TINJAUAN PUSTAKA Bangsa Sapi Bangsa (breed) sapi adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tersebut, dapat dibedakan dari ternak lainnya meskipun masih dalam spesies yang sama. Karakteristik yang dimiliki dapat diturunkan ke generasi berikutnya. Menurut Romans et al., (1974) serta Blakely dan Bade (1992) bangsa sapi mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut : Phylum
: Chordata
Subphylum
: Vertebrata
Class
: Mamalia
Sub class
: Theria
Infra class
: Eutheria
Ordo
: Artiodactyla
Sub ordo
: Ruminantia
Infra ordo
: Pecora
Famili
: Bovidae
Genus
: Bos
Group
: Taurinae
Spesies
: Bos taurus Bos indicus Bos sondaicus
Sapi Potong Sapi tipe potong adalah sapi-sapi yang mempunyai kemampuan untuk memproduksi daging dengan cepat, pembentukan karkas baik dengan komposisi perbandingan protein dan lemak seimbang hingga umur tertentu. Sapi-sapi yang termasuk tipe sapi potong diantaranya: Sapi Brahman, Ongole, Sumba Ongole (SO), Hereford, Shorthorn, Brangus, Aberdeen Angus, Santa Gertrudis, Droughtmaster, Australian Commercial Cross (ACC), Sahiwal Cross, Limousin, Simmental dan Peranakan Ongole (PO). Sapi Brahman, Ongole, SO dan PO
3
merupakan sapi potong spesies Bos Indicus yang mampu bertahan hidup pada kondisi lingkungan panas. Sapi Brahman Cross (BX) Sapi Brahman merupakan bangsa sapi yang dibentuk di Amerika Serikat dari hasil persilangan empat bangsa sapi India, yaitu Nellore Ongole, Kankrey, Krishna Valley, dan Gir (Hardjosubroto dan Astuti, 1993). Menurut Ensminger (1991) ciri fisik sapi Brahman ditandai dengan adanya kelasa yang cukup besar melampaui bahu, kulit yang menggantung di bawah kerongkongan dan gelambir yang panjang, serta mempunyai kaki panjang dan telinga menggantung. Sapi Brahman yang berada di daerah Australia jarang diternakkan secara murni, tetapi banyak disilangkan dengan sapi Hereford-Shorthorn (SH). Hasil persilangan ini kemudian dikenal dengan Brahman Cross (BX). Sapi ini biasanya diseleksi berdasarkan kecepatan pertumbuhan dan daya tahan terhadap caplak (Direktorat Jenderal Peternakan, 1986). Sapi Brahman Cross (BX) yang dipelihara dengan sistem feedlot dengan perbandingan konsentrat dan hijauan masing-masing 85% dan 15% menghasilkan pertambahan bobot badan harian sebesar 0,8-1,2 kg/ekor/hari dengan persentase bobot karkas 53,21% (Ngadiyono, 1995). Selanjutnya dinyatakan bahwa pertambahan bobot badan harian sapi Brahman Cross (BX) sebesar 0,78 kg dapat menghasilkan persentase bobot karkas sebesar 54,18%. Direktorat Jenderal Peternakan (1986) menyatakan bahwa Sapi Brahman Cross (BX) banyak digunakan sebagai sapi bakalan di Indonesia dikarenakan memiliki beberapa keunggulan, antara lain memiliki daya tahan terhadap panas dan kemampuan untuk dapat beradaptasi dengan baik di daerah tropis, memiliki daya tahan terhadap ektoparasit terutama caplak. Sapi Heifer Heifer adalah sapi betina dara yang belum mempunyai anak dan biasanya berumur kurang dari 3 tahun. Pemeliharaan sapi heifer perlu ditingkatkan melalui efesiensi biaya pakan (Direktorat Jenderal Peternakan, 2007). Kuswandi et al. (2003) menyatakan sapi dara dikawinkan pertama minimal memiliki bobot badan 250 kg namun jarang tercapai pada umur 15 bulan. Hal ini diduga disebabkan oleh
4
rendahnya potensi pertumbuhan calon induk atau kurang terpenuhinya pakan. Pertambahan bobot badan harian sapi dara yang optimal yaitu 0,5 kg/hari dapat tercapai apabila jumlah pemberian bahan kering pakan pada sapi dara adalah 3% dari berat badan (Umiyasih et al., 2003). Menurut penelitian Kearl (1982) pertumbuhan ideal sapi dara dengan pertambahan bobot badan harian (PBBH) 0,5 kg/hari membutuhkan protein kasar sekitar 291 g dan energi metabolis sebesar 5,99 Mkal bila berat badanya 100 kg. Perlakuan flushing (2% konsentrat per bobot badan) pada sapi dara turunan Brahman dapat meningkatkan produktivitas pertambahan bobot badan harian dan diikuti oleh perbaikan performans reproduksi (Thalib et al., 2001). Pertumbuhan Ternak Definisi pertumbuhan yang paling sederhana adalah perubahan ukuran yang meliputi berat hidup, bentuk, dimensi, linier dan komposisi tubuh, termasuk perubahan komponen-komponen tubuh seperti otot, lemak, tulang dan organ serta komponen-komponen kimia, terutama air, lemak, protein dan abu pada karkas. Pertumbuhan seekor ternak merupakan kumpulan dari pertumbuhan bagianbagian komponennya. Pertumbuhan komponen-komponen tersebut berlangsung dengan kadar laju yang berbeda, sehingga perubahan ukuran komponen menghasilkan diferensiasi atau pembedaan karakteristik individual sel dan organ. Diferensiasi menghasilkan perbedaan morfologis atau kimiawi, misalnya perubahan sel-sel embrio menjadi sel-sel otot, tulang, hati, jantung, ginjal, otak, saluran pencernaan, organ reproduksi dan alat pernafasan (Soeparno, 2005). Pertumbuhan dan distribusi komponen-komponen tubuh seperti tulang, otot dan lemak berlangsung secara gradual yaitu tulang meningkat pada laju pertumbuhan maksimal awal, kemudian diikuti oleh otot dan terakhir oleh lemak yang meningkat dengan pesat (Swatland, 1984). Pendapat lain menyatakan pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor genetik, pakan, jenis kelamin, hormon dan kastrasi, serta lingkungan dan manajemen (Aberle et al., 2001). Pertumbuhan ternak pada jenis kelamin yang berbeda, laju pertumbuhannya juga berbeda. Pertumbuhan pada ternak jantan biasanya tumbuh lebih cepat dan pada umur yang sama mempunyai bobot tubuh lebih berat dibandingkan dengan ternak betina (Hammond et al., 1984). 5
Menurut Atmodjo et al. (1981), kecepatan pertumbuhan sapi BX (0,42 kg/hari). Kearl (1982) berpendapat pertumbuhan ideal sapi dara dengan pertambahan bobot badan harian (PBBH) 0,5 kg/hari. Ngadiyono (1995), pertumbuhan dapat dilihat pada pertambahan bobot badan per unit waktu. Pertambahan bobot badan harian sapi Brahman Cross (BX) yang dipelihara secara intensif adalah 0,78 kg/ekor/hari. Penggemukan Sapi Potong Penggemukan adalah suatu usaha pemeliharaan sapi yang bertujuan untuk mendapatkan produksi daging berdasarkan peningkatan bobot badan tinggi melalui pemberian pakan yang berkualitas dan dengan waktu yang sesingkat mungkin. Secara umum penggemukan sapi dapat dilakukan secara dikandangkan feedlot fattening dan di padang rumput pasture fattening. Jumlah keuntungan yang akan diperoleh dari penjualan sapi yang digemukkan tergantung pada pertambahan bobot badan yang dicapai dalam proses penggemukan, lama penggemukan dan harga daging (Siregar, 2003). Sistem penggemukan sapi di Indonesia semakin berkembang mulai dari penggemukan secara tradisional maupun secara feedlot. Menurut Siregar (2003), metoda penggemukan sapi dipengaruhi oleh jenis pakan, luas lahan yang tersedia, umur dan kondisi sapi yang akan digemukkan serta lama penggemukan. Penggemukan sapi diluar negeri dikenal dengan sistem pasture fattening, dry lot fattening dan kombinasi keduanya, sedangkan di Indonesia dikenal dengan sistem kereman. Bahan Pakan Ternak Pakan adalah segala sesuatu yang dapat dimakan dan dapat dicerna sebagian atau seluruhnya tanpa mengganggu kesehatan ternak yang memakannya (Tillman et al., 1998), konsentrat mengandung serat kasar lebih rendah daripada hijauan dan mengandung karbohidrat, protein dan lemak yang relatif tinggi tetapi jumlahnya bervariasi dengan kandungan air yang relatif sedikit (Williamson dan Payne, 1993). Hijauan Hijauan merupakan bahan pakan yang mengandung serat kasar yang tinggi. Hijauan memiliki kandungan serat kasar lebih dari 18% dalam bahan 6
kering. Serat kasar merupakan komponen utama dari dinding sel hijauan, komponen ini sangat susah untuk dicerna (Field, 2007). Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) atau disebut juga rumput napier, merupakan salah satu jenis hijauan pakan ternak yang berkualitas dan disukai ternak. Menurut Sutanmuda (2008), rumput gajah dapat hidup di berbagai tempat (0-3000 dpl), tahan lindungan, respon terhadap pemupukan dan tingkat kesuburan tanah yang tinggi. Konsentrat Bahan pakan penguat ini meliputi bahan pakan yang berasal dari bijibijian seperti jagung giling, menir, bulgur, hasil ikutan pertanian atau pabrik seperti dedak, bekatul, bungkil kelapa sawit, tetes dan berbagai umbi. Fungsi konsentrat ini adalah meningkatkan dan memperkaya nilai gizi pada bahan pakan lain yang nilai gizinya rendah. Pemberian pakan konsentrat dalam ransum dapat meningkatkan produktivitas sapi. Parakkasi (1999) menyatakan bahwa pemberian konsentrat dengan jumlah besar akan meningkatkan jumlah energi ransum dan dapat menurunkan tingkat konsumsi pakan. Rasio pemberian konsentrat yang digunakan pada pemeliharaan intensif yaitu 60% konsentrat dan 40% hijauan (Blakely dan Bade, 1992). Parakkasi (1999) menyatakan bahwa sapi dewasa (finish-sedang) dapat mengkonsumsi pakan dalam bahan kering sebesar 1,4%, sedangkan untuk sapi yang lebih besar mencapai 3% dari bobot badan. Kebutuhan protein sapi betina yaitu sebesar 10 – 12 % dari ransum. Konsumsi Pakan Konsumsi pada umumnya diperhitungkan sebagai jumlah makanan yang dimakan oleh ternak, yang kandungan zat makanan didalammya digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan untuk keperluan produksi ternak tersebut (Tillman et al., 1998). Parakkasi (1999) menegaskan bahwa konsumsi pakan merupakan faktor penting untuk menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan maka dapat ditentukan kadar zat makanan dalam pakan untuk memenuhi hidup pokok dan produksi. Konsumsi pakan sangat dipengaruhi oleh jenis kelamin, besarnya tubuh, keaktifan dan kegiatan pertumbuhan atau produktivitas lainnya yaitu suhu dan
7
kelembaban udara. Suhu udara yang tinggi maka konsumsi pakan akan menurun karena konsumsi air minum yang tinggi berakibat pada penurunan konsumsi energi (Siregar, 1984). Konsumsi juga sangat dipengaruhi oleh palatabilitas yang tergantung pada beberapa hal yaitu penampilan dan bentuk makanan bau, rasa, tekstur dan suhu lingkungan (Church dan Pond, 1988). Konversi Pakan Konversi pakan merupakan jumlah pakan yang dikonsumsi untuk mendapatkan kenaikan satu satuan bobot hidup. Konversi pakan dapat digunakan untuk mengetahui efesiensi produksi karena erat kaitannya dengan biaya produksi. Semakin rendah nilai konversi pakan maka efesiensi penggunaan pakan makin tinggi. Konversi pakan ditentukan berdasarkan beberapa faktor yaitu suhu lingkungan, potensi genetik, nutrisi pakan, kandungan energi dan penyakit (Parakkasi, 1999). Menurut Ngadiyono (2000), sapi BX yang diberi ransum 80% konsentrat: 5% ampas bir: 15% rumput raja, konversi pakannya paling bagus pada lama penggemukan 2 bulan yaitu 8,34 jika dibandingkan dengan lama penggemukan 3 dan 4 bulan yang sebesar 9,70 dan 11,52. Karkas Karkas domba, sapi dan babi merupakan bagian tubuh tanpa darah, kepala, kaki, kulit, saluran pencernaan, intestine, kantung urine, jantung, trakea, paruparu, ginjal, limpa, hati dan jaringan lemak (yang melekat dalam tubuh ternak). Menurut Soeparno (1992) ginjal, lemak pelvis, otot diafragma dan ekor sering diikutkan pada karkas. Hasil karkas umumnya dinyatakan dalam persentase karkas, yaitu perbandingan antara bobot karkas dengan bobot potong yang dinyatakan dalam persen (Forrest et al., 1975).
Menurut
Soeparno (2005),
persentase karkas rata-rata pada sapi adalah 50% dari bobot potong. Nilai karkas dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin atau tipe ternak, bobot potong, pakan dan jumlah lemak intramuskular atau marbling. Komponen utama karkas terdiri atas tulang, daging dan lemak. Tulang sebagai kerangka tubuh merupakan komponen yang tumbuh dan berkembang paling dini, kemudian disusul oleh daging atau otot, dan terakhir adalah jaringan
8
lemak (Forrest et al., 1975). Meningkatnya persentase lemak karkas menyebabkan persentase otot dan tulang menurun. Menurut Tulloh (1978), proporsi komponen karkas stersebut dipengaruhi oleh umur, bangsa, pakan, penyakit dan cekaman. Jenis kelamin mempengaruhi pertumbuhan jaringan dan komposisi karkas. Menurut Berg dan Butterfield (1976), sapi dara menyelesaikan fase penggemukan pada bobot yang lebih rendah bila dibandingkan dengan sapi kebiri dan sapi kebiri menyelesaikan fase terebut pada bobot yang lebih rendah dari sapi jantan. Bobot potong optimal lebih kecil pada sapi dara dan lebih besar pada sapi jantan bila dibandingkan dengan sapi kebiri atau kastrasi. Penggemukan sapi pejantan memerlukan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan sapi dara atau kebiri. Perbedaan komposisi tubuh dan karkas terutama disebabkan oleh perbedaan ukuran atau bobot pada saat dewasa, misalnya bila perbandingan komposisi karkas antara bangsa tipe besar dan tipe kecil didasarkan pada bobot yang sama, maka bangsa tipe besar akan lebih besar perdagingannya dan lebih banyak mengandung protein, proporsi tulangnya lebih tinggi dan proporsi lemak lebih rendah daripada sapi tipe kecil (Black, 1983). Pola pertumbuhan komponen karkas diawali dengan pertumbuhan tulang yang cepat kemudian setelah pubertas laju pertumbuhan otot menurun dan deposisi lemak meningkat. Meningkatnya persentase bobot lemak karkas menyebabkan persentase daging dan tulang menurun. Charles (1987) menyatakan bahwa secara umum setiap peningkatan 3% lemak karkas akan diikuti penurunan otot 2% dan tulang 1%. Berdasarkan penelitian Kurniawan (2005) sapi BX yang dipelihara selama dua bulan (feedlot) rata-rata bobot badan awal 279,68 kg memiliki bobot karkas rata-rata 193,78 kg. Bobot karkas tersebut diperoleh dari sapi dengan bobot potong rata-rata 388,80 kg dengan kisaran 317-463 kg, dikatakan bahwa persentase bobot karkas sapi BX panas rata-rata 49,86% (Kurniawan, 2005).
9