TINJAUAN PUSTAKA
Potensi Ternak Kerbau Semua jenis kerbau memiliki beberapa karakteristik yang sama, adapun klasifikasi ilmiah kerbau sebagai berikut : Kerajaan : Animalia; Filum : Chordata; Kelas : Mammalia; Ordo : Artiodactyla; Famili : Bovidae; Upafamili : Bovinae; Genus : Bubalus; Spesies : Bubalus bubalis (Susilorini, et al., 2010). Kerbau adalah ternak asli daerah panas dan lembab, khususnya di daerah belahan utara tropika. Ternak kerbau sangat menyukai air. Sisa – sisa fosil kerbau yang sekarang masih tersimpan di India (Lembah Hindus) menunjukkan bahwa kerbau telah ada sejak zaman Pliocene. Kerbau lumpur domestikasi tampaknya berasal dari daratan China. Kerbau termasuk familia Bovidae dan sejarah mencatat telah diternakkan di India, Malaysia dan Mesir. Ternak ini berfungsi triguna : perah, daging dan ternak kerja. Kemampuannya yang menonjol adalah dapat memanfaatkan tanaman yang terkasar dan merubahnya menjadi produk ternak (Reksohadiprodjo, 1984). Dibandingkan dengan sapi, kerbau mempunyai sistem pencernaan yang lebih efisien dalam mencerna pakan kualitas rendah. Pada daerah kering dimana ternak sapi kondisi tubuhnya sudah memprihatinkan (kurus), kondisi tubuh kerbau masih cukup baik (Bamualim, et al., 2006). Terdapat dua bangsa kerbau lokal yang ada di Indonesia, yaitu kerbau lumpur atau rawa (swamp buffalo) berjumlah sekitar 95% dan sisanya dalam jumlah kecil (sekitar 2%) adalah kerbau sungai (reverine buffalo) terdapat di Sumatera Utara. Secara umum kerbau sungai memiliki warna kulit normal adalah hitam dengan bercak putih pada dahi, wajah dan ekor (Cockrill, 1974).
Universitas Sumatera Utara
Kerbau sudah dapat dikawinkan pada umur 15 sampai 18 bulan, dan pada umur 28 bulan sudah beranak pertama dan selanjutnya beranak setiap tahun. Dengan demikian, pada umur 3 tahun 4 bulan, kerbau betina dapat beranak dua kali. Dalam waktu 25 tahun, seekor kerbau betina mampu melahirkan anak 20 ekor, calving interval kerbau dapat mencapai 13 bulan dengan sistem pemeliharaan intensif, sedangkan dengan sistem pemeliharaan secara gembala calving interval dapat lebih dari 24 bulan. Selain menghasilkan daging dan susu, kerbau juga menghasilkan kulit, tulang, dan tanduk yang dapat digunakan untuk keperluan industri sepatu, kerajinan, tas, ukiran, dll. Kotoran kerbau dapat dimanfaatkan untuk pupuk pertanian. Setiap ekor kerbau dewasa dapat menghasilkan 3,2 hingga 4 ton pupuk per tahun. Produk olahan susu kerbau yaitu keju mozarela, dadih, yogurt dan lain sebagainya. Tabel 1. Populasi Kerbau Indonesia (ribu ekor) pada 2005-2011. Tahun
Provinsi Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
259,672*
261,794*
189,167*
280,662 155,341*
290,772 158,235*
306,212 161,046*
303,156 128,54*
190,015
196,854
202,997
207,648
105,954
142,502
139,73
130,157
151,976
153,204
123,143
150,405
150,357
150,038
Jawa Barat Banten
153,004
NTT NTB
141,511
Sumber : www.deptan.go.id (2011). * = BPS Sumatera Utara (2013). Kerbau Murrah Kerbau Murrah adalah kerbau sungai yang sangat penting dan sangat efisien dalam menghasilkan susu. Kerbau Murrah dipelihara terutama untuk produksi susu di Thailand, Filipina dan Cina. Di Indonesia kerbau Murrah
Universitas Sumatera Utara
dipelihara oleh masyarakat keturunan India di daerah Sumatera Utara sebagai penghasil susu (Diwyanto dan Subandrio, 1995). Ciri-ciri umum kerbau Murrah menurut Mason (1974) adalah berwarna hitam dengan muka bercak putih pada muka, mempunyai ujung ekor berwarna putih dan tanduk yang pendek. Fahimuddin (1975) menyatakan bahwa warna coklat atau bhurra merupakan variasi lain dari warna kerbau Murrah yang terdapat dalam jumlah kecil. Warna coklat ditemukan sebanyak 30% dalam populasi kerbau Murrah dan diduga bersifat resesif (Mason, 1974). Fahimuddin (1975) menyatakan bahwa bentuk tanduk adalah karakteristik yang paling spesifik pada kerbau Murrah. Tanduk tumbuh ke arah belakang dan ke atas lalu membentuk lingkaran memutar ke dalam dengan bentuk spiral. Kepala kerbau Murrah betina biasanya kecil dan lebih terbentuk daripada kerbau jantan. Dahi luas dan agak menonjol, muka memiliki tanda putih di dahi dan lubang hidung terpisah jauh. Telinga kerbau Murrah kecil, tipis dan tergantung. Mason (1974) menambahkan bahwa bagian kaki belakang dan pinggang kerbau Murrah lebih besar dibandingkan bagian depannya. Pinggul kerbau Murrah luas dan tertutup halus. Ambing berkembang baik pada kerbau betina. Kerbau Murrah memiliki puting yang panjang, terpisah simetris dan baik. Secara umum puting bagian belakang lebih panjang daripada puting bagian depan. Mason (1974) menyatakan bahwa kerbau Murrah jantan dewasa memiliki berat badan 450-800 kg dan kerbau betina sekitar 350-700 kg. Kerbau Murrah jantan dan betina memiliki tinggi pundak sekitar 142 cm dan 133 cm dengan panjang badan 151 cm pada jantan dan 149 cm pada betina. Tinggi pundak kerbau Murrah jantan dan betina menurut Fahimuddin (1975) masing-masing adalah
Universitas Sumatera Utara
142,2 cm dan 132,2 cm dengan panjang badan 149,8 cm dan 147,2 cm. Ukuran lingkar dada kerbau Murrah jantan dan betina menurut Fahimudin (1975) berturutturut adalah 220,7 cm dan 218,4 cm. Mason (1974) menyatakan ukuran lingkar dada yang lebih besar yaitu 223 cm dan 220 cm. Puslitbang Peternakan (2006) melaporkan bahwa bobot badan kerbau Murrah betina pada umur 2,5-4 tahun mencapai 407 kg sedangkan jantan mencapai 507 kg. Helberg dan Lind (2003) menyatakan bahwa rata-rata produksi susu kerbau Murrah selama 294 hari laktasi adalah 1.764 kg per laktasi. Kebutuhan Dan Jenis Pakan Kerbau Kebutuhan Nutrisi Ternak Kerbau Kebutuhan ternak akan zat makanan terdiri dari kebutuhan hidup pokok dan kebutuhan untuk produksi. Kebutuhan hidup pokok pengertiannya sederhana yaitu untuk mempertahankan hidup. Ternak yang memperoleh makanan hanya sekedar cukup untuk memenuhi hidup pokok, bobot badan ternak tersebut tidak akan naik dan turun. Tetapi jika ternak tersebut memperoleh lebih dari kebutuhan hidup pokoknya maka sebagian dari kelebihan makanan itu akan dapat dirubah menjadi bentuk produksi misalnya air susu, pertumbuhan dan reproduksi ini disebut kebutuhan produksi (Tillman, et al., 1991). Kebutuhan
ternak
ruminansia
terhadap
pakan
dicerminkan
oleh
kebutuhannya terhadap nutrisi. Jumlah kebutuhan nutrisi setiap harinya sangat tergantung jenis ternak, umur, fase, (pertumbuhan, dewasa, bunting dan menyusui), kondisi tubuh (normal atau sakit) dan lingkungan tempat hidupnya (temperatur, kelembapan dan nisbi udara) serta berat badannya (Kartadisastra, 1997).
Universitas Sumatera Utara
Pakan Hartadi, et al., (1986) menyatakan pakan adalah suatu bahan yang dimakan h e w a n ya ng me nga ndu ng e n e r gi da n z a t - z a t gi z i ( a t a u ke dua n ya ) di dalam bahan tersebut. Pakan adalah bahan yang dimakan dan dicerna oleh seekor hewan yang mampu menyajikan unsur hara atau nutrien yang penting untuk perawatan tubuh, pertumbuhan, penggemukan, reproduksi dan produksi. Bahan pakan dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu konsentrat dan bahan berserat. Konsentrat serta bahan berserat merupakan komponen atau penyusun ransum (Blakely dan Bade, 1994). Pakan merupakan bahan pakan ternak yang berupa bahan kering dan air. Bahan pakan ini harus diberikan pada ternak sebagai kebutuhan hidup pokok dan produksi. Dengan adanya pakan maka proses pertumbuhan, reproduksi dan produksi akan berlangsung dengan baik. Oleh karena itu, pakan harus terdiri dari zat-zat pakan yang dibutuhkan ternak berupa protein, lemak, karbohidrat, mineral, vitamin dan air (Setiawan dan Arsa, 2005). Alat pencernaan hewan ruminansia terbagi atas empat bagian, yakni rumen, retikulum, omasum dan abomasum. Dengan alat ini ternak mampu menampung jumlah pakan yang lebih besar seperti hijauan dan pakan penguat. Pada umumnya bahan pakan hijauan diberikan dalam jumlah 10% dari berat badan dan pakan penguat cukup 1% dari berat badan (Aritonang, 1993).
Hijauan Hijauan pakan merupakan makanan dasar yang terdiri dari hijauan pakan yang dapat berupa rumput lapangan, limbah hasil pertanian, rumput jenis unggul yang telah diintroduksikan, juga beberapa jenis leguminosa. Hijauan pakan
Universitas Sumatera Utara
merupakan makanan utama bagi ternak ruminansia dan berfungsi tidak saja sebagai pengisi perut, tetapi juga sumber gizi yaitu protein, sumber tenaga, vitamin dan mineral (Murtidjo, 1993). Pemberian hijauan dalam keadaan segar, umumnya lebih disukai ternak ruminansia, dibandingkan pemberian dalam keadaan layu atau kering. Namun ada beberapa jenis hijauan yang dalam keadaan segar masih mengandung racun yang bisa membahayakan kehidupan ternak ruminansia, misalnya daun singkong dan gliricidae. Karenanya, pakan berupa hijauan tersebut harus dilayukan terlebih dahulu selama 2-3 jam dibawah terik matahari. Bisa juga diinapkan selama semalam sebelum diberikan kepada ternak (Sodiq dan Abidin, 2002). Ternak ruminansia mengkonsumsi hijauan sebanyak 10% dari bobot badannya setiap hari dan konsentrat sekitar 1,5-2% dari jumlah tersebut termasuk suplementasi vitamin dan mineral. Oleh karena itu, hijauan dan sejenisnya terutama rumput dari berbagai spesies merupakan sumber energi utama ternak ruminansia (Pilliang, 1997). Tabel 2. Komposisi Nilai Nutrisi Rumput Raja Kandungan nutrisi Bahan kering (%) Protein kasar (%) Lemak kasar (%) Serat kasar (%) TDN (%) Abu (%) Kalsium (%) Sumber : Hendrawan et al (2002).
Jumlah 21.2 13.5 3.5 34.1 54 18.6 0.37
Universitas Sumatera Utara
Konsentrat Konsentrat adalah bahan pakan yang digunakan bersama bahan pakan lain untuk meningkatkan keserasian gizi dari keseluruhan pakan dan dimaksudkan untuk dicampur sebagai suplemen atau bahan pelengkap (Hartadi, et al., 1980). Keuntungan yang diperoleh dari pemberian pakan penguat adalah adanya kecenderungan mikroorganisme rumen memanfaatkan pakan penguat terlebih dahulu sebagai sumber energi dan selanjutnya dapat memanfaatkan pakan kasar yang ada di rumen (Murtijo, 1993).
Bahan Pakan Penyusun Konsentrat Kulit Daging Buah Kopi Kulit kopi terdiri dari lapisan bagian luar tipis yakni yang disebut exocarp, lapisan ini kalau sudah masak berwarna merah. Daging buah, daging buah ini mengandung serabut yang bila sudah masak berlendir dan rasanya manis, maka sering disukai binatang kera atau musang. Daging buah ini disebut mesocarp. Kulit tanduk atau kulit dalam, kulit tanduk ini merupakan lapisan tanduk yang menjadi batas kulit dan biji yang keadaannya agak keras. Kulit ini disebut endocarp.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2. kulit daging buah kopi (AAK, 2008). Produksi kopi nasional mencapai sekitar 687 ribu ton per tahun, dengan jenis yang umum dijumpai adalah arabika dan robusta. 40-45% dari buah kopi adalah kulit daging buah yang berpotensi sebagai pakan alternatif ternak . Karena kadar air kulit daging buah kopi cukup tinggi (53%) (Deptan 2011). Menurut Zainuddin dan Murtisari (1995) kulit buah kopi ini cukup potensial untuk digunakan sebagai bahan pakan ternak ruminansia. Kandungan zat nutrisi yang terdapat pada kulit buah kopi seperti; protein kasar sebesar 10,4%, serat kasar sebesar 17,2% dan energi metabolis 14,34 MJ/kg, relatif sebanding dengan zat nutrisi rumput. Dengan kandungan zat nutrisi tersebut, maka limbah pengolahan kopi diperkirakan hanya mampu memenuhi kebutuhan hidup pokok, sehingga untuk pertumbuhan. bunting dan laktasi diperlukan pakan tambahan untuk memenuhi kebutuhan protein dan energi. Secara rinci kandungan nutrisinya dapat dilihat pada Tabel 3. Onggok Dalam pengolahan ubi kayu menjadi tepung tapioka dihasilkan limbah yang disebut onggok. Ketersediaan onggok sangat bergantung pada jumlah varietas dan mutu ubi kayu yang diolah menjadi tapioka, efisiensi proses ekstraksi pati dan
Universitas Sumatera Utara
penanganannya. Jumlah onggok yang dihasilkan sebesar 50% dari ubi kayu yang diolah. Moertinah (1984) menyatakan bahwa dalam pengolahan ubi kayu menghsilkan 15 - 20% pati, 5-20 % onggok kering sedangkan onggok basah yang dihasilkan 70-79%. Secara rinci kandungan nutrisinya dapat dilihat pada Tabel 3. Dedak Padi Dedak padi merupakan hasil ikutan dalam proses pengolahan gabah menjadi beras yang mengandung bagian luar yang tebal, tetapi bercampur dengan bagian penutup beras. Hal ini yang mempengaruhi tinggi atau rendahnya serat kasar dedak. Bila dilihat dari pengolahan gabah menjadi beras dapat digantikan serat kasarnya tinggi (Rasyaf, 1992). Secara rinci kandungan nutrisinya dapat dilihat pada Tabel 3. Bungkil Inti Sawit Menurut Davendra (1997) protein bungkil inti sawit lebih rendah dari pada bungkil yang lain. Namun demikian masih dapat dijadikan sebagai sumber protein. Kandungan asam amino esensialnya cukup lengkap, imbangan kalsium fospor cukup lengkap. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ransum yang komponen utamanya bungkil inti sawit dapat diperbaiki daya cernanya, serat kasarnya dan palatabilitasnya dengan menggunakan molasses. Menurut Silitonga (1993) menyatakan bahwa semakin tinggi persentase bungkil inti sawit dalam ransum maka kenaikan berat badan perhari semakin besar, namun demikian pemberian yang optimal dari bungkil sawit ialah 1.5% dari berat badan ternak. Secara rinci kandungan nutrisinya dapat dilihat pada Tabel 3.
Universitas Sumatera Utara
Tongkol Jagung Seiring dengan kebutuhan jagung yang cukup tinggi, maka akan bertambah pula limbah yang dihasilkan dari industri pangan dan pakan berbahan baku jagung. Limbah yang dihasilkan diantaranya adalah tongkol jagung yang biasanya tidak dipergunakan lagi ataupun nilai ekonominya sangat rendah. Umumnya tongkol jagung dipergunakan sebagai pakan ternak ruminansia, di daerah pedesaan tongkol jagung ini juga dapat dimanfaatkan sebagai obat diare (Suprapto dan Rasyid, 2002). Secara rinci kandungan nutrisinya dapat dilihat pada Tabel 3. Molases Molases merupakan hasil sampingan pengolahan tebu menjadi gula. Bentuk fisiknya berupa cairan yang kental dan berwarna cokelat kehitaman. Kandungan karbohidrat, protein dan mineral yang cukup tinggi, sehingga bisa dijadikan pakan ternak walaupun sifatnya sebagai pakan pendukung. Kelebihan molases terletak pada aroma dan rasanya, sehingga bila dicampur pada pakan ternak bisa memperbaiki aroma dan rasa ransum (Widayati dan Widalestari, 1996). Menurut Rangkuti, et al., (1985) molases juga mengandung vitamin B kompleks dan unsurunsur mikro yang penting bagi ternak seperti kobalt, boron, iodium, tembaga, mangan dan seng, sedangkan kelemahannya ialah kadar kaliumnya yang tinggi yang dapat menyebabkan diare jika dikonsumsi banyak. Secara rinci kandungan nutrisinya dapat dilihat pada Tabel 3.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3. Kandungan Nutrisi Bahan Pakan Kandungan (%) Bahan Pakan
Bahan Kering
Protein Kasar
Serat Kasar
Lemak Kasar
TDN
Kulit daging buah kopi tanpa fermentasi
56,79a
11,9a
30,4a
4,25a
50,67a
Kulit daging buah kopi fermentasi
93,84a
15,61a
23,67a
2,34a
59,23a
Onggok
90,17b
3,93b
10,92b
0,68b
77,89b
89,1d
13,8d
11,54d
7,8d
64,99d
Bungkil inti sawit
91,11d
15,89d
17,35d
7,59d
81d
Tongkol jagung
66,13c
3,99c
28,89c
1,58c
56,89c
67,5d
3,4d
0,38d
0,08d
57,93d
Dedak padi
Molases
Sumber : a = Laboratorium Nutrisi Loka Penelitian Sapi Potong (2011) b = Moertinah (1984) c = Hartadi, et al., (1986). d = Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Departemen Peternakan FP USU (2005).
Ultra Mineral Mineral adalah zat organik, yang dibutuhkan dalam jumlah yang kecil, namun berperan penting agar proses fisiologis dapat berlangsung dengan baik. Mineral digunakan sebagai kerangka pembentukan tulang, gigi, pembentukan darah, pembentukan jaringan tubuh serta diperlukan sebagai komponen enzim yang berperan dalam proses metabolisme didalam sel. Penambahan mineral dalam pakan ternak dapat dilakukan untuk mencegah kekurangan mineral dalam pakan (Setiadi dan Inouno, 1991).
Urea Urea adalah merupakan senyawa kimia yang mengandung 40 – 45% nitrogen. Mikroorganisme yang terdapat dalam saluran pencernaan ternak dapat mengkombinasikan N dalam urea dengan C, H2 dan O2 yang terdapat dalam karbohidrat dan membentuk asam amino. Oleh karena itu urea dapat digunakan sebagai sebagai sumber nitrogen pada ternak ruminansia (Kartadisastra, 1997).
Universitas Sumatera Utara
Garam Semua herbivora akan suka memakan garam apabila disediakan dalam bentuk jilatan (lick) atau dalam bentuk halus dalam tempat mineral. Oleh karena hewan suka akan garam maka biasanya garam dipakai sebagai campuran fosfor atau mineral mikro dan senyawa lain misalnya obat parasit (Tillman, et al., 1991). Na dan Cl untuk memenuhi kebutuhan produksi optimum termasuk untuk unggas. Hampir semua bahan makanan nabati (khususnya hijauan tropis) mengandung Na dan Cl relatif lebih kecil dibanding bahan makanan hewani (Parakkasi, 1999).
Fermentasi Fermentasi adalah segala macam proses metabolis dengan bantuan dari enzim mikrobia (jasad renik) untuk melakukan oksidasi, reduksi, hidrolisa dan reaksi kimia lainnya, sehingga terjadi perubahan kimia pada suatu substrat organik dengan menghasilkan produk tertentu. Fermentasi merupakan proses biokomia yang dapat menyebabkan perubahan sifat bahan pangan sebagai akibat dari pemecahan kandungan bahan tersebut (Winarno, et al., 1980). Selama proses fermentasi terjadi, bermacam-macam perubahan komposisi kimia. Kandungan asam amino, karbohidrat, pH, kelembaban, aroma serta perubahan nilai gizi yang mencakup terjadinya peningkatan protein dan penurunan s e r a t ka s a r . Se mua nya me ng a l a mi pe r uba ha n a ki ba t a kt i vi t a s da n perkembangbiakan mikroorganisme selama fermentasi. Melalui fermentasi terjadi pemecahan substrat oleh enzim-enzim tertentu terhadap bahan yang tidak dapat dicerna, misalnya selulosa dan hemiselulosa menjadi gula sederhana. Selama
Universitas Sumatera Utara
proses fermentasi terjadi pertumbuhan kapang, selain dihasilkan enzim juga dihasilkan protein ekstraselluler dan protein hasil metabolisme kapang sehingga terjadi peningkatan kadar protein (Sembiring, 2006).
Fermentasi Dengan Mikroorganisme Lokal Pembuatan
kulit
kopi
fermentasi
dengan
mikroorganisme
lokal
menggunakan beberapa bahan antara lain : kulit kopi, inokulen cair, dedak halus dan bahan yang akan difermentasi. Alat yang digunakan yaitu plastik untuk alas fermentasi. Kulit kopi diserakkan di atas alas, kemudian disiram dengan inokulan cair secara merata selanjutnya seluruh material disiram dengan dedak halus sampai merata dengan cara membalik-balik dengan sekop, kemudian ditutup dengan tikar bekas/selimut/sabuk kelapa bekas agar panas yang terbentuk tersimpan baik dan mempercepat proses fermentasi. Fermentasi dilakukan selama 5 hari, kulit kopi yang sudah lembek lalu dikeringkan. Pengeringan dilakukan dengan tahapan tertentu dimana dimaksudkan agar mikroorganisme yang berkembang biak menjadi dorman. Pakan yang berisi mikroorganisme dorman diharapkan berfungsi menjadi probiotik. Pertama dilakukan pengeringan di dalam ruangan sampai kebasahan bahan berkurang. Selanjutnya dikeringkan di udara terbuka namun dibawah naungan pepohonan. Demikian diteruskan sampai bahan kering.
Inokulan Cair Inokulan
cair
merupakan
salah
satu
cara
pengembangbiakan
mikroorganisme yang akan mampu mendegradasi bahan organik. Bahan pembuat inokulan cair ini antara lain air sumur, ragi tape, ragi tempe, yoghurt.
Universitas Sumatera Utara
Mikroorganisme lokal dalam inokulan cair ini adalah Saccharomyces yang berasal dari ragi tape, Rhizopus dari ragi tempe dan Lactobacillus dari yoghurt. Mikroorganisme ini mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : a. Sifat amilolitik, mikroorganisme yaitu Saccharomyces akan menghasilkan enzim amilase yang berperan dalam mengubah karbohidrat menjadi volatile fatty acids yang kemudian akan menjadi asam amino. b. Sifat proteolitik, mikroorganisme yaitu Rhizopus akan mengeluarkan enzim protease yang dapat merombak protein menjadi polipeptida, lalu menjadi peptida sederhana dan akhirnya menjadi asam amino bebas, CO2 dan air. c. Sifat lipolitik, mikroorganisme yaitu Lactobacillus akan menghasilkan enzim lipase yang berperan dalam perombakan lemak. Pembuatan inokulan cair menggunakan beberapa bahan antara lain air sumur, air tebu, ragi tape, ragi tempe dan yoghurt. Semuanya dimasukkan ke galon, lubangnya ditutup dengan kantung plastik ukuran 1 kg dan dibiarkan selama 3 hari. Guna ditutup dengan kantong plastik adalah untuk mendapatkan indikasi apakah mikroorganisme yang akan diaktifkan bekerja, bila kantung plastik menggelembung, berarti terjadi reaksi positif dari mikroorganisme dalam tahapan inokulan cair.
Universitas Sumatera Utara
Konsumsi Konsumsi adalah kemampuan untuk menghabiskan sejumlah ransum yang diberikan. Konsumsi ransum dapat dihitung dengan pengurangan jumlah ransum yang diberikan dengan sisa dan hamburan. Konsumsi ransum dipengaruhi oleh kesehatan ternak, palatabilitas, mutu ransum dan tata cara pemberian (Anggorodi, 1995). Konsumsi pakan menurut Lubis (1992), dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya 1) Faktor pakan, meliputi daya cerna dan palatabilitas dan 2) faktor ternak yang meliputi bangsa, jenis kelamin, umur dan kondisi kesehatan ternak. Fungsi pakan antara lain sebagai pengisi lambung, perangsang dinding saluran pencernaan dan menguatkan pembentukan enzim, apabila ternak kekurangan pakan menyebabkan ternak merasa tidak kenyang. Konsumsi ransum dipengaruhi beberapa faktor diantaranya adalah palatabilitas ransum, bentuk fisik ransum, bobot badan, jenis kelamin, temperatur lingkungan, keseimbangan hormonal dan fase pertumbuhan (Piliang, 2000). Faktor-faktor yang mempengaruhi palatabilitas pakan yaitu faktor fisik dan kimiawi pakan yang akan berpengaruh terhadap fisiologis ternak dalam ransangan penglihatan, penciuman, dan rasa dalam mengkonsumsi pakan (Church ,1986).
Pengukuran Tubuh Ternak Pengukuran tubuh ternak harus benar-benar memperhatikan posisi ternak. Ternak sebaiknya berdiri pada tempat yang datar, keempat kakinya benar-benar harus berpijak tegak dan sejajar. Menurut Santosa (2001), pengukuran ukuran tubuh ternak dapat dipergunakan untuk menduga bobot badan seekor ternak sapi dan seringkali dipakai sebagai parameter teknis penentuan sapi bibit. Ukuran tubuh
Universitas Sumatera Utara
yang digunakan untuk menduga bobot tubuh biasanya panjang badan dan lingkar dada. Mengukur bagian vital ternak dengan menggunakan pita meter kain dan tongkat ukur. Bagian vital tersebut antara lain : panjang tubuh, diukur dengan cara menarik garis horisontal dari tepi depan sendi bahu sampai tepi bungkul tulang duduk. Tinggi gumba diukur dari bagian tertinggi bagian gumba ke tanah sesuai dengan garis lurus. Tinggi kemudi, diukur dari titik tertinggi tulang kemudi sampai ke tanah sesuai garis lurus. Lingkar dada diukur mengikuti lingkaran dada/ tubuh tepat di belakang bahu melewati gumba. Lebar dada, diukur dengan menarik garis horisontal antara tepi luar sendi bahu kanan dan kiri kaki depan. Lebar kemudi, d i ukur de nga n me n a r i k ga r i s hor i s ont a l da r i t e pi l ua r s e ndi pa h a kaki kanan dan kiri kaki belakang.
Penilaian Kondisi Tubuh Suatu sistem penilaian secara umum yang telah dikembangkan untuk menduga rataan kondisi sapi dalam suatu pemeliharaan merupakan definisi skor kondisi tubuh menurut Encinias dan Lardy (2000). Sistem ini membantu peternak dalam penilaian suatu kondisi ternak dengan mengevaluasi nilai perlemakan serta penonjolan kerangka. Skor kondisi tubuh merupakan metode penilaian secara visual yang mempertimbangkan frame size atau bentuk tubuh (Phillips, 2001). Perguruan tinggi Pertanian Scotlandia Timur adalah pelopor pembuatan sistem scoring (Rutter, et al., 2000). Kondisi tubuh dinilai dari satu (sangat kurus) sampai lima (sangat gemuk). Penggunaan metode ini pertama kali dikemukakan tahun 1917 digunakan untuk memprediksi rasio antara nilai lemak dan bukan lemak pada sapi (Phillips, 2001). Pengelompokan skor kondisi tubuh pada tahun
Universitas Sumatera Utara
1976 dibagi menjadi lima kategori dengan mempertimbangkan metode palpasi pada spinous processus dan pangkal ekor sangat berhasil diterapkan pada domba. Pembagian lima point kategori skor kondisi pada umumnya berdasarkan nilai perlemakan dan perdagingan sapi. Skor kondisi tubuh dapat menentukan hubungan antara penampilan produksi dan reproduksi dengan manajemen pakan yang telah diterapkan. Sapi yang memiliki skor kondisi yang bagus menunjukkan jumlah perlemakan dan perototan yang lebih besar karena merupakan refleksi dari pakan yang baik (Neumann dan Lusby, 1986). Kondisi tubuh juga sangat menentukan hasil potongan komersial, karkas dan penampilan sapi. Sapi dengan kondisi yang lebih gemuk akan menghasilkan potongan karkas yang lebih besar. Sapi kurus dapat diperbaiki nilai produktivitasnya dengan meningkatkan kualitas pakan (Apple, 1999). Penilaian produktivitas dan laju pertumbuhan hanya dengan ukuran bobot badan kurang akurat dalam memberikan informasi bobot badan yang sebenarnya dikarenakan adanya perbedaan isi perut (Neumann dan Lusby, 1986). Keuntungan dari penggunaan skor kondisi tubuh menurut Rutter, et al., (2000) adalah mudah untuk dipelajari, cepat, sederhana, murah, tidak memerlukan peralatan khusus dan cukup akurat untuk beberapa situasi manajemen dan penelitian.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4. Diskripsi Skor Kondisi Tubuh Kerbau Skor 1
Kategori Sangat Kurus
2
Kurus
3
Sedang
4
Gemuk
5
Sangat Gemuk
Deskripsi Tulang pinggul, pangkal ekor dan tulang rusuk secara visual terlihat jelas. Tulang rusuk dapat diidentifikasi bila disentuh, mulai sedikit tidak jelas. Pangkal ekor, tulang pinggul dan panggul mulai tertutupi lemak. Tulang rusuk dapat dirasakan dengan tekanan tangan. Pangkal ekor dan tulang pinggul mulai tertutupi lemak dan dapatdengan mudah dirasakan Tulang rusuk tidak bisa dirasakan dengan tekanan tangan. Lipatan lemak mulai berkembang diatas tulang rusuk dan pinggul ternak. Struktur tulang tidak lagi nyata dan ternak menunjukkan penampilan yang sintal dan membulat. Tulang pinggul, pangkal ekor, tulang rusuk dan paha dipenuhi dengan lipatan lemak.
Sumber: Rutter, et al., (2000). Perkiraan Berat Kerbau Murrah Bobot badan sapi merupakan salah satu indikator produktivitas ternak yang dapat diduga berdasarkan linear tubuh sapi meliputi lingkar dada, panjang badan dan tinggi badan (kadarsih, 2003).
Universitas Sumatera Utara