BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan dipaparkan sumber atau literatur yang menunjang dalam penulisan skripsi ini. Penulisan skripsi ini tentunya tidak terlepas dari kajian pustaka yang didasarkan dari beberapa sumber sejarah dan dari disiplin ilmu sosial, seperti ekonomi, sosiologi, antropologi. Berdasarkan literatur tersebut, penulis dapat menjadikannya sebagai suatu landasan kerangka skripsi yang berjudul “Sentra Perdagangan Kain Cigondewah Kecamatan Bandung Kulon: Suatu Kajian Tentang Perubahan Sosial Ekonomi Masyarakat Cigondewah Tahun 1989-2004”. Berdasarkan judul diatas, maka pertama-tama akan dibahas mengenai arti masyarakat yang merupakan bagian terpenting dalam penelitian ini, kemudian akan dibahas mengenai pengertian dari perubahan sosial itu sendiri. Setelah itu, akan pula dibahas mengenai ciri khas yang terdapat
pada
masyarakat
pertanian
dengan
masyarakat
industri
perdagangan. Terakhir mengenai proses adaptasi lingkungan sebagai dampak dari berdirinya pabrik-pabrik tekstil yang membuka peluang baru bagi masyarakat untuk memilih mata pencahariannya.
2.1 Perubahan Sosial Ekonomi
15
Setiap masyarakat pasti akan mengalami perubahan baik itu yang menuju kemajuan (progress) maupun juga yang menurun (regress). Selo Seomardjan (Soekanto, 2004:305) mengartikan perubahan sosial adalah segala perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk didalamnya nilai-nilai, sikap dan pola perilaku di antara kelompokkelompok dalam masyarakat. Kingsley Davis (Soekanto, 2004:304) mengartikan perubahan sosial sebagai perubahan yang terjadi pada struktur dan fungsi masyarakat. Menurut Gillin dan Gillin (Soekanto, 2004:304) perubahan sosial adalah sebagai suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk, ideologi maupun karena adanya difusi ataupun penemuan-penemuan baru dalam masyarakat tersebut. Menurut mac Iver perubahan sosial adalah perubahan-perubahan dalam hubungan sosial atau sebagai perubahan terhadap keseimbangan hubungan sosial. Berbeda dengan pendapat diatas, Astrid S Susanto mengatakan bahwa perubahan sosial adalah perubahan masyarakat menjadi kemajuan masyarakat dengan suatu pola masyarakat yang sesuai bahkan dapat menguasai kemajuan teknologi dan menghindari bahaya degradasi martabatnya. Lebih lanjut Astrid S Susanto menyatakan bahwa perubahan masyarakat sebagai fakta, yang dibuktikan oleh adanya gejala-gejala depersonalisasi, frustasi, apatis, konflik dan kesenjangan antar generasi.
16
Pendapat tersebut didukung oleh Soleman B. Taneko (1993: 136) bahwa faktor yang menjadi pengerak perubahan masyarakat itu antara lain berupa gagasan-gagasan, ide-ide atau keyakinan-keyakinan dan hasil-hasil budaya yang berupa fisik. Menurut Soekanto (2004: 311-315) perubahan sosial dapat dibedakan kedalam beberapa bentuk, yaitu antara lain: pertama perubahan lambat dan perubahan cepat, yaitu perubahan-perubahan yang memerlukan waktu yang lama, dan rentetan-rentetan perubahan yang kecil saling mengikuti dan lambat, yang dinamakan evolusi. Sedangkan perubahanperubahan sosial dan kebudayaan yang berlangsung dengan cepat dan menyangkut dasar-dasar atau sendi-sendi pokok kehidupan masyarakat (yaitu
lembaga-lembaga
kemasyarakatan)
lazimnya
dinamakan
Revolusi.Unsur-unsur pokok revolusi adalah perubahan secara cepat, dan perubahan tersebut mengenai dasar-dasar atau sendi-sendi pokok kehidupan masyarakat. Kedua, perubahan kecil dan perubahan besar. Perubahan kecil adalah perubahan-perubahan yang terjadi pada unsur struktur sosial yang tidak membawa pengaruh langsung atau berarti bagi masyarakat. Sedangkan perubahan besar adala perubahan yang terjadi pada unsur struktur sosial dan membawa pengaruh langsung dan menyangkut kehidupan orang banyak. Misalnya suatu proses industrialisasi yang berlangsung pada masyarakat
17
agraris, lembaga kemasyarakatann akan ikut terpengaruh seperti hubungan kerja, sistem milik tanah, dan hubungan kekeluargaan dsb. Ketiga, perubahan yang dikehendaki (intended-change) atau perubahan yang direncanakan (planned-change) dan perubahan yang tidak dikehendaki (unintended-change) atau perubahan yang tidak direncanakan (unplanned-change). Perubahan yang dikehendaki atau direncanakan merupakan perubahan yang diperkirakan atau direncanakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang hendak mengadakan perubahan dalam masyarakat. Pihak-pihak yang menghendaki perubahan disebut agent of change, yaitu seseorang atau sekelompok orang yang mendapat kepercayaan masyarakat sebagai pemimpin satu atau lebih lembaga-lembaga masyarakat. Perubahan sosial yang tidak dikehendaki atau yang tidak direncanakan, merupakan perubahan-perubahan yang terjadi tanpa dikehendaki, berlangsung diluar jangkauan pengawasan masyarakat dan dapat menyebabkan timbulnya akibat-akibat sosial yang tidak diharapkan dalam masyarakat. Selain hal tersebut, adapula faktor-faktor yang menyebabkan perubahan sosial dan kebudayaan (Soekanto, 1982) sebagai berikut: pertama adalah
bertambah
dan
berkurangnya
penduduk.
Bertambah
dan
berkurangnya penduduk ini bisa disebabkan adanya perpindahan penduduk dari desa ke kota atau dari daerah ke daerah lain. Perpindahan penduduk mengakibatkan kekosongan, sebagai contoh dalam bidang pembagian kerja dan stratifikasi sosial dan mempengaruhi lembaga-lembaga kemasyarakatan.
18
Kedua, penemuan-penemuan baru. Suatu proses sosial dan kebudayaan yang besar, tetapi yang terjadi dalam jangka waktu yang tidak lama disebut inovasi. Proses tersebut bermula pada suatu penemuan baru, dikenal sebagai discovery.
Ketiga,
pertentangan
atau
konflik.
Pertentangan
dalam
masyarakat, baik itu pertentangan individu maupun kelompok dapat menjadi penyebab terjadinya perubahan sosial dan kebudayaan. Keempat, terjadinya pemberontakan (revolusi) dalam masyarakat itu sendiri. Faktor kelima yang menyebabkan perubahan adalah yang berasal dari lingkungan alam fisik yang ada disekitar manusia. Misalnya, terjadinya gempa bumi, angin topan, dan banjir dapat menyebabkan masyarakat harus meninggalkan tempat tinggalnya. Sehingga di tempat yang baru mereka harus menyesuaikan diri dengan keadaan alam yang baru. Keenam adalah peperangan. Peperangan dengan negara lain dapat menyebabkan terjadinya perubahan, karena biasanya negara yang menang akan memaksakan kebudayaannya untuk dapat diterima oleh negara yang ditaklukannya karena meraka menganggap bahwa kebudayaan negara pemenang perang lebih tinggi tarafnya. Terakhir faktor yeng menyebabkan perubahan adalah adanya pengaruh dari kebudayaan masyarakat lain. Berdasarkan beberapa konsep diatas, stimulator perubahan dari masyarakat petani menjadi masyarakat industri perdagangan tidak bisa dilepaskan dari kebijakan pembangunan pemerintah. Pembangunan jangka panjang Indonesia mempunyai sasaran utama terciptanya landasan yang
19
kuat dari bangsa Indonesia untuk tumbuh dan berkembang atas kekuatan sendiri menuju masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Titik berat pembangunan jangka panjang adalah pembangunan ekonomi dengan sasaran utama untuk mencapai keseimbangan antara bidang pertanian dan bidang industri (Didin Saripudin, 2005:166). Dalam TAP MPR No.II 1993 dijelaskan bahwa “pembangunan industri merupakan bagian usaha jangka panjang untuk merubah struktur ekonomi yang kokoh dan seimbang antara pertanian dan industri”. Pembangunan industri dapat berlangsung dengan baik apabila didukung oleh beberapa faktor (Didin Saripudin, 2005:167). Faktor-faktor itu selain yang menyangkut faktor teknologi industri, juga besar peranannya adalah masyarakat dimana industri itu berada. Oleh karena itu, masyarakat setempat harus dibina dan dipersiapkan untuk kehadiran dan kelanjutan adanya suatu industri, hanya dimungkinkan oleh pengetahuan yang luas dan mendalam tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada masyarakat tersebut. Si Luh Swarsi (1990-1991:1) menyatakan bahwa: Pertumbuhan suatu daerah industri pada dasarnya selain membawa teknologi industri ke dalam suatu masyarakat, juga membawa tenaga-tenaga kerja yang terdiri dari aneka ragam suku bangsa, kebudayaan dan agama. Kehadiran industri, baik sebagai fenomena teknologi, ekonomi, ekologi, dan sosiokultural pada suatu masyarakat diperkirakan akan membawa perubahan-perubahan dalam pola kehidupan mereka.
20
Pendapat tersebut menunjukan bahwa tumbuh dan berkembangnya beberapa kawasan industri, pada gilirannya akan membewa perubahan-perubahan dalam masyarakat. Salah satu perubahan ini adalah terjadinya migrasi secara besar-besaran dari daerah pedesaan ke daerah kawasan industri untuk mendapatkan pekerjaan di sektor industri. Bagi masyarakat yang tidak terserap di sektor industri, biasanya mereka bekerja di sektor informal seperti membuka usaha perdagangan kecil. Masyarakat agraris yang selama ini tergantung pada tanah sebagai modal utama dalam bidang pertanian, pada dasarnya membentuk suatu kebudayaan yang berbeda dengan masyarakat industri, seperti terlihat dari pola tingkah laku, pranata sosial, dan budaya mereka. Lapangan pekerjaan di sektor industri cenderung lebih bervariasi daripada jenis pekerjaan yang ada di sektor agraris. Hal ini karena sektor industri memerlukan adanya keahlian tertentu, yakni pendidikan dan penguasaan teknologi modern. Dengan demikian masyarakat dituntut harus dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan baru di kawasan industri, baik secara sosial, ekonomi maupun budaya. Pembangunan kawasan industri di daerah Cigondewah yang pada gilirannya menggusur lahan-lahan pertanian menjadi pabrik-pabrik, sudah tentu memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Cigondewah khususnya, karena mutu hidup dapat diartikan sebagai derajat dipenuhinya kebutuhan dasar, pembangunan dapat diartikan sebagai usaha
21
untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyat dengan lebih baik. Akan tetapi, pembangunan di sektor industri ini telah menimbulkan permasalahan baru bagi masyarakat setempat. Masyarakat Cigondewah yang telah lama menggantungkan hidupnya pada pertanian (sehingga kemampuan yang dimiliki pun hanya sebatas bertani atau mengolah tanah), mulai merasa kehilangan lahan pekerjaan setelah banyaknya pembangunan pabrik. Mengingat lapangan pekerjaan di sektor baru itu membutuhkan keahlian yang berbeda dengan kemampuan yang selama ini mereka miliki dan kembangkan dalam pertanian. Namun, kondisi ini tidak menyebabkan masyarakat Cigondewah menyerah. Masyarakat Cigondewah memiliki keterikatan yang sangat dalam baik dengan tempat tinggalnya maupun dengan sesama warga yang tinggal di daerah tersebut. Masyarakat Cigondewah mau tidak mau harus bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Mereka mulai mengikuti aktifitas ekonomi yang baru ini, yaitu dengan ikut menjadi bagian dari sektor industri tersebut yakni bekerja sebagai buruh pabrik. Bagi masyarakat yang tidak terserap dalam sektor ini kemudian memilih pekerjaan lain yakni dengan membuka usaha perdagangan kecil, dimana mereka mencoba untuk memperdagangkan kain-kain sisa hasil pabrik tekstil yang ada di sekitar mereka.
Pada akhirnya masyarakat Cigondewah lebih dikenal sebagai
daerah para pedagang kain daripada buruh pabrik.
22
Manusia
berinteraksi
dengan
lingkungan
hidupnya.
Ia
mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan hidupnya. Hal ini disebut fenotipe, adalah perwujudan yang dihasilkan oleh interaksi sifat keturunan dengan faktor lingkungan. Hubungan antara manusia dengan lingkungan hidupnya adalah sekuler, perubahan lingkungan itu pada gilirannya akan memepengaruhi manusia. Adanya perubahan lingkungan baru, masyarakat kemudian mulai beradaptasi (Soemarwoto, 2001:45). Kemampuan adaptasi mempunyai nilai untuk kelangsungan hidup, dan manusia adalah makhluk yang mempunyai adaptasi yang tinggi. Menurut Rizki Aji Hertantyo dalam artikel yang berjudul Teori Perubahan Masyarakat Ferdinand Tonnies memaparkan mengenai teori perubahan
sosial
yang
dikemukakan
Ferdinand
Tonnies.
Tonnies
mengatakan bahwa suatu masyarakat mengalami fase gemeinschaft atau fase gesellschaft. Sifat khas dari masyarakat gemeinschaft ialah adanya keterikatan yang bersifat emosional dibandingkan
yang lebih bersifat
rasional lugas. Berkembangnya manusia dari gemeinschaft ke gesellschaft mengakibatkan perubahan sosial dan sebagai akibat penyesuaian diri terhadap perubahan situasi obyektif atau di luar diri. Teori Tonnies tentang Gemeinschaft dan Geselschaft merupakan teori penting yang akhirnya berhasil membedakan konsep tradisional dan modern dalam suatu organisasi sosial, yaitu Gemeinschaft (yang diartikan sebagai kelompok atau asosiasi) dan Gesellschaft (yang diartikan sebagai
23
masyarakat atau masyarakat modern). Gemeinschaft adalah sebagai situasi yang berorientasi nilai-nilai, aspiratif, memiliki peran, dan terkadang sebagai kebiasaan asal yang mendominasi kekuatan sosial. Jadi baginya secara tidak langsung Gemeinschaft timbul dari dalam individu dan adanya keinginan untuk memiliki hubungan atau relasi yang didasarkan atas kesamaan dalam keinginan dan tindakan. Individu dalam hal ini diartikan sebagai pelekat/perekat dan pendukung dari kekuatan sosial yang terhubung dengan teman dan kerabatnya (keluarganya), yang dengannya mereka membangun hubungan emosional dan interaksi satu individu dengan individu yang lain. Status dianggap berdasarkan atas kelahiran, dan batasan mobilisasi juga kesatuan individu yang diketahui terhadap tempatnya di masyarakat. Berbeda dengan Gemeinschaft, Gesellschaft (sebagai sesuatu yang kontras) menandakan terhadap perubahan yang berkembang, berperilaku rasional dalam suatu individu dalam kesehariannya, hubungan individu yang bersifat superficial (lemah, rendah, dangkal), tidak menyangkut orang tertentu, dan seringkali antar individu tak mengenal, seperti tergambar dalam berkurangnya peran dan bagian dalam tataran nilai, latar belakang, norma, dan sikap, bahkan peran pekerja tidak terakomodasi dengan baik seiring dengan bertambahnya arus urbanisasi dan migrasi juga mobilisasi. Tonnies menjelaskan bahwa Gemeinschaft adalah bentuk-bentuk kehendak, baik dalam arti positif maupun negatif, yang berakar pada
24
manusia dan diperkuat oleh agama dan kepercayaan, yang berlaku didalam bagian tubuh dan perilaku atau kekuatan naluriah. Tonnies membedakan Gemeinschaft menjadi 3 dan dapat ditemui pada masyarakat baik di kota maupun di desa. jenis, yaitu : 1. Gemeinschaft by blood, yaitu Gemeinschaft yang mendasarkan diri pada ikatan darah atau keturunan. Didalam pertumbuhannya masyarakat yang semacam ini makin lama makin menipis, contoh : Kekerabatan, masyarakat-masyarakat daerah yang terdapat di DI. Yogyakarta, Solo, dan sebagainya. 2. Gemeinschaft of placo (locality), yaitu Gemeinschaft yang mendasarkan diri pada tempat tinggal yang saling berdekatan sehingga dimungkinkan untuk dapatnya saling menolong, contoh : RT dan RW. 3. Gemeinschaft of mind, yaitu Gemeinschaft yang mendasarkan diri pada ideology atau pikiran yang sama.
Gemeinschaft (komunitas) dapat ditandai dengan adanya ikatan sosial bersifat pribadi, akrab, dan tatap muka (primer). Ciri-ciri ikatan sosial ini seperti yang dikemukakan sebelumnya ialah berubah menjadi impersonal,
termediasi,
dan
sekunder
dalam
masyarakat
modern
(Gesellschaft). Keunikan pendekatan Tonnies terlihat dari sikap kritisnya terhadap
masyarakat
modern
(Gesellschaft),
terutama
nostalgianya
25
mengenai kehidupan tipe komunitas/kelompok/asosiasi (Gemeinschaft) yang lenyap. Tonnies adalah contoh langka penganut evolusionisme yang tak menganggap evolusi identik dengan kemajuan. Menurutnya, evolusi terjadi secara berlawanan dengan kebutuhan manusia, lebih menuju kearah memperburuk ketimbang meningkatkan kondisi kehidupan manusia. Tonies menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan masyarakat dimana prinsip evolusi yang ia miliki hampir sama dan senada dengan prinsip evolusi ahli lain seperti Max Weber begitu juga dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Diantara penyebab terjadi perubahan itu adalah adanya kecenderungan berfikir secara rasional, perubahan orientasi hidup, proses pandangan terhadap suatu aturan dan sistem organisasi. Adanya perubahan baik yang direncanakan maupun yang tidak direncanakan mendorong masyarakat untuk melakukan adaptasi dengan lingkungan yang baru. Dalam hal ini adalah masyarakat Cigondewah, masyarakat harus senantiasa mengikuti dan mendorong masyarakat setempat umntuk menyesuaikan dengan lingkungan baru secara bertahap. Hal ini memberikan dampak signifikan terhadap masyarakat, serta menimbulkan perubahan sosial, bajk perubahan vertikal maupun horizontal. Masyarakat Cigondewah hanya mengetahui teknik mengelola tanah atau dengan kata lain teknik dalam pertanian. Karena kondisi lingkungan berubah dan mata pencaharian mereka pun berubah maka masyarakat pun
26
harus dapat memanfaatkan situasi yang ada. Usaha perdagangan kain yang dilakukan oleh sebagian kecil masyarakat Cigondewah dan dikatakan berhasil, mendorong sebagian besar masyarakat Cigondewah lainnya untuk mengikuti jejak usaha perdagangan kain ini secara bertahap.
2.2 Kewirausahaan Kegiatan ekonomi merupakan
suatu
akibat
yang berlangsung secara terus menerus dari
adanya
ketidakseimbangan.
Unsur
ketidakseimbangan ini juga nampak pada ketersediaan lapangan pekerjaan yang ada dalam masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari kenyataan bahwa ketika pertumbuhan ekonomi yang meningkat pesat, maka diperlukan penambahan tenaga kerja untuk mengelolanya, akan tetapi keahlian dan spesifikasi tenaga keja yang dibutuhkan belum tentu sesuai dengan pekerjaan yang diperlukan. Dengan pertumbuhan penduduk pada umumnya maka laju pertambahan jumlah tenaga kerja yang tersedia seringkali melampaui jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia. Hal ini kemudian berdampak pada penciptaan lapangan kerja sendiri nampaknya merupakan suatu kebutuhan yang tidak dapat ditawar lagi, sehingga ber-wirausaha merupakan alternatif penyelesaian dari berbagai masalah ketidakseimbangan tersebut. Peran wirausaha ini dapat dilihat dari semakin luasnya partisipasi mereka dalam semua aspek kehidupan terutama kehidupan ekonomi dalam masyarakat.
27
Wirausaha tidak terbatas pada sektor-sektor tertentu saja, artinya semua sektor usaha dapat dimasuki oleh para wirausaha. Sektor-sektor tersebut diantaranya seperti sektor perdagangan, jasa, pertanian, dan sektor industri berbagai skala. Pada sektor jasa cakupannya lebih luas, karena keahlian, keterampilan, keberanian, dan semnagat kerja merupakan modal awal dan penting bagi calon wirausaha. Pada sektor pertanian, pada saat ini tidak sekedar berfungsi sebagai penyedia kebutuhan bahan pangan saja, tetapi sudah merambah ke masalah pertamanan, wisata, dan pendidikan. Sektor yang paling menjajikan masa depan yang cukup besar adalah sektor industri, jika melihat sektor industri selain berbicara mengenai industri besar dapat pula memepelajari industri kecil yang memenuhi kebutuhan manusia untuk melakukan aktivitasnya sehari-hari seperti kain, pakaian jadi, barang-barang rumah tangga dan sebagainya. Terciptanya lapangan kerja dalam sektor industri ini secara langsung juga telah membuka
peluang
baru
bagi
calon-calon
wirausaha
yang
akan
memperdagangkan hasil-hasil industri tersebut. Besarnya sumbangan para wirausaha terhadap perkembangan ekonomi, khususnya pada perkembangan perdagangan dapat dilihat dari berbagai cara misalnya dalam pembentukan modal, penentuan komoditi perdagangan, perluasan pasar, dan pengelolaan unit usaha. Sektor perdagangan lebih sederhana karena kebutuhan, modal, keterampilan, barang dagangan, serta tempat usaha dapat disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan.
28
Meredith 1984 dalam Partomo dan Soedjono (2002:70) mengatakan bahwa wiraswastawan atau wirausahaan adalah orang yang mempunyai kemampuan
melihat
dan
menilai
kesempatan-kesempatan
bisnis,
mengumpulkan sumber-sumber daya yang dibutuhkan guna mengambil keuntungan darinya dan mengambil tindakan-tindakan yang tepat guna memastikan keberhasilan selanjutnya. Terkait dengan hal tersebut, tingkat kewirausahaan masyarakat Cigondewah Kecamatan Bandung Kulon Kota Bandung yang mengembangkan usaha perdagangan kain dapat dikatakan memiliki semangat dan motivasi yang tinggi dalam mengelola usahanya tersebut. Menurut McClelland dalam Suwarso dan Alvin (1991: 28-31) bahwa seorang wiraswasta atau wirausaha adala orang yang memiliki keinginan berprestasi sangat tinggi dibandingkan
dengan
orang
yang tidak
berwirausaha. Pada dasarnya wirausahawan mempunyai keinginan yang kuat untuk mencapai prestasi gemilang yang dikerjakan melalui penampilan kerja yang baik, dengan selalu berfikir dan berusaha untuk menemukan cara-cara baru untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas kerja. Maka dapat dikatakan bahwa ciri-ciri manusia yang berwirausaha adalah memiliki potensi yang besar untuk berpretasi. Ciri lain adalah dengan kekuatan yang ada pada dirinya sendiri, seorang wirausaha mampu mendorong dirinya sendiri dan mengatasi permasalahan hidupnya. Selain itu, mereka tidak
29
bergantung pada alam sekitar, misalnya cuaca panas, dingin, dan hujan dalam melakukan proses produksi dan distribusi. Sikap mental wirausaha sangat diperlukan dalam kehidupan, diantaranya mempunyai kemauan keras untuk mencapai tujuannya dan memiliki kebutuhan akan keberhasilan (need for achievment), disamping kemauan keras dan kebutuhan akan keberhasilan, juga harus memiliki keyakinan yang kuat atas kekuatan yang ada pada dirinya. Keyakinan ini dapat memberikan harapan dan semangat untuk bekerja mencapai tujuannya. Kunci keberhasilan dalam berwirausaha adallah adanya keparcayaan dari orang lain terhadap dirinya. Untuk mencapainya maka yang harus dimiliki adalah sifat kejujuran dan tanggung jawab dengan melatih disiplin dan orientasi kepada tujuan dan kebutuhan hidup. Sikap mental atau jiwa kewirausahaan telah ada pada masyarakat Cigondewah Kecamatan Bandung Kulon, hal ini terlihat dari adanya motivasi untuk terus berprestasi, terus maju guna meningkatkan taraf kehidupan sehingga segala permasalahan hidupnya dapat tertolong dengan sikap ini. Masyarakat cigondeawah yang memilih berdagang kain, mampu melihat peluang dan berani bersaing serta berorientasi jauh kedepan. Kemampuan mereka dalam menjawab tantangan yang harus dihadapi ini terbukti ketika krisis ekonomi melanda bangsa Indonesia pada tahun 1998 dimana banyak jenis usaha yang gulung tikar, perdagangan kain di cigondewah ini justru berkembang dengan pesat. Mereka mampu
30
bertahan dan terus meningkat. Hal ini tentu dikarenakan oleh proses kreativitas mereka melihat peluang pasar yang pada saat itu membutuhkan barang-barang dengan harga murah untuk produksi ataupun untuk memenuhi kehidupan sehari-hari. Peran masyarakat cigondewah yang memilih berwirausaha dapat dikatakan sangat dominan dalam mengembangkan inovasi dan kreativitas untuk melihat peluang dalam upaya pengembangan sentra perdagangan kain ini. Dalam hal ini kretivitas merupakan salah satu keterampilan yang harus dimiliki oleh seorang wirausahawan untuk dapat mempertahankan dan memanjukan unit-unit usahanya seperti yang dilakukan oleh para pedagang kain di kawasan wisata sentra perdagangan kain Cigondewah ini.
2.3
Ekonomi Kerakyatan Menurut Mubyarto dalam bukunya yang berjudul Ekonomi
Rakyat, Program IDT dan Demokrasi Ekonomi Indonesia, bahwa usaha yang bersifat mandiri adalah ciri khas usaha sektor ekonomi rakyat. Apabila kita ingin mengembangkan perekonomian rakyat, maka perlu meneliti di mana kekuatan dan kelemahannya agar ditemukan cara-cara atau metoda yang paling tepat untuk mengembangkannya. Ekonomi rakyat yang tidak didukung oleh modal kuat dan teknologi yang maju, yang dengan sendirinya merupakan ekonomi lemah, akan tetapi bisa
31
bertahan meskipun harus bersaing secara keras dengan ekonomi modern yang ”efisien” dan mengglobal. Kekuatan dan daya tahan ekonomi rakyat terletak pada kemampuannya untuk berswadaya, yaitu mengandalkan pada kekuatan ”modal sendiri”. Artinya ”pengusaha” ekonomi rakyat atau ekonomi lemah tidak membayar bunga modal dan upah buruh yang tinggi kepada pihak ketiga. Bagaimanapun
ekonomi
rakyat
adalah
”strategi
berorganisasi ekonomi” bagi rakyat miskin. Orang miskin tidak akan menetapkan ”target keuntungan” yang ingin diraih dalam setiap kegiatannya. Yang ingin dicapai adalah pemenuhan kebutuhan dasar bagi dirinya dan keluarganya. Pembahasan yang terdapat dalam buku tersebut sayangnya belum begitu menguraikan mengenai macam-macam usaha apa saja yang termasuk ke dalam ekonomi kerakyatan yang dianggap memberikan sumbangsih bagi masyarakat kecil. Prof. Dr. Cornelis Rintuh berpendapat bahwa ekonomi rakyat adalah segala kegiatan dan upaya rakyat untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya, yaitu sandang, pangan, papan, pendidikan dan kesehatan. Dengan perkataan lain, ekonomi rakyat adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh rakyat dengan secara swadaya mengelola sumber daya apa saja yang dapat dikuasainya setempat, dan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya beserta keluarganya.
Dalam
konteks
permasalahan
yang
32
sederhana, ekonomi rakyat adalah strategi bertahan hidup (survival) dari rakyat miskin. Pemberdayaan ekonomi rakyat pedesaan berarti juga pembangunan pedesaan tetapi lebih sulit ditekankan pada upaya meningkatan pendapatan petani, dan pembangunan ekonomi rakyat karena sebagian besar rakyat hidup di sektor pertanian yang berarti juga pembangunan pertanian yang sekaligus merupakan upaya peningkatan pendapatan rakyat di pedesaan. Dalam hal pemerataan, ekonomi rakyat mempunyai peluang yang lebih besar karena mampu menjangkau masyarakat sehingga tingkat paling bawah. Oleh karena itu, usaha mencapai tujuan ekonomi rakyat dan swasta harus berjalan seimbang sehingga pada akhirnya tercapai masyarakat yang adil dan makmur. Namun pembahasan ini belum banyak memaparkan mengenai kelemahan-kelemahan dari ekonomi kerakyatan. Hanya sebatas memaparkan kekuatan dari ekonomi kerakyatan. Menurut Ahmad Erani Yustika bahwa ekonomi kerakyatan yang dipicu oleh realitas bahwa sebagian besar pelaku ekonomi di Indonesia selalu bergerak pada usaha berskala kecil. Dilihat dari kacamata ekonomi, pembangunan berbasis kerakyatan berarti pembangunan ekonomi yang berorientasi kepada kesejahteraan rakyat dengan bertumpu kepada pemberian kesempatan kerja yang sama dan seluas-luasnya bagi masyarakat untuk beraktivitas di bidang ekonomi (demokrasi ekonomi). Jika sebagian besar kegiatan ekonomi suatu negara disumbang oleh usaha menengah dan
33
kecil yang banyak menampung tenaga kerja, maka sudah selayaknya apabila keduanya mendapatkan perhatian yang lebih besar. Salah satu pilar dari ekonomi kerakyatan adalah keberadaan usaha ekonomi skala kecil dan menengah (UKM) yang selama ini menjadi tumpuan sebagian besar tenaga kerja di Indonesia. Akan tetapi dalam buku ini tidak dibahas mengenai bentuk perhatian
yang besar dari pemerintah seperti apa untuk
mensejahterakan usaha kecil menengah yang merupakan tumpuan sebagian besar masyarakat Indonesia. Usaha perdagangan kain Cigondewah dapat dikatakan sebagai bentuk dari ekonomi kerakyatan, dalam hal ini terlihat jelas bahwa roda penggerak perdagangan tersebut berasal dari kemampuan masyarakat Cigondewah untuk berswadaya dan berwirausaha demi terciptanya lapangan pekerjaan yang luas bagi masyarakat di sekitarnya. Ekonomi kerakyatan ini telah mampu mendorong terciptanya kesejahteraan masyarakat Cigondewah menjadi meningkat dari sebelumnya.
34