TINJAUAN PUSTAKA Warung Anak Sehat (WAS) Warung
Anak
Sehat
merupakan
suatu
program
pemberdayaan
masyarakat yang bertujuan untuk memberikan kontribusi terhadap kesehatan anak-anak yang rawan mengalami masalah gizi. Selain itu, juga menyediakan penyuluhan kepada para ibu tentang gizi bagi anak-anak dan keluarga, membantu mereka untuk bisa memenuhi kebutuhan gizi, serta membantu menyediakan produk yang sehat. WAS merupakan salah satu tempat ibu-ibu bisa mendapatkan informasi gizi yang seimbang untuk anak mereka dan membeli produk makanan sehat (Kurniawan 2010; Dompet Dhuafa 2011; Masyarakat Mandiri 2011). Untuk mengatasi masalah gizi, khususnya anak balita penting dilakukan upaya pendidikan atau penyuluhan gizi. Dengan usaha itu, diharapkan orang bisa memahami pentingnya makanan dan gizi sehingga mau bersikap dan bertindak mengikuti norma-norma gizi.
Penyuluhan gizi merupakan suatu
pendekatan edukatif untuk menghasilkan perilaku individu atau masyarakat yang diperlukan dalam peningkatan/ mempertahankan gizi baik. Pada tingkat individu/ masyarakat sasaran, perilaku tersebut akan berguna bagi dirinya, keluarga atau kelompoknya (Suhardjo 2003; Winarno 1995). Balita Masa balita adalah masa dimana anak mengalami pertumbuhan yang pesat (Sediaoetama 2008; Arisman 2004). Masa ini sangat penting dan rawan, karena pada masa ini terjadinya pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya (Suhardjo 1989; Soetjiningsih 1995). Beberapa kondisi atau anggapan yang dapat menyebabkan anak balita rawan terhadap masalah gizi adalah anak balita baru berada dalam masa transisi dari makanan bayi ke makanan orang dewasa; biasanya balita ini sudah mempunyai adik, atau ibunya sudah bekerja penuh sehingga perhatian ibu sudah berkurang; anak balita sudah mulai main di tanah, dan sudah dapat bermain di luar rumah sendiri, sehingga lebih terpapar dengan lingkungan yang kotor dan kondisi yang memungkinkan untuk terinfeksi dengan berbagai macam penyakit; dan anak balita belum bisa mengurus dirinya sendiri, termasuk dalam memilih
makanan. Dipihak lain ibunya sudah tidak bergitu memperhatikan lagi makanan anak balita, karena dianggap sudah dapat makan sendiri (Notoatmodjo 2007). Anak balita merupakan anggota keluarga yang memerlukan perhatian khusus dari orang tua, karena pada usia ini seorang anak masih tergantung secara fisik maupun emosional kepada orang tua. Anak balita belum mandiri dalam memenuhi kebutuhan makannya. Oleh karena itu asupan makanan anak balita hampir sepenuhnya tergantung pada orang dewasa yang mengasuhnya. Artinya pertumbuhan anak balita sangat dipengaruhi oleh kualitas makannya, sementara kualitas makannya sangat tergantung pada pola asuh makan anak yang diterapkan keluarga (Khomsan et al 1999). Karakteristik Keluarga Umur Orang Tua Umur merupakan indikator penting dalam menentukan produktifitas seseorang. Dibandingkan dengan orang yang lebih tua, orang yang masih muda memiliki produktifitas yang lebih tinggi, karena kondisi fisik dan kesehatan orang muda yang masih prima (Khomsan et al 2007). Usia dewasa dimulai pada 20 tahun.
Usia dewasa dibagi menjadi tiga kategori yaitu dewasa awal (20-40
tahun), dewasa madya/ tengah (41-65 tahun), dan dewasa akhir (>65 tahun) (Papalia & Olds 2001). Orang tua khususnya ibu yang terlalu muda (<20 tahun), cenderung kurang mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang cukup dalam mengasuh anak, sehingga pada umumnya orang tua tersebut merawat dan mengasuh anaknya berdasarkan pada pengalaman orang tua terdahulu. Selain itu, faktor usia muda juga lebih cenderung menjadikan ibu lebih memperhatikan kepentingan sendiri dari pada kepentingan anaknya sehingga kualitas dan kuantitas pengasuhan anak kurang terpenuhi.
Sebaliknya, pada ibu yang
memiliki usia yang telah matang (dewasa) akan cenderung menerima perannya dengan sepenuh hati (Hurlock 1998). Besar Keluarga Keluarga adalah sekelompok orang yang tinggal dan hidup dalam satu rumah dan ada ikatan darah (Khomsan et al 2007).
Besar keluarga adalah
banyaknya anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak, dan anggota lain yang tinggal bersama dalam satu rumah dari pengelolaan sumber daya yang sama.
Besar keluarga akan mempengaruhi pengeluaran rumah tangga
(Sukandar 2007).
Berdasarkan jumlah anggota rumah tangga, besar rumah
tangga dikelompokkan menjadi tiga yaitu keluarga kecil (≤4 orang), keluarga sedang (5-7 orang), dan keluarga besar (≥ 8 orang) (BKKBN 2005). Pendidikan Orang Tua Tingkat pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pola asuh anak, pengetahuan gizi ibu, dan perilaku hidup sehat. Semakin tinggi tingkat pendidikan formal ibu akan semakin luas wawasan berfikirnya, sehingga akan lebih banyak informasi gizi yang dapat diserapnya dan akan mendorong dalam praktik pengolahan makanan (Rahmawati 2006; Sediaoetama 2008; Soewondo & Sadli 1989 dalam Khomsan et al 2009; WNPG 2004). Pekerjaan Orang Tua Pekerjaan termasuk ke dalam salah satu sumber pendapatan dalam keluarga. Dengan adanya pekerjaan tetap dalam suatu keluarga, maka keluarga tersebut relatif terjamin pendapatannya setiap bulan (Khomsan 2000). Pekerjaan yang
berhubungan dengan pendapatan merupakan faktor
menentukan kualitas dan kuantitas makanan. antara
pendapatan
dan
status
gizi,
yang paling
Terdapat hubungan yang erat
didorong
oleh
pengaruh
yang
menguntungkan dari pendapatan yang meningkat bagi perbaikan kesehatan dan masalah keluarga lainnya yang berkaitan dengan keadaan gizi hampir berlaku umum pada semua tingkat pendapatan. Rendahnya pendapatan dan daya beli tidak memungkinkan untuk mengatasi kebiasaan makan dan cara-cara tertentu yang menghalangi perbaikan gizi yang efektif, terutama untuk anak-anak (Suhardjo 1989). Pendapatan Keluarga Status
sosial
ekonomi
dapat
mempengaruhi
pertumbuhan
dan
perkembangan anak, hal ini dapat terlihat pada anak dengan sosial ekonomi tinggi tentunya pemenuhan kebutuhan gizi sangat cukup baik dibandingkan dengan anak yang sosial ekonominya rendah (Hidayat 2004).
Peningkatan
pendapatan rumah tangga, belum tentu bermuara pada perbaikan gizi anggota rumah tangga rawan , terutama anak balita, wanita hamil, dan wanita menyusui (Soekirman 2000).
Pengetahuan Gizi Pengetahuan adalah informasi yang disimpan dalam ingatan dan menjadi penentu utama perilaku seseorang (Engel et al 1995 dalam Khomsan et al 2009) Pengetahuan gizi dan kesehatan merupakan salah satu jenis pengetahuan yang dapat diperoleh melalui pendidikan. Pengetahuan gizi merupakan aspek kognitif yang mencirikan seseorang memahami tentang gizi, pangan dan kesehatan (Sukandar 2007). Pentingnya pengetahuan gizi didasarkan pada 3 kenyataan, yaitu
(1)
status gizi penting bagi kesehatan dan kesejahteraan, (2) setiap orang memerlukan zat gizi yang seimbang untuk perkembangan yang optimal, dan (3) ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang penting sehingga seseorang dapat belajar menggunakan pangan dengan baik bagi perbaikan gizi (Suhardjo 2003). Faktor yang penting dalam masalah gizi adalah kurangnya pengetahuan tentang gizi atau kemampuan untuk menerapkan informasi tersebut dalam kehidupan seharihari dan kurangnya pengertian tentang kebiasaan makan yang baik (Suhardjo 2003; Williams 1993 dalam Khomsan et al 2007). Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Perilaku Hidup Bersih dan Sehat adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang atau keluarga dapat menolong diri sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat (Depkes 2007). Derajat masyarakat yang optimal ditandai dengan penduduknya yang hidup dengan perilaku dan dalam lingkungan sehat, memiliki kemampuan menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, adil, dan merata (WNPG 2000). Perilaku hidup bersih dan sehat di tatanan rumah tangga meliputi higiene perorangan (mencuci tangan pakai sabun, menggosok gigi, dan sebagainya), kebiasaan tidak merokok, pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, penimbangan balita, imunisasi, gizi keluarga (sarapan pagi, makan makanan beragam), dan keikutsertaan dalam dana sehat melalui askes atau jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat (Depkes 2007). 1.
Persalinan dibantu tenaga kesehatan Persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan (dokter, bidan, dan tenaga para medis lainnya) menggunakan peralatan yang aman, bersih dan steril
sehingga mencegah terjadinya infeksi dan bahaya kesehatan lainnya (Depkes 2007). 2.
Kebiasaan Merokok Perokok terdiri dari perokok pasif dan perokok aktif. Keduanya sama-sama berbahaya,
yakni
dapat
menyebabkan
masalah
kesehatan
seperti
kerontokan rambut, gangguan pada mata, menyebabkan penyakit paru-paru kronik, merusak gigi, stroke, kanker kulit, kemandulan, impotensi, kanker rahim dan keguguran (Depkes 2007) 3.
Imunisasi Tujuan pemberian imunisasi adalah agar anak menjadi kebal terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan akibat penyakit tertentu (Hidayat 2004).
4.
Penimbangan Balita Berat badan merupakan indikator kesehatan yang penting bagi setiap orang. Oleh karena itu penting menimbang berat badan secara teratur dan mengetahui apakah berat badan sudah ideal, kurang atau lebih.
Berat
badan yang ideal menunjukkan status gizi yang baik atau normal (Soekirman 2000). Penimbangan bayi dan balita dimaksudkan untuk
memantau
pertumbuhannya setiap bulan. Penimbangan bayi dan balita dimulai dari umur 1 bulan sampai 5 tahun di Posyandu sehingga dapat diketahui balita tumbuh sehat atau tidak dan mengetahui kelengkapan imunisasi serta dapat diketahui bayi yang dicurigai menderita gizi buruk (Depkes 2007). 5.
Kebiasaan Sarapan Sarapan penting dilakukan sebelum melakukan aktivitas fisik pada pagi hari. Manfaatnya, sarapan dapat menyediakan karbohidrat yang siap digunakan untuk
meningkatkan kadar gula darah.
Dengan kadar gula darah yang
terjamin normal, maka gairah dan konsentrasi kerja bisa lebih baik sehingga berdampak positif untuk meningkatkan produktivitas. Kedua, pada dasarnya sarapan akan memberikan kontribusi penting beberapa zat gizi yang diperlukan tubuh, seperti protein, lemak, vitamin, dan mineral. Ketersediaan zat gizi ini bermanfaat juga untuk berfungsinya proses fisiologis dalam tubuh (Khomsan 2003). 6.
Peserta Askes/JPKM Program jaminan kesehatan untuk masyarakat miskin penting untuk menstimulus
meningkatnya derajat kesehatan masyarakat.
Perluasan
jangkauan dan peningkatan mutu pelayanan kesehatan masyarakat harus dilakukan secara berkelanjutan dan disertai dengan upaya menumbuhkan partisipasi masyarakat melaksanakan perilaku hidup sehat (Depkes 2008). 7.
Kebiasaan Mencuci Tangan dengan Sabun Mencuci tangan dengan sabun sebelum makan dan setelah buang air bermanfaat untuk
membunuh kuman penyakit yang ada di tangan,
mencegah penularan penyakit diare, kolera, disentri, tifus, cacingan, penyakit kulit, Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), flu burung atau Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) serta tangan menjadi bersih dan bebas dari kuman (Depkes 2007). Kebiasaan mencuci tangan sebelum makan dapat mengurangi morbiditas sebanyak 2-3 kali lipat (Hardinsyah 2007). 8.
Kebiasaan Menggosok Gigi Membiasakan menggosok gigi sebelum tidur dan setelah makan merupakan salah satu contoh praktik higiene perorangan. menuntun kepada kesehatan.
Kebersihan diri akan
Kegiatan menggosok gigi bertujuan untuk
membersihkan mulut dari sisa makanan agar fermentasi sisa makanan tidak berlangsung terlalu lama, sehingga dapat menyebabkan plak. Dengan itu menggosok gigi dapat menghindari dari kerusakan gigi.
Menggosok gigi
juga harus dilakukan dengan benar agar permukaaan gigi bersih dari plak. Namun, karena plak akan terbentuk dari waktu ke waktu, maka menggosok gigi secara rutin adalah tindakan yang tepat dalam upaya memelihara gigi dari segala kerusakan (PDGI 2011). 9.
Kebiasaan Olahraga Olahraga merupakan suatu aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur untuk beragai tujuan, antara lain utuk kesehatan, kebugaran, rekreasi, pendidikan, dan prestasi (Irianto 2007).
10. Makan Seimbang (Makan sayur dan buah setiap hari) Tidak ada satupun jenis makanan yang mengandung lengkap semua zat gizi yang mampu membuat seseorang untuk hidup sehat, tumbuh kembang, dan produktif. Setiap orang perlu mengkonsumsi aneka ragam makanan dalam jumlah yang mencukupi. Makanan yang beranekaragam akan memberikan manfaat yang besar terhadap kesehatan. Masing-masing bahan makanan dalam susunan aneka ragam menu seimbang akan saling melengkapi. Makanan dari hidangan yang beranekaragam dapat menjamin terpenuhinya
kecukupan sumber energi, zat pembangun, dan zat pengatur bagi kebutuhan gizi seseorang. Makanan yang sehat harus mengandung unsur-unsur gizi yang diperlukan tubuh. Karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan mineral harus dalam jumlah dan kualitas yang cukup dan seimbang ( Khomsan & Anwar 2008). Selain 10 indikator diatas
yang
perlu diperhatikan juga dalam
pelaksanaan perilaku hidup bersih dan sehat adalah kebersihan lingkungan yang meliputi tersedianya jamban, tersedianya sumber air bersih, tersedianya tempat sampah, terdapat Sarana Pembuangan Air Limbah (SPAL), udara atau ventilasi cukup, dan lantai tidak seluruhnya dari tanah (Dinkes 2006). 1.
Jamban Sehat (WC) Jamban adalah suatu bangunan yang digunakan untuk membuang dan mengumpulkan kotoran manusia yang biasa disebut WC atau kakus (Tussodiyah 2010). Jamban yang baik memiliki tangki septik, namum ada juga berupa cubluk, jamban di atas kolam atau jamban di atas sungai. Jamban seperti ini tidak memenuhi syarat kesehatan, karena dapat mengotori permukaan air dan tanah sehingga dapat menyebabkan penyakit seperti diare (Latifah et al 2002).
2.
Sumber Air Bersih Air sangat penting bagi kehidupan manusia (Notoatmodjo 2007). Sumber air bersih untuk keperluan keluarga bermacam-macam. Masyarakat yang tinggal di desa pada umumnya menggunakan air dari sumur gali, sumur bor dan mata air. Sumber air harus dijaga kebersihannya karena sumber air yang tidak bersih akan menyebabkan penyakit.
Jika sumber air adalah
sumur, maka harus (1) berada minimal 10 meter dari tangki septik penampungan tinja, lubang sampah, penampungan air limbah dan sumbersumber kotoran lainnya, (2) berada di tempat yang tidak mudah terkena banjir, (3) diberi pagar dan pelindung dari tembok untuk keamanan dan mencegah air kotor kembali mengalir ke sumur (Latifah et al 2002). 3.
Tempat Sampah Sampah adalah segala sesuatu yang tidak terpakai lagi dan harus dibuang. Terdapat hubungan antara sampah dengan penyakit-penyakit yang ditulari oleh tikus, lalat, dan nyamuk. Agar sampah tidak membahayakan manusia, diperlukan pengaturan pembuangan sampah (Tussodiyah 2010).
4.
Sarana Pembuangan Air Limbah (SPAL) Setiap rumah harus memiliki sarana pembuangan air limbah, agar air bekas dari dapur, kamar mandi dan tempat cuci pakaian tidak menggenang. Air limbah yang menggenang dapat menimbulkan bau dan menjadi sumber penyakit. Sarana pembuangan air limbah sebaiknya berupa tangki septik yang dilengkapi dengan saluran pembuangan. Saluran pembuangan dari tangki septik harus memiliki saringan sehingga limbah yang dialirkan ke sungai atau selokan menjadi lebih bersih (Latifah et al 2002).
5.
Ventilasi Ventilasi udara biasanya berupa jendela yang dilengkapi dengan lubang angin. Fungsi ventilasi udara adalah untuk pertukaran udara agar di dalam rumah tetap bersih dan segar. Rumah harus memiliki jendela yang cukup. Sebaiknya setiap ruangan mempunyai sedikitnya satu buah jendela yang bisa dibuka dan ditutup sehingga udara dapat mengalir dengan lancar (Latifah et al 2002; Notoatmodjo 2007).
6.
Lantai Rumah Lantai rumah harus mudah dibersihkan misalnya lantai yang terbuat dari keramik, teraso, tegel atau semen, dan kayu atau bambu.
Lantai yang
terbuat dari tanah sulit dibersihkan dan tidak memenuhi syarat kesehatan karena dapat menjadi sumber penyakit seperti cacing dan bakteri penyebab sakit perut (Latifah et al 2002). Pola Asuh Pola pengasuhan adalah kemampuan keluarga dan masyarakat untuk menyediakan waktu, perhatian dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang dengan optimal baik secara fisik, mental dan sosial. Pola pengasuhan anak berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh terhadap anak dan sebagainya, sangat berhubungan dengan keadaan ibu dalam hal kesehatan, status gizi, pendidikan, pengetahuan dan
keterampilan tentang pengasuhan
anak yang baik, peran dalam keluarga, sifat pekerjaan sehari-hari dan adat kebiasaan (WNPG 2004). Terdapat
hubungan
yang
positif
antara
pendidikan
pengetahuan gizi, kesehatan dan pengasuhan anak.
ibu
dengan
Ibu yang memiliki
pendidikan tinggi cenderung mempunyai pengetahuan gizi, kesehatan dan pengasuhan anak yang baik (Madanijah 2003).
Pola asuh makan Tujuan pemberian makan balita dalam lingkup keluarga mencakup tiga aspek, yakni (1) aspek fisiologi, yaitu memenuhi kebutuhan zat gizi untuk proses metabolisme kelangsungan hidup, aktivitas dan tumbuh kembang, (2) aspek edukatif, yaitu mendidik anak agar terampil dalam mengkonsumsi makanan dan untuk membina kebiasaan dan perilaku makan, memilih dan menyukai makanan yang baik, sehat dan dibenarkan oleh keyakinan/ agama orang tua masingmasing dan (3) aspek psikologis, yaitu untuk memberikan kepuasan kepada anak dan untuk memberikan kenikmatan yang lain yang berkaitan dengan anak (Suhardjo 1989). Pemberian makan bergizi harus diajarkan kepada anak melalui peran ibu dan pengasuhnya. Makanan dan minuman yang bergizi harus dapat disediakan oleh orang tua. Kebiasaan makan yang beragam, bergizi, dan berimbang harus dibiasakan dari usia dini.
Pemberian makan yang baik akan membentuk
kebiasaan yang baik pula pada anak (Hastuti 2009). Keadaan lingkungan dan sikap keluarga merupakan pertimbangan yang penting dalam pemberian makan kepada anak.
Pada masa perkembangan
anak, keluarga dapat membantu anak mencapai sikap normal dan berminat terhadap makanan tanpa adanya suatu kecemasan dan kekhawatiran mengenai makanan. Pola asuh makan yang baik, dalam arti secara kuantitatif maupun kualitatif yang tepat pada masa balita sangat dianjurkan.
Praktik pemberian
makan pada anak memberikan pengaruh yang sangat kuat terhadap kesehatan dan status gizi. Kemampuan seorang ibu memperkenalkan makanan baru pada anak memiliki pengaruh yang besar terhadap daya terima dan kesukaan anak terhadap suatu makanan (Khomsan et al 2009). Pola asuh kesehatan Pola asuh kesehatan merupakan tugas orang tua untuk memberikan asuhan kesehatan kepada anak sehingga anak selalu berada dalam kondisi terbebas dari penyakit serta dapat beraktivitas rutin selayaknya individu normal. Ada dua usaha yang dapat dilakukan orang tua untuk melakukan pola asuh kesehatan yaitu preventif dan kuratif.
Upaya preventif adalah dengan
membiasakan pola hidup sehat, melalui penanaman kebiasaan hidup sehat dan teratur seperti mandi, keramas, gosok gigi, gunting kuku dan mencuci tangan dengan sabun. Upaya tersebut perlu ditanamkan sejak usia dini. Upaya kuratif
yang dapat dilakukan meliputi upaya orang tua untuk memberikan pengobatan dan perawatan agar anak selalu berada dalam kondisi terbebas dari dari penyakit infeksi dan penyakit lain yang umum terjadi pada anak (Hastuti 2009). Status Gizi Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat gizi; keadaan kesehatan yang dipengaruhi oleh keseimbangan antara pemasukan zat gizi dan pengeluaran akibat penggunaannya oleh tubuh. Jika tubuh mendapatkan asupan makanan dalam kualitas dan kuantitas yang terpenuhi, maka orang tersebut akan mendapatkan status gizi yang optimal. (Almatsier 2001; Sediaoetama 2008). Status gizi seorang anak sangat ditentukan oleh konsumsi pangan dan pola pengasuhan yang didapatkan.
Semakin baik konsumsi pangan yang
dikonsumsi, baik secara kualitas maupun kuantitas, dan semakin baik pola pengasuhan yang didapat semakin semakin baik status gizi anak (Hardinsyah 2007). Pengukuran status gizi anak umumnya menggunakan indeks BB/U, TB/U dan BB/TB. Pemantauan status gizi anak balita menggunakan baku WHO dan dihitung berdasarkan skor simpangan baku (Z-skor). Keuntungan menggunakan Z-skor adalah hasil hitungan telah dibakukan menurut simpangan baku sehingga dapat dibandingkan untuk setiap kelompok umur dan indeks antropometri (Gibson 1993 dalam Khomsan et al 2009). Berat Badan Menurut Umur (BB/U) Berat badan adalah merupakan salah satu parameter yang memberikan gambaran tentang massa tubuh, dan sangat sensitif terhadap perubahanperubahan yang akut misalnya menurunnya jumlah konsumsi makanan karena menurunnya nafsu makan atau adanya penyakit infeksi. Berat badan merupakan parameter antropometri yang sangat labil.
Pada kondisi kesehatan normal,
terjadi keseimbangan masukan zat gizi dengan kebutuhan, berat badan bertambah mengikuti pertambahan umur, tapi sebaliknya pada kondisi konsumsi yang tidak normal terdapat dua kemungkinan perkembangan berat badan dapat berkembang lebih cepat atau lebih lambat dari keadaan normal. Berdasarkan karakteristik ini, maka indeks BB/U digunakan sebagai salah satu cara penentuan status gizi dan lebih menggambarkan keadaan gizi seseorang pada saat ini ( Supariasa et al 2002 ).
Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U) Tinggi badan dapat menggambarkan keadaan pertumbuhan rangka (skeletal), dalam keadaan normal tinggi itu bertambah seiring dengan bertambahnya umur.
Pertumbuhan tinggi badan kurang sensitif terhadap
masalah gizi dalam jangka waktu yang pendek. Akibat defisiensi zat gizi dalam jangka waktu relatif lama dapat mempengaruhi tinggi badan sehingga dapat memberikan gambaran status gizi masa lampau dan dapat dikaitkan dengan keadaan status sosial ekonomi (Supariasa et al 2002 ). Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB) Berat badan mempunyai hubungan linier dengan tinggi badan, pada keadaan normal, pertambahan berat badan akan searah diikuti dengan pertumbuhan tinggi badan. Indeks BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat sekarang, dan merupakan indeks yang independen terhadap umur (Supariasa et al 2002 ). Status Kesehatan Status kesehatan dapat diukur dengan sebuah indikator kesehatan. indikator yang digunakan adalah angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas).
Morbiditas lebih mencerminkan keadaan kesehatan
sesungguhnya (Subandriyo 1993 dalam Fitriyani 2008). Status gizi erat kaitannya dengan sistem imunitas tubuh.
Semakin
rendah status gizi seseorang semakin rentan sakit dan meningkatkan morbiditas. Morbiditas memiliki hubungan timbal balik dengan status gizi, baik pada masa kanak-kanak maupun pada masa dewasa. Pada masa kanak-kanak, status gizi secara
langsung
berpengaruh
pada
imunitas,
perkembangan
pertumbuhan dan stamina tubuh (Hardinsyah 2007).
kognitif,
Kesehatan gizi yang
rendah menyebabkan kondisi daya tahan umum tubuh menurun, sehingga berbagai penyakit dapat timbul dengan mudah. Seorang anak sehat tidak akan mudah terserang berbagai macam penyakit, termasuk penyakit infeksi karena daya tahan tubuh yang kuat. Daya tahan tubuh akan meningkat pada keadaan gizi yang baik dan akan menurun bila keadaan gizinya juga menurun (Sediaoetama 2009). Morbiditas dapat disebabkan oleh status gizi yang kurang, tetapi morbiditas dapat juga menyebabkan status gizi menjadi rendah. Kondisi sakit tentu akan mengganggu sistem metabolisme zat-zat didalam tubuh sehingga
pemanfaatan zat gizi oleh sistem tubuh menjadi tidak optimal dan penurunan status gizi (Hardinsyah 2007). Penyakit infeksi seringkali ditemukan banyak menyerang anak-anak. Penyakit infeksi yang paling banyak ditemukan adalah demam, pilek, batuk, dan diare. Demam adalah keadaan suhu tubuh yang meningkat karena radang yang dapat bersifat akut maupun kronis. Diare adalah gangguan pencernaan yang berupa pengeluaran feses lebih dari empat kali sehari atau berupa feses lembek/ cair, dan perut merasa mulas (Irianto 2007).