4
TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Padi Varietas Ciherang Padi (Oriza sativa L.) termasuk famili Gramineae. Saat ini terdapat banyak varietas padi hasil persilangan yang telah dikembangkan oleh para peneliti Indonesia yang mampu menghasilkan produktifitas tinggi. Salah satu varietas padi yang telah dihasilkan dan banyak digunakan oleh petani di jawa barat yaitu varietas ciherang. Padi sawah varietas Ciherang termasuk ke dalam golongan padi yaponika atau istilah lokalnya disebut padi cere. Ciri padi sawah varietas Ciherang yaitu tanamannya tegak, dengan posisi daun dan daun benderanya tegak. Daunnya berwarna hijau dengan muka daun kasar bagian bawah serta daun telinga berwarna putih. Batang, dan kaki tanaman berwarna hijau, dengan tinggi tanaman mencapai 107-115 cm. Varietas yang dilepas tahun 2000 ini mampu memiliki anakan produktif sebanyak 14-17 batang per rumpun dan umur tanamannya 116125 hari (BBPADI, 2007). Padi yang cocok ditanam pada musim hujan dan kemarau dengan ketinggian di bawah 500 m dpl ini, mampu tahan terhadap serangan hama wereng coklat biotipe 2 dan 3 serta tahan terhadap serangan penyakit yang ditimbulkan oleh bakteri hawar daun (HDB) strain III dan IV. Potensi produksi padi sawah varietas Ciherang berkisar antara 5 - 8,5 t/ha dengan rata-rata produksinya 6-7 ton/ha. Bentuk gabahnya panjang dan ramping dan warnanya kuning bersih. Gabahnya tidak mudah rontok, dengan tingkat kerontokan dan kerebahan sedang. Padi sawah varietas ciherang menghasilkan beras dengan kadar amilosa 23% dan bila telah dimasak, memiliki tekstur nasi yang pulen (BBPADI, 2007). Karakteristik Nutrimars Nutrimars adalah sebuah produk yang bermanfaat untuk tanaman maupun hewan; berfungsi sebagai nutrisi, baik bagi tanaman, mikroorganisme tanah, maupun hewan. Cara kerja Nutrimars adalah dengan menjadikan penyerapan unsur hara oleh tanaman atau makhluk hidup menjadi stabil dan berada dalam keseimbangan, sehingga memberikan efektivitas dan produktivitas yang baik (Anon., 2009). Formula Nutrimars diperoleh dari hasil riset bertahun-tahun oleh peneliti Mars Agro Indonesia, dan dikembangkan dari materi-materi yang berasal dari tanaman, olahan pertanian, limbah organik yang ramah lingkungan maupun sampah organik. Produk ini dihasilkan melalui 17 tahapan proses yang dilakukan dengan mesin otomatis, dibuat dari bahan baku yang bersifat organik sesuai standar mutu yang ditetapkan dan disempurnakan dengan penambahan
5 mikroborganisme yang bermanfaat dengan tingkat kemurnian dan homogenitasnya. Dengan tujuan untuk mempermudah aplikasi, Mars Agro Indonesia memproduksi Nutrimars dalam 4 jenis yang dibedakan menurut bentuknya, yakni : Nutrimars Cair, Nutrimars Powder, Nutrimars Crystal, dan Nutrimars Granule (Anon., 2009). Kandungan hara pupuk Nutrimars Granule dan Nutrimars Crystal disajikan pada Lampiran 1. Karakteristik Tanah Sawah Sifat Fisik Tanah sawah Salah satu sistem budidaya padi yang telah lama digunakan yaitu dengan sistem tanah sawah. Tanah sawah dapat terbentuk dari tanah mineral yang memiliki kesesuaian lahan untuk dijadikan lahan sawah. Jika lahan akan disawahkan, sifat fisik tanah yang sangat penting untuk dinilai adalah tekstur, struktur, permeabilitas, drainase (Keersebilck dan Soeprapto, 1985) dan tinggi muka air tanah (Sys, 1985). Sifat-sifat tersebut berhubungan erat dengan pelumpuran dan efisiensi penggunaan air irigasi. Tanah dengan tekstur agak berat seperti lempung halus, debu halus, dan liat halus sangat cocok untuk disawahkan. Tanah-tanah dengan kandungan liat 2550% pada lapisan tanah atas dan dengan tekstur yang sama atau lebih tinggi pada lapisan bawah sangat mendukung peningkatan hasil padi (Grant dalam Prihar et al, 1985). Tanah dengan tekstur yang halus tersebut, bila dilumpurkan akan dapat mencegah air perkolasi akibat semakin berkurangnya porositas tanah sehingga dapat terbentuk lahan sawah yang tergenang. Pengolahan tanah dengan cara pelumpuran dilakukan dengan cara menghancurkan agregat tanah. Pada kondisi tergenang, tanah akan terdispersi dan penghancuran agregat akan semakin intensif pada saat dibajak, digaru, dan dilumpurkan (Sharma dan De Datta, 1985). Pelumpuran dapat menurunkan permeabilitas tanah, semakin intensif tanah di lumpurkan, maka agregat tanah akan semakin hancur sehingga permeabilitas tanah semakin menurun. Penurunan gerakan air karena pelumpuran ini semakin bertambah dengan terbentuknya tapak bajak yang relatif tidak tembus air di sebelah bawah lapisan lumpur. Tapak bajak ini terbentuk pada tanah-tanah berlempung yang disawahkan. Sebaliknya pada tanah berpasir, tapak bajak sulit terbentuk (Anwar dan Sudadi, 2007). Sifat Kimia Tanah Sawah Perubahan sifat kimia yang terjadi akibat penggenangan tanah, penting dalam kaitannya dengan kesesuaian tanah untuk produksi padi. Banyak sistem oksidasi-reduksi yang penting bagi nutrisi tanaman dipengaruhi oleh kondisi
6 anaerobik yang terjadi pada tanah tergenang. Perubahan sifat kimia terjadi akibat semakin berkurangnya oksigen di dalam tanah karena digunakan oleh mikroorganisme sebagai akseptor elektron. Akibat habisnya oksigen di dalam tanah dapat terjadi perubahan potensial redoks, pH tanah, dan bentuk ion terlarut. Bentuk teroksidasi beberapa sistem redoks bergantian menjadi akseptor elektron dalam respirasi mikroorgnisme tanah (Patrick dan Reddy, 1978). Parameter fisik-kimia yang sangat penting bagi karakteristik tanah tergenang yaitu potensial redoks (Eh) yang rendah. Nilai Eh tanah tergenang dapat mencapai -300mV tergantung dari lama penggenangan dan ketersediaan akseptor elektron (Patrick dan Mahapatra, 1968 dalam Patrick dan Reddy, 1978). Potensial redoks berguna untuk mengukur indeks dari status oksidasi-reduksi tanah tergenang. Awalnya, oksigen menjadi hilang atau ketersediaannya di dalam tanah sangat rendah. Oksigen digunakan sebagai akseptor elektron oleh mikroorganisme tanah dalam proses respirasinya. Selanjutnya bila oksigen telah habis, maka digunakan bahan-bahan lain yang ada di dalam tanah. Setelah oksigen habis di dalam tanah tergenang, mikroorganisme anaerobik fakultatif dan obligat membutuhkan akseptor elektron dari beberapa komponen teroksidasi tanah. Beberapa komponen teroksidasi tanah yang mengalami reduksi setelah oksigen habis tereduksi secara berurutan. Umumnya, urutan reduksinya yaitu : setelah oksigen habis, nitrat digunakan oleh bakteri anaerob fakultatif dan dengan cepat direduksi. Reduksi nitrat dimulai sebelum oksigen habis, tapi penghabisan nitrat tidak akan terjadi sampai semua oksigen telah habis. Urutan selanjutnya setelah nitrat yaitu Mn4+, kemudian Fe3+ yang lebih sulit direduksi dibanding O2, Mn4+, dan nitrat sehingga proses reduksi menjadi lambat (Patrick dan Reddy, 1978). Selanjutnya, bila Fe3+ telah habis, maka bahan selanjutnya yang akan direduksi yaitu SO42- dan kemudian metan (CH4) oleh bakteri anaerob obligat. Beberapa sistem inorganik tanah akan menyeimbangkan potensial redoks pada beberapa nilai. Umumnya, jumlah nitrat rendah di dalam tanah tergenang, kemudian cepat menghilang setelah penggenangan. Jika tanah mengandung reduksi besi dan mangan tinggi, maka elemen ini akan membantu mencegah penurunan potensial redoks menjadi labih bernilai negatif (Patrick dan Reddy, 1978). Pada umumnya, kadar zat yang tereduksi mencapai puncak pada 2-4 minggu setelah penggenangan kemudian berangsur menurun sampai pada tingkat keseimbangan. Besarnya nilai Eh berpengaruh terhadap ketersediaan unsur hara dalam tanah. Menurut Ponnamperuma (1978), nilai Eh yang rendah dapat menyebabkan : mengganggu perkecambahan dan munculnya perakaran saat
7 penyemaian, tapi tidak mengganggu pertumbuhan tanaman; merombak nitrat tapi mengakumulasi amonium dan fiksasi nitrogen sehingga meningkatkan kandungan nitrogen tanah; menguntungkan bagi padi karena meningkatnya ketersediaan N, P, Si, Fe, Mn, dan Mo; mengganggu padi akibat berkurangnya ketersediaan S, Cu, dan Zn. Penggenangan pada tanah mineral masam dapat meningkatkan pH tanah dan pada tanah basa dapat menurunkan nilai pH hingga mendekati netral. Penggenangan mempengaruhi dinamika dan ketersediaan hara bagi padi sawah sehingga dapat menguntungkan, terutama dari segi ketersediaan unsur hara esensial bagi pertumbuhan dan produksi padi sawah. Menurut Greenland (1997), efek dari proses oksidasi dan reduksi yang terjadi pada tanah tergenang dapat mengontrol kemasaman dan kebasaan tanah. Daya sanggah pH pada tanah tergenang disebabkan oleh sistem redoks besi dan mangan serta asam organik. Umumnya reaksi oksidasi-reduksi meliputi konsumsi atau produksi ion-ion H+ dan OH- (Ponnamperuma et al., 1969 dalam Patrick dan Reddy, 1978). Reaksi kemasaman (pH) air genangan tanah sawah dipengaruhi oleh konsentrasi karban dioksida (CO2) dalam air. Jika kadar CO2 dalam air berada pada titik kesetimbangan dengan kadar CO2 di atmosfir, ini berarti pH-nya mendekati 6,0 atau mendekati netral. Menurut Ponnamperuma (1985) dalam Greenland (1997), pH larutan tanah pada tanah tereduksi mungkin stabil pada pH antara 6,5 sampai 7,00. Perubahan ini, terutama disebabkan oleh reduksi besi Fe2+) atau komponen tanah lainnya yang menghasilkan kelebihan OH¯ (Fe3+ pada tanah masam sehingga dapat menetralkan kemasaman. Peningkatan pH tidak hanya dipengaruhi oleh pelepasan OH- dan konsumsi H+, tetapi juga rasio konsumsi ion H+ dengan konsumsi elektron (Bostrom, 1967 dalam Patrick dan Reddy, 1978). Peningkatan pH pada tanah masam dapat menguntungkan bagi padi, diantaranya: menekan keracunan alumunium, mangan, besi, karbon dioksida, dan asam organik; meningkatkan ketersediaan P, Si, dan Mo; serta mendukung proses mikroorganisme yang melepaskan berbagai nutrisi (Ponnamperuma, 1978). Pada tanah alkalin, penurunan pH dipengaruhi oleh proses perubahan kimia dan biologi. Mikroorganisme mendekomposisi bahan organik sehingga menghasilkan CO2 dan dapat bereaksi dengan H2O membentuk asam karbonat, yang terpisahkan menjadi ion-ion H+ dan HCO3- yang dapat menurunkan pH (Ponnamperuma et al., 1966 dalam Patrick dan Reddy, 1978). Pada pH sekitar 6,6, dan Eh berkisar antara 3 mV sampai 14 mV atau pE dari 0,6 sampai 2,4 pada pH yang sama, dengan konduktan spesifik sekitar 2
8 mmho/cm pada suhu 25oC (dalam larutan tanah) muncul sebagai kondisi yang baik bagi padi untuk menyerap nutrisi tanaman yang ada di dalam tanah tersebut. Di tanah tropis, kondisi tersebut dapat dicapai dengan menambahkan bahan organik ke dalam tanah dan merendam tanah selama 2 hingga 4 minggu sebelum dilakukan penanaman. Dibawah kondisi yang demikian, ketersediaan N, P, K, Ca, Mg, Fe, Mn, dan Si meningkat; sedangkan suplai Cu, Zn, dan Mo cukup; dan konsentrasi yang membahayakan seperti Al, Mn, Fe, CO2, dan asam organik berkurang (Ponnamperuma, 1978). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Meinofriadi (1988) juga menunjukkan bahwa pemberian bahan organik ke dalam tanah tergenang dapat meningkatkan intensitas reduksi dengan mempercepat penurunan potensial redoks (Eh) dan peningkatan pH, serta mempercepat konsentrasi besi dan mangan larut tanah mencapai maksimum. Di samping itu, bahan organik juga meningkatkan daya hantar listrik, ferro (Fe2+), mangano (Mn2+), amonium, P, K, Ca, dan Mg dalam larutan tanah dan juga C-organik, N-total, P-tersedia (Bray 1), kalium, kalsium, dan magnesium dapat dipertukarkan di dalam tanah. Karakteristik Nitrogen dalam Tanah Sawah dan Padi Sawah Nitrogen merupakan salah satu unsur yang paling luas penyebarannya di alam. Di atmosfir terdapat sekitar 3,8×1015 ton N2-molekuler (Mengel dan Kirby, 1982). Menurut Delwiche (1970) dalam Mengel dan Kirby (1982), di lithosfer terdapat 4,74 kalinya yaitu sekitar 18×1015 ton. Menurut Hasegawa (1992) dalam Brady dan Weil (2002), sumber nitrogen di dalam tanah sawah berasal dari : pemupukan, fiksasi nitrogen secara biologi, air hujan, dan irigasi. Fiksasi biologis menyumbangkan nitrogen terbesar bagi biosfir (Mengel dan Kirby, 1982). Sedangkan kehilangan nitrogen dapat terjadi akibat pemanenan tanaman, proses denitrifikasi, dan drainase; serta volatilisasi dan pencucian (Patrick, 1982 dalam Brady dan Weil, 2002). Hampir semua nitrogen di dalam tanah berbentuk organik, dan hanya sedikit frkasi yang diubah menjadi bentuk anorganik tiap tahunnya. Dua bentuk N inorganik yang paling penting yaitu : NO3- dan NH4+. Dalam keadaan teroksidasi, NO3- merupakan bentuk inorganik yang stabil, dan semua reaksi nitrogen hasil dekomposisi bahan organik akan berubah menjadi NO3-. Dalam keadaan tergenang, kehilangan oksigen di dalam tanah akan menghambat aktifitas dari bakteri Nitrosomonas yang dapat mengoksidasi NH4+ dan proses mineralisasi akan berhenti pada bentuk NH4+ (Patrick dan Reddy, 1978). Greenland (1997) menyatakan hal serupa, bahwa amonium merupakan bentuk tereduksi yang tetap
9 stabil dalam kondisi anaerob, sehingga mineralisasi N-organik berhenti sampai proses aminifikasi yang menghasilkan NH4+. Peran mikroorganisme tanah sangat penting dalam membantu mengubah bentuk N menjadi dapat tersedia bagi tanaman seperti dalam proses dekomposisi. Pada kondisi tergenang seperti pada tanah sawah, nitrifikasi terhambat sehingga bentuk amonium (NH4+) menjadi stabil dan dapat tersedia bagi padi sawah (Hanafiah, 2005). Penggenangan tanah menyebabkan penurunan jumlah oksigen di dalam tanah. Dalam waktu sehari suplai oksigen turun mendekati nol. Mikroorganisme aerobik dengan cepat mengkonsumsi oksigen yang tersisa, dan akhirnya dorman atau mati. Mikroorganisme anaerob dan anaerob fakultatif akan terus berkembang. Bila oksigen yang digunakan untuk akseptor elektron telah habis, maka organisme akan menggunakan bahan lain sebagai akseptor elektron seperti NO3¯ dan bahan organik. Penggunaan NO3¯ oleh mikroorganisme sebagai akseptor elektron dalam respirasinya merupakan peristiwa denitrifikasi (Anwar dan Sudadi, 2007). Selain terdenitrifikasi mejadi gas N2, NO3¯dapat pula hilang karena terdrainase (Greenland, 1997). Bila amonium terdapat dipermukaan air tanah sawah, amonium dapat berubah menjadi gas amonia yang dapat tervolatilisasi ke udara sehingga dapat mengurangi kadar N di dalam genangan sawah (Greenland, 1997). Pada tanah sawah, terdapat lapisan tanah yang aerob dan anaerob. Lapisan aerob pada tanah sawah terletak di permukaan tanah, dibawah genangan air. Kondisi pada lapisan ini sama dengan kondisi pada tanah berdrainase baik sehingga proses mineralisasi dapat menghasilkan NO3¯. Selama di lapisan aerobik tanah, NO3¯ tetap stabil dan tidak mengalami proses denitrifikasi. Tapi, NO3¯ dengan mudah turun menuju lapisan anaerobik tanah dan mengalami denitrifikasi akibat dari terjadinya proses difusi akibatnya adanya gradien konsentrasi NO3¯ dari konsentrasi NO3¯ tinggi pada lapisan aerobik ke konsentrasi rendah pada lapisan anaerobik. Proses ini akan terus berlangsung selama NO3¯ terbentuk di lapisan aerob, dan dapat mudah terjadi bila terdapat sumber NH4+ pada permukaan lapisan aerob yang dapat dinitrifikasi. Kehilangan NH4+ dari lapisan aerobik akibat nitrifikasi terjadi karena perbedaan konsentrasi yang menyebabkan difusi NH4+ dari lapisan anaerob ke lapsian aerob. Selanjutnya NH4+ akan mengalami nitrifikasi menjadi NO3-, kemudian bila konsentrasinya menjadi lebih tinggi di lapisan aerob akan mengalami difusi ke lapisan anaerob sehingga NO3- akan mengalami denitrifikasi menjadi N2 atau mungkin menjadi N2O (Patrick dan Reddy, 1978).
10 Unsur N di dalam tanaman dapat dijumpai dalam bentuk organik maupun anorganik. Menurut Mengel dan Kirby (1982), unsur N berkorelasi sangat erat dengan perkembangan jaringan meristem, sehingga sangat menentukan pertumbuhan tanaman. Brady dan Weil (2002) menyatakan bahwa nitrogen merupakan komponen yang diperlukan untuk melengkapi berbagai senyawa esensial penyusun tanaman. Nitrogen merupakan nutrisi mineral yang sangat penting bagi padi (Kyuma, 2004). Berdasarkan penelitian yang telah lama dilakukan oleh Kawasaki (1953) dalam Kyuma (2004) di jepang, menunjukkan pengaruh pemberian pupuk nitrogen terhadap produksi padi. Hal ini dapat diketahui bahwa plot percobaan yang tidak diberi pupuk N tapi diberi pupuk P dan K, hasil produksinya lebih rendah hampir 55 % dibandingkan dengan plot percobaan dengan yang diberi pupuk N, P, dan K. Nitrogen merupakan bagian utama dari semua asam amino sebagai pembangun kompleks protein, termasuk enzym, yang sebenarnya mengontrol semua proses biologi (Brady dan Weil, 2002). Unsur N berperan sebagai penyusun semua protein, krolofil dan asam-asam nukleat, serta berperan penting dalam pembentukan koenzim (Mengel dan Kirby, 1982). Nitrogen juga penting untuk penggunaan karbohidrat dalam tanaman. Nitrogen dapat meningkatkan kepadatan gabah tanaman berbiji dan jumlah protein di dalam biji dan daun. Suplai nitrogen yang baik dapat melancarkan perkembangan akar dan pertumbuhan (Brady dan Weil, 2002). Nitrogen sangat mobil di dalam jaringan tanaman ketika kebutuhan akan nitrogen tidak mencukupi, nitrogen akan di transfer ke daun muda dari daun tua, sehingga menyebabkan daun tua mengalami klorosis berat. Tahap selanjutnya daun akan mengalami nekrosis. Dampak lain defisiensi N, tanaman akan mengalami pendewasaan lebih cepat sehingga pertumbuhan vegetatif tanaman menjadi relatif singkat, pengguguran daun secara dini diduga berhubungan dengan dampak pasokan N dalam sintesis dan translokasi sitokinin, tingkat pertumbuhan yang rendah, tanaman kerdil, batang terlihat kurus, daun kecil (Brady dan Weil, 2002), serta daun menguning akibat terhambatnya pembentukan kloroplas (Thomson dan Weier, 1962 dalam Mengel dan Kirby, 1982). Hasil penelitian Wegner dan Michael (1971) dalam Mengel dan Kirby (1982), sintesis sitokinin akan terganggu jika kebutuhan akan unsur N tidak mencukupi. Ciri defisiensi Nitrogen pada tanaman Serealia di antaranya yaitu : menurunnya jumlah butir padi per unit area, butir padi kecil, tapi relatif mengandung protein yang tinggi. Namun menurut Brady dan Weil (2002), Tanaman yang kekurangan nitrogen, kandungan proteinnya rendah sedangkan
11 kandungan gulanya tinggi. Hal ini dikarenakan jumlah nitrogen yang dibutuhkan untuk digabungkan dengan semua rantai karbon dari gula tidak mencukupi untuk pembentukan protein. Selain itu, juga terjadi pengurangan suplai karbohidrat ke dalam butir padi selama tahap pengisian butir padi berlangsung. Karakteristik Fosfor dalam Tanah Sawah dan Padi Sawah Secara umum, kulit bumi mengandung 0,1% P atau setara 2 ton P ha¯1 dalam bentuk apatit, terutama Fluoroapatit yang terdapat di dalam batuan beku dan bahan induk tanah. Macam-macam bentuk fosfat dalam tanah kering yaitu : fosfat dalam larutan tanah, fosfat dalam bentuk labil, dan fosfat pada fraksi nonlabil. Fosfat yang berada di larutan tanah merupakan bentuk fosfat yang dapat tersedia bagi tanaman. Bentuk yang kedua yaitu fosfat yang terikat pada permukaan pertikel koloid sehingga dapat dengan cepat terjadi keseimbangan dengan fosfat yang ada di larutan tanah. Bentuk ini disebut fosfat labil. Bentuk fosfat yang ketiga yaitu fosfat yang tidak dapat dilarutkan. Fosfat dalam bentuk seperti ini dapat terlepas dengan sangat lambat ke dalam kelompok labil (Mengel dan Kirby, 1982). Pada tanah masam (pH 4-5,5), anion monovalen H2PO4¯ lebih dominan, sedangkan pada tanah alkalin dengan pH 8-11 yang mendominasi yaitu anion divalen HPO42¯. Dari kedua anion tersebut, ion H2PO4¯ sedikit lebih tersedia bagi tanaman. Namun efek pH terhadap reaksi fosfor dengan unsur tanah lainnya lebih penting daripada fakta terkait ketersediaan anion fosfor pada pH tersebut (Brady dan Weil, 2002). Penggenangan umumnya dapat meningkatkan konsentrasi fosfat terlarut dan P-tersedia (Patrick et al dalam Neue dan Bloom, 1989). Saat tanah sawah tergenang, reduksi Fe3+ dapat melepaskan P terjerap (De Datta, 1986 dalam Neue dan Bloom, 1989). Fosfor tidak langsung terlibat dalam reaksi oksidasi-reduksi dalam tanah tergenang, tetapi terjadi pengaktifan kembali fosfor yang bereaksi dengan besi, kalsium dan magnesium akibat sejumlah unsur redoks yang dipengaruhi oleh penggenangan tanah (Patrick dan Reddy, 1978). Peningkatan pH akibat penggenangan juga dapat melarutkan P dari liat dan alumunium oksida, namun diketahui efeknya kecil dalam tanah sawah (Sah dan Mikkelsen, 1986 dalam Neue dan Bloom, 1989). Penggenangan tanah dapat meningkatkan ketersediaan P bagi tanaman. Sifat kimia fosfat dalam tanah tergenang berkaitan dengan sifat kimia besi dan kondisi tergenang dapat meningkatkan kelarutan besi serta kelarutan fosfor di dalam tanah (Patrick dan Reddy, 1978).
12 Aspek penting dari sifat kimia fosfor pada tanah tergenang yaitu lebih banyak fosfor yang dilepas dari tanah ke larutan tanah dalam kondisi tergenang daripada dalam kondisi teroksidasi, jika kandungan fosfor dalam larutan tanah tersebut rendah (Patrick dan Khalid, 1974 dalam Patrick dan Reddy, 1978). Tanaman mengambil P terutama dari hasil difusi P ke akar tanaman. Tingkat difusi P merupakan fungsi dari konsentrasi P dalam larutan tanah dan kadar air (Neue dan Bloom, 1989). Efek yang sangat penting dari pengambilan air dalam penyerapan P oleh tanaman adalah peningkatan difusinya, bukan dari peningkatan konsentrasi larutannya. Karena difusi sangat penting, titik kritis konsentrasi dalam larutan mungkin bervariasi di dalam tanah (Turner dan William, 1976 dalam Neue dan Bloom, 1989). De Datta (1986) dalam Neue dan Bloom (1989) menyatakan minimum konsentrasi P yang dibutuhkan untuk produksi maksimum padi yaitu 0,1 ppm P. Penelitian yang dilakukan oleh Sui dan Thompson (2000) dalam Brady dan Weil (2002), menunjukkan bahwa senyawa organik yang ditambahkan melalui bahan organik dapat membentuk khelat dengan beberapa kation pengikat P seperti Fe3+. Dengan demikian, menyebabkan fosfor terlepas ke dalam larutan tanah. Tingginya jumlah P dalam larutan tanah dapat menguntungkan bagi tanaman, apabila tanaman dengan cepat menyerapnya melalui akar. Fosfor merupakan komponen esensial dari senyawa organik adenosin trifosfat (ATP) yang dikenal dengan ”pengedar energi” bagi kehidupan sel. Senyawa ATP yang terbentuk melalui proses respirasi dan fotosintesis ini, merupakan kelompok fosfat yang memiliki energi tinggi untuk mengarahkan hampir semua kebutuhan energi dalam proses biokimia. Contohnya dalam penyerapan nutrisi dan peredarannya di dalam tubuh tanaman kemudian mengasimilasikannya ke dalam biomolekul yang berbeda. Proses tersebut membutuhkan energi yang berasal dari ATP (Brady dan Weil, 2002). Fosfor merupakan komponen esensial dari DNA dan RNA, yang secara langsung menyusun protein pada tumbuhan maupun hewan. Untuk hampir semua spesies tanaman, total kandungan fosfat pada jaringan tanaman yang sehat jumlahnya tidak banyak, biasanya hanya terdiri dari 0,2-0,4% dari bobot kering tanaman (Brady dan Weil, 2002). Fosfat ditemukan sebagai bagian dari asam nukleat, phytin, dan fosfolipid. Pemberian P yang cukup penting dilakukan pada saat tanaman masih muda untuk meletakkan primordia dari bagian-bagian reproduktif. Fosfat juga mempercepat masaknya buah terutama bagi tanaman serealia. Kekurangan fosfat dapat mengurangi pertumbuhan tanaman. Fosfat penting bagi pertumbuhan biji dan
13 banyak dijumpai di dalam buah dan biji. Beberapa peranan fosfat yang penting yaitu dalam menyediakan energi untuk proses fotosintesa, perubahan karbohidrat dan senyawa yang berhubungan, glikolisis, metabolisme: asam amino, lemak, dan sulfur. Selain itu penting dalam oksidasi biologis dan sejumlah reaksi fisiologis. Dengan demikian, fosfor penting dalam proses transfer energi yang sangat vital dalam pertumbuhan tanaman (Leiwakabessy, Wahjudin, dan Suwarno, 2003). Kecukupan akan kebutuhan nutrisi fosfat dapat meningkatkan banyak aspek dari fisiologi tanaman, termasuk proses penting dalam fotosintesis, fiksasi nitrogen, pembungaan, pembuahan (termasuk produksi biji), dan proses pematangan. Pertumbuhan akar, terutama akar lateral dan rambut akar didorong oleh fosfor. Fosfor dibutuhkan pada jaringan maristem dalam jumlah yang besar, dimana sel pada jaringan tersebut terus mengalami pembelahan dan pelebaran hingga batas tertentu. Pada tanaman biji-bijian, nutrisi fosfor yang cukup dapat memperkuat struktur jaringan seperti yang ditemukan dalam jerami dan batang sehingga membantu mencegah tanaman rebah. Keuntungan lainnya yaitu meningkatkan kualitas tanaman, terutama daun-daunan dan sayuran (Brady dan Weil, 2002). Secara umum, gejala defisiensi fosfor pada padi dapat dikenali dengan ciri-ciri sebagai berikut : tanaman kerdil, kurus, batang mengecil, daun menyempit, pendek, tegak, berwarna gelap, serta pertumbuhan melambat. Jumlah daun, malai, dan gabah per malai menjadi berkurang (Fairhurst et al, 2007). Karena fosfor sangat mobil dalam jaringan tanaman, maka ketika suplai fosfor ke tanaman rendah, untuk memenuhi pertumbuhan tanaman, fosfor akan dipindahkan dari daun tua ke daun yang muda. Sehingga gejala defisiensi hara dapat dilihat dari daun-daun tuanya (Brady dan Weil, 2002). Bila padi yang digunakan cenderung memproduksi antosianin, maka pada daun akan muncul warna merah atau ungu. Bila dfisiesi N dan P terjadi bersamaan, warna daun menjadi hijau pucat. Sulit untuk mengenali gejala defisiensi P pada tingkat defisiesi yang sedang. Defisiensi P seringkali serupa dengan gejala keracunan Fe pada pH rendah, kekurangan Zn, kekurangan Fe, dan kadar garam (Fairhurst et al, 2007). Dampak lainnya dari kekurangan fosfor yaitu : pematangan tanaman menjadi terlambat, pertumbuhan bunga menjadi jarang, dan kualitas biji menjadi menurun (Brady dan Weil, 2002). Tidak semua fosfor yang terkandung dalam pupuk dapat segera larut dan tersedia untuk tanaman, persentase berat fosfor dalam pupuk harus diketahui pula oleh pengguna pupuk tersebut sehingga dapat diketahui berapa persen fosfor yang tersedia. Fosfat dalam pupuk bisa larut dan juga bisa tidak larut dalam air. fosfat
14 yang tidak larut dalam air, mungkin terlarut dalam asam-asam cair, seperti asam citric. Fosfat pada pupuk, baik yang larut dalam air maupun yang larut dalam asam citric, diduga tetap dapat tersedia bagi tanaman (Ahn, 1993). Karakteristik Kalium dalam Tanah Sawah dan Padi Sawah Sumber kalium dari alam yang utama yaitu berasal dari mineral-mineral yang mengandung kalium, seperti kalium feldspar yang termasuk batuan beku, serta mika hitam (biotit) dan mika putih (serikit, muskovit). Kalium pada mineralmineral tersebut dilepaskan melalui proses pelapukan secara kimiawi. Pada pelapukan tersebut, kalium dibebaskan sebagai ion K+. Ion K+ tersebut dapat mengalami : diserap oleh tanaman dan organisme tanah, hilang karena drainae air, dipegang pada komplek pertukaran kation koloid tanah, atau berubah menjadi bentuk yang ketersediaannya rendah (Ahn, 1993). Tanah–tanah di daerah tropik basah seperti Indonesia umumnya mempunyai kandungan K sangat rendah. Tanah-tanah yang terbentuk dari mineral mafik biasanya mengandung K lebih sedikit dibandingkan dengan tanah yang terbentuk dari mineral felsik. Kalium tanah berasal dari dekomposisi mineral primer yang mengandung K seperti K-feldspar, muskovit, biotit, dan flogopit. Ketersediaan K dari mineral primer ini kecil dan urutan ketersediaannya adalah biotit>muskovit>feldspar. Kalium juga terdapat dalam mineral-mineral liat seperti ilit, khlorit vermikulit dan mineral-mineral intersetified (seperti vermikulit-khlorit, montmorilonit-khlorit, dll) (Leiwakabessy et al, 2003). Termasuk K-tersedia yaitu kation K yang dipegang oleh koloid tanah, dilarutan tanah, dan kalium terlarut. Pengukuran K-tersedia di dalam tanah biasanya diukur oleh kalium dapat dipertukarkan (K-dd) (Ahn, 1993); K segera tersedia yaitu K yang dapat dipertukarkan pada koloid tanah dan K yang larut dalam air (Brady dan Weil, 2002). Kalium tidak tersedia yaitu kalium yang berada dalam bentuk organik atau senyawa inorganik yang tidak larut. Kalium tersebut tidak tersedia hingga bahan organik dimineralisasi atau hingga bentuk inorganik mengalami pelapukan. Kalium lambat tersedia adalah kalium yang berada di antara kalium tersedia dan kalium tidak tersedia. Termasuk di dalamnya yaitu kalium yang terdapat pada liat 2:1, terutama illit. Perbedaan antara kalium tersedia, lambat tersedia, dan tidak tersedia, tidaklah kaku dan terdapat kecenderungan untuk kalium berubah bentuk dari satu bentuk ke bentuk lainnya hingga mencapai titik keseimbangan. Bila tanaman mengambil dengan cepat kalium tersedia, ada kecenderungan kalium untuk bergerak dari bentuk lambat tersedia menjadi tersedia serta kalium tidak tersedia menjadi lambat tersedia
15 sehingga dapat memulihkan keseimbangan. Hanya 1-2% dari total kaliumtersedia, baik K-dd maupun K dalam larutan yang mungkin segera tersedia bagi tanaman (Ahn, 1993). Dalam tanah tergenang, hasil reduksi Fe3+ dan Mn4+ menjadi Fe2+ dan Mn2+ pada kompleks pertukaran ion dapat meningkatkan konsentrasi Ca2+, Mg2+, K+ dan Na+ di dalam larutan tanah (De Datta, 1981 dalam Neue dan Bloom, 1989). Konsentrasi kation yang meningkat tersebut, juga dapat meningkatkan difusi kation yang dapat dipertukarkan menuju akar (Ponnamperuma, 1972 dalam Neue dan Bloom, 1989). Faktor penting lain yang dapat meningkatkan difusi kation ke akar yaitu pengisian pori tanah dengan air. Peningkatan difusi sangat penting terutama untuk mempermudah penyerapan K+ bagi tanaman (Malavolta dalam Neue dan Bloom, 1989). Mineralogi liat dapat juga menjadi faktor yang mempengaruhi ketersediaan dan respon kalium melalui pupuk. Vermikulit merupakan salah satu mineral liat tipe 2:1 mengikat K+ di antar lapisannya, dan banyak terjadi di tanahtanah dataran rendah daerah tropis (Neue dan Bloom, 1989). Kehilangan kalium dalam tanah dapat terjadi karena diserap oleh tanaman, pencucian oleh air drainase, dan erosi tanah dan aliran permukaan (Brady dan Weil, 2002). Sebagai komponen larutan sitoplasma, kalium memainkan peranan penting dalam menurunkan potensial cairan osmotik sel. Contohnya, kalium berperan dalam mengatur keluar masuknya air pada sel stomata daun dan meningkatkan kemampuan sel akar untuk menyerap air dari tanah. Fungsi khusus kalium yaitu membantu tanaman beradaptasi dengan lingkungan yang tidak mendukung pertumbuhannya. Kebaikan nutrisi kalium berhubungan dengan meningkatnya kemampuan tanaman untuk toleran terhadap kekeringan, lebih resisten terhadap beberapa penyakit yang berasal dari fungi, dan lebih toleran terhadap hama serangga. Kalium diketahui mampu mengaktifkan lebih dari 80 enzim yang berbeda dan bertanggung jawab dalam proses metabolisme energi, pembentukan pati, mereduksi nitrat, fotosintesis, dan perombakan gula (Brady dan Weil, 2002). Secara fisiologis, unsur K berfungsi dalam metabolisme karbohidrat seperti pembentukan, pemecahan dan translokasi pati. Selain itu, juga berfungsi dalam metabolisme nitrogen, sintesis protein, pengaturan pemanfaatan berbagai unsur hara utama, netralisasi asam-asam organik penting, aktivasi bebagai enzim, percepatan pertumbuhan dan perkembangan jaringan meristem, dan pengaturan buka-tutup stomata dan hal-hal yang terkait penggunaan air (Leiwakabessy et al, 2003); Kalium penting untuk fotosintesis, fiksasi nitrogen pada tanaman legum,
16 dan translokasi gula (Brady dan Weil, 2002); Tanaman yang membentuk dan menyimpan pati dalam jumlah besar, relatif membutuhkan kalium dalam jumlah yang banyak. Kalium banyak diserap terutama pada titik tumbuh, buah, dan juga biji tanaman (Ahn, 1993). Gejala defisiensi kalium pada padi dapat dikenali dari gejala nekrosis pada daunnya yaitu dengan munculnya bercak kuning kecoklatan pada daun. Bercak muncul mulai dari ujung daun dan menjalar ke sepanjang tepi daun dan kemudian hingga ke dasar daun pada daun tua. Daun yang berada di atas menjadi pendek, merebah, dan berwarna hijau tua kotor. Jika defisiensi tidak segera di ditanggulangi, maka daun akan mengalami nekrosis hebat kemudian mati. Bila tingkat defisiensi K relatif tinggi, muncul bercak coklat karat pada ujung daun tua dan meluas hingga keseluruh permukaan daun berwarna coklat dan mengering (Fairhurst et al, 2007).