TINJAUAN PUSTAKA Komunikasi Pengertian komunikasi secara etimologis berasal dari perkataan latin “communicatio.” Istilah ini bersumber dari perkataan “communis” yang berarti sama; sama di sini maksudnya sama makna atau sama arti. Jadi komunikasi terjadi apabila terdapat kesamaan makna mengenai suatu pesan yang disampaikan oleh komunikator dan diterima oleh komunikan (Effendy 2003). Menurut Mulyana (2005) setidaknya ada tiga kerangka pemahaman mengenai komunikasi, yakni komunikasi sebagai tindakan satu arah, komunikasi sebagai interaksi dan komunikasi sebagai transaksi. Sebagai tindakan satu-arah, suatu pemahaman populer mengenai komunikasi manusia adalah komunikasi yang mengisyaratkan penyampaian pesan searah dari seseorang (atau suatu lembaga) kepada seseorang (sekelompok orang) lainnya, baik secara langsung (tatap
muka) ataupun melalui media, seperti surat (selebaran), surat kabar,
majalah, radio atau televisi. Sementara Rogers dan Shoemaker (1995) mengartikan komunikasi adalah sebagai suatu proses dimana semua partisipan atau pihak-pihak yang berkomunikasi saling menciptakan, membagi, menyampaikan dan bertukar informasi, antara satu dengan lainnya dalam rangka mencapai suatu pengertian bersama. Proses komunikasi pada hakikatnya adalah cara penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan. Proses komunikasi dikategorikan dalam dua perspektif yaitu proses komunikasi dalam perspektif psikologis dan mekanistik. Proses komunikasi dalam perspektif psikologis merupakan suatu proses yang terjadi dalam diri komunikator ketika berniat akan menyampaikan suatu pesan kepada komunikan. Adapun pesan komunikasi yang disampaikan terdiri dari dua aspek yaitu isi pesan berupa pikiran dan lambang berupa bahasa. Dengan kata lain, proses pengemasan pikiran dengan bahasa yang dilakukan komunikator dalam bahasa komunikan, kemudian disampaikan kepada komunikan sebagai penerima (Effendy 2003). Bagian terpenting dalam komunikasi ialah bagaimana cara agar suatu pesan yang disampaikan komunikator itu menimbulkan dampak atau efek tertentu pada komunikan. Dampak yang ditimbulkan dapat diklasifikasikan, yaitu : a. Dampak kognitif yaitu dampak yang timbul yang menyebabkan menjadi tahu atau meningkatkan intelektualitasnya.
9
b. Dampak afektif yaitu supaya komunikan tahu dan tergerak hatinya dan menimbulkan perasaan tertentu. c. Dampak konatif yaitu dampak yang timbul dalam bentuk tindakan (Effendy 2003; Rakhmat 2007). Tujuan komunikasi menurut Levis (1996) antara lain adalah 1) informasi, yaitu untuk memberikan informasi yang menggunakan pendekatan dengan pemikiran, 2) persuasif, yaitu untuk menggugah perasaan penerima, 3) konatif, yaitu perubahan tindakan terhadap pelaku pembangunan, 4) meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan usaha secara efisien di bidang usaha yang dapat memberi manfaat dalam batas waktu yang tidak tertentu, 5) mewujudkan partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan. Efektivitas Komunikasi Menurut Tubbs dan Moss (2005a) secara sederhana komunikasi dikatakan efektif bila orang berhasil menyampaikan apa yang dimaksudnya. Secara umum, komunikasi dinilai efektif bila rangsangan yang disampaikan dan yang dimaksudkan oleh pengirim atau sumber, berkaitan erat dengan rangsangan yang ditangkap dan dipahami oleh penerima. Selanjutnya Tubbs dan Moss (2005a) mengatakan bahwa untuk mengukur keefektivan komunikasi tidak cukup dengan mengatakan orang tersebut telah berhasil menyampaikan maksudnya, tetapi harus melalui kriteria penilaian tertentu yang benar dan jelas dalam pengukurannya. Komunikasi yang efektif, paling tidak menimbulkan lima hal sebagai ukuran yaitu: 1) pemahaman artinya penerimaan yang cermat dari isi pesan yang disampaikan oleh komunikator sehingga tidak terjadi
kesalahan penafsiran
pesan oleh komunikan; 2)
kesenangan artinya suasana yang menjadikan hubungan menjadi hangat, akrab dan menyenangkan; 3) pengaruh pada sikap artinya kemampuan persuasif komunikator dalam penyampaian pesan yang menimbulkan efek pada diri komunikan; 4) hubungan yang membaik artinya tumbuhnya perasaan ingin bergabung dengan orang lain, ingin mengendalikan dan dikendalikan serta ingin dicintai dan mencintai dan 5) tindakan artinya tindakan yang nyata dilakukan komunikan setelah terjadi pengertian, pembentukan dan perubahan sikap, serta tumbuhnya hubungan yang baik. Komunikasi akan berjalan efektif jika ketepatannya (fidelity) ditingkatkan dan gangguannya (noise) diperkecil. Ini dapat terjadi pada sumber (komunikator), pesan, saluran maupun penerima sebagai unsur-unsur komunikasi (Berlo 1960).
10
Komunikasi yang efektif mengandung pengiriman dan penerimaan informasi yang cermat, pengertian pesan yang mendalam oleh kedua pihak dan pengambilan tindakan yang tepat terhadap penyelesaian pertukaran informasi. Beberapa hal yang diperlukan untuk komunikasi yang efektif adalah sebagai berikut: 1) penerangan ringkas yang cukup dari penerima, 2) penggunaan bahasa yang sesuai, 3) kejelasan, 4) penggunaan media yang tepat (Moekijat 1993). Dalam melakukan komunikasi di masyarakat pedesaan terdapat dua metode pendekatan yaitu: 1) pendekatan berdasarkan kelompok sasaran inovasi (individu, kelompok dan massa) serta 2) pendekatan berdasarkan cara penyampaian isi pesan (ceramah dan diskusi, demonstrasi, dan penggunaan alat bantu). Vardiansyah (2004) menyatakan bahwa efektivitas komunikasi adalah pengaruh yang ditimbulkan pesan komunikator dalam diri komunikannya. Terdapat tiga tataran pengaruh dalam diri komunikan, yaitu kognitif, yaitu pengetahuan seseorang yang dari tidak tahu menjadi tahu; Afektif, sikap seseorang yang terbentuk, misalnya setuju atau tidak setuju; dan konatif, yaitu tingkah laku yang membuat seseorang melakukan sesuatu. Hambatan-Hambatan Komunikasi Menurut Devito (1997) komunikasi akan menemui hambatan dari proses pengiriman ke penerima dalam pesan-pesan verbal yang disebut distorsi kognitif, yang dapat muncul dalam komunikasi interpersonal, kelompok kecil atau pembicaraan di muka umum.
Hambatan-hambatan tersebut antara lain 1)
polarisasi, yaitu kecenderungan untuk melihat dunia dalam bentuk lawan kata dan menguraikannya dalam bentuk ekstrim misalnya baik dan buruk, hitam dan putih; 2) orientasi intensional, yaitu kecenderungan untuk melihat manusia, objek dan kejadian sesuai dengan ciri atau label yang melekat pada diri mereka misalnya menilai seseorang tidak menarik sebelum mendengar apa yang akan dikatakan; 3) implikasi pragmatis, yaitu kesimpulan yang mungkin ada tetapi belum tentu benar; 4) bypassing adalah pola kesalahan evaluasi dimana orang gagal mengkomunikasikan makna yang mereka maksudkan; 5) kesemuaan (allness), yaitu kecenderungan untuk menganggap orang yang mengetahui hal tertentu pasti menguasai segalanya atau apa yang sudah dikatakan pasti sudah seluruhnya; 6) evaluasi statis, yaitu mengabaikan pernyataan perubahan dan menganggap bahwa realitas merupakan hal yang statis; 7) indiskriminasi, pengelompokkan hal-hal yang tidak sama ke dalam satu kelompok dan
11
menganggap karena mereka berada dalam kelompok yang sama, mereka semuanya sama. Widjaja
(2000)
menyatakan
bahwa
masalah
komunikasi
biasanya
merupakan gejala bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Masalah komunikasi ada yang berasal dari pengirim (komunikator), transmisi dan penerima. Hambatan dalam komunikasi antara lain: a) kurangnya perencanaan dalam komunikasi (tidak dipersiapkan lebih dahulu), b) perbedaan persepsi, c) perbedaan harapan, d) kondisi fisik atau mental yang kurang baik, e) pesan yang tidak jelas, f) prasangka yang buruk, g) transmisi yang kurang baik, h) penilaian/evaluasi yang prematur, i) tidak ada kepercayaan, j) ada ancaman, k) perbedaan status, pengetahuan, bahasa, l) distorsi (kesalahan informasi). Hambatan komunikasi dapat terjadi karena adanya perbedaan kerangka acuan (frame of reference) pada bidang pengalaman antara komunikator dan komunikan. Akibatnya kedua orang yang terlibat dalam komunikasi tersebut berbeda dalam penafsiran makna (Tubbs & Moss 2005b). Menurut Effendy (2003) ada empat hal yang menjadi hambatan dalam komunikasi yakni: 1) gangguan, terdiri dari gangguan mekanik (mechanical noise) dan gangguan semantik (semantic noise), 2) kepentingan, 3) motivasi terpendam, dan 4) prasangka. saluran
komunikasi
yang
Gangguan mekanik adalah gangguan pada
bersifat
fisik,
sedangkan
gangguan
semantik
berhubungan dengan pesan komunikasi yang pengertiannya menjadi rusak atau salah pengertian.
Kepentingan akan membuat seseorang selektif dalam
menanggapi atau menghayati suatu pesan.
Dengan kata lain orang akan
memperhatikan perangsang yang ada hubungannya dengan kepentingannya. Motivasi akan mendorong seseorang berbuat sesuatu yang sesuai dengan keinginan, kebutuhan dan kekurangannya. Semakin sesuai komunikasi dengan motivasi seseorang semakin besar komunikasi dapat diterima dan sebaliknya komunikan motivasinya.
akan
mengabaikan
komunikasi
yang
tidak
sesuai
dengan
Dalam komunikasi sering juga komunikator tertipu dengan
kesungguhan komunikan, dimana komunikasi yang disampaikan tidak sesuai dengan motivasinya. Kepura-puraan ini disebabkan adanya motivasi terpendam dari komunikan. prasangka.
Hambatan yang berat bagi kegiatan komunikasi adalah
Prasangka akan menyebabkan komunikan bersikap curiga dan
menentang komunikator yang hendak melancarkan komunikasinya, sehingga
12
komunikan tidak bisa berpikir secara objektif karena semua yang dilihat akan dinilai negatif. Menurut Berlo (1960) hal penting dalam komunikasi adalah mengemas makna menjadi pesan yang efektif namun banyak faktor-faktor yang dapat mengurangi ketepatan dalam komunikasi. Pertama, faktor sumber dipengaruhi oleh keterampilan berkomunikasi, sikap, tingkat pengetahuan, sistem sosial budaya; Kedua, faktor penerima dipengaruhi oleh keterampilan berkomunikasi, sikap, tingkat pengetahuan, sistem sosial budaya; Ketiga, faktor pesan dipengaruhi oleh kode pesan, isi pesan dan perlakuan terhadap pesan; Keempat, faktor saluran. Faktor-faktor penghambat komunikasi (barriers) meliputi: persepsi, bahasa, tata bahasa (semantic), cara penyampaian (infection), daya tarik personal, emosi,
pemahaman
(preconceived
notion),
perhatian,
penyusunan
kata
(woordiness) dan asumsi (inferences) (Donaldson & Scannell 1986). Hampir sama dengan pendapat di atas, Lionberger dan Gwin (1982) berpendapat beberapa hambatan dalam proses komunikasi interpersonal meliputi: 1) perbedaan persepsi, 2) penggunaan bahasa yang abstrak, 3) penggunaan kata-kata yang emosional, 4) dominasi sumber, 5) rendahnya kredibilitas sumber dan 6) dominasi kepentingan sumber. Menurut Levis (1996) kompleksitas tingkat perkembangan desa serta tingginya variabilitas masyarakat desa dalam aspek sosial ekonomi dan budaya merupakan hal yang rumit bagi pengembangan teknologi komunikasi pedesaan yang baik dan efektif. Dari aspek usaha yang dilaksanakan petani di pedesaan hambatan komunikasi yang sering timbul adalah: 1) terdapat variasi kondisi alam, sosio-ekonomi dan budaya masyarakat, 2) keragaan usahatani yang tinggi, 3) Kebutuhan dan masalah yang berbeda pada saat yang sama, dan 4) salah pendekatan awal yang dikembangkan oleh komunikator sendiri. Menurut hasil penelitian Azainil (2003) yang merupakan faktor penghambat komunikasi di organisasi pemerintah desa Kabupaten Bogor adalah kurang pengetahuan, kurang keterampilan komunikasi, perbedaan umur dan perbedaan gaya komunikasi. Sementara hasil penelitian Damayanti (2003) faktor hambatan komunikasi yang berhubungan nyata dengan efektivitas komunikasi adalah pengendalian diri, perhatian, perbedaan umur, perbedaan gaya berkomunikasi, kredibilitas dan prasangka negatif.
13
Berbeda dengan hasil penelitian Suryadi (2000) kendala berkomunikasi yang dialami petani nelayan kecil (PNK) dengan penyuluh adalah kesempatan berkomunikasi, kegiatan komunikasi, keakraban antara penyuluh dengan PNK, ketepatan materi dan motivasi bekerjasama. Menurut Saendinobrata (1998) Peringkat hambatan komunikasi adalah tekanan waktu, partisipasi anggota terhadap komunikasi pelaksanaan kerja kurang, kredibilitas sumber rendah, perbedaan status, panjangnya garis komando, perbedaan persepsi, rendahnya tingkat empati, peran penghubung, rendahnya motivasi individu terhadap aktivitas komunikasi, beban layak informasi. Hambatan-hambatan komunikasi adalah faktor-faktor atau kondisi secara psikologis dalam diri peternak yang menghalangi penerimaan inovasi budidaya sapi potong yang diberikan pembina. Hambatan-hambatan komunikasi di sini dilihat dari faktor perbedaan harapan, prasangka, perbedaan kebutuhan, perhatian dan keakraban. Komunikasi Interpersonal Komunikasi pertanian adalah suatu pernyataan antar manusia yang berkaitan dengan kegiatan di bidang pertanian, baik secara perorangan maupun secara berkelompok, yang sifatnya umum dengan menggunakan lambanglambang tertentu yang sering dijumpai pada metode penyuluhan. Komunikasi dalam bidang pertanian terdiri dari beberapa unsur yaitu: komunikator, pesan dan komunikan (petani), sedangkan faktor dalam proses komunikasi adalah saluran yang menunjang tercapainya tujuan penyampaian pesan (Soekartawi 2005). Komunikasi interpersonal ialah proses komunikasi yang berlangsung antar dua orang atau lebih secara tatap muka, seperti yang dinyatakan oleh Pace diacu dalam Cangara (2002) bahwa “interpersonal communication is communication involving two or more people in a face to face setting.” Menurut Effendy (2003) dialog adalah bentuk komunikasi interpersonal yang menunjukkan terjadinya interaksi. Mereka yang terlibat dalam komunikasi bentuk ini berfungsi ganda, menjadi pembicara dan pendengar secara bergantian. Komunikasi interpersonal ini menurut Effendy (2003) terbagi menjadi dua jenis, yakni komunikasi diadik (komunikasi interpersonal yang terjadi antara dua orang, terdiri dari komunikator dan komunikan).
Kedua adalah komunikasi
triadik, yakni komunikasi interpersonal yang terjadi antara tiga orang, terdiri dari satu orang komunikator dan dua orang komunikan.
14
Menurut Vardiansyah (2004) komunikasi interpesonal dapat terjadi dalam konteks satu komunikator dengan satu komunikan atau satu komunikator dengan dua komunikan.
Komunikasi ini dapat berlangsung dengan tatap muka atau
menggunakan media interpersonal (non media massa), seperti telepon. Dalam komunikasi ini komunikan relatif lebih mengenal komunikan dan sebaliknya. Lionberger dan Gwin (1982) dan Mardikanto (1988) menyatakan dua ciri yang harus diperhatikan dalam penerapan saluran antar pribadi, yaitu: a) saluran antar pribadi sebenarnya merupakan saluran ganda (multiple channels), sebab di dalam berkomunikasi tatap muka, tidak hanya memperhatikan bahasa yang digunakan, tingkat kelantangan suara, waktu yang tepat untuk berkomunikasi, tempat berkomunikasi dan lain-lain, b) saluran antar pribadi sering menghadapi hambatan (barrier). Komunikasi
interpersonal
sebagai
suatu
proses
komunikator
dan
komunikan bertatap muka (face to face communication) dan di antaranya saling berbagi ide, informasi dan sikap (Ardianto & Erdinaya 2004). Komunikasi antarpribadi (interpersonal), yaitu suatu proses komunikasi secara tatap muka dua orang atau lebih. Menurut sifatnya, komunikasi antarpribadi dibedakan menjadi dua yaitu pertama, komunikasi diadik (dyadic communication) adalah komunikasi yang berlangsung antara dua orang dalam situasi tatap muka yang dilakukan melalui tiga bentuk percakapan, wawancara dan dialog. Kedua, komunikasi kelompok kecil (small group communication) adalah proses komunikasi yang berlangsung antara tiga orang atau lebih secara tatap muka dimana anggota-anggotanya berinteraksi satu sama lain (Devito 1997). Faktor Karakteristik Individu Peternak Menurut Sugiyanto (1996) karakteristik merupakan ciri-ciri yang dimiliki seseorang, yang digunakan untuk membedakan seseorang atau masyarakat dengan lainnya.
Menurut Kotler (1980) bahwa karakteristik individu adalah
karakteristik demografik, di samping psikografik yang berhubungan dengan gaya hidup pribadi.
Karakteristik demografik meliputi umur, jenis kelamin, ukuran
keluarga, daur kehidupan keluarga, penghasilan, pekerjaan, pendidikan, ras, kebangsaan dan tingkat sosial. Lionberger (1968) mengemukakan bahwa karakteristik individu yang berhubungan dan berpengaruh terhadap proses adopsi inovasi adalah umur, pendidikan
dan
karakteristik
psikologis.
Sementara
Sumardjo
(1999)
menyatakan bahwa karakteristik personal petani yang patut diperhatikan adalah
15
umur, pendidikan, pengalaman, kekosmopolitan, keterampilan, persepsi, gender, motivasi, kesehatan/fisik dan fasilitas informasi. Menurut
Azainil
(2003)
secara
keseluruhan
faktor
individu
tidak
berhubungan nyata dengan hambatan komunikasi (umur, pendidikan formal, kursus dan pendapatan). Hubungan nyata hanya terlihat pada hubungan antara pengalaman kerja dengan hambatan komunikasi. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Damayanti (2003) yang hasilnya adalah tidak terdapat hubungan antara karakteristik (umur, pendidikan, masa kerja, pangkat/golongan) dengan hambatan komunikasi. Dua hasil penelitian di atas berbeda dengan hasil-hasil penelitian berikut ini. Hasil penelitian Suryadi (2000) menyatakan terdapat hubungan nyata antara Karakteristik yang mempengaruhi persepsi PNK tentang kendala komunikasi pada
umur
Saendinobrata
dan
pendidikan
(1998)
bahwa
non
formal.
terdapat
Sejalan
hubungan
dengan
sangat
penelitian
nyata
antara
karakteristik responden dengan persepsi mereka tentang hambatan-hambatan komunikasi di lingkungan pemda Kabupaten Sukabumi, yaitu karakteristik umur, pendidikan formal, pendapatan dan frekuensi pertemuan, dan terdapat hubungan nyata pada jumlah aparat dalam satu unit kerja. Pada penelitian Danudiredja (1998) terdapat hubungan nyata antara karakteristik responden dengan pembentukan persepsi responden tentang pemanfaatan Program Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal (P3DT) pada umur, pendidikan dan pendapatan. Penelitian Kaliky dan Hidayat (2002) melihat karakteristik umur, pendidikan, pemilikan sapi perah induk, pendapatan keluarga perbulan, pengalaman beternak sapi perah dan kekosmopolitan yang ada dalam peternak sapi perah skala rumah tangga yang mempengaruhi kinerja peternak. Menurut Rogers (2003) kosmopolit adalah suatu hubungan individu dengan sumber di luar sistem sosialnya. Tiga peubah yang dapat digunakan untuk mengetahui perilaku komunikasi adalah hubungan dengan agen perubahan, pencarian informasi ke luar lingkungan sosialnya dan keterdedahan terhadap media massa. Karakteristik individu dalam penelitian ini adalah ciri-ciri yang dimiliki oleh peternak, yang akan dilihat dari: umur, pendidikan, pendapatan, pengalaman, kekosmopolitan dan tingkat pengetahuan tentang budidaya sapi potong.
16
Aktivitas Komunikasi Aktivitas komunikasi adalah proses dalam berkomunikasi yang merupakan semua kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk memperoleh informasi. Barlund diacu dalam Liliweri (1997) menyatakan proses komunikasi dimaksudkan sebagai serial gerakan yang memberi dan menerima pesan yang bermanfaat untuk mencapai tujuan akhir. Menurut Tubbs dan Moss (2005a) aktivitas komunikasi adalah aktivitas yang dilakukan seseorang dalam usaha memperoleh informasi. Aktivitas komunikasi dapat berarti tindakan atau respon seseorang terhadap sumber dan pesan.
Pada
pendekatan
komunikasi
interpersonal,
dimana
komunikasi
ditekankan pada konsep saling membagi pengalaman maka tindakan atau respon seseorang terjadi atau respon seseorang terjadi dalam kapasitasnya sebagai perilaku komunikasi. Menurut Ahmadi (1999) aktivitas komunikasi dipengaruhi faktor intern dan ekstern. Faktor intern atau faktor personal merupakan faktor yang berpusat pada personal, berupa sikap dan kepribadian. Faktor intern dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu faktor biologis dan faktor sosiopsikologis. Faktor biologis terlibat dalam seluruh aktivitas manusia dan berpadu dengan faktor sosiopsikologis. Faktor biologis sangat mempengaruhi berlangsungnya komunikasi misalnya kesiapan untuk melihat-membaca yang berhubungan dengan indera penglihatan, kesiapan untuk mendengarkan suaran yang berhubungan dengan indera pendengaran sedangkan faktor sosiopsikologis adalah faktor yang berhubungan dengan aspek emosional dan konatif yang berhubungan dengan kemauan bertindak (Rakhmat 2007). Sementara menurut Rogers dan Rogers (1976) Faktor intern merupakan faktor kemauan, pengetahuan dan pengertian seseorang
untuk
melakukan
sesuatu.
Faktor
ini
akan
mempengaruhi
berlangsungnya aktivitas komunikasi yang pada akhirnya akan menentukan berhasil tidaknya (efektif) suatu komunikasi. Faktor situasional atau faktor eksternal juga mempengaruhi aktivitas komunikasi seseorang sebagai cerminan dari perilaku seseorang. Faktor situasional merupakan aspek yang berasal dari luar pribadi yang berpengaruh terhadap perilaku. Samson diacu dalam Rakhmat (2007) membagi faktor situasional ke dalam tiga kelompok yaitu: 1) aspek objektif dari lingkungan seperti geografis, iklim, sosial, temporal dan suasana perilaku; 2) lingkungan psikososial
17
seperti iklim organisasi/kelompok; 3) stimuli yang mendorong dan memperteguh perilaku seperti orang lain. Menurut Sigmund (1927) orang-orang tidak selamanya menyadari hal-hal yang diinginkannya dan karenanya kebanyakan aktivitasnya dipengaruhi oleh motif atau kebutuhan bawah sadar. Jadi keinginan seseorang sangat berpengaruh dalam menimbulkan aktivitas seseorang. Kincaid dan Schramm (1985) menambahkan bahwa tujuan dasar berkomunikasi antar manusia ialah untuk menentukan dan memahami realitas agar tujuan-tujuan yang lain dapat diseleksi dan dicapai, setiap komunikator maupun penerima mempunyai seperangkat tujuan dan penalaran sendiri-sendiri, tetapi mereka tidak bisa puas dengan penjelasan itu. Aktivitas komunikasi dalam penelitian ini didefinisikan sebagai penilaian peternak terhadap kegiatan komunikasi yang dilakukannya dengan pembina untuk memenuhi kebutuhan informasi tentang budidaya sapi potong, yang diukur dengan intensitas komunikasi, metode komunikasi, pencarian informasi, keterlibatan dalam kelompok dan arah komunikasi. Pola Pembinaan Sapi potong Program pembangunan Pemerintah Daerah Kabupaten Ogan Ilir membuat arah kebijakan strategis pada bidang pembangunan peternakan yaitu: 1) mengembangkan
usaha
peternakan
berdasarkan
potensi
wilayah
yang
berwawasan agribisnis dan ramah lingkungan, 2) peningkatan populasi ternak dengan memperbaiki tipologi usaha wilayah dan pola budidaya, 3) peningkatan produktivitas peternakan dan 4) mengembangkan sistem pengendalian hama penyakit hewan dan kesehatan masyarakat veteriner Program kerja peningkatan produksi hasil peternakan yang dituangkan di dalam rencana kinerja (performance Plan) Pemerintah Kabupaten Ogan Ilir, merupakan bentuk perhatian pemerintah daerah dalam pembangunan bidang peternakan. Termasuk di dalamnya rencana peningkatan produksi hasil peternakan sapi potong. Salah satu program peningkatan produksi hasil peternakan antara lain fasilitasi berupa pembinaan peternak. Tujuan program ini yaitu secara umum adalah meningkatkan produksi hasil peternakan serta meningkatkan pendapatan peternak.
18
Pelaksanaan
kegiatan
dalam
program
peningkatan
produksi
hasil
peternakan diprioritaskan pada pengembangan usaha di bidang peternakan salah satunya penggemukan sapi potong. Hubeis (2000) mengemukakan bahwa keadaan kualitas sumberdaya manusia petani masih diliputi berbagai keterbatasan, maka untuk memperluas pemahaman petani dalam persoalan pertanian dan kelembagaan petani, diperlukan penyuluh yang dapat berfungsi sebagai agen pembaharu (agent of change) bagi petani. Untuk itu pemerintah daerah Ogan Ilir melakukan pembinaan peternak baik yang dilakukan oleh dinas peternakan sendiri maupun oleh penyuluh peternakan. Pembinaan yang dilakukan pada kegiatan sapi potong bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan peternak dalam hal penggemukan sapi potong dan membuat peternak mandiri dalam berusahaternak. Peran pembinaan/penyuluhan akan efektif
dan berdampak positif bagi
munculnya kemandirian petani, bila jajaran penyuluh terdorong untuk berubah ke arah yang lebih baik atau mampu berpikir prospektif. Selain harus berorientasi profesional, para penyuluh diharapkan dapat: 1) melakukan komunikasi dan dialog dengan baik di berbagai forum, 2) mengenali diri sendiri dengan baik, 3) melakukan kerjasama dengan berbagai pihak dengan baik, 4) menekuni hal-hal dan masalah kecil, 5) berpikir positif tentang alam dan 6) memberi contoh dalam hidup di dalam keseimbangan (Susanto 2001). Budidaya Sapi Potong Pemeliharaan sapi dan perkembangan populasinya di Indonesia, terutama sapi potong, mengalami pasang-surut yang fluktuatif. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai kebijakan pemerintah dan kondisi perekonomian masyarakat secara global. Sejak zaman kolonial Belanda, terutama sejak didirikannya pabrik gula (1830-1835), telah dilakukan pemeliharaan sapi yang tujuan utamanya sebagai sumber tenaga kerja untuk menggarap lahan pertanian dan penarik pengangkut tebu (Sugeng 2006). Budidaya ternak sapi potong merupakan salah satu sumber usaha yang menghasilkan makanan berupa daging yang produktivitasnya masih sangat memprihatinkan. Hal ini karena volumenya masih jauh dari target yang diperlukan konsumen (Sugeng 2006). Menurut Santosa (2005) pemilihan ternak sapi harus disesuaikan dengan tujuan usaha peternakan yang akan dilaksanakan. Tipe ternak yang akan
19
dipelihara untuk tujuan menghasilkan daging, misalnya dipilih ternak sapi tipe pedaging. Untuk tujuan menghasilkan susu dipilih sapi tipe perah, untuk tujuan tenaga kerja dipilih sapi tipe kerja. Apabila tujuan pemeliharaan akan disesuaikan dengan dua hasil atau lebih maka dipilih ternak sapi tipe dwiguna. Setiap bangsa sapi memiliki sifat genetis yang berbeda satu dengan yang lain, baik mengenai daging, ataupun kemampuan dalam beradaptasi terhadap lingkungan.
Dalam hal beradaptasi dengan lingkungan ini antara
lain
penyesuaian iklim dan pakan. Berpangkal dari sifat genetis suatu bangsa sapi yang bisa diwariskan kepada keturunannya, maka bangsa sapi tertentu harus dipilih oleh setiap peternak sesuai dengan tujuan dan kondisi setempat. Pemilihan ini memang cukup beralasan sebab peternak tidak akan mau menderita
kerugian
akibat
faktor
lingkungan
yang
tidak
menunjang
(Sugeng 2006). Secara umum lingkungan hidup kita berada di daerah tropis yang hanya mengenal dua musim yakni kemarau dan hujan. Sehingga ada daerah yang banyak hujan, ada yang cukup hujan, ataupun ada yang kekurangan hujan. Ada pula daerah yang anginnya kencang, ada yang sangat panas dan banyak hujan, atau ada yang sejuk dan lembab, terutama di daerah pegunungan. Itulah sebabnya kontruksi kandang di daerah yang satu tidak akan sama dengan daerah lain. Namun, secara umum kontruksi kandang harus kuat, mudah dibersihkan, dan bersirkulasi udara baik. Selain itu, ternak terlindung dari pengaruh lingkungan yang merugikan. Oleh karena itu, sehubungan dengan kontruksi ini yang perlu mendapat perhatian terutama tentang arah kandang, ventilasi, atap, dinding dan lantai (Sugeng 2006). Pakan ternak juga merupakan hal yang harus diperhatikan oleh peternak, dimana pakan berfungsi sebagai bahan makanan yang mengandung nutrisi penting bagi ternak dalam melaksanakan aktivitas kimiawi dan fisiologis yang berguna untuk pertumbuhan, penggemukan dan reproduksi serta laktasi (Anggorodi 1994). Kesehatan hewan adalah status kondisi tubuh hewan dengan seluruh sel yang menyusun dan cairan tubuh yang dikandungnya secara fisiologis berfungsi normal. Kerusakan sel terjadi akibat serangan penyakit atau gangguan lain yang merusak fungsi sel dan jaringan. Kesehatan hewan di negara yang beriklim tropis seperti Indonesia di pengaruhi oleh keadaan cuaca yang panas, sangat kering atau lembab, Variasi perubahan cuaca akan mempengaruhi fluktuasi tingkat
20
penyakit yang dalam keadaan tertentu dapat mencapai titik intensitas yang sangat tinggi atau sebaliknya (Akoso 2000). Mempertahankan
kesehatan
ternak
sapi
dapat
dilakukan
dengan
memelihara ternak dalam kelompok kecil, ditempatkan pada tanah yang tidak tercemar, kandang yang baik, makanan dan minuman yang diberikan pada tempat yang terpisah dari ternak yang lain dan usahakan bebas dari penyakit eksternal dan internal. Ternak sapi yang baru datang dikarantina terlebih dahulu sebelum dicampur dengan ternak yang lain, membakar, mengubur ternak dan segala sesuatu yang terkait dengan ternak yang menderita penyakit menular dan berbahaya, bila memungkinkan mencari tahu penyebab serta mengobati penyakit secara intensif (Williamson & Payne 1993). Peraturan Menteri Pertanian no. 54/Permentan/Ot.140/10/2006 setiap usaha pembibitan sapi potong hendaknya selalu memperhatikan aspek pelestarian lingkungan dengan mencegah terjadinya erosi dan membantu pelaksanaan penghijauan di areal peternakan, mencegah terjadinya polusi dan gangguan lain seperti bau busuk, serangga, pencemaran air sungai dan lain-lain dan membuat dan mengoperasionalkan unit pengolah limbah peternakan (padat, cair, gas) sesuai kapasitas produksi limbah yang dihasilkan. Pada peternakan rakyat dapat dilakukan secara kolektif oleh kelompok (Menteri Pertanian 2006). Menurut Soeprapto dan Abidin (2008) pemasaran adalah faktor yang penting dalam peternakan sapi potong karena merupakan kegiatan yang menghasilkan uang untuk peternak dan biasanya secara tradisional peternak menjual sapi-sapinya dipasar-pasar terdekat dengan pertimbangan ekonomis. Ila et al. (2000) mengemukakan juga beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam penggemukan sapi potong yaitu: 1. Pemilihan sapi bakalan. Memilih sapi bakalan yang tepat sebelum digemukkan akan mempercepat proses penggemukan dan memberikan keuntungan bagi petani pemelihara. Syarat-syarat antara lain: 1) umur minimal 1-1,5 tahun atau pergantian dua gigi seri, 2) kondisi agak ramping namun sehat, 3) bobot badan awal minimal 150 kg untuk sapi bali, 100 kg untuk sapi hasil inseminasi buatan (persilangan). 2. Kandang kelompok. Secara umum petani pemelihara pengemukan sapi potong mengabaikan pembuatan kandang. Ini disebabkan karena untuk membuat suatu kandang yang cukup baik membutuhkan dana yang cukup besar. Manfaat kandang kelompok antara lain: 1) tumbuhnya motivasi dan
21
persaingan yang sehat diantara sesama anggota dalam berusaha, berlombalomba menghasilkan sapi yang baik, 2) tumbuhnya jiwa kewirausahaan pada petani, 3) tumbuh dan berkembangnya semangat kerjasama antara anggota kelompok dengan pihak pengusaha di bidang peternakan, 4) mata rantai penjualan ternak semakin semakin pendek dan harga jual didasarkan pada kesepakatan antara kelompok dan pengusaha, 5) tumbuhnya koperasi peternakan di pedesaan, 6) terbukanya lapangan pekerjaan bagi anak-anak putus sekolah, 7) tersedianya pupuk kandang dalam jumlah yang banyak, 8) kesehatan ternak terkontrol, 9) terciptanya pasar ternak ditingkat kelompok tani dan tumbuhnya sentra agribisnis peternakan. Syarat-syarat kandang kelompok tersebut adalah: 1) pemilik ternak adalah anggota kelompok tani, 2) jumlah anggota kelompok ternak dalam satu kandang kelompok minimal 10 orang,
3)
mentaati
segala
ketentuan
yang
telah
disepakati
dalam
musyawarah kelompok, 4) lokasi kandang kelompok disesuaikan dengan tempat tinggal, tempat usaha, persedian pakan, air dan jaminan keamanan, terpisah dari rumah, mudah dijangkau serta harus terhindar dari genangan air, 5) konstruksi kandang kokoh dan kuat dengan lantai yang rata, tidak licin, keras, dan agak tinggi dari sekitanya, serta dilengkapi dengan tempat pakan dan lubang penampungan kotoran ternak. Bahan yang digunakan untuk pembuatan kandang adalah dari bahan lokal seperti daun kelapa/gewang untuk atap dan kayu untuk tiang, sedangkan untuk lantai dibuat pengerasan dari semen untuk menghindari lumpur/genangan air. 3. Pemberian pakan. Kelemahan dalam pemeliharaan sapi potong dalam pemberian pakan, yaitu: 1) tidak tersedianya tempat pakan sehingga pakan yang diberikan banyak yang terbuang, 2) pemberian hijauan rumput secara utuh (tidak dicincang), 3) pakan terkontaminasi dengan urine dan kotoran. Untuk menghindari hal tersebut maka petani dianjurkan untuk membuat tempat pakan yang baik dan kuat, mencacah hijauan yang akan diberikan dengan perbandingan antara rumput dan leguminosa adalah 60: 40, yang dilengkapi dengan suplemen mineral atau garam dapur 50 gram/ekor/hari dan pemberian starbio 15-20 gram/ekor/hari. 4. Pengendalian penyakit. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengendalian penyakit adalah: 1) menjaga kebersihan kandang, tempat pakan dan tempat minum, 2) kandang terhindar dari genangan air/lempur, 3) membersihkan ternak dari kotoran yang melekat pada badan ternak, 4) menghindari
22
pemberian hijauan yang masih basah karena embun atau air hujan, 5) pakan disimpan ditempat yang bersih, 6) melakukan pengontrolan kesehatan dan vaksinasi. 5. Pemanfaatan limbah. Salah satu keuntungan pemeliharaan sapi dalam kandang kelompok adalah tersedianya kotoran ternak dalam jumlah yang banyak. Kotoran ternak tersebut dapat dijadikan pupuk kandang untuk tanaman sayur-sayuran, padi, jagung dan buah-buahan. Beberapa cara meningkatkan kualitas pupuk kandang antara lain dengan membuatnya dalam bentuk kompos dan bokasi. 6. Pemasaran. Ketika kegiatan penggemukan dimulai, hubungan kerjasama dengan pengusaha di bidang peternakan khususnya ternak sapi potong telah dijalin sehingga pengusaha-pengusaha yang ada telah menjadi mitra peternak, sehingga penjualan melalui para tengkulak dan pemasaran ternak menjadi lebih pendek.