TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Menurut Sharma (2002) dalam taksonomi tumbuhan, tanaman jagung termasuk dalam kelas : Monocotyledoneae, ordo : Poales, famili : Graminae, genus : Zea dan spesies Zea mays. Sistem akar primer terdiri dari radikula dan akar-akar seminal yang muncul dari bagian pangkal biji ketika berkecambah. Kemudian, sistem akar yang tetap (sekunder) berkembang dari empat sampai lima buku pertama dari batang yang tetap di bawah tanah. Akar-akar penguat atau udara terbentuk dari beberapa buku di atas permukaan tanah (Fischer dan Palmer, 1992). Jagung memiliki sistem perakaran serabut. Bila akar jagung dicabut akan membawa sejumlah besar gumpalan tanah. Ini terjadi karena sistem akar serabut terdiri dari beberapa percabangan akar yang menyebabkan akar menjadi padat (Rost, et al., 2006). Tinggi batang jagung beragam dari 0,6 m hingga dapat mencapai 5,0 m. Batang berbentuk silindris, padat dapat dipisahkan oleh ruas-ruas. Jumlah ruas beragam 8-21 ruas. Ruas yang berada di bawah empat daun pertama tidak dapat memanjang, tetapi ruas dibawah daun keenam, tujuh dan delapan dapat memanjang 25, 50 dan 90 mm. Pada buku-buku dibawah permukaan tanah dapat berkembang akar sekunder (Plessis, 2003). Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1998), daun memiliki lebar agak seragam dan tulang daunnya terlihat jelas, dengan banyak tulang daun kecil
Universitas Sumatera Utara
sejajar dengan panjang daun. Pelepah daun terbentuk pada buku dan membungkus rapat-rapat panjang batang utama. Lembar daun berselang-seling. Faktor populasi, jarak antar barisan akan mempengaruhi sebaran daun dalam tajuk akan mengakibatkan cahaya yang diterima setiap helaian daun tidak sama. Semakin dekat dengan permukaan tanah semakin sedikit cahaya yang diterima oleh daun, ini adalah akibat pemadaman cahaya yang dilakukan oleh lapisan daun yang lebih atas (Stewart, et al., 2003). Susunan daun di dalam tajuk lebih menentukan serapan cahaya dibanding indeks luas daun. Jumlah, sebaran dan sudut daun pada suatu tajuk tanaman menentukan serapan dan sebaran cahaya matahari sehingga mempengaruhi fotosintesis dan hasil tanaman (Reta-Sanchez and Fowler, 2002). Jagung merupakan tanaman berumah satu. Jagung menghasilkan bungabunga jantannya dalam satu perbungaan terminal (malai) dan bunga-bunga betinanya pada tunas-tunas samping (tongkol). Jagung adalah protandrus, yaitu mekarnya bunga jantan (pelepasan tepung sari) biasanya terjadi satu atau dua hari sebelum munculnya tangkai putik (umumnya dikenal sebagai rambut). Karena pemisahan tongkol dan malai bunga jantan serta protandri pembungaannya, jagung
merupakan
suatu
spesies
yang
terutama
menyerbuk-silang
(Fischer dan Palmer, 1992). Pembungaan bunga jantan dan betina tidak berlangsung pada waktu yang bersamaan. Bunga jantan akan muncul lebih dahulu, ini menyebabkan jagung bersifat protandri karena perpanjangan putik tertunda hingga tujuh hari sejak munculnya bunga jantan. Perkembangan bunga betina dapat diamati dengan jelas (www.aphis.usda, 2000)
Universitas Sumatera Utara
Biji jagung letaknya teratur, berbaris pada janggel sesuai dengan letak bunga. Biji dibungkus oleh perikarp yang terdiri dari embrio dan endosperm. Embrio terdiri dari plumula, radikula, dan skutellum. Bentuk biji ada yang bulat, berbentuk gigi sesuai dengan varietasnya. Warna biji bervariasi antara lain kuning, putih, merah/orange dan merah hampir hitam (Tobing, dkk, 1995). Biji dari sebuah tongkol jagung memiliki ukuran, bobot dan bentuk yang bervariasi. Umumnya, di pangkal tongkol berukuran besar, pada bagian tengah tongkol ukuran biji hampir seragam, dan berukuran kecil pada ujung. Semakin ke pangkal bobot biji semakin besar. Keragaman ini disebabkan waktu terjadinya fertilisasi yang bergantung pada posisi biji di tongkol. Biji yang berada di sekitar satu atau dua inci dari pangkal adalah yang pertama kali terbentuk. Pembentukan biji akan berlanjut hingga ujung tongkol. Biji pada ujung tongkol baru terbentuk empat hingga enam hari setelah biji pada pangkal terbentuk. (Iowa State University, 2008). Akumulasi fotosintat yang diakumulasikan tergantung pada masa pengisian biji di samping jumlah sel yang terbentuk dalam biji (Sitompul dan Guritno, 1995). Dalam pertumbuhan biji jagung tropik selama fase linear dapat melebihi penyediaan asimilat dari fotosintesis yang terjadi dan kekurangannya dipenuhi dari asimilat yang disimpan sebelumnya. Lamanya pertumbuhan biji juga mempengaruhi hasil. Hasil biji dapat dibatasi karena lamanya pertumbuhan biji sangat pendek untuk memanfaatkan sepenuhnya asimilat yang telah ditimbun dalam batang (Fischer dan Palmer, 1992). Produktifitas tanaman bergantung pada sifat keturunan dan lingkungan. Sebagai contoh, fotorespirasi merupakan salah satu sifat keturunan yang dapat mengurangi produktiftas tanaman. Faktor lingkungan yang mempengaruhi
Universitas Sumatera Utara
produktifitas tanaman adalah suhu, cahaya (intensitas, kualitas dan waktu pencahayaan) (Rost, et al., 2006). Banyaknya jumlah kultivar dapat dibedakan dengan waktu matangnya, jagung memiliki toleransi yang tinggi terhadap kondisi
temperatur.
Ini dicirikan
dengan
jalur
fotosintesis
siklus
C4
(www.proseanet.org, 2008).
Syarat Tumbuh
Iklim Walaupun asal tanaman jagung berada di daerah tropis tetapi karena banyak sekali tipe-tipe dan variasi sifat-sifat yang dimilikinya sehingga jagung dapat
menyebar
luas
dan
dapat
tumbuh
baik
pada
berbagai
iklim
(Tobing, dkk, 1995). Pertumbuhan terbaik jagung yaitu tumbuh di daerah dengan suhu khusus antara 21—30°C pada saat perbungaan jantan. Suhu minimum untuk perkecambahan adalah 10°C. Tanaman ini memerlukan temperatur harian ratarata sekurang-kurangnya 20°C untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Waktu perbungaan dipengaruhi oleh fotoperiode dan suhu. Jagung di pertimbangkan menjadi tanaman hari pendek (www.proseanet.org, 2008). Jagung dapat ditanam mulai dari dataran rendah sampai di daerah pegunungan yang memiliki ketinggian antara 1000-1800 m dpl. Daerah dengan ketinggian optimum antara 0-600 m dpl merupakan ketinggian yang baik bagi pertumbuhan tanaman jagung (BPP Teknologi, 2007). Kekurangan air dalam waktu singkat pada umumnya dapat di tolerir, dan hanya berpengaruh kecil terhadap perkembangan biji. Namun, kekurangan air
Universitas Sumatera Utara
yang berkepanjangan setelah penyerbukan dapat menurunkan bobot kering biji secara nyata. Pada kondisi tersebut, pertumbuhan biji sebagian disokong oleh mobilisasi asimilat yang tersimpan di batang (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998). Tanah Jagung dapat tumbuh pada beragam jenis tanah. Hal utama yang menyebabkan produksi yang tidak baik pada pertanaman di daerah tropis adalah produktivitas tanah yang rendah, dan beberapa hal yang dapat meningkatkan produksi dengan pembukaan areal baru (Leagreid, et al., 1999). Jagung tidak memerlukan persyaratan tanah yang khusus. Supaya dapat tumbuh optimal, tanah harus gembur, subur, dan kaya humus. Tanaman jagung membutuhkan tanah dengan aerasi dan ketersediaan air dalam kondisi baik (Prihatman, 2000). Tanah liat sangat lebih disukai karena mampu menahan lengas yang baik. Tanaman ini peka terhadap tanah masam dan agak toleran terhadap kondisi basa (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998). Keasaman tanah erat hubungannya dengan ketersediaan unsur-unsur hara. Keasaman tanah yang baik bagi pertumbuhan jagung adalah pH antara 5,6-7,5 (Prihatman, 2000).
Varietas
Varietas adalah individu tanaman yang memiliki sifat yang dapat dipertahankannya setelah melewati berbagai proses pengujian keturunan. Varietas berdasarkan teknik pembentukannya dibedakan atas varietas hibrida, varietas sintetik dan varietas komposit (Mangoendidjojo, 2003).
Universitas Sumatera Utara
Varietas unggul jagung dikelompokkan ke dalam varietas unggul bersari bebas, dan varietas unggul hibrida. Masing-masing varietas memiliki keragaan umur panen, produksi dan ketahanan terhadap hama dan penyakit yang berbeda (Roesmarkam, 2006). Varietas jagung sintetik adalah jenis bersari bebas atau komposit yang dibentuk dari hasil saling silang dari sejumlah tetua galur (inbrida) murni. Galurgalur murni dihasilkan dari kegiatan silang sendiri (selfing) beberapa generasi dari program perbaikan populasi atau program jagung hibrida. Kegiatan pemuliaan untuk membentuk varietas sintetik terdiri atas beberapa tahap. Setiap tahap
melibatkan kegiatan
evaluasi
yang
menghasilkan
bahan
terpilih
(Yasin dan Kasim, 2003). Pembentukan varietas hibrida memanfaatkan adanya inkompabilitas. Inkompabilitas adalah terjadinya penyerbukan yang tidak berlanjut ke proses pembuahan karena faktor-faktor fisiologis; pada waktu serbuk sari jatuh pada kepala putik, tidak terbentuk tabung yang mengantarkan inti jantan untuk bertemu inti betina (Mangoendidjojo, 2003). Perbedaan susunan genetik merupakan salah satu faktor penyebab keragaman penampilan tanaman. Program genetik –suatu untaian genetik yang akan diekspresikan pada suatu fase atau keselurahan pertumbuhan- yang berbeda dapat diekspresikan pada berbagai sifat tanaman yang mencakup bentuk dan fungsi tanaman yang menghasilkan keragaman pertumbuhan tanaman. Keragaman penampilan tanaman akibat perbedaan susunan genetik selalu dan mungkin terjadi sekalipun
tanaman
yang
berasal
dari
jenis
yang
sama
(Sitompul dan Guritno, 1995).
Universitas Sumatera Utara
Perbedaan kondisi lingkungan memberikan kemungkinan munculnya variasi yang akan menentukan penampilan akhir dari tanaman tersebut. Bila ada variasi yang timbul atau tampak pada populasi tanaman yang ditanam pada kondisi lingkungan yang sama maka variasi tersebut merupakan variasi atau perbedaan
yang
berasal
dari
genotip
individu
anggota
populasi
(Mangoendidjojo, 2003). Strategi pemuliaan tanaman jagung untuk mendapatkan varietas unggul baru adalah dengan cara persilangan dan seleksi berulang sebagai usaha pemuliaan jangka panjang, introduksi dari luar negeri dan perbaikan populasi, serta seleksi untuk stabilitas hasil dilakukan pada berbagai sentra produksi jagung ( Mejaya, dkk, 2004)
Seleksi
Seleksi ialah memilih serta mencari keturunan tanaman yang memiliki karakter baik, yang berguna untuk meningkatkan hasil serta mutunya. Karakterkarakter baik ditentukan oleh genotip, tetapi ekspresinya dipengaruhi oleh faktor lingkungan (Yatim, 1986). Seleksi merupakan dasar dari program perbaikan varietas untuk mendapatkan varietas unggul baru. Beberapa parameter genetik yang dapat digunakan sebagai pertimbangan seleksi efektif dan efisien adalah variabilitas genetik, heritabilitas, korelasi, dan pengaruh dari karakter-karakter yang erat hubungannya dengan hasil (Takdir, 2007). Dalam program pemuliaan tanaman, kegiatan seleksi untuk memperbesar untuk mendapatkan kultivar/klon unggul perlu dilakukan uji sebanyak mungkin
Universitas Sumatera Utara
terhadap genotipe-genotipe baru. Perbaikan genotipe tanaman pada dasarnya tergantung pada tersedianya suatu populasi yang individunya memiliki susunan genetis berbeda dan keefektifan seleksi terhadapa populasi tersebut. Sebelum menetapkan metode seleksi yang akan dilakukan dan kapan seleksi dilaksanakan perlu diketahui berapa besar variabilitas genetik (Alnopri, 2004). Varibilitas genetik yang luas menunujukkan adanya pengaruh genotip yang dominan sehingga sangat menunjang seleksi terhadap karakter yang diinginkan dari genotip yang diuji (Azrai dan Kasim, 2003). Kriteria penyeleksian secara fenotip berdasarkan hubungan individu dengan keturunan, keluarga turunannya. Kriteria seleksi tersebut digunakan untuk menduga nilai perkawinan dari suatu individu. Kedua, kriteria seleksi berdasarkan daya gabung sebagai nilai rata -rata penampilan fenotip (Tomar, 2002). Terdapat dua bentuk seleksi untuk meningkatkan sifat tanaman yakni, pertama seleksi antara populasi yang sudah ada untuk peningkatan sifat yang diinginkan, dan kedua seleksi dalam populasi untuk memperoleh tanaman yang digunakan guna menciptakan varietas atau galur yang baru. Untuk yang kedua, populasi yang dimaksud berupa keturunan dari hasil persilangan yang biasanya terdiri dari tanaman hasil segregasi (Poespodarsono, 1988) Efektivitas suatu seleksi untuk memperbaiki suatu sifat sangat bergantung pada nilai heritabilitas (h2), intensitas seleksi dan ragam fenotip dari populasi seleksi. Karakter dengan nilai heritabilitas tinggi memberikan respon seleksi tidak sama untuk setiap siklus dengan karakter berbeda (Allard, 1995). Heritabilitas merupakan parameter yang digunakan untuk seleksi pada lingkungan tertentu, karena heritabilitas merupakan gambaran apakah suatu karakter lebih dipengaruhi
Universitas Sumatera Utara
faktor genetik atau faktor lingkungan. Sifat yang digunakan untuk seleksi sebaiknya mempunyai nilai heritabilitas tinggi, sebab sifat tersebut akan mudah diwariskan dan seleksi dapat dilakukan pada generasi awal (Hadiati et al., 2003)
Selfing
Penyerbukan sendiri adalah perpindahan serbuk sari dari anther ke stigma dalam satu bunga, atau kepada stigma bunga lain pada satu tumbuhan yang sama, atau tumbuhan lain dengan klon yang sama. Penyerbukan dalam tumbuhan yang secara genetik identik dari suatu lini inbred akan memberikan hasil yang sama dengan
penyerbukan
stigma-stigma
dari
bunga
pada
satu
tumbuhan
(Poehlman and Sleper, 1995). Tanaman yang menyerbuk sendiri memiliki kehomozigotan yang tinggi, karena gen-gen yang dimilikinya berasal dari tetua yang sama (Stern, et al., 2003). Pengaruh dari penyerbukan sendiri tidak ditemui pada tanaman menyerbuk-sendiri secara alami. Akibat yang paling sering diamati dari penyerbukan sendiri adalah berkurangnya nilai rataan fenotip yang ditunjukkan oleh sifat-sifat yang berhubungan dengan kemampuan reproduktif atau efisiensi fisiologis. Dapat dikatakan penyerbukan sendiri dapat mengurangi ketegaran (Falconer, 1985). Tanaman jagung mempunyai komposisi genetik yang sangat dinamis karena cara penyerbukan bunganya menyilang. Fiksasi gen-gen unggul (favorable genes) pada genotipe yang homozigot justru akan berakibat depresi inbreeding yang menghasilkan tanaman kerdil dan daya hasilnya rendah. Tanaman yang vigor, tumbuh cepat, subur, dan hasilnya tinggi justru diperoleh dari tanaman yang komposisi genetiknya heterozigot Penyerbukan sendiri atau silang dalam pada
Universitas Sumatera Utara
tanaman menyerbuk silang akan mengakibatkan terjadinya segregasi pada lokus yang heterozigot, frekuensi genotipe yang homozigot bertambah, dan genotipe heterozigot berkurang. Hal tersebut akan menyebabkan penurunan vigor dan produktivitas tanaman, atau disebut juga depresi silang dalam (inbreeding depression) (Takdir, 2007). Silang dalam (inbreeding) menghasilkan kehomozigotan. Oleh inbreeding terus-menerus, kehomozigotan makin meningkat antara individu suatu populasi atau antara gen dalam satu individu. Kehomozigotan ini akan melemahkan individu-individunya terhadap perubahan lingkungan, dan variasi semakin sedikit. Inbreeding menuju kepada stabilisasi varietas suatu spesies, karena genotipe makin sama pada individu-individu populasi, dan dalam tiap individu makin banyak gen yang homozigot (Yatim, 1986). Untuk tujuan perkembangan hibridisasi lini silang dalam dinilai sebagai komponen tetua potensial dari keturunan yang berasal dari kelompok heterosis campuran (Stojakovic, et al., 2005). Inbrida sebagai tetua hibrida memiliki tingkat homozigositas yang tinggi. Inbrida jagung diperoleh melalui penyerbukan sendiri (selfing) atau melalui persilangan antarsaudara. Inbrida dapat dibentuk menggunakan bahan dasar varietas bersari bebas atau hibrida dan inbrida lain. Pembentukan inbrida dari varietas bersari bebas atau hibrida pada dasarnya melalui seleksi tanaman dan tongkol selama silang diri (Takdir, dkk, 2007).
Heritabilitas
Heritabilitas adalah proporsi dari variasi sifat-sifat yang diwarisikan kepada keturunan. Jika perbandingan variasi genetik dengan variasi lingkungan pada keturunan tinggi, maka heritabilitas akan tinggi; atau jika perbandingan
Universitas Sumatera Utara
variasi genetik dengan variasi lingkungan pada keturunan rendah, maka heritabilitas akan rendah (Poehlman and Sleper, 1995). Nilai duga heritabilitas merupakan suatu ukuran sampai sejauh mana fenotipe yang tampak sebagai akibat refleksi genotipe, atau hubungan antara variabilitas genetik dengan variabilitas fenotipiknya (Azrai, dkk, 2006). Nilai duga heritabilitas yang tinggi dapat diperoleh jika pengaruh lingkungan kecil atau variabilitas genetik luas dan variabilitas fenotipiknya sempit. Sebaliknya jika variabilitas genetik sempit dan variabilitas fenotipik luas, maka nilai duga heritablitas yang diperoleh rendah (Azrai dan Kasim, 2003). Salah satu peran penting dari heritabilitas yakni untuk mengekspresikan nilai uji dari fenotip sebagai panduan untuk memprediksi nilai pemuliaan. Hanya nilai fenotip individu yang dapat diukur secara langsung, tapi nilai pemuliaannya menentukan pengaruhnya pada generasi berikut. Karenanya, jika seorang pemulia memilih tetua persilangan berdasarkan karakter fenotip, keberhasilannya dalam mengubah
karakteristik
populasi
dapat
diprediksi
dari
heritabilitas
(Falconer, 1985). Heritabilitas suatu karakter merupakan besaran yang menunjukkan suatu karakter dapat diwariskan ke keturunanya, yang merupakan proposi dari total keragaman fenotipe yang disebabkan oleh faktor genetik (Sutoro, dkk, 2006). Fenotip merupakan interaksi antara genotip dengan lingkungan. Ini berarti bahwa besaran fenotip sebagian ditentukan oleh pengaruh genotip dan sebagian pengaruh lingkungan. Untuk dapat menaksir peran genotip dan lingkungan dapat dihitung melalui keragaman fenotip pada suatu populasi (Poespodarsono, 1988). Tanaman dan lingkungannya merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Untuk dapat berkembang dengan baik dan menyelesaikan siklus
Universitas Sumatera Utara
hidupnya secara lengkap, tanaman membutuhkan keadaan lingkungan tumbuh yang optimum untuk mengekspresikan program genetiknya secara penuh. Tanaman akan melakukan adaptasi terhadap perubahan lingkungan diluar asalkan keadaan
lingkungan
tidak
melebihi
batas
fisiologis
proses
kehidupan
(Sitompul dan Guritno, 1995). Salah satu faktor yang paling penting dalam merumuskan rencana pemuliaan yang efektif untuk memperbaiki kualitas genetik dari tanaman budidaya adalah suatu pengetahuan mengenai kontribusi relatif yang diberikan oleh gen-gen terhadap variabilitas suatu sifat yang dipersoalkan. Variabilitas nilainilai fenotip bagi suatu sifat kuantitatif dapat, sekurang-kurangnya dalam teori, dibagi dalam komponen-komponen genetik dan non genetik (lingkungan). σ2p = σ2g + σ2e Heritabilitas (diberi simbol h2) adalah proporsi dari variansi fenotip total yang disebabkan oleh efek gen. h2 =
Heritabilitas dari suatu sifat tertentu berkisar dari 0 sampai 1(Stansfield, 2005). Nilai heritabilitas secara teoritis berkisar 0 sampai 1. Nilai 0 ialah bila seluruh variasi yang terjadi disebabkan oleh faktor lingkungan, sedangkan nilai 1 ialah bila seluruh variasi disebabkan oleh faktor genetik. Dengan demikian nilai heritabilitas terletak pada kedua nilai ekstrim tersebut (Welsh, 2005).
Universitas Sumatera Utara
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan pada lahan di Jalan Abdullah Lubis Medan yang terletak pada ketinggian tempat + 25 meter diatas permukaan laut. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Mei 2008 sampai dengan bulan September 2008.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah benih jagung varietas Bayu, Lagaligo, Wisanggeni, Lamuru, Arjuna, Srikandi Kuning-1, pupuk urea, TSP dan KCl, insektisida, fungisida, kantong plastik ukuran 3 kg dan bahan-bahan lain yang mendukung penelitian ini. Alat-alat yang digunakan adalah cangkul sebagai alat untuk mengolah lahan, gembor berfungsi sebagai alat untuk menyiram tanaman, handsprayer untuk mengaplikasikan insektisida dan fungisida, meteran untuk mengukur tinggi tanaman, timbangan untuk menimbang bobot biji, papan nama, papan perlakuan, pacak sampel, serta alat-alat lain yang mendukung penelitian ini.
Metode Penelitian
Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) non faktorial yang terdiri dari enam varietas. V1 = Bayu V2 = Lagaligo V3 = Wisanggeni
Universitas Sumatera Utara
V4 = Lamuru V5 = Arjuna V6 = Srikandi Kuning-1 Jumlah Ulangan Perlakuan
: 4 ulangan
Ukuran Plot
: 24 plot
Jarak Tanam
: 70 cm x 20 cm
Luas Plot
: 100 cm x 100 cm
Jumlah Tanaman Per Plot
: 6 tanaman
Jumlah Tanaman Sampel Per Plot
: 4 tanaman
Jumlah Tanaman Seluruhnya
: 144 tanaman
Model Linear yang digunakan untuk rancangan acak kelompok nonfaktorial ini adalah : Yij = µ + ρi + αj+ εij i = 1,2,3,4
j = 1,2,3,4,5,6
Dimana : Yij
::
Nilai pengamatan blok ke-i dalam perlakuan ke-j
µ
: Nilai rata-rata
ρi
: Efek blok ke-i
αj
: Efek perlakuan ke-j
εij
: Pengaruh random terhadap blok ke-i pada perlakuan ke-j Apabila hasil sidik ragam berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji jarak
berganda Duncan (UJBD) dengan taraf 5% (Bangun, 1991).
Universitas Sumatera Utara
Untuk menganalisis apakah hasil peubah amatan merupakan keragaman fenotip disebabkan lingkungan atau genotip, maka digunakan pengujian heritabilitas (Stansfield, 2005). Tabel 1. Nilai Harapan Kuadrat Tengah Pada Analisis Rak Non-faktorial
Sumber Keragaman Genotipe Ulangan Error Total
Derajat Bebas (db)
Jumlah Kuadrat (JK)
Kuadrat Tengah (KT)
Estimasi Kuadrat Tengah (EKT)
a-1 b-1 (a-1) (b-1) (ab)-1
JKg JKu JKe JKp
KTe KTu KTe
σ 2e + b σ 2g σ 2e + a σ 2u σ 2e
h2 = σ2g / σ2p Dimana : H2 = Nilai duga heritabilitas σ2g = varian genotip σ2p = varian fenotip σ2p = KTP – KTE / b σ2p = σ2g + σ2e , dimana σ2e = KT galat Kriteria nilai heritabilitas menurut Stansfield (2005) : heritabilatas tinggi > 0,5 heritabilatas sedang = 0,2 – 0,5 heritabilatas rendah < 0,2
Universitas Sumatera Utara