Trikonomika
Volume 8, No. 2, Desember 2009, Hal. 96–102 ISSN 1411-514X
Hubungan Kausalitas antara Keadilan Organisasional, Kepuasan Kerja, dan Komitmen Organisasional Fahrudin Js Pareke Fakultas Ekonomi Universitas Bengkulu Jl. Raya Kandang Limun Bengkulu, Kode Pos: 38371A E-mail:
[email protected] Popo Suryana Fakultas Ekonomi, Universitas Pasundan, Bandung Jl. Tamansari No. 6-8 Bandung 40116 E-mail:
[email protected]
ABSTRACT The causal relationships among organizational justice, job satisfaction, and organizational commitment have long been investigated by scholars, academicians, and researchers. However, the researches in this field have poor evident due to structural model of the causality. The main goal of this research is to test the conceptual model of the relationships among organizational justice, job satisfaction, and organizational commitment, beyond the linear relationships that have investigated in the previous researches. Survey methods using questionnaire adopted for getting primary data from the respondents who are the faculty members of public and private universities in Bengkulu Provinces. Two-hundred-and-seventy-seven out of 321 respondents completed 54 item questionnaires distributed. Data were analyzed by Structural Equation Modeling (SEM). Results showed that the conceptual model of the relationships among organizational justice, job satisfaction, and organizational commitment has the reasonable goodness of fit. Furthermore, results also provide the strong evident that organizational justice positively affect the job satisfaction and organizational commitment; and job satisfaction positively affect the organizational commitment. Keywords: organizational justice, job satisfaction, organizational commitment. pendapat-pendapat yang telah disepakati secara umum tentang cara-cara yang tepat untuk mendistribusikan hasil-hasil dan cara-cara memperlakukan orang lain. Kesepakatan umum ini merupakan asal mula ekspektasi yang menjadi basis untuk memperkirakan perlakukan adil. Perilaku yang memenuhi ekspektasi ini diinterpretasikan sebagai tindakan adil, sedangkan yang melanggar ekspektasi-ekspektasi tersebut di anggap tidak adil. Jika tingkat keadilan dalam organisasi dianggap rendah oleh para anggotanya maka hal tersebut akan membuat mereka merasakan dan memiliki kepuasan kerja dan komitmen yang rendah juga, demikian pula sebaliknya. Keadilan organisasi yang tinggi juga menggiring pada kepuasan kerja dan komitmen
PENDAHULUAN
A
spek keadilan sangat penting artinya dalam kehidupan organisasi, karena akibat-akibat yang dapat terjadi jika keadilan tidak ada dalam kehidupan organisasi. Sebagai contoh, persepsi jika sebuah organisasi atau yang merefresentasikannya berlaku tidak adil diasosiasikan dengan tingkat komitmen yang rendah dari para anggota organisasi, demikian juga tingkat kejahatan di lingkungan kerja serta keinginan untuk melakukan protes (Skitka and Bravo, 2005). Greenberg (2001) berpendapat bahwa setiap orang meyakini bahwa untuk menjadi adil tergantung pada
96
organisasional yang tinggi. Kepuasan kerja dan komitmen organisasional merupakan sikap kerja karyawan, yang diistilahkan dengan work-related attitudes. Dalam kehidupan kerja, sosial, dan keluarganya, seseorang akan dilibatkan dengan perasaan emosional, baik negatif maupun positif. Sisi emosional positif yang dirasakan karyawan, oleh para peneliti, telah dikonseptualisasikan ke dalam berbagai konstruk, yang paling banyak mendapat perhatian adalah kepuasan kerja. Kepuasan kerja merupakan salah satu bentuk sikap kerja yang didefinisikan sebagai sesuatu yang menyenangkan atau sisi hasil emosional yang positif atas penilaian pekerjaan atau pengalaman kerja seseorang. Kepuasan kerja seseorang ditentukan oleh perbedaan antara semua yang diharapkan dengan semua yang dirasakan dari pekerjaan atau semua yang diterimanya secara aktual. Kepuasan kerja ditemukan menjadi variabel intervening dalam hubungan antara karakteristik lingkungan dan pribadi dengan komitmen organisasional (Lum et. al., 1998), dan diyakini sebagai salah satu determinan utama tingkat perputaran karyawan dalam organisasi (Good et. al., 1996). Sikap kerja yang lainnya adalah komitmen organisasional, yaitu sikap seseorang terhadap organisasi tempat ia bekerja. Komitmen pada organisasi umumnya didefinisikan sebagai sejauh mana keterlibatan seseorang dalam organisasi dan kekuatan identifikasinya terhadap suatu organisasi tertentu. Karenanya, komitmen organisasional dapat dicirikan dengan: a) suatu kepercayaan yang kuat pada organisasi, dan penerimaan pada tujuan-tujuan dan nilai-nilai organisasi; b) kesediaan untuk mengerahkan usaha keras demi kepentingan organisasi; dan c) keinginan yang kuat untuk memelihara hubungan dengan organisasi (Clugston, 2000). Bukti-bukti empiris telah mendokumentasikan adanya pengaruh keadilan organisasional terhadap komitmen organisasional dan kepuasan kerja (di antaranya: Fields et. al., 2000; Lam et. al., 2002). Pareke (2003) membuktikan bahwa persepsi keadilan organisasional secara positif berpengaruh terhadap kepuasan karyawan. Karyawan yang mempersepsikan adanya keadilan dalam kehidupan organisasinya akan cenderung merasa puas terhadap sistem penilaian kinerja yang dijalankan organisasinya. Samad (2006) menyimpulkan bahwa keadilan prosedural dan keadilan distributif berhubungan secara positif dengan komitmen organisasional dan kepuasan kerja. Demikian pula Martinez-tur et. al.
(2006), menyimpulkan bahwa keadilan distributif merupakan determinan utama untuk memprediksi kepuasan konsumen, diikuti oleh keadilan prosedural dan interaksional. Penelitian lainnya dilakukan oleh Pillai et. al. (2001), menyimpulkan bahwa keadilan prosedural berpengaruh terhadap kepuasan kerja dan komitmen organisasional. Di sisi lain, kepuasan kerja yang secara positif dipengaruhi oleh keadilan organisasional juga secara positif berpengaruh terhadap komitmen organisasional. Bukti-bukti empiris di bidang ini juga sangat meyakinkan. Chang dan Lee (2006) menyimpulkan bahwa kepuasan kerja berhubungan secara positif dengan komitmen organisasional. Demikian juga, Linz (2003) yang menyimpulkan bahwa semakin tinggi derajat komitmen organisasional seseorang, maka semakin tinggi kemungkinan mereka mengekspresikan tingkat kepuasan kerja. Kesimpulan serupa juga dikemukakan oleh Cetin (2006), bahwa kepuasan kerja secara positif berhubungan dengan komitmen professional dan komitmen organisasional. Penelitian Samad (2005) juga menemukan bahwa kepuasan kerja secara positif berhubungan dengan kinerja, komitmen organisasonal berhubungan secara positif dengan kinerja, kepuasan kerja berhubungan secara positif dengan komitmen organisasional, ke puasan kerja (Hygiene factor) memoderasi hubungan antara komitmen organisasional dengan kinerja, dan kepuasan kerja (Motivational factor) memoderasi hubungan antara komitmen organisasional dengan kinerja. Namun demikian, penelitian tentang hubungan antara keadilan organisasional, kepuasan kerja, dan komitmen organisasional umumnya diuji dalam bentuk hubungan linear atau pengaruh langsung saja. Padahal, dengan melihat bukti-bukti empiris yang telah ada, dimungkin ketiga variabel tersebut dapat berhubungan secara struktural, di mana akan terlihat hubungan sebab-akibat yang lebih jelas dalam sebuah model. Karenanya, penelitian ini bertujuan untuk menguji model konseptual yang menghubungkan keadilan organisasional, kepuasan kerja, dan komitmen organisasional dalam sebuah penelitian empiris.
METODE Penelitian ini menggunakan pendekatan survei dengan menggunakan kuesioner sebagai instrumen pengumpulan data (Cooper and Schindler, 2001: 295). Metode yang digunakan dalam penelitian
Hubungan Kausalitas antara Keadilan Organisasional, Kepuasan Kerja, dan Komitmen Organisasional
97
ini adalah explanatory, yaitu dengan menjelaskan gejala yang timbul oleh objek penelitian. Metode penelitian explanatory merupakan salah satu metode yang digunakan pada jenis penelitian verivication explanation research yang memverifikasi hubungan variabel-variabel yang diteliti. Hubungan sebabakibat, menurut (Cooper and Schindler, 2001: 148152) juga termasuk penelitian yang bertujuan untuk menguji model hubungan sebab-akibat. Data primer diperoleh secara langsung dari para responden, berupa tanggapan-tanggapan mereka terhadap item-item instrumen penelitian. Responden dalam penelitian ini adalah para dosen tetap yang bekerja pada PTN dan PTS di provinsi Bengkulu. Sampel untuk penelitian ini akan dipilih dengan metode Stratified Random Sampling, setelah dilakukan framing terhadap populasi. Dari 321 orang responden yang terpilih menjadi sampel penelitian ini, sebanyak 277 orang responden berpartisipasi dan melengkapi (mengisi) kuesioner yang didistribusikan kepada mereka. Sebanyak 44 orang responden yang terpilih menjadi sampel penelitian tidak ikut berpartisipasi karena berbagai hal, diantaranya karena masih berpendidikan Strata_ 1 atau sarjana, tidak bisa ditemui, sedang mengikuti pendidikan lanjut S-2 dan S-3, sedang bertugas di luar kota, dan lain-lain. Tabel 1. memperlihatkan karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, usia, lama masa kerja dan tingkat pendidikan. Tabel 1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Usia, Masa Kerja dan Tingkat Pendidikan Karakteristik Jenis Kelamin
Usia
Lama Masa Kerja
Tingkat Pendidikan
98
Teknik Analisis data yang digunakan adalah Structure Equation Modelling (SEM) dengan bantuan program aplikasi LISREL 8.54. SEM diterapkan untuk menguji hubungan sebab akibat antar keadilan organisasional, kepuasan kerja, komitmen organisasional, dan OCB.
HASIL Hasil pengujian hubungan struktural antara keadilan organisasional, kepuasan kerja, dan komitmen organisasional ditunjukkan Gambar 1. Untuk menguji hipotesis bahwa terdapat kecocokan antara model konseptual dengan data aktual pada objek penelitian, dilakukan analisis terhadap kesesuaian model (Goodness of fit), yaitu menguji hipotesis null yang menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan antara matriks kovarians dari data sampel dibandingkan dengan matriks kovarians populasi yang diestimasi. Berdasarkan hasil pengujian ini, diperoleh nilai dengan ringkasan seperti yang terlihat pada Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2., diketahui bahwa model memiliki nilai χ2 sebesar 113.56; rasio perbandingan antara nilai Chi-Square dengan Degree of Freedon (χ2/df) sebesar 2.469; nilai RMSEA sebesar 0,069; nilai GFI sebesar 0.94; nilai AGFI sebesar 0.90; nilai NFI sebesar 0.92; nilai NNFI sebesar 0.92, nilai CFI sebesar 0.95 dan nilai IFI sebesar 0.95. Statistik Chi-Square (Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square) memiliki nilai sebesar 113.56. Apabila dibandingkan dengan χ2 tabel (df = 46, α = 0.05) diperoleh nilai sebesar 34.76, maka nilai χ2 = 113.56 memiliki nilai yang lebih besar dari nilai tabel. Artinya berdasarkan statistik uji, parameter χ2 ini memberikan kesimpulan bahwa model tidak fit dengan data aktual.
Kategori
Persentase
Laki-laki
66%
Perempuan
34%
Lebih dari 50 Tahun
79%
46 hingga 50 Tahun
39%
41 hingga 45 Tahun
20%
36 hingga 40 Tahun
14%
Goodness of fit index
31 hingga 36 Tahun
13%
χ2 - Chi-Square
Kurang dari 31 Tahun
7%
χ2/df
Kurang dari 6
10%
6 hingga 10 Tahun
17%
11 hingga 15 Tahun
Tabel 2. Nilai Parameter Goodness of Fit untuk Model Keadilan-Kepuasan-Komitmen Hasil Model
Interpretasi
113.56
Tidak Fit
> 2 dan < 5
113.56/46
Fit
RMSEA
≤ 0.08
0.069
Fit
GFI
Mendekati 1
0.94
Fit
16%
AGFI
≥ 0.90
0.90
Fit
16 hingga 20 Tahun
30%
NFI
≥ 0.90
0.92
Fit
Lebih dari 20 Tahun
27%
NNFI
≥ 0.90
0.92
Fit
Master (S2)
83%
CFI
≥ 0.90
0.95
Fit
Doktor (S3)
17%
IFI
≥ 0.90
0.95
Fit
Trikonomika
Vol. 8, No. 2, Desember 2009
Cut -Off Value
Fahrudin Js Pareke Popo Suryana
9.14
6.02
X1 SATISFY 11.39
3.23
X2
4.32
10.73
X3
2.33
8.29 9.69
10.19
8.15
3.93
COMMIT
X4
8.72
X6
11.41
X7
5.71
X8
10.94
X9
5.08
X10
5.08
X11
8.45
X12
9.50
8.73
15.27 JUSTICE
10.53
X5
8.01 7.72
Indikator goodness of fit berikutnya adalah rasio perbandingan antara nilai Chi-Square dengan Degree of Freedon (X2/df). Rasio model adalah 113.56/46 = 2.469. Hasil tersebut lebih rendah dari cut-off model fit yang disarankan oleh Wheaton (dalam Ghozali dan Fuad, 2005: 315) yaitu 5, dan sedikit lebih tinggi dari yang dianjurkan oleh Carmines dan Melver (dalam Ghozali dan Fuad, 2005: 315) yaitu 2, sehingga kita bisa menyimpulkan bahwa dengan mengendalikan kompleksitas model (yang diproksikan dengan jumlah degree of freedom), model sebenarnya memiliki kesesuaian (fit) yang baik. Nilai RMSEA sebesar 0,069 mengindikasikan bahwa model sudah masuk dalam kategori fit (Browne dan Cudeck, dalam Ghozali dan Fuad [2005: 315]), sedangkan 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.52 ; 0.74) juga mengindikasikan bahwa nilai RMSEA pada model ini memiliki ketepatan yang cukup baik, di mana nilai confidence interval tersebut lebih kecil, sehingga nilai RMSEA model memiliki ketepatan yang baik dalam menilai model fit. Goodness of fit index (GFI) merupakan ukuran lain yang dihasilkan LISREL, yang merupakan ukuran nonstatistical (Hair, et all., 1998), dengan nilai berkisar antara 0 (poor fit) hingga 1 (perfect fit). Ukuran ini merepresentasikan derajat fit keseluruhan (the overall degree of fit), namun tidak disesuaikan (adjusted) dengan degree of freedom. Semakin tinggi
nilainya, mengindikasikan semakin baik kesesuaian model konseptual dengan data aktual, namun tidak ada tingkat threshold absolute yang ditetapkan secara umum. Nilai GFI model sebesar 0.94 mengindikasi bahwa model hubungan struktural antara persepsi keadilan organisasional, kepuasan kerja, dan komitmen organisasional mendekati sempurna. Adjusted Goodness of fit index (AGFI) merupakan pengembangan dari ukuran GFI, yang disesuaikan dengan rasio degree of freedom untuk model null. Nilai yang direkomendasikan adalah lebih besar atau sama dengan 0.9. Berdasarkan ukuran ini, maka model konseptual yang diajukan ini sudah memenuhi kriteria penerimaan karena memiliki nilai AGFI sebesar 0.90. Suatu model dikatakan fit apabila memiliki nilai Normed Fit Index (NFI) lebih besar dari 0.9 (Ghozali dan Fuad, 2005: 316). Nilai NFI yang dihasilkan model ini adalah sebesar 0.92, sehingga model dapat disimpulkan fit dengan data aktual. Non-Normed Fit Index (NNFI) digunakan untuk mengatasi permasalahan kompleksitas model dalam perhitungan NFI. Nilai NNFI model yang diajukan ini adalah sebesar 0.92, sehingga dapat disimpulkan bahwa model fit adalah cukup reasonable (Ghozali and Fuad, 2005: 316). Suatu model dikatakan baik apabila nilai Comparative Fit Index (CFI) mendekati 1 dengan
Hubungan Kausalitas antara Keadilan Organisasional, Kepuasan Kerja, dan Komitmen Organisasional
99
batas model fit sebesar 0.9 (Bentler, dalam Ghozali dan Fuad [2005: 316]). Model yang diajukan memiliki nilai CFI sebesar 0.95, sehingga dapat dikatakan bahwa model adalah fit. Nilai Incremental Fit Index (IFI) yang dimiliki model adalah sebesar 0.95, sedangkan menurut Byrne (Ghozali and Fuad, 2005: 316), batas cut off goodness of fit adalah 0.90. Sehingga model dapat dikatakan fit dengan data aktual karena memiliki nilai IFI yang lebih besar dari nilai cut off model. Dari kesembilan ukuran yang digunakan untuk melihat goodness of fit model, 8 diantaranya memberikan kesimpulan bahwa model hubungan struktural keadilan organisasional, kepuasan kerja, dan komitmen organisasional adalah fit dengan data aktual pada objek penelitian. Satu ukuran lain memberikan arti bahwa model memiliki goodness of fit yang tidak fit. Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan model hubungan persepsi keadilan organisasional, kepuasan kerja, dan komitmen organisasional sudah dapat diterima, karena sesuai dengan data aktual pada objek penelitian. Atau dengan kata lain dapat disebutkan bahwa estimated population covariance matrix konsisten dengan matriks kovarian (covariance matrix yang dihasilkan oleh sampel data). Dengan demikian hipotesis 11 mendapat dukungan. Untuk melihat indikator-indikator yang membentuk Keadilan Organisasional (JUSTICE) dalam model ini digunakan pendekatan analisis faktor konfirmatori. Seperti terlihat dalam Tabel 3, semua faktor-faktor signifikan membentuk variabel Keadilan Organisasional. Faktor-faktor yang memberikan muatan besar terhadap Keadilan Organisasional adalah keadilan prosedural, keadilan distributif, keadilan informasional, dan diikuti keadilan interaksional. Dengan demikian, dari faktor persepsi keadilan organisasioal, yang harus mendapat perhatian serius berdasarkan model ini adalah aspek keadilan prosedural, karena dimensi ini memiliki peranan yang besar dalam membentuk persepsi para responden terhadap adil atau tidak adilnya organisasi terhadap mereka. Faktor-faktor yang memberikan muatan besar dalam membentuk kepuasan kerja (SATISFY) responden adalah Rekan kerja, diikuti oleh Pekerjaan itu sendiri, Atasan, Promosi, dan Gaji. Hasil ini mengindikasikan bahwa aspek hubungan dengan
100
Trikonomika
Vol. 8, No. 2, Desember 2009
rekan kerja merupakan faktor yang sangat berperan dalam membentuk kepuasan kerja responden. Nilai t untuk faktor gaji yang tidak terdefinisi, sebagian besar disebabkan karena gaji pada umumnya merupakan faktor yang tidak dapat dikendalikan bagi para responden, dalam artian bahwa gaji tidak berbanding lurus dengan kinerja. Kemungkinan lainnya adalah bahwa tumbuhnya kesadaran bahwa menjadikan dosen sebagai pilihan profesi membuat faktor gaji tidak lagi menjadi pertimbangan utama. Faktor-faktor yang memberikan sumbangan dalam membentuk komitmen para responden pada organisasi tempat mereka bekerja (COMMIT) adalah Komitmen kontinuan, diikuti komitmen normatif dan komitmen afektif. Dengan demikian dari faktor komitmen organisasioal, yang harus mendapat perhatian serius adalah aspek komitmen kontinuan, karena dimensi ini memiliki peranan yang besar dalam membentuk komitmen para responden terhadap organisasi tempat mereka bekerja. Tabel 3. Nilai Statistik t Untuk Model KeadilanKepuasan-Komitmen Variabel
Std. Error
Indikator
Keadilan Keadilan Distributif (X1) 9.14 Organisasional Keadilan Prosedural (X2) 3.32 (JUSTICE) Keadilan Interaksional (X3) 10.73 Kepuasan Kerja (SATISFY)
Nilai t 11.39 15.27 8.29
Keadilan Informasional (X4) 10.19
9.69
Gaji (X5)
8.72
-
Promosi (X6)
11.41
6.02
Rekan Kerja (X7)
5.71
10.53
Atasan (X8)
10.94
8.15
Pekerjaan itu Sendiri (X9)
8.28
8.73
Komitmen Komitmen Afektif (X10) 5.08 Organizational Komitmen Kontinuan (X11) 8.45 (COMMIT) Komitmen Normatif (X12) 9.50
9.01 7.72
Hasil analisis SEM menunjukkan bahwa keadilan organisasional berpengaruh secara positif terhadap kepuasan kerja (t = 4.32). Keadilan organisasional berpengaruh secara positif terhadap komitmen organisasional (t = 3.39). Kepuasan kerja berpengaruh secara positif terhadap komitmen organisasional (t = 2.33). Dengan demikian, semua pengaruh langsung antar variabel dalam model ini signifikan.
Fahrudin Js Pareke Popo Suryana
PEMBAHASAN Temuan yang dihasilkan penelitian ini semakin menguatkan kesimpulan penelitian-penelitian terdahulu tentang kuatnya dampak keadilan dalam organisasi terhadap kepuasan kerja dan komitmen organisasional, serta pengaruh kepuasan kerja terhadap komitmen organisasional. Murphy et. al. (2003) mencatat bahwa sejauh mana seseorang mempersepsikan keadilan dalam organisasi, berkaitan dengan hasil-hasil positif seperti kepuasan kerja, komitmen organisasional dan perilaku karyawan. Demikian pula Chan (2000), yang menyimpulkan bahwa ketidakadilan dalam proses pengambilan keputusan dihubungkan dengan berbagai konsekuensi negatif seperti kinerja yang lebih rendah, keinginan berpindah yang lebih tinggi, pencurian yang lebih banyak, dan rendahnya komitmen organisasional. Seseorang yang merasakan kepuasan dan ke senangan dalam pekerjaannya, akan cenderung memiliki komitmen organisasional yang tinggi pula. Hampir tidak ada perdebatan yang berarti di kalangan peneliti bahwa kepuasan kerja secara positif mempengaruhi komitmen organisasional (Clugtons, 2000; Pareke, 2004; Chang dan Lee, 2006; Cetin, 2006; Samad, 2005). Seperti yang dikemukakan oleh Farh et. al. (1997), bahwa keadilan organisasional muncul menjadi sebuah determinan kunci dari kepuasan dan komitmen karyawan, dan ia merefleksikan baik keadilan hasil maupun prosedur yang digunakan untuk mengalokasikannya. Di luar kesimpulan-kesimpulan empiris tersebut, penelitian ini juga telah membuktikan bahwa secara struktural, terdapat hubungan sebab-akibat antara keadilan organisasional, kepuasan kerja dan komitmen organisasional. Ketika individu-individu dalam organisasi mempersepsikan bahwa organisasi telah dijalankan secara adil, maka kepuasan yang mereka peroleh dari pelaksanaan tugas-tugas pekerjaanya akan meningkat dan komitmen mereka pada organisasi tempat mereka bekerja juga akan semakin tinggi. Jika dilihat kembali pada penjelasan teoritis yang ada, misalnya dari perspktif equity theory, dimana seseorang akan berusaha untuk memelihara agar rasio hasil mereka sendiri (imbalan) terhadap input mereka sendiri (kontribusi) tetap sama dengan rasio hasil/ input orang lain tempat mereka memperbandingkan diri mereka. Orang-orang lain yang dijadikan basis perbandingan dapat merupakan orang lain dalam sebuah kelompok kerja, karyawan lain dalam sebuah organisasi, seorang individu dalam bidang yang sama, atau bahkan seseorang yang hidup pada waktu yang berbeda atau terdahulu (Greenberg and Baron, 2000: 143). Jika individu-individu dalam organisasi mempersepsikan
adanya ketidak-adilan dalam kompensasi, maka mereka akan lebih cenderung menunjukkan sikap kerja yang lebih rendah. Tidak komit pada organisasi, tidak seperti lalai dalam melaksanakan tugas yang termasuk dalam deskripsi pekerjaan yang mungkin dapat menghasilkan sanksi resmi atau kegagalan untuk memperoleh kenaikan penghasilan yang ditawarkan sistem imbalan formal. Sebagai tanggapan atas persepsi adanya ketidak-adilan, seorang karyawan dapat tidak menunjukkan sikap kerja mereka untuk menyesuaikan porsi inputnya terhadap perhitungan rasio equity. Berdasarkan penelitianpenelitian yang menggunakan equity theory, kinerja pekerjaan karyawan dapat ditingkatkan atau diturunkan sesuai dengan persepsi karyawan mengenai imbalan yang adil atas pekerjaan yang dilakukan (Williams et. al., 2002). Berdasarkan equity theory, karyawan akan merasa puas ketika rasio antara manfaat yang diterima dan kontribusi yang diberikan sebanding dengan rasio teman-teman sekerjanya. Persepsi keadilan dan hubungan timbal balik merupakan bahasan utama teori ini (Wat and Shaffer, 2005). Dengan demikian, jika karyawan mempersepsikan bahwa mereka diperlakukan secara adil oleh para supervisor mereka, maka mereka akan cenderung untuk memberikan timbal balik dengan menunjukkan sikap positif terhadap pekerjaan mereka, sikap positif terhadap organisasi mereka, prestasi kerja mereka, dan supervisor mereka. Komitmen dapat dianggap sebagai salah satu input terhadap rasio equity seseorang dan karyawan akan merespon ketidakwajaran yang terjadi dengan meningkatkan atau menurunkan tingkat komitmen mereka. Akan lebih memungkinkan untuk menurunkan tingkat komitmen untuk merespon ketidakwajaran dibandingkan tidak melaksanakan atau melalaikan tugas-tugas resmi yang dituntut organisasi (Wat and Shaffer, 2005).
KESIMPULAN Sesuai dengan permasalahan serta didasarkan pada hasil analisis dan pembahasan yang telah disajikan pada bagian sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa (1) keadilan organisasional secara positif berpengaruh terhadap kepuasan kerja, (2) keadilan organisasional secara positif berpengaruh terhadap komitmen organisasional, (3) kepuasan kerja secara positif berpengaruh terhadap komitmen organisasional, (4) model konseptual hubungan struktural antara keadilan organisasional, kepuasan kerja, dan komitmen organisasional fit dengan data aktual pada objek penelitian.
Hubungan Kausalitas antara Keadilan Organisasional, Kepuasan Kerja, dan Komitmen Organisasional
101
DAFTAR PUSTAKA Cetin, M. O. 2006. The Relationship Between Job Satisfaction, Occupational and Organizational Commitmen of Academics. Journal of American Academy of Business, Cambridge, 8 (1): 78-88. Chan, M. 2000. Organizational Justice Theories and Landmark Cases. International Journal of Organizational Analysis, 8 (1): 68-88. Chang, S., and Lee, M. 2006. Relationship Among Personality Traits, Job Characteristics, Job Satisfaction, and Organizational Commitment: An Empirical Study in Taiwan. The Business Review, 6 (1): 201-207. Clugston, M. 2000. The Mediating Effects of Multidimensional Commitment On Job Satisfaction and Intent to Leave. Journal of Organizational Behavior, 21 (4): 477-48. Cooper, D. R., and Schindler, P. S. 2001. Business Research Methods (7th edition). Singapore: McGraw-Hill. Farh, J., Earley, P. C., and Lin, S. 1997. Impetus for Action: A Cultural Analysis of Justice and Organizational citizenship Behavior in Chinese Society. Administrative Science Quarterly, 42 (3): 421-444. Fields, D., Fang, M., and Chiu, C. 2000. Distributive and Procedural Justice as Predictor of Employee Outcomes in Hong Kong. Journal of Organizational Behavior, 21: 547-562. Good, L. K., Page, T. J., and Young, C. E. 1996. Assesing Hierarchical Differences in Job-related Attitudes and Turnover Among Retail Managers. Journal of Academy of Marketing Science, 24 (2): 148-156. Greenberg, J. 2001. Studying Organizacional Justice Cross-Culturslly: Fundamental Challenges. The International Journal of Conflict, 12 (4): 365375. Greenberg, J., and Baron, R. A. 2000. Behavior in Organization: Understanding and Managing the Human Side of Work. New Jersey: Prentice Hall International. Lam, S. S. K., Schabroeck, J., and Aryee, S. 2002. Realtionship Between Organizational Justice and Employee Work Outcomes: a cross-national study. Journal of Organizational Behavior, 23: 1-18. Linz, S. J. 2003. Job Satisfaction Among Russians Workers. International Journal of Manpower, 24 (6): 626-652.
102
Trikonomika
Vol. 8, No. 2, Desember 2009
Lum, L., Kervin, J., Clark, K., Reid, F., and Sirola, W. 1998. Explaining Nursing Turnover Intent: Job Satisfaction, Pay Satisfaction or Organizational Commitment. Journal of Organizational Behavior, 19: 30-320. Martinez-Tur, V., Peiro, J. M., Ramos, J., and Moliner, C. 2006. Justice Perception as Predictors of Customer Satisfaction: The Impact of Distributive, Procedural, and Interactional Justice. Journal of Applied Social Psychology, 36 (1): 100-119. Murphy, S. M., Wayne, S. J., Liden, R. C., and Erdogan, B. 2003. Understanding Social Loafing: The Role of Justice Perceptions and Exchange Relationship. Human Relations, 56 (1): 61-84. Pareke, F. Js. 2004. Hubungan Keadilan dan Kepuasan dengan Keinginan Berpindah: Peran Komitmen Organisasional ebagai Variable Pemediasi. Jurnal Siasat Bisnis, 9 (2): 157-177. Pareke, F. Js. 2003. Pengaruh Keadilan Distributif dan Prosedural terhadap Komitmen Organisasional. Media Ekonomi dan Bisnis, 15 (1): 40-53. Pillai, R., Williams, E. S., and Tan, J. J. 2001. Are The Scales Tipped in Favor of Procedural or Distributive Justice? An Investigation of the U.S., India, Germany, and Hong Kong (China). The International Journal of Conflict Management, 12 (4): 312-332. Samad, S. 2005. Unraveling The Organizational Commitment and Job Performance Relationship: Exploring The Moderating Effect of Job Satisfaction. The Business Review, Cambridge, 4 (2): 79- 84. ________. 2006. Procedural and Distributive Justice: Differential Effects on Employees’ Work Outcome. The Business Review, 5 (2): 212-218. Skitka, L. J., and Bravo, J. 2005. An Accessible Identity Approach to Understanding Fairness in Organizational Settings. What Motivates Fairness in Organizations? 105–128. diakses dari situs www.tigger.uic.edu pada tanggal 20 Mei 2007. Wat, D., and Shaffer, M. A. 2005. Equity and Relationship Quality Influences on Organizational Citizenship Behaviors: The Mediating Role of Trust in The Supervisor and Empowerment. Personnel Review, 34 (4): 406-422. Williams, S., Pitre, R., and Zainuba, M. 2002. Justice and Organizational Citizenship Behavior Intentions: Fair Rewards Versus Fair Treatment. The Journal of Social Psychology, 142 (1): 3344.
Fahrudin Js Pareke Popo Suryana