of global competition: The case of the bearing industry. Strategic Management Journal. 12. 49-68. Cooper, A. C. 1981. “Strategic management: new ventures and small business”. Lonjg Range Planing. Vol. 14 No. 5,pp. 39-45. Covin, J. G. 1991. “Entrepreneurial vs conservative firms: a comparison of strategies and performance”. Journal of Management Studies. Vol. 25 No. 5,pp. 439-62. Covin, J. G., and Slevin, D. P. 1986. “The development and testing of an organizational-level entrepreneurship scale”, in Ronstandt, R. et al. (Eds.), Frontiers of Entrepreneurship Research, Babson College, Wellesley, MA., pp. 629-39. Cragg, M. I., & Dyck, I. I. 1999. Management control and privatization in the United Kingdom. Rand Journal of Economics, 30. 3-16. Crossan, M. M., Lane, H. W., White. R.E. 1999. An organizational learning framework: Fronm intuation to institution. Academy of Management Review, 24(3): 522-537. D’Souza, J and Megginson, W. L. 1999. “The Financialsand Operating Performance of Privatized Firms during the 1990” The Journal of Finance Vol LIV No4. Daft, R. L., and Weick, K. E. 1984. ‘Toward a model of organizations as interpretation system’. Academy of Management Review,9, 284-95. Das, T. K., and Elango, B. 1995. ‘managing strategic flexibility: Key to effective performance’. Journal of General Management, 20(3), 60-75. Das, T. K., and Teng, B. 1998. “Between the trust and control: developing confidence in partner cooperation in alliances”, Academy of Management Review, Vol. 23 No. 3, pp. 491-512 David J.Lemak & Pamela W. Henderson. 2004. “A New Look At Organizational Transformation Using Systems Theory”. An Application To Federal Contractors, Journal of Business and Management-Winter Day, D. L. 1992. Research linkages between entrepreneurship and strategic management or general management. In D. L. Sexton & J. D. Kasarda,
100
(Eds.), The State of Entrepreneurship. Boston: PWS_Kent Pub. Co: 117163. DeCastro J dan Uhlenbruck N ,1993, The Privaization Process In Developing Countries: A Strategic Model from the Perspective of the Acquiring Firm, paper presented at the Academy of Management Annual Meeting, Atlanta. Georgia DeBresson, C., and Amesse, F. 1991. “Networks of innovators: a review annd introduction to the issue”, Research Policy, Vol. 20 No. 5, pp. 363-79. Dess, G. G., Lumpkin, G. T., and Covin, J. G. 1997. “Entrepreneurial strategy making and firm performance: tests of contigency and configurational models”, Strategic Management Journal, Vol. 18 No. 9, pp. 677-95. Dessler Gary. 1992. “Organization Theory Integrating Structure and Behavior”. Prentice Hall New York London Toronto Sydney Tokyo Singapore Dharwadkar Ravi, George G, Brandes P 2000. “Privatization in Emerging Economies”. An Agency Theory Perspective. Academy of Management Review,. Doh. Jonathan P. 2000. “Entrepreneurial Privatization Strategies : Order of entry and Local partner collaboration as sources of competitive advantage”. The Academy of Management Review. Mississipi State Ferdinand. Augusty Tae 1999. Strategic Pathways Toward Sustainable Competitive Advantage. Thesis, Submitted to the Graduate College of Management, Southern Cross University, Australia, in partial fulfillment of the requirement for the degree of Doctor of Business Administration (tidak dipublikasikan). Ferreira, J. 2002. Corporate entrepreneurship: a stratetegic and structural perspective. International Council for Small Business. 47th World Conference. Fey, C. F., and Denison, D. R. 1999. ‘Organizational culture and effectiveness: The case foreign firms in Russia’. Presented at Academy of International Business, Charleston, SC. Fiol, C. M., & Lyles, M. A. 1985. Organizational learning: Academy of Management Review. 10. (October), 803-813.
101
Firmanzah. 2003. “Perubahan Organissai dalam Post Privatisasi” Usahawan No.05 Th XXXII. Fitzgerald, E, M. 2002, Identifying Variables Of Enterpreneurship, And Competitive Skills In Central Europe: Survey Design, CR Vol. 12(1). Garvin, D. A. 1993. Building a learning organization. Harvard Business Review. (July/August), 78-91. Gautam, V., and Verma, V. 1997. Corporate entrepreneurship: Changing perspectives. The Journal of Entrepreneurship, 6(2): 233-247. George, G., and Prabhu,G. N. 2000, Developmental Financial Institutions As Catalysts Of Enterpreneurship In Emerging Economies, Academy Of Management Review, Vol. 25(3), No. 620-629. Gorelick, C., and tantawy-Monsou, B. 2005. For performance through learning, knowledge management is the critical practice. The Learning Organizatio, Vol. 12(2). Guth, W. D., and Ginsberg, A. 1990. “Guest editors’ introduction: corporate entrepreneurship”, Strategic Management Journal, Vol. 11, pp. 5-15. Hagen, A., Tootoonchi., and Hassan, M. 2005. Integreting entrepreneurship and strategic management activitiea to gain Wealth: CEOs’ perspectives. A C R, Vol. 13 No. 1. Hedberg, B. O. 1981. How organization learn and unlearn. In P.C. Nystrom & W. H. Starbuck (Eds). Handbook of Organizational Design. London: Oxford University Press. 3-27. Hisrich, R. D., and Peters, M. P. 1984. “Internal Venturing in large corporations”. In Hornaday, J. A. et al. (Eds.), Frontiers of Entrepreneurship Research, Wellesley, MA, PP. 321-46. Hitt, M. A., Ireland, R. D., and Palia, K. A. !982. ”Industrial firm’ grand strategy and fuctional importance: moderating effects of technology and uncertainty”, Academy of Management Journal, Vol. 25 No2, pp. 265-98. Hitt, M. A., and Ireland, R. D., and Hoskisson, R. E. 1995. “Strategic management Copetitiveness and Globalization”. West Publishing Company
102
Hitt, M.A., Dacin, M. T., Levitas, E., Arregle, J. L., & Borza, A. 2000. In press a. Partner selection in emerging and developed market contexts: Resourcebased and organizational learning perspective. Academy of Management Journal, 43, 449-467. Hitt, M. A., Keats, B. W., and DeMarie, S. M. 1998. ‘Navigating in the new competitive landscape: Building strategic flexibility and competitive advantage in the 21st century’. Academy of Management Executive, 12(4), 22-42. Hitt, M. A., Nixon, R. D., Clifford, P. G., and Coyne,K. P. 1999b. ‘The development and use of strategic resource’. In Hitt, M. A., Nixon, R. D., Clifford, P. G., and Coyne, K. P. (Eds.), Dynamic Strategic Resources: Development , Diffusion, and Integration. Chichestershire, UK: Jhon Wiley & Co. Hornsby, J. S., naffziger, D. W., Kuratko, D. F., and Montagno, R. V. 1993. “Developing an intrapreneurial assessment instrument for an effective corporate entrepreneurial environment”, Strategic Management Journal, Vol. 11, pp. 49-58. Hoskisson, R. E and Busenitz, L. W. 2000. “Entrepreneurial Growth Through Privatization : The Upside Of Management Buyouts”. Academy of Management Review. Hoskisson, R. E., Hitt, M. A., & Hill, C. W. L. 1993. Managerial incentives and investement in R&D in Large multiproduct firms. Organization Science, 4: 325-341. Hoskisson, R. E., Eden, L., Lau, C. M., and Wrigth, M. 2000. ‘Strategy in emerging economies’. Academy of Management Journal, 43, 249-267 Huber, G. P. 1991. Organizational learning: The contributing processes and the literatures. Organizational Science, 21(1): 88.
Kogut, B., and Zander, U. 1993. ‘Knowledge of the firm and the firm and the evolutionary theory of the multinational corporation’. Journal of International Business Studies, 24, 4, 625-45.
103
Kuratko, D. F., Montagno, R. V., & Honrnsby, J. S. 1990. Development an entrepreneurial assessment instrument for an effective corporate entrepreneurial environment. Strategic Management Journal 11: 49-58. Lane, P. J., and Lubatkin, M. 1998. ‘Relative absortive capacity and interorganizational learning’. Strategic Management Journal, 19, 5, 46177. Lemak, D. J., and Henderson, P. W. 2004. Look at the organizational transformation using systems theory: An application to federal contractors. Journal of Business and Management, Vol. 9 No. 4. Liebeskind, J. P. 1996. Knowledge, strategy, and the theory of the firm. Strategic Management Journal, 17, Winter, 93-07. Lopez, S. P., Peon, J. M. M., & Ordas, C. J. V. 2005. Organizational learning as a determining factor in business performance. The Learning Organization,Vol. 12(3). Lumpkin, G. T., and Dess, G. G. 1996. “Clarifying the entrepreneurial orientation construct and linking it to performance”, Academy of Management review, Vol. 12 No. 1, pp. 135-72. Mahoney, J. T. 1995. ‘The management of resources and the resources of management’. Journal of Business Research, 33, 91-02. Makadok, R. 2001. ‘Toward a synthesis of the resource-based nd dynamiccapability viewes of rent creation’. Strategic Management Journal, 22, 387-401. Makhija, M .2003. ”Comparing the Resource-Based and Market-Based Views of the Firm : Empirical Evidence from Czech Privatization”,Strategic Management Jurnal, Vol24,pp433-451 March, J. G., and Levitt, B. 1999. ‘Organizational Learning’. In March, J. G. (Ed), The Pursuit of Organizational Intelligence. Oxford, UK: Blackwell Publisher, Ltd. Mardjana, I. K. 1995. “Ownership or Managemnet Problems? Case Study Of Three Indonesian State Enterprises”. Bulletin Indonesian Economic Studies Vol 31 No 1, pp 73-107
104
Markoczy, L. 1993. Managerial and organizational learning in Hungarian-Wester mixed management organization. The International Journal of Human Resource Managemen, Vol. 4:2 (May).
McLaughlin, H, M. 2002. The Relationship Between Learning Orientation, Market Orientation And Innovation And Their Effect On Organizational Performance. Doctor Of Business Administration. Nova Southeastern University. Megginson, W. L, Robert C. Nash, and Matthias Van Randenborgh . 1994 .The Financial and Operating Performance of Newly Privatized Firms : An International Empirical Analysis”. The Journal of Finance. Vol XLIX No.2. Miller, D., and Friensen, P. H. 1983. “Strategy-making and environment”, Strategic Management Journal, Vol. 4, pp. 231-35. Mintzberg, H. 1979. The Structure of Organizations, Prentice-Hall, New York, NY.
Naman, J. L. and Slevin, D. P. 1993. “Entrepreneurship and the concept of fit: a model and empirical tests”, Strategic Management Journal, Vol 14 No. 2, pp. 137-53. Newman, K. L., & Nollen, S. 1998. Managing radical organization change: Company transformation in emerging market economies. Thousand Oaks, CA:Sage Publications. Newman ,K.L. 2000. “Organizational Transformation During Institutional Upheaval”. Academy of Management Review, Vol.25 No.3,602-619 Nonaka, I., and Takeuchi, H. 1995. The knowledge-creating company: How Japanese companies foster creativity and innovation for competitive advantage. New York: Oxford University Press.
Osborn, R. N., and Hagedoorn, J. 1997. “The institutionalization and evolutionary dynamics of interorganizational alliance and networks”, Academy of Management Journal,Vol 40 No. 2, pp. 261-78.
105
Osborne, David dan Gaebler, Tedd. 2003. Mewirausahakan Birokrasi Reinventing Government : Mentrasformasi Semangat Wirausaha Ke Dalam Sektor Publik PPM. Jakarta. Parker dan Hartley (1991), Do Changes in Organizational Status Affect Financial Performance? Strategic Management Journal 12,631-641 Parkhe, A. 1991, Interfirm diversity, organizational learning, and longevity in global strategic alliances”, Jurnal of International Business Studies, Vol. 22 No. 4, pp. 579-601. Parthasarthy, R., and Sethi, S.P. 1993. ‘Relating strategy and structure to flexible automation: A test of fit and performance implications’. Strategic Management Journal, 14, 7, 529-49. Prahlad K. Basu. 1994. “Demystifying Privatization in Developing Countries” International Journal of Public Sector Management. Vol 7 No 3, , pp 4455 Qian Sun and Wilson H.S.Tong. 2002. “Malaysia Privatization : A Comprehensive Study”. Financial Management Ramamurti, Ravi. 1992. “Why are developing countries privatizing ?”. Journal of International Business Studies. Second Quarter _______________, 2000, A Multilevel Model Of Privatization In Emerging Economies” Academy of Management Review, Vol.25.No.3.525-550 Rao, H. 1994. ‘The social construction of reputtation: legitimation, and the survival of organizations in the American automobile industry, 18951912’. Strategic Management Journal, 15, Winter, 29-44. Robbins Stephen P. 2001. “Organizational Behavior”. Prentice Hall International, Inc, Roberts P W and Dowling G R. 2002. “Corporate Reputation And Sustained Superior Financial Performnace”. Strategic Managemnet Journal, 23:1077-1093 Rosario Faraci. 2001. “The Governance Of Privatized Firms : A Theoretical Framework To Explore Environmental And Organizational Determinants Of Privatization And Restructuring”. Department Of Management & Business Economics Faculty of Economics Corso Italia
106
Rumelt, R. P., Schendel, D. E., and Teece, D. J. 1994. “ Fundamental issuess in strategy”,in Rumelt, R. P. , Schendel, D. E., and Teece, D. J. (Eds), Fundamental Issues in Strategy: A Research Agenda, Harvard Business School Press, Boston, MA. Pp. 9-53. Russel, R. D., and Russel, C. J. 1992. “An examination of effects of organizational norms, organizational structure, and environmentalb uncertainty on entrepreneurial strategy”, Journalo of Management, Vol 20 No. 4, pp. 639-56. Slater S and Olson E M . 2001. Marketing’s Constribution to Implementation of Business Strategy: An Empirical Analysis: Strategic Management Journal 22. 1055-1067 Sambrook, S., and Roberts, C. 2005. Corporate entrepreneurship and organizational learning: A Review of the literature and the development of a conceptual framework. Strategic Change, Volo. 14, pp. 141-155. Schumpeter , Joseph .A. 2002, “The Economy As A Whole Seventh Chapter of The Theory of Economic Development” Industry and Innovation,Vol 9. No.1/2,93-145, April/Agustus 2002 Shancez , R. 1995. ‘ Strategic flexibility in product competition’. Strategic Management Journal, 16(Special issue), 135-159. Shane, S and Venkataraman, S. 2000. “The Promise Of Entrepreneurship AS A Field Of Research” Academy of Management Review Sinkula, J. M. 1994. Market information processing and organizational learning. Journal of Marketing. 58. 35-45. Sinkula, J. M., Baker, W., & Noordeweir, D. 1997. Af frame work for market based original learning; Linking values, knowledge and behavior. Journal of Academy of Marketing Science, 25(Fall), 305-318. Szulnanski, G. 1996. ‘exploring internal stickiness: Impediments to the transfer of best practice within the firm’. Strategic Management Journal, 17, Winter, 27-43. Souder, W. E. 1981. “Encouraging entrepreneurship in the large corporations”, Research Management, Vol. 14 No.3, pp. 18-22
107
Starbuck, W. H. 1976. 1976. Organizations and their environments. In Handbook of Industrial and Organizational Psychology. M.D. Dunnette. Ed. New York: Rand McNally. 1069-1123. Stevenson, H. H., and Jarillo, J. C. 1990. “A paradigm of Entrepreneurship: entrepreneurial management”, Strategic Management Journal, Vol 11, pp. 11-27. Suhud, M. 2002. “Privatization: A Review on the Power Sector Restructuring in Indonesia”. INFID, Jakarta Sulastri. 2006. Pilihan Strategi Diversifikasi Dan Implikasinya : Sebuah Pengembangan Model Teoritik , Disertasi Program Studi Doktor (S3) Ilmu Ekonomi Universitas Diponegoro Sun, H. 2003. Conceptual clarifications for ’organizational learning’, ’learning organization’ and ’a learning organization’. Human Resource Development international, 6(2): 153-166. Teece, D. J., Pisano, G., & Shuen, A. 1997. Dynamic capabilities and strategic management. Strategic Management Journal. 8. 7. 509-602. Tosi, H. L., and Slocum, J. W. Jr. 1984. “Contigency theory: some suggested directions”,Journal of Management, Vol. 10 No. 1, pp. 9-26. Tsai, W., and Ghosal, S. 1998. “Social capital and value creation: the role of intrafirm networks”, Academy of Management Journal, Vol. 41 No. 4, pp. 464-76. Tsang, E. W. K. 1997. Organizational learning and the learning organization: A dichotomy between descriptive and perspective research. Human Relations, 50(1): 73-89 Tushman, Michael L., and Charles O’Reilly III,”Ambidextrous Organizations; Managing Evolutionaey and Revolutionary Change”, California Management Review, (Vol. 38,No.4,Summer 1996)
Uhlenbruck, K., Meyer; K. E., and Hitt, M. A. 2000. “Organizational Transformation in Transition Economies : Resource-Based And Organizational Learning Perspectives” Journal of Management Studies,
108
Van den Bosch, F. A. J., Volberda, H. W., and De Boer, M. 1999. ’Co-evolution of firm absortive capacity and knowlwdge environment: Organizational forms and combinative capabilities’. Organizational Science, 10, 551-68. Van de Ven, A. H., and Polley, D. 1992. ’Learning while innovating’. Organization Science, 3, 1, 92-116. Venkatraman, N. 1989. “The concept of fit in strategy research: toward verbal and statiscal correspondence”, Academy of Management Review, Vol. 14 No. 3, pp. 423-44. Vozikis, G. S., bruton, G. D., Prasad, D., and Merikas, A. A. 1999. Linking corporate entrepreneurship to financial theory through additional value creation. Entrepreneurship Theory and practice. Wei Z, Varela O, D’Souza Juliet, dan Hasan Kabir H, 2003 ”The Financial and operating Performance of China’s Newly Privatized Firms, Financial Management Summer 2003 pages 107-126 Weist, H. M. 1990. ‘Learning theory and industrial and organizational psychology’. In Dunnette and Hough, L. (Eds.), Handbook Of Industrial and Organizational Psychology. Palo Alto, CA: Consulting Psychologists Press. Welfens, P. J. J. 1992. Foreign investment in the East European transition. Management International Review, 32:199-218. Wernerfelt, B. 1984. ‘A resource-based view of the firm’.Strategic Management Journal, 5, 171-80. Wiklund, J. 1999, The Sustainableof the entrepreneurial orientation-performance relationship”, paper presented at the 1999 Babson College_ Kauffman Foundation Research Conference, Columbia, NC. Wischnevsky, J. D. 2004. Change as the winds change: The impact of organizational transformation on firm survival in a shifting environment. Organizational Analysis, Vol. 12 No. 4, pp. 361-377. Wischnevsky, J. D., & Damanpour, F. 2006. Organizational transformation and performance: An examination of three perspectives. Journal of Managerial Issues, Vol. 18 No. 1, pp. 104-128.
109
Woodward, J. 1965. Industrial Organization: Theory and Practice, Oxford University Press, Oxford Wright, Mike, Hoskisson R E, Busenitz L W and Dial J. 2000. “Entrepreneurial Growth Through Privatization : The Upside of Management Buyouts” Academy of Management Review. Vol 25.No.3,591-601 Wright, M., Hoskisson, R. E., Filatotchev, I., and Buck, T. 1998. ‘Revitalizing privatized Rissian entreprises’. Academy of Management Executive, 12, 2, 74-5.
Zahra, Shaker A. 1991. “Predictors and financial outcomes of corporate entrepreneurship: an exploratory study”, Journal of Business Venturing, Vol. 6 No. 4, pp. 259-85. Zahra, Shaker A; Duane Ireland R Duane ; Gutierrez Isabel; Hitt Michael A. 2000. “Introduction To Special Topic Forum Privatization And Entrepreneurial Transformation : Emerging Issues And A Future Research Agenda” Academy of Management Review. Zahra, Shaker, A., Ireland, R. D., and Hitt, M. A. 2000. International expansion by new firms: International diversity, mode of market entry,technological learning and performance. Academy of Management Journal, 43: 925-950.
110
111