BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan dipaparkan mengenai sumber pustaka yang digunakan dalam penulisan skripsi yang relevan dengan permasalahan yang dikaji. Sumber pustaka tersebut digunakan sebagai landasan kerangka skripsi yang berjudul “Perkembangan Pasar Baru sebagai Pusat Perdagangan di Kota Bandung (Suatu Tinjauan Historis Tahun 1971-2003)”. Penulisan skripsi ini juga tidak terlepas dari kajian pustaka yang berasal dari beberapa sumber buku, internet dan artikel dari disiplin ilmu sosial lain, seperti sosiologi, geografi dan ekonomi. Oleh karena itu, penulis akan membahas tentang perkembangan pasar di Kota Bandung, kebijakan pemerintah daerah terhadap pasar, kewirausahaan dan perubahan sosial.
2.1 Perkembangan Pasar di Kota Bandung Dinamika kehidupan masyarakat di Kota Bandung yang semakin meningkat telah menimbulkan berbagai alternatif kegiatan ekonomi. Hal tersebut ditandai dengan meningkatnya daya beli, berkembangnya kemampuan produksi barang dan jasa. Sekaligus meningkatkan permintaan terhadap barang dan jasa, baik dari segi jumlah, kualitas, waktu pelayanan yang sesingkat mungkin, serta tuntutan masyarakat konsumen lainnya. Secara umum dapat dikemukakan bahwa aktivitas perdagangan adalah segala kegiatan pendistribusian barang dan jasa dari produsen ke konsumen. Melalui kegiatan sektor perdagangan, hasil produksi dapat
14
15
dikumpulkan, diolah, disimpan kemudian disalurkan kepada konsumen melalui pasar. Pasar adalah tempat bertemunya pihak penjual dan pihak pembeli untuk melaksanakan transaksi dimana proses jual beli terbentuk. Menurut kelas mutu pelayanannya dapat digolongkan menjadi pasar tradisional dan pasar modern. Sedangkan menurut sifat pendistribusinya dapat digolongkan menjadi pasar eceran dan pasar grosir (Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia, Nomor 23/MPP/Kep/1/1998). Pasar merupakan suatu mata rantai yang menghubungkan antara produsen dan konsumen. Ajang pertemuan antara penjual dan pembeli, antara dunia usaha dengan masyarakat konsumen. Pasar memainkan peranan yang sangat penting dalam perekonomian modern, karena harga-harga terbentuk di pasar. Menurut Gilarso pengertian pasar dalam arti sempit adalah: “Suatu tempat dimana pada hari tertentu para penjual dan pembeli dapat bertemu untuk jual beli barang. Para penjual menawarkan barang (beras, buah-buahan, dan sebagainya) dengan harapan dapat laku terjual dan memperoleh sekedar uang sebagai gantinya. Para konsumen (pembeli) datang ke pasar untuk berbelanja dengan membawa uang untuk membayar harganya” (Gilarso, 1997: 154).
Dalam arti luas, Gilarso berpendapat bahwa pasar dapat terjadi: 1. Suatu ‘pertemuan’ antara 2. Orang yang mau menjual, dan 3. Orang yang mau membeli 4. Suatu barang dan jasa tertentu 5. Dengan harga tertentu
16
Adan Mulyono memandang pasar adalah tempat pertemuan antara permintaan dan penawaran. Arti penawaran disini adalah jumlah yang ditawarkan oleh penjual produsen ke pasar pada setiap tingkat harga. Dari segi analisis ekonomi, setiap barang jasa atau faktor-faktor produksi mempunyai pasar sendirisendiri dimana terjadi interaksi antara permintaan dan penawaran, sedangkan permintaan adalah permintaan pasar. Hukum penawaran mengatakan pada tingkat harga yang makin tinggi makin banyak jumlah barang yang akan ditawarkan di pasar. Sebab apabila harga naik akan mendatangkan keuntungan ekstra kepada para produsen dan mereka akan cenderung untuk berproduksi lebih banyak. Hukum permintaan mengatakan pada tingkat harga yang makin tinggi makin sedikit jumlah barang tersebut yang di minta di pasar sehingga jika harga naik membuat kerugian kepada konsumen. Keseimbangan pasar (equilibrium) tercapai bila antara penawaran pasar ada keseimbangan baik dari harga yang berlaku maupun dari segi volume yang terjual atau yang terbeli (Prawironoto et al, 1992: 32).
Secara umum, pasar mempunyai beberapa fungsi, yaitu distribusi, pembentukan harga dan promosi. Dalam fungsi distribusi, pasar berperan memperlancar penyaluran barang dari produsen ke konsumen. Melalui transaksi jual beli, produsen bisa memasarkan barangnya. Baik langsung kepada konsumen maupun melalui perantara (pedagang). Konsumen juga dapat memperoleh barang yang dibutuhkan secara mudah dan cepat. Sedangkan dalam pembentukan harga, pasar berperan mewujudkan kesepakatan antara penjual dan pembeli melalui tawar-menawar. Terakhir fungsi promosi berperan membangkitkan minat konsumen untuk membeli barang tertentu.
17
Berbeda dengan pendapat di atas, Clifford Gertz (Sariyun et al, 1995: 47) mengemukakan bahwa pasar dalam bahasa Parsi berasal dari kata bazaar. Suatu pranata ekonomi dan sekaligus cara hidup, suatu gaya umum dari kegiatan ekonomi yang mencapai segala aspek dari masyarakat dan suatu dunia sosial budaya
yang
hampir
lengkap
dalam
dirinya.
Sedangkan
menurut
Koentjaraningrat, pada dasarnya pasar dalam suatu masyarakat ditentukan oleh fungsinya yaitu pranata yang mengatur komunikasi dan interaksi antara penjual dan pembeli. Tujuannya untuk mengadakan transaksi pertukaran benda dan jasa ekonomi dan uang. Tempat hasil transaksi dapat disampaikan pada waktu itu atau pada waktu yang akan datang berdasarkan harga yang telah ditetapkan (Sariyun et al., 1995: 64). Perkembangan pasar di Kota Bandung sudah dibangun sejak masa pemerintahan Hindia-Belanda. Pasar-pasar itu berkembang di beberapa kelurahan dan kecamatan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di wilayah tersebut. Masalah utama yang dihadapi sebagian besar pasar adalah kondisinya yang sempit, kotor, becek, pengap, bau dan akses jalan yang macet. Pasar-pasar itu ratarata sudah beroperasi puluhan tahun dan telah direnovasi beberapa kali. Kondisi pasar tradisional yang kurang layak telah mendorong pemerintah daerah untuk memodernisasi dan merenovasi bangunan pasar. Struktur bangunan dibuat bertingkat demi efisiensi lahan sehingga mampu menampung jumlah pedagang dan pembeli lebih banyak. Pasar Baru Bandung merupakan pasar tradisional yang menggunakan konsep modern. Bentuk bangunan bertingkat dengan fasilitas yang modern dan
18
canggih. Adanya perjanjian kerjasama antara pemerintah daerah dengan swasta yaitu PT. Atanaka Persada Permai. Hal tersebut dikarenakan menjadikan pengelolaan Pasar Baru menjadi modern. Walaupun demikian, pasar ini masih mempertahankan konsep tawar-menawar yang menjadi ciri khas dari sebuah pasar tradisional. Seperti diungkapkan Pariaman Sinaga (2008: 2) bahwa harga di pasar tradisional mempunyai sifat yang tidak pasti. Oleh karena itu, bisa dilakukan tawar menawar. Pola perdagangan yang dilakukan bersifat grosir dan eceran dengan komoditas barang yang diperjualbelikan sangat beranekaragam. Mulai dari barang kebutuhan sehari-hari hingga bahan tekstil dan pakaian jadi. Pasar grosir adalah pasar tempat dilakukannya usaha perdagangan partai besar. Sedangkan pasar eceran, adalah pasar tempat dilakukannya usaha perdagangan dalam partai kecil (Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia, Nomor 23/MPP/Kep/1/1998). Pedagang Pasar Baru yang jumlahnya banyak ditempatkan dalam kios-kios dengan spesialisasi khusus sesuai dengan komoditas barang yang diperdagangkannya. Barang yang dijual di pasar tradisional umumnya barangbarang lokal. Ditinjau dari segi kualitas dan kuantitas, jumlah barang yang disediakan tidak terlalu banyak. Sehingga apabila ada barang yang dicari tidak ditemukan di satu kios tertentu, maka dapat mencari barang tersebut dikios lain. Rantai distribusi di pasar terdiri dari produsen, distributor, sub distributor pengecer dan konsumen (Sinaga, 2008: 3). Seperti pasar lainnya di Kota Bandung, Pasar Baru juga mengalami peremajaan pada bangunannya. Pasar Baru mulai dibangun dalam bentuk
19
bangunan bertingkat modern pada tahun 1971. Kemudian dilakukan renovasi yang lebih besar lagi pada tahun 2002. Rencana renovasi bangunan pasar seringkali ditanggapi dengan berbagai aksi protes para pedagang. Mereka beralasan bahwa bentuk bangunan bertingkat tidak akan memberikan keuntungan dan bahkan justru merugikan. Namun pemerintah tetap melanjutkan upaya renovasi menjadi pasar bertingkat (Budiyati dalam Suryadarma, 2007: 20).
2.2 Kebijakan Pemerintah Daerah terhadap Pasar Kebijakan diartikan sebagai serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seseorang atau kelompok guna memecahkan suatu masalah. Carl Friedrich mengemukakan bahwa kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu. Sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu sambil mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan. Kebijakan publik pada umumnya dibuat berlandaskan hukum dan kewenangan tertentu. Para warga masyarakat menerima kebijakan pemerintah sebagai hukum. Dengan demikian, kebijakan publik memiliki daya ikat yang kuat secara keseluruhan dan memiliki daya paksa tertentu yang tidak dimiliki oleh kebijakan yang dibuat oleh organisasi swasta (Paskarina et al., 2007: 5). Pasar tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh pemerintah, swasta, koperasi atau swadaya masyarakat dengan tempat-tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda, yang dimiliki/ dikelola oleh pedagang
20
kecil dan menengah, dan koperasi, dengan usaha skala kecil dan modal kecil, dan dengan proses jual beli melalui tawar menawar (Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia, Nomor 23/MPP/Kep/1/1998). Kebanyakan pasar tradisional merupakan milik pemerintah daerah. Pemerintah Daerah di Indonesia umumnya memiliki Dinas Pasar yang menangani dan mengelola pasar tradisional. Dinas ini mengelola pasar miliknya sendiri atau bekerja sama dengan swasta (Suryadarma, 2007: 15). Dalam mengelola dan membangun pasar tradisional, PD. Pasar mempunyai beberapa tugas pokok, yaitu melaksanakan pelayanan umum dalam bidang pemasaran, membina pedagang pasar dan ikut membantu menciptakan stabilitas harga dan kelancaran distribusi di pasar. Selain itu juga mempunyai beberapa fungsi, meliputi merencanakan, membangun, memelihara bangunan pasar, mengelola pasar beserta sarana kelengkapannya, melakukan pembinaan pedagang pasar serta membantu menciptakan stabilitas harga & kelancaran distribusi barang dan jasa pasar (Suhendro, 2008: 11). Menurut data Pasar Pemerintah Kota Bandung PD. Pasar Bermartabat tahun 2008, terdapat 38 buah pasar pemerintah kota Bandung di antaranya dimiliki dan dikelola oleh PD. Pasar Bermartabat. Ada juga yang dimiliki dan dikelola swasta. Sistem klasifikasi pasar di Kota Bandung didasarkan atas jumlah pedagang dan lokasi pasar. Saat ini hanya terdapat 26 kepala pasar untuk 38 pasar karena beberapa kepala pasar bertanggung jawab atas lebih dari satu pasar (Suryadarma, 2007: 16).
21
Pengaturan tentang pengelolaan pasar sendiri diwadahi dalam Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung Nomor 17 Tahun 1996 tentang pengurusan pasar-pasar di Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung, yang kemudian diubah dengan Peraturan Daerah No. 19 Tahun 2001. Peraturan Daerah itu hanya mengatur pengklasifikasian pasar menurut golongan dan jenis; ketentuan mengenai pendirian/pembangunan pasar dan penghapusan pasar; penunjukan dan pemakaian tempat berjualan; penyelenggaraan reklame, parkir, dan kebersihan di areal pasar; retribusi; kewajiban dan larangan; sanksi; dan ketentuan penyidikan (Paskarina et al., 2007: 5). Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 15 Tahun 2007, Dinas Pasar Kota Bandung berubah menjadi Perusahaan Daerah Pasar Bermartabat Kota Bandung. Perubahan ini juga berpengaruh terhadap kebijakan yang diambil terhadap pasar tradisional, yaitu penataan sarana dan prasarana perpasaran, perencanaan skala prioritas pembangunan pasar tradisional, pembinaan kepada para pedagang serta meningkatkan mutu pelayanan dan penyediaan fasilitas pendukung pasar (Wawancara dengan Kepala Bidang Pengelolaan dan Pemeliharaan Aset PD. Pasar Bermartabat Kota Bandung, 2009). Pemerintah Kota Bandung berada dalam posisi yang dilematis. Di satu sisi, Pemerintah Kota Bandung ingin merevitalisasi pasar-pasar tradisional. Sebanyak 38 buah pasar tradisional merupakan sumber PAD yang sangat potensial. Namun, Pemerintah Kota tidak mempunyai dana untuk merevitalisasi pasar. APBD Provinsi Jawa Barat maupun Kota Bandung tidak pernah membuat anggaran khusus untuk penataan pasar. Sehingga Pemerintah Kota selalu melibatkan
22
pengembang untuk merevitalisasi pasar (Paskarina et al., 2007: 6). Metode kerja sama umumnya melibatkan pemberian izin kepada pihak swasta untuk membangun dan mengoperasikan pasar tradisional di bawah skema Bangun, Operasi, dan Transfer (BOT). Pembayaran oleh pihak swasta kepada Dinas Pasar setiap tahun (Suryadarma, 2007: 15). Upaya renovasi pasar tradisional menjadi salah satu program pemerintah Kota Bandung. Dengan menjalin kerjasama dengan investor, Pemerintah Kota telah melakukan revitalisasi terhadap sejumlah pasar tradisional, seperti Pasar Kosambi, Pasar Kebon Kelapa, Pasar Baru, dan Pasar Gedebage (Paskarina et al., 2007: 1-2). Walaupun dalam pelaksanaannya terdapat beberapa kendala dan permasalahan yang dihadapi. Protes dari para pedagang yang tidak menyetujui upaya renovasi. Sebagai salah satu pasar yang direvitalisasi oleh pemerintah, Pasar Baru juga mengalami permasalahan yang hampir sama dengan pasar lainnya. Dalam peremajaan tahun 1971, perjanjian kerjasama antara Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung dengan PT. Unicor mengalami berbagai permasalahan hingga berdampak terhadap pembangunan fisik pasar, pengelolaan bahkan terhadap perdagangan di Pasar Baru saat itu. Berbeda dengan yang terjadi pada Pasar Baru pada tahun 2002, selain kebijakan peremajaan bangunan dalam bentuk modern dengan bekerjasama dengan pihak swasta yaitu PT. APP. Pengelolaannya juga berubah menjadi modern. PD. Pasar juga memberikan keleluasaan kepada PT. APP untuk mengelola dan memasarkan ruang dagang sesuai dengan konsep manajemen dan pemasaran modern. Perubahan tersebut telah membuatnya bukan hanya menjadi
23
pasar tradisional yang berkonsep modern, tetapi berubah menjadi salah satu pusat perdagangan grosir terbesar di kota Bandung. Pasar Baru merupakan salah satu contoh kebijakan revitalisasi pasar tradisional yang berhasil mempertahankan ciri khas pasar tradisional.
2.3 Kewirausahaan Dari segi etimologis, kewirausahaan berasal dari kata wira dan usaha. Wira, berarti pejuang, pahlawan, manusia unggul, teladan, berbudi luhur, gagah berani dan berwatak agung. Usaha, berarti perbuatan amal, bekerja, berbuat sesuatu. Jadi, wirausaha adalah pejuang atau pahlawan yang berbuat sesuatu. Kewirausahaan yang sering dikenal dengan sebutan entrepreneurship berasal dari Bahasa Perancis yang diterjemahkan secara harfiah adalah perantara. Dapat diartikan sebagai sikap dan perilaku mandiri yang mampu memadukan unsur cipta, rasa dan karsa serta karya. Mampu menggabungkan unsur kreativitas, tantangan, kerja keras dan kepuasan untuk mencapai prestasi maksimal. Dalam lampiran Keputusan Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil Nomor 961/KEP/M/XI/1995, dicantumkan bahwa: a. Wirausaha adalah orang yang mempunyai semangat, sikap, perilaku dan kemampuan kewirausahaan. b. Kewirausahaan adalah semangat, sikap, perilaku dan kemampuan seseorang dalam menangani usaha atau kegiatan yang mengarah pada upaya mencari, menciptakan serta menerapkan cara kerja, teknologi dan produk baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan
24
pelayanan yang lebih baik dan atau memperoleh keuntungan yang lebih besar. Wirausaha itu mengarah kepada orang yang melakukan usaha/kegiatan sendiri dengan segala kemampuan yang dimilikinya. Sedangkan kewirausahaan menunjuk kepada sikap mental yang dimiliki seorang wirausaha dalam melaksanakan usaha/kegiatan. Wirausaha tidak terbatas pada sektor-sektor tertentu saja, hampir semua sektor dapat dimasuki oleh para wirausahawan. Sektor-sektor tersebut antara lain sektor perdagangan, pertanian, jasa dan sektor industri berbagai skala. Kunci keberhasilan dalam berwirausaha adalah adanya kepercayaan dari orang lain terhadap dirinya, maka sifat kejujuran dan tanggungjawab dengan melatih disiplin serta orientasi pada tujuan dan kebutuhan hidup adalah hal terpenting. Kewirausahaan menurut Peter F. Drucker adalah suatu kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda. Paul H. Wilken menjelaskan bahwa kewirausahaan mencakup upaya mengawali perubahan dalam produksi. Sedangkan James Stoner mengatakan bahwa kewirausahaan adalah kemampuan mengambil faktor-faktor yaitu produksi, lahan kerja, tenaga kerja dan modal, kemudian menggunakannya untuk memproduksi barang atau jasa baru. Wirausahawan menyadari peluang yang tidak dilihat atau tidak dipedulikan oleh eksekutif bisnis lain (Suryana, 2006: 4). Kewirausahaan adalah sikap mental dan sifat jiwa yang selalu aktif berusaha meningkatkan hasil karyanya dalam arti meningkatkan penghasilan (Tohar, 2000: 165). Sedangkan Thomas W. Zimmerer (Suryana, 2006: 4)
25
mengemukakan
bahwa
kewirausahaan
adalah
penerapan
kreatifitas
dan
keinovasian untuk memecahkan permasalahan dan upaya untuk memanfaatkan peluang yang dihadapi setiap hari. Kewirausahaan merupakan tindakan seseorang yang berani menanggung resiko, adanya pertumbuhan bisnis, hasilnya akan meningkatkan
kapitalitas
perusahaan
(Manurung,
2006:
xvii).
Maka
kewirausahaan dapat disebut sebagai suatu kemampuan dalam berpikir dan berprilaku inovatif yang dijadikan dasar dalam proses menghadapi tantangan hidup. Selanjutnya menurut Mc Clelland, wirausahawan adalah orang yang memiliki keinginan berprestasi yang tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak berwirausaha (Buchari, 1999: 13). Sedangkan Meredith et al (2000: 15) mengatakan bahwa wirausahawan adalah orang yang mempunyai kemampuan melihat dan menilai kesempatan-kesempatan bisnis, mengumpulkan sumbersumber daya yang dibutuhkan guna mengambil keuntungan darinya dan mengambil tindakan-tindakan yang tepat guna memastikan keberhasilan selanjutnya. Ciri-ciri dan watak wirausahawan adalah sebagai berikut: 1. Percaya diri yaitu keyakinan, individualisme dan optimisme. 2. Berorientasi pada tugas dan hasil, yaitu keberhasilan untuk berprestasi, tekad, kerja keras, energik dan inisiatif. 3. Pengambilan resiko, kemampuan untuk mengambil resiko yang wajar dan suka tantangan. 4. Kepemimpinan, prilaku sebagai pemimpin, bergaul dengan orang lain dan menanggapi kritik dan saran.
26
5. Keoriginalan, inovatif dan kreatif. 6. Berorientasi ke masa depan. Mc Clelland (Buchari, 1999: 52) mengemukakan teori berprestasi (achievement theory), pada dasarnya motivasi seseorang ditentukan oleh tiga kebutuhan yaitu kebutuhan akan prestasi, mengharapkan atau memperkirakan keberhasilan dan membayangkan atau memperkirakan kegagalan. Apabila seseorang mempunyai kebutuhan akan keberhasilan yang tinggi, maka ia akan memiliki pola pikir tertentu. Ketika ia merencanakan untuk melakukan sesuatu, ia akan mempertimbangkan apa yang akan dikerjakannya, kendala apa yang akan dihadapi dan bagaimana cara mengatasinya. Selain itu, ia akan bersedia memikul tanggungjawab dan berani mengambil resiko sebagai konsekuensi dari pekerjaan tersebut. Pada dasarnya wirausahawan mempunyai keinginan yang kuat untuk mencapai prestasi gemilang yang dikerjakan melalui penampilan kerja yang baik. Berpikir dan berusaha menemukan cara-cara baru untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas kerja. Sikap mental wirausahawan sangat diperlukan dalam kehidupan. Ia harus mempunyai kemauan keras untuk mencapai tujuannya dan memiliki kebutuhan akan keberhasilan (need for achievement). Disamping itu juga memilki keyakinan yang kuat atas kekuatan yang ada pada dirinya. Keyakinan ini dapat memberikan harapan dan semangat untuk bekerja mencapai tujuannya.
27
Pedagang Pasar Baru Bandung merupakan contoh nyata seorang wirausahawan sejati. Hal ini ditandai dengan sikap mental dan keinginan untuk terus berprestasi. Kemampuan untuk menghadapi perubahan dengan segala permasalahannya. Sikap mental ini sangat penting dalam mempertahankan usahanya berdagang selama puluhan tahun, juga dalam menghadapi persaingan yang lebih kompleks. Mereka memberikan dan melancarkan peran proses produksi dan distribusi berbagai komoditas yang dibutuhkan masyarakat. Selain itu juga mengatasi kesulitan lapangan kerja karena biasanya pedagang atau pemilik toko tidak hanya mempunyai satu kios. Bahkan mereka memiliki beberapa kios diluar Pasar Baru sehingga dapat menyerap tenaga kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Para pedagang ini merupakan potensi pembangunan, baik dalam jumlah maupun dalam mutu usaha itu sendiri. Selain itu juga berperan dalam bidang ekonomi nasional, salah satunya mengurangi ketergantungan pada bangsa asing karena sifat dari kewirausahaan itu lebih otonomi. Saat ini dapat terlihat dengan perkembangan Pasar Baru yang dikunjungi bukan hanya oleh wisatawan domestik tetapi wisatawan mancanegara khususnya dari Malaysia. Para wisatawan ini biasanya membeli barang secara grosir dan menjualnya kembali di negara asalnya sehingga pedagang Pasar Baru selain berjuang untuk keuntungan diri sendiri maupun bidang usahanya, namun berperan dalam meningkatkan atau memperkuat perekonomian Kota Bandung.
28
2.4 Perubahan Sosial Setiap manusia selalu berada dalam proses perubahan sosial karena selama hidupnya pasti akan mengalami perubahan, baik kecil atau besar, lambat maupun cepat. Perubahan sosial merupakan gejala yang melekat pada setiap masyarakat yang akan menimbulkan ketidaksesuaian antara unsur-unsur yang ada didalamnya, sehingga menghasilkan suatu pola kehidupan yang tidak sama fungsinya bagi masyarakat yang bersangkutan (Soekanto 2005: 301). Hakikat manusia yang selalu dinamis, membawa manusia kepada sesuatu yang baru dalam kehidupannya, sehingga akan terjadi penyesuaian antara unsur yang lama dengan unsur yang baru dan akan berpengaruh kepada adanya suatu perubahan ataupun pergantian dalam unsur-unsur tersebut (Saripudin, 2005: 131). Perubahan sosial adalah normal dan berkelanjutan tetapi menurut arah yang berbeda di berbagai tingkat kehidupan sosial dengan kecepatan yang berbeda. Perubahan merupakan fenomena yang kompleks karena keseluruhan aspek kehidupan sosial terus menerus berubah dengan cepat (Lauer, 1993: 8). Kingsley Davis berpendapat bahwa perubahan sosial ialah perubahan dalam struktur dan fungsi masyarakat. Sedangkan Wilbert Moore memandang perubahan sosial sebagai perubahan struktur, pola prilaku dan interaksi yang terjadi dalam masyarakat (Saripudin, 2005: 132-133). Senada dengan pendapat diatas, Pudjiwati Sajogyo (1985: 199) mengemukakan bahwa perubahan sosial adalah perubahan dalam hubungan interaksi antar orang, organisasi atau komunitas. Ia dapat menyangkut ‘struktur sosial’ atau ‘pola nilai dan norma’ serta peranan. Perubahan pada suatu unsur akan
29
berpengaruh terhadap unsur lain untuk menjaga keseimbangan sistem tersebut ada kalanya terjadi konflik. Perubahan sosial dapat diartikan sebagai segala perubahan pada lembagalembaga sosial dalam suatu masyarakat. Perubahan-perubahan pada lembagalembaga sosial itu selanjutnya mempunyai pengaruhnya pada sistem-sistem sosialnya, termasuk didalamnya nilai-nilai, pola-pola perilaku ataupun sikap-sikap dalam masyarakat itu yang terdiri dari kelompok-kelompok sosial. Seperti yang dikemukakan Selo Sumardjan (Soekanto, 2005: 305) bahwa perubahan sosial adalah segala perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk didalamnya nilai-nilai, sikap dan pola prilaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat. perubahan sosial adalah perubahan dalam hubungan interaksi antar orang, organisasi atau komunitas, ia dapat menyangkut struktur sosial atau pola nilai dan norma serta peran. Definisi ini menekankan perubahan lembaga sosial, yang selanjutnya mempengaruhi segi-segi lain struktur masyarakat. Lembaga sosial ialah unsur yang mengatur pergaulan hidup untuk mencapai tata tertib melalui norma (Alpizar, 2008: 1, 4). Lembaga social atau kemasyarakatan merupakan himpunan norma-norma segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok di dalam kehidupan masyarakat. Dalam mempertahankan keberadaan suatu masyarakat, keberadaan suatu lembaga masyarakat sangat diperlukan. Lembaga kemasyarakatan tersebut mencakup nilainilai dari norma-norma yang menjadi pedoman dari prilaku masyarakat. Couklin
30
(1984: 168) menyatakan yang termasuk lembaga kemasyarakatan adalah lembaga pendidikan, agama, ekonomi dan hukum. Wujud kongkrit lembaga kemasyarakatan adalah asosiasi, seperti dikemukakan
Robert
MacIver
dan
Charles
H.
Page
bahwa
lembaga
kemasyarakatan sebagai tata cara atau prosedur yang telah diciptakan untuk mnegatur hubungan antar manusia yang berkelompok dalam suatu kelompok kemasyarakatan yang dinamakan asosiasi. Leopold von Wiese dan Howard Becker melihat lembaga kemasyarakatan dari sudut fungsinya. Lembaga kemasyarakatan diartikannya sebagai suatu jaringan proses-proses hubungan antar manusia dan antar kelompok manusia yang berfungsi untuk memelihara hubungan-hubungan tersebut serta pola-polanya sesuai dengan kepentingankepentingan manusia dan kelompoknya. Sedangkan Sumner melihat lembaga kemasyarakatan dari sudut kebudayaan yaitu sebagai perbuatan, cita-cita, sikap dan perlengkapan kebudayaan, bersifat kekal serta bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat (Soekanto, 2005: 198-199). Menurut Gillin dan Gillin (Soekanto, 2005: 209-211) terdapat beberapa ciri umum lembaga kemasyarakatan, yaitu: suatu lembaga kemasyarakatan adalah suatu organisasi pola-pola pemikiran dan pola-pola prilaku yang terwujud melalui aktivitas-aktivitas kemasyarakatan dan hasil-hasilnya, suatu tingkat kekekalan tertentu merupakan ciri semua lembaga kemasyarakatan, lembaga kemasyarakatan mempunyai satu atau beberapa tujuan tertentu, lembaga kemasyarakatan mempunyai alat-alat perlengkapan yang dipergunakan untuk mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan, lambang biasanya juga merupakan ciri khas lembaga
31
kemasyarakatan serta suatu lembaga kemasyarakatan mempunyai tradisi tertulis atau yang tak tertulis. Pasar Baru Bandung merupakan salah satu lembaga kemasyarakatan atau lembaga ekonomi yang bersifat dinamis dan selalu mengalami perubahan. Perubahan Pasar Baru baik secara fisik maupun dalam pengelolaannya telah mempengaruhi kehidupan sosial ekonomi para pedagangnnya. Berdasarkan ciri umum lembaga kemasyarakatan, Pasar Baru adalah sebuah organisasi sosial yang terbentuk akibat aktivitas ekonomi masyarakat Kota Bandung dan telah berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Secara fisik, Pasar Baru mempunyai berbagai fasilitas yang mendukung usaha perdagangan didalamnya dan mempunyai sejumlah peraturan serta kebijakan dalam pengelolaannya oleh PD. Pasar Bermartabat bekerjasama PT. Atanaka Persada Permai (PT.APP). MacIver mengatakan bahwa perubahan sosial adalah perubahan-perubahan dalam hubungan sosial atau sebagai perubahan terhadap keseimbangan hubungan sosial (Saripudin, 2005: 133). Menurut Gillin dan Gillin, perubahan sosial adalah suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk, ideologi maupun karena adanya difusi ataupun penemuan-penemuan baru dalam masyarakat tersebut. Sedangkan Samuel Koening mengartikan perubahan sosial menunjuk pada modifikasi-modifikasi yang terjadi pada pola-pola kehidupan manusia. Modifikasi-modifikasi tersebut terjadi karena sebab-sebab yang intern maupun sebab ekstern (Soekanto, 2005: 304-305).
32
Mobilitas sosial terdiri dari dua bentuk, yaitu mobilitas sosial vertikal dan mobilitas sosial horizontal. Mobilitas horizontal adalah perpindahan status sosial seseorang atau sekelompok orang dalam lapisan, ciri utama mobilitas horizontal adalah lapisan sosial yang ditempati tidak mengalami perubahan. Sedangkan mobilitas vertikal adalah perpindahan status sosial yang dialami seseorang atau sekelompok warga pada lapisan sosial yang berbeda. Sesuai dengan arahnya, mobilitas sosial vertikal dapat dibagi menjadi dua, mobilitas vertikal ke atas (social climbing) dan mobilitas sosial vertikal ke bawah (social sinking). Menurut Pitirim A.Sorokin, mobilitas sosial dapat dilakukan melalui beberapa saluran, salah satunya adalah organisasi ekonomi yaitu pasar (Saripudin, 2005: 3-10). Terkait dengan hal tersebut, perubahan sosial yang terjadi pada pedagang Pasar Baru Bandung dapat dilihat dari beberapa aspek perubahan sosial. Mobilitas sosial dan pergeseran pedagang serta kondisi ekonomi meliputi tingkat kesejahteraan pedagang berupa pendapatan. Faktor mobilitas sosial dapat dilihat dengan banyaknya pendatang yang berdagang di Pasar Baru. Jumlahnya lebih banyak dan saat ini menjadi mayoritas yaitu suku minang. Hal tersebut dengan sendirinya telah menggeser peran dari pedagang yang telah berdagang lebih lama, seperti orang sundanya sendiri. Faktor yang menyebabkan perubahan sosial pada pedagang Pasar Baru salah satunya karena peremajaan dari bangunan pasar. Pengaruhnya langsung maupun tidak langsung telah mengubah pola perdagangan serta pengelolaan di Pasar Baru Bandung.