TINJAUAN PUSTAKA
Babi Yorkshire Klasifikasi zoologis ternak babi dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kelas: Mammalia, Order: Artiodactyla, Genus: Sus ,Spesies: Sus scrofa, Sus vittatus, Sus cristatus, Sus leucomystax, Sus celebensis, Sus verrucosus, Sus barbatus.Babi akan lebih cepat tumbuh dan cepat menjadi dewasa serta bersifat prolific yang ditunjukkan dengan kemampuan mempunyai banyak anak setiap kelahirannya yaitu berkisar antara 8-14 dan dalam setahun bisa dua kali melahirkan. Babi Yorkshire jantan dewasa memiliki bobot 320-455 kg dan induk berbobot sekitar 225-365 kg (Sihombing, 1997). Babi Yorkshire berasal dari Inggris dan disana terkenal sebagai babi Large White.Babi ini berwarna putih dengan muka oval (hampir bulat) dan telinganya tegak.Babi Yorkshire merupakan pengubah makanan yang baik dan menghasilkan karkas dengan persentase yang tinggi (Blakely and Bade, 1998). Babi Yorkshire betina termasuk babi yang memiliki sifat keibuan yang baik dengan litter size yang banyak. Sehingga babi Yorkshire merupakan salah satu bangsa babi yang memiliki kemampuan keindukan yang baik, bisa memelihara anaknya dengan baik dan produksi susu setiap laktasi cukup tinggi (Mangisah, 2003). Babi Yorkshire merupakan babi besar, panjang dan berwarna putih.Babi ini merupakan babi yang paling bagus reproduksinya diantara babi-babi Inggris dan Amerika.Babi ini mempunyai efisiensi penggunaan pakan yang baik.Babi ini memiliki kelemahan yaitu peka terhadap teriknya matahari (Hardjosubroto, 1994).
4
Universitas Sumatera Utara
Babi merupakan ternak yang polyoestrus.Babi betina mempunyai periode birahi setiap 21 hari (19-24 hari) sepanjang tahun.Babi dara mempunyai periode birahi yang lebih pendek daripada babi induk.Lamanya bunting pada babi rata-rata 114 hari (112-120 hari) sehingga memungkinkan babi beranak 2 kali setahun. Pengaruh babi Yorkshire terhadap babi lain cukup besar, sedangkan terdapat variasi yang besar diantara individu. Induk babi ini memproduksi susu banyak dengan
sifat
dewasa.
Babi
induk ini
yang juga
baik banyak
namun dipakai
jenis
babi
dalam
ini
program
agak
lambat
persilangan
(Williamson and Payne, 1993).
Bobot Lahir Bobot lahir adalah bobot saat dilahirkan atau bobot hasil penimbangan dalam kurun waktu 24 jam setelah dilahirkan. Bobot lahir yang tinggi di atas rataan, umumnya akan memiliki kemampuan hidup lebih tinggi dalam melewati masa kritis, pertumbuhannya cepat dan akan memiliki bobot sapih yang lebih tinggi (Hardjosubroto, 1994). Menurut Kurnianto (2009) kedua sifat tersebut merupakan sifat-sifat pertumbuhan. Banyak gen yang mengekspresikan laju pertumbuhan sebelum kelahiran mengekspresikan juga laju pertumbuhan setelah kelahiran. Variasi bobot lahir anak babi sangat beragam karena dalam sekelahiran, induk dapat menghasilkan anak babi 6-12 ekor. Jumlah anak sekelahiran yang sedikit akan meningkatkan bobot lahir, begitu juga sebaliknya. Anak babi yang dilahirkan dalam jumlah
yang banyak akan
menurunkan
bobot
lahir
(Gordon, 2008). Selanjutnya Sihombing (1997) menyatakan bahwa rataan bobot lahir anak bervariasi antara 1,09-1,77 kg, bangsa babi Yorkshire memiliki berat
5
Universitas Sumatera Utara
lahir 1,34 kg. Dan menurut BSN (2013) standar minimal bobot lahir babi Yorkshire yaitu 1,4 kg. Berat lahir dari anak babi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: 1) pengaruh pada saat didalam uterus, semua faktor yang memberikan dan menjaga pertumbuhan dari foetus didalam uterus dapat mempengaruhi berat lahir anakanak babi, 2) pengaruh jenis kelamin, jenis kelamin jantan umumnya lebih berat daripada betina, 3) breed induk dan pejantan, makanan dan umur induk (Widodo and Hakim, 1981). Menurut Anderson (2000) semakin banyak embrio yang terdapat didalam uterus induk maka persaingan dalam menyerap zat-zat makanan akan semakin lebih besar, sehingga hal ini dapat mempengaruhi bobot anak yang dilahirkan.
Bobot Sapih Bobot sapih adalah bobot pada saat anak dipisahkan dari induknya. Bobot sapih merupakan indikator dari kemampuan induk untuk menghasilkan susu dan kemampuan anak untuk mendapatkan susu dan tumbuh. (Hardjosubroto, 1994).Sihombing (2006) menambahkan bahwabobot sapih sangat ditentukan, antara lain oleh jenis kelamin, bobot badan induk, umur induk, keadaan saat ternak lahir, dan kemampuan induk menyusui anaknya, kuantitas dan kualitas ransum, serta suhu lingkungan. Pada waktu penyapihan, induk harus dijauhkan dari anak babi bukan anak babi yang dijauhkan dari induk.Penyapihan hendaknya dilakukan secara perlahan dan jangan dilakukan secara tiba-tiba.Rata-rata angka kelahiran anak babi kemungkinan merupakan sifat dari bangsa babi, tetapi rata-rata anak babi yang
6
Universitas Sumatera Utara
disapih dan berat badan pada waktu disapih terutama ditentukan oleh tingkat makanan dan pengelolaan (Williamson and Payne, 1993). Bobot sapih sangat berkaitan erat dengan kemampuan ternak untuk tumbuh dan berkembang setelah disapih. Lebih lanjut menjelaskan bahwa seekor induk yang melahirkan anak dengan bobot sapih yang tinggi, dapat diduga bahwa keturunan dari induk tersebut dimasa yang akan datang akan melahirkan anak dengan bobot sapih yang tinggi pula (Sulastri, 2001).Bobot sapih per ekor yang direkomendasikan oleh NRC (1998) yaitu sekitar 13 - 18 kg. Jumlah anak sekelahiran Jumlah anak sekelahiran pada ternak babi perlu diperhatikan, karena sifat ini mempengaruhi sifat bobot lahir.Makin banyak jumlah anak sekelahiran maka makin rendah bobot lahirnya. Jika anak babi yang digunakan sebagai materi percobaan berasal dari berbagai jumlah anak seperlahiran yang bervariasi, maka materi keragaman yang tinggi dalam merespons suatu perlakuan yang sama (Gordeyase, 1990). Jumlah anak sekelahiran adalah jumlah anak yang dilahirkan per induk per kelahiran. Jumlah anak perkelahiran ini akan dipengaruhi oleh umur induk, bangsa dan sudah berapa kali induk babi tersebut beranak (Millagres et. al, 1983). Menurut Williamson and Payne (1993) babi induk dewasa dari bibit yang baik dan dengan makanan dan pengelolaan yang baik umumnya melahirkan 8-15 anak, babi dara biasanya kurang dari itu.
7
Universitas Sumatera Utara
Komponen ragam Performans atau produktivitas dari seekor ternak ditentukan oleh 2 faktor internal (genetik) dan eksternal (lingkungan) dan juga interaksi kedua faktor tersebut. Faktor eksternal bersifat temporer (berubah-ubah) dari waktu ke waktu dan tidak dapat diwariskan kepada keturunannya, sedangkan faktor internal (genetik) bersifat baka, tidak akan berubah selama hidupnya sepanjang tidak terjadi mutasi dari gen penyusunnya dan dapat diwariskan kepada keturunannya (Hardjosubroto, 1994). Keragaman fenotipik menunjukkan pebedaan-perbedaan yang terukur antara individu yang satu dengan yang lain dalam suatu populasi untuk sifat tertentu. Keragaman fenotipik sifat menjadi materi dasar yang harus diperhatikan oleh pemulia karena tanpa keragaman sifat maka sifat tersebut tidak dapat diseleksi. Faktor-faktor yang menyebabkan keragaman fenotipik adalah faktor genetik, faktor lingkungan dan interaksi antara keduanya(Kurnianto, 2009). Komponen ragam diantara kelompok menyatakan besarnya ragam yang sama untuk anggota-anggota dari kelompok yang sama. Dapat pula dipandang sebagai peragam dari anggota-anggota di dalam kelompok.Suatu taksiran tentang keragaman dalam suatu sifat dapat diperoleh dari teknik statistik yang disebut analisa sidik ragam.Tetapi ragam dapat dibagi menjadi bagian-bagiannya menurut sumbernya yang bermacam-macam. Pembagian ragam total menjadi komponen genetis dan lingkungan sangat berguna untuk menganalisa masalah-masalah dalam pemuliaan ternak (Warwick et al, 1995).
8
Universitas Sumatera Utara
Ragam Akibat dari tidak seragamnya susunan gen yang dimiliki oleh ternak maka dalam sekelompok ternak atau dalam suatu populasi akan selalu timbul suatu variasi dari susunan gen. Akibat adanya variasi ini maka akan timbul variansi atau ragam (variane) dari gen. Variansi ini disebut variansi genetik yang seringkali disingkat dengan σ g 2 (Hardjosubroto, 1994). Ragam σ2, yang merupakan rata-rata kuadrat simpangan ukuran masingmasing individu paling berguna untuk mempelajari keragaman populasi. Karena simpangan dikuadratkan, ragam merupakan nilai positif dengan batas bawah nol. Untuk menghitung rata-rata kuadrat simpangan, jumlah kuadrat simpangan dibagi n-1 dan tidak dibagi n, karena contoh yang terbatas biasanya tidak mencakup seluruh kisaran populasi (Warwick et al, 1995). Ukuran variasi absolut digunakan untuk membandingkan suatu ukuran variasi dengan ukuran variasi yang lain dalam suatu populasi yang sama. Diantara berbagai ukuran variasi, ukuran variasi absolut yang paling sering digunakan dalam statistika adalah variance (ragam) dan standard deviasi (simpangan baku). Variance (ragam) adalah jumlah kuadrat dari selisih nilai data observasi dengan mean dibagi banyaknya data observasi. Standard deviasi (simpangan baku) adalah akar dari variance (ragam) (Supramono and Sugiarto, 1993). Ahli-ahli genetik berpendapat bahwa variasi bahan baku yang baik untuk suatu tujuan perbaikan mutu. Makin besar variasinya makin besar pula kemungkinan dapat dilaksanakan perbaikan mutu secara keseluruhannya. Variasi dapat terjadi pada sifat yang terlihat (fenotip) dan yang tidak terlihat (genotip) (Pane, 1993).
9
Universitas Sumatera Utara
Koefisien Keragaman Koefisien keragaman (KK) dapat diartikan seberapa jauh keragaman yang terdapat didalam suatu populasi pada suatu percobaan. Jika koefisien keragaman terlalu kecil akan menyebabkan terlalu banyak perlakuan yang menonjol, sebaliknya jika terlalu besar akan menyebabkan tidak adanya perlakuan yang menonjol (Gaspersz, 1991). Menurut Kurnianto (2009) kategori keragaman ialah: <5% keragaman kecil, 6%-14% keragaman sedang, ≥15% keragaman besar. Pada umumnya, benda besar sangat beragam dan benda kecil beragam kecil. Untuk membuat perbandingan, akan mudah bila simpangan baku dinyatakan
sebagai
persentase
dari
rata-rata.
Simpangan
baku
yang
dinyatakan sebagai persentase dari rata-rata disebut koefisien keragaman (Warwick et al, 1995). Semakin kecil nilai koefisien variasi yang diperoleh maka nilai pengamatan semakin homogen sebaliknya semakin besar koefisien variasinya maka variasi pada nilai-nilai pengamatan semakin besar atau nilai-nilai pengamatan semakin heterogen (Supramono and Sugiarto. 1993). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi nilai koefisien keragaman (KK), yaitu: a. Heterogenitas bahan, alat, media, lingkungan percobaan. Artinya semakin heterogen, maka nilai KK semakin besar, begitu sebaliknya. b. Selang perlakuan; semakin lebar selang perlakuan anda, maka nilai KK percobaan anda semakin besar, begitu sebaliknya (Hanafiah, 1991).
10
Universitas Sumatera Utara
Peragam Pada suatu penelitian tertentu, seringkali dilakukan pengamatan terhadap dua atau lebih parameter kuantitatif.Untuk mengetahui bentuk hubungan dan keeratan hubungan antara 2 parameter atau variabel, maka salah satu perhitungan yang harus dilakukan adalah peragam (Kunianto, 2009).
Parameter Genetik Parameter genetik dibagi menjadi 3, yaitu heritabilitas, korelasi genetik dan ripitabilitas. Parameter genetik sering digunakan dalam rumus pendugaan nilai pemuliaan dan proses seleksi. Heritabilitas mengukur keragaman total pada fenotipik yang disebabkan oleh keragaman genetik aditif. Korelasi genetik berkaitan dengan hubungan antara suatu sifat dengan sifat yang lain secara genetik. Ripitabilitas digunakan untuk mempelajari bagian ragam total suatu sifat pada suatu populasi yang disebabkan oleh keragaman antar individu yang bersifat permanen pada periode produksi yang berbeda (Kurnianto, 2010).
Heritabilitas (Angka Pewarisan) Heritabilitas merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan bagian dari keragaman total dari sifat kuantitatif pada ternak (yang diukur dengan beragam dan variansi) dari suatu sifat yang diakibatkan oleh pengaruh genetik (Warwick et al., 1995). Menurut Kurnianto (2009) menyatakan bahwa h2 didefinisikan sebagai ukuran yang menunjukkan tingkat kesamaan penampilan antara anak-anak dengan tetuanya.h2 merupakan ukuran yang menggambarkan hubungan antara nilai penotipik dengan nilai pemuliaan untuk sifat pada suatu populasi.
11
Universitas Sumatera Utara
Bila seekor ternak menunjukkan keunggulan pada sifat yang mempunyai pewarisan tinggi maka dapat diharapkan bahwa anaknya kelak akan mempunyai keunggulan dalam hal tersebut. Bila angka pewarisan dari sifat tersebut rendah, belum tentu anak keturunannya mempunyai keunggulan dalam sifat tersebut karena hanya sebagian kecil saja dari keunggulannya yang dapat diwariskan kepada anaknya.Dalam hal demikian, keunggulan dari ternak sebagian besar disebabkan oleh faktor lingkungan. Pada umumnya h2 dikatakan rendah bila nilainya berkisar antara 0 sampai 0,1, sedang bila nilainya 0,1 sampai 0,3 dan tinggi bila melebihi 0,3 (Hardjosubroto, 1994). Seorang produsen ternak hendaknya jangan membuang-buang waktu menyeleksi ternak untuk memperbaiki sifat-sifat yang rendah heritabilitasnya. Usaha seleksi yang dilakukan akan lebih bermanfaat untuk usaha perbaikan terhadap sifat-sifat yang tinggi atau sedang heritabilitasnya. Perbaikan yang paling tepat bagi sifat-sifat yang rendah heritabilitasnya bukanlah melalui seleksi, melainkan melalui kawin silang. Namun, apabila peternak ingin menyeleksi yang daya warisnya rendah, ia harus menggunakan catatan kerabat dekat sebagai petunjuk (Sihombing, 1997). Heritabilitas (h2) dapat digunakan untuk menduga nilai pemuliaan individu ternak berdasarkan nilai penotipiknya. Heritabilitas suatu sifat tidak tetap, bisa berbeda dari populasi satu ke populasi lain dan dari lingkungan satu ke lingkungan lain. Nilai h2 berbeda tergantung pada: 1) periode pengambilan data, 2) bangsa ternak, 3) metode yang digunakan dalam pendugaan, 4) jumlah dan asal data (Kurnianto, 2009).
12
Universitas Sumatera Utara
Metode rancangan tersarang (nested design) adalah metode dimana setiap pejantan dikawinkan dengan beberapa ekor betina, masing-masing betina tersebut menghasilkan beberapa ekor anak. Pada metode ini sumber keragaman terdiri dari 3 unsur, yaitu 1) antar pejantan, 2) antar induk dalam betina, 3) antar anak dalam induk (Kurnianto, 2010). Menurut Hardjosubroto (1994), dalam pola tersarang berikut ini model statistiknya,
Yijk= μ + αi + βij + εik Keterangan : Yij = data dari anak ke k dari induk ke j dengan pejantan ke i μ = rerata αi = pengaruh dari pejantan ke i βij = pengaruh induk ke-j dengan pejantan ke-i εik = penyimpangan pengaruh lingkungan dan genetik yang tidak terkontrol. Pola tersarang ini terbentuk bila data diperoleh dengan pengambilan sampel secara acak pada dua tingkat atau lebih.Tingkat pertama disebut grup dan ditentukan secara acak, tingkat kedua disebut sub grup yang dipilih secara acak pula tetapi tersarang dalam grup, tingkat ketiga disebut sub-sub grup yang dipilih secara acak dan tersarang pada bagian lain ditentukan oleh kebutuhan peneliti dan masalah yang dihadapinya.Dalam bidang ilmu genetika rancangan ini banyak digunakan yaitu untuk mengadakan startifikasi data menurut pejantannya, induk dalam pejantan dan anak dalam induk (Marmono, 2005). Rendahnya nilai heritabilitas bukan hanya disebabkan olah rendahnya variasi genetik namun lebih banyak ditentukan oleh tingginya variasi lingkungan.Heritabilitas merupakan salah satu pertimbangan paling penting dalam melakukan evaluasi ternak, metode seleksi dan sistem perkawinan. Secara lebih spesifik heritabilitas merupakan bagian dari keragaman total pada sifat-sifat yang
13
Universitas Sumatera Utara
disebabkan oleh perbedaan genetik diantara ternak-ternak yang diamati. Heritabilitas merupakan perbandingan antara ragam genetik terhadap ragam fenotipik (Rusfidra,2013).
Korelasi Genetik Korelasi dalam ilmu statistik berarti hubungan antara dua variabel atau lebih.Hubungan antara dua variabel disebut korelasi bivariat.Memiliki 2 variabel, variabel I disebut independent variable atau variabel tidak terikat (bebas), yaitu variabel yang memberikan pengaruh.Variabel II disebut dependent variable atau variabel terikat yaitu variabel yang dipengaruhi (Hartono, 2009). Dalam pemuliaan ternak, hubungan korelatif dapat dibedakan atas a. korelasi fenotip (= r P ), b. korelasi genetik (= r G ), c. korelasi lingkungan (= r E ) Metode statistik yang digunakan untuk menaksir besarnya korelasi genetik adalah berdasarkan analisis kovariansi (analysis of covariance) untuk menaksir besarnya komponen ragam maupun peragam dari dua sifat (Hardjosubroto, 1994). Besarnya koefisien korelasi bergerak antara 0,000 sampai + 1,000 atau antara 0,000 sampai -1,000.Tanda positif dan negatif menunjukkan arah korelasinya. Koefisien korelasi sebesar + 1,000 atau -1,000 mempunyai korelasi sempurna, sedangkan koefisien korelasi sebesar 0,000 menunjukkan tidak ada korelasi (Hartono, 2009). Menurut Warwick et al (1995) korelasi dapat positif apabila satu sifat meningkat sifat yang lain juga meningkat. Sebaliknya, korelasi dapat negatif.Korelasi genetik adalah korelasi dari pengaruh genetik aditif atau nilai pemuliaan antara kedua sifat itu. Korelasi bernilai tinggi jika 0,5 sampai 1, sedang jika 0,25 sampai 0,50 dan rendah 0.05 sampai 0,25.
14
Universitas Sumatera Utara
Korelasi genetik yang positif ada jika seleksi untuk suatu sifat tidak saja berakibat diperbaikinya sifat tersebut, tetapi juga sifat keduanya yang berkorelasi.Makin tinggi nilai korelasinya maka makin erat hubungan antara kedua sifat tersebut. Jika dua sifat berkorelasi negatif maka kemajuan seleksi pada satu sifat akan mengakibatkan menurunnya kemajuan genetik untuk sifat keduanya
(Noor, 1996).
Cara yang paling mudah untuk menghitung korelasi genetik antara dua sifat adalah melalui percobaan seleksi dalam suatu populasi untuk mengamati sifat-sifat tunggal dan mengamati perubahan yang terjadi sebagai tanggapan korelasi sifat yang lain. Diperlukan data yang sangat besar untuk mendapatkan taksiran yang cukup tepat untuk dapat diandalkan. Meskipun dengan jumlah data yang besar sangatlah sukar untuk mengetahui apakah suatu taksiran tertentu benar-benar dapat mewakili populasi itu. Suatu taksiran korelasi genetik harus dianggap hanya dapat diterapkan pada populasi tertentu dan pada waktu tertentu (Warwick et al, 1995).
Nilai Pemuliaan (Breeding Value) Nilai pemuliaan atau Breeding value adalah penilaian dari mutu genetik ternak untuk suatu sifat tertentu, yang diberikan secara relatif atas dasar kedudukannya dalam populasi. Pengaruh dari masing-masing gen jarang dapat diukur, tetapi nilai pemuliaan suatu individu dapat diukur (Hardjosubroto, 1994). Ternak yang memiliki nilai pemuliaan tinggi sebaiknya digunakan untuk induk pada generasi berikutnya. Ternak yang mempunyai nilai pemuliaan lebih besar dari yang lainnya akan lebih baik jika dijadikan tertua bila
15
Universitas Sumatera Utara
dibandingkan
dengan
ternak
yang
memiliki
nilai
pemuliaan
rendah
(Johansson and Rendel,1968). Pada program seleksi untuk memilih individu-individu ternak yang mempunyai keunggulan genetik tinggi, maka nilai pemuliaan menjadi suatu keharusan untuk diketahui.Keunggulan ternak bukan dilihat dari nilai mutlak hasil pengukuran, tetapi berdasarkan atas hasil pembandingan antara penampilannya dengan penampilan kelompok lainnya.Nilai pemuliaan ternak diduga dari hasil kali antara pembobot dengan selisih rata-rata penampilan dirinya terhadap penampilan pembandingnya.Besarnya pembobot tergantung pada sumber informasi yang digunakan untuk menduga nilai pemuliaan
(Kurnianto, 2010).
Apabila seekor ternak (biasanya seekor pejantan) telah diketahui besarnya nilai pemuliaannya, hal ini berarti bahwa bila pejantan tersebut dikawinkan dengan induk-induk secara acak pada populasi normal maka rerata performans keturunannya kelak akan menunjukkan keunggulan sebesar setengah dari nilai pemuliaan pejantan tersebut, terhadap performans populasinya. Seekor pejantan hanya dapat mewariskan kepada anaknya setengah dari nilai pemuliaannya, karena setengah dari sifat anak berasal dari induknya (Hardjosubroto, 1994). Martojo (1992) menyatakan bahwa dugaan nilai pemuliaan seekor ternak dapat digunakan sebagai dasar seleksi.Dengan membuat peringkat keunggulan nilai pemuliaan pada sekelompok ternak, seleksi dapat dilakukan dengan memilih ternak pada peringkat utama, yang jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan. Oleh karenanya, pejantan yang mempunyai nilai pemuliaan tinggi (diatas rata-rata kelompok) dapat dipilih sebagai pejantan unggul untuk menurunkan kelompok anak generasi berikutnya.
16
Universitas Sumatera Utara
Seleksi indeks adalah seleksi yang diberlakukan pada ternak dengan menerapkan indek terhadap sifat-sifat yang menjadi kriteria seleksi.Pendugaan nilai pemuliaaan seekor ternak dilakukan dengan menggunakan semua sifat-sifat yang telah dipertimbangkan.Caranya adalah menghitung indeks melalui perkalian pengukuran tiap sifat dengan massing-masing faktor pembobotnya, kemudian dijumlahkan (Kurnianto, 2009).
17
Universitas Sumatera Utara