TINJAUAN PUSTAKA Kambing kacang Kambing kacang (lokal) memiliki potensi dan peluang untuk dikembangkan. Potensinya adalah mudah pemeliharaan dan bisa kawin secara alami. Potensi lainnya adalah daging dan kotoran. Sebagai penghasil daging, ternak ini digunakan sebagai
penyediaan
daging
alternatif
untuk
memenuhi
gizi
masyarakat
(Jakfar dan Irwan, 2010). Secara terperinci kambing mempunyai sistematika sebagai berikut : Fillum:Chordata,
Sub
Marga:Gnastomata Suku:Ungulata
Fillum:
Vertebrata
(mempunyai
(berkuku),
Ordo:
rahang),
(hewan
bertulang
Kelas:Mamalia
Artiodactyla
(berkuku
belakang), (menyusui),
genap),
Sub
Ordo :Selenodonita (ruminansia), Famili: Bovidea, Sub Famili : Caprinus, Genus: Capra, Spesies: Capra hircus, Capra ibex, Capra caucasia, Capra falconesi, Capra pyrenuica (Kartadisastra, 1997). Kambing Kacang adalah salah satu kambing lokal di Indonesia dengan populasi yang cukup tinggi dan tersebar luas. Kambing kacang memiliki ukuran tubuh yang relatif kecil, memiliki telinga yang kecil dan berdiri tegak. Kambing ini telah beradaptasi dengan lingkungan setempat, dan memiliki keunggulan pada tingkat kelahiran. Beberapa hasil pengamatan menunjukkan bahwa litter size nya adalah 1.57 ekor (Setiadi, 2003).
Pakan Kambing Menurut Setiawan dan Arsa (2005), pakan merupakan bahan pakan ternak yang berupa bahan kering dan air. Bahan pakan ini harus diberikan pada ternak sebagai kebutuhan hidup pokok dan produksi. Dengan adanya pakan maka proses pertumbuhan, reproduksi dan produksi akan berlangsung dengan baik. Oleh karena itu, pakan harus terdiri dari zat – zat pakan yang dibutuhkan ternak berupa protein, lemak, karbohidrat, mineral, vitamin dan air. Pada dasarnya kambing tidak selektif dalam memilih pakan. Segala macam daun - daunan dan rumput disukai, tetapi hijauan dari daun - daunan lebih disukai daripada rumput. Hijauan yang baik untuk pakan adalah hijauan yang belum terlalu tua dan belum menghasilkan bunga karena hijauan yang masih muda memiliki kandungan PK (protein kasar) yang lebih tinggi. Hijauan yang diperoleh pada musim hujan sebaiknya dilayukan atau dikeringkan terlebih dahulu sebelum digunakan untuk pakan kambing (Mulyono dan Sarwono, 2008). Kebutuhan ternak ruminansia terhadap pakan dicerminkan oleh kebutuhannya terhadap nutrisi. Jumlah kebutuhan nutrisi setiap harinya sangat tergantung pada jenis ternak, umur, fase pertumbuhan (dewasa, bunting, menyusui), kondisi tubuh (normal, sakit) dan lingkungan tempat hidupnya (temperature, kelembaban, nisbi udara) serta bobot badannya (Kartadisastra, 1997). Anggorodi (1990) menyatakan bahwa untuk pertumbuhan salah satu komponen yang penting dalam makanan adalah energi, kebutuhan energi ini tergantung dari proses fisiologis ternak. Tillman et al. (1989) menambahkan bahwa hewan yang sedang tumbuh membutuhkan energi untuk pemeliharaan tubuh (hidup
pokok), memenuhi kebutuhan akan energi mekanik untuk gerak otot dan sintesa jaringan-jaringan baru. Menurut Mc Donald et al. (2002) hewan memperoleh energi dari pakannya. Kebutuhan nutrisi kambing dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 1. Kebutuhan Nutrisi Kambing Berdasarkan Bobot Badan dan PBB BB (kg) 10
15
20
25
PBB (g) 0 25 50 75 0 25 50 75 0 25 50 75 100 0 25 50 75 100
BK (kg) 0.32 0.36 0.37 0.35 0.44 0.45 0.50 0.50 0.54 0.58 0.60 0.62 0.62 0.64 0.68 0.71 0.73 0.74
TDN (g) 0.16 0.21 0.25 0.30 0.22 0.24 0.31 0.36 0.27 0.32 0.36 0.41 0.46 0.32 0.37 0.41 0.46 0.51
PK (g) 17 22 26 31 23 25 33 37 28 33 38 43 48 33 38 43 48 53
Ca (g) 0.9 1.2 1.5 1.9 1.2 1.5 1.9 2.2 1.5 1.8 2.1 2.4 2.8 1.8 2.1 2.4 2.7 3.1
P (g) 0.7 0.9 1.2 1.5 0.9 1.1 1.4 1.7 1.1 1.3 1.6 1.9 2.1 1.3 1.5 1.8 2.1 2.3
Sumber: Kearl (1982).
Potensi Kulit Buah Kakao sebagai Pakan Ternak Kulit buah kakao merupakan hasil ikutan tanaman kakao dengan proporsi mencapai 75% dari buah segar. Kulit buah kakao segar mengandung kadar air yang tinggi sehingga mudah menjadi busuk. Penggunaan kulit buah kakao sebagai mulsa yang disebar di sekeliling tanaman dapat menjadi tempat tumbuh cendawan Phytopthora palmivora yang menyebabkan black pod diseases. Kenyataan ini menimbulkan masalah dalam penanganan hasil ikutan tanaman kakao karena secara langsung
dapat
menurunkan
produksi
kakao.
Salah
satu
alternatif
yang
mungkin adalah pemanfaatan kulit buah kakao sebagai bahan pakan ternak (Suparjo et al., 2011). Poedjiwidodo (1996) menngatakan kulit buah Kakao terdiri dari 10 alur (5 dalam dan 5 dangkal) berselang seling. Permukaan buah ada yang halus dan ada yang kasar, warna buah beragam ada yang merah hijau, merah muda dan merah tua. Efektivitas pemanfaatan kulit buah kakao dibatasi oleh komposisi nutrisi yang kurang baik, terutama kandungan protein yang rendah dan komponen lignoselulosa yang tinggi (Alemawor et al., 2009). Pemanfaatan kulit buah kakao sebagai pakan ternak akan memberikan dua dampak utama yaitu peningkatan ketersediaan bahan pakan dan mengurangi pencemaran lingkungan akibat pembuangan kulit buah kakao yang kurang baik.Namun dalam pemanfaatan sebagai bahan pakan ternak memiliki kendala utama yaitu berupa kandungan lignin yang tinggi dan protein yang rendah
(Nelson dan
Suparjo, 2011). Kandungan lignin dalam bahan pakan dan kecernaan bahan kering pakan sangat berhubungan erat, oleh karena itu untuk mempermudah proses pencernaan kulit buah kakao oleh mikroba rumen, maka diperlukan suatu teknologi yang dapat mendegradasi ikatan lignin dengan selulosa dan hemiselulosa dengan selulosa yaitu dengan menguraikan komponen polisakarida yang terkandung di kulit buah kakao melalui proses degradasi atau fermentasi menggunakan aktivitas mikroba (Kuswandi, 2011).
Tabel 2. Kandungan nutrisi kulit buah kakao Zat-zat Makanan Bahan kering % Protein % Lemak % Serat kasar % TDN % Ca P
Kandungan (%) 18,4 12,9 1,32 24,7 53,2 0,21 0,13
Sumber: Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Barat (2010).
Potensi Kulit Buah Pisang sebagai Pakan Ternak Kulit pisang merupakan bahan buangan (limbah buah pisang) yang cukup banyak jumlahnya. Pada umumnya kulit pisang belum dimanfaatkan secara nyata, hanya dibuang sebagai limbah organik saja atau digunakan sebagai makanan ternak seperti kambing, sapi, dan kerbau. Jumlah kulit pisang yang cukup banyak akan memiliki nilai jual yang menguntungkan apabila bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku makanan (Susanti, 2006). Untuk mengurangi permasalahan limbah pisang ada beberapa cara yang yang dapat dilakukan, salah satunya mengolah limbah pisang supaya dapat digunakan sebagai salah satu campuran bahan baku pakan ternak atau sebagai pupuk tanaman. Untuk memudahkan dalam hal pengolahan limbah pisang ini, maka limbah harus dipisahkan antara limbah yang mudah busuk dan yang sulit busuk . Limbah yang mudah busuk seperti kulit pisang, buah pisang dan rontokan pisang yang busuk. Sedangkan limbah pisang yang sulit busuk seperti tangkai pisang dan daun pisang pembungkus (Ujianto, 2003). Varietas pisang yang tersebar di Indonesia begitu banyak jumlahnya. Demikian halnya dengan kulitnya. Kulit pisang yang baik berasal dari pisang yang
beraroma tajam seperti halnya kulit pisang raja yang mempunyai kulit tebal, ada yang berwarna kuning berbintik cokelat, ada juga yang berkulit tipis berwarna kuning kecoklatan yang sangat cocok sekali dimanfaatkan sebagai pakan ternak ( Widyastuti, 1995). Kandungan unsur gizi kulit pisang cukup lengkap, seperti karbohidrat, lemak, protein, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin B, vitamin C dan air. Unsur -unsur gizi inilah yang dapat digunakan sebagai sumber energi dan antibodi bagi tubuh manusia (Munadjim, 1988). Table 3. Kandungan nutrisi kulit pisang (% BK) Kandungan Nutrisi Bahan Kering (%) Protein Kasar (%) Lemak Kasar (%) Serat Kasar (%) Energi Metabolisme (Kkal/kg)
Jumlah 91,42 6,48 9,7 15,67 3159
Sumber: Laboratorium Nutrisi Pakan Ternak IPB Bogor (2000).
Fermentasi Fermentasi adalah proses penguraian unsur organik kompleks terutama karbohidrat
untuk
menghasilkan
energi
melalui
enzim
yang
dihasilkan
mikroorganisme yang biasanya terjadi dalam keadaan anaerob dan diiringi dengan pembebasan gas. Proses fermentasi tidak akan berlangsung tanpa adanya enzim katalis spesifik yang akan dapat dikeluarkan oleh mikroorganisme tertentu. Proses fermentasi mikroorganisme memperoleh sejumlah energi untuk pertumbuhannya dengan jalan merombak bahan yang memberikan zat-zat nutrisi atau mineral bagi mikroorganisme seperti protein, vitamin dan lain – lain.
Fermentasi dapat meningkatkan nilai gizi bahan yang berkualitas rendah serta berfungsi dalam pengawetan bahan dan merupakan suatu cara untuk menghilangkan zat antinutrisi atau racun yang terkandung dalam suatu bahan makanan. Selama proses fermentasi terjadi, bermacam-macam perubahan komposisi kimia. Kandungan asam amino, karbohidrat, PH, kelembaban, aroma serta perubahan gizi yang mencakup terjadinya peningkatan protein dan penurunan serta kasar ( Sembiring et al., 2006).
Bioaktivator Bioaktivator atau aktivator organik merupakan bahan yang mengandung nitrogen dalam jumlah banyak dan bermacam - macam bentuk. Termasuk protein dan asam amino. Beberapa contoh aktivator alami adalah fungi (jamur), fermentasi dari kompos yang matang, kotoran ternak, tanah yang kaya humus, bakteri asam laktat dan lain-lain. Bahan bioaktivator yang lain dapat diperoleh dari limbah pemotongan hewan, substrat campuran yang kaya nitrogen seperti kotoran ternak, cairan rumen, enceng gondok, sisa kacang-kacangan, dan gulma. Suwandi (1997), mengatakan mikroorganisme efektif yang terkandung dalam bioaktivator antara lain : bakteri asam laktat (Lactobacillus), bakteri penghancur (dekomposer), yeast atau ragi, spora jamur, bakteri fotosintetik, serta bakteri menguntungkan yang lain (bakteri penambat N, pelarut fosfat, dan lain-lain). Mikroorganisme Lokal (MOL) Mikroorganisme Lokal (MOL) adalah cairan yang terbuat dari bahan-bahan alami yang disukai sebagai media hidup dan berkembangnya mikro organisme yang
berguna untuk mempercepat penghancuran bahan-bahan organik atau sebagai dekomposer dan sebagai aktivator/ atau tambahan Nutrisi bagi tumbuhan yang disengaja dikembangkan dari mikro organisme yang berada di tempat tersebut (Juanda et al., 2011). Pembuatan mikroorganisme lokal menggunakan beberapa bahan antara lain air, air tebu, ragi tape, ragi tempe dan yoghurt. Semuanya dimasukkan ke galon, lubangnya ditutup dengan kantong plastik ukuran 1 kg dan dibiarkan selama 3 hari. Guna ditutup dengan kantong plastik adalah untuk mendapatkan indikasi apakah mikroorganime yang akan diaktifkan bekerja, bila kantong plastik menggelembung , berarti terjadi reaksi positif dari mikroorganisme dalam tahapan inokulan cair ( Compos center, 2009).
Bakteri Rumen Ada tiga macam mikroba yang terdapat di dalam cairan rumen, yaitu bakteri, protozoa dan sejumlah kecil jamur . Volume dari keseluruhan mikroba diperkirakan meliputi 3,60% dari cairan rumen (Bryant, 1970) . Bakteri merupakan jumlah besar yang terbesar sedangkan protozoa lebih sedikit yaitu sekitar satu juta/ml cairan rumen. Jamur ditemukan pada ternak yang digembalakan dan fungsinya dalam rumen sebagai kelompok selulolitik (Mc Donald, 1988). Jumlah bakteri di dalam rumen mencapai 1-10 milyar/mL cairan rumen. Selanjutnya (Yokoyama dan Johnson, 1988) menyatakan bahwa terdapat tiga bentuk bakteri yaitu bulat, batang dan spiral dengan ukuran yang bervariasi antara 0,3-50 mikron . Kebanyakan bakteri rumen adalah anaerob, hidup dan tumbuh tanpa
kehadiran oksigen . Walaupun demikian masih terdapat kelompok bakteri yang dapat hidup dengan kehadiran sejumlah kecil oksigen, kelompok ini dinamakan bakteri fakultatif yang biasanya hidup menempel pada dinding rumen tempat terjadi difusi oksigen ke dalam rumen (Czerkawski, 1988) . Mikroba rumen dapat memanfaatkan dan mengubah bahan makanan yang mempunyai ikatan kompleks menjadi ikatan yang sederhana dan meningkatkan pertambahan bobot badan (Suwandi, 1997).
Probiotik Starbio Probiotik starbio adalah koloni bibit mikroba (berasal dari lambung sapi) yang dikemas dalam campuran tanah dan akar rumput serta daun-daun atau ranting-ranting yang dibusukkan. Menurut Suharto dan Winantuningsih (1993) dalam koloni tersebut terdapat mikroba khusus yang memiliki fungsi yang berbeda, misalnya Cellulomonas Clostridium Thermocellulosa (pencerna lemak); Agaricus dan coprinus (pencerna lignin), serta Klebssiella dan Azozpirillum trasiliensis (pencerna protein). Probiotik starbio merupakan probiotik an-aerob penghasil enzim berfungsi untuk memecah karbohidrat (selulosa, hemiselulosa, lignin) dan protein serta lemak. Manfaat starbio dalam ransum ternak adalah meningkatkan daya cerna, penyerapan zat nutrisi dan efisiensi penggunaan ransum. starbio juga dapat menghilangkan bau kotoran ternak. Berdasarkan penelitian Kamalidin et al. ( 2012), fermentasi KBK dengan menggunakan probiotik selama 2 minggu menunjukkan adanya peningkatan komposisi PK dari 9,15% menjadi 14,9%, dan juga terjadi penurunan komposisi serat dari 32,7% menjadi 24,7%. Disamping adanya peningkatan kandungan protein dari
hasil fermentasi, KBK juga dapat disimpan dalam jangka panjang untuk pakan ternak atau tidak menjadi busuk
Sistem Pencernaan Ternak Ruminansia Menurut Anggorodi (1994) pencernaan adalah penguraian bahan makanan ke dalam zat-zat makanan dalam saluran pencernaan untuk dapat diserap dan digunakan oleh jaringan-jaringan tubuh. Saluran pencernaan dari semua hewan dapat dianggap sebagai tabung yang dimulai dari mulut sampai anus yang fungsinya dalam saluran pencernaan padalah mencernakan dan mengabsorpsi makanan dan mengeluarkan sisa makanan sebagai tinja (Tillman et al., 1998). Ternak kambing memiliki empat bagian perut yaitu rumen, retikulum, omasum dan abomasum. Keempatnya tidak mempunyai perbedaaan yang nyata ketika mereka dilahirkan hingga ternak kambing berkembang, tumbuh dan berproduksi walaupun hanya mengkonsumsi jenis makanan yang sebagian besar adalah serat kasar (Kartadisastra, 1997). Rumen merupakan tabung besar dengan berbagai kantong yang menyimpan dan mencampur ingesta bagi fermentasi mikroba. Rumen adalah bagian perut yang paling besar dengan kapasitas paling banyak. Rumen berfungsi sebagai tempat penampungan pakan yang dikonsumsi. Retikulum merupakan perut yang mempunyai bentuk permukaan menyerupai sarang tawon, dengan struktur yang halus dan licin serta berhubungan langsung dengan rumen. Omasum merupakan bagian perut yang mempunyai bentuk permukaan berlipat-lipat dengan struktur yang kasar, berfungsi sebagai penggiling makanan dan menyerap sebagian besar air. Abomasum adalah
bagian perut yang terakhir sebagai tempat hasil pencernaan untuk diserap oleh tubuh (Aurora, 1995).
Konsumsi Pakan Ternak ruminansia yang normal (tidak dalam keadaan sakit/sedang berproduksi), mengkonsumsi pakan dalam jumlah yang terbatas sesuai dengan kebutuhannya
untuk
mencukupi
hidup
pokok.
Kemudian
sejalan
dengan
pertumbuhan, perkembangan kondisi serta tingkat produksi yang dihasilkannya, konsumsi pakannya pun akan meningkat pula. Parakkasi (1999) menyatakan bahwa tinggi rendahnya konsumsi pakan dipengaruhi oleh palatabilitas. Selain itu Ensminger (1990) menjelaskan faktor yang mempengaruhi
palatabilitas
untuk
ternak
ruminansia
adalah
sifat
fisik
(kecerahan warna hijauan, rasa, tekstur pakan), kandungan nutrisi dan kandungan kimia pakan. Konsumsi bahan kering (BK) dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya faktor pakan meliputi daya cerna dan palatabilitas dan faktor dari ternak itu sendiri meliputi bangsa, jenis kelamin, umur dan kondisi kesehatan ternak (Lubis, 1993). Menurut Prihatman (2000), tinggi rendahnya konsumsi pakan pada ternak ruminansia sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal (lingkungan) dan faktor internal (kondisi ternak itu sendiri).
Kecernaan Pakan Kecernaan pakan didefinisikan sebagai bagian pakan yang tidak diekskresikan dalam feses sehingga diasumsikan bagian tersebut diserap oleh tubuh hewan. Kecernaan dinyatakan dengan dasar bahan kering (McDonald et al., 2002).
Mackie et al. (2002), menyatakan adanya aktivitas mikroba dalam saluran pencernaan sangat mempengaruhi kecernaan. Tillman et al. (1991) juga mengatakan kecernaan biasanya dinyatakan dalam dasar bahan kering dan apabila dinyatakan dalam persentase maka disebut koefisien cerna. Koefisien daya cerna digunakan untuk mengetahui nilai bahan kering, protein, serat kasar, ekstrak eter, bahan ekstrak tanpa nitrogen, energi, selulosa dan lain-lain (Lassiter dan Edwards, 1982). Semakin tinggi kehilangan energi melalui feses merupakan faktor dasar penyebab rendahnya metabolisme energi yang menunjukkan daya cerna rendah. Lignin yang merupakan komponen ADF sukar dicerna oleh ternak ruminansia. Tillman et all. (1998), menyebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi kecernaan pakan antara lain komposisi pakan dan jumlah pakan yang diberikan. Ransum yang proteinnya rendah , umumnya mempunyai kecernaan yang rendah pula dan sebaliknya. Tinggi rendahnya kecernaan protein tergantung pada kandungan protein bahan pakan dan banyaknya protein yang masuk dalam saluran bahan pakan. Kecernaan In vivo merupakan suatu cara penentuan kecernaan nutrient menggunakan hewan percobaan dengan analisis nutrient pakan dan feses (Tillman et al., 2001). Anggorodi (2004) menambahkan pengukuran kecernaan atau nilai cerna suatu bahan merupakan usaha untuk menentukan jumlah nutrient dari suatu bahan yang didegradasi dan diserap dalam saluran pencernaan. Daya cerna merupakan persentase nutrient yang diserap dalam saluran pencernaan yang hasilnya akan diketahui dengan melihat selisih antara jumlah nutrient yang dikonsumsi dengan jumlah nutrient yang dikeluarkan dalam feses.
Kecernaan Bahan Kering Pada kondisi normal, konsumsi bahan kering dijadikan ukuran konsumsi ternak. Konsumsi bahan kering bergantung pada banyak faktor, diantaranya adalah kecernaan bahan kering pakan, kandungan energi metabolis dan kandungan serat kasar.
Bahan kering yang dikonsumsi dikurangi jumlah yang disekresikan
merupakan jumlah yang dapat dicerna. Kualitas dan kuantitas bahan kering harus diketahui untuk meningkatkan kecernaan bahan makanan yang akan mempengaruhi jumlah konsumsi pakan. Kualitas dari bahan kering akan mempengaruhi kualitas bahan organik dan mineral yang terkandung dalam bahan pakan. Konsumsi bahan kering merupakan faktor penting untuk menunjang asupan nutrien yang akan digunakan untuk hidup pokok dan produksi (Parakkasi, 1999). Kecernaan bahan kering yang tinggi pada ternak ruminansia menunjukkan tingginya zat nutrisi yang dicerna terutama yang dicerna oleh mikroba rumen. Semakin tinggi nilai persentase kecernaan bahan pakan tersebut, berarti semakin baik kualitasnya. Kisaran normal bahan kering yaitu 50,7-59,7%. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecernaan bahan kering, yaitu jumlah ransum yang dikonsumsi, laju perjalanan makanan di dalam saluran pencernaan dan jenis kandungan gizi yang terkandung dalam ransum tersebut. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi nilai kecernaan bahan kering ransum adalah tingkat proporsi bahan pakan dalam ransum, komposisi kimia, tingkat protein ransum, persentase lemak dan mineral. Salah satu bagian dari bahan kering yang dicerna oleh mikroba di dalam rumen adalah karbohidrat struktural dan karbohidrat non struktural (Osuji dan Khalili, 1993).
Kecernaan Bahan Organik Bahan organik merupakan bahan kering yang telah dikurangi abu, komponen bahan kering bila difermentasi di dalam rumen akan menghasilkan asam lemak terbang yang merupakan sumber energi bagi ternak. Kecernaan bahan organik dalam saluran pencernaan ternak meliputi kecernaan zat-zat makanan berupa komponen bahan organik seperti karbohidrat, protein, lemak dan vitamin. Bahan-bahan organik yang terdapat dalam pakan tersedia dalam bentuk tidak larut, oleh karena itu diperlukan adanya proses pemecahan zat-zat tersebut menjadi zat-zat yang mudah larut. Faktor yang mempengaruhi kecernaan bahan organik adalah kandungan serat kasar dan mineral dari bahan pakan. Kecernaan bahan organik erat kaitannya dengan kecernaan bahan kering, karena sebagian dari bahan kering terdiri dari bahan organik. Penurunan kecernaan bahan kering akan mengakibatkan kecernaan bahan organik menurun atau sebaliknya (Parakkasi, 1999). Bahan Penyusun Konsentrat Dedak Padi Dedak padi adalah hasil ikutan pengolahan padi (Oriza sativa) menjadi beras terutama terdiri dari lapisan kulit ari. Penggunaan dedak padi sebagai makanan ternak dibatasi oleh adanya ketidakstabilan dedak yaitu 40 % pada ruminansia. Ketidakstabilan ini terutama disebabkan oleh adanya enzim lipase dan enzim peroksidase yang dapat menyebabkan ketengikan oksidatif pada komponen minyak yang terdapat pada dedak (Champagne, 2004).
Persyaratan mutu standar dedak padi meliputi kandungan nutrisi dan batas tolerasi aflatoxin. Persyaratan mutu standar dedak padi yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut: Tabel 4. Persyaratan Mutu Standar Dedak Padi Kandungan Nutrisi Kadar air (%) Maksimum Protein Kasar (%) Minimum Serat kasar (%) Maksimum A b u (%) Maksimum Lemak (%) Maksimum Asam lemak bebas (% dari lemak) Maksimum Calsium (%)30 Fosfor (%)
Mutu I 12 12 11 11 15 5 0.04-0.3 0.6-1.60
Mutu II 12 10 14 13 20 8 0.04-0.3 0.6-1.60
Mutu III 12 8 16 15 20 8 0.04-0.30 0.6-1.60
Sumber : SNI 01-3178-1996/Rev.92
Bungkil Kedelai Bungkil kedelai adalah kedelai yang sudah diambil minyaknya. Kandungan protein bungkil kedelai sekitar 48% dan merupakan sumber protein yang amat bagus sebab keseimbangan asam amino yang terkandung didalamnya cukup lengkap dan tinggi (Wahyu, 1992). kandungan zat nutrisi bungkil kedelai dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 5. Persyaratan mutu standar bungkil kedele Zat Nutrisi Protein Kasar (%) Lemak Kasar (%) Serat Kasar (%) Kalsium (%) Posfor (%) Energi Metabolisme (kkal/kg)
Kandungan Nutrisi 13.0 0.60 13.00 0.21 1.50 1890
Molases Molases merupakan sumber energi yang esensial dengan kandungan gula di dalamnya. Molases sering juga disebut tetes tebu adalah hasil sampingan pengolahan tebu menjadi molases yang bentuk fisiknya berupa cairan kental dan berwarna hitam kecoklatan. Walaupun harganya murah, namun kandungan gizi berupa karbohidrat, protein dan mineralnya masih cukup tinggi dan dapat digunakan 2-5% untuk pakan ternak walaupun sifatnya sebagai pendukung (Sutardi, 1981). Tabel 6. Kandungan nutrisi molases Zat Nutrisi
Kandungan Nutrisi
Bahan Kering (%) Protein Kasar (%) Lemak Kasar (%) Serat Kasar (%) TDN (%)
92.6 4.00 0.08 0.38 81.00
Sumber : Laboratorium Ilmu Nutrisi dan pakan ternak program studi peternakan, Fakultas Pertanian, USU (2000).
Onggok Onggok yang berasal dari ubi singkong merupakan limbah padat dari pengolahan tepung tapioka. Sebagai ampas pati singkong yang mengandung banyak karbohidrat.
onggok
banyak
mengandung
sumber
energi
sehingga
dapat
dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Pada ruminansia dapat digunakan sampai 40 % (Kuswandi, 2011). Kandungan nutrisi dari onggok dapat dilihat dalam tabel dibawah.
Tabel 7. Kandungan nutrisi onggok Zat Nutrisi
Kandungan Nutrisi
Bahan Kering (%) Protein Kasar (%) Lemak Kasar (%) Serat Kasar (%) Ca P TDN (%)
81.7 0.6 0.4 12 0.25 0.14 76
Sumber : Laboratorium Ilmu Nutrisi dan pakan ternak program studi peternakan, Fakultas Pertanian, USU (2000).
Ampas Tahu Ampas Tahu merupakan limbah padat yang diperoleh dari proses pembuatan tahu dari kedelai. Ditinjau dari komposisi kimianya ampas tahu dapat digunakan sebagai sumber protein. Kandungan protein dan lemak pada ampas tahu yang cukup tinggi namun kandungan tersebut berbeda tiap tempat dan cara pemprosesannya. Ditinjau dari komposisi kimianya ampas tahu dapat digunakan sebagai sumber protein. Ampas tahu lebih tinggi kualitasnya dibandingkan dengan kacang kedelai (Tarmidi, 2004). Tabel 8. Kandungan nutrisi ampas tahu Zat Nutrisi
Kandungan Nutrisi
Protein Kasar (%) Lemak Kasar (%) Serat Kasar (%) Ca P TDN (%) Sumber: Jurnal Pangan dan Gizi Vol. 01 No. 01 (2010).
23.7 10.1 23.6 0.53 0.24 79
Garam Pemberian garam berfungsi untuk meransang sekresi saliva. Terlalu banyak garam akan menyebabkan retensi air sehingga menimbulkan odema. Defisiensi garam lebih sering terdapat pada hewan herbivora daripada hewan lainnya, karena hijauan dan butiran mengandung sedikit garam. Gejala defisiensi garam adalah bulu kotor, makan tanah, keadaan badan yang tidak sehat, nafsu makan yang hilang dan produksi menurun sehingga bobot badan juga menurun. Oleh karena itu pada setiap pemberian pakan selalu paling sedikit harus ditambah garam (Anggorodi, 1990).
Mineral Mix Mineral merupakan nutrisi yang esensial yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan ternak juga memasok kebutuhan mikroba rumen. Tubuh ternak ruminansia terdiri atas kurang lebih 4 % mineral. Bahan pakan ini biasanya digunakan dalam jumlah sedikit untuk tujuan melengkapi atau mengkoreksi zat gizi yang diperkirakan kurang. Agar pertumbuhan dan perkembangbiakan yang optimal, mikroba rumen membutuhkan 15 jenis mineral esensial yaitu 7 jenis mineral esensial makro yaitu Ca, K, P, Mg, Na, Cl dan S. Mineral mikro ada 4 yaitu Cu, Fe, Mn, dan Zn dan 4 jenis mineral esensial langka yaitu I, Mo, Co dan Se (Siregar, 2008). Urea Urea adalah suatu senyawa organik yang terdiri dari unsur karbon, hydrogen, oksigen dan nitrogen dengan rumus CON2H4 atau (NH2)2 CO. Penggunaan urea dapat meningkatkan nilai gizi makanan dari bahan yang berserat tinggi serta berkemampuan untuk merenggangkan ikatan kristal molekul selulosa sehingga
memudahkan mikroba rumen memecahkannya. Pemberian urea tidak lebih dari 1% ransum lengkap atau 3% campuran penguat sumber protein, urea hendaknya dicampur sehomogen mungkin dalam ransum dan perlu disertai dengan penambahan mineral (Basya, 1981). Urea mempunyai kandungan nitrogen (N) kurang lebih 45 %. Karena nitrogen mewakili 16 % dari protein atau bila dijabarkan protein setara dengan 6,25 kali kandungan nitrogen, maka ternak kambing rata-rata diberi 5 gram/ekor/hari akan sebanding dengan 19,63 gram protein kasar (Murtidjo, 1993).