4
TINJAUAN PUSTAKA Pemeliharaan Sapi Pedet Umur 1-8 bulan sapi masih digolongkan pedet. Pada fase sapi pedet pertumbuhan mulai memasuki fase percepatan, dimana fase ini sapi akan tumbuh dengan maskimal apabila didukung oleh pakan, lingkungan dan manajemen pemeliharaan yang baik. Pertumbuhan yang baik pada pada umur pedet ditunjukkan pula oleh hasil penelitian Maharani (2001) dengan interval satu bulan yaitu 37.44; 62.50 dan 103.62. Hal ini membuktikan bahwa pada fase pedet sapi akan tumbuh dengan optimal, oleh karena itu dibutuhkan penanganan yang baik dan benar (Sudono et al. 2003). Pada kondisi usaha peternakan rakyat, penyapihan pedet sapi perah umumnya dilakukan pada umur 3-3.5 bulan; dan selama periode pra-sapih tersebut dibutuhkan susu segar sekitar 350 liter (Sudono 1999). Beberapa peneliti melaporkan, bahwa penyapihan pedet sapi perah dapat dilakukan 4-5 minggu, yaitu ketika mampu mengkonsumsi ransum pemula sebanyak 500-600 g/hari (Montiel & Ahuja 2005).
Pemeliharaan Sapi Dara Umur 9-24 bulan sapi sudah memasuki umur dara, pada umur ini sapi sudah mengalami pubertas. Pubertas pada sapi menunjukkan titik dimana sapi akan mulai memperlihatkan laju pertumbuhan yang melambat setelah pubertas. Pada rentang umur 9-24 bulan, sapi sudah mulai menunjukkan tanda-tanda dewasa kealmin, pada rentang umur ini sapi sudah dapat dikawinkan. Pertumbuhan sapi dara sebelum melahirkan anak pertama tergantung pada cara pemeliharaan dan pemberian pakan, namun demikian umumnya para peternak selalu mengabaikan pemeliharaan yang baik dan layak. Hal ini terjadi karena tingginya biaya pemeliharaan, sedang sapi tersebut belum menghasilkan susu (Syarief & Sumoprastowo 1985).
5
Hijauan dan Konsentrat Pakan merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan produktivitas dan keuntungan sapi perah. Menurut Tyler & Enseminger (2006) pakan merupakan kontributor utama terbesar sebagai biaya produksi dalam industri peternakan yaitu sekitar 45-55%. Menurut Sudono et al. (2003) bahwa biaya yang dikeluarkan untuk pakan di Indonesia mencapai 60-70% dari total biaya produksi. Kondisi tersebut menyarankan pemberian pakan yang baik akan menguntungkan bagi para peternak. Pemberian pakan pada ternak hendaknya memperhatikan dua hal, yaitu kebutuhan hidup pokok dan kebutuhan produksi. Pada sapi pedet, pemberian pakan untuk menunjang kebutuhan hidup pokok, pada sapi dara selain untuk kebutuhan hidup pokok juga produksi, dengan fokus utama adalah pertambahan bobot badan (PBB). Hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian pakan adalah kecukupan bahan kering (BK), protein kasar (PK) dan energi (TDN). Pakan sapi perah yang hanya terdiri dari hijauan saja akan sulit mencapai produksi yang tinggi. Akan tetapi apabila pakan sapi perah hanya terdiri konsentrat saja, produksinya akan tinggi dengan biaya akan menjadi relatif mahal dan ada kemungkinan terjadinya gangguan pencernaan sapi perah ke arah penggemukan (Sudono et al. 2003). Hijauan dan konsentrat sebagai komponen pakan sapi perah merupakan zatzat makanan yang dibutuhkan sapi perah untuk berbagai fungsi tubuhnya. Agar zat-zat makanan yang dibutuhkan itu dapat terpenuhi, hijauan, dan konsentrat perlu diformulasikan menjadi suatu ransum. Dengan demikian, formulasi ransum sapi perah bertujuan untuk menyusun suatu ransum yang dapat memenuhi zat-zat makanan dari bahan pakan dan kebutuhan zat-zat makanan (Agenas et al. 2006). Faktor iklim topografi memiliki hubungan dengan konsumsi pakan pada sapi perah. Rahardja (2007) menyatakan bahwa faktor iklim berpengaruh langsung terhadap konsumsi pakan dalam hal perilaku merumput, pengambilan dan penggunaan makanan, efisiensi penggunaan makanan dan hilangnya zat-zat makanan karena berkeringat dan air liur. Pengaruh tidak langsung iklim terhadap tingkat konsumsi adalah ketersediaan sumber makanan di wilayah tersebut.
6
Pemberian Pakan pada Sapi Perah Pakan utama sapi perah secara umum terdiri dari dua macam yaitu hijauan atau pakan kasar dan konsentrat (Blakely & David 1994). Faktor yang mempengaruhi konsumsi sapi perah adalah bobot badan, tingkat pertumbuhan dan tingkat produksi susu (NRC 2001). Pemberian konsentrat diberikan dengan tujuan sebagai suplai energi dan protein yang tidak tercukupi hanya dengan pemberian hijauan saja terutama pada sapi yang pertumbuhan dan produksi susunya tinggi. Pada sapi pedet pakan berupa konsentrat diberikan sebanyak 1.5 hingga 2 kg setiap hari, sampai sapi dara mencapai umur 1 tahun, ditambah dengan jerami atau disediakan padang rumput yang berkualitas baik dengan pilihan bebas. Konsentrat perlu lebih banyak diberikan apabila kualitas hhijauan yang diberikan kurang memadai (Blakely & David 1994). Kebutuhan hidup pokok ternak dewasa sebagian besar dapat terpenuhi dengan pemberian hijauan semata meskipun kualitasnya agak rendah. Umumnya peternakan menggunakan pakan hijauan sebagai pilihan utama dengan proporsi yang besar karena secara ekonomis harga hijauan lebih murah dibandingkan harga konsentrat. Disisi lain, sapi dara yang belum mencapai umur 10-12 bulan jika diberi hijauan tunggal, walaupun dengan kualitas sangat baik, maka mereka tidak mencapai pertumbuhan yang normal. Kebutuhan sapi perah akan zat makanan terdiri atas kebutuhan hidup pokok dan kebutuhan produksi. Kebutuhan hidup pokok diterjemahkan sebagai kebutuhan untuk mempertahankan bobot hidup. Seekor sapi yang memperoleh pakan hanya sekedar cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup pokoknya, bobot sapi tersebut tidak akan naik, juga tidak akan turun dan produksi susunya juga tidak ada. Jika sapi tersebut memperoleh pakan lebih dari kebutuhan pokok hidupnya, sebagian kelebihan pakannya akan dapat diubah menjadi bentuk produksi. Misalnya, produksi air susu, pertumbuhan atau untuk produksi tenaga (Sutardi 1981). Jumlah pemberian ransum (hijauan dan konsentrat) dapat diperkirakan dari kebutuhan akan bahan kering (Sutardi 1981). Jumlah bahan kering yang diberikan perlu dibatasi karena kapasitas rumen yang terbatas. Jumlah bahan kering yang disarankan adalah 2-3% dari bobot badan, artinya dengan jumlah bahan kering
7
tertentu harus dapat terpenuhi kebutuhan energi dan protein (Penn 2004). Sapi yang berproduksi tinggi dapat mengkonsumsi bahan kering pakan 3.6-4.0% bobot hidupnya (Sutardi 1983). Besarnya konsumsi bahan kering dipengaruhi antara lain oleh bobot badan ternak, jenis ransum, umur atau kondisi ternak, jenis kelamin, dan kandungan energi bahan pakan. Pertumbuhan Sapi Perah Pertumbuhan adalah kenaikan bobot seekor ternak sampai ukuran dewasa tubuh tercapai. Pertumbuhan juga merupakan suatu fenomena universal yang bermula dari telur yang telah dibuahi oleh sperma dan berlanjut sampai hewan mencapai dewasa. Terjadi dua hal dasar pada pertumbuhan hewan, yaitu pertambahan bobot hidup yang disebut pertumbuhan dan perubahan bentuk yang disebut perkembangan. Perubahan ukuran meliputi perubahan bobot hidup, bentuk, komposisi tubuh, termasuk pula perubahan pada komponen-komponen tubuh seperti otot, lemak, tulang dan organ serta komponen kimia, terutama air, lemak, protein dan abu. Pertumbuhan ternak merupakan kumpulan dari pertumbuhan bagian-bagian komponennya (Montiel & Ahuja, 2005).
Gambar 1 Pola kurva pertumbuhan ternak (Forrest et al. 1975). Kurva pertumbuhan ternak dari lahir hingga dewasa tubuh dengan sumbu x menunjukkan umur dan sumbu y menunjukkan bobot badan. Pertumbuhan adalah pertambahan berat badan dan ukuran-ukuran tubuh sesuai dengan umur dan dapat
8
dilukiskan sebagai garis atau gambaran kurva sigmoid. Kurva pertumbuhan sigmoid mencerminkan pertumbuhan ternak dari awal dilahirkan kemudian fase percepatan hingga mencapai titik infleksi, selanjutnya ternak mencapai dewasa tubuh dan pada fase ini sudah mulai terjadi fase perlambatan dan akhirnya mengalami pertumbuhan tetap (Suparyanto 1999). Pertumbuhan komponen-komponen tersebut berlangsung dengan laju yang berbeda sehingga perubahan ukuran komponen menghasilkan diferensiasi atau perbedaan karakteristik individual sel dan organ. Menurut Tayler dan Ensminger (2006) pertumbuhan adalah bertambahnya bobot hingga ukuran dewasa tercapai seperti diferensiasi selular dan perubahan bentuk tubuh. Menurut Sugeng (2002) menyatakan bahwa pada periode pertumbuhan setelah disapih, maka laju pertumbuhan ditentukan oleh beberapa faktor antara lain potensi dan pola pertumbuhan masing-masing individu ternak. Potensi pertumbuhan dipengaruhi oleh bangsa dan jenis kelamin, sedangkan pola pertumbuhan tergantung sistem manajemen yang digunakan, tingkat nutrisi yang tersedia, kesehatan ternak dan iklim. Selama pertumbuhan dan perkembangan, bagian-bagian dan komponen tubuh mengalami perubahan. Jaringan-jaringan tubuh mengalami pertumbuhan yang berbeda dan mencapai pertumbuhan maksimal dengan kecepatan berbeda pula. Komponen tubuh secara kumulatif mengalami pertambahan berat selama pertumbuhan sampai mencapai kedewasaan dengan urutan tulang, otot dan lemak atas dasar rasio pertumbuhan diferensial. Pertumbuhan tulang yang mengalami pertumbuhan terakhir adalah tulang rusuk. Oleh karena itu, lingkar dada dan lebar dada cenderung akan tumbuh lebih lambat dibandingkan tinggi pundak dan panjang badan karena berhubungan pertumbuhan tulang rusuk (Soeparno 1998). Ukuran lingkar dada dapat menjadi pedoman untuk menduga bobot badan, karena badan dan rusuk yang panjang memungkinkan sapi mampu menampung jumlah makanan yang banyak. Ukuran tulang terutama bagian dada sapi, menentukan kapasitas rongga dalam dan merupakan tempat ditemukan alat-alat vital seperti paru-paru, jantung dan alat pencernaan. Lingkar dada dipengaruhi kondisi tubuh sehingga berkorelasi positif dengan bobot badan (Sutardi 1983).
9
0.7 0.5 0.6 0.7
0.7 0.5
Gambar 2 Kurva pertumbuhan sapi perah (Tyler & Ensminger 2006). Pada gambar 2 menunjukkan bahwa umur 9-24 bulan sapi sudah memasuki umur dara, pada umur ini sapi perah pubertas, pubertas pada sapi menunjukkan titik dimana sapi akan mulai memperlihatkan laju pertumbuhan yang melambat setelah pubertas. Pada rentang umur 9-24 bulan, sapi juga sudah mulai menunjukkan tanda-tanda dewasa tubuh oleh karena itu pada rentang umur ini sapi sudah dapat dikawinkan (Sudono 1999). Sudono et al. (2003) menjelaskan bahwa target bobot badan sapi dara umur 8-14 bulan adalah 200-300 kg. Sapi-sapi dara dapat dikawinkan pertama kali setelah sapi tersebut berumur 15 bulan dan ukuran tubuhnya cukup besar dengan berat badan sekitar 275 kg, supaya sapi-sapi dara dapat beranak umur 2 tahun. Hasil penelitian Tazkia (2009) di Lembang Barat menunjukkan bobot badan 275 kg akan dicapai sekitar umur 11-12 bulan dan bobot badan 350 kg akan dicapai sekitar umur 17-18 bulan. Pendugaan pendugaan bobot badan dari lingkar dada disajikan pada Tabel 1 berikut.
10
Tabel 1 Pendugaan bobot badan (BB) berdasarkan ukuran lingkar dada (LD) LD BB LD BB LD BB LD BB (cm) (kg) (cm) (kg) (cm) (kg) (cm) (kg) 76 39 114 124 152 278 190 496 77 40 115 127 153 282 191 503 78 42 116 130 154 286 192 510 79 43 117 133 155 291 193 517 80 44 118 137 156 297 194 523 81 47 119 140 157 303 195 529 82 48 120 143 158 308 196 538 83 50 121 146 159 311 197 545 84 51 122 150 160 318 198 551 85 53 123 154 161 324 199 557 86 55 124 157 162 330 200 564 87 56 125 161 163 335 201 572 88 58 126 164 164 339 202 579 89 60 127 168 165 346 203 585 90 63 128 172 166 352 204 592 91 65 129 176 167 356 205 600 92 67 130 180 168 360 206 609 93 69 131 184 169 365 207 615 94 70 132 188 170 370 208 621 95 73 133 192 171 375 209 631 96 75 134 196 172 382 210 638 97 78 135 200 173 389 211 646 98 80 136 203 174 395 212 652 99 82 137 208 175 400 213 660 100 85 138 212 176 406 214 670 101 89 139 216 177 413 215 678 102 90 140 220 178 419 216 686 103 93 141 225 179 425 217 683 104 96 142 230 180 430 218 701 105 99 143 235 181 436 219 710 106 101 144 239 182 444 220 719 107 102 145 242 183 451 221 726 108 105 146 248 184 457 222 733 109 109 147 253 185 462 223 742 110 112 148 258 186 469 224 751 111 115 149 262 187 477 225 760 112 117 150 266 188 484 226 768 113 120 151 272 189 491 227 776 Sumber : Sudono et al. (2003).
11
Sudono et al. (2003) menjelaskan bahwa target bobot badan sapi dara umur 8-14 bulan adalah 200-300 kg. Sapi-sapi dara dapat dikawinkan pertama kali setelah sapi tersebut berumur 15 bulan dan ukuran tubuhnya cukup besar dengan berat badan sekitar 275 kg, supaya sapi-sapi dara dapat beranak umur 2 tahun. Hasil penelitian Tazkia (2009) di Lembang Barat menunjukkan bobot badan 275 kg akan dicapai sekitar umur 11-12 bulan dan bobot badan 350 kg akan dicapai sekitar umur 17-18 bulan. Pemeliharaan yang baik serta pemberian ransum yang berkualitas, sapi dara akan terus tumbuh sampai umur 4-5 tahun. Bila sapi dara tidak mendapatkan ransum yang cukup ditinjau dari segi kualitas dan kuantitas, maka akan terjadi hal-hal sebagai berikut : (a) Pada waktu sapi dara beranak pertama kali, maka besar atau bobot badannya tidak akan mencapai ukuran normal, (b) Sapi terlambat beranak untuk pertama kalinya dan (c) Produksi cenderung akan rendah, tidak sesuai dengan yang diharapkan (Sutardi 1981). Menurut Fitzhugh (1976) kurva pertumbuhan merupakan pencerminan kemampuan suatu individu atau populasi untuk mengaktualisasikan diri sekaligus sebagai ukuran berkembangnya bagian-bagian tubuh hingga mencapai ukuran maksimal (dewasa) pada kondisi lingkungan tertentu. Lingkungan tersebut dapat berupa level produksi individu, kuantitas dan kualitas pakan, lokasi dan lingkungan secara umum. Model linier tersebut mempunyai kelemahan yaitu adanya salah penafsiran seolah-olah pertumbuhan ternak linier dan positif sehingga akan terjadi salah penafsiran. Model linier tidak mengenal laju perumbuhan yang akan mulai berkurang setelah mengalami titik infleksi yang biasanya terjadi pada waktu pubertas. Bangsa sapi perah yang dipelihara di Indonesia umumnya merupakan sapi Friesien Holstein (FH) yang berasal dari Eropa. Kondisi iklim merupakan aspek lingkungan yang banyak mempengaruhi produksi dan reproduksi ternak sapi FH dalam ransum akibat sangat cepatnya pertumbuhan jaringan protein dalam tubuh. Proporsi protein yang dibutuhkan berangsur-angsur berkurang ketika ternak menjadi tua dan menyimpan protein dalam jumlah sedikit (Sudono et al. 2003). Kurva non linier kemudian diajukan sebagai model matematik yang menjelaskan hubungan pertumbuhan dengan waktu untuk mengatasi masalah
12
fenomena biologis. Kurva pertumbuhan mempunyai kelebihan selain secara statistik mampu menduga bobot data lapangan secara akurat, parameter dari kurva pertumbuhan mempunyai arti biologis yang penting dalam menilai efisiensi ternak (Suwarwoto 1983). Titik Infleksi Titik infleksi merupakan titik mencapai kecepatan pertumbuhan maksimum dan mencapai percepatan yang menurun, Campbell et al. (2003) menjelaskan bahwa titik infleksi mengindikasikan: 1) Waktu mencapai pertumbuhan maksimum yakni perubahan dari percepatan menjadi penurunan kecepatan pertumbuhan; 2) Umur pubertas; 3) Tingkat kematian spesifik yang terkecil; dan 4) Suatu referensi geometrik untuk determinasi kesamaan umur antar ternak berbeda (dan juga kesamaan umur pada pertumbuhan populasi). Titik infleksi menandakan ternak mengalami pubertas. Hal ini menjadi indikator produktivitas ternak jika dilihat dari aspek reproduksinya. Salisbury dan Van Demak (1985) mengatakan bahwa makanan kualitas buruk dan faktor-faktor lainnya menyebabkan gangguan pertumbuhan tubuh belum cukup untuk menerima kelahiran yang diperlukan kondisi tubuh yang baik saat beranak dan suplai nutrisi yang cukup pada awal laktasi guna memperoleh produksi tinggi pada sapi perah. Suwarwoto (1983) menyatakan bahwa korelasi diantara tinggi pundak, lebar dada dan bobot badan adalah sangat nyata (P<0.01) dan untuk panjang badan nyata (P<0.05). Lingkar dada dalam korelasinya positif tetapi tidak nyata. Besarnya derajat keeratan untuk seluruh ukuran tubuh berturut-turut mulai dari yang terbesar ke yang terkecil adalah tinggi pundak, lebar dada, bobot badan dan panjang badan. Fase percepatan dimulai dari lahir hingga mencapai titik infleksi (Brody 1974). Fase percepatan ini ditandai dengan adanya perubahan bentuk, pertambahan bobot badan, pertambahan ukuran tubuh. Sudono et al. (2003) menyatakan bahwa sapi perah yang masih muda dapat berubah bentuknya, bertambah besar bobot badannya. Fase terakhir memasuki fase perlambatan.
13
Ukuran Tubuh Pertumbuhan
tubuh
secara
keseluruhan
umumnya
diukur
dengan
bertambahnya bobot badan, sedangkan besarnya badan dapat diukur melalui ukuran-ukuran pertumbuhan (Sugeng 2002). Menurut Lawrence dan Fowler (2002), menyatakan bahwa pengukuran tubuh antara linier dan circumference, merupakan refleksi dari pertumbuhan tulang atau kerangka dari hewan, ketika diambil dari periode waktu yang teratur. Pengukuran tubuh yang ditonjolkan dari korelasi tertinggi dengan bobot badan adalah lingkar dada. Namun hasil galat yang dilibatkan dalam penghitungan bobot hidup ternak dari penghitungan lingkar dada mungkin lebih besar antara tiga dan enam kalinya dibandingkan dengan pengukuran langsung. Ukuran galat mungkin dapat dikurangi dengan mengelompokkan variasi ke dalam bangsa, umur, ukuran dan kondisi tubuh yang sama (Lawrence & Fowler 2002). Lawrie (1995) menjelaskan bahwa hewan yang sedang berkembang mengalami dua gelombang pertumbuhan, gelombang pertumbuhan pertama adalah mulai dari kepala dan menyebar ke badan dan gelombang kedua mulai dari ujung anggota badan ke arah tubuh (atas). Perbedaan tempat pada penelitian Tazkia (2009) menunjukkan perbedaan nyata terhadap ukuran tinggi (tinggi badan, panjang badan, lingkar dada dan dalam dada) dan bobot badan. Perbedaan tempat dikarenakan Cibereum merupakan topografi tinggi, Tajur Halang merupakan topografi sedang dan Kebon Pedes merupakan topografi rendah. Ukuran tubuh menjadi dasar cara seleksi bagi peternak sapi perah di tiga daerah penelitian tersebut. Bagian dari tubuh hewan tumbuh secara teratur, meskipun demikian tubuh tidak tumbuh secara kesatuan, karena berbagai jaringan tubuh tumbuh dengan laju yang berbeda dari lahir sampai dewasa. Oleh karena itu, ukuran-ukuran tubuh tidak tumbuh secara bersamaan walaupun semua ukuran tubuh sudah tumbuh sejak umur dini dan nilai koefisien pertumbuhan (b) menunjukkan urutan pertumbuhan ukuran-ukuan tubuh terhadap bobot badan ternak selama ternak mengalami pertumbuhan (Anggorodi 1979).
14
Kurva Pertumbuhan Menurut Fitzhugh (1976) kurva pertumbuhan merupakan pencerminan kemampuan suatu individu atau populasi untuk mengkatualisasikan diri sekaligus sebagai ukuran akan berkembangnya bagian-bagian tubuh sampai mencapai ukuran maksimal (dewasa) pada kondisi lingkungan yang ada. Lingkungan tersebut dapat berupa level produksi individu, kuantitas dan kualitas pakan, lokasi dan lingkungan secara umum. Kurva pertumbuhan memiliki model yang bermacam-macam, diantaranya yang paling sederhana yaitu kurva regresi linier. Model linier tidak mengenal laju pertumbuhan yang akan mulai berkurang setelah mengalami titik infleksi yang biasanya terjadi pada waktu pubertas. Model Gompertz dan Von Bertalanffy merupakan model yang sering digunakan dalam studi pertumbuhan ternak dan mempunyai tiga parameter, yaitu A, B dan k. Parameter A adalah nilai yang mencerminkan atas adanya titik asimot yang ditunjukkan dari dugaan terhadap bobot dewasa tubuh, parameter B adalah nilai konstanta integral dan parameter k adalah nilai rataan untuk mencapai kedewasaan. Proses perhitungan kedua model tersebut relative lebih mudah dibandingkan model lainnya dan mempunyai kemampuan dalam menjelaskan waktu yang penting (titik infleksi) dari ternak. Model Gompertz Kurva pertumbuhan Model Gompertz dibuat oleh Gompertz pada tahun 1925 untuk menjelaskan pertumbuhan pada situasi yang tidak menguntungkan telah banyak digunakan dalam studi hubungan pertumbuhan dengan waktu pada berbagai jenis makhluk hidup dan bidang penelitian diantaranya dalam studi populasi, model tersebut sangat bermanfaat dalam studi pertumbuhan pada ternak (Kratochvilova et al. 2002). Sengul dan Kiraz (2005) membandingkan kurva model pertumbuhan model Gompertz dan Richards dalam proses pertumbuhan kalkun hasilnya model Gompertz yang baik untuk menjelaskan hubungan pertumbuhan. Kesimpulan tersebut berdasarkan keakuratan penjelasan hubungan pertumbuhan dengan waktu yang dibuktikan dari koefisien determinasi tertinggi (Sengul & Kiraz 2005).
15
Blasco et al. (2003) menggunakan kurva pertumbuhan model Gompertz untuk
menggambarkan
proses
pertumbuhan
kelinci.
Parameter
kurva
pertumbuhan dari model Gompertz dijadikan parameter untuk melihat efek seleksi terhadap rataan pertumbuhan dari kelinci. Menurut Aranggo dan Van Vleck (2002) kurva pertumbuhan model Gompertz telah banyak digunakan oleh peneliti ternak besar terutama sapi untuk menggambarkan hubungan dengan waktu seperti yang dilakukan oleh Kratochvilova (2002) yang melakukan penelitian untuk menganalisa kurva pertumbuhan pada bobot badan serta ukuran tubuh pada sapi Holstein. Menurut Aranggo dan VanVleck (2002) kelebihan dari model Gompertz adalah dalam pendugaan dari nilai asimtot atau bobot dewasa dengan bias yang rendah.