BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas mengenai konsep-konsep yang akan digunakan dalam penelitian ini, yaitu metode Regresi Logistik Ordinal (RLO) dan Algoritma Cat Swarm Optimization (CSO). Dalam hal ini digunakan pendekatan regresi untuk membentuk fungsi tujuan dari CSO.
1.1
Metode Regresi Metode regresi merupakan alat statistik untuk menganalisis data yang
memanfaatkan hubungan antara dua atau lebih peubah kuantitatif, sehingga salah satu peubah bisa diprediksi dari peubah lainnya (Agresti, 1990). Analisis regresi memperlihatkan hubungan dan pengaruh antara peubah bebas dengan peubah respon. Hosmer & Lemeshow (2000) memberikan asumsi-asumsi yang harus dipenuhi dalam penggunaan model regresi linier, yaitu: 1.
Harus diketahui dengan pasti bentuk hubungan antara peubah respon dengan peubah bebas.
2.
Sisaan mengikuti sebaran normal.
3.
Kehomogenan ragam sisaan. Jika hubungan peubah respon dengan peubah bebas bersifat linier dan
ketiga asumsi terpenuhi, maka model regresi linier bisa diterapkan. Adapun model umum dari regresi linier adalah:
Y 0 1 X 1 2 X 2 p X p 6
(2.1)
7
dengan
peubah respon;
j= 0,1,...,p;
peubah bebas, i= 1,2,...,p ;
parameter,
= sisaan, yang diasumsikan menyabar normal dengan rataan 0 dan
ragam 1. Apabila peubah bebasnya hanya satu dan berpangkat 1, maka model yang terbentuk disebut model regresi linier sederhana, sedangkan apabila peubah bebasnya lebih dari satu, model yang terbentuk dinamakan regresi linier berganda. Selain regresi linier sederhana dan regresi linier berganda, terdapat beberapa macam regresi lainnya seperti regresi nonlinier, regresi dummy, dan regresi logistik dengan peubah respon dalam berskala ordinal (kategorik). Akan tetapi di sini hanya akan dibahas mengenai metode regresi logistik.
1.2
Metode Regresi Logistik Tujuan melakukan analisis data kategori menggunakan regresi logistik
adalah untuk mendapatkan model dalam bentuk sederhana, namun model tersebut sejalan dengan tujuan untuk menjelaskan hubungan antara keluaran dari peubah respon dengan peubah bebas (Agresti, 1990). Metode regresi logistik merupakan metode regresi dengan peubah respon
dalam bentuk kategorik yaitu peubah
biner atau dikotomi (mempunyai dua kemungkinan nilai), sedangkan peubah bebasnya bisa berupa peubah kategorik maupun kontinu. Apabila peubah merupakan peubah biner atau dikotomi dalam arti perubah respon terdiri dari dua kategori yaitu nilai 1 untuk kejadian sukses atau nilai 0 untuk kejadian gagal, maka peubah
mengikuti sebaran Bernoulli yang mempunyai fungsi peluang
(Hosmer & Lemeshow, 2000):
f ( y i ) ( xi ) yi (1 ( xi ))1 yi
(2.2)
8
dengan ( xi ) adalah peluang sukses,
{0,1}
Dengan demikian berdasarkan persamaan (2.2) -
untuk yi = 0 berlaku f (0) ( xi ) 0 (1 ( xi ))10 1 ( xi )
-
untuk yi = 1 berlaku f (1) ( xi )1 (1 ( xi ))11 ( xi )
Nilai harapan dari peubah respon
untuk nilai peubah bebas
dinotasikan
dengan EY | x. Selanjutnya EY | x ditulis (x) dengan peubah respon
Y g (X ) untuk masing-masing amatan ditulis y i g ( xi ) . Dari persamaan (2.1) maka diperoleh
g ( xi ) 0 1 xi1 2 xi 2 p xip . Apabila digunakan
distribusi logistik (Hosmer & Lemeshow, 2000), rumus untuk
dapat dilihat
pada persamaan (2.3):
( xi )
exp( 0 1 xi1 2 xi 2 p xip ) exp g ( xi ) 1 exp g ( xi ) 1 exp( 0 1 xi1 2 xi 2 p xip )
(2.3)
Hubungan antara peubah bebas dan peluangnya adalah hubungan tidak linier sehingga untuk mendapatkan hubungan yang linier dilakukan suatu transformasi logit. Hasil transformasinya sebagai berikut (Hosmer & Lemeshow, 2000): ( xi ) 0 1 x i1 2 x i 2 p x ip g ( x i ) log it ( ( x i )) ln 1 ( xi )
(2.4)
Untuk memperoleh model dengan lebih dari dua peubah respon yang berbentuk kategori dapat digunakan regresi logistik ordinal.
9
1.3
Regresi Logistik Ordinal (RLO) Regresi logistik ordinal adalah regresi logistik dengan peubah respon
dalam bentuk kategorik yang memiliki lebih dari dua kemungkinan nilai (Hosmer & Lemeshow, 2000). Metode ini merupakan perluasan dari metode regresi logistik dengan peubah respon biner. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk membentuk model dengan respon kategorik yang berskala ordinal adalah dengan membentuk fungsi logit peluang kumulatif kategori ke- (Agresti, 1990). Model logistik untuk data respon ordinal ini sering disebut sebagai model logit kumulatif. Peubah respon dalam model logit kumulatif berupa data bertingkat yang diwakili dengan angka 1,2,3,..., J, dengan J adalah banyaknya kategori pada peubah respon ordinal dan
X menyatakan vertor peubah bebas dengan X ( X 1 , X 2 , , X m ) ,
banyaknya
peubah bebas. Langkah awal untuk membuat model regresi logistik ordinal adalah membentuk persamaan peluang kumulatif j (X ) seperti pada persamaan (2.5) (Hosmer & Lemeshow, 2000)
j (X ) P(Y j | X ) 1 (X ) 2 (X ) j (X )
(2.5)
dengan j (X ) adalah peluang peubah respon kategori ke- , dan j (X ) adalah peluang kumulatif peubah respon ordinal kategori ke-j; = 1,2,..,J. Selanjutnya dibuat fungsi logit kumulatif j (X ) yang dibentuk melalui transformasi logit dari fungsi peluang kumulatif j (X ) (Hosmer & Lemeshow, 2000) yaitu:
10
j (X ) log it j (X ) j (X ) (X ) j (X ) ln 1 ln 1 (X ) (X ) (X ) j J j 1
(2.6)
Dengan melibatkan peubah bebas X berdasarkan persamaan (2.4), maka dihasilkan model regresi logistik ordinal (Hosmer & Lemeshow, 2000):
j (X ) 0 j 1 X 1 2 X 2 m X m
0 j 1
2
X1 X m 2 X m
0 j β T X dengan
merupakan intersep peubah respon ordinal kategori ke- ;
j 1,2,..., J 1 ,
1
(2.7)
merupakan vector slope parameter tanpa intersep;
2 m .
Dengan demikian, model regresi logistik ordinal yang terbentuk apabila terdapat kategori respon adalah
1 (X ) 01 1 X 1 2 X 2 m X m
2 (X ) 02 1 X 1 2 X 2 m X m
J 1 (X ) 02 1 X 1 2 X 2 m X m
(2.8)
Selanjutnya peluang untuk masing-masing kategori dari persamaan model regresi logistik ordinal adalah (Hosmer & Lemeshow, 2000)
11
j X PY j | X
1
1 exp β T X 0 j
(2.9)
dan J X PY J | X 1 yang merupakan total dari peluang untuk J kategori.
1.4
Pendugaan Parameter Metode paling umum yang digunakan untuk menduga parameter pada
model regresi logistik adalah metode kemungkinan maksimun (Methode of Maximum Likelihood) (Ryan, 1997). Bentuk umum dari fungsi likelihood untuk nilai peubah respon diasumsikan saling bebas dengan sampel sebanyak
yang
amatan adalah (Hosmer &
Lemeshow, 2000) n
l 0 xi i 1
y0 i
1 xi
y1i
h xi
y hi
(2.10)
dengan h xi adalah fungsi dari parameter yang tidak diketahui, h merupakan banyaknya fungsi dari parameter yang tidak diketahui. Logaritma dari fungsi likelihood bersamanya dapat ditulis seperti pada persamaan (2.10) (Hosmer & Lemeshow, 2000): n
L y 0i ln 0 xi y1i ln1 xi y hi ln h xi
(2.11)
i 0
dengan y ' = ( y 0i , y1i ,..., y hi ) merupakan peubah respon ordinal. Untuk mendapatkan nilai penduga dari yang memaksimumkan L , didapat dengan cara menurunkan persamaan (2.11) terhadap , kemudian hasil
12
turunannya disamakan dengan nol (Hosmer & Lemeshow, 2000). Persamaan yang diperoleh adalah:
L n xi y h ji 0 i 1 dengan
(2.12)
1,2,3,...,q ; q merupakan banyaknya fungsi dari parameter yang sudah
diturunkan. Nilai duga dari selanjutnya dinotasikan ˆ
1.5
Pengujian Signifikansi Model RLO Uji signifikansi dilakukan untuk mengetahui signifikansi parameter dan
mengevaluasi kecocokan model. Uji signifikansi yang dilakukan meliputi pengujian fungsi secara simultan dan secara parsial.
2.5.1 Pengujian Koefisien Regresi Simultan Uji simultan adalah uji untuk melihat pengaruh semua peubah bebas secara bersama-sama terhadap peubah respon. Apabila model signifikan maka model bisa digunakan untuk prediksi, sebaliknya apabila model tidak signifikan maka model tidak bisa digunakan untuk prediksi (Ryan, 1997). Uji simultan dilakukan dengan hipotesis: H0
:
(model tidak signifikan)
H1
: terdapat dengan regresi
(model signifikan) = 1,2,3,...,
dan k merupakan banyaknya parameter koefisien
13
Statistik uji yang digunakan dengan taraf signifikansi
adalah uji G (Hosmer &
Lemeshow, 2000) yaitu: [ dengan
]
merupakan fungsi maksimum likelihood tanpa peubah bebas dan
merupakan fungsi maksimum likelihood dengan peubah bebas. Statistik uji G mengikuti sebaran chi-square
dengan derajat bebas db. Kriteria uji yang
digunakan adalah apabila
maka keputusan terima H0, sebaliknya tolak
H0, yang berarti model signifikan. Selanjutnya, untuk menjelaskan keragaman pada peubah respon digunakan tiga uji dalam menentukan nilai dari Pseudo R-Square yaitu Cox & Snell, Nagelkerke, dan McFadden. Pada regresi logistik digunakan uji Cox & Snell dan Nagelkerke yang secara bersama menjelaskan keragaman peubah respon terhadap peubah bebas. Cox & Snell dan Nagelkerke memiliki analogi yang sama dengan nilai R-Square pada regresi linier, akan tetapi pada regresi logistik digunakan Nagelkerke yang menghasilkan nilai R-Square tertinggi. (O'Connell, Ann A.,2006). Berdasarkan model yang signifikan dengan keragaman yang diperoleh, maka untuk mengetahui parameter mana yang signifikan dilakukan uji parsial.
2.5.2 Pengujian Koefisien Regresi Parsial Uji signifikansi secara parsial yang digunakan adalah uji Wald, yaitu untuk menguji pengaruh masing-masing peubah bebas terhadap peubah respon. Hipotesis pada uji parsial adalah
14
Hipotesis:
H0
:
(parameter
tidak berpengaruh terhadap model)
H1
:
(parameter
berpengaruh terhadap model)
dengan
{1,2,3,..., }
Adapun statistik uji Wald dengan taraf signifikansi
yang digunakan (Hosmer
& Lemeshow, 2000) adalah: [
̂
] (̂)
dengan ̂ adalah penduga dari
dan
( ̂ ) adalah penduga galat baku dari
.
W diasumsikan mengikuti sebaran chi-square dengan derajat bebas 1. Keputusan tolak H0 apabila nilai
atau
, yang berarti parameter ke-i
berpengaruh signifikan terhadap model dan terima H0 apabila
1.6
.
Pengklasifikasian dengan Metode RLO Pengklasifikasian amatan dilakukan dengan menggunakan peubah-peubah
bebas yang berpengaruh signifikan terhadap peubah respon. Berdasarkan persamaan (2.5), diperoleh (Hosmer & Lemeshow, 2000):
(2.15)
15
Oleh karena itu, berdasarkan persamaan (2.15) dapat diperoleh peluang suatu amatan untuk masuk ke dalam salah satu kategori yang dimiliki peubah respon . Nilai peluang untuk masing-masing kategori adalah:
(
)
(2.16)
1.7
Klasifikasi Klasifikasi (classification) adalah metode untuk mempelajari fungsi-fungsi
yang memetakan tiap item data ke dalam kelas yang telah ditentukan (Olson, 2001). Dengan adanya set kelas, jumlah atribut, dan set pembelajaran (learning set), metode klasifikasi dapat memprediksi kelas dari data baru yang belum terklasifikasi. Dengan kata lain klasifikasi bertujuan menempatkan data baru ke dalam kelas yang telah tersedia sebelumnya. Dalam klasifikasi, metode untuk mengukur kinerja model adalah dengan menggunakan metode “train and test” (Suyanto, 2010). Pada metode ini, data dipisah menjadi dua bagian, masing-masing disebut training set dan test set. Training set digunakan untuk membangun fungsi pemisah, yang selanjutnya
16
digunakan untuk memprediksi klasifikasi pada test set. Jika terdapat sebanyak N data yang diuji, dan sebanyak C data yang terklasifikasi benar, maka keakuratan prediksi dari fungsi pemisah tersebut adalah
1.8
(Suyanto, 2010).
Misklasifikasi Johnson (1998) menyatakan bahwa, misklasifikasi adalah pengamatan yang
pengelompokannya tidak tepat. Untuk menghitung keakuratan pengklasifikasian, biasanya dengan menghitung peluang kesalahan pengklasifikasian. Ukuran ini dinamakan Apparent Error Rate (APER) yang didefinisikan sebagai proporsi kesalahan pada klasifikasi. Komplemen dari rata-rata kesalahan adalah rata-rata pengklasifikasian yang benar (Apparent Correct Classification Rate). APER dihitung dengan terlebih dahulu membuat tabel klasifikasi, seperti pada Tabel 2.1 Tabel 2.1 Tabel Klasifikasi Actual Group
Prediction Group
Total
n
n
n
r i 1 i1
n
r i 1 i 2
n
r i 1 i 3
n
n
i 1
j 1 ij
dengan = kelompok ke-s, s = 1,2,...,n = kelompok sebenarnya i yang diprediksi sebagai kelompok prediksi j
r
j 1 3 j
Sumber: Olson (2001)
rij
r
j 1 2 j
n
Total
r
j 1 1 j
r
17
n
n
i 1
j 1 ij
r
= jumlah pengamatan
Untuk menghitung nilai APER digunakan rumus (Hosmer & Lemeshow, 2000):
APER =
r r n
n
n
i 1
j 1 ij
i 1 ii
n
n
i 1
j 1 ij
r
r = 1 n
n
i 1
dengan
n
i 1 ii n
(2.17)
r j 1 ij
r = jumlah pengamatan yang terklasifikasi dengan benar.
i 1 ii
Oleh karena itu, tingkat pengklasifikasian yang benar (Hosmer & Lemeshow, 2000):
Apparent Correct Classification Rate = 1- APER n r i 1 ii = 1- 1 n n rij i 1 j 1
r
n
=
n
i 1
1.9
i 1 ii n
(2.18) r
j 1 ij
Algoritma Algoritma adalah susunan yang logis dan sistematis untuk memecahkan
suatu masalah atau untuk mencapai tujuan tertentu (Munir, 1999). Menurut Hasad (2011) sebuah algoritma merupakan langkah komputasi yang mengubah input ke output. Secara umum, masalah yang ingin dipecahkan adalah melalui hubungan
18
antara input dan ouput, sedangkan algoritma akan menggambarkan prosedur komputasi tertentu untuk mencapai hubungan input dan output tersebut. Umumnya sebuah algoritma dibangun dari tiga buah struktur dasar, yaitu barisan (sequence), pemilihan (selection), dan pengulangan (repetition) (Hasad, 2011). Sequence merupakan satu atau lebih instruksi, dengan tiap instruksi dikerjakan secara berurutan sesuai dengan urutan yang diberikan pada awal instruksi. Disini sebuah instruksi dilaksanakan setelah instruksi sebelumnya dilaksanakan. Selection merupakan kemampuan yang memungkinkan proses dapat mengikuti jalur aksi yang berbeda berdasarkan kondisi yang ada. Tanpa struktur selection tidak mungkin dapat menulis algoritma untuk permasalahan yang kompleks. Repetition merupakan pengulangan pada sebuah pekerjaan dan Repetition juga disebut loop. Bagian algoritma yang diulang disebut loop body (Hasad, 2011).
1.10 Algoritma Optimasi Algoritma optimasi dapat didefinisikan sebagai algoritma atau metode numerik untuk menemukan nilai
sedemikian sehingga menghasilkan nilai fungsi
yang bernilai sekecil atau sebesar mungkin untuk suatu fungsi
yang
diberikan, yang mungkin disertai dengan beberapa batasan pada . Di sini,
bisa
berupa skalar atau vektor dari nilai-nilai kontinu maupun diskrit. (Suyanto, 2010) Pada beberapa cabang matematika terapan dan analisa numerik dijumpai pembahasan mengenai optimasi dengan kriteria yang tunggal, ganda, bahkan mungkin kompleks. Kriteria tersebut diwujudkan sebagai himpunan fungsi
19
matematika
, yang disebut fungsi-fungsi objektif (objective
functions). Suatu himpunan masukan yang membuat fungsi-fungsi objektif menghasilkan nilai-nilai optimal yang berupa maksimal atau minimal disebut hasil dari proses optimasi. Menurut metode operasinya, algoritma optimasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu algoritma deterministik dan algoritma probabilistik (Suyanto, 2010). Pada setiap langkah algoritma deterministik (deterministic algorithm) terdapat maksimum satu jalan untuk diproses. Jika tidak ada jalan berarti algoritma sudah selesai. Pada umumnya, algoritma probabilistik menggunakan konsep dasar dari metode Monte Carlo. Metode Monte Carlo bertumpu pada proses pengambilan sampel secara acak yang berulang-ulang (repeated random sampling) untuk menghasilkan solusi. Dengan karakteristik ini, maka proses-proses pada Monte Carlo dapat dilakukan dengan bantuan komputer. Metode Monte Carlo digunakan apabila suatu permasalahan tidak mungkin diselesaikan melalui algoritma deterministik. (Suyanto, 2010) Terdapat banyak algoritma optimasi yang menggunakan konsep Monte Carlo, salah satu diantaranya adalah Swarm Intelligence (SI). Swarm Intelligence berhubungan dengan alam dan sistem-sistem buatan yang tersusun atas banyak individu. Swarm dapat diartikan sebagai kawanan, kelompok, kerumunan, gerombolan, rombongan, atau koloni. Oleh karena itu, Swarm Intelligence (SI) dapat diartikan sebagai kecerdasan yang dihasilkan dari adanya tingkah laku kawanan atau kelompok.
20
Algoritma optimasi yang termasuk ke dalam kelas Swarm Intelligence (SI) diantaranya, adalah Particle Swarm Optimization (PSO), Ant Colony Optimization (ACO), Artificial Bee Colony Algorithm (ABC), Cat Swarm Optimization (CSO), dan lain-lain. Akan tetapi, yang akan dibahas disini adalah Algoritma Cat Swarm Optimization (CSO).
1.11 Algoritma Cat Swarm Optimization (CSO) Algoritma CSO merupakan algoritma yang diusulkan oleh Shu-Chuan Chu dan Pei-Wei Tsai pada tahun 2006 melalui pengamatan terhadap perilaku sekumpulan kucing. Tahap awal dalam CSO adalah menentukan seberapa banyak kucing yang akan digunakan dalam iterasi. Kucing yang diterapkan dalam CSO digunakan untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Setiap kucing memiliki posisi berdimensi tertentu, kecepatan untuk setiap dimensi, nilai kecocokan (nilai fitness), dan tanda untuk menyatakan apakah kucing berada dalam posisi seeking mode atau tracing mode. Solusi akhir yang didapat melalui tahapan-tahapan algoritma CSO adalah posisi terbaik (nilai fitness tertinggi) dari salah satu kucing. (Chu & Tsai, 2006) Algortima CSO dibagi dalam dua sub mode yang terinspirasi dari dua perilaku utama kucing, yaitu ”seeking mode” (kondisi mencari) dan ”tracing mode” (kondisi melacak). (Chu & Tsai, 2006) 1.
Seeking Mode Sub mode ini merupakan langkah dari algoritma CSO yang digunakan untuk
memodelkan situasi kucing ketika dalam keadaan beristirahat dan melihat keadaan
21
untuk bergerak mencari posisi berikutnya. Dalam seeking mode terdapat 4 faktor penting (parameter), yaitu seeking memory pool (SMP), seeking range of the selected dimension (SRD), counts of dimension to change (CDC), dan selfposition considering (SPC). SMP digunakan untuk mendefinisikan ukuran memori dalam pencarian untuk masing-masing kucing, yang menunjukkan titik-titik yang dicari oleh kucing. Kucing tersebut kemudian akan memilih titik dari kelompok memori berdasarkan SRD, CDC, dan SPC. SRD menyatakan rasio perpindahan untuk dimensi yang dipilih dengan rentang SRD adalah [0,1]. CDC memperlihatkan berapa banyak dimensi pada masing-masing kucing yang akan berubah yang memiliki rentang [0,1]. Jika suatu dimensi diputuskan berubah, selisih antara nilai baru dengan yang lama tidak boleh melebihi suatu rentang, yaitu rentang yang didefinisikan oleh SRD. SPC merupakan variabel Boolean (bernilai “benar” atau “salah”), untuk menunjukkan apakah suatu titik yang pernah menjadi posisi kucing akan menjadi salah satu kandidat untuk berpindah. Langkah-langkah dalam seeking mode dapat dideskripsikan dalam 5 tahap (Chu & Tsai, 2006), yaitu: Tahap 1
: membuat salinan sebanyak
dari posisi kucing ke- , dengan
= SMP. Jika nilai dari SPC bernilai benar, maka masukkan = (SMP–1), kemudian pertahankan posisi saat ini sebagai salah satu kandidat; Tahap 2
: untuk setiap salinan, berdasarkan CDC, pilih dimensi sebagai kandidat untuk berubah, kemudian secara acak tambahkan atau
22
kurangkan sebanyak presentase SRD dari nilai sekarang dan gantikan nilai sebelumnya; Tahap 3
: hitung nilai kecocokan atau nilai fitness (
) untuk semua titik
kandidat; Tahap 4
: jika semua
tidak sama, hitung peluang terpilih masing-masing
titik kandidat dengan menggunakan persamaan (2.19)
, FS max FS min 1 FS FS Pi i b 0i j FS FS , max min dengan
(2.19)
merupakan peluang memilih kucing ke- dan
merupakan nilai fitness kucing ke- . Jika semua FS sama, peluang setiap titik kandidat terpilih diberi nilai 1; Tahap 5
: berdasarkan nilai fitness, pilih titik untuk bergerak dari titik-titik kandidat, dan ganti posisi kucing ke-
Jika tujuan dari fungsi fitness adalah untuk menemukan solusi minimum maka , sebaliknya
2.
untuk menemukan solusi maksimum.
Tracing Mode Tracing mode merupakan sub mode yang menggambarkan keadaan ketika
kucing sedang melacak targetnya. Setelah kucing memasuki tracing mode, kucing akan bergerak sesuai dengan kecepatannya untuk masing-masing dimensi. Tahapan tracing mode dapat dijelaskan dalam 3 tahap berikut (Chu & Tsai, 2006):
23
Tahap 1
: perbarui nilai kecepatan untuk setiap dimensi (
) berdasarkan
persamaan (2.20); ( dengan
sebagai kecepatan kucing ke-
pada dimensi ke- ; ke-
)
1,2,..., M,
saat iterasi ke- t+1
sebagai kecepatan kucing
saat iterasi ke–t pada dimensi ke-d sebelumnya;
merupakan nilai acak pada interval kontinu [0,1]; sebuah konstanta, dan memiliki nilai fitness terbesar,
merupakan
merupakan posisi kucing yang merupakan posisi dari kucing
ke- pada dimensi ke- ; Tahap 2
: periksa apakah kecepatan berada dalam rentang kecepatan maksimum. Jika kecepatan yang baru melebihi rentang kecepatan maksimum, maka tetapkan nilai kecepatan sama dengan batas kecepatan maksimum;
Tahap 3
: Perbarui posisi kucing ke- berdasarkan persamaan (2.21). (2.21)
Seperti yang telah dibahas pada sebelumnya, CSO terdiri dari dua sub mode, yaitu seeking mode dan tracing mode. Untuk mengkombinasikan kedua mode dalam satu algoritma, didefinisikan rasio campuran/mixture ratio (MR) dengan rentang [0,1]. Dengan mengamati perilaku kucing, dapat diketahui bahwa kucing menghabiskan sebagian besar waktunya untuk beristirahat. Selama beristirahat, kucing mengubah posisinya secara perlahan dan berhati-hati, terkadang tetap pada posisi awalnya. Untuk menerapkan perilaku ini
24
ke dalam CSO, digunakan seeking mode. Perilaku mengejar target diaplikasikan dalam tracing mode. Oleh karena itu, MR harus bernilai kecil untuk memastikan bahwa kucing menghabiskan sebagian besar waktu kucing dalam posisi seeking mode. (Chu & Tsai, 2006) Proses dalam algoritma CSO dapat dijelaskan dalam 6 langkah sebagai berikut (Chu & Tsai, 2006): Langkah 1
: Bangkitkan
kucing dalam proses;
Langkah 2
: Sebarkan kucing secara acak dalam ruang solusi berdimensi M dan secara acak pula pilih nilai dalam rentang kecepatan maksimum untuk menjadi kecepatan kucing. Kemudian pilih sejumlah kucing secara sembarang dan masukkan dalam tracing mode sesuai mixture ratio (MR), sisanya dimasukkan dalam seeking mode.
Langkah 3
: Hitung nilai fitness masing-masing kucing dengan memasukkan nilai posisi kucing ke dalam fungsi fitness, yang menunjukkan kriteria tujuan, dan simpan kucing terbaik dalam memori. Perlu diingat bahwa yang perlu disimpan adalah posisi kucing terbaik (
Langkah 4
) karena kucing terbaik akan mewakili solusi terbaik.
: Pindahkan kucing sesuai ruangnya, jika kucing ke- berada dalam seeking mode, maka dilakukan sesuai proses seeking mode, sebaliknya jika kucing ke-
berada dalam tracing mode, maka
dilakukan sesuai tracing mode. Proses masing-masing telah dijelaskan sebelumnya.
25
Langkah 5
: Pilih lagi beberapa kucing dan masukkan dalam tracing mode sesuai MR dengan kata lain (
MR , sisanya masukkan ke
dalam seeking mode. Langkah 6
: Perhatikan kondisi akhirnya (termination condition). Jika telah memuaskan maka hentikan program. Jika sebaliknya, maka ulangi langkah 3 hingga 5.
26
Ilustrasi algoritma Cat Swarm Optimization (CSO) dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Mulai Bangkitkan N kucing
Inisialisasi posisi, kecepatan, dan ruang setiap kucing
Mengevaluasi kucing menurut fungsi fitness dan menetapkan posisi kucing yang memiliki nilai fitness terbaik
Ya
Tidak
Kucing ke-𝑘 seeking mode?
Perlakukan kucing ke-𝑘 sesuai proses seeking mode
Perlakukan kucing ke-𝑘 sesuai proses tracing mode
Kumpulkan kucing ke dalam tracing mode sesuai dengan MR, dan sisanya masukkan ke dalam seeking mode
Kodisi terpenuhi?
Tidak
Ya
Selesai Gambar 2.1 Bagan Cat Swarm Optimization (CSO) (sumber: Chu & Tsai, 2006)
27
Algoritma CSO yang awalnya digunakan untuk menyelesaikan masalah dalam mencari solusi optimal dikembangkan, sehingga dapat digunakan dalam kasus klasifikasi (Liu & Shen, 2010). Pada penelitian ini, digunakan pendekatan regresi pada CSO. Dalam kasus klasifikasi, CSO dimodifikasi dengan penambahan nilai pada kecepatan kucing berupa nilai inersia
, yaitu CSO with
inertia dan CSO steady flag (CSOsf) (Sharafi dkk, 2013). Perbedaan antara CSO with inertia dan CSOsf terletak pada nilai inersia yang digunakan. Pada CSOsf nilai inersia yang diberikan konstan yaitu 1, sedangkan CSO with inertia berupa nilai inersia yang berubah secara acak, sehingga kecepatan pada persamaan (2.20) menjadi: (
)
1,2,...,
(2.22)
Pada penelitian ini, pendekatan menggunakan regresi logistik ordinal bertujuan membentuk fungsi tujuan yang dijelaskan pada persamaan (2.9). Langkah dari algoritma Cat Swarm Optimization dengan pendekatan regresi dapat dilihat dari flow chart pada Gambar 2.2.
28
Mulai Input parameter regresi sebagai N kucing Inisialisasi posisi, kecepatan, dan ruang kucing Hitung fungsi tujuan dan simpan posisi kucing yang memiliki nilai fitness terbesar
Ya
Tidak
Apakah kucing dalam seeking mode?
Perbaharui posisi kucing sesuai tracing mode
Perbaharui posisi kucing sesuai seeking mode
Kumpulkan kucing sesuai ruangnya
Apakah kondisi terminasi?
Tidak
Ya Tetapkan kucing yang memiliki posisi optimal Klasifikasi dengan data testing
Selesai Gambar 2.2 Flow Chart dari Algoritma CSO Klasifikasi (sumber: Dhanasaputra & Santosa, 2010)
29
1.12 Bank Bank
adalah lembaga keuangan yang
kegiatan utamanya
adalah
menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa bank lainnya (Kasmir, 2012). Bank sebagai lembaga yang menjalankan usaha di bidang jasa keuangan bukanlah sembarang usaha melainkan secara hukum bank memiliki status yang kuat dengan kekayaan sendiri yang mampu melayani kebutuhan masyarakat. Pasal 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tanggal 10 November 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (dalam Kasmir, 2012) menyebutkan bahwa: ”bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”. Dengan kata lain, bank merupakan suatu lembaga yang berfungsi dan berwenang untuk menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan dana kepada masyarakat dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan bersama (Kasmir, 2012).
1.13 Kredit Perbankan Peranan bank sebagai lembaga keuangan tidak terlepas dari masalah kredit. Besarnya jumlah kredit yang disalurkan akan menentukan keuntungan bank karena hanya dengan menghimpun dana tanpa menyalurkan dana, akan mengakibatkan kerugian bagi bank. Para pengambil kredit disebut debitur,
30
sedangkan pihak pemberi kredit (bank) disebut kreditur. Dengan kata lain, debitur adalah penerima dana dan kreditur adalah penyedia dana (Kasmir, 2012).
1.14 Kredit Usaha Rakyat pada Bank Rakyat Indonesia (BRI) Kredit Usaha Rakyat (KUR) merupakan Kredit Modal Kerja (KMK) dan atau Kredit Investasi (KI) dengan plafond kredit sampai dengan 500 juta rupiah yang diberikan kepada pemilik usaha produktif skala mikro dan usaha rumah tangga baik berbentuk perusahaan, kelompok usaha, atau perorangan (seperti: pedagang, petani, peternak, dan nelayan). KUR mensyaratkan bahwa angunan pokok kredit adalah proyek yang dibiayai, akan tetapi karena agunan tambahan yang dimiliki oleh UMKM pada umumnya kurang, maka sebagian dijamin dengan program penjaminan. Berdasarkan pihak unit BRI, plafond KUR hanya mencapai 20 juta rupiah dengan tingkatan bunga maksimal 1,025%. Berdasarkan Addendum III MoU KUR yang berlaku terhitung sejak tanggal 16 September 2010 tentang pelaksanaan KUR, maka jenis Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang disalurkan oleh bank dijelaskan pada Tabel 2.2 Tabel 2.2 KUR Mikro Keterangan Calon Debitur Lama Usaha Besar Kredit Bentuk Kredit
Persyaratan Individu yang melakukan usaha produktif yang layak Minimal 6 bulan Maksimal 20 juta rupiah KMK : maksimal tiga tahun KI : maksimal lima tahun Suku Bunga Pinjaman 1,025% perbulan Legalitas KTP, KK, Surat Keterangan Usaha Sumber: BRI Unit Melati Denpasar, 2015
31
1.15 Analisis Kredit Analisis kredit merupakan penilaian terhadap suatu permohonan kredit (baik permohonan kredit baru maupun perpanjangan/pembaharuan) layak atau tidak untuk disalurkan kepada debitur. Terdapat beberapa prinsip penilaian kredit yang sering dilakukan oleh pihak bank, yaitu dengan analisis 5 C’s (Kasmir, 2012). Prinsip pemberian kredit dengan 5 C’s dapat dijelaskan sebagai berikut: 1.
Penilaian Watak (Character) Penilaian watak atau kepribadian calon debitur dimaksudkan untuk mengetahui kejujuran dan keinginan calon debitur untuk melunasi atau mengembalikan pinjaman, sehingga yang akan diberikan kredit benar-benar dapat dipercaya.
2.
Penilaian Kemampuan (Capacity) Bank harus dapat melihat kemampuan calon debitur dalam membayar kredit yang nantinya dihubungkan dengan kemampuan mengola bisnis dan mencari laba, sehingga bank yakin bahwa usaha yang akan dibiayainya dikelola oleh orang-orang yang tepat. Dengan harapan calon debitur dalam jangka waktu tertentu mampu melunasi atau mengembalikan pinjamannya.
3.
Penilaian terhadap modal (Capital) Bank harus melakukan analisis terhadap posisi keuangan serta mengetahui sumber-sumber pembiayaan yang dimiliki calon debitur terhadap usaha yang akan dibiayainya. Hal ini dilakukan agar bank dapat mengetahui kemampuan permodalan calon debitur dalam menunjang pembiayaan proyek atau usaha calon debitur yang bersangkutan.
32
4.
Penilaian terhadap agunan (Collateral) Collateral merupakan jaminan yang diberikan calon debitur yang berfungsi sebagai pelindung bank dari risiko kerugian. Untuk menghindari hal tersebut, calon debitur umumnya wajib menyediakan jaminan berupa agunan yang mudah dicairkan yang nilainya melebihi jumlah kredit yang diberikan.
5.
Penilaian terhadap kondisi perekonomian (condition of economy) Bank menganalisis keadaan pasar di dalam dan di luar negeri baik masa lalu maupun yang akan datang, sehingga masa depan pemasaran dari hasil proyek atau usaha calon debitur yang dibiayai bank dapat diketahui.