BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini penulis memaparkan berbagai literatur-literatur yang dijadikan sebagai landasan kerangka berpikir dalam skripsi yang berjudul “Industri Moci di Cikole dan Dampaknya terhadap Kehidupan Sosial-Ekonomi Masyarakat Kota Sukabumi (1990 – 2005)”. Tinjauan pustaka ini dikembangkan secara mendalam melalui beberapa pengkajian dan penelaahan terhadap sumbersumber yang berkaitan dengan judul skripsi ini. Sumber-sumber tertulis yang membahas secara spesifik tentang perkembangan industri moci di Cikole Kota Sukabumi masih terbatas, meskipun demikian literatur yang akan dibahas pada bab ini sangat penting untuk melihat beberapa hal yang berhubungan dengan industri moci. Dari literatur yang diperoleh kemudian dipilih sesuai dengan kajian sehingga dapat memberikan kontribusi besar tentang pemahaman akan peranan perekonomian sektor industri moci terhadap kehidupan masyarakat di sekitarnya. Untuk memudahkan penyusunan bab ini, peneliti membaginya dalam empat (4) sub bab, yaitu industri kecil atau industri rumah tangga, kebijakan pemerintah terhadap industri kecil, kewirausahaan, dan perubahan sosialekonomi.
14
15
2.1 Industri Kecil atau Industri Rumah Tangga Industri kecil adalah kegiatan ekonomi kerakyatan yang diselenggarakan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia yang umumnya terdiri dari koperasi, pengusaha mikro, pengusaha kecil dan menengah. Ekonomi kerakyatan adalah istilah yang relatif baru yang dipopulerkan untuk menggantikan istilah ekonomi rakyat. Ekonomi rakyat adalah segala kegiatan dan upaya rakyat untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, dan kesehatan. Dengan kata lain ekonomi rakyat adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh rakyat dengan secara swadaya mengelola sumber daya apa saja yang dapat dikuasainya di lingkungan setempat dan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya beserta keluarganya (Rintuh dan Miar, 2003: 102). Dalam konteks permasalahan yang sederhana, ekonomi rakyat adalah strategi bertahan hidup (survival) dari rakyat miskin atau menengah ke bawah. Menurut Suparmoko (2002: 207) ekonomi rakyat adalah ekonomi yang berazaskan pada kekeluargaan. Arti kekeluargaan di sini adalah adanya hubungan yang harmonis antara siapa saja yang terlibat dalam kegiatan usaha. Hubungan antara buruh dan majikan harus harmonis saling menghargai supaya tercipta suatu kegiatan usaha yang efektif. Menurut Mubyarto (1996), ekonomi rakyat mempunyai ciri-ciri: dilakukan oleh rakyat tanpa modal besar, dikelola dengan cara-cara swadaya, bersifat mandiri sebagai ciri khasnya, tidak ada buruh dan tidak ada majikan, dan tidak mengejar keuntungan. Kekuatan dan daya tahan ekonomi rakyat terletak pada kemampuannya untuk berswadaya yakni pada kekuatan modal sendiri. Usaha ekonomi rakyat umumnya merupakan usaha keluarga yang menekan biaya
16
produksi serendah mungkin. Ekonomi kerakyatan menuntut adanya kerjasama, kebersamaan serta peningkatan semangat gotong royong antar berbagai pihak yang terlibat dalam suatu kegiatan. Hubungan majikan-buruh diganti dengan hubungan antara sesama partner kerja. Untuk melihat ruang lingkup industri kecil, maka perlu terlebih dahulu menguraikan pengertian dan macam-macam industri. Abdurachmat dalam Didin Saripudin (2005:169) membagi definisi industri ke dalam dua batasan yaitu definisi secara luas dan sempit. Sebagaimana dikutip di bawah ini : Dalam arti luas industri mencakup pengertian semua kegiatan di bidang ekonomi yang produktif. Sedangkan industri dalam arti sempit meliputi segala usaha dan kegiatan yang sifatnya mengubah dan mengolah bahan mentah menjadi barang jadi atau setengah jadi. Sementara itu menurut Sandi, Industri adalah usaha untuk memproduksi barang-barang jadi dan bahan baku atau bahan mentah melalui suatu proses barang-barang itu bisa diperoleh dengan harga satuan yang serendah mungkin, tetapi tetap dengan mutu setingggi mungkin (Saripudin, 2005:169). Sejalan dengan pengertian tersebut Badan Pusat Statistik mendefinisikan bahwa industri adalah suatu kegiatan merubah barang dasar menjadi barang jadi atau setengah jadi atau yang dari kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya dengan maksud untuk dijual. Hal senada juga diungkapkan dalam UndangUndang RI Nomor 5 tahun 1984 tentang perindustrian, bahwa yang dimaksud dengan industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku, barang setengah jadi dan atau bahan jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk pengunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan. Di samping beberapa penjelasan mengenai definisi industri, peneliti
17
juga mengkaji tentang jenis industri berdasarkan luas dan kompleksitas kegiatan dan pengorganisasiannya: a. Industri besar (big industri), ialah industri-industri dalam skala besar dengan kegiatan dan pengorganisasian yang kompleks, mempergunakan mesin-mesin modern dengan jumlah buruh yang cukup besar, dan menempati areal tanah yang luas. b. Industri menengah, ialah industri-industri yang berskala menengah dengan jumlah modal yang tidak terlalu besar, jumlah pekerja antara 50-200 orang dan menggunakan mesin-mesin sederhana atau semi modern. b. Industri kecil (small scale industries), ialah industri-industri yang berukuran kecil baik dilihat dari modal, kegiatan, pengorganisasian, produksi, maupun tenaga kerja dan teknologinya. Termasuk kategori ini adalah industri rumah tangga dan kerajinan. Menurut Tulus Tambunan (2002: 49) industri kecil adalah unit usaha dengan jumlah pekerja paling sedikit 5 orang dan paling banyak 19 orang termasuk pengusaha. Dalam buku Politik Pertanian dan Pembangunan Pedesaan (1983) ditulis oleh Mubyarto, industri kecil adalah industri yang diusahakan terutama untuk menambah pendapatan keluarga, membantu menciptakan kesempatan kerja yang sekaligus berarti membantu meningkatkan pendapatan bagi penduduk kelompok ekonomi lemah. Industri kecil telah memegang peranan penting dalam mendukung program-program pembangunan ekonomi khususnya dalam membantu menyerap kelebihan tenaga kerja dari sektor pertanian.
18
Dalam buku Manajemen Industri karya Bachtiar Hasan mengungkapkan misi industri kecil diarahkan untuk memenuhi misi sosial yakni memberi kesempatan kerja bagi masyarakat yang tidak terampil di perkotaan, maka untuk itu, diperlukan adanya pembinaan terhadap industri kecil. Pada umumnya pembinaan dilakukan di sentra-sentra industri yang dikelompokkan ke dalam tiga kategori : a. Sentra utama, yaitu sentra industri kecil yang telah dibina secara intensif dan telah berkembang dengan baik dan biasanya di sentra ini telah mempunyai sarana-sarana pembinaan yang khusus. b. Sentra berkembang, yaitu sentra industri kecil yang dimonitor secara teratur tetapi belum dibina secara intensif. c. Sentra persiapan, yaitu sentra industri kecil yang baru dimonitor secara teratur tetapi belum dibina secara intensif. Pada dasarnya jenis industri kecil dibagi ke dalam lima kelompok yaitu kelompok pengolahan pangan, kelompok kulit/sandang, kelompok logam dan jasa pengangkutan, kelompok kimia serat, dan kelompok bahan bangunan umum. Dalam buku ini juga dijelaskan masalah yang dihadapi industri kecil merupakan masalah klasik, diantaranya adalah masalah kurangnya keterampilan dan jangkauan
menggunakan
kesempatan
yang
kewirausahaan/kewiraswastaan, pengelolaan usaha dan organisasi,
meliputi kurangnya
pengetahuan pemasaran dan sempitnya daerah pemasaran, Langkanya modal, dan masalah teknis dan teknologi, yang meliputi proses dan pengetahuan produksi, kualitas, pengembangan dan peragaman produk.
19
Berdasarkan penjelasan di atas, industri moci di Cikole merupakan bentuk dari ekonomi rakyat, yang memiliki ciri-ciri sama yakni dengan menggunakan modal kecil yang berasal dari keluarga dengan secara swadaya mengelola sumber daya yang ada di lingkungan setempat dan ditujukan pada awalnya
untuk
memenuhi kebutuhan dasarnya beserta keluarganya, dan dalam perkembangan selanjutnya industri ini mampu menjadi peluang kesempatan bagi pencari kerja. Meskipun tenaga kerja lebih banyak berasal dari keluarga sendiri, hal tersebut berdampak pada hubungan yang terjalin antara pengusaha dengan pekerja di industri moci di Cikole lebih bersifat kekeluargaan. Terkait dengan hal tersebut di atas, industri moci di Cikole termasuk ke dalam industri kecil dan rumah tangga. Hal ini dapat dibuktikan dari jumlah modal yang dikeluarkan pengusaha tidak terlalu besar, mereka lebih banyak menggunakan modal pribadi atau keluarga untuk menjalankan roda usahanya. Di samping itu, kegiatan dalam industri lebih banyak membutuhkan dan mendayagunakan tenaga kerja manusia yang umumnya kurang dari 50 orang. pengorganisasiannya dengan sistem manajemen tradisional serta menggunakan teknologi Mesin sederhana sebagai penunjang bagi efektifitas kerjanya. Industri moci di Cikole merupakan industri yang bersifat turun temurun. Industri moci didirikan oleh para orang tua yang tinggal di Kecamatan Cikole kemudian usaha tersebut diwariskan kepada anak-anaknya.
Pada umumnya
industri moci di Cikole dikelola oleh keluarga namun dipimpin oleh anak pertama. Hal tersebut dikarenakan anak pertama dianggap yang paling mengetahui dan mengerti tentang usaha moci serta dituakan oleh adik-adiknya. Industri moci yang
20
dikelola oleh masyarakat dikawasan tersebut, keberadaanya sangat penting karena merupakan sumber penghidupan bagi masyarakat yang bekerja di industri tersebut dengan tidak memerlukan kualifikasi pendidikan formal dalam proses produksinya. Kegiatan ini tidak hanya untuk menambah pendapatan keluarga tetapi juga memberi kesempatan kerja bagi masyarakat dengan golongan ekonomi lemah sehingga memberikan harapan bagi terciptanya perubahan ekonomi ke arah yang lebih baik. Industri moci di Cikole termasuk ke dalam kelompok pengolahan pangan berupa kue. Industri tersebut mendapatkan pembinaan dari pemerintah setempat, khususnya kepada para pengusahanya. Industri moci di Cikole termasuk ke dalam sentra berkembang, hal ini dapat dilihat dari adanya pengawasan dan pembinaan secara teratur meskipun belum intensif dilakukan. Pembinaan tersebut meliputi penyuluhan-penyuluhan tentang manajemen, proses dan pengetahuan produksi, kualitas, pengembangan dan peragaman produk, pemasaran dan inovasi. Sebagaimana diungkapkan oleh Bapak Jaja Jaenudin selaku Kepala Seksi Usaha Dagang dan Industri (Deperindagkop) yang menyatakan : “………. Kami (Deperindagkop) melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap para pengusaha industri moci di Kecamatan Cikole untuk memberikan masukan informasi tentang manajemen, pemasaran, promosi dan teknologi. Pembinaan yang dilakukan tidak rutin tiap bulan hanya dilakukan ketika diperlukan saja, namun tetap diawasi……..”.
Selain itu, pemerintah daerah selalu mengikutsertakan industri moci di Cikole dalam ajang-ajang promosi. Pembinaan tersebut dilakukan berkaitan pula dengan adanya kendala yang dihadapi pengusaha industri seperti kendala dalam bidang
21
permodalan, pemasaran, keterampilan, manajemen dan teknologi. Dengan dilakukannya pembinaan diharapkan dapat mengatasi berbagai kendala tersebut.
2.2 Kebijakan Pemerintah terhadap Industri Kecil Dalam menyoroti masalah kebijakan pemerintah terhadap industri kecil dapat dilihat dalam buku yang berjudul Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia yang diterbitkan tahun 2002. Buku ini memuat beberapa pemikiran sederhana tentang bagaimana seharusnya mekanisme kebijakan para pelaku ekonomi, khususnya pemerintah agar dalam merencanakan, melaksanakan dan mengawasi berbagai keputusan-keputusan yang diambil kiranya dapat memberi manfaat yang besar bagi peningkatan kesejahteraan hidup masyarakat kebanyakan, bukan sekelompok orang atau golongan. Pembangunan indonesia lebih diprioritaskan pada bidang ekonomi, yang bertujuan untuk mencapai masyarakat adil dan makmur yang merata materil dan spiritual berdasarkan Pancasila. Salah satu cara untuk mewujudkannya adalah dengan cara memngutamakan jenis usaha yang mampu menyerap sebagian besar tenaga kerja dengan sumber daya manusia yang dimilikinya guna meminimalisasi kemiskinan. Salah satu jenis usaha tersebut antara lain Usaha Kecil Menengah, termasuk di dalamnya industri kecil, Oleh karena itu diperlukan kebijaksanaan pemerintah bagi UKM. Tujuan utama dari kebijakan UKM adalah untuk menciptakan suatu lingkungan usaha yang kondusif untuk pembangunan dan peningkatan daya saing UKM dengan cara menghilangkan semua distorsi-distorsi pasar melalui deregulasi dan pengurangan beba-beban birokrasi. Arah kebijakan
22
pengembangan UKM dinyatakan secara eksplisit di dalam GBHN Tahun 19992004. pedoman kebijakan negara ini menggarisbawahi 28 butir mengenai arah kebijakan pembangunan ekonomi nasional. Kerangka kerja kebijakan terdiri dari tiga kebijakan utama, yakni: 1. Sistem ekonomi kerakyatan yang didasarkan pada mekanisme pasar dengan suatu persaingan yang adil dan memperhatikan pertumbuhan ekonomi, keadilan, prioritas pada sosial, kualitas hidup, lingkungan dan pembangunan
berkelanjutan.
Sistem
ini
menjamin
kesempatan-
kesempatan bisnis dan kesempatan kerja yang sama, perlindungan konsumen, dan perlakuan yang adil terhadap masyarakat. 2. Penciptaan iklim bisnis yang kondusif untuk memberdayakan KUKM sehingga menjadi efisien, produktif dan kompetitif. 3. Kebijakan peningkatan kapasitas KUKM yang bertujuan untuk membuat KUKM mampu bersaing di pasar bebas dengan pelaku-pelaku bisnis lainnya. Hal tersebut senada dengan Undang-Undang RI N0. 9 Tahun 1995 tentang usaha kecil. Melalui undang-undang ini dapat dilihat peran pemerintah dalam pengembangan industri/usaha kecil. Seperti yang dijelaskan dalam undangundang ini pada Bab IV Pasal 6 diungkapkan mengenai iklim usaha dan Bab V Pasal 14 mengenai pembinaan dan pengembangan usaha kecil. 1)
Pemerintah menumbuhkan iklim usaha bagi usaha kecil melalui penetapan peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan meliputi
23
aspek pendanaan, persaingan, prasarana, informasi, kemitraan, perizinan usaha, dan perlindungan. 2)
Dunia usaha dan masyarakat berperan serta secara aktif menumbuhkan iklim
3)
usaha sebagaimana dimaksud di atas.
Pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat melakukan pembinaan dan pengembangan usaha kecil dalam bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, sumber daya manusia, dan teknologi.
Dari penjelasan di atas, sudah sepantasnya pemerintah daerah serta lembagalembaga terkait lainnya berperan melindungi sentra industri moci cikole. Memberi jaminan iklim usaha yang kondusif dan pemberian bantuan materi ataupun imateri untuk keberlangsungan dan semakin berkembangnya sentra industri tersebut di tengah persaingan dengan industri- industri lainnya. Karena industri ini bukan saja berpotensi bagi kesempatan usaha semata, tetapi juga turut menyerap tenaga kerja yang ada. Industri moci di Cikole oleh Disperindagkop Kota Sukabumi digolongkan pada industri non-formal. Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan diantaranya penyuluhan yang dilakukan oleh Dinas perindustrian, Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) Kota Sukabumi melalui proyek Pengembangan dan Pemberdayaan Industri Kecil berupa pembinaan serta pemberian dana dalam bentuk kredit. Peran Disperindagkop tersebut sangat penting dalam usaha membina dan mengembangkan industri kecil khususnya industri moci di Kecamatan Cikole karena berbagai kebijakan Disperindagkop merupakan suatu motivasi tersendiri bagi pengusaha untuk mengembangkan usahanya. Peran Disperindagkop dalam membina dan mengembangkan industri kecil meliputi
24
teknik produksi, promosi, dan distribusi, bahkan Disperindagkop Kota Sukabumi sedang memikirkan dan mencari cara pengolahan moci secara modern sehingga kendala dalam hal kadaluarsa dan permintaan akan moci yang banyak akan teratasi. Peran Diperindagkop dalam hal bantuan dana tidak begitu dirasakan oleh para pengusaha industri moci di Cikole, pada umunya pengusaha lebih senang mengembangkan usahanya sendiri daripada menunggu bantuan dari pemerintah. Karena sistem bantuan yang diberikan kurang disosialisasikan kepada para pengusaha dan harus melalui birokrasi yang rumit serta berbagai persayaratan yang harus diikuti sehingga banyak diantara pengusaha kurang memanfaatkan bantuan modal dari pemerintah tersebut.
2.3 Kewirausahaan Penumbuhan wirausaha dalam bidang industri kecil dan menengah merupakan upaya penting dalam memperkuat struktur industri dan ekonomi melalui pemanfaatan kesempatan berusaha. Wirausaha ini diharapkan tumbuh pada industri-industrri yang berskala kecil-menengah. Untuk lebih memperjelas wirausaha yang terjadi pada masyarakat lokal cikole khususnya para pengusahanya, maka harus diungkapkan terlebih dahulu konsep-konsep teoritis kewirausahaan. Menurut Joseph Schumpeter yang dikutip oleh Buchori Alma (2001: 20) wirausaha adalah orang yang mendobrak sistem ekonomi yang ada dengan memperkenalkan barang dan jasa yang baru, dengan menciptakan bentuk
25
organisasi baru atau mengolah bahan baku baru. Sedangkan menurut Robert Hisrich (1985) mengemukakan pengertian kewirausahaan sebagai suatu proses melakukan sesuatu yang baru dan berbeda dengan mengabdikan seluruh waktu dan tenaganya disertai dengan menanggung resiko keuangan, kejiwaan, sosial dan menerima balas jasa dalam bentuk uang dan kepuasan pribadinya. Buchari Alma (2001:22) menambahkan, bahwa bagi Schumpeter, seorang wirausaha tidak selalu seorang pedagang (businessman) atau seorang manajer, ia (wirausahawan) adalah orang yang unik yang berpembawaan pengambil resiko dan yang memperkenalkan produk-produk inovatif dan teknologi baru ke dalam perekonomian. Oleh sebab itu definisi yang baik dari wirausaha menurut HisrichPetters (1995:10) yang dikutif Buchari Alma ( 2001: 25) adalah: “entrepreneurship is the value by devoting the accompanying financial, resulting rewards of indefendence.”
process of creating something different with necessary time and effort, assuming the psychic, and social risks, and receiving the monetary and personal satisfaction and
Artinya kewirausahaan adalah proses menciptakan sesuatu yang lain dengan menggunakan waktu dan kegiatan disertai modal dan resiko serta menerima balas jasa dan kepuasan serta kebebasan pribadi. Pada umumnya, semua itu bertujuan untuk menciptakan tambahan kemakmuran bagi individu dan memberikan tambahan nilai pada masyarakat. Enterperener sendiri yang dalam Bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi wirausaha didefinisikan sebagai orang yang menciptakan kemakmuran dan juga proses peningkatan nilai tambah melalui gagasan yang dimilikinya, serta memadukan berbagai sumber daya yang ada dan membuat gagasan menjadi kenyataan.
26
Jose Carlos Jarillo Mossi mendefinisikan, kewirausahaan sebagai “seorang yang merasakan adanya peluang, mengejar peluang-peluang yang ada sesuai dengan situasi dirinya, dan percaya bahwa kesuksesan merupakan suatu hal yang bisa dicapai”. Beberapa penulis tentang kewirausahaan telah berusaha mengidentifikasi ciri-ciri pribadi para wirausaha. Diantaranya yang paling sering diungkapkan adalah adanya kebutuhan untuk mencapai sesuatu (achievement), adanya kebutuhan akan kontrol, orientasi intuitif dan kecenderungan untuk mengambil resiko. Semangat entrepreneur yang selalu memacu kreativitas bisa merupakan natural talent, bakat alamiah yang diturunkan atau diwariskan tetapi juga bisa dibentuk, dipelajari atau dipengaruhi oleh lingkungan. H. Leibenstein mendefinisikan entrepreneur sebagai seorang atau kelompok individu yang memiliki karakteristik: -
Mampu menggandengkan peluang-peluang menjadi pasar.
-
Mampu memperbaiki kelemahan pasar.
-
Bisa menjadi seorang input complementer.
-
Dapat menciptakan atau memperluas time bending dan input transforming entities. Heru Sutojo menegaskan pendapat dari J.A. Schumpeter yang mengatakan
bahwa entrepreneur adalah orang yang bisa mengadakan kombinasi baru, dimana kombinasi itu merupakan fenomena
yang fundamental bagi pembangunan
ekonomi dengan sifat-sifat entrepreneur sebagai berikut: selalu memiliki prakarsa otoritas, melihat ke masa depan, mempunyai intuisi yang kuat, mempunyai kebebasan mental, mempunyai jiwa kepemimpinan dan pemberontak sosial
27
(social deviance). Berdasarkan pemikiran-pemikiran yang diungkapkan di atas dapat disimpulkan bahwa kewirausahaan merupakan sikap mental yang senantiasa berusaha untuk memanfaatkan sesuatu, baik barang maupun situasi tertentu agar memiliki nilai manfaat yang lebih tinggi untuk meningkatkan penghasilan melalui keterampilan yang dimilikinya. Selain itu, seorang wirausaha juga mampu melihat peluang
untuk
memanfaatkannya
dengan
cara
mengkoordinasikan
dan
memanfaatkan keterampilan, modal dan teknologi serta sumber daya yang ada untuk mengembangkan diri dan lingkungannya. Tentunya dengan keberanian mengambil resiko dan kreativitas serta kemampuan mengelola sumber daya yang ada secara tepat guna dan efisien. Salah satu kunci penting dari kewirausahaan yang ditunjukan oleh pengusaha industri moci adalah kemampuan mereka untuk menghadapi perubahan dan mengatasi berbagai masalah baik dari permodalan, persaingan produk ataupun perluasan pemasaran. Untuk itu diperlukan motivasi dan inovasi untuk memajukan usahanya melalui pemanfaatan peluang yang dihadapi setiap hari. Para pengusaha ini mempunyai keyakinan pada kegunaan ilmu pengetahuan yang terus mereka kembangkan melalui keikutsertaan dalam berbagai pembinaanpembinaan dan pelatihan oleh pemerintah daerah. Sehingga meskipun timbul berbagai masalah dan persaingan baru mereka masih tetap bertahan dalam mengembangkan
usahanya.
Terkait
dengan
hal
itu,
kewirausahaan/
kewiraswastaan pengusaha industri moci di Cikole memiliki motivasi yang cukup tinggi dalam mengelola usahanya.
28
Ciri-ciri manusia wirausaha/wiraswasta adalah memiliki potensi yang besar untu berprestasi. Seperti yang diungkapkan oleh Mc Clelland dalam Suwarsono dan Alvin (1991: 28-31) bahwa seorang wiraswastawan atau wirausaha adalah orang yang memiliki keinginan berprestasi sangat tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak berwiraswasta. Mc Clelland menambahkan bahwa untuk memajukan pembangunan wilayah perlu adanya peranan dari kaum wiraswastawan dalam negeri bukan dari para politikus atau para penasehat ahli yang didatangkan dalam negeri bertujuan tidak hanya sekedar untuk mencari dan mengumpulkan laba, dalam hal ini laba merupakan indikator dari pencapaian tujuan yang lain. Para wiraswastawan tersebut pada dasarnya mempunyai keinginan yang kuat untuk mencapai prestasi gemilang yang dikerjakan melalui penampilan kerja yang baik, dengan selalu berpikir dan berusaha untuk menemukan cara-cara baru untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas kerja. Kegiatan inilah yang disebut Mc Clelland sebagai motivasi berprestasi atau kebutuhan berprestasi. Ciri lainya adalah dengan kekuatan yang ada pada dirinya sendiri, seorang wiraswasta mampu menolong dirinya sendiri dalam mengatasi permasalahan hidupnya. Selain itu mereka tidak bergantung pada alam sekitar seperti cuaca panas, dingin, dan hujan dalam melakukan proses produksi dan distribusi. Mc Clelland menjelaskan lebih lanjut mengenai konsep waktu luang yang dimiliki oleh setiap individu. Jika seseorang tidak bisa memanfaatkan waktu luang yang dimilikinya seperti digunakan untuk tidur dan bersenang-senang, maka orang tersebut memiliki motivasi berprestasi yang rendah. Akan tetapi jika
29
seseorang berpikir tentang bagaimana caranya untuk meningkatkan kehidupannya yang sekarang ke arah yang lebih baik dan melaksanakan tugas-tugas yang dihadapinya dengan cara yang lebih baik, maka orang tersebut memiliki kebutuhan berprestasi yang kuat. Jiwa kewiraswastaan telah ada pada masyarakat Kecamatan Cikole Kota Sukabumi. Hal tersebut dapat dilihat dari motivasi untuk maju berprestasi, dengan cara meningkatkan etos kerjanya. Mereka terus menuangkan kreativitas dalam mendesain logo kemasan produk dan menambahkan berbagai rasa dengan mengikuti pembinaan, penyuluhan, dan berbagai kegiatan bazaar. Sehingga ada beberapa pengusaha yang telah mendapatkan penghargaan sebagai pelaku usaha yang
berhasil
mempertahankan
dan
meningkatkan
kualitas
produknya.
Kewiraswataan yang ditunjukan oleh pengusaha industri moci di Cikole selain dapat menolong dirinya sendiri dalam mengatasi permasalahan hidup, juga menambah daya tampung tenaga kerja sehingga dapat menanggulangi masalah pengangguran serta sebagai penggerak pembangunan dibidang ekonomi daerah yang bisa menjadi contoh bagi anggota masyarakat lainnya. Terdapat sikap mental wirausaha/wiraswasta
yang
cukup
tinggi
pada
diri
pengusaha
dalam
mengembangkan industri moci ini yakni ketekunan dan keuletan dalam bekerja yang disebabkan karena selain sebagai mata pencarian keluarga, industri ini juga merupakan tradisi turun-temurun yang tetap dipertahankan oleh generasi selanjutnya.
30
2.4 Perubahan Sosial Ekonomi Masyarakat sebagai suatu sistem sudah tentu dalam perwujudannya senanatiasa mengalami perubahan yang dapat berupa kemajuan atau kemunduran, luas atau terbatas, dan cepat atau lambatnya. Karena hakikat manusia yang selalu dinamis, membawa manusia kepada sesuatu yang baru dalam kehidupannya, sehingga akan terjadi penyesuaian antara unsur yang lama dengan unsur yang baru, dan akan berimplikasi kepada adanya suatu perubahan ataupun pergantian dalam unsur-unsur tersebut. Selo Soemardjan mendefinisikan perubahan sebagai segala perubahanperubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap dan pola perilaku diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat (Soekanto, 1990:305). Horton dan Hunt menyatakan bahwa perubahan sosial itu bersifat umum meliputi perubahan berbagai aspek dalam kehidupan masyarakat sampai pada pergeseran persebaran umur, tingkat pendidikan, hubungan antar warga, baik warga dalam masyarakat pada umumnya maupun dalam lingkungan kerja. Dari perubahan aspek-aspek tersebut terjadi perubahan struktur masyarakat serta hubungan diantara warganya (Sumaatmadja, 2000:64). Menurut John Lewis Gillin dan John Philip Gillin, perubahan sosial adalah suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima karena ada perubahan kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk, ideologi atau adanya difusi serta penemua-penemuan baru dalam masyarakat. Sedangkan Robert H.Laeur mendefinisikan perubahan sosial menunjuk pada perubahan
31
fenomena sosial diberbagai tingkat kehidupan manusia mulai dari tingkat individual hingga ke tingkat dunia (Wulansari,2009:126). Soejono Soekanto, menjelaskan bahwa salah satu bentuk perubahan sosial adalah perubahan yang direncanakan dan perubahan yang tidak direncanakan. Perubahan yang direncanakan merupakan perubahan yang diperkirakan atau direncanakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang hendak mengadakan perubahan di dalam masyarakat. Pihak-pihak yang menghendaki agent of change, yaitu seorang atau sekelompok orang yang mendapat kepercayaan masyarakat sebagai pemimpin satu atau lebih lembaga-lembaga masyarakat. Perubahan sosial yang tidak direncanakan, merupakan perubahan-perubahan yang terjadi tanpa dikehendaki, berlangsung diluar jangkauan pengawasan masyarakat dan dapat menyebabkan timbulnya akibat-akibat sosial yang tidak diharapkan oleh masyarakat. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat pada umumnya disebabkan oleh beberapa faktor baik yang datang dari dalam masyarakat itu sendiri maupun dari luar. Adapun faktor yang datang dari dalam masyarakat itu sendiri adalah; bertambah dan berkurangnya penduduk, penemuan-penemuan baru, pertentangan dalam masyarakat dan terjadinya pemberontakan atau revolusi. Sedangkan faktor yang datang dari luar adalah; sebab-sebab yang berasal dari lingkungan alam dan fisik yang ada di sekitar manusia, peperangan dan pengaruh kebudayaan masyarakat lain (Soekanto, 1990:317). Perubahan dalam masyarakat pada prinsipnya merupakan proses yang terus menerus, artinya bahwa setiap masyarakat yang satu dengan yang lainnya
32
tidak selalu sama, ada masyarakat yang mengalaminya lebih cepat bila dibandingkan dengan masyarakat lainnya. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat menyangkut hal yang kompleks artinya perubahan sosial itu tidak dapat terjadi karena hanya satu faktor saja, akan tetapi banyak faktor yang membuat masyarakat itu berubah (Taneko, 1990: 133). Hal senada diungkapkan oleh Koentjaraningrat dalam bukunya Beberapa Pokok Antropologi Sosial, yang menyatakan bahwa hampir semua masyarakat di dunia yang amat sederhana maupun yang amat kompleks sifatnya, dalam pergaulan antar individunya, ada perbedaan kedudukan dan derajat (status). Perbedaan kedudukan dan derajat terhadap individu-individu dalam masyarakat itulah yang menjadi dasar bagi gejala pelapisan sosial yang ada hampir di seluruh masyarakat di dunia (Koentjaraningrat, 1992: 174). Proses perubahan masyarakat terjadi karena manusia ialah makhluk yang berfikir dan bekerja. Manusia selalu berusaha memperbaiki nasibnya dan berusaha mempertahankan hidupnya. Dalam keadaan demikian, terjadilah sebab-sebab perubahan sosial yaitu: a. Inovasi (penemuan baru atau pembaruan) Schumpeter
dalam
teorinya
berpendapat
bahwa
motor
penggerak
pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang diberi nama inovasi, dan pelakunya adalah para wiraswasta atau entreupeuneur. b. Invensi (penemuan-penemuan baru) c. Adaptasi ( penyesuaian secara sosial dan budaya) Maksudnya adalah bahwa apabila industri moci di Cikole dikembangkan dan dijadikan sebagai sektor pariwisata di Kota Sukabumi, maka keadaan tersebut
33
juga akan mendorong anggota masyarakat setempat untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian. Penyesuaian itu tercermin pada penyediaan berbagai sarana dan prasarana yang dapat merangsang datangnya para wisatawan. Misalnya, didirikannya tempat khusus penjualan moci dengan ditunjang tempat parkir yang luas dan adanya tempat-tempat peristirahatan sementara bagi konsumen yang datang. d. Adopsi (penggunaan dari penemuan baru atau lahirnya teknologi baru). Banyak penyebab perubahan yang dialami oleh masyarakat diantaranya adalah keadaan geografi tempat pengelompokan sosial, keadaan biofisik kelompok, kebudayaan dan sifat anomi masyuarakat. Keempat unsur ini saling mempengaruhi dan akhirnya mempengaruhi bidang yang lain seperti teknologi, ilmu pengetahuan,organisasi dan pengetahuan masyarakat. Faktorfaktor ini bersamaan akhirnya menimbulkan lagi perubahan dalam bidang transportasi, ekonomi, politik, dan tentunya bidang sosial. Soejito (1986) dalam buku Transformasi Sosial Menuju Masyarakat Industri, menjelaskan transformasi nilai-nilai terjadi dalam masyarakat merupakan penyebab terjadinya perubahan sosial. Setiap masyarakat mempunyai nilai-nilai sosial yang mengatur tata cara kehidupan di dalam masyarakat tersebut. Nilai-nilai sosial tersebut merupakan ukuran-ukuran di dalam menilai tindakan dalam hubungannya dengan orang lain. Soejito juga menjelaskan adanya perubahan status dalam masyarakat ascribe status yaitu status yang dibawa sejak lahir dan achieved status yaitu status yang diperoleh sesudah bekerja. Bahwa dalam masyarakat modern pelapisan masyarakat bersifat sangat labil. Maksudnya,
34
seseorang yang pada suatu ketika berada dalam lapisan yang rendah dengan tibatiba dapat berada dalam lapisan masyarakat yang tinggi. Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti mendapatkan kejelasan bahwa dengan adanya berbagai perubahan yang terjadi pada berbagai bidang kehidupan manusia akan mempunyai pengaruh terhadap masyarakat. Terkait dengan hal tersebut, perubahan yang terjadi pada masyarakat Kecamatan Cikole Kota Sukabumi adalah perubahan yang terjadi secara lambat dan direncanakan. Perubahan yang terjadi pada masyarakat Kecamatan Cikole Kota Sukabumi setelah adanya industri moci adalah perubahan ekonomi yang berimbas pada perubahan sosial. Perubahan dalam aspek ekonomi terlihat dalam pendapatan yang diperoleh pemilik
dan pekerja serta sistem kerja yang
diterapkan. Pada umumnya pekerjaan yang digeluti sebelum bekerja di industri moci adalah sebagai petani, tukang ojek dan serabutan. Mereka bisa bekerja sesuka hati tidak ada penentuan waktu dalam bekerja, begitupun dalam hal pendapatan yang diperoleh tidak menentu tergantung pada musim (petani). Setelah mereka bekerja di industri moci, mereka terikat dengan sistem kerja yang diterapkan sehingga mereka harus disiplin dengan waktu yang ditentukan, demikian dalam hal penghasilan yang diperoleh ditentukan oleh pemilik perusahaan. Dengan pendapatan yang menentu, mereka bisa memikirkan masa depan atau langkah-langkah yang ingin dicapainya seperti adanya keinginan menyekolahkan anak-anaknya lebih dari orang tuanya dan mampu memperbaiki tempat tinggalnya. Selain itu, dengan adanya industri tersebut menambah golongan pengusaha yang bervariasi seperti adanya pengusaha kue moci yang mampu membeli barang-barang mewah dan barang-barang elektronik (gaya hidup yang konsumtif).