TINJAUAN PUSTAKA Hutan Hutan dapat diberi batasan sesuai dengan sudut pandang masing-masing pakar. Misalnya dari sisi ekologi dan biologi, bahwa hutan adalah komunitas hidup yang terdiri dari asosiasi pohon dan vegetasi secara umum serta hewan lain. Dalam komunitas itu, tiap individu berkembang, tumbuh menjadi dewasa, tua dan mati. Lebih lanjut, hutan adalah suatu komunitas biologik dari tumbuhan dan hewan yang hidup dalam suatu kondisi tertentu, berinteraksi secara kompleks dengan komponen lingkungan tak hidup (abiotik) yang meliputi faktor-faktor seperti : tanah, iklim dan fisiografi. Lebih khusus, maka hutan adalah komunitas tumbuhan yang lebih didominasi oleh pohon dan tumbuhan berkayu dengan tajuk yang rapat (Wanggai, 2009). Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Menurut Undangundang tersebut, Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungan, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Dari definisi hutan yang disebutkan, terdapat unsur-unsur yang meliputi : a. Suatu kesatuan ekosistem b. Berupa hamparan lahan c. Berisi sumberdaya alam hayati beserta alam lingkungannya yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. d. Mampu memberi manfaat secara lestari.
Universitas Sumatera Utara
Keempat ciri pokok dimiliki suatu wilayah yang dinamakan hutan, merupakan rangkaian kesatuan komponen yang utuh dan saling ketergantungan terhadap fungsi ekosistem di bumi. Eksistensi hutan sebagai subekosistem global menempatkan posisi penting sebagai paru-paru dunia (Zain, 1996). Jenis-jenis hutan berdasarkan fungsi utamanya, maka hutan di Indonesia dikelompokkan ke dalam tiga jenis (Indriyanto, 2008). 1. Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. 2. Hutan Produksi ialah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan. Hasil utama dari hutan produksi berupa kayu, sedangkan hasil hutan lainnya termasuk hasil hutan non-kayu mencakup rotan, bambu, tumbuhan obat, rumput, bunga, buah, biji, kulit kayu, daun, lateks (getah), resin (damar, kopal, gom, gondorukem dan jernang) dan zat ekstraktif lainnya berupa minyak. 3. Hutan konservasi ialah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Klasifikasi kawasan konservasi menurut SK Dirjen PHPA No 129, Tahun 1996 tentang Pola Pengelolaan Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam, Taman Buru dan Hutan Lindung adalah : 1. Kawasan suaka alam (KSA) a. Cagar alam
Universitas Sumatera Utara
b. Suaka margasatwa 2. Kawasan pelestarian alam (KPA) a. Taman nasional b. Taman hutan raya c. Taman wisata alam 3. Taman buru 4. Hutan lindung Cagar alam adalah kawasan suaka alam yang keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa, dan ekositem tertentu yang layak untuk dilindungi yang dalam perkembangannya diusahakan secara alami. Adapun usaha untuk melindungi flora dan fauna yang memiliki ciri khusus tersebut dilaksanakan suatu pengembangbiakan secara in-situ (pada habitat asli) dan eks-situ (di luar habitat asli). Namun, konservasi eks-situ sangat sulit dilakukan bila tidak didukung oleh keberadaan daerah sekitarnya. Sebab, kehidupan jenis flora dan fauna secara alami mengalami interaksi dengan ekosistem alaminya dalam kehidupannya (Arief, 2001). Pohon Pohon adalah tumbuhan berkayu yang tumbuh dengan tinggi minimal 5 meter (16 kaki). Pohon mempunyai batang pokok tunggal yang menunjang tajuk berdaun dari cabang-cabang di atas tanah. Pohon tersusun oleh banyak bagian. Di bawah tanah, akar mengambil air dan mineral dari dalam tanah. Air dan mineral tersebut dibawa ke atas, yaitu daun melalui batang yang dilindungi oleh kulit kayu (pegagan). Cabang merupakan bagian yang menyokong daun, bunga dan buah
Universitas Sumatera Utara
dari pohon tersebut. Sedangkan tajuk pohon disusun oleh ranting, cabang, dan dedaunan (Greenaway, 1997). Kriteria tingkat pertumbuhan pohon diacu dalam Wahyudi dkk (2014) adalah sebagai berikut : a. Semai adalah anakan pohon mulai dari kecambah sampai anakan setingi kurang dari 1,5 m. b. Pancang adalah anakan pohon yang tinginya ≥ 1,5 meter berdiameter < 10 cm. c. Tiang adalah anakan pohon yang berdiameter 10 cm sampai < 20 cm. d. Pohon adalah pohon dewasa berdiameter ≥ 20 cm. Vegetasi Vegetasi yaitu kumpulan dari beberapa jenis tumbuhan yang tumbuh bersama-sama pada satu tempat di mana antara individu-individu penyusunnya terdapat interaksi yang erat, baik di antara tumbuh-tumbuhan maupun dengan hewan-hewan yang hidup dalam vegetasi dan lingkungan tersebut. Dengan kata lain, vegetasi tidak hanya kumpulan dari individu-individu tumbuhan melainkan membentuk suatu kesatuan di mana individu-individunya saling tergantung satu sama lain (Soerianegara dan Indrawan, 1988). Vegetasi hutan alam di daerah tropika basah memiliki laju fotosintesis tinggi dan akarnya menembus dalam lapisan tanah, permukaan daun yang rapat dan lebat, juga menghasilkan bahan organik dalam jumlah yang besar, serta membentuk biomassa yang besar jumlahnya. Semakin beraneka ragam komposisi jenis tumbuhan dan strukturnya, semakin tercampur pertumbuhannya, semakin baik pengaruhnya terhadap lingkungan, tanah, dan air. Tajuk pohon yang beranekaragam, dengan batang yang mempunyai berbagai ukuran dimensi hingga
Universitas Sumatera Utara
pucuk pohon dominan, disertai lapisan serasah dan humus masak, semuanya itu merupakan ciri-ciri ekosistem yang unggul dalam memelihara kualitas lingkungan hidup (Dephut RI, 1992). Analisis Vegetasi Analisis vegetasi adalah cara mempelajari susunan (komposisi jenis) dan bentuk (struktur) vegetasi atau komunitas tumbuh-tumbuhan. Salah satu cara dalam analisis vegetasi adalah dengan menggunakan metode jalur atau transek. Cara ini paling efektif untuk mempelajari perubahan keadaan vegetasi menurut keadaan tanah, topografi, dan elevasi. Jalur-jalur contoh dibuat memotong garisgaris topografi (Ruslan, 1986). Pembuatan petak contoh di lokasi penelitian harus dapat mewakili seluruh area/daerah penelitian agar contoh tumbuhan yang diambilpun dapat mewakili. Ukuran petak contoh harus ditentukan dengan jelas sebelum dilakukan analisis. Berbeda ukuran tumbuhan yang dianalisis berbeda pula ukuran petak contoh yang diambil (Suin, 2002). Struktur dan Komposisi Vegetasi Hutan Struktur merupakan lapisan vertikal dari suatu komunitas hutan. Dalam komunitas selalu terjadi kehidupan bersama saling menguntungkan sehingga dikenal adanya lapisan-lapisan bentuk kehidupan (Syahbudin, 1987). Selanjutnya Daniel et. al., (1992) menyatakan struktur tegakan atau hutan menunjukkan sebaran umur dan atau kelas diameter dan kelas tajuk. Komposisi dan struktur suatu vegetasi adalah fungsi dari beberapa faktor, yaitu flora di daerah itu, habitat (iklim, tanah, dan lain-lain), waktu, dan kesempatan. Flora di daerah itu menentukan spesies mana yang akan mampu
Universitas Sumatera Utara
hidup di sana. Habitat akan mengadakan seleksi terhadap spesies-spesies yang mampu menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan setempat. Waktu dengan sendirinya diperlukan untuk mantapnya vegetasi itu (Ruslan, 1986). Faktor-Faktor yang Dapat Mempengaruhi Pertumbuhan Tanaman Pertumbuhan tanaman merupakan hasil interaksi yang kompleks antara faktor internal (dalam) dan eksternal (luar). Faktor internal meliputi faktor intrasel (sifat genetik/hereditas) dan intersel (hormonal dan enzim). Faktor eksternal meliputi air tanah dan mineral, kelembapan udara, suhu udara, cahaya dan sebagainya (Junaidi, 2009). Faktor internal yang mempengaruhi pertumbuhan Tanaman : 1. Sifat Menurun atau Hereditas. Ukuran dan bentuk tumbuhan banyak dipengaruhi oleh faktor genetik. Faktor genetik dapat digunakan sebagai dasar seleksi bibit unggul. 2. Hormon Pada Tumbuhan. Hormon merupakan hasil sekresi dalam tubuh yang dapat memacu pertumbuhan, tetapi adapula yang dapat menghambat pertumbuhan . Hormon-hormon pada tumbuhan yaitu auksin, giberilin, gas etilen, sitokinin, asam absisat dan kalin. Faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman : 1. Cahaya Matahari. Cahaya jelas pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman. Cahaya merupakan sumber energi untuk fotosintesis. Daun dan batang tumbuhan yang tumbuh ditempat gelap akan kelihatan kuning pucat. Tumbuhan yang kekurangan cahaya menyebabkan batang tumbuh lebih panjang, lembek dan kurus, serta daun timbul tidak normal. Panjang
Universitas Sumatera Utara
penyinaran mempunyai pengaruh khusus bagi pertumbuhan dan reproduksi tumbuhan. 2. Temperatur.
Temperatur mempengaruhi pertumbuhan dan reproduksi
tumbuhan. Perubahan temperatur dari dingin atau panas mempengaruhi kemampuan fotosintesis, translokasi, respirasi dan transpirasi. Jika temperatur terlalu dingin atau terlalu tinggi pertumbuhan akan menjadi lambat atau terhenti sama sekali pada beberapa tumbuhan apabila lingkungan, air, temperatur, dan cahaya tidak memungkinkan untuk tumbuh. 3. Kelembaban atau Kadar Air. Tanah dan udara yang kurang lembab umumnya berpengaruh baik terhadap pertumbuhan karena meningkatkan penyerapan air dan menurunkan penguapan atau transpirasi. 4.
Air dan Unsur Hara. Air merupakan senyawa yang sangat penting bagi tumbuhan. Fungsi air antara lain sebagai media reaksi enzimatis, berperan dalam fotosintesis, menjaga turgiditas sel dan kelembapan. Kandungan air dalam tanah mempengaruhi kelarutan unsur hara dan menjaga suhu tanah. Tanaman, menyerap unsur hara dari media tempat hidupnya, yaitu dari tanah ataupun dari air. Unsur hara merupakan salah satu penentu pertumbuhan suatu tanaman baik atau tidaknya tumbuhan berkembangbiak.
Biomassa Biomassa adalah berat bahan organik persatuan unit luas pada waktu tertentu yang dinyatakan dengan istilah berat kering (dry weight) atau biomassa dapat berupa berat bahan organik suatu organisme tertentu persatuan unit luas. Biomassa
pohon
merupakan
ukuran
yang
sering
digunakan
untuk
menggambarkan dan mempelajari pertumbuhan tanaman. Hal ini didasarkan pada
Universitas Sumatera Utara
kenyataan bahwa pendugaan biomassa relatif lebih rendah dan merupakan akumulasi dari total proses metabolisme yang dialami oleh tanaman sehingga hal ini merupakan indikator pertumbuhan yang cukup representatif apabila dikaitkan dengan tampilan keseluruhan pertumbuhan tanaman (Rusolono, 2006). Biomasa pohon ada 2: bagian di atas tanah dan bagian dalam tanah (akar). Pengukuran biomasa pohon dapat dilakukan dengan menaksir volume pohon (tanpa melakukan perusakan atau „non destructive’). Volume pohon dapat ditaksir dari ukuran diameter batangnya, yang diukur setinggi dada ( dbh atau 1,3 m dari permukaan tanah). Jika diperlukan maka tinggi pohon juga dapat diukur untuk mempertinggi akurasi estimasi volume pohonnya (Hairiah dkk, 2011). Pohon (dan organisme foto-ototrof lainnya) melalui proses fotosintesis menyerap CO2 dari atmosfer dan mengubahnya menjadi karbon organik (karbohidrat) dan menyimpannya dalam biomassa tubuhnya seperti dalam batang, daun, akar, umbi buah dan-lain-lain. Keseluruhan hasil dari proses fotosintesis ini sering disebut juga dengan produktifitas primer. Dalam aktifitas respirasi, sebagian CO2 yang sudah terikat akan dilepaskan kembali dalam bentuk CO2 ke atmosfer. Selain melalui respirasi, sebagian dari produktifitas primer akan hilang melalui berbagai proses misalnya herbivori dan dekomposisi. Sebagian dari biomassa mungkin akan berpindah atau keluar dari ekosistem karena terbawa aliran air atau agen pemindah lainnya. Kuantitas biomassa dalam hutan merupakan selisih anatara produksi melalui fotosintesis dan konsumsi. Perubahan kuantitas biomassa ini dapat terjadi karena suksesi alami dan oleh aktifitas manusia seperti silvikultur, pemanenan dan degradasi. Perubahan juga dapat terjadi karena adanya bencana alam (Sutaryo, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Karbon Karbon merupakan salah satu unsur alam yang memiliki lambang “C” dengan nilai atom sebesar 12. Karbon juga merupakan salah satu unsur utama pembentuk bahan organik termasuk makhluk hidup. Hampir setengah dari organisme hidup merupakan karbon. Karenanya secara alami karbon banyak tersimpan di bumi (darat dan laut) dari pada di atmosfer (Manuri dkk, 2011). Dalam inventarisasi karbon hutan, carbon pool yang diperhitungkan setidaknya ada 4 kantong karbon. Keempat kantong karbon tersebut adalah biomassa atas permukaan, biomassa bawah permukaan, bahan organik mati dan karbon organik tanah ( Sutaryo, 2009).
Biomassa atas permukaan adalah semua material hidup di atas permukaan. Termasuk bagian dari kantong karbon ini adalah batang, tunggul, cabang, kulit kayu, biji dan daun dari vegetasi baik dari strata pohon maupun dari strata tumbuhan bawah di lantai hutan.
Biomassa bawah permukaan adalah semua biomassa dari akar tumbuhan yang hidup. Pengertian akar ini berlaku hingga ukuran diameter tertentu yang ditetapkan. Hal ini dilakukan sebab akar tumbuhan dengan diameter yang lebih kecil dari ketentuan cenderung sulit untuk dibedakan dengan bahan organik tanah dan serasah.
Bahan organik mati meliputi kayu mati dan serasah. Serasah dinyatakan sebagai semua bahan organik mati dengan diameter yang lebih kecil dari diameter yang telah ditetapkan dengan berbagai tingkat dekomposisi yang terletak di permukaan tanah. Kayu mati adalah semua bahan organik mati yang tidak tercakup dalam serasah baik yang masih tegak maupun yang
Universitas Sumatera Utara
roboh di tanah, akar mati, dan tunggul dengan diameter lebih besar dari diameter yang telah ditetapkan.
Karbon organik tanah mencakup karbon pada tanah mineral dan tanah organik termasuk gambut. Tumbuhan baik di dalam maupun di luar kawasan hutan menyerap gas
asam arang (CO2) dari udara melalui proses fotosintesis, yang selanjutnya diubah menjadi karbohidrat, kemudian disebarkan ke seluruh tubuh tanaman dan akhirnya ditimbun dalam tubuh tanaman. Proses penimbunan karbon (C) dalam tubuh tanaman hidup dinamakan proses sekuestrasi. Dengan demikian mengukur jumlah yang disimpan dalam tubuh tanaman hidup (biomasa) pada suatu lahan dapat menggambarkan banyaknya CO2 di atmosfer yang diserap oleh tanaman (Hairiah dkk, 2011). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Karbon Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat penyerapan karbon antara lain adalah: iklim, topografi, karakteristik tanah, spesies dan komposisi umur pohon, serta tahap pertumbuhan pohon. Tingkat serapan karbon yang tinggi umumnya terjadi pada lokasi lahan dengan kesuburan yang tinggi dan tingkat curah hujan cukup, dan pada tanaman yang cepat tumbuh, walaupun tingkat dekomposisi juga cukup tinggi pada lokasi tersebut. Pengelolaan hutan yang baik seperti pengaturan penjarangan dan rotasi pohon juga mempengaruhi tingkat serapan karbon. Sebaliknya tingkat penyerapan karbon yang rendah umumnya terjadi pada lokasi dengan tingkat curah hujan dan kesuburan tanah yang rendah (Dury, et. al., 2002).
Universitas Sumatera Utara
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Status Hukum Menurut prasasti yang terdapat di lokasi air terjun Sarasah Bunta, kawasan Lembah Harau dibuka pertama kali pada tanggal 14 Agustus 1926 oleh Asisten Residen 50 Kota yang bernama BO. Weirkein bersama dengan Tk. Laras Dt. Kuning Nan Hitam dan Asisten Damang Dt. Kondoh Nan Hitam. Kawasan ini ditunjuk berdasarkan Besluit Van Der Gouverneur General Van Netherlanch Indie No. 15 Stbl 24 tahun 1933 tanggal 10 Januari 1933 dengan status Nature Reserve (cagar alam) seluas 298 ha. Kemudian berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 478/Kpts/Um/8/1979 tanggal 2 Agustus 1979 sebahagian kawasan Cagar Alam Lembah Harau yaitu seluas 27,5 ha dialih fungsikan menjadi Taman Wisata Lembah Harau, sehingga luas Cagar Alam Lembah Harau menjadi 270,5 ha (BKSDA Sumbar, 2013). Letak, Luas dan Batas Berdasarkan letak geografis kawasan Cagar Alam Lembah Harau berada pada 100º39‟10” BT - 100º41‟58” BT dan 00º04‟39” LS - 00º11‟46 LS. Kawasan ini merupakan hamparan perbukitan dengan dinding-dinding curam yang merupakan ciri khas kawasan ini. Secara administrasi kehutanan, terletak di wilayah kerja Seksi Konservasi Wilayah I yaitu Resort KSDA Lima Puluh Kota. Secara administrasi pemerintahan, kawasan ini terletak di dua Nagari yaitu Jorong Lubuk Limpato di Nagari Tarantang dan Jorong Harau di Nagari Harau yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Harau Kabupaten Lima Puluh Kota Sumatera Barat (BKSDA Sumbar, 2013).
Universitas Sumatera Utara
Luas kawasan Cagar Alam Lembah Harau berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 478/Kpts/Um/8/1979 tanggal 2 Agustus 1979 adalah 270,5 ha, dengan batas-batas sebagai berikut : a. Bagian Utara
: Berbatasan dengan Areal Penggunaan Lain (APL) dan Jorong Harau
b. Bagian Timur
: Berbatasan dengan Hutan Lindung
c. Bagian Selatan
: Berbatasan dengan Jorong Lubuk Limpato
d. Bagian Barat
: Berbatasan dengan Jorong Lubuk Limpato
Iklim Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson kawasan Cagar Alam Lembah Harau mempunyai iklim tipe A. Pada tahun 2010 jumlah rata-rata bulan kering berkisar 4,92 dan jumlah rata-rata bulan basah berkisar 1,17. Suhu rata-rata minimum berkisar 0-17º C dan suhu rata-rata maksimum berkisar 25-33º C. Curah hujan rata-rata dalam lima tahun sebesar 2620,54 mm/tahun dengan hari hujan sebanyak 163,8 hari/tahun. Hari hujan terendah adalah pada bulan Juli sedangkan hari hujan tertinggi adalah pada bulan September dan Oktober di tahun 2013 (BKSDA Sumbar, 2013). Topografi Kawasan Cagar Alam Lembah Harau terletak pada ketinggian antara 400 mdpl sampai dengan 800 mdpl. Topografi kawasan ini adalah berbukit-bukit, landai dan terdapat tebing-tebing yang curam yang sering dimanfaatkan orangorang yang suka olah raga Panjat tebing (BKSDA Sumbar, 2013).
Universitas Sumatera Utara
Aksesibilitas Kawasan Cagar Alam Lembah Harau yang berbatasan langsung dengan ruas jalan negara Payakumbuh-Pekanbaru, sangat mudah dijangkau melalui jalan darat dengan kondisi jalan beraspal. Berdasarkan klasifikasi jalannya, cagar alam ini dilalui jalan propinsi, jalan kabupaten, jalan kecamatan, jalan nagari dan jalan jorong (BKSDA Sumbar, 2013). 100°39'0"E
100°39'30"E
100°40'0"E
100°40'30"E
100°41'0"E
PETA KAWASAN KONSERVASI CAGAR ALAM LEMBAH HARAU 0°5'0"S
0°5'0"S
®
KPA/KSA AIR PUTIH
Skala 1 : 25.000 0
0°5'30"S
0°5'30"S
CAGAR ALAM DESA/NAGARI KECAMATAN KABUPATEN
0.25
0.5
Kilometers 1
: LEMBAH HARAU : HARAU, TARANTANG : HARAU : LIMA PULUH KOTA
Sistem Koordinat ......World Geographyc System Datum ...........................WGS_1984 Proyeksi .......................Lintang / Bujur Unit Grid .......................Interval 30 detik Sumber data : 1. Peta penunjukan kawasan hutan Propinsi Sumatera Barat Nomor SK. 35/Menhut-II/2013 tanggal 15 Januari 2013; 2. Peta Rupa Bumi Indonesia Lembar 0815 - 43 Payakumbuh Edisi I - 1984 Skala 1 : 50.000
0°6'0"S
0°6'0"S
KETERANGAN Sungai
HP
Jalan
HPK
AIR
HPT
APL
KSA/KPA
HL
Jalan Kelas I
Bundaran / Tugu
Jalan Kelas II
Jalan Perkebunan
Jalan Arteri - Medium
Jalan Tanah
Jalan Arteri - Thin
Landasan Airport
100°0'0"E
100°30'0"E
101°30'0"E
Peta Situasi skala 1 : 3.000.000 Lokasi dipetakan
0°30'0"S
0°30'0"S
101°0'0"E
0°7'0"S
0°7'0"S
Rel Kereta Api
Jalan Kecil / Gang
0°0'0"
0°6'30"S
0°6'30"S
Jalan Perumahan / Desa
0°0'0"
CAGAR ALAM LEMBAH HARAU
100°0'0"E
100°30'0"E
101°0'0"E
101°30'0"E
KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM BALAI KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM SUMATERA BARAT
100°39'0"E
100°39'30"E
100°40'0"E
100°40'30"E
100°41'0"E
Gambar 1. Peta Kawasan Cagar Alam Lembah Harau Sumber : Peta penunjukan kawasan hutan Propinsi Sumatera Barat, 2013
Universitas Sumatera Utara