TINJAUAN PUSTAKA Pengertian OCB dan DOCB Organizational Citizenship Behavior merupakan kontribusi individu yang dalam melebihi tuntutan peran di tempat kerja dan
di-reward
oleh
perolehan
kinerja
tugas.
OCB
ini
melibatkan beberapa perilaku meliputi perilaku menolong orang lain, menjadi sukarela untuk tugas-tugas ekstra, patuh terhadap aturan-aturan dan prosedur-prosedur di tempat kerja. Perilaku-perilaku ini menggambarkan “nilai tambah karyawan”.
OCB
atau
perilaku
kewarganegaraan
organisasional sangat terkenal dalam perilaku organisasi saat pertama kali diperkenalkan sekitar 20 tahun yang lalu dengan dasar teori disposisi/kepribadian dan sikap kerja. Dasar kepribadian untuk OCB merefleksikan ciri/trait predisposes karyawan yang kooperatif, suka menolong, perhatian dan sungguh-sungguh. Sedangkan dasar sikap mengindikasikan bahwa
karyawan
tindakan
terlibat
organisasi
dalam
(Luthans,
OCB 2006).
untuk OCB
membalas merupakan
perilaku pilihan yang tidak menjadi bagian dari kewajiban kerja
formal
seorang
karyawan,
namun
mendukung
berfungsinya organisasi tersebut secara efektif (Robbins, 2008). Menurut Organ (dalam Purba dan Seniati 2004), OCB merupakan bentuk perilaku yang merupakan pilihan dan inisiatif individual, tidak berkaitan dengan sistem reward formal
organisasi
tetapi
secara
agregat
meningkatkan
efektivitas organisasi. Hal ini berarti bahwa perilaku tersebut
1
tidak termasuk ke dalam persyaratan kerja atau deskripsi kerja karyawan sehingga jika tidak ditampilkan pun tidak diberikan
hukuman.
Dari
definisi
OCB
di
atas
dapat
disimpulkan bahwa OCB merupakan perilaku positif berupa kontribusi individu. OCB atau perilaku sosial organisasi sering disebut juga dengan perilaku anggota organisasi, sehingga konstruksi ini sangat terkenal dalam perilaku organisasi saat pertama kali diperkenalkan dengan dasar teori kepribadian dan sikap kerja.
OCB merupakan sikap ikut memiliki
organisasi dan bertanggungjawab untuk memajukan dan memelihara kinerja organisasi melalui tindakan yang positif diluar peran formalnya sebagai karyawan. Sementara itu, Van Dyne et al. (dalam Jahangir, Akbar, & Haq, 2004) mengatakan bahwa OCB atau yang disebutnya sebagai extra-role behavior (ERB), adalah perilaku yang menguntungkan
organisasi
atau
diarahkan
untuk
menguntungkan organisasi, dilakukan secara sukarela dan melebihi ekspektasi peran yang ada; Artinya secara sederhana OCB dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang berakar dari kerelaan dirinya untuk memberikan kontribusi melebihi peran inti atau tugasnya terhadap organisasinya. Perilaku tersebut dilakukannya, baik secara disadari maupun tidak disadari, diarahkan maupun tidak diarahkan, untuk dapat memberikan manfaat dan keuntungan bagi organisasinya. Sedangkan perilaku DOCB adalah perilaku yang dilakukan karena keterpaksaan dan kurang adanya kerelaan pada diri karyawan untuk memberikan kontribusi melebihi tugasnya terhadap organisasi. 2
Dimensi OCB dan DOCB Dimensi OCB menurut Organ et al. (2006) berpendapat bahwa
perilaku
citizenship
atau
ekstra
peran
ini
diimplementasikan dalam lima bentuk perilaku yaitu pertama altruism
(perilaku
membantu
orang
lain),
yaitu
sifat
mementingkan kepentingan orang lain, seperti memberikan pertolongan pada kawan sekerja yang baru, dan menyediakan waktu untuk orang lain. Perilaku membantu teman sekerja yang
mengalami
kesulitan
dalam
situasi
yang
sedang
dihadapinya baik mengenai tugas dalam organisasi maupun masalah pribadi orang lain. Dimensi ini mengarah kepada memberi pertolongan yang bukan merupakan kewajiban yang ditanggungnya.
Kedua
conscientiousness
(ketelitian
dan
kehati-hatian) merupakan sifat kehati-hatian seperti efisiensi menggunakan waktu dan tingkat kehadiran tinggi. Perilaku ini berusaha untuk mencapai lebih dari yang diharapkan oleh perusahaan
atau
perilaku
yang
sukarela
yang
bukan
merupakan kewajiban atau tugas karyawan. Dimensi ini menjangkau jauh di atas dan jauh ke depan dari panggilan tugas. Conscientiousness merupakan kontribusi terhadap efisiensi baik berdasarkan individu maupun kelompok. Ketiga sportsmanship (perilaku yang sportif). Sifat sportif dan positif contohnya seperti menghindari komplain dan keluhan dengan memaksimalkan total jumlah waktu yang dipergunakan pada usaha-usaha yang konstruktif dalam organisasi. Perilaku yang memberikan toleransi terhadap keadaan yang kurang ideal dalam organisasi tanpa mengajukan keberatan-keberatan.
3
Seseorang yang mempunyai tingkatan yang tinggi dalam sportsmanship akan menunjukkan sikap yang positif dan menghindar untuk melakukan komplain. Sportsmanship akan meningkatkan iklim yang positif diantara karyawan, karyawan akan lebih sopan dan bekerja sama dengan yang lain, sehingga akan menciptakan lingkungan kerja yang lebih menyenangkan. Keempat courtesy (menjaga hubungan baik). Menjaga hubungan baik dengan rekan sekerjanya agar terhindar dari masalah-masalah interpersonal. Seseorang yang memiliki dimensi ini adalah orang yang menghargai dan memperhatikan orang lain. Sifat sopan dan taat, seperti melalui surat peringatan atau pemberitahuan sebelumnya, dan meneruskan informasi dengan tepat. Courtesy dapat membantu mencegah timbulnya masalah dan memaksimalkan penggunaan waktu. Kelima Civic virtue (kebijaksanaan warga). Perilaku
yang
mengindikasikan
tanggung
jawab
pada
kehidupan organisasi (mengikuti perubahan dalam organisasi, mengambil inisiatif untuk merekomendasikan bagaimana operasi atau prosedur-prosedur organisasi dapat diperbaiki dan melindungi sumber- sumber yang dimiliki oleh organisasi). Dimensi ini mengarah kepada tanggung jawab yang diberikan organisasi kepada seseorang untuk meningkatkan kualitas bidang pekerjaan yang ditekuninya. Sifat kebijaksanaan atau keanggotaan yang baik, seperti melayani komite melakukan fungsi-fungsi sekalipun tidak diwajibkan untuk membantu memberikan kesan baik bagi organisasi. Civic Virtue dapat memberikan pelayanan yang diperlukan bagi kepentingan
4
organisasi. Lebih
lanjut,
Ahdiyana
(2010)
mengemukakan
tiga
bentuk OCB yang pertama adalah obedience; menggambarkan kemauan karyawan untuk menerima dan mematuhi peraturan dan prosedur organisasi. Kedua loyalty; yang menggambarkan kemauan karyawan untuk menempatkan kepentingan pribadi mereka untuk keuntungan dan kelangsungan organisasi. Sedangkan
yang
menggambarkan
ketiga
adalah
kemauan
karyawan
participation;
yang
untuk
aktif
secara
mengembangkan seluruh aspek kehidupan organisasi. Sedangkan menurut Organ (1988), bahwa OCB yang rendah terjadi apabila terdapat salah satu atau beberapa dari dimensi OCB yang rendah pula. DOCB adalah kondisi orang yang
walaupun
lingkungan
mengkonstruksi
orang
kewarganegaraan
yang
sosialnya tersebut
baik
tetapi
mencoba untuk orang
untuk menjadi tersebut
menghadirkan perilaku-perilaku terbalik dari dimensi OCB yakni bukan altruism (perilaku yang kurang membantu orang lain) yaitu sifat mementingkan kepentingan diri sendiri. Kurang conscientiousness (kurang adanya ketelitian dan kehati-hatian), kurang sportsmanship (perilaku yang kurang sportif), seperti sering komplain dan mengeluh dengan tidak memaksimalkan waktu yang dipergunakan dalam organisasi, kurang courtesy (kurang menjaga hubungan baik dengan patner
kerja)
dan
kurang
civic
virtue
(kurang
adanya
kebijaksanaan warga) yakni kurang mengikuti perubahan dalam organisasi dan kurang adanya rasa memiliki pada
5
organisasi. Perilaku-perilaku terbalik itulah yang disebut dengan DOCB. Faktor Yang Membentuk OCB Faktor membentuk OCB cukup kompleks dan saling terkait satu sama lain antara lain, pertama budaya dan iklim organisasi, menurut Organ (2006), terdapat bukti-bukti yang mengemukakan bahwa organisasi merupakan sesuatu kondisi awal yang utama yang memicu terjadinya OCB. Sedangkan Sloat (1999) mengemukakan bahwa karyawan yang cenderung melakukan tindakan yang melampaui tanggung jawab kerja mereka apabila merasa puas dengan pekerjaannya, menerima perlakuan yang sportif dan penuh perhatian dari pengawas, percaya bahwa mereka diperlakukan adil oleh organisasi. Di dalam iklim organisasi yang positif, karyawan merasa lebih ingin melakukan pekerjaannya melebihi apa yang telah disyaratkan
dalam
uraian
pekerjaan,
dan
akan
selalu
mendukung tujuan organisasi jika mereka diperlakukan oleh para atasan dengan sportif dan dengan penuh kesadaran serta percaya
bahwa
organisasinya. mempunyai individual
mereka Kedua
pengaruh maupun
diperlakukan
kepribadian terhadap
kelompok.
secara
dan
suasana
timbulnya George
adil
&
oleh hati,
OCB
secara
Brief
(1992).
berpendapat bahwa kemauan seseorang untuk membantu orang lain juga dipengaruhi suasana hati. Suasana hati yang positif
akan
meningkatkan
peluang
seseorang
untuk
membantu orang lain. Ketiga persepsi terhadap dukungan organisasional, Shore dan Wayne (1993) menemukan bahwa 6
persepsi terhadap dukungan organisasional
dapat menjadi
faktor untuk memprediksi OCB. Pekerja yang merasa bahwa mereka didukung oleh organisasi akan memberikan timbal baliknya (feed back) dan menurunkan ketidakseimbangan dalam hubungan tersebut dengan terlibat dalam perilaku citizenship. Keempat, persepsi terhadap kualias interkasi atasan-bawahan, sebagai faktor untuk memprediksi OCB. Miner
(1988)
mengemukakan
bahwa
interaksi
atasan-
bawahan yang berkualitas tinggi akan memberikan dampak seperti meningkatkan kepuasan kerja, produktifitas, dan kinerja karyawan. Hal ini meningkatkan rasa percaya dan hormat bawahan pada atasannya sehingga mereka termotivasi untuk melakukan “lebih dari” yang diharapkan oleh atasan mereka. Konstruksi Sosial atas OCB/DOCB Teori konstruksi sosial dipakai dalam penelitian ini untuk memahami proses konstruksi OCB. Teori ini dikemukakan oleh Berger dan Luckman (1966) dalam buku The Social Construction of Reality. Mereka menggambarkan proses sosial melalui tindakan dan interaksi individu, yang mana individu menciptakan
secara
terus-menerus
suatu
realitas
yang
dimiliki dan dialami bersama secara subjektif (Poloma, 2004) Mereka meyakini secara substantif bahwa realitas merupakan hasil ciptaan manusia kreatif melalui kekuatan konstruksi sosial terhadap dunia sosial di sekelilingnya, reality is socially constructed. Tatanan sosial merupakan produk manusia
7
(Berger dan Luckman, 1966) yang mempelajari hubungan antara pemikiran manusia dan konteks sosial di mana pemikiran itu timbul, berkembang, dan dilembagakan. Fokus karya Berger adalah hubungan antara masyarakat dan individu. Berger mengembangkan teori sosiologis yang menyatakan bahwa masyarakat sebagai realitas objektif dan realitas subjektif. Analisis mengenai masyarakat sebagai realitas
subjektif
menghasilkan
dan
menyatakan terus
bagaimana
menghasilkan
realitas
individu.
telah Berger
membuat konsep-konsep atau penemuan-penemuan baru manusia menjadi bagian dari realitas masyarakat yang disebut dengan reifikasi (Ikawati & Affandi, 2013) Berger dan Luckman (1990) mendefinisikan teori ini sebagai “kenyataan” dan “pengetahuan” dalam konteks sosial. Kenyataan
merupakan
kualitas
yang
terdapat
dalam
fenomena-fenomena yang dilalui sebagai keberadaan yang tidak tergantung pada kehendak sendiri. Konstruksi sosial berawal dari filsafat konstruktivisme yang dimulai dari gagasan-gagasan konstruktif kognitif yang merupakan cikal bakal konstruktivisme (Suparno, 1997), sedangkan dalam aliran filsafat, gagasan konstruktivisme telah muncul sejak Sokrates menemukan jiwa dalam tubuh manusia dan sejak Plato menemukan akal budi dan ide. Gagasan
tersebut
semakin
lebih
konkret
lagi
setelah
Aristoteles mengenalkan istilah, informasi, relasi, individu, substansi, materi, esensi dan sebagainya. Ia mengatakan bahwa, manusia adalah makhluk sosial, setiap pernyataan harus dibuktikan kebenarannya, bahwa kunci pengetahuan 8
adalah logika dan dasar pengetahuan adalah fakta (Burhan, 2008).
Selanjutnya
Descartes,
filsuf
dari
Perancis
memperkenalkan ucapannya “Cogito ergo sum” atau “saya berpikir karena itu saya ada”, kata-kata itulah yang menjadi dasar
kuat
bagi
perkembangan
gagasan-gagasan
konstruktivisme hingga saat ini. Sedangkan menurut Burr (1995), "kriteria yang termasuk sosial konstruksi adalah manusia dan apa yang saya lakukan lalu mereka menyatakan setuju
atau
sependapat,
baik
secara
eksplisit
maupun
implisit". Constructivism memiliki arti bahwa di dalam seluruh bagian kehidupan sosial merupakan suatu hal yang telah dibentuk sedemikian rupa ataupun dikonstruksikan dengan sengaja melalui tindakan dan pola perilaku manusia di dalam proses
interaksi
mereka
(Steans,
2005).
Adapun
teori
konstruktivisme yang menjelaskan interaksi hubungan secara empiris yang tidak terlepas dari aspek-aspek sosial (Dugis & Wardhani, 2012) di mana teori konstruktivisme meyakini bahwa interaksi sosial tingkat populasi individu yang terjadi dalam sistem masyarakat bukanlah sesuatu yang terbentuk dengan sendirinya, namun telah dikonstruksikan sesuai dengan apa yang telah diinterpretasikan yakni berasal dari norma, nilai dan kultur yang ada di dalam masyarakat. Para konstruktivis berpendapat bahwa norma merupakan hal yang sangat penting, sebuah norma tidak hanya berperan sebagai instrumen untuk memaksa, tetapi juga untuk mengkonstitusi identitas orang yang terlibat. Dalam hal ini konstruksi OCB dalam suatu organisasi adalah memberikan perhatian pada 9
individu
dalam
organisasi
untuk
membentuk
dan
merefleksikan keyakinan, kepentingan dan mempertahankan norma-norma dan nilai-nilai yang melandasi individu untuk bertindak. Sedangkan dimensi konstruksi perilaku DOCB dalam penelitian ini secara empiris belum ada maka peneliti sebut perilaku DOCB adalah perilaku terbalik dari perilaku OCB.
10