TINJAUAN PUSTAKA
Analisis Usaha Analisa usaha ternak merupakan kegiatan sangat penting karena dalam hal ini akan dinilai apakah pantas atau layak dilaksanakan didasarkan kepada beberapa kriteria tertentu yang ada.
Layak bagi suatu usaha
menguntungkan dari berbagai aspek. Analisia usaha
artinya
adalah upaya untuk
mengetahui tingkat kelayakan atau kepantasan untuk dikerjakan dari suatu jenis usaha, dengan melihat beberapa parameter atau kriteria kelayakan tertentu. Dengan demikian suatu usaha dikatakan layak kalau keuntungan yang diperoleh dapat menutup seluruh biaya yang dikeluarkan, baik biaya yang langsung maupun yang tidak langsung (Arto, 2013). Menurut Suharno dan Nazaruddin (1994) gambaran mengenai usaha ternak yang memiliki prospek cerah dapat dilihat dari analisis usahanya. Analisis dapat juga memberikan informasi lengkap tentang modal yang diperlukan, penggunaan modal, besar biaya untuk bibit (bakalan), ransum dan kandang, lamanya modal kembali dan tingkat keuntungan yang diperoleh. Ternak itik mempunyai beberapa keunggulan jika dibandingkan dengan ternak ayam. Dibandingkan dengan ayam ras nilai jual telur itik adalah lebih tinggi karena dijual dengan harga per butir, dan ternak itik lebih mampu mencerna ransum dengan serat kasar yang lebih tinggi sehingga harga pakan bisa lebih murah. Dibandingkan dengan ayam kampung, itik memiliki produktivitas telur yang lebih tinggi dan lebih menguntungkan jika dipelihara secara intensif terkurung sepenuhnya. Akan tetapi masih ada beberapa anggapan yang salah tentang ternak itik, yaitu bahwa produk itik mempunyai bau anyir dan untuk
Universitas Sumatera Utara
beternak itik perlu adanya kolam sebagai tempat bermain itik sehingga membatasi ketersediaan lahan (BALITNAK, 2010).. Usaha peternakan itik petelur semakin banyak diminati sebagai salah satu alternatif usaha peternakan unggas penghasil telur yang cukup menguntungkan, khususnya dengan pemeliharaan secara intensif. Namun demikian, perlu diingat bahwa beternak itik tidaklah semudah beternak ayam ras petelur dimana semuanya telah tersedia dalam paket-paket tertentu (BALITNAK, 2010).
Biaya Produksi Biaya produksi menurut Harih (2010), adalah semua pengeluaran perusahaan untuk memperoleh faktor-faktor produksi yang akan digunakan untuk menghasilkan barang-barang produksi oleh perusahaan tersebut. Biaya produksi dalam pengertian ekonomi produksi dibagi atas biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap merupakan biaya yang harus dikeluarkan ada atau tidak ada itik di kandang, biaya ini harus tetap keluar. Misalnya : gaji pekerja bulanan, penyusutan, bunga atas modal, pajak bumi dan bangunan, dan lain-lain. Sedangkan biaya tidak tetap adalah biaya yang dikeluarkan berhubungan dengan jumlah produksi itik pedaging yang diusahakan. Semakin banyak itik semakin besar pula biaya tidak tetap yang dikeluarkan dalam produksi peternakan secara total. Pada pemeliharaan itik pedaging, biaya pakan mencapai 60%-70% dari total biaya produksi (Rasyaf, 1996) dan Prawirokusumo (1991), menyatakan bahwa besarnya biaya pakan berkisar antara 60-80% dari total biaya produksi. Menurut (Lipsey et al., 1995) biaya tetap adalah jumlah biaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan jumlah output tertentu sedangkan biaya yang
Universitas Sumatera Utara
berkaitan langsung dengan output yang bertambah besar dengan meningkatnya produksi dan berkurang dengan menurunnya produksi disebut biaya tidak tetap. Biaya produksi setiap periode dari peternak skala kecil dan menengah selalu mengalami perubahan biaya tiap periodenya. Biaya yang paling berpengaruh pada biaya variabel pada masing-masing peternak yaitu pada pembelian pakan. Dimana konsumsi pakan pada tiap periodenya selalu berubah, semakin banyak konsumsi pakan maka akan semakin banyak pula biaya yang dikeluarkan untuk pembelian pakan tersebut. Selain itu yang berpengaruh selanjutnya adalah pada pembelian bibit yang juga cukup mengalami fluktuasi harga (Rohani, 2011). Biaya adalah nilai dari semua korbanan ekonomis yang diperlukan yang tidak dapat dihindarkan, dapat diperkirakan dan dapat diukur untuk menghasilkan sesuatu produk. Biaya bagi perusahaan adalah nilai dari faktor-faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan output (Budiono, 1990). Total biaya produksi atau total pengeluaran yaitu biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan suatu produk, diperoleh dengan cara menghitung biaya pembelian bibit, sewa kandang dan peralatan, biaya pakan, biaya obatobatan dan biaya tenaga kerja (Suharto, 1990).
Hasil Produksi Penerimaan merupakan total nilai produk usaha tani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual (Soekartawi et al. 1986). Sedangkan menurut Kadarsan (1995), menyatakan bahwa penerimaan yang diperhitungkan ialah nilai output yang dikonsumsi peternak atau yang dihadiahkan. Penerimaan perusahaan bersumber dari pemasaran atau penjualan
Universitas Sumatera Utara
hasil usaha seperti panen tanaman dan hasil olahannya serta panen dari peternakan dan hasil olahannya. Penerimaan adalah hasil penjualan (output) yang diterima produsen. Penerimaan dari suatu proses produksi dapat dihitung dengan mengalikan jumlah produksi yang dihasilkan dengan harga jual produksi tersebut (Budiono, 1990). Penerimaan merupakan jumlah hasil peternakan seperti penjualan hasil ternak dikalikan dengan harga merupakan jumlah yang diterima (Rasyaf, 1996). Penerimaan atau nilai produksi (R atau S) yaitu jumlah produksi dikalikan dengan harga produksi dengan satuan rupiah (Suratiah, 2009). Total penerimaan merupakan perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual atau penerimaan dapat dimaksudkan sebagai pendapatan kotor usaha, sebab belum dikurangi dengan keseluruhan biaya yang dikeluarkan selama proses produksi berlangsung (Soekartawi, 2003). Pendapatan merupakan nilai maksimum yang dapat dikonsumsi oleh seseorang dalam suatu periode dengan mengharapkan keadaan yang sama pada akhir periode seperti keadaan semula. Pengertian tersebut menitikberatkan pada total kuantitatif pengeluaran terhadap konsumsi selama satu periode. Dengan kata lain, pendapatan adalah jumlah harta kekayaan awal periode ditambah keseluruhan hasil yang diperoleh selama satu periode, bukan hanya yang dikonsumsi (Rohani, 2011). Ucokaren (2011), menyatakan pendapatan dan keuntungan usahatani yang besar tidak selalu mencerminkan tingkat efisiensi usaha yang tinggi. Total pendapatan diperoleh dari total penerimaan dikurangi dengan total biaya dalam suatu proses produksi (Soekartawi, 2003).
Pendapatan usaha ialah seluruh pendapatan yang diperoleh dalam suatu usaha. Pendapatan dapat berupa pendapatan utama, seperti hasil penjualan telur
Universitas Sumatera Utara
itik dari kegiatan usaha dan pemeliharaan itik petelur dan pendapatan hasil ikutan, misalnya pupuk kandang (Sudarmono dan Sugeng, 2003). Menurut Boediono (2002), penerimaan (revenue) adalah penerimaan produsen dari hasil penjualan output. Ada dua konsep penerimaan yang penting untuk produsen (1) Total Revenue (TR), yaitu penerimaan total produsen dari hasil penjualan outputnya. TR adalah output kali harga jual output; (2) Marginal Revenue (MR), yaitu kenaikan dari TR yang disebabkan oleh tambahan penjualan satu unit output.
Analisa Laba-Rugi Keuntungan (laba) atau rugi suatu usaha akan diketahui setelah penerimaan hasil penjualan produk dikurangi dengan harga pokok, biaya pemasaran, dan biaya umum. Laba ini masih disebut laba kotor. Laba bersih baru didapat setelah ditambahkan pendapatan di luar usaha (misalnya penjualan limbah) dikurangi biaya di luar usaha (misalnya sumbangan ke pemda) dan pajak (Rohani, 2011).
Laba merupakan ukuran yang membedakan antara apa yang perusahaan masukkan untuk membuat dan menjual produk dengan apa yang diterimanya. Perhitungan laba jelas untuk keputusan manajemen. Bila laba konsisten positif, perusahaan dapat tetap berada dalam bisnis tersebut, tetapi jika perusahaan mengalami penurunan produksi pengusaha dapat mencari produk yang lain yang akan diolah yang dapat mendatangkan keuntungan (Hansen dan Mowen, 2001). Menurut Murtidjo (1995), keuntungan adalah tujuan setiap usaha. Keuntungan dapat dicapai jika jumlah pendapatan yang diperoleh dari usaha tersebut lebih besar daripada jumlah pengeluarannya. Bila keuntungan dari suatu usaha semakin meningkat, maka secara ekonomis usaha tersebut layak
Universitas Sumatera Utara
dipertahankan atau ditingkatkan. Untuk memperoleh angka yang pasti mengenai keuntungan atau kerugian, yang harus dilakukan adalah pencatatan biaya. Tujuan pencatatan biaya agar peternak atau pengusaha dapat mengadakan evaluasi terhadap bidang usaha Keuntungan (laba) suatu usaha secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut : K = TR-TC dimana : K
= keuntungan
Total Revenue = total penerimaan Total Cost
= total pengeluaran
Laporan laba rugi menggambarkan besarnya pendapatan yang diperoleh pada suatu periode ke periode berikutnya. Kemudian juga akan tergambar jenisjenis biaya yang akan dikeluarkan berikut jumlahnya dalam periode yang sama (Kasmir dan Jakfar, 2005). Laporan rugi memperlihatkan hasil yang diperoleh dari penjualan jasa barang dan jasa dan ongkos-ongkos yang timbul dalam proses pencapaian hasil tersebut. Laporan ini juga memperlihatkan adanya pendapatan bersih atau kerugian bersih sebagai hasil dari operasi perusahaan selama periode tertentu. Besarnya laba ditentukan berdasarkan selisih antara nilai penjualan (total revenue) dengan total biaya (biaya tetap ditambah biaya variabel) pada tingkat volume produksi tertentu (Jumingan, 2006).
R/C Ratio Pendapatan usaha yang besar tidak selalu mencerminkan tingkat efisiensi usaha yang tinggi. Guna mengetahui efisiensi usaha tersebut dapat digunakan
Universitas Sumatera Utara
analisis R/C ratio. R/C ratio merupakan singkatan dari Return Cost Ratio, atau dikenal dengan perbandingan antara penerimaan dan biaya. Suatu usaha dapat dinyatakan layak atau masih dalam tingkat efisiensi apabila nilai R/C ratio lebih dari satu yang artinya nilai penerimaan sama lebih besar dari total biaya, maka semakin besar nilai R/C ratio maka semakin besar pula tingkat efisiensi suatu perusahaan (Candra, Hari dan Budi, 2012). R/C adalah singkatan dari Return Cost Ratio, atau dikenal sebagai perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya. Secara teoritis dengan rasio R/C = 1 artinya tidak untung dan tidak pula rugi. Namun karena adanya biaya usahatani yang kadang-kadang tidak dihitung (Soekartawi, 2002). Kadariah (1987), menyatakan bahwa untuk mengetahui tingkat efisiensi suatu usaha dapat digunakan parameter yaitu dengan mengukur besarnya pemasukan dibagi besarnya pengeluaran, dimana bila: R/C Ratio > 1 : Efisien R/C Ratio = 1 : Impas R/C Ratio < 1 : Tidak efisien Secara matematik, hal ini dapat dituliskan sebagai berikut: a = R/C keterangan :
a = R/C rasio R = Total penerimaan C = Total biaya kriteria penilaian R/C rasio sebagai berikut: -
R/C rasio > 1, usaha peternakan layak dikembangkan.
-
R/C rasio = 1, usaha peternakan tidak untung dan tidak rugi (impas).
-
R/C rasio < 1, usaha peternakan tidak layak dikembangkan.
Universitas Sumatera Utara
Soekartawi et al., (1986), yang menyatakan bahwa suatu usaha dikatakan memberikan manfaat bila nilai R/C Ratio > 1. Semakin besar nilai R/C Ratio maka semakin efisien usaha tersebut dan sebaliknya, semakin kecil nilai R/C Rationya maka semakin tidak efisien usaha tersebut. Efisiensi usaha tani ditentukan dengan menggunakan konsep RCR (revenue cost ratio), yang imbangan antara total penghasilan (out put) dengan total biaya (input). Nilai RCR >1 menyatakan usaha tersebut menguntungkan. Semakin
besar
nilai RCR
maka
usaha
dinyatakan
semakin
efisien
(Karo-karo et al., 1995). R/C Ratio adalah rasio penerimaan atas biaya yang menunjukkan besarnya penerimaan yang akan diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan dalam produksi usaha ternak. Analisis ini dapat digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan relatif kegiatan usaha ternak, artinya dari angka rasio tersebut dapat diketahui, apakah suatu usaha ternak menguntungkan atau tidak. Usaha ternak dikatakan menguntungkan bila nilai R/C Ratio lebih besar dari satu. Sebaliknya, usaha ternak dikatakan tidak menguntungkan bila nilai R/C Ratio lebih kecil dari 1. Semakin besar
nilai R/C,
maka semakin
baik
usaha ternak tersebut
(Kadarsan, 1995).
Income Over Feed Cost (IOFC) Income Over Feed Cost (IOFC) adalah selisih dari total pendapatan dengan total biaya ransum digunakan selama usaha pemeliharaan. Income Over Feed Cost ini merupakan barometer untuk melihat seberapa besar biaya ransum yang merupakan biaya terbesar dalam usaha peternakan. IOFC diperoleh dengan menghitung selisih pendapatan usaha peternakan dikurangi biaya ransum.
Universitas Sumatera Utara
Pendapatan merupakan perkalian antara produksi peternakan akibat perlakuan dengan harga jual (Prawirokusumo, 1990).
Itik Lokal Petelur Prasetyo et al. (2006), menyatakan bahwa itik lokal adalah keturunan dari tetua pendatang yang telah mengalami domestikasi tetapi belum jelas tahun masuk tetua tersebut ke wilayah Indonesia. Berdasarkan pengamatan di Jawa Barat, itik lokal tersebut dikelompokkan menurut habitatnya, yaitu itik dataran rendah (Cirebon, Karawang, Serang), itik gunung atau dataran tinggi (Cihateup) dan itik rawa (Alabio) Itik yang dipelihara saat ini disebut Anas domesticus. Itik ini berasal dari domestikasi itik liar (Anas moscha) atau Wild mallard (Suharno dan Setiawan, 1999). Taksonomi itik dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Filum : Chordata, Sub filum : Vertebrata, Klas : Aves, Super ordo : Carinatae, Ordo : Anseriformes, Spesies : Anas platryhynchos (mallard dan domestik) (Scanes et al., 2004).
Produktivitas itik meliputi umur dewasa kelamin, kecepatan pertumbuhan badan, produksi telur, ketahanan itik untuk terus bertelur dan kualitas telur (Muslim, 1992). Ransum dengan kualitas baik akan menghasilkan produksi yang tinggi dan dapat dipertahankan sampai akhir masa produksi. Keadaan ini dapat dicapai bila terjadi keseimbangan antara energi dan protein serta zat-zat makanan lainnya seperti lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Itik umumnya mengalami usia masak kelamin pada umur 20-22 minggu dan lama produksi selama 15 bulan. Itik mengalami puncak produksi tertinggi pada umur 27-32 minggu (Muslim, 1992). Produksi telur dipengaruhi oleh dua faktor penting yaitu faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik yang mempengaruhi produksi telur adalah umur
Universitas Sumatera Utara
masak kelamin, sedangkan faktor lingkungan adalah pakan, pemeliharaan, suhu lingkungan dan kesehatan (Muslim, 1992). Penilaian produktivitas telur dari sekelompok itik adalah dengan menghitung produksi harian atau PTH (Produksi Telur Harian). Produktivitas telur baik bila nilai PTH tersebut lebih dari 60%. Itik mempunyai nilai PTH tinggi bila dipelihara tidak lebih dari umur 18 bulan (Hardjosworo dan Rukmiasih, 1999). Ketaren dan Prasetyo (2002), melaporkan bahwa kebutuhan gizi untuk itik petelur pada fase pertumbuhan umur 1−16 minggu cenderung lebih rendah yaitu sekitar 85−100%. Selanjutnya dilaporkan bahwa kebutuhan gizi untuk itik petelur fase produksi 6 bulan pertama cenderung lebih rendah (±3%) dibanding kebutuhan gizi pada fase produksi 6 bulan kedua. Dilaporkan bahwa kebutuhan lisin untuk itik berumur 0−8 minggu adalah 3,25 g/kkal EM dengan tingkat energi 3.100 kkal EM/kg dan 2,75 g/kkal EM dengan tingkat energi 2.700 kkal EM/kg pakan. Tabel 1. Kebutuhan gizi itik petelur Gizi Protein kasar (%) Energi (kkal EM/kg) Metionin(%) Lisin (%) Ca (%) P tersedia(%) Sumber : Sinurat (2000).
Stater 0-8 minggu 17-20 3.100 0,37 1,05 0,6-0,1 0,6
Grower 9-20 minggu 15-18 2.700 0,29 0,24 0,6-0,1 0,6
Layer > 20 minggu 17-19 2.700 0,37 1,05 2,90-3,25 0,6
Ikan Gabus Pasir (Butis amboinensis) Menurut binomial, ikan gabus pasir diklasifikasikan sebagai berikut; Kelas: Osteichtyes, Ordo: Perciformes, Famili: Eleotritidae, Genus: Butis
Universitas Sumatera Utara
amoinensis. Karakteristik dari ikan gabus pasir yaitu kepala pipih datar, lebar badan 5-5, 5 kali lebih pendek dari panjang standart, 6-7 kali lebih pendek dari panjang total, tidak mempunyai sisik tambahan, interorbital, pipi dan kepala bersisik, tidak ada sisik antara mata dan tulang mata, gigi pada barisan depan tidak membesar, tipe ekor membulat (Gultom, 2010). Limbah ikan gabus pasir terdiri atas kepala, isi perut. Limbah ikan gabus pasir diolah menjadi tepung dengan cara dipanaskan (cooking), dipressing, dioven dan digrinder menjadi tepung ikan. Tepung ikan mengadung protein yang tinggi dan
dapat
meingkatkan
produksi
dan
nilai
gizi
telur
dan
daging
(Stevie et al., 2009). Tabel 2. Komposisi nutrisi tepung limbah ikan gabus pasir Jenis Nutrisi Kandungan Gross Energi (K.cal/g) 3,6341a Kadar air (%) 7,17b Protein kasar (%) 53,59b Lemak kasar (%) 4,32b Bahan kering (%) 92,82b Abu (%) 21,85b Kalsium (%) 5,86b Posfor (%) 0,026b a Sumber: Laboratorium Loka Penelitian Kambing Potong (2014) b Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Ternak (2014).
dan
Universitas Sumatera Utara