TINJAUAN PUSTAKA
Regenerasi mangrove secara alami dapat berlangsung lambat, karena perubahan kondisi tanah, pola hidrologi, dan terhambatnya suplai bibit. Regenerasi buatan pertama-tama harus memperbaiki pola hidrologi dan penanaman hanya dilakukan jika rekrutmen alami tidak mencukupi atau kondisi tanah menghalangi pemantapan alami. Penanaman mangrove telah berhasil dilaksanakan di Indonesia, Malaysia, India, Filipina, Thailand, dan Vietnam. Kebanyakan spesies yang ditanam termasuk dalam famili Rhizophoraceae, Avicenniaceae, dan Sonneratiaceae (Kairo dkk., 2001). R. stylosa Tumbuh pada habitat yang beragam di daerah pasang surut, bisa lumpur, pasir dan batu. Menyukai pematang sungai pasang-surut, tetapi juga sebagai jenis pionir di lingkungan pesisir atau pada bagian daratan dari mangrove. Propagulnya silindris berbintil agak halus, leher kotiledon kuning kehijauan ketika matang. Propagul panjangnya 20-35 cm kadang sampai 50 cm dan diameternya 1,5-2,0 cm (Wetlands, 2010). Bentuk propagul R. stylosa dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Bagian propagul R. stylosa (Wetlands, 2010).
Universitas Sumatera Utara
Teknik restorasi meliputi introduksi biji atau propagul, anakan pohon, atau pohon yang lebih besar. Penanaman biji atau propagul dapat dilakukan secara langsung di area yang direstorasi, atau disemaikan dahulu (Setiawan dkk., 2003). Berdasarkan pengalaman di lapangan, penyiapan bibit bakau sebaiknya menggunakan benih yang berasal dari buah yang telah masak. Secara umum, teknik pembibitan semua jenis bakau (Rhizophora spp.) relatif sama. Sebelum melakukan kegiatan pembibitan, pengenalan bagian-bagian buah bakau harus dilakukan terlebih dahulu Benih sebaiknya dipilih yang sudah matang Pemanenan buah dapat dilakukan dengan cara memanjat atau menggunakan tongkat galah berpengait. Selain itu, buah juga bisa diperoleh dengan mengambil buah yang telah jatuh dengan sendirinya di bawah pohon induk. Buah yang dipilih sebaiknya sehat, tidak terserang oleh hama dan penyakit, serta belum berdaun. Ciri-ciri buah bakau yang telah matang seperti cincin berwarna kekuningan. Untuk mendapatkan benih yang bersih maka sebaiknya dilakukan pencucian (Wibisono dkk., 2006). Buah-buahan apabila setelah dipanen tidak ditangani dengan baik, akan mengalami perubahan akibat pengaruh fisiologis, fisik, kimiawi, parasitik atau mikrobiologis, sebagaimana diketahui bahwa setelah masak fisiologis kondisi benih cenderung menurun sampai pada akhirnya benih tersebut kehilangan daya viabilitas dan vigornya sehingga benih tersebut mati. Hal ini akan mengakibatkan tidak dapat dimanfaatkan lagi, sehingga merupakan suatu kehilangan (loss). Di Indonesia kehilangan buah-buahan cukup tinggi, 25 - 40 %. untuk menghasilkan buah-buahan dengan kualitas yang baik, disamping ditentukan oleh perlakuan selama penanganan on-farm, ditentukan juga oleh faktor penanganan pasca panen yang secara umum mulai dari pemanenan, pengumpulan, sortasi, pembersihan dan
Universitas Sumatera Utara
pencucian, grading, pengemasan, pemeraman, penyimpanan dan pengangkutan (Dirjen PPHP Deptan, 2007). Kemunduran benih adalah proses mundurnya mutu fisiologis benih yang dapat menimbulkan perubahan menyeluruh di dalam benih, baik fisik, fisiologi maupun kimiawi yang mengakibatkan menurunnya viabilitas benih (Sadjad, 1994). Proses penuaan atau mundurnya vigor secara fisiologis ditandai dengan penurunan daya berkecambah, peningkatan jumlah kecambah abnormal, penurunan pemunculan kecambah di lapangan (field emergence), terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan tanaman, meningkatnya kepekaan terhadap lingkungan yang ekstrim yang akhirnya dapat menurunkan produksi tanaman (Copeland dan Donald, 1985). Terjadinya kemunduran benih merupakan salah satu faktor penyebab menurunnya produktivitas tanaman sehingga hal ini harus dihindari. Hasil-hasil penelitian menunjukkan dengan memberikan perlakuan pada benih yang memperlihatkan gejala kemunduran, dapat memperbaiki kondisi benih. Menurut Khan (1992) perlakuan pada benih adalah untuk memobilisasi sumber-sumber energi yang ada dalam benih untuk bekerja sama dengan sumber-sumber energi yang ada di luar atau di lingkungan tumbuh untuk menghasilkan pertanaman dan hasil yang maksimal (Panjaitan, 2010). Pemeraman (ripening) adalah proses untuk merangsang pematangan buah agar matang merata dengan menggunakan bantuan gas karbit atau etilen dan harus diperhatikan karateristik biologis dan fisiologis dari komoditas tersebut dengan
Universitas Sumatera Utara
tidak mencampurkan komoditas yang mempunyai sifat/karateristik fisiologis yang berbeda dalam satu tempat atau satu proses (Dirjen PPHP Deptan, 2007). Pemeraman memicu etilen yaitu gas yang dalam kehidupan tanaman dapat digolongkan sebagai hormon yang aktif dalam proses pematangan. Disebut hormon karena dapat memenuhi persyaratan sebagai hormon, yaitu dihasilkan oleh tanaman, bersifat mobil dalam jaringan tanaman dan merupakan senyawa organik. Secara tidak disadari, penggunaan etilen pada proses pematangan sudah lama dilakukan, jauh sebelum senyawa itu diketahui nama dan peranannya. Fungsi lain etilen adalah bekerja sama dengan zat pengatur tumbuh lain seperti auksin, giberelin dan sitokinin dalam mengakhiri masa dormansi, merangsang pertumbuhan akar dan batang, pembentukan akar, merangsang induksi bunga dan merangsang pemekaran bunga (Aman, 1989). Seberapa lama benih dapat tetap bertahan hidup pada lingkungan alaminya tergantung pada kondisi benih itu sendiri dan lingkungan sekitarnya. Beberapa tipe benih tidak mempunyai ketahanan hidup untuk waktu yang lama. Hal ini disebut benih rekalsitran yaitu yang daya simpannya rendah, dan hanya dapat diperpanjang dengan penyimpanan pada kondisi yang terkendali. Penyusunan umum dijumpai pada mangrove genus Rhizophora, unit penyebaran adalah semai. Benih semacam ini dibiarkan berkecambah. Selama penyimpanan tersebut sebaiknya tidak dicoba untuk menurunkan kadar air (Schmidt, 2000). Penyimpanan propagul selama 5-10 hari sangat disarankan. Selain dapat mempercepat proses perkecambahan dan meningkatkan presentase hidup tanaman, buah akan terhindar dari serangan hama ketam atau kepiting.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan penelitian, penyimpanan buah bakau tidak boleh lebih dari 30 hari karena akan mengurangi daya tumbuhnya (Wibisono dkk., 2006) Hasil analisa sidik ragam data penelitian setelah 6 minggu nampak bahwa lama peram memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan tinggi kecambah R. mucronata. Peram selama 8 hari menunjukkan pertambahan tinggi kecambah yang lebih cepat dengan rata-rata sebesar (4,66 cm). Hal ini disebabkan karena lama peram 8 hari diduga dapat memotong masa dormansi dari kecambah (Sumitro, 2005). Keberhasilan kegiatan pemeraman sangat bergantung dari keberhasilan pengelolaan komponen utama pemeraman yaitu ruang pemeraman, bahan pemacu pematangan dan buah yang diperam. Untuk mendapatkan hasil pemeraman bermutu baik, maka buah yang diperam harus sudah tua dan sehat (Sinar Tani, 2010). Keadaan lembab mencegah terjadinya stres air secara langsung, tetapi dengan penyimpanan yang lama benih rekalsitran akan mengalami stres air. Ada dua komponen yang menyebabkan stres air karena metabolisme perkecambahan selama penyimpanan yaitu tingkat stres dan lamanya stres (Kustanti, 2002). Kadar air awal media simpan sebelum kegiatan akan menentukan viabilitas benih. Kadar air yang tinggi pada media simpan menyebabkan benih lebih cepat berakar seperti yang terjadi pada benih yang disimpan dalam media sabut kelapa pada ruang kamar (Anggraini, 2000). Menurut pengalaman 60-70 % mangrove akan mati sebelum berusia 1 tahun karena di gerogoti serangga atau ketam/kepiting. Untuk mengatasi hama, biasa dilakukan dengan beberapa cara. Propagul Rhizophora spp, yang akan
Universitas Sumatera Utara
digunakan sebagai bibit, dipilih yang telah cukup matang. Tanda-tanda kematangan buah ditunjukkan oleh keluarnya buah dari tangkai. Buah kemudian di simpan di tempat yang teduh. Penyimpanan itu dimaksudkan untuk menghilangkan bau buah segar yang dimiliki buah yang sangat disenangi oleh serangga, gastropoda dan kepiting. Setelah itu, mangrove siap untuk ditancapkan pada polibag (Dephut Propinsi Bali, 2007). Cara memotong dormansi kecambah salah satunya dengan memberi temperatur rendah pada keadaan lembab akan menghilangkan bahan penghambat pertumbuhan
atau
terjadi
pembentukan
bahan-bahan
yang
merangsang
pertumbuhan ( Lita, 2002). Tahapan proses perkecambahan sebagai berikut: Tahap pertama dimulai dengan penyerapan air oleh benih, melunaknya kulit benih dan hidrasi oleh protoplasma. Tahap kedua dimulai dengan kegitan sel-sel dan enzim-enzim serta naiknya tingkat respirasi benih. Tahap ketiga merupakan tahap dimana terjadi penguraian bahan-bahan seperti karbohidrat, lemak dan protein menjadi bentukbentuk yang melarut dan ditranslokasikan ke titik-titik tumbuh. Tahap keempat adalah asimilasi dari bahan-bahan yang telah terurai di daerah meristematik untuk menghasilkan energi dari kegiatan pembentukan komponen dalam pertumbuhan sel-sel baru. Tahap kelima adalah pertumbuhan dari kecambah melalui proses pembelahan, pembesaran dan pembagian sel-sel pada titik-titik tumbuh, pertumbuhan kecambah ini tergantung pada persediaan makanan yang ada dalam biji (Lita, 2002). Penggunaan biji dan propagul di penghutanan mangrove biasa dilakukan, khususnya propagul vivipar. Beberapa spesies tumbuhan mangrove memerlukan
Universitas Sumatera Utara
kebun pembibitan. Di Bali, pembibitan dilakukan terhadap Rhizophora mucronata, Rhizophora apiculata, Bruguiera gymnorrhiza, Sonneratia alba, Avicennia marina, Ceriops tagal, dan Xylocarpus granatum (Kitamura dkk., 1997). Dalam pembibitan, terlebih dahulu harus dipersiapkan media tanam yaitu tanah lumpur dari sekitar pembibitan. Untuk propagul jenis bakau dan tengar, benih dapat langsung di tanam dan sekaligus disapih pada kantong plastik atau botol air mineral bekas yang telah dilubangi bawahnya dan diisi media tanam (Khazali, 1999). Buah disemaikan masing-masing 1 buah dalam setiap polibag. Buah ditancapkan kurang lebih sepertiga dari total panjangnya (± 7 cm). Setiap 6-10 benih, diikat menjadi satu agar tidak mudah rebah, ikatan dibuka setelah daun pertama keluar. Daun pertama akan keluar setelah 1 bulan, daun ketiga akan keluar setelah 3 bulan (Priyono dan Zaky, 2009). Pertumbuhan merupakan hasil akhir interaksi dari berbagai proses fisiologis, dan untuk mengetahui mengapa pertumbuhan pohon berbeda pada berbagai variasi keadaan lingkungan dan perlakuan, diperlukan bagaimana proses fisiologis dipengaruhi oleh lingkungan (Kramer dan Kozlowski, 1979). Air merupakan bagian terbesar bahan penyusun jasad hidup, yang berperan penting dalam penyusunan fotosintat, alokasi fotosintat, memelihara ketagaran sel, memelihara temperature tubuh jasad, sebagai pelarut bahan-bahan fotosintat yang akan disusun melalui reaksi-reaksi fisiologis dalam tubuh jasad hidup. Air juga merupakan pelarut unsur hara dalam tanah sehingga memudahkan penyerapan oleh akar tanaman (Mas’ud, 1993).
Universitas Sumatera Utara
Pengaruh
dari
kekurangan
air
selama
tingkat
vegetatif
ialah
berkembangnya daun yang lebih kecil. Air berfungsi sebagai pelarut dalam organisme
hidup
tampak
amat
jelas,
misalnya
pada
proses
osmosis
(Ansori,1998). Cahaya merupakan satu faktor yang penting dalam proses fotosintesis dalam melakukan pertumbuhan tumbuhan hijau. Cahaya mempengaruhi respirasi, transpirasi, fisiologi dan juga struktur fisik tumbuhan. Intensitas cahaya, didalam kualitas dan juga lama penyinaran juga merupakan satu faktor penting untuk tumbuhan. Umumnya tumbuhan di ekosistem mangrove juga membutuhkan intensitas tinggi (Mac Nae, 1968). Pada kondisi tanah yang sesuai seedling ini dapat berakar dan tumbuh dengan cepat. Terbentuknya Akar tunjang secara umum pertumbuhan
yang
kontinyu
dan
tidak
terjadi
fase
memiliki pola istirahat
dalam
pertumbuhannya. Sifat pertumbuhan dari akar tunjang ini umumnya monopodial, namun pada fase dewasa yang mengalami reiterasi atau metamorfosis menunjukkan pertumbuhan yang dikotom ataupun simpodial. Pola percabangan umumnya pada bagian lateral dan pola terminal dijumpai pada akar yang mengalami reiterasi atau metamorfosis. Jumlah akar tunjang ini akan terus bertambah selama pertumbuhan dan perkembangan berlangsung karena pada fase dewasa peranan akar tunjang lebih dominan, (Dahlan dkk., 2008). Pertumbuhan semai R. mucronata yang berasal dari hipokotil utuh pertumbuhannya lebih baik daripada pertumbuhan semai yang berasal dari stek hipokotil, baik hipokotil bagian atas maupun bagian bawah. Hal tersebut kemungkinan salah satunya disebabkan oleh cadangan makanan pada hipokotil
Universitas Sumatera Utara
utuh lebih banyak serta pertumbuhan tunas dan akar lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan tunas dan akar pada semai yang berasal dari stek hipokotil. Pertumbuhan tunas dan akar pada stek hipokotil harus melalui beberapa tahap pertumbuhan dan perkembangan sampai terbentuknya akar dan tunas yang sempurna (Mulyani dkk., 1999). Pengukuran pertumbuhan bibit dilakukan dengan mengukur pertambahan tinggi atau panjang plumula, jumlah daun yang mekar, jumlah pasangan daun dan jumlah cabang. Pengukuran ini diadakan untuk mengetahui dan meneliti seberapa besar kelulushidupan bibit-bibit mangrove yang telah ditanam. Pada bulan pertama belum dilakukan pengukuran pertumbuhan terhadap bibit-bibit mangrove yang hidup. Pengukuran pertumbuhan baru akan dimulai setelah bibit berumur tiga bulan (untuk mengetahui tingkat pertumbuhan bibit mangrove). Bagian tanaman mangrove yang tumbuh dan berkembang bernama plumula atau pucuk daun muda. Bagian tanaman mangrove inilah yang menjadi indikator pertumbuhan walaupun ada daun bibit mangrovenya telah layu dan kering (Bengen dan Adrianto, 2001).
Universitas Sumatera Utara